ANALISIS MANFAAT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN LETTUCE DI PT SAUNG MIRWAN
OLEH MARLIANA A 14105682
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
RINGKASAN
MARLIANA, Analisis Manfaat dan Faktor-fakor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan, dibawah bimbingan TANTI NOVIANTI. Lettuce head merupakan jenis sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Perusahaan yang mengembangkan jenis sayuran lettuce dengan kemitraan adalah PT Saung Mirwan. Perusahaan cenderung tidak dapat memenuhi terhadap permintaan lettuce head pada periode tahun 2003-2007. Oleh karena itu dalam pengadaan pasokan lettuce head, PT Saung Mirwan menjalin kemitraan dengan petani di daerah Garut. Jumlah total petani mitra yang bergabung dengan PT Saung Mirwan tahun 2008 sebanyak 357 petani. Petani mitra yang aktif menanam lettuce sangat sedikit dibandingkan jumlah total petani mitra. Oleh karena itu tujuan dari penulisan skripsi ini adalah (1) Mengkaji pola pelaksanaan kemitraan dan juga mengetahui proses perkembangan serta kendala-kendala yang dihadapi petani, (2) Menganalisa manfaat kerjasama kemitraan dari aspek teknologi dan pemasaran, (3) Menganalisa tingkat pendapatan usahatani di petani mitra dan non mitra untuk mengetahui seberapa besar manfaat pendapatan yang diperoleh petani mitra, (4) Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Penelitian ini akan dilakukan pada PT Saung Mirwan yang terletak di Kampung Pasir Muncang, Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa PT Saung mirwan merupakan perusahaan yang sedang menjalin kemitraan dengan petani. Kegiatan kemitraan yang akan diteliti dikhususkan pada komoditas lettuce. Petani lettuce yang menjalin kemitraan dengan PT Saung Mirwan tersebar di daerah Garut. Daerah Garut merupakan lokasi yang cocok untuk penanaman lettuce, sehingga daerah tersebut dijadikan tempat khusus untuk kemitraan lettuce. Oleh karena itu pengambilan sample data petani responden dilakukan di Garut. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dan dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan metode regresi logistik (logit). Pengolahan data untuk analisis pendapatan menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk tetap bermitra dilakukan menggunakan analisis regresi logistik mengunakan program Minitab 14.0. Kemitraan PT Saung Mirwan mulai diterapkan tahun 1990 dengan jumlah mitra tani yang semakin berkembang. Pola kemitraan yang diterapkan PT Saung Mirwan dengan petani mitra dikategorikan ke dalam pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). PT Saung Mirwan sebagai pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani mitra menyediakan lahan, tenaga kerja dan sarana.
iii
Kerjasama kemitraan berhasil dijalankan karena didasari azas kesetaraan didalam menikmati keuntungan. Dengan azas win-win solution semua pihak merasakan manfaatnya baik petani maupun perusahaan serta masyarakat sekitar. Namun dalam pelaksanaan kemitraan petani masih seringkali mengalami kendala dalam hal teknis budidaya. Kendala yang dialami perusahaan yaitu terbatasnya tenaga penyuluh sehingga kunjungan penyuluh dirasakan masih kurang optimal. Pengadaan bibit menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Sulitnya dalam pengadaan bibit menjadi penghambat dalam proses budidaya dan seringnya terjadi keterlambatan bibit. Manajemen packaging pada PT Saung Mirwan dinilai masih kurang terkoordinasi dengan baik. Sebagian petani ada yang merasa dirugikan dalam penerimaan hasil panen yaitu hasil panen petani masuk ke petani lain. Manfaat yang dirasakan petani diantaranya yaitu kemudahan dalam pemasaran, harga lebih baik, keuntungan lebih tinggi, bantuan budidaya, serta memiliki ikatan kuat atau jalinan kekeluargaan dengan petani. Manfaat teknis ainnya dengan menjadi mitra yaitu adanya penyediaan bibit, sehingga petani mitra tidak perlu melakukan pembibitan sendiri. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani lettuce yang dilihat dari pendapatan tunai dan non tunai serta R/C rasio tersebut nilai petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra, menjelaskan bahwa dengan bergabung dengan program kemitraan dapat mendatangkan manfaat pendapatan usahatani lettuce. Berdasarkan BEP harga petani mitra yang diperoleh dapat diketahui bahwa PT Saung Mirwan menetapkan harga hampir dua kali lipat dari harga BEP. Oleh karena itu harga yang ditetapkan perusahaan sudah baik. Petani non mitra sebaiknya dapat memanfaatkan serta mencari peluang pasar agar mendapatkan harga jual lettuce yang lebih tinggi. Hasil analisis regresi logistik dengan memasukkan tujuh variabel diketahui bahwa terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Ketiga variabel tersebut yaitu variabel, pengalaman, pendidikan terakhir, dan produktivitas. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan menjadi mitra yaitu variabel jumlah umur, anggota keluarga, pendapatan, dan luas lahan. Berdasarkan hasil penelitian, maka rekomendasi yang dapat diberikan penulis yaitu lebih dianjurkan kepada perusahaan. Rekomendasi yang diajukan antara lain dengan mengacu pada keuntungan masing-masing pelaku kemitraan dalam melaksanakan budidaya lettuce sebaiknya perusahaan mempertahankan hubungan kerjasama kemitraan. Pihak perusahaan sebaiknya memperbaiki sistem manajemen dan juga pelaksanaan teknis kemitraan. Misalnya dalam pengadaan bibit sebaiknya dikoodinasi lebih baik dengan bagian pembibitan dan juga petani. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang dapat merugikan petani dan juga memperburuk citra perusahaan. Manajemen penerimaan produk sebaiknya lebih dibenahi dan diperbaiki lagi agar tidak ada petani yang dirugikan. Dengan memperbaiki manajemen mulai dari bagian pembibitan sampai penerimaan produk akan memperbaiki citra perusahaan. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi masih menilai pelaksanaan kemitraan tersebut kurang baik. Hal tersebut terbukti bahwa petani dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk tidak melanjutkan kerjasama dan tidak bergabung dalam kemitraan.
iv
ANALISIS MANFAAT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN LETTUCE DI PT SAUNG MIRWAN
Oleh MARLIANA A 14105682
SKRIPSI Sarjana Pertanian Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS MANFAAT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN
PETANI
TERHADAP
PELAKSANAAN
KEMITRAAN
LETTUCE DI PT SAUNG MIRWAN BENAR – BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.
Bogor, Juli 2008
MARLIANA A14105682
vi
Judul
:
Analisis
Manfaat
dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. Nama Mahasiswa
:
Marliana
Nomor Pokok
:
A14105682
Bogor, Juli 2008 Menyetujui Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, SP, MSi NIP. 132 206 249
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Juli 1984 sebagai anak dari Bapak Baedarus dan Ibu Yulliana. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan taman kanak-kanak di TK Insan Kamil Bogor. Kemudian penulis melanjutkan ke sekolah dasar yaitu SD Insan Kamil Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah di SMP Negeri 5 Bogor dapat diselesaikan pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke pendidikan tingkat atas pada SMU Negeri 7 Bogor dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Diploma III Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 2005.
Selanjutnya pada tahun 2006 penulis diterima
sebagai mahasiswa pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah program D-III penulis pernah bergabung dalam kepanitiaan masa pengenalan departemen (MPD) 2003 dan juga kepanitiaan pemilihan raya ketua MISETA tahun 2003. Tahun 20072008 (sekarang) penulis aktif sebagai Alumni Training Support (ATS) pada penyelenggaraan training SDM ESQ Leadership Center.
viii
KATA PENGANTAR
Kemitraan merupakan jalinan kerjasama sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama. Kemitraan dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat. Manfaat yang diperoleh salah satunya yaitu menjadi alternatif untuk mengurangi atau mempersempit kesenjangan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil. Perusahaan saat ini baik besar ataupun kecil melakukan kerjasama kemitraan dalam menjalankan bisnisnya. Hubungan kemitraan yang dijalin dilaksanakan melalui pola kemitraan yang sesuai sifat dan tujuan usaha. Pelaksanaan kemitraan diatur dengan pembuatan kontrak atas kesepakatan bersama secara tertulis dan mengikat ataupun tidak tertulis. Hubungan kemitraan antara perusahaan dengan petani sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Oleh karena itu penulis mencoba melakukan penelitian mengenai pelaksanaan kemitraan PT Saung Mirwan dengan petani Lettuce. Penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan hubungan kemitraan tersebut serta mengetahui faktor-faktor apa yang menentukan keputusan petani untuk bermitra. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan dalam mengembangkan kemitraan dan juga khalayak umum mengenai jalinan kemitraan. Bogor, Juli 2008 Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur dan segala kemuliaan hanya milik Allah SWT Tuhan semesta alam. Dialah Allah Ar-Rasyid Yang Maha Cerdas dan Dialah Al-Alim Yang Maha Berilmu Pengetahuan karena dengan kehendak, anugerah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam untuk Rosululloh SAW, seorang Nabi yang mengajarkan cinta pada ilmu pengetahuan dan kasih sayang. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Orang tua dan adik tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan perhatian yang sangat berharga kepada penulis. 2. Ibu Tanti Novianti, SP, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan penulis bimbingan, saran dan masukan hingga terbentuknya skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah berkenan memberikan arahan serta nasehat-nasehat dalam pembuatan skripsi mulai dari penentuan topik penelitian hingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Ibu Dr. Ir. Heny K Daryanto, MeC dan Bapak Arif Karyadi, SP, selaku dosen penguji utama dan dosen penguji komisi pendidikan atas saran dan masukan bagi perbaikan skripsi ini. 5. PT Saung Mirwan beserta Staf, khususnya Bpk. Arif Marzuki, Bpk Adeng, Ibu Lina, Bpk. Heru dan Teh Pipit atas bantuan dalam pengumpulan data-data
x
yang diperlukan. Keluarga Bpk Youdi atas tempat tinggalnya selama penelitian. 6. Staf MAB: Hamid, Pian, dan Angga atas dukungan, bantuan dan peminjaman buku-buku yang sangat berguna bagi penulisan skripsi ini. 7. Kakak-kakak sepupuku tersayang: Ulle, Pipit, Naila, Mela, dan Finna, atas perhatian, dorongan, serta semangat kepada penulis. 8. Sahabat-sahabatku seperjuangan: Renna, Thia, Eko, Oji, Santy atas bantuannya dalam pengumpulan dan pengolahan data serta saran dan kritikan. 9. Teman-temanku tersayang: Evi, Dian, Vita, Nissa, Yulia, Inggit, Dhea, dan Vina, atas saran dan kritikan serta kasih sayang dan persahabatan yang indah. 10. Keluarga Bapak Soesiyanto: Tante Anggur, Angga, Adit, dan De’Andi, atas doa, dukungan, dan semangat yang diberikan selama ini. 11. Ka Budi, Mas Anthony dan crew Janur Kuning, atas doa, dukungan, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi serta pengalamannya dalam Wedding Organizer. 12. Rekan-rekan ekstensi yang turut membantu dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya, semoga kebaikan Bapak, Ibu, dan rekan-rekan mendapat balasan dari Allah SWT.
Bogor, Juli 2008 Penulis
xi
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... RINGKASAN ................................................................................................. LEMBAR PERSYARATAN... ...................................................................... PERNYATAAN .............................................................................................. LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i ii iv v vi vii viii ix xi xiv xvi xvii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1.3 Tujuan dan Kegunaan .................................................................
1 6 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
11
2.1 Gambaran Komoditas Lettuce ..................................................... 2.1.1 Deskripsi Lettuce................................................................ 2.1.2 Jenis Tanaman Lettuce ....................................................... 2.1.3 Syarat Tumbuh Lettuce ...................................................... 2.2 Teknologi Usahatani Lettuce....................................................... 2.1.1 Teknologi Input .................................................................. 2.1.2 Teknologi Budidaya ........................................................... 2.1.3 Tekologi Panen dan Pascapanen ........................................ 2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................... 2.3.1 Bisnis Lettuce ..................................................................... 2.3.2 Kemitraan Agribisnis Sayuran ........................................... 2.3.3 Manfaat dan Alasan Ekonomi Kemitraan .......................... 2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Menjadi Mitra.....................................................................
11 11 12 16 17 17 19 20 22 22 24 27
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ..........................................................
32
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 3.1.1 Pengertian dan Tujuan Kemitraan ...................................... 3.1.2 Manfaat Kemitraan............................................................. 3.1.3 Azas Kemitraan .................................................................. 3.1.4 Model Kemitraan ............................................................... 3.1.5 Konsep Kemitraan..............................................................
32 32 33 34 35 40
29
xii
3.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan .................. 3.1.7 Pendapatan Usahatani ........................................................ 3.1.8 Regresi Variabel tak Bebas Kualitatif ................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual.................................................
40 41 43 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
47
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 4.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 4.4.1 Analisis Manfaat Kemitraan .............................................. 4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Bermitra dengan PT Saung Mirwan.........................
47 47 48 49 50 54
BAB V GAMBARAN UMUM KEGIATAN BISNIS PT SAUNG MIRWAN....................................................................
58
5.1 Lokasi Umum PT Saung Mirwan ............................................... 5.2 Sejarah Perusahaan ..................................................................... 5.3 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................ 5.4 Organisasi Perusahaan ................................................................ 5.5 Deskripsi Sumberdaya Perusahaan ............................................. 5.5.1 Sumberdaya Fisik ............................................................... 5.5.2 Sumberdaya Manusia ......................................................... 5.6 Deskripsi Kegiatan Bisnis Lettuce .............................................. 5.6.1 Pemasok Bahan Baku......................................................... 5.6.2 Proses Produksi Lettuce dan Penanganan Pasca Panen ..... 5.6.3 Kegiatan Pemasaran Lettuce ..............................................
61 61 65 66 69 69 72 75 75 76 81
BAB VI PELAKSANAAN KEMITRAAN LETTUCE ...............................
86
6.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 6.2 Karakteristik Petani Lettuce Responden ..................................... 6.3 Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan Lettuce....................... 6.3.1 Alasan-alasan Petani Bermitra ........................................... 6.3.2 Manfaat Pelaksanaan Kemitraan ........................................ 6.3.3 Kendala dalam Pelaksanaan Kemitraan ............................. 6.3.4 Alternatif Teknis Perbaikan Pelaksanaan Kemitraan ......... 6.4 Deskripsi Proses Budidaya Lettuce di Petani ..............................
86 90 96 105 106 109 111 114
BAB VII ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MENJADI MITRA ........................................................................ 120 7.1 Analisis Pendapatan Petani Responden ..................................... 120 7.1.1 Penerimaan Petani Responden Lettuce Per Musim Tanam .............................................................. 120 7.1.2 Pengeluaran Petani Responden Lettuce Per Musim Tanam .............................................................. 122
xiii
7.1.3 Analisis Perbandingan Pendapatan, R/C Rasio dan BEP Petani MitraDengan Petani Non Mitra................ 7.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Menjadi Mitra ................................................ 7.2.1 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra ........................................................... 7.2.2 Faktor-faktor yang Tidak Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra ........................................................... 7.2.3 Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra ...........................................................
133 136 138 142 146
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................... 148 8.1 Kesimpulan ................................................................................ 148 8.2 Rekomendasi .............................................................................. 149 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 151 LAMPIRAN .................................................................................................... 154
xiv
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikulura Tahun 2005-2006 .......................................................................................
1
2. Ekspor – Impor Lettuce Head per Januari-Februari 2006 ..........................
4
3. Penelitian Terdahulu Mengenai Lettuce dan Kemitraan ............................
30
4. Perbandingan Pendapatan Petani Mitra dengan Non Mitra .......................
54
5. Deskripsi Jabatan PT Saung Mirwan .........................................................
67
6. Jadwal Jam Kerja Karyawan PT Saung Mirwan .......................................
73
7. Kualifikasi Jabatan di PT Saung Mirwan...................................................
73
8. Jumlah Karyawan PT Saung Mirwan Berdasarkan Pendidikan ................
74
9. Perusahaan Pemasok Input di PT Saung Mirwan ......................................
76
10. Daftar Pelanggan Lettuce di PT Saung Mirwan.........................................
85
11. Jumlah Penduduk Kabupaten Garut Menurut Kelompok Umur Tahun 2006 .....................................................
89
12. Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut.....................................................
90
13. Petani Responden Berdasarkan Umur........................................................
91
14. Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................................
92
15. Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani .............................
93
16. Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Lettuce .................................
94
17. Petani Responden Berdasarkan Pendapatan...............................................
94
18. Petani Responden Berdasarkan Produktivitas Lettuce ...............................
95
19. Frekuensi Kunjungan Penyuluh pada Petani Mitra Responden ................. 102 20. Alasan Responden Menjalin Kemitraan Lettuce ........................................ 106 21. Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ....................................................... 107 22. Penilaian Kemitraan oleh Petani Mitra ...................................................... 109 23. Jenis Bantuan yang diharapkan oleh Petani Mitra ..................................... 114 24. Penerimaan Penjualan Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra ...................... 122 25. Total Biaya Usahatani Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra ...................... 122 26. Komponen Biaya Tunai Usahatani Lettuce Per Satu Hektar Petani Mitra dan Non Mitra ....................................................................... 124
xv
27. Biaya Non Tunai Usahatani Lettuce Per Satu Hektar Petani Mitra dan Non Mitra ....................................................................... 130 28. Analisis Perbandingan Pendapatan Rata-rataRasio R/C, dan BEP Usahatani Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra per Hektar........................ 136 29. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Menjadi Mitra PT Saung Mirwan (α = 10%) ................................... 138
xvi
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Grafik Order dan Kirim Lettuce Head PT Saung Mirwan Periode Tahun 2003-2007 ..........................................................................
6
2. Grafik Jumlah Petani Mitra PT Saung Mirwan..........................................
9
3. Pola Kemitraan Inti Plasma .......................................................................
37
4. Pola Kemitraan Subkontrak .......................................................................
38
5. Pola Kemitraan Dagang Umum .................................................................
38
6. Pola Kemitraan Keagenan ..........................................................................
39
7. Pola Kemitraan Kerja Sama Operasional Agribisnis .................................
39
8. Kerangka Pikir Opersional Kajian Kemitraan PT Saung Mirwan dengan Petani Lettuce ..................................................
46
9. Pembibitan Lettuce PT Saung Mirwan ......................................................
77
10. Proses Trimming dan Sortasi Lettuce di PT Saung Mirwan ......................
78
11. Alur Lettuce Pasca Panen di PT Saung Mirwan ........................................
79
12. Proses Pengemasan Lettuce .......................................................................
80
13. Pengangkutan ke dalam mobil box ............................................................
81
14. Truck Transportasi dengan Cold Storage PT Saung Mirwan ....................
84
15. Areal Tanaman Lettuce .............................................................................. 119 16. Kegiatan Panen Lettuce Petani Mitra ......................................................... 119
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Order Kirim Lettuce di PT Saung Mirwan................................................. 155 2. Persentase Selisih antara Jumlah Order dengan Pengiriman Lettuce PT Saung Mirwan.......................................... 155 3. Kuesioner Penelitian Kajian Kemitraan PT Saung Mirwan dengan Petani Lettuce di Garut .................................................................. 156 4. Struktur Organisasi PT Saung Mirwan ...................................................... 160 5. Penggunaan Lahan untuk Usaha Pertanian per Kecamatan di Kabupaten Garut ........................................................... 161 6. Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan .......................................................... 162 7. Analisis Rata-rata Usahatani Lettuce per Hektar Per Musim Tanam Petani Mitra di Garut ................................ 165 8. Analisis Rata-rata Usahatani Lettuce per Hektar Per Musim Tanam Petani Non Mitra di Garut ......................... 166 9. Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Lettuce 1 Ha Petani Mitra Per Responden ....................................................................... 167 10. Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Lettuce 1 Ha Petani Non Mitra Per Responden ............................................................... 168 11. Input Pengolahan Regresi Logistik Menggunakan Program Minitab 14.0 ........................................................ 169 12. Hasil Analisis Regresi Logistik Menggunakan Program Minitab 14.0 ........................................................ 170
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan terutama
komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi besar terhadap pertanian Indonesia. Pengembangan komoditas hortikultura dapat mendatangkan PDB yang cukup besar. Nilai PDB hortikultura pada tahun 2005 mencapai Rp 61.792 triliun. Nilai PDB tersebut meningkat pada tahun 2006 menjadi Rp 66.879 triliun (Ditjen Hortikultura, 2007). Pengembangan agribisnis hortikultura mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara. Agribisnis hortikultura selain dapat meningkatkan PDB, juga sebagai pembuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Terlihat pada Tabel 1 jumlah penyerapan tenaga kerja subsektor hortikultura meningkat pada tahun 2006 dari periode tahun sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja di bidang hortikultura untuk komoditas sayuran sangat besar mendominasi komoditas lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa sayuran memegang peranan penting dalam pengembangan komoditas hortikultura. Tabel 1 Tabel Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura 2005-2006 Penyerapan Tenaga Kerja (Orang) 2005 2006 Sayuran 2,272,324 2,406,466 Buah-Buahan 697,184 625,394 Tanaman Hias 1,461 1,479 Tanaman Obat 20,931 28,001 Jumlah 2,901,900 3,061,340 Sumber : Ditjen Hortikultura, 2007 Komoditas
Peningkatan (%) 5.90 3.00 1.23 33.78 5.49
xix2
Nilai PDB yang meningkat dikarenakan produksi dan luas panen hortikultura meningkat. Berdasarkan data Ditjen Hortikultura tahun 2007, setiap tahun produksi maupun luas panen komoditas hortikultura menunjukkan peningkatan. Rata-rata peningkatan produksi pada 2006 dibandingkan 2005 sebesar 12.72 persen. Produksi kelompok buah-buahan dari 14,786,559 ton meningkat menjadi 16,171,130 ton, dan kelompok sayuran dari 9,101,987 ton meningkat mencapai 9,527,463 ton. Produksi kelompok tanaman obat meningkat juga dari 342,338,887 kg menjadi 447,557,634 kg1. Sayuran merupakan salah satu jenis kelompok hortikultura yang banyak mengandung vitamin, mineral, dan serat yang baik sebagai bahan konsumsi dan pemenuhan gizi masyarakat. Kebutuhan sayur cenderung meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Berdasarkan data dari World Bank dan World Development Report (1993) serta International Rice Research Institute (1994) dalam Rukmana dan Yuniarsih (1996) perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2025 naik menjadi 8.345 milyar, penduduk Indonesia tahun 2025 naik menjadi 275 juta. Peramalan peningkatan jumlah penduduk tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan sayuran penting untuk dikembangkan dalam memenuhi konsumsi masyarakat. Kesadaran
gizi
menyebabkan
kecenderungan
masyarakat
untuk
mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi terutama berasal dari bahan hewani dan beralih mengkonsumsi sayuran. Jumlah industri yang meningkat seperti supermarket, restoran, convention centre, hotel, apartemen, dan rumah sakit membutuhkan pasokan sayuran lebih besar. Hal tersebut menyebabkan
1
Suhendar, Yan, 2007, Disiapkan 32 Kawasan Agribisnis Hortikultura http//www.Agrina.co.id. 28 Desember 2007
xx3
permintaan sayuran sebagai sumber bahan pangan cenderung meningkat dan menjadi faktor yang mempengaruhi konsumsi sayuran di negara Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2007, tingkat konsumsi sayur di tahun 2003 sebesar 34.52 kg/kapita/tahun meningkat menjadi sebesar 45.04 kg/kapita/tahun di tahun 2004 dan meningkat lagi pada tahun 2005 menjadi 63.36 kg/kapita/tahun. Konsumsi sayur diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Peningkatan konsumsi sayuran penduduk Indonesia berimplikasi pada kebutuhan pasar dalam negeri yang meningkat. Berdasarkan data BPS Tahun 2007 perkembangan volume dan nilai ekspor sayuran cenderung turun. Volume dan nilai impor dua kali lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor. Ekspor sayuran yang terbatas disebabkan banyak dari komoditas ini yang belum memenuhi persyaratan yang diterapkan pasar ekspor negara-negara kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Biaya produksi dan biaya pengiriman ekspor sangat tinggi juga mempengaruhi, sehingga akan sulit dalam persaingan harga produk dengan negara pesaing. Sumber daya alam yang sangat potensial masih belum dimanfaatkan secara optimal dalam mengembangkan sayuran. Oleh karena itu perbaikan dari segi kualitas, dan kontinuitas produk sangat diperlukan untuk memasuki pasar ekspor. Kerjasama dengan berbagai pihak perusahaan perdagangan ekspor dan peran pemerintah yang lebih optimal sangat dibutuhkan untuk mewujudkan perdagangan ekspor. Jenis sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan yaitu lettuce head. Lettuce head dikenal di Indonesia dengan nama selada kepala atau selada krop. Ekspor lettuce head per bulan Februari 2006 menurun sangat tajam dari
xxi 4
bulan sebelumnya dengan jumlah sebesar 1,180 kg turun menjadi 234 kg (Tabel 2). Total volume dan nilai impor jauh lebih besar dari ekspor dengan jumlah yang sangat signifikan. Nilai impor yang sangat tinggi menunjukkan produksi lettuce head sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi lettuce head yang rendah disebabkan masih sedikit jumlah pengusaha dan petani yang mengusahakannya. Tabel 2 Ekspor Impor Lettuce Head Bulan Januari-Februari Tahun 2006 Eskpor Bulan Januari Februari Total
Volume (Kg)
Impor
Nilai (US$)
Volume (Kg)
Nilai (US$)
1,180
2,330
31,216
30,200
234
800
47,132
36,971
1,414
3,130
78,348
67,171
Sumber: http://www.hortikultura.go.id, 2008
Program kemitraan sudah banyak diterapkan oleh berbagai jenis perusahaan agribisnis. Pemerintah sangat menyarankan kepada perusahaan besar untuk menjalin kemitraan dengan petani-petani kecil. Program kemitraan yang baik akan mendukung kegiatan inovatif untuk petani antara lain yang terkait dengan aspek penyediaan input, proses produksi, penanganan panen dan pasca panen, pengolahan hasil dan pemasaran produk kemitraan. Pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap program kemitraan dengan petani. Program dukungan kemitraan usaha hortikultura yang telah didirikan dikenal dengan nama Horticultural Partnership Support Program (HPSP) resmi memulai program pada bulan Januari 2005. Awal pendirian hanya didukung oleh 3 lembaga dari Belanda yaitu Cordaid, Agriterra dan Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional Kementrian Luar Negeri Belanda melalui Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Pada bulan Januari 2007 Rabobank
xxii 5
Foundation bergabung untuk mendukung program ini. Program HPSP saat ini telah menjalankan program kemitraannya dengan mendukung 16 kemitraan usaha sayuran dan buah yang tersebar di 7 Propinsi dan 19 Kabupaten/Kota di Indonesia.2 Perusahaan yang mengembangkan jenis sayuran lettuce dengan kemitraan adalah PT Saung Mirwan. Perusahaan agribisnis ini merupakan produsen dan trading company yang bergerak dalam dua unit bisnis yaitu unit bisnis sayur dan unit bisnis bunga. Komoditas sayuran yang diproduksi merupakan jenis sayuran eksklusif. Sayuran eksklusif merupakan sayuran yang benihnya sukar diperoleh (benih impor) sehingga sayuran tersebut cenderung mahal harganya. Target pemasaran sayuran eksklusif PT Saung Mirwan yaitu supermarket, restoran, dan catering bertaraf internasional. Permintaan lettuce pada PT Saung Mirwan tiap tahunnya cenderung tidak dapat terpenuhi. Perusahaan cenderung tidak dapat memenuhi terhadap permintaan lettuce head pada periode tahun 2003-2007 (Lampiran 1). Gambar 1 menunjukkan grafik permintaan (order) dan kirim Lettuce head di PT Saung Mirwan. Kecenderungan selisih antara order dan kirim meningkat pada kurun waktu lima tahun. Selisih tersebut ditunjukkan oleh garis gap pada Gambar 1. Peningkatan selisih yang paling signifikan terjadi di tahun 2005 sebesar 9.55 persen dari tahun 2004 sebesar 3.55 persen (Lampiran 2). Berdasarkan selisih order dan kirim diduga produksi lettuce di PT Saung Mirwan cenderung rendah. Hal tersebut menunjukkan peluang pasar lettuce masih terbuka. Peluang pasar yang tinggi membuat usahatani lettuce sangat potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu kapasitas produksi lettuce PT Saung Mirwan perlu ditingkatkan.
2
Anonim. 2007. Program Dukungan Kemitraan Usaha Hortikultura antara Petani Kecil dengan Perusahaan http//www.fruit development.co.id. 28 Desember 2007
xxiii 6
12,000
kilogram
10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 2003
2004
rata-rata order per bulan
2005 tahun
2006
2007
rata-rata kirim per bulan
gap order-kirim per bulan
Gambar 1 Grafik Order dan Kirim Lettuce Head PT Saung Mirwan Periode Tahun 2003-2007 Berdasarkan grafik tersebut permintaan lettuce yang cenderung meningkat merupakan peluang bagi PT Saung Mirwan untuk mengembangkan usahanya. Didukung dengan kemajuan teknologi yang pesat, perusahaan dapat melakukan inovasi terhadap produk-produknya. Kemudahan dalam akses informasi pasar menjadikan PT Saung Mirwan dapat meluaskan usahanya serta memasarkan produknya ke berbagai kota di Indonesia. Permintaan sayur yang terus meningkat dengan lahan produksi terbatas membuat PT Saung Mirwan membutuhkan pasokan sayur dari petani lain. Perusahaan menjalin kerjasama untuk memperoleh suplai sayur dengan pemasokpemasok sayur baik petani perorangan maupun pedagang pengumpul. Komoditas sayur tertentu yang permintaannya relatif banyak dan membutuhkan kontinuitas, dalam pengadaan pasokan perusahaan menjalin kemitraan dengan petani.
1.2
Rumusan Masalah Perkembangan usaha agribisnis akhir-akhir ini cukup membanggakan dari
segi kuantitas, walaupun dari segi kualitas produk-produk agribisnis Indonesia masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan produk luar negeri. Sayuran
xxiv 7
yang memiliki banyak manfaat sebagai bahan konsumsi menjadi pilihan dalam usaha agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem usahatani yang saling berhubungan dan berkaitan antara sistem satu dengan yang lainnya. Proses dalam usaha agribisnis dimulai dari persiapan input usahatani, proses usahatani, proses penanganan output usahatani, distribusi dan pemasaran hasil usahatani dengan memperoleh nilai tambah dan memiliki tujuan komersil. Tingkat konsumsi dan kebutuhan sayur yang tinggi berpengaruh pada permintaan sayur di PT Saung Mirwan. Permintaan konsumen semakin berkembang dan mengalami spesifikasi dari produk yang ditawarkan. Produk dapat diterima oleh pasar jika mutu produk sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Loyalitas konsumen akan tercapai apabila ada jaminan mutu dari suatu produk yang ditawarkan. PT Saung Mirwan sebagai salah satu produsen agribisnis yang selalu peka terhadap perubahan dan berinovasi tinggi, melakukan beberapa upaya dan langkah-langkah untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin berkembang. Keterbatasan sumber daya lahan dan tenaga kerja membuat PT Saung Mirwan tidak dapat memaksimalkan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu dalam pengadaan pasokan sayuran kerjasama dengan petani dalam pola kemitraan sangat dibutuhkan untuk lebih dikembangkan. Kemitraan yang dijalankan oleh PT Saung Mirwan cukup besar. Hal itu dapat dilihat dengan jumlah petani mitra yang banyak dan tersebar di beberapa daerah seperti Bogor, Cipanas, Cianjur, Sukabumi dan Garut. Permintaan dalam negeri lettuce head per minggu mencapai 3.5 ton. Luas lahan luar yang dimiliki PT Saung Mirwan tidak mampu menghasilkan lettuce
xxv 8
untuk memenuhi permintaan pasar domestik tersebut. Perusahaan menjalin kemitraan dengan petani di daerah Garut untuk memenuhi kebutuhan pengadaan pasokan lettuce head. Daerah Garut saat ini dikhususkan untuk memproduksi lettuce head karena kondisi iklim dan tanah yang cocok dibandingkan daerah lain. Permasalahan yang sering dialami PT Saung Mirwan yaitu terjadi less product untuk komoditas lettuce head. Perubahan terhadap pola konsumsi sayuran menjadikan masyarakat menginginkan jenis sayuran yang beragam termasuk jenis sayuran eksklusif dengan kualitas baik. Persaingan dan permintaan yang dihadapi perusahaan semakin berkembang, sehingga harus memikirkan bagaimana teknologi budidaya dan upaya-upaya untuk memenuhi permintaan konsumen. Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan volume produksi dan kualitas produk. Peningkatan kualitas diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas tanaman sehingga akan meningkatkan pendapatan petani mitra. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan perusahaan dalam pengembangan program kemitraan yang dijalankan. Jumlah total petani mitra yang bergabung dengan PT Saung Mirwan berdasarkan Gambar 2 tahun 2008 sebanyak 357 petani. Petani mitra yang aktif menanam lettuce sangat sedikit dibandingkan jumlah total petani mitra, akan tetapi jumlah petani lettuce setiap tahunnya cenderung meningkat. Tahun 2006 jumlah petani mitra yang aktif menanam lettuce sebanyak 48 orang. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2006 sebanyak 58 petani. Tahun 2008 sampai bulan Maret untuk sementara jumlah petani menurun menjadi 55 orang petani.
xxvi 9
55
302
lettuce
komoditas lain
Gambar 2 Grafik Jumlah Petani Mitra PT Saung Mirwan, 2008 Data petani menjelaskan bahwa jumlah petani lettuce hanya sebagian kecil dari jumlah total petani mitra, sementara pada Gambar 1 PT Saung Mirwan cenderung tidak dapat memenuhi permintaan lettuce head setiap tahunnya. Gap atau selisih antara order dan kirim lettuce head semakin besar tiap tahunnya. Apakah jumlah petani lettuce yang hanya sebagian kecil dari jumlah total menjadi penyebab rendahnya produksi lettuce sehingga tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Fenomena tersebut menarik menjadi pembahasan mengenai program kemitraan yang telah dijalankan PT Saung Mirwan. Berdasarkan jumlah petani lettuce yang cenderung meningkat dapat dikaji untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diberikan program kemitraan terhadap petani lettuce. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan petani untuk bergabung dengan program kemitraan PT Saung Mirwan. Pola kemitraan petani yang telah berjalan bertujuan dapat memenuhi target produksi, meningkatkan kuantitas, kontinuitas dan kualitas produk bagi perusahaan. Keterlibatan petani dalam program kemitraan diharapkan pula dapat bermanfaat bagi petani baik dalam penguasaan teknologi, peningkatan mutu produk, maupun peningkatan pendapatan. Berdasarkan identifikasi dan uraian di atas, permasalahan penelitian yang akan dikaji penulis adalah sebagai berikut:
xxvii 10
1. Bagaimana proses pelaksanaan pola kemitraan di PT Saung Mirwan dan perkembangannya, apakah dengan adanya kemitraan mampu meningkatkan produktivitas lettuce? 2. Apa manfaat kemitraan dalam hal teknologi dan pemasaran serta apakah dengan bermitra akan meningkatkan pendapatan petani? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan.
1.3
Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penulisan skripsi ini sejalan dengan latar belakang dan
perumusan masalah yang telah diuraikan di atas adalah : 1. Mengkaji pola pelaksanaan kemitraan dan juga mengetahui proses perkembangan serta kendala-kendala yang dihadapi petani. 2. Menganalisa manfaat kerjasama kemitraan dari aspek teknologi dan pemasaran. 3. Menganalisa tingkat pendapatan usahatani lettuce di petani mitra dan non mitra untuk mengetahui manfaat pendapatan yang diperoleh petani mitra. 4. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan berguna sebagai: 1. Informasi ilmiah mengenai pola pelaksanaan kemitraan petani lettuce pada PT Saung Mirwan serta rujukan bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya. 2. Masukan bagi perusahaan mengenai kegiatan bisnisnya serta menjadi pertimbangan dalam menerapkan strategi dan teknik yang akan digunakan dalam pengembangan kemitraan.
xxviii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran komoditas Lettuce Lettuce merupakan jenis tanaman sayur daun yang sudah dikenal di
kalangan masyarakat. Tanaman lettuce berasal dari daerah beriklim sedang seperti Asia Barat, dan Amerika. Daerah penyebaran tanaman lettuce diantaranya Karibia, Malaysia, Afrika, serta Filipina dan kemudian menyebar ke Indonesia. Lettuce umumnya dikonsumsi segar sebagai lalapan ataupun sebagai hidangan pembuka yang dicampur dengan sayuran lainnya. Lettuce sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Manfaat lettuce untuk kesehatan diantaranya untuk memperbaiki dan memperlancar pencernaan serta dapat berfungsi sebagai obat penyakit panas dalam (Haryanto et. al, 2003).
2.1.1
Deskripsi Lettuce Tanaman lettuce dalam bahasa latin disebut dengan Lactuca sativa L. Di
Indonesia tanaman lettuce dikenal dengan nama selada merupakan tanaman sayuran semusim yang sudah banyak dikembangkan. Tanaman lettuce mempunyai akar serabut dengan bulu-bulu akar yang menyebar di dalam tanah. Batangnya sangat pendek selama fase pertumbuhan vegetatif. Batangnya akan memanjang dan bercabang setelah tanaman memasuki fase generatif. Daun lettuce berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk dan ukuran bermacam-macam tergantung jenisnya. Tanaman lettuce berbunga sempurna dengan lima stamen, dan
xxix 12
menghasilkan biji yang ukurannya sangat kecil. Biji tersebut digunakan untuk perbanyakan tanaaman lettuce sebagai benih (Suprayitna, 1996).
2.1.2
Jenis Tanaman Lettuce Lettuce yang umum dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi empat
macam, yaitu Head Lettuce, cos lettuce, leaf lettuce, stem lettuce (Haryanto et. al, 2003). 1. Head Lettuce Head lettuce disebut juga selada krop merupakan jenis selada yang mempunyai krop bulat dengan daun silang merapat. Disebut head lettuce karena bentuknya yang bulat seperti kepala. Daunnya ada yang berwarna hijau terang dan ada juga yang berwarna hijau gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Tanaman head lettuce umumnya dibudidayakan di dataran tinggi karena apabila dibudidayakan di dataran rendah maka tidak akan menghasilkan krop. Lettuce head dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe renyah (crispy) dan tipe mentega. a. head lettuce tipe crispy Ciri tipe crispy adalah membentuk krop dengan daun yang agak lepas (kropos). Dibandingkan dengan tipe mentega, tipe crispy lebih tahan terhadap kekeringan dan kropnya lebih padat. Head lettuce tipe crispy memiliki beberapa varietas dengan ciri dan keunggulan yang berbeda. Berikut ini beberapa varietas head lettuce tipe crispy. 1) Kaisser, merupakan varietas yang berkualitas tinggi, ukurannya agak kecil, dan daunnya berwarna hijau terang. 2) Ballade, memiliki pertumbuhan cepat dengan warna hijau terang.
xxx 13
3) Alpen, pertumbuhannya cepat, ukurannya sedang, dan warnanya hijau gelap. 4) Marina, merupakan varietas terbaru, sistem perakarannya kuat, ukuran besar, berwarn hijau terang. 5) Santa Maria, ukuran besar, daun tebal dan berwarna hijau gelap. 6) Great Lakes, ukuran tergolong besar serta amat populer di Amerika dan kini menyebar ke banyak negara. 7) Avoncrisp, jenis ini tergolong tahan terhadap hama dan penyakit. Daunnya hijau segar dan keriting khas tipe crispy. Tipe ini merupakan pilihan yang baik untuk diusahakan. 8) Webb’s wonderful, jenis ini merupakan yang paling terkenal di inggris. Selain berpenampilan baik jenis ini mudah beradaptasi disemua musim maupun kondisi. b. Head lettuce tipe mentega Ciri tipe mentega adalah membentuk krop dengan daun yang agak lurus atau tidak terlalu keriting. Daunnya halus dan pertumbuhannya amat cepat. Beberapa varietas head lettuce yang termasuk tipe mentega adalah sebagai berikut. 1) Okayama salad, warnanya hijau tua, tahan terhadap panas, dan umurnya genjah. 2) Green mignonette, warnanya hijau terang, ukurannya kecil, dan umurnya genjah. 3) Brown mignonette, hampir sama dengan mignonette tetapi warna daunnya hijau kecokelatan. 4) Mini star, merupakan varietas baru, ukurannya kecil, pertumbuhannya termasuk cepat, dapat dipanen pada umur 55-60 hari setelai semai.
xxxi 14
5) All the year round, namanya yang unik diperoleh karena varietas ini dapat ditanam sepanjang tahun tidak peduli musim. Ukurannya tergolong sedang dengan warna daun hijau pucat dan cukup tahan terhadap kekeringan. 6) Tom thumb, merupakan selada jenis mungil yang banyak disukai. Ukuran kropnya sebesar bola tennis, dengan pertumbuhan yang cepat. 7) Avondefiance, jenis ini tampilannya tegar, dan tergolong jenis yang komersial. Tahan terhadap penyakit kayu dan serangan kutu akar. 8) Continuity, pertumbuhan tanaman agak tinggi dan kompak dengan daun yang kemerahan. Jenis ini cocok ditanam di tanah yang berpasir. 9) Buttercrunch, daun keras dan mengkilap, terutama bagian kropnya. Dibandingkan jenis butterhead lainnya, varietas buttercrunch memiliki daun paling kekar. 2. Cos Lettuce Cos lettuce atau selada rapuh disebut juga dengan nama romaine lettuce. Lettuce jenis ini mempunyai krop yang lonjong dengan pertumbuhan yang meninggi cenderung mirip petsai. Daunnya lebih tegak dibandingkan daun selada yang umumnya menjuntai kebawah. Ukurannya besar dan warnanya hijau tua agak gelap. Jenis lettuce ini tergolong lambat pertumbuhannya. Beberapa varietas cos lettuce adalah sebagai berikut. a. Lobjoit’s green, varietas lama yang masih disukai hingga sekarang. Ukurannya besar, daun hijau agak gelap dan rasanya renyah. b. Paris white, penampilannya mirip lobjoit green. Ukurannya besar dengan daun yang terletak didalam berwarna hijau pucat.
xxxii 15
c. Little gem, varietas ini tergolong paling cepat pertumbuhannya dalam kelompok cos lettuce. Penampilannya hampir mirip kubis, kropnya kecil tetapi kompak. d. Barcarolle, penampilannya lebih cocok sebagai tanaman hias, atau dapat digunakan sebagai penghias hidangan. Sosok tanaman cukup tinggi dan besar. Warna daun hijau tua dengan bentuk merapat dan rapi. e. Winter density, merupakan pesaing jenis little gem dalam hal rasanya yang manis. Sesuai namanya lettuce jenis ini tumbuh baik dimusim dingin, sehingga agak sulit dibudidayakan di Indonesia. 3. Leaf lettuce Leaf lettuce atau selada daun disebut juga dengan cut lettuce. Jenis ini helaian daunnya lepas dan tepiannya berombak atau bergerigi, berwarna hijau atau merah. Jenis lettuce ini selain dikonsumsi langsung juga banyak digunakan sebagai hiasan untuk aneka masakan. Leaf lettuce berumur genjah dan toleran terhadap kondisi dingin. Tanaman dapat dipanen beberapa kali apabila daunnya dipanen dengan cara dilepas satu persatu atau tidak dicabut sekaligus. Meskipun demikian, umumnya leaf lettuce dipanen seluruh tanaman seperti jenis lainnya. Beberapa varietas leaf lettuce yang sudah dikembangkan adalah sebagai berikut. a. New red fire, berwarna merah tua gelap dan amat menarik. Umurnya tergolong genjah. Jenis ini tahan terhadap panas dan dingin. b. Green wave, ukurannya besar berwarna hijau. Umurnya genjah dan toleran terhadap dingin. c. Price head, daunnya lebar dan berwarna merah tua.
xxxiii 16
d. Salad bowl, merupakan jenis asli dengan warna hijau yang banyak menghasilkan jenis silangan baru. Penampilan daunnya yang keriting menarik bagus untuk penghias makanan atau campuran salad. e. Red salad bowl, adalah jenis lettuce yang pertumbuhan dan penampilan didugnya sama dengan salad bowl. Akan tetapi daunnya berwarna merah kecokelatan yang diduga merupakan turunan baru dari jenis salad bowl. 4. Stem lettuce Stem lettuce daunnya berukuran besar, panjang, bertangkai lebar, serta berwarna hijau terang. Lettuce jenis ini mendapat julukan stem lettuce karena daunnya berlepasan dan tidak dapat membentuk krop. Varietas stem lettuce yang terkenal adalah celtus. Jenis lettuce ini kurang diminati untuk dibudidayakan dibandingkan jenis lettuce lainnya.
2.1.3 Syarat Tumbuh Lettuce Tanaman lettuce akan tumbuh baik dan produksinya tinggi dengan kuantitas maupun kualitasnya jika syarat-syarat tumbuhnya terpenuhi. Syarat tumbuh yang diperlukan terutama adalah iklim dan tanah. Iklim dan tanah masing-masing daerah berbeda. Oleh karena itu perlu menyesuaikan dengan memilih daerah yang cocok untuk tanaman lettuce. Iklim yang cocok untuk tanaman lettuce yaitu daerah yang mempunyai cuaca dingin atau sejuk, sehingga cocok untuk ditanam di dataran tinggi. Tanaman lettuce kurang tahan terhadap cahaya matahari yang terik dan cuaca yang panas. Untuk mengatasi cahaya matahari yang terik jika ditanam di dataran rendah maka diperlukan naungan.
xxxiv 17
Lettuce merupakan tanaman semusim yang dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase tanah yang cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman lettuce dapat tumbuh baik pada jenis tanah lempung berpasir karena tanah jenis ini mempunyai kemampuan menahan air yang baik, tetapi mudah menyalurkan air sehingga dapat mencegah genangan air. Toleransi pH tanah yang baik adalah 5.5 – 6.7. Letak ketinggian ideal yaitu 500-1000 meter di atas permukaan laut (Suprayitna, 1996).
2.2
Teknologi Usahatani Lettuce
2.2.1
Teknologi Input Penggunaan benih bermutu merupakan kunci utama untuk memperoleh
hasil yang tinggi. Input pertanian yang sering kita rasakan penting tetapi sulit diantaranya adalah benih. Permasalahannya dalam pengadaan benih sangat kompleks. Berbagai pihak yang menganjurkan menggunakan benih yang baik agar hasil pertaniannya pun baik, akan tetapi hal tersebut belum diimbangi oleh ketersediaan benih yang baik dan terjamin mutunya. Negara Indonesia masih belum bisa menghasilkan benih unggul sehingga untuk pengadaan benih harus mengimpor dari negara lain penghasil benih unggul diantaranya yaitu Jepang, Taiwan, Belanda, dan Denmark. Kebutuhan benih hortikultura cukup besar sehingga pengadaan benih harus impor. Berdasarkan data ditjen hortikultura tahun 2007 jumlah impor benih sayuran pada tahun 2004 sebesar 260,263 kg, tahun 2005 sebesar 220,760 kg, dan pada tahun 2006 sebesar 250, 787 kg3. Pupuk yang digunakan umumnya yaitu pupuk kandang, Urea, KCl, SP-36, pupuk daun dan kapur pertanian. Jenis pupuk tersebut dapat berupa cair dan padat.
3
Mulatwati, Sri, 2007, Sekilas Info tentang Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006 http//www.hortikultura.go.id. 27 Januari 2008.
xxxv 18
Takaran pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pestisida yang digunakan meliputi insektisida dan fungisida. Penggunaan pestisida harus diperhatikan dosisnya. Dosis pemakaian pestisida yang berlebih dapat mempengaruhi zat-zat yang terkandung dalam sayuran. Lahan merupakan sebidang luasan tanah yang digunakan dalam melakukan usaha budidaya. Budidaya sayuran ada yang menggunakan lahan terbuka dan juga ada yang menggunakan greenhouse. Budidaya pada lahan terbuka biasanya dilakukan oleh petani-petani kecil dengan peralatan yang sederhana pula. Budidaya pada lahan terbuka juga biasanya dilakukan karena kecocokan
cara
penanaman
dengan
jenis
sayurannya.
Sayuran
dapat
dibudidayakan di tanah latosol maupun podsolik atau jenis tanah lainnya asalkan subur, memiliki cukup banyak kandungan bahan organik, dan berdrainase baik. PH tanah sebaiknya berkisar 5-7 untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman (Haryanto et. al, 2003). Polybag digunakan sebagai media semai yang dapat dibuat dari daun pisang, daun hanjuang kering, kertas, atau plastik semai khusus. Ukuran polybag semai dipilih yang cukup lebar agar perakaran bibit dapat leluasa berkembang. Bagian dasar polybag semai diberi lubang agar air pengairan dapat meresap dan keluar bila volumenya berlebihan. Media perkecambahan benih diantaranya yang digunakan yaitu bak pasir, pasir, air. Media perkecambahan benih yang digunakan relatif masih tradisional. Bangunan pembibitan yang digunakan yaitu bengunan persemaian yang terdiri dua bagian yaitu bedeng persemaian dan sungkup persemaian. Bedeng persemaian berfungsi untuk menempatkan media dalam polibag semai dan
xxxvi 19
sungkup persemaian berfungsi melindungi bibit dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit seperti gangguan hama, curah hujan, intensitas cahaya yang terlalu kuat, dan embun malam. Bangunan pembibitan dapat dibuat sendiri dari bambu dan plastik. Peralatan yang digunakan pada tingkat usahatani sayuran meliputi sprayer mesin, sprayer tangan, cangkul, bajak, traktor, keranjang, alat pelubang mulsa, tali rafia, ember, dan karung.
2.2.2 Teknologi Budidaya Budidaya lettuce dapat dilakukan dengan teknologi konvensional, hidroponik, dan juga vertikultur. Budidaya secara konvensional yaitu dilakukan di lahan terbuka. Walaupun dilakukan budidaya di lahan terbuka dengan teknologi konvensional apabila dilakukan penanaman dan pemeliharaan yang benar akan diperoleh hasil yang memuaskan baik kualitas dan kuantitasnya. Lahan pertanian dewasa ini semakin sempit terutama di kota. Usaha budidaya tetap dapat dilakukan dengan cara menggunakan teknik modern yaitu teknik “rumah kaca” atau populer dengan nama greenhouse menggunakan sistem teknologi hidroponik. Pengusaha agribisnis saat ini sudah banyak yang menggunakan greenhouse yang dibuat secara modern maupun sederhana. Hidroponik adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Hidroponik secara keseluruhannya dapat diartikan sebagai pengerjaan dengan air atau lebih luasnya bertanam tanpa tanah (Prihmantoro dan Yovita, 2003). Prinsip dasar dari hidroponik adalah memberikan atau menyediakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk larutan. Pemberiannya dilakukan dengan menyiramkan atau meneteskannya ke tanaman. Pengelolaan hidroponik tidak lagi menggunakan tanah, hanya
xxxvii 20
dibutuhkan air yang ditambah dengan nutrien atau pupuk sebagai sumber makanan bagi tanaman. Media untuk tanaman hidroponik bermacam-macam, antara lain arang sekam, pasir, zeolit, gambut dan serbuk sabut kelapa. Budidaya hidroponik memiliki beberapa alasan dan kelebihan yang menarik, alasan utamanya adalah kebersihan tanaman terjamin. Kelebihankelebihan lainnya budidaya pertanian rumah kaca diantaranya yaitu mudah dalam mengendalikan hama dan penyakit, dapat mengendalikan suhu dan kelembaban, serta dapat lebih meningkatkan mutu produk pertanian yang dihasilkan. Hidroponik juga memiliki kelemahan yaitu teknologi hidroponik memerlukan biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Tanaman lettuce dapat juga dibudidayakan dengan teknologi vertikultur. Sistem vertikultur ini merupakan cara bertanam secara berjenjang atau bertingkat dengan aneka bentuk dan bahan wadah. Tujuan utama menanam secara vertikultur yaitu dapat melakukan budidaya di lahan yang sempit. Kelebihan lainnya yaitu dapat diperoleh hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan teknologi konvensional dan juga efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan pupuk. Kelemahannya yaitu investasi awal dibutuhkan cukup tinggi untuk membuat bangunan. Akan tetapi untuk menghemat biaya vertikultur dapat dilakukan menggunakan bangunan dari bambu dan atap dari plastik.
2.2.3 Teknologi Panen dan Pasca Panen Panen dapat digunakan secara manual dan menggunakan mesin. Umur panen dan cara panen merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan lettuce sesuai dengan kriteria. Umur panen tanaman lettuce 35-60
xxxviii 21
hari setelah tanam. Lettuce yang ditanam secara hidroponik mempunyai umur panen yang lebih singkat sekitar 28-50 hari (Suprayitna, 1996). Kegiatan pasca panen merupakan kegiatan yang ditangani secara hati-hati untuk mendapatkan kualitas buah yang baik. Panen harus dilakukan pada waktu yang tepat agar sesuai dengan keinginan konsumen dan kualitasnya. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengepakan di lokasi panen sangat baik untuk dilakukan, tujuannya adalah selada yang telah dipanen terjaga kesegarannya. Pengepakan di lokasi panen sudah lama dijalankan umumnya di negara maju seperti Amerika. Sistem pengepakan tersebut juga sudah menggunakan teknologi mesin. Sistem pengepakan hasil panen di lahan sangat cocok untuk areal penanaman yang luas, sehingga dapat lebih efisien. Teknologi pasca panen yang digunakan dalam pengemasan yaitu menggunakan tryfoam dengan wrapping film. Peralatan pengemasan yang diperlukan adalah wrapping film, cutter, tryfoam, isolasi dan timbangan. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi produk dari lingkungan (kerusakan fisik dan sinar matahari), meningkatkan nilai ekonomis, meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk yang dipasarkan, menghindari kontaminasi, memudahkan penanganan, memperpanjang daya simpan produk dengan menekan proses respirasi. Produk yang telah dikemas umumnya disusun di dalam boks (container) dan ditimbang kembali. Produk dalam boks disusun rapi untuk diangkut dan dimasukkan kedalam cool room (ruangan pendingin), karena biasanya hasil kemasan tersebut tidak langsung dikirim ke konsumen, tetapi dikirim keesokan harinya.
xxxix 22
2.3
Penelitian Terdahulu
2.3.1
Bisnis Lettuce Bisnis lettuce dewasa ini dikembangkan karena adanya permintaan yang
tinggi. Beberapa perusahaan banyak yang mengembangkan lettuce karena melihat peluang dan prospek pasar. Teknologi budidaya yang semakin maju mendukung perusahaan agribisnis menjadi tertarik untuk membudidayakan lettuce. Budidaya Lettuce saat ini sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan baik secara konvensional, hidroponik, serta organik. Akbar
(2001)
melakukan
penelitian
pada
perusahaan
yang
mengembangkan lettuce yaitu PT Austindo Mitra Sarana di Kabupaten Sukabumi. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial pengusahaan budidaya head lettuce dengan sistem organik. PT Austindo Mitra Sarana melayani permintaan dari perusahaan-perusaaan besar dan juga restoran seperti PT Cibodas Mandiri, PT Saung Mirwan, PT Kem Farm, PT Jorro dan McDonald’s. Kondisi teknis dan manajemen perusahaan memiliki kelengkapan yang
mendukung
pengusahaan budidaya head lettuce sistem organik. Hasil analisis finansial dengan melihat besarnya NPV, Net B/C ratio, dan Payback Period menunjukkan hasil bahwa usaha budidaya head lettuce dengan sistem organik cukup prospektif dan layak untuk dikembangkan. Natalia (2002) melakukan penelitian pada PT XYZ di Sukabumi mengenai strategi bersaing pada perusahaan tersebut. PT XYZ merupakan salah satu produsen lettuce. Kondisi perusahaan menunjukkan faktor kekuatan yang dimiliki adalah tawar-menawar perusahaan yang cukup kuat; loyalitas karyawan dan kerjasama yang baik; menghasilkan produk berkualitas, bebas pestisida dan
xl 23
kontinu, sarana transportasi memadai; serta memiliki teknologi dalam produksi, sistem informasi manajemen dalam operasional penjualan dan pemasaran. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menggunakan matrik QSPM diperoleh tujuh strategi bersaing yaitu menjalin kerjasama dengan distributor untuk memperluas pemasaran, ekspansi pasar domestik khususnya kota-kota besar dan daerah tujuan wisata, meningkatkan volume produksi, meningkatkan daya saing melalui efisiensi dan kualitas produk, meningkatkan dan mempertahankan pelayanan kepada konsumen, meningkatkan kegiatan promosi, dan diversifikasi produk untuk mengikuti selera pasar. Strategi bersaing tersebut dirumuskan untuk menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi dalam industri agribisnis. Perusahaan lain yang mengembangkan lettuce yaitu Yayasan Progressio di Kabupaten Cianjur. Yuningsih (2004) melakukan penelitian pada perusahaan tersebut mengenai kelayakan finansial pengusahaan lettuce secara hidroponik. Penelitian
tersebut
dilakukan
untuk
menganalisis
kelayakan
investasi
membandingkan leaf lettuce dengan head lettuce. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui jenis selada mana yang perlu dikembangkan. Perhitungan yang telah dilakukan menggunakan NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, serta analisis sensitivitas menunjukkan hasil bahwa usaha pengembangan leaf lettuce lebih layak untuk diusahakan dibandingkan dengan head lettuce. Hasil penelitian-penelitian di atas menunjukkan bisnis lettuce prospektif untuk diusahakan. Demand dan aspek produksi menunjukkan adanya kelayakan dalam melakukan usaha budidaya lettuce. Strategi bersaing pun dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi tingkat persaingan dalam industri agribisnis lettuce.
xli 24
Hal tersebut menjadi gambaran dan rekomendasi untuk pengusaha dan petani sayuran dalam budidaya lettuce. Perusahaan lain yang mengusahakan lettuce baik skala kecil maupun besar masih banyak lagi selain perusahaan-perusahaan tersebut di atas. PT Saung mirwan merupakan perusahaan skala besar yang mengusahakan lettuce. Perusahaan tersebut mengusahakan lettuce dengan sistem kemitraan berbeda dengan perusahaan-perusahaan pada penelitian tersebut di atas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagimana proses pelaksanaan bisnis lettuce yang telah dijalankan dengan sistem kemitraan.
2.3.2 Kemitraan Agribisnis Sayuran Tujuan dibentuknya pola kemitraan salah satunya yaitu meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan. Nilai tambah bagi perusahaan yaitu berupa keterjaminan kontinuitas produk dengan cara tidak harus mengeluarkan biaya investasi lahan. Nilai tambah bagi petani mitra selain keterjaminan pasar, petani dapat memperoleh informasi teknologi dari perusahaan. Oleh karena itu saat ini sudah banyak perusahaan dan koperasi yang mengembangkan bisnisnya dengan melakukan jalinan kemitraan dengan petani. Sistem kemitraan yang dijalankan pada pelaksanaannya ada yang efektif dan tidak efektif disebabkan permasalahan dan kendala yang belum dapat diatasi. KUD Setya Budhi di Brebes melaksanakan sistem kemitraan usahatani bawang merah dengan petani sekitar. Setiowati (2002) membahas mengenai pelaksanaan
kemitraan
tersebut
serta
dampaknya
terhadap
pendapatan.
Berdasarkan evaluasi perjanjian kemitraan menunjukkan kurang aktifnya peran KUD dalam pelaksanaan kemitraan terutama dalam pelaksanaan kewajiban
xlii 25
terhadap petani, seperti dalam kegiatan penampungan produksi bawang merah dan kegiatan penyediaan sarana produksi usahatani. Kemitraan yang dilaksanakan tidak menguntungkan petani mitra, sehingga kelanjutan dari kemitraan tidak diharapkan walaupun dari analisis pendapatan menunjukkan keuntungan yang optimal bagi petani mitra. PT Agro Inti Pratama melakukan kemitraan dengan petani ubi jalar di desa Sindang Barang. Berdasarkan hasil penelitian Puspitasari (2003) jalannya kemitraan perusahaan dengan petani musim ke tiga tahun 2002 dinilai masih belum optimal. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan petani mitra lebih kecil dibandingkan petani non mitra. Kurangnya komitmen dari kedua belah pihak menyebabkan jalinan kemitraan tersebut belum optimal. Pratiwi (2003) melakukan penelitian pada PT Cibodas mandiri yang menjalankan kemitraan dengan petani sayuran di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan analisa tingkat hubungan kemitraan antara PT Cibodas Mandiri dengan petani mitra sayuran Jepang menunjukkan bahwa kemitraan yang terjadi termasuk dalam kategori kemitraan Prima Madya. Strategi pemasaran yang dilakukan PT Cibodas Mandiri menguntungkan bagi perusahaan dan juga petani. Perusahaan menetapkan strategi perusahaan berdasarkan pada lingkungan internal dan eksternal. Pelaksanaan kemitraan tersebut dinilai sudah optimal. Sulistyo tahun 2004 melakukan penelitian pada PT Great Giant Pineaple. Pengaruh kemitraan terhadap efisiensi penggunaan faktor produksi dan pendapatan usahatani petani ubi kayu di Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah dianalisis dalam penelitian tersebut. Hasil yang diperoleh secara keseluruhan petani mitra dan bukan mitra diketahui bahwa kegiatan usahatani ubi
xliii 26
kayu yang dilakukan berada dalam kondisi yang menguntungkan dan layak secara finansial. Akan tetapi berdasarkan kajian efektivitas kemitraan yang dilakukan beberapa isi perjanjian belum sepenuhnya dilaksanakan, seperti penyediaan sarana produksi belum sepenuhnya sesuai. Berdasarkan analisis tingkat efisien penggunaan faktor-faktor produksi baik petani mitra maupun bukan mitra belum mencapai kondisi optimal atau efisien. Pelaksanaan kemitraan PT Gamala Sari dengan petani jagung manis sudah efektif dan menunjukkan kepuasan petani terhadap kerjasama tersebut. Penelitian yang dilakukan Ali (2005) menunjukkan hasil analisis usahatani jagung manis petani mitra menguntungkan dari sisi pendapatan. Perbedaan pendapatan yang cukup signifikan terjadi antara petani mitra dengan non mitra. Meskipun demikian penilaian terhadap sistem kemitraan yang dijalankan belum memenuhi harapan petani kecara keseluruhan. Oleh karena itu pihak perusahaan masih harus memperbaiki sistem kemitraan dalam pelayanannya. PT Saung Mirwan menjalin kemitraan dengan petani untuk memenuhi kebutuhan sayuran. Permintaan pasar yang tinggi untuk produk edamame membuat perusahaan tersebut menjalin kemitraan dengan petani edamame di Desa Sukamanah. Berdasarkan penelitian Fadloli (2005) mengemukakan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani edamame belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan. Keterlambatan dalam pelayanan jasa pengangkutan hasil panen yang terjadi menjadi salah satu poin yang tidak sesuai dengan ini perjanjian. Alternatif strategi pelaksanaan kemitraan untuk mempertahankan petani mitra yaitu perusahaan sebaiknya meningkatkan pelayanan terhadap petani mitra edamame.
xliv 27
2.3.3 Manfaat dan Alasan Ekonomi Kemitraan Manfaat dan alasan ekonomi para pelaku kemitraan berbeda-beda. Kerjasama yang dijalin diharapkan akan memberikan manfaat dan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Jalinan kemitraan antara perusahaan dengan petani banyak yang tidak mengalami keberhasilan disebabkan kedua belah pihak belum sepenuhnya menjalankan isi perjanjian kemitraan. Walaupun demikian banyak manfaat yang dapat diambil dari kerjasama tersebut. Hasil penelitian Puspitasari (2003) pada PT Agro Inti Pratama bahwa kerjasama tersebut memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ubi jalar, menjaga kekontinuan suplai, mengantisipasi lonjakan harga ubi dipasaran, serta menghemat sumber daya lahan untuk bidudaya. Manfaat bagi petani mitra adalah memudahkan petani dalam pengadaan bibit ubi jalar, pinjaman modal, adanya keterjaminan pasar dan meminimalkan terjadinya penurunan harga saat panen raya. Koperasi Mitra Tani Agribisnis menjalin kemitraan dengan petani sayuran di daerah Cipanas untuk memenuhi pasokan sayuran. Berdasarkan penelitian Ros (2004) diketahui bahwa pelaksanaan kemitraan tersebut masih belum optimal. Hal tersebut terjadi karena kedua belah pihak masih belum sepenuhnya melaksanakan setiap butir tugas dan tangggung jawab yang tertuang dalam rencana pembentukan kemitraan. Kondisi kemitraan tidak stabil dan mengalami beberapa beberapa masalah, diantaranya banyak petani yang memutuskan untuk tidak bekerjasama lagi. Manfaat-manfaat yang dirasakan petani melalui kerjasama ini, diantaranya kemudahan pemasaran, petani memperoleh system pembayaran yang cukup
xlv 28
memuaskan, petani tidak perlu melakukan proses pasca panen seperti pengangkutan, pencucian, grading, dan packaging, terjalinnya hubungan yang cukup baik antara petani dengan Mitra maupun antar sesama petani mitra. Alasan ekonomi didirikannya kemitraan pada PT Atina dengan petani udang yaitu untuk memenuhi ekspor udang ke Jepang. Penelitian Iftauddin (2005) menyebutkan kerjasama tersebut menjaminnya kekontinuan pasokan bahan baku udang untuk pasar ekspor serta meminimalisasi biaya investasi untuk budidaya. Manfaat yang dirasakan petani mitra yaitu meningkatnya penerimaan, menjadikan tambak bersertifikat organik, dan adanya bimbingan teknis budidaya. Petani jagung manis di Sukabumi menjalin kemitraan dengan PT Florette Gemala adalah untuk memperoleh pendapatan yang lebih dari petani jagung lainnya. Hasil penelitian Ali (2005) menunjukkan nilai yang menguntungkan petani mitra dan terdapat perbedaan pendapatan signifikan antara petani mitra dengan non mitra. Pelaksanaan kemitraan juga memberikan manfaat lain untuk petani seperti memperkecil tingkat resiko. Manfaat bagi PT Florette Gemala terpenuhinya pasokan bahan baku secara kontinyu yang akan dipasarkan di wilayah Jabotabek. Kerjasama kemitraan penelitian Barbarra (2003) dilakukan IPB dengan penangkar benih di Situ Uncal Bogor untuk memproduksi benih jagung manis. Hasil penelitian kemitraan dapat mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak. IPB dapat menghemat sumber daya lahan dan tenaga kerja untuk memproduksi benih jagung manis. Petani sebagai plasma mendapatkan manfaat yaitu dalam hal sumber dana, perolehan input, jaminan pemasaran, bimbingan serta bimbingan dalam teknis budidaya.
xlvi 29
2.3.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Menjadi Mitra Keputusan seseorang atau individu dalam menjalin suatu kerjasama
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal tersebut dapat berupa karakteristik demografi seseorang. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh lingkungan seperti himbauan pemerintah sekitar. Bentuk kerjasama diantaranya dapat berupa jalinan kemitraan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam menjalin kemitraan. Faktor-faktor yang mendorong kemitraan misalnya yaitu jaminan kualitas, perluasan pasar transfer teknologi, umur, tingkat pendidikan, dan modal. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keputusan seseorang atau perusahaan untuk menjalankan atau melanjutkan hubungan kemitraan. Penelitian Ros (2004) pada Koperasi Mitra Tani menganalisis faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra dengan koperasi tersebut. Terdapat permasalahan dalam hubungan kemitraan tersebut yaitu petani mitra memutuskan
untuk
menggunakan
regresi
tidak
lagi
logistik,
bekerjasama.
Berdasarkan
hasil
analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi petani
melanjutkan kemitraan diantaranya yaitu umur, tingkat pendidikan, dan proporsi modal. Kekerabatan merupakan faktor determinan lain yang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu untuk mendukung keberhasilan kemitraan pihak Koperasi Mitra Tani perlu melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem dan pelaksanaannya. PT ISM Bogasari menjalankan kemitraan dengan Koperasi Pedagang Mi bakso Jakarta Utara (KPMB-JU). Penelitian Sulaksana (2005) untuk menentukan urutan prioritas berdasarkan bobot faktor menggunakan metode PHA. Hasil
xlvii 30
analisis yang mempengaruhi PT ISM Bogasari untuk bermitra dengan urutan prioritas yaitu jaminan kualitas yang bisa dinikmati konsumen akhir, perluasan pasar, pengembangan usaha, transfer teknologi dan transfer manajemen. Urutan prioritas pada KPMB-JU adalah jaminan kualitas yang bisa dinikmati konsumen akhir, transfer manajemen, perluasan pasar, pengembangan usaha, dan transfer teknologi. Berdasarkan penelitian mengenai kemitraan yang sudah dilakukan terlebih dahulu, tidak terdapat penelitian mengenai kemitraan antara petani lettuce dengan PT Saung Mirwan. Penelitian yang menganalisa pendapatan usahatani lettuce dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan bermitra secara bersamaan juga masih belum ada. Penelitian terdahulu yang terkait dengan dengan penelitian ini disajikan secara ringkas pada Tabel 3. Tabel 3 Penelilitian Terdahulu Mengenai Lettuce dan Kemitraan NoPenulis/Tahun Judul 1 Akbar Analisis Kelayakan 2001 Investasi Head Lettuce dengan Sistem Pertanian Organik Studi Kasus PT Austindo Mitra Sarana Farm Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 2. Natalia Kajian Strategi Bersaing Perusahaan Lettuce di PT XYZ Kabupaten Sukabumi
3 Setiowati 2002
4 Puspitasari 2003
Hasil Hasil analisis finansial melihat besarnya NPV dan Net B/C menunjukkan bahwa usaha budidaya head lettuce dengan sistem organik cukup prospektif untuk dikembangkan.
Strategi bersaing yang diperoleh yaitu menjalin kerjasama dengan distributor untuk untuk memperluas pemasaran, ekspansi pasar domestik khususnya kota-kota besar, meningkatkan daya saing melalui efisiensi dan kealutas produk, meningkatkan dan mempertahankan pelayanan kepada konsumen, meningkatkan kegiatan promosi, dan diversifikasi produk. Kajian Pelaksanaan Adanya kemitraan tidak menguntungkan petani Kemitraan Usahatani mitra, sehingga kelanjutan dari kemitraan tidak Bawang Merah Kasus diharapkan KUD Setya Budhi Kecamatan Brebes Kajian Pelaksanaan Pelaksanaan kemitraan masih belum optimal. Kemitraan antara PT Pendapatan petani mitra lebih kecil dibandingkan Agro Inti Pratama dengan petani non mitra. Petani Ubi Jalar di Desa Sindang Barang.
xlviii 30
Tabel 3 Penelilitian Terdahulu Mengenai Lettuce dan Kemitraan NoPenulis/Tahun Judul 5 Barbara Studi Pengembangan Pola 2003 Kemitraan Benih Jagung Manis Antara Industri Benih IPB dengan Penakar Benih
Pratiwi 2003
7 Sulaksana 2004
8 Ros 2004
9 Sulistyo 2004
10. Yuningsih 2004
11 Ali 2005
12 Fadloli 2005
Kajian Pelaksanaan Kemitraan Antara Petani dengan Perusahaan dalam Mengembangkan Usahatani dan Strategi Pemasaran Sayuran Substitusi Impor Kajian Implementasi Kemitran Antara Koperasi Usaha Berbasis Terigu dengan Perusahaan Besar Swasta. Studi Kasus di PT ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara. Analisis Pelaksanaan Kemitraan antara Koperasi Agribisnis Mitra Tani dengan Petani Sayuran di Daerah Cipanas dan Sekitarnya Pengaruh Kemitraan Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu antara PT Great Giant Pineaple dengan Petani Ubi Kayu di Lampung Tengah Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Selada Hidroponik (Studi Kasus di Yayasan Progresio Indonesia, Kecamaten Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa barat) Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Jagung Manis di Kec. Jampang Tengah Kab. Sukabumi, Jabar. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan Mitra Tani Edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Hasil Hasil penelitian kemitraan dapat mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak. IPB dapat menghemat sumber daya lahan dan tenaga kerja untuk memproduksi benih jagung manis. Petani sebagai plasma mendapatkan manfaat yaitu dalam hal sumber dana, perolehan input, jaminan pemasaran, bimbingan serta bimbingan dalam teknis budidaya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan menguntungkan kedua belah pihak. Pelaksanaan kemitraan dinilai sudah optimal. Hasil analisis yang mempengaruhi PT ISM Bogasari untuk bermitra dengan urutan prioritas yaitu jaminan kualitas yang bisa dinikmati konsumen akhir, perluasan pasar, pengembangan usaha, transfer teknologi dan transfer manajemen. Urutan prioritas pada KPMB-JU adalah jaminan kualitas yang bisa dinikmati konsumen akhir, transfer manajemen, perluasan pasar, pengembangan usaha, dan transfer teknologi. Berdasarkan hasil analisis menggunakan regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi petani melanjutkan kemitraan diantaranya yaitu umur, tingkat pendidikan, dan proporsi modal. Berdasarkan analisis tingkat efisien penggunaan faktor-faktor produksi baik petani mitra maupun bukan mitra belum mencapai kondisi optimal & efisien
Berdasarkan perhitungan dengan analisis NPV, IRR, Net B/C, PP dan analisis sensitivitas menunjukkan hasil bahwa pengembangan leaf lettuce lebih layak untuk diusahakan dibanding dengan head lettuce. Analisis usahatani jagung menguntungkan dari sisi pendapatan, akan tetapi sistem kemitraan belum memenuhi harapan petani secara keseluruhan. Pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan. Terjadi permasalahan pada masing-masing pihak. Akan tetapi jalinan kemitraan tersebut harus tetap dipertahankan untuk menjaga kotinu produk.
xlix
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Pengertian dan Tujuan Kemitraan Hafsah (2000) mengemukakan kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama
dengan
prinsip
saling
membutuhkan
dan
saling
membesarkan. Kemitraan agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku agribisnis yang saling menguntungkan. Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya adalah “win-win solution partnership”. Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang dipentingkan adalah posisi tawar-menawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Menjalin kemitraan dalam suatu bisnis dapat mendatangkan peluang, diantaranya yaitu karjasama dalam pemasaran yang dapat menjamin ketersediaan produk lebih jelas, pasti dan kontinyu (Sumarjdo et. al, 2004). Perusahaan kecil dalam pelaksanaan kemitraan yaitu sebagai plasma dapat memperoleh bantuan dana, teknologi, atau sarana lain yang diberikan perusahaan besar sebagai inti, sehingga usaha kecil dapat mengembangkan usahanya. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah: (1)
Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat.
(2)
Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.
(3)
Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil.
32l
(4)
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan
(5)
Memperluas kesempatan kerja.
3.1.2
Manfaat Kemitraan Program kemitraan dijalankan diharapkan dapat mendatangkan manfaat
untuk kedua belah pihak. Manfaat yang dirasakan diantaranya dari segi produktivitas dapat dirasakan peningkatannya dari kedua belah pihak. Produktivitas didefinisikan sebagai output dibagi dengan input, produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama akan diperoleh hasil yang lebih tinggi atau dengan hasil yang sama dibutuhkan input yang lebih rendah (Schonberger and Knod dalam Hafsah, 2000). Peningkatan produktivitas bagi perusahaan dicapai melalui pengurangan faktor input misalnya pengurangan sumber daya lahan dan pekerja lapang. Perusahaan akan menghemat biaya-biaya tersebut karena ditanggung oleh petani mitra. Manfaat peningkatan produktivitas untuk petani mitra yaitu dengan cara mengurangi faktor input yang dapat digunakan secara bersama dengan sesama petani mitra. Manfaat dari segi efisiensi misalnya dengan menghemat penggunaan tenaga kerja dan jumlah waktu produksi. Pihak perusahaan akan menghemat tenaga kerja dalam pencapaian target dengan memanfaatkan tenaga kerja petani mitra. Penghematan waktu produksi dilakukan petani mitra melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Indikator diterimanya suatu produk oleh pasar adalah kesesuaian mutu yang diinginkan konsumen. Penetapan standar mutu produk atas kesepakatan bersama sangat diperlukan dalam program kemitraan. Jaminan kualitas, kuantitas,
li 33
dan kontinuitas produk diharapkan dapat diperoleh dengan program kemitraan. Perusahaan akan memperoleh jaminan pasokan bahan baku, sedangkan petani memperoleh jaminan pemasaran produk dan juga dapat meningkatkan pendapatannya dengan adanya penetapan harga yang berbeda dengan harga pasar. Kegiatan bisnis yang dijalankan selalu mengandung resiko. Semakin besar suatu bisnis maka resikonya pun besar. Kegiatan kemitraan diharapkan dapat meminimalisasi resiko dengan menanggung bersama sehingga resiko berkurang dan menjadi lebih ringan. Oleh karena itu resiko akibat kelebihan hasil dan penurunan harga dapat dihindarkan. Dampak sosial dari kegiatan kemitraan yaitu menghasilkan persaudaraan pelaku ekonomi yang berbeda status. Ekonomi rakyat kecil akan meningkat seiring dengan pendapatan masyarakat yang meningkat. Produktivitas, efektifitas, dan efisiensi yang meningkat akhirnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku kemitraan. Oleh karena itu program kemitraan mampu meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat sekitar dan juga secara nasional.
3.1.3
Azas Kemitraan Kemitraan usaha pertanian dalam Sumardjo et. al (2004) berdasarkan azas
persamaan kedudukan, keselarasan, dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan. Sinergi kemitraan yaitu hubungan saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan. (1)
Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan.
lii 34
(2)
Saling memperkuat, dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Oleh karena itu akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya.
(3)
Saling menguntungkan, dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
3.1.4 Model Kemitraan Model kemitraan agribisnis dibedakan berdasarkan jangka waktu dan pola kemitraan yang dijalin. Program kemitraan berdasarkan jangka waktu dapat dibagi menjadi: (a) Kemitraan jangka pendek Kemitraan jangka pendek adalah bentuk kemitraan yang didasari atas kepentingan ekonomi bersama dalam jangka waktu pendek dan dihentikan jika kegiatan yang bersangkutan telah selesai. Kemitraan seperti ini dijalin dengan atau tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja. (b) Kemitraan jangka menengah Kemitraan jangka menengah adalah dalam bentuk kemitraan berdasarkan motif ekonomi bersama dan jangka waktu menengah atau musim produksi tertentu. Kemitraan dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis. (c) Kemitraan jangka panjang Kemitraan ini dilakukan dalam waktu panjang dan terus-menerus dalam skala besar dalam perjanjian tertulis. Kemitraan didasari oleh saling ketergantungan dalam pengadaan bahan, permodalan, manajemen, dan lain-lain.
liii 35
Pola kemitraan berdasarkan Undang-Undang No. 9 pasal 27 dalam Hafsah (2000), tentang kemitraan disebutkan kemitraan dilaksanakan dengan pola Inti plasma, subkontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk lain. Menurut Sumardjo et. al (2004), pola kemitraan agribisnis terdiri dari pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kerja sama operasional agribisnis. (1)
Pola Inti plasma Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Pola inti plasma dapat dilihat pada Gambar 3. Perusahaan sebagai inti bertindak menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi. Perusahaan sebagai inti juga tetap memproduksi kebutuhan untuk perusahaan.
Petani
sebagai
plasma
berkewajiban
memenuhi
kebutuhan
perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Beberapa keunggulan pola inti plasma antara lain: (a)
Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. Manfaat tersebut melalui cara pengusaha besar atau menengah dengan memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran.
(b)
Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, dan lain-lain sehingga pasokan bahan baku lebih terjamin.
liv 36
(c)
Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar/ menengah lainnya.
(d)
Memiliki kemampuan dan kawasan pasar lebih luas.
Plasma
Perusahaan
Plasma
Plasma
Plasma
Gambar 3 Pola Kemitraan Inti Plasma
(2)
Pola Subkontrak Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan inti
dengan kelompok mitra yang memproduksi kebutuhan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri dari bentuk kemitraan subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola ini menunjukan di dalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan pada kelompok mitra perlu dilakukan dengan intensif. Kontrol kualitas produk dalam hal pelaksanaan pola subkontrak sangat ketat tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Hal tersebut dapat menjadikan berkurangnya nilainilai kemitraan antara kedua belah pihak. Hubungan pola subkontrak dapat dilihat pada Gambar 4.
lv 37
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra Pengusaha Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Gambar 4 Pola Kemitraan Subkontrak
(3)
Pola Dagang Umum Pola dagang umum merupakan hubungan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra. Bentuk kerjasama yang dilakukan yaitu perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. atau sebaliknya kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Konsumen/ industri
Gambar 5 Pola Kemitraan Dagang Umum
(4)
Pola Keagenan Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan antara
kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra. Usaha menengah atau usaha besar sebagai perusahaan mitra bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi
lvi 38
kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut. Usaha menengah dan kelompok mitra bahkan disertai dengan target-target yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
Konsumen/ Masyarakat
Gambar 6 Pola Kemitraan Keagenan
(5)
Pola Kemitraan Kerja Sama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan
oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian.
Kelompok Mitra
Lahan Sarana Teknologi
Perusahaan mitra
Biaya Modal Teknologi Manajemen
Gambar 7 Pola Kemitraan Kerja Sama Operasional Agribisnis (KOA)
lvii 39
3.1.5
Konsep Kemitraan Konsep kemitraan yang sudah banyak dilaksanakan di Indonesia terdiri
dari dua tipe yaitu tipe dispersal serta tipe sinergis dan saling menguntungkan (Sumardjo et. al, 2004). (1)
Tipe Dispersal Tipe dispersal dapat diartikan sebagai pola hubungan antar pelaku-pelaku usaha yang satu sama lain tidak memiliki ikatan formal yang kuat. Pelaksanaan kemitraan agribisnis pada tipe dispersal hanya terikat pada mekanisme pasar, setiap pelaku cenderung memikirkan diri sendiri. Tipe dispersal dicirikan tidak adanya hubungan organisasi fungsional diantara setiap tingkatan usaha pertanian hulu dan hilir.
(2)
Tipe Sinergis dan saling menguntungkan Tipe sinergis berbasis pada kesadaran saling membutuhkan dan saling mendukung pada masing-masing pihak bermitra. Pelaksanaan kemitraan tipe sinergis menunjukkan kerja sama usaha yang saling menguntungkan dan saling memperkuat. Tipe sinergis dapat menjadikan kerja sama bisnis menjadi berkesinambungan. Sinergi yang menguntungkan diantaranya dalam bentuk petani menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan menyediakan modal, bimbingan teknis, dan penjaminan pasar.
3.1.6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Soedjono (1991) dalam Shinta mengemukakan ada dua hal yang harus
menjadi perhatian bila dikehendaki adanya kerjasama yang sehat dan bermanfaat pelaku kemitraan. Kedua syarat tersebut adalah:
lviii 40
(1)
Kerjasama seharusnya dilakukan atas dasar taraf yang sama untuk itu pihakpihak yang bekerjasama harus memiliki kemampuan yang seimbang;
(2)
Harus ada kepentingan yang sama untuk membuat kerjasama tersebut efektif dan berkesinambungan. Kemampuan masing-masing badan usaha secara internal dicerminkan oleh
faktor-faktor manajemen, permodalan, akses terhadap pasar dan penguasaan teknologi. Kekuatan eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan suatu badan usaha. Identifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat adalah sebagai berikut: (1)
Bergaining position suatu badan usaha, yang dicerminkan oleh kemampuan internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar.
(2)
Kebutuhan dan kepentingan masing-masing pihak yang berkerjasama sehingga kerjasama dapat berjalan efektif.
3.1.7
Pendapatan Usahatani Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan ini adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Soekartawi et. al (1986) menyatakan bahwa petani kecil adalah: 1. Petani yang berpendapatan rendah. 2. Petani yang memiliki lahan sempit. 3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
lix 41
4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik. Keberhasilan mengelola usahatani dapat diukur dari pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh. Ukuran pendapatan usahatani merupakan perhitungan seluruh nilai transaksi barang atau perubahan nilai investasi atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu. Perhitungan ini tidak hanya uang tunai, tetapi juga nilai uang tidak tunai. Hal ini didasarkan kepada pertanian subsistem, dimana nilai produksi seringkali tidak berbentuk tunai. Usahatani dipengaruhi oleh kesesuaian geografis sebagai daerah atau tempat produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk komoditas tertentu akan berbeda antar daerah. Pendapatan petani di dataran rendah tidak akan sama dengan petani di dataran tinggi (Soekartawi et. al, 1986). Pendapatan kotor disebut juga penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et. al, 1986). Komponen produk tidak dijual tersebut dapat dinilai berdasarkan harga pasar. Tanaman harus dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai di dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi et. al, 1986). Oleh karena itu dapat digunakan sebagai pembanding beberapa jenis atau kelompok usahatani dalam
lx 42
mengukur keuntungan. Pendapatan selain diukur dari nilai mutlak dapat pula dianalisis efisiensinya. Ukuran efisiensi antara lain dapat dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C Ratio).
3.1.8
Regresi Variabel Tak Bebas Kualitatif Model regresi variabel tak bebas kualitatif adalah model regresi dimana
variabel Y merupakan dummy. Model tersebut berbeda dengan model regresi dimana variabel Y kuantitatif. Sasaran yang ingin diperoleh pada model regresi variabel Y kuantitatif adalah nilai harapan atau nilai tengah dari variabel bebas. Sasaran yang ingin diperoleh dari model regresi variabel Y kualitatif adalah peluang suatu kejadian, sehingga model regresi tersebut sering dikenal sebagai model peluang (probability models). Model regresi variabel Y kualitatif yang paling sederhana adalah model Y biner (binary respons). Model tersebut dapat didekati dengan model peluang linier (The Linear Probability Models), dan model logit (Gujarati, 2003 dan Supranto, 2004). Model probabilitas linier merupakan model yang menggambarkan dikhotomi (binary) Y sebagai fungsi linier dari variabel bebas X. Harapan terjadinya Y dengan syarat Xi, E (Y/Xi), dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas bersyarat bahwa Y akan terjadi jika Xi terjadi. Model probabilitas linier (LPM) tidak dapat diduga dengan pendekatan OLS karena beberapa permasalahan. Permasalahan yang pertama pada model probabilitas linier adalah komponen error (ui) mengikuti sebaran bernoulli. Komponen error sama seperti variabel Y yang hanya mempunyai 2 kemungkinan nilai. Teori statistik menunjukkan bahwa nilai tengah (mean) dan varian pada sebaran bernoulli adalah P dan Pi (1 – Pi), sehingga varian error bersifat
lxi 43
heteroskedastik. Dua permasalahan tersebut tidak sesuai dengan asumsi dasar penggunaan regresi dengan metode OLS (Gujarati, 2003 dan Supranto, 2004). Regresi logistik merupakan analisis regresi yang sesuai untuk regresi dengan peubah tak bebas (respon) berupa peubah kategorik. Peubah bebas dalam regresi logistik dapat berupa peubah numerik maupun kategorik. Jenis regresi logistik dapat dibedakan berdasarkan tipe peubah tak bebasnya, yaitu biner, nominal dan ordinal. Pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi regresi linier ke logit. (Firdaus dan Afendi, 2008). Bentuk regresi logit yang digunakan diuraikan pada metode penelitian.
3. 2
Kerangka Pemikiran Konseptual Permintaan komoditas lettuce di Indonesia menunjukkan peningkatan.
Hal tersebut dapat dilihat pada perkembangan impor lettuce head pada Tabel 2. Total volume dan nilai impor jauh lebih besar dari ekspor dengan jumlah yang sangat signifikan. Nilai impor yang sangat tinggi dan semakin meningkat menunjukkan produksi lettuce head sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu usaha budidaya lettuce baik untuk dikembangkan. Usaha budidaya lettuce dilakukan petani mitra dan non mitra. Terbentuknya kerjasama kemitraan PT Saung Mirwan dengan petani lettuce di Garut didasari oleh beberapa alasan. Pihak perusahaan dihadapkan pada masalah pengadaan lettuce. Permintaan terhadap produk tersebut seringkali tidak terpenuhi akibat jumlah sumber daya lahan dan tenaga kerja yang terbatas sehingga tidak dapat memproduksi lettuce sesuai dengan permintaan. Pihak petani dihadapkan pada masalah penguasaan teknologi dan manajemen yang rendah, serta kurangnya
lxii 44
informasi dan akses pasar. Pendapatan petani yang rendah akibat dari panjangnya jalur tataniaga yang harus dilalui. Keberhasilan kemitraan dilihat dengan mengidentifikasi manfaat yang diperoleh petani dengan menjadi mitra. Manfaat yang diperoleh petani dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa manfaat secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui tingkat pendapatan petani, dan juga membandingkan pendapatan petani mitra dengan non mitra. Berdasarkan hasil analisa pendapatan petani diharapkan dapat memberi rekomendasi bagi perusahaan dan juga petani. Bagi perusahaan yaitu dalam hal penetapan harga, dan bagi petani dapat diketahui bagaimana pengaruh dari program kemitraan terhadap pendapatan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan PT Saung Mirwan dipengaruhi beberapa faktor. Metode ekonometrik dengan model logit digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani menjadi mitra atau tidak menjadi mitra. Hasil tersebut akan diketahui faktor mana yang secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan petani untuk bermitra. Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kemitraan ini bagi petani diantaranya peningkatan produktivitas produk akibat kemampuan petani dalam teknologi dan manajemen. Manfaat lainnya yaitu akses pasar terjamin dan terjadi peningkatan pendapatan. Pihak perusahaan diharapkan dapat mempertahankan proses produksi dan memenuhi permintaan konsumen karena terjaminnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk. Hasil tersebut dapat pula menjadi rekomendasi untuk petani mitra dan non mitra dalam menjalin kerjasama kemitraan. Kerangka pikir operasional disajikan pada Gambar 8.
lxiii 45
Permintaan Lettuce yang Tinggi dari Pasar Ketidakmampuan PT Saung Mirwan Memenuhi Permintaan Pasar Usahatani PT Saung Mirwan dengan Pola Kemitraan
Studi Terhadap Kemitraan PT Saung Mirwan
Indikator Proses Pola Kemitraan
Indikator Dampak
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Bermitra
Analisis Deskriptif
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Regresi Logistik (Binary LogisticRegression)
Hasil Studi
Rekomendasi Studi Gambar 8 Kerangka Pikir Operasional Kajian Kemitraan PT Saung Mirwan dengan Petani Lettuce
lxiv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT Saung Mirwan. Lokasi PT Saung Mirwan
terletak
di
Kampung
Pasir
Muncang,
Desa
Sukamanah,
Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan merupakan perusahaan yang sedang menjalin kemitraan dengan petani. Program kemitraan yang dijalankan cukup beragam, sehingga menarik untuk dijadikan tempat penelitian. Pengambilan data dilaksanakan bulan Februari-April 2008. Topik yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai proses pelaksanaan kegiatan kemitraaan di PT Saung Mirwan, analisis pendapatan usahatani lettuce dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra. Kegiatan kemitraan yang diteliti dikhususkan pada komoditas lettuce. Petani lettuce yang menjalin kemitraan dengan PT Saung Mirwan tersebar di daerah Garut. Daerah Garut merupakan lokasi yang cocok untuk penanaman lettuce, sehingga daerah tersebut dijadikan tempat khusus untuk kemitraan lettuce. Oleh karena itu pengambilan sampel data petani responden dilakukan di Garut.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
yang digunakan bersumber dari data survei dan wawancara. Data survei diperoleh dengan melakukan survei langsung ke petani mitra di daerah Garut dan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan kemitraan. Wawancara dilakukan
lxv 48
kepada petani mitra dan non mitra serta pihak perusahaan. Teknik wawancara pada petani mitra dan non mitra dilakukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam bentuk kuesioner. Contoh kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 3. Wawancara dengan petani mitra dan non mitra untuk memperoleh informasi mengenai biaya usaha untuk menganalisis pendapatan usahatani, serta faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bermitra. Pencarian informasi mencakup karakteristik petani responden, pelaksanaan kemitraan, kegiatan budidaya, penggunaan sarana produksi, kendala-kendala di lapangan serta faktorfaktor produksi yang digunakan. Perolehan informasi biaya usahatani untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani mitra dan non mitra. Pencarian data primer pada pihak perusahaan yaitu informasi mengenai proses pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung mencakup bentuk serta proses pola kemitraan. Data sekunder dikumpulkan dari dalam dan luar perusahaan. Data yang diperoleh dari dalam perusahaan yaitu meliputi data yang relevan dengan kegiatan kemitraan dan bisnis lettuce. Data sekunder yang berasal dari luar perusahaan meliputi data bersumber dari instansi pemerintah maupun swasta, penelitian terdahulu, studi literatur di perpustakaan IPB yang mencakup skripsi, buku-buku dan majalah yang berkaitan dengan kegiatan usaha lettuce.
4.3
Metode Pengumpulan Data Responden yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan kemitraan
terdiri dari petani mitra dan non mitra. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah 30 orang petani. Jumlah tersebut terdiri dari 20 orang petani mitra dan non mitra sebanyak 10 orang. Responden dipilih tidak proporsional antara jumlah
lxvi 49
petani mitra dan non mitra, karena terbatasnya jumlah petani lettuce non mitra pada daerah penelitian. Lettuce merupakan sayuran eksklusif yang masih jarang dibudidayakan karena sulit dalam pengadaan bibit dan juga pemasarannya sehingga tidak banyak petani yang menanam lettuce. Pengambilan sampel pada responden petani mitra dan non mitra ditentukan dengan menggunakan metode purposive. Petani mitra dipilih secara sengaja petani yang menanam lettuce periode Desember 2007-Maret 2008. Sampel yang diambil pada reponden petani non mitra adalah petani yang melakukan usahatani lettuce. Jumlah responden mitra yang diambil diharapkan dapat menggambarkan kondisi usahatani seluruh anggota mitra yang telah menjalin kerjasama kemitraan dengan PT Saung Mirwan. Pencarian informasi pada perusahaan mengenai pelaksanaan kemitraan dipilih orang yang paling mengetahui kegiatan kemitraan yaitu kepala bagian kemitraan.
4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya akan diolah untuk
dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan kemitraan dengan menguraikan gambaran umum mengenai pola kemitraan. Pelaksanaan kemitraan mencakup manfaat-manfaat yang diperoleh, kendala-kendala yang dihadapi petani dan perusahaan, serta kegiatan budidaya di petani. Analisis data kuantitatif yaitu menggunakan perolehan data-data hasil dari identifikasi penggunaan faktor-faktor produksi dan nilai output yang dihasilkan pada kegiatan budidaya lettuce. Pengolahan data tersebut dengan menggunakan rasio-rasio finansial dasar yang umumnya digunakan yaitu analisis pendapatan
lxvii 50
usahatani. Pengolahan data untuk analisis pendapatan menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk tetap bermitra dilakukan menggunakan analisis regresi logistik mengunakan program Minitab 14.0.
4.4.1
Analisis Manfaat Kemitraan Manfaat kerjasama kemitraan salah satunya dapat dilihat dari besarnya
peningkatan pendapatan usahatani. Jumlah pendapatan petani yang diperoleh dihitung dengan menggunakan analisis usahatani. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani lettuce, yaitu biaya-biaya, penerimaan, dan pendapatan usaha. Biaya-biaya adalah semua pengeluaran atau biaya yang dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Pengeluaran biaya usahatani lettuce pada analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya non tunai atau biaya yang diperhitungkan. Perhitungan analisis usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut: 1. Penerimaan Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et. al, 1986). Penerimaan atau pendapatan total dari suatu usaha agribisnis merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga produsen dikalikan total produksi. Dengan rumus: TR = Py.y ..........................................................................................(1) Keterangan: TR
= Total Revenue (Penerimaan Total)
y
= Output (produk lettuce dalam kilogram)
lxviii 51
Py
= Harga output (harga lettuce dalam rupiah)
2. Pengeluaran Pengeluaran tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani secara tunai (Soekartawi et. al, 1986). Total biaya (pengeluaran) dari suatu usaha agribisnis merupakan jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan budidaya dalam memproduksi komoditi lettuce. Dengan Rumus: TC =
∑ Px.x ........................................................................................... (2)
Keterangan: TC
= Total Cost (Biaya Total)
x
= Input
Px
= Harga input Pengeluaran non tunai usahatani yaitu dengan memperhitungkan
sumberdaya yang digunakan akan tetapi tidak dihitung atau dibayar secara tunai sebagai biaya yang dikeluarkan. Pengeluaran non tunai yang dihitung yaitu penyusutan peralatan, biaya lahan dan tenaga dalam kerja keluarga. Penyusutan peralatan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama satu tahun pembukuan (Soekartawi, et. al, 1986). Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja untuk pengelolaan usahatani. Rumus penyusutan yang digunakan yaitu:
Penyusutan =
Harga beli − Nilai sisa .......................................................... (3) Umur ekonomis
lxix 52
3. Pendapatan total usahatani Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total, dengan rumus: Pendapatan = TR – TC ............................................................................. (4) 4. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Pendapatan selain dapat diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio) atau disebut juga analisis R/C. Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C) yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus: R/C =
Penerimaan ................................................................................... (5) Biaya total
Nilai R/C secara teoritis, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C>1 artinya usaha ini menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Namun apabila R/C<1 usaha ini rugi tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan. 5. Break Even Point (BEP) Analisis BEP merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada hubungan antara penjualan dan biaya (Muslieh, 2000). Fungsi dari analisis BEP yaitu untuk mengetahui tingkat penjualan dimana suatu usaha tidak
memperoleh laba, atau penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut menunjukkan dari pengembalian suatu biaya yang dikeluarkan atau disebut sebagai titik impas. Analisis BEP yang akan dihitung yaitu BEP
lxx 53
volume produksi dan BEP harga produksi. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung BEP yaitu: Total Biaya Produksi Harga per kg
BEP Volume Produksi =
Perhitungan
BEP
volume
produksi
....................................... (6)
tersebut
dilakukan
untuk
mengetahui tingkat pengembalian modal pada jumlah minimum lettuce yang harus diproduksi. Petani dapat mengetahui jumlah produksi minimum agar tidak terjadi kerugian. Apabila produk yang dihasilkan lebih rendah dari nilai BEP maka usaha tidak balik modal. Oleh karena itu dapat memudahkan petani
dalam rencana produksinya. Perhitungan BEP harga yaitu untuk mengetahui tingkat harga minimum yang ditetapkan dalam pengembalian modal. Apabila harga lettuce yang ditetapkan oleh perusahaan lebih rendah dari nilai BEP maka petani tidak akan memperoleh pengembalian modal yang artinya merugikan petani. Petani mitra dapat menilai dengan perolehan BEP harga apakah harga yang ditetapkan PT Saung Mirwan baik atau tidak. Rumus yang digunakan dalam menghitung BEP harga adalah:
BEP Harga =
Total Biaya Produksi ......................................... (7) Produksi
Analisis usahatani tersebut dilakukan pada petani mitra dan non mitra. Analisis dengan cara membandingkan pendapatan usahatani dan R/C rasio antara petani mitra dan non mitra dilakukan untuk mengetahui manfaat dalam pendapatan. Hasil analisis perbandingan akan diketahui apakah dengan menjadi mitra dapat meningkatkan pendapatan petani. Analisis perbandingan pendapatan dilakukan dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 3.
lxxi 54
Tabel 4 Perbandingan Pendapatan Petani Mitra dengan Non Mitra No A B C D E F G H I J
Uraian
Petani Mitra
Petani Non Mitra
Penerimaan Biaya Tunai Biaya yang Diperhitungkan Total Biaya (B+C) Pendapatan atas biaya total (A-D) Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B) R/C Atas Biaya Tunai (A/B) R/C Atas Biaya Total (A/D) BEP Harga BEP Produksi
4.4.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermitra dengan PT Saung Mirwan
Keputusan
Petani
untuk
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi anggota mitra PT Saung Mirwan akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hosmer dan Lemeshow dalam Saphira (2003) mendefinisikan metode
regresi
logistik
adalah
suatu
metode
analisis
statistika
yang
mendeskripsikan hubungan antara peubah respons yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah bebas berskala kategori atau interval. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan bantuan program Minitab. Bentuk data yang dikumpulkan merupakan data biner, sehingga jenis penggunaan regresi yang sesuai adalah regresi logit. Binary model merupakan model sederhana untuk regresi dengan variabel tak bebas non
metrik (Supranto, 2004). Regresi logistik biner (binary logistik regression) digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen X1,X2,…,Xk terhadap variabel dependent Y. Responden pada penelitian ini dikategorikan untuk kelompok petani mitra dan non mitra. Keputusan untuk menjadi mitra tersebut dianggap sebagai variabel
lxxii 55
dependent atau tak bebas. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi petani
mengambil keputusan bermitra atau tidak, mencakup motivasi, penilaian dan kebutuhan pribadi masing-masing. Keadaan ini diduga dipengaruhi oleh usia, pengalaman, tingkat pendidikan, produktivitas, jumlah keluarga, pendapatan, luas lahan dan kualitas. Hal-hal tersebut digunakan karena memberi kontribusi yang besar terhadap sikap individu sebagai pribadi yang berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Analisis faktor-faktor keputusan menjadi mitra seperti yang dijabarkan, akan diketahui faktor-faktor penting yang mempengaruhi keputusan menjadi mitra tersebut. Model regresi logistik biner ini akan dimasukkan delapan variabel independen X atau peubah respons yang diduga berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan.
Delapan variabel yang
dimasukkan tersebut diantaranya adalah: X1 = Umur
: Umur petani responden (tahun)
X2 = Pengalaman : Pengalaman bertani/menanam lettuce (tahun) X3 = Keluarga
: Jumlah anggota yang masih menjadi tanggungan (orang)
X4 = Pendidikan
: Tingkat pendidikan akhir petani (SD=1, SMP=2, SMA=3, PT=4)
X5 = Produktivitas : Produktivitas lettuce yang dihasilkan selama satu musim tanam (kg/m2) X6 = Pendapatan
: Pendapatan rumah tangga per bulan
X7 = Luas lahan
: Luas lahan lettuce yang diusahakan
X8= Kualitas
: Berdasarkan bobot, warna, dan tampilan produk dapat dikelompokkan kualitas A dan B (A=1, B=0)
lxxiii 56
Variabel-variabel diatas sebagian besar diduga memiliki koefisien positif terhadap kemitraan artinya dapat menjadi faktor pendorong yang mempengaruhi keputusan untuk bermitra. Nilai yang semakin dari suatu variabel maka cenderung peluang petani untuk menjadi mitra menjadi lebih besar. Akan tetapi ada juga variabel yang berpengaruh negatif terhadap kemitraan. Nilai yang semakin besar variabel yang bersangkutan akan memberikan pengaruh yang menghambat petani untuk menjadi mitra. Variabel yang diperkirakan mempunyai koefisien positif yaitu variabel X1, X3, X4, X5, X7. Nilai yang semakin besar dari variabel tersebut maka akan menjadi peluang petani untuk bermitra. Artinya, semakin tinggi umur, jumlah anggota yang menjadi tanggungan, tingkat pendidikan, produktivitas usahatani, luas lahan, kualitas produk, maka menjadi faktor pendorong untuk bermitra. Umur diduga mempunyai koefisien positif karena biasanya semakin tinggi umur atau semakin tua seseorang akan memilih untuk mendapatkan jaminan dalam usahataninya. Petani berharap dengan menjadi mitra akan mendapat jaminan pasar dan juga kemudahan-kemudahan atau fasilitas dari PT Saung Mirwan. Jumlah keluarga yang menjadi tanggungan berdampak pada pengeluaran keluarga.
Oleh
karena
itu
petani
membutuhkan
peningkatan
terhadap
pendapatannya, sehingga akan mendorong petani untuk menjadi mitra. Tingkat pendidikan seseorang yang semakin tinggi akan lebih rasional dalam mengambil keputusan. Program kemitraan yang memberikan keuntungan kedua belah pihak merupakan suatu pilihan logis dan ekonomis untuk usahanya. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan berpikir dengan menjalin kemitraan merupakan suatu peluang untuk meluaskan dan mengembangkan usahanya.
lxxiv 57
Nilai produktivitas yang semakin tinggi akan mendorong petani untuk tetap menjadi mitra PT Saung Mirwan. Produktivitas yang semakin tinggi maka petani akan mendapat peningkatan pendapatan karena harga yang layak yang ditetapkan perusahaan. Luas lahan yang dimiliki petani menjadi pendorong untuk bermitra. Lahan yang semakin luas dimiliki maka jumlah yang diproduksi akan semakin besar sehingga petani membutuhkan jaminan pasar untuk produksinya. Pengalaman
bertani,
pendapatan
usahatani,
dan
kualitas
diduga
berpengaruh negatif terhadap keputusan untuk menjadi mitra. Pengalaman petani yang semakin lama memungkinkan petani memiliki jaringan pemasaran lebih luas serta kemampuan dalam teknologi budidaya yang sudah baik. Oleh karena itu petani yang sudah lama dan berpengalaman tidak membutuhkan untuk bermitra. Tujuan menjadi mitra salah satunya adalah peningkatan pendapatan usahatani. Harapan petani dengan mengikuti kemitraan agar pendapatan usahatani meningkat. Pendapatan usahatani tersebut merupakan bagian dari pendapatan rumah tangga. Petani yang memiliki pendapatan tinggi diduga kurang tertarik untuk menjadi mitra. Peningkatan pendapatan lebih dibutuhkan oleh petani berpenghasilan rendah, sehingga nilai pendapatan tinggi diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan untuk menjadi mitra. Petani berpendapatan rendah mengharapkan akan memperoleh tambahan atau peningkatan pendapatan untuk mencukupi keperluan rumah tangganya apabila bergabung dengan kemitraan. Standar kualitas untuk produk lettuce ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Perusahaan membutuhkan produk berkualitas tinggi. Kriteria dari lettuce yang diterima perusahaan yaitu grade A dan grade B. Perusahaan mentranformasikan kemampuan manajemen dan teknologi untuk menghasilkan produk berkualitas
lxxv 58
melalui program kemitraan. Petani yang menghasilkan produk dengan kualitas rendah akan lebih tertarik untuk menjadi mitra daripada petani yang sudah menghasilkan produk berkualitas tinggi. Petani yang menghasilkan produk dengan kualitas tinggi memungkinkan memiliki kemampuan teknologi budidaya yang baik dan jaringan pemasaran. Penilaian kualitas produk dapat dilihat dari kriteria produk yang dihasilkan oleh petani. Variabel-variabel independent X tersebut akan berpengaruh terhadap variabel dependent Y. Variabel dependent Y ini mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 1 dan 0. Nilai Y yang dilambangkan dengan 1 = petani mitra dan 0 = petani non mitra. Probabilitas petani lettuce menjadi anggota mitra PT Saung Mirwan adalah P(Y=1) = pi dan P(Y=0) = 1- pi dengan nilai harapan E(Y) = 1(pi) + 0(1- pi) = pi. Bentuk umum fungsi logit untuk variabel dependen Y, dengan k variabel independent, yang mempunyai probabilitas pi adalah sebagai berikut : logit (pi) = ln
pi = β 0 + β1 x j1 + β 2 x j2 + K + β k x jk 1 − pi
..................... (8)
Dimana : β0 = konstanta, βi = koefisien, xji = prediktor ke-i, dan pi = probabililitas bahwa
faktor atau covariate ke-j mempunyai response 1. Model regresi logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani menjadi mitra adalah sebagai berikut: logit (pi) = ln
pi = β 0 + β 1 Umur + β 2 Pengalaman + β 3 Keluarga + β 4 Pendidikan 1 − pi + β 5 Produktivitas + β 6 Pendapatan + β 7 Lahan + β 8 Kualitas
1. Pendugaan Parameter Model
Pendugaan parameter dalam model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan
metode
kemungkinan
maksimum
(Maximum
Likelihood
Estimation). Fungsi likelihood secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu
lxxvi 59
fungsi peluang gabungan dari peubah-peubah acak yang menggambarkan model bagi data amatan (Agresti dalam Sukanda, 2003). Likelihood Function (LF) menunjukkan probabilitas bahwa Yi = 1 atau 0. Fungsi kemungkinan f(Yi) untuk suatu random sempel dengan observasi, ditunjukkan oleh persamaan berikut: n
n
i=1
i=1
[
]
yi 1− yi Π fi(Yi ) = Π pi(xi ) 1− pi(xi ) ............................................................... (9)
Metode kemungkinan maksimum ini digunakan untuk memaksimalkan LF. Maksimum Likelihood dilakukan untuk mendapat nilai parameter βi sedemikian rupa, sehingga probabilitas untuk mendapatkan nilai Y maksimum. Nilai dugaan βi dapat diperoleh dengan membuat turunan pertama fungsi logaritma dari likelihood function, terhadap setiap nilai parameter (βi) yang akan kita ketahui,
kemudian menyamakannya dengan nol (Supranto, 2004). 2. Uji Kesesuaian Model Logistik
Langkah selanjutnya setelah dilakukan pendugaan parameter model adalah melakukan uji kesesuaian model. Pengujian terhadap kesesuaian model dilakukan karena model yang dibentuk harus menghasilkan nilai dugaan yang konsisten. Ketepatan model akan diuji dengan menggunakan statistik chi-square (χ2). Statistik χ2 dihitung melalui:
χ2 = ∑
( pengama tan − taksiran) 2 .......................................................... (10) taksiran
Chi-square goodness of fit test ini digunakan untuk menguji hipotesis:
H0 : Memasukan variabel independen ke dalam model tidak akan menambah kemampuan prediksi model regresi logistik H1 : Memasukan variabel independen ke dalam model akan menambah kemampuan prediksi model regresi logistik
lxxvii 60
Pengujian apakah masing-masing koefisien regresi logistik signifikan, digunakan statistik uji Wald. Wald
⎛ β ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ S .E ⎠
Rumus umum statistik uji Wald adalah:
2
........................................................................... (11)
Berdasarkan hipotesis : H0 : βi = 0 (parameter tidak layak berada dalam model) H1 : βi ≠ 0 (parameter model layak berada dalam model) Kaidah pengambilan keputusan (daerah penolakan) untuk kedua uji tersebut adalah tolak hipotesis nol apabila p-value kurang dari α (Uyanto,2006). 3. Interpretasi Koefisien
Interpretasi hasil regresi logistik dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio oddsnya. Odds ratio digunakan untuk memudahkan interpretasi koefisien. Peubah penjelas jika mempunyai tanda koefisien positif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih besar dari satu, atau sebaliknya. Rasio Odd merupakan interpretasi dari sebuah peluang yang dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon (Firdaus dan Afendi, 2008). Parameter βi mencerminkan perubahan dalam fungsi logit untuk perubahan satu unit peubah penjelas X yang disebut log odds. Nilai suatu variabel bebas tertentu (Xj) jika naik 1 unit, sedangkan variabel bebas lainnya tetap, maka secara rata-rata perkiraan logit akan naik atau turun sebesar nilai koefisien tersebut. Interpretasi terhadap nilai odds ini diperoleh dengan mengambil antilog dari berbagai koefisien. Interpretasi dari nilai odds rasio ini adalah kecenderungan atau peluang Y=1 pada kondisi x=1 sebesar exp(βi) kali dibandingkan dengan x=0 (Supranto, 2004).
lxxviii
BAB V GAMBARAN UMUM KEGIATAN BISNIS PT SAUNG MIRWAN
5.1
Lokasi Umum PT Saung Mirwan
PT Saung Mirwan adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis sayuran dan bunga yaitu sebagai produsen dan Trading Company. Lokasi umum PT Saung Mirwan terletak di Kampung Pasir Muncang, desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini berbatasan dengan sebelah Utara dengan Kampung Pasir Kaliki, sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Pondok Gede, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jambu Luwuh dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukamaja. PT Saung Mirwan memiliki tiga kebun produksi yang berada di Desa Sukamanah, Kampung Lemah Neundeut dan Garut. Luas kebun di Desa Sukamanah kurang lebih sebelas hektar dengan komoditas yang ditanam yaitu sayur dan bunga krisan dalam greenhouse, luas lahan di kampung Lemah Neundeut yang dikelola adalah tiga hektar. Luas lahan produksi yang berada di Garut adalah sembilan hektar dengan budidaya lahan luar yang tersebar di sekitar Kecamatan Cisurupan yaitu Desa Cisurupan, Tambakbaya, Cilame, Cidatar, Barusuda, dan Balewangi.
5.2
Sejarah Perusahaan
PT Saung Mirwan berdiri dengan dilatarbelakangi oleh hobi pemilik (owner) yaitu bapak Tatang (Theo) Hadinata yang sebelumya merupakan
lxxix 62
pengusaha di bidang kontruksi dan advertising. Awalnya Bapak Tatang ingin membuka suatu usaha yang tidak mengeluarkan dana yang besar dan sekaligus dapat menyalurkan hobinya. Pada tahun 1984, beliau memulai kegiatan pertanian di belakang rumahnya dengan menanam melon di atas lahan terbuka. Pada akhir tahun 1985, beliau mulai mengembangkan usahanya dengan menyewa lahan seluas tujuh hektar di daerah Cipanas yang ditanami 50 jenis komoditi dan mempekerjakan 100 orang karyawan selama kurang lebih tiga tahun. Periode tahun 1986-1988 usaha tersebut mengalami kemunduran sehingga pemilik memutuskan untuk mengembalikan usaha di sekitar desa Sukamanah. Tahun 1988 setelah kembali ke Desa Sukamanah perusahaan ini mengubah pola usahataninya yang semula memakai cara tradisional di lahan terbuka kemudian berganti dengan menanam di dalam greenhouse. Penanaman dalam gereenhouse menggunakan teknik irigasi tetes (drip irigation) dalam sistem pengairannya atau dikenal dengan sistem hidroponik yang pada saat itu belum banyak dikenal orang. Luas lahan greenhouse pertama kali adalah 350 m2 dengan tanaman yang diusahakan yaitu melon, paprika, tomat, kyuri, dan shisito. Usaha tersebut ternyata berhasil dan sangat memuaskan sehingga beliau memutuskan untuk memperbesar usahanya dan diarahkan kepada orientasi secara komersial. Tahun 1989, luas lahan greenhouse telah mencapai 1 hektar untuk tanaman sayur-sayuran. PT Saung Mirwan tetap melakukan penanaman di lahan terbuka secara konvensional dengan menanam okra di samping budidaya dalam greenhouse. Usaha ini waktu mengalami perkembangan pesat seiring berjalannya karena permintaan sayur terus meningkat. Pada tahun 1992 perusahaan melakukan diversifikasi dengan memproduksi bunga krisan.
lxxx 63
PT Saung Mirwan mulai mengadakan percobaan untuk memproduksi stek krisan yang sudah berakar (unrooted cutting) menjadi bunga krisan potong, kemudian dilanjutkan dengan percobaan produksi bunga pot. Percobaan untuk bunga krisan pun menunjukkan hasil yang memuaskan, sehingga mendorong perusahaan untuk mengkomersilkan usaha bunga. Oleh karena itu perusahaan mulai membentuk divisi bunga dan memproduksi bunga secara komersil untuk pasar lokal. Jenis bunga yang diusahakan yaitu krisan potong dan pot, gloksinia, kalanchoe, garbera, baby rose, kastuba, dan lain-lain. Usaha bunga berkembang pesat pada tahun 1995, dilihat dari peningkatan luasan greenhouse mencapai kurang lebih 3,5 hektar dan jumlah karyawan 225 orang. Luasan 3.5 hektar ditanami bunga 1,5 hektar dan untuk sayur dua hektar. Tahun 1996, tepatnya tanggal 22 April 1996 PT Saung Mirwan telah resmi terdaftar sebagai perseroan terbatas dengan akta notaris Nomor 1.627.141.3-404. Peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan konsumsi terhadap sayur semakin meningkat, maka untuk memenuhi permintaan tersebut perusahaan harus meningkatkan kapasitas produksi sayurnya. PT Saung Mirwan dihadapkan pada permasalahan keterbatasan sumber daya manusia, sehingga untuk mengantisipasi tuntutan pasar dilakukan kerjasama dengan petani dalam bentuk kemitraan. Awalnya kemitraan dimulai dengan petani kecil yang menanam secara konvensional di wilayah Desa Sukamanah. Pola kemitraan kemudian menyebar sampai ke daerah Cipanas, Bandung, dan Garut hingga berjumlah 300-400 petani. Pada tahun 1997, PT Saung Mirwan mulai memasuki pasar ekspor untuk beberapa komoditas sayuran terutama paprika. Negara-negara yang dituju adalah
lxxxi 64
Hongkong, Singapura dan Taiwan. Ekspor tersebut hanya berlangsung hingga tahun 2004. Pada awal tahun 1999, PT Saung Mirwan menjalankan proyek yang bekerjasama dengan Deliflor Chrysanten B.V melakukan percobaan ekspor unrooted cutting Chrysantemum dengan membuka lahan produksi tambahan dan menerima Grant dari Belanda. Proyek tersebut dikenal dengan nama PSI (Proyek Sentral Indonesia). PSI resmi berdiri pada tanggal 24 Agustus 1999 setelah melalui berbagai prosedur, akan tetapi karena berbagai kendala proyek tersebut baru dapat terealisasi pada awal tahun 2001. Lokasi PSI terletak di HGU PTP Nusantara VIII Perkebunan Gunung Mas Afdeling Cikopo Selatan II Blok Lemah Neundeut seluas kurang lebih empat hektar. Jenis komoditas yang diproduksi yaitu, tomat beef, paprika, dan bunga potong. Namun, perjanjian dengan Belanda sudah berakhir pada tahun 2002 yang dikarenakan keadaan politik negara Indonesia yang tidak stabil. Produksi PT Saung Mirwan saat ini di lahan Lemah Neundeut masih berlangsung dengan komoditas yang ditanam yaitu krisan potong. Perusahaan terus menerus mengembangkan jenis-jenis sayur dengan cara membuat kebun percobaan dengan memperluas lahan produksinya di Garut. Tahun 2000 membuat percobaan menanam lettuce head, lettuce romaine, lettuce red, dan kapri manis. Komoditas sayuran eksklusif dikembangkan dengan tujuan untuk pemenuhan pasar ekspor sekitar tahun 2001-2003. Komoditas yang ditanam di Garut selain jenis lettuce dan kapri manis antara lain asparagus, buncis mini, endive, kapri Taiwan, lolorosa, pakcoy baby, Radichio, coriander, dan zuchini. Tahun 2001 selain mengembangkan produksi sendiri, perusahaan menjalin kemitraan di Garut. Tanah dan iklim di Garut yang belum terkontaminasi sangat
lxxxii 65
cocok untuk budidaya sayuran terutama sayuran eksklusif, oleh karena itu kemitraan garut segera dikembangkan. Permintaan lettuce head semakin meningkat dibanding komoditas lain yang ditanam di Garut, sehingga kemitraan Garut lebih diprogram untuk menanam lettuce head.
5.3
Visi dan Misi Perusahaan
Penjualan semakin berkembang dengan jumlah komoditas sayuran sebanyak 60 jenis. Citra PT Saung Mirwan tetap tinggi walaupun persaingan bisnis semakin ketat, karena konsistensinya didalam menjaga mutu. Keunggulan produk terletak pada daya tahan (Shelf Life) ketika disimpan, yang dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan produk perusahaan lain. Perusahaan yang sudah dirintis selama kurang lebih 24 tahun ini kini memasuki tahap pemantapan, dalam pengelolaannya
masih
banyak
kegiatan
bisnis
perusahaan
yang
perlu
penyempurnaan. Perkembangan dalam kegiatan bisnis perusahan tidak lepas dari visi dan misi yang telah ditetapkan. Visi PT Saung Mirwan adalah menjadi salah satu leader di bidang agribisnis dengan menerapkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian. Misi PT Saung Mirwan adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan
produk
pertanian
yang
berkualitas
tinggi
secara
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan pasar. 2. Senantiasa meningkatkan kualitas produk, kualitas sumber daya manusia, dan kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasan pelanggan. 3. Mengembangkan sistem agribisnis melalui jaringan kemitraan. 4. Bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian untuk menerapkan teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk pelaku bisnis.
lxxxiii 66
5.4
Organisasi Perusahaan
PT Saung Mirwan merupakan perusahaan pribadi milik Tatang Hadinata yang menjabat sebagai Direktur dan memimpin langsung perusahaan. Pengoperasian perusahaan pada awalnya belum menggunakan sistem manajemen professional. Pengelolaan dilakukan secara sederhana, pimpinan bertindak sebagai pengambil keputusan dalam semua kegiatan dan sebagai sumber gagasan untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Tugas dan wewenang yang dimiliki pimpinan saat itu antara lain menetapkan kebijaksanaan seluruh aktivitas perusahaan, menetapkan harga beli dan harga jual sayuran dan menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Pada bulan Juni 1998, mulai terbentuk sistem manajemen profesional dan membuat struktur organisasi yang membagi-bagi bidang kerja para karyawan berdasarkan kemampuan dalam bidangnya. Struktur organisasi PT Saung Mirwan merupakan organisasi garis dan staf. Ciri dari organisasi garis dan staf adalah jika suatu organisasi telah berkembang semakin besar sehingga dalam mengambil keputusan seorang pemimpin merasa perlu meminta bantuan kepada orang lain yang lebih mampu (Umar, 2003). Struktur organisasi PT Saung Mirwan dapat dilihat pada Lampiran 4. PT Saung Mirwan dalam pengelolaannya dipimpin oleh direktur dibantu tiga wakil direktur, sepuluh manajer, dan sisanya yaitu terbagi menjadi staf karyawan bulanan, karyawan harian tetap, dan karyawan borongan. Tiga wakil direktur mengelola divisi umum, divisi komersil dan divisi produksi. Wakil direktur divisi komersil membagi tanggung jawabnya ke dalam empat bagian masing-masing dipimpin oleh seorang manajer. Bagian tersebut adalah bagian
lxxxiv 67
pengadaan,
bagian
kemitraan,
bagian
penjualan/sales,
dan
bagian
keuangan/accounting. Wakil direktur divisi produksi membagi tanggung jawab kedalam tiga bagian yaitu bagian produksi sayur, bagian produksi bunga, dan bagian penjualan bunga. Divisi umum membagi tanggung jawab kepada bagian bagian umum yang mencakup personalia dan research&development, bagian pengemasan, serta bagian distribusi. Deskripsi masing-masing jabatan PT Saung Mirwan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Deskripsi Jabatan PT Saung Mirwan No
Jabatan
Deskripsi Jabatan Merencanakan, mengkoordinasikan, menggerakkan, dan mengawasi jalannya kegiatan PT Saung Mirwan Bertanggung jawab pada semua bagian perusahaan Bertanggung jawab pada kegiatan yang dilakukan oleh personalia, umum, dan RTK
1.
Direktur Utama
2.
Wakil Direktur
3.
Manajer Umum
4.
Manajer Pengemasan
Bertanggung jawab atas kegiatan pengemasan.
Manajer Distribusi dan teknik Manajer Penjualan/Sales Sayur
Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan distribusi dan teknik Bertanggung jawab dalam kegiatan pemasaran dan penjualan sayur. Bertanggung jawab pada kegiatan pengadaan sayur dan non sayur. Bertanggung jawab pada pengoperasian keuangan perusahaan yang dibantu oleh accounting dalam membuat pembukuan segala macam pengeluaran maupun penerimaan uang. Bertanggung jawab dalam kegiatan pengadaan sayur pada kemitraan Merencanakan program tanam, dan bertanggung jawab dalam kegiatan produksi/ budidaya sayur. Merencanakan program tanam, dan bertanggung jawab dalam kegiatan produksi/ budidaya Bunga. Bertanggung jawab dalam kegiatan pemasaran dan penjualan bunga.
5. 6. 7.
Manajer Pengadaan
8.
Manajer Keuangan
9.
Manajer Kemitraan
10. Manajer Produksi Sayur 11
Manajer Produksi Bunga
Manajer Penjualan/Sales Bunga Sumber: PT Saung Mirwan, 2008. 12.
Direktur
utama
bertugas
merencanakan,
mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan mengawasi jalannya kegiatan perusahaan. Wakil direktur dari
lxxxv 68
setiap divisi berfungsi untuk membantu direktur utama dalam tugasnya yang bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan secara keseluruhan, adapun tugas dari wakil direktur adalah : 1. Mewakili direktur utama baik dalam masalah ekstern denagn pihak ketiga misalnya dalam melakukan transaksi atau mengadakan pertemuan dengan para ekspotir, maupun masalah intern dalam lingkup perusahaan. 2. Menangani secara intensif kegiatan operasional perusahaan serta memutuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan. 3. Mengawasi kegiatan-kegiatan penting, prestasi-prestasi, masalah-masalah dan hambatan penting dalam kegiatan operasional perusahaan. 4. Melakukan pembinaan pada staf dan karyawan perusahaan. 5. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan mengikuti ketentuan ynag telah ditetapkan oleh direktur utama. Tugas dari manajer secara umum yaitu merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi dalam mencapai tujuan perusahaan. Tugas dari manajer umum yaitu bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang meliputi bagian personalia, umum, dan rumah tangga kantor (RTK). Personalia mengurusi bidang administrasi kepegawaian. Bagian umum memiliki tugas merawat dan memperbaiki bangunan, pemeliharaan, dan pembuatan jaringan listrik serta keamanan perusahaan. RTK mengurusi pembelian dan perawatan keperluan kantor. Manajer pengemasan bertanggung jawab dalam kegiatan pengemasan yang dimulai dari penerimaan, pengemasan, dan processing sayuran. Manajer distribusi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan distribusi dan teknik
lxxxvi 69
mesin. Manajer sales sayur bertanggung jawab dalam kegiatan pemasaran dan penjualan sayur yang meliputi perencanaan penetapan harga dan promosi. Manajer pangadaan bertanggung jawab terhadap kegiatan pengadaan bahan bakubaik sayur dan non sayur. Manajer keuangan bertugas mengatur dalam pengoperasian keuangan perusahaan yang dibantu oleh accounting dalam membuat pembukuan arus kas. Manajer kemitraan bertanggung jawab terhadap pengadaan sayuran melalui kemitraan. Manajer produksi sayur bertanggung jawab terhadap kegiatan produksi (budidaya) sayur yang dimulai dari pembuatan program rencana tanam sampai rencana panen. Tanggung jawab dari manajer produksi bunga yaitu bertanggung jawab dalam perencanaan dan kegiatan budidaya bunga yang terbagi menjadi bunga potong, bunga pot, dan tanaman induk krisan. Manajer penjualan bunga bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pemasaran dan penjualan bunga.
5.5
Deskripsi Sumberdaya Perusahaan
5.5.1 Sumberdaya Fisik
Luas lahan yang dimiliki PT Saung Mirwan adalah satu hektar di Desa Sukamanah. Sumberdaya fisik perusahaan terdiri dari greenhouse, sistem irigasi, jaringan penahan rebah, instalasi listrk, bangunan lainnya yang mendukung kelancaran operasional, serta sarana penunjang lainnya. 1. Greenhouse
Greenhouse PT Saung Mirwan susunan bangunannya berbentuk joglo. Dibuat secara semi permanen, lantai semen dan kerangka besi alloy di las (knock down). Satu unit greenhouse terdiri dari dua atap yang menyambung. Bahan atap yang digunakan adalah plastic ultraviolet (UV) yang memiliki daya efisiensi sinar
lxxxvii 70
sebesar 86 persen. Dinding greenhouse menggunakan kasa nyamuk. Lantai dibuat bedengan dengan jarak antar bedeng 80 cm, tinggi 5-10 cm dengan panjang bedengan 40 cm. 2. Sistem irigasi
Sistem irigasi pada tanaman sayuran digunakan sistem irigasi tetes (drip irrigation). Irigasi pada tanaman krisan potong dan tanaman induk krisan (mother plant) menggunakan dua macam irigasi yaitu sistem penyiraman dari atas menggunakan sprinkle, dan penyiraman dari bawah melalui pipa yang berlubang dipasang sepanjang bedengan. Khusus untuk bunga krisan pot penyiraman menggunakan sistem rendam (ebb and flow). Komponen utama dan pelengkap sistem irigasi yang digunakan oleh PT Saung Mirwan adalah pompa sumber air, pompa distribusi, pompa pengaduk dan pipa utama. Komponen lainnya yaitu pipa sekunder, pipa tersier, emitter, saringan piring, saringan kasa, saringan pasir, disc filter, ring filter, pengatur tekanan, katup udara (air valve), tangki nutrisi, bak pengaduk, gelas ukur, serta timbangan. 3. Jaringan penahan rebah
Jaringan penahan rebah yang digunakan adalah kawat yang dibentuk persegi berukuran 12,5x12,5 cm. Jaring digunakan untuk jarak tanam dan penyangga berdirinya tanaman krisan. Mula-mula jaring didirikan di atas tanah yang siap tanam, kemudian bibit krisan ditanam di tengah-tengah tiap kotak. Jaring akan ikut dinaikkan untuk menyangga batang-batang tanaman seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada tiap sudut dan sisi jaring dipasang tiang penyangga yang kuat untuk menjaga ketegakan, serta ketinggian jaring dari permukaan bedengan.
lxxxviii 71
4. Instalasi listrik
Greenhouse yang luas membutuhkan daya listrik yang cukup besar untuk pencahayaan tanaman. PT Saung Mirwan menggunakan metode penyinaran bergantian dengan membagi lahan menjadi beberapa blok yang sama luasnya. Pengaturan cahaya dilakukan setiap 20 menit sekali yang menyala selama 10 menit per blok dengan sistem siklik otomatis. 5. Bangunan penunjang operasional lainnya
Bangunan penunjang lainnya diantaranya pos satpam yang terletak pada gerbang utama menuju lokasi PT Saung Mirwan. Perkantoran sebanyak tiga unit, rumah pemilik perusahaan yang dilengkapi kolam renang, kolam ikan, dan garasi. Sarana olah raga terdiri dari lapangan tenis, lapangan golf, dan lapangan volley. Gudang yang dilengkapi pendingin ruangan untuk menyimpan pupuk dan benih. Tempat pembakaran sekam dan tempat sterilisasi media tanam. Bangunan untuk nutrisi yang dilengkapi dua tangki penampung nutrisi dan pipa saluran irigasi. Bengkel (mekanik) tempat memperbaiki kendaraan operasional perusahaan, kemudian bangunan packaging untuk bunga dan sayur yang dilengkapi coolroom, serta coolroom tempat menyimpan persediaan stek krisan. Bangunan lainnya yaitu asrama karyawan dan mushola. 6. Sarana lainnya
Sarana
lainnya
penunjang
produksi
diantaranya
alat
pengukur
conductivity, alat pengkur kadar asam tanah (pH meter), alat pelengkap panen dan pasca panen, power sprayer, generator listrik, kereta dorong, thermometer, lux meter, hygrometer, dan juga polybag. Sarana penunjang kantor yaitu beberapa unit komputer, mesin fotocopi, mesin fax, dan telepon. Sarana di bidang
lxxxix 72
transportasi diantaranya sebelas buah mobil box untuk distribusi, tiga buah mobil pick up untuk kegiatan pengangkutan hasil panen. Mobil operasional karyawan manajemen terdiri dari satu unit isuzu panther, dua unit daihatsu xenia, satu unit suzuki carry, dan satu unit daihatsu feroza.
5.5.2
Sumberdaya Manusia
Karyawan PT Saung Mirwan sebagian besar adalah penduduk sekitar di Kecamatan Mega Mendung serta pendatang yang telah menjadi penduduk Desa Sukamanah. Karyawan PT Saung Mirwan saat ini berjumlah 594 orang yang terdiri dari karyawan borongan, karyawan harian dan karyawan bulanan. Sistem gaji dan waktu pembayaran gaji berbeda-beda untuk tiap golongan karyawan. Karyawan borongan digaji berdasarkan jumlah kerja yang dihasilkan dan kayawan harian digaji berdasarkan jumlah jam dan hari kerja yang dipantau dari absen karyawan. Karyawan bulanan jumlah gaji telah ditetapkan setiap bulannya ditambah dengan adanya insentif (bonus). Keterlambatan yang tercatat di absen karyawan bagi karyawan bulanan, akan menyebabkan pemotongan besar bonus yang diterima. Sistem gaji di PT Saung Mirwan ada dua, yaitu sistem gaji mingguan dan bulanan. Gaji mingguan yang dibayarkan setiap hari kamis untuk karyawan borongan dan karyawan harian. Gaji untuk karyawan bulanan dibayarkan pada setiap awal bulan untuk karyawan bulanan hingga direktur. Jam kerja karyawan harian di bagian produksi dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 15.00 WIB dengan toleransi istirahat sebanyak satu jam pada pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB. Karyawan bulanan di bagian kantor, jam kerja dimulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB dengan toleransi istirahat sebanyak satu jam yaitu pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB dapat dilihat pada Tabel 6.
xc 73
Karyawan borongan tidak ada jam kerja tetap, karena gaji mereka berdasarkan hasil kerjanya. Karyawan borongan hanya masuk apabila ada pekerjaan atau order besar yang membutuhkan karyawan lebih banyak sehingga bagian personalia mencari karyawan untuk dipekerjakan secara borongan. Tabel 6 Jadwal Jam Kerja Karyawan PT Saung Mirwan Hari Senin - Kamis Jumat Sabtu (hanya karyawan piket) Karyawan lapang Senin- Kamis Jumat Sabtu Minggu (lembur) Sumber: PT Saung Mirwan, 2008 Karyawan staf kantor
Jam Pagi 07.30 - 12.00 07.30 - 11.00 08.00 - 13.00 07.00 - 12.00 07.00 - 11.00 07.00 - 13.00 07.00 - 13.00
Jam Siang 13.00 - 16.30 13.00 - 14.30 13.00 - 15.00 13.00 - 15.00 -
Sistem perekrutan tenaga kerja untuk karyawan yaitu dengan membuka iklan lowongan pekerjaan di harian surat kabar atau dari pegawai PT Saung Mirwan sendiri. Perekrutan tenaga kerja dilihat dari jenjang pendidikan untuk karyawan harian minimal SD, untuk karyawan staf minimal SMU, D3 sebagai kepala seksi dan S1 minimal telah bekerja lima tahun sebagai kepala bagian hingga manajer. Kualifikasi staf dan pegawai dimulai dari lulusan S2 hingga SD. Tabel 7 menjelaskan kualifikasi jabatan karyawan PT Saung Mirwan dilihat berdasarkan pendidikan. Tabel 7 Kualifikasi Jabatan di PT Saung Mirwan Jabatan
Kualifikasi Jabatan
Kepala Bagian (Kabag)
S1
Kapala Seksi (Kasi)
D3
Kepala Sub Seksi (Kasubsi)
SMA atau sederajat
Karyawan Bulanan
Minimal SD sampai SMP
Karyawan Harian
Minimal SD dan umur minimal 18 tahun
Sumber: PT Saung Mirwan, 2008
xci 74
Tabel 8 menunjukkan jumlah karyawan PT Saung Mirwan berdasarkan tingkat pendidikan. Saung Mirwan Gadog memiliki karyawan dengan tingkat pendidikan S1-D3 sebanyak 21 orang, dan SMA sebanyak 43 orang, SMP sebanyak 22 orang, dan SD sebanyak 381 orang. Lemah Neundeut memiliki karyawan dengan tingkat pendidikan S1 sebanyak satu orang, SMA dua orang, SMP tiga orang, dan SD sebanyak 36 orang. Cipanas memiliki jumlah karyawan sebanyak 37 orang dengan pendidikan tertinggi yaitu S1 sebanyak satu orang, SMA tiga orang, SMP 2 orang, dan SD sebanyak 31 orang. Jumlah karyawan SM Lembang sebanyak enam orang, S1 berjumlah satu orang, SMU satu orang, SMP dua orang dan SD dua orang. Jumlah total karyawan PT Saung Mirwan 594 orang. Tabel 8 Jumlah Karyawan PT Saung Mirwan Berdasarkan Pendidikan DIVISI
D3-S1 SM Gadog: 1 1. Div Sayur 3 2. Div Bunga 3 3. Div Sales 1 4. Div Pengadaan 4 5. Div Pengemasan 1 6. Div Kemitraan 8 7. Umum 0 8. HTA (Distribusi) 21 Jumlah: Lemah Neundeut 1 Cipanas 1 SM Lembang 1 JUMLAH TOTAL 25 Sumber: PT Saung Mirwan, 2008.
SMU 0 9 1 1 4 1 17 10 43 2 3 1 55
PENDIDIKAN SMP SD 1 8 0 0 1 0 3 9 22 3 2 2 30
6 276 0 1 48 0 32 18 381 36 31 2 484
JUMLAH 8 296 4 3 57 2 60 37 467 42 37 6 594
Karyawan PT Saung Mirwan mendapatkan fasilitas berupa mess untuk pegawai kantor dan pegawai bulanan, hal ini diberikan apabila pegawai-pegawai tersebut berasal dari luar daerah. Karyawan juga diberikan uang makan, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya dan bonus. Bonus diberikan untuk karyawan yang
xcii 75
memiliki prestasi dalam kerjanya, misalnya produksi melebihi target, selain itu juga disediakan fasilitas berupa masjid dan sarana olahraga.
5.6
Deskripsi Kegiatan Bisnis Lettuce
5.6.1
Pemasok Bahan Baku
Pemasok pada PT Saung Mirwan terdiri dari pemasok sayur dan non sayur. Pemasok sayur merupakan suatu individu atau sekelompok petani yang memasok sayuran ke PT Saung Mirwan dengan memenuhi grade yang telah ditetapkan perusahaan. Pemasok sayuran terdiri dari mitra beli dan kemitraan (mitra tani). Pemasok non sayur merupakan pemasok bahan baku yang menunjang kegiatan operasi perusahaan. Bahan baku yang dibutuhkan mulai dari kebutuhan budidaya dan pengemasan sampai kebutuhan kantor (manajemen). Bahan baku budidaya meliputi benih, pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian. Bahan baku pengemasan yang dibutuhkan yaitu material pengemasan, plastik-plastik, cetakan, kardus, tryfoam, plastik UV, elektronik, alat tulis kantor, kertas-kertas, dan kebutuhan RTK/alat-alat kebersihan. Perusahaan yang memasok bahan baku yang berkaitan dengan bisnis lettuce seperti kebutuhan budidaya yaitu benih, pupuk dan pestisida serta peralatan budidaya. Perusahaan pemasok tersebut diantaranya yaitu Buana Tani, CV Andalas, Sari Tani, Made, Tani Sugih, Buana Tani, PT Curah Niaga Internasional, dan PT Agronomic Penshibao. Perusahaan yang menjadi pemasok kebutuhan pengemasan, kertas-kertas, dan kebutuhan rumah tangga kantor (RTK) yaitu PT Primakemas Cemerlang, Adi Unisindo, Era Plastik, Wirya Press, PT Genin Jaya, Aklirik, Naga Baru, Asni Computer, dan PD Terus Jaya (Tabel 9).
xciii 76
Hubungan perusahaan pemasok dengan PT Saung Mirwan tidak ada perjanjian atau kontrak khusus. Sistem pembeliannya dengan cara pemesanan secara langsung dengan melihat jumlah pengadaan barang yang sebelumnya. Bagian pengadaan non sayur mengambil kebutuhan barang di suplier tersebut setelah dilakukan pemesanan. Tabel 9 Perusahaan Pemasok Input di PT Saung Mirwan No 1 2 3 4 5 6
Keterangan Material Pengemasan Plastik Cetakan Kardus Tryfoam Pupuk Pestisida
7 Benih Sumber: PT Saung Mirwan, 2008
5.6.2
Supplier PT Primakemas Cemerlang, dan Adi Unisindo Era Plastik Wirya Press, CV Agung Jaya PT Genin Jaya, Lestari, CV Sinar Kurnia Abadi, Hidayah Box Akrilik CV Andalas, Sari Tani, Made, Tani Sugih, Buana Tani, PT Curah Niaga Internasional, dan PT Agronomic Penshibao. Buana Tani Lembang
Proses produksi bibit Lettuce dan Penanganan Pasca Panen
Proses budidaya lettuce dimulai dari benih. Benih yang digunakan harus mempunyai keseragaman bentuk, permukaan kulitnya bersih, tidak keriput, tidak cacat dan kulitnya berwarna cerah dan harus bebas dari hama dan penyakit. Hal ini dilakukan agar benih yang akan diproduksi hasilnya akan baik. Benih terlebih dahulu dilakukan proses perkecambahan sebelum ditanam pada media pembibitan. Media yang digunakan pada proses perkecambahan yaitu koram, air, larutan atonik sebanyak 1ml/liter air, dan baki semai. Proses perkecambahan yaitu koran dibasahi atau direndam terlebih dahulu menggunakan larutan atonik yang telah dicampur air. Koran yang telah basah digunakan untuk menutup dasar baki dan menjadi media semai. Taburi benih di atas media koran dengan jarak agar masing-masing benih tidak menempel, kemudian masukkan ke
xciv 77
dalam pendingin bersuhu 50 C selama dua malam. Benih tiriskan di dalam ruangan selama satu hari setelah dua malam dalam suhu pendingin. Benih akan keluar kecambah keesokan harinya kurang lebih 3mm dan siap dipindahkan untuk pembibitan. Media pembibitan yang digunakan adalah adalah cocopeat (sabut kelapa), peat (gambut) dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1 serta plastik sebagai wadah. Media pembibitan memerlukan tekstur yang baik, yaitu harus dapat menahan kelembaban, cukup nutrisi serta bebas hama dan penyakit. Arang sekam digunakan sebagai pegangan akar dan perantara larutan nutrisi yang sifatnya porous serta bebas dari hama dan penyakit. Kecambah yang siap untuk pembibitan dipindahkan ke media dengan menggunakan pinset. Media pembibitan disimpan di bend pada ruang pembibitan. Bibit yang telah berumur 3 minggu siap dialokasikan ke petani mitra untuk ditanam. Pembibitan lettuce PT Saung Mirwan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Pembibitan Lettuce PT Saung Mirwan Proses perlakuan pasca panen lettuce di PT Saung Mirwan yaitu dimulai dari pengangkutan hasil panen petani ke bagian packaging. Penerimaan barang dilakukan di bagian packaging, lettuce hasil panen petani sudah dalam keadaan
xcv 78
bersih sehingga tidak perlu pencucian terlebih dahulu. Proses selanjutnya dilakukan proses trimming serta dilakukan sortasi sesuai standard mutu. Proses trimming (Gambar 10) dilakukan dengan cara pembersihan dari kotoran serta dilakukan pembuangan bagian-bagian dari sayuran yang tidak diperlukan dan terlihat rusak. Pembersihan dilakukan sebelum produk dikemas. Pembersihan dilakukan dengan berbagai cara membuang kotoran/sisa obat-obatan yang masih menempel pada saat penyemprotan dengan cara mengelapnya, mencuci bagianbagian tertentu pada sayuran dengan air bersih seperti sayuran daun. Kegiatan sortasi telah ditentukan kriterianya, yaitu (1) buah tidak cacat akibat kerusakan mekanik pada saat pengangkutan, (2) buah tidak terserang hama dan penyakit, (3) bentuknya normal, (4) ukurannya tidak terlalu kecil, dan (5) umur panen tepat. Lettuce grade A dan grade B dilakukan pemisahan antara pada krat boks yang berbeda. Lettuce yang sesuai standard dilakukan proses pengemasan selanjutnya dan kemudian dipasarkan kepada konsumen.
Gambar 10 Proses Trimming dan Sortasi Lettuce di PT Saung Mirwan Produk yang berada di bawah standard dipisahkan dalam satu boks (container) dan disebut Broken Stock (BS) atau tidak layak dijual. Lettuce yang ditolak karena tidak sesuai standard akan dikonsumsi untuk karyawan atau
xcvi 79
dikembalikan ke petani. Gambar 11 menunjukkan tentang perjalanan lettuce dari sejak mulai diterima dari unit pengolahan hingga siap dijual kembali.
Diterima
Lettuce Ditolak
Unit Pengolahan
Konsumen
Untuk Karyawan Kembali ke petani
Gambar 11 Alur Lettuce Pasca Panen di PT Saung Mirwan Proses sortasi yang telah dilakukan pada lettuce grade A segera dilakukan pengemasan menggunakan plastic wrapping (Gambar 12). Lettuce yang dikemas menggunakan wrapping film yang tujuannya adalah untuk menghambat respirasi sayuran dan menambah nilai jual produk. Pembungkusan dengan wrapping film ini akan menyebabkan kondisi di dalam kemasan menjadi hampa udara sehingga sayuran dapat disimpan lebih lama karena respirasi pada produk terhambat. Produk yang telah dikemas disusun di dalam boks (container) dan ditimbang kembali. Lettuce yang telah disusun rapi kemudian diangkut dan dimasukkan kedalam cool room (ruangan pendingin) khusus penyimpanan sayur yang telah dilakukan proses pengemasan, untuk menjaga kesegaran produk. Kegiatan pengemasan dilakukan bersamaan dengan sortasi yaitu setelah lettuce hasil panen petani datang sekitar pukul 08.00-15.00. Jumlah karyawan di bagian sortasi dan pengemasan di Garut berjumlah enam orang wanita. Menggunakan tenaga kerja wanita untuk pengemasan dinilai teliti dan rapi.
xcvii 80
Gambar 12 Proses Pengemasan Lettuce Sistem pengemasan lettuce yang dilakukan oleh PT Saung Mirwan adalah berupa kemasan menggunakan wrapping film dan kemasan menggunakan plastik hijau khusus yang berlabel untuk lettuce yang dirajang atau fresh cut. Sayuran dalam bentuk fresh cut merupakan salah satu bentuk produk sayur yang dikemas dengan bentuk hasil perajangan yang siap untuk dimasak. Perusahaan mengeluarkan produk terbarunya yaitu fresh cut vegetable pada tahun 2004. Produk tersebut diproduksi dengan mengacu pada selera konsumen yang menghendaki sayuran yang aman dikonsumsi, tidak menimbulkan sampah yang berlebihan, dan menghemat waktu tidak perlu memotong. Peralatan pengemasan yang diperlukan adalah wrapping film, cutter, isolasi dan timbangan. Tujuan pengemasan menggunakan wrapping film adalah untuk melindungi produk dari lingkungan (kerusakan fisik dan sinar matahari), meningkatkan nilai ekonomis, meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk yang dipasarkan, menghindari kontaminasi, memudahkan penanganan, memperpanjang daya simpan produk dengan menekan proses respirasi. Proses selanjutnya ketika akan dilakukan pengiriman yaitu pengangkutan lettuce besarta sayuran lainnya ke dalam truck (Gambar 13). Lettuce siap dikirim
xcviii 81
ke Saung Mirwan Bogor pada pukul 15.00 dengan menggunakan truck yang dilengkapi cold storage. Pengiriman sampai di Saung Mirwan Bogor kira-kira pukul 19.00-20.00, produk langsung dilakukan penerimaan di packaging untuk dilakukan proses lebih lanjut. Produk lettuce fresh langsung dikelompokkan sesuai dengan pesanan pelanggan sedangkan lettuce fresh cut akan dilakukan proses perajangan keesokan harinya.
Gambar 13 Pengangkutan ke dalam Mobil Box
5.6.3
Kegiatan Pemasaran Lettuce
Pemasaran merupakan bagian penting perusahaan dalam hasil dan tujuan perusahaan yang diharapkan. Pemasaran terkait dengan persoalan penetapan harga, penentuan penampilan (performance) produk, hingga masalah promosi. Cakupan kegiatan pemasaran tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari divisi pemasaran/sales. Harga jual produk ditetapkan dengan berdasarkan pada perhitungan seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan. Harga yang ditetapkan perusahaan untuk produk lettuce yaitu Rp 7000 – Rp 11,000 /kg, tergantung permintaan. Permintaan masing-masing pelanggan berbeda, untuk itu penetapan harga pun berbeda. Perbedaan permintaan produk biasanya dalam hal kemasan dan tampilan
xcix 82
mutu produk. Faktor-faktor yang dijadikan patokan oleh perusahaan dalam menetapkan harga jual per kilogram lettuce adalah biaya pembelian produk (lettuce fresh) dari petani mitra, biaya trimming, biaya sortasi, biaya pengadaan barang (kemitraan), biaya packing ura, biaya packing pak, transport, sales cost, dan overhead umum. Penetapan biaya pembelian produk dari petani ditetapkan oleh bagian kemitraan dengan menghitung HPP yang ditambah keuntungan. Biaya trimming dan sortasi merupakan biaya tenaga kerja dalam perlakuan trimming dan sortasi. Biaya pengadaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar bagian kemitraan. Biaya transport yaitu biaya untuk transportasi dalam pengambilan produk dari petani dan pengiriman produk ke pelanggan. Biaya packing ura dan pak merupakan biaya yang dikeluarkan untuk material pengemasan. Sales cost merupakan biaya yang dikeluarkan untuk divisi pemasaran. Biaya overhead terdiri atas biaya gaji direktur, serta biaya tak terduga. Cara perusahaan dalam memasarkan produknya, perusahaan dapat mengkomunikasikan produk tersebut kepada pasar dengan cara melakukan kegiatan promosi kepada konsumen serta distributor. Promosi produk dilakukan dengan tenaga penjual atau sales yang bertugas khusus mengenalkan produkproduk perusahaan tersebut yang biasanya dilakukan di swalayan-swalayan. Bentuk promosi perusahaan ada beberapa macam yaitu kunjungan bagian sales ke calon pelanggan, mencari melalui buku telepon atau internet, mengikuti pameran, serta memberi potongan harga. Sistem penjualan yang dilakukan oleh adalah sistem jual putus. Sistem ini memungkinkan perusahaan untuk menolak pengembalian produk yang telah
83c
diterima oleh konsumen. Pengiriman produk sesuai dengan permintaan konsumen akan dikirim tepat waktu oleh bagian distribusi. Ketika dilakukan pengiriman barang, konsumen dapat memeriksa dan melakukan sortasi di tempat terhadap produk tersebut dan dapat menolak bila tidak sesuai pesanan. Akan tetapi apabila setelah transaksi terjadi, maka konsumen tidak dapat mengembalikan produk tersebut kepada pihak PT Saung Mirwan. Sistem ini diambil karena sifat produk berupa sayuran yang mudah rusak, sehingga barang yang sudah tidak layak atau rusak tidak mungkin dikembalikan kepihak produsen. Kontrak pada penjualan sayuran hanya sebatas kontrak jangka pendek yaitu pemesanan seminggu sebelumnya. Pemesanan dilakukan secara kontinyu setiap satu minggu sekali atau yang disebut standing order. Order yang diberlakukan oleh PT Saung Mirwan adalah order jangka pendek dengan pertimbangan bahwa kapasitas produksi perusahaan belum dilakukan secara besar-besaran. Sistem pembayaran atas adanya kontrak kerjasama dilakukan seminggu sekali pada saat dilakukan standing order yang disepakati untuk minggu berikutnya. Alat pembayaran yang digunakan adalah cek giro yang dikirim melalui rekening bank, sedangkan untuk pembayaran atas penjualan dari para pemasok seperti mitra tani, mitra beli dan lainnya dilakukan secara tunai. Pengiriman lettuce dilakukan bersamaan dengan sayuran lainnya yaitu setiap hari pada pagi hari dimulai pukul 02.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Pengiriman sayuran dengan menggunakan truk sarana transportasi yang dimiliki perusahaan dengan tujuan ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Pengiriman dilakukan setiap hari kecuali hari minggu yang dimulai pukul 02.00 WIB. Pengiriman untuk daerah Bogor dilakukan pada pukul 07.00 WIB. Sarana
ci 84
transportasi tersebut berupa truck berwarna putih yang dilengkapi cold storage dan bergambar logo perusahaan. Sarana distribusi yang menunjang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam perluasan pasar. Jumlah sarana distribusi yang dimiliki yaitu sebelas unit truck. Gambar truck transportasi PT Saung Mirwan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Truck Transportasi dengan Cold Storage PT Saung Mirwan Pelanggan PT Saung Mirwan sebagian besar adalah retail (supermarket) dan restoran yang tersebar di wilayah Jabotabek, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, Lampung, Surabaya, Bali, Makasar. Permintaan tertinggi yaitu dari Supermarket, untuk pelanggan retail (supermarket) diantaranya adalah
Hero,
Matahari, Superindo, Diamond, Club The Store (CTS), Carrefour, Sogo, Ranch Market, Papaya, Kamome, Cosmo, Hari-Hari, dan Yogya. Pelanggan restoran yaitu Mc Donald Indonesia yang berlokasi di Jakarta. Pemasaran lettuce pada Supermarket Hero yang dituju yaitu pusat distridutor Hero di Cibitung. Matahari tersebar di beberapa tempat yaitu Cilandak, Karawaci, Tanggerang, dan Ekalokasari. Penyaluran untuk Superindo hanya pusat yang dituju yaitu Superindo Kelapa Gading. Lokasi Diamond yang dituju yaitu Fatmawati, Cikoko, dan Makassar. Pusat Sogo yang dituju berlokasi di Thamrin.
cii 85
Club The Store pelanggan lettuce berlokasi di Sudirman, Artha Gading, dan Medan. Lokasi Ranch Market yaitu di Pejaten, Kebon Jeruk, dan Pondok Indah Mall. Pemasaran Carrefour yang dituju yaitu Cempaka Mas, MT Haryono, Lebak Bulus, dan Rasuna Said. Lokasi Hari-Hari yaitu Fatmawati, Lokasari, Roxy, dan Kali Deres. Permintaan untuk daerah Bali hanya sedikit dan tidak kontinyu. Daftar customer sayuran dan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Daftar Pelanggan Lettuce di PT Saung Mirwan No 1
Hero
Pelanggan
2
Matahari
3 4 5 6 7
Superindo (SPI) Diamond Sogo Club The Store Ranch Market
8
Carrefour
9 10 11 12
Cosmo Papaya KFC dan Mc Donald Kamome
13
Hari-Hari
14 Supplier Adib dan DIF Nusantara Sumber: PT Saung Mirwan, 2008
Lokasi Cibitung Cilandak, Karawaci, Tanggerang, Ekalokasari Kelapa Gading Fatmawati, Cikoko, Makasar Thamrin Sudirman, Artha Gading, Medan Pejaten, Kebon Jeruk, PIM Cempaka Mas, MT. Haryono, Lebak Bulus, Rasuna Said Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Fatmawati, Lokasari, Roxy, Kali Deres, Cibubur Bali
ciii
BAB VI PELAKSANAAN KEMITRAAN
6.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Garut, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang memiliki luas wilayah administratif sebesar 306,519 Ha (3,066.88 km²). Lokasi umum Kabupaten Garut berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten Tasikmalaya di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung di barat. Karakteristik topografi Kabupaten Garut sebelah Utara, Timur, dan Barat merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan. Kabupaten Garut sebelah Selatan sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 1000-1500 m dpl terdapat di kecamatan Cikajang, Cisurupan dan Pamulihan. Wilayah yang berada pada ketinggian 500-1000 m dpl terdapat di Kecamatan Pakenjeng, Banjarwangi, dan Malangbong. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 m dpl terdapat di Kecamatan Cisompet, Cikelet, Cibalong dan Bungbulang. Wilayah yang terletak di daratan rendah yaitu pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di Kecamatan Mekarmukti, Cisewu dan Pameungpeuk. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2,589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling
civ 87
daerah pegunungan mencapai 3,500-4,000 mm. Jenis tanah yang terdapat diwilayah Garut yaitu Alluvial, Podsolik, Andosol, Latosol, Mediteran, dan Regosol. Penyebaran jenis tanah tersebut sangat terkait dengan kegiatan budidaya yang akan dilakukan. Batuan penyusun dataran antar gunung Garut secara umum didominasi oleh material volkaniklasik berupa alluvium berupa pasir, kerakal, kerikil, dan lumpur. Jenis tanah komplek podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian yang paling luas terutama di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara didominasi tanah andosol yang memberikan peluang terhadap potensi usaha sayuran. Berdasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan. Penggunaan lahan di Garut Selatan didominasi oleh kegiatan perkebunan dan hutan. Sarana dan prasarana yang dimiliki Kabupaten Garut antara lain prasarana pengairan, sarana transportasi dan pengangkutan, jalur transportasi, sarana perekonomian, sarana sosial budaya untuk pendidikan, sarana pariwisata, dan sarana kesehatan. Sarana perhubungan darat sebagai jalur transportasi merupakan sarana pendukung untuk aktifitas perekonomian Garut. Jalur transportasi darat yang ada ddi Kabupaten Garut adalah jalan dan kereta api. Jaringan jalan di wilayah utara Garut lebih padat dibandingkan pada wilayah selatan. Sarana perhubungan lainnya adalah satu buah terminal bus dan non bus, serta 11 buah sub terminal. Sarana perekonomian merupakan sarana yang sangat mendukung terhadap kemajuan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Sarana perekonomian yang
cv 88
mendukung yaitu pasar, lembaga perbankan, koperasi, serta kantor pos dan giro. Terdapat beberapa pasar yang dikelola oleh Dinas Pengelola Pasar Kabupaten Garut dan juga pasar yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Lembaga perbankan yang terdapat di Kabupaten Garut yaitu bank pemerintah dan bank swasta. Jumlah koperasi yang tercatat yaitu 1,117 yang tersebar di 40 kecamatan. Kabupaten Garut memiliki satu buah kantor pos dan giro dengan 19 buah kantor pos pembantu serta sembilan stasiun sentral telepon. Sarana dan prasarana kesehatan yang dimiliki yaitu dua unit rumah sakit, 62 unit puskesmas, serta 117 puskesmas pembantu. Sarana peribadatan yang dimiliki yaitu 4,128 masjid, 3,069 unit mushola, lima unit gereja dan satu unit vihara. Sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Garut yaitu TK 107 unit, SD 1,689 unit, SLTP 136 unit, MTs 134 unit, SLTA 47 unit, 34 unit SMK, serta 5 buah perguruan tinggi. Jumlah penduduk Kabupaten Garut pada Tahun 2005 adalah 2,239,091 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1.58 persen mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tahun 2010 LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) diestimasi sebesar 1.57 persen (SCBD) yang merupakan proyeksi hasil ekstrapolasi atas LPP yang tercatat BPS dalam 4 kali. Berdasarkan komposisi jumlah penduduk Kabupaten Garut tahun 2006 menunjukan bahwa jumlah terbesar yaitu rasio usia 05-09 tahun dengan jumlah 264,189 jiwa. Jumlah penduduk termasuk usia muda yaitu berusia 0-14 tahun sebesar 773,356 jiwa, jumlah usia kerja yaitu 15-64 tahun berjumlah 1,396,716 serta jumlah usia lanjut yaitu 65 tahun keatas sebesar 105,001. Jumlah penduduk Kabupaten Garut berdasarkan kelompok umur secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.
cvi 89
Tabel 11 Jumlah Penduduk Kabupaten Garut Menurut Kelompok Umur Tahun 2006 Kelompok Umur Laki-laki Perempuan 00-04 134,839 127,479 05-09 136,358 127,831 10-14 126,375 120,376 15-19 113,073 106,063 20-24 112,453 109,984 25-29 97,182 92,953 30-34 87,320 86,319 35-39 75,063 75,119 40-44 68,391 65,176 45-49 51,115 49,088 50-54 44,075 42,275 55-59 29,416 29,905 60-64 31,124 30,622 65-69 17,216 19,019 70-74 16,911 17,978 75+ 16,343 17,534 Jumlah Total 1,157,252 1,117,721 Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut, 2008.
Jumlah 262,318 264,189 246,749 219136 222,437 190,135 173,639 150,182 133,567 100,203 86,350 59,321 61,746 36,235 34,889 33,877 2,274,973
Berdasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan. Sub sektor tanaman pangan masih menunjukkan peran sebagai salah satu sub sektor yang berperan dalam perekonomian, sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut. Kemudian disusul dengan sub sektor perkebunan besar, sedangkan sub sektor peternakan, perikanan, perkebunan rakyat, dan kehutanan hanya penujang. Penggunaan lahan di Kabupaten Garut adalah untuk perkampungan dan usaha baik pertanian maupun non pertanian (Tabel 12). Pemanfaatan untuk pertanian tanaman cukup besar yaitu mencakup persawahan, tegalan semusim, dan kebun campur. Penggunaan lahan untuk hutan pun masih besar karena di Kabupaten Garut terdapat gunung yang berkawasan hutan. Penggunaan lahan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12.
cvii 90
Tabel 12 Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut Penggunaan Lahan Perkampungan Industri Pertambangan Pesawahan Tegalan kering/semusim Kebun Campuran Perkebunan Padang, semak Hutan Perairan Darat Lain-lain Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut, 2008 (Diolah)
Jumlah (Ha) 39,513 41 200 49,455 51,146 56,124 26,825 7,005 71,265 2,038 2,907
Jumlah penggunaan lahan pada sub sektor tanaman pangan yaitu untuk persawahan sebesar 49,455, tegalan semusim 51,146, dan kebun campur sebesar 56,124 (Lampiran 5). Pengusahaan persawahan terluas yaitu pada Kecamatan Bungbulang seluas 3,669. Tegalan semusim terluas yaitu pada Kecamatan Cisewu dengan luas sebesar 8,962. Kecamatan yang menggunakan lahan kebun campur terluas yaitu sebesar 5,990. Kabupaten Garut sangat potensial untuk pengembangan berbagai jenis tanaman palawija diantaranya seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan ubi jalar. Komoditas hortikultura yang utama adalah kentang, kubis, cabai, tomat dan sayuran lainnya yang banyak dijumpai di dataran tinggi misalnya Kecamatan Cikajang, Cisurupan, dan Samarang.
6.3.2
Karakteristik Petani Lettuce Responden
Petani lettuce responden kelompok mitra dan non mitra banyak tersebar di kecamatan Cisurupan dan Cikajang. Tanaman lettuce membutuhkan udara dingin yaitu pada daerah dataran tinggi, sehingga Kecamatan Cisurupan dan Cikajang sangat cocok sebagai penanaman lettuce. Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari petani.
cviii 91
Kinerja petani sebagai pengelola akan mempengaruhi hasil usahatani. Karakteristik petani responden yang akan dikaji meliputi pengelompokkan petani berdasarkan umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pendapatan dan produktivitas. Umur petani responden
Petani mitra dan non mitra pada umumnya berumur 30 tahun ke atas. Berdasarkan Tabel 13, jumlah petani mitra responden terbesar yaitu pada kisaran umur 46-50 tahun sebesar 25 persen. Petani Mitra yang termasuk pada golongan usia yang produktif, yaitu antara 25 sampai dengan 50 tahun sebesar 90 persen. Petani responden mitra yang berusia lanjut, yaitu yang berusia di atas 50 tahun terdiri dari dua orang petani (10 %). Sebagian kecil petani mitra berusia lanjut tersebut mengikuti kemitraan tertarik pada kemudahan yang diberikan PT Saung Mirwan dalam membudidayakan lettuce. Jumlah petani non mitra seluruhnya (100 %) pada kisaran 30-50 tahun yang berada pada usia produktif. Persentase terbesar 80 persen terdapat pada usia mapan dalam suatu yaitu 36-45 tahun. Kisaran usia produktif memungkinkan petani non mitra dalam meluaskan pasarnya. Oleh karena itu petani non mitra dapat mengembangkan usahanya dengan tidak bergantung kepada salah satu perusahaan atau jalinan kerjasama sejenis kemitraan atau lainnya. Tabel 13 Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur(Tahun) 25-30 31-35 36-40 41-45 46-50 >51 Jumlah
Petani Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 2 10 4 20 3 15 4 20 5 25 2 10 20 100
Petani Non Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 4 10 2 40 3 40 1 10 10 100
cix 92
Tingkat pendidikan petani responden
Tingkat pendidikan formal petani mitra responden umumnya masih dapat dikatakan rendah. Responden petani mitra beberapa diantaranya berumur sekitar 30 tahun dan berpendidikan terakhir SD. Hal tersebut bertentangan dengan program pemerintah di periode tahun 90an adalah mencanangkan pentingnya pendidikan serta wajib belajar minimal sampai jenjang SMU. Walaupun demikian ada pula petani mitra responden yang berpendidikan sampai jenjang perguruan tinggi, salah satunya pernah menjalani pendidikan di IPB. Tabel 14 Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jenjang Pendidikan SD SMP SMU D3 Perguruan Tinggi (S1) Jumlah
Petani Mitra Jumlah Persentase (%) (orang) 6 30 9 45 4 20 1 5 20 100
Petani Non Mitra Jumlah Persentase (orang) (%) 2 20 4 40 3 30 1 10 10 100
Berdasarkan Tabel 14, petani responden mitra tertinggi sebanyak 45 persen berpendidikan SMP/sederajat, sedangkan non mitra sebanyak 40 persen berpendidikan SMU. Tingkat pendidikan petani non mitra rata-rata lebih tinggi dari petani mitra. Pendidikan petani non mitra terendah adalah tingkat SMP dengan jumlah 20 persen, sedangkan petani mitra masih ada yang hanya berpendidikan sebatas SD dengan persentase yang cukup besar yaitu 35 persen. Jumlah dan persentase petani yang berpendidikan sampai jenjang perguruan tinggi lebih besar petani non mitra, yaitu 5 persen untuk pertani mitra dan 40 persen petani non mitra.
cx 93
Luas lahan petani responden
Luas lahan yang dikelola para petani responden berupa lahan milik pribadi, sewa dari orang lain, maupun kombinasi milik pribadi dan sewa. Pembayaran sewa lahan yang dilakukan petani responden berupa pembayaran tunai per tahun. Petani selain menanam lettuce umumnya juga menanam komoditas lain, sehingga bagi petani yang memiliki lahan sempit tidak mencukupi. Oleh karena itu petani perlu menambah luasan lahan garapan yaitu dengan cara melakukan sewa. Luasan lahan yang digarap untuk komoditas pertanian baik petani mitra maupun non mitra berkisar dari 1,000m2-60,000m2. Tabel 15 Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Luas Lahan (ha) 0.1-0.25 0.25-0.5 >0.5 Jumlah
Petani Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 11 55 6 30 3 15 20 100
Petani Non Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 1 10 2 20 7 70 10 100
Dilihat dari luas lahan pun petani non mitra lebih besar dalam pengelolaan lahan untuk usahatani. Berdasarkan Tabel 15 pengelolaan lahan petani mitra terbanyak pada kisaran 0.1-0.25 ha yaitu sebayak 55 persen, dan pengelolaan lahan lebih dari 0.5 ha hanya 15 persen atau berjumlah tiga orang. Pengelolaan lahan petani non mitra umumnya dengan luasan yang besar yaitu lebih dari 0.5 ha sebanyak 70 persen dan pengelolaan luasan lahan terendah yaitu antara 1.0-0.25 ha sebanyak 20 orang. Skala pengusahaan lettuce petani responden dapat dibedakan berdasarkan luasan lahan yang diusahakan. Berdasarkan Tabel 16 luas lahan lettuce petani responden non mitra lebih besar dari petani mitra. Tujuh puluh persen petani non
cxi 94
mitra mengusahakan lettuce dengan luas lahan 0.25-0.5 hektar, sedangkan petani mitra 90 persen mengusahakan dengan luas lahan dibawah 0.1 hektar. Petani mitra tidak ada yang menanam lettuce pada luasan lebih dari 0.25 hektar. Hal tersebut terjadi karena adanya pembatasan luasan lahan dalam penanaman lettuce, sehingga petani mitra tidak dapat menanam dengan skala besar. Tabel 16 Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Lettuce Luas Lahan (ha) <0.1 0.1-0.25 0.25-0.5 >0.5 Jumlah
Petani Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 19 95 1 5 20 100
Petani Non Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 3 30 7 70 10 100
Pendapatan petani responden
Umumnya pendapatan petani responden tidak hanya berasal dari menanam lettuce, tetapi menanam komoditas lain. Pendapatan responden diantaranya berasal dari usaha bidang usahatani dan non usahatani. Sumber pendapatan usahatani dan non usahatani tersebut diantaranya usaha perikanan, menyewakan lahan, buruh tani, dan buruh pabrik. Tabel 17 Petani Responden Berdasarkan Pendapatan Pendapatan (Rp) <1,000,000 1,100,000 – 2,500,000 2,600,000 – 5,000,000 >5,000,000 Jumlah
Petani Mitra Jumlah Persentase (orang) (%) 14 70 6 30 20 100
Petani Non Mitra Jumlah Persentase (orang) (%) 2 20 4 40 3 30 1 10 10 100
Berdasarkan Tabel 17, perbandingan pendapatan rumah tangga pada petani responden terdapat perbedaan yang signifikan. Jumlah persentase terbesar 70
cxii 95
persen petani mitra terdapat pada kisaran pendapatan dibawah Rp 1,000,000. Petani mitra responden lainnya sebesar 30 persen berpendapatan antara Rp 1,100,000-2,500,000. Petani non mitra sebagian besar berpendapatan antara Rp 1,100,000-2,500,000 sebanyak 40 persen. Persentase petani non mitra pada kisaran pendapatan antara Rp 2,6000,000-5,000,000 sebanyak 30 persen, serta ada pula petani non mitra berpendapatan tinggi yaitu lebih dari Rp 5,000,000. Petani berpendapatan tinggi menjadi kurang tertarik mengikuti kemitraan karena menganggap dengan berdiri sendiri sudah mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Produktivitas Petani Responden
Produktivitas lettuce petani responden dihitung berdasarkan produksi lettuce per luas lahan. Produktivitas yang tinggi akan berdampak pada pendapatan usahatani lettuce yang tinggi pula. Oleh karena itu tingkat efisiensi usahatani dapat juga diukur dengan nilai produktivitas. Tabel 18 Petani Responden Berdasarkan Produktivitas Lettuce Produktivitas (kg/m) 1-1.25 1.26-1.5 1.51-2.00 2.01-2.25 >2.25 Jumlah
Petani Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 3 15 3 15 4 20 7 35 3 15 20 100
Petani Non Mitra Jumlah (orang) Persentase (%) 4 40 6 60 100
Tujuan dibentuk kemitraan yaitu untuk meningkatkan produktivitas petani melalui teknologi tepat guna. Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa produktivitas petani mitra cenderung lebih besar dibandingkan non mitra. Petani mitra sebanyak 70 persen dengan produktivitas lebih dari 1.5 kg/ha, sedangkan petani non mitra sebagian besar yaitu 60 persen berkisar 1.26-1.5 kg/ha. Petani non mitra
cxiii 96
cenderung rendah dilihat dari nilai produktivitas tidak ada yang mencapai lebih dari 1.5 kg/ha. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa kemitraan dapat meningkatkan produktivitas usahatani lettuce.
6.3.2
Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan Lettuce
Pola kemitraan PT Saung Mirwan mulai diterapkan tahun 1990 dengan jumlah mitra tani yang semakin berkembang. Awalnya kemitraan dimulai dengan petani kecil berjumlah 20 orang yang menanam secara konvensional di wilayah Desa Sukamanah, kemudian menyebar sampai ke daerah Cipanas, Bandung, dan Garut. Jumlah petani saat ini berkembang hingga 300-400 petani mitra yang menanam komoditas beragam jenis. Kemitraan lettuce di Garut mulai dikembangkan tahun 2001 dengan jumlah petani awalnya 16 orang. Pola kemitraan yang diterapkan PT Saung Mirwan dengan petani mitra dikategorikan ke dalam pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). PT Saung Mirwan sebagai pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani mitra menyediakan lahan, tenaga kerja dan sarana. Berdasarkan jangka waktu dikategorikan dalam kemitraan jangka panjang. Kemitraan dilakukan dalam waktu panjang dan terus-menerus dengan perjanjian tertulis. Program kemitraan termasuk tipe sinergis dan saling menguntungkan. Pelaksanaan kemitraan telah dijalankan menunjukkan kerja sama usaha yang saling menguntungkan dan saling memperkuat serta menjadikan kerja sama bisnis menjadi berkesinambungan. Sinergi yang menguntungkan diantaranya dalam bentuk petani menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan menyediakan saprotan, bimbingan teknis, dan penjaminan pasar.
cxiv 97
Jumlah komoditas yang berhasil dibudidayakan petani mitra saat ini semakin bertambah, kira-kira sudah 15 jenis komoditas yang dikembangkan. Komoditas yang dimitrakan antara lain edamame, lettuce head, lettuce romaine, selada keriting, buncis mini, timun jepang, terung jepang, kabocha, pakcoy baby, pakcoy hijau, kapri manis, kailan baby, okra, daun bawang dan zuchini baby. Permintaan sayuran terbesar di PT Saung Mirwan yaitu edamame dan lettuce head, sehingga petani mitra lebih dikhususkan untuk menanam edamame dan lettuce head. Penanaman edamame dipusatkan di Gadog sedangkan Lettuce head di Garut, karena pertimbangan kecocokan iklim dan tanah. Pertimbangan perusahaan mengembangkan kemitraan dengan petani antara lain yaitu ketersediaan sumber daya lahan dan modal yang terbatas, serta permintaan pasar yang tinggi terhadap jenis sayuran tertentu. PT Saung Mirwan secara terbuka mentransformasikan pengalamannya kepada petani kecil untuk kemajuan bidang pertanian. Pengusahaan sayuran melalui pola kemitraan ini dapat menciptakan beberapa keuntungan, antara lain mampu menyerap tenaga kerja baik di tingkat usahatani maupun tingkat pengolahan, memantapkan usaha peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani. Struktur organisasi PT Saung Mirwan menempatkan kemitraan secara umum berada di bawah wakil direktur komersial. Kemitraan dipimpin oleh seorang
manajer
kemitraan
yang
bertanggung
jawab
mengelola
dan
mengembangkan pola kemitraan yang telah dirintis dari tahun 1990 sesuai dengan misi PT Saung Mirwan. Manajer kemitraan membagi tanggung jawabnya kepada tiga kepala seksi (Kasi) yaitu Kasi kemitraan Gadog, Kasi kemitraan Garut, dan Kasi kemitraan Lembang. Adapun tugas-tugas manajer kemitraan adalah:
cxv 98
1 Merencanakan pola tanam petani 2 Mengatur jadwal kunjungan penyuluh 3 Menyelesaikan permasalahan yang ada di kemitraan (mitra tani) apabila tidak dapat diselesaikan oleh penyuluh 4 Mengkontrol kemitraan daerah Garut dan Lembang (Bandung), minimal dua kali dalam satu bulan. 5 Melakukan negosiasi dengan bagian sales 6 Mempertanggung jawabkan kinerjanya dalam rapat koordinasi, rapat bulanan, dan rapat paripurna. Berdasarkan tugas-tugas tertulis manajer kemitraan terdapat koordinasi kamitraan dengan bagian sales (pemasaran). Bagian sales adalah bagian yang bertugas membuat peramalan permintaan sayuran di PT Saung Mirwan. Bagian sales akan mengajukan target produksi untuk produk yang dimitrakan kepada manajer kemitraan agar dilakukan perencanaan produksi per minggu. Manajer kemitraan mengatur produksi dengan cara merencanakan pola tanam petani untuk mengalokasikan jumlah penanaman berdasarkan target produksi. Prosedur bergabung untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan diatur oleh manajer kemitraan dengan persyaratan mengisi formulir perjanjian kemitraan. Petani yang ingin bergabung dengan kemitraan PT Saung Mirwan dapat mengajukan diri dengan cara melakukan pendaftaran dan mengisi formulir perjanjian kemitraan. Petani dapat menghubungi pihak penyuluh untuk mengajukan permohonannya. Pihak penyuluh akan memberikan data petani tersebut yang kemudian surat perjanjian akan ditandatangani untuk disahkan manajer kemitraan.
cxvi 99
Perjanjian kemitraan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Keterikatan petani dengan PT Saung Mirwan berakhir saat salah satu pihak mengakhiri kerjasama. Kerjasama dapat berakhir misalnya saat pihak perusahaan mengakhiri karena terjadi masalah atau pihak petani mengundurkan diri dari program kemitraan tersebut. Petani yang sudah resmi menjadi mitra dan akan melakukan penanaman diwajibkan melakukan pendaftaran terlebih dahulu kepada penyuluh atau langsung kepada manajer kemitraan. Bagian kemitraan akan mengatur alokasi penanaman kepada petani mitra yang dalam status aktif menanam peroduk kemitraan. Petani mitra sebelumnya sudah mendaftar akan menjadi prioritas dalam penanaman lettuce. Pendaftaran ulang petani mitra tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam program tanam dan alokasi bibit. Daftar petani akan menjadi pertimbangan pihak perusahaan untuk mengalokasikan penanaman. Alokasi penanaman akan diprioritaskan untuk petani yang selalu berhasil dalam budidayanya. Petani yang gagal dalam budidaya akan menjadi daftar tunggu agar belajar terlebih dahulu dari kegagalannya. Petani yang telah disetujui melakukan penanaman akan diberikan bibit sesuai jumlah pengajuannya. Komoditas lettuce merupakan komoditas yang diminati petani mitra untuk melakukan budidaya. Permintaan lettuce yang tinggi setiap minggunya membuat petani dapat menanam dengan luasan lebih dibandingkan komoditas lain. Budidaya lettuce menurut penilaian petani mitra juga dapat mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi dibanding komoditas lain, karena harga proses budidaya yang terhitung mudah dengan waktu yang singkat. Petani mitra yang
cxvii 100
sedang tidak aktif menanam lettuce akan menanam komoditas lain sebagai pergiliran pola tanam. Petani mitra juga dapat melakukan budidaya lebih dari satu komoditas sebagai tumpang sari atau sebagai pemanfaatan lahan. Pelaksanaan kemitraan lettuce akan dijelaskan dengan menjabarkan kontrak perjanjian, pelayanan bantuan budidaya oleh penyuluh PT Saung Mirwan, mekanisme suplai bibit, serta sistem panen dan pembayaran hasil panen. a. Kontrak Perjanjian Kemitraan
Mekanisme pola kemitraan PT Saung Mirwan dengan petani dibuat berdasarkan perjanjian kemitraan. Surat perjanjian kemitraan didalamnya terkandung aspek-aspek berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra, dan pasal-pasal yang memuat luas areal tanam petani, lokasi atau daerah penanaman. Surat perjanjian tersebut di dalamnya juga mencakup kesepakatan tanam komoditas serta kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh perusahaan maupun petani. Contoh surat perjanjian kemitraan dapat dilihat pada Lampiran 6. Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan dan petani mitra adalah sebagai berikut yaitu menyusun program semua lahan yang mau dimitrakan, membantu teknis budidaya, membeli semua produk yang dihasilkan oleh pihak kedua (petani mitra) yang memenuhi standard kualitas yang ditentukan pihak pertama (PT Saung Mirwan). Kewajiban petani sebagai mitra antara lain membayar kebutuhan benih sesuai dengan kebutuhan lahan, membiayai biaya operasional, menyediakan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan, mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya, mengikuti program tanam dan panen yang ditentukan pihak perusahaan, menjual seluruh hasil
cxviii 101
produksi yang memenuhi standard kualitas yang ditentukan kepada pihak pertama. Berdasarkan penilaian petani pelaksanaan kemitraan masih belum sepenuhnya sesuai dengan kontrak perjanjian. Ketidaksesuaian terletak pada pasal 3 mengenai kualitas, yaitu tidak konsistennya perusahaan dalam penentuan standar kualitas. Standar kualitas tinggi diterapkan ketika produksi melimpah, tetapi ketika kekurangan produksi standar kualitas lebih rendah. Hal tersebut sebenarnya tidak merugikan kedua belah pihak. Pihak petani masih dapat menjual produknya dengan harga yang layak pada saat standar kualitas menjadi lebih tinggi. Pihak perusahaan ketika produksi rendah masih mendapatkan produk walaupun produk yang dihasilkan petani berkualitas rendah. b. Pelayanan bantuan budidaya oleh penyuluh PT Saung Mirwan
PT Saung Mirwan memberikan bantuan budidaya kepada petani mitra melalui penyuluh perusahaan. Penyuluh kemitraan bertugas mengawasi kegiatan budidaya petani mitra dengan kunjungan rutin yang telah dijadwalkan oleh manajer kemitraan. Kunjungan rutin penyuluh dilakukan mulai dari pencarian lahan sampai dengan panen dengan frekuensi kunjungan sebanyak 7-9 kali. Petugas penyuluh mengontrol proses budidaya lettuce dalam hal perawatan, mencari solusi penanggulangan HPT, serta memberikan informasi penggunaan saprotan yang tepat. Jumlah penyuluh yang dimiliki perusahaan di Saung Mirwan Gadog sebanyak 2 orang dan di Garut sebanyak 3 orang. Jumlah tersebut dirasakan masih kurang karena ada petani mitra yang mendapat kunjungan pengawasan hanya dua kali dalam satu musim tanam. Frekuensi kunjungan penyuluh cenderung rendah
cxix 102
dan belum merata antar petani mitra. Berdasarkan Tabel 19 frekuensi kunjungan penyuluh kurang dari tiga kali dirasakan oleh delapan orang petani mitra responden. Petani mitra ada pula yang secara intensif mendapatkan kunjungan lebih dari 15 kali dalam satu musim tanam. Tabel 19 Frekuensi Kunjungan Penyuluh pada Petani Mitra Responden Frekuensi Kunjungan Penyuluh <3 4-8 9-12 13-15 >15 Jumlah
Jumlah Petani Mitra (orang) 8 9 1 1 1 20
Kunjungan penyuluh dirasakan penting karena petani dan pihak perusahaan dapat bersama-sama memberikan perawatan secara intensif pada tanaman lettuce. Perawatan tanaman lettuce yang intensif akan berdampak pada perolehan hasil panen serta produktivitas lettuce. Hasil produksi lettuce yang besar sangat penting bagi petani dan juga perusahaan sebagai pemenuhan permintaan konsumen. c. Mekanisme suplai bibit kepada petani mitra
Benih lettuce merupakan salah satu benih yang sulit dalam pengadaannya. Keperluan benih untuk penanaman lettuce petani di suplai oleh perusahaan dalam bentuk bibit. PT Saung Mirwan memiliki teknik serta sarana teknologi yang mendukung dalam proses pembibitan. Pembibitan yang dilakukan perusahaan memudahkan petani dalam penanaman. Kemudahan pembibitan dirasa penting karena sangat sulit dan membutuhkan ketelitian serta peralatan lengkap dalam melakukan pembibitan. Petani mitra dapat menghemat waktu, tenaga dan juga petani tidak harus menanggung kegagalan dalam proses pembibitan.
cxx 103
Petani mitra mendapatkan bibit dalam bentuk pinjaman. Harga bibit lettuce per pohon yaitu Rp 110. Pinjaman bibit tersebut akan dihitung dalam rupiah yang dibayar oleh petani dengan cara potong panen. Uang hasil penjualan lettuce akan dipotong sebesar biaya pinjaman bibit. Pemotongan hasil panen dilakukan oleh pihak perusahaan sehingga petani langsung menerima pendapatan bersih setelah dipotong pinjaman bibit. Perusahaan memberikan kebijakan pelunasan pinjaman bibit dilakukan dengan pembayaran secara bertahap apabila terjadi kegagalan panen pada petani. Petani mitra sebelumnya harus melaporkan terlebih dahulu kebutuhan bibit yang akan ditanam. Pemberian bibit kepada petani mitra dibatasi jumlahnya, yaitu maksimum sebanyak 8000 pohon. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi gagal panen. Alokasi jumlah bibit yang besar kepada seorang petani, akan merugikan PT Saung mirwan apabila terjadi gagal panen. Pihak perusahaan akan mengalami kekurangan produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu jumlah bibit dialokasikan dengan sebaik-baiknya dan perhitungan tertentu serta ditetapkan batas jumlah maksimum kepada petani mitra. Penyaluran bibit menurut sebagian besar petani mitra responden dinilai sudah baik. Penilaian tersebut tidak seratus persen petani mitra responden yang menjawab baik. Petani mitra responden masih ada yang menjawab kurang baik, sehingga mekanisme penyaluran bibit perlu dibenahi atau diperbaiki. d. Sistem panen dan pembayaran hasil panen
Jadwal tanam lettuce telah direncanakan terlebih dahulu oleh manajer kemitraan, sehingga kegiatan panen akan sesuai jadwal. Apabila telah memasuki minggu panen, penyuluh akan berkunjung ke petani untuk memastikan hari panen.
cxxi 104
Petani juga dapat menghubungi pihak perusahaan untuk memberitahukan bahwa pada hari tertentu mereka akan melakukan panen. Penjadwalan tanam lettuce untuk petani mitra akan memudahkan PT Saung Mirwan dalam memenuhi permintaan pelanggan. Pihak perusahaan akan menyediakan armada angkutan untuk mengangkut hasil panen petani mitra. Mobil angkutan hasil panen akan siap sedia, jika sebelumnya petani mitra memberitahu pihak perusahaan bahwa hari tertentu akan dilakukan pemanenan. Apabila lokasi penanaman lettuce tidak jauh atau di sekitar perusahaan, petani dapat mengantar sendiri hasil panen langsung ke PT Saung Mirwan. Petani mitra tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu di lokasi penanaman, sehingga penyortiran dilakukan oleh pihak perusahaan. Lettuce hasil panen petani mitra segera diangkut ke PT Saung Mirwan untuk dilakukan proses pasca panen. Pada proses sortir lettuce yang termasuk kriteria berdasarkan standar kualitas yang telah ditetapkan akan diterima oleh PT Saung Mirwan. Grade atau standar kualitas lettuce ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Penetapan harga pun dilakukan oleh perusahaan, berdasarkan analisis usahatani lettuce yang dibuat oleh manajer kemitraan dengan membuat rentang harga. Rentang penetapan harga yang dibuat oleh manajer kemitraan untuk grade A Rp 2,750-3,500/kg dan grade B Rp 2,000-2,500/kg. Harga yang ditetapkan ketika produksi bagus relatif lebih tinggi dibanding ketika produksi kurang bagus, tetapi harga tersebut masih dalam rentang yang telah ditentukan. Rencana perubahan harga langsung diinformasikan kepada petani satu minggu sebelum perubahan harga ditetapkan.
cxxii 105
Harga yang ditetapkan saat penelitian yaitu grade A Rp 3,250/kg, dan grade B Rp 2,250/kg. Lettuce yang tidak masuk ke dalam kriteria akan dikembalikan kepada petani. Lettuce yang telah dikembalikan biasanya dikonsumsi oleh petani atau apabila rusak akan dimanfaatkan sebagai pakan ikan bagi petani yang memiliki usaha budidaya ikan air tawar. Pembayaran hasil panen petani akan dilakukan dua minggu setelah panen. Pihak perusahaan akan membayar hasil panen sesuai dengan jumlah lettuce yang masuk ke PT Saung Mirwan setelah penyortiran. Jumlah produk petani yang masuk dalam grade A dan grade B akan dikalikan dengan harga, kemudian dipotong jumlah bibit yang harus dibayar pada pihak perusahaan. Berdasarkan penilaian terhadap sistem pembayaran hasil panen pada Tabel 22 terdapat 40 persen petani mitra menilai kurang baik Sistem pembayaran dua minggu setelah panen dirasa memberatkan sebagian petani mitra. Mereka mengharapkan pihak PT Saung Mirwan dapat membayar hasil panen satu minggu setelah panen. Hal tersebut diharapkan oleh petani berpenghasilan rendah agar uang hasil panen dapat segera dipergunakan untuk melakukan penanaman atau digunakan untuk keperluan lainnya.
6.3.2
Alasan-alasan Petani Bermitra
Tujuan petani menjadi mitra adalah untuk meningkatkan pendapatan. Harapan petani mengikuti kemitraan agar pendapatan usahatani dapat meningkat, sehingga sangat cocok bagi petani untuk menanam lettuce. Alasan-alasan petani bermitra menanam lettuce disamping memperoleh peningkatan pendapatan yaitu adanya jaminan pemasaran produk, mudah pengusahaannya, cocok diusahakan di daerah tinggal petani dan harga yang sesuai.
cxxiii 106
Tabel 20 Alasan Responden Menjalin Kemitraan Lettuce No 1 2 3 4 5 6
Alasan-alasan Bermitra bagi Petani Keuntungan lebih tinggi Pemasaran terjamin Cocok diusahakan didaerah ini Mudah pengusahaannya Dianjurkan pemerintah setempat Harga tinggi
Jumlah Petani Mitra (orang) 17 20 20 13 0 18
Persentase (%) 85 100 100 65 0 90
Berdasarkan Tabel 20 seratus persen petani mitra responden menjawab alasan menjalin kemitraan dan menanam lettuce yaitu keuntungan lebih tinggi dan cocok diusahakan di daerah tinggal. Terjaminnya pasar membuat petani memiliki harapan akan jaminan pasar terhadap produknya, sehingga petani hanya perlu konsentrasi pada budidaya. Usahatani lettuce cocok diusahakan di daerah tinggal petani merupakan suatu alasan logis petani dalam kemudahan budidayanya. Alasan dianjurkan pemerintah setempat tidak mendapat jawaban dari petani mitra. Petani mitra responden tidak ada satu pun yang menjawab alasan bermitra dan menanam lettuce karena dianjurkan pemerintah. Alasan petani menjadi mitra seutuhnya merupakan keputusan individu dan tidak ada anjuran dari pemerintah setempat untuk menjalin kemitraan atau berusahatani lettuce. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurangnya peran pemerintah terhadap kegiatan usahatani yang sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan.
6.3.2
Manfaat Pelaksanaan Kemitraan
Pelaksanaan kemitraan lettuce PT Saung Mirwan semakin berkembang terlihat pada jumlah mitra yang meningkat. Sistem kemitraan yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan dalam pemenuhan permintaan lettuce. PT Saung Mirwan tidak harus mengelola usahatani sendiri untuk memproduksi lettuce,
cxxiv 107
sehingga dapat menghemat dalam penggunaan sumberdaya lahan, modal, dan sumberdaya manusia. Pihak petani mendapatkan manfaat-manfaat dari jalinan kemitraan. Manfaat tersebut ada pula yang sejalan dengan alasan petani untuk bergabung dengan kemitraan. Manfaat yang sudah pasti diperoleh oleh petani selaku mitra antara lain dapat membantu dalam pengadaan bibit. Petani memperoleh kemudahan untuk bibit karena tidak harus melakukan pembibitan sendiri, sehingga mengurangi resiko kegagalan karena bibit sudah siap tanam. Petani tidak harus menanggung kegagalan dalam pembibitan yang dapat berpengaruh pada biaya. Manfaat lainnya yang termasuk dalam manfaat ekonomi, teknis, dan sosial dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra No 1 2 3 4 5 6
Manfaat Bermitra bagi Petani Kemudahan pemasaran Harga yang lebih baik Keuntungan yang lebih tinggi Bantuan permodalan Bantuan bimbingan budidaya Memiliki ikatan yang kuat dengan petani
Jumlah (orang) 20 18 2 0 17 16
Persentase (%) 100 90 10 0 85 80
Manfaat jaminan pemasaran memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan akan langsung dapat terjual. Seratus persen petani mitra responden menjawab memperoleh manfaat dalam kemudahan pemasaran. Sejalan dengan alasan dan harapan awal untuk bergabung yaitu petani tidak harus mencari pasar untuk menjual produknya. Jaminan pemasaran pun dapat menjadi motivasi petani untuk memproduksi sesuai dengan kriteria PT Saung Mirwan agar produknya diterima. Harga yang ditetapkan memberikan manfaat dalam fluktuasi harga pasar
cxxv 108
yang tidak dapat diprediksi. Petani tidak khawatir dengan anjloknya harga di pasaran karena penetapan harga lettuce yang tetap sesuai kesepakatan. Keuntungan atau pendapatan lebih tinggi dirasa tidak menjadi suatu manfaat bagi petani. Keuntungan lebih tinggi yang menjadi harapan awal tidak terjadi. Petani mitra tidak selalu berhasil memperoleh keuntungan tinggi dalam usahatani lettuce. Keuntungan lebih tinggi dapat dicapai apabila hasil produksi pun tinggi, sedangkan ketika musim buruk produksi akan rendah. Oleh karena itu hanya sedikit petani mitra yaitu dua orang yang berpendapat dengan bermitra dapat meningkatkan keuntungan. Manfaat bantuan modal tidak diperoleh oleh petani mitra. Petani mitra tidak ada yang menjawab bantuan modal sebagai manfaat. Perusahaan sudah tidak memberikan bantuan modal, karena alasan kesulitan dalam pengembalian modal atau pembayaran. Hal tersebut berdampak pada kerugian perusahaan karena adanya hutang petani yang tidak terselesaikan. Manfaat lainnya yang diperoleh petani yaitu adanya bimbingan teknis budidaya dari petugas penyuluh lapangan. Mitra tani responden (85 %) menyatakan mereka mendapatkan bimbingan teknis budidaya. Bimbingan budidaya sangat penting bagi perawatan tanaman lettuce. Manfaat sosial program kemitraan yaitu terjalinnya ikatan antara pihak PT Saung Mirwan dengan petani serta ikatan antara petani mitra dengan petani mitra lainnya. Ikatan kekerabatan tersebut membuat petani dapat bertukar pengalaman dalam masalah pertanian, sehingga dapat saling belajar dengan petani lainnya. Lettuce head merupakan sayuran eksklusif yang tidak umum dijual dipasaran, hanya PT Saung Mirwan dan usaha katering yang membutuhkan. Sifat
cxxvi 109
eksklusif tersebut dapat mengurangi resiko pencurian lettuce head di lokasi penanaman. Pencurian sayuran umumnya dilakukan oleh individu yang tidak bertanggung jawab yang mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang. Pencuri tersebut tidak berani untuk melakukan pencurian karena lettuce head tidak dapat dijual sembarang. Hal tersebut dapat menjadi suatu manfaat yang diperoleh petani apabila menjalin kemitraan dengan PT Saung Mirwan yang memproduksi sayuran berjenis eksklusif.
6.3.3
Kendala dalam Pelaksanaan Kemitraan
Kemitraan lettuce yang telah dijalankan mendapat penilaian yang baik dari petani mitra (Tabel 22). Sistem penyaluran bibit, penerimaan produk, grading, penentuan harga, dan kunjungan penyuluh sebagian besar petani mitra yaitu 80-95 persen menjawab sistem yang telah dijalankan tersebut sudah baik. Sistem pembayaran masih dirasa kurang baik, hal ini ditunjukkan terdapat 40 persen petani mitra yang menjawab kurang baik. Perusahaan perlu memperbaiki sistem kemitraannya karena tidak seluruh petani mitra menilai sistem yang telah dijalankan baik. Tabel 22 Penilaian Kemitraan oleh Petani Mitra No
Penilaian Bermitra oleh Petani
1 2 3 4 5 6
Penyaluran Bibit Penerimaan Produk Grading Penentuan Harga Sistem Pembayaran Kunjungan Penyuluh
Jumlah Baik (Orang) 16 19 16 18 12 18
(%) 80 95 80 80 60 90
Jumlah Tidak Baik (Orang) 4 1 4 2 8 2
(%) 20 5 20 20 40 10
Komponen penilaian petani tersebut merupakan bagian dari mekanisme pelaksanaan kemitraan PT Saung Mirwan. Kerjasama kemitraan berhasil
cxxvii 110
dijalankan karena didasari azas kesetaraan didalam menikmati keuntungan. Berdasarkan azas win-win solution semua pihak merasakan manfaatnya, baik petani maupun perusahaan serta masyarakat sekitar. Namun dalam pelaksanaan pola kemitraan yang sudah bertahun-tahun dijalankan masih seringkali mengalami kendala. Petani yang telah menilai kurang baik terhadap sistem kemitraan (Tabel 22) merupakan petani yang mengalami kendala atau kerugian terhadap kemitraan. Kendala yang dialami perusahaan yaitu terbatasnya tenaga penyuluh sehingga kunjungan penyuluh dirasakan masih kurang optimal. Perusahaan juga harus menghadapi karakter petani yang berbeda-beda dengan tingkat keragaman pendidikan yang masih sangat tinggi. Pengetahuan teknik budidaya petani masih terbatas sehingga produksi yang dihasilkan kurang memuaskan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Banyak petani yang masih menggunakan teknik budidaya
berdasarkan
pengalaman,
sehingga
sulit
untuk
perusahaan
mentransformasikan teknologi baru. Pengadaan bibit menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Sulitnya dalam pengadaan bibit menjadi penghambat dalam proses budidaya dan seringnya terjadi keterlambatan bibit. Keterlambatan bibit tersebut mengecewakan petani karena petani telah mengolah tanah dan mengeluarkan biaya tenaga kerja dan pupuk tetapi bibit tidak ada. Oleh karena itu petani menanami lahan dengan komoditas lain, setelah itu bibit datang dan petani merasa dirugikan. Kerugian lebih besar juga dialami petani akibat keterlambatan benih/bibit. Petani sudah mendaftarkan kebutuhan bibitnya akan tetapi perusahaan tidak juga mengirimkan. Kerugian yang ditanggung petani yaitu ketika melakukan panen komoditas lain perusahaan tetap melakukan pemotongan hasil panen, untuk
cxxviii 111
pembayaran benih/bibit yang tidak diterima oleh petani. Kekecewaan yang dialami petani membuat petani mitra vakum atau non aktif untuk sementara dalam menanam produk mitra PT Saung Mirwan. Manajemen packaging pada PT Saung Mirwan dinilai masih kurang terkoordinasi dengan baik. Petani sebagian ada yang merasa dirugikan dalam penerimaan hasil panen yaitu hasil panen petani masuk ke petani lain. Akibatnya hasil panen yang diterima menjadi berkurang. Penyimpanan hasil panen kurang menjadi perhatian, sehingga hasil panen petani saat penerimaan dibiarkan menumpuk. Kondisi tersebut menyebabkan banyak bagian daun lettuce yang rusak dan terbuang saat proses trimming. Kendala lainnya dalam proses budidaya lettuce di petani mitra yaitu dampak cuaca yang dapat menurunkan produksi serta kualitas. Jumlah produksi yang turun berdampak pada kekurangan produk di perusahaan, terutama jika ada petani yang mengalami gagal panen. Hal tersebut yang menyebabkan pasokan tidak memenuhi target produksi sehingga permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi oleh perusahaan.
6.3.4
Alternatif Teknis Perbaikan Pelaksanaan Kemitraan
Kendala-kendala dalam kemitraan umumnya dialami petani, sehingga menimbulkan permasalahan yang berdampak pada kekecewaan petani mitra. Permasalahan antara kedua belah pihak tersebut dapat diselesaikan dengan musyawarah. Pihak perusahaan seharusnya lebih peka apabila terjadi suatu permasalahan pada petani, dan segera mengambil solusi agar tidak merugikan pihak petani.
cxxix 112
Musyawarah membuat petani mendapatkan bantuan penyelesaian masalah oleh pihak perusahaan. Kasus pencurian lettuce siap panen sebagai contoh, pihak perusahaan segera melakukan penyelidikan serta mendatangi langsung dan berbicara baik-baik dengan pihak pencuri. Alternatif teknis perbaikkan pelaksanaan kemitraan disamping penanganan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dapat diuraikan sebagai berikut. Perbaikan dilakukan berdasarkan permasalahan yang terjadi, sehingga program kemitraan dapat lebih berkembang. 1. Manajemen suplai bibit Pihak perusahaan sebaiknya lebih mengoptimalkan dan mengkoordinasi dalam pengadaan benih. Umumnya kendala di pihak petani dalam pengadaan bibit yaitu seringnya terjadi keterlambatan. Petani telah mengeluarkan tenaga, waktu, dan biaya untuk pengolahan lahan tetapi bibit tidak juga ada. Optimalisasi dalam pengadaan benih oleh pihak perusahaan sebaiknya dilakukan agar tidak merugikan petani dan dapat mengembalikan kepercayaan petani. Koordinasi antara penjadwalan panen dan pihak pembibitan sangat penting. Penyaluran bibit dikoordinasi dengan baik agar bibit yang diterima petani jelas dan benar-benar sudah diterima oleh petani. 2. Sistem penerimaan, penyimpanan produk dan pembayaran hasil panen Lettuce hasil panen petani mitra setelah diterima oleh pihak perusahaan dilakukan penumpukan tidak teratur sehingga menimbulkan banyak kerusakan pada bagian-bagian daun. Pihak PT Saung Mirwan sebaiknya memperlakukan lettuce hasil panen dengan baik dan rapi untuk meminimalisasi kerusakan mekanik akibat benturan dan tumpukan. Bagian packaging dibenahi dalam hal
cxxx 113
penerimaan dan penyimpanan produk agar lebih teratur dan tidak merugikan petani mitra. Sistem pembayaran hasil panen dinilai kurang baik oleh petani mitra. Petani mitra dengan modal rendah akan membutuhkan uang untuk memulai penanaman baru. Perusahaan sebaiknya mendengarkan dan mengambil jalan tengah untuk kesepakatan dalam pembayaran hasil panen. 3. Penentuan jadwal tanam dan lokasi Cuaca menjadi kendala yang sangat berat pada proses budidaya lettuce. Saat musim hujan hasil produksi menjadi menurun baik dari kuantitas dan kualitas. Penentuan jadwal tanam sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lahan petani. Musim-musim hujan sebaiknya diprioritaskan penanaman pada petani yang mempunyai lahan dengan drainase baik. Minimalisasi kegagalan pada saat musim hujan juga dapat dilakukan dengan memilih petani yang sudah berpengalaman dan selalu menghasilkan produk sangat baik. Penyesuaian jadwal tanam dan juga lokasi petani memerlukan peran dari penyuluh. Penyuluh merupakan pihak yang berinteraksi dengan petani sehingga lebih mengetahui kondisi petani dan lahannya. Oleh karena itu pengetahuan penyuluh mengenai petani mitra dapat memberikan masukan bagi penentuan jadwal tanam. Perbaikan pelaksanaan kemitraan dapat juga dilakukan dengan memenuhi keinginan bantuan dari perusahaan yang diharapkan petani. Bantuan modal, pupuk dan obat-obatan berupa pinjaman sangat diharapkan oleh petani mitra. Petani mitra sebanyak 90 persen mengharapkan bantuan modal, pupuk dan obat-obatan (Tabel 23). Pada awal pelaksanaan kemitraan PT Saung Mirwan memberikan
cxxxi 114
pinjaman modal usahatani. Pinjaman berupa modal ditiadakan karena banyak petani mitra yang menunggak maka sampai saat ini. Perusahaan saat ini hanya memberikan bantuan bibit dengan cara membayar potong panen. Perusahaan dapat mengadakan lagi sistem pemberian bantuan berupa pinjaman modal, pupuk dan obat-obatan dengan cara selektif agar berjalan dengan baik. Bantuan lainnya yang diharapkan petani yaitu adanya penambahan box penyimpanan untuk dipinjamkan kepada petani serta peminjaman mesin sprayer. Peralatan petani yang terbatas membuat petani mitra mengharapkan bantuan dalam bentuk peralatan untu budidaya dan hasil panen. Tabel 23 Jenis Bantuan yang diharapkan oleh Petani Mitra No 1 2 3 4
6.3.3
Manfaat Bermitra bagi Petani Modal Pupuk dan obat-obatan Box penyimpanan (krat box) Peminjaman mesin sprayer
Jumlah (orang) 18 18 4 6
Persentase (%) 90 90 20 30
Deskripsi Proses Budidaya Lettuce di Petani
Proses budidaya yang dilakukan petani mitra umumnya sama yaitu dimulai dari persiapan lahan sampai panen dan pasca panen. Perbedaan terletak pada penggunaan pupuk dan kegiatan pengendalian penyakit, karena dipengaruhi oleh pengalaman dan modal yang dimiliki petani. Petani yang sudah berpengalaman atau petani yang memiliki modal besar akan menggunakan pupuk dan pestisida yang baik sesuai kebutuhan. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif akan tinggi. Petani dengan pengalaman yang masih kurang dan juga modal yang rendah, akan menggunakan pupuk dan pestisida serta saprotan lain
cxxxii 115
dengan seadanya dan masih kurang intensif. Proses budidaya lettuce yang dilakukan oleh petani mitra responden adalah sebagai berikut. 1. Persiapan Lahan
Petani responden adalah petani yang mata pencaharian utamanya bertani, sehingga lahan yang digunakan petani umumnya merupakan lahan yang telah ditanami oleh komoditas lain. Oleh karena itu petani tidak perlu melakukan pembukaan dan pembersihan lahan terlebih dahulu. Kegiatan dalam persiapan lahan yang dilakukan petani hanya pengolahan tanah sampai pembuatan bedengan dan pemberian pupuk dasar di atas bedengan. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan media tumbuh yang baik bagi tanaman. Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Pembersihan lahan selain menghilangkan sisa-sisa tanaman dapat mensterilisasi lahan dari hama atau penyakit tanaman sebelumnya. Kegiatan persiapan lahan umumnya dilakukan juga pembuatan saluran drainase. Pembuatan saluran drainase berfungsi untuk memasukkan air saat kekeringan dan membuang kelebihan air saat berlebih. Saluran air juga dibuat di sekitar lahan yang berfungsi untuk memasukkan air, sehingga memudahkan pengambilan air untuk penyiraman. Petani yang memiliki kolam ikan di dekat lahan memiliki keuntungan karena dapat digunakan sebagai sumber air untuk penyiraman di musim kemarau. Pengolahan tanah dilakukan satu minggu atau tiga hari sebelum tanam dengan cara mencangkul tanah. Kegiatan selanjutnya setelah pengolahan tanah adalah pembuatan bedengan. Lebar bedengan yaitu 80 cm dan ada juga yang menggunakan jarak 130 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan panjang lahan.
cxxxiii 116
Tanaman membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhan. Unsur hara yang tersedia dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman sehingga diperlukan pemupukan. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara disebar di atas bedengan. Pemberian pupuk dasar lainnya yang biasa digunakan yaitu Urea, ZA, SP-36, dan KCL. Kegiatan selanjutnya yaitu pemasangan mulsa plastik dilakukan setelah pemberian pupuk dasar. Penggunaan mulsa untuk melindungi tanaman dengan meminimalisasi gulma yang tumbuh dan juga dapat menjaga kelembaban tanah. Mulsa dipasang dengan cara menutup permukaan bedengan. Bagian ujung bedengan dipatok agar mulsa tidak lepas. Mulsa selanjutnya dilubangi untuk penanaman dengan diameter sekitar 10 cm. 2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi hari. Penanaman pada petani umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang diusahakan selesai dalam satu hari. Tenaga kerja wanita digunakan untuk menghemat biaya karena lebih murah dari tenaga kerja laki-laki. Walaupun demikian ada pula petani yang menggunakan tenaga kerja pria untuk penanaman. Kegiatan penanaman dilakukan setelah pemasangan mulsa plastik dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan petani umumnya yaitu 30X30 cm. Kedalaman penugalan umumnya sama yaitu 1,5 cm. Bibit yang akan ditanam dilakukan seleksi terlebih dahulu dipilih bibit yang pertumbuhannya baik dan tidak terserang penyakit. Cara penanaman yaitu bibit lettuce dikeluarkan dari plastik dengan tanah yang masih menempel pada akar. Kemudian bibit dan tanah yang menempel dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah dibuat.
cxxxiv 117
3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu pemberian air, penyiangan, pemupukan susulan, dan penyemprotan pestisida. Tanaman lettuce pada pertumbuhan awal banyak membutuhkan air. Pengairan secara khusus tidak dibutuhkan pada musim hujan, tetapi lebih membutuhkan saluran drainase untuk menyalurkan air keluar lahan. Air untuk penyiraman pada musim kemarau diambil dari saluran yang telah dibuat di sekitar lahan. Intensitas pengairan di musim kemarau disesuaikan dengan keadaan lahan, bisa 1-2 minggu sekali. Gulma merupakan saingan tanaman dalam kebutuhan air, unsur hara, sinar matahari dan juga kemungkinan menjadi tanaman inang hama atau penyakit sehingga perlu dilakukan penyiangan. Tujuan penyiangan adalah untuk mengurangi persaingan antara tanaman lettuce dengan tumbuhan liar atau gulma dalam mendapatkan air atau unsur hara dalam tanah. Penyiangan mulai dilakukan pada tanaman umur 20 hari setelah tanam atau berumur tiga minggu. Penyiangan dilakukan dengan mencabuti rumput tanaman liar lainnya yang tumbuh diantara tanaman lettuce. Penyiangan dilakukan bersama-sama dengan pembumbunan, setelah rumput dicabuti dilakukan pembumbunan. Kegiatan pembumbunan gulma yaitu dengan cara mengubur gulma yang sudah mati dalam tanah. Pembumbunan tersebut dapat berguna sebagai kompos untuk tanah yang dapat menyuburkan tanaman. Pemupukan susulan diberikan pada saat 3 minggu setelah tanam. Tanaman lettuce berumur tiga minggu dapat lilihat pada Gambar 15. Pupuk tambahan yang biasa digunakan yaitu Urea atau dapat juga ZA. Pemberian pupuk susulan ini dikenal petani dengan “menyuntik”. Pemberian pupuk disebut menyuntik karena
cxxxv 118
seperti menyuntik yaitu dengan cara membuat lubang didekat tanaman lettuce menggunakan tugal. Pupuk dimasukkan ke dalam lubang tersebut kemudian ditutup dengan tanah. Tindakan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit sangat perlu dilakukan. Serangan penyakit biasanya pada musim hujan cukup berbahaya, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dilakukan secara intensif. Obat dan pupuk yang telah disemprot akan terbawa oleh air hujan. Oleh karena itu dibutuhkan intensitas aplikasi pupuk dan obat-obatan yang cenderung lebih sering. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali sehingga dalam satu musim tanam sebanyak 4-7 kali penyemprotan. Penyakit pada musim kemarau tidak terlalu berbahaya sehingga penyemprotan cukup dilakukan dua minggu sekali. Hama yang biasa menyerang tanaman lettuce yaitu ulat, belalang, dan kutu daun. Penyakit yang biasa menyerang yaitu busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun dan penyakit tepung, yang disebabkan oleh jamur. Penyakit tanaman umumnya lebih sulit dalam pengendalian dibanding hama. Pengendalian penyakit sebaiknya dilakukan pencegahan atau tindakan preventif. Pestisida dan fungisida yang biasa digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit yaitu Decis, Dithane, Matador, Curacron, Simbus, Antracol, Daconil, dan lainnya. Pemberian pupuk daun atau penggunaan zat pengatur tumbuh dilakukan bersamaan dengan penyemprotan pestisida dengan mencampurkan larutan pupuk tambahan tersebut ke dalam campuran pestisida atau fungisida. Pupuk daun atau ZPT yang biasa digunakan yaitu Atonik, Biotonik, Vitablum, dan lainnya. Obat-obatan atau pupuk pertanian diperoleh di toko-toko pertanian terdekat dengan merk dagang yang cukup terkenal.
cxxxvi 119
Gambar 15 Areal Tanaman Lettuce 4. Panen
Tanaman lettuce sudah dapat dipanen sekitar 55-60 hari. Cara panen lettuce ada dua cara yaitu dipanen bersama akarnya dengan cara dicabut atau dengan cara memotong lettuce di atas permukaan tanah menggunakan pisau. Panen head lettuce petani umumnya dilakukan dengan memotong di atas permukaan tanah menggunakan pisau. Proses panen lettuce petani responden dapat dilihat pada Gambar 16. Waktu panen yaitu pagi hari agar tetap segar dan dapat langsung dikirim ke PT Saung Mirwan. Panen dilakukan 3 atau 4 hari sesuai luasan lahan. Lettuce dipanen dengan cara dipilih sesuai kriteria panen. Pada saat proses panen Lettuce yang terkena penyakit seperti busuk pada daunnya sementara ditinggalkan di lahan karena tidak bisa diterima oleh PT Saung Mirwan.
Gambar 16 Kegiatan Panen Lettuce Petani Mitra
cxxxvii
BAB VII ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MENJADI MITRA
7.1
Analisis Pendapatan Petani Responden
Pengukuran keberhasilan pengusahaan usahatani lettuce dapat diukur dengan perolehan laba yang dihitung menggunakan analisis pendapatan. Analisis pendapatan usahatani yang akan dibahas yaitu menguraikan komponen-komponen penerimaan, biaya, pendapatan, serta perhitungan nilai efisiensi dari penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan dengan menggunakan rumus R/C. Pendapatan usahatani lettuce dibagi menjadi pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai untuk keperluan usahatani lettuce. Biaya total adalah penjumlahan antara biaya tunai usahatani lettuce dan biaya non tunai. Biaya tidak tunai adalah biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh petani sehingga masuk ke dalam biaya yang diperhitungkan. Analisis pendapatan petani mitra dapat dilihat pada Lampiran 7 dan non mitra pada Lampiran 8.
7.1.1
Penerimaan Petani Responden Lettuce per Musim Tanam
Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil penjualan lettuce petani. Hasil penjualan yang diterima petani mitra dengan cara menghitung jumlah lettuce yang masuk ke Saung Mirwan dikalikan harga per kilogram lettuce yang telah ditetapkan. Jumlah lettuce yang diterima Saung Mirwan adalah jumlah bersih setelah dilakukan proses trimming dan selanjutnya akan dihitung sebagai
cxxxviii 121
penerimaan petani mitra. Produk lettuce petani mitra PT Saung Mirwan dikelompokkan ke dalam grade A dan grade B. Harga yang telah ditetapkan yaitu untuk grade A Rp 3,250/kg dan grade B Rp 2,250/kg. Penerimaan penjualan lettuce petani non mitra yaitu hasil penjualan lettuce kepada perusahaan pengumpul, supermarket, usaha katering, serta pasar tradisional. Perbedaan proses penjualan produk petani non mitra yaitu petani non mitra melakukan pembersihan atau proses trimming sendiri. Oleh karena itu petani non mitra saat menjual dapat langsung mengetahui jumlah produk yang diterima pembeli. Harga jual lettuce masing-masing petani non mitra berbeda karena pasar yang dituju pun berbeda. Petani non mitra dengan jaringan pemasaran yang lebih besar dapat memperoleh harga tinggi diatas harga yang ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Responden petani non mitra ada juga yang berhasil menjual lettuce kepada retail dan juga end user seperti usaha restoran dan katering dengan harga Rp 7,000/kg, sehingga penerimaannya pun menjadi lebih besar. Jumlah nilai penerimaan penjualan lettuce petani mitra lebih besar dibanding petani non mitra. Nilai penerimaan petani mitra (Tabel 24) sebesar Rp 53,124,532 per hektar dan penerimaan non mitra sebesar Rp 45,075,000 per hektar. Faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan tersebut yaitu harga dan produksi. Rata-rata jumlah produksi petani mitra lebih besar dibanding non mitra sehingga menyebabkan jumlah penerimaan petani mitra lebih besar. Jumlah produksi lettuce petani mitra sebesar 18,019.6 kilogram dan non mitra sebesar 13,556 kilogram. Program kunjungan penyuluh membuat petani mitra lebih intensif dalam pemeliharaan tanaman. Petani mitra memperoleh informasi mengenai dosis pupuk
cxxxix 122
dan obat-obatan agar produksi tinggi dan untuk mengatasi hama atau penyakit yang menyerang tanaman. Oleh karena itu produktivitas petani mitra dapat lebih besar dari non mitra. Tabel 24 Penerimaan Penjualan Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra No 1 2
7.1.2
Penerimaan Lettuce Fresh: Grade A Grade B Jumlah
Petani Mitra (Rp) Unit (Kg) Jumah (Rp) 12,582 5,437.6 18,019.6
40,889,928 12,234,605 53,124,532
Petani Non Mitra (Rp) Unit (Kg) Jumlah (Rp) 45,075,000 13,556
45,075,000
Pengeluaran Petani Responden Lettuce per Musim Tanam
Pengeluaran usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai atau yang diperhitungkan. Petani menganggap komponen-komponen biaya tidak tunai tersebut bukanlah sebagai biaya atau pengeluaran. Petani tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja keluarga yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani seperti mencangkul, memupuk, dan lain-lain. Analisis dengan memperhitungkan biaya tidak tunai penting dilakukan untuk mengetahui keuntungan sebenarnya yang diperoleh dari usahatani lettuce yang diusahakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya non tunai per musim tanam lettuce. Pengeluaran petani responden mitra dan non mitra dihitung dengan berdasarkan nilai rata-rata setiap petani, yang terdapat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Tabel 25 Total Biaya Usahatani Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra Biaya Saprotan Tenaga kerja Lahan Pajak lahan Penyusutan Jumlah
Petani Mitra Total Nilai (Rp) % 17,936,400 64.11 8,709,585 31.13 1,186,070 4.24 20,900 0.07 125,426 0.45 27,978,381 100.00
Petani Non Mitra Total Nilai (Rp) % 12,858,692 49.71 10,563,792 40.84 1,619,048 6.26 23,200 0.09 800,628 3.10 25,865,358 100.00
cxl 123
Berdasarkan Tabel 25 total nilai biaya petani mitra lebih besar dari petani non mitra. Jumlah biaya total petani mitra sebesar Rp 27,978,381 dan non mitra sebesar Rp 25,865,358. Alokasi biaya usahatani lettuce tersebut dipergunakan untuk saprotan, tenaga kerja, lahan, pajak, dan penyusutan. Pengeluaran total usahatani Lettuce petani mitra dan non mitra sebagian besar dialokasikan pada biaya saprotan yaitu petani mitra sebesar 64.11 persen dan non mitra sebesar 49.71 persen. Biaya saprotan paling besar alokasinya sehingga dapat diketahui bahwa usahatani lettuce membutuhkan saprotan yang besar dan secara intensif. Perbedaan tingkat penggunaan saprotan antara petani mitra dan non mitra akan dibahas lebih dalam pada pembahasan masing-masing komponen biaya. Alokasi biaya terbesar setelah saprotan yaitu biaya tenaga kerja. Persentase alokasi biaya tenaga kerja pada petani mitra sebesar 31.13 persen dan non mitra sebesar 40.84 persen. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa alokasi untuk biaya tenaga kerja pada petani non mitra lebih besar dibanding petani mitra. Usahatani lettuce membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit sehingga dapat berperan penting sebagai penyerapan tenaga kerja. Nilai biaya tenaga kerja pada petani non mitra lebih besar. Hal tersebut terjadi karena petani non mitra menggunakan jumlah tenaga kerja lebih banyak untuk kegiatan pembibitan dalam usahatani lettuce. Persentase sewa lahan terhadap biaya total yaitu petani mitra sebesar 4.24 persen, dan non mitra sebesar 6.26 persen. Alokasi biaya terendah yaitu untuk pengeluaran pajak lahan yaitu petani mitra sebesar 0.07 persen dan non mitra 0.09 persen. Alokasi biaya untuk penyusutan petani mitra sebesar 0.45 persen, dan non mitra sebesar 3.10 persen.
cxli 124
Nilai penyusutan pada petani mitra relatif lebih kecil dibanding petani non mitra, karena jumlah dan harga alat yang digunakan berbeda. Nilai dari persentase menunjukkan alokasi biaya penyusutan non mitra enam kali lebih besar dari petani mitra. Perbedaan tersebut akan diuraikan pada uraian komponen biaya non tunai (biaya penyusutan alat-alat pertanian). A.
Biaya Tunai
Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani responden selama kegiatan usahatani berlangsung mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil. Biaya tunai usahatani lettuce pada petani mitra terdiri dari biaya sewa lahan, pajak lahan, saprotan, dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Pengeluaran biaya tunai berdasarkan Tabel 26, pengeluaran tunai petani mitra lebih besar dari non mitra dengan selisih sebesar Rp 846,847. Tabel 26 Komponen Biaya Tunai Usahatani Lettuce Per Satu Hektar Petani Mitra dan Non Mitra Uraian
unit
Petani Mitra Nilai (Rp)
Biaya Tunai Sewa Lahan 1,186,070.00 Pajak Lahan 20,900.00 Saprotan a. Bibit (pohon) 56,564.97 6,222,146.71 b. Mulsa (Rol) 20.23 2,689,094.21 c. Plastik (kg) 0.00 0.00 d. Pupuk Kandang 13,375.54 3,228,497.53 (kg) e.Pupuk Kimia (kg) 1,119.43 3,187,897.31 f. Obat Padat (kg) 16.82 1,479,267.96 g. Obat cair (l) 42.33 1,129,496.34 Jumlah 17,936,400.05 Tenaga Kerja Luar 0.00 Keluarga a. TKLK Wanita 1,558,061.92 218.87 (HKW) b. TKLK Pria 4,333,479.83 401.16 (HKP) Jumlah 5,891,541.75 Total Biaya Tunai 25,034,911.41 Keterangan: *satuan yang digunakan adalah gram
%
unit
Petani Non Mitra Nilai (Rp)
4.74 0.08 24.85 10.74
668.50* 20.50 40.95
12.90 11,950.00 12.73 5.91 4.51
938.33 13.78 34.92
%
1,619,048.00 23,200.00
6.69 0.10
580,025.00 3,295,000.00 819,000.00
2.40 13.62 3.39
3,251,000.00 2,768,666.67 910,100.00 1,234,900.00 12,858,691.67
13.44 11.45 3.76 5.11
0.00
23.53 100.00
512.53
4,173,666.67
486.84
5,513,458.33 9,687,125.00 24,188,064.29
40.05 100.00
cxlii 125
Komponen biaya tunai dan jumlah nilai biaya yang dikeluarkan masingmasing kelompok petani berbeda. Perbedaan biaya secara signifikan dengan jumlah besar terlihat pada komponen jumlah biaya saprotan dan biaya tenaga kerja. Biaya saprotan lebih besar pada kelompok mitra, sedangkan nilai biaya tenaga kerja lebih besar pada kelompok non mitra. Komponen biaya tunai masingmasing akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Sewa lahan
Penggunaan lahan petani responden untuk usahatani lettuce yaitu lahan milik sendiri dan juga ada yang menyewa. Oleh karena itu biaya sewa lahan dimasukkan ke dalam biaya tunai untuk lahan sewa dan biaya non tunai untuk lahan milik sendiri. Besarnya biaya sewa lahan bervariasi tergantung pada kualitas lahan dan jauh dekatnya dengan sumber air. Lahan yang semakin gembur dan semakin dekat dengan sumber air maka harga sewa lahan pun akan semakin mahal. Penggunaan lahan pada analisis rata-rata usahatani lettuce petani mitra per satu hektar sama besar antara sewa dan milik sendiri. Komposisi penggunaan lahan per satu hektar pada petani non mitra, persentase lahan sewa lebih besar dibanding lahan milik sendiri. Alokasi biaya untuk sewa lahan dalam bentuk tunai tidak begitu besar, dengan nilai persentase petani mitra sebesar 4.74 persen dan non mitra sebesar 6.69 persen terhadap biaya tunai. Biaya rata-rata per hektar sewa lahan tunai yang dikeluarkan petani mitra sebesar Rp 1,186,070 dan non mitra sebesar Rp 1,619,048. Lokasi lahan petani non mitra lebih dekat dengan sumber air dan relatif lebih subur. Lokasi
cxliii 126
lahan petani non mitra juga lebih strategis dekat dengan jalan raya sehingga harga sewa relatif lebih mahal. 2. Pajak lahan
Petani yang menggunakan lahan sendiri dikenakan biaya pajak atas lahannya. Oleh karena itu bagi petani yang menggunakan lahan sendiri, biaya pajak lahan termasuk dalam komponen biaya tunai. Alokasi biaya pajak terhadap biaya tunai petani mitra dan non mitra merupakan alokasi terkecil terhadap biaya tunai. Persentase biaya pajak pada petani mitra sebesar 0.08 persen, dan non mitra sebesar 0.10 persen. Biaya pajak tunai rata-rata yang dikeluarkan petani mitra per dua bulan (musim tanam lettuce) yaitu Rp20,900 dan non mitra sebesar Rp 23,200. 3. Saprotan a. Biaya benih/bibit
Petani mitra mendapatkan bibit dari PT Saung Mirwan dengan pembayaran sistem potong panen. Harga bibit per pohon yang disuplai oleh PT Saung Mirwan yaitu Rp 110/pohon. Petani umumnya sudah mengetahui kebutuhan bibit untuk luasan yang akan digarap, sehingga dapat menyesuaikan penyediaan luasan lahan untuk ditanami dengan jumlah bibit yang diajukan. Petani non mitra membudidayakan lettuce yang dimulai dari benih. Oleh karena itu sebelum penanaman petani non mitra melakukan pembibitan terlebih dahulu. Benih diperoleh dari toko pertanian terdekat atau bagi petani non mitra yang membutuhkan jumlah benih dengan
cxliv 127
jumlah yang banyak biasanya langsung membeli di kota Bandung. Harga benih per kemasan dengan berat 10 gram berkisar Rp 8,000 - Rp 9,000. Komponen biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan yaitu biaya benih, tenaga kerja, pupuk, dan media plastik. Total biaya bibit pada petani mitra sebesar Rp 6,222,146.71, sedangkan biaya pembelian benih pada petani non mitra yaitu Rp 580,025. Persentase pengeluaran bibit/benih terhadap biaya tunai petani mitra sebesar 24.85 persen dan non mitra 2.40 persen. Jumlah unit rata-rata pemakaian bibit pada petani mitra yaitu 56,564.97 pohon dan non mitra 668.50 gram. Satu gram benih terdiri dari 100 biji benih, sehingga jumlah benih non mitra sebesar 66,850 biji benih. Mortalitas atau tingkat kematian tanaman saat pembibitan pada petani non mitra responden berbeda-beda yaitu antara 10-20 persen. Petani mitra harus membeli benih dengan jumlah yang lebih banyak dari target produksi, karena tidak semua benih berhasil menjadi bibit siap tanam. Harga bibit yang ditetapkan PT Saung Mirwan terhitung lebih mahal dibandingkan melakukan pembibitan sendiri. Walaupun demikian petani mitra berpendapat lebih dimudahkan dengan adanya penyediaan bibit, sehingga tidak perlu mencari atau membeli benih serta melakukan pembibitan sendiri. b. Mulsa
Budidaya lettuce menggunakan mulsa sebagai saprotan. Jumlah biaya mulsa petani mitra sebesar Rp 2,689,094 dan non mitra Rp 3,295,000. Berdasarkan nilai biaya mulsa tersebut, maka pengeluaran
cxlv 128
petani non mitra relatif lebih besar dibanding petani mitra. Petani non mitra menggunakan mulsa dengan kualitas dan harga yang lebih mahal, sehingga biaya yang dikeluarkan cenderung lebih mahal. Mulsa dengan kualitas baik lebih kuat, dan tidak mudah rusak ketika digunakan. Persentase alokasi biaya mulsa terhadap biaya tunai petani mitra sebesar 10.74 persen dan non mitra sebesar 13.62 persen. c. Plastik
Plastik dipergunakan oleh petani non mitra sebagai sarana pembibitan. Petani mitra tidak menggunakan plastik, karena pembibitan dilakukan oleh PT Saung Mirwan. Plastik digunakan sebagai pengganti polybag karena harga plastik relatif lebih murah. Pengeluaran untuk biaya media plastik pada petani non mitra sebesar Rp 819,000 atau sebesar 3.39 persen terhadap biaya tunai. d. Biaya Pupuk dan Obat-obatan
Biaya pupuk dan obat-obatan merupakan komponen biaya tunai di dalam biaya yang dikeluarkan petani mitra dan non mitra. Biaya pupuk masing-masing petani berbeda karena variasi jenis pupuk, jumlah pupuk dan harga pupuk yang digunakan. Keterbatasan modal mempengaruhi masing-masing petani dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan. Petani dengan modal rendah akan menggunakan pupuk dan obat-obatan dengan kualitas rendah dan jumlah yang sedikit. Biaya pupuk dan obat-obatan petani mitra lebih besar dibanding petani non mitra. Nilai biaya pupuk dan obat-obatan petani mitra sebesar Rp 9,025,159 dan non mitra sebesar Rp 8,164,667. Pupuk dan obat-obatan
cxlvi 129
tersebut terdiri dari pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan padat, dan obat-obatan cair. Jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan petani mitra lebih beragam, disamping itu dosis yang digunakan relatif lebih besar. Hal tersebut yang diduga menyebabkan produksi dan produktivitas petani mitra cenderung lebih besar. Usahatani lettuce saat penelitian masuk pada musim tanam Januari sampai dengan Maret termasuk dalam musim hujan. Pupuk dan obatobatan yang dibutuhkan pada musim tersebut relatif lebih besar dibanding musim kemarau. Pupuk dan obat-obatan yang diberikan pada tanaman saat musim hujan dapat tercuci oleh air hujan, sehingga dibutuhkan intensitas aplikasi pupuk dan obat-obatan yang cenderung lebih sering dilakukan. Petani mitra menggunakan pupuk lebih intensif daripada non mitra. Oleh karena itu alokasi biaya pupuk dan obat-obatan petani mitra merupakan terbesar dalam komponen biaya tunai. Persentase alokasi biaya pupuk dan obat-obatan petani mitra sebesar 36.05 persen dan non mitra 33.75 persen. 4. Tenaga kerja luar keluarga
Penggunaan tenaga kerja petani responden terdiri dari Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) atau buruh tani, dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). TKLK termasuk dalam komponen biaya tunai, sedangkan TKDK masuk ke dalam komponen biaya non tunai. Kebutuhan tenaga kerja usahatani lettuce cenderung besar. Tenaga kerja yang digunakan baik petani mitra maupun non mitra lebih banyak berasal dari luar keluarga atau buruh. Hal
cxlvii 130
tersebut disebabkan oleh keterbatasan jumlah anggota keluarga yang dapat berpartisipasi dalam pengelolaan usahatani lettuce. Unit rata-rata tenaga kerja masing-masing petani berbeda. Rata-rata unit tenaga kerja petani mitra lebih kecil dibanding patani non mitra yaitu 218.87 HKW dan 401.16 HKP untuk petani mitra serta 512.53 HKW dan 486.84 HKP. Petani non mitra melakukan kegiatan pembibitan sehingga kebutuhan jumlah tenaga kerja relatif lebih besar. Jumlah biaya TKLK petani mitra sebesar Rp 5,891,541 dan non mitra sebesar Rp 9,687,125. Persentase TKLK petani mitra sebesar 23.53 persen. Alokasi untuk biaya tenaga kerja luar keluarga pada petani non mitra merupakan yang terbesar dalam biaya tunai dengan persentase 40.05 persen. B.
Biaya Non Tunai
Biaya non tunai merupakan biaya yang tidak diperhitungkan sebagai biaya yang telah dikeluarkan. Biaya non tunai yang dihitung pada usahatani lettuce petani responden terdiri dari biaya penyusutan alat pertanian dan tenaga kerja petani itu sendiri (tenaga kerja keluarga). Rincian biaya non tunai petani responden usahatani lettuce per hektar dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Biaya Non Tunai Usahatani Lettuce Per Satu Hektar Petani Mitra dan Non Mitra Uraian Penyusutan Peralatan Tenaga Kerja Dalam Keluarga a. TKDK Wanita(HKW) b. TKDK Pria (HKP)
Petani Mitra Unit
Nilai (Rp) 125,425.92
Petani Non Mitra % 4.26
Unit
0.00
80.33 209.19
Nilai (Rp) 800,627.50
% 47.73
0.00
90.83 13.00
574,416.81 2,243,626.82
746,666.67 130,000.00
Jumlah TKDK
2,818,043.63
95.74
876,666.67
52.27
Total Biaya Non Tunai
2,943,469.55
100.00
1,677,294.17
100.00
cxlviii 131
Jumlah biaya non tunai petani mitra sebesar Rp 2,943,469 dan non mitra sebesar Rp 1,677,294. Jumlah biaya non tunai menunjukkan bahwa petani mitra lebih besar dibanding dibanding non mitra. Oleh karena itu baik jumlah biaya tunai maupun non tunai, pengeluaran pada petani mitra relatif lebih besar dari non mitra. 1. Biaya penyusutan alat-alat pertanian
Alat-alat pertanian yang digunakan untuk usahatani lettuce per satu musim tanam dibebankan pada biaya penyusutan peralatan. Penyusutan peralatan yaitu dengan menghitung penyusutan alat pertanian yang digunakan dalam usahatani lettuce. Peralatan usahatani terdiri dari cangkul, parang, hand sprayer, power sprayer, pompa air dan ember. Peralatan yang digunakan memiliki umur ekonomis yang lama sehingga dapat digunakan beberapa periode tanam. Biaya yang dibebankan atas pemakaian peralatan tersebut dihitung sebagai biaya penyusutan selama periode satu musim tanam (dua bulan). Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan setelah umur teknis habis tidak dapat digunakan lagi. Komoditas yang dibudidayakan petani beragam, lettuce merupakan salah satu komoditas yang dibudidayakan petani. Peralatan yang dimiliki digunakan pada budidaya beberapa komoditas tersebut sehingga biaya penyusutan yang dibebabankan pada salah satu komoditas ditentukan berdasarkan bobot. Nilai bobot tersebut diperoleh dari persentase lahan budidaya lettuce terhadap total lahan yang sedang dibudidayakan. Penggunaan peralatan pada masing-masing
cxlix 132
petani responden berbeda. Hal tersebut berdampak pada biaya penyusutan masing-masing petani yang berbeda pula. Biaya rata-rata untuk penyusutan peralatan per satu musim tanam lettuce per hektar, petani mitra sebesar Rp 125,426 dan non mitra sebesar Rp 800,628. Biaya penyusutan peralatan petani mitra lebih kecil dari petani non mitra. Petani non mitra memiliki peralatan pertanian cukup modern yang menggunakan biaya besar seperti pompa air dan power sprayer untuk pengairan dan penyemprotan. Perbedaan persentase alokasi biaya penyusutan peralatan antara petani mitra dengan non mitra cukup besar. Persentase alokasi biaya penyusutan peralatan terhadap biaya non tunai petani mita sebesar 4.26 persen dan non mitra sebesar 47.73 persen. Nilai persentase Biaya penyusutan peralatan merupakan biaya non tunai terbesar kedua setelah biaya TKDK pada petani mitra maupun non mitra. 2. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
Biaya tenaga kerja dalam keluarga termasuk ke dalam komponen biaya non tunai.. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja pada dua kelompok petani penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibanding tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah biaya TKDK petani mitra sebesar Rp 2,818,043 dan non mitra sebesar Rp 876,666. Perbedaan jumlah antara mitra dan non mitra tersebut cukup besar. Hal tersebut karena jumlah keluarga petani non mitra lebih sedikit dibanding petani mitra, sehingga penggunaan TKDK pada kelompok non mitra sangat terbatas.
cl 133
Persentase alokasi biaya TKDK terhadap biaya non tunai petani mitra sebesar 95.74 persen dan non mitra sebesar 52.27 persen. Alokasi biaya TKDK pada petani mitra dan non mitra merupakan persentase terbesar terhadap biaya non tunai. Jumlah persentase biaya TKDK petani mitra sangat signifikan dibanding komponen biaya lainnya terhadap biaya non tunai. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran anggota keluarga dalam usahatani lettuce. Jumlah TKDK yang digunakan dapat berperan pula dalam besarnya pendapatan tunai yang diterima petani.
7.1.3
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani, R/C Rasio, dan BEP Petani Mitra dengan Petani Non Mitra
Berdasarkan analisis usahatani yang telah dilakukan diperoleh komponen penerimaan, biaya-biaya, pendapatan serta rasio R/C. Nilai pendapatan usahatani diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan petani. Pendapatan rata-rata usahatani lettuce satu hektar per satu musim tanam yang dihitung adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan total dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Perbandingan pendapatan rata-rata, R/C dan BEP petani mitra dengan non mitra dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan Tabel 28 perolehan penerimaan rata-rata petani mitra per hektar adalah sebesar Rp 53,124,532 dan petani non mitra sebesar Rp 45,075,000. Dengan mengurangi penerimaan tersebut dengan biaya tunai dari masing-masing kelompok petani maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai kelompok petani
cli 134
mitra sebesar Rp 28,089,621 dan non mitra sebesar Rp 20,886,936. Pendapatan atas biaya total adalah petani mitra Rp 25,146,152 dan non mitra Rp 20,886,936. Pendapatan tunai dan non tunai petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra, sehingga dapat diketahui bahwa kemitraan dapat mendatangkan pendapatan yang lebih besar. Oleh karena itu kemitraan lettuce dapat memberikan manfaat pendapatan kepada petani mitra. Persentase biaya tunai dan non tunai terhadap biaya total petani mitra lebih tinggi dibanding petani non mitra. Persentase alokasi biaya tunai petani mitra sebesar 89.48 persen dan non mitra 93.52. Persentase biaya non tunai petani mitra 10.52 persen dan non mitra 6.48 persen. Berdasarkan penjelasan sebelumnya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani mitra yang besar, sehingga mempengaruhi biaya non tunai. Berdasarkan perolehan nilai penerimaan dan nilai biaya dapat diketahui nilai rasio R/C kedua kelompok petani responden. Perhitungan analisis R/C yaitu pendapatan dibagi biaya. Rasio tersebut diperoleh dengan cara membagi penerimaan total dengan biaya tunai untuk memperoleh rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total untuk memperoleh rasio R/C atas biaya total. Perolehan rasio R/C atas biaya tunai petani mitra adalah sebesar 2.12 dan petani non mitra sebesar 1.86. Besarnya R/C tersebut artinya setiap 1 rupiah biaya tunai yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.12 untuk petani mitra dan Rp 1.86 untuk petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra sebesar 1.90 dan non mitra sebesar 1.74. Artinya, setiap 1 rupiah biaya total yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.90 untuk petani mitra dan Rp 1.74 untuk petani non mitra.
clii 135
Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Nilai R/C total mitra hampir sama dengan nilai R/C tunai non mitra. Penerimaan yang dihasilkan petani mitra besar, walaupun biaya yang dikeluarkan lebih besar. Oleh karena itu pendapatan dan R/C petani mitra lebih besar dibanding non mitra. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa dengan bergabung dengan program kemitraan dapat mendatangkan pendapatan usahatani lettuce yang lebih besar. Perhitungan BEP produksi lettuce petani responden yaitu dengan membagi total biaya produksi dengan harga/kg. Nilai BEP produk petani mitra diperoleh sebesar 9,491 kg per hektar. Perolehan jumlah tersebut dapat diartikan bahwa titik balik modal akan tercapai apabila, produksi lettuce berada pada nilai 9,491 kilogram, sehingga usaha akan rugi apabila hasil produksi dibawah 9,491 kg. Analisis BEP harga yang ditetapkan per kilogram dihitung membagi total biaya dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Perolehan nilai
BEP harga
sebesar Rp 1,553/kg, artinya pengembalian modal tercapai pada tingkat harga tersebut. Petani akan mengalami kerugian, apabila PT Saung Mirwan menetapkan harga di bawah Rp 1,553/kg. Berdasarkan BEP harga petani mitra yang diperoleh dapat diketahui bahwa PT Saung Mirwan menetapkan harga hampir dua kali lipat dari harga BEP. Oleh karena itu harga yang ditetapkan perusahaan sudah baik. Petani mitra apabila melakukan budidaya lettuce secara intensif maka akan memperoleh keuntungan yang besar karena harga yang ditetapkan tersebut. Nilai BEP produksi petani non mitra lebih rendah yaitu sebesar 7,779 kilogram/hektar. Hal tersebut disebabkan biaya yang dikeluarkan petani non mitra yang lebih rendah jika dibanding petani mitra. Titik balik modal akan tercapai
cliii 136
pada jumlah produksi 7,779 kilogram, sehingga petani akan rugi jika produksi dabawah 7,779 kg/hektar. Petani non mitra pun dapat merencanakan produksinya ketika melakukan pemeliharaan tanaman agar produksi tidak dibawah jumlah minimum. Nilai BEP harga petani non mitra lebih tinggi dibanding petani mitra. Petani akan rugi jika harga berada dibawah Rp 1,908/kg. Artinya, pengembalian modal tidak akan tercapai jika harga dibawah Rp 1,908/kg. Oleh karena itu petani non mitra sebaiknya dapat memanfaatkan serta mencari peluang pasar, agar mendapatkan harga jual lettuce yang lebih tinggi dari harga minimum dan harga yang ditawarkan oleh kemitraan PT Saung Mirwan. Tabel 28 Analisis Perbandingan Pendapatan Rata-rata, Rasio R/C, dan BEP Usahatani Lettuce Petani Mitra dan Non Mitra per Hektar Uraian Total Penerimaan (Rp) Biaya 1. Biaya Tunai (Rp) 2. Biaya Non Tunai (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan atas biaya Tunai (Rp) Pendapatan atas biaya Total (Rp) Rasio R/C atas Biaya Tunai Rasio R/C atas Biaya Total BEP Produksi (kg) BEP Harga (Rp/kg)
7.2
Petani Mitra 53,124,532
%
25,034,911 89.48 2,943,470 10.52 27,978,381 100.00 28,089,621 25,146,152 2.12 1.90 9,491 1,553
Petani Non Mitra 45,075,000
%
24,188,064 93.52 1,677,294 6.48 25,865,358 100.00 20,886,936 19,209,642 1.86 1.74 7,779 1,908
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani menjadi Mitra
Petani mitra merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu jalinan kemitraan usahatani. Petani berperan sebagai supplier bahan baku bagi perusahaan. Peran petani tersebut berpengaruh pada penyediaan bahan baku untuk pemenuhan permintaan di PT Saung Mirwan. Perusahaan tersebut juga memiliki
cliv 137
peran penting untuk mengayomi petani dan memberikan manfaat dalam jalinan kemitraan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Model dugaan yang dikemukakan sebelumnya akan memasukkan delapan variabel sebagai faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan bermitra. Delapan variabel dugaan yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu umur, pengalaman usahatani lettuce, jumlah anggota keluarga, pendidikan terakhir, produktivitas, pendapatan, luas lahan, dan kualitas. Variabelvariabel tersebut ternyata tidak semua dapat dimasukkan ke dalam pengolahan regresi logistik karena menyebabkan perolehan model tidak baik. Hasil model yang terbaik yaitu dengan hanya memasukkan tujuh variabel. Variabel yang dimasukkan diantaranya variabel umur, pengalaman usahatani lettuce, jumlah anggota keluarga, pendidikan terakhir, produktivitas, pendapatan, dan luas lahan. Data variabel tersebut digunakan sebagai input analisis logit yang dapat dilihat pada Lampiran 11. Variabel yang tidak dapat dimasukan ke dalam model yaitu kualitas. Kualitas tidak dapat masuk ke dalam model diduga karena pengukuran mengenai kualitas masing-masing kelompok petani mitra dan non mitra berbeda. Penetapan kualitas pada kelompok petani mitra dilakukan oleh PT Saung Mirwan. Kriteria kualitas
untuk masing-masing petani mitra sama. Petani non mitra masing-
masing mempunyai pembeli yang berbeda, sehingga penetapan kriteria kualitas dan harga pun berbeda-beda. Oleh karena itu sulit untuk membuat patokan kualitas pada petani non mitra. Hasil analisis regresi logistik secara lengkap terdapat pada Lampiran 12.
clv 138
7.2.1
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra
Model pengolahan analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah respon. Pada uji signifikasi, diketahui bahwa terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan, yaitu variabel pengalaman, pendidikan terakhir, dan produktivitas. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan menjadi mitra yaitu umur, variabel jumlah anggota keluarga, pendapatan dan luas lahan. Ketiga variabel tersebut berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen (α=10 persen). Hal ini dapat diketahui dari hasil Uji Wald atau dari nilai Pvalue yang kecil dari 0,1 berarti signifikan, sedangkan angka P-value lebih dari 0,1 berarti tidak signifikan. Penggunaan α sebesar 10 persen, mengingat peluang atau resiko kesalahan maksimal sebesar 10 persen dalam menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi PT Saung Mirwan tersebut dirasakan masih dapat ditolelir. Hasil pengolahan analisis regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Menjadi Mitra PT Saung Mirwan (α = 10%) Variabel Umur Pengalaman Pendidikan Produktivitas Keluarga Pendapatan Luas Lahan Constant
Koefisien 0.365753 -2.71356 -1.94338 11.4920 -0.673626 -0.408173 -1.30898 -14.6647
Keterangan : * Signifikan pada α = 10%
P-Value 0.157 0.083* 0.096* 0.092* 0.398 0.760 0.410 0.256
Odds Ratio 1.44 0.07 0.14 97,925.31 0.51 0.66 0.27
clvi 139
Berdasarkan hasil analisis logit diketahui bahwa variabel pengalaman berpengaruh terhadap keputusan menjadi mitra PT Saung Mirwan. Variabel pengalaman signifikan pada α = 10% dengan nilai p-value 0.083 dan berpengaruh negatif terhadap keputusan menjadi mitra. Nilai koefisien sebesar -2.7 menunjukkan bahwa jika variabel lainnya tetap, maka jika pengalaman bertambah 1 tahun, secara rata-rata perkiraan logit akan turun sekitar 2.7 unit. Nilai koefisien negatif menunjukkan adanya hubungan atau korelasi negatif antara pengalaman petani dengan keputusan petani manjadi mitra budidaya lettuce PT Saung Mirwan. Variabel pengalaman sesuai dengan dugaan sebelumnya bahwa pengalaman petani yang semakin lama dalam menanam lettuce cenderung memungkinkan petani untuk tidak menjadi mitra. Petani yang semakin lama dalam menanam lettuce memungkinkan untuk memiliki jaringan pemasaran yang lebih luas dan juga penguasaan teknologi budidaya yang semakin baik. PT Saung Mirwan secara terbuka mentransformasikan pengalamannya kepada petani kecil untuk kemajuan bidang pertanian sesuai dengan misi perusahaan yaitu menjalankan kemitraan. Petani yang berpengalaman akan semakin paham dalam menjalankan usahatani lettuce. Kemampuan dalam teknologi budidaya yang diperoleh dari jalinan kemitraan membuat petani tidak memerlukan lagi bimbingan budidaya. Oleh karena itu petani yang sudah lama dan berpengalaman cenderung keluar atau tidak bergabung dengan kemitraan, dengan harapan dapat mengembangkan dan meluaskan usahanya. Petani yang lebih berpengalaman mempunyai kecenderungan lebih kecil sebesar 0.07 kali, untuk bergabung menjadi mitra dibanding petani yang kurang berpengalaman.
clvii 140
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden, kelompok petani non mitra lebih banyak berpendidikan dengan jenjang perguruan tinggi. Hasil analisis logit menunjukkan adanya korelasi negatif dengan tingkat pendidikan. Hal tersebut bertolak belakang dengan dugaan sebelumnya, bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif. Program kemitraan yang menguntungkan kedua belah pihak merupakan suatu pilihan logis dan ekonomis bagi petani yang berpendidikan tinggi, sehingga petani tersebut cenderung ingin bergabung. Nilai koefisien -1.94 menunjukkan bahwa apabila pendidikan naik 1 tingkat maka perkiraan logit akan turun sebesar 1.94 tingkat, sehingga tidak sesuai dengan dugaan awal. Koefisien negatif diduga bahwa petani dengan jenjang pendidikan akhir yang tinggi akan lebih maju dalam pemikirannya. Pola pikir tersebut didukung dengan pengetahuan, kemampuan dalam mengakses pasar dan teknologi terbaru. Hal-hal tersebut diduga mendorong keinginan petani untuk mengembangkan dan meluaskan usahataninya sendiri, dengan tidak terikat pada suatu jalinan yang membatasi dalam produksinya. Petani dengan jenjang pendidikan akhir tinggi berpeluang lebih kecil untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan, sebesar 0.14 kali dibanding petani dengan jenjang pendidikan lebih rendah. Variabel lainnya yang berpengaruh terhadap kemitraan yaitu produktivitas. Hal tersebut sesuai dengan dugaan sebelumnya bahwa produktivitas akan berpengaruh positif terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra. Petani mitra akan mendapat peningkatan pendapatan, apabila produktivitasnya tinggi karena harga yang layak yang ditetapkan perusahaan. Penyediaan bibit dan bimbingan teknis budidaya oleh PT Saung Mirwan berpengaruh baik dalam produktivitas lettuce. Oleh karena itu petani dengan produktivitas tinggi akan tetap bermitra.
clviii 141
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden petani mitra lebih banyak yang memiliki nilai produktivitas lebih besar dibanding dengan petani non mitra Nilai koefisien sebesar 11.49 yaitu bahwa jika nilai produktivitas naik 1 satuan maka perkiraan logit akan naik sebesar 11.49 satuan. Odd ratio menunjukkan bahwa kecenderungan petani dengan produktivitas tinggi untuk melanjutkan kemitraan berpeluang lebih besar, senilai 97,925.31 kali dibanding petani dengan produktivitas rendah. Hal tersebut karena adanya kemudahan dan fasilitas yang diberikan PT Saung Mirwan dirasa berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Model regresi logistik yang terbentuk untuk menggambarkan keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan adalah: -14.6+ 0.36 Umur (Tahun) – 0.27 Pengalaman (Tahun) – 1.94 Pendidikan terakhir + 11.49 Produktivitas – 0.67 jumlah anggota keluarga – 0.4 Pendapatan – 1.3 Luas lahan. Model
regresi yang terbentuk tersebut terdapat empat variabel atau peubah bebas yang terbentuk yaitu: Keputusan menjadi mitra = -14.6 – 0.27 Pengalaman (Tahun) – 1.94 Pendidikan terakhir + 11.49 Produktivitas.
Pengujian kelayakan model tersebut, dapat dilihat nilai -5.056 Log Likelihood yaitu menghasilkan statistik G sebesar 28.078 dan nilai p–value sebesar 0.00. Nilai p-value lebih kecil dari α = 0.1, sehingga dapat disimpulkan paling sedikit terdapat βi ≠ 0 (parameter model layak berada dalam model). Nilai Log Likelihood menjadi ukuran dimana semakin kecil nilai ini semakin bagus model yang diperoleh (Firdaus dan Afendi, 2008). Nilai Log Likelihood sebesar -5.056 maka model tersebut dapat dikatakan sudah baik. Pengujian kebaikan model dapat dilihat juga dari nilai Somers’ D, Goodman-Kruskal Gamma dan Kendall’s Tau-a merupakan ringkasan asosiasi
clix 142
tabel cocordant dan discordant yang bernilai 0-1. Komponen nilai tersebut menjelaskan bahwa semakin mendekati nilai satu (nilai 1), maka model sudah dikatakan baik. Nilai yang diperoleh yaitu Somers’ D 0.96, Goodman-Kruskal Gamma 0.96 dan Kendall’s Tau-a 0.44. Berdasarkan nilai ringkasan tersebut antara 0.44 sampai 0.96 yang mendekati nilai satu dapat dikatakan bahwa daya prediksi model yang didapatkan sudah baik.
7.2.2
Faktor-faktor yang Tidak Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra
Berdasarkan hasil analisis dari tujuh variabel yang dimasukkan ke dalam model terdapat empat variabel yang tidak berpengaruh atau tidak signifikan pada α sebesar 10 persen. Variabel yang tidak signifikan adalah umur, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan luas lahan. Keempat variabel tersebut cenderung tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Variabel umur secara statistik tidak signifikan pada α sebesar 10 persen, yaitu memiliki nilai p-value sebesar 0.157 yang lebih besar dari α = 10 persen. Hal tersebut disebabkan jumlah petani mitra dan non mitra tidak proporsional dan keragaman data kecil sehingga data kurang bisa menjelaskan. Koefisien variabel umur bernilai positif sesuai dengan dugaan sebelumnya, tetapi tidak signifikan pada taraf nyata α = 10 persen. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Ros (2004) bahwa umur berpengaruh nyata terhadap keputusan kemitraan. Dugaan sebelumnya dari peneliti, yang menduga bahwa variabel umur akan signifikan dan berkorelasi positif dengan keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Umur petani semakin tua maka akan tertarik untuk menjadi mitra karena adanya jaminan dan kemudahan-kemudahan yang
clx 143
ditawarkan seperti jaminan pemasaran, kemudahan dalam memperoleh bibit serta adanya bimbingan budidaya dan informasi-informasi dari penyuluh atau sesama petani mitra. Umur petani yang lebih tua cenderung mengharapkan jaminan dibanding memperluas pasar dan mengembangkan usahanya, sehingga merupakan hal yang rasional jika memutuskan untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Variabel umur pada model regresi tidak signifikan, sehingga umur bukanlah pemicu atau penghambat bagi petani untuk menjadi mitra. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya terdapat dua orang yang berumur diatas 50 tahun atau 10 persen dari jumlah responden. Rataan umur antara petani mitra dan non mitra pun tidak jauh berbeda, sehingga hal tersebut memungkinkan umur tidak signifikan. Dugaan sebelumnya variabel jumlah anggota keluarga akan berpengaruh positif terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan petani semakin banyak, maka kemungkinan petani tersebut membutuhkan pendapatan yang lebih tinggi. Pendapatan tersebut diperlukan untuk mencukupi keperluan keluarganya, yang diharapkan dapat diperoleh dengan bergabung menjadi mitra. Jumlah anggota keluarga pun dapat menjadi sumber ketersediaan tenaga kerja, sehingga dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga dapat menambah pendapatan tunai petani. Dugaan tersebut berbeda dengan hasil analisis regresi logistik yang menyatakan bahwa variabel jumlah anggota keluarga tidak signifikan, artinya variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan petani. Hasil penelitian Santy (2008) dan Ros (2004) menyebutkan pula, bahwa variabel
clxi 144
keluarga tidak berpengaruh secara nyata terhadap keputusan menjadi anggota dan keputusan bermitra. Berapapun jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan petani, tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra. Nilai koefisien keluarga pun berbeda dengan dugaan sebelumnya yang diduga positif, ternyata bernilai negatif. Koefisien tersebut dapat diinterpretasikan bahwa semakin banyak jumlah keluarga yang menjadi tanggungan, maka semakin petani tidak ingin bermitra. Tanggungan keluarga yang banyak diduga dapat mendorong petani untuk mengembangkan usahataninya sendiri, sehingga tidak bermitra dengan PT Saung Mirwan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani responden cenderung kecil. Petani responden sebanyak 30 baik mitra maupun non mitra yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga penuh hanya empat orang. Jumlah anggota keluarga yang banyak tidak menjadi jaminan untuk ikut bekerja dalam kegiatan usahatani lettuce. Anggota keluarga yang tidak menjadi tenaga kerja dalam usahatani karena mempunyai kegiatan masing-masing. Hal tersebut kemungkinan menjadi salah satu penyebab tidak berpengaruhnya jumlah anggota keluarga. Keputusan petani menjadi mitra merupakan keputusan individu, dimana penilaian tersebut tidak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan petani. Variabel pendapatan sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan bermitra. Tujuan awal dan harapan petani menjadi mitra adalah peningkatan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani yang meningkat diharapkan dapat menambah, atau meningkatkan pendapatan rumah tangga dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Petani yang memiliki pendapatan tinggi diduga
clxii 145
kurang tertarik untuk menjadi mitra. Peningkatan pendapatan lebih dibutuhkan oleh petani berpenghasilan rendah, sehingga dugaan awal pendapatan tinggi diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan untuk menjadi mitra. Hasil analisis logit menunjukkan bahwa variabel pendapatan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Keragaman data yang kecil diduga menyebabkan variabel pendapatan secara statistik tidak berpengaruh nyata pada pengujian model logit. Nilai koefisien pendapatan walaupun tidak berpengaruh nyata, tetapi sesuai dengan dugaan sebelumnya yaitu berpengaruh negatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, diketahui bahwa menurut petani program kemitraan tidak selalu dapat memberikan manfaat, dalam hal peningkatan pendapatan bagi petani. Hal tersebut terjadi khususnya jika harga di luar (pasar) yang dapat diakses lebih tinggi atau jumlah produksi petani sedang menurun. Keputusan bermitra bagi petani yang terpenting adalah bagaimana penilaian mereka mengenai keseluruhan manfaat, yang dapat diberikan kemitraan PT Saung Mirwan bukan hanya dalam hal pendapatan. Petani dengan pendapatan tinggi maupun petani dengan pendapatan lebih rendah akan bereaksi sama, seandainya mereka puas dengan manfaat yang diperoleh melalui kemitraan. Penilaian petani yaitu apakah kemitraan juga dapat memberikan manfaat lainnya, bukan hanya manfaat ekonomi, tetapi manfaat teknologi maupun sosial juga penting bagi petani untuk dapat mengembangkan usahataninya. Variabel luas lahan diduga akan berpengaruh positif terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra. Lahan yang semakin luas maka jumlah yang
clxiii 146
diproduksi akan semakin besar, sehingga petani membutuhkan jaminan pasar untuk produksinya. Oleh karena itu diduga petani yang lahannya lebih luas sangat memerlukan kerjasama kemitraan, untuk memasarkan hasil produksinya dengan resiko yang lebih rendah. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra. Nilai koefisien luas lahan negatif sehingga tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya. Nilai koefisien tersebut dapat diinterpretasikan bahwa petani yang melakukan usahatani lettuce dengan lahan luas cenderung tidak tertarik untuk bermitra. Hal ini disebabkan luas lahan budidaya lettuce dibatasi oleh pihak PT Saung Mirwan. Mekanisme suplai bibit seperti telah diuraikan sebelumnya yaitu PT Saung Mirwan membatasi jumlah bibit sekitar 8,000 pohon. Jumlah bibit tersebut hanya cukup untuk kebutuhan penanaman lettuce pada lahan seluas 2,500 meter persegi. Pembatasan jumlah bibit tersebut membuat petani yang mempunyai lahan luas tidak tertarik untuk menjadi mitra budidaya lettuce, walaupun ada pula petani non mitra yang mengusahakan lettuce dengan luasan sempit. Kondisi tersebut menyebabkan nilai distribusi selang luasan lahan tidak berbeda antara mitra dan non mitra. Hal tersebut yang membuat variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra.
7.2.3
Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Bermitra
Hasil analisis regresi logistik, diketahui terdapat tiga faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan atau tidak. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, diketahui bahwa faktor kekeluargaan yang sangat baik antara anggota dengan pihak
clxiv 147
perusahaan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang diduga turut mempengaruhi petani untuk tetap menjadi mitra. Terjalinnya komunikasi yang baik antar petani dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh penyuluh dan juga hubungan antara sesama petani mitra menjadi hubungan yang kuat diantara petani. Pendugaan lain berdasarkan pengamatan penelitian terdapat beberapa hal yang mempengaruhi petani mitra untuk tidak mempertahankan melanjutkan kerjasamanya. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah karena adanya keinginan petani untuk menjadi petani mandiri untuk meluaskan usahanya yang tidak tergantung dan terikat pada jalinan kemitraan PT Saung Mirwan. Keinginan tersebut dipicu oleh adanya informasi dan akses pasar produk lettuce yang terbuka lebar. Harga yang diterima petani pun semakin tinggi, apabila petani dapat mengakses pasar langsung untuk konsumen akhir. Munculnya pesaing seperti beberapa perusahaan yang menawarkan kerjasama untuk pemasaran, diduga turut mempengaruhi keputusan petani untuk tidak menjadi mitra PT Saung Mirwan. Lokasi petani pun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi petani untuk tidak menjadi mitra. Lokasi yang jauh dinilai tidak ekonomis dalam transportasi. Produk akan banyak terjadi kerusakan ketika sampai di PT Saung Mirwan sehingga penerimaan petani akan rendah.
clxv
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1
Kesimpulan
Kemitraan PT Saung Mirwan mulai diterapkan tahun 1990 dengan jumlah mitra tani yang semakin berkembang. Pola kemitraan yang diterapkan PT Saung Mirwan dengan petani mitra dikategorikan ke dalam pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). PT Saung Mirwan sebagai pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani mitra menyediakan lahan, tenaga kerja dan sarana. Kerjasama kemitraan berhasil dijalankan dengan konsep tipe sinergis dan saling menguntungkan serta didasari azas kesetaraan didalam menikmati keuntungan. Kendala yang dialami perusahaan yaitu terbatasnya tenaga penyuluh sehingga kunjungan penyuluh dirasakan masih kurang optimal. Pengadaan bibit menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan kemitraan. Kesulitan dalam pengadaan bibit menjadi penghambat dalam proses budidaya dan seringnya terjadi keterlambatan bibit. Manajemen packaging pada PT Saung Mirwan dinilai masih kurang terkoordinasi dengan baik. Kerugian lain dirasakan sebagian petani dalam penerimaan hasil panen, yaitu hasil panen petani masuk ke petani lain. Pelaksanaan kemitraan disamping terdapat kendala-kendala, ada juga manfaat yang diperoleh dengan adanya kejasama kemitraan PT Saung Mirwan dengan petani lettuce. Manfaat yang dirasakan petani diantaranya yaitu kemudahan dalam pemasaran, harga lebih baik, keuntungan lebih tinggi, bantuan budidaya, serta memiliki ikatan kuat atau jalinan kekeluargaan dengan petani.
clxvi 149
Manfaat teknis lainnya dengan menjadi mitra yaitu adanya penyediaan bibit, sehingga petani mitra tidak perlu melakukan pembibitan sendiri. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani lettuce yang dilihat dari pendapatan tunai dan non tunai serta R/C rasio tersebut nilai petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa dengan bergabung dengan program kemitraan dapat mendatangkan manfaat pendapatan usahatani lettuce yang lebih besar. Berdasarkan nilai BEP harga petani mitra yang diperoleh dapat diketahui bahwa PT Saung Mirwan menetapkan harga hampir dua kali lipat dari harga BEP. Oleh karena itu harga yang ditetapkan perusahaan sudah baik. Petani non mitra sebaiknya dapat memanfaatkan serta mencari peluang pasar agar mendapatkan harga jual lettuce yang lebih tinggi. Hasil analisis regresi logistik dengan memasukkan tujuh variabel diketahui bahwa terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Ketiga variabel tersebut yaitu variabel pengalaman, pendidikan terakhir, dan produktivitas. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan menjadi mitra yaitu variabel jumlah umur, anggota keluarga, pendapatan, dan luas lahan.
8.2
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, maka rekomendasi yang dapat diberikan penulis yaitu lebih dianjurkan kepada perusahaan. Rekomendasi yang diajukan dengan mengacu pada keuntungan masing-masing pelaku kemitraan dalam melaksanakan budidaya lettuce, sebaiknya perusahaan mempertahankan hubungan kerjasama
kemitraan.
Pihak
perusahaan
sebaiknya
memperbaiki
sistem
clxvii 150
manajemen dan juga pelaksanaan teknis kemitraan, misalnya dalam pengadaan bibit. Pengadaan bibit sebaiknya dikoordinasi lebih baik dengan bagian pembibitan dan juga petani. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang dapat merugikan petani dan juga memperburuk citra perusahaan. Manajemen penerimaan produk sebaiknya lebih dibenahi dan diperbaiki lagi agar tidak ada petani yang dirugikan. Citra perusahaan diperbaiki dengan membenahi manajemen mulai dari bagian pembibitan sampai penerimaan produk. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi masih menilai pelaksanaan kemitraan tersebut kurang baik. Hal tersebut terbukti bahwa petani dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk tidak melanjutkan kerjasama dan tidak memiliki keinginan untuk bergabung dalam kemitraan. Berdasarkan hasil logit saran yang diajukan untuk pengembangan kemitraan
sebaiknya
perusahaan
memperhatikan
petani
dengan
kriteria
pengalaman, pendidikan terakhir dan produktivitas. PT Saung Mirwan bertujuan mengembangkan kemitraan sesuai dengan misi untuk membantu dan memajukan petani kecil. Rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan yaitu dapat menunjukkan lebih jauh bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata secara negatif. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani lettuce, kemitraan dapat memberikan manfaat terhadap pendapatan.
clxviii
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, F. 2001. Analisis Kelayakan Investasi Head Lettuce dengan Sistem Pertanian Organik Studi Kasus PT Austindo Mitra Sarana Farm Desa Palasari Ilir Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Ali, F. 2005. Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Jagung Manis di Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2007. Program Dukungan Kemitraan Usaha Hortikultura antara Petani Kecil dengan Perusahaan. http//www.fruit development.co.id. 28 Desember 2007 Barbarra. 2003. Studi Pengembangan Pola Kemitraan Benih Jagung Manis antara Industri Benih IPB dengan Penakar Benih. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2005. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Badan Pusat Statistik, Bogor. . 2007. Statistik Pertanian Kabupaten Garut. Badan Pusat Statistik, Garut. Jawa Barat. Direktorat Jendral Hortikultura. 2007. Nilai PDB Indonesia. Direktorat Jendral Hortikultura, Jakarta. . 2007. Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura. Direktorat Jendral Hortikultura, Jakarta. Fadloli, F. 2005. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan Mitra Tani Edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M dan Afendi, F M. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. McGraw-Hill Book Company. New York. Hafsah, M.J. 2000. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. PT Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
clxix 152
Haryanto, E, et al. 2003. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. Iftauddin. 2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Input: Studi Kasus di Desa Banjar Panji Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Mulatwati, Sri. 2007. Sekilas Info tentang Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006. http//www.hortikultura.go.id. 27 Januari 2008. Muslieh, M. 2000. Manajemen Keuangan Modern. Bumi Aksara. Jakarta. Natalia, R. 2002. Kajian Strategi Bersaing Perusahaan Lettuce di PT XYZ Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Pratiwi, Y,S. 2003. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara Petani dengan Perusahaan dalam Mengembangkan Usahatani dan Strategi Pemasaran Sayuran Substitusi Impor. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Prihmantoro, H dan Yovita H. 2003. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Hobi dan Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Puspitasari, I. 2003. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara PT Agro Inti Pratama dengan Petani Ubi Jalar di Desa Sindang Barang. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Ros, N. 2004.Analisis Pelaksanaan Kemitraan antara Koperasi Agribisnis Mitra Tani dengan Petani Sayuran di Daerah Cipanas dan Sekitarnya. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Rukmana, R, Yuyun Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Santy. 2008. Analisis Kinerja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanggotaan Koperasi Petani (KOPTAN) Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung-Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Saphira, S. 2003. Analisis Regresi Logistik untuk Menentukan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Anggota Koperasi Simpan Pinjam. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Setiowati, H,E. 2002. Kajian Pelaksanaan Kemitraan Usahatani Bawang Merah Kasus KUD Satya Budhi Kecamatan Brebes. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
clxx 153
Shinta, R,E. 2003. Kajian Implementasi Kemitraan antara Koperasi dan Perusahaan Besar Swasta dengan Motode Proses Hierarki Analitik: Studi Kasus Kerjasama PT Goro Yudhistira Utama dengan Bumiputera. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, et. al. 1986. Ilmu Usahatani Dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Suhendar, Yan. 2007. Disiapkan 32 Kawasan Agribisnis Hortikultultura. http//www.Agrina.co.id. 28 Desember 2007. Sukanda, D,C. 2003. Metode Chaid dan Model Regresi Logistik Ordinal untuk Menganalisis Tingkat Keberhasilan Usaha Anggota Koperasi Simpan Pinjam. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sulaksana, M. 2004. Kajian Implementasi Kemitraan antara Koperasi Usaha berbasis terigu dengan Perusahaan Besar Swasta: Studi Kasus PT ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Sulistyo. 2004. Pengaruh Kemitraan Terhadap efisisansi Penggunaan Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu antara PT Great Giant Pineaple dengan Petani Ubi Kayu di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Sumardjo, et al. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Supranto, J. 2004. Ekonometri. Buku Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta Suprayitna, I. 1996. Menanam dan Mengolah Selada Sejuta Rasa. CV Aneka. Solo Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis (Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif). Edisi 2. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Uyanto, S.S. 2006. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Edisi Ke-2. Graha Ilmu. Yogyakarta. Yuningsih, Y. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Selada Hidroponik (Studi Kasus di Yayasan Progressio Ondonesia, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Departmen Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
clxxi
LAMPIRAN
0 155 Lampiran 1 Order Kirim Lettuce di PT Saung Mirwan Tahun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember rata-rata gap
2003 2004 2005 2006 2007 Order Kirim Order Kirim Order Kirim Order Kirim Order Kirim --------------------------------------------------------------------Kilogram--------------------------------------------------------------6,462 6,295 6,449 6,735 7,329 7,518 9,223 8,869 8,199 8,065 4,300 4,146 8,220 6,527 6,356 6,242 6,961 6,536 6,659 6,327 6,298 5,817 7,858 7,438 8,907 6,413 7,422 7,249 9,427 8,640 4,494 4,269 4,398 4,431 11,947 7,605 7,877 7,809 9,694 7,743 8,142 8,258 6,917 6,313 8,992 8,966 10,802 8,924 12,177 8,539 7,643 7,622 9,770 8,604 10,602 9,932 7,380 6,990 8,734 8,677 5,594 5,589 7,222 7,213 11,238 9,293 8,119 8,058 9,206 9,256 7,630 7,300 6,855 6,856 9,052 8,550 7,915 7,761 9,915 9,902 7,100 6,561 7,463 7,529 8,800 8,265 6,981 6,939 8,392 8,318 7,552 6,882 10,220 10,153 8,951 8,692 11,666 9,536 12,472 11,729 7,320 7,105 9,785 9,583 9,612 8,578 10,498 6,172 14,778 10,550 10,976 10,976 8,786 8,858 8,978 8,811 10,705 8,186 14,056 12,668 83,511 80,820 93,943 90,240 110,764 98,865 105,549 93,029 123,709 110,414 6,959 6,735 7,829 7,520 9,230 8,239 8,796 7,752 10,309 9,201 224 309 992 1,043 1,108
Lampiran 2 Persentase Selisih antara Jumlah Order dengan Pengiriman Lettuce PT Saung Mirwan. Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
rata-rata
2.58% -4.43% -2.58% 3.84% 1.63%
3.58% 20.60% 1.79% 6.11% 4.99%
7.64% 5.34% 28.00% 2.33% 8.35%
5.01% -0.75% 36.34% 0.86% 20.13%
-1.42% 8.73% 0.29% 17.39% 29.88%
0.27% 11.93% 6.32% 5.28% 0.65%
0.09% 0.12% 17.31% 0.75% -0.54%
4.33% -0.01% 5.55% 1.95% 0.13%
7.59% -0.88% 6.08% 0.60% 0.88%
8.87% 0.66% 2.89% 18.26% 5.96%
2.94% 2.06% 10.76% 41.21% 28.61%
0.00% -0.82% 1.86% 23.53% 9.87%
3.46% 3.55% 9.55% 10.18% 9.21%
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
156
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN KAJIAN KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN DENGAN PETANI LETTUCE DI GARUT
I.
KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN
1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Alamat
:
4. Usia
:
5. Status
: a. Menikah ( )
6. Status dalam keluarga
:
(Tahun)
7. Jumlah Anggota keluarga :
b. Belum menikah ( ) (Orang)
8. Pengalaman Bermitra
:
(Tahun)
9. Pengalaman Usahatani Lettuce
:
(Tahun)
10. Pendidikan Terakhir
:
11. Rata-rata pendapatan
:
12. Luas Lahan yang digarap berasal: a. Milik Sendiri seluas.............................m2 b. Sewa seluas..........................................m2 c. Menggadai............................................m2 d. Menyakap/bagi hasil seluas..................m2 13. Alasan responden dalam menjalin kemitraan (√) a. Keuntungan lebih tinggi
( )
b. Pemasaran terjamin
( )
c. Cocok diusahakan di daerah ini
( )
d. Mudah pengusahaannya
( )
e. Dianjurkan pemerintah setempat
( )
157
Lampiran 3 Lanjutan II.
ANALISIS USAHATANI LETTUCE
A. Penerimaan Petani No Penerimaan 1 Pendapatan Usahatani: -Lettuce -Lainnya: 1. 2. 2 Pendapatan Non usahatani: 1. 2. 3.
Unit
Satuan
Harga (Rp)
Unit
Satuan meter kg
Harga (Rp)
B. Biaya Tunai yang dikeluarkan No Biaya Tunai 1 Sewa Lahan 2 Benih 3 Pupuk: pupuk kandang Urea SP-36 KCL ZA Lainnya 4 Pestisida: Dursban Antracol Gandasil
5 Tenaga Kerja Persiapan lahan: 1. 2. Penanaman: 1. 2. Pemeliharaan: a. Pemupukan b. Penyiangan Panen JUMLAH
kg kg kg kg kg liter kg kg HKP HKW HKW HKP HKW HKP HKW HKP HKW
158
Lampiran 3 Lanjutan C. Komponen Biaya yang Diperhitungkan No 1.
2.
Biaya yang Diperhitungkan: Peralatan Usahatani: a. b. c. d. Tenaga Kerja Keluarga a. persiapan lahan b. pemupukan c. penyiangan d. pengairan e. penyemprotan pestisida f. panen JUMLAH
Unit
Satuan
Umur Pakai
Harga (Rp)
HKP HKP HKP HKP HKP HKP
D. Sistem kemitraan yang dijalankan PT Saung Mirwan: 1. Apakah anda mendapatkan bantuan pendanaan atau modal dari PT SM selama bermita? Jawab: 2. Menurut anda apakah sebaiknya perusahaan menyediakan bantuan peminjaman modal atau bantuan lainnya. Bantuan apa yang diharapkan? Jawab: No Jenis Bantuan Besar bantuan
3. Seberapa sering (frekuensi dalam sebulan) pengunjungan penyuluh dari perusahaan? Jawab: 4. Menurut anda manfaat apa saja yang diperoleh dengan melakukan kemitraan (jawaban dapat lebih dari satu) ¾ Manfaat Ekonomi: a. Kemudahan pemasaran ( ) b. Harga yang lebih baik ( ) c. Keuntungan yang lebih tinggi ( ) d. Lainnya: ¾ Manfaat teknis dan non teknis a. Bantuan permodalan ( ) b. Bantuan bimbingan budidaya ( ) c. Lainnya:
159
Lampiran 3 Lanjutan ¾ Manfaat sosial a. Memiliki ikatan yang kuat dengan petani b. Lainnya:
5. Bagaimana pendapat dan saran anda mengenai sistem yang diterapkan perusahaan? a. Penerimaan Produk: Baik ( ) Kurang baik ( ) Saran : b. Grading : Baik ( ) Kurang baik ( ) Saran : c. Penetuan Harga : Baik ( ) Kurang baik ( ) Saran : d. Sistem pembayaran: Baik ( ) Kurang baik ( ) Saran : e. Efektifitas penyuluh: Baik ( ) Kurang baik ( ) Saran : E. Hasil Produksi 1. Berapakah produksi yang anda hasilkan setiap panen dalam satu musim tanam Jawab: Luas lahan yang ditanam masa tanam Jenis sayuran Produksi (kg) (m2) (hari) 1. 2. 3. 2. Bagaimana kriteria produk yang anda hasilkan: a. Warna : b. Bobot : (Gram) c. Tampilan produk : 3. Berapakah pengeluaran anda dalam satu bulan diluar pengeluaran usahatani: a. Pengeluaran untuk konsumsi : Rp b. Pengeluaran untuk pendidikan : Rp c. Pengeluaran lain-lain : Rp 4. Apa yang anda ketahui mengenai kemitraan yang dijalankan PT Saung Mirwan? Jawab:
5. Alasan apa yang mendasari anda tidak bergabung dalam kemitraan PT Saung Mirwan? Jawab:
160
Lampiran 4 Struktur Organisasi PT Saung Mirwan DIREKTUR
SPF IT
DIVISI UMUM
Umum Personalia RTK Umum
Pengemasan Penerimaan Pengemasan Prossesing
DIVISI KOMERSIL
Distr & Tek Distribusi Teknik
Penjualan Adm&Data
Pengadaan Pembelian Sayur
Penjualan
DIVISI PRODUKSI
Keu/Ak Keuangan Accounting
Pembelian Non Sayur
Kemitraan
Produksi Sayur
Produksi Bunga
Penjualan Bunga
GH/Non
BRC
Penjualan
Garut
BCF
Pengemasan
Lembang
BPT
161 0
Lampiran 5 Penggunaan Lahan untuk Usaha Pertanian per Kecamatan di Kabupaten Garut Kecamatan Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Makarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peundeuy Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karang Tengah Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah
Persawahan 664 1473 1078 3669 144 207 1785 1043 1125 885 1179 852 1507 214 218 1687 1489 1129 985 1966 1471 1678 1464 792 1064 1084 1939 475 492 533 1483 993 1359 967 1033 1693
Tegalan semusim 8962 1216 996 976 2805 322 4481 3173 466 1165 1425 1549 1574 1341 901 1788 570 752 8 1073 670 637 738 830 174 835 43 298 36 396 742 1226 2518 232 400
Kebun campuran 2581 1773 2419 1546 1563 641 5990 2322 1730 1058 2528 729 1597 800 1771 2861 1910 763 769 1547 684 1022 1371 39 399 305 819 2422 1374 855 389 225 1205 879 72 810
Cibiuk Kadungora
362 506
172 448
420 799
1748
332
446
BI Limbangan
1888
1952
1699
975
207
1398
Malangbong
2157
2717
1594
Kab Garut
49455
51146
56124
Selaawi
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut, 2008
162 1
Lampiran 6 Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan PERJANJIAN KEMITRAAN No…./ …./ PKJ/ ….
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Arif Marzuki
Jabatan
: Penyuluh Kemitraan PT Saung Mirwan
Alamat
: Desa Sukamanah, Kp. Pasir Muncang, Megamendung, Bogor
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama Nama
:
Jabatan
:
Alamat
:
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. Dengan surat perjanjian ini, Pihak Pertama telah sepakat kepada Pihak Kedua untuk menanam komoditas sebagai berikut: 1. Lettuce Head 2. Edamame Fresh 3. Edamame Coral 4. Okura 5. Zuchini 6. Timun Jepang 7. Buncis TW 8. Nasubhi 9. Tomat TW Pasal 1 Kewajiban Pihak Pertama Pihak Pertama mempunyai kewajiban kepada pihak kedua sebagai berikut: 1. Memprogram semua lahan yang mau dimitrakan 2. Membantu dalam teknis budidaya 3. Membeli semua produk yang dihasilkan oleh Pihak Kedua yang memenuhi standard kualitas yang ditentukan oleh Pihak Pertama.
1632
Lampiran 6 Lanjutan Pasal 2 Kewajiban Pihak Kedua 1. Membayar kebutuhan benih sesuai dengan kebutuhan lahan. Untuk komoditi lettuce head harga bibit Rp 110/pohon. 2. Membiayai biaya operasional 3. Menyediakan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan 4. Mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya 5. Mengukuti program tanam dan panen yang telah ditentukan Pihak Pertama 6. Menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standard kualitas yang ditentukan kepada Pihak Pertama 7. Mengantar sendiri hasil panen apabila lokasi lahan berada pada jarak lebih dari 20 km dari PT Saung Mirwan Pasal 3 Kualitas Kualitas produksi lettuce head yang ditentukan sebagai berikut: 1. Umur tanaman sudah berumur +/- 55 HST 2. Warna hijau muda 3. Bentuk bulat dengan bobot 250-500 gram 4. Segar tidak ada kerusakan akibat serangan hama dan penyakit 5. Tidak ada kerusakan mekanik dan tanpa benda asing. Pasal 4 Harga Harga Pembelian oleh Pihak Pertama: 1. Lettuce head
Rp 3,250 Grade A, dan Rp 2,250 Grade B
2. Edamame fresh
Rp 4,500 /kg
3. Edamame coral
Rp 6,000/kg
4. Okura
Rp 3,000 /kg
5. Zuchini
Rp 2,250 / kg
164 3
Lampiran 6 Lanjutan Pasal 5 Lain-Lain 1. Berat timbangan yang akan diterima dan dibayar adalah berat barang setelah dilakukan sortasi oleh bagian packaging, atau bagian pembenihan PIHAK PERTAMA. Pasal 6 Pembayaran Pembayaran produksi yang dikirim oleh pihak kedua kepada Pihak Pertama akan dibayar oleh Pihak Pertama untuk produk lettuce head, okura, edamame fresh dan zuchini satu minggu setelah hasil panen diterima oleh edamame koral dua minggu setelah hasil panen diterima oleh Pihak Pertama. Pasal 7 Domisili Hukum 1. Apabila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat diluar perjanjian kontrak kerja ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. 2. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui kediaman hukum yang umum dan tetap pada kantor Panitera Pengadilan Negeri Kelas 1 Bogor. Demikian perjanjian kontrak kerja ini kami buat dan ditandatangani di atas materai oleh kedua belah pihak dimana masing-masing pihak mempunyai kekuatan hukum yang sama. Sukamanah (Arif Marzuki) Pihak I
, 2008 Mengetahui,
Manajer Kemitraan Pihak II
1654
Lampiran 7 Analisis Rata-rata Usahatani Lettuce per Hektar per Musim Tanam Petani Mitra di Garut No A
Uraian
Satuan
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Penerimaan 1 Lettuce Grade A
12,582 Kg
3,250
40,889,928
2 Lettuce Grade B
5,437.6 Kg
2,250
12,234,605
18,019.6 Kg
2,948
53,124,532
Total Penerimaan B
Unit
Biaya Tunai 1 Sewa Lahan
10000 Meter
118.607
1,186,070
2 Pajak Lahan
10000 Meter
2.09
20,900
56,564.97 Pohon
110
6,222,147
132,926
2,689,094
3 Saprotan a. Benih b. Mulsa
20.23 Rol
c. Plastik d. Pupuk dan obat-obatan
9,025,159
Jumlah biaya saprotan
17,936,400
4 Tenaga Kerja Luar Keluarga a. TKLK Wanita
218.87 HKW
7,118
1,558,062
b. TKLK Pria
401.16 HKP
10,800
4,333,480
Jumlah
5,891,542
Total Biaya Tunai C
25,034,911
Biaya Non Tunai 1 Penyusutan Peralatan Tenaga Kerja Dalam 2 Keluarga a. TKDK Wanita b. TKDK Pria
D
125,426
80.33 HKW 209.19 HKP
7,150
574,417
10,725
2,243,627
Jumlah TKDK
2,818,044
Total Biaya Non Tunai
2,943,470
F
Total Biaya (B+C) Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) Pendapatan atas Biaya Total (A-D)
25,146,152
G
R/C Atas Biaya Tunai (A/B)
2.12
H
R/C Atas Biaya Total (A/D)
1.90
I
BEP Produksi (kg)
9,491
J
BEP Harga (Rp/kg)
1,553
E
27,978,381 28,089,621
166 5
Lampiran 8 Analisis Rata-rata Usahatani Lettuce per Hektar per Musim Tanam Petani Non Mitra di Garut No A
Uraian
Satuan
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Penerimaan: Lettuce Fresh
B
Unit
13,556 Kg
3,325 45,075,000
Biaya Tunai 1 Sewa Lahan
10000 Meter
161.90
1,619,048
2 Pajak Lahan
10000 Meter
2.32
23,200
a. Benih
668.50 Gram
867.65
580,025
b. Mulsa
20.50 Rol
160,731
3,295,000
c. Plastik
40.95 Kg
20,000
819,000
3 Saprotan
d. Pupuk dan obat-obatan
8,164,667
Jumlah biaya saprotan
12,858,692
4 Tenaga Kerja Luar Keluarga a. TKLK Wanita
512.53 HKW
8.140
4,173,667
b. TKLK Pria
486.84 HKP
11,325
5,513,458
Jumlah
9,687,125
Total Biaya Tunai C
24,188,064
Biaya Non Tunai 1 Penyusutan Peralatan
800,628
2 Tenaga Kerja Dalam Keluarga a. TKDK Wanita
90.83 HKW
8,220
746,667
b. TKDK Pria
13.00 HKP
10,000
130,000
Jumlah TKDK Total Biaya Non Tunai
876,667 1,677,294
D
Total Biaya (B+C)
25,865,358
E
Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B)
20,886,936
F
Pendapatan atas Biaya Total (A-D)
19,209,642
G
R/C Atas Biaya Tunai (A/B)
1.86
H
R/C Atas Biaya Total (A/D)
1.74
I
BEP Produksi (kg)
7,779
J
BEP Harga(Rp/kg)
1,908
0
167 Lampiran 9 Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Lettuce 1 Ha Petani Mitra Per Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Sumarni Ayi A. Sahid Rahmat Iyay R Anan sukma R Endan S Kokom H Aban Agah N Taufik H Agus S Qodarudin Enjah Ambi H Iwan S Maman Imas Otong D Rata-Rata
Bibit/Benih 7,333,333 6,285,714 5,892,857 5,892,857 5,076,923 6,285,714 5,500,000 6,285,714 6,285,714 6,043,956 6,285,714 7,333,333 6,547,619 6,285,714 6,203,008 6,285,714 7,333,333 6,285,714 4,714,286 6,285,714 6,222,147
Mulsa Pupuk&obat-obatan 2,708,333 9,416,667 3,000,000 9,014,286 2,529,762 5,952,381 2,480,159 13,468,254 2,403,846 6,761,538 2,600,000 5,814,286 2,500,000 12,050,000 2,678,571 9,185,714 2,800,000 8,642,857 2,747,253 6,351,648 2,857,143 7,142,857 2,500,000 13,941,667 3,000,000 8,916,667 2,666,667 7,371,429 3,524,436 8,458,647 2,142,857 12,714,286 2,500,000 9,750,000 3,000,000 11,200,000 3,000,000 5,621,429 2,142,857 8,728,571 2,689,094 9,025,159
Penyusutan Sewa Lahan (Tunai) Pajak (Tunai) 76,667 1,666,667 0 125,714 0 16,600 41,667 892,857 0 10,218 952,381 0 49,231 1,923,077 0 105,714 1,428,571 0 152,500 0 21,600 78,571 1,008,571 0 35,714 1,548,571 0 31,319 0 21,600 31,429 0 20,800 6,667 0 23,000 75,000 0 15,000 288,571 0 25,000 159,774 0 23,000 122,857 485,714 0 653,333 1,000,000 0 85,000 0 21,600 278,571 0 20,800 100,000 954,286 0 125,426 1,186,070 20,900
BTKLK 6,800,000 0 7,779,762 9,176,587 4,192,308 928,571 6,250,000 5,428,571 5,485,714 6,043,956 6,000,000 7,083,333 4,571,429 4,657,143 6,203,008 0 6,350,000 0 0 7,314,286 5,891,542
BTKDK 0 6,285,714 0 0 1,076,923 4,571,429 1,000,000 1,642,857 800,000 0 266,667 0 2,571,429 200,000 676,692 6,542,857 0 6,114,286 4,885,714 0 2,818,044
0
168
Lampiran 10 Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Lettuce 1 Ha Petani Non Mitra Per Responden N o
Nama
Bibit/Beni h
1
Yayan
540,000
2
Jazuli Iim Ibrahim
594,000
560,000
6
Pribadi Lucas Dimitri Deden Andi
540,000
7
Iyep
600,000
8
Dadang M Yusuf Kundan g Ratarata
531,250
3 4 5
9 10
595,000
640,000
450,000 750,000 580,025
Mulsa 3,750,00 0 2,800,00 0 2,800,00 0 4,000,00 0 4,000,00 0 3,000,00 0 2,800,00 0 4,000,00 0 3,000,00 0 2,800,00 0 3,295,00 0
Pupuk&obatobatan
Penyusuta n
Sewa Lahan (Tunai)
Pajak (Tunai))
BTKLK
BTKDK
Plastik
9,000,000
8,240,000
1,760,00 0
125,000
1,000,000
0
720,000
7,234,000
8,450,000
600,000
8,550
2,000,000
0
800,000
7,552,000
8,520,000
800,000
10,500
2,000,000
0
800,000
6,172,000
800,000 1,600,00 0
213,000
0
23,000
7,960,000
9,400,000 15,800,00 0
7,000,000
0
25,000
720,000 1,000,00 0
6,763,000
8,520,000
480,000
139,600
2,000,000
0
10,377,333
266,667
168,750
1,666,667
0
6,825,000
8,586,667 11,831,25 0
800,000 1,000,00 0
180,625
1,000,000
0
750,000
8,600,000
9,130,000
600,000 1,360,00 0
118,000
0
21,600
11,163,333
8,393,333
500,000
42,250
1,666,667
0
600,000 1,000,00 0
8,164,667
9,687,125
876,667
800,628
1,619,048
23,200
819,000
0
169 Lampiran 11 Input Pengolahan Regresi Logistik Menggunakan Program Minitab 14.0 Mitra/Non Mitra (Y) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Umur (X1) 35 31 30 43 50 48 31 30 51 50 38 45 50 43 35 42 38 50 40 53 33 36 34 35 48 31 43 38 43 42
Pengalaman ustan lettuce(X2) 3.0 3.0 1.0 3.0 2.0 4.0 3.0 2.0 3.0 2.0 2.0 4.0 3.0 0.5 3.0 1.0 3.0 4.0 2.0 3.0 1.0 2.0 2.0 3.0 3.0 2.0 2.0 3.0 2.0 3.0
Pendidikan Terakhir (X3)
Produktivitas (X4) 2 1 1 4 2 1 2 1 3 2 2 2 2 3 3 1 3 1 1 2 3 4 3 2 4 4 4 3 3 2
2.00 2.28 1.43 1.58 1.38 2.00 2.00 1.70 2.00 1.09 1.90 2.60 2.10 1.20 2.44 1.40 2.00 2.10 1.00 1.57 1.20 1.20 1.20 1.50 1.40 1.00 1.33 1.50 1.30 1.50
Jumlah anggota keluarga (X5) 4 4 3 4 5 4 3 4 4 4 6 3 1 4 5 5 1 4 3 4 4 3 3 2 2 3 3 4 3 6
Pendapatan selang (X6)
Luas Lahan Lettuce (X7) 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 4 3 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 4 4 3 1 1 4 3 1 1
170xi
Lampiran 12 Hasil Analisis Regresi Logistik Menggunakan Program Minitab 14.0 Binary Logistic Regression: Mitra/Non Mi versus Umur (X1), Pengalaman U, ... Link Function: Logit Response Information Variable Mitra/Non Mitra (Y)
Value 1 0 Total
Count 20 10 30
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant Umur (X1) Pengalaman Ustan Lettuce(X2) Pendidikan Terakhir (X3) Produktivitas (X4) Jumlah anggota keluarga (X5) Pendapatan (X6) Luas Lahan (X7)
Coef -14.6647 0.365753 -2.71356 -1.94338 11.4920 -0.673626 -0.408173 -1.30898
SE Coef 12.8982 0.258738 1.56717 1.16818 6.82942 0.797534 1.33426 1.58811
Predictor Constant Umur (X1) Pengalaman Ustan Lettuce(X2) Pendidikan Terakhir (X3) Produktivitas (X4) Jumlah anggota keluarga (X5) Pendapatan (X6) Luas Lahan (X7)
Lower
Upper
0.87 0.00 0.01 0.15 0.11 0.05 0.01
2.39 1.43 1.41 6.37107E+10 2.43 9.09 6.07
Z -1.14 1.41 -1.73 -1.66 1.68 -0.84 -0.31 -0.82
P 0.256 0.157 0.083 0.096 0.092 0.398 0.760 0.410
Odds Ratio 1.44 0.07 0.14 97925.31 0.51 0.66 0.27
95% CI
Log-Likelihood = -5.056 Test that all slopes are zero: G = 28.078, DF = 7, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 9.7596 10.1124 1.7365
DF 22 22 8
P 0.988 0.985 0.988
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
0 0.0
0 0.1
1 0.6
1 1.8
3 2.7
3 3.0 3
3 2.9 3
2 2.4 3
2 1.2 3
0 0.3 3
7
8
9
10
Total
3 3.0
3 3.0
3 3.0
3 3.0
3 3.0
20
0 0.0 3
0 0.0 3
0 0.0 3
0 0.0 3
0 0.0 3
10 30
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 196 4 0 200
Percent 98.0 2.0 0.0 100.0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0.96 0.96 0.44