ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK WP BADAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PAJAK LEBIH BAYAR DI KPP PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG TIGA
Siti Ambarwati Supardi Universitas Bina Nusantara Jalan Hanggada 2 no.19, Karawaci – Tangerang 15138 081280007917
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study was to determine how the process of implementation of the tax assessment on corporate income tax returns and what constraints or barriers encountered in carrying out the examination, looking for alternatives that can be done to overcome the barriers or constraints that exist. The method used is descriptive qualitative method approach to analysis. The conclusion is function in addition to an examination of the taxpayer objects to uncover hidden tax that taxpayers are also expected to increase tax compliance in the coming year because the level of tax compliance and the impact on tax revenue and an increase in the amount of overpayment on the corporate income tax return different from the number of fiscal correction due to the financial statements taxpayer done by the Financial Accounting Standards. Keywords: Tax Audit, Corporate Taxpayers, Tax Receivable
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT PPh Badan dan kendala atau hambatan apa yang dihadapi dalam melaksanakan pemeriksaan, mencari alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan atau kendalakendala yang ada. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Kesimpulan yang didapat adalah Fungsi pemeriksaan terhadap Wajib Pajak selain untuk mengungkap objek pajak yang disembunyikan Wajib Pajak juga diharapkan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak di tahun yang akan datang sebab tingkat kepatuhan Wajib Pajak serta berdampak pada peningkatan penerimaan pajak dan jumlah Lebih Bayar pada SPT PPh Badan yang berbeda dengan jumlah koreksi fiskal disebabkan karena laporan keuangan Wajib Pajak dikerjakan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. Kata Kunci: Pemeriksaan Pajak, WP Badan, Pajak Lebih Bayar
PENDAHULUAN Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia. Salah satu wujud tanggung jawab rakyat dalam mensukseskan pembangunan adalah dengan membayar pajak. Sedangkan pemerintahan berkewajiban untuk meningkatkan penerimaan Negara dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan Negara, salah satunya adalah pendapatan dari sektor pajak. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan Negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya karena tidak dapat diperbaharui lagi dan harga jual minyak dan gas bumi di pasar dunia berfluktuasi dan adanya keinginan dari pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak. Fungsi utama pajak adalah sebagai salah satu sumber penerimaan Negara atau pengisi kas Negara. Pemerintah memungut pajak terutama untuk memperoleh pemasukan dana sebesarbesarnya sebagai sumber pembiayaan anggaran rutin maupun anggaran pembangunan. Keberhasilan dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak tergantung empat hal yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, adanya peraturan perpajakan yang memadai dan adanya kemampuan aparatur perpajakan yang cukup serta didukung oleh situasi dan perekonomian yang cukup stabil. Langkah awal yang di tempuh pemerintahan yaitu dengan diadakannya pembaharuan perpajakan nasional (tax reform) sejak tahun 1983, antara lain dengan diberlakukannya UndangUndang Perpajakan yang baru. Dengan pembaharuan sistem perpajakan diharapkan dapat menunjang sepenuhnya laju pembangunan nasional dan mewujudkan pembebanan pajak yang adil bagi wajib pajak. Dengan perundang-undangan baru tersebut sistem pemungutan pajak telah berubah dari sistem official assessment menjadi self assessment. Setelah adanya tax reform I pada tahun 1983 Indonesia lebih banyak memakai sistem self assessment. Sistem ini memberi kepercayaan dan wewenang kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya., khususnya dalam menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang dan menyetor serta melaporkan pajak yang terutang. Dengan sistem self assessment ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh wajib pajak. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif dan peran fiskus hanya mengawasi dan mengamati pelaksanaan perpajakan, bila perlu mengenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan. Sehingga fiskus mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan. Agar self assessment berjalan secara efektif keterbukaan dan pelaksanaan penegakkan hukum (law enforcement) merupakan hal yang esensial. Dengan adanya kepercayaan yang sangat besar yang diberikan kepada wajib pajak maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut di imbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kepercayaan tersebut. Kewajiban fiskus dalam hal ini adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No.82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, pemeriksaan merupakan kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Pemeriksaan yang dilakukan fiskus meliputi ketaatan Wajib Pajak dalam menghitung jumlah
pajak yang terhutang, membayar pajak yang terhutang dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Pemeriksaan juga meliputi pemungutan atau pemotongan dan pembebanan biaya yang dilakukan Wajib Pajak apakah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Penerapan atau penafsiran undang-undang yang dilakukan oleh Wajib Pajak juga merupakan bahan pemeriksaan fiskus. Hasil pemeriksaan fiskus tersebut merupakan ketetapan pajak. Menurut Mardiasmo (2002:36-37) yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyidikan pajak adalah mencari adanya : 1. Penafsiran Undang-undang yang tidak benar 2. Kesalahan hitung 3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan 4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya Selama ini upaya penegakan hukum belum berjalan efektif, hal ini terlihat dari masih rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, masih banyaknya subjek pajak potensial yang belum mau berpartisipasi menjadi Wajib Pajak dan beberapa objek pajak yang belum dilaporkan atau dihitung secara benar oleh Wajib Pajak, maupun banyaknya utang pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak. METODE PENELITIAN Obyek penelitian ini adalah KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga sehingga yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dan sebagai penelitian ini adalah seksi PPh Badan dan seksi-seksi yang terkait dengan pemeriksaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga seperti seksi Tata Usaha dan Perpajakan, seksi Penerimaan dan Keberatan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena memberikan gambaran mengenai proses pelaksanaan pemeriksaan PPh Badan yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Penelitian dilakukan dilapangan dan melalui studi kepustakaan penelitian dilapangan dilakukan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan pemeriksaan PPh Badan yang dilakukan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Jumlah Wajib Pajak badan, jumlah penerimaan pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga seluruhnya atau kontribusi penerimaan PPh Badan pada seluruh penerimaan pajak serta untuk mengetahui jumlah pegawai yang terkait dan langkah-langkah yang telah dilakukan untuk meningkatkan penerimaan PPh Badan. Dalam penelitian ini memakai penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini menggunakan hasil wawancara dengan aparat perpajakan pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dan juga menganalisa hasil data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah : • Penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan perpajakan dan dengan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian. • Wawancara yaitu dengan mengadakan serangkaian tanya jawab langsung dengan pejabat yang bertugas menyelesaikan pemeriksaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. • Observasi yaitu dengan mengadakan penelitian lapangan atau mengamati secara langsung objek penelitian di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. HASIL DAN BAHASAN Salah satu kewajiban setiap Wajib Pajak adalah mengisi dengan benar, jelas, dan lengkap serta menyampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat pada waktu yang telah ditentukan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tingkat kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari ketepatan Wajib Pajak menyampaikan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang, tingkat kepatuhan juga dilihat dari isi Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak apakah telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apakah Wajib Pajak mengisinya dengan benar, perlu dilakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak tersebut dan salah satu bentuk pengawasan adalah pemeriksaan. Tujuan utama dari pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah untuk menciptakan perilaku kepatuhan terhadap Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (tax compliance) yaitu dengan penegakan hukum (law enforcement) yang pada akhirnya nanti akan dapat meningkatkan penerimaan pajak. Pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga SPT Tahunan yang menyatakan Lebih Bayar yang disampaikan oleh WP Badan akan diprioritaskan untuk diperiksa oleh petugas pemeriksa pajak. Proses pemeriksaan SPT Lebih Bayar memerlukan penanganan sendiri, hal ini untuk mencegah terjadinya penyelesaian SPT Tahunan Lebih Bayar yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam pasal 17B UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga pemeriksaan SPT Lebih Bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak Badan akan diteliti terlebih dahulu untuk mengetahui apakah SPT Lebih Bayar tersebut telah lengkap berdasarkan lampiranlampiran yang dibutuhkan, hal ini untuk memudahkan pemeriksa pajak dalam pengadministrasian SPT, apabila Wajib Pajak belum memenuhi kelengkapan tersebut akan memudahkan pemeriksa dalam menilai dan mengevaluasi kebenaran material dari data atau angka-angka yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT tersebut, sebab biasanya lebih bayar telah diketahui oleh Wajib Pajak sendiri dilihat saat mereka mengisi SPT Tahunan PPh Badan yang perhitungannya menunjukkan lebih bayar, kemudian tugas fiskus untuk memeriksa kembali atas kebenaran SPT yang telah disampaikan tersebut karena pada umumnya Wajib Pajak masih ada yang kelebihan potong. Di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga mempunyai jangka waktu untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, maka setiap pemeriksaan SPT Lebih Bayar harus diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan 8 bulan dan waktu untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Apabila penyelesaian pemeriksaan SPT Lebih Bayar tersebut melewati jangka waktu 12 bulan maka telah terjadi kelalaian oleh pemeriksa pajak atau pemeriksa tidak memberi suatu keputusan maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKP Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 bulan sejak setelah jangka waktu tersebut berakhir serta memberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan kepada Wajib Pajak dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT LB di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga sudah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 9 UU No.36 tahun 2008 dan pemeriksaan tidak pernah melewati jangka waktu yang telah ditentukan. Besarnya pengaruh laporan hasil pemeriksaan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga pada tahun 2010 sebesar 6%. Angka tersebut diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar Rp66.510.000.000 dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.199.642.369.135. Besarnya pengaruh laporan hasil pemeriksaan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga pada tahun 2011 sebesar 1.34%. Angka tersebut diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar Rp21.157.000.000 dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.575,457.869.948.
Besarnya pengaruh laporan hasil pemeriksaan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga pada tahun 2012 sebesar 5.04%. Angka tersebut diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan sebesar Rp100.474.000.000 dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.991.442.687.475. Tidak ada kriteria kinerja untuk pemeriksaan pajak sebab fungsi pemeriksaan hanya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Semua pemeriksaan yang dilakukan pada dasarnya sama untuk semua Wajib Pajak, yang membedakan adalah besar kecilnya usaha Wajib Pajak yang dapat dilihat dari gambaran umum Wajib Pajak, penerimaannya dan kewajiban pajaknya. Pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar penting untuk memastikan bahwa kelebihan pembayaran pajak yang telah dinyatakan oleh Wajib Pajak didalam SPT adalah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pelaksanaan pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar merupakan upaya fiskus untuk mencegah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tidak selayaknya diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat mengurangi jumlah penerimaan pajak. Pelaksanaan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan Lebih Bayar merupakan bagian dari fungsi pengawasan sekaligus pelayanan dari fiskus karena hasil pemeriksaan harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan Wajib Pajak. Karena adanya batas waktu tersebut fiskus harus segera melakukan pemeriksaan atas SPT LB dan memberikan keputusan atas permohonan tersebut, sedangkan dalam pengawasan fiskus harus melakukan pemeriksaan untuk mengetahui kelayakan dari jumlah pajak yang lebih bayar tersebut dengan membandingkan pada fakta-fakta yang ada. Fiskus harus memeriksa kebenaran dari pengisian setiap kolom dalam SPT yang biasa disebut dengan koreksi fiskal yang meliputi penelusuran atas kebenaran pengisian, penghasilan, biaya-biaya, kompensasi kerugian dan kredit pajak serta memastikan jumlah pajak sebenarnya lebih bayar atau kurang bayar atau nihil. Apabila SPT yang disampaikan tidak pada waktu yang telah ditentukan maka akan diberikan sanksi yaitu berupa Surat Tagihan Pajak (STP). Pada prinsipnya, biaya yang boleh dikurangkan dan penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dan pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dan penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya adalah pemakaian penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Dalam melaksanakan penyelesaian pemeriksaan pajak kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi pemeriksa pajak adalah sebagai berikut: 1. Wajib Pajak Tingkat pengetahuan Wajib Pajak yang kurang tentang pajak, masih banyaknya Wajib Pajak yang tidak bisa menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan menyetor sendiri kewajiban perpajakannya. Pembukuan Wajib Pajak yang kurang lengkap dan kurang sesuai dengan standar perpajakan yang telah ditetapkan, karena Wajib Pajak biasanya membuat laporan keuangan hanya berdasarkan standar akuntansi tanpa memperhatikan standar perpajakannya. Wajib Pajak umumnya cenderung menghindari pembayaran pajak dan upaya penghindaran pembayaran pajak ini masih tinggi, hal ini dapat diketahui dari besarnya selisih antara jumlah pajak yang dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak dengan koreksi hasil pemeriksaan. Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya juga merupakan kendala yang dihadapi oleh pemeriksa pajak. 2. Pemeriksa pajak Kurangnya petugas pemeriksa pajak hal ini bisa dilihat dari sedikitnya jumlah petugas yang melaksanakan pemeriksaan dan kemampuan sumber daya manusia yang kurang memadai. Produktivitas petugas pemeriksa pajak masih tergolong rendah, rendahnya produktivitas ini juga karena pemeriksa terlalu lama menunggu respon dari Wajib Pajak
yang diperiksa yang biasanya dengan sengaja mengulur-ulur waktu untuk menyerahkan buku-buku dan dokumen pendukung yang diperlukan dalam pemeriksaan. Jangka waktu dalam menyelesaikan pemeriksaan antara Wajib Pajak satu dengan yang lainnya sama tidak bergantung dari banyak sedikitnya dokumen yang akan diperiksa. 3. Pelaksanaan pemeriksaan Hambatan utama dalam melaksanakan pemeriksaan adalah tidak adanya data konkrit (data awal yaitu neraca dan laporan rugi/laba) yang dimiliki pemeriksa, akibatnya Wajib Pajak terkadang meremehkan petugas dan bahkan menghalangi jalannya pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan secara umum terhadap semua pos-pos yang dipandang harus diperiksa sehingga pemeriksa perlu meminjam data-data yang cukup banyak dan belum tentu ditemukan penyimpangannya. Tugas pemeriksa cukup sulit untuk dapat menemukan penyimpangan-penyimpangan Wajib Pajak untuk itu diperlukan ketekunan dan pengalaman luas. Namun harus di ingat bahwa pemeriksaan tidak menjamin ditemukannya penyimpangan yang cukup banyak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Adanya kesan Wajib Pajak terhadap pemeriksaan yang berbelit-belit dan memakan waktu yang lama sehingga persepsi Wajib Pajak terhadap pemeriksaan adalah sekedar mencari kesalahan dengan sikap dan perilaku arogan, masalah ini kadangkala terkait dengan persiapan yang dilakukan pemeriksa pajak yang seringkali hanya memfokuskan pada teknik-teknik pemeriksaan. Data yang mendukung pemeriksaan sangat kurang dan bila ada hanyalah data mentah yang masih harus dianalisa dan dikembangkan untuk dapat menemukan data konkritnya sehingga persiapan pemeriksaan hanyalah sebagai persiapan standar program-program pemeriksaan, tanpa adanya data konkrit tentang penyimpangan SPT Wajib Pajak akibatnya pemeriksa sibuk mencari kesalahan Wajib Pajak dan hal ini menyebabkan pemeriksaan berlangsung lama.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan yang telah disajikan kesimpulan sebagai berikut
maka dapat ditarik
1. Fungsi pemeriksaan terhadap Wajib Pajak selain untuk mengungkap objek pajak yang disembunyikan Wajib Pajak dan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. 2. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dilihat semakin meningkat jumlah setiap tahunnya di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. 3. Jumlah lebih bayar pada SPT PPh Badan berbeda dengan jumlah koreksi fiskal. Hal ini merupakan hal logis karena laporan keuangannya Wajib Pajak dikerjakan berdasarkan standar Akuntansi Keuangan, sehingga diperlukan penyesuaian fiskal untuk menghitung besarnya nilai kelebihan pembayaran dan Pajak terhutangnya. 4. Pada saat SPT masuk harus dilengkapi dengan data pendukung, membuat surat edaran, dan jika WP mengajukan keberatan harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung yang lengkap dan dapat dibuktikan kebenarannya. Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, ada beberapa saran yang diberikan oleh penulis untuk KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga supaya bisa digunakan dalam meningkatkan pelaksanaan pemeriksaan, yaitu: 1. Memaksimalkan penyuluhan-penyuluhan dengan pihak-pihak yang terkait dan tertentu mengenai informasi tentang perpajakan terbaru, sehingga diharapkan pengertian masyarakat atau Wajib Pajak tentang pajak semakin meningkat.
2. Meningkatkan sumber daya manusia seperti peningkatan kualitas dan kuantitas pemeriksa pajak dengan memberikan kompensasi dan insentif yang mencukupi agar kinerja pemeriksa bisa lebih optimal. 3. Pelaksanaan pemeriksaan agar dilakukan sesuai dengan prosedur pemeriksaan dimulai dengan persiapan pengumpulan data dan informasi Wajib Pajak yang diperiksa, mempelajari berkas dan SPT beserta lampiran-lampirannya dan laporan pemeriksaan pajak sebelumnya, menyiapkan daftar pertanyaan yang relevan, pemeriksaan buku-buku dan dokumen yang mendukung laporan keuangan, pembuatan kertas kerja pemeriksaan dan penyusunan laporan pemeriksaan pajak. 4. Pemeriksaan yang dilakukan harus selalu berlandaskan program-program yang terarah dan berlandaskan ketentuan-ketentuan hukum yang jelas, sehingga dapat memberikan hasil yang baik bagi penerimaan pajak dan pemeriksaan tersebut harus selalu mengutamakan mutu dan profesionalitas untuk itu perlu ditetapkan pembakuan standar prosedur dan tata cara pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu bentuk penegakan hukum (law enforcement) terhadap Wajib Pajak yang ada indikasi tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan tidak benar, hal ini berarti pemeriksaan merupakan alat untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. 5. Dilakukannya tindakan persuasif terhadap Wajib Pajak khususnya mengenai masalah peminjaman data-data konkrit perusahaan sehingga pemeriksaan yang dilakukan dapat terfokus.
REFERENSI Arens, Alvin A. Elder, Randal J., & Beasley, Mark S. Alih bahasa oleh Wibowo, H (2008). Auditing dan Jasa Assurance: Pendekatan Terintegrasi (Jilid 1) (Edisi 12). Jakarta : Erlangga Bohari, H. (2012). Pengantar Hukum Pajak. Jakarta : Rajawali Pers. Mardiasmo. 2011. Perpajakan (Edisi Revisi 2011). Andi. Pandiangan, Liberti. (2003). Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia. Erlangga Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.03/2013. Tentanag Tujuan Pemeriksaan. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2012. Tentang Pedoman Penggunaan Metode Dan Teknik Pemeriksaan Pajak. Purwono, Henry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak. Erlangga. Resmi, Siti. 2003. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta.: Salemba Empat. Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Pajak, Sinar Grafika.
Sumarsan, Thomas. 2012. Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak. Indeks. Jakarta. Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Salemba Empat Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 (Buku 1). Jakarta : Salemba Empat. Undang-undang Pajak Lengkap Tahun 2013. Mitra Wacana Media. 2013. Jakarta. RIWAYAT PENULIS Siti Ambarwati Supardi, lahir di Tangerang, 22 September 1991. Penulis menamatkan Pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi