ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK PADA YAYASAN BINA SARANA BAKTI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
GITTA SESTIKA FERTIANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Gitta Sestika Fertiana NIM H34090063
ABSTRAK GITTA SESTIKA FERTIANA. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SUHARNO. Permintaan sayuran organik yang tinggi serta adanya program pemerintah mengenai Go Organic menjadikan sayuran organik berpeluang untuk dikembangkan oleh produsen sayuran di Indonesia dan Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) adalah salah satunya. YBSB belum mampu memenuhi permintaan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli sehingga berkeinginan meningkatkan skala usaha dalam rangka meningkatkan produksi. Selama ini YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang diperolehnya dari mengusahakan kelima komoditi tersebut, padahal hal tersebut diperlukan untuk menganalisis apakah skala usaha jenis-jenis sayuran tersebut layak ditingkatkan atau tidak. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima komoditi tersebut layak untuk dijalankan bila dilihat dari analisis pendapatan usahatani dan analisis R-C rasio. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komoditi wortel, bayam hijau, dan selada cos layak untuk ditingkatkan skala usahanya karena cukup menguntungkan, sementara caisin dan brokoli perlu dipertimbangkan kembali untuk ditingkatkan skala usahanya karena kurang menguntungkan. Kata Kunci: Pendapatan usahatani, sayuran organik
ABSTRACT The high demand of organic vegetables and government’s program concerned in ‘Go Organic’ is an opportunity for the producers to develop organic vegetables in Indonesia, whereas Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) is one of them. Until present, YBSB is not able to fulfill the consumer’s demand of certain organic vegetables, such as carrot, green spinach, caisin, cos lettuce, and broccoli; therefore YBSB plan to increase its bussiness scale to increase the production. YBSB has not been able to calculate the income levels of those vegetables, which is needed to analyze whether the bussiness is feasible to increase or not. Hence the purpose of this research is to analyze the feasibility of YBSB’s plan to increase its bussiness scale through farm income and R-C ratio analysis. The results of this research concluded that the plan to increase the bussiness scale of carrot, green spinach, and cos lettuce is feasible to run because they are profitable, meanwhile YBSB has to consider the plan to increase the bussiness scale of caisin and broccoli because they are less profitable. Keywords: Farm income, organic vegetables
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK PADA YAYASAN BINA SARANA BAKTI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
GITTA SESTIKA FERTIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Nama : Gitta Sestika Fertiana NIM : H34090063
Disetujui oleh
Dr Ir Suharno, MAdev Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen pembimbing, Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Ir Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Terima kasih juga disampaikan kepada Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku wali akademik selama penulis menjalani masa perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. YP. Sudaryanto selaku Direktur Eksekutif Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB), Bapak Thomas Wendorise Rakam selaku Manajer Pendidikan dan Latihan YBSB, Bapak R.M Yoga Purwanto selaku Manajer Pertanian Organis dan Pasar YBSB, Bapak Andreas selaku Kepala Bidang Pasar YBSB, Bapak Mumuh selaku Koordinator Wilayah 2 YBSB, dan Ibu Felicitas, AK selaku Penanggung Jawab Asrama YBSB serta seluruh pihak dari YBSB yang telah membantu selama pengumpulan data dan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta Sigit Sukopriyono dan Eka Trimahdalina, adik tercinta Egy Ramadhan Z serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya kepada penulis selama ini. Terima kasih juga kepada seluruh sahabat (Natasha Christdavina, Chairun Nisa, Intan Mega P, Fadhila A, Faathira Ajeng P, Intan Wiyanti, Khonsa Tsabita, Susanti, Tursina Andita P, Kukuh Prakoso, Muhammad Yunus, Haris Fathori A, Riadi Antasa) dan teman-teman, khususnya keluarga besar Agribisnis 46 dan HIPMA atas segala doa, bantuan, dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Gitta Sestika Fertiana
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pertanian Organik Gambaran Umum Sayuran Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA SARANA BAKTI Sejarah, Lokasi, Visi dan Misi Yayasan Bina Sarana Bakti Manajemen dan Struktur Organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti Deskripsi Sumberdaya Yayasan Bina Sarana Bakti Permodalan dan Fasilitas Produksi Yayasan Bina Sarana Bakti Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti Sistem Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK Keragaan Usahatani Sayuran Organik Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
ix x x xi 1 1 3 5 5 5 6 6 7 15 15 15 19 21 21 22 22 23 26 26 27 29 32 33 36 37 37 70 81 81 82 82 91
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode tahun 2007-2010 Permintaan dan Produksi Beberapa Sayuran Organik di Yayasan Bina Sarana Bakti Tahun 2012 Kandungan wortel per 100 gram berdasarkan DKBM Kandungan bayam per 100 gram berdasarkan DKBM Kandungan caisin per 100 gram berdasarkan DKBM Kandungan selada per 100 gram berdasarkan DKBM Kandungan brokoli per 100 gram Komponen analisis pendapatan usahatani Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Tahun 2012 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Golongan Umur Tahun 2012 Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Komponen biaya usahatani wortel per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Komponen biaya usahatani bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Komponen biaya usahatani caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Komponen biaya usahatani selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Komponen biaya usahatani brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C pada wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012
2 4 9 11 12 13 14 25 30 30 31 71 72 74 75 76 77
79
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lokasi produsen sayuran organik di Indonesia tahun 2010 Kerangka pemikiran operasional Bagan struktur organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti Gambar ukuran bedengan sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Pola tanam sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti Benih wortel varietas lokal YBSB (a) Rincian gambar bambu (b) foto pemakaian naungan di YBSB Benih caisin varietas lokal YBSB Benih selada cos varietas lokal YBSB
3 21 28 34 36 38 41 43 46
10 (a) Benih brokoli varietas Royal Green tampak depan (b) Benih brokoli varietas Royal Green tampak belakang 11 Gambar beberapa pola jarak tanam wortel 12 Proses penaburan benih wortel sepanjang alur 13 Wortel grade B 14 Proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang mengalir 15 Wortel grade A yang sudah dikemas 16 Gambar beberapa pola jarak tanam bayam hijau 17 Bayam hijau grade A yang sudah dikemas 18 (a) Alat cetak soil block (b) proses pencetakan media tanam menggunakan alat cetak soil block 19 Gambar beberapa pola tanam caisin 20 Gambar beberapa pola tanam selada cos 21 Selada cos grade A yang sudah dikemas 22 Gambar beberapa pola tanam brokoli 23 Brokoli grade A yang sudah dikemas
48 52 52 54 55 56 57 59 61 62 65 67 68 70
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Permintaan dan Produksi 25 sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Analisis pendapatan usahatani dan R/C wortel per 1000 m2 diYayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Analisis pendapatan usahatani dan R/C bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Analisis pendapatan usahatani dan R/C caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Analisis pendapatan usahatani dan R/C selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 Analisis pendapatan usahatani dan R/C brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012
84 86 87 88 89 90
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru dalam pola hidup masyarakat. Perkembangan zaman menuntut pola hidup masyarakat untuk semakin peduli terhadap keamanan dan kesehatan pangan. Masyarakat mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian, sehingga masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan1. Gaya hidup masyarakat yang mengutamakan kesehatan dan keamanan pangan salah satunya dibuktikan dengan memilih bahan pangan yang memiliki residu kimia kecil bahkan produk yang alami. Pertanian organik adalah salah satu jawaban tepat dalam pangan yang sehat dan aman karena secara prinsip pertanian pertanian organik merupakan pertanian yang sistem budidayanya tidak menggunakan input berbahan kimia sintetik seperti pupuk, pestisida, serta zat penumbuh lainnya (Pracaya 2012). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat (Mayrowani 2012). Studi yang dilakukan Willer (2010) yang diacu dalam Mayrowani (2012) menyatakan peningkatan yang cukup pesat juga dapat dilihat pada luasan lahan pertanian organik di dunia selama kurun waktu 10 tahun (1999-2009). Pada tahun 1999, luas lahan pertanian organik hanya 11 juta ha dan meningkat kurang lebih tiga kali lipat selama kurun waktu 10 tahun yakni menjadi 37.2 juta ha. Disamping itu, berdasarkan data International Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM) (2009) yang diacu dalam Mayrowani (2012), diperkirakan perdagangan produk organik dunia telah mencapai USD $46.1 milyar pada tahun 2007 dan diramalkan akan semakin pesat di masa depan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 20% per tahun (Deptan 2007). Peningkatan permintaan akan produk pangan organik dunia tersebut ditangkap sebagai sebuah peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan pertanian organik. Hal tersebut menjadi dasar diberlakukannya Program Pertanian Organik dengan visi Go Organic 2010 oleh Departemen Pertanian (Deptan 2007). Berdasarkan Road Map Pengembangan Pertanian Organik yang disusun oleh Departemen Pertanian (2007), tujuan dari program Go Organic 2010 adalah selain untuk menghasilkan pangan aman dan berkualitas baik, meningkatkan pendapatan petani karena adanya pemanfaatan sumberdaya lokal dan nilai tambah produk, serta menjaga produktivitas sumberdaya pertanian yang berkelanjutan dan terhindar dari pencemaran terhadap lingkungan hidup, program Go Organic 2010 juga diberlakukan dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan dan pertanian organik di pasar komoditas pertanian organik dunia karena permintaan dunia yang cenderung meningkat terhadap produk pertanian organik. Tren positif kegiatan pertanian organik di tingkat nasional dapat dilihat dari peningkatan luas areal pertanian organik di Indonesia. Pada tahun 2011, Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang merupakan anggota dari IFOAM menyatakan 1
http://www.organicindonesia.org/05infodata-news.php?id=464
2
bahwa luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238 872.24 ha. Luasan tersebut mengalami peningkatan sebesar 10% dari tahun 2009, dimana pada tahun 2009 luas area pertanian organik Indonesia sebesar 214 985 ha. Selain itu di Indonesia permintaan akan produk pertanian organik tumbuh sangat pesat. Pada tahun 2006, pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Permintaan ini setara dengan US$5-6 juta atau sekitar Rp45-46 miliar. Produk pertanian organik yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah sayuran, buah-buahan, beras, dan telur. Hasil survei yang dilakukan AOI pada tahun 2007 menunjukkan bahwa pasar hasil pertanian organik didominasi oleh sayuran dan berdasarkan hasil survei yang dilakukan AOI tahun 2010 sayuran merupakan produk utama yang paling banyak dikembangkan dan menjadi primadona untuk produk organik yang biasa dikonsumsi. Di sisi lain sayuran merupakan kelompok komoditas hortikultura yang menyumbangkan presentase PDB kedua terbesar setelah kelompok komoditi buah-buahan. Berikut adalah data nilai PDB hortikultura tahun 2007-2010 pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai PDBa hortikultura berdasarkan harga berlaku periode tahun 20072010b Nilai PDBc
Komoditas Sayuran Buah-buahan Florikultura Biofarmaka
2007 25.587 42.362 4.741 4.105
2008 28.205 47.060 5.085 3.853
2009 30.506 48.437 5.494 3.897
2010 31.244 45.482 6.172 3.665
Rata-rata Pertumbuhan per Tahund 2007-2010 6.94 7.92 9.21 -10.95
a
Produk Domestik Bruto; bSumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011); cNilai PDB (Rp Miliar); dRata-rata pertumbuhan (persen)
Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran menghasilkan PDB terbesar kedua setelah buah-buahan, selain itu terjadi peningkatan tiap tahunnya dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa sayuran merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan 2010 yang diacu dalam Wiyanti (2013), jumlah konsumsi sayuran pada tahun 2005 sebesar 139.13 gram/kap/hari, tahun 2006 139.96 gram/kap/hari, tahun 2007 sebesar 158.26 gram/kap/hari, tahun 2008 sebesar 154.3 gram/kap/hari, dan tahun 2009 sebesar 136.29 gram/kap/hari. Berdasarkan data tersebut, terlihat adanya peningkatan jumlah konsumsi sayuran (gram/kapita/hari), meskipun pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun 2008 namun secara garis besar memiliki kecenderungan meningkat dengan laju pertumbuhan konsumsi sebesar 0.59 persen dari 2005 sampai dengan 2009. Sayuran merupakan salah satu komoditi yang menjadi target pemerintah untuk dikembangkan secara organik (Deptan 2007). Adanya peluang akan pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi sayuran, serta program
3
pemerintah mengenai Go Organic 2010 tersebut menjadikan komoditi sayuran organik berpeluang untuk dikembangkan oleh produsen sayuran di Indonesia.
Perumusan Masalah Peluang akan pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi sayuran, serta program pemerintah mengenai Go Organic 2010 dimanfaatkan oleh produsen sayuran untuk berbisnis sayuran organik, sehingga saat ini semakin banyak produsen sayuran organik bermunculan.
9% 5% Jawa Barat
5%
Jawa Timur Jawa Tengah
13%
Sumatera Barat 68%
Lainnya
Gambar 1 Lokasi produsen sayuran organik di Indonesia tahun 2010a a
Sumber: Aliansi Organis Indonesia (2010)
Berdasarkan Gambar 1, produsen sayuran organik di Indonesia tersebar di beberapa provinsi diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan lainnya. Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak mengusahakan sayuran organik dibandingkan dengan provinsi lainnya. Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010 (AOI 2010), produsen sayuran organik di Jawa Barat berjumlah 43 produsen. Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang paling banyak mengusahan sayuran organik, yaitu berjumlah 27 produsen (AOI 2010). Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan salah satu produsen sayuran organik yang ada di Kabupaten Bogor dan juga sebagai salah satu pionir pengembangan pertanian organik di Indonesia. YBSB mengusahakan kurang lebih sebanyak 60 komoditi sayuran organik pada tahun 2012, namun komoditi yang diutamakan dan memiliki permintaan yang cukup tinggi berjumlah 25 komoditi (Lampiran 1). Dari 25 komoditi sayuran yang diutamakan tersebut, terdapat 5 komoditi sayuran yang memiliki permintaan paling tinggi dan diunggulkan oleh YBSB. Kelima komoditi tersebut yaitu wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli. Permintaan yang tinggi tersebut dapat dilihat dari tingginya selisih antara pemintaan dengan produksi yang ditawarkan. Permintaan dan produksi kelima komoditi sayuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2 Permintaan dan produksi wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Komoditib Permintaan
Wortel
Bayam Hijau 510.0 510.0 638.0 510.0 638.0 510.0 510.0 638.0 510.0 510.0 638.0 510.0
Caisin
Selada Cos
Januari 2 024.0 520.0 398.0 Februari 2 024.0 520.0 398.0 Maret 2 530.0 650.0 497.0 April 2 024.0 520.0 398.0 Mei 2 530.0 650.0 497.0 Juni 2 024.0 520.0 398.0 Juli 2 024.0 520.0 398.0 Agustus 2 530.0 650.0 497.0 September 2 024.0 520.0 398.0 Oktober 2 024.0 520.0 398.0 November 2 530.0 650.0 497.0 Desember 2 024.0 520.0 398.0 Produksi Januari 1 055.0 34.0 103.1 128.2 Februari 807.5 95.5 72.2 138.4 Maret 696.5 142.8 112.9 182.8 April 817.0 175.4 122.0 196.9 Mei 1 000.5 392.2 132.2 118.8 Juni 933.0 216.7 138.4 200.9 Juli 1 091.5 68.8 122.8 167.2 Agustus 1 089.0 69.3 135.6 187.2 September 839.0 55.1 51.9 156.1 Oktober 768.5 76.6 41.4 78.6 November 544.0 90.1 59.0 141.9 Desember 136.3 49.3 115.6 63.9 a Sumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012); bKomoditi (Kg)
Brokoli 558.0 558.0 697.0 558.0 697.0 558.0 558.0 697.0 558.0 558.0 697.0 558.0 46.7 22.5 23.7 26.0 39.3 38.9 43.8 8.9 1.0 0.7 14.6 17.7
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa permintaan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli sangat tinggi sementara produksinya sangat rendah. YBSB belum mampu memenuhi permintaan kelima sayuran organik tersebut setiap bulannya. Kenyataan tersebut membuat YBSB berkeinginan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi permintaan yaitu dengan cara meningkatkan skala usaha atau menambah luasan lahan budidaya. Rencana penambahan luasan lahan budidaya tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa YBSB memiliki lahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan skala usahanya. Selama ini YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang diperolehnya dari mengusahakan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos dan brokoli, sementara nilai pendapatan tersebut dibutuhkan sebagai informasi mengenai gambaran usahatani dari kelima komoditi tersebut dan sebagai salah satu bahan pertimbangan YBSB dalam mengambil keputusan peningkatan skala usaha. Oleh sebab itu penelitian ini melakukan analisis pendapatan usahatani untuk mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima komoditi tersebut layak untuk dijalankan bila dilihat dari besarnya pendapatan usahatani.
5
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah penelitian yang terkait dengan analisis pendapatan usahatani sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keragaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti? 2. Berapa besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti? 3. Apakah rencana peningkatan skala usaha pada wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli layak untuk dijalankan?
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui keragaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti 2. Mengetahui besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti 3. Mengetahui rencana peningkatan skala usaha pada wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli layak atau tidak layak untuk dijalankan
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak. Bagi Yayasan Bina Sarana Bakti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat tentang kegiatan usahatani yang telah dilakukan sehingga menghasilkan pertimbangan keputusan yang bijaksana dan tepat dalam rangka meningkatkan produksi dan keuntungan. Bagi pembaca diharapkan dapat menambah wawasan tentang sayuran organik serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Manfaat bagi peneliti yaitu mengetahui perkembangan pertanian organik, serta sebagai implementasi ilmu usahatani yang telah didapatkan dibangku kuliah untuk menganalisis permasalahan yang ada.
Ruang Lingkup Penelitian Sehubungan dengan keterbatasan waktu serta kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada: 1. Komoditi yang dikaji adalah lima jenis sayuran organik yang ditanam oleh Yayasan Bina Sarana Bakti dan memiliki permintaan tertinggi dibandingkan jenis sayuran organik lainnya. 2. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai analisis pendapatan yang diperoleh Yayasan Bina Sarana Bakti dari kegiatan usahatani wortel, bayam hijau, caysin, selada cos, dan brokoli.
6
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pertanian Organik Pertanian organik memiliki definisi yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Definisi menurut regulasi pertanian organik adalah proses budidaya yang tata caranya sesuai dengan prosedur standar produksi organik yang telah disahkan oleh pihak-pihak yang mendapat otoritas sertifikasi resmi baik di tingkat nasional ataupun internasional tentang pertanian organik yang tertuang dalam Codex Alimentarius Guidlines for The Production, Processing, Labelling and Marketing of Organically Produced Foods (Saragih 2008). Di Indonesia yang disebut dengan pertanian organik ditetapkan dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) melalui BSN SNI 6729:2010. BSN SNI 6729-2010 merupakan hasil revisi yang menggantikan SNI sebelumnya yaitu BSN SNI 01-6729-2002. Menurut BSN (2010) pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya dilahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan atau lokasi setempat. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan (bila memungkinkan) cara-cara kultural, metode biologis dan mekanis yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan sintetik untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem. Menurut organisasi masyarakat sipil internasional (IFOAM) pertanian organik adalah pertanian yang memiliki empat prinsip yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan. Prinsip kesehatan yakni pertanian organik harus melestarikan dan menyehatkan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat yang akan mendukung kesehatan hewan dan manusia karena kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan. Prinsip ekologi menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, pembangunan habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Pelaku organis yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk didalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air. Prinsip keadilan menyatakan bahwa pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini menekankan bahwa pelaku organis yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak disegala tingkatan seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Prinsip perlindungan menyatakan bahwa dalam melakukan pertanian organik pengelolaan harus dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk
7
melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Para pelaku pertanian organik harus melakukan efisiensi dan produktifitas tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraan. Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya dan menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program, dan standar-standar IFOAM. Prinsip-prinsip tersebut harus digunakan secara menyeluruh dan dibuat sebagai prinsip-prinsip etis yang mengilhami tindakan2. Definisi pertanian organik berdasarkan filosofis bahwa pertanian organik merupakan jalan harmonisasi. Pertanian organik didefinisikan dari arti kata “organ” (Inggris), “organo” atau “ergon” (Yunani) yang berarti instrument atau alat untuk menyelesaikan sesuatu atau “kerja yang menghasilkan kenyataan”. Dalam pengertian ini, organ-organlah yang memungkinkan organisme bisa hidup dan organisme yang hidup itulah yang mampu memelihara organ-organnya. Hubungan antara organ dan organisme inilah yang disebut dengan organis. Organis diartikan sebagai kerjasama yang saling mendukung, melengkapi, dan saling menguntungkan sehingga setiap tindakan organis bersifat membangun bukan merusak3. Dalam bahasa Indonesia organ adalah bagian tubuh yang bekerja saling berhubungan dalam satu tubuh dan bekerja menghasilkan kerja yang harmoni. Oleh sebab itu filosofi organik adalah alat untuk mengharmonisasikan kerja semua komponen ekologis. Pertanian organik juga dapat didefinisikan sebagai alat perjuangan mengembalikan keseimbangan hayati dengan melawan sistem pertanian intensif penggunaan kimia sintetik yang merusak keseimbangan lingkungan (Saragih 2008). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang tetap menjaga keseimbangan lingkungan dengan menjaga siklus lainnya serta menyediakan produk-produk pertanian yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dengan mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis.
Gambaran Umum Sayuran Jenis sayuran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan bagian yang dapat dikonsumsi, yaitu sayuran buah, sayuran daun, dan sayuran umbi (Supriati dan Herliana 2011). Sayuran buah merupakan jenis tanaman yang memanfaatkan bagian buahnya untuk dikonsumsi. Jenis sayuran ini memiliki waktu yang lama untuk berbuah karena tanaman ini harus mengalami masa vegetatif (pertumbuhan daun) terlebih dahulu kemudian masa berbuah. Sayuran daun merupakan jenis tanaman yang memanfaatkan bagian daunnya untuk dikonsumsi. Selain daunnya, pada umumnya batang bagian atas dan pucuk daun ikut serta dikonsumsi. Sayuran umbi merupakan jenis tanaman yang bagian umbinya dapat dikonsumsi. Bagian yang dapat dikonsumsi pada sayuran umbi berada di bagian tanah sehingga yang terlihat hanya bagian daunnya saja. Oleh
2
http://biocert.or.id/infoguide-info.php?id=76 http://bsb-agatho.org/web/?page_id=658
3
8
karena itu sebelum dikonsumsi terlebih dahulu harus dicuci agar terbebas dari kontaminasi tanah (Supriati dan Herliana 2011). Berdasarkan tempat tumbuhnya, tanaman sayuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tanaman sayuran dataran tinggi dan tanaman sayuran dataran rendah (Setiawan 1995). Tanaman sayuran dataran tinggi lebih banyak jumlahnya dibandingkan tanaman sayuran dataran rendah sebab sebagian besar tanaman sayuran memerlukan daerah yang bersuhu dingin. Tanaman sayuran dataran tinggi memerlukan suhu lingkungan pertumbuhan yang rendah (dingin) (Setiawan 1995). Wortel (Daucus carrota L.) Wortel merupakan tanaman sayuran yang termasuk ke dalam jenis tanaman semak, dan dapat tumbuh baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Tanaman ini berupa rumput yang menyimpan cadangan makanan dalam bentuk umbi didalam tanah. Wortel memiliki batang yang pendek dan berakar tunggang yang fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Bagian umbi yang berwarna kemerah-merahan inilah yang dikonsumsi (Setiawan 1995). Tanaman wortel memiliki daun majemuk bergaris-garis (lanset) dengan empat sampai tujuh tangkai daun yang berukuran panjang. Tanaman wortel memiliki tangkai daun yang agak tebal dan kaku namun permukaan daunnya halus. Bagian batang wortel sangat kecil sehingga kadang hampir tidak terlihat. Batang wortel biasanya memiliki diameter 1 cm sampai 1,5 cm, memiliki tekstur yang keras dan bulat serta tidak berkayu. Batang wortel juga tidak bercabang tetapi ditumbuhi tangkai daun sehingga seolah-olah terlihat mempunyai cabang. Klasifikasi ilmiah wortel adalah sebagai berikut4 : Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah) Kelas : Dicotyledon Ordo : Umbelliferales Family : Umbelliferae Genus : Daucus Species : Daucus carota L Berdasarkan bentuk umbinya, tanaman wortel terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe imperator, tipe chantenay, dan tipe nantes (Supriati dan Herliana 2011). Wortel tipe imperator memiliki umbi yang berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing seperti kerucut. Wortel dengan tipe ini biasanya pada bagian umbi tumbuh akar serabut. Wortel tipe chantenay memiliki bentuk yang bulat panjang dan memiliki ujung yang tumpul. Pada wortel tipe ini biasanya tidak tumbuh akar serabut pada umbinya. Wortel tipe nantes merupakan peralihan dari kedua tipe tersebut (Supriati dan Herliana 2011). Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24o C), lembab, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia, kondisi seperti ini biasanya terdapat didaerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Wortel dianjurkan untuk ditanam pada tanah yang subur, gembur, dan kaya humus dengan pH antara 5,5-6,5 (Supriati dan Herliana 2011).
4
http://akardanumbi.blogspot.com/2013/01/klasifikasi-tanaman-wortel.html
9
Wortel sudah lama dikenal sebagai sayuran yang banyak mengandung vitamin A. Hal tersebut dikarenakan kandungan karoten (provitamin A) wortel sebagai bahan pembentuk vitamin A sangat tinggi (Setiawan 1995). Berdasarkan DKBM5 kandungan wortel dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan wortel per 100 gram berdasarkan DKBMa Kandungan BDD Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit A Vit B1 Vit C Air a
Jumlah
Satuan 88.00 42.00 1.20 0.30 9.30 39.00 37.00 0.80 12.00 0.06 6.00 88.20
% Kal G G G Mg Mg Mg IU Mg Mg G
Sumber: diolah dari DKBM5
Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi antikanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa), mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, magnesium, mangan, sulfur, tembaga, kromium, glutation), vitamin (A, B1, B6, C, E, dan K), pektin, biotin, asam folat, carotenoids (beta karoten, alpha karoten, lutein, likopen), phytofluene, umbeliferone, caffeic acid, chlorogenic acid, crallic acid, luteolin-7-glucoside, pyrrolidine, serta asparagine (Dalimartha dan Adrian 2011). Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15 000 IU beta karoten. Beta karoten merupakan antioksidan yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung, mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker, mencegah teroksidasinya asam lemak tidak jenuh ganda, menjaga kesehatan kulit, menghambat proses penuaan, serta memperbaiki ketajaman penglihatan yang kurang pada malam hari (buta senja) (Dalimartha dan Adrian 2011). Bayam (Amaranthus hybridus) Bayam merupakan tanaman annual (semusim) yang berasal dari daerah Amerika Tropis. Tanaman ini memiliki batang utama yang tegak dengan beberapa cabang lateral membentuk semak. Tinggi tanaman bayam dapat mencapai 150 cm. Bayam memiliki batang yang berair dan kurang berkayu serta berwarna hijau dan ada pula yang berwarna kemerahan. Daun tanaman bayam bertangkai, berbentuk bulat telur, lemas, berwarna hijau, merah, atau keputihan. Bunga bayam berbentuk bulir, keluar dari ketiak daun dan ujung percabangan. Biji bayam berukuran kecil dan berwarna hitam. Bayam yang dijual di pasaran dan biasa dikonsumsi sebagai 5
Direktorat Gizi. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan RI
10
sayuran dikenal dengan bayam cabut dan bayam petik. Bayam petik berdaun lebar dan tumbuh tegak besar (hingga dua meter), sementara daun bayam cabut berukuran lebih kecil dan ditanam untuk waktu singkat yaitu paling lama 25 hari. Bayam petik biasanya berasal dari jenis A. hybridus (bayam kakap) dan bayam cabut terutama diambil dari A. tricolor. Bayam A. tricolor memiliki batang berwarna kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan, dan memiliki bunga yang keluar dari ketiak cabang. Jenis-jenis lainnya yang juga dimanfaatkan adalah A. spinosus (bayam duri) dan A. blitum (bayam kotok) (Supriati dan Herliana 2011). Klasifikasi ilmiah bayam adalah sebagai berikut6: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida(berkeping dua/dikotil) Ordo : Caryophyllales Family : Amaranthaceae(suku bayam-bayaman) Genus : Amaranthus Species : Amaranthus hybridus L. Meskipun tanaman bayam lebih banyak ditanam didataran tinggi, tetapi bayam mempunyai kemampuan hidup hampir di setiap tempat baik di dataran rendah maupun tinggi. Bayam menghendaki tanah yang subur dan gembur. Derajat keasaman (pH) yang diinginkan tanaman ini berkisar antara 6-7. Pada tanah yang memiliki pH diatas atau dibawah kisaran tersebut, bayam akan tumbuh kurang baik, tidak subur atau mudah terserang penyakit. Tanaman bayam cocok ditanam di dataran tinggi dengan curah hujan 1.500 mm per tahun. Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayam cukup besar. Pada tempat yang terlindungi (ternaungi), pertumbuhan bayam menjadi kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar matahari penuh. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 1620 derajat Celcius. Kelembapan udara yang cocok antara 40-60 persen. Tanaman bayam menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah yang kandungan haranya terpenuhi (Setiawan 1995). Bayam sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman sayuran yang mempunyai rasa enak, lunak, dan dapat memberikan rasa dingin di perut (Setiawan 1995). Bayam mengandung protein (asam amino lisin dan methionine), lemak, karbohidrat, serat, mineral (kalsium, kalium, magnesium, mangan, fosfor, besi, dan zink), vitamin (A, B1, B2, dan C), karoten, niasin, folat, amarantin, rutin, purin, tanin, dan asam oksalat. Pigmen pada bayam hijau kaya akan klorofil yang termasuk dalam golongan flavonoid. Klorofil berkhasiat antioksidan yang berfungsi menetralkan gangguan radikal bebas sehingga mencegah DNA sel bermutasi menjadi ganas. Klorofil juga berkhasiat mempercepat penyembuhan luka. Secara umum, bayam dapat meningkatkan kerja ginjal dan fungsi hati serta baik untuk pencernaan. Kandungan protein bayam yang tinggi dan adanya kandungan gizi penting lainnya akan memperkuat sistem imun dan merupakan sumber energi (Dalimartha dan Adrian 2011). Berdasarkan DKBM5 kandungan bayam dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 4. 6
http://hooobies.blogspot.com/2011/08/bayam.html
11
Tabel 4 Kandungan bayam per 100 gram berdasarkan DKBMa Kandungan BDD Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit A Vit B1 Vit C Air a
Jumlah 71.00 36.00 3.50 0.50 6.50 267.00 67.00 4.00 6.09 0.08 80.0 86.9
Satuan % Kal G G G Mg Mg Mg IU Mg Mg G
Sumber: diolah dari DKBM5
Caisin (Brassica juncea) Caisin termasuk ke dalam famili Cruciferae yang merupakan tanaman semusim berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Batang caisin pendek, lebih langsing daripada tanaman petsai. Caisin memiliki akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Bunga caisin mirip dengan petsai, tetapi rangkaian tandannya lebih pendek. Kuntum bunga caisin berukuran kecil dengan warna kuning pucat spesifik. Biji caisin berukuran kecil dan berwarna hitam kecoklatan. Biji terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang gemuk (Supriati dan Herliana 2011). Klasifikasi ilmiah caisin adalah sebagai berikut7: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rhoedales (Brassicales) Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea Caisin sebenarnya bukan tanaman khas dataran tinggi, hal tersebut karena caisin dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 5-1.200 m dpl. Ketinggian tempat yang memberikan pertumbuhan optimal pada tanaman caisin adalah 100-500 m dpl. Namun demikian, umumnya caisin diusahakan di dataran rendah yaitu di pekarangan, di ladang, atau di sawah. Caisin termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan memiliki drainase yang baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang dibutuhkan sekitar 6-7 (Supriati dan Herliana 2011). 7
http://zuldesains.wordpress.com/2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/
12
Sayuran ini merupakan salah satu sayuran yang sangat digemari oleh banyak orang karena mudah diperoleh dan mudah dijadikan bahan untuk membuat masakan. Berdasarkan DKBM5 kandungan caisin dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan caisin per 100 gram berdasarkan DKBMa Kandungan BDD Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit A Vit B1 Vit C a
Jumlah 100.00 20.00 1.70 0.40 3.40 123.00 40.00 1.90 0.00 0.04 3.00
Satuan % Kal G G G Mg Mg Mg IU Mg Mg
Sumber: diolah dari DKBM5
Caisin sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Caisin juga dapat digunakan sebagai penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan7. Selada (Lactuca sativa) Selada merupakan salah satu tanaman yang biasa ditanam didaerah dingin maupun tropis. Selada daun memiliki daun yang berwarna hijau segar, tetapi ada juga yang berwarna merah. Tepi daun selada bergerigi atau berombak. Daun selada lebih enak jika dikonsumsi dalam keadaan mentah. Varietas selada daun yang baik diantaranya yaitu New York, Imperial, Great Lakes, dan Pennlake (Supriati dan Herliana 2011). Klasifikasi ilmiah selada adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae (Compositae) Genus : Lactuca Spesies : Lactuca sativa Suhu optimal bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25oC. Jenis tanah yang disukai selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang masih mengandung humus. Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap tanah yang miskin hara, asalkan diberikan pengairan dan pupuk organik yang memadai. Sebaiknya selada ditanam di tanah yang bersifat netral, hal tersebut dikarenakan apabila tanah asam membuat daun selada menjadi berwarna kuning (Supriati dan Herliana 2011).
13
Tanaman selada terbagi menjadi tiga jenis yaitu selada mentega, selada tutup, dan selada potong. Selada mentega atau selada telur (kropsla) memiliki bentuk krop yang bulat, tetapi keropos (lepas). Seleda mentega memiliki rasa yang enak dan lunak sehingga paling banyak digemari untuk dikonsumsi. Keunggulan selada mentega dibandingkan selada jenis lainnya adalah selada mentega tidak mudah rusak sehingga dapat dikirim ke tempat yang jauh. Selada tutup (rangu) memiliki bentuk krop yang bulat, agak padat, dan memiliki rasa yang renyah. Sementara selada potong memiliki krop yang lonjong atau bulat panjang. Memiliki rasa yang enak namun agak liat (Supriati dan Herliana 2011). Berdasarkan DKBM5 kandungan selada dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kandungan selada per 100 gram berdasarkan DKBMa Kandungan BDD Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit A Vit B1 Vit C a
Jumlah
Satuan 69.00 15.00 1.20 0.20 2.90 22.00 25.00 1.00 0.54 0.04 8.00
% Kal G G G Mg Mg Mg IU Mg Mg
Sumber: diolah dari DKBM5
Selada merupakan sumber yang baik bagi klorofil dan vitamin K. Selada kaya akan garam mineral dengan unsur-unsur alkali yang sangat mendominasi. Selada berdaun kaya akan lutein dan beta karoten serta juga memasok vitamin C dan K, kalsium, serat, folat, dan zat besi. Vitamin K berfungsi membantu pembekuan darah. Meskipun semua varietas selada memiliki kalori rendah, namun memiliki kandungan gizi yang berbeda. Selada Romain (Cos) yang memiliki nutrisi paling padat dan merupakan sumber vitamin A, B1, B2, dan C, asam folat, mangan dan kromium. Sedangkan selada merah memiliki warna merah yang didapatkan dari pigmen yang disebut antosianin. Pigmen ini berfungsi sebagai antioksidan yang menghilangkan radikal bebas yang merusak sel8. Brokoli (Brassica oleraceae L. Kelompok Italica) Brokoli merupakan tanaman yang hidup pada cuaca dingin. Bagian brokoli yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang tersusun rapat seperti cabang pohon dengan tangkainya yang berdaging tebal. Sebagian besar kepala bunga dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip dengan kembang kol, namun brokoli 8
http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2013/07/manfaat-kandungan-khasiat-daunselada.html
14
berwarna hijau sedangkan kembang kol berwarna putih (Setiawan, 1995). Klasifikasi ilmiah brokoli adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea Var Italica Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini adalah daerah yang terletak pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl. Sedangkan tekstur tanah yang dikehendaki adalah tanah liat berpasir serta banyak mengandung bahan organik. Curah hujan yang diinginkan berkisar antara 1.000-1.500 cm per tahun. Curah hujan ini harus merata sepanjang tahun. Pada umumnya, brokoli menyukai iklim yang dingin atau sejuk, namun ada beberapa varietas yang tahan pada iklim panas meskipun kuntum bunganya akan membuka lebih awal dibandingkan varietas yang ditanam didaerah beriklim sejuk (Setiawan, 1995). Brokoli merupakan salah satu sayuran yang paling bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung gizi yang lengkap. Sayuran ini menawarkan berbagai manfaat bagi kesehatan seperti meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan mencegah kanker. Kandungan gizi yang yang terdapat pada 100 gram brokoli dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kandungan brokoli per 100 gram Kandungan Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalium Kolesterol Serat Gula Sodium
Jumlah 34.00 2.82 0.37 6.64 316.00 0.00 2.60 1.70 33.00
Satuan Kkal G G G Mg Mg G G Mg
Dengan kandungan gizi brokoli tersebut, brokoli mempunyai khasiat anti kanker, antioksidan, antistres, dan meningkatkan ketersediaan energi. Kandungan sulforaphane pada brokoli juga efektif membantu tubuh melenyapkan Helicobacter pylori yaitu kuman penyebab tukak lambung. Brokoli dapat mempercepat proses penyembuhan setelah sakit berat dengan cara meningkatkan dan memperkuat energi, mencegah kebutaan akibat degenerasi makula dan membantu mengeluarkan racun (Dalimartha dan Adrian 2011).
15
Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Tujuan utama dari kegiatan bisnis adalah mendapatkan keuntungan dari penjualan hasil produksi, hal tersebut juga dilakukan dalam kegiatan bisnis pada subsektor agribisnis atau usahatani. Salah satu yang menjadi ukuran keberhasilan suatu usahatani adalah pendapatan usahatani yang pada umumnya digunakan untuk mempresentasikan kesejahteraan petani dari usaha yang dijalankan. Penelitaan Wahyuni (2007) menghitung analisis usahatani beberapa sayuran organik yaitu wortel, bayam hijau, brokoli, dan caisin di Mega Surya Organic Kecamatan Mega Mendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani keempat sayuran organik tersebut menguntungkan berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio atas biaya total. R-C rasio atas biaya tunai wortel sebesar 3.98, bayam hijau sebesar 3.32, brokoli sebesar 3.52, dan caisin sebesar 3.28. Sedangkan R-C rasio atas biaya total wortel sebesar 1.69, caisin sebesar 2.39, brokoli sebesar 1.09, dan bayam hijau sebesar 1.49. Penelitian Yanti (2007) dilakukan dengan menganalis usahatani sayuran bayam dan selada keriting di Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio atas biaya total, kedua komoditi tersebut cukup menguntungkan untuk diusahakan. R-C rasio atas biaya tunai bayam sebesar 1.01 dan selada keriting sebesar 1.05, sedangkan R-C rasio atas biaya total sebesar bayam sebesar 1.01, dan selada keriting sebesar 1.04. Pertiwi (2008) menghitung analisis usahatani sayuran organik terhadap komoditi brokoli di PT Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm” Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima komoditi tersebut menguntungkan berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio atas biaya total. R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio atas biaya total brokoli sebesar 4.95 dan 1.30. Sejumlah penelitian tentang analisis pendapatan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya memiliki kesamaan yaitu menganalisis sayuran organik pada perusahaan, namun memiliki perbedaan dalam memilih lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti, Wahyuni (2007), dan Yanti (2007) sama-sama dilakukan di Kabupaten Bogor namun pada kecamatan yang berbeda, sedangkan penelitian yang dilakukan Pertiwi (2008) dilakukan di Kabupaten Cianjur.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usahatani Ilmu usahatani didefinisikan oleh Suratiyah (2006) sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
16
manfaat yang sebaik-baiknya. Menurut Hernanto (1996) ilmu ini mempelajari hal ikhwal intern usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan, dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan organisasi. Soekartawi (1995) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Prawirokusumo (1990) dalam Suratiyah (2006) selain untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, ilmu usahatani juga mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien. Dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mengkoordinir dan mengkombinasikan semua sumber daya yang memiliki dengan efisien serta pengambilan keputusan yang tepat agar memperoleh hasil dan keuntungan yang maksimal pada waktu tertentu. Soeharjo (1978) dalam Hernanto (1996) mengklasifikasikan usahatani tanaman pangan berdasarkan lima hal dibawah ini yaitu : 1. Pola Usahatani Klasifikasi menurut pola usahatani pada dasarnya menggolongkan usahatani berdasarkan macam lahannya. Pola pokok usahatani tani terdiri dari dua, yaitu pola usahatani lahan basah atau sawah dan pola usahatani lahan kering. 2. Tipe Usahatani Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan kepada macam dan atau cara penyusunan tanaman yang diusahakan. Beberapa tipe usahatani yang telah dikenal antaranya usahatani padi, usahatani palawija, usahatani khusus, usahatani tidak khusus, usahatani campuran, dan usahatani tanaman ganda (multiple cropping). 3. Struktur Usahatani Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan yang dapat dilakukan secara khusus, tidak khusus, dan campuran. Struktur khusus yaitu ketika pengelola usahatani selalu mengusahakan satu macam komoditi sebagai pilihan usaha. Struktur usahatani tidak khusus dimaksudkan jika yang diusahakan tidak tetap, sedangkan struktur usahatani campuran dimaksudkan kepada pilihan yang lebih dari satu jenis komoditi. 4. Corak Usahatani Corak usahatani dibagi menjadi dua, yaitu komersial dan subsisten. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sehingga lebih tanggap dan dinamis menerima setiap masukan yang rasional dan dapat digunakan. Sedangkan subsisten hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga cenderung sulit mengikuti masukan dan inovasi baru. Kelangsungan usahatani sangat bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Suratiyah (2006) mendefinisikan faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani yaitu faktor alam, tenaga kerja, modal dan peralatan, serta manajemen. Faktor alam merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan usahatani, sehingga dalam batas tertentu petani sebagai pelaku usahatani harus menyesuaikan kegiatan usahataninya sesuai dengan kondisi alam. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan faktor lingkungan alam sekitarnya. Faktor tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal,
17
sehingga peranan tenaga kerja keluarga sangatlah menentukan. Faktor modal dan peralatan membuat faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Faktor manajemen mengatur penggunaan faktor-faktor produksi tersebut agar dapat bersinergi dengan baik sehingga mencapai tujuan usahatani. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja, dan petani merupakan pihak yang berperan sebagai manajer. Untuk meraih keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang berdasarkan pada tujuan-tujuan usahatani, permasalahan, serta kondisi yang jelas, fakta dan data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman petani yang memadai sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan usahataninya. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya serta mendapatkan keuntungan (Suratiyah 2009) oleh karena itu perlu diketahui komponen penerimaan, biaya, serta pendapatan usahatani yang dijalankan. Menurut Soekartawi (1995) analisis terhadap komponen penerimaan, biaya, dan pendapatan disebut analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis). Rumus umum cashflow analysis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pendapatan Pendapatan==Penerimaan Penerimaan--Biaya Biaya
Struktur Penerimaan Usahatani Hernanto (1996) menyatakan penerimaan usahatani merupakan penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. Sedangkan Soekartawi (1995) mendefinisikan penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: TRi = Yi . Pyi Keterangan :
TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Namun bila macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu komoditi dalam satu lahan, maka perhitungan penerimaan usahatani menjadi berbeda. Perhitungan penerimaan usahatani menjadi sebagai berikut: ∑ Keterangan :
n = jumlah macam tanaman yang diusahakan
18
Oleh karena itu menurut Soekartawi (1995) dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis keseluruhan usahatani. Dalam menghitung penerimaan usahatani, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Penghitungan produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian dapat dipanen secara serentak, terdapat beberapa komoditi yang dapat dipanen beberapa kali. 2. Penghitungan penerimaan, karena produksi mungkin dijual beberapa kali dan mungkin dijual dengan harga yang berbeda-beda sehingga diperlukan data mengenai frekuensi penjualan dan harga jual pada masing-masing penjualan tersebut. 3. Teknik wawancara harus baik, hal tersebut diperlukan untuk membantu petani mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir. Pada umumnya data yang digunakan adalah data tahun terakhir dengan maksud memudahkan perhitungan yang akan dilakukan. Struktur Biaya Usahatani Biaya usahatani umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang dikeluarkan banyak atau sedikit, sehingga besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar atau kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi 1995). Cara menghitung biaya tetap adalah sebagai berikut: ∑ Keterangan:
FC Xi Pxi n
= biaya tetap = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap = harga input = macam input
Rumus tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan perhitungan biaya variabel. Karena total biaya (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC) maka perhitungan biaya usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = FC + VC Dalam analisis usahatani, analisis yang biasa dilakukan ada dua cara, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan, sedangkan dalam analisis ekonomi data biaya yang dipakai adalah menurut ukuran harga bayangan (shadow price).
19
Struktur Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani didefinisikan Soekartawi (1995) sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan usahatani didapatkan setelah mengetahui hasil analisis terhadap komponen penerimaan dan biaya yang kemudian dikurangkan, sehingga pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR – TC Keterangan:
Pd TR TC
= pendapatan usahatani = total penerimaan = total biaya
Analisis R/C Salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R-C). Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Rasio R-C menunjukkan berapa satuan mata uang penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya produksi dalam usahatani. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio R-C berarti semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran sehingga semakin efisien. Rasio R-C yang dihitung dalam analisis usahatani terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya riil yang dikeluarkan petani, sedangkan R/C atas biaya total adalah perbandingan antara penerimaan total dengan semua pengeluaran termasuk tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, dsb (Soekartawi 2002). Analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani dirumuskan sebagai berikut (Dillon et al, 1986) : R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
= TR / biaya tunai = TR / TC
Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu unit rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Apabila nilai R/C > 1 maka usahatani menghasilkan keuntungan, nilai R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas, dan nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan (Soekartawi 2002).
Kerangka Pemikiran Operasional Tren pola hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature) saat ini banyak diminati oleh konsumen, terutama konsumen yang mempunyai tingkat peduli yang tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan. Berbagai cara pun dilakukan dalam memenuhi kebutuhan makanan yang sehat, bersih, dan bebas residu kimia. Bahan pangan organik menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Mereka percaya bahwa produk-produk organik memiliki keunggulan dalam nutrisi dibandingkan dengan produk non organik. Perubahan gaya hidup
20
konsumen yang menjadi semakin peduli terhadap keamanan dan kesehatan pangan serta lingkungan, membuat permintaan konsumen akan produk pangan organik semakin meningkat. Salah satu produk pangan organik yang banyak diinginkan konsumen adalah sayuran organik, sehingga peningkatan permintaan konsumen akan produk pangan organik juga membuat permintaan sayuran organik menjadi tinggi. Adanya peluang akan pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi sayuran, serta program pemerintah mengenai Go Organic 2010 tersebut menjadikan komoditi sayuran organik berpeluang untuk dikembangkan oleh produsen sayuran di Indonesia. Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan salah satu produsen sayuran organik yang berada di Kabupaten Bogor dan merupakan pionir pengembangan pertanian organik di Indonesia. Sayuran organik yang menjadi unggulan di YBSB adalah wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli. Kelima komoditi tersebut menjadi unggulan karena memiliki permintaan tertinggi di YBSB. Selama ini YBSB belum mampu memenuhi permintaan akan kelima komoditi sayuran tersebut. Hal ini membuat YBSB berkeinginan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi permintaan dengan meningkatkan skala usaha atau menambah luasan lahan budidayanya. Rencana penambahan luasan lahan budidaya dilakukan dengan pertimbangan bahwa YBSB memiliki lahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk ditanami kelima komoditi tersebut untuk dapat meningkatkan produksinya. Selama ini YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang diperolehnya dari mengusahakan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos dan brokoli, sementara nilai pendapatan tersebut dibutuhkan sebagai informasi mengenai gambaran usahatani dari kelima komoditi tersebut dan sebagai salah satu bahan pertimbangan YBSB dalam mengambil keputusan peningkatan skala usaha. Oleh sebab itu penelitian ini melakukan analisis pendapatan usahatani untuk mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima komoditi tersebut layak untuk dijalankan bila dilihat dari besarnya pendapatan usahatani, seperti dijelaskan pada Gambar 2.
21
1. Permintaan konsumen terhadap wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli sangat tinggi dan YBSB belum mampu memenuhi permintaan. 2. YBSB memiliki keinginan untuk meningkatkan produksi dengan menambah luas lahan budidaya
1. Seberapa besar tingkat pendapatan wortel, bayam hijau, caysin, selada cos, dan brokoli 2. Apakah rencana peningkatan skala usaha wortel, bayam hijau, caysin, selada cos, dan brokoli layak untuk dijalankan
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Biaya Usahatani
Analisis Penerimaan Usahatani
Hasil Pendapatan Usahatani
Rekomendasi
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Bina Sarana Bakti yang berlokasi di Kampung Sampay, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
22
bahwa Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) adalah salah satu perusahaan agribisnis yang menghasilkan komoditi pertanian dengan sistem pertanian organik di Kabupaten Bogor dan juga sebagai perintis pertanian organik di Indonesia. Penelitian ini dimulai pada Maret 2013 sampai dengan bulan April 2013.
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan dan wawancara langsung dengan pimpinan dan karyawan YBSB untuk mengetahui profil dan perkembangan usaha YBSB, struktur organisasi dan manajemen perusahaan, sumberdaya perusahaan, dan kegiatan operasional yang meliputi proses produksi, pola tanam yang diterapkan, proses pasca panen serta kegiatan pemasaran sayuran. Sedangkan data sekunder diperoleh dari YBSB meliputi luas lahan yang diusahakanpada tahun 2012, jumlah produksi yang diperoleh pada tahun 2012, jumlah produksi yang dijual pada tahun 2012, harga jual sayuran yang berlaku pada tahun 2012, permintaan sayuran pada tahun 2012, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung serta data-data lainnya yang mendukung sehingga dapat diketahui keuntungan usahatani dari masing-masing komoditi yang diteliti. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari artikel yang berasal dari media elektronik (internet), Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Ketahanan Pangan (BKP), Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, dan literatur yang relevan.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara, yaitu : 1. Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi dan untuk menggali informasi yang lebih mendalam. Wawancara dilakukan dengan pihak manajemen/karyawan YBSB tentang gambaran umum dan pola tanam yang digunakan YBSB. 2. Observasi atau pengamatan yang digunakan untuk melihat dan mengamati objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan langsung pada lokasi usaha budidaya sayuran organik yaitu di YBSB. Hal-hal yang diamati adalah proses pembenihan, pembibitan, pengomposan, proses budidaya, hingga kegiatan pasca panen yang dilaksanakan pada saat itu yaitu pada bulan Maret-April 2013. 3. Membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti luas lahan masing-masing komoditi pada tahun 2012, hasil produksi tahun 2012, harga jual yang berlaku pada tahun 2012.
23
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data-data dan informasi yang diperoleh di lapangan selanjutnya dikumpulkan dan diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel dan alat hitung kalkulator. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan dan mendeskripsikan data yang diperoleh. Analisis kualitatif digunakan pada saat mengidentifikasi gambaran umum YBSB dan keragaan usahatani berupa inputinput yang digunakan, proses budidaya, output yang dihasilkan serta perlakuan pasca panen. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis usahatani mulai dari penghitungan biaya usahatani, penghitungan penerimaan usahatani, analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C. Sebelum melakukan analisis terhadap biaya dan penerimaan usahatani, terlebih dahulu data mengenai luas lahan, produksi, dan input-input variabel diolah. Pengolahan data dilakukan pada setiap periode penanaman pada tahun 2012, sehingga pada setiap periode penanaman dapat diketahui luas lahan, produksi dan produktivitas, serta input-input variabel yang digunakan oleh masing-masing komoditi. Setelah diketahui jumlah penggunaan masing-masing input selanjutnya dilakukan analisis biaya, penerimaan, serta R/C usahatani masing-masing komoditi yang diteliti. Analisis Biaya Usahatani Analisis biaya usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani wortel, bayam hijau, caysin, selada cos, dan brokoli. Analisis biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu analisis biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya-biaya usahatani sayuran organik di YBSB di identifikasi mulai dari biaya yang dikeluarkan saat budidaya, pasca panen, hingga produk diterima oleh konsumen. Biaya tunai pada usahatani sayuran organik di YBSB antara lain benih dan bibit, pupuk kandang, upah tenaga kerja, plastik kemasan,biaya manajemen, biaya keamanan, pemeliharaan kebun, listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan yaitu biaya penyusutan peralatan. Menurut Suratiyah (2002), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat memberikan manfaat. Nilai penyusutan pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode garis lurus sebagai berikut : Biaya penyusutan =
Harga pembelian (Rp) – Nilai sisa (Rp) Umur ekonomis (tahun)
24
Pengeluaran total (biaya total) merupakan jumlah dari biaya tunai dan biaya variabel biaya diperhitungkan) sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002) : TC = TFC + TVC Keterangan: TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun) TFC = Biaya tetap usahatani (Rp/tahun) TVC = Biaya variabel usahatani (Rp/tahun) Analisis Penerimaan Usahatani Analisis penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usahatani sayuran organik. Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, atau dapat dituliskan sebagai berikut : TR = Y x Py Keterangan: TR = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun) Y = Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg/tahun) Py = Harga jual produk y per unit (Rp/Kg) Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli yang dilakukan oleh YBSB. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara semua penerimaan (revenue) dan biaya total, baik biaya total yang bersifat tunai maupun tidak tunai, sehingga dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut : = TR – TC Keterangan : Π = Pendapatan atau keuntungan usahatani (Rp/tahun) TR = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun) TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun) Analisis R/C Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selad cos, dan brokoli. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan penerimaan yang diperoleh YBSB dari setiap rupiah pengeluaran yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik sebagai manfaat. Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C merupakan selisih perbandingan antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C dalam penelitian ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara total penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani dalam
25
satu tahun, sedangkan R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan total penerimaan dengan total pengeluaran usahatani. Rumus yang digunakan dalam analisis R/C adalah sebagai berikut : R/C atas biaya tunai = R/C atas biaya total = Dalam mengukur tingkat keuntungan usahatani maka terdapat kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C tersebut, yaitu : Apabila nilai R/C > 1, maka usahatani menghasilkan keuntungan Apabila nilai R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas Apabila nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan Oleh karena itu, nilai R/C > 1 berarti usahatani menguntungkan, karena setiap biaya sebesar Rp 1.00 yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (lebih besar dari Rp 1.00). Sebaliknya, jika nilai R/C < 1 berarti usahatani tidak efisien, karena setiap biaya sebesar Rp 1.00 yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan (lebih kecil dari Rp 1.00). Nilai R/C = 1 menunjukkan usahatani berada dalam titik impas, karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Tabel 8 Komponen analisis pendapatan usahatani No. A. B. C.
Komponen Penerimaan usahatani Total penerimaan Biaya tunai
Perhitungan Harga x Hasil panen A a. Biaya sarana produksi b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) c. Biaya Manajemen d. Biaya Keamanan e. Biaya Pemeliharaan Kebun f. Biaya Listrik g. Biaya Transportasi h. Plastik Kemasan
D. E. F. G. H. I.
Biaya yang diperhitungkan Total biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
a.
Penyusutan peralatan C+D A-C A-E A/C A/E
26
Berdasarkan Tabel 8, pendapatan usahatani dan nilai R/C diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan pengeluaran (cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani sayuran organik dan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Total penerimaan diperoleh dari penerimaan tunai produksi, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjumlahan antara pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (yang diperhitungkan).
GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA SARANA BAKTI Sejarah, Lokasi, Visi dan Misi Yayasan Bina Sarana Bakti Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan suatu lembaga berbentuk yayasan yang didirikan oleh Pater Agatho Elsener, OFMCap pada tanggal 7 Mei 1984. Pada mulanya, yayasan ini diharapkan menjadi pusat informasi pembangunan karena pada saat itu Pater Agatho berpendapat bahwa pembangunan yang berjalan di Indonesia arahnya terbalik. Namun karena tema pembangunan dianggap luas dan kurang jelas, maka dipilih pembangunan pertanian khususnya pertanian organis (Natural Farming). Pater Agatho sangat terinspirasi oleh sebuah buku yang dibacanya berjudul “The One Straw Revolution” karya Masanobu Fukuoka. Pikiran utama buku tersebut menjelaskan bahwa “alam sudah bekerja sebagaimana mestinya dan manusia hanya mendukungnya” dan pemikiran tersebut yang mendasari dibuatnya pertanian organis sebagai sarana pembangunan YBSB. Mulai tahun 1987 seluruh lahan YBSB dimanfaatkan untuk pertanian organik, yang artinya pertanian mengikuti hukum alam, dimana segala bentuk asupan kimia sintetis (pestisida dan pupuk) dihentikan total. Dan sejak saat itu YBSB dikenal sebagai salah satu pionir pengembangan pertanian organis di Indonesia. Dalam kurun waktu 16 tahun YBSB telah mengalami banyak perkembangan, salah satunya yaitu pada bulan September tahun 2000 YBSB memperoleh sertifikasi dari salah satu lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) yaitu NASAA (National Association of Sustainable Agriculture Australia) sebagai salah satu produsen bahan pangan organik dan produknya telah memperoleh label non pesticides and chemical free. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi YBSB karena dengan sertifikasi tersebut, YBSB dapat lebih memperluas usaha dan pasar sayuran organik di Indonesia. Selain telah memperoleh sertifikasi, perkembangan lain yang dialami oleh YBSB yaitu jumlah komoditi sayuran yang diusahakan semakin beragam dan lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan produksi semakin luas. YBSB merupakan salah satu produsen sayuran organik yang berlokasi di di Jalan Gandamanah, Desa Tugu Selatan, Kampung Sampay, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi kebun YBSB berada di kawasan puncak lereng Gunung Pangrango pada ketinggian 800-1000 mdpl dengan suhu rata-rata
27
23-25oC dan tekanan udara antara 881.1-913.8 mb. Iklim di wilayah YBSB yaitu tropis cenderung basah dengan curah hujan rata-rata 250-400 ml/bulan dan kelembaban antara 83-90%. Alasan pemilihan lokasi ini karena faktor alam yang sangat mendukung untuk kegiatan budidaya organik yakni struktur tanahnya yang gembur dan berdekatan dengan sumber mata air pegunungan, sehingga memudahkan untuk melakukan penyiraman terhadap tanaman. Luas kebun YBSB yang digunakan untuk memproduksi sayuran organik adalah 4 hektar yang terdiri dari 9 plot lahan penanaman sayuran, 1 plot lahan percobaan tanaman (digunakan untuk penelitian dan pengembangan), 1 plot untuk pembenihan, 1 plot persemaian benih, 1 bangunan untuk proses pematangan pupuk kandang, serta beberapa bangunan seperti kantor bagian pemasaran dan toko sayuran organis milik YBSB. Selain lahan dan bangunan yang disebutkan diatas, didalam kebun produksi YBSB juga terdapat lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Suatu organisasi ataupun perusahaan tentu memiliki visi dan misi yang hendak dicapai di masa mendatang dan mencerminkan cita-cita yang akan dicapai. Visi yang dimiliki YBSB adalah hidup harmonis dengan sesama, alam dan Tuhan. Hal tersebut didasari karena pembangunan yang dilakukan oleh manusia sering sekali merusak keseimbangan di alam, seharusnya semua unsur di alam harus saling mendukung, diadakan untuk kepentingan bersama, bahkan memberikan diri untuk kelangsungan hidup yang lain. Untuk dapat mewujudkan visi yang telah dirancang, YBSB juga memiliki misi organisasinya yaitu memberikan informasi akan pentingnya penerapan sikap organis, penerapan sistem pertanian organik serta mendidik petani baik perorangan maupun lembaga yang membutuhkan keterampilan dan teknik usaha pertanian organik. Misi YBSB tersebut dituangkan dalam nama lembaga yaitu memBINA (menyiapkan, mengembangkan) sebagai SARANA (metode, alat) agar setiap manusia dapat semakin berBAKTI dan melayani sesama, alam, dan Tuhan. Dengan demikian YBSB didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan dunia menjadi tempat yang aman damai dan harmonis bagi seluruh makhluk hidup dan semua ciptaan Tuhan, baik saat ini maupun di masa yang akan datang, bebas dari ketakutan dan ancaman kehancuran. Manusia dan alam seluruhnya hidup dalam kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan sejati.
Manajemen dan Struktur Organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti Setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam suatu usaha memerlukan suatu pengorganisasian yang baik. Hal tersebut perlu dilakukan agar setiap orang yang terlibat dalam suatu organisasi dapat bekerja lebih terarah, terencana, dan bertanggung jawab dengan tugas yang dimilikinya. Begitu pula dengan Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) dalam menjalankan kegiatan usahanya harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah diorganisasikan dengan baik sesuai dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan. Oleh karena itu, YBSB membuat struktur organisasi dengan harapan semua sumber daya manusia yang dimiliki dapat digunakan secara efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk menjalankan dan mengembangkan yayasan. Secara garis besar struktur organisasi YBSB dapat dilihat pada Gambar 3.
28
Pengurus Yayasan
Direktur Eksekutif Konsultan
Div. Keuangan
Bid. Litbang
Div. Diklat
Div. PO
Bid. Benih
Bid. Produksi
Div. HRD
Bid. PU
Bid. Pasar
Gambar 3 Bagan struktur organisasi Yayasan Bina Sarana Baktia a
Sumber : Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
Berdasarkan struktur organisasi tersebut dapat diketahui bahwa pemegang kekuasan tertinggi yaitu pengurus yayasan. Pengurus yayasan membawahi direktur eksekutif, dimana direktur eksekutif membahawahi tiap bagian yang lebih spesifik lagi yaitu Divisi Keuangan, Divisi Pertanian Organis (PO), Divisi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), HRD serta Bidang Litbang dan PU. Tugas utama direktur eksekutif adalah memimpin YBSB untuk mewujudkan visi dan misi dalam aktivitas program sehari-hari. Dalam pelaksanaan tugasnya, direktur eksekutif dibantu oleh beberapa manajer divisi dan manajer divisi dibantu oleh kepala-kepala bidang dan unit serta staf pelaksana. Masing-masing bagian dalam struktur organisasi tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan sesuai dengan dekripsi pekerjaan. Divisi PO (Pertanian Organis) merupakan bagian dari yayasan yang bertugas melaksanakan kegiatan produksi sayuran organik, menjual serta memasarkan sayuran organik YBSB. Divisi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu Bagian Benih, Bagian Produksi, dan Bagian Pasar. Bagian benih memiliki tugas dalam menyediakan serta menjamin kualitas dan kuantitas benih lokal yang akan ditanam di kebun produksi YBSB ataupun yang akan dijual. Bagian produksi memiliki tugas melakukan persemaian benih (pembibitan), merencanakan produksi sayuran serta melaksanakan budidaya sayuran organik mulai dari proses persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Tugas lain divisi PO adalah mengoptimalkan lahan untuk peningkatan hasil produksi. Sedangkan Bagian Pasar memiliki tugas dalam memperoleh informasi permintaan sayuran organik YBSB, melakukan kegiatan pasca panen, menjual serta memasarkan sayuran organik. Divisi keuangan bertugas menangani administrasi yayasan, melakukan audit internal terhadap setiap divisi, serta membuat laporan keuangan yayasan termasuk
29
laporan laba rugi serta laporan pemasukan dan pengeluaran uang. Divisi diklat melakukan kegiatan yang berfokus pada pelatihan dan pendidikan organik bagi pelajar, lembaga, ataupun masyarakat umum yang ingin mengenal lebih dalam mengenai pertanian organik. Adapun kegiatan yang dilaksanakan berupa magang, Live in, kursus, PKL, dan kunjungan lapang. Sedangkan Divisi HRD memiliki tugas manajerial terhadap SDM di YBSB dan termasuk juga perekruitan pegawai. Selain divisi-divisi yang telah disebutkan diatas, YBSB memiliki dua bidang mandiri dalam mendukung kegiatan produksi sayuran organik yaitu Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Bidang Pekerjaan Umum (PU). Bidang Litbang memiliki prioritas dalam meneliti dan mengembangkan produksi sayuran benih lokal, produk olahan, termasuk proses pemasaran YBSB. Bidang Litbang memfokuskan pada aspek perumusan pedoman standar (teknis budidaya mutu sayur dan benih lokal) maupun analisis usahatani yang dipraktekkan di kebun organik YBSB. Bidang litbang akan terus memacu pertumbuhan “organik” dengan merumuskan pedoman standar agar visi hidup organik terus bertumbuh dan berkembang. Sedangkan Bidang Pekerjaan Umum (PU) memiliki tujuan mewujudkan kebun yang memadai dengan infrastruktur yang baik dan sesuai. Bidang PU memiliki tugas utama yaitu memfasilitasi kepentingan pertanian organik dan pelatihan agar lebih efektif dan efesien, menciptakan kebun yang lebih multiguna dengan mempertimbangkan aspek kepentingan agroekologi agar pengelolaan lahan lebih optimal serta keseimbangan populasi sekaligus menghentikan energi yang hilang (erosi). Selain itu, bidang ini memberi sarana agar lebih nyaman bagi pekerja dan pengunjung.
Deskripsi Sumberdaya Yayasan Bina Sarana Bakti Sumberdaya yang dimiliki Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) meliputi sumberdaya keuangan (modal) dan sumberdaya fisik. Sumberdaya keuangan merupakan kemampuan yang dimiliki YBSB untuk mengelola segala hal yang terkait dengan keuangan yayasan dalam menjalankan setiap kegiatan yayasan. Sumberdaya fisik meliputi lahan, peralatan, dan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki yayasan. Aspek sumberdaya manusia sangat penting bagi setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya agar tujuan perusahaan dalam mencapai keberhasilan dapat diraih, begitu pula dengan YBSB. YBSB memiliki total tenaga kerja berjumlah 79 orang yang terdiri dari satu orang pada Divisi Keuangan, 48 orang pada Divisi PO, tujuh orang pada Divisi Diklat, satu orang pada Divisi HRD, 10 orang pada Bidang PU, dan 12 orang pada Bidang Litbang. Divisi PO merupakan bagian dari yayasan yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan produksi sayuran organik di YBSB serta menjual dan memasarkannya. Total tenaga kerja yang ada pada divisi ini yaitu 48 orang yang terbagi ke dalam masing-masing bidang yakni dari empat orang pada Bidang Benih, 31 orang pada Bidang Produksi, dan 12 orang pada Bidang Pasar. Lebih rinci lagi, pada Bidang Benih terdiri dari satu orang kepala bidang benih dan tiga orang tenaga pelaksana, pada Bidang Produksi terdiri dari satu orang kepala bidang produksi, empat orang kepala unit, dan 26 tenaga pelaksana atau buruh tani. Sedangkan pada Bidang Pasar terdiri dari satu orang kepala bidang pasar, empat orang kepala unit, dan tujuh orang tenaga pelaksana.
30
Karyawan atau tenaga kerja yang ada di YBSB terdiri dari tenaga kerja lakilaki dan perempuan. Status karyawan di YBSB juga beragam yakni mulai dari tenaga kerja tetap serta tenaga kerja harian. Data tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi sayuran organik di YBSB berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2012a Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah a
Tenaga Kerja (orang) 25 23 48
Persentase (%) 52.08 47.92 100.00
Sumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
Berdasarkan Tabel 9, dapat dijelaskan bahwa jumlah karyawan atau tenaga kerja dalam memproduksi sayuran organik di YBSB merata atau tidak jauh berbeda antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Tenaga kerja laki-laki memiliki proporsi 52.08 persen dari jumlah tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja perempuan memiliki proporsi 47.92 persen dari jumlah tenaga kerja. Setiap tenaga kerja dalam memproduksi sayuran organik di YBSB memiliki tingkat pendidikan yang beragam mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Tingkat pendidikan tenaga kerja sebagian besar adalah SD dan SMP yaitu sebanyak 39.58 persen dan 41.67 persen dari jumlah tenaga kerja. Sedangkan tingkat pendidikan tenaga kerja yang paling sedikit adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu hanya 8.33 persen dari jumlah tenaga kerja. Karyawan yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi adalah karyawan setingkat manajer, kepala bidang, dan kepala unit. Sedangkan karyawan ditingkat pelaksana atau buruh tani, kebanyakan dari mereka tingkat pendidikannya adalah SD dan SMP. Data mengenai tingkat pendidikan tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi sayuran organik di YBSB dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Tahun 2012a Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah a
Tenaga Kerja (orang)
Sumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
19 20 5 4 48
Persentase (%) 39.58 41.67 10.42 8.33 100.00
31
Berdasarkan Tabel 10, tenaga kerja di YBSB umumnya telah mengikuti pendidikan formal. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh tenaga kerja di YBSB minimal dapat membaca dan menghitung. Kondisi tersebut cukup menguntungkan bagi yayasan karena dengan dasar pendidikan yang telah dimiliki tenaga kerja tersebut akan memudahkan mereka dalam menyerap teknologi dan informasi yang diberikan berkaitan dengan usaha budidaya sayuran organik. Umur tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi sayuran organik di YBSB bervariasi dan digolongkan ke dalam empat golongan. Jumlah tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi di YBSB berdasarkan golongan umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Golongan Umur Tahun 2012a Golongan Umur (tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 Jumlah a
Tenaga Kerja (orang) 6 17 23 2 48
Persentase (%) 12.50 35.42 47.92 4.17 100.00
Sumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
Struktur umur penduduk terdiri dari anak-anak (tidak produktif) pada umur 0-14 tahun, usia subur atau dewasa (produktif) pada umur 15-64 tahun, dan penduduk usia tua pada umur 65 tahun ke atas (BPS 2010). Berdasarkan batasan usia tersebut, maka Tabel 12 menunjukkan bahwa seluruh tenaga kerja di YBSB berada pada umur yang produktif. YBSB memiliki seorang manajer pertanian organis yang memiliki tanggung jawab terhadap operasional kebun secara keseluruhan, mulai perencanaan produksi benih, perencanaan produksi sayuran, pendataan berbagai laporan tentang operasional kebun, pengendalian biaya produksi, proses produksi sayuran, pengiriman produk, serta pemantauan perkembangan dan pemeliharaan kebun. Manajer pertanian organis juga melakukan jalinan kerjasama atau kemitraan dengan petani sebagai pihak pemasok sayuran organik. Hal tersebut dilakukan karena yayasan belum mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi dengan produksi sayuran organik yang dihasilkannya, sehingga dengan dilakukannya kemitraan dengan petani tersebut diharapkan mampu mengurangi gap antara sayuran organik yang ditawarkan YBSB dengan permintaannya. Manajer PO membawahi Bidang Benih, Bidang Produksi, dan Bidang Pasar, dimana masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang kepala bidang yang bertindak sebagai penanggung jawab. Kepala Bidang Benih bertanggung jawab dalam menyediakan dan menyiapkan benih yang berkualitas untuk ditanam, melakukan perencanaan dan pendataan jumlah benih yang akan digunakan pada setiap plot, serta memastikan persediaan benih. Kepala Bidang Produksi bertanggung jawab dalam kegiatan budidaya sayuran organik berupa pengawasan di lapangan, memastikan ketersediaan input-input produksi seperti
32
benih, bibit, pupuk, dan pestisida nabati serta menentukan berapa jumlah bedeng yang akan ditanami masing-masing komoditi setiap minggunya. Bidang Produksi juga melakukan pendataan dan pemantauan pola tanam disetiap bedeng dan plot serta membuat perencanaan tanam dan prediksi panen setiap minggu. Sedangkan manajer pasar bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Bidang Pasar yaitu memperoleh informasi mengenai permintaan konsumen, menyampaikan informasi permintaan tersebut kepada Bagian Produksi, melakukan pencatatan produksi atau panen setiap minggu, melakukan kegiatan pasca panen yaitu membersihkan dan menyortir hasil panen, memisahkan hasil panen berdasarkan grade yang ditentukan, melakukan pengemasan pada sayuran, serta mendistribusikan produk kepada konsumen. Sistem perekrutan tenaga kerja yang dilakukan YBSB tidak mengutamakan pendidikan utamanya pada karyawan ditingkat pelaksana atau buruh tani, akan tetapi yang paling diutamakan adalah keahlian, kedisplinan, serta pengalaman mereka terkait budidaya sayuran. Sebelum resmi menjadi karyawan, para calon karyawan harus terlebih dahulu melalui masa percobaan dan pelatihan budidaya sayuran organik selama dua bulan. Hal tersebut dilakukan YBSB agar mengetahui sejauh mana calon tenaga kerja tersebut memiliki keahlian dalam melakukan budidaya sayuran, serta mengetahui sejauh mana calon karyawan tersebut mampu mengikuti dan mematuhi tata cara budidaya sayuran organik yang berbeda dengan budidaya sayuran konvensional. Apabila calon karyawan tersebut dianggap memenuhi kriteria yang diharapkan YBSB, maka selanjutnya dapat diresmikan menjadi karyawan. Hari kerja yang ditetapkan YBSB kepada seluruh karyawannya baik di tingkat pelaksana atau buruh tani maupun kepala unit, kepala bidang, dan manajer adalah sama yaitu dimulai dari hari Senin hingga Sabtu, sedangkan Minggu libur. Pada hari Senin hingga Jumat, jam kerja yang ditetapkan YBSB yaitu mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, sedangkan hari Sabtu jam kerja dimulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB. Adapun waktu istirahat yang diberikan sebanyak dua kali pada hari Senin hingga Kamis, yaitu pukul 09.45-10.00 WIB dan pukul 12.00-13.00 WIB. Pada hari Jumat istirahat yang diberikan hanya satu kali yaitu pukul 11.00-13.00 WIB, sedangkan hari Sabtu tidak terdapat waktu istirahat. Karyawan atau tenaga kerja yang ada di YBSB statusnya terbagi menjadi tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Karyawan tetap terdiri dari karyawan setingkat kepala unit, kepala bidang, dan manajer, sedangkan tenaga kerja harian terdiri dari karyawan setingkat pelaksana atau buruh tani. Pemberian gaji kepada karyawan tetap dilakukan setiap awal bulan, sedangkan upah tenaga kerja harian diberikan setiap minggu sekali yakni pada hari Sabtu. Pembagian jam kerja antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan tidak berbeda, yaitu delapan jam kerja perharinya. Namun terdapat perbedaan upah antara keduanya, dimana tenaga kerja laki-laki sebesar Rp 25 000/hari sedangkan tenaga kerja perempuan sebesar Rp 20 000/hari.
Permodalan dan Fasilitas Produksi Yayasan Bina Sarana Bakti Sumberdaya keuangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dan dikelola secara baik dan benar agar seluruh kegiatan
33
yayasan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan visi misi Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB). Sumberdaya keuangan yang dimiliki yayasan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bagian dalam yayasan sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan yayasan baik dalam memproduksi sayuran organik maupun kegiatan yayasan diluar kegiatan produksi sayuran organik dapat berjalan dengan baik. Besarnya uang yang dianggarkan YBSB untuk kegiatan produksi sayuran organik kurang lebih sebesar Rp 30 000 000/bulan. Uang tersebut digunakan untuk seluruh kegiatan produksi sayuran organik mulai dari pengadaan benih, persemaian, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen, hingga pendistribusian produk. Modal yang dimiliki YBSB untuk menjalankan seluruh aktivitas yayasan berasal dari modal sendiri tanpa dibantu oleh modal pinjaman dari bank maupun lembaga keuangan lainnya. Permodalan yang dimiliki yayasan berupa lahan seluas 15 hektar yang didalamnya terdapat bangunan kantor YBSB yang digunakan pula sebagai asrama, bangunan operasional kebun produksi, toko sayuran organik YBSB, villa, peralatan, dan kendaraan. Sedangkan modal yang digunakan untuk kegiatan produksi sayuran organik adalah lahan seluas empat hektar yang didalamnya terdiri dari bangunan operasional kebun produksi, bangunan untuk proses pematangan pupuk kandang, peralatan produksi, serta kendaraan yang digunakan untuk mendistribusikan produk kepada konsumen. Peralatan produksi yang dimiliki oleh YBSB digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan produksi antara lain untuk kegiatan pembenihan, persemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan antara lain timbangan benih, tampah, dan kotak penjemur benih. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan persemaian benih (pembibitan) diantaranya polybag mini, alat cetak soil block, dan meja persemaian. Peralatan yang digunakan untuk kegiatan penanaman dan pemeliharaan terdiri dari garpu besar dan kecil, lorry, gembor, semprotan, tebasan, sabit, cangkul, dan ember, dan plastik ultra violet. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk kegiatan panen dan pasca panen antara lain gunting, pisau, container, timbangan, mesin wrapping, mesin sealer, meja untuk melakukan pengemasan, plastik, styrofoam, mobil box dan mini truk.
Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) dalam kegiatan usahataninya melakukan budidaya berbagai jenis sayuran organik antara lain sayuran daundaunan, sayuran umbi-umbian, sayuran kacang-kacangan, dan sayuran buah. YBSB pada tahun 2012 membudidayakan 25 jenis sayuran organik yaitu bayam hijau, bawang daun, bit, brokoli, cabe keriting, caisin, kacang kapri, kailan, kangkung, kol bulat putih, lobak, okra, oyong, pakcoy, petsai, selada cos, seledri, timun jepang, tomat, wortel, zucchini, dan lain-lain. Jenis sayuran yang menjadi unggulan di YBSB antara lain wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli karena tingginya permintaan konsumen terhadap komoditi tersebut. Kegiatan budidaya sayuran organik YBSB dilakukan pada lahan seluas empat hektar yang dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut plot. Plot yang
34
dibuat memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Setiap plot dibagi menjadi bedengan-bedengan yang disebut bed. Jumlah bedengan yang terdapat di kebun adalah 1 315 bed, dengan luas satu buah bed yaitu 10 m2. Berikut ini adalah lokasi dan jumlah bedengan yang ada pada masing-masing plot : a. Plot A memiliki jumlah bedengan 144 bed. b. Plot B memiliki jumlah bedengan 80 bed. c. Plot C memiliki jumlah bedengan 133 bed. d. Plot D memiliki jumlah bedengan 87 bed. e. Plot E memiliki jumlah bedengan 131 bed. f. Plot F/G memiliki jumlah bedengan 132 bed. g. Plot H memiliki jumlah bedengan 159 bed. h. Plot I1 memiliki jumlah bedengan 129 bed. i. Plot I2 memiliki jumlah bedengan 120 bed. j. Plot J memiliki jumlah bedengan 127 bed. k. Plot Pembenihan memiliki jumlah bedengan 200 bed. Bedengan yang ada di kebun YBSB memiliki lebar 1 meter dan panjang 10 m, sehingga luas bedengan yaitu 1 m x 10 m. Bedengan dibuat dengan tinggi bedengan sekitar 15-20 cm. Kemudian jarak antar bedengan berupa parit kecil kurang lebih seluas 40 cm. Parit tersebut berfungsi untuk memudahkan pelaksanaan proses penanaman, pemupukan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, serta panen. Berikut ini merupakan gambar ukuran bedengan sayuran organik di YBSB yang dapat dilihat pada Gambar 4.
10 m
cm
15-20 cm 1m
40 cm
cm
cm cm Gambar 4 Gambar ukuran bedengan sayuran organik di Yayasan Bina Sarana
YBSB dalam membudidayakan sayuran organik melakukan pengaturan terhadap lahan dengan sistem pola tanam. Pengaturan lahan dilakukan pada setiap bedengan, hal tersebut dilakukan agar lahan yang ada dapat digunakan dengan efektif dan yayasan dapat berproduksi dalam periode waktu tertentu, dengan
35
kualitas dan kuantitas sayur organik yang diinginkan. Pengaturan pola tanam dilakukan berdasarkan pertimbangan kontinuitas produk, karena kemampuan yayasan untuk menjaga kontinuitas dalam kegiatan produksi merupakan hal yang sangat penting. Penanaman sayuran organik di YBSB dilakukan setiap minggu, hal tersebut dikarenakan permintaan konsumen yang ingin sayuran yang dipesannya didistribusikan setiap minggu. Penanaman setiap minggu tersebut juga bertujuan agar sayuran masih dalam keadaan segar saat didistribusikan kepada konsumen. Selain berdasarkan pertimbangan kontinuitas produk, pengaturan pola tanam juga dilakukan dengan mempertimbangkan kesuburan tanah, seperti ketersediaan unsur hara dalam tanah. Hal lain yang juga dipertimbangkan adalah hama dan penyakit. Dengan dilakukan pengaturan pola tanam yang sesuai diharapkan serangan hama dan penyakit dapat dicegah dan dikendalikan. Salah satu pengaturan lahan yang dilakukan pada saat penanaman sayuran organik yaitu pergiliran tanaman atau rotasi tanaman. Penerapan rotasi tanaman contohnya yaitu, apabila lahan sebelumnya ditanami brokoli maka pada musim berikutnya sebaiknya lahan tersebut tidak ditanami kembali dengan brokoli atau dengan komoditi yang termasuk dalam satu famili. Perlakuan tersebut dilakukan karena komoditi yang termasuk dalam satu famili memiliki hama dan penyakit yang sama, maka apabila lahan ditanami kembali dengan komoditi yang sama secara berturut-turut, siklus hidup hama dan penyakit tidak akan terputus. Selain bertujuan untuk memutus siklus hama dan penyakit, penerapan rotasi tanaman dengan tidak menanam kembali komoditi sejenis atau dalam famili yang sama juga bertujuan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman sayuran sebelumnya. Penanaman sayuran organik di YBSB dapat dilakukan dengan pola tanam monokultur dan tumpang sari. Monokuktur adalah sistem penanaman satu komoditi saja, sedangkan tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari dua komoditi. Pola tanam tumpang sari yang dilakukan YBSB bertujuan agar penggunaan tiap bedengan lahan menjadi lebih efektif, untuk memutuskan siklus hama, dan menghindari terjadinya kompetisi hara. Sayuran di YBSB digolongkan menjadi legume (kacang-kacangan), leaf (daun-daunan), fruit (buah-buahan), dan root (umbi-umbian). Penggolongan sayuran tersebut didasarkan pada klasifikasi bagian tubuh sayuran yang dimanfaatkan. Pola tanam tumpang sari yang biasa dilakukan YBSB diantaranya jenis sayuran kacang-kacangan ditumpang sarikan dengan sayuran daun-daunan, sayuran daun-daunan ditumpang sarikan dengan sayuran daun-daunan, buah-buahan, dan kacang-kacangan, sedangkan sayuran buah-buahan ditumpang sarikan dengan daun-daunan dan umbi-umbian. Selain berdasarkan golongan sayuran, pola tanam sayuran organik yang dilakukan ditentukan berdasarkan umur tanaman yaitu tanaman sayuran yang berumur panjang (10-12 minggu) ditumpang sarikan dengan tanaman sayuran berumur pendek (4-6 minggu). Penanaman sayuran organik setiap komoditi dilakukan pada lahan yang sama tetapi ditanam pada plot yang berbeda-beda. YBSB pada setiap periode produksinya mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman sayuran, hal tersebut dilakukan agar mampu memenuhi permintaan sayuran yang beragam setiap minggunya. Secara umum pola tanam yang dominan dilakukan oleh YBSB disajikan pada Gambar 5.
36
Pola Tanam I
LLLegume + Leaf
Pola Tanam II
Leaf + Leaf
Pola Tanam III
Leaf
Pola Tanam IV Pola Tanam V Pola Tanam VI Bulan
Root + Leaf
Fruit + Leaf
Root
Root + Fruit
Fruit + Leaf
Legume
Legume
e a f
Fruit + Leaf
Root
Legume + Leaf
Leaf+Leaf
Fruit + Leaf
Root
Leaf + Leaf
Legume
Root + Fruit Jan
Fruit + Leaf
Leaf
Feb
Mar
Leaf
Apr
Mei
Legume+Leaf
Jun
Jul
Fruit
Leaf
Agust Sept
Okt
Nov
Des
Gambar 5 Pola tanam sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti Keterangan : Legume = kacang kapri Leaf = petsai, pakcoy, caisin, kailan, spinach, seledri, kangkung, daun bawang, bayam hijau, selada cos, selada keriting, selada merah, selada head Fruit = bit, cabai keriting, oyong, okra, timun jepang, zucchini, kol bulat putih, brokoli, tomat Root = wortel, lobak
Sistem Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) memasarkan sayuran organik yang diproduksinya kepada agen, supermarket, restaurant dan konsumen akhir. Agen dapat dikatakan sebagai pedagang perantara, karena agen tersebut membeli sayuran organik kepada YBSB kemudian menjualnya lagi kepada konsumen akhir. Sedangkan yang dimaksud dengan konsumen akhir YBSB yaitu warga di lingkungan sekitar YBSB yang membeli sayuran organik di toko sayuran milik YBSB. Sayuran organik yang dijual kepada agen, supermarket, dan restaurant adalah sayuran dengan grade A, hal tersebut sesuai dengan permintaan agen yaitu
37
menginginkan sayuran dengan kualitas yang paling baik, sedangkan yang dijual di toko sayuran organis YBSB adalah sayuran dengan grade B. Agen membeli sayuran organik di YBSB dengan cara melakukan pemesanan yang jumlahnya tetap setiap minggu. Pesanan tiap minggu tersebut telah disepakati oleh pihak agen dan YBSB yang kemudian Bagian Pasar YBSB berusaha untuk memenuhi pesanan tersebut. Selain kesepakatan mengenai jumlah sayuran yang dipesan setiap minggu, kesepakatan lain antara agen dan YBSB yaitu mengenai harga jual sayuran organik. Harga jual sayuran organik yang berlaku di YBSB adalah harga flat yang berarti tidak mengikuti atau tidak dipengaruhi oleh permintaan pasar, sehingga banyak atau sedikitnya permintaan pasar dan banyak atau sedikitnya jumlah produksi tidak mempengaruhi harga jual, baik harga jual untuk sayuran grade A dan grade B. YBSB menentukan sendiri harga jual sayuran organiknya dan harga tersebut telah disepakati oleh pihak agen. Jumlah agen YBSB pada tahun 2012 sebanyak 28, yang terdiri dari 24 pelanggan perorangan, satu supermarket, satu restaurant, dan dua toko sayuran organik. Semua agen tersebut berlokasi di daerah Jakarta dan Bogor. Kegiatan pendistribusian sayuran organik kepada agen dilakukan rutin empat kali setiap minggunya, yaitu pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat dengan menggunakan mobil box dan mini truk. Selain memasarkan sayuran organik yang diproduksinya kepada agen, YBSB juga memasarkan sayuran organiknya langsung kepada konsumen akhir. YBSB memiliki toko sayuran organis milik sendiri yang berada didepan kebun produksi, sehingga yang dimaksud dengan konsumen akhir YBSB adalah warga di lingkungan sekitar YBSB dan pengunjung yang datang berkunjung ke kebun produksi YBSB. YBSB membuka toko sayuran organik sendiri selain bertujuan untuk menjual sayuran yang tidak dapat diterima agen, tetapi juga bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi sayuran organik. Selama ini sayuran organik identik dengan harga yang sangat mahal dan hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yaitu masyarakat kalangan menengah ke atas. Dengan menjual sayuran organik di toko sayuran sendiri yang berada didepan kebun produksi YBSB serta dengan harga yang tidak terlalu tinggi, YBSB berharap masyarakat dengan kalangan menengah ke bawah juga dapat mengkonsumsi sayuran organik.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK Keragaan Usahatani Sayuran Organik Keragaan usahatani sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) dilihat dari penggunaan input-input produksi yang digunakan serta proses kegiatan usahatani yang dilakukan. Pada proses kegiatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli memiliki tahapan yang sama, namun terdapat perlakuan yang berbeda pada beberapa tahapannya.
38
Penggunaan Input Produksi Pada kegiatan budidaya wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli organik di YBSB input produksi yang pada umumnya digunakan terdiri dari benih atau bibit, pupuk, naungan atau atap, kemasan, alat-alat pertanian dan pengemasan, serta tenaga kerja. Adapun penggunaan input produksi tersebut pada masing-masing komoditi dijabarkan sebagai berikut: 1. Wortel Benih yang digunakan pada budidaya wortel organik menggunakan benih produksi YBSB sendiri. YBSB menggunakan benih lokal untuk membudidayakan wortel organik dikarenakan benih varietas tersebut dapat tumbuh optimal karena sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB. Benih yang digunakan YBSB dalam membudidayakan wortel organik dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Benih wortel varietas lokal YBSB
Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih wortel untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak satu kilogram. Benih yang digunakan merupakan benih yang dihasilkan sendiri oleh YBSB sehingga untuk mengetahui harga benih, digunakan harga benih wortel YBSB yang berlaku di pasar yaitu sebesar Rp300 000.00 per kilogram. Pada budidaya wortel organik, pupuk yang digunakan oleh YBSB hanya pupuk progresif yang berasal dari hasil panen yang tersedia di bedengan, serasah daun dan rumput hasil tebasan yang kemudian bahan-bahan tersebut ditumpuk dan diamkan selama kurang lebih enam bulan. Pupuk progresif tersebut digunakan sebagai pupuk dasar. YBSB tidak menggunakan pupuk organik yang berupa pupuk kandang ayam dan pupuk kandang kambing kandang pada saat pengolahan lahan maupun pupuk cair pada saat pemupukan susulan. Hal tersebut karena pada pola pergiliran tanaman wortel ditanam setelah sayuran jenis daun atau buah yang menggunakan pupuk organik saat budidayanya, sehingga masih terdapat residu kandungan pupuk organik dari penanaman sayuran jenis daun atau buah sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara, pemberian kembali pupuk organik pada tanaman wortel akan menyebabkan umbi wortel menjadi kecil dan berbulu. Hal tersebut dikarenakan pemberian pupuk-pupuk tersebut bukan memicu pertumbuhan pada umbi melainkan memicu pertumbuhan pada daun.
39
Sama halnya dengan pupuk, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya wortel organik. Hal tersebut dikarenakan wortel jarang sekali terkena hama, sedangkan penyakit yang menyerang wortel dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan seperti penjarangan, penyiraman, dan juga pergiliran tanaman. Tenaga kerja manusia digunakan untuk setiap proses kegiatan budidaya mulai dari pengolahan tanah sampai panen dan pasca panen. Tenaga kerja manusia yang digunakan seluruhnya berasal dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKLK merupakan tenaga kerja yang diberi upah untuk tenaga yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah hari kerja yang dikontribusikan. Tenaga kerja dalam budidaya wortel organik terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Satuan tenaga kerja untuk pria disebut dengan HKP, sedangkan satuan tenaga kerja untuk wanita disebut dengan HKW. Jam kerja buruh tani di YBSB dimulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00, lalu dimulai kembali pukul 13.00 hingga pukul 16.00 atau selama 8 jam yang setara dengan 1 HOK standar. Meskipun jumlah jam kerja antara pria dan wanita sama, namun terdapat perbedaan upah antara keduanya. Upah tenaga kerja pria sebesar Rp25 000.00 per HOK, sedangkan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp20 000 per HOK. Perbedaan upah tersebut dilakukan karena hasil pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pria dan wanita dalam 1 HKP dan 1 HKW berbeda. Untuk menyetarakan antara HKP dan HKW maka perhitungan dilakukan dengan mengkonversikan HKW menjadi HKP dengan mengacu pada standar pada umumnya bahwa 1 HKP setara dengan 0,8 HKW. Perhitungan HOK tersebut berlaku sama terhadap empat sayuran yang diteliti lainnya. Penggunaan tenaga kerja pada budidaya wortel organik dimulai dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 168.52 HOK/1000 m2 pada tahun 2012. Pada budidaya wortel organik tenaga kerja pria pada umumnya berperan pada tahap penyiapan lahan, penanaman, dan penyiraman, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti penjarangan dan pembersihan gulma, tahap pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya wortel diantaranya adalah garpu besar, garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul, lori, karung, serta alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen yaitu kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 150 kilogram, cut bag sealer, dan plastik kemasan. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Karung digunakan untuk menaruh wortel yang dipanen dan juga untuk mencuci wortel agar bersih dari tanah sebelum dilakukan proses pengemasan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke tempat pencucian wortel dan ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan wortel yang telah dikemas, timbangan 150 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat
40
wortel dikemas, dimana setiap kemasan wortel ditimbang sampai memiliki berat bersih sebesar 500 gram atau 0.5 kilogram. Cut bag sealer berfungsi untuk mengikat wortel yang sudah dikemas. Plastik kemasan untuk mengemas wortel berupa plastik bening berukuran 20 cm x 25 cm dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas wortel yaitu 2 161.00 lembar/1000 m2. Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk wortel per tahun sebesar Rp470 777.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya adalah garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 150 kilogram, dan cut bag sealer. Sedangkan karung tidak dihitung sebagai biaya penyusutan karena karung hanya dapat digunakan selama kurang lebih 6 bulan, sementara plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan. 2. Bayam Hijau Sama halnya dengan wortel, benih bayam hijau yang digunakan untuk budidaya bayam hijau organik menggunakan benih lokal produksi YBSB sendiri. Hal tersebut disebabkan benih lokal YBSB kualitasnya sudah baik dan sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB. Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih bayam hijau untuk lahan seluas 1000 m2pada tahun 2012 yaitu sebanyak satu kilogram. Benih yang digunakan merupakan benih yang dihasilkan sendiri oleh YBSB, sehingga harga benih yang digunakan merupakan harga benih bayam hijau YBSB yang berlaku di pasar yaitu sebesar Rp150 000.00 per kilogram. Berbeda dengan budidaya wortel, bayam hijau menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya. Pupuk yang digunakan dalam budidaya bayam hijau organik adalah pupuk organik yang dapat berasal dari pupuk kandang, pupuk kompos dedaunan, dan pupuk cair. Pupuk kandang yang digunakan merupakan kombinasi dari pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, sekam padi, dan jerami atau rumput. Alasan YBSB menggunakan lebih dari satu jenis pupuk kandang adalah untuk memperkaya unsur hara di dalam tanah sehingga diharapkan kandungan-kandungan hara yang ada didalam tanah dapat terpenuhi. Pupuk kompos dedaunan diperoleh dari sisa-sisa sayuran atau dedaunan sisa panen yang kemudian dikumpulkan dan didiamkan selama kurang lebih dua bulan. Sedangkan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan saat proses pematangan pupuk kandang. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada budidaya bayam hijau untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 3 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012 sebanyak 300.00 liter. YBSB memperoleh pupuk kandang ayam dan pupuk kambing dengan membeli kepada peternak ayam dan kambing, sedangkan jerami atau rumput diperoleh dengan menebas rumput yang ada di kebun YBSB. Pupuk kandang ayam dibeli dengan harga Rp8 000.00 per karung sudah termasuk biaya angkut, sedangkan pupuk kambing dibeli dengan harga Rp5 000.00 per karung
41
sudah termasuk biaya angkut. Setiap karung pupuk kandang tersebut memiliki isi kurang lebih 30 kilogram. Pupuk kandang yang dibeli YBSB masih dalam keadaan segar, sehingga sebelum digunakan harus terlebih dimatangkan melalui proses pematangan pupuk kandang. Proses pematangan pupuk kandang dilakukan dengan cara menumpuk pupuk kandang, pupuk kambing, dan jerami atau rumput selama kurang lebih 3 bulan, dan kemudian dilakukan penyiraman rutin. Dengan demikian, biaya pupuk kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram. Biaya tersebut didalamnya telah memperhitungkan biaya membeli pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, serta upah tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses pematangan pupuk kandang. Pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses pematangan pupuk kandang, sehingga yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung. Sama halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan. Sama halnya dengan wortel, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya bayam hijau organik. Hal tersebut dikarenakan bayam hijau jarang terkena hama, sedangkan penyakit yang menyerang bayam hijau dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan seperti penjarangan, penyiraman, dan juga pergiliran tanaman. Pada budidaya bayam hijau, YBSB menggunakan naungan pada saat musim hujan. Naungan tersebut berfungsi sebagai penahan air hujan agar tidak langsung jatuh mengenai daun. Hal tersebut dikarenakan bayam hijau memiliki daun dan batang yang sangat lembut dan mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah hujan tinggi, maka bayam hijau dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen. Setiap bedengan bayam hijau membutuhkan satu naungan, dimana naungan tersebut terbuat dari bambu, plastik ultraviolet, serta pengikat antar bambu dan plastik ultraviolet berupa kawat.
2m
3 cm
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Rincian gambar bambu (b) foto pemakaian naungan di YBSB Gambar 7 menunjukkan pemakaian naungan pada sayuran organik di
42
YBSB dan rincian gambar bambu. Pada satu buah naungan, bambu yang digunakan adalah bambu yang sudah di belah terlebih dahulu yakni sebanyak 7 batang dengan ukuran 3 cm x 200 cm setiap batangnya dan 3 batang bambu dengan ukuran kurang lebih 3 cm x 300 cm setiap batangnya. Plastik ultraviolet yang digunakan untuk satu naungan berukuran kurang lebih 1,5 m x 10 m, sedangkan kawat yang digunakan untuk satu buah naungan sepanjang 3 m. YBSB memperoleh bambu, plastik, dan kawat yang digunakan untuk membuat naungan dengan cara membeli. Bambu kecil yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 97.00 batang pada tahun 2012. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu batang bambu utuh sebesar Rp7 500.00. Satu batang bambu utuh dapat dibelah menjadi 20 batang bambu kecil sehingga harga bambu kecil sebesar Rp375.00/batang. Plastik ultraviolet yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak kurang lebih 97.10 m pada tahun 2012 dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik ultraviolet sebesar Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 29.13 m pada tahun 2012 dan biaya untuk membeli kawat sebesar Rp1 000.00/meter. Harga tersebut seluruhnya sudah termasuk biaya angkut. Bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dapat digunakan hingga tiga kali menanam sehingga biaya penggunaan bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dibagi tiga untuk setiap kali menanam bayam hijau. Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya bayam hijau organik dimulai dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 85.08 HOK/1000 m2 pada tahun 2012. Pada budidaya bayam hijau organik tenaga kerja pria pada umumnya tidak jauh berbeda dengan wortel, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap penyiapan lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman, penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya bayam hijau pada umunya sama dengan wortel yakni garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul dan lori, namun pada budidaya bayam hijau tidak membutuhkan karung, karena hasil panen langsung dimasukkan ke dalam kontainer. Alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, impulse sealer, dan plastik kemasan. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan bayam hijau yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat bayam hijau dikemas, dimana setiap kemasan bayam hijau ditimbang sampai memiliki berat bersih sebesar 200 gram atau 0.2 kilogram. Impulse sealer berfungsi untuk menutup kemasan. Plastik kemasan
43
untuk mengemas bayam hijau berupa plastik bening berukuran 25 cm x 50 cm dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas bayam hijau sebanyak 2 803.00 lembar/1000 m2. Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk bayam hijau per tahun sebesar Rp146 554.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya adalah garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan impulse sealer. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan. 3. Caisin Benih caisin yang digunakan untuk budidaya caisin organik menggunakan benih lokal hasil produksi YBSB sendiri, sama halnya dengan wortel dan bayam hijau. YBSB sudah mampu memenuhi kebutuhan benih untuk caisin, sehingga benih yang digunakan adalah benih lokal YBSB karena kualitasnya sudah baik dan sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB. Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih caisin untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih sebanyak 0.08 kilogram. Berbeda dengan wortel dan bayam hijau yang benihnya dapat langsung disebar atau ditanam di lahan, benih caisin harus terlebih dahulu disemai. Hal tersebut dikarenakan benih caisin belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Benih caisin yang digunakan YBSB dalam membudidayakan caisin organik dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Benih caisin varietas lokal YBSB Bibit caisin yang digunakan untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu sebanyak 25 000 tanaman. Harga bibit per tanaman caisin sebesar Rp60.00, dimana harga bibit tersebut didalamnya sudah termasuk biaya membeli benih caisin dengan harga Rp350 000.00 per kilogram dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses persemaian sampai bibit siap dipindah ke lahan.
44
Caisin menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya dengan bayam hijau. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada budidaya caisin untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 5 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012 sebanyak 300.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan biaya pupuk cair yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut dikarenakan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses pematangan pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan. Sama halnya dengan wortel dan bayam hijau, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya caisin organik. Hal tersebut dikarenakan hama yang terdapat pada caisin masih dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan, pola tumpang sari, dan juga rotasi tanaman. YBSB pada dasarnya sangat jarang untuk menggunakan pestisida nabati hampir pada semua jenis sayuran yang dibudidayakannya, hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan pestisida nabati sayuran menjadi pahit. Pada budidaya caisin, YBSB juga menggunakan naungan pada saat musim hujan. Hal tersebut dikarenakan caisin memiliki daun dan batang yang sangat lembut dan mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah hujan tinggi caisin dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen, sama halnya dengan bayam hijau. Bahan-bahan untuk membuat naungan pada caisin pada dasarnya sama dengan bayam hijau, yaitu terdiri dari bambu, plastik ultraviolet, serta pengikat antar bambu dan plastik ultraviolet berupa kawat. Bambu kecil yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 184.00 batang. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu batang bambu utuh sebesar Rp7 500.00. Satu batang bambu utuh dapat dibelah menjadi 20 batang bambu kecil sehingga harga bambu kecil sebesar Rp375.00/batang. Plastik ultraviolet yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak kurang lebih 184.00 m dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik ultraviolet sebesar Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 55.17 m dan biaya untuk membeli kawat sebesar Rp1 000.00/meter. Harga tersebut seluruhnya sudah termasuk biaya angkut. Bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dapat digunakan hingga tiga kali menanam sehingga biaya penggunaan bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dibagi tiga untuk setiap kali menanam caisin. Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya caisin dimulai dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 100.24 HOK/1000 m2 pada tahun 2012. Pada budidaya caisin tenaga kerja pria pada umumnya sama dengan bayam hijau, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap penyiapan lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman, penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan
45
keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya caisin pada umumnya sama dengan bayam yakni alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, impulse sealer, dan plastik kemasan. Alat cetak soil block berfungsi sebagai pencetak media persemaian benih yang berupa tanah. Pada satu buah alat tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk masing-masing block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar memudahkan dan mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan caisin yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat caisin dikemas, dimana setiap kemasan caisin ditimbang sampai memiliki berat bersih sebesar 200 gram atau 0.2 kilogram. Impulse sealer berfungsi untuk menutup kemasan. Plastik kemasan untuk mengemas caisin berupa plastik bening berukuran 20 cm x 50 cm dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas caisin sebanyak 3 525.00 lembar/1000 m2. Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk caisin per tahun sebesar Rp.207 478.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan impulse sealer. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan. 4. Selada Cos Benih selada cos yang digunakan untuk budidaya selada cos organik menggunakan benih lokal hasil produksi YBSB sendiri, sama halnya dengan wortel, bayam hijau, dan caisin. YBSB sudah mampu memenuhi kebutuhan benih untuk selada cos, sehingga benih yang digunakan adalah benih lokal YBSB karena kualitasnya sudah baik dan sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB. Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih selada cos untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih sebanyak 0.02 kilogram. Sama halnya dengan benih caisin, benih selada cos harus terlebih dahulu disemai. Hal tersebut dikarenakan benih selada cos belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Benih selada cos yang digunakan YBSB dalam membudidayakan selada cosdapat dilihat pada Gambar 9.
46
Gambar 9 Benih selada cos varietas lokal YBSB Bibit selada cos yang digunakan untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu sebanyak 25 000 tanaman pada tahun 2012. Harga bibit per tanaman selada cos sebesar Rp60.00, dimana harga bibit tersebut didalamnya sudah termasuk biaya membeli benih selada cos dengan harga Rp3 000 000.00 per kilogram dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses persemaian sampai bibit siap dipindah ke lahan. Selada cos menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya dengan bayam hijau dan caisin. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada budidaya selada cos untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 5 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012 sebanyak 300.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan biaya pupuk cair yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut dikarenakan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses pematangan pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan. Sama halnya dengan wortel, bayam hijau, dan caisin, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya selada cos organik. Hal tersebut dikarenakan hama yang terdapat pada selada cos masih dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan, pola tumpang sari, dan juga rotasi tanaman. YBSB pada dasarnya sangat jarang untuk menggunakan pestisida nabati hampir pada semua jenis sayuran yang dibudidayakannya, hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan pestisida nabati sayuran menjadi pahit. Pada budidaya selada cos, YBSB juga menggunakan naungan pada saat musim hujan. Hal tersebut dikarenakan selada cos memiliki daun dan batang yang mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah hujan tinggi selada cos dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen. Selain itu penggunaan atap bertujuan untuk menghindari selada cos tumbuh kerdil, warna daun menjadi kuning dan memiliki bercak hitam. Bahan-bahan untuk membuat
47
naungan pada selada cos pada dasarnya sama dengan bayam hijau dan caisin, yaitu terdiri dari bambu, plastik ultraviolet, serta pengikat antar bambu dan plastik ultraviolet berupa kawat. Bambu kecil yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 151.00 batang. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu batang bambu utuh sebesar Rp7 500.00. Satu batang bambu utuh dapat dibelah menjadi 20 batang bambu kecil sehingga harga bambu kecil sebesar Rp375.00/batang. Plastik ultraviolet yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak kurang lebih 150.97 m dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik ultraviolet sebesar Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 45.29 m dan biaya untuk membeli kawat sebesar Rp1 000.00/meter. Harga tersebut seluruhnya sudah termasuk biaya angkut. Bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dapat digunakan hingga tiga kali menanam sehingga biaya penggunaan bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dibagi tiga untuk setiap kali menanam selada cos. Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya selada cos dimulai dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 122.34 HOK/1000 m2 pada tahun 2012. Pada budidaya selada cos tenaga kerja pria pada umumnya sama dengan bayam hijau dan caisin, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap penyiapan lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman, penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya selada cos pada umumnya sama dengan caisin yakni alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, impulse sealer, dan plastik kemasan. Alat cetak soil block berfungsi sebagai pencetak media persemaian benih yang berupa tanah. Pada satu buah alat tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk masingmasing block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar memudahkan dan mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan selada cos yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat selada cos dikemas, dimana setiap kemasan selada cos ditimbang sampai memiliki berat bersih sebesar 200 gram atau 0.2 kilogram. Impulse sealer berfungsi untuk menutup kemasan. Plastik kemasan untuk mengemas caisin berupa plastik bening berukuran 20 cm x 25 cm dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas selada cos sebanyak 5 869.00 lembar/1000 m2.
48
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk selada cos per tahun sebesar Rp325 557.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan impulse sealer. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan. 5. Brokoli Benih brokoli yang digunakan untuk budidaya brokoli organik menggunakan benih hibrida varietas Royal Green, berbeda dengan wortel, bayam hijau, caisin, dan selada cos yang menggunakan benih lokal YBSB. Menurut hasil wawancara dengan pihak YBSB tidak bisa memproduksi benih brokoli sendiri dikarenakan biaya yang sangat mahal dalam proses pembenihannya. Selain itu proses pembenihan brokoli harus menggunakan pestisida kimia, sementara YBSB sama sekali tidak menggunakan pestisida kimia. Oleh sebab itu benih yang digunakan untuk budidaya brokoli di YBSB menggunakan benih yang dibeli dari luar. Benih brokoli yang dijual di Indonesia merupakan benih yang diimpor yang kemudian dikemas di Indonesia. Benih brokoli yang digunakan YBSB adalah benih produksi Chia Tai Seed dari negara Thailand. Gambar 10 menunjukkan benih brokoli varietas Royal Green yang digunakan oleh YBSB.
(a)
(b)
Gambar 10 (a) Benih brokoli varietas Royal Green tampak depan (b) Benih brokoli varietas Royal Green tampak belakang
Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih brokoli untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih sebanyak 0.03 kilogram. Sama halnya dengan benih caisin dan selada cos, benih brokoli harus terlebih dahulu disemai. Hal tersebut dikarenakan benih brokoli belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Bibit brokoli yang digunakan untuk lahan seluas 1000
49
m2 yaitu sebanyak 5 000 tanaman pada tahun 2012. Harga bibit per tanaman brokoli sebesar Rp116.00, dimana harga bibit tersebut didalamnya sudah termasuk biaya membeli benih brokoli dengan harga Rp7 500 000.00 per kilogram dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses persemaian sampai bibit siap dipindah ke lahan. Brokoli menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya dengan bayam hijau, caisin, dan selada cos. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada budidaya brokoli untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 5 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012 sebanyak 1 000.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan biaya pupuk cair yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut dikarenakan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses pematangan pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan. YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya brokoli organik. Hal tersebut dikarenakan hama yang terdapat pada organik masih dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan, pola tumpang sari, dan juga rotasi tanaman. YBSB pada dasarnya sangat jarang untuk menggunakan pestisida nabati hampir pada semua jenis sayuran yang dibudidayakannya, hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan pestisida nabati sayuran menjadi pahit. Berbeda dengan bayam hijau, caisin, dan selada cos, pada proses budidaya brokoli tidak menggunakan naungan saat musim hujan. Menurut hasil wawancara dengan YBSB, daun dan buah brokoli kuat dan tahan terhadap air hujan, berbeda dan bayam hijau, caisin, dan selada cos yang daunnya mudah rusak jika terkena air hujan. Oleh sebab itu pada proses budidaya brokoli, YBSB tidak menggunakan naungan pada saat musim hujan. Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya brokoli dimulai dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 105.58 HOK/1000 m2 pada tahun 2012. Pada budidaya brokoli tenaga kerja pria pada umumnya sama dengan bayam hijau dan caisin, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap penyiapan lahan, penanaman, penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya brokoli pada umumnya sama dengan caisin dan selada cos yakni alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, mesin wrapping, dan plastik wrapping. Alat cetak soil block berfungsi sebagai pencetak media persemaian benih yang berupa tanah.
50
Pada satu buah alat tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk masing-masing block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar memudahkan dan mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan brokoli yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat brokoli dikemas. Plastik kemasan untuk mengemas brokoli berupa plastik wrapping dengan panjang 500 m per roll dan sticker. Jumlah kemasan yang digunakan untuk mengemas brokoli sebanyak 710.00 buah/1000 m2. Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk brokoli per tahun sebesar Rp114 550.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan mesin wrapping. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp375.00 per buah. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik wrapping dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan.
Proses Budidaya Budidaya sayuran organik di YBSB mengikuti pola pergiliran tanaman atau rotasi tanaman, dimana menurut Pracaya (2012) pergiliran tanaman adalah menanam jenis-jenis tanaman dalam famili yang berbeda secara bergantian. Begitu pula dengan sayuran wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli yang pada budidayanya mengikuti pola rotasi tanaman. Rotasi tanaman yang dilakukan YBSB bertujuan untuk mengembalikan unsur hara tanah, mengendalikan hama penyakit, serta untuk memenuhi permintaan. Secara keseluruhan tahapan budidaya wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli tidak jauh berbeda. Namun terdapat beberapa perbedaan diantaranya pada tahapan penyiapan lahan, wortel tidak dilakukan pemupukan dasar, berbeda dengan budidaya bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli yang melakukan pemupukan dasar pada tahap penyiapan lahan. Selain itu, perbedaan tahapan budidaya juga terlihat pada bayam hijau, caisin, dan selada cos yang pada saat musim hujan menggunakan naungan, sementara pada budidaya wortel dan brokoli tidak menggunakan naungan. Proses budidaya masing-masing komoditi tersebut secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut : 1. Wortel Tahapan pertama pada budidaya wortel organik di YBSB dimulai dari persiapan lahan. Tahapan penyiapan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman wortel. Keadaan lahan sudah terbentuk berupa bedengan berukuran 1 m x 10 m. Setiap
51
bedengan memiliki tinggi sebesar 15-20 cm dan jarak antar bedengan kurang lebih 40 cm. Jarak tersebut telah dipertimbangkan untuk mempermudah saat dilakukan penanaman, perawatan, dan pemanenan. Tahapan ini dimulai dengan membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya. Setelah lahan bersih dari rumput atau tanaman sisa panen tanaman sebelumnya, lahan yang sebelumnya telah memadat dan keras harus diolah kembali agar tanah menjadi lebih halus serta gembur. Pada tahap ini dilakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas. Pembalikkan tanah tersebut dilakukan agar terjadi pertukaran udara (aerasi) didalam tanah, air mudah meresap, akar tanaman mudah menembus tanah untuk mencapai air dan menyerap unsur hara, dan mengurangi penguapan air tanah saat musim kemarau. Penggalian tanah dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana yaitu garpu besar atau cangkul, dan dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak membunuh organisme yang ada di dalam tanah seperti cacing tanah. Setelah tanah dibalik, tanah digali kembali untuk memasukkan atau menguburkan pupuk progresif dan kemudian tanah ditutup kembali untuk dapat langsung ditanami atau didiamkan terlebih dahulu selama satu atau dua hari. Lahan yang telah siap untuk ditanami tersebut tidak boleh terlalu lama didiamkan, karena apabila terlalu lama didiamkan maka tanah akan kembali mengeras. Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahap penanaman. Penanaman wortel diawali dengan membuat alur atau garis memanjang menggunakan bambu sebagai tempat untuk menabur benih wortel. Setiap alur memiliki kedalaman kurang lebih 2 cm dengan jarak antar baris alur sebesar 20 cm. Pada lahan wortel yang ditanam secara monokultur, pada setiap bedengan terdapat 5 baris alur untuk ditanami wortel. Sedangkan pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah alur untuk wortel pada satu bedeng berjumlah 4 baris alur. Gambar 11 merupakan gambar jarak tanam wortel yang ditanam secara monokultur dan salah satu pola tanam wortel yang ditanam secara tumpang sari, yakni wortel yang ditumpang sarikan dengan daun bawang. 100 cm
25 cm
10 cm 20 cm 10 cm
(a)
20 cm
(b)
52
Keterangan : (a) = Tanaman wortel yang ditanam secara monokultur (b) = Tanaman wortel yang ditanam secara tumpang sari dengan daun bawang Gambar 11 Gambar beberapa pola jarak tanam wortel
Pada budidaya wortel, penanaman wortel dilakukan dengan cara ditabur sepanjang alur secara merata sehingga wortel dapat tumbuh dengan rapi dan teratur dalam setiap bedengan. Benih wortel tidak perlu disemai terlebih dahulu sebelum ditanam. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terbentuknya cabang pada umbi wortel. Untuk satu baris alur sepanjang 10 m, dibutuhkan benih wortel sebanyak 2 gram. Gambar 12 menunjukkan proses penaburan benih wortel.
Gambar 12 Proses penaburan benih wortel sepanjang alur
Setelah benih selesai ditabur, maka selanjutnya benih ditutup dengan tanah yang halus atau remah setebal kurang lebih 1 cm dan setelah itu dilakukan penyiraman secara merata hingga tanah basah. Kegiatan penanaman biasanya dilakukan YBSB pada sore hari saat cuaca teduh, dimana pada saat tersebut tanah berada dalam kondisi yang baik untuk dilakukan penanaman. Benih wortel akan mulai berkecambah sekitar satu minggu kemudian. Selama masa pertumbuhan, tanaman wortel disiram setiap dua hari sekali pada musim kemarau. Penyiraman tidak dilakukan setiap hari dikarenakan YBSB berada di lokasi yang memiliki intensitas hujan yang cukup tinggi, sehingga pada musim kemarau hujan tetap terjadi meskipun dalam intensitas dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor. Sedangkan pada musim hujan tanaman wortel tidak disiram karena intensitas dan curah hujan tinggi, sehingga apabila dilakukan penyiraman kembali tanah menjadi terlalu lembap dan membuat umbi wortel tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan menjadi busuk.
53
Tahapan selanjutnya setelah wortel ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau perawatan. Pemeliharaan dilakukan untuk mendukung pertumbuhan wortel sehingga dihasilkan wortel dengan kualitas baik. Pada budidaya wortel tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu penjarangan, pembersihan gulma, dan pembumbunan. Penjarangan dilakukan untuk mengatur jarak antar tanaman agar tidak terlalu rapat dengan cara mencabut tanaman wortel yang terlalu rapat atau terlihat menumpuk dengan hati-hati agar tanaman wortel yang lain tidak ikut tercabut. Pada saat penjarangan, antar tanaman wortel diatur hingga memiliki jarak sekitar 5 cm. Penjarangan dilakukan agar antar umbi tidak saling berebut unsur hara dan agar umbi wortel memiliki ruang yang luas untuk tumbuh besar. Kegiatan penjarangan dilakukan sekali selama umur tanamnya yaitu pada saat umur tanaman wortel sekitar 1-1,5 bulan. Sama halnya dengan kegiatan penjarangan, pembersihan gulma juga dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan pertumbuhan wortel. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman wortel dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar wortel dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman wortel 1 bulan dan dilakukan sebanyak dua kali sampai waktu panen. Sedangkan pembumbunan dilakukan apabila pangkal umbi terlihat di atas tanah. Jika terjadi hal tersebut maka harus segera dilakukan pembumbunan karena apabila terkena sinar matahari, umbi wortel warnanya akan menjadi hijau sehingga wortel yang dihasilkan kualitasnya menjadi rendah. Kegiatan pemeliharaan tanaman biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita karena membutuhkan keuletan dan tergolong dalam kegiatan yang lebih ringan dibandingkan kegiatan lainnya. Dalam kegiatan pengendalian hama dan penyakit, YBSB melakukan cara preventif dan kuratif. Cara preventif atau pencegahan dilakukan dengan cara memilih lokasi tanam yang tepat, menanam pada waktu yang tepat, menanam beberapa jenis sayuran dalam satu bedengan (polikultur), dan melakukan pola pergiliran tanaman. Sedangkan cara kuratif adalah pengendalian hama dengan menggunakan pestisida nabati yang dapat terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, seperti daun tembakau, daun awar-awar, daun nimba, bawang putih, daun mint, daun tephrosia, dan lain-lain. Dalam aplikasinya, YBSB sangat jarang menggunakan pestisida nabati untuk mengendalikan hama dan penyakit pada sayuran organik yang dibudidayakannya, hal tersebut karena pestisida nabati dapat membuat sayuran menjadi terasa pahit dan tidak boleh terlalu sering dilakukan karena dapat membunuh hama dan memutus siklus hidup beberapa binatang dan juga tumbuhan. Oleh karena itu, dalam mengendalikan hama dan penyakit YBSB lebih menerapkan cara pencegahan melalui cara-cara yang telah disebutkan diatas. Begitu pula dengan cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman wortel yaitu dengan tidak menanam tanaman wortel kembali pada bedengan yang ditanami wortel sebelumnya, mengkombinasikan wortel dengan daun bawang pada bedengan karena aroma bawang daun dapat mengusir hama pada tanaman wortel, serta dengan menanam pada waktu yang tepat. Pemanenan wortel di YBSB dilakukan setelah umur wortel kurang lebih 85 HST hingga 90 HST dan dilakukan sebanyak satu kali atau serentak. Panen dilakukan ketika daun wortel telah menguning dan umbi wortel sudah terlihat menonjol diatas permukaan tanah. Umbi wortel yang sudah terlihat diatas
54
permukaan tanah harus segera dipanen, karena apabila panen terlambat dilakukan maka wortel akan mengeras dan kualitasnya menjadi rendah. Pemanenan wortel dilakukan dengan cara menggali tanah dengan hati-hati menggunakan garpu kecil agar umbi tidak rusak atau cacat, kemudian wortel dicabut dari tanah. Bagian daun dan akar wortel dipotong dengan menggunakan pisau lalu selanjutnya wortel dimasukkan ke dalam karung. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil wortel yang dipanen dengan mengelompokkan wortel ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Wortel grade A panjangnya telah mencapai kurang lebih 14-20 cm dan berdiameter sekitar 2,5-3,5 cm, berwarna orange cerah, lurus, tidak bercabang, tidak busuk, tidak berakar, dan tidak berkayu atau keras. Sementara wortel yang tidak lurus, bercabang, yang memiliki sedikit warna hijau tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan wortel yang memiliki banyak cabang, sangat kerdil, dan busuk adalah wortel yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan. Gambar 13 menunjukkan wortel grade B atau afkir.
Gambar 13 Wortel grade B
Hasil panen wortel yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 1 533.14 kg/1000 m2. Setelah wortel grade A dan grade B dimasukkan ke dalam karung, maka selanjutnya dilakukan pencucian wortel untuk membersihkan wortel dari tanah. Pencucian wortel dilakukan melalui dua tahap, yaitu pertama karung yang didalamnya berisi wortel hasil panen dimasukkan air jernih kemudian digoyangkan selama kurang lebih 15 menit untuk meluruhkan tanah yang menempel pada wortel, kemudian wortel dicuci kembali dengan menggunakan air jernih yang mengalir untuk membersihkan wortel dari tanah sampai benar-benar bersih. Gambar 14 menunjukkan proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang mengalir.
55
Gambar 14 Proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang mengalir Gambar 14 menunjukkan proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang berasal dari sumber mata air. Air yang digunakan untuk mencuci wortel dan juga sayuran lainnya harus air yang jernih dan berasal dari sumber mata air. Wortel harus dicuci sampai benar-benar bersih dari tanah sebelum dibawa ke bidang pasar untuk dilakukan tahapan pasca panen. Wortel yang telah bersih dari tanah kemudian dibawa ke bidang pasar menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan dengan tujuan agar wortel dapat memenuhi standar perdagangan atau standar yang diingikan oleh konsumen, agar terlihat menjadi lebih menarik, dan juga agar lebih awet dan tidak mudah rusak saat didistribusikan kepada konsumen.Hal yang dilakukan YBSB agar semua tujuan tersebut tercapai yaitu dengan melakukan pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Pembersihan merupakan salah satu tindakan penting sebelum wortel diproses lebih lanjut. Dalam proses pembersihan, wortel dibersihkan dengan cara menggosok wortel menggunakan kain lap sampai warna wortel menjadi orange cerah dan terlihat mengkilat. Setelah wortel dibersihkan, proses selanjutnya yaitu sortasi yaitu dengan memilah wortel sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar sayuran yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Grading merupakan suatu kegiatan untuk menyatukan atau mengelompokkan wortel berdasarkan ukurannya yaitu wortel grade A dan grade B. Grade wortel tersebut ditentukan berdasarkan keinginan dan permintaan dari konsumen. Wortel sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian wortel hasil grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Pengemasan wortel dilakukan pada wortel grade A, sedangkan pada wortel grade B tidak dilakukan pengemasan. Gambar 15 menunjukkan wortel grade A yang telah dikemas.
56
Gambar 15 Wortel grade A yang sudah dikemas
Wortel grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x 25 cm dengan berat per kemasan wortel sebesar 500 gram. Setelah wortel dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan ditutup menggunakan cut bag sealer. Wortel yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan. 2. Bayam Hijau Tahapan pertama pada budidaya bayam hijau organik di YBSB dimulai dari persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya bayam hijau tidak jauh berbeda dengan tahap persiapan lahan wortel, yakni dimulai dengan membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian melakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas. Perbedaan terdapat pada pemberian pupuk dasar, dimana tanaman bayam hijau menggunakan pupuk organik yang berupa pupuk kandang sebagai pupuk dasar, sedangkan tanaman wortel menggunakan pupuk progresif sebagai pupuk dasar. Pupuk organik yang digunakan terdiri dari campuran pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, dan sekam padi. Pemupukan dasar dilakukan dengan cara disebar merata sepanjang bedeng lalu dicampurkan dengan tanah. Setelah dilakukan pemupukan dasar maka lahan dapat langsung ditanami atau didiamkan terlebih dahulu selama satu atau dua hari. Lahan yang telah siap untuk ditanami tersebut tidak boleh terlalu lama didiamkan, karena apabila terlalu lama didiamkan maka tanah akan kembali mengeras. Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahap penanaman. Penanaman bayam hijau sama dengan wortel yaitu diawali dengan membuat alur atau garis memanjang menggunakan bambu sebagai tempat untuk menabur benih bayam hijau. Setiap alur memiliki kedalaman kurang lebih 2 cm dengan jarak antar baris alur sebesar 20 cm. Pada lahan bayam hijau yang ditanam secara monokultur, pada setiap bedengan terdapat lima baris alur untuk ditanami bayam hijau. Sedangkan pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah alur untuk ditanami bayam hijau pada satu bedeng dapat berjumlah tiga atau empat baris alur. Gambar 16 merupakan gambar jarak tanam bayam hijau yang ditanam secara monokultur dan pola tanam bayam hijau yang ditanam secara tumpang sari, yakni bayam hijau yang ditumpang sarikan dengan jagung dan kol bunga.
57
100 cm
25-30 cm 36 cm 10 cm 20 cm 10 cm
(a)
20 cm
(b)
20 cm
(c)
Keterangan : (a) = Tanaman bayam hijau yang ditanam secara monokultur (b) = Tanaman bayam hijau yang ditumpang sarikan dengan jagung (c) = Tanaman bayam hijau yang ditumpang sarikan dengan kol bunga Gambar 16 Gambar beberapa pola jarak tanam bayam hijau
Pada budidaya bayam hijau, penanaman bayam hijau dilakukan dengan cara ditabur sepanjang alur secara merata sehingga bayam hijau dapat tumbuh dengan rapi dan teratur dalam setiap bedengan. Benih bayam hijau tidak perlu disemai terlebih dahulu sebelum ditanam. Untuk satu baris alur sepanjang 10 m, dibutuhkan benih bayam hijau sebanyak 2 gram. Setelah benih selesai ditabur, maka selanjutnya benih ditutup dengan tanah yang halus atau remah setebal kurang lebih 1 cm dan setelah itu dilakukan penyiraman secara merata hingga tanah basah. Kegiatan penanaman biasanya dilakukan YBSB pada sore hari saat cuaca teduh, dimana pada saat tersebut tanah berada dalam kondisi yang baik untuk dilakukan penanaman. Pada musim hujan tanaman bayam hijau menggunakan naungan yang berfungsi sebagai penahan air hujan agar tidak langsung jatuh mengenai daun. Bayam hijau memiliki daun dan batang yang sangat lembut dan mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah hujan tinggi, maka bayam hijau dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen. Cara pembuatan naungan yaitu pertama dengan membelah bambu yang masih dalam bentuk batang menjadi bambu dengan ukuran lebih kecil yaitu kurang lebih 3 cm x 200 cm. Setelah bambu siap dipakai maka langkah selanjutnya adalah membuat tiang lengkung dari sebanyak 7 buah untuk tiap bedeng, kemudian memasang bambu atap secara memanjang di atas tiang lengkung dengan panjang kurang lebih 10 m. Pada pertemuan antara tiang lengkung dengan bambu atap diikat dengan kawat hingga kencang. Setelah pertemuan antar
58
bambu diikat, plastik ultraviolet dipasangkan dengan mengikat setiap ujungnya pada bambu. Pemasangan naungan biasanya dilakukan setelah tahap penyiapan lahan dan sebelum dilakukan tahap penanaman. Selama masa pertumbuhan, tanaman bayam hijau disiram setiap dua hari sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman bayam hijau tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman. Namun apabila menggunakan naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari sekali. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor. Tahapan selanjutnya setelah bayam hijau ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau perawatan. Pada budidaya bayam hijau tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan pertumbuhan bayam hijau. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman bayam hijau dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar bayam hijau dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman bayam hijau dua minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pembersihan gulma pada budidaya bayam hijau jarang dilakukan karena jarak tanam bayam hijau yang rapat, sehingga jarang ada gulma yang tumbuh. Pemupukan susulan diberikan dua kali yaitu pada saat bayam hijau berumur dua minggu dan tiga minggu. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang terbuat dari rembesan proses pematangan pupuk kandang yang telah dicampur dengan air dengan perbandingan 1:10, yaitu 1 liter air rembesan pupuk kandang dicampur dengan 10 liter air. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Bayam hijau termasuk jenis tanaman yang tidak terlalu sulit untuk pengendalian hama atau penyakitnya, karena tanaman bayam hijau tidak mempunyai musuh hama atau penyakit terlalu banyak dan jarang terserang oleh hama penyakit tersebut. Oleh sebab itu dalam mengendalikan hama dan penyakit pada bayam hijau tidak menggunakan pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak menanam tanaman bayam hijau kembali pada bedengan yang ditanami bayam hijau sebelumnya, mengkombinasikan bayam hijau dengan tanaman lainyang berbeda hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam bayam hijau pada waktu yang tepat. Pemanenan bayam hijau dilakukan secara bertahap yakni dengan mencabut tanaman yang sudah besar terlebih dahulu mendahului yang lainnya dan dilakukan seterusnya sampai semua tanaman selesai dipanen. Pemanenan bayam hijau biasanya dilakukan pada umur bayam hijau kurang lebih 25 HST hingga 35 HST, dan dilakukan kurang lebih 3-5 kali. Hasil panen bayam hijau yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 583.67 kg/1000 m2. Bayam hijau dipanen ketika tingginya sudah mencapai 40-45 cm dan dilakukan dengan cara dicabut. Pada saat mencabut harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar batang dan daun bayam hijau tidak patah, setelah itu bayam hijau diikat dan
59
dilakukan pencucian dengan membersihkan batang dan akar dari tanah sampai bersih. Pada saat mencuci jangan sampai bagian daun bayam hijau ikut terkena air, karena apabila daun ikut terkena air dapat menyebabkan daun menjadi cepat busuk. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil bayam hijau yang dipanen sesuai dengan kriteria yang ditentukan Bidang Pasar yaitu dengan mengelompokkan bayam hijau ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Bayam hijau grade A panjangnya telah mencapai kurang lebih 40-45 cm dan panjang akar sekitar 1-2 cm, berwarna hijau muda, tampilannya segar tidak berwarna kuning, sedikit lubang, dan tidak terdapat bercak coklat. Sementara bayam hijau yang tampilannya kurang segar, banyak lubang dan terdapat sedikit bercak coklat tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan bayam hijau yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat banyak bercak coklat, layu atau busuk termasuk bayam hijau yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan. Bayam hijau yang telah bersih dari tanah kemudian dimasukkan ke dalam kontainer, kemudian dibawa ke Bidang Pasar menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Dalam proses pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan sayuran lain yang ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga bayam hijau menjadi bersih dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi. Sortasi yaitu dengan memilah bayam hijau sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar bayam hijau yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Bayam hijau sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Pengemasan bayam hijau dilakukan pada bayam hijau grade A, sedangkan pada bayam hijau grade B tidak dilakukan pengemasan. Gambar 17 menunjukkan bayam hijau grade A yang telah dikemas.
Gambar 17 Bayam hijau grade A yang sudah dikemas
60
Bayam hijau grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x 50 cm dengan berat per kemasan bayam hijau sebesar 200 gram. Setelah bayam hijau dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan ditutup menggunakan impulse sealer. Bayam hijau yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan. 3. Caisin Tahapan pertama pada budidaya caisin organik di YBSB juga dimulai dari persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuranpada dasarnya tidak berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian melakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas, pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang, dan setelah itu lahan siap untuk ditanam. Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahap penanaman. Pada budidaya caisin, benih terlebih dahulu disemai sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih caisin belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan persemaian benih yaitu dengan menyiapkan media tanamnya terlebih dahulu yaitu berupa campuran tanah dengan pupuk organik yang berupa pupuk kandang dan pupuk kompos. Dalam membuat media tanam, tanah dicampur dengan pupuk kandang dan pupuk kompos selama kurang lebih satu bulan dan dilakukan penyiraman setiap 3 hari sekali. Setelah didiamkan selama 1 bulan maka tanah siap untuk dicetak menggunakan alat cetak soil block. Persemaian benih caisin di YBSB tidak menggunakan polybag, melainkan menggunakan soil block. Penggunaan soil block dilakukan agar mempermudah dan mempercepat proses persemaian berbagai macam sayuran yang diusahakan YBSB. Pada satu buah alat cetak soil block terdapat 4 cetakan soil block yang masing-masing berukuran 5 cm x 5 cm. Setelah tanah siap untuk digunakan, maka selanjutnya tanah dicetak menggunakan alat cetakan soil block dan kemudian diletakkan diatas wadah persemaian berupa meja yang terbuat dari bambu. Gambar 18 menunjukkan alat cetak soil block dan proses pencetakan media tanam menggunakan alat cetak soil block.
61
(a) (b) Gambar 18 (a) Alat cetak soil block (b) proses pencetakan media tanam menggunakan alat cetak soil block
Setelah media tanam selesai dicetak, selanjutnya benih diletakkan pada lubang yang ada pada soil block. Setiap satu soil block terdapat satu lubang dan masing-masing lubang diisi dengan 1-2 biji caisin. Setelah biji caisin diletakkan didalam lubang, soil block ditutup dengan tanah halus sampai tertutup seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji caisin akan mulai berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu bibit caisin sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam. Penanaman caisin berbeda dengan bayam hijau dan wortel, dimana pada tanaman caisin yang ditanam di lahan sudah berupa bibit tanaman sehingga tidak perlu membuat alur terlebih dahulu seperti yang dilakukan pada penanaman wortel dan bayam hijau. Pada lahan caisin yang ditanam secara monokultur, pada setiap bedengan terdapat lima baris tanaman caisin. Sedangkan pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah barisyang ditanami caisin pada satu bedeng dapat berjumlah tiga atau empat baris. Gambar 19 merupakan gambar jarak tanam caisin yang ditanam secara monokultur dan salah satu alternatif pola tanam caisin yang ditanam secara tumpang sari, yakni caisin yang ditumpang sarikan dengan tomat dan seledri. 100 cm
15 cm 15 cm
10 cm
(a) 10 cm 35 cm Keterangan :
35(b) cm
(c) 35 cm
62
(a) = Caisin yang ditanam secara monokultur (b) = Caisin yang ditumpang sarikan dengan tomat (c) = Caisin yang ditumpang sarikan dengan seledri Gambar 19 Gambar beberapa pola tanam caisin
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman caisin yaitu 15 cm x 15 cm dan ditanam secara selang-seling hingga terlihat membentuk model zig-zag. Tujuan penanaman caisin membentuk model zigzag yaitu agar antar tanaman caisin mendapatkan sinar matahari dan unsur hara yang sama. Pada satu baris tanaman caisin sepanjang 10 m terdapat 50 bibit tanaman caisin. Penanaman tanaman caisin dilakukan dengan melubangi tanah menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman kurang lebih 5 cm dan selanjutnya bibit caisin dimasukkan ke dalam lubang tanam. Setelah bibit caisin selesai dimasukkan ke dalam lubang dan ditutup kembali dengan tanah, maka selanjutnya dilakukan penyiraman hingga tanah basah. Pada musim hujan tanaman caisin juga menggunakan naungan sama halnya dengan tanaman bayam hijau. Bentuk naungan yang digunakan pada budidaya caisin sama dengan bayam hijau sehingga cara pembuatan dan pemasangannya pun sama. Pemasangan naungan pada caisin biasanya dilakukan setelah tahap penyiapan lahan dan sebelum dilakukan tahap penanaman. Selama masa pertumbuhan, tanaman caisin disiram setiap dua hari sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman caisin tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman caisin. Namun apabila menggunakan naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari sekali. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor. Tahapan selanjutnya setelah caisin ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau perawatan. Pada budidaya caisin tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan pertumbuhan caisin. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman caisin dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar caisin dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman caisin dua minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pemupukan susulan diberikan dua kali yaitu pada saat caisin berumur dua minggu dan tiga minggu. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang merupakan campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Pengendalian hama dan penyakit pada caisin juga tidak menggunakan pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak menanam tanaman caisin kembali pada bedengan yang ditanami caisin sebelumnya, mengkombinasikan caisin dengan tanaman lainyang berbeda
63
hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam caisin pada waktu yang tepat. Pemanenan caisin dilakukan secara serentak yakni saat caisin biasanya dilakukan pada umur caisin kurang lebih 25 HST hingga 30 HST. Hasil panen caisin yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 765.64 kg/1000 m2. Kriteria caisin yang sudah siap untuk dipanen yaitu saat daun caisin sudah berwarna hijau tua, tinggi tanaman caisin telah mencapai 40-45 cm, serta daun caisin sudah rindang hingga menutupi bedengan. Caisin dipanen dengan cara memotong bagian pangkal batang menggunakan pisau lalu membuang daun yang tua, biasanya daun yang tua adalah daun pertama kali tumbuh. Setelah itu caisin dapat langsung dimasukkan ke dalam kontainer tanpa perlu dilakukan pencucian karena panen dilakukan dengan cara dipotong pangkal batangnya sehingga tidak terdapat tanah. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil caisin yang dipanen sesuai dengan kriteria yang ditentukan Bidang Pasar yaitu dengan mengelompokkan caisin ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Caisin grade A panjangnya telah mencapai kurang lebih 40-45 cm, tangkai caisin berwarna putih dan tidak busuk, warna daun caisin hijau muda sampai hijau segar, daun tidak berwarna kuning dan sedikit lubang, dan tidak berbunga. Sementara caisin yang tampilannya kurang segar, banyak lubang dan terdapat sedikit daun berwarna kuning tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan caisin yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat banyak daun berwarna kuning, layu atau busuk termasuk dalam caisin yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan. Caisin yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Dalam proses pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan sayuran lain yang ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga caisin menjadi bersih dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi. Sortasi yaitu dengan memilah caisin sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar caisin yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Caisin sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Pengemasan caisin dilakukan pada caisin grade A, sedangkan pada caisin grade B tidak dilakukan pengemasan. Caisin grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x 50 cm dengan berat per kemasan caisin sebesar 200 gram. Setelah caisin dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan ditutup menggunakan impulse sealer. Caisin yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan. 4. Selada Cos Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuran pada dasarnya tidak berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa
64
panen sebelumnya, kemudian melakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas, pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang, dan setelah itu lahan siap untuk ditanam. Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahap penanaman. Pada budidaya selada cos, benih terlebih dahulu disemai sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih selada cos belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan persemaian benih selada cos sama dengan caisin, yaitu dengan menyiapkan media tanamnya terlebih dahulu, mencetak tanah menggunakan alat cetak soil block, meletakkan benih pada lubang yang ada pada soil block sebanyak kurang lebih 1-2 biji selada cos, kemudian soil block ditutup dengan tanah halus sampai tertutup seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji selada cos akan mulai berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu bibit selada cos sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam. Penanaman selada cos dapat dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Pada lahan selada cos yang ditanam secara monokultur, pada setiap bedengan terdapat lima baris tanaman selada cos. Sedangkan pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah barisyang ditanami selada cos pada satu bedeng dapat berjumlah dua, tiga, atau empat baris. Gambar 20 merupakan gambar jarak tanam selada cos yang ditanam secara monokultur dan salah satu alternatif pola tanam selada cos yang ditanam secara tumpang sari, yakni selada cos yang ditumpang sarikan dengan kol bunga dan cabai rawit.
100 cm
15 cm
15 cm
10 cm 35 cm 10 cm
(a)
17-20 cm
(b)
Keterangan : (a) = Selada cos yang ditanam secara monokultur
35 cm
(c)
65
(b) = Selada cos yang ditumpang sarikan dengan kol bunga (c) = Selada cos yang ditumpang sarikan dengan cabai rawit Gambar 20 Gambar beberapa pola tanam selada cos
Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman selada cos yaitu 15 cm x 15 cm dan ditanam secara selang-seling hingga terlihat membentuk model zig-zag. Tujuan penanaman selada cos membentuk model zig-zag yaitu agar antar tanaman selada cos mendapatkan sinar matahari dan unsur hara yang sama. Pada satu baris tanaman selada cos sepanjang 10 m terdapat 50 bibit tanaman selada cos. Penanaman tanaman selada cos dilakukan dengan melubangi tanah menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman kurang lebih 5 cm dan selanjutnya bibit selada cos dimasukkan ke dalam lubang tanam. Setelah bibit selada cos selesai dimasukkan ke dalam lubang dan ditutup kembali dengan tanah, maka selanjutnya dilakukan penyiraman hingga tanah basah. Pada musim hujan tanaman selada cos juga menggunakan naungan sama halnya dengan tanaman bayam hijau dan caisin. Bentuk naungan yang digunakan pada budidaya selada cos sama dengan kedua tanaman tersebut sehingga cara pembuatan dan pemasangannya pun sama. Pemasangan naungan pada selada cos biasanya dilakukan setelah tahap penyiapan lahan dan sebelum dilakukan tahap penanaman. Selama masa pertumbuhan, tanaman selada cos disiram setiap dua hari sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman selada cos tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman selada cos. Namun apabila menggunakan naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari sekali. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor. Tahapan selanjutnya setelah selada cos ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau perawatan. Pada budidaya selada cos tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan pertumbuhan selada cos. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman selada cos dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar selada cos dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman selada cos dua minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pemupukan susulan diberikan dua kali yaitu pada saat selada cos berumur dua minggu dan tiga minggu. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang merupakan campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Pengendalian hama dan penyakit pada selada cos juga tidak menggunakan pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak menanam tanaman selada cos kembali pada bedengan yang ditanami selada cos
66
sebelumnya, mengkombinasikan selada cos dengan tanaman lainyang berbeda hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam selada cos pada waktu yang tepat. Pemanenan selada cos dilakukan secara serentak yakni saat selada cos biasanya dilakukan pada umur selada cos kurang lebih 30 HST hingga 35 HST. Hasil panen selada cos yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 1218.33 kg/1000 m2. Kriteria selada cos yang sudah siap untuk dipanen yaitu saat daun selada cos sudah mengkrop sempurna, daun pertama selada cos sudah menguning, panjang daun sudah mencapai kira-kira 20 cm, dan daun selada cos sudah menutupi seluruh bedeng. Selada cos dipanen dengan cara memotong bagian pangkal batang menggunakan pisau lalu membuang daun yang tua kurang lebih berjumlah 3-4 daun, biasanya daun yang tua adalah daun pertama kali tumbuh. Setelah itu selada cos dapat langsung dimasukkan ke dalam kontainer dan disusun rapi agar tidak rusak. Tanaman selada cos tidak perlu dilakukan pencucian karena panen dilakukan dengan cara dipotong pangkal batangnya sehingga tidak terdapat tanah, dan daun selada cos tidak boleh basah atau terkena air setelah dipanen karena daun menjadi cepat busuk. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil selada cos ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Selada cos grade A panjangnya telah mencapai kurang lebih 20 cm, warna daun selada cos hijau muda sampai hijau segar, daun tidak berwarna kuning dan sedikit lubang. Sementara selada cos yang tampilannya kurang segar, banyak lubang dan terdapat sedikit daun berwarna kuning tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan selada cos yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat banyak daun berwarna kuning, layu atau busuk termasuk dalam selada cos yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan. Selada cos yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Dalam proses pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan sayuran lain yang ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga selada cos menjadi bersih dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi. Sortasi yaitu dengan memilah selada cos sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar selada cos yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Selada cos sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Gambar 21 merupakan selada cos grade A yang telah dikemas.
67
Gambar 21 Selada cos grade A yang sudah dikemas
Pengemasan selada cos dilakukan pada selada cos grade A, sedangkan pada selada cos grade B tidak dilakukan pengemasan. Selada cos grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x 35 cm dengan berat per kemasan selada cos sebesar 200 gram. Setelah selada cos dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan ditutup menggunakan impulse sealer. Selada cos yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan. 5. Brokoli Tahapan pertama pada budidaya brokoli organik di YBSB juga dimulai dari persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuran pada dasarnya tidak berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumputrumput dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian melakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas. Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahap penanaman. Pada budidaya brokoli, benih terlebih dahulu disemai sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih brokoli belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan persemaian benih brokoli yaitu dengan menyiapkan media tanamnya terlebih dahulu berupa tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang dan pupuk kompos, lalu mencetak tanah menggunakan alat cetak soil block. Benih brokoli sebelum disemai harus terlebih dahulu direndam dalam air bersuhu kurang lebih 50o selama 15 menit dan kemudian diangin-anginkan. Selanjutnya biji brokoli diletakkan pada lubang yang ada pada soil block sebanyak kurang lebih 1-2 biji brokoli, kemudian soil block ditutup dengan tanah halus sampai tertutup seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji brokoli akan mulai berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu bibit brokoli sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam.
68
Penanaman brokoli dapat dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Pada lahan brokoli yang ditanam baik secara monokultur ataupun tumpang sari, pada setiap bedengan terdapat dua baris tanaman brokoli. Gambar 22 merupakan gambar jarak tanam brokoli yang ditanam secara monokultur dan salah satu alternatif pola tanam brokoli yang ditanam secara tumpang sari, yakni brokoli yang ditumpang sarikan dengan tomat. 100 cm
35-40 cm
10 cm 40 cm 10 cm
(a)
40 cm
(b)
Keterangan : (a) = Brokoli yang ditanam secara monokultur (b)= Brokoli yang ditumpang sarikan dengan tomat Gambar 22 Gambar beberapa pola tanam brokoli
Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman brokoli yaitu 35-40 cm x 40 cm. Brokoli tidak ditanam membentuk model zig-zag seperti yang dilakukan pada caisin dan selada cos karena jarak antar tanaman brokoli sudah besar sehingga penyerapan sinar matahari dan unsur hara tanah merata. Pada satu baris tanaman brokoli sepanjang 10 m terdapat 25 bibit tanaman brokoli. Penanaman tanaman brokoli dilakukan dengan melubangi tanah menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman kurang lebih 10 cm dan berdiameter kurang lebih 20 cm. Selanjutnya pupuk dasar diberikan pada masing-masing lubang sebanyak 1 kg untuk masing-masing lubang, setelah itu bibit brokoli dimasukkan ke dalam lubang sambil sedikit ditekan, kemudian ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan penyiraman hingga tanah basah. Pada musim hujan tanaman brokoli tidak menggunakan naungan, berbeda dengan tanaman bayam hijau dan caisin. Tanaman brokoli tidak menggunakan naungan pada musim hujan karena tanaman brokoli tidak mudah rusak jika terkena hujan. Selama masa pertumbuhan, tanaman brokoli disiram setiap dua hari sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman
69
brokoli tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman brokoli. Tahapan selanjutnya setelah brokoli ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau perawatan. Pada budidaya brokoli tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan pertumbuhan brokoli. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman brokoli dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar brokoli dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman brokoli dua minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pada brokoli berumur 1,5 bulan dilakukan pemotongan tunas air yang ada pada tanaman brokoli, hal tersebut dilakukan agar unsur hara yang diserap tanaman brokoli diserap oleh bunga, bukan oleh tunas air. Pemupukan susulan diberikan sebanyak 10 kali sampai panen dan dilakukan setiap minggu sekali dimulai sejak umur tanaman brokoli 2 minggu. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang merupakan campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Pengendalian hama dan penyakit pada brokoli juga tidak menggunakan pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak menanam tanaman brokoli kembali pada bedengan yang ditanami brokoli sebelumnya, mengkombinasikan brokoli dengan tanaman lainyang berbeda hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam brokoli pada waktu yang tepat. Pemanenan brokoli dilakukan secara serentak yakni saat brokoli biasanya dilakukan pada umur brokoli kurang lebih 84 HST hingga 90 HST. Hasil panen brokoli yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 202.70 kg/1000 m 2. Kriteria brokoli yang sudah siap untuk dipanen yaitu saat bunga brokoli sudah terlihat besar dengan diameter kurang lebih 10-13 cm dan berwarna hijau tua. Panen harus dilakukan tepat waktu, karena apabila terlambat maka kuntum bunga brokoli menjadi berwarna kuning dan kepala bunga akan longgar sehingga akan menurunkan kualitas brokoli yang dihasilkan. Brokoli dipanen dengan cara memotong bagian pangkal batang dan daun brokoli menggunakan pisau, setelah itu brokoli dapat langsung dimasukkan ke dalam kontainer. Tanaman brokoli tidak perlu dilakukan pencucian karena panen dilakukan dengan cara dipotong pangkal batangnya sehingga tidak terdapat tanah. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil brokoli ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Brokoli grade A panjang batangnya maksimal 8 cm dari bunga, memiliki diameter sekitar 10-13 cm, bunga berwarna hijau tua, tampilannya segar, tidak berulat atau busuk, bentuknya utuh dan bulat, tidak berwarna kuning atau mekar, dan tidak berbintil. Sementara brokoli yang berdiameter kurang dari 10 cm dan bunganya sedikit menguning dan mekar tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan brokoliyang seluruh bunganya menguning dan batangnya banyak yang busuk termasuk dalam brokoli yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan.
70
Brokoli yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan berupa sortasi, grading, dan pengemasan. Sortasi yaitu dengan memilah brokoli sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar brokoli yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Brokoli sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses sortir dan grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Gambar 23 merupakan brokoli grade A yang telah dikemas.
Gambar 23 Brokoli grade A yang sudah dikemas
Pengemasan brokoli dilakukan pada brokoli grade A, sedangkan pada brokoli grade B tidak dilakukan pengemasan. Brokoli grade A dikemas denganwrapping film menggunakan mesin wrapping dan dikemas per satuan brokoli. Brokoli yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan.
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Keberhasilan sebuah usahatani yang dilakukan biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan sebuah usahatani yang diperoleh maka dikatakan usahatani tersebut sukses dijalankan. Pendapatan usahatani diukur dengan cara menghitung total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya usahatani yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani berasal dari hasil produksi dikali dengan harga jual produksi tersebut, sedangkan pengeluaran usahatani diperoleh dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli input usahatani baik input tetap maupun input variabel. Pendapatan usahatani terdiri dari dua, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas
71
biaya tunai merupakan pendapatan usahatani yang diperoleh dari total penerimaan yang diterima dikurangi dengan total seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan secara tunai oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli dihitung berdasarkan luasan lahan masing-masing komoditi yang dikonversi dalam 1000 m2 pada tahun 2012. Penerimaan usahatani berasal dari hasil produksi masing-masing komoditi per satuan luas tersebut dikalikan dengan harga jual yang berlaku pada tahun 2012. Penerimaan usahahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Komponen Penerimaan Hasil Panenb Penjualan grade Ac Penjualan grade Bc Harga grade Ad Harga grade Bd Penerimaan grade Ae Penerimaan grade Be
Wortel
Bayam Hijau
Caisin
Selada Cos
Brokoli
1 533.15
583.67
765.64
1 218.33
202.70
1 080.66
560.61
704.98
1 173.76
177.58
452.49
23.06
60.66
44.57
25.12
16 500
17 600
17 500
27 500
36 500
8 500
8 800
8 800
13 800
18 500
17 830 890
9 866 736
12 337 150
32 278 400
6 481 670
3 846 165
202 928
533 808
615 066
464 720
Total Penerimaan 21 677 055 10 069 664 12 870 958 32 893 466 6 946 390 a Sumber: Diolah dari data primer; bdalam kg/1000 m2; cdalam Kg; ddalam Rupiah/kg; edalam Rupiah
Penerimaan usahatani masing-masing sayuran diperoleh dari penjualan sayuran grade A dan penjualan sayuran grade B atau afkir. Sayuran grade B atau afkir merupakan sayuran yang tidak masuk dalam kriteria atau standar yang diinginkan konsumen tetap YBSB, namun karena sayuran afkir tersebut masih dalam kondisi yang layak untuk dikonsumsi atau dijual maka YBSB melakukan penjualan sayuran grade B. Harga jual untuk sayuran dengan grade A tentu lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran grade B, hal tersebut karena sayuran grade A memiliki kualitas yang paling baik dan pada sayuran grade A dilakukan aktivitas pengemasan sehingga membuat harga menjadi lebih tinggi. Pengeluaran/Biaya Usahatani Pengeluaran usahatani merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani atau yang dimaksud dalam penelitian ini adalah YBSB selama menjalankan
72
kegiatan usahatani. Biaya ini dimulai dari biaya awal kegiatan usahatani seperti persiapan lahan dan penyediaan benih hingga biaya pendistribusian hasil produksi sampai ke konsumen. Komponen biaya usahatani terbagi menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi dan juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai. Biaya usahatani masing-masing komoditi secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut : 1. Wortel Komponen biaya usahatani wortel terbagi menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya pembelian benih, upah tenaga kerja, kemasan, karung, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani wortel per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp16 100 262. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan wortel adalah biaya tunai yakni sebesar Rp15 284 218. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 94.99 persen. Pada analisis biaya usahatani wortel di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Wahyuni (2007) yang didalam analisis biaya usahatani wortel tidak terdapat biaya-biaya tersebut. Sementara itu, besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani wortel yaitu Rp806 044. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 5.01 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani wortel terdiri dari biaya sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang diperhitungkan pada usahatani wortel yang dilakukan oleh Wahyuni (2007). Rincian biaya pada kegiatan usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Komponen biaya usahatani wortel per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian Biaya Tunai : Benih
Satuan
Kg
Jumlah
1.00
Hargab
300 000
Totalc
300 000
73
Upah Tenaga Kerja Plastik Kemasan Karung
HOK Lembar Buah
168.52
25 000
4 213 000
2 161.00
450
972 450
24.00
500
12 000
Biaya Manajemen
Rp
5 012 911
5 012 911
Biaya Keamanan
Rp
375 499
375 499
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
214 571
214 571
Biaya Listrik
Rp
107 285
107 285
Biaya Transportasi
Rp
4 086 502
4 086 502
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan Penyusutan alat Total Biaya yang Diperhitungkan a
15 284 218 Rp
335 267
335 267
Rp
470 777
470 777
Total Biaya Usahatani Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
806 044 16 100 262
2. Bayam Hijau Komponen biaya usahatani bayam hijau terbagi menjadi dua bagian sama halnya dengan wortel, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya benih, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah tenaga kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani bayam hijau per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp7 774 936. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan bayam hijau adalah biaya tunai yakni sebesar Rp7 530 108. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 96.85 persen. Pada analisis biaya usahatani bayam hijau di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Wahyuni (2007) dan Yanti (2007) yang didalam analisis biaya usahatani bayam hijau tidak terdapat biaya-biaya tersebut. Sementara itu, besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani bayam hijau yaitu Rp244 828. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 3.15 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani bayam hijau terdiri dari
74
biaya sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang diperhitungkan pada usahatani bayam hijau yang dilakukan oleh Wahyuni (2007). Biaya yang diperhitungkan terdiri Rincian biaya pada kegiatan usahatani bayam hijau dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Komponen biaya usahatani bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian Biaya Tunai : Benih Pupuk Kandang
Satuan
Hargab
Jumlah
Kg
1.00
Kg
Totalc
150 000
150 000
3 000.00
350
1 050 000
HOK
85.07
25 000
2 126 750
Bambu
Batang
97.00
375
12 125
Plastik UV
Meter
97.10
1 500
48 550
29.13
1 000
9 710
2 803.00
450
1 261 350
Upah Tenaga Kerja
Kawat Plastik Kemasan
Meter Lembar
Biaya Manajemen
Rp
1 469 382
1 469 382
Biaya Keamanan
Rp
110 066
110 066
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
62 895
62 895
Biaya Listrik
Rp
31 447
31 447
Biaya Transportasi
Rp
1 197 833
1 197 833
Total Biaya Tunai
7 530 108
Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
98 273
98 273
Penyusutan alat
Rp
146 554
146 554
Total Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Usahatani Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
244 828 7 774 936
a
3. Caisin Komponen biaya pada usahatani caisin terbagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya penyediaan bibit, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah tenaga kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani caisin per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp11 842 783. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan caisin adalah biaya tunai yakni sebesar Rp11 842 783. Biaya tunai mengambil
75
proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 97.09 persen. Pada analisis biaya usahatani caisin di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya inputinput produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Wahyuni (2007) yang didalam analisis biaya usahatani caisin tidak terdapat biaya-biaya tersebut. Tabel 15 Komponen biaya usahatani caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian Biaya Tunai : Bibit
Satuan
Hargab
Jumlah
Tanaman
25 000.00
60
1 500 000
Kg
5 000.00
350
1 750 000
HOK
100.24
25 000
2 506 000
Bambu
Batang
184.00
375
23 000
Plastik ultraviolet
Meter
183.91
1 500
92 000
Kawat
Meter
55.17
1 000
18 390
3 525.00
450
1 586 250
Pupuk Upah Tenaga Kerja
Plastik Kemasan
Lembar
Biaya Manajemen
Rp
2 058 030
2 058 030
Biaya Keamanan
Rp
154 160
154 160
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
88 091
88 091
Biaya Listrik
Rp
44 046
44 046
Biaya Transportasi
Rp
1 677 696
1 677 696
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan Penyusutan alat Total Biaya yang Diperhitungkan a
Totalc
11 497 663 Rp
137 642
137 642
Rp
207 478
207 478
Total Biaya Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
345 120 11 842 783
Tabel 15 merupakan rincian biaya pada kegiatan usahatani caisin. Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani caisin yaitu Rp345 120. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 2.91 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani caisin terdiri dari biaya
76
sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang diperhitungkan pada usahatani caisin yang dilakukan oleh Wahyuni (2007).
4. Selada Cos Komponen biaya pada usahatani selada cos terbagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya penyediaan bibit, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah tenaga kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani selada cos per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp15 911 812. Adapun rincian biaya pada kegiatan usahatani selada cos dapat dilihat pada Tabel 16. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan selada cos adalah biaya tunai yakni sebesar Rp15 370 278. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 96.60 persen. Pada analisis biaya usahatani selada cos di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut sama dengan penelitian Yanti (2007) yang didalam analisis biaya usahatani selada cos terdapat biaya-biaya tersebut. Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani selada cos yaitu Rp541 534. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 3.40 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani selada cos terdiri dari biaya sewa lahan dan penyusutan alat, berbeda halnya dengan komponen biaya yang diperhitungkan pada usahatani selada yang dilakukan oleh Yanti (2007) dimana biaya sewa lahan termasuk ke dalam biaya tunai. Tabel 16 Komponen biaya usahatani selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian Biaya Tunai : Bibit Pupuk
Satuan
Jumlah
Tanaman
25 000.00
Kg
Hargab
Totalc
60
1 500 000
5 000.00
350
1 750 000
HOK
122.35
25 000
3 058 750
Bambu
Batang
151.00
375
18 875
Plastik UV
Meter
150.97
1 500
75 485
Upah Tenaga Kerja
77
Kawat
Meter
Plastik Kemasan
Lembar
45.29 5 869.00
1 000
15 097
450
2 641 050
Biaya Manajemen
Rp
3 229 289
3 229 289
Biaya Keamanan
Rp
241 894
241 894
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
138 225
138 225
Biaya Listrik
Rp
69 113
69 113
Biaya Transportasi
Rp
2 632 501
2 632 501
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan Penyusutan alat Total Biaya yang Diperhitungkan
15 370 278 Rp
215 977
215 977
Rp
325 557
325 557 541 534
Total Biaya a Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
15 911 812
5. Brokoli Komponen biaya pada usahatani brokoli terbagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya penyediaan bibit, pupuk kandang, upah tenaga kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani brokoli per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp6 858 250. Adapun rincian biaya pada kegiatan usahatani brokoli dapat dilihat pada Tabel 17. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan brokoli adalah biaya tunai yakni sebesar Rp6 693 803. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 97.60 persen. Pada analisis biaya usahatani brokoli di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut sama dengan penelitian Wahyuni (2007) dan Pertiwi (2008) yang didalam analisis biaya usahatani brokoli terdapat biaya-biaya tersebut. Tabel 17 Komponen biaya usahatani brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian Biaya Tunai : Bibit Pupuk Upah Tenaga Kerja
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
Tanaman
5 000.00
116
580 000
Kg
5 000.00
350
1 750 000
105.58
25 000
2 639 500
HOK
78
Plastik Kemasan
Lembar
710.00
375
266 250
Biaya Manajemen
Rp
746 071
746 071
Biaya Keamanan
Rp
55 885
55 885
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
31 935
31 935
Biaya Listrik
Rp
15 967
15 967
Biaya Transportasi
Rp
608 194
608 194
Total Biaya Tunai
6 693 803
Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
49 898
49 898
Penyusutan alat
Rp
114 550
114 550
Total Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
164 448 6 858 250
a
Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani brokoli yaitu Rp164 448. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 2.40 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani brokoli terdiri dari biaya sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang diperhitungkan pada usahatani brokoli yang dilakukan oleh Wahyuni (2007), namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) dimana tidak terdapat biaya sewa lahan melainkan pajak lahan.
Pendapatan Usahatani dan R/C Pendapatan usahatani mengukur seberapa menguntungkan kegiatan usahatani yang dilakukan dengan membandingkan total penerimaan dengan biayabiaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani berlangsung. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didapatkan dari total penerimaan dikurangi dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total didapatkan dari total penerimaan dikurangi dengan biaya total. Pada penelitian ini pendapatan usahatani yang dilihat adalah pendapatan usahatani per 1000 m2 selama tahun 2012. Besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh YBSB dari mengusahakan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli dapat dilihat pada Tabel 18. Pendapatan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan biaya tunai yang dikeluarkan oleh YBSB selama melakukan kegiatan usahatani sayuran organik selama satu tahun. Perhitungan dilakukan untuk pendapatan YBSB per 1000 m2 pada tahun 2012. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 18, diketahui bahwa baik pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani pada kelima komoditi yang dianalisis menunjukkan nilai yang positif.
79
Tabel 18 Penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C pada wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Wortel
Bayam Hijau
Caisin
Selada Cos
Brokoli
21 677 055
10 069 664
12 870 958
32 893 466
6 946 390
Biaya Tunai 15 294 218 7 530 108 Biaya Diperhitungkanb 806 044 244 828 D. Total Biaya Usahatani (B+C)b 16 100 262 7 774 936 E. Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B)b 6 382 837 2 539 556 F. Pendapatan atas Biaya Total (A-D)b 5 576 793 2 294 728 G. R/C atas Biaya Tunai (A/B) 1.42 1.34 H. R/C atas Biaya Total (A/D) 1.35 1.30 a Sumber : Diolah dari data primer, bdalam rupiah.
11 497 663
15 370 278
6 693 803
345 120
541 534
164 448
11 842 783
15 911 812
6 858 250
1 373 295
17 523 188
252 587
1 028 175
16 981 654
88 140
1.12
2.14
1.04
1.09
2.07
1.01
Uraian A. B. C.
Penerimaanb b
Berdasarkan nilai pada Tabel 18, pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani kelima sayuran organik yang diusahakan YBSB tersebut mampu menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan keuntungan bagi YBSB. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pendapatan tunai yang paling besar diperoleh oleh usahatani selada cos yaitu sebesar Rp17 523 188, dikuti oleh wortel sebesar Rp6 382 837, bayam hijau sebesar Rp2 539 556, caisin sebesar 1 373 295, dan terakhir adalah brokoli sebesar Rp252 587. Sama halnya dengan pendapatan tunai, pendapatan atas biaya total yang paling besar juga diperoleh oleh usahatani selada cos yaitu sebesar Rp16 981 654, diikuti oleh wortel sebesar Rp5 576 793, bayam hijau sebesar Rp2 294 728, caisin sebesar Rp1 028 175, dan terakhir adalah brokoli sebesar Rp88 140. Selain menghasilkan pendapatan usahatani yang bernilai positif, dalam melaksanakan kegiatan usahatani harus didapatkan rasio atau imbangan antara total penerimaan dan total biaya lebih dari satu. Jika nilai R/C kurang dari satu maka YBSB akan mengalami kerugian, karena hal tersebut menunjukkan biaya yang dikeluarkan YBSB lebih besar daripada penerimaan yang diterimanya. Nilai R/C juga digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh YBSB yaitu dengan mengukur besarnya Rupiah pengembalian dari setiap satu Rupiah yang dikeluarkan oleh YBSB. Nilai R/C pada usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan data pada Tabel 18, diketahui bahwa nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total kelima sayuran tersebut bernilai lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai selada cos yaitu sebesar 2.14, wortel sebesar 1.42, bayam hijau sebesar 1.34, caisin sebesar 1.12, dan brokoli
80
sebesar 1.04. Sedangkan nilai R/C atas biaya total selada cos sebesar 2.07, wortel sebesar 1.35, bayam hijau sebesar 1.30, caisin sebesar 1.09, dan brokoli sebesar 1.01. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total yang diperoleh pada masing-masing komoditi, selada cos memiliki nilai R/C paling tinggi, diikuti oleh wortel, bayam hijau, caisin, dan terakhir yaitu brokoli. Berdasarkan hasil analisis R/C tersebut, komoditi wortel, bayam hijau, dan selada cos cukup menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang bernilai lebih dari satu, sedangkan komoditi caisin dan brokoli kurang menguntungkan untuk diusahakan. Hal tersebut disebabkan nilai R/C yang diperoleh kedua komoditi tersebut mendekati nilai 1 dan dapat diartikan bahwa keuntungan yang diperoleh sangat kecil atau hampir bernilai impas terhadap biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani. Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, R/C yang diperoleh wortel, bayam hijau, caisin dan brokoli lebih kecil dibandingkan R/C yang diperoleh pada penelitian sebelumnya. Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani wortel yang diteliti oleh Wahyuni (2007) menunjukkan nilai yang lebih besar yakni sebesar 3.98 dan 1.69, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani wortel di YBSB hanya bernilai 1.42 dan 1.35. Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani bayam hijau yang diteliti oleh Wahyuni (2007) juga menunjukkan nilai yang lebih besar yakni sebesar 3.32 dan 1.49, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani bayam hijau di YBSB hanya bernilai 1.34 dan 1.30. Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani caisin yang diteliti oleh Wahyuni (2007) juga menunjukkan nilai yang lebih besar yakni sebesar 3.28 dan 2.39, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani caisin di YBSB hanya bernilai 1.12 dan 1.09. Sama halnya dengan brokoli, dimana Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani brokoli yang diteliti oleh Wahyuni (2007) dan Pertiwi (2008) juga menunjukkan nilai yang lebih besar yakni 3.52, 1.09, 4.95, dan 1.30, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani brokoli di YBSB hanya bernilai 1.04 dan 1.01. Namun berbeda halnya dengan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani selada cos, dimana nilai R/C selada yang diusahakan YBSB lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C yang diperoleh Yanti (2007). Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani selada yang diteliti oleh Yanti (2007) hanya sebesar 1.05 dan 1.04, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani selada cos di YBSB sebesar 2.14 dan 2.07. Beberapa hal yang menyebabkan nilai R/C pada wortel, bayam hijau, caisin, dan selada cos di YBSB lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang sama-sama menganalisis sayuran-sayuran organik tersebut yaitu pada analisis R/C di YBSB terdapat biaya manajemen, keamanan, pemeliharaan kebun, dan listrik. Sementara pada penelitian sebelumnya tidak terdapat biayabiaya tersebut, sehingga total biaya yang dikeluarkan YBSB dalam mengusahakan sayuran tersebut lebih besar. Selain itu, harga jual sayuran organik di YBSB lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual sayuran organik di perusahaan penghasil sayuran organik lainnya pada tahun yang sama. Hal tersebut menyebabkan penerimaan yang diterima YBSB menjadi lebih kecil jika dibandingkan perusahaan sayuran organik sejenis. Kedua hal tersebut diduga
81
sebagai alasan mengapa nilai R/C yang diperoleh dari kegiatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, dan brokoli lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu mengenai keempat sayuran organik tersebut di lokasi yang berbeda.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan yang diketahui yaitu: 1. Penelitian ini belum dapat mengidentifikasi posisi YBSB di dalam kurva biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost curve) terkait dengan keputusan jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan skala usahanya, sehingga belum dapat diketahui apakah keputusan YBSB dalam meningkatkan skala usahanya tepat atau tidak untuk dilakukan. 2. Penelitian ini juga belum dapat menghasilkan informasi berupa efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi terkait dengan keputusan jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan skala usahanya. Sehingga tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui apakah peningkatan skala usaha pada komoditi wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli layak untuk dijalankan atau tidak belum dapat sepenuhnya terjawab, karena peneliti hanya melihat atau menganalisis berdasarkan keuntungan usahatani yang telah diperolehnya saja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang didapat dari penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sayuran organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB), yaitu: 1. Hasil analisis pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli di YBSB menunjukkan nilai yang positif, baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Sayuran yang memiliki nilai pendapatan tertinggi yaitu selada cos, sedangkan sayuran yang nilai pendapatannya terendah yaitu brokoli. 2. Berdasarkan hasil analisis R/C, usahatani wortel, bayam hijau, dan selada cos di YBSB sudah cukup menguntungkan karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang diperoleh bernilai di atas 1. Namun komoditi caisin dan brokoli kurang menguntungkan karena nilai R/C yang diperoleh baik R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total keduanya memiliki nilai R/C yang mendekati 1 atau hampir sama dengan 1. Sayuran yang memiliki nilai R/C tertinggi yaitu selada cos, sedangkan sayuran yang nilai R/C terendah yaitu brokoli. 3. Rencana YBSB untuk meningkatkan skala usaha selada cos, wortel, dan bayam hijau dinilai layak untuk dijalankan, namun komoditi caisin dan brokoli sebaiknya dipertimbangkan kembali untuk ditingkatkan skala usahanya jika dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani serta analisis R/C. Namun tujuan dari penelitian ini belum dapat sepenuhnya terjawab
82
karena masih membutuhkan informasi-informasi lebih lanjut mengenai hubungan peningkatan skala usaha YBSB dengan efisiensi teknis dan ekonomi. Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Yayasan Bina Sarana Bakti sebaiknya meningkatkan skala usaha selada cos, wortel, dan bayam hijau karena ketiga komoditi tersebut memberikan keuntungan yang cukup besar serta memiliki permintaan yang sangat tinggi. 2. Sebaiknya Yayasan Bina Sarana Bakti perlu mempertimbangkan kembali rencana untuk meningkatkan skala usaha brokoli dan caisin karena kedua komoditi tersebut kurang menguntungkan jika dilihat dari nilai R/C rasio keduanya. 3. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengidentifikasi posisi YBSB dalam kurva biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost curve) dan menganalisis efisiensi teknis serta efisiensi ekonomi terkait dengan keputusan jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan skala usahanya. Dengan demikian diharapkan informasi-informasi tersebut dapat melengkapi dan semakin bermanfaat bagi YBSB dalam menentukan keputusan peningkatan skala usaha sayuran organiknya.
DAFTAR PUSTAKA AOI. 2011. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010. Bogor (ID): AOI [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2010. Perkembangan Konsumsi Beberapa Jenis Pangan (Gram/kap/hari) Tahun 2005-2009. Jakarta (ID): BKP [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 6729-2010 Sistem Pangan Organik [Internet]. [diunduh 2013 September 12]. Tersedia pada: http://dl.dropboxusercontent.com/u/65458726/SNI%20Pertanian/Standar%2 0Non%20Komoditi/SNI%2067292010%20Sistem%20Pangan%20Organik.pdf Dalimartha S, Adrian F. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Pertanian Organik 2008-2015 [Internet]. [diunduh 2013 September 16]. Tersedia http://pphp.deptan.go.id/xplore/view.php?file=PENGOLAHANpada: HASIL/08roadmappanganorganik.pdf Dillon JL. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya [KAN] Komite Akreditasi Nasional. 2006. Pedoman KAN 901-2006 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Pangan Organik [Internet]. [diunduh 2013
83
September 18]. Tersedia pada: http://www.kan.or.id/wpcontent/uploads/downloads/2010/03/Ped.-KAN-901-2006.pdf Mayrowani H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 September 17]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE30-2b.pdf Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): LP3ES Pertiwi DM. 2008. Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT. Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pracaya. 2012. Bertanam Sayur Organik. Depok (ID) : Penebar Swadaya Saragih SE. 2008. Pertanian Organik. Depok (ID): Penebar Swadaya Setiawan AI. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Tinggi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI-Press Supriati Y, Herliana E. 2011. Bertanam 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Wahyuni YT. 2007. Analisis Cabang Usahatani Sayuran Organik di Mega Surya Organic Kecamatan Mega Mendung Kabupaten Bogor [skripsi]. Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor Wiyanti I. 2013. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Buncis Organik dan Buncis Non Organik di Desa Cisondari Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung [skripsi]. Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor Yanti I. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor [YBSB] Yayasan Bina Sarana Bakti. 2012. Kebutuhan pasar untuk produk sayur (kg) per minggu tahun 2012. Bogor (ID): Yayasan Bina Sarana Bakti [YBSB] Yayasan Bina Sarana Bakti. 2012. Laporan produksi untuk masingmasing wilayah tahun 2012 dan 2013. Bogor (ID): Yayasan Bina Sarana Bakti
84
Lampiran 1 Permintaan dan Produksi 25 sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Permintaanb
Komoditi Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Bayam Hijau
510
510
638
510
638
510
Bawang Daun
303
303
378
303
378
303
Bayam Merah
207
207
259
207
259
Bit
245
245
306
245
Brokoli
558
558
697
41
41
51
Caysin
520
520
Kailan
197
Kangkung Kol Bulat Putih
Produksic Agust
Sept
Okt
Nov
Des
510
638
510
510
638
510
303
378
303
303
378
303
207
207
259
207
207
259
207
306
245
245
306
245
245
306
558
697
558
558
697
558
558
41
51
41
41
51
41
41
650
520
650
520
520
650
520
197
247
197
247
197
197
247
296
296
370
296
370
296
296
309
309
387
309
387
309
309
Lobak
173
173
217
173
217
173
Pakcoy Hijau
354
354
442
354
442
Pakcoy Putih
218
218
272
218
Petsai
381
381
476
381
Selada Cos
398
398
497
Selada Head
92
92
Cabai Rawit
Selada Keriting
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
34
95.5
142.8
175.4
392.2
216.7
68.8
69.3
55.7
75.4
43
33.3
51.8
41.3
50.95
16
64.5
42.4
18.7
6.4
17.9
13
19.9
245
15.9
44.2
80.5
74
56.9
39.8
697
558
46.7
22.55
23.7
26
39.3
51
41
2.9
4.7
12.5
7.1
8.1
520
650
520
103.1
72.2
112.9
122
197
197
247
197
73.1
30
43.4
52.5
370
296
296
370
296
23.4
24.5
27
387
309
309
387
309
111.6
150.6
77.4
173
217
173
173
217
173
170.4
159.5
354
354
442
354
354
442
354
232.4
272
218
218
272
218
218
272
218
476
381
381
476
381
381
476
381
398
497
398
398
497
398
398
497
115
92
115
92
92
115
92
92
Sept
Okt
Nov
Des
55.1
76.6
90.1
49.3
26.7
29.1
25.9
35.5
4.7
7.8
23.5
60.9
14.5
44.8
81.1
56
85.2
37
31.3
38.9
43.8
8.9
1
0.7
14.6
17.7
13.7
11.6
5
5.5
18.5
32.9
18.95
132.2
138.4
122.8
135.6
51.9
41.4
59
115.6
74.9
52.1
61
34.5
11.5
25.3
38
26
29.3
33.9
28.3
54.1
22.4
36.6
52.8
50.6
40.5
57.1
118.2
67.2
138.9
81.7
33
5.9
33.2
42.2
84
100.3
128.5
125.3
132
69
119
174
131.2
153.9
228.8
228.5
167.3
279.3
260.8
336.7
152.5
186.8
68.8
105.8
157.7
162.3
130
140.9
236.1
133.3
145.1
283
88.5
15.7
64.6
169.5
108.5
155.5
111.8
205.6
159.6
181.6
154.5
136.5
52.5
51.5
3.2
46.9
42.5
398
128.2
138.4
182.8
196.9
118.8
200.9
167.2
187.2
156.1
78.6
141.9
63.9
115
92
32.2
12.3
13.6
22.4
20
0.8
46.2
65.9
38.3
45.5
5.8
23
204
204
255
204
255
204
204
255
204
204
255
204
31.3
69
66,8
41.9
90
84.9
80.8
80
64
103.6
68.5
37.6
Selada Merah
99
99
123
99
123
99
99
123
99
99
123
99
39.6
14
20.8
48.5
79.9
74.7
14.6
62.8
54.3
78.5
77.5
54.8
Selada Siomak
163
163
204
163
204
163
163
204
163
163
204
163
61.6
50.4
86.6
61
70
74.7
40.7
163
66.9
128
81.6
50.5
Seledri
146
146
183
146
183
146
146
183
146
146
183
146
3
19.2
27.9
17.1
10.6
58.7
7.9
7.2
13.5
22.6
16.7
14.8
Spinact
340
340
425
340
425
340
340
425
340
340
425
340
172.2
300.5
191
199.7
220.5
122.5
231.1
171.2
229.4
296
152.5
89.9
Timun Jepang
276
276
345
276
345
276
276
345
276
276
345
276
16.1
11.1
5.3
21.8
1.7
7.6
7.9
4
6.9
12
26.4
7.8
Tomat Cherry
52
52
65
52
65
52
52
65
52
52
65
52
0.3
3.4
12.4
33.4
34.1
37.1
43.4
49.1
73.1
75.9
2.3
5.9
83
84
85
Ubi Jalar Wortel
a
372
372
465
372
465
372
372
465
372
372
465
372
364.5
463
157
179.5
125.2
139.7
48
58
83
93.5
68
84
2024
2024
2530
2024
2530
2024
2024
2530
2024
2024
2530
2024
1055
807.5
696.5
817
1000.5
933
1092
1089
839
768.5
544
136.3
Sumber : Diolah dari data primer; bPermintaan (Kg); cProduksi (Kg)
86
Lampiran 2 Analisis pendapatan usahatani dan R/C wortel per 1000 m2 diYayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
(%)
Penerimaan Penjualan Grade A
Kg
1 080.66
16 500
17 830 890
82.26
Penjualan Grade B (afkir)
Kg
452.49
8 500
3 846 165
17.74
21 677 055
100.00
1.86
Total Penerimaan Pengeluaran Biaya Tunai : Benih Upah Tenaga Kerja Kemasan Karung
Kg HOK Lembar Buah
1.00 168.52
300 000 25 000
300 000 4 213 000
26.17
2 161.00
450
972 450
6.04
4.00
500
2 000
0.07
Manajemen
Rp
5 012 911
5 012 911
31.14
Keamanan
Rp
375 499
375 499
2.33
Pemeliharaan kebun
Rp
214 571
214 571
1.33
Listrik
Rp
107 285
107 285
0.67
Transportasi
Rp
4 086 502
4 086 502
25.38
15 284 218
94.99
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
335 267
335 267
2.08
Penyusutan alat
Rp
470 777
470 777
2.92
806 044
5.01
16 100 262
100.00
Total Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Usahatani Pendapatan atas biaya tunai usahatani Pendapatan atas biaya total usahatani
6 382 837 5 576 793
R/C atas biaya tunai
1.42
R/C atas biaya total Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
1.35
a
87
Lampiran 3 Analisis pendapatan usahatani dan R/C bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
(%)
Penerimaan Penjualan Grade A
Kg
560.61
17 600
9 866 736
97.98
Penjualan Grade B (afkir)
Kg
23.06
8 800
202 928
2.02
Total Penerimaan Pengeluaran Biaya Tunai :
100.00
Benih
Kg
1.00
150 000
150 000
1.93
Pupuk
Kg
3 000.00
350
1 050 000
13.50
HOK
85.07
25 000
2 126 750
27.35
Bambu
Batang
97.00
375
12 125
0.16
Plastik ultraviolet
Meter
97.10
1 500
48 550
0.62
Kawat
Meter
29.13
1 000
9 710
0.12
2 803.00
450
1 261 350
16.22
Upah Tenaga Kerja
Kemasan
Lembar
Manajemen
Rp
1 469 382
1 469 382
18.90
Keamanan
Rp
110 066
110 066
1.42
Pemeliharaan kebun
Rp
62 895
62 895
0.81
Listrik
Rp
31 447
31 447
0.40
Transportasi
Rp
1 197 833
1 197 833
15.41
7 530 108
96.85
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
98 273
98 273
1.26
Penyusutan alat
Rp
146 554
146 554
1.88
244 828
3.15
7 774 936
100.00
Total Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Usahatani Pendapatan atas biaya tunai usahatani Pendapatan atas biaya total usahatani R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total a Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
2 539 556 2 294 728 1.34 1.30
88
Lampiran 4 Analisis pendapatan usahatani dan R/C caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
(%)
Penerimaan Penjualan Grade A
Kg
704.98
17 500
12 337 150
95.85
Penjualan Grade B (afkir)
Kg
60.66
8 800
533 808
4.15
12 870 958
100.00
Total Penerimaan Pengeluaran Biaya Tunai : Bibit
Tanaman
25 000.00
60
1 500 000
12.67
Pupuk
Kg
5 000.00
350
1 750 000
14.78
Upah Tenaga Kerja
HOK
100.24
25 000
2 506 000
21.16
Bambu
Batang
184.00
375
23 000
0.19
Plastik ultraviolet
Meter
183.91
1 500
92 000
0.78
Kawat
Meter
55.17
1 000
18 390
0.16
Plastik Kemasan
450
1 586 250
13.39
Biaya Manajemen
Lembar Rp
3 525.00
2 058 030
2 058 030
17.38
Biaya Keamanan
Rp
154 160
154 160
1.30
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
88 091
88 091
0.74
Biaya Listrik
Rp
44 046
44 046
0.37
Biaya Transportasi
Rp
1 677 696
1 677 696
14.17
11 497 663
97.09
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
137 642
137 642
1.16
Penyusutan alat Total Biaya yang Diperhitungkan
Rp
207 478
207 478
1.75
345 120
2.91
11 842 783
100.00
Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai usahatani Pendapatan atas biaya total usahatani
a
1 373 295 1 028 175
R/C atas biaya tunai
1.12
R/C atas biaya total Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
1.09
89
Lampiran 5 Analisis pendapatan usahatani dan R/C selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
(%)
Penerimaan Penjualan Grade A
Kg
1 173.76
27 500
32 278 400
98.13
Penjualan Grade B (afkir)
Kg
44.57
13 800
615 066
1.87
32 893 466
100.00
Total Penerimaan Pengeluaran Biaya Tunai : Bibit
Tanaman
25 000.00
60
1 500 000
9.43
Pupuk
Kg
5 000.00
350
1 750 000
11.00
Upah Tenaga Kerja
HOK
122.35
25 000
3 058 750
19.22
Bambu
Batang
151.00
375
18 875
0.12
Plastik UV
meter
150.97
1 500
75 485
0.47
Kawat
meter
45.29
1 000
15 097
0.09
Lembar
5 869
Plastik Kemasan
450
2 641 050
16.60
Biaya Manajemen
Rp
3 229 289
3 229 289
20.29
Biaya Keamanan
Rp
241 894
241 894
1.52
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
138 225
138 225
0.87
Biaya Listrik
Rp
69 113
69 113
0.43
Biaya Transportasi
Rp
2 632 501
2 632 501
16.54
15 370 278
96.60
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
215 977
215 977
1.36
Penyusutan alat
Rp
325 557
325 557
2.05
541 534
3.40
15 911 812
100.00
Total Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai usahatani Pendapatan atas biaya total usahatani
a
17 523 188 16 981 654
R/C atas biaya tunai
2.14
R/C atas biaya total Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
2.07
90
Lampiran 6 Analisis pendapatan usahatani dan R/C brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a Uraian
Satuan
Jumlah
Hargab
Totalc
(%)
Penerimaan Penjualan Grade A
Kg
177.58
36 500
6 481 670
93.31
Penjualan Grade B (afkir)
Kg
25.12
18 500
464 720
6.69
6 946 390
100.00
Total Penerimaan Pengeluaran Biaya Tunai : Bibit
Tanaman
5 000.00
116
580 000
8.46
Pupuk
Kg
5 000.00
350
1 750 000
25.52
HOK
105.58
25 000
2 639 500
38.49
Lembar
710.00
375
266 250
3.88
Upah Tenaga Kerja Plastik Kemasan Biaya Manajemen
Rp
746 071
746 071
10.88
Biaya Keamanan
Rp
55 885
55 885
0.81
Biaya Pemeliharaan kebun
Rp
31 935
31 935
0.47
Biaya Listrik
Rp
15 967
15 967
0.23
Biaya Transportasi
Rp
608 194
608 194
8.87
6 693 803
97.60
Total Biaya Tunai Biaya yang diperhitungkan : Sewa lahan
Rp
49 898
49 898
0.73
Penyusutan alat Total Biaya yang Diperhitungkan
Rp
114 550
114 550
1.67
164 448
2.40
6 858 250
100.00
Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai usahatani Pendapatan atas biaya total usahatani
a
252 587 88 140
R/C atas biaya tunai
1.04
R/C atas biaya total Sumber : Diolah dari data primer; bHarga (Rp/satuan); cTotal (Rp)
1.01
91
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 1992 dari pasangan Sigit Sukopriyono dan Eka Trimahdalina. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 12 Pamulang pada tahun 2003 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pamulang pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciputat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kampus dan berbagai kepanitiaan. Pada tahun 2009-2010, penulis menjadi anggota UKM Music Agricultural Xpression!! (MAX!!). Pada tahun 2010-2011, penulis menjabat sebagai bendahara Departemen Sumberdaya Manusia Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Dilanjutkan pada tahun 2011-2012, penulis menjabat sebagai bendahara Departemen Sosial dan Lingkungan HIPMA Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dan sekretaris Divisi Musik UKM MAX!!. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa kepanitiaan baik pada masa sekolah maupun masa perkuliahan. Prestasi yang pernah diraih penulis pada masa perkuliahan yaitu menjadi 5 besar pasangan finalis FEM Ambassador pada tahun 2010 dan pernah meraih gelar juara pertama pada Olympiade Mahasiswa IPB cabang Basket Putri pada tahun 2012.