ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga)
Oleh : Cecep Cahliana A14304043
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Cecep Cahliana. Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga. (dibawah Bimbingan Eka Intan Kumala Putri) Sejak berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak luas bagi lembaga pemerintah di tingkat pusat sampai tingkat daerah. Perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menyangkut kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat, aparat di tingkat kecamatan dituntut untuk profesional, memiliki sistem dan prosedur pelayanan yang transparan dan terpadu, serta partisipasi masyarakat yang responsif dan adaptif terhadap setiap perubahan yang terjadi. Namun sejak digulirkannya otonomi daerah sampai sekarang, pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat sangat terbatas, terutama di Kabupaten Bogor. Keterbatasan wewenang camat di Kabupaten Bogor menyebabkan kinerja camat kurang maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat. Selain itu, banyak camat yang tidak mampu mengantisipasi secara dini beragam persoalan yang terjadi di wilayahnya. Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pertama, Mengidentifikasi atribut-atribut yang menjadi indikator penilaian kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Kedua, menganalisis penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor. Ketiga, Merumuskan implikasi kebijakan Pemkab Bogor terhadap pelayanan publik. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor yang dipilih secara sengaja (purposive). Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak instansi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bogor, sedangkan data sekunder diperoleh dari Pemerintah Kecamatan, BPS Kabupaten, Dinas terkait dan laporan penelitian terdahulu. Populasi data yang digunakan dalam penelitian adalah masyarakat Kabupaten Bogor. Dari populasi tersebut, diambil contoh dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibinong yang lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Kemudian dari masing-masing kecamatan diambil contoh 35 penduduk dengan simple random sampling, sehingga total responden yang diambil berjumlah 70 orang. Penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan public menggunakan analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Atribut-atribut yang dijadikan indikator penilaian kinerja pelayanan publik disusun berdasarkan indikator kualitas pelayanan menurut konsumen yang
terdiri dari lima dimensi, yakni tangible, realibility, responsivness, assurance, dan emphaty serta berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ MENPAN/ 7/ 2003. Atribut-atribut yang dijadikan indikator penilaian kinerja pelayanan publik adalah fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan, kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas, kedisiplinan aparat/ petugas, pelayanan yang cepat dan tepat, kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat, keramahan dan kesopanan aparat/petugas dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, citra aparat, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat memahami kebutuhan masyarakat, waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas, serta pemberian pelayanan kepada masyarakat tanpa pilih-pilih. Berdasarkan analisis IPA, atribut kinerja pelayanan publik yang perlu diperhatikan oleh Pemkab Bogor adalah kedisiplinan aparat, aparat tanggap terhadap keluhan masyarakat, dan kepastian jadwal pelayanan. Atribut-atrbut tersebut memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, namun kinerjanya belum memuaskan masyarakat baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Berdasarkan hasil perhitungan CSI secara keseluruhan, diperoleh nilai CSI sebesar 60,71 persen untuk Kecamatan Cibinong dan 67,63 persen untuk Kecamatan Jasinga. Berarti secara umum masyarakat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga sudah merasa cukup puas dengan kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor. Implikasi kebijakan dari penilaian masyarakat berupa arah kebijakan yang perlu ditetapkan untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik. Arah kebijakan berfokus pada atribut yang menjadi prioritas utama dari hasil analisis IPA. Arah kebijakan yang perlu ditetapkan adalah peningkatan profesionalisme aparat, merampingkan birokrasi serta pengawasan terhadap kinerja pelayanan publik.
ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga)
Oleh : Cecep Cahliana A14304043
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor.(Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga) Nama
: Cecep Cahliana
NRP
: A14304043
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS
PENILAIAN
MASYARAKAT
TERHADAP
KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (STUDI
KASUS
KECAMATAN
CIBINONG
DAN
KECAMATAN
JASINGA)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Mei 2008 Cecep Cahliana A14304043
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tangga 16 April 1985.
penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Didi Rustandi dan Tati. Pada tahun 1992 penulis mengawali pendidikan di SD Negeri VI Sukamanah, Majalaya, Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 1998. pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Ibun dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Majalaya dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai Mahasiswa Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur USMI. Selama kuliah penuli aktif di Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Sosial pada periode 2006-2007. selain itu, penulis juga aktif di UKM Lises Gentra Kaheman sampai sekarang. Selain itu, penulis juga sering mengikuti pelatihan-pelatihan seperti pelatihan kewirausahaan dan pelatihan pengolahan data.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan izinnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas mengenai kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam memberikan pelayanan publik berdasarkan persepsi masyarakat. Kinerja pemerintah dalam pelayanan publik ini akan menjadi salah satu faktor utama penentu berjalannya suatu sistem pemerintahan yang bersih dan ideal atau biasa disebut dengan good governance. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pelayanan publik Pemkab Bogor. Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan masukan dan nasehat untuk perbaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.
Bogor, Mei 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari masukan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan masukan selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir.Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama dan Meti Ekayani, S.Hut, MSc sebagai dosen penguji Wakil Departemen yang banyak memberikan masukan dan saran sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. 3. Tanti Novianti, SP, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan bimbingan serta bantuan baik secara moril maupun materil. 4. Kedua orangtua yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik dari segi moril maupun materil yang tak ternilai harganya. Tidak lupa juga kepada adik tercinta Iis. 5. Sahabat-sahabat EPS’41 yang banyak memberi perhatian dan dukungan kepada penulis. Semoga persahabatan kita langgeng. 6. Bapak Tontowi yang telah mengantar pengambilan data di Kecamatan Jasinga dan Bapak Slamet yang telah mengantar pengambilan data di Kelurahan Cirimekar, Kecamatan Cibinong. 7. Mbak Pini yang sudah banyak memberikan semangat, motivasi, dan bantuan kepada penulis. 8. semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................
1 1 4 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9 2.1. Konsep Otonomi Daerah ........................................................................ 9 2.2. Ekonomi Kerakyatan………………………………………………….. 13 2.3. Good Governance .................................................................................. 14 2.4. Pelayanan Publik ................................................................................... 16 2.5. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................... 25 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................. 25 3.1.1. Perilaku Masyarakat.................................................................... 25 3.1.2. Persepsi ....................................................................................... 26 3.1.3. Sikap dan Peran Serta Masyarakat .............................................. 27 3.1.4. Skala Likert ................................................................................. 28 3.1.5. Importance Performance Analysis (IPA).................................... 29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 30 3.3. Hipotesis ................................................................................................ 33 IV. METODE PENELITIAN ......................................................................... 35 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 35 4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 35 4.3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 36 4.4. Metode Analisis Data ............................................................................. 36 4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 36 4.4.2. Skala Likert ................................................................................. 41 4.4.3. Importance Performance Analysis (IPA).................................... 43 4.4.4. Customer Satisfaction Index (CSI) ............................................. 46 V. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 48 5.1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 48 5.1.1. Kabupaten Bogor ........................................................................ 48 5.1.2. Kecamatan Cibinong ................................................................... 51 5.1.2.1. Kondisi Geografis ........................................................... 51 5.1.2.2. Kondisi Demografi.......................................................... 53
5.1.2.3. Kondisi Sosial Budaya .................................................... 53 5.1.2.4. Kondisi Ekonomi ............................................................ 56 5.1.2.5. Kondisi Umum Kelurahan Lokasi Penelitian ................. 57 5.1.3. Kecamatan Jasinga ...................................................................... 59 5.1.3.1. Kondisi Geografis .......................................................... 59 5.1.3.2. Kondisi Demografi......................................................... 60 5.1.3.3. Kondisi Sosial Budaya .................................................. 60 5.1.3.4. Kondisi Ekonomi ........................................................... 61 5.1.3.5. Kondisi Umum Desa Lokasi Penelitian ......................... 62 5.2. Karakteristik Responden ........................................................................ 63 5.2.1. Karakteristik Demografi Responden........................................... 63 5.2.2. Pengalaman dan Pengetahuan Respon ........................................ 67 VI. ATRIBUT KINERJA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK ...................................................... 76 6.1. Atribut Kinerja Pelayanan Publik .......................................................... 76 6.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik ................... 81 6.2.1. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong .......................................................... 82 6.2.1.1. Penilaian Masyarakat Kelurahan Karadenan ................. 82 6.2.1.2. Penilaian Masyarakat Kelurahan Cirimekar .................. 85 6.2.1.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Secara Umum ................................................................ 88 6.2.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga ............................................................. 100 6.2.2.1. Penilaian Masyarakat Desa Pamagersari ....................... 100 6.2.2.2. Penilaian Masyarakat Desa Wirajaya ........................... 103 6.2.2.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Jasinga Secara Umum ................................................................. 107 6.2.3. Perbandingan Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Dengan Masyarakat Kecamatan Jasinga Terhadap Kinerja Pelayanan Publik ............................................ 117 VII. IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAYANAN PUBLIK .......................................................... 123 7.1. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Cibinong Terhadap Pelayanan Publik .................................................................. 123 7.2. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Jasinga Terhadap Pelayanan Publik.................................................................. 126 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 127 8.1. Kesimpulan ......................................................................................... 127 8.2. Saran ................................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 130 LAMPIRAN....................................................................................................... 133
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Teks
Halaman
Kronologi Perundang-undangan Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945 ................................................................................ 10 Daftar Atribut yang Diuji Validitas dan Reliabilitas ........................... 39 Daftar Atribut Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .............................. 40 Kriteria Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) ........................... 47 Jumlah Angkatan Kerja Wilayah Kecamatan Cibinong Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................................................... 53 Sarana Prasarana Kesehatan di Wilayah Kecamatan Cibinong ........... 54 Jumlah Penduduk Kecamatan Cibinong Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 56 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cirimekar .................... 57 Persebaran Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Cirimekar ..... 58 Jumlah Penduduk Kelurahan Karadenan Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 59 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Jasinga ............................. 61 Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 62 Persebaran Usia Responden ................................................................. 64 Persebaran Jenis Kelamin Responden ................................................. 64 Persebaran Tingkat Pekerjaan Responden ........................................... 65 Persebaran Tingkat Pendidikan Responden ......................................... 65 Persebaran Agama Responden ............................................................. 66 Persebaran Suku Bangsa Responden ................................................... 66 Persebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden .............................. 67 Persebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahannya ................. 67 Persebaran Pendapatan Rata-rata Responden Per Bulan ..................... 68 Persebaran Pengeluaran Rata-rata Responden Per Bulan .................... 68 Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 69 Persebaran Frekuensi Responden Berinteraksi dengan Petugas Instansi Pemerintahan ................................................ 70 Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Beberapa Jenis Kantor Instansi Pemerintahan ................................ 71 Persebaran Bentuk Kedatangan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 72 Persebaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pelayanan Publik ................................................................. 72 Persebaran Frekuensi Waktu Kunjungan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 73 Persebaran Motivasi Responden Datang ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 73 Persebaran Jenis Pelayanan yang Dicari Responden Dari Kantor Instansi Pemerintahan ...................................................... 74
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.
Persebaran Rata-rata Waktu yang Dibutuhkan Responden untuk Menunggu pelayanan publik ........................................................ 75 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Menurut Masyarakat Kelurahan Karadenan ......................... 82 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Karadenan............................... 84 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Cirimekar .............. 85 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Cirimekar ................................ 87 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Cibinong .............................................................................. 89 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Cibinong ................................ 99 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Desa Pamagersari.................... 100 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Pamagersari ..................................... 102 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Desa Wirajaya......................... 104 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Wirajaya .......................................... 106 Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Jasinga ................................................................................. 108 Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Jasinga ................................... 116 Perbandingan Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pada Pemerintah Kecamatan Cibinong dengan Pemerintah Kecamatan Jasinga ................................................................................. 119
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4.
Teks
Halaman
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 32 Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) .............. 45 Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong ......................................................... 90 Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga .......................................................... ..109
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2.
Teks
Halaman
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kepentingan.............................................................................. 134 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kinerja ..................................................................................... 135
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejak berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak luas bagi lembaga pemerintah di tingkat pusat sampai tingkat daerah. Hal ini tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan yang otonom dan terdesentralisasi dibandingkan dengan paradigma lama yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya terpusat dan dibawah kendali langsung dari pemerintah pusat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Daerah mengamanatkan pemberian otonomi yang luas, nyata, bertanggung jawab, dan
dinamis.
Dengan
demikian,
daerah
diberikan
kemandirian
dalam
menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya. Perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menyangkut kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. tersebut diawali dengan perubahan definisi kecamatan.
Perubahan
Pada Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974, kecamatan merupakan wilayah administratif pemerintahan dalam rangka dekonsentrasi, yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Namun
pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
Dengan
demikian, dulu kecamatan merupakan wilayah kekuasaan, tetapi sekarang merupakan wilayah pelayanan (Wasistiono,2007). Menurut Utomo (2004), pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota kepada Camat merupakan suatu keharusan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan
pemerintahan
sekaligus
meningkatkan
kualitas
pelayanan umum di daerah. Apabila kewenangan dibiarkan terkonsentrasi di tingkat kabupaten/ kota, paling tidak terdapat dua permasalahan.
Pertama,
Pemkab/ Pemkot akan cenderung memiliki beban kerja yang terlalu berat (overload) sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang efektif. Kedua, kecamatan sebagai perangkat kabupaten/ kota dan desa/ kelurahan sebagai perangkat kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal. Dengan Otonomi Daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (Peraturan Daerah) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan Otonomi Daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli Daerah), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota
besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah. Namun proses implementasi otonomi daerah belum berjalan mulus karena banyak orang melupakan hakekat dari otonomi itu sendiri. Semangat otonomi menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kesatuan kewenangan masyarakat hukum di daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Kesatuan masyarakat hukum tersebut tidak hanya pemerintah kabupaten atau kota saja, tetapi juga meliputi para pelaku bisnis lokal, organisasi kemasyarakatan, lembaga profesi, serta unit pemerintahan yang lebih kecil seperti kecamatan sampai kelurahan/desa. Menurut beberapa pakar otonomi daerah, kebijakan otonomi daerah muncul untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pada pemerintahan masa lalu
serta
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Namun
dalam
pelaksanaannya, otonomi lebih banyak diterima oleh daerah otonom yang direpresentasikan oleh pemerintah daerah dibandingkan oleh komponen masyarakat lokal lainnya sehingga Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih mencerminkan pengaturan tentang “otonomi pemerintahan daerah” daripada “otonomi daerah” itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gelombang devolusi kewenangan dari pusat ke daerah yang diikuti dengan penataan kelembagaan yang cenderung membebani anggaran.
Akibatnya, kualitas
pelayanan publik bukan semakin baik, tetapi malah semakin buruk dan semakin membebani masyarakat dengan ditetapkannya berbagai Peraturan Daerah (Perda) tentang pungutan retribusi.
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang menerapkan konsep otonomi daerah.juga tidak terlepas dari banyak permasalahan, terutama dalam hal pelayanan masyarakat. Lembaga pemerintah yang menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat adalah kecamatan. Dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat, aparat di tingkat kecamatan dituntut untuk profesional, memiliki sistem dan prosedur pelayanan yang transparan dan terpadu, serta partisipasi masyarakat yang responsif dan adaptif terhadap setiap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, terutama pelayanan di kecamatan penting untuk diteliti.
1.2. Perumusan Masalah Kebijakan otonomi daerah telah membawa pada berbagai perubahan, baik perubahan peraturan perundang-undangan maupun sistem pemerintahan. Pada masa lalu sistem pemerintahan di Indonesia lebih bersifat sentralistik, namun sekarang daerah harus mampu mengembangkan daerahnya sendiri.
Dengan
demikian terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang tersebut diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya dan daya tanggap pemerintah serta akan membawa pemerintah lebih dekat dengan warganya. Hal ini pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, para pejabat lokal lebih efektif melakukan monitoring dibandingkan dengan pejabat pemerintah pusat karena memiliki kedekatan jarak sehingga bisa mengontrol day-to-day activities.
Namun sejak digulirkannya otonomi daerah sampai sekarang, pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat sangat terbatas, terutama di Kabupaten Bogor. Keterbatasan wewenang camat di Kabupaten Bogor menyebabkan kinerja camat kurang maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat. Selain itu, banyak camat yang tidak mampu mengantisipasi secara dini beragam persoalan yang terjadi di wilayahnya. Selama ini kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan publik di daerah melayani berbagai urusan pelayanan administratif seperti kependudukan dan perizinan. Selain itu, kecamatan juga melaksanakan pelayanan dasar sektoral, mulai dari urusan ketertiban umum dan keamanan, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat sampai pemberdayaan masyarakat. Namun, Pemerintah Kecamatan kurang mendapat dukungan yang memadai, baik dari sisi kewenangan, keuangan, sumberdaya manusia, maupun sarana dan prasarana dari Pemerintah Kabupaten. Akibatnya mutu pelayanan dari Pemerintah Kecamatan sangat rendah sehingga banyak menimbulkan keluhan dari masyarakat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan camat tersebut tidak terlepas dari perubahan fungsi dan peran camat dari Kepala Wilayah menjadi Perangkat Daerah. Perubahan tersebut menyebabkan fungsi dan peran camat menjadi mengambang. Pemerintah Desa yang berada dibawah Pemerintah Kecamatan sekarang tidak mempunyai tanggung jawab kepada camat, tetapi langsung bertanggung jawab kepada Bupati. Padahal dalam mengatasi konflik di tingkat desa, camat bertanggung jawab dalam menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian dinas yang juga sebagai perangkat daerah memfungsikan kecamatan
untuk urusan administratif dan koordinatif pelaksanaan program pembangunan, sedangkan untuk kegiatan operasionalnya ditangani langsung oleh Dinas. Dengan demikian, posisi kecamatan menjadi tidak jelas. Saat ini camat hanya memiliki kewenangan menandatangani Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), akte tanah, dan sebagainya. Namun kewenangan membuat kebijakan, pengawasan, dan lain-lain masih dipegang bupati. Hal ini membuat camat tidak kreatif, kurang improvisasi dan terkesan malas. Oleh karena itu, pemberian kewenangan lebih kepada camat diharapkan dapat meningkatkan kinerja camat, terutama dalam hal melayani kepentingan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Atribut-atribut apa saja yang menjadi indikator
penilaian kinerja
pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana merumuskan implikasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap pelayanan publik?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi atribut-atribut yang menjadi indikator penilaian kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor .
2. Menganalisis penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor . 3. Merumuskan implikasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap pelayanan publik.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain : 1. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama kuliah. Selain itu, penulis juga dapat lebih peka terhadap permasalahan sekitar. 2. Bagi pemerintah atau pihak-pihak yang terkait, diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai penilaian atas kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam hal pelayanan publik. 3. Bagi pembaca dan masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai realisasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam mewujudkan good governance pada proses pembangunan wilayah sesuai dengan persepsi masyarakat. Selain itu, dapat pula menjadi referensi bagi penelitian lanjutan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian hanya dilakukan pada dua kecamatan sehingga memiliki batasan hanya meneliti dan membandingkan kondisi pelayanan publik Kabupaten Bogor pada dua kecamatan yang diteliti.
2. Kecamatan yang diteliti adalah Kecamatan Cibinong yang dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor 3. Pelayanan publik yang diteliti hanya pelayanan yang menjadi wewenang camat, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK),dan sejenisnya. 4. Indikator penilaian yang digunakan adalah administrasi pelayanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Otonomi Daerah Otonomi Daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan Pemerintah Daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat. Padahal konsep Otonomi Daerah sudah muncul pada saat pemerintahan Orde Lama, yaitu melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pemerintah Daerah. Hal ini disadari bahwa pada batas-batas tertentu daerah tidak boleh tergantung dari pusat. Selain itu, agar daerah dapat leluasa mengembangkan potensinya.
Pada pasal 18 UUD 1945 (sebelum diamandemen) juga
mengisyaratkan adanya Otonomi Daerah. Meskipun demikian, sampai dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru tidak serius melaksanakan Otonomi Daerah Pemerintah Orde Baru menggunakan isu Otonomi Daerah sebagai “iming-iming” dengan cara “menarik mengulur”. Pada masa itu, isu desentralisasi hanya sebagai “angin segar” meredam gejolak kedaerahan. Hal ini disebabkan Rezim Orde Baru cenderung menyukai gaya sentralisasi kewenangan, sehingga kalaupun ada desentralisasi dilakukan bertahap per bidang urusan.
Misalnya
untuk sektor pertanian, lebih dulu diserahkan pertanian rakyat, dan untuk sektor pendidikan diserahkan pendidikan dasar (Nindyantoro, 2004). Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah menuntut diterapkannya Otonomi Daerah secara sungguh-sungguh oleh Pemerintah Pusat.
Menanggapi hal tersebut, maka pemerintah dibawah B.J.
Habibie mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah. Kronologi perundang-undangan Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kronologi Perundang-undangan Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945 No Perundangan Subyek 1
UU No 1/ 1945
Pemerintahan Daerah
2
UU No 22/1948
Pemerintahan Daerah
3
UU No 44/1950
Pemerintahan Daerah
4
UU No 32/ 1956
Hubungan keuangan Pusat dan Daerah
5
UU No 1/1957
Pemerintahan Daerah
6
UU No 6/1959
Pemerintahan Daerah
7
UU No 5/1960
Pemerintahan Daerah
8
UU No 18/1965
Pemerintahan Daerah
9
UU No 5/ 1974
Pemerintahan Daerah
10
UU No 5/ 1979
Pemerintahan Desa
11
UU No 22/ 1999
Pemerintahan Daerah
12
UU No 25/ 1999
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
13
UU No 32/ 2004
Pemerintahan Daerah
Sumber : Nindyantoro (2004)
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Otonomi Daerah memberikan pengertian bahwa bidang dan jenis kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom untuk diatur dan diurus sendiri. Setiap daerah otonom memiliki empat kategori tugas dan kewenangan, yaitu: Pertama, tugas dan kewenangan yang sesuai dengan jenis daerah otonom tersebut. Kedua, tugas dan kewenangan pelayanan publik yang harus ditangani.
Ketiga, tugas dan kewenangan yang dari efisiensi lebih tepat ditangani. Keempat, tugas dan kewenangan yang bersifat pilihan sesuai dengan karakteristik dan kemampuan
daerah
serta
permasalahan
darurat
yang
dihadapi
daerah
bersangkutan. Sebelum dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999, sumber keuangan daerah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan asli daerah (PAD) 2. Bagi hasil pajak dan non pajak 3. Bantuan pusat (APBN) 4. Pinjaman daerah 5. Sisa anggaran lebih tahun lalu 6. Lain-lain penerimaan daerah yang sah Sedangkan sesuai dengan pasal 79 Undang-undang Tahun 1999 dan pasal 3,4,5, dan 6 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, sumber pendapatan daerah terdiri atas : 1. PAD, yang terdiri dari : a) Pajak daerah b) Retribusi daerah c) Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah d) Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan 2. Dana perimbangan, yang terdiri dari : a) Dana bagi hasil b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah 4. Lain-lain yang sah Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengertian dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengandung beberapa segi dasar, yakni: Pertama, bahwa otonomi daerah bukan skema kedaulatan daerah dalam konteks negara federal. Kedua, kebijakan otonomi lebih merupakan perubahan dalam tata susunan kekuasaan, termasuk di dalamnya terdapat perubahan prinsip kerja pemerintahan
yang berupa
kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Ketiga, proses politik rezim Orde Baru tidak memberi harga pada partisipasi rakyat telah dengan seksama menunjukkan bagaimana akibat dari elitisme dan sentralisasi politik tersebut (Widodo, 2001 dalam Yudha, 2007). Keseluruhan definisi di atas memiliki kesamaan pemahaman
yang
sangat fundamental. Otonomi daerah memiliki arti hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundangan yang berlaku (Yudha, 2007). Ada tiga prinsip dalam pelaksanaan Otonomi daerah, yaitu (1) Desentralisasi, (2) Dekonsentrasi, dan (3) Tugas Pembantuan. Adapun pengertian dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka kesatuan Republik Indonesia. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada Kepala Daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia dengan
kewajiban
melaporkan
pelaksanaannya
dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, terdapat beberapa hak daerah, yakni: pertama, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumberdaya nasional yang berada di daerah oleh pemerintah atau yang dikuasakan/ diberi ijin. Kedua, memungut pajak dan retribusi daerah.
Ketiga, mengelola kekayaan daerah.
Keempat, mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
2.2. Ekonomi Kerakyatan Istilah Ekonomi Rakyat sebenarnya mempunyai pengertian ekonomi usaha kecil sebagai upaya pemihakan. Tantangan pembangunan nasional saat ini adalah menghidupkan ekonomi usaha kecil. Suatu proses dapat disebut pembangunan apabila poses tersebut dapat mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata. Kesejahteraan ditandai dengan adanya kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan (Kartasasmita, 1999).
Menurut
Kartasasmita
(1999)
pula,
komitmen
pemerintah
pada
pembangunan untuk rakyat telah dioperasionalkan melalui berbagai programprogram pembangunan, seperti pembangunan sektoral, regional, dan khusus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi jumlah penduduk miskin. Kebijaksanaan tersebut selalu dilanjutkan secara berkesinambungan serta ditempatkan pada arah yang benar, yaitu pada pengembangan kapasitas masyarakat. Inti pengembangan kapasitas masyarakat adalah pemberian akses dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui bantuan modal usaha dan pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, pengembangan
sumberdaya
manusia
baik
masyarakat
maupun
aparat
pemerintahan, pengembangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal, penguatan kelembagaan melalui peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat, serta pengembangan sistem pelestarian pembangunan mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat.
2.3. Good Governance Berdasarkan pengertian World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab serta sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Kunci utama memahami good
governance adalah pemahaman prinsip-prinsip di dalamnnya.
Prinsip-prinsip good governance adalah sebagai berikut (Crescent, 2003): 1. Partisipasi Masyarakat Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2. Tegaknya Supremasi Hukum Tegaknya supremasi hukum artinya kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. 3. Transparansi Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. 4. Peduli Pada Stakeholder Peduli pada stakeholder berarti lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. 5. Berorientasi pada Konsensus Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan Kesetaraan berarti semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. 7. Efektivitas dan Efisiensi Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 8. Akuntabilitas Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasiorganisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. 9. Visi Strategis Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
2.4. Pelayanan Publik Kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hal yang melekat pada setiap orang baik secara pribadi ataupun kelompok yang dilakukan secara universal.
Pelayanan merupakan suatu tindakan untuk
memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani. Hal ini terjadi komunikasi batin antara kedua pihak dan kepuasan yang diperoleh tergantung pada situasi saat terjadinya interaksinya pelayanan tersebut (Tarkim, 2005). Pengertian pelayanan publik tidak terlepas dari kepentingan umum. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat dan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik (Wikipedia, 2008). Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti Rumah Sakit Swasta, Perguruan Tinggi Swasta, perusahaan pengangkutan swasta, dan lain sebagainya. Sedangkan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut (Wikipedia, 2008), yaitu:
1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna. 2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik. 3. Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien. 4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan 5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan. Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya di suatu daerah. Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan murah serta tarif yang jelas dan pasti. Pemerintah perlu menyusun Standar Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di daerah
yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas yang mengeluarkan perizinan bagi pelaku bisnis. Perizinan berbagai sektor usaha harus didesain sedemikian rupa agar pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin usaha, sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar hanya untuk mengurus perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan
oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secra berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat. Dengan demikian pelayanan memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga loyalitas konsumen, demikian pula halnya pelayanan yang diberikan oleh pemda kepada para pelaku bisnis. Bila merasa tidak mendapat pelayanan yang memuaskan maka mereka akan dengan segera mencari daerah lain yang lebih kompetitif untuk memindahkan usahanya. Menurut Irawan (2002) dalam Muchsen (2007), indikator kualitas pelayanan menurut pelanggan ada 5 dimensi berikut: 1)
Tangibles: kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya.
2)
Reliability: kemampuan dan keandalan dalam meyediakan pelayanan yang terpercaya.
3)
Responsiveness: kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
4)
Assurance: kemampuan dan keramahan serta sopan santun dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
5)
Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya berkaitan dengan
dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Menurut Mohamad (2003), Pelayanan berkualitas tergantung pada berbagai aspek, yaitu sisi pola penyelenggaraannya, dukungan sumberdaya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1) Kurang Responsif Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkat unsur pelayanan, mulai dari tingkat petugas pelayanan sampai dengan tingkat penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali lambat atau bahkan diabaikan. 2) Kurang Informatif Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. 3) Kurang accessible Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. 4) Birokratis Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
5) Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. 6) Inefisien Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Sedangkan dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada design organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien. 2.6. Penelitian Terdahulu Gunawan dkk. (2006) melakukan penelitian terkait dengan permasalahan birokrasi di Indonesia.
Menurut Gunawan dkk. (2006), reformasi birokrasi
merupakan alternatif solusi untuk memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi perlu diikuti dengan reformasi lainnya seperti pengembangan ilmu administrasi publik, netralitas birokrasi, merit system dan pengembangan E-Government dalam pelayanan on line langsung kepada
masyarakat yang dapat mengurangi celah kegiatan korupsi sebagai dampak tatap muka antara masyarakat dan penyelenggara pemerintah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Gunawan dkk. terletak pada fokus bahasan reformasi birokrasi. Penelitian Gunawan dkk. membahas reformasi birokrasi sebagai upaya untuk mengurangi tindakan korupsi di kalangan birokrat, sedangkan pada penelitian ini membahas reformasi birokrasi sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Pramusinto (2006) dalam penelitannya yang berjudul ”Inovasi-inovasi pelayanan publik untuk pegembangan ekonomi lokal” menjelaskan bahwa banyak pemerintah daerah melakukan berbagai pembaruan dalam pelayanan publik. Beberapa daerah mulai menyadari bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak semata-mata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga menarik investor agar mau menanamkan modalnya di daerah mereka. Penelitian ini berbeda dengan Penelitian Pramusinto. Pramusinto menganalisis upaya peningkatan kualitas pelayanan publik melalui berbagai inovasi seperti pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu, sedangkan pada penelitian ini menganalisis pelayanan publik yang telah dilakukan aparat pemerintahan. Yudha (2007) melakukan penelitian terkait dengan kinerja pelayanan publik pemerintah daerah Kabupaten Lebak dengan metode IPA.
Dari hasil
penelitiannya, sebaran atribut-atribut kinerja pelayanan publik pemerintah daerah Kabupaten Lebak di wilayah maju yang berada di kuadran I (prioritas utama), yakni ketersediaan lapangan kerja, akses informasi program pemerintah daerah, birokrasi yang ramping dan modal petani, jaminan keamanan, perlindungan
hukum, energi dan tenaga listrik, profesionalisme aparat pemerintahan dan penaganan lahan kritis. Atribut-atribut yang berada di kuadran II (pertahankan prestasi) yakni pengentasan kemiskinan, pelayanan fasilitas publik, pendidikan yang murah dan berkualitas, fasilitas sarana-prasarana kesehatan, peningkatan pelayanan tempat peribadatan, institusi sosial dan sarana olahraga. Atribut yang berada di kuadran III (prioritas rendah) yakni harga barang dan jasa yang stabil serta pengembangan UMKM. Sedangkan atribut yang berada di kuadran IV (berlebihan) dianggap tidak ada. Sebaran atribut-atribut kinerja pelayanan publik pemerintah daerah Kabupaten Lebak di wilayah tertinggal yang berada di kuadran I (prioritas utama), yakni pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, jaminan keamanan, peningkatan pelayanan tempat peribadatan, profesonalisme aparat pemerintahan, pelayanan prima fasilitas publik, pendidikan yang murah dan berkualitas, fasilitas sarana prasarana kesehatan, kebebasan berdemokrasi, modal petani dan penyediaan sarana prasarana agribisnis, perlindungan hukum, institusi sosial dan sarana olahraga, pegembangan riset dan teknologi, harga barang dan jasa yang stabil, penanganan lahan kritis, akses informasi program pemerintah daerah serta energi dan tenaga listrik. Dua atribut berada di kuadran III (prioritas rendah) yakni birokrasi yang ramping dan pegembangan UMKM. Sedangkan atribut yang berada di kuadran II dan IV dianggap tidak ada. Menurut Yudha (2007), berdasarkan kombinasi preferensi masyarakat dan penilaian masyarakat, kebijakan alternatif yang dapat diambil oleh pemerintah daerah Kabupaten Lebak untuk wilayah maju dalam memberikan pelayanan publik dapat berfokus pada empat atribut, yakni ketersediaan lapangan kerja,
akses informasi program pemerintah daerah, birokrasi yang ramping dan modal petani. Sedangkan untuk wilayah tertinggal berfokus juga pada empat atribut, yakni pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, jaminan keamanan dan peningkatan pelayanan tempat peribadatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitan Yudha terletak pada penentuan atribut kinerja pelayanan publik. Yudha menentukan atribut kinerja pelayanan publik setelah melihat Platform pembangunan Kabupaten Lebak, sedangkan pada penelitian ini atribut kinerja pelayanan publik ditentukan dari indikator kualitas pelayanan serta unsur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berdasarkan Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003. Utomo
(2004)
melakukan
penelitian
mengenai
pendelegasian
kewenangan pemerintah daerah kepada kecamatan dan kelurahan dengan mengambil studi kasus Kota Bandung. keberhasilan
program
pemberdayaan
Berdasarkan hasil penelitiannya,
kecamatan
dan
kelurahan
melalui
pelimpahan kewenangan sangat tergantung pada sejauhmana program ini benarbenar berbasis pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal. Penelitian utomo berfokus pada pemberdayaan kecamatan dan kelurahan dalam menjalankan kewenangan yang dilimpahkan bupati.
Namun dalam
penelitian ini berfokus pada kinerja pelayanan yang dilakukan aparat pemerintahan, terutama aparat di tingkat kecamatan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perilaku Masyarakat Menurut Soekanto (2000) dalam Wiguna (2003), Perilaku adalah jawaban atau tanggapan seseorang terhadap suatu keadaan. Sedangkan Sarwono (1992) dalam Wiguna (2003) mengartikan perilaku sebagai perbuatan-perbuatan manusia baik yang kasat indera (memukul, menendang) atau yang tidak kasat indera seperti sikap, minat, dan emosi.
Perilaku tidak dapat diduga karena
sifatnya dapat berubah, diubah dan berkembang sebagai hasil interaksi individu yang bersangkutan dan lingkungannya. Perilaku masyarakat sangat bervariasi karena setiap individu berbeda keinginan, kebutuhan dan tujuan. Apabila perilaku masyarakat dihubungkan dengan kebijakan pemerintah,
maka perilaku
masyarakat dapat disebut sebagai suatu tanggapan atau reaksi masyarakat berupa tindakan langsung atau tindakan tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah Dalam melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perilaku masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor (Putri et al. 2007 diacu dalam Yudha, 2007), yaitu : a. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. b. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. c. Proses psikologis, yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.
Berbicara masalah perilaku, maka akan berhubungan dengan masalah kebutuhan dan motivasi. munculnya
motivasi,
Kebutuhan menjadi kekuatan yang mendorong
sedangkan
motivasi
menggerakkan manusia untuk berperilaku.
merupakan
dorongan
yang
Kebutuhan dipandang sebagai
kekurangan akan sesuatu, sehingga dituntut adanya pemenuhan agar terjadi keseimbangan. Situasi ini berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhannya (Wiguna, 2003). Menurut Yudha (2007), pada tatanan
kehidupan masyarakat serta
pemerintahan yang demokratis di tingkat daerah khususnya Daerah Tingkat II, perilaku baik berupa partisipasi maupun proses penilaian masyarakat akan menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja pemerintah daerah, sehingga pada proses pembangunan wilayah, aspirasi masyarakat berpengaruh terhadap proses pengambilan kebijakan. mengurangi
skeptisme
Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh dalam sebagian
besar
masyarakat
terhadap
keberadaan
pemerintah itu sendiri.
3.1.2. Persepsi Menurut Yudha (2007), keputusan akhir seseorang dalam bertindak dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Persepsi adalah suatu proses melalui kesan yang diterima sensori dari stimuli (rangsangan) di lingkungan, kemudian diterjemahkan ke dalam representasi mental. (Veitch dan Arkkelin, 1995 diacu dalam Wiguna, 2003). Persepsi juga didefinisikan oleh Suwarman (2003) sebagai sebuah proses dimana individu memperoleh informasi, memberi
perhatian atas informasi tersebut dan pada akhirnya akan memahami informasi tersebut. Dalam hubungannya dengan kebijakan pemerintah, persepsi merupakan tanggapan langsung dari masyarakat terhadap informasi kebijakan pemerintah. Dengan persepsi tersebut, maka masyarakat dapat menilai kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahannya serta dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam memformulasi kebijakan.
3.1.3. Sikap dan Peran Serta Masyarakat Menurut Barata (2003), sikap adalah kumpulan perasaan, keyakinan dan kecenderungan perilaku yang secara relatif berlangsung lama yang ditujukan pada orang, ide, objek, dan kelompok tertentu. Sikap masyarakat merupakan ungkapan perasaan masyarakat tentang suatu objek dan menggambarkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Sikap masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pola-pola cara berfikir dari anggota masyarakat.
Faktor ini mempengaruhi
tindakan atau perbuatan mereka sehari-hari. Banyak hambatan sering berakar pada gaya hidup atau pola kelakuan yang sudah mendarah daging dan tidak secara terbuka menerima suasana pembaharuan yang datang dari luar lingkungannya. Dalam tata gaya hidup itu tercakup nilai-nilai yang seringkali bertentangan dengan persepsi dan sikap baru (Yudha, 2007) Secara konseptual pembangunan wilayah ditujukan pada usaha percepatan pembangunan di segala bidang dalam rangkaian meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan hasrat untuk menciptakan masyarakat yang maju,
mandiri, dan sejahtera (Ambardi, 2004 dalam Yudha, 2007). Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam pembangunan wilayah tidak boleh diabaikan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah berbentuk kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai pembangunan wilayah.
Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada
pembangunan wilayah, perlu sikap toleransi aparat pemerintah terhadap pendapat, saran dan kritik dari masyarakat karena hal-hal tersebut merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan wilayah, diperlukan beberapa prinsip dasar (Rico, 2006), yaitu : 1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam pembangunan wilayah; 2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pembangunan wilayah; 3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial 4. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika; 5. Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.
3.1.4. Skala Likert Skala Likert atau metode rating yang dijumlahkan merupakan teknik skala yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Skala Likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat/ opini, dan persepsi seseorang terhadap fenomena sosial atau psikologis (Susetyo, 2005).
Metode Likert dapat dikatakan sebagai yang pertama melakukan pendekatan dengan mengukur luas/ dalamnya pendapat dari responden bukan hanya jawaban “ya” atau ”tidak”. Dalam metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan.
Namun,
setiap pertanyaan disusun sedemikian rupa agar bisa dijawab dengan berbagai tingkatan jawaban pertanyaan yang diajukan.
Skala Likert mengukur sikap
dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subjek, objek atau kejadian tertentu. Dalam penelitian ini digunakan empat skala penilaian yaitu tidak penting/puas, Kurang penting/puas, penting/puas, dan sangat penting/puas.
3.1.5. Importance Performance Analysis (IPA) Menurut
Simamora
(2001)
dalam
Yudha
(2007)
Importance
Performance Analysis (IPA) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja yang diharapkan konsumen dan sangat berguna bagi program pengembangan strategi pemasaran yang efektif. Namun, apabila dihubungkan dengan perilaku masyarakat dan kebijakan pemerintah, Importance Performance Analysis (IPA) dapat digunakan dalam membandingkan tingkat kepentingan dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik pemerintah. Importance Performance Analysis (IPA) ini merupakan salah satu dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja demi meningkatkan kepuasan. Begitu pula dengan kinerja pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat. Pemerintah
akan menjadikan penilaian sikap masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan masyarakat (Yudha,2007).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pada masa pemerintahan rezim Orde Baru, sistem pemerintahan di Indonesia lebih bersifat sentralistis. Artinya peranan pemerintah pusat sangat dominan dalam memberikan arahan atau sentuhan pembangunan.
Sistem
pemerintahan yang cenderung bersifat sentralistis ini kurang mendukung bagi pembangunan ekonomi regional. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah pusat telah menciptakan pola pembangunan yang seragam dan tidak memenuhi tuntutan lokal. Padahal karakteristik wilayah di Indonesia berbeda-beda. Selain itu, pola pembangunan seragam yang diarahkan oleh pemerintah pusat telah menciptakan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah menuntut diterapkannya otonomi daerah.
Menanggapi hal tersebut, maka
pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah,
daerah
dituntut
untuk
dapat
mengembangkan
dan
mengoptimalkan semua potensi daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, otonomi daerah ini belum dapat dirasakan manfaatnya oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini terjadi karena menurut penilaian masyarakat,
otonomi daerah banyak memberikan dampak negatif. Pertama, otonomi daerah telah melahirkan raja-raja kecil di daerah yang sering menyalahgunakan wewenangnya.
Hal ini dapat dicermati dari banyaknya kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat tidak berhasil diturunkan sampai ke masyarakat tingkat bawah (grassroot level), tetapi telah dibajak oleh elit-elit lokal (elite capture). Kedua, otonomi daerah menyebabkan terjadinya peningkatan kasus korupsi di tingkat daerah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat eksekutif dan legislatif daerah.
Dengan demikian,
kepentingan masyarakat menjadi terabaikan karena kualitas pelayanan publik semakin menurun.
Meskipun demikian, banyak kalangan yang menilai bahwa
dampak negatif yang ditimbulkan dari otonomi daerah ini sebagai sesuatu yang wajar karena dianggap sebagai fenomena transisi. Setelah beberapa lama, daerah dengan kewenangan yang dimilikinya diharapkan dapat melakukan banyak inovasi dengan menciptakan peraturan-peraturan daerah yang bisa memperbaiki pelayanan publik karena salah satu tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk menilai kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor ditentukan oleh atribut-atribut menurut dimensi kepuasan yang dijabarkan dari indikator Tangibles, Realibility, Responsivness, Assurance, Emphaty serta unsur pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003. Untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik pemerintah Kabupaten Bogor digunakan model Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).
Hasil dari model
Importance Performance Analysis (IPA) dapat
menggambarkan
tingkat
kepentingan dan tingkat kinerja atribut-atribut yang menjadi indikator kinerja pelayanan publik pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Sedangkan untuk menilai kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik digunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI). Selanjutnya akan dilihat implikasi kebijakan terhadap pelayanan publik Pemkab Bogor berupa arah kebijakan yang perlu ditetapkan Pemkab Bogor dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada gambar 1. Otonomi Daerah
Pelayanan Publik
Atribut Penilaian Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor
Penilaian Masyarakat
Importance Performance Analiysis (IPA)
Tingkat Kepentingan dan Kinerja Atribut
Customer Satisfaction Index (CSI)
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Implikasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor Terhadap Pelayanan Publik Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
3.3. Hipotesis Hipotesis dari perumusan masalah penelitian ini yakni : 1. Atribut-atribut
yang
menjadi
indikator
kinerja
pelayanan
publik
Pemerintah Kabupaten Bogor terdiri dari fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruang kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur, kemampuan aparat, tanggung jawab aparat, kedisiplinan aparat, pelayanan yang cepat dan tepat, kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan, aparat tanggap dan cepat dalam penanganan keluhan, pemberian informasi, keramahan dan kejujuran aparat, keamanan dan kepastian pelayanan, citra aparat, kemudahan pelayanan, pemahaman aparat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, waktu tunggu pelayanan, serta pelayanan tanpa pilih-pilih . 2. Realisasi kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pelayanan publik masih kurang baik. Hal ini terjadi karena keterbatasan wawenang camat dalam pelayanan publik, padahal kecamatan merupakan ujung tombak pelayanan masyarakat, Sedangkan kewenangan yang dilimpahkan bupati kepada camat belum disusun secara jelas. Saat ini peran camat hanya sebatas pembuatan KTP, KK, dan kadang-kadang akte tanah, Sedangkan untuk urusan pelayanan publik lainnya diserahkan ke Dinas masingmasing. Hal ini membuat akses masyarakat terhadap pelayanan publik menjadi berkurang, terutama lapisan masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari Pemerintah Kabupaten. Selain itu, aparat pemerintah
dalam melakukan pelayanan terkesan tidak profesional serta birokrasi pelayanan masih dirasakan rumit oleh masyarakat. 3. Arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pelayanan publik sebaiknya ditekankan pada penerapan sistem dan prosedur pelayanan yang transparan,
terpadu,
dan
profesional
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
yang
pada
akhirnya
akan
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor yang termasuk salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor memiliki visi “tercapainya pelayanan prima demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Bogor yang maju, mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa”. Oleh karena itu, penelitian ini melihat sejauhmana upaya yang telah dilakukan Pemkab Bogor dalam mencapai pelayanan prima. Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak instansi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bogor. Wawancara dengan pihak instansi dilakukan dengan audiensi langsung, Sedangkan wawancara dengan masyarakat dilakukan dengan panduan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, diantaranya terdiri dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, Dinas Cipta Karya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten, laporan penelitian terdahulu serta literatur-literatur yang mendukung.
4.3. Teknik Pengumpulan Data Populasi data (sampling frame) yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Bogor. Dari sampling frame tersebut, diambil dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibinong yang lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Karena berbagai keterbatasan, maka hanya dua kelurahan/ desa yang dijadikan sample dari masing-masing kecamatan. Kelurahan yang dijadikan sample adalah Kelurahan Cirimekar yang terletak dekat dengan Kecamatan Cibinong dan Kelurahan Karadenan yang letaknya jauh dari Kecamatan Cibinong. Untuk Kecamatan Jasinga diambil Desa Pamagersari yang letaknya dekat dengan Kecamatan Jasinga dan Desa Wirajaya yang lokasinya jauh dari Kecamatan Jasinga. Dari masing-masing kecamatan tersebut, diambil sampling frame 35 penduduk dengan simple random sampling, sehingga total responden yang diambil berjumlah 70 responden.
4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Alat ukur yang dapat dilakukan dalam pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor pernyataan dan skor seluruh pernyataan responden terhadap informasi dalam kuesioner. Validitas alat pengumpul data menurut beberapa ahli (Anastasi, 1973 dan Nunnally, 1979) yang dikutip Umar (2003), dapat digolongkan ke dalam
beberapa jenis, yakni : validitas konstruk, validitas isi, valitias prediktif, validitas eksternal, dan validitas rupa. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut (Umar, 2003) 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu: a. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang tertulis dalam literatur. b. Bila definisi konsep yang ingin diukur tidak diperoleh dari literatur, peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut. c. Bila ternyata pendapat para ahli pun tidak ditemukan, maka peneliti dapat menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.. 2. Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah responden. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. 4. Menghitung korelasi antar masing-masing pernyatan dengan skor total semua pertanyaan dengan menggunakan rumus teknk korelasi product moment yang rumusnya adalah sebagai berikut :.
r=
N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
{(N ∑ X ) − (∑ X ) }{(N ∑Y ) − (∑Y ) } 2
Keterangan: N= Jumlah responden
2
2
2
X= Skor masing-masing dari setiap responden Y= Skor total semua pertanyaan dari setiap responden 5. Membandingkan angka korelasi yang diperoleh (r) dengan angka kritis tabel korelasi (r tabel). Bila r > rtabel, maka pertanyaan tersebut valid. Pengujian kuesioner dilakukan untuk mengukur sejauhmana pertanyaan di dalam kuesioner dapat dimengerti oleh responden. Uji validitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 20 responden dengan kriteria orang yang berdomisili di Kabupaten Bogor. Pertanyaan yang diberikan kepada responden adalah pertanyaan tertutup. Pilihan jawaban dari pertanyaan tersebut sudah disediakan. Responden tinggal memilih atribut yang berkaitan dengan kinerja pelayanan publik
Pemerintah
Daerah. Atribut yang sudah disediakan ditentukan oleh peneliti dengan melihat indikator kualitas pelayanan dan unsur pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 serta mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. Atribut-atribut yang diuji dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pengujian validitas menyatakan bahwa dari 27 atribut yang diuji, semua atribut kepentingan dinyatakan valid karena angka korelasi yang diperoleh melebihi 0,444 yang merupakan angka kritis tabel dengan selang kepercayaan 95 persen. Hasil pengukuran validitas ini dapat dilihat pada Corrected Item-Total
Correlation pada lampiran 1. Namun untuk pengujian validitas tingkat kinerja, terdapat tiga atribut yang dinyatakan tidak valid karena angka korelasi yang di dapat kurang dari angka kritis tabel pada selang kepercayaan 95 persen. Tiga atribut tersebut adalah lokasi kantor pelayanan yang mudah djangkau,
kenyamanan lingkungan, dan penampilan aparat. Karena akan digunakan dalam analisis penilaian masyarakat dengan metode IPA dan CSI, maka ketiga atribut tersebut dihilangkan dengan tujuan untuk memudahkan analisis. Atribut hasil Uji Validitas dan Reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3, Sedangkan
hasil
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 1 untuk atribut kepentingan dan lampiran 2 untuk atribut kinerja. Tabel 2. Daftar Atribut yang Diuji Validitas dan Reliabilitas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Atribut Fasilitas kantor pelayanan (tempat informasi, ruang tunggu, telepon, komputer, dll) Kebersihan ruangan kantor pelayanan Lokasi kantor pelayanan yang mudah dijangkau masyarakat (Lokasi strategis) Kenyamanan lingkungan Penampilan Aparat/petugas pemerintah Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan pelanggan Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Sumber : Irawan (2002) dalam Muchsen (2007) dan Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003
Tabel 3. Daftar Atribut Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas No Atribut 1 Fasilitas kantor pelayanan (tempat informasi, ruang tunggu, telepon, komputer, dll) 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3 Tempat parkir yang tersedia 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 5 Kewajaran biaya pelayanan 6 Kepastian biaya pelayanan 7 Prosedur pelayanan 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 11 Pelayanan yang cepat 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat 13 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat 14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan pelanggan 15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat 16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan 17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 19 Kepastian jadwal pelayanan 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat 21 Kemudahan dalam proses pelayanan 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat 23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas 24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Sumber: Irawan (2002) dalam Muchsen (2007) dan Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003
Setelah melakukan pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas. Tujuan utama pengujian ini adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran atau instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji ini mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur, dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Alpha-
Cronbach. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha (α). Uji ini dilakukan untuk mengetahui keandalan kuesioner. Nilai dengan nilai rtabel. Bila nilai
dibandingkan
lebih besar dari rtabel maka dapat dinyatakan
bahwa kuesioner tersebut reliabel.
Rumus ini digunakan untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai. Rumus tersebut ditulis sebagai berikut:
dimana : = reliabilitas kuesioner = banyaknya butir pertanyaan = varian total = jumlah varian butir Dari hasil perhitungan, reliabilitas kuesioner (
) adalah 0,961 untuk
atribut kepentingan dan atribut kinerja. Nilai rtabel adalah 0,444 dengan N=20 dan selang kepercayaan 95 persen. Dengan demikian kuesioner dinyatakan reliabel karena
> rtabel . Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1
4.4.2. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengetahui atau menganalisis kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor dengan cara melihat tingkat kesesuaian antara kinerja pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Kabupaten Bogor dengan kinerja pelayanan publik yang diharapkan dan diinginkan oleh
masyarakat. Responden diminta memilih salah satu dari sejumlah kategori atas pernyataan-pernyataan atau peubah yang diamati. Skala Likert yang digunakan berkisar antara 1 sampai 4. Dengan dimensi kinerja yang tercermin dalam daftar pertanyaan, memungkinkan masyarakat mengekspresikan persepsinya dalam pelayanan yang diterima dan lebih mendekati kenyataan yang sebenarnya. Pengukuran tingkat kinerja pelayanan publik, terutama menyangkut harapan/ kepentingan masyarakat, digunakan skala Likert berikut : 1 = Tidak Penting 2 = Kurang Penting 3 = Penting 4 = Sangat Penting Sedangkan pengukuran tingkat Kepuasan/ kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor digunakan skala berikut : 1 = Tidak Puas 2 = Kurang Puas 3 = Puas 4 = Sangat Puas Menurut Martila dan James dalam Apriyadi (2003), bahwa untuk menginterpretasikan bagaimana suatu atribut dinilai oleh keseluruhan responden menurut tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya, dibutuhkan suatu rentang skala. Rumus untuk menentukan rentang skala adalah sebagai berikut :
Keterangan : Xib = Skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban sangat penting/ sangat puas terhadap setiap unsur i kinerja pelayanan publik Xik = Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberikan jawaban tidak penting/ tidak puas terhadap setiap unsur i kinerja pelayanan publik. Maka besarnya rentang skala untuk setiap kelas yang diteliti adalah: Rentang Skala =
(4 x 40) − (1x 40) = 30 4
Pembagian kelas untuk tingkat kepentingan pada penelitian ini adalah : 40-69
= Tidak Penting
70-99
= Kurang Penting
100-129 = Penting 130-160 = Sangat Penting Sedangkan pembagian kelas untuk tingkat kinerja pada penelitian ini adalah : 40-70
= Tidak Puas
70-99
= Kurang Puas
100-129 = Puas 130-160 = Sangat Puas
4.4.3. Importance Performance Analysis (IPA) Analisis dengan metode Importance Performance Analysis (IPA) dimaksudkan untuk mengetahui keadaan masing-masing variabel dari faktor-
faktor kepuasan ditinjau dari segi kepentingan dan kinerja. Metode ini digunakan pula untuk menentukan prioritas perbaikan terhadap atribut kinerja pelayanan publik. Selanjutnya untuk penilaian kinerja terhadap variabel-variabel dari faktor kepuasan ditunjukkan dengan tanda huruf X, sedangkan untuk penilaian faktor kepentingan ditunjukkan dengan huruf Y.
Terdapat beberapa langkah dalam
mengoperasikan metode Importance Performance Analysis (IPA), yakni : 1. Sebagai indikator skala ukuran kuantitatif untuk tingkat kepentingan menurut persepsi masyarakat dan tingkat kinerja secara nyata dari suatu produk dinyatakan dalam skala Likert.
Skala ini memungkinkan
responden untuk dapat mengekspresikan intensitas perasaan mereka terhadap karakteristik produk kebijakan dalam pelayanan publik dengan cara menentukan jumlah skor dari setiap indikator dari variabel X dan Y. kemudian mengalikan seluruh frekuensi data dengan bobotnya (Simamora 2001).
Total penilaian tingkat kepentingan masing-masing atribut
diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing-masing skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala tersebut. 2. Selanjutnya dilakukan pembagian jumlah bobot dengan banyaknya responden, hasilnya berupa rata-rata bobot ( X ) untuk kinerja dan rata-rata bobot ( Y ) untuk kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan dengan : X =
∑X
i
n
Y=
∑Y
i
n
Keterangan : X = Skor rata-rata tingkat kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan pelayanan publik Pemkab Bogor
n = Jumlah responden 3. Membuat diagram kartesius yang merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak.
Selanjutnya dilakukan perbandingan jumlah bobot dengan
banyaknya responden, hasilnya berupa rata-rata bobot ( X ) untuk kinerja dan rata-rata bobot ( Y ) untuk kepentingan. Rumusnya adalah sebagai berikut : n
X =
n
∑Xi
Y=
i =1
K
∑Y i =1
i
K
Keterangan :
X = Total skor tingkat kinerja dari seluruh responden Y = Total skor tingkat kepentingan dari seluruh responden K = Banyaknya variabel atribut yang dapat mempengaruhi penilaian sikap masyarakat
Y Tingkat Kepentingan Kuadran I
Kuadran II
Y Kuadran III
Kuadran IV
X
Tingkat Kinerja
X
Gambar 2. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA)
Tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius Importance Performance Analysis (IPA) seperti pada Gambar 2. Keterangan : 1. Kuadran I (Prioritas Utama ) : Kinerja suatu atribut dianggap sangat penting akan tetapi kinerja lebih rendah dari keinginan masyarakat sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat. Oleh karena itu, harus meningkatkan kinerjanya agar optimal. 2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) : Kinerja atribut dianggap penting oleh masyarakat dan dianggap telah sesuai dengan apa yang dirasakannya, sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi. Oleh karena itu, pemerintah cukup mempertahankan kinerja atribut tersebut. 3. Kuadran III (Prioritas Rendah) : Menunjukkan bahwa atribut dianggap kurang
penting
oleh
masyarakat
dimana
sebaiknya
pemerintah
menjalankan secara sedang saja. 4. Kuadran IV (Berlebihan) : Menunjukkan atribut dianggap kurang penting, tetapi telah dijalankan dengan baik oleh pemerintah.
Hal ini dapat
dianggap berlebihan.
4.4.4. Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut kinerja pelayanan publik. Tahapan-tahapan pengukuran Customer Satisfaction
Index (CSI) menurut stratford (2004) dalam Saturwa (2007) adalah sebagai berikut : 1. Menghitung Weighting Factor (WF), yakni mengubah nilai rata-rata kepentingan menjadi angka persentase dari total rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total WF sebesar seratus persen. 2. Menghitung Weighted Score (WS), yakni nilai perkalian antara nilai ratarata tingkat kinerja (kepuasan) masing-masing atribut dengan WF masingmasing atribut. 3. Menghitung Weighted Total (WT), yakni menjumlahkan WS dari semua atribut. 4. Menghitung Satisfaction Index, yakni WT dibagi skala maksimal yang digunakan (dalam penelitian ini skala maksimal adalah empat), kemudian dikali seratus persen. Tingkat kepuasan responden secara keseluruhan dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan masyarakat dengan kriteria sebagai berikut : Tabel 4. Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) No 1 2 3 4 5
Nilai Indeks (%) 81-100 66-80,99 51-65,99 35-50,99 0-34,99
Kriteria CSI Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Sumber : Panduan Survei Kepuasan Konsumen PT.Sucofindo dalam Muchsen, 2007
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak pada posisi 6019’ - 6047’ Lintang Selatan dan 10601’ – 1070103’ Bujur Timur dengan luas wilayah berdasarkan data tahun 2005 adalah 2.388,93 Km2. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan. Kecamatan Cibinong, tepatnya di Kelurahan Tengah ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Bogor. Secara administratif, batas-batas Wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kota Depok, Kabupaten/ Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang dan DKI Jakarta
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak.
Sebelah Timur
: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Keberadaan Kabupaten Bogor yang berada diantara Provinsi Banten, DKI Jakarta dan kawasan pertumbuhan/kawasan industri Jawa Barat sangat menguntungkan jika
dapat dikelola dengan baik.
Kabupaten ini merupakan
penyangga kawasan ibukota Negara serta sebagai penyedia untuk kawasan industri di kabupaten sekitarnya. Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 427 desa/kelurahan, dan 913.206 rumah tangga. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa
Swakarya, yakni 236 desa. Sedangkan lainnya termasuk desa Swasembada yang berjumlah 191 desa dan tidak ada desa Swadaya.
Sedangkan berdasarkan
klasifikasi daerah, dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199 dan desa perdesaan sebanyak 228 desa. Kabupaten Bogor dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan antar wilayah.
Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan berkesinambungan. Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan pengembangan dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan, maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga wilayah pembangunan, yaitu wilayah pembangunan barat, tengah dan timur. Pembangunan wilayah barat meliputi tiga belas kecamatan, yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha. Pembangunan wilayah tengah meliputi dua puluh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Tajurhalang, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung,
Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas dan kecamatan Tamansari, dengan luas wilayah sekitar 87.552 Ha. Sedangkan pembangunan wilayah timur meliputi tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu. Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki beberapa karakteristik, yaitu Wilayah Bogor bagian utara corak penduduknya adalah Betawi Ora (campuran suku Betawi dan Sunda), wilayah Bogor bagian selatan corak dan bahasa penduduknya adalah campuran antara Bogor dengan Cianjur dan Sukabumi, sebelah barat corak dan bahasa penduduknya campuran antara Bogor dan Banten, serta bagian timur corak dan bahasa penduduknya campuran Bogor dengan Karawang, sedikit dengan Cianjur dan Bekasi. Morfologi wilayah Kabupaten Bogor sangat beragam, yaitu terdiri dari dataran rendah, bergelombang, dan pegunungan.
Dataran rendah Kabupaten
Bogor terletak di utara Kabupaten Bogor, tepatnya di lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane.
Sedangkan dataran tinggi, terletak di wilayah bagian
selatan, berupa pegunungan dengan puncaknya Gunung Halimun (1.764 meter), Gunung Salak (2.211 meter) dan Gunung Pangrango (3.081 meter) yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 15 - 2.500 meter diatas permukaan laut. Dari jumlah desa yang tersebar di Kabupaten Bogor mayoritas memiliki ketinggian kurang dari 500 meter diatas permukaan laut Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di bagian utara dengan iklim panas, sejuk, dan sejuk sekali serta suhu rata-rata antara
200 C sampai 300 C. Curah hujan tahunan berkisar antara 2.500 mm/ tahun sampai lebih dari 5.000 mm/ tahun. Tingginya curah hujan di Bogor menjadikan daerah tersebut mendapat sebutan sebagai “Kota Hujan”. Menurut data yang terdapat di Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Kabupaten Bogor mencapai 3.901.881 jiwa. Jumlah tersebut mendiami wilayah seluas 2.388,93 Km2 dengan kepadatan penduduk sejumlah berkisar antara tertinggi 4.800 jiwa per Km2 dan terendah 400 jiwa per Km2. Jumlah penduduk yang besar seringkali menjadi beban dalam proses pembangunan bila berkualitas rendah. Oleh karena itu, untuk menunjang pembangunan, Pemerintah Kabupaten Bogor harus secara terus menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk dengan menciptakan tatanan keluarga kecil sehat dan berkualitas sebagai upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
5.1.2. Kecamatan Cibinong 5.1.2.1. Kondisi Geografis Kecamatan Cibinong adalah salah satu Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Bogor yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dengan kondisi bentangan lahan dataran. Kecamatan Cibinong terletak pada ketinggian 120 -140 Meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2.150-2.650 mm/ tahun dan suhu antara 22 C – 31 C. Luas wilayah Kecamatan Cibinong adalah 4.243,023 Ha dengan batas wilayah kerja sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kota Depok
Sebelah Selatan
: Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Barat
: Kecamatan Bojonggede
Sebelah Timur
: Kecamatan Citeureup
Dalam program pembangunan daerah Kabupaten Bogor, dengan mempertimbangkan perkembangan wilayah, karakteristik wilayah, dan pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Cibinong termasuk kedalam Wilayah Pembangunan Tengah yang merupakan simpul-simpul jasa distribusi barang dan jasa serta pendorong pengembangan wilayah. Sedangkan bila dilihat berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cibinong merupakan wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dengan kondisi pengembangan yang sangat bervariasi, diantaranya untuk pengembangan pertanian, perkotaan, perumahan, industri, perdagangan, perkantoran dan jasa. Sebagai wilayah pengembangan pertanian perkotaan, selain padi, pertanian tanaman pangan lain yang menonjol adalah palawija (jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, ubi jalar dan mentimun). Sedangkan produksi buah-buahan
yang menonjol, yakni pepaya, rambutan, mangga, belimbing,
alpukat dan jeruk. perdagangan,
Sebagai wilayah pengembangan perumahan, industri,
perkantoran
dan
jasa
di
Kabupaten
Bogor,
potensi
pengembangannya banyak didukung oleh letak geografis Kecamatan Cibinong yang berdekatan dengan akses jalan tol menuju Kota Bogor dan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letaknya yang sangat strategis tersebut, maka spesifikasi Kecamatan Cibinong sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor memerlukan pengembangan infrastruktur yang melengkapi kedudukannya sebagai Ibukota Kabupaten dan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya yang majemuk. Hal ini
tentunya dapat didukung dengan luas lahan dan wilayah yang memungkinkan untuk mengembangkan perkotaan.
5.1.2.2. Kondisi Demografi Secara administrasi pemerintahan, Kecamatan Cibinong terdiri dari 12 Kelurahan, 148 RW, 812 RT dan 71.226 Kepala Keluarga (KK).
Jumlah
penduduk pada akhir Nopember 2006 adalah 270.057 jiwa yang terdiri dari lakilaki sebanyak 136.022 jiwa dan perempuan sebanyak 134.035 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.850 jiwa per Km2. Struktur perekonomian penduduk Kecamatan Cibinong mayoritas termasuk kedalam golongan menengah. Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2006 dalam Pemerintah Kecamatan Cibinong (2007) , diketahui bahwa penduduk usia kerja sebanyak 119.074 jiwa. Jumlah angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Jumlah Angkatan Kerja Wilayah Kecamatan Cibinong Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Sederajat Tamat SMU Sederajat Tamat Akademi (D1, D2 dan D3) S1-S3 Jumlah
Jumlah (orang) 3.927 31.177 32.880 41.498 7.624 1.968 119.074
Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
5.1.2.3. Kondisi sosial Budaya 1. Keagamaan Berdasarkan data dari Pemerintah Kecamatan Cibinong tahun 2007, penganut agama di Kecamatan Cibinong mayoritas Islam dengan jumlah 156.516
orang, Protestan 9.937, katholik 5.055 orang, Budha 2.431 orang, Hindu 906 orang, dan lainnya 545 orang.
Sedangkan jumlah sarana keagamaan di
Kecamatan Cibinong adalah 132 mesjid, 16 mushola, 1 pura, dan 1 vihara.
2. Kesehatan Walaupun Kecamatan Cibinong termasuk dalam wilayah pengembangan perkotaan, namun Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sebagian wilayah masih belum membudaya, terutama pada lokasi permukiman buruh industri. Disamping kurangnya penyediaan infrastruktur serta pengaruh geografis kewilayahan yang kurang mendukung, yang tentunya sedikit banyak berpengaruh terhadap
tercapainya
tingkat
derajat
kesehatan
masyarakat
(Pemerintah
Kecamatan Cibinong, 2007), antara lain: 1. Persalinan oleh tenaga medis/ kesehatan masih rendah (45 persen masih ditangani Dukun Paraji). 2. Masih tingginya penyakit Endemis (Demam Berarah, Hepatitis, Diare, Anthrax). 3. Di sebagian wilayah masih dapat ditemui lingkungan yang tiak sehat, diantaranya penggunaan jamban keluarga baru 60 persen. Tabel 6. Sarana Prasarana Kesehatan di Wilayah Kecamatan Cibinong Sarana Prasarana Kesehatan Apotek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poliklinik Posyandu Rumah Sakit Umum Swasta Puskesmas Puskesmas Pembantu Praktek Dokter Bidan Desa Rumah sakit Bersalin Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
Jumlah 11 1 263 173 1 4 4 49 28 12
3. Pendidikan Minat dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia sekolah sudah cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh keberadaan program Kejar Paket, PKBM dan lain-lain yang sudah mampu memberikan andil dalam penanganan masalah pendidikan, seperti program beasiswa bagi siswa berprestasi. Bahkan di beberapa sekolah, daya tampung murid sudah melampaui batas, sehingga ditanggulangi dengan ”System Shift”. Namun dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh UPTD kependudukan, catatan sipil dan KB diketahui bahwa angka Drop out usia sekolah tingkat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/ MI) masih ada, yakni sebanyak 477 orang dan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 405 jiwa. Hal ini cukup menghambat penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia mempunyai peran yang cukup penting.
Sarana dan
prasarana pendidikan di Kecamatan Cibinong pada Desember 2006, yakni 60 Taman Kanak-kanak (TK), 110 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI), 55 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 30 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), 23 pesantren, dan 7 Perguruan Tinggi. Sarana dan prasarana pendidikan ini termasuk swasta.
5.1.2.4. Kondisi Ekonomi Sektor lapangan usaha masyarakat Kecamatan Cibinong cukup beragam. Keadaan penduduk Kecamatan Cibinong berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Cibinong Berdasarkan mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil TNI/ POLRI Pegawai Swasta Pedagang Petani/ Peternak Jasa Buruh Lain-lain
Jumlah (orang) 6.125 5.213 55.322 15.624 2.564 7.052 64.266
Sumber: Hasil Pendataan Penduduk Tahun 2006 dalam Pemerintah Kecamatan Cibinong,2007
Apabila jenis pekerjaan dikelompokkan kedalam kategori sektor primer (pertanian, peternakan dan perkebunan), sektor sekunder (industri, pengolahan, pengrajin) dan sektor tersier (bangunan, perdagangan, hotel/ restoran, dan jasa), maka struktur perekonomian masyarakat Cibinong didominasi kelompok sektor sekunder dan tersier yang didukung oleh sektor primer. Oleh karena itu dalam upaya pengembangan wilayah, perencanaan yang ditetapkan harus berpijak kepada struktur sosial yang ada sehingga program yang ditetapkan akan sejalan dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dengan ciri masyarakat perkotaan. Denyut nadi perekonomian Kecamatan Cibinong didukung oleh sarana dan prasarana wilayah yang ada. Sarana dan prasarana tersebut merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana dan prasarana yang ada di wilayah Kecamatan Cibinong dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemacu pertumbuhan wilayah dan
pengikat wilayah.
Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan
perkotaan, diantaranya adalah ketersediaan transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi dan permukiman.
5.1.2.5. Kondisi Umum Kelurahan Lokasi Penelitian Kelurahan Cirimekar Kelurahan Cirimekar terletak pada pusat Pemerintahan Kecamatan Cibinong. Luas wilayah Kelurahan Cirimekar adalah 171.817 Ha. Kelurahan Cirimekar terdiri dari 7 Rukun Warga (RW) dan 27 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk sampai akhir Desember 2007 sebanyak 12.266 jiwa (Kelurahan Cirimekar, 2007). Mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar cukup bervariasi. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar adalah pensiunan TNI, POLRI dan PNS dengan jumlah 2.386 orang. Kemudian diikuti oleh buruh industri dengan jumlah 1.118 orang. Mata pencaharian lain penduduk Kelurahan Cirimekar adalah petani, buruh bangunan, pedagang, pengemudi, Pegawai Negeri dan TNI/ POLRI Mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar ditunjukkan pada tabel 8. Tabel 8. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cirimekar No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Mata Pencaharian Petani Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengemudi Pegawai Negeri TNI/ POLRI Pensiunan TNI, POLRI dan PNS
Sumber : Kelurahan Cirimekar, 2007
Jumlah (Orang) 23 1.118 358 737 167 155 111 2.386
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cirimekar juga tergolong bervariasi, yakni mulai dari belum sekolah sampai tamat S1. Persebaran tingkat pendidikan masyarakat Keluarahan Cirimekar ditunjukkan pada tabel 9. Tabel 9. Persebaran Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Cirimekar No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD/ Sederajat Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SMU/ Sederajat Tamat D3 Tamat S1
Jumlah (Orang) 422 2.195 2.227 1.608 1.811 215 316
Sumber : Kelurahan Cirimekar, 2007
Mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Cirimekar adalah Islam dengan jumlah 7.135 orang. Kemudian Katholik, Protestan, Hindu, Konghucu, dan Aliran Kepercayaan masing-masing sejumlah 430 orang, 578 orang, 22 orang, 587 orang dan 24 orang.
Jumlah tempat peribadatan di
Kelurahan Cirimekar terdiri dari 5 buah Mesjid, 8 buah Mushola, 3 buah Gereja dan 1 buah Vihara.
Kelurahan Karadenan Kelurahan Karadenan berada di pinggiran Kecamatan Cibinong. Daerah Kelurahan Karadenan merupakan sentra pendidikan di Kecamatan Cibinong. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan dua SMU Negeri dan beberapa SMU Swasta di kelurahan ini. Selain itu juga terdapat beberapa SMP dan MTs Negeri. Wilayah ini sudah memiliki layanan RT/RW Net yang disentralkan di Perumahan Puri Nirwana 3 yang kemudian disebarkan di seluruh area Karadenan dan Sukahati dan beberapa kelurahan di Kecamatan Sukaraja. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Karadenan cukup bervariasi. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kelurahan Karadenan adalah pegawai
dengan jumlah 1.213 orang. kemudian diikuti oleh pedagang dengan jumlah 1.138 orang.
Jumlah penduduk Kelurahan Karadenan berdasarkan mata
pencaharian dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penduduk Kelurahan Karadenan Berdasarkan Mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7
Mata Pencaharian Pegawai Negeri Sipil TNI/ POLRI Pegawai Pedagang Petani/ Peternak Jasa Buruh lainnya
Jumlah (Orang) 262 121 1.213 1.138 156 772 119
Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
5.1.3. Kecamatan Jasinga 5.1.3.1. Kondisi Geografis Kecamatan Jasinga terletak di wilayah pembangunan Bogor Barat dengan luas wilayah 13.206 Ha.
Batas wilayah Kecamatan Jasinga adalah sebagai
berikut: Sebelah Utara
: Kecamatan Tenjo
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukajaya Sebelah Barat
: Kecamatan Maja dan Kecamatan Curug Bitung Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
Sebelah Timur
: Kecamatan Cigudeg
Kecamatan Jasinga terletak pada ketinggian 150-250 diatas permukaan laut. Curah hujan di wilayah ini mencapai 1.714 mm/ tahun dengan suhu rata-rata 280 C - 330 C.
Bentuk wilayah Kecamatan Jasinga berupa dataran rendah,
berbukit, dan bergunung-gunung dengan kemiringan 280 - 330 .
Kecamatan Jasinga berjarak 64 Km dari Ibukota Pemerintah Kabupaten Bogor. Sedangkan wilayah administrasi Kecamatan Jasinga terdiri dari 16 desa, 58 dusun, 95 Rukun Warga (RW) dan 440 Rukun Tetangga (RT).
5.1.3.2. Kondisi Demografi Berdasarkan Laporan Bulanan Kecamatan Jasinga Februari Tahun 2008, jumlah penduduk Kecamatan Jasinga sebesar 97.016 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 50.216 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 46.800 jiwa. Kepadatan penduduk Kecamatan Jasinga adalah 1.151 jiwa per Km2. Angkatan kerja di Kecamatan Jasinga terdiri dari angkatan kerja produktif dan angkatan kerja tidak produktif. Angkatan kerja produktif berjumlah 29.617 jiwa dan angkatan kerja tidak produktif berjumlah 9.665 jiwa.
5.1.3.3. Kondisi Sosial Budaya 1. Keagamaan Penganut agama di Kecamatan Jasinga mayoritas Islam dengan jumlah 94.925 orang, kemudian katholik 214 orang, dan Khonghucu 42 orang. Sedangkan jumlah sarana keagamaan di Kecamatan Jasinga adalah 105 mesjid dan 105 mushola.
2. Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan jasinga masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, kondisi ekonomi, dan lainlain.
Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Jasinga adalah SD/MI sebanyak 62 buah, SLTP/ MTS sebanyak 11 buah, SLTA/ SMK 3 buah, dan pondok pesantren sebanyak 111 buah. Sedangkan perguruan tinggi tidak ada. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Jasinga ditunjukkan pada tabel 11. Tabel 11. Tingkat pendidikan Penduduk Kecamatan Jasinga Tingkat Pendidikan Buta Huruf Tidak Tamat SD/ Sederajat Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SMU/ Sederajat Tamat Akademi (D1, D2 dan D3) Tamat S1,S2, dan S3
Jumlah (orang) 2.602 29.343 34.247 11.198 5.448 307 163
Sumber : Pemerintah Kecamatan Jasinga, 2008
3. Kesehatan Sarana dan prasarana kesehatan di Kecamatan sangat minim, yakni hanya memiliki 7 Balai Pengobatan, 1 Poliklinik, 1 puskesmas dengan tempat perawatan, puskesmas dan puskesmas pembantu masing-masing 3 buah dan Posyandu sebanyak 102 buah. Sedangkan Rumah Sakit dan Rumah bersalin tidak ada.
5.1.3.4. Kondisi Ekonomi Sebagian besar penduduk Kecamatan Jasinga bermata pencaharian sebagai petani yang terdiri dari pemilik tanah dan petani penggarap.
Petani
penggarap merupakan yang terbesar dengan jumlah 9.667 orang. Kemudian mata pencaharian terbesar kedua adalah pedagang dengan jumlah 1.712 orang. Selanjutnya mata pencaharian lain penduduk Kecamatan Jasinga adalah
pengusaha, Pegawai Negeri Sipil, buruh, TNI/POLRI dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Pekerjaan Petani a. Pemilik Tanah b. Petani Penggarap Pengusaha Pengrajin Buruh Pertambangan Buruh Perkebunan Pedagang Pengemudi Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI/ POLRI Pensiunan (PNS/TNI/POLRI) Anggota DPRD
Jumlah (orang) 235 9.677 27 15 71 45 1.712 479 449 49 75 1
Sumber : Pemerintah Kecamatan Jasinga, 2008
5.1.3.5. Kondisi Umun Desa Lokasi Penelitian Desa Pamagersari Desa Pamagersari terletak di pusat pemerintahan kecamatan Jasinga. Secara geografis, Desa Pamagersari berada pada ketinggian 150-250 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 1.714 mm/tahun.
Bentuk wilayah Desa
Pamagersari berupa dataran rendah, berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Mayoritas penduduk Desa Pamagersari bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani maupun penyewa lahan.
Selain itu, mata pencaharian lain
penduduk Desa Pamagersari adalah pedagang, buruh perkebunan, pengemudi, dan Pegawai Negeri Sipil.
Desa Wirajaya Desa Wirajaya merupakan wilayah yang letaknya berbatasan dengan Provinsi Banten. Topografi wilayah Desa Wirajaya hampir sama dengan desa lain di Kecamatan Jasinga, yakni berupa gunung-gunung.
Mayoritas penduduk Desa Wirajaya bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. pedagang.
Selain itu, ada juga yang memiliki mata pencaharian sebagai Penduduk Desa Wirajaya yang berprofesi sebagai pedagang tidak
sedikit yang menjalankan usahanya ke luar Kecamatan Jasinga, seperti ke Provinsi Banten dan Jabodetabek. Mata pencaharian lain dari penduduk Desa Wirajaya adalah pengemudi, Pegawai Negeri Sipil, dan TNI/POLRI.
5.2. Karakteristik Responden 5.2.1. Karakteristik Demografi Responden Karakteristik responden dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, suku bangsa, jumlah anggota keluarga, status pernikahan, jumlah pendapatan dan pengeluaran rata-rata per bulan. Berdasarkan usia, karakteristik responden didominasi oleh responden yang berusia 41-50 tahun. Di Kecamatan Cibinong, responden yang berusia 4150 tahun sebanyak 9 responden (25,71 persen), sedangkan di Kecamatan Jasinga sebanyak 12 responden (34,29 persen). Kemudian diikuti oleh responden yang berusia 31-40 tahun sebanyak 8 responden (22,86 persen) di Kecamatan Cibinong dan 10 responden (28,57 persen) di Kecamatan Jasinga. Hal ini terjadi karena pada saat penelitian, sebagian besar masyarakat yang berusia muda sedang bekerja sehingga yang bisa ditemui adalah masyarakat yang sudah tergolong tua. Sisanya adalah responden berusia 15-20 tahun, 21-30 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Persebaran usia responden ditunjukkan pada tabel 13
Tabel 13. Persebaran Usia Responden Kategori Usia 15-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 5 14,29 7 20 8 22,86 9 25,71 6 17,14 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 4 11,43 10 28,57 12 34,29 9 25,71 35 100
Sumber : Data Primer
Responden di Kecamatan Cibinong didominasi oleh laki-laki, karena laki-laki yang sering berinteraksi dengan aparat pemerintah dalam urusan pelayanan publik. Selain itu, pada waktu penelitian umumnya perempuan tidak bersedia dijadikan responden karena merasa khawatir ada unsur-unsur lain dalam penelitian ini. Responden laki-laki berjumlah 22 orang, sedangkan responden perempuan berjumlah 13 orang. Kondisi ini berbeda dengan Kecamatan Jasinga. Di Kecamatan Jasinga justru didominasi oleh responden perempuan karena pada waktu penelitian sebagian besar penduduk laki-laki sedang bekerja.
Jumlah
responden perempuan di Kecamatan Jasinga sebanyak 21 respoden, sedangkan laki-laki sebanyak 14 responden Tabel 14. Persebaran Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 22 62,86 13 37,14 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 14 40 21 60 35 100
Sumber : Data Primer
Jenis pekerjaan responden didominasi oleh Ibu Rumah Tangga/tidak bekerja karena tidak merasa terganggu dengan dijadikan responden. Selain itu masyarakat yang bekerja tidak berada di rumah pada saat penelitian. Responden yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga atau tidak bekerja berjumlah 14 orang (40 persen) di Kecamatan Cibinong dan 20 responden (57,14 persen) di
Kecamatan Jasinga. Sementara responden lainnya berprofesi sebagai mahasiswa/ pelajar, wiraswasta, Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, dan lain-lain. Tabel 15. Persebaran Tingkat Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Mahasiswa/ pelajar Ibu Rumah Tangga/ Tidak bekerja Wiraswasta Pegawai Negeri Pegawai Swasta Lainnya Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 2,86 14 40 10 3 6 1 35
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 20 57,14
28,57 8,57 17,14 2,86 100
5 6 4 35
14,29 17,14 11,43 100
Sumber : Data Primer
Tingkat pendidikan responden cukup bervariasi, mulai dari tidak tamat SD sampai Sarjana/ Pasca Sarjana. Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah SMA/ SMK yang berjumlah 16 responden (45,71 persen) di Kecamatan Cibinong dan 13 responden (37,14 persen) di Kecamatan Jasinga. Secara umum tingkat pendidikan responden di Kecamatan Cibinong lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan Jasinga. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah responden yang tingkat pendidikannya menengah ke atas lebih besar di Kecamatan Cibinong. Berdasarkan data dari Pemerintah Kecamatan Cibinong, mayoritas penduduk Kecamatan Cibinong termasuk ke dalam golongan menengah.
Sedangkan
Kecamatan Jasinga masih termasuk ke dalam golongan bawah. Tabel 16. Persebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD SLTP SMA/ SMK Diploma Sarjana/ Pasca Sarjana Jumlah Sumber : Data Primer
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 8 22,86 6 17,14 16 45,71 3 8,57 2 5,71 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 2 5,71 11 31,43 7 20 13 37,14 1 2,86 1 2,86 35 100
Karakteristik responden berikutnya adalah agama.
Mayoritas agama
yang dianut oleh responden adalah agama Islam dengan jumlah 30 responden (85,71 persen) di Kecamatan Cibinong dan 35 responden (100 persen) di Kecamatan Jasinga. Sisanya Protestan sebanyak 5 responden (14,29 persen) di Kecamatan Cibinong. Sedangkan Katolik, Hindu dan Budha tidak ada baik tidak ada baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Tabel 17. Persebaran Agama Responden Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 30 85,71 5 14,29 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
Responden sebagian besar berasal dari Suku Sunda, yakni 28 responden (80 persen) di Kecamatan Cibinong dan 32 responden (91,43 persen) di Kecamatan Jasinga.
Sisanya berasal dari Jawa, Melayu, dan Kalimantan.
Persebaran suku bangsa responden dapat dilihat pada tabel 18. Hasil ini menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bogor termasuk bagian dari penyebaran mayoritas penduduk Suku Sunda di Pulau Jawa, sehingga responden penelitian didominasi oleh Suku Sunda Tabel 18. Persebaran Suku Bangsa Responden Suku Bangsa Sunda Jawa Melayu Kalimantan Batak Betawi Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 28 80 4 11,43 2 5,71 1 2,86 35 100
Sumber : Data Primer
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 32 91,43 3 8,57 35 100
Responden didominasi oleh keluarga kecil dengan maksimal jumlah anak empat orang.
Hal ini ditunjukkan dengan responden yang memiliki jumlah
anggota keluarga 3-6 orang lebih dominan, baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Sisanya adalah responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 1-2 orang dan lebih dari 6 orang. Persebaran jumlah anggota keluarga ditunjukkan pada tabel 19. Tabel 19. Persebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah Anggota Keluarga 1-2 orang 3-6 orang > 6 orang Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 6 17,14 24 68,57 5 14,29 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 6 17,14 25 71,43 4 11,43 35 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan status pernikahannya, mayoritas responden telah menikah, yakni sebanyak 25 responden (71,43 persen) di Kecamatan Cibinong dan 34 responden (97,14 persen) di Kecamatan Jasinga. Sisanya adalah responden yang belum menikah dan yang berstatus janda/ duda. Persebarannya dapat dilihat pada tabel 20. Tabel 20. Persebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahannya Status Pernikahan Belum Menikah Sudah Menikah Janda/ Duda Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (Orang) Persentase (%) 9 25,71 25 71,43 1 2,86 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (Orang) Persentase (%) 34 97,14 1 2,86 35 100
Sumber : Data Primer
Persentase pendapatan rata-rata masyarakat responden cukup bervariasi, mulai dari kurang dari Rp 500.000 per bulan sampai lebih dari Rp 3.500.000. Mayoritas pendapatan rata-rata responden per bulan di Kecamatan Cibinong adalah kurang dari Rp 500.000, yakni sebanyak 13 responden (37,14 persen). Sedangkan mayoritas pendapatan rata-rata responden per bulan di Kecamatan
Jasinga adalah Rp 500.001–Rp 1.500.000, yakni sebanyak 14 responden (40 persen). Ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan responden tergolong rendah karena mayoritas pekerjaannya adalah Ibu Rumah Tangga atau tidak memiliki pekerjaan tetap.
Sementara responden yang memiliki penghasilan diatas
Rp.2.500.000 relatif sedikit. Persebaran pendapatan rata-rata responden per bulan ditunjukkan pada tabel 21. Tabel 21. Persebaran Pendapatan Rata-rata Responden Per Bulan Pendapatan < Rp 500.000 Rp 500.001–Rp 1.500.000 Rp 1.500.001–Rp 2.500.000 Rp 2.500.001–Rp 3.500.000 > Rp 3.500.000 Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 13 37,14 12 34,29 6 17,14 3 8,57 1 2,86 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 8 22,86 14 40 12 34,28 1 2,86 35 100
Sumber : Data Primer
Pengeluaran rata-rata responden per bulan relaif rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per bulan sehingga pengeluaran diatur sesuai dengan tingkat pendapatannya. Persebaran pengeluaran rata-rata responden per bulan ditunjukkan pada tabel 22. Tabel 22. Persebaran Pengeluaran Rata-rata Responden Per Bulan Pengeluaran < Rp 300.000 Rp 300.001 – Rp 600.000 Rp 600.001 – Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 > Rp 3.000.000 Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 7 20 13 37,14 4 11,43 6 17,14 4 11,43 1 2,86 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 2 5,71 7 20 9 25,71 10 28,57 7 20 35 100
Sumber : Data Primer
5.2.2. Pengalaman dan Pengetahuan Responden Pengalaman dan pengetahuan responden yang diteliti terdiri dari frekuensi responden berkunjung ke kantor instansi pemerintahan, frekuensi
responden berinteraksi dengan petugas instansi pemerintahan, frekuensi responden berkunjung ke beberapa jenis kantor instansi pemerintahan, bentuk kedatangan responden, sumber informasi responden, frekuensi waktu kunjungan ke kantor instansi pemerintahan, motivasi kedatangan responden ke kantor instansi pemerintahan, jenis pelayanan yang dicari responden dan rata-rata waktu yang dibutuhkan responden menunggu pelayanan publik. Pada tabel 23 disajikan persebaran mengenai frekuensi responden yang berkunjung ke kantor instansi pemerintahan.
Responden yang persentase
berkunjung ke kantor instansi pemerintahan paling besar adalah tiap lebih dari dua bulan sekali, yakni sebanyak 20 responden (57,14 persen) di Kecamatan Cibinong dan 18 responden (51,43 persen) di Kecamatan Jasinga. responden yang berkunjung tiap sebulan sekali.
Terbesar kedua adalah
Responden yang sering
berkunjung ke kantor instansi pemerintahan relatif sedikit. Tabel 23. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Kantor Instansi Pemerintahan Frekuensi Setiap hari Lebih dari sekali/ minggu 2 minggu sekali Sebulan sekali 2 bulan sekali Lebih dari 2 bulan sekali Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 2 5,71 2 5,71 3 8,57 7 20 1 2,86 20 57,14 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 4 11,43 4 11,43 8 22,86 1 2,86 18 51,43 35 100
Sumber : Data Primer
Hasil
diatas
menunjukkan
bahwa
intensitas
masyarakat
dalam
memanfaatkan fasilitas dan pelayanan publik masih rendah. Hal ini terjadi karena kultural sebagian masyarakat, terutama yang berada di daerah perdesaan masih cenderung kurang pemahaman dan kesadaran memanfaatkan pelayanan publik.
Pengalaman responden dalam berinteraksi dengan aparat/ petugas instansi pemerintahan cukup beragam.
Pada tabel 24 dapat dilihat bahwa
mayoritas responden masih didominasi oleh responden yang berinteraksi dengan petugas instansi pemerintahan lebih dari dua bulan sekali, yakni 21 responden (60 persen) di Kecamatan Cibinong dan 18 responden (51,43 persen) di Kecamatan Jasinga. Terbesar kedua adalah responden yang berinteraksi sebulan sekali, yakni sebanyak 6 responden (17,14 persen) di Kecamatan Cibinong dan 7 responden (70 persen) di Kecamatan Jasinga.
Sementara yang sering berinteraksi dengan
petugas instansi pemerintahan relatif sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi responden yang berkunjung ke kantor instansi pemerintahan.
Mayoritas
responden jarang berkunjung ke kantor instansi pemerintahan, sehingga interaksi dengan petugas instansi pemerintahan pun sangat jarang. Tabel 24. Persebaran Frekuensi Responden Berinteraksi dengan Petugas Instansi Pemerintahan Frekuensi Setiap hari Lebih dari sekali/ minggu 2 minggu sekali Sebulan sekali 2 bulan sekali Lebih dari 2 bulan sekali Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2,86 3 8,57 3 8,57 6 17,14 1 2,86 21 60 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2,86 4 11,43 4 11,43 7 20 1 2,86 18 51,43 35 100
Sumber : Data Primer
Kantor instansi pemerintahan yang banyak dikunjungi oleh masyarakat adalah kantor desa/ kelurahan. Kemudian yang kedua adalah kantor kecamatan. Responden yang pernah mengunjungi kantor Pemerintah Kabupaten dan Dinas masih
sedikit.
Ini
menunjukkan
bahwa
intensitas
memanfaatkan fasilitas dan pelayanan publik masih rendah.
masyarakat
dalam
Tabel 25. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Beberapa Jenis Kantor Instansi pemerintahan Jenis Kantor Instansi Pemerintahan Desa/ Kelurahan Kecamatan Pemerintah Kabupaten Dinas Lainnya
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) 30 7 4 5 -
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) 33 20 1 1 -
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 25, dari 35 responden, beberapa responden pernah mengunjungi beberapa jenis kantor instansi pemerintahan. Namun sebagian besar responden hanya pernah mengunjungi satu jenis kantor instansi pemerintahan, yakni desa/ kelurahan.
Untuk kantor-kantor pelayanan publik lainnya masih
jarang dikunjungi masyarakat karena beberapa hal.
Pertama, lokasi kantor
instansi pemerintahan yang letaknya jauh dari tempat tinggal, terutama untuk daerah yang terpencil. Kedua, sebagian masyarakat enggan karena pelayanan yang berbelit-belit dan menyulitkan. Ketiga, pelayanan publik kantor instansi pemerintahan masih terkesan lambat dalam memberikan pelayanan. Keempat, kultural sebagian masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil masih cenderung tertinggal dari sisi pengetahuan maupun kesadaran memanfaatkan pelayanan publik. Bentuk kedatangan responden
ke kantor instansi pemerintahan
didominasi oleh datang sendiri dengan jumlah 18 responden (51,43 persen) di Kecamatan Cibinong dan 15 responen (42,86 persen). Alasannya adalah untuk mengurus jenis pelayanan yang biasanya sederhana dan tidak perlu waktu banyak seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang dapat dilakukan di kantor desa/ kelurahan. Selain itu ada juga yang datang ke kantor instansi pemerintahan bersama keluarga/saudara, teman, dan rekan kerja.
Persebaran bentuk kedatangan responden ke kantor instansi pemerintahan ditunjukkan oleh tabel 26. Tabel 26. Persebaran Bentuk Kedatangan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan Bentuk Kedatangan Responden Keluarga/ Saudara Teman Rekan kerja Sendiri Lainnya Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 6 17,14 7 20 4 11,43 18 51,43 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 8 22,86 9 25,71 3 8,57 15 42,86 35 100
Sumber : Data Primer
Sumber informasi mengenai pelayanan publik cukup beragam, namun sebagian besar responden mendapat informasi dari kelurga/ saudara. Sumber informasi lainnya adalah teman, rekan kerja, Billboard/ spanduk, media cetak, media elektronik, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 27. Tabel 27. Persebaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pelayanan Publik Sumber Informasi Keluarga/ saudara Teman Rekan kerja Billboard/ spanduk Media cetak Media elektronik Lainnya Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 12 34,29 6 17,14 5 14,29 2 5,71 2 5,71 5 14,29 3 8,57 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 21 60 11 31,43 1 2,86 2 5,71 35 100
Sumber : Data Primer
Sebagian besar masyarakat responden datang ke kantor instansi pemerintahan pada waktu pagi, tepatnya antara pukul 08.00-11.00 WIB. Responden yang datang ke kantor instansi pemerintahan pada waktu siang dan sore relative sedikit.
Tabel 28. Persebaran Frekuensi Waktu Kunjungan responden ke Kantor Instansi Pemerintahan Waktu Kunjungan Pagi (Pukul 08.00-11.00 WIB) Siang (Pukul 11.00-14.00 WIB) Sore (Pukul 14.00-16.00 WIB) Jumlah
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 24 68,57 11 31,43 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 21 60 9 25,71 5 14,29 35 100
Sumber : Data Primer
Mayoritas responden berkunjung ke kantor instansi pemerintahan pada waktu pagi karena responden menilai bahwa tugas yang dijalankan oleh aparat/ petugas pemerintah masih belum sepenuhnya profesional, terutama dalam hal kedisiplinan waktu. Sebagian besar aparat/ petugas pemerintah tidak bekerja sesuai dengan aturan waktu, misalnya pulang sebelum waktunya. Oleh karena itu masyarakat lebih memilih datang pagi dengan tujuan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Sebagian besar responden datang ke kantor instansi pemerintahan untuk keperluan pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat dari 28 responden yang memilih di Kecamatan Cibinong dan 29 responden di Kecamatan Jasinga.
Motivasi
lainnya adalah bertemu rekan kerja, menyampaikan aspirasi/pendapat, panggilan dari instansi pemerintah, memberikan laporan, dan keperluan lainnya hanya sedikit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29. Persebaran Motivasi Responden Datang ke Kantor Instansi Pemerintahan Motivasi Ada keperluan pelayanan publik Bertemu rekan kerja Menyampaikan aspirasi/ pendapat Panggilan dari instansi pemerintah Laporan Lainnya Sumber : Data Primer
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) 28 3 3 2 4 1
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) 29 2 2 1 -
Ada beberapa responden yang datang ke kantor instansi pemerintahan selain untuk keperluan pelayanan publik juga untuk keperluan lainnya. Ini dapat diketahui dari responden yang memlih lebih dari satu pilihan. Tabel 30 menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat akan keperluan pelayanan publik masih berkisar pada keperluan yang kecil dan sederhana seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, dan sebagainya.
Hal ini ditunjukkan dengan 29 responden di Kecamatan
Cibinong dan 34 responden di Kecamatan Jasinga yang memilih pelayanan tersebut. Kemudian untuk keperluan pembayaran pajak, pengaduan, permohonan bantuan dana, perizinan penggunaan lahan, dan keperluan lainnya masih relatif sedikit. Tabel 30. Persebaran Jenis Pelayanan yang Dicari Responden Dari Kantor Instansi Pemerintahan Jenis Pelayanan Pembuatan KTP, KK, Akta, dll Pembayaran pajak Pengaduan Permohonan bantuan dana Perizinan penggunaan lahan Lainnya
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) 29 5 3 4 2 2
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) 34 2 -
Sumber : Data Primer
Rata-rata waktu yang dibutuhkan masyarakat dalam menunggu pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor ditunjukkan pada tabel 31. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan masyarakat dalam menunggu pelayanan publik cukup beragam. Keragaman
waktu
ini
dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jarak suatu daerah ke pusat pemerintahan.
Daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan membutuhkan
waktu yang relatif singkat, sedangkan untuk daerah yang jauh dari pusat pemerintahan membutuhkan waktu yang relatif
lebih lama.
Kedua, tingkat
kerumitan pelayanan. Apabila pelayanan yang dibutuhkan semakin rumit, maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama.
Ketiga, tingkat profesionalitas
aparat/ petugas pemerintah. Semakin profesional, semakin singkat waktu tunggu yang dibutuhkan.
Begitu pula sebaliknya, semakin tidak professional, waktu
tunggu yang dibutuhkan semakin lama. Tabel 31. Persebaran Rata-rata Waktu yang Dibutuhkan Responden untuk Menunggu Pelayanan Publik Rata-rata waktu yang dibutuhkan Sehari 2-4 hari Seminggu 2-3 Minggu Sebulan Lainnya Jumlah Sumber : Data Primer
Kecamatan Cibinong Jumlah (orang) Persentase (%) 8 22,86 6 17,14 12 34,29 6 17,14 3 8,57 35 100
Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) 5 14,29 18 51,43 10 28,57 1 2,86 1 2,86 35 100
VI. ATRIBUT KINERJA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK
6.1. Atribut Kinerja Pelayanan Publik Atribut-atribut kinerja pelayanan publik yang diteliti disusun menurut Dimensi Kepuasan Masyarakat dan unsur Indeks Kepuasan Masyarakat berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ MENPAN/ 7/ 2003 adalah fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan, kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas, kedisiplinan aparat/ petugas, pelayanan yang cepat dan tepat, kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat, keramahan dan kesopanan aparat/petugas dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, citra aparat, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat memahami kebutuhan masyarakat, waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas, serta pemberian pelayanan kepada masyarakat tanpa pilih-pilih.
Pertama, fasilitas kantor pelayanan adalah kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang didukung oleh ketersediaan sarana pendukung pelayanan lainnya. Fasilitas kantor pelayanan dapat berupa tempat informasi, ruang tunggu pelayanan, telepon, komputer, dan kelengkapan lainnya.
Kedua, kebersihan kantor pelayanan merupakan penunjang kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan ruangan kantor pelayanan yang bersih, kualitas pelayanan dapat menjadi lebih baik karena aparat/ petugas pelayanan merasa tenang dan nyaman dalam melaksanakan tugasnya. Begitu pula masyarakat sebagai penerima pelayanan juga akan merasa nyaman berkunjung ke kantor instansi pemerintah untuk keperluan pelayanan publik.
Ketiga, tempat parkir yang tersedia di kantor pelayanan merupakan sarana penunjang kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tempat parkir yang luas akan membuat aparat/ petugas ataupun masyarakat sebagai penerima pelayanan merasa nyaman apabila harus membawa kendaraan pribadinya, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk menuju ke kantor instansi pemerintahan menjadi lebih efisien.
Keempat, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan menjadi salah satu penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam pelayanan publik. Oleh karena itu, kenyamanan ruang tunggu pelayanan harus diperhatikan. Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dapat dilihat dari dari keadaan ruangan yang bersih, rapi, dan teratur.
Kelima, kewajaran biaya pelayanan adalah keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Biaya pelayanan yang ditetapkan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku agar masyarakat bersedia membayar dan tidak mengeluh dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan karena sudah memahami aturannya.
Keenam, kepastian biaya pelayanan adalah tingkat kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Kadang-kadang biaya yang harus dibayar masyarakat tidak sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan, sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat.
Ketujuh, prosedur pelayanan terkait dengan kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. Prosedur pelayanan menyangkut panjang pendeknya alur birokrasi yang harus ditempuh.
Kedelapan, kemampuan aparat/ petugas pelayanan adalah tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki aparat/ petugas dalam memberikan dan menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan ini dihubungkan dengan tingkat kesesuaian prosedural yang berupa peraturan perundangan dengan implementasi.
Selain itu, kemampuan aparat/ petugas pemerintah adalah
kombinasi antara kualitas intelektual, moral maupun spiritual, sehingga pada gilirannya akan menentukan proses berjalannya good governance di Kabupaten Bogor.
Kesembilan, tanggung jawab aparat/ petugas pelayanan adalah kejelasan wewenang dan tanggung jawab aparat/ petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
Kesepuluh, kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
adalah kesungguhan aparat/ petugas dalam memberikan pelayanan. Kedisiplinan ini terutama menyangkut konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Kesebelas, pelayanan yang cepat merupakan target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Kedua belas, kesibukan aparat/ petugas pelayanan tidak mengganggu
terhadap pelayanan kepada masyarakat sangat diperlukan karena aparat/ petugas pelayanan merupakan perangkat daerah yang tugas pokoknya melayani masyarakat.
Apabila aparat/ petugas disibukkan dengan urusan yang sangat
penting, pelayanan kepada masyarakat harus tetap dilakukan,
misalnya dengan
melimpahkan wewenang kepada aparat lain yang sanggup memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ketiga belas, ketanggapan aparat/ petugas terhadap keluhan masyarakat terkait dengan profesionalisme dan tanggung jawab aparat/ petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan. Aparat/ petugas yang tanggap terhadap keluhan masyarakat menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawabnya dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat.
Keempat belas, kecepatan aparat/ petugas pelayanan dalam penanganan keluhan masyarakat terkait ketanggapan aparat terhadap keluhan masyarakat. Aparat/ petugas pelayanan yang cepat dalam menangani keluhan masyarakat menunjukkan ketanggapannya terhadap keluhan masyarakat.
Kelima belas, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat merupakan upaya dalam meningkatkan akses informasi masyarakat terhadap pelayanan publik. Dengan akses informasi, masyarakat akan memahami tata cara dan prosedur pelayanan, sehingga dapat berpartisipasi langsung dalam pemanfaatan pelayanan publik.
Keenam belas, kesopanan dan keramahan aparat/ petugas adalah sikap dan perilaku aparat/ petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. Ketujuh belas, kejujuran aparat/ petugas pelayanan adalah perilaku aparat/ petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
Kedelapan belas, keamanan dan kenyamanan pelayanan merupakan unsur penting sebagai penunjang pelayanan.
Keamanan pelayanan adalah
terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Sedangkan kenyamanan pelayanan menyangkut kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur, sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
Kesembilan belas, kepastian jadwal pelayanan adalah pelaksanaan waktu pelayanan yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kedua puluh, citra
aparat/
petugas
pemerintah
dimata
masyarakat
terkait
dengan
kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Aparat
pemerintah yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakat, akan menjadikan citra aparat menjadi lebih baik di mata masyarakat. Begitu pula sebaliknya, kinerja aparat yang kurang memuaskan akan menimbulkan citra negatif di mata masyarakat.
Kedua puluh satu, kemudahan dalam proses pelayanan berhubungan dengan persayaratan yang mudah dipenuhi serta birikrasi yang ramping dan tidak berbelit-belit. Kedua puluh dua, pemahaman aparat/ petugas terhadap kebutuhan masyarakat adalah bentuk kepedulian aparat/ petugas pemerintah dalam memahami hal-hal yang dibutuhkan masyarakat yang pada akhirnya akan mewujudkan pelayanan prima.
Kedua puluh tiga, waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas pemerintah terkait dengan profesonalisme aparat/ petugas dalam menyelesaikan pelayanan. Aparat/ petugas yang professional dan penuh tanggung jawab akan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat tidak akan terlalu lama untuk dilayani aparat/ petugas pemerintah.
Kedua
puluh
empat,
keadilan
mendapatkan
pelayanan
adalah
pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan atau status masyarakat yang dilayani.
Dengan kata lain, semua lapisan masyarakat
memperoleh hak yang sama.
6.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki harapan terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Harapan masyarakat hendaknya diimbangi dengan kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Terpenuhinya harapan dari setiap masyarakat akan menumbuhkan kepuasan terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor. Tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor.
Sedangkan tingkat
kinerja merupakan kenyataan yang diterima oleh masyarakat berdasarkan pelaksanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
6.2.1. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong 6.2.1.1. Penilaian Masyarakat Kelurahan Karadenan Tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat Kelurahan Karadenan terhadap 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor dapat dilihat pada tabel 32. Tabel 32. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Karadenan No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,06 3,22 3,06 3,06 3,44 3,39 3,39 3,67
Tingkat Kinerja 2,28 2,61 2,78 2,78 2,33 2,11 2,33 2,61
3,56
2,50
3,61 3,72 3,28
2,11 2,33 2,50
3,44
2,33
3,50
2,06
3,39
2,56
3,44
2,56
3,67 3,61 3,56 3,06
2,44 2,72 2,00 2,50
3,56 3,44
2,50 2,17
3,17
2,06
3,61
2,33
3,41
2,39
Dari tabel 32 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat adalah pelayanan yang cepat, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,72. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah fasilitas kantor pelayanan, tempat parkir, dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 3,06. Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 32 dapat dilihat bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 2,78. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Masyarakat menilai bahwa fasilitas tempat parkir yang tersedia di kantor pelayanan cukup luas sehingga memungkinkan untuk membawa kendaraan pribadi ke kantor pelayanan. Masyarakat juga menilai bahwa di kantor pelayanan terdapat tempat khusus yang disediakan untuk menunggu giliran pelayanan Selain itu, ada juga atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah, yakni kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,00. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah. Kinerja atribut ini dinilai belum memuaskan masyarakat karena jadwal pelayanan yang sering tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan Apabila kepuasan masyarakat dihitung dengan CSI, maka diperoleh nilai sebesar 59,82 persen.
Nilai ini berada pada rentang skala 51-65,99 persen.
Berarti indeks kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar berada pada kriteria “cukup puas”. Hasil perhitungan CSI masyarakat Kelurahan Karadenan dapat dilihat pada tabel 33.
Tabel 33. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Karadenan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,06 3,22
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3,06 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,06 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,44 Kepastian biaya pelayanan 3,39 Prosedur pelayanan 3,39 Kemampuan aparat/ petugas dalam 3,67 menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,56 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,61 pelayanan Pelayanan yang cepat 3,72 3,28 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,44 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,50 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas 3,39 dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,44 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas 3,67 pelayanan Keamanan dan kenyamanan 3,61 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,56 Citra aparat/ petugas pemerintah di 3,06 mata masyarakat Kemudahan dalam proses 3,56 pelayanan Aparat/ petugas pelayanan 3,44 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,17 untuk dilayani aparat/ petugas 3,61 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 81,89 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 3,73 3,93
Rata-rata Skor Kinerja 2,28 2,61
Weighted Score
3,73 3,73
2,78 2,78
0,104 0,104
4,21 4,14 4,14 4,48
2,33 2,11 2,33 2,61
0,098 0,087 0,096 0,117
4,34
2,50
0,108
4,41
2,11
0,093
4,55 4,00
2,33 2,50
0,106 0,100
4,21
2,33
0,098
4,27
2,06
0,088
4,14
2,56
0,106
4,21
2,56
0,107
4,48
2,44
0,109
4,41
2,72
0,120
4,34 3,73
2,00 2,50
0,087 0,093
4,34
2,50
0,108
4,21
2,17
0,091
3,87
2,06
0,079
4,41
2,33
0,103
0,085 0,103
100 2,39 59,82
6.2.1.2. Penilaian Masyarakat Kelurahan Cirimekar Tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar terhadap 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor ditunjukkan pada tabel 34. Tabel 34. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Cirimekar No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,41 3,35 3,06 3,06 3,29 3,29 3,18 3,41
Tingkat Kinerja 2,59 2,76 2,82 2,82 2,59 2,53 2,70 2,70
3,41
2,76
3,53 3,59 3,24
2,18 2,24 2,41
3,35
2,47
3,35
2,29
3,35
2,53
3,35
2,59
3,59 3,53 3,47 3,12
2,59 2,65 2,24 2,24
3,35 3,41
2,65 2,35
3,18
2,47
3,59
2,59
3,35
2,53
Dari tabel 34 terlihat bahwa terdapat tiga atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat Kelurahan Cirimekar, yakni
pelayanan yang cepat, kejujuran aparat pelayanan, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa Pilih-pilih. Nilai rata-rata tingkat kepentingan ketiga atribut tersebut masing-masing sebesar 3,59.
Sedangkan
atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 3,06. Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 34 dapat dilihat bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 2,82. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah berdasarkan tabel 50 terdapat tiga atribut, yakni pelayanan yang cepat, kepastian jadwal pelayanan, dan citra aparat di mata masyarakat dengan nilai rata-rata masing-masing 2,24 Apabila kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar terhadap kinerja pelayanan Publik dihitung dengan CSI, maka diperoleh nilai CSI secara keseluruhan sebesar 63,23 persen. Nilai ini berada pada rentang skala 51-65,99 persen.
Berarti indeks kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar terhadap
kinerja pelayanan Publik Pemkab Bogor berada pada kriteria “cukup puas”. Kinerja ini memperhitungkan tingkat kepentingan menurut masyarakat dengan tingkat kinerja yang dijalankan oleh Pemkab Bogor. Hasil perhitungan CSI masyarakat Kelurahan Cirimekar dapat dilihat pada tabel 51. Dari nilai CSI yang diperoleh, maka secara keseluruhan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik di Kelurahan Cirimekar
lebih tinggi dibandingkan di Kelurahan Karadenan.
Hal ini dianggap wajar
karena lokasi Kelurahan Cirimekar dekat dengan kantor Kecamatan Cibinong. Tabel 35. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Cirimekar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,41 3,35
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3,06 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,06 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,29 Kepastian biaya pelayanan 3,29 Prosedur pelayanan 3,18 Kemampuan aparat/ petugas dalam 3,41 menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,41 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,53 pelayanan Pelayanan yang cepat 3,59 Kesibukan aparat/ petugas tidak 3,24 mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,35 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,35 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas 3,35 dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,35 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas 3,59 pelayanan Keamanan dan kenyamanan 3,53 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,47 Citra aparat/ petugas pemerintah di 3,12 mata masyarakat Kemudahan dalam proses 3,35 pelayanan Aparat/ petugas pelayanan 3,41 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,18 untuk dilayani aparat/ petugas 3,59 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 80,47 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 4,24 4,17
Rata-rata Skor Kinerja 2,59 2,76
Weighted Score
3,80 3,80
2,82 2,82
0,107 0,107
4,09 4,09 3,95 4,24
2,59 2,53 2,70 2,70
0,106 0,104 0,107 0,115
4,24
2,76
0,117
4,38
2,18
0,095
4,46 4,02
2,24 2,41
0,010 0,097
4,17
2,47
0,103
4,17
2,29
0,096
4,17
2,53
0,105
4,17
2,59
0,108
4,46
2,59
0,115
4,38
2,65
0,116
4,31 3,87
2,24 2,24
0,096 0,087
4,17
2,65
0,110
4,24
2,35
0,010
3,95
2,47
0,098
4,46
2,59
0,115
0,110 0,115
2,53 63,23
6.2.1.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Secara Umum Penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat Kecamatan Cibinong pada dua kelurahan secara umum dapat dilihat pada tabel 36. Dari tabel 36 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat adalah pelayanan yang cepat, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,66. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dengan nilai rata-rata sebesar 3,06. Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 36 dapat dilihat bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu pelayanan memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 2,80. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah adalah kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,11. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah. Atribut-atribut kinerja pelayanan Publik pemerintah Kabupaten Bogor akan dibagi kedalam empat kuadran yang menunjukkan tingkat kepentingan dan kinerja dari masing-masing atribut. Empat kuadran tersebut terdiri dari : Pertama, kuadran I (prioritas utama) dengan tingkat kepentingan tinggi dan tingkat kinerja atribut rendah.
Kedua, kuadran II (pertahankan prestasi) dengan tingkat
kepentingan dan kinerja atribut tinggi. Ketiga, kuadran III (prioritas rendah) dengan tingkat kepentingan dan kinerja atribut rendah. Keempat, kuadran IV tingkat kepentingan rendah, Namun tingkat kinerja atribut tinggi.
Kuadran-
kuadran ini dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan nilai total rata-rata
tingkat kepentingan sebesar 3,38 dan nilai total tingkat kinerja sebesar 2,46 seperti terlihat pada gambar 3. Tabel 36. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Cibinong No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,23 3,28 3.06 3,06 3,37 3,34 3,28 3,54
Tingkat Kinerja 2,43 2,68 2,80 2,80 2.45 2,31 2,51 2,66
3,48
2,63
3,57 3,66 3,26
2,14 2,28 2,45
3,40
2,40
3,43
2,17
3,37
2,54
3,40
2,57
3,63 3,57 3,51 3,08
2,51 2,68 2,11 2,37
3,46 3,43
2,57 2,26
3,17
2,26
3,60
2,45
3,38
2,46
Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda-beda. Simbol huruf pada setiap plot menunjukkan nomor atribut. Pemetaan berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja ini memungkinkan Pemkab Bogor untuk
segera melakukan perbaikan-perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dalam jangka waktu yang relatif dekat.
Gambar 3. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Cibinong
Keterangan : A1 = Fasilitas kantor pelayanan A2 = Kebersihan ruangan kantor pelayanan A3 = Tempat parkir A4 = Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan A5 = Kewajaran biaya pelayanan A6 = Kepastian biaya pelayanan A7 = Prosedur pelayanan A8 = Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A9 = Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A10 = Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan A11 = Pelayanan yang cepat A12 = Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat A13 = Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat A14 = Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat A15 = Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat A16 = Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan A17 = Kejujuran aparat/ petugas pelayanan A18 = Keamanan dan kenyamanan pelayanan A19 = Kepastian jadwal pelayanan A20 = Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat A21 = Kemudahan dalam proses pelayanan A22 = Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat A23 = Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas A24 = Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Kuadran I (Prioritas Utama) Atribut kinerja pelayanan publik yang terletak pada kuadran ini dianggap paling berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat karena dinilai sangat penting oleh masyarakat, namun kinerjanya masih belum memuaskan masyarakat. Oleh karena itu, penanganannya perlu diprioritaskan dan ditingkatkan oleh Pemkab Bogor.
Apabila hal ini tidak dilakukan, maka dapat mengurangi kepuasan
masyarakat sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar. Dari sebaran dua puluh empat atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor pada Kecamatan Cibinong, terdapat tujuh atribut yang terletak pada Kuadran I, yakni kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, pelayanan yang cepat, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih. Atribut pertama yang perlu diprioritaskan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor di Kecamatan Cibinong agar segera diperbaiki kinerjanya adalah pelayanan yang cepat karena memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling tinggi dari ketujuh atribut yang terletak pada kuadran pertama, yakni 3,66. pelayanan yang cepat masih dirasakan kurang memuaskan masyarakat karena aparat pelayanan sering menunda-nunda proses pelayanan sehingga pelayanan yang tadinya bisa diselesaikan dalam waktu singkat menjadi lebih lama. Hal ini terkait dengan kedisiplinan aparat yang masih dirasakan kurang. Atribut-atribut lain yang perlu diprioritaskan adalah kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/
petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih. Ketujuh atribut tersebut dinilai penting oleh masyarakat tetapi kinerjanya belum memenuhi harapan masyarakat, sehingga masyarakat responden merasa kecewa. Kedisiplinan aparat pelayanan masih dirasakan kurang memuaskan masyarakat karena masih ada aparat yang mengabaikan waktu kerja, seperti datang terlambat, memperpanjang jam istirahat, dan pulang sebelum waktu kerja selesai. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi lebih lama. Aparat tanggap terhadap keluhan masyarat juga dirasakan kurang memuaskan masyarakat. Hal ini berhubungan dengan pengalaman masyarakat yang kurang mendapat respon baik dari aparat terhadap keluhan yang diadukan. Aparat pelayanan beranggapan bahwa masyakat yang merasa tidak mendapatkan pelayanan dengan baik tidak mengikuti prosedur yang ditentukan, namun masyarakat merasa sudah merasa mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan sehingga masyarakat beranggapan bahwa aparat tidak mempunyai emphaty terhadap keluhan masyarakat. Aparat pelayanan cepat dalam penanganan keluhan masyarakat dinilai belum memuaskan masyarakat. Hal ini terkait dengan kurangnya ketanggapan aparat terhadap keluhan masyarakat. Kepastian jadwal pelayanan dirasakan belum memuaskan masyarakat karena aparat pelayanan sering tidak berada di tempat pada saat jam pelayanan. Hal ini terkait dengan kedisiplinan aparat pelayanan yang masih dirasakan kurang.
Aparat pelayanan memahami kebutuhan masyarakat juga dinilai kurang memuaskan. Hal ini terkait dengan pelayanan yang relatif lambat dari aparat. Padahal masyarakat membutuhkan pelayanan dengan segera, sehingga masyarakat beranggapan bahwa aparat pelayanan tidak memahami kebutuhan masyarakat.
Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran II menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dan kinerjanya sudah dianggap baik atau sesuai dengan harapan masyarakat,
sehingga
Pemerintah
mempertahankan prestasi kinerjanya.
Kabupaten
Bogor
hendaknya
tetap
Atribut-atribut yang termasuk dalam
kuadran ini ada enam, yakni kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, dan kemudahan dalam pelayanan. Selain mempertahankan prestasi kinerjanya, Pemerintah Kabupaten Bogor juga perlu meningkatkan kinerja ketujuh atribut tersebut di masa yang akan datang, sehingga masyarakat tetap memberikan penilaian yang baik terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor dan kepuasan masyarakat tetap terjaga. Kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa sudah terjadi kesesuaian antara keahlian dan keterampilan aparat dengan pekerjaannya, sehingga aparat pelayanan memiliki kemampuan dalam menyediakan pelayanan.
Aparat ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan dianggap telah memuuaskan masyarakat karena dalam memberikan pelayanan aparat selalu ramah dan sopan apabila ada masyarakat yang mengajukan pelayanan. Hal ini didukung oleh aparat yang terampil dalam menghadapi perilaku masyarakat. Tanggung jawab aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat karena sudah ada kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
Misalnya dalam
urusan administrasi pelayanan, dilayani oleh aparat yang khusus bertugas mengurusi administrasi pelayanan. Dengan kata lain tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Kejujuran aparat pelayanan dianggap sudah memuaskan masyarakat. Hal ini terkait dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan, dikenakan prosedur yang sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Keamanan dan kenyamanan pelayanan juga dianggap memuaskan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa dalam mengajukan pelayanan tidak ada ancaman atau resiko dalam pelayanan.
Selain itu, masyarakat menganggap
kondisi sarana dan prasarana bersih serta tertata rapi dan teratur sehingga memberikan rasa nyaman. Kemudahan dalam pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan tertentu, seperti KTP hanya perlu melengkapi persyaratan yang mudah dipenuhi. Keseluruhan atribut dalam kuadran II ini walaupun kinerjanya telah tergolong tinggi dan harus dipertahankan prestasinya, namun sebenarnya tidak tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa atribut tersebut telah memuaskan
masyarakat. Hal ini dikarenakan kinerja keenam atribut tersebut masih dibawah harapan masyarakat, walaupun telah berada di kuadran II dan dianggap sudah tinggi tingkat kinerjanya.
Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran III memuat atribut-atribut yang dianggap memiliki tingkat kepentingan yang rendah dan tingkat kinerja yang rendah pula, sehingga perbaikannya menjadi prioritas rendah. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini ada enam, yakni fasilitas kantor pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat, citra aparat/ petugas di mata masyarakat, dan waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas. Walaupun atribut-atribut ini dianggap kurang penting oleh masyarakat, namun tetap perlu diperhatikan dengan baik karena ketidakpuasan masyarakat dapat berawal pada kinerja atribut tersebut. Fasilitas kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa apabila aparat memiliki sikap profesional dalam menyediakan pelayanan, kurangnya fasilitas kantor pelayanan tidak akan menghambat proses pelayanan. Kewajaran biaya pelayanan dianggap kurang penting karena yang dibutuhkan adalah pelayanan yang cepat agar produk pelayanan dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Misalnya akte tanah untuk jaminan pinjaman ke Bank. Masyarakat bersedia membayar sedikit lebih besar dari biaya yang ditetapkan untuk pelayanan yang cepat, walaupun dalam hati kecil mereka tidak rela membayar lebih besar.
Kepastian biaya pelayanan sudah dianggap kurang penting oleh masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum apabila biaya pelayanan tidak sesuai dengan yang ditetapkan sehingga masyarakat sudah merasa lelah dan tidak mau lagi mempersoalkan hal ini. Kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan dianggap kurang penting oleh masyarakat. Masyarakat menganggap tidak akan memberikan pelayanan yang optimal bila pelayanan dilakukan pada saat aparat disibukkan oleh berbagai urusan seperti rapat internal, panggilan dari instansi pemerintah, dan lain-lain. Citra aparat pelayanan di mata masyarakat dianggap kurang penting. Masyarakat menganggap bahwa kualitas pelayanan tidak dilihat dari citranya, tetapi dari kemampuannya dalam menyediakan pelayanan. Waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa ketika mengajukan pelayanan tidak akan selesai hari itu juga.
Selain itu, ketika mengajukan pelayanan seperti
pengurusan KTP, KK, dan lain-lain hanya melengkapi keperluan adminintrasi sehingga waktu pelayanan tidak lama.
Kuadran IV (Berlebihan) Kuadran
IV
memuat
atribut-atribut
yang
mempunyai
tingkat
kepentingan rendah, tetapi kinerjanya baik. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini ada lima, yakni kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, prosedur pelayanan serta pemberian informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat.
Pada saat ini Pemerintah
Kabupaten Bogor tidak perlu meningkatkan kinerja dari keempat atribut tersebut
karena peningkatan kinerja terhadap atribut ini dianggap berlebihan oleh masyarakat. Kebersihan ruangan kantor pelayanan secara umum termasuk dalam atribut yang mempunyai kinerja baik, namun dianggap kurang penting oleh masyrakat.
Masyarakat menganggap kurang penting karena kenyataannya
masyarakat memiliki intensitas interaksi yang sangat jarang dengan kantor pelayanan. Atribut fasilitas tempat parkir di kantor pelayanan termasuk dalam atribut yang kinerjanya memuaskan, namun dianggap kurang penting.
Pada
kenyataannya dalam pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu sehingga tidak menyebabkan antrian panjang. Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan juga termasuk atribut yang kinerjanya, namun dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu, sehingga atribut ini dianggap kurang penting oleh masyarakat. Prosedur pelayanan termasuk atribut yang kinerjanya baik, namun dianggap kurang penting. Masyarakat tidak mempermasalahkan prosedur yang harus ditempuh, apakah langsung datang ke kantor pelayanan atau melalui RT setempat, karena yang terpenting adalah kejelasan proses pelayanan. Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat termasuk atribut yang kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Hal ini dikarenakan intensitas masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan publik masih kurang akibat proses pelayanan yang sering menyulitkan, sehingga informasi
pentingnya pengurusan pelayanan publik seperti izin usaha kurang diperhatikan masyarakat karena dalam pengurusannya sering dipersulit
Customer Satisfaction Index (CSI) Penentuan tingkat kepuasan masyarakat dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut kinerja pelayanan publik digunakan Customer
Satisfaction Index (CSI). Pada tabel 37 dapat dilihat bahwa nilai weighted total sebesar 2,43 merupakan penjumlahan dari weighted score seluruh atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor di Kecamatan Cibinong. Angka CSI diperoleh dengan membagi nilai weighted total dengan skala maksimum (skala 4) yang digunakan dalam penelitian ini, kemudian dikali seratus persen. Dengan demikian nilai CSI keseluruhan yang diperoleh sebesar 60,71 persen. Nilai CSI sebesar 60,71 persen ini berada pada rentang skala 51-65,99 persen.
Berarti indeks
kepuasan keseluruhan yang dihitung berdasarkan atribut kinerja pelayanan publik berada pada kriteria ”cukup puas”.
Kinerja ini memperhitungkan tingkat
kepentingan menurut masyarakat dengan tingkat kinerja yang dijalankan oleh Pemkab Bogor. Nilai CSI yang diperoleh tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa tingkat kepuasan masyarakat Pemkab Bogor di Kecamatan Cibinong sudah baik karena masih banyak atribut kinerja pelayanan publik yang dinilai belum memuaskan masyarakat atau tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Oleh
karena itu Pemkab Bogor harus segera memperbaiki atribut yang kinerjanya belum memuaskan masyarakat agar kepuasan masyarakat terhadap kinerja
pelayanan publik semakin meningkat sehingga akan diperoleh nilai CSI mendekati seratus persen. Tabel 37. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Cibinong No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,23 3,28
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3.06 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,06 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,37 Kepastian biaya pelayanan 3,34 Prosedur pelayanan 3,28 Kemampuan aparat/ petugas dalam 3,54 menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,48 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,57 pelayanan Pelayanan yang cepat 3,66 Kesibukan aparat/ petugas tidak 3,26 mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,40 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,43 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas 3,37 dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,40 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas 3,63 pelayanan Keamanan dan kenyamanan 3,57 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,51 Citra aparat/ petugas pemerintah di 3,08 mata masyarakat Kemudahan dalam proses 3,46 pelayanan Aparat/ petugas pelayanan 3,43 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,17 untuk dilayani aparat/ petugas 3,60 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 81,2 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 3,98 4,05
Rata-rata Skor Kinerja 2,43 2,68
Weighted Score
3,76 3,76
2,80 2,80
0,091 0,091
4,15 4,12 4,05 4,36
2.45 2,31 2,51 2,66
0,101 0,100 0,098 0,106
4,29
2,63
0,104
4,40
2,14
0,107
4,50 4,01
2,28 2,45
0,109 0,097
4,19
2,40
0,102
4,22
2,17
0,102
4,15
2,54
0,101
4,19
2,57
0,102
4,47
2,51
0,108
4,40
2,68
0,107
4,33 3,80
2,11 2,37
0,105 0,092
4,26
2,57
0,103
4,22
2,26
0,102
3,90
2,26
0,095
4,43
2,45
0,108
0,096 0,098
100 2,43 60,71
6.2.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga 6.2.2.1. Penilaian Masyarakat Desa Pamagersari Penilaian masyarakat Desa Pamagersari terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor dapat dilihat pada tabel 38. Tabel 38. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Persepsi Masyarakat Desa Pamagersari No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,22 3,22 3,00 3,17 3,44 3,39 3,56 3,56
Tingkat Kinerja 2,72 2,78 2,83 2,83 3,06 3,00 2,94 2,94
3,56
3,00
3,50 3,78 3,28
2,83 3,17 2,83
3,39
2,72
3,33
2,77
3,39
2,83
3,28
3,06
3,50 3,33 3,72 3,11
2,89 2,89 2,50 2,61
3,50 3,44
2,78 2,94
3,28
2,67
3,56
3,00
3,39
2,86
Dari tabel 38 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat Desa Pamagersari adalah pelayanan yang cepat, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,78. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah tempat parkir dengan nilai rata-rata sebesar 3,00. Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 38 dapat dilihat bahwa atribut pelayanan yang cepat memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 3,17.
Artinya
atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Sementara itu atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah adalah kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,50. Apabila dihitung dengan CSI, diperoleh nilai CSI sebesar 71,53 persen. Hasil perhitungan CSI ditunjukkan pada tabel 38. Nilai CSI yang diperoleh sebesar 71,53 persen menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pamagersari sudah merasa puas dengan kinerja pelayanan Publik Pemkab Bogor, karena nilai CSI sebesar 71,53 persen berada pada rentang skala 66-80,99 persen atau berada pada kriteria “puas”. Hal ini tidak terlepas dari lokasi Desa Pamagersari yang dekat dengan kantor Kecamatan Jasinga. Selain itu, beberapa masyarakat responden kenal baik dengan aparat kecamatan, sehingga dalam mengajukan pelayanan bisa langsung datang ke kantor kecamatan ataupun datang ke rumah aparat kecamatan di luar jam pelayanan.
Tabel 39. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Pamagersari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,22 3,22
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3,00 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,17 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,44 Kepastian biaya pelayanan 3,39 Prosedur pelayanan 3,56 Kemampuan aparat/ petugas 3,56 dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,56 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,50 pelayanan Pelayanan yang cepat dan tepat 3,78 3,28 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,39 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,33 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas 3,39 dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,28 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas 3,50 pelayanan Keamanan dan kenyamanan 3,33 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,72 Citra aparat/ petugas pemerintah 3,11 di mata masyarakat Kemudahan dalam proses 3,50 pelayanan Aparat/ petugas pelayanan 3,44 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,28 untuk dilayani aparat/ petugas 3,56 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 81,5 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 3,95 3,95
Rata-rata Skor Kinerja 2,72 2,78
Weighted Score
3,68 3,88
2,83 2,83
0,104 0,110
4,23 4,16 4,36 4,36
3,06 3,00 2,94 2,94
0,129 0,125 0,128 0,128
4,36
3,00
0,131
4,29
2,83
0,122
4,64 4,02
3,17 2,83
0,147 0,114
4,16
2,72
0,113
4,09
2,77
0,114
4,16
2,83
0,118
4,02
3,06
0,123
4,29
2,89
0,124
4,09
2,89
0,118
4,57 3,82
2,50 2,61
0,114 0,100
4,29
2,78
0,119
4,23
2,94
0,124
4,02
2,67
0,107
4,36
3,00
0,131
0,108 0,110
100 2,86 71,53
Hal menarik yang terjadi di Desa Pamagersari adalah kinerja aparat di tingkat desa yang belum lama dilantik sangat memuaskan masyarakat. Sebelum terjadi pergantian Kepala Desa beberapa masyarakat responden sering mengeluh dengan kinerja aparat desa dalam pelayanan publik. Pelayanan yang bisa cepat diselesaikan di tingkat Kecamatan kadang-kadang terhambat di tingkat desa. Selain itu, biaya yang dikeluarkan dalam pelayanan dinilai tidak wajar. Namun setelah terjadi pergantian Kepala Desa, masyarakat mulai merasa puas dengan kinerja pelayanan Publik walaupun hanya sebatas pembuatan KTP, KK, dan sejenisnya. Permasalahan yang terjadi di Desa Pamagersari dan desa lainnya di Kecamatan Jasinga adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap aturan yang berlaku, misalnya pembangunan gedung yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Padahal berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Izin Mendirikan bangunan, dapat dikenakan sanksi yang tegas berupa teguran tertulis tiga kali dan bila tetap tidak dipatuhi dapat dilakukan pembongkaran paksa. Namun banyak yang beralasan bahwa tidak perlu mengurus izin karena orang lain juga tidak memiliki izin. Selain itu, tindakan tegas dari pemerintah juga belum terlihat.
6.2.2.2. Penilaian Masyarakat Desa Wirajaya Penilaian masyarakat Desa Wirajaya terhadap tingkat kepentingan dan kinerja atribut pelayanan publik pemkab Bogor ditunjukkan pada tabel 40. Dari tabel 40 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat Desa Wirajaya adalah prosedur pelayanan dan
kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan masing-masing sebesar 3,53.
Sedangkan atribut yang
memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah kebersihan ruangan kantor pelayanan dan tempat parkir dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 3,00. Tabel 40. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Persepsi Masyarakat Desa Wirajaya No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,06 3,00 3,00 3,12 3,35 3,41 3,53 3,53
Tingkat Kinerja 2,29 2,47 2,53 2,53 2,47 2,41 2,47 2,70
3,29
2,59
3,29 3,29 3,24
2,35 2,47 2,59
3,35
2,59
3,29
2,29
3,24
2,47
3,18
2,88
3,47 3,24 3,41 3,06
2,82 2,76 2,35 2,35
3,35 3,47
2,65 2,65
3,41
2,59
3,47
2,65
3,29
2,54
Dilihat dari tingkat kinerja, atribut yang tingkat kinerjanya paling baik menurut persepsi masyarakat adalah aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan dengan nilai rata-rata tingkat kinerja sebesar 2,88. Hal ini dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan yang terjalin dengan baik antara masyarakat dengan aparat pemerintah. Sementara itu, atribut yang tingkat kinerjanya paling rendah adalah fasilitas kantor pelayanan dan aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat dengan nilai rata-rata sebesar 2,29.
Berarti
atribut fasilitas kantor pelayanan dan aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat kinerjanya masih belum memenuhi harapan masyarakat. Fasilitas kantor pelayanan dianggap belum memenuhi harapan masyarakat karena kurangnya kelengkapan kantor pelayanan seperti komputer, tempat arsip dan tempat informasi. Kecepatan aparat dalam penanganan keluhan juga nilai belum memuaskan masyarakat.
Keluhan-keluhan dari masyarakat
hampir selalu tidak dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Menurut persepsi masyarakat, hal ini terkait dengan rendahnya kemampuan aparat dalam menangani keluhan masyarakat yang disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan aparat/ petugas pelayanan. Apabila tingkat kepuasan masyarakat Desa Wirajaya terhadap kinerja pelayanan publik dihitung dengan CSI secara keseluruhan, maka dipeoleh nilai CSI sebesar 63,53 persen.
Nilai CSI sebesar 63,53 persen ini berada pada
rentang skala 51-65,99 persen atau berada pada kriteria “cukup puas”.
Bila
dibandingkan dengan Desa Pamagersari, tingkat kepuasan masyarakat Desa Wirajaya terhadap pelayanan publik lebih rendah.
Tingkat kepuasan ini
ditunjukkan dengan nilai CSI secara keseluruhan. Namun hal ini masih dianggap
wajar karena lokasi Desa Wirajaya yang jauh dari kantor Kecamatan Jasinga atau lebih berdekatan dengan Provinsi Banten. Tabel 41. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Wirajaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,06 3,00
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3,00 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,12 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,35 Kepastian biaya pelayanan 3,41 Prosedur pelayanan 3,53 Kemampuan aparat/ petugas dalam 3,53 menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,29 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,29 pelayanan Pelayanan yang cepat dan tepat 3,29 Kesibukan aparat/ petugas tidak 3,24 mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,35 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,29 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan 3,24 dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,18 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,47 Keamanan dan kenyamanan 3,24 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,41 Citra aparat/ petugas pemerintah di 3,06 mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan 3,35 Aparat/ petugas pelayanan 3,47 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,41 untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua 3,47 lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 79,06 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 3,87 3,79
Rata-rata Skor Kinerja 2,29 2,47
Weighted Score
3,79 3,94
2,53 2,53
0,096 0,100
4,24 4,32 4,46 4,46
2,47 2,41 2,47 2,70
0,105 0,104 0,110 0,121
4,17
2,59
0,108
4,17
2,35
0,098
4,17 4,09
2,47 2,59
0,103 0,106
4,24
2,59
0,110
4,17
2,29
0,096
4,09
2,47
0,101
4,02
2,88
0,116
4,39 4,09
2,82 2,76
0,124 0,113
4,32 3,87
2,35 2,35
0,102 0,091
4,24 4,39
2,65 2,65
0,112 0,116
4,32
2,59
0,112
4,39
2,65
0,116
0,089 0,094
100 2,54 63,53
6.2.2.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Jasinga Secara Umum Penilaian masyarakat Kecamatan Jasinga pada dua desa lokasi penelitian terhadap tingkat kepentingan dan kepuasan 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor dapat dilihat pada tabel 42. Dari tabel 42 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat adalah kepastian jadwal pelayanan, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,57. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah tempat parkir dengan nilai rata-rata sebesar 3,00. Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 42 dapat dilihat bahwa atribut aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 2,97. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah adalah kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,43. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah. Pada gambar 4 dapat dilihat posisi penempatan masing-masing atribut dalam diagram kartesius Importance Performance Analiysis (IPA) penilaian masyarakat di Kecamatan Jasinga. Diagram kartesius dibagi ke dalam empat kuadran. Kuadran-kuadran ini dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan nilai total rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,35 dan nilai total tingkat kinerja sebesar 2,70.
Tabel 42. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Jasinga No
Atribut
1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan Kewajaran biaya pelayanan Kepastian biaya pelayanan Prosedur pelayanan Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan Pelayanan yang cepat Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas pelayanan Keamanan dan kenyamanan pelayanan Kepastian jadwal pelayanan Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat Kemudahan dalam proses pelayanan Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Nilai Total Rata-rata
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tingkat Kepentingan 3,14 3,11 3.00 3,14 3,40 3,40 3,54 3,54
Tingkat Kinerja 2,51 2,63 2,68 2,68 2.77 2,71 2,71 2,83
3,43
2,80
3,40 3,54 3,26
2,60 2,83 2,71
3,37
2,66
3,31
2,54
3,31
2,66
3,23
2,97
3,48 3,29 3,57 3,08
2,86 2,83 2,43 2,48
3,43 3,46
2,71 2,80
3,34
2,63
3,51
2,83
3,35
2,70
Kuadran I (Prioritas Utama) Pada diagram kartesius (gambar 4), terdapat tiga atribut yang menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Kabupaten Bogor karena memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan kinerja yang rendah, yakni Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat dan kepastian jadwal pelayanan.
I
II
III
IV
Gambar 4. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga
Keterangan : A1 = Fasilitas kantor pelayanan A2 = Kebersihan ruangan kantor pelayanan A3 = Tempat parkir A4 = Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan A5 = Kewajaran biaya pelayanan A6 = Kepastian biaya pelayanan A7 = Prosedur pelayanan A8 = Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A9 = Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A10 = Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan A11 = Pelayanan yang cepat A12 = Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat A13 = Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat A14 = Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat A15 = Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat A16 = Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan A17 = Kejujuran aparat/ petugas pelayanan A18 = Keamanan dan kenyamanan pelayanan A19 = Kepastian jadwal pelayanan A20 = Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat A21 = Kemudahan dalam proses pelayanan A22 = Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat A23 = Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas A24 = Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Atribut pertama yang perlu diprioritaskan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor agar segera diperbaiki kinerjanya adalah kepastian jadwal pelayanan karena memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling tinggi dari ketiga atribut yang terletak pada kuadran pertama, yakni 3,57. kemudian atribut-atribut yang perlu diprioritaskan adalah Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan dan aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat. Kepastian jadwal pelayanan dirasakan belum memuaskan masyarakat karena kurangnya kedisiplinan aparat dalam menyediakan pelayanan. Hal ini membuat jadwal pelayanan menjadi tidak pasti. Kedisiplinan aparat pelayanan tidak memuaskan masyarakat karena aparat pelayanan sering tidak berada di tempat pada saat jam kerja. Hal ini mengakibatkan proses pelayanan menjadi lebih lama. Aparat tanggap terhadap keluhan masyarakat dirasakan belum memuaskan masyarakat.
Hal ini terkait dengan penanganan keluhan yang
terkesan lambat, sehingga masyarakat menganggap aparat tidak tanggap terhadap keluhan yang diadukan.
Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran II menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dan kinerjanya sudah baik, sehingga Pemerintah Kabupaten Bogor hendaknya tetap mempertahankan prestasi kinerjanya.
Atribut-atribut yang
termasuk dalam kuadran ini ada sepuluh, yakni kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan, kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan, pelayanan yang cepat, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat/ petugas memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih.
Selain mempertahankan prestasi kinerjanya,
Pemerintah Kabupaten Bogor juga perlu meningkatkan kinerja ketujuh atribut tersebut di masa yang akan datang, sehingga masyarakat tetap memberikan penilaian yang baik terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor dan kepuasan masyarakat tetap terjaga. Kewajaran biaya pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Menurut anggapan masyarakat, biaya pelayanan seperti pembuatan KTP, KK, dan sejenisnya dapat dijangkau oleh masyarakat karena tidak terlalu memberatkan. Kepastian biaya pelayanan juga dianggap telah memuaskan masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa biaya pelayanan yang dikeluarkan telah sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan. Prosedur pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat karena secara umum tahapan dalam pelayanan cukup sederhana, terutama untuk pelayanan yang sifatnya dapat diselesaikan di tingkat kecamatan. Masyarakat menganggap tidak perlu menempuh alur birokrasi yang panjang. Kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat karena secara umum sudah sesuai antara keahlian dengan pekerjaannya, walaupun ada sedikit yang belum sesuai antara keahlian dan pekerjaannya. Hal ini dianggap sudah cukup memuaskan masyarakat. Tanggung jawab aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat karena sudah ada kejelasan wewenang dan tanggung
jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
Misalnya dalam
urusan administrasi pelayanan, dilayani oleh aparat yang khusus bertugas mengurusi administrasi pelayanan. Dengan kata lain tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Pelayanan yang cepat dianggap telah memuaskan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan yang sudah dianggap baik.
Namun, kadang-kadang pelayanan menjadi lambat akibat
kedisiplinan aparat dalam menyediakan pelayanan yang masih dirasakan kurang. Kejujuran aparat pelayanan dianggap sudah memuaskan masyarakat. Hal ini terkait dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan, melalui prosedur yang sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kemudahan dalam pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan tertentu, seperti KTP hanya perlu melengkapi persyaratan yang mudah dipenuhi. Aparat pelayanan memahami kebutuhan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pengalaman responden ketika mengikuti pembuatan KTP kolektif dengan biaya yang relatif terjangkau. Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih juga dianggap memuaskan masyarakat.
Hal ini
dikarenakan masyarakat menganggap tidak adanya perbedaan dalam pelayanan.
Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran III memuat atribut-atribut yang dianggap memiliki tingkat kepentingan yang rendah dan tingkat kinerja yang rendah pula, sehingga perbaikannya menjadi prioritas rendah. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini
ada delapan, yakni fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat, citra aparat/ petugas di mata masyarakat, dan waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas. Fasilitas kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa apabila aparat memiliki sikap profesional dalam menyediakan pelayanan, kurangnya fasilitas kantor pelayanan tidak akan menghambat proses pelayanan. Kebersihan ruangan kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh masyrakat.
Masyarakat menganggap kurang penting karena kenyataannya
masyarakat memiliki intensitas interaksi yang sangat jarang dengan kantor pelayanan. Atribut fasilitas tempat parkir di kantor pelayanan termasuk dalam atribut yang dianggap kurang penting.
Pada kenyataannya dalam pengajuan
pelayanan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu sehingga tidak menyebabkan antrian panjang Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan juga termasuk atribut yang dianggap kurang penting.
Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam
pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu, sehingga atribut ini dianggap kurang penting oleh masyarakat. Aparat cepat dalam penanganan keluhan masyarakat dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan pengalaman masyarakat yang beberapa kali melakukan pengaduan, namun tidak pernah terselesaikan dalam waktu yang
singkat sehingga masyarakat sudah merasa lelah dengan kondisi seperti itu. Hal ini membuat masyarakat menjadi enggan melakukan pengaduan bila ada keluhan sehingga atribut menjadi dianggap kurang penting. Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat dianggap kurang penting. Hal ini dikarenakan intensitas masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan publik masih kurang akibat proses pelayanan yang sering menyulitkan, sehingga informasi pentingnya pengurusan pelayanan publik seperti izin usaha kurang diperhatikan masyarakat karena dalam pengurusannya sering dipersulit Citra aparat pelayanan di mata masyarakat dianggap kurang penting. Masyarakat menganggap bahwa kualitas pelayanan tidak dilihat dari citranya, tetapi dari kemampuannya dalam menyediakan pelayanan. Waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa ketika mengajukan pelayanan tidak akan selesai hari itu juga.
Selain itu, ketika mengajukan pelayanan seperti
pengurusan KTP, KK, dan lain-lain hanya melengkapi keperluan adminintrasi sehingga waktu pelayanan tidak lama.
Kuadran IV (Berlebihan) Kuadran
IV
memuat
atribut-atribut
yang
mempunyai
tingkat
kepentingan rendah, tetapi kinerjanya baik. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini ada tiga, yakni kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat, aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan serta keamanan dan kenyamanan pelayanan. Pada saat ini Pemerintah Kabupaten Bogor tidak perlu meningkatkan kinerja dari keempat atribut tersebut
karena peningkatan kinerja terhadap atribut ini dianggap berlebihan oleh masyarakat. Kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan memiliki tingkat kinerja yang sudah baik, namun dianggap kurang penting oleh masyarakat. Masyarakat menganggap tidak akan memberikan pelayanan yang optimal bila pelayanan dilakukan pada saat aparat disibukkan oleh berbagai urusan seperti rapat internal, panggilan dari instansi pemerintah, dan lain-lain. Aparat ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan termasuk atribut yang kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Masyarakat menilai pelayanan menjadi tidak berarti bila aparat ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan, namun kemampuan dalam memberikan pelayanan sangat kurang Keamanan dan kenyamanan pelayanan merupakan atribut yang kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan pengajuan pelayanan yang tidak memerlukan waktu yang lama.
Customer Satisfaction Index (CSI) Dalam menentukan tingkat kepuasan masyarakat dihitung dengan CSI. Pada tabel 43 dapat dilihat bahwa nilai weighted total sebesar 2,70 merupakan penjumlahan dari weighted score seluruh atribut kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor di Kecamatan Jasinga.
Angka CSI diperoleh
dengan membagi nilai weighted total dengan skala maksimum (skala 4) yang digunakan dalam penelitian ini, kemudian dikali seratus persen.
Tabel 43. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Jasinga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Atribut
Rata-rata Skor Kepentingan 3,14 3,11
Fasilitas kantor pelayanan Kebersihan ruangan kantor pelayanan Tempat parkir yang tersedia 3.00 Kenyamanan ruang tunggu kantor 3,14 pelayanan Kewajaran biaya pelayanan 3,40 Kepastian biaya pelayanan 3,40 Prosedur pelayanan 3,54 Kemampuan aparat/ petugas 3,54 dalam menyediakan pelayanan Tanggung jawab aparat/ petugas 3,43 dalam menyediakan pelayanan Kedisiplinan aparat/ petugas 3,40 pelayanan Pelayanan yang cepat 3,54 3,26 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat Aparat/ petugas tanggap terhadap 3,37 keluhan masyarakat Aparat/ petugas cepat dalam 3,31 penanganan keluhan masyarakat Pemberian informasi yang jelas 3,31 dan dimengerti oleh masyarakat Aparat/ petugas ramah dan sopan 3,23 dalam memberikan pelayanan Kejujuran aparat/ petugas 3,48 pelayanan Keamanan dan kenyamanan 3,29 pelayanan Kepastian jadwal pelayanan 3,57 Citra aparat/ petugas pemerintah 3,08 di mata masyarakat Kemudahan dalam proses 3,43 pelayanan Aparat/ petugas pelayanan 3,46 memahami kebutuhan masyarakat Waktu tunggu yang dibutuhkan 3,34 untuk dilayani aparat/ petugas 3,51 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Total 80,31 Weighted Total Customer Satisfaction Index (%)
Importante Weighting Factor (%) 3,91 3,88
Rata-rata Skor Kinerja
Weighted Score
2,51 2,63
0,098 0,102
3,74 3,91
2,68 2,68
0,100 0,105
4,23 4,23 4,41 4,41
2.77 2,71 2,71 2,83
0,117 0,115 0,120 0,125
4,27
2,80
0,119
4,23
2,60
0,110
4,41 4,06
2,83 2,71
0,125 0,110
4,20
2,66
0,112
4,13
2,54
0,105
4,13
2,66
0,110
4,02
2,97
0,119
4,34
2,86
0,124
4,09
2,83
0,116
4,45 3,84
2,43 2,48
0,110 0,095
4,27
2,71
0,116
4,30
2,80
0,120
4,16
2,63
0,109
4,38
2,63
0,124
100 2,70 67,63
Dengan demikian nilai CSI keseluruhan yang diperoleh sebesar 67,63 persen. Nilai CSI sebesar 67,63 persen ini berada pada rentang skala 66-80,99 persen. Berarti indeks kepuasan keseluruhan yang dihitung berdasarkan atribut kinerja
pelayanan
publik
berada
pada
kriteria
”puas”.
Kinerja
ini
memperhitungkan tingkat kepentingan menurut masyarakat dengan tingkat kinerja yang dijalankan oleh Pemkab Bogor. Nilai CSI yang diperoleh tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa tingkat kepuasan masyarakat Pemkab Bogor di Kecamatan Jasinga sudah baik karena masih banyak atribut kinerja pelayanan publik yang dinilai belum memuaskan masyarakat atau tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Oleh
karena itu Pemkab Bogor harus segera memperbaiki atribut yang kinerjanya belum memuaskan masyarakat agar kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik semakin meningkat sehingga akan diperoleh nilai CSI mendekati seratus persen.
6.2.3. Perbandingan Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Dengan Kecamatan Jasinga Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pada tabel 44 dapat dilihat perbandingan posisi atribut kinerja pelayanan publik di Kecamatan Cibinong dengan di Kecamatan Jasinga. Di Kecamatan Cibinong terdapat tujuh atribut yang berada pada Kuadran I, sedangkan di Kecamatan Jasinga hanya terdapat tiga atribut. Ini menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik di Kecamatan Jasinga lebih baik menurut penilaian masyarakat karena atribut yang menjadi prioritas tinggi dengan kinerja rendah lebih sedikit di Kecamatan Jasinga. Selain itu, atribut dengan tingkat kepentingan tinggi dengan kinerja yang baik juga lebih banyak di Kecamatan Jasinga. Hal ini ditunjukkan
oleh Kuadran II pada tabel 44. Kecamatan Cibinong hanya memiliki 6 atribut yang berada di Kuadran II, sedangkan Kecamatan Jasinga memiliki 10 atribut. Sedangkan untuk kuadran III dan IV tidak ada perbedaan yang mencolok. Ada beberapa atribut yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, diantaranya adalah kedisiplinan aparat, aparat tanggap terhadap keluhan masyarakat, dan kepastian jadwal pelayanan. Atribut-atribut tersebut memiliki prioritas kepentingan yang tinggi namun kinerjanya rendah, baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Selain itu, ada beberapa atribut lain yang berada pada kuadran yang sama.
Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung
jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, dan kemudahan dalam pelayanan berada pada Kuadran II baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga.
Dengan demikian
Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mempertahankan kinerja atribut-atribut tersebut karena memiliki prioritas kepentingan yang tinggi disertai dengan kinerja yang cukup baik. Begitu pula dengan atribut-atribut yang berada pada kuadran sama baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga juga perlu dipertimbangkan walaupun tingkat kepentingannya rendah.
Atribut-atribut
tersebut ditunjukkan di kuadran III dan kuadran IV pada tabel 44. Berdasarkan perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI), tingkat kepuasan masyarakat di Kecamatan Jasinga lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di Kecamatan Cibinong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CSI sebesar 67,63 persen untuk kinerja pelayanan publik di Kecamatan Jasinga, Sedangkan di Kecamatan Cibinong nilai CSInya sebesar 60,71 persen.
Tabel 44. Perbandingan Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pada Pemerintah Kecamatan Cibinong dengan Pemerintah Kecamatan Jasinga Posisi Atribut Prioritas Utama (Kuadran I)
Pertahankan Prestasi (Kuadran II)
Prioritas Rendah (Kuadran III)
Berlebihan (Kuadran IV)
Wilayah Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga 1. Kedisiplinan Aparat/ Petugas 1. Kedisiplinan Aparat/ Petugas Pelayanan Pelayanan 2. Pelayanan yang cepat 2. Aparat/petugas tanggap terhadap 3. Aparat/petugas tanggap terhadap keluhan keluhan masyarakat masyarakat 3. Kepastian jadwal pelayanan 4. Aparat/petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat 5. Kepastian jadwal pelayanan 6. Aparat/petugas memahami kebutuhan masyarakat 7. Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih 1. Kewajaran biaya pelayanan 1. Kemampuan aparat/ petugas dalam 2. Kepastian biaya pelayanan menyediakan pelayanan 3. Prosedur pelayanan 2. Tanggung jawab aparat/petugas dalam 4. Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan menyediakan pelayanan 3. Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam 5. Tanggung jawab aparat/petugas memberikan pelayanan dalam menyediakan pelayanan 4. Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 6. Pelayanan yang cepat 5. Keamanan dan kenyamanan pelayanan 7. Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 6. Kemudahan dalam pelayanan 8. Kemudahan dalam pelayanan 9. Aparat/petugas memahami kebutuhan masyarakat 10. Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih 1. Fasilitas kantor pelayanan 1. Fasilitas kantor pelayanan 2. Kebersihan ruangan kantor 2. Kewajaran biaya pelayanan pelayanan 3. Kepastian biaya pelayanan 3. Tempat parkir 4. Kesibukan aparat/ petugas tidak 4. Kenyamanan ruang tunggu kantor mengganggu terhadap pelayanan pelayanan masyarakat 5. Aparat/petugas cepat dalam 5. Citra aparat di mata masyarakat penanganan keluhan masyarakat 6. Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk 6. Pemberian informasi yang jelas dan dilayani aparat dimengerti oleh masyarakat 7. Citra aparat di mata masyarakat 8. Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat 1. Kesibukan aparat/ petugas tidak 1. Kebersihan ruangan kantor pelayanan mengganggu terhadap pelayanan 2. Tempat parkir masyarakat 3. Kenyamanan ruang tunggu kantor 2. Aparat/ petugas ramah dan sopan pelayanan dalam memberikan pelayanan 4. Prosedur pelayanan 5. Pemberian informasi yang jelas dan 3. Keamanan dan kenyamanan pelayanan dimengerti oleh masyarakat
Tingginya kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik di Kecamatan Jasinga dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya: 1. Kondisi Sosial Mayarakat Kondisi sosial masyarakat di suatu wilayah dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik di wilayah tersebut.
Kecamatan Jasinga yang
merupakan wilayah perdesaan dengan corak masyarakat yang masih menganut sistem kekeluargaan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. Hubungan yang baik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, baik aparat desa maupun aparat kecamatan berimplikasi pada pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat.
Di Kecamatan Jasinga pelayanan publik kadang-kadang dapat
dilakukan di luar jam pelayanan apabila keadaannya mendesak, walaupun hanya sebatas pelayanan yang sederhana dengan prosedur yang tidak terlalu rumit. Seperti pembuatan KTP, KK, dan sejenisnya. Hal ini berbeda dengan Kecamatan Cibinong yang merupakan wilayah perkotaan dengan corak masyarakat yang mulai mengarah pada individualistis. 2. Pemahaman Aparat Terhadap Kebutuhan Masyarakat Peran aparat desa sangat berpengaruh terhadap pelayanan di Kecamatan karena desa merupakan perantara pelayanan ke kecamatan. Masyarakat biasanya mengajukan pelayanan publik melalui Pemerintahan Desa terlebih dahulu. Aparat Desa di lokasi penelitian, terutama di Kecamatan Jasinga memahami kebutuhan masyarakat. Misalnya di Desa Pamagersari pernah dilakukan pembuatan KTP kolektif untuk masyarakat yang belum punya KTP ataupun yang sudah habis masa berlakunya kepemilikan KTP dengan biaya yang relatif terjangkau. Kinerja aparat desa dipengaruhi oleh status desa yang berbeda dengan kelurahan. Kinerja
yang baik dari aparat desa dapat menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat, sehingga masyarakat mungkin akan mempercayakan kembali untuk memimpin wilayahnya di periode mendatang. Ini menjadi motivasi yang mendorong kinerja aparat desa di lokasi penelitian untuk lebih optimal dalam melayanai masyarakat. Hal ini berbeda dengan aparat kelurahan yang diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 3. Keadilan Dalam Pelayanan Masyarakat
menganggap
bahwa
pelayanan
yang
dilakukan
di
Kecamatan Jasinga lebih puas dibandingkan di Kecamatan Cibinong dalam hal keadilan memperoleh pelayanan, terutama pelayanan yang bersifat sederhana seperti KTP dan KK, walaupun jadwal selesainya pelayanan kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai gambaran, di Kecamatan Jasinga skor tingkat kinerja untuk atribut keadilan pelayanan lebih tinggi dibandingkan Kecamatan Cibinong. Hal ini dapat dibandingkan pada tabel 52 dan tabel 58. pada nomor 24. Beberapa responden di Kecamatan Cibinong pernah mengeluh terhadap perbedaan pelayanan yang diberikan aparat pemerintah.
Perbedaan
tersebut berupa jadwal selesainya pelayanan, biaya pelayanan, serta syarat pelayanan. Namun sebagian besar responden mengeluh dalam hal perbedaan selesainya waktu pelayanan.
Sementara di Kecamatan Jasinga tidak ada
responden yang mengeluh mengenai keadilan pelayanan. 4. Tingkat Kesadaran Masyarakat Terhadap Peraturan Tingkat kesadaran masyarakat Kecamatan Jasinga terhadap peraturan yang berlaku relatif kurang, misalnya mendirikan bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal mendidrikan bangunan tanpa IMB dapat dikenakan
sanksi yang tegas. Selain itu, masyarakat Kecamatan Jasinga relatif kurang begitu peduli terhadap pelayanan lain yang sifatnya diselesaikan oleh Dinas seperti masalah izin usaha, pekerjaan umum, pertanahan dan lain-lain. Selain itu tidak sedikit masyarakat Kecamatan Jasinga yang memiliki KTP ganda, seperti KTP Kabupaten Bogor dengan KTP Jakarta. Mereka memiliki KTP ganda dengan alasan untuk mempermudah dalam urusan usahanya karena yang memiliki KTP ganda pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang di luar kabupaten Bogor. Masyarakat yang tidak taat terhadap peraturan tersebut tidak mendapat tindakan yang tegas dari Pemerintah, terutama Pemerintah Kecamatan sehingga mereka merasa aman tanpa harus memikirkan sanksi. Hal ini berbeda dengan di Kecamatan Cibinong. Masyarakat tidak diperbolehkan memiliki KTP ganda karena akan dikenakan sanksi yang tegas. Selain itu masyarakat yang melanggar aturan seperti tidak memiliki IMB, Izin Usaha dan perizinan lain juga akan dikenakan sanksi. Hal ini terkait dengan lokasi Kecamatan Cibinong yang dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor.
VII. IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAYANAN PUBLIK
7.1. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Cibinong Terhadap Pelayanan Publik Implikasi kebijakan dari penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor adalah rekomendasi arah kebijakan yang perlu ditetapkan guna memperbaiki kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor. Berdasarkan analisis Importance Performance Analysis (IPA), atribut yang memiliki prioritas kepentingan tinggi, namun kinerjanya belum baik yakni kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, pelayanan yang cepat, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih.
Oleh karena itu, arah kebijakan untuk
Kecamatan Cibinong dapat berfokus pada atribut-atribut tersebut. Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan menunjukkan profesionalisme dan kesungguhan aparat/ petugas dalam memberikan pelayanan.
Masyarakat
menilai bahwa kedisiplinan aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan saat ini belum begitu baik. Misalnya sebagian aparat/ petugas sudah pulang sebelum selesai waktu kerja, memperpanjang jam istirahat, ataupun datang terlambat. Tentu hal ini membuat sebagian besar masyarakat kecewa. Masyarakat Kabupaten Bogor yang tinggal di Kecamatan Cibinong sangat
memprioritaskan
pelayanan
yang
cepat.
Sebagian
masyarakat
mengeluhkan proses pelayanan yang sering di tunda-tunda, sehingga pelayanan yang tadinya bisa diselesaikan dengan cepat menjadi lebih lambat. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bogor menganggap bahwa ketanggapan aparat pemerintah terhadap keluhan masyarakat masih kurang. Ketika masyarakat mengadukan keluhan, aparat cenderung menyalahkan masyarakat yang tidak mengikuti prosedur. Sedangkan masyarakat merasa sudah mengikuti ketentuan yang berlaku. Kecepatan aparat/ petugas pelayanan dalam penanganan keluhan masyarakat terkait ketanggapan aparat terhadap keluhan masyarakat serta tingkat kapabilitasnya. Aparat/ petugas pelayanan yang cepat dalam menangani keluhan masyarakat
menunjukkan
ketanggapannya
terhadap
keluhan
masyarakat.
Masyarakat juga menilai dalam penanganan keluhan masih lambat. Masyarakat menganggap bahwa aparat kurang tanggap serta kurang memiliki kemampuan dalam melayani masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat pendidikan aparat tidak sedikit yang hanya tamat SMA. Kepastian jadwal pelayanan adalah pelaksanaan waktu pelayanan yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Masyarakat menganggap bahwa jadwal pelayanan kadang-kadang tidak pasti, meskipun pada waktu jam kerja. Misalnya dalam hal pembuatan KTP ke kantor desa/ kelurahan, aparat yang mengurus hal itu kadang-kadang tidak berada di tempat. Kalaupun ada bisa saja terhambat di kecamatan dengan alasan lain-lain, seperti petugasnya tidak ada, sibuk dan lain-lain. Hal ini terkait dengan kedisiplinan aparat dalam memberikan pelayanan.
Sebagian besar masyarakat masih menilai bahwa aparat pemerintah masih belum memahami kebutuhan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari
pelayanan yang cenderung lambat. Selain itu, masyarakat juga menilai bahwa pelayanan yang diberikan aparat pemerintah kadang-kadang mengutamakan golongan tertentu, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Dalam memperbaiki kinerja atribut pelayanan publik di Kecamatan Cibinong yang dinilai masih rendah, maka Pemerintah Kabupaten Bogor perlu menetapkan arah kebijakan sebagai berikut: 1. Peningkatan Profesionalisme aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan melalui program penguatan kapasitas aparat pemerintahan. Misalnya dengan memberikan penataran dan pelatihan-pelatihan kepada semua aparat pemerintahan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka bukan tidak mungkin akan terbentuk aparat pemerintah dengan jiwa profesional dan peduli terhadap sesama yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan. 2. Menciptakan birokrasi yang ramping dan tidak berbelit-belit melalui pembenahan dalam dua hal, yakni sumberdaya manusia dan sumberdaya sistem. Pembenahan sumberdaya dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalisme aparat pemerintah, sedangkan pembenahan sumberdaya sistem dapat dilakukan misalnya melalui studi banding ke daerah yang dapat menyelenggarakan pelayanan dengan birokrasi yang sederhana. 3. Meningkatkan pengawasan terhadap kinerja aparat pemerintah dalam pelayanan publik.
7.2. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Jasinga Terhadap Pelayanan Publik Berdasarkan analisis Importance Performance Analysis (IPA), atribut yang memiliki prioritas kepentingan tinggi, namun kinerjanya belum baik adalah kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat dan kepastian jadwal pelayanan. Oleh karena itu, arah kebijakan yang perlu ditetapkan terhadap pelayanan publik di Kecamatan Jasinga berfokus pada ketiga atribut ini. Dalam memperbaiki kinerja atribut pelayanan publik di Kecamatan Jasinga yang dinilai masih rendah, maka arah kebijakan yang perlu ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor lebih menekankan pada peningkatan profesionalisme aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan, merampingkan birokrasi dan pengawasan kinerja aparat pemerintah.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Atribut-atribut kinerja pelayanan publik yang diteliti diidentifikasi dari indikator kualitas pelayanan dan unsur Indeks Kepuasan Masyarakat berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ MENPAN/ 7/ 2003. 2. Berdasarkan analisis IPA, atribut yang perlu dijadikan prioritas utama dalam perbaikannya adalah kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, pelayanan yang cepat, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih di Kecamatan Cibinong serta Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat dan kepastian jadwal pelayanan di Kecamatan Jasinga. Atribut-atribut ini dianggap penting, namun kinerjanya belum memuaskan masyarakat. Bila dilihat dari tingkat kepuasannya, masyarakat Kabupaten Bogor secara keseluruhan merasa puas dengan kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Customer
Satisfaction Index (CSI) sebesar 60,71 persen di Kecamatan Cibinong dan 67,63 persen di Kecamatan Jasinga. 3. Berdasarkan analisis IPA, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik sebaiknya berfokus pada atribut yang dianggap penting, namun belum meuaskan masyarakat. Arah kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik adalah dengan memperbaiki profesionalisme aparat pemerintahan melalui penguatan kapasitas aparat pemerintahan, menciptakan birokrasi yang ramping,
dan pengawasan
terhadap kinerja aparat pemerintah.
8.2. Saran 1. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya banyak melakukan pendidikan dan pelatihan bagi semua aparat pemerintahan agar dapat melakukan pelayanan dengan optimal serta meningkatkan profesionalisme aparat pemerintahan. 2. Pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Camat dalam hal pelayanan publik harus jelas agar tidak terjadi kerancuan dalam pelaksanaan tugas dengan perangkat daerah lainnya. 3. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya terbuka terhadap penilaian pihak luar terutama penelitian dari kalangan akademisi, karena dapat menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan. Saat ini aparat pemerintah seolah-olah kurang tanggap terhadap penelitian yang dilakukan oleh
kalangan
akademisi
dengan
memperlambat proses perizinan.
memperpanjang
alur
birokrasi
serta
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2006. Kerjasama Bappeda Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. Bogor. Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. PT.Elex Media Komputindo. Jakarta. Bryant, Coralie dan Louise G. White. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3ES. Jakarta. Crescent. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri : Pengembangan Model Sistem Keterjaminan Sosial. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Engel, F., Blackwell, R.D. & Paul W. Winiard. 1994. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara. Jakarta. Gunawan, R.H., Nurleyla Hatala & Yossi R.W. 2006.’Urgensi Reformasi Birokrasi Bagi Percepatan Pemberantasan Korupsi’. www.redifer.blogspot.com Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta. Kelurahan Cirimekar. 2007. Laporan Tahunan 2007 Kelurahan Cirimekar. Pemerintah Kabupaten Bogor, Kecamatan Cibinong. Bogor. Kepmenpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003. Unsur Dasar Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Jakarta. Masyarakat Transparansi Indonesia. 2008. ’Prinsip-prinsip Good Governance’. www.transparansi.or.id Mohamad, Ismail. 2003. ’Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi’. Disampaikan dalam seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi. Bappenas. Jakarta. 18 Desember. Nazara, C.M. 2006. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchsen, Mursad. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Nasabah Terhadap Mutu Pelayanan Bank BRI Cabang Pinrang Sulawesi Selatan. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang Sampai Otonomi Daerah. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pemerintah Kecamatan Cibinong. 2007. Program Kerja Kecamatan Cibinong: Pencapaian Pelayanan Prima Demi Terwujudnya Kecamatan Cibinong Sebagai Kawasan Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa Berlandaskan Iman dan Taqwa. Pemerintah Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Bogor. Pemerintah Kecamatan Jasinga. 2008. Laporan Bulanan Kecamatan Jasinga. Pemerintah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Bogor. Pramusinto, Agus. 2006. ’Inovasi-inovasi Pelayanan Publik Untuk Pengembangan Ekonomi Lokal’. Makalah disampaikan dalam Semiloknas ”Peraturan Daerah Dalam Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah: Meningkatkan Akses dan Partisipasi Publik Dalam Menelaah Perda Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntabilitas Pengimplementasian Peraturan Daerah”. Program Justice for the Poor-Bank Dunia, ADKASI dan Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD). Jakarta. 26-27 Juli. Rico, Handiman. 2006. Kebijakan Nasional Dalam Perencanaan Tata Ruang. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bogor. Saturwa, Henry Nosih. 2007. Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan PDAM (Studi Kasus PDAM Tirta Dharma Kabupaten Kendal). Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumodiningrat, Gunawan et.al. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan jaring Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Susetyo, Budi. 2005. ’Jenis Alat Pengumpul Data’. Disampaikan dalam Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru Pendidikan Luar Biasa. Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Tarkim, Kikim. 2005. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilku Aparat Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik: Kasus Pelayanan Publik di Kantor-kantor Kelurahan di Wilayah Kecamatan
Kesambi Kota Cirebon. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ulum, Hasan Zainul. 2007. Analisis Perilaku dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Khas Sunda Cibiuk, Kota Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Utomo, T.W. 2004. ’Pendelegasian Kewenangan Pemerintah Daerah Kepada Kecamatan dan Kelurahan’. Disampaikan dalam Diklat Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah. Pusat Kajian dan Diklat Aparatur (PKP2A I). Lembaga Administrasi Negara. Bandung. 7 Agustus. Wahyuni, Ekawati Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis skripsi. Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wasistino, Sadu. 2007. ’Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan kepada Masyarakat’. http://situbondo.go.id Wiguna, Ratna. 2003. Perilaku Masyarakat Desa Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wikipedia, 2008.‘Pelayanan Publik’.http.id.wikipedia.org/wiki/pelayanan_publik. Yudha, Eka Purna. 2007. Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Atributatribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor (Studi Kasus Kecamatan Maja dan Kecamatan Bayah). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kepentingan Reliability Statistics Cronbach's Alpha .961
N of Items 27
Item-Total Statistics
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27
Scale Cronbach's Scale Mean Variance if Corrected Alpha if if Item Item Item-Total Item Deleted Deleted Correlation Deleted 111.7000 235.063 .450 .961 111.5500 235.103 .527 .960 111.4000 232.147 .678 .959 111.4000 236.358 .547 .960 111.7000 233.379 .609 .960 111.8000 229.011 .736 .959 111.6500 234.029 .617 .960 111.4500 222.787 .748 .959 111.2000 232.800 .635 .959 111.5500 227.734 .782 .958 111.2500 227.039 .757 .958 111.5000 229.316 .762 .958 111.2000 227.537 .798 .958 111.3000 230.958 .718 .959 111.5000 232.053 .591 .960 111.3000 226.221 .853 .958 111.4500 227.945 .743 .959 111.4500 228.261 .680 .959 111.4000 233.726 .678 .959 111.3000 227.379 .805 .958 111.3500 227.292 .752 .958 111.5000 231.737 .657 .959 111.6500 227.187 .582 .961 111.4500 225.313 .849 .958 111.3000 233.905 .653 .959 111.9000 233.463 .518 .961 111.3000 233.168 .619 .960
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kinerja Reliability Statistics Cronbach's Alpha .961
N of Items 27
Item-Total Statistics
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27
Scale Cronbach's Scale Mean Variance if Corrected Alpha if if Item Item Item-Total Item Deleted Deleted Correlation Deleted 74.6500 420.345 .641 .960 74.2000 424.063 .579 .960 74.2500 437.355 .270 .962 74.3500 430.871 .423 .961 74.4000 432.253 .379 .962 74.0000 433.579 .509 .961 74.1500 416.345 .686 .959 74.4000 413.200 .729 .959 74.6000 405.621 .792 .958 74.6500 420.555 .753 .959 74.8000 410.484 .731 .959 74.2000 414.800 .804 .958 74.7500 407.671 .819 .958 74.9000 411.779 .760 .958 74.3000 413.484 .696 .959 74.1500 407.503 .788 .958 74.3500 413.608 .706 .959 74.2500 414.408 .720 .959 74.4000 420.568 .735 .959 74.2500 408.408 .853 .958 74.3000 416.747 .789 .958 75.0000 420.000 .677 .959 74.9500 419.208 .691 .959 74.8000 419.537 .648 .959 74.5500 416.787 .602 .960 74.7500 417.882 .810 .958 74.7500 414.724 .672 .959