ANALISIS PERENCANAAN PELAT BETON PRATEGANG KOMPOSIT STATIS TAK TENTU Benny Sandika1 dan Johannes Tarigan2 1
Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]@student.usu.ac.id 2 Staf Pengajar Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan beton prategang pada era konstruksi modern ini bukanlah suatu hal yang baru. Prategang banyak dipakai karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh dibandingkan dengan beton konvensional (beton bertulang biasa). Diantaranya yang utama adalah kemungkinan untuk menjadikannya pracetak, yang menjadikan struktur dapat dirakit dan mempersingkat waktu karena pelaksanaan yang tidak harus dicor di tempat. Salah satu bentuk penggunaan prategang yang umum adalah dalam bentuk pelat. Dalam tugas akhir ini akan membahas pelat beton prategang pasca tarik yang akan dilihat perbandingan dan pengaruhnya apabila beton prategang tersebut berkomposit dengan bondek. Pelat yang dipakai adalah pelat menerus di atas tumpuan sederhana. Dimana perencanaan pelat dengan menggunakan pelat satu arah (one way slab). Untuk penginstalasian pelat beton prategang komposit, dipakai bondek yang berfungsi untuk melengkapi struktur. Bondek dipakai sebagai dasar dalam pengecoran. Sehingga dalam pelaksanaannya, bondek sering dipasang sebagai satu kesatuan dengan pelat (monolith). Hasil dari pemakain bondek berkomposit dengan beton prategang pasca tarik dapat mengurangi kebutuhan gaya prategang sebesar 10.98% untuk gaya prategang awal, dan 10.97% untuk gaya prategang akhir. Selain itu dapat mengurangi lendutan sebesar 6.486% serta mengurangi tegangan yang terjadi pada tepi atas pelat sebesar 10.647%, dan pada tepi bawah pelat sebesar 9.934%. Kata kunci: prategang, bondek, pelat, komposit.
ABSTRACT The use of prestressed concrete in the construction of the modern era is not a new thing. Prestressed widely used because of the many advantages to be gained compared with conventional concrete (ordinary reinforced concrete). Among the main thing is the possibility to make precast, which makes the structure can be assembled and shorten the time of the execution of that should not be cast-in-place. One common form of prestressed use is in the form of plates. In this thesis will discuss post-tensile prestressed concrete slab that will be seen when the comparison and the effect of prestressed concrete is berkomposit with bondeck. Plates used is constantly on top of the pedestal plate is simple. Where the plates by using plate planning one direction (one way slab). For installation of prestressed concrete composite plate, which serves bondeck used to complete the structure. Bondeck used as the basis for casting. Thus, in practice, bondeck often installed as a single unit with plate (monolith). The results of the usage bondeck berkomposit with prestressed concrete can reduce the need for post-tensile prestressed force of 10.98% for initial prestressed force, and 10.97% for the final prestressed force. Moreover, it can reduce the deflection by 6486% and reduce stress that occurs at the edges of the plates at 10 647%, and the lower edge of the plate by 9934%. Keywords: prestressed, bondeck, plate, composite.
1.
PENDAHULUAN
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik (kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya). Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah (Edward G. Nawy. 2001). Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser, atu puntir yang tinggi (Budiadi, Andri. 2008). Penggunaan beton prategang pada era konstruksi modern ini bukanlah suatu hal yang baru. Prategang banyak dipakai karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh dibandingkan dengan beton konvensional (beton bertulang biasa). Diantaranya yang utama adalah kemungkinan untuk menjadikannya pracetak, yang menjadikan struktur dapat dirakit dan mempersingkat waktu karena pelaksanaan yang tidak bersifat di tempat. Selain itu beban yang ada dipikul oleh kombinasi beton itu sendiri dengan kabel prategang, dimana kabel yang dipakai untuk beban yang sama dapat menghasilkan dimensi
yang lebih kecil daripada pemakaian beton konvensional. Selain itu beton prategeng dapat juga dicor di tempat, dimana prategang mungkin akan dikombinasikan dengan material lain atau untuk menjamin kekakuan struktur. Salah satu bentuk penggunaan prategang yang umum adalah dalam bentuk pelat. Dimana pelat dapat didimensi untuk bentang yang panjang dan bersifat pracetak yang pengecoran dilakukan di tempat lain, sementara balok dan kolom sedang dicor di tempat pada waktu yang bersamaan. Mungkin yang menjadi pertimbangan adalah biaya penginstalasian yang cukup besar, yang membuat pilihan jatuh pada beton konvensional untuk struktur dengan bentang yang relatif kecil. Kemudian dalam penginstalasian pelat beton prategang, dapat dipakai bondek yang berfungsi untuk melengkapi struktur. Bondek dipakai sebagai dasar dalam pengecoran. Sehingga dalam pelaksanaannya, bondek sering dipasang sebagai satu kesatuan denga pelat (monolith). Sehingga dari segi struktur, menambah dimensi dari pelat dan tentunya juga mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung yang sebenarnya dari pelat. Selain itu, bondek juga dapat menambah kekuatan tarik dari struktur monolith untuk daerah momen positif (tarik). Untuk itu, perlu adanya tinjauan untuk mengetahuai peningkatan kekuatan yang ada pada struktur yang dapat meningkatkan angka keamanan struktur. Selain hal di atas, dalam pelaksanaan konstruksi para perencana sering selalu mendasarkan perencanaannya pada konsep aman dan ekonomis. Hal ini sangat menguntungkan dalam pelaksanaannya nanti, terutama dari segi material. Tetapi satu hal yang juga tidak kalah penting, ialah faktor kenyamanan pemakaian struktur setelah selesai dikerjakan. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser atau puntir yang tinggi. Untuk mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain, maka dilakukan penegangan pada sturktur beton bertulang. Sistem penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1872 saat PH. Jackson, seorang insinyur dai California mendapatkan hak paten untuk sistem sruktural yang menggunakan tie rod untuk membuat balok atau pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1988, C. W. Doehring dari Jerman memperoleh hak paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian tegangan tersebut tidak benar-benar sukses karena hilangnya prategang dengan berjalannya waktu. J. Lud dari Norwegia dan G. R. Steiner dari Amerika Serikat telah berupaya untuk memecahkan masalah ini pada abad keda puluh, namun tidak berhasil. Sesudah selang waktu yang panjang, pada saat hanya sedikit kemajuan karena sulitnya mendapatkan baja berkekuatan tinggi utnuk mengatasi masalah kehilangan prategang, R. R. Dill dari Alexandria, mengetahui adanya pengaruh susut dan rangkak (aliran material transversal) pada beton terhadap hilangnya prategang. Selanjutnya, dia mengambangkan pemberian pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat mengganti kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjang komponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis mengambangkan pinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar horizontal disekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah retak akibat tekanan cairan internal. Setelah itu, pemberian prategang pada tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat, dengan ribuan tangki penyimpanan air, cairan dan gas dibangun dan banyak sekali pipa tekanan prategang yang dibuat (Raju, N. Krishna. Trans.. Suryadi. 1988). Pemberian prategang linier terus berkambang di Eropa dan Prancis, khususnya dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, pada tahun 1926 sampai 1928. Dia menguslkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktalitas tinggi. Pada tahun 1940, dia memperkenalkan sistem Freyssinet yang sangat terkenal dengan menggunakan jangkar konus untuk tendon 12 kawat. Selama Perang Dunia II dan setelah itu, pembangunan kembali secara cepat jembatan-jempbatan utama yang hancur selama perang menjadi suatu kebutuhan. G. Magnel dari Ghent, Belgia, dan Y. Guyon dari Paris mengembangkan dan menggunakan konsep pemberian prategang untuk desain dan pelaksaan banyak jembatan di Eropa Barat dan Tengah. Sistem Magnel juga menggunakan blok-blok untuk menjangkar kawat-kawat prategang. Blok-blok tersebut berbeda dengan yang digunakan dalam sistem Freyssinet dalam hal bentuknya yang datar, sehingga memungkinkan pemberian tegangan pada dua kawat sekaligus. P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengmbangkan konsep pemberian prategang parsial tahun 1930-an sampai 1960-an. F. Leonhardt dai Jerman, V. Mikhailov dari Rusia, dan T. Y. Lin dari Amerika Serikat juga memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang desain beton prategang (Nawy, Edward G. Trans.. Suryoatmono, Bambang. 2001). Bondek adalah sejenis profil baja yang telah diterima oleh industri konstruksi sebagai bahan yang kuat, efisien dan multifungsi untuk sistem yang seimbang. Bondek telah digunakan dan mempunyai pengaruh yang besar untuk banyak proyek. Kegunaan bondek antara lain: 1.
Sebagai cetakan, bondek digunakan sebagai pelat pengganti perancah bagi pelaksanaan pengecoran in stu (di tempat). Sehingga pemakaian bondek sebagai cetakan dapat menghemat bekisting terutama dari waktu
2.
3.
pembuatan bekisting dan juga dapat menambah bentuk artistik dari pelat karena permukaan bondek yang heterogen. Sebagai perkuatan, bondek memiliki kekuatan tarik yang tinggi sehingga dapat membantu perkuatan struktur. Bondek yang ditempatkan pada bagian luar pelat, dapat berfungsi sebagai tulangan luar yang dapat memikul beban lentur dan dapat memikul beban geser horizontal karena kohesi yang kuat antara beton dengan bondek. Sebagai shear connector (penghubung geser), bentuk bondek yang memiliki sudut yang bukan siku-siku memungkinkan bondek dapat berfungsi sebagai shear connector karena beton mengisi sudut-sudut bondek pada saat pengecoran berlangsung sehingga pada saat geser dikerjakan, maka struktur monolit ini tidk akan mudah bergeser.
Adapun keunggulan dari bondek adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Merupakan pendukung pelat dengan kekuatan tarik yang besar dan lendutan yang kecil. Cepat dan mudah dipasang hanya dengan waktu penanganan yang singkat. Bekerja komposit dengan pelat sehingga menghemat biaya beton dan tulangan yang dibutuhkan. Pemasangan sementara untuk langit-langit tanpa pengecoran terhadap pelat beton. Mekanisme dari bondek yang saling mengunci menyediakan lengkungan horizontal untuk mempercepat pemasangan.
Tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur komposit ntuk memikul daya layan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan potongan gabungan menggunakan metode luas yang ditransformasi. Dalam metode luas transformasi adalah umum untuk mentransformasi luas komponen yang terikat kepada komponen yang mengikat (ditransformasi ke komponen yang dominan). Dalam kasus ini, luasan bondek ditransformasi ke beton prategang. Luasan ditransformasi dengan mengalihkan luasan bondeck dengan suatu angka ekivalensi (π).
2.
METODOLOGI
Pada struktur komposit, komponen pracetak digunakan bersama-sama dengan beton cor setempat sehingga keduanya berperilaku sebagai suatu kesatuan (monolith) terhadap beban yang bekerja. Di antara komponen pracetak dan beton cor setempat dihubungkan dengan suatu mekanisme untuk mentransfer gaya geser. Tegangan akibat beban mati pada balok pracetak dapat dikurangi dengan memberi tahanan ketika mengecor beton. Hal ini sering disebut dengan propped construction. Jika balok pracetak tidak ditahan ketika mengecor beton, maka konstruksi struktur komposit seperti itu disebut unproppedconstruction. Tegangan yang terjadi pada struktur unpropped construction adalah akibat berat sendiri dari pracetak dan pelat cor setempat. Tegangan ini dihitung dengan persamaan lentur sederhana sampai terjadiretak pada penampang. Sebelum beton cor setempat mengeras, seluruh beban yang bekerja ditahan oleh balok pracetak. Beban yang bekerja disamping berat sendiri dari balok pracetak adalah juga beban dari beton cor setempat basah, serta beban tambahan dari sistem konstruksi. Setelah beton cor mengeras, seluruh penampang diasumsikan menjadi satu (monolith) dan keuatannya merupakan kekuatan gabungan dari beton prategang dan beton cor setempat. Persyaratan penting pada struktur komposit adalah bagian pracetak dan cor setempat bekerja bersama-sama dalam satu kesatuan. Untuk memperoleh kesatuan, ikatan yang kuat antara kedua bagian adalah hal yang sangat penting. Ketika struktur komposit menerima beban lentur, gaya geser horizontal bekerja pada pertemuan kedua permukaan antara komponen pracetak dan cor setempat. Jika gaya geser horizontal dapat ditahan tanpa slip, struktur komposit dapat dianggap sebagai suatu kesatuan monolit. Tegangan dan regangan dari struktur komposit dapat dihitung menggunakan properti penampang gabungan yang dihitung dengan metode transformasi area. Untuk mendesain struktur komposit, tahapan pembebanan berikut perlu diperhatikan: 1. 2. 3. 4.
Prategang awal pada saat transfer pada bagian pracetak. Tegangan ditentukan dari prategang awal dan berat sendiri balok pracetak. Setelah balok pracetak dipasang, sebelum beban yang lain bekerja. Beban yang bekerja adalah prategang efektif dan berat balok pracetak. Prategang efektif dan berta sendiri balok pracetak ditambah beban mati tambahan sebelum terjadi aksi komposit. Pengaruh langsung dari beban mati atau beban hidup dan tambahan gaya prategang setelah terjadi aksi komposit.
5. 6.
Pengaruh susut dan rangkak jangka panjang pada beton dan relaksasi dari baja prategang pada penampang komposit. Kondisi beban batas pada penampang komposit. Kekuatan batas terhadap lentur, geser, dan puntir dilakukan pada penampang komposit.
Lendutan struktur komposit dihitung dengan mempertimbangkan tahap pembebanan dan perbedaan modulus elastisitas antara beton pracetak dengan beton cor setempat. Lendutan awal dihitung dengan menggunakan penampang dan modulus elastisitas balok pracetak untuk unpropped struktur. Lendutan akibat beban hidup dihitung dengan menggunakan penampang komposit. Untuk propped struktur, lendutan akibat beban mati pelat dihitung dengan menggunakan penampang komposit. Jika harga modulus elastisitasnya berbeda, maka digunakan haga ratarata ekuivalennya. Menurut Timoshenko S , Woinowsky β Krieger. 2001, πππππ = ππ =
ππ 2 8
ππ(π’) , dimana:
1βsech π’ π’Β² 2
πππππ =
5ππ 4 384 π·
ππ(π’) , dimana: π’Β²
ππ π’ =
sech π’β1+ 2 5π’ 4 24
Untuk mencari tegangan: π1 = π2 =
π β 6 βΒ²
=
4π’ 4 π· βπΒ²
=
πΈ.π’Β² 3(πβπ£Β²)
πππππ = 3 4 π
β 2 π β 2 π
ππ
dimana: π ππππ = π1 + π 2
q2 q1
A
B a1
D
C a2
a3
Gambar I.2 Model Pembebanan Pada Struktur Bentang Menerus
q1
A
B a1
D
C a2
a3
Gambar I.3 Pembebanan q1
q2
A
B
D
C a2
a1
a3
Gambar I.4 Pembebanan q2 Tegangan yang terjadi pada tepi atas dan bawah pelat akan dihitung dengan persamaan-persamaan yang dipergunakan dalam beton prategang. Lendutan yang terjadi pada struktur akan dihitung berdasarkan momen yang terjadi pada pelat. Menurut Timoshenko S, Woinowsky β Krieger. 2001, apabila a1 = a2 = a3 = a, dan bentang bagian tengah dibebani secarat merata, sedang bentang sampingnya tanpa pembebanan, maka kemiringan permukaan lendutan sepanjang tepi x2 = a/2 adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯2=π/2
=
2ππ Β³ π4π·
(π β1)/2
(β1) β π =1,3,5,β¦ π4
πππ
ππ₯π¦
π½π
π
πππ βΒ²π½π
β tanh π½π
(1)
πππ
π
Dimana π½π = . Karena kontinuitas pelat, momen lentur Mx akan didistribusikan sepanjang tepi π₯2 = Β± , maka 2π 2 momen ini dalam bentuk deret: β (π β1)/2 π =1,3,5,β¦(β1)
(ππ₯)π₯2=π/2 =
πΈπ πππ
πππ¦
(2)
π
Lendutan w1 yang ditimbulkan oleh momen-momen dan kemiringan sepanjang tepi x2 = a/2 adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯2=π/2
=
βπ 2ππ·
(π β1)/2
(β1) β π =1,3,5,β¦ πΈπ π
πππ
ππ₯π¦ π
tanh π½π +
π½π
(3)
πππ βΒ²π½π
Dengan menganggap bentang sebagai pelat persegi panjang yang ditumpu sederhana dan dilenturkan oleh momen yang didistribusikan sepanjang tepi x3 = -a/2, menurut Timoshenko S, Woinowsky β Krieger. 2001akan diperoleh lendutan pelat w2 dalam bentuk: π€2 = πΒ² 4ππ· 1
β π =1,3,5,β¦ πΈπ
sinh π½π
πππ
πππ¦ (β1)(π β1)/2 π
π½π coth π½π sinh
πΒ² πππ₯ 3 π
β
1
π½π tanh π½π πππ β
cosh π½π πππ₯ 3 πππ₯ 3 π
πππ β
πππ₯ 3 π
β
πππ₯ 3 π
π ππ
πππ₯ 3 π
β (4)
π
Kemiringan yang berpadanan sepanjang tepi x3 = -a/2 adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯2=π 2
=
π 4ππ·
πΈπ β π =1,3,5,β¦ π
β1
π β1 2
πππ
πππ¦ π
tanh π½π = πππ‘βπ½π +
π½π πππ βΒ²π½π
β
π½π π ππ βΒ²π½π
(5)
Persamaan untuk menghitung koefisien Em adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯2=π
2
+
πΏπ€ 1 πΏπ₯ 2 π₯2=π
2
=
πΏπ€ 2 πΏπ₯ 2 π₯2=βπ
2
(6)
Persamaan ini berlaku untuk harga y yang sembarang, maka untuk harga m yang sembarang menurut Timoshenko S, Woinowsky β Krieger. 2001 akan didapat persamaan: 2ππ Β³ 1
π½π
π4π· π 4
πππ βΒ²π½π
β tanh π½π β
π
πΈπ
tanh π½π +
2ππ· π
π½π
=
πππ βΒ²π½π
π
πΈπ
4ππ· π
tanh π½π + πππ‘βπ½π +
π½π πππ βΒ²π½π
β
π½π π ππ βΒ²π½π
(3.59) πΈπ =
8ππ Β²
π½π βπ‘ππ βπ½π πππ βΒ²π½π
(7)
π 3 πΒ³ 3 π‘ππ βπ½π πππ βΒ²π½π +coth π½π πππ βΒ²π½π +3π½π βπ½π πππ‘ βΒ²π½π
Em akan berkurang apabila m bertambah dan mendekati nilaiβ2ππΒ²/πΒ³πΒ³. Besarnya momen pada y = 0 pada pertengahan lebar pelat adalah: ππ₯
π 2
π₯2=Β± ,π¦=0
β π =1,3,5,β¦ πΈπ
=
β1
π β1 2
(8)
Apabila b = a, maka akan diperoleh π½π = ππ/2 sehingga: πΈ1 = β ππ₯
8ππ Β² πΒ³
0.15555
π 2
π₯2=Β± ,π¦=0
πΈ2 = β
8ππ Β² πΒ³
0.0092
πΈ3 = β
8ππ Β² πΒ³
0.0020
= β0.0381ππΒ²
(9)
Jika bentang sisi dibebani secara merata, maka permukaaan lendutannya tidak simetris lagi terhadap sumbu vertikal yang simetris terhadap pelat, dan distribusi momen lentur sepanjang garis ss dan tt tidak identik. Misal: (ππ₯)π₯1=π =
β π =1,3,5,β¦
β1
π β1 2
πΈπ πππ
πππ¦
(ππ₯)π₯1=π =
β π =1,3,5,β¦
β1
π β1 2
πΉπ πππ
πππ¦
2
2
(10)
π
(11)
π
Untuk menghitung Em dan Fm untuk a1 = a2 = a3 = a adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯1=π
=
2
π β1
2ππ
β1 2 β 4ππ· π =1,3,5,β¦ π4 π½π π½π πππ βΒ²π½π
β
cos
πππ¦
π½π
π
πππ βΒ²π½π
β tanh π½π β
π 4ππ·
π β1
β1 2 β π =1,3,5,β¦ πΈπ π4
cosh
πππ¦ π
tanh π½π + πππ‘βπ½π +
π ππ βΒ²π½π
πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯1=βπ 2 π½π
=
π β1
π
β1 2 β π =1,3,5,β¦ π4
4ππ·
cos
πππ¦
πΈπ + πΉπ
π
π½π πππ βΒ²π½π
+ tanh π½π + (πΈπ β πΉπ) πππ‘β π½π β (12)
π ππ βΒ²π½π
Sistem persamaan untuk menghitung EM dan Fm menurut Timoshenko S, Woinowsky β Krieger. 2001: π΄π =
8ππ 2 π3π 2
+ πΈπ π΅π + πΆπ = βπ΅π πΈπ + πΉπ β πΆπ πΈπ β πΉπ
(13)
Dengan menggunakan notasi: π΄π =
π½π πππ βΒ²π½π
β tanh π½π,
π΅π = β
π½π πππ βΒ²π½π
+ tanh π½π, πΆπ =
π½π π ππ βΒ²π½π
β coth π½π,
maka kemiringanpermukaan lendutan bagian tengah bentang, yatiu pada garis tt adalah: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯2=βπ 2 π½π π ππ βΒ²π½π
=β
π 4ππ·
π β1
β1 2 β π =1,3,5,β¦ π
cos
(3.68)
πππ¦ π
πΈπ + πΉπ
π½π πππ βΒ²π½π
+ tanh π½π + (πΉπ β πΈπ) πππ‘β π½π β
π΅π πΈπ + πΉπ + πΆπ πΉπ β πΈπ = β(π΅π + πΆπ)πΉπ πΉπ = πΈπ πΈπ = π΄π
(14)
πΆπ βπ΅π
(15)
2(π΅π +πΆπ ) 8ππ 2
2(π΅π +πΆπ )
(16)
π 3 π 3 πΆπ βπ΅π Β²β4(π΅π +πΆπ )Β²
a1/2
a2/2
t
s b/2 0i
oi + 1 xI + 1
xi + 1 b/2
y
y
s
t
ai + 1
ai
qi
qi + 1
a1
ai+1
Gambar III.4 Gambar Bentang yang Berdekatan ππ₯πβ1 = ππ₯π = ππ₯π+1 =
β π =1,3,5,β¦ β π =1,3,5,β¦
β1
β1
β π =1,3,5,β¦
πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯π +1=β(ππ +1)/2 (πΈππ + πΈππ+1 )πΆππ+1
π β1 2
π β1 2
β1 =
πΈππβ1 πππ
πΈππ πππ
π β1 2
π4π·
(17)
π
πππ¦
(18)
π
πΈππ+1 πππ
2ππ +1πΒ³
πππ¦
πππ¦
(19)
π π β1
β1 2 β π =1,3,5,β¦ π4
cos
πππ¦ π
π΄π+1 π β
π π4π·
π β1
β1 2 β π =1,3,5,β¦ π
cos
πππ¦ π
πΈππ + πΈππ+1 π΅ππ+1 β (20)
Dengan cara yang sama untuk bentangan I, akan diperoleh: πΏπ€
=
πΏπ₯ 2 π₯1=βππ /2 (πΈππ + πΈππβ1 )πΆππ
2ππ +πΒ³ π4π·
(π β1)
2 β1 β π =1,3,5,β¦ π4
cos
πππ¦ π
π΄π+1 π +
π π4π·
(π β1)
2 β1 β π =1,3,5,β¦ π
cos
πππ¦ π
πΈππβ1 + πΈππ π΅ππ β (21)
Dari persyaratan kontinuitas, diperoleh: πΏπ€ πΏπ₯ 2 π₯π +1=β(ππ +1)/2
=
πΏπ€
(22)
πΏπ₯ 2 π₯1=βππ /2
Setiap nilai y harus dipenuhi, dapat kita peroleh persamaan untuk menghitung πΈππβ1 , πΈππ , πΈππ+1 yaitu: πΈππβ1 π΅ππ β πΆππ + πΈππ π΅ππ + πΆππ + π΅ππ+1 + πΆππ+1 + πΈππβ1 π΅ππ+1 β πΆππ+1 =
8πΒ² πΒ³πΒ³
ππ + 1π΄π+1 + πππ΄π+1 π π
(23)
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk perencanaan pelat beton prategang pascatarik non komposit, perencanaan awal pada pelat terdiri dari penentuan tebal pelat dan menentukan perkuatan untuk menahan beban yang bekerja. Selain itu ketebalan pelat yang telah diberikan harus juga dipertimbangkan ketahanan pelat terhadap api. Untuk daya tahan terhadap api, ketebalan yang diperlukan pelat baik kosong, memakai perkuatan, ataupun prategang pada dasarnya adalah sama. Ketebalan minimum yang direkomendasikan adalah 3 sampai 7 inchi (7,62 sampai 17,78cm) untuk daya tahan api yang berlangsung 1 sampai 4 jam untuk berbagai jenis agregat. Untuk daya tahan yang sama terhadap api, tebal bersih selimut pelindung berkisar mulai ΒΎ sampai 1 ΒΌ in (18,75sampai 31,75mm) untuk pelat terkekang, dan berkisar antara ΒΎ sampai 2 in (18,75 sampai 50,8 mm) untuk pelat tidak terkekang. Panjang bentang pada pelat satu arah maupun pelat dua arah sampai 150 ft (45,72m) untuk segala arah. Gaya prategang rata-rata adalah gaya prategang akhir dibagi luas total beton. Untuk pelat prategang dengan tendon tidak terbungkus, gaya prategang minimum adalah 125 psi (0,86 Mpa) dan maksimum 500 psi (3,5 Mpa). Nilai minimum dimaksudkan untuk membatasi gaya tarik yang kurang dan mengantisipasi crack, sementara nilai maksimum untuk membatasi perpendekan elastis yang berlebih dan rangkak. Untuk struktur yang digunakan menjadi tempat parkir, dimana daya tahan terhadap bahan kiumia sangat diperhatikan, gaya prategang berkisar antara 175 sampai 200 psi (1,2 sampai 1,4 Mpa). Nilai aktual gaya prategang untuk pelat datar pada umumnya berkisar antara 175 sampai 300 psi (1,2 sampai 2,1 Mpa). Perencanaan akan dilakukan berdasarkan SK-SNI-032002, dimana direncanakan pelat dengan balok pinggir dan tegangan leleh perkuatan fy = 400 Mpa. Perencanaan dilakukan dengan tebal pelat, 250mm. Akan diperoleh pelat dengan ketebalan yang aman. Jadi, tegangan-tegangan yang terjadi pada tahap kedua saat balok mendukung beban kerja adalah: ο ο
= β7.568 πππ β 4.717 πππ = β12.285 πππ Tegangan pada tepi bawah balok = β14.241 + 4.607 = β9.634 πππ π€ π‘ππ‘ππ = π€1 + π€2 = β2.689 + 9.056 = 6.367 ππ Tegangan pada tepi atas balok
Sedangkan untuk perencanaan pelat beton prategang pascatarik komposit, tegangan-tegangan yang terjadi pada tahap kedua saat balok mendukung beban kerja adalah:
ο
= +2.322 πππ β 13.299 πππ = β10.977 πππ Tegangan pada tepi bawah balok = β21.899 Mpa + 13.222πππ = β8.677 πππ π€ π‘ππ‘ππ = π€1 + π€2 = β2.671 + 8.625 = 5.954 ππ
1.
Perbandingan Kebutuhan Gaya Prategang
ο
Tegangan pada tepi atas balok
Gaya prategang awal (kN) Tebal pelat (mm)
250 2.
Gaya prategang akhir (kN)
Selisih gaya terhadap non-komposit (%)
Non-komposit
komposit
Non-komposit
komposit
Gaya prategang awal
Gaya prategang akhir
965.986
859.88
772.789
687.904
10.98
10.97
Perbandingan lendutan
Lendutan pelat non-komposit (mm)
Lendutan pelat komposit (mm)
Tebal pelat (mm) 250
w1
w2
β2.689
9.056
w total 6.367
w1
w2
β2.671
8.625
w total 5.954
Selisih lendutan (%) 6.486
3.
Perbandingan tegangan yang terjadi
Tebal pelat (mm)
250
4.
Tepi atas pelat (Mpa) Nonkomposit β12.285
Selisih tegangan (%)
komposit β10.977
10.647
Tepi bawah pelat (Mpa) Nonkomposit β9.634
Selisih tegangan (%)
komposit β8.677
9.934
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan: 1.
2.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pemakaian bondek berkomposit dengan beton prategang pasca tarik dapat mngurangi kebutuhan gaya prategang sebesar 10.98% untuk gaya prategang awal, dan 10.97% untuk gaya prategang akhir. Selain itu dapat mengurangi lendutan sebesar 6.486% serta mengurangi tegangan yang terjadi pada tepi atas pelat sebesar 10.647%, dan pada tepi bawah pelat sebesar 9.934%. Pemakaian bondek dapat digunakan sebagai cetakan atau bekisting permanen untuk pelat sekaligus berfungsi sebagai tulangan luar. Bondek sangat cocok untuk bentang panjang, dan semakin tidak berguna apabila tebal pelat yang dipakai semakin besar.
Saran: 1. 2.
5.
Penambahan kekuatan struktur akibat komposit bondek dengan pelat beton prategang dapat diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Tebal pelat untuk komposit dapat diperkecil berdasarkan hasil tegangan dan lendutan selama masih aman terhadap lendutan dan tegangan ijin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung : Badan Standarisasi Nasional Budiadi, Andri. 2008. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta : Penerbit ANDI Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete, Third Edition. Trans.. Suryoatmono, Bambang. Beton Prategang: Suatu Pendekatan Mendasar. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Erlangga. Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete, Third Edition. Trans.. Suryoatmono, Bambang. Beton Prategang: Suatu Pendekatan Mendasar. Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta : Erlangga. Raju, N. Krishna. 1988. Prestressed Concrete, Second Edition. Trans.. Suryadi. Beton Prategang. Edisi kedua, Jakarta: Erlangga Sandika, Benny. 2013. Analisa Perencanaan Pelat Beton Prategang Komposit Statis Tak Tentu. Medan Timoshenko S β Woinowsky β Krieger. 2001. Teori Pelat dan Cangkang, Edisi Kedua, Jakarta : Erlangga