ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN
SKRIPSI
IRWAN IRSYADI H34070065
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 1
RINGKASAN IRWAN IRSYADI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO). PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjalin kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani. Kegiatan kemitraan antara petani mitra dengan PT Saung Mirwan tidak terlepas dari adanya permasalahan yaitu masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh para petani mitra. Rata-rata produktivitas kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan pada tahun 2010 adalah sebesar 64,5 kg per satu kilogram benih. Nilai tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas petani mitra kedelai edamame PT Mitra Tani Dua Tujuh yang mencapai angka 90 kg per satu kilogram benih. PT Mitra Tani Dua Tujuh juga merupakan perusahaan yang menjalin kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani. Diduga salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai edamame petani mitra adalah para petani mitra tidak mengikuti Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa budidaya yang dilakukan selama ini oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien. Budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil yang didapat menjadi rendah dan nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani para petani mitra. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan, (2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan, (3) menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani kedelai edamame petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (4) memberikan saran atau rekomendasi kepada PT Saung Mirwan dan petani mitra. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Metode convenience sampling dipilih karena keterbatasan peneliti dalam mendatangi petani yang letaknya tersebar. Berdasarkan hasil analisis keragaan usahatani, pelaksanaan budidaya yang dilakukan oleh petani mitra terdiri atas beberapa kegiatan yaitu: persiapan lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, penyiraman, pemupukan, pengendalian OPT, dan panen. Beberapa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani mitra tidak sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan penyuluh PT Saung Mirwan. Kegiatan yang tidak sesuai dengan SOP adalah kegiatan pemberian pupuk kandang yang tidak sesuai dengan waktunya, pemberian pestisida yang kurang, dan pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Kondisi inilah yang diduga menyebabkan produktivitas petani mitra masih rendah. Hasil analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol, yaitu sebesar 2
Rp 14.304.517,00 dan Rp 9.619.652,43. Selain itu nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total juga lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,23 dan 1,59. Hasil estimasi dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame adalah variabel benih per lahan dan tenaga kerja per lahan. Sementara itu tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani kedelai edamame adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan telah cukup efisien, namun masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi sebesar 28 persen agar mencapai produksi maksimum. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan adalah pengalaman berusahatani kedelai edamame. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran agar produktivitas kedelai edamame yang ditanam oleh petani mitra meningkat, petani perlu menambahkan jumlah benih yang digunakan per satuan luas lahan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Penambahan benih dan pengurangan tenaga kerja perlu dilakukan, karena berdasarkan hasil analisis efisiensi teknis dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier kedua variabel tersebut berpengaruh nyata.
3
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN
IRWAN IRSYADI H34070065
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 4
Judul Skripsi
:
Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan
Nama
:
Irwan Irsyadi
NIM
:
H34070065
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 19610916 198601 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus : 5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Irwan Irsyadi H34070065
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 November 1989. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Darmoyo dan Ibu Indah Budi Utami. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kramat Pela 09 pagi Jakarta pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 19 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 46 Jakarta. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis tercatat sebagai pengurus Sharia Economics Student Club (SES-C) Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada divisi Usaha Mandiri periode 2008-2010.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktek kemitraan antara petani mitra dengan perusahaan, keragaan usahatani, pendapatan usahatani dan juga efisiensi teknis petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat berguna bagi PT Saung Mirwan dan para petani mitra kedelai edamamenya. Selain itu penulis juga berharap skripsi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi yang membacanya dan juga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2011
Irwan Irsyadi
8
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak dan Ibu semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik dan memberi kebanggaan. Terima kasih atas semua hal yang telah diberikan yang mungkin tak akan terbalas sampai kapan pun. Kak Sari, Todi, Rafi’, Asti terima kasih atas doa dan dukungannya. 2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, M.Ec selaku pembimbing akademik dan juga dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IPB dan juga dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr.Ir. Ratna Winandi, MS dan Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Harmini, MSi, yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi, serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah menjadi keluarga bagi penulis di Bogor. 5. Pihak PT. Saung Mirwan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian disana dan juga para petani Mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan yang telah banyak membantu dan bersedia menjadi responden penelitian ini. 6. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, September 2011
Irwan Irsyadi
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xv
I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................... 1.4. Manfaat .................................................................................
1 1 4 7 7
II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame .................................... 2.2. Kajian Terdahulu Pendapatan Usahatani dan Kemitraan ...... 2.3. Kajian Terdahulu Fungsi Produksi Stochastic Frontier .......
8 8 9 12
III
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Konsep Usahatani ...................................................... 3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani .................................... 3.1.3. Konsep Fungsi Produksi ........................................... 3.1.4. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier .......... 3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ............................... 3.1.6. Konsep Kemitraan ..................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
17 17 17 18 20 23 26 28 34
IV METODE PENELITIAN............................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Data dan Instrumentasi ......................................................... 4.3. Metode Pengumpulan Data ................................................... 4.4. Metode Penarikan Sampel .................................................... 4.5. Metode Analisis Data ........................................................... 4.5.1. Analisis Deskriptif ..................................................... 4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani .................................... 4.5.3. Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya ...................... 4.5.4. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............ 4.5.5. Analisis Efisiensi dan Efisiensi Teknis ...................... 4.6. Definisi Operasional .............................................................
38 38 38 39 39 39 39 40 41 41 42 45
V
47 47 48 49 51 51 53
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................... 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Megamendung ...................... 5.2. Gambaran Umum PT Saung Mirwan ................................... 5.2.1. Sejarah PT Saung Mirwan .......................................... 5.2.2. Visi dan Misi PT Saung Mirwan ................................ 5.2.3. Kemitraan PT Saung Mirwan ..................................... 5.3. Gambaran Kemitraan Kedelai Edamame di Lapangan . .......
10
5.4. Gambaran Umum Petani Responden .................................... 5.4.1. Umur Petani Responden ........................................... 5.4.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden ..................... 5.4.3. Status Pekerjaan Petani Responden .......................... 5.4.4. Luas Lahan Petani Responden ................................. 5.4.5. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden .......... 5.4.6. Pengalaman Usahatani Kedelai Edamame ...............
57 57 58 58 59 60 61
ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN ........... 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame .................................. 6.2. Analisis Penggunaan Sarana Produksi .................................
63 63 69
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN ....... 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame ............................ 7.2. Biaya Usahatani Kedelai Edamame ...................................... 7.3. Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame ............................
76 76 76 79
VI
VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI ............. 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame .............................................................................. 8.2. Analisis Efisiensi Teknis ...................................................... 8.2.1. Sebaran Efisiensi Teknis ........................................... 8.2.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis ...........................
81
VII
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 9.1. Kesmpulan ............................................................................ 9.2. Saran .....................................................................................
89 89 90
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
91
LAMPIRAN .........................................................................................
94
81 85 85 86
11
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1.
Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008 ...............................................................................
2
Volume Impor Edamame Segar Beku Negara Jepang Periode 2001-2005 ..................................................................
4
Rata-rata Produktivitas Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Periode 2008-2010..........................................
5
Daftar Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Topik Penelitian...............................................................................
15
Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Efisiensi Teknis Usahatani ...............................................................................
16
6.
Sumber Data Penelitian ..........................................................
38
7.
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Usia .......................
58
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal .....................................................................................
58
2. 3. 4. 5.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Status Pekerjaan …
59
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Luas Lahan Garapan ……………………………………………………
60
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ………………………………………………………..
61
Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Pengalaman Bertani ……………………………………………………….
62
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Produksi Panen Kedelai Edamame per Hektar Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ......................................
69
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Benih pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 .............................................................
70
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Pupuk pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ..............................................................
72 12
16.
17.
18.
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Pestisida pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ………………………..........................
73
Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ………………………..
74
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ………………………..........................
75
19.
Biaya Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ........................
20.
Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Kedelai Edamame per Hektar Petani Mitra PT Saung Mirwan Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 ........................................................................................
21.
22.
23. 24.
77
80
Pendugaan Model Pertama Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Metode MLE tahun 2011 ........................................................................................
82
Pendugaan Model Kedua Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Metode MLE tahun 2011 ........................................................
83
Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2011………………...
85
Pendugaan Inefisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2011 …......................
87
13
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kurva Fungsi Produksi ..........................................................
23
2.
Fungsi Produksi Stochastic Frontier ....................................
25
3.
Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) ......................
27
4.
Pola Kemitraan Inti Plasma ...................................................
31
5.
Pola Kemitraan Subkontrak .................................................
32
6.
Pola Kemitraan Dagang Umum .............................................
33
7.
Pola Kemitraan Keagenan .....................................................
34
8.
Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................
37
14
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kuisioner Petani Mitra .....................................................
95
2.
Output Pendugaan Model Pertama Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Software Minitab 14 ........................................................
107
Output Pendugaan Model Kedua Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Software Minitab 14 ........................................................
109
Output Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan software FRONTIER (Version 4.1c) .................................................................................
110
Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2010 ......................................................................
112
Surat Perjanjian Kemitraan PT Saung Mirwan ...............
113
3.
4.
5.
6.
15
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang baik untuk mengembangkan potensi pada sektor pertanian. Kondisi alam yang mendukung memberikan kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan kegiatan budidaya di sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan yang besar bagi bangsa Indonesia, dikarenakan sebagian besar penduduk bangsa Indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010 diketahui bahwa masyarakat Indonesia yang bergerak dalam bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan adalah sebesar 41,18 %. Data tersebut dapat menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang bergantung pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian di Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap kemajuan bangsa Indonesia dan juga menopang perekonomian bangsa Indonesia. Sektor petanian terdiri dari berbagai macam subsektor diantaranya subsektor
tanaman
pangan,
hortikultura,
perkebunan,
dan
peternakan.
Berdasarkan data Pusdatin 2010 diketahui bahwa volume ekspor komoditi pertanian Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2009 mengalami peningkatan. Salah satu subsektor yang mengalami peningkatan volume ekspor adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura pada tahun 2008 mengalami peningkatan volume ekspor sebesar 33,15 persen dibandingkan pada tahun 2007. Peningkatan nilai ekspor subsektor hortikultura menunjukkan subsektor hortikultura masih prospektif untuk dikembangkan. Komoditi hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat. Diantara komoditi tersebut komoditi buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang paling banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura, dimana nilai PDB hortikultura buah-buahan dan sayuran menempati urutan kesatu dan kedua. Tabel 1 menunjukkan data nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2004-2008. 16
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008
No
Kelompok Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rp.) 2004
2005
2006
2007
2008
Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) 2005 2006 2007 2008
1. Buah-buahan
30.765 31.694 35.448 42.362 42.660
1,49
5,59
8,89
0,35
2. Sayuran
20.749 22.630 24.694 25.587 27.423
4,34
4,36
1,78
3,46
3. Biofarmaka
722
2.806
3.762
4.105
4.118
59,07
14,56
4,36
0,16
4.609
4.662
4.734
4.741
6.091
0,57
0,77
0,07
12,46
Total Hortikultura 56.844 61.792 68.639 76.795 80.292
4,17
5,25
5,61
2,23
4. Tanaman Hias
Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai PDB hortikultura dari tahun 2004-2008 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut juga berlaku pada komoditi sayuran dimana nilai PDB komoditi sayuran dari tahun 2004-2008 terus meningkat. Jika dibandingkan dengan tahun 2004, nilai PDB komoditi sayuran pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 32,17 persen. Peningkatan nilai PDB komoditi sayuran menunjukkan bahwa komoditi sayuran merupakan salah satu komoditi yang prospektif untuk dikembangkan. Kegiatan usaha budidaya sayuran di Indonesia masih memiliki prospek yang menjanjikan. Prospek ini terlihat dari dari nilai PDB komoditi sayuran yang terus meningkat dan juga terlihat dari tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun, dan tahun 2007 meningkat menjadi 40,90 kg/kapita/tahun. Konsumsi sayuran penduduk Indonesia masih bisa terus mengalami
peningkatan,
dikarenakan
standar
konsumsi
sayuran
yang
direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) adalah sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun.1 Melihat
prospek kegiatan usaha budidaya
sayuran
yang masih
menjanjikan, para petani telah merespon dengan meningkatkan usaha budidaya sayuran. Peningkatan ini terlihat dari perkembangan usaha budidaya sayuran di
1
Kemenkominfo http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/konsumsi-sayur-masyarakatindonesia-di-bawah-rekomendasi-fao/ [diakses 20 November 2010]
17
Indonesia dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Produksi sayuran hingga Oktober 2010 meningkat sebesar 1,3% menjadi 10,655 juta ton dari nilai tahun 2009 yaitu sebesar 10,510 juta ton.2 Peningkatan produksi sayuran harus terus dijaga agar kebutuhan akan sayuran dapat terus terpenuhi dan tidak terjadi kelangkaan yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya peningkatan harga. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi sayuran Nasional. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi sayuran adalah dengan menjalin hubungan kemitraan. Kemitraan merupakan kegiatan kerjasama antara dua belah pihak yang saling menguntungkan. Melalui kegiatan kemitraan diharapkan nantinya petani dapat lebih produktif dalam melakukan kegiatan usaha budidaya sayuran. Kegiatan kemitraan yang biasa dijalin adalah kegiatan kemitraan antara perusahaan dengan petani. Adanya bantuan modal dan penyuluhan dari pihak perusahaan dapat meningkatkan produksi sayuran yang dihasilkan oleh petani, sehingga nantinya produksi sayuran secara keseluruhan pun diharapkan dapat terjadi peningkatan. Kegiatan kemitraan komoditi sayuran antara petani dan perusahaan sudah banyak dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia. Misalnya kemitraan komoditi kol dan sawi putih yang dilakukan di Kabupaten Karo, kemitraan cabai merah dan kentang di Provinsi Jawa Barat dan kemitraan komoditi tomat dan buncis di Provinsi Bali (Saptana et al. 2006) Komoditi sayuran lainnya yang memiliki prospek yang baik dan perlu dikembangkan melalui kegiatan kemitraan adalah komoditi kedelai edamame. Komoditi kedelai edamame merupakan komoditi sayuran yang belum terlalu banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kedelai edamame yang sering juga disebut sebagai kedelai Jepang memiliki pasar yang berbeda dengan kacang kedelai biasa. Kedelai edamame memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai biasa. Komoditi kedelai edamame biasa dipasarkan ke super market ataupun diekspor ke luar negeri seperti ke Jepang. Permintaan kedelai edamame di negara Jepang sekitar 100.000 ton per tahun, sekitar 70 ribu ton dipasok dari sejumlah negara seperti Cina, Taiwan, Thailand,
2
Herlina 2010)
KD. 2010. Produksi Sayuran. http://industri.kontan.co.id [diakses 20 November]
18
Vietnam dan Indonesia.3 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada periode tahun 2001-2005, Indonesia baru bisa memasok kedelai edamame ke Jepang sekitar 2.000 ton per tahunnya sementara itu masih ada kelebihan permintaan sekitar 30.000 ton per tahun. Hal tersebut merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk dapat meningkatkan produksi kedelai edamame di dalam negeri dan memasarkannya ke negara Jepang. Tabel 2 menyajikan volume impor kedelai edamame segar beku negara Jepang periode tahun 2001-2005. Tabel 2. Volume Impor Edamame Segar Beku Negara Jepang Periode 2001-2005 No 1.
Negara Asal
Volume (ton) 2001
2002
2003
2004
2005
Cina
44.980
34.617
20.424
29.013
31.086
2.
Taiwan
22.696
23.587
26.130
27.103
23.572
3.
Thailand
7.767
8.836
11.377
11.214
10.960
4.
Indonesia
1.738
2.416
2.722
2.404
2.936
5.
Vietnam
-
-
58
57
663
6.
lain-lain
-
10
-
23
3
77.181
69.466
60.711
69.814
69.220
Total
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2007)
Permintaan komoditi kedelai edamame yang tinggi, baik untuk diekspor maupun dijual ke super market menyebabkan perusahaan produsen kedelai edamame kesulitan dalam memenuhi permintaan yang ada. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi permintaan kedelai edamame perusahaan produsen kedelai edamame melakukan kegiatan kemitraan. PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjadi pelopor dalam kegiatan kemitraan kedelai edamame dengan petani. PT Saung Mirwan melakukan kegiatan kemitraan dengan mitra tani edamame di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 1.2. Perumusan Masalah Salah satu perusahaan yang menjalin kegiatan kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani adalah PT Saung Mirwan. Kegiatan kemitraan yang terjalin antara PT Saung Mirwan dengan petani yaitu petani sebagai pemasok 3
Maxi I, Adhi W. 2008. Kedelai Jumbo di Pasar Jepang.http://www.trust.com [diakses 8 Juni 2010].
19
kedelai edamame ke PT Saung Mirwan, sedangkan PT Saung Mirwan memiliki peranan sebagai penerima hasil panen petani atau dapat disebut juga sebagai pihak yang memasarkan hasil kedelai edamame yang ditanam oleh petani. PT Saung Mirwan juga memiliki peranan untuk memberikan penyuluhan mengenai cara atau teknik budidaya kedelai edamame yang baik, agar hasil yang ditanam oleh petani menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar. Terjalinnya kerjasama kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani tentunya memiliki banyak manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi PT Saung Mirwan adanya kegiatan kemitraan bermanfaat dalam hal ketersediaan pasokan yang cukup dan kontinyu, sedangkan bagi petani adanya kegiatan kemitraan memiliki manfaat berupa adanya kepastian pasar dari produk yang mereka hasilkan. Petani hanya cukup menanam kedelai edamame yang benihnya didapatkan dari perusahaan dan selanjutnya PT Saung Mirwan siap membeli kedelai edamame petani ketika waktu panen tiba. Kegiatan kemitraan antara petani mitra dengan PT Saung Mirwan tidak terlepas dari adanya permasalahan yaitu masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh para petani mitra. Berikut adalah Tabel 3 yang menyajikan rata-rata tingkat produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra. Tabel 3. Rata-rata Produktivitas Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Periode 2008-2010 Tahun 2008 2009 2010
Produktivitas setiap kg benih (kg) 46,0 60,5 64,5
Sumber : PT Saung Mirwan
Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas petani mitra kedelai edamame PT
20
Mitra Tani Dua Tujuh yang mencapai angka 90 kg per satu kilogram benih.4 PT Saung Mirwan dan PT Mitra Tani Dua Tujuh merupakan dua perusahaan yang sama-sama menjalin kemitraan kedelai edamame dengan petani. Berdasarkan wawancara dengan penyuluh PT Saung Mirwan pada kondisi optimal produksi kedelai edamame dapat mencapai 100 kg per satu kilogram benih. Beberapa petani mitra PT Saung Mirwan ada yang mampu mencapai produktivitas sebesar 90 kg per satu kilogram benih, namun jumlahnya sedikit. Diduga salah satu penyebab yang menyebabkan rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan adalah para petani mitra terkadang tidak mengikuti Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan seperti dosis penggunaan pupuk, dosis penggunaan pestisida dan lain-lain. Hal inilah yang
mengindikasikan bahwa
budidaya yang dilakukan selama ini oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien secara teknis. Kegiatan budidaya yang belum efisien tentunya akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Hasil ataupun panen yang diperoleh oleh petani akan berpengaruh juga terhadap pendapatan usahatani para petani mitra. Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi teknis dan juga seberapa besar pendapatan usahatani yang diperoleh oleh petani mitra, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji mengenai: 1. Bagaimana keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra edamame PT Saung Mirwan? 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan? 3. Apakah usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan sudah efisien secara teknis? Serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis tersebut?
4
Hasil wawancara dengan Bapak Sartum ( Bagian budidaya dan pengendalian OPT PT Saung Mirwan serta mantan karyawan PT Mitra Tani Dua Tujuh)
21
1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Menganalisis keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan. 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan. 3. Menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 4. Memberikan saran atau rekomendasi kepada PT Saung Mirwan dan petani mitra mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai edamame. 1.4. Manfaat Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan masukan ke berbagai pihak yaitu : 1. Bagi petani dan perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan dalam melaksanakan budidaya kedelai edamame yang lebih efisien yang nantinya dapat meningkatkan produksi kedelai edamame yang diproduksi oleh petani mitra. 2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran mengenai penerapan di lapangan terhadap
teori-teori mata kuliah
usahatani yang selama ini dipelajari oleh peneliti selama proses perkuliahan. 3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna dalam hal memperkaya informasi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan nantinya bisa bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
22
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(L)Merrill
atau yang
biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya hampir sama dengan tanaman kacang kedelai, namun terdapat perbedaan yaitu ukuran edamame yang lebih besar dibandingkan dengan kacang kedelai biasa. Edamame biasa dikonsumsi dalam bentuk polongan yang sudah direbus. Tanaman edamame merupakan jenis tanaman semusim yang memiliki bentuk semak rendah, tegak, berdaun lebat. Tinggi tanaman edamame berkisar antara 30 sampai dengan 50 cm. Jenis tanaman edamame yang pernah dikembangkan di Indonesia yaitu jenis Ocumani, Tsuronoko, Tsurumidori, Taiso, dan Ryokkoh (Samsu 2001). Ada beberapa penelitian terdahulu mengenai edamame diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Feifi (2008) yang mengkaji mengenai kajian manajemen rantai pasokan pada produk dan komoditas kedelai edamame di PT Saung Mirwan. Rantai pasok edamame yang terjalin di PT Saung Mirwan terdiri dari mitra tani, PT Saung Mirwan, dan retailer. Pola aliran produk dan komoditas edamame, pertama dimulai dari petani yang bertindak sebagai pemasok, yang membudidayakan tanaman edamame. Selanjutnya hasil panen yang ada di petani dikirim ke PT Saung Mirwan. Selanjutnya melakukan proses sortasi, pengemasan dan penyimpanan dilakukan oleh PT Saung Mirwan. Proses selanjutnya adalah PT Saung Mirwan langsung mendistribusikan produknya ke customer, sekaligus PT Saung Mirwan berperan sebagai distributor. Nilai tambah terbesar pada rantai pasok produk dan komoditas edamame adalah yang diterima oleh PT Saung Mirwan 24,1 persen untuk edamame curah dan 28,09 persen untuk edamame dalam kemasan. Selanjutnya retailer mendapatkan nilai tambah sebesar 10-20 persen. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan Fadholi (2005) yang mengkaji mengenai pelaksanaan kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Fadholi (2005) melakukan evaluasi terhadap jalannya kemitraan yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame. 23
Fadholi (2005) menyatakan bahwa, kemitraan yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame adalah jenis kemitraan Prima Madya. Kemitraan prima madya merupakan kemitraan yang terjadi dalam jangka menengah dan panjang. Kemitraan ini memiliki sistem dimana pihak inti hanya berperan dalam menampung hasil panen, memberikan bimbingan teknis dan melakukan penyuluhan. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan yang diteliti oleh Fadloli (2005), tingkat kepuasan mitra tani edamame dalam melakukan kemitraan dengan PT Saung Mirwan hasilnya belum sepenuhnya memuaskan mitra tani edamame. Alasan sebagian petani kurang merasa puas, dikarenakan kualitas benih yang kurang bermutu, kurangnya bantuan dalam penanggulangan hama pengganggu tanaman, dan penetapan standar produksi pada pelayanan pasca panen yang fluktuatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang edamame adalah dari segi tempat penelitian yaitu di PT Saung Mirwan dan objek yang dikaji yaitu komoditi edamame, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang edamame yaitu dari sisi pembahasan. Penelitian ini lebih menitikberatkan untuk melihat tingkat efisiensi usahatani petani mitra PT Saung Mirwan dalam melakukan kegiatan budidaya edamame. 2.2. Kajian Terdahulu Pendapatan Usahatani dan Kemitraan Praktek kegiatan kemitraan di sektor pertanian sudah banyak dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Aryani (2005) yang melakukan penelitian tentang pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani yang terjalin antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah di Desa Palangan, Situbondo, Jawa Timur. Alat analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif dan analisis pendapatan usahatani. Aryani menjelaskan bahwa praktek kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah sudah berlangsung lama. Kemitraan ini dilengkapi dengan suatu perjanjian antara PT. Garuda Food dengan petani mitra. Kontrak tersebut berisi mengenai harga beli yang ditentukan PT. Garuda Food, penggunaan bibit, dan waktu panen. PT. Garuda Food menekankan kepada petani untuk menggunakan bibit jenis Garuda 2, dan Gajah. Sedangkan untuk waktu panen PT. Garuda Food memberikan arahan kepada petani untuk memanen pada 24
umur 90-100 hari setelah tanam. Harga yang ditetapkan oleh PT. Garuda Food untuk dibayarkan kepada petani adalah sebesar Rp 6.730. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryani (2005) disimpulkan bahwa praktek kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra kacang tanah di Desa Palangan merupakan praktek kemitraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan saling memberikan manfaat bagi keduanya. Selain itu kesimpulan lainnya adalah pendapatan usahatani petani mitra PT. Garuda Food lebih besar daripada petani non mitra. Hal ini karena dipengaruhi perbedaan harga beli antara kacang tanah petani mitra yang dibeli oleh PT. Garuda Food dengan petani non mitra yang dibeli oleh tengkulak. Selain itu perbedaan juga dipengaruhi waktu panen. Waktu panen petani mitra yang lebih lama dibandingkan petani non mitra menyebabkan produksi kacang tanah lebih besar dibanding petani non mitra. Kajian mengenai kemitraan yang dihubungkan dengan pendapatan usahatani juga dilakukan oleh Prastiwi (2010) dengan topik evaluasi kemitraan dan analisis pendapatan usahatani ubi jalar Kuningan dan ubi jalar Jepang pada PT Galih Estetika. Alat analisis dipergunakan adalah Index Performance Analysis (IPA), analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C rasio. Petani yang dijadikan sampel terdiri dari 30 orang dengan rincian 15 orang petani mitra ubi jalar Kuningan dan 15 orang petani mitra ubi jalar Jepang. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi (2010) adalah kemitraan yang terjalin antara PT Galih Estetika dengan petani ubi jalar menggunakan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), namun dengan menerapkan sistem jual beli biasa bukan dengan sistem bagi hasil. Prastiwi (2010) juga melakukan analisis terhadap pendapatan usahatani petani ubi jalar Kuningan dan juga petani ubi jalar jepang. Hasil dari analisis pendapatan usahatani tersebut adalah pendapatan usahatani ubi jalar kuningan memberikan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan tunai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani ubi jalar jepang. Pendapatan atas biaya tunai usahatani ubi jalar Kuningan yaitu sebesar Rp 10.664.078 per Ha per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya tunai ubi jalar jepang yaitu sebesar Rp 4.975.497 per hektar per musim tanam. Selain itu nilai R/C rasio 25
terhadap biaya tunai untuk usahatani ubi jalar kuningan adalah sebesar 3,104, sedangkan nilai R/C rasio untuk ubi jalar jepang adalah sebesar 1,645. Jika dilihat dari kedua nilai R/C rasio, maka usahatani ubi jalar jepang dan ubi jalar kuningan dikatakan layak. Hal yang sama juga dilakukan oleh Damayanti (2009) yang melakukan penelitian mengenai keberhasilan pelaksanaan kemitraan antara petani semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri
dalam
meningkatkan pendapatan petani. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis deskriptif, analisis R/C rasio dan Uji MannWhitney. Petani yang dijadikan sampel terdiri dari 15 orang petani mitra dan 15 orang petani non mitra. Pelaksanaan kemitraan antara CV Bimandiri dengan petani semangka di Kabupaten Kebumen disertai dengan adanya hak dan kewajiban. Kewajiban yang harus dilakukan oleh petani adalah menanam komoditi semangka yang nantinya dijual kepada CV Bimandiri, sedangkan hak yang dimiliki oleh petani adalah mendapatkan harga jual yang layak sesuai dengan kesepakatan. Sementara itu CV Bimandiri juga memiliki kewajiban memberikan penyuluhan kepada petani dan melakukan pembayaran terhadap semangka yang dibeli dari petani, sedangkan hak dari CV Bimandiri adalah mendapatkan pasokan buah semangka secara kontinu. Selain memaparkan mengenai pelaksanaan kemitraan, Damayanti (2009) juga memaparkan mengenai analisis pendapatan usahatani. Ia membandingkan pendapatan usahatani petani mitra dan petani non mitra. Hasil dari analisis pendapatan usahatani tersebut adalah pendapatan usahatani petani mitra atas biaya total lebih besar dibandingkan dengan yang didapat oleh petani non mitra. Petani mitra memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.935.667, sedangkan petani non mitra memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 2.430.733. Perbedaan ini disebabkan oleh harga jual yang diterima petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan petani non mitra. Damayanti juga melakukan penghitungan nilai R/C rasio. nilai R/C rasio terhadap biaya total untuk petani mitra adalah sebesar 1,85, sedangkan untuk petani non mitra sebesar 1,4. Nilai R/C rasio dari kegiatan usaha budidaya baik
26
untuk petani mitra maupun non mitra dapat dikatakan layak, karena nilai R/C nya lebih dari 1. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu yang membahas tentang kemitraan dan pendapatan usahatani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari segi objek dan tempat penelitian, sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi penggunaan alat analisis atau metode yang dipergunakan yaitu menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C Rasio. 2.3. Kajian Terdahulu Fungsi Produksi Stochastic Frontier dan Efisiensi Teknis Penelitian mengenai efisiensi teknis suatu usahatani telah banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2010) yang melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar. Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum, hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 25 persen untuk mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani ubi jalar adalah variabel pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan di luar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Penelitian mengenai efisiensi teknis juga dilakukan oleh Sukiyono (2004) yang mengkaji mengenai analisis fungsi produksi dan efisiensi teknik usahatani 27
cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Metode analisis yang dipergunakan adalah dengan menggunakan fungsi produksi stochastik frontier yang diestimasi dengan metode MLE. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap usahatani cabai dengan menggunakan fungsi produksi stochastik frontier adalah variabel pupuk KCL, pupuk TSP, tenaga kerja, lahan, pestisida dan pupuk kandang, sementara itu variabel urea dan benih tidak berpengaruh nyata. Tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai petani adalah 64,68 persen. Tingkat efisiensi teknis yang paling rendah berada pada angka 7,73 persen, sementara tingkat efisiensi teknis yang paling tinggi tercapai pada angka 99,48 persen. Hasil pengujian model inefisiensi menunjukkan bahwa hanya variabel pendidikan yang berpengaruh nyata, sedangkan variabel umur dan pengalaman tidak berpengaruh nyata. Aisah (2003) juga melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis terhadap komoditi hortikultura dengan judul analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani tomat di Sukabumi, Jawa Barat. Penghitungan efisiensi teknis dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi stochastic frontier. Hasil analisis fungsi produksi stochastic frontier menunjukkan variabel lahan, benih per hektar, pupuk TSP per hektar, pupuk KCL per hektar, pupuk ZA per hektar, fungisida per hektar, insektisida per hektar dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tomat, sementara variabel pupuk urea dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Hasil analisis efisiensi teknis para petani tomat yang dijadikan responden menunjukkan nilai sebesar 0,71. Adapun untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dalam usahatani tomat dilakukan pengujian model inefisiensi. Hasil pengujian model inefisiensi menunjukkan variabel umur petani berpengaruh nyata dan bernilai positif, sementara itu variabel banyaknya hari petani bekerja di luar usahatani dan penyuluhan menunjukkan nilai yang negatif, namun berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Variabel lain seperti pekerjaan istri, pendapatan total di luar usahatani, pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh nyata. Penelitian mengenai efisiensi usahatani juga dilakukan oleh Podesta (2009) dengan topik pengaruh penggunaan benih sertifikat terhadap efisiensi dan 28
pendapatan usahatani padi pandan wangi. Fungsi produksi stochastic frontier yang dilakukan dengan dua tahap yaitu tahapan dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares) dan tahapan kedua dengan metode MLE (Maximum Likelihood). Variabel yang dipergunakan terdiri dari tujuh variabel independen penduga dalam fungsi produksi ini yaitu luas lahan, benih, pupuk N, pupuk P, pupuk K, obat cair dan tenaga kerja. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi bagi petani benih sertifikat yaitu hanya pupuk P. Sementara itu, hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata bagi petani benih non sertifikat. Hasil analisis fungsi produksi dan efisiensi menunjukkan bahwa baik usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat maupun non sertifikat telah efisien secara teknis. Hal ini tercermin dari rata-rata nilai efisiensi teknis usahatani padi pandan wangi benih sertifikat dan non sertifikat maisng-masing sebesar yaitu 0,967 dan 0,713. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani padi pandan wangi meliputi usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy pendidikan non formal. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya mengenai efisiensi usahatani adalah dari segi penggunaan metode analisis yang dipergunakan. Penelitian ini menggunakan metode analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi dan inefisiensi teknis serta melakukan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang efisiensi usahatani yaitu dari sisi lokasi penelitian dan objek yang dikaji. Berikut adalah Tabel 4 dan Tabel 5 yang menyajikan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka pada penelitian ini dan ringkasan penelitian terdahulu mengenai efisiensi teknis usahatani.
29
Tabel 4. Daftar Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Topik Penelitian No.
Topik Bahasan
1.
Edamame
2. Pendapatan Usahatani dan Kemitraan
Nama Feifi (2008) Fadholi (2005) Aryani (2005) Prastiwi (2010) Damayanti (2009) Khotimah (2010)
3.
Efisiensi Usahatani
Sukiyono (2004) Aisah (2003) Podesta (2009)
Judul Kajian Manajemen Rantai Pasokan Kedelai Edamame di PT. Saung Mirwan Pelaksanaan Kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan Mitra Tani Edamame Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani kacang tanah di Desa Palangan Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang pada PT Galih Estetika Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik Usahatani Cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Tomat di Desa Karawang, Sukabumi, Jawa Barat Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi
Alat Analisis DEA, AHP, Deskriptif Deskriptif, Thurstone, Importance Performance Analysis deskriptif dan pendapatan usahatani IPA, pendapatan usahatani, dan R/C rasio pendapatan usahatani, deskriptif, R/C rasio dan Uji Mann-Whitney analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi dan inefisiensi teknis, dan pendapatan usahatani Analisis fungsi produksi Cobb Douglas dan fungsi produksi stochastik Frontier analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi dan inefisiensi teknis, dan pendapatan usahatani analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi alokatif, efisiensi ekonomi dan pendapatan usahatani
30
Tabel 5. Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Efisiensi Teknis Usahatani Peneliti (Tahun) Khotimah (2010)
Komoditas
TE
Ubi jalar
0,75
Sukiyono (2004)
Cabai
0,65
Aisah (2003)
Tomat
Podesta (2009)
Padi pandan wangi
Keterangan :
* *** *****
Faktor yang mempengaruhi Produksi Lahan (+) ** Bibit/Lahan (+) ** Tenaga Kerja/Lahan (+)*** Pupuk N/Lahan (+) Pupuk P/Lahan (+) ** Pupuk K/Lahan (+)*****
Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Umur (-) ** Pengalaman (+) *** Pendidikan (-)***** Lama kerja di luar usahatani (+) *** Pendapatan di luar usahatani (-) ** Status kepemilikan lahan (+) ***** Penyuluhan (-) Umur (-) Pendidikan (+) * Pengalaman (-)
Urea (+) TSP (-) * KCL (+) * Pupuk kandang (+) * Tenaga Kerja (-) * Benih (+) Lahan (+) * Pestisida (+) * 0,71 Lahan (+)** Umur (+)*** Benih/lahan (+)** Pekerjaan di luar usahatani (-) * TSP/lahan (+)** Penyuluhan (-) ** KCL/lahan (+)** ZA/lahan (+)** Pestisida/lahan (+)** TK/lahan(+)*** PWS PWS : Umur (-) = 0,96 Benih/lahan (+) Pendidikan Formal (-) PWNS Pupuk N/lahan (+) Pengalaman (+) = 0,71 Pupuk P/lahan (+) **** Umur bibit (-) Tenaga Kerja/lahan (+) Dumy status usahatani PWNS : (+) Benih/lahan (+) Dumy pendidikan non Pupuk P/lahan (+) formal (-) **** Tenaga kerja/lahan (+) **** = nyata pada α = 1% ** = nyata pada α = 5% = nyata pada α = 10% **** = nyata pada α = 15% = nyata pada α = 25%
16
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Suatu usahatani dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi 2006). Soekartawi (2006) juga menyatakan bahwa usahatani berdasarkan skala usahanya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu usahatani skala besar dan usahatani skala kecil. Usahatani pada skala luas atau besar umumnya memiliki modal besar, teknologi tinggi, manajemen modern, dan bersifat komersial, sedangkan usahatani kecil umumnya bermodal kecil, teknologi tradisional dan bersifat subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Rivai (1980) diacu dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pengertian organisasi disini adalah usahatani sebagai suatu organisasi harus dapat diorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Pihak yang mengorganisir usahatani adalah petani yang dibantu oleh keluarganya, sedangkan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain petani-petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sementara itu faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan adanya penyuluhan bagi petani. Soekartawi (1994) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani : 17
1. Lahan Lahan usahatani sering diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan untuk kegiatan usahatani. Lahan ini dapat berupa tanah pekarangan,
tegalan,
sawah
dan sebagainya. Lahan berdasarkan
statusnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan milik, lahan sewa, dan lahan sakap. 2. Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam faktor produksi tenaga kerja adalah ketersediaan tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja. 3. Modal Modal dalam kegiatan produksi pertanian dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau variabel. Modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal ini terdiri dari tanah bangunan, mesin dan sebagainya. Sementara itu modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi. Misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk pembelian benih, pupuk, obat-obatan dan lain-lain. 4. Pengelolaan atau Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu produksi. Manajemen berhubungan erat dengan dengan bagaimana mengelola orangorang dalam tingkatan proses produksi. 3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani Salah satu kajian yang dipelajari dalam ilmu usahatani adalah mengenai pendapatan usahatani. Setiap orang yang melakukan kegiatan usahatani memiliki tujuan untuk memperoleh pendapatan ataupun penghasilan. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan 18
dan semua biaya atau pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Hernanto (1989) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi. Contoh biaya tetap adalah biaya pajak. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah baiaya untuk tenaga kerja (Soekartawi 1995). Selain pengklasifikasian di atas biaya atau pengeluaran usahatani dapat digolongkan berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh petani dalam bentuk penggunaan uang untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan untuk kegiatan usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang muncul dari kegiatan usahatani, namun tidak dilakukan pembayaran secara langsung seperti biaya penyusutan, tenaga kerja keluarga, biaya lahan dan lain-lain (Hernanto 1996). Hernanto
(1989) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi
pendapatan usahatani meliputi luas usahatani, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usahatani, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Luas usahatani yang diukur adalah berdasarkan areal tanaman, luas pertanaman, dan luas per tanaman rata-rata. Sedangkan untuk tingkat produksi yang menjadi patokan pengukuran adalah produktivitas per hektar dan indeks per tanaman. Sementara itu untuk intensitas pengusahaan pertanaman dapat dilihat dengan jumlah tenaga kerja serta modal yang dipergunakan. Kegiatan usahatani suatu komoditi dapat dilihat kelayakan usahanya melalui rasio penerimaan atas biaya. Rasio penerimaan atas biaya adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani (Suratiyah, 19
2006). Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari nilai rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu kegiatan usahatani tersebut menguntungkan ataupun merugikan. 3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Produksi merupakan serangkaian kegiatan menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan masukan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan produksi berkaitan erat dengan adanya masukan dan output. Masukan dalam usahatani dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lainlain yang mempengaruhi nilai produksi yang akan didapat. Hubungan kuantitatif antara masukan dan keluaran disebut sebagai fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan antara masukan dan keluaran disebut analisis fungsi produksi (Soekartawi 1986). Menurut Hernanto (1989) fungsi produksi membahas mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kegiatan produksi. Pengertian lain mengenai fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan berapa keluaran yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel masukan yang berbeda. Melalui fungsi produksi dapat terlihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi. Selain itu fungsi produksi sekaligus menunjukkan produktivitas dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka produktivitas merupakan fungsi produksi dengan yang membandingkan jumlah keluaran (output) per satuan masukan (input) dalam hal ini adalah membandingkan nilai output dengan luasan lahan. Soekartawi (1994) menyatakan bahwa berbagai fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering digunakan adalah fungsi produksi linear, kuadratik, dan eksponensial. Cara penyajian fungsi produksi biasanya menggunakan notasi-notasi huruf. Misalnya saja Y adalah notasi dari produksi dan Xi merupakan notasi dari masukan i, maka besar kecilnya nilai Y bergantung dari besar kecilnya nilai X1,X2,X3,.....Xm yang dipergunakan. Variabel masukan Xi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, 20
yaitu variabel yang dapat dikuasai dan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh petani. Variabel yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti kondisi iklim (Soekartawi 1986). Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3,……Xm) Dimana : Y
= produksi/output
X1, X2, X3,…..Xm
= input variabel
Menurut Coelli et al. (1998) dari fungsi produksi dapat terlihat hubungan antara total product (TP), average product (AP), dan marginal product (MP). Produk rata-rata menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dibagi dengan jumlah input yang dipergunakan. Berikut adalah rumus dari perhitungan average product : APi = Y/Xi Dimana : APi
= Produk rata-rata dari input i
Y
= output
Xi
= input yang digunakan
Marginal product (MP) dari suatu input dapat digambarkan dengan jumlah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan unit input yang digunakan. Rumus marginal product (MP) dapat dituliskan sebagai berikut: MPi= dY/dXi Dimana : MPi
= Produk marjinal dari input i
dY
= perubahan output
dXi
= perubahan input
21
Menurut Doll dan Orazem (1984) fungsi produksi klasik dapat dibagi ke dalam tiga bagian atau daerah, dimana setiap daerahnya akan menggambarkan tingkat efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Pada Gambar 1 daerah-daerah tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terjadi ketika kurva MP lebih besar daripada kurva AP. Daerah I terletak di antara titik 0 dan titik X2. Daerah ini memiliki nilai elastisitas lebih dari satu, artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, maka akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Daerah ini menggambarkan kondisi keuntungan maksimum belum
tercapai,
karena produksi masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga daerah irasional atau inefisien. Daerah II terletak antara titik titik X2 dan titik X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Daerah ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah II dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing of return). Penggunaan input pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien. Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (ε < 0). Yaitu terjadi ketika kurva MP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi, sehingga jika pelaku usaha melakukan penambahan input pada daerah ini tentunya akan mengalami kerugian. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Berikut adalah Gambar 1 yang menggambarkan kurva fungsi produksi.
22
output
TP
input
output
I
II
X1
0
X2
III
X3
AP MP input
Gambar 1.
Kurva Fungsi Produksi Sumber : Beattie dan Taylor (1985)
3.1.4. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi batasnya (Soekartawi 1994). Secara matematis fungsi produksi stochastic frontier dapat ditulis sebagai berikut : Y = f(X) exp (v-u) Nilai v merupakan variabel acak yang harus menyebar mengikuti sebaran yang simetrik, sehingga dapat menangkap kesalahan dan variabel lain yang ikut mempengaruhi nilai X dan Y, sedangkan nilai exp (u) menunjukkan nilai inefisien teknis. Fungsi produksi stochastic frontier secara independent dirintis oleh Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977), dan Meeusen dan van den Broeck (1977). 23
Fungsi produksi ini menambahkan error acak (vi) dan non negatif variabel acak (ui) untuk diperhitungkan.
ln( Yi )
Xi
vi u i
i=1,2...,N,
Dimana :
yi
= produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t
xi
= vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t
β
= vektor parameter yang akan diestimasi
vi
= variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, ζv2))
ui
= variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ │N (0, ζv2) │) Variabel acak vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor acak lain
seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain di dalam nilai variabel output yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977), diacu dalam Coelli et al. (1998) vis merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, ζv2, variabel bebas, uis, diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal. Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier, karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu exp (xiβ + vi). Error acak bisa bernilai positif atau negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (xiβ). Keunggulan dasar dari model stochastic frontier adalah menggambarkan dua dimensi seperti yang tergambar pada Gambar 6. Bagian input diwakili oleh sumbu axis horisontal (X) dan bagian output diwakili oleh sumbu axis vertical (Y). Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xiβ), digambarkan dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Gambar 2 menggambarkan terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar xi untuk menghasilkan output yi. Pertemuan antara 24
input dan output diberi tanda x di atas nilai Xi. Nilai output stochastic frontier yi*=exp(xiβ+vi) ditandai dengan tanda x yang dilingkari, dimana nilai tersebut di atas fungsi produksi yang disebabkan error acak yang bernilai positif. Hal ini dapat terjadi karena aktifitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif. Begitupun dengan petani j, input yang dipergunakan adalah x j untuk menghasilkan output yj. Fungsi dari output frontier petani j adalah yj*= exp (xjβ+vj) yang terletak di bawah fungsi produksi dikarenakan aktifitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai negatif. Bagaimanapun deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila error acak yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xjβ) jika vj> uj) (Coelli et al. 1998). Gambar di bawah ini adalah gambar yang menunjukkan fungsi produksi stochastic frontier.
Frontier output (yi*), exp (xiβ + vi), jika vi > 0
Fungsi produksi Y=exp(xβ)
y X X X
yj yi
Frontier output (yj*), exp (xjβ + vj), jika vj < 0 X
xi
Gambar 2.
xj
x
Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)
25
3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Menurut
Soekartawi
(1994)
efisiensi
diartikan
sebagai
upaya
penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesarbesarnya. Secara umum efisiensi dibagi menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga atau alokatif dan efisiensi ekonomi. Menurut Farrell (1957) dalam (Coelli et al. 1998) efisiensi teknis adalah suatu cerminan kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari sumberdaya yang ada. Sementara efisiensi alokatif adalah cerminan kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan input dengan proporsi yang optimal dengan harga yang berlaku, sedangkan efisiensi ekonomi merupakan gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu pendekatan dengan berorientasi input dan pendekatan dengan orientasi output. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sementara itu pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Farrell (1957) dalam (Coelli et al. 1998) mengilustrasikan efisiensi dengan pemanfaatan dua input dalam menghasilkan suatu barang oleh suatu perusahaan. Input tersebut dilambangkan x1 dan x2, sedangkan output dilambangkan dengan y dengan asumsi constant returns to scale (lihat Gambar 3).
26
x2/y
P S
A Q R
Q’ S’
0
A’
x1/y
Dimana: 0P Q Q’ AA’ SS’
Gambar 3.
= input = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif = kurva rasio harga input = isoquant fully efficient
Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli, Rao, dan Battese (1998)
Gambar 3 menggambarkan tentang kombinasi kurva isoquant, harga input dan
input.
Titik-titik
yang
terdapat
sepanjang
kurva
isoquant
(SS’)
menggambarkan kondisi dimana tercapainya kondisi efisiensi teknis. Jika suatu perusahaan memproduksi suatu barang dengan menyediakan input sebesar di titik P, maka akan terjadi inefisiensi teknis. Inefisiensi teknis digambarkan dengan jarak dari Q-P. Kondisi ini perusahaan sebaiknya melakukan pengurangan input, karena pengurangan input tidak akan berpengaruh terhadap output (output tidak akan berkurang). Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut : TEi = 0Q/0P Dimana :
TEi
= efisiensi teknis
0Q
= jarak dari 0 ke Q
0P
= jarak dari 0 ke P 27
Garis AA’ menggambarkan rasio harga input. Garis AA’ yang bersinggungan dengan kurva isoquant merupakan kondisi dimana efisiensi alokatif tercapai. Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi alokatif dapat ditulis sebagai berikut : AEi = 0R/0Q Jarak R-Q menunjukkan terjadinya pengurangan biaya produksi jika terjadi efisiensi alokatif. Sementara itu rasio efisiensi ekonomi dapat ditulis sebagai berikut: EEi = 0R/0P Penghitungan nilai inefisiensi menggunakan model yang dibuat oleh Coelli, Rao dan Battese (1998). Model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Penentuan nilai parameter distribusi (μ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut : μ = δ0 + Zitδ + wit dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor ukuran (1xM) yang nilai konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (Mx1) dan wit adalah variabel acak. 3.1.6. Konsep Kemitraan Menurut Soekartawi (1994) suatu usahatani memerlukan empat unsur pokok yaitu lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Terkadang salah satu dari keempat unsur tersebut tidak dimiliki oleh petani, sehingga diperlukan adanya kerjasama dalam melakukan kegiatan usahatani. Kerjasama yang biasa terjalin dalam
kegiatan
usahatani
adalah
kerjasama
kemitraan.
Hafsah
(2000)
mengemukakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan solusi untuk mengurangi masalah kesejahteraan yang tidak merata dalam lapisan masyarakat. Kemitraan bisa menjadi solusi, karena keberadaan maupun fungsi dan peranannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat. 28
Menurut Jiaravanon (2007) kemitraan atau contract farming adalah sistem produksi dan pemasaran dimana terjadi pembagian risiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani kecil. Sistem ini sebagai suatu terobosan untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi. Adanya contract farming memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas terhadap petani serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Contract farming memberikan kepastian kepada petani bahwa produknya akan dibeli pada saat panen. Penerapan contract farming dapat meningkatkan posisi tawar petani di mata perusahaan. Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997, kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Adapun tujuan kemitraan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 940 Tahun 1997 adalah untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri. Sedangkan menurut Hafsah (2000) tujuan konkret yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan yaitu meningkatkan pendapatan usaha kecil, memberikan nilai tambah, meningkatkan pemerataan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Pelaksanaan kegiatan kemitraan yang biasa terjalin terdiri atas beberapa pola. Hafsah (2000) mengemukakan bahwa pola-pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan terdiri dari lima pola yaitu : 1.
Pola Inti Plasma Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh pola kemitraan inti plasma adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Pola ini mengatur dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi, namun perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan. 29
Sedangkan kelompok mitra usaha memiliki tugas memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Adapun keunggulan dari pola inti plasma antara lain : a. Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. b. Upaya pemberdayaan
pengusaha kecil
di
bidang teknologi,
modal,
kelembagaan, dan lain-lain. c. Kemitraan inti plasma membuat usaha kecil yang dibimbing oleh usaha besar maupun menengah, mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat tercapai suatu efisiensi. d. Kemitraan inti plasma membuat pengusaha besar atau menengah mampu mengembangkan pasar dan juga komoditas. e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar atau menengah lainnya untuk menjadi investor baru yang dapat membangun kemitraan baru. f. Kemitraan inti plasma yang berkembang pesat dapat menumbuhkan pusatpusat ekonomi baru, sehingga dapat memberikan pemerataan pendapatan bagi masyarakat, sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. Kemitraan inti plasma tidak lepas dari adanya kelemahan, berikut adalah kelemahan dari pola kemitraan inti plasma : a. Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik. b. Perusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian dalam memenuhi fungsi dan kewajiban seperti apa yang diharapkan. c. Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan kewajiban dari komoditi yang dimitrakan (Hafsah 2000).
30
Plasma
Plasma
Perusahaan
Plasma
Plasma
Gambar 4.
Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Sumardjo (2004)
2.
Pola Subkontrak Pola subkontrak adalah pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra
usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Kemitraan pola subkontrak mempunyai keunggulan yaitu mampu mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Selain keunggulan, pola kemitraan subkontrak juga memiliki kelemahan. Kelemahan kemitraan subkontrak adalah kecenderungan mengisolasi produsen kecil pada suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terjadinya penekanan terhadap harga masukan, sistem pembayaran yang sering terlambat, dan lain-lain (Hafsah 2000).
31
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Pengusaha Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Gambar 5.
Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Sumardjo (2004)
3.
Pola Dagang Umum Pola dagang umum adalah pola hubungan kemitraan dimana mitra usaha
yang memasarkan hasil yang diproduksi oleh perusahaan. Pola kemitraan ini membutuhkan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik usaha besar maupun usaha kecil, karena pada dasarnya kemitraan ini adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Pola kemitraan dagang umum memiliki keunggulan yaitu adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah disepakati. Selain keunggulan di sisi lain pola kemitraan dagang umum juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari pola ini adalah memerlukan permodalan yang kuat, pengusaha besar sering menentukan secara sepihak mengenai harga dan volume barang. Selain itu pembayarannya terkadang dalam bentuk konsinyasi atau pembayaran di akhir, sehingga terkadang merugikan usaha kecil, karena perputaran uang yang terhambat (Hafsah 2000).
32
Perusahaan Mitra
Memasarkan
Kelompok Mitra
Gambar 6.
Memasarkan Produk Kelompok Mitra
Konsumen / Industri
Pola kemitraan dagang umum Sumber : Sumardjo (2004)
4.
Pola Keagenan Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Kelebihan dari pola kemitraan ini adalah agen dapat menjadi ujung tombak pemasaran usaha besar dan menengah, dapat memberikan peluang kepada usaha kecil yang kesulitan modal, karena biasanya pola ini melakukan sistem pembayaran secara konsinyasi. Sedangkan kelemahan dari pola ini adalah penetapan harga yang sepihak oleh agen, sehingga harga produk di pasar menjadi lebih tinggi yang nantinya berimbas kepada daya beli konsumen. Peranan agen dalam pola ini sangat besar, sehingga agar dapat saling memberikan manfaat yang saling menguntungkan, maka agen harus lebih profesional, handal dan memiliki kerja keras dalam melakukan pemasaran. Pola kemitraan keagenan biasa dijalin oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa seperti perdagangan, angkutan penerbangan, pelayaran, pariwisata, angkutan kereta api, bis, pelayanan telekomunikasi dan lain-lain yang membutuhkan pelayanan jasa keagenan (Hafsah 2000).
33
Perusahaan Mitra
memasok
Kelompok Mitra
Konsumen / Masyarakat Memasarkan produk Kelompok mitra
Gambar 7.
Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo (2004)
5.
Waralaba Pola Waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi merek dagang kepada kelompok mitra usaha yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Mitra usaha memiliki kewajiban untuk mengikuti pola yang yang telah
ditetapkan
oleh
pemilik
waralaba,
serta
memberikan
sebagian
pendapatannya berupa royalti atas merek dagang yang telah diberikan. Kelebihan dari pola kemitraan waralaba adalah perusahaan pemilik waralaba dan perusahaan mitra usaha sama-sama mendapatkan keuntungan. Selain itu pola kemitraan waralaba ini dapat berfungsi sebagai perluasan pasar, karena kemitraan ini bisa memiliki mitra usaha dimana pun. Sedangkan pola kemitraan waralaba adalah sering terjadi perselisihan jika ada salah satu pihak yang ingkar, adanya ketergantungan dari mitra usaha kepada pihak pemilik waralaba, dan adanya ketidakbebasan pihak mitra usaha dalam mengontrol usahanya, dikarenakan harus mengikuti prosedur dari pemilik waralaba. (Hafsah 2000). 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kedelai edamame merupakan salah satu tanaman yang memiliki prospek bagus untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan harga kedelai 34
edamame yang lebih tinggi dibandingkan kedelai biasa dan juga kedelai edamame ini cocok dibudidayakan di wilayah tropis. Permintaan akan kedelai edamame datang dari negara Jepang dan juga Amerika Serikat. Kedelai edamame di Jepang biasa dikonsumsi dalam bentuk cemilan kesehatan, sedangkan di Amerika Serikat pemanfaatan kedelai ini bahkan digunakan dalam bidang kecantikan. Kegiatan budidaya kedelai edamame di Indonesia masih relatif sedikit, namun di sisi lain permintaan akan kedelai edamame terus mengalami peningkatan. Adanya permintaan yang tinggi terhadap kedelai edamame tentunya harus didukung dengan peningkatan produksi kedelai edamame. Salah satu cara meningkatkan produksi kedelai edamame yaitu dengan melakukan kemitraan dengan petani. PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjalin hubungan kemitran dengan petani. Salah satu kemitraan yang dijalin adalah kemitraan komoditi edamame. Terjalinnya hubungan kemitraan antara petani dengan PT saung Mirwan membuat kegiatan budidaya edamame di Indonesia semakin meningkat. Petani bersedia menanam komoditi edamame dikarenakan sudah ada kepastian harga dan kepastian produk mereka akan terjual. PT Saung Mirwan selama ini menjual edamame dari petani ke super market. Pelaksanaan kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani mitra komoditi kedelai edamame tidak lepas dari adanya masalah. Masalah yang terjadi selama ini adalah masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra. Hal ini diduga terjadi karena proses budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien. Proses budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil panen yang diperoleh menjadi kurang optimal. Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani para petani mitra, sehingga diperlukan suatu penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tingkat efisiensi teknis budidaya kedelai edamame di petani mitra PT Saung Mirwan. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan cara menghitung berapa penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh selama satu musim tanam. Setelah itu dilakukan perhitungan rasio penerimaan atas biaya untuk melihat apakah usahatani yang dijalankan layak atau tidak. Setelah melakukan perhitungan terhadap rasio peneimaan atas biaya, selanjutnya dilakukan analisis 35
efisiensi teknis dimana efisiensi ini menggambarkan seberapa efisien petani dalam menggunakan input yang ada untuk menghasilkan produksi yang optimal. Penghitungan efisiensi teknis akan menggunakan analisis fungsi produksi stochastik frontier dengan menggunakan faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi produksi kedelai edamame adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, tenaga kerja, jumlah pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, dan jumlah insektisida yang digunakan. Penentuan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi kedelai edamame berdasarkan studi penelitian terdahulu dan juga memahami cara budidaya kedelai edamame yang diberikan oleh PT Saung Mirwan. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani (inefisiensi). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani adalah umur petani, pengalaman menanam kedelai edamame, pendidikan, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy penyuluhan dan pekerjaan istri. Hasil perhitungan pendapatan usahatani, efisiensi dan inefisiensi teknis petani mitra nantinya akan dijadikan saran atau rekomendasi untuk petani dan perusahaan, agar produksi kedelai edamame dapat meningkat. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 8.
36
Kerjasama kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani
Permasalahan : Rata-rata produktivitas kedelai edamame petani mitra masih rendah, hal ini mengindikasikan budidaya yang dilakukan oleh petani mitra belum efisien secara teknis. Nilai produktivitas yang rendah tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani para petani mitra
Keragaan Usahatani Kedelai Edamame Input Produksi
Output Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani: 1. Pendapatan Usahatani 2. Analisis R/C rasio
Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani petani mitra PT Saung Mirwan
Hasil & Rekomendasi
Gambar 8.
Kerangka Pemikiran Operasional 37
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang hortikultura dan juga salah satu pelopor perusahaan yang menjalin kemitraan edamame dengan petani. Waktu yang dipergunakan untuk pengumpulan data dan observasi di lapang adalah selama satu bulan yaitu pada bulan April-Mei 2011. 4.2. Data dan Instrumentasi Data yang dipergunakan pada penelitian ini meliputi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya dan masih memiliki hubungan dengan penelitian yang dilakukan. Tabel 6. Sumber Data Penelitian No. Jenis Data 1. Data Primer - Input produksi - Karakteristik responden - Harga input - Teknis budidaya 2. Data Sekunder - Data PDB hortikultura - Data volume ekspor edamame - Data rata-rata produktivitas petani mitra PT Saung Mirwan - Data Demografis Kecamatan Megamendung
Sumber Data - Wawancara petani kedelai edamame. - Pengamatan
langsung
kegiatan
budidaya kedelai edamame di lapang. - Departemen Pertanian - Badan Pusat Statistik - Balai
Penyuluh
Pertanian
Megamendung - Kecamatan Megamendung - PT. Saung Mirwan - Buku-buku,
majalah,
skripsi
dan
internet.
38
4.3. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan cara melakukan wawancara langsung kepada petani kedelai edamame yang dipandu dengan menggunakan kuisioner yang telah dibuat. Penggunaan metode wawancara yang dipadukan dengan kuisioner ditujukan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari objek yang diteliti. Selain itu dilakukan juga kegiatan berupa pengamatan secara langsung terhadap kegiatan usahatani kedelai edamame. 4.4. Metode Penarikan Sampel Responden yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah petani mitra PT Saung Mirwan yang membudidayakan kedelai edamame dan sudah pernah panen. Penarikan sampel petani mitra dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Convenience Sampling.
Metode convenience sampling dipilih karena
keterbatasan peneliti dalam mendatangi petani yang letaknya tersebar-sebar, sehingga peneliti memilih dua desa yang memiliki jumlah petani mitra terbanyak. Metode convenience sampling dilakukan dengan cara mendatangi para petani responden yang ditunjuk oleh koordinator petani mitra dan juga penyuluh PT Saung Mirwan. Petani mitra yang dijadikan sampel sebanyak 30 petani. 4.5.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini bertujuan
untuk melihat efisiensi teknis usahatani kedelai edamame di mitra tani PT Saung Mirwan. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani, analisis R/C Rasio, analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi dan inefisiensi teknis. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan menggunakan program Microsoft excel, Minitab 14, SPSS 17 dan Frontier 4.1. 4.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana kemitraan yang terjalin di lapangan antara PT Saung Mirwan dengan petani mitra. Selain itu analisis secara deskriptif juga digunakan untuk 39
menganalisis keragaan usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan. 4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk menghitung besarnya pendapatan petani edamame selama satu musim tanam. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau pengeluaran. Adapun Rumus menghitung pendapatan usahatani adalah sebagai berikut : Pd = TR-TC Keterangan
:
Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sehingga rumus dari menghitung penerimaan adalah sebagai berikut : TR = Y x P Keterangan
:
TR = Total Penerimaan (Rp) Y = Output yang dihasilkan (Kg) P
= Harga jual produk (Rp)
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah baiaya untuk tenaga kerja (Soekartawi 1995). Berikut adalah rumus dari menghitung biaya. TC = FC + VC
Keterangan
:
TC
= Total Cost
FC
= Fixed Cost
VC
= Variabel Cost 40
4.5.3. Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya Analisis rasio penerimaan atas biaya atau analisis R/C rasio digunakan untuk melihat apakah kegiatan budidaya edamame masih layak atau tidak dengan sistem kemitraan maupun tanpa sistem kemitraan. Analisis ini membandingkan antara nilai penerimaan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total. Suatu usaha dikatakan layak, jika nilai R/C rasio > 1. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995) : R/C rasio atas biaya tunai = penerimaan total / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = penerimaan total / biaya total
4.5.4. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi yang digunakan pada penelitian in adalah fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas. Fungsi ini dipilih dengan alasan fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas memiliki bentuk yang sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk fungsi linear. Model Dugaan yang akan digunakan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam persamaan berikut : ln Y
= ln β0 + β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + β5 ln X5 + β6 ln X6 + vi - ui
Keterangan : Y
: Produksi total edamame (kg)
β0
: Intersep
X1
: Luas lahan (ha)
βi
: Koefisien Parameter Penduga,
X2
: Penggunaan benih (kg)
X3
: Tenaga kerja (HOK)
X4
: Jumlah pupuk kimia (kg)
X5
: Pupuk Kandang (kg)
X6
: Insektisida (liter)
dimana i = 1,2,3…6. 0 < βi < 1 (Diminishing Return) ui
: Efek inefisiensi teknis dalam model
vi
: Variabel acak
vi - ui : Error term
41
Variabel sisa (random shock) vi merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed/i.i.d) dengan rataan (mathematical expectation/ui) bernilai nol dan ragamnya konstan, ζy2 (N(0, ζv2)), serta bebas dari ui. Variabel kesalahan (residual solow) ui adalah variabel yang menggambarkan efek inefisiensi di dalam produksi, diasumsikan terdistribusi secara bebas di antara setiap observasi dan nilai vi. Variabel acak ui tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya normal dengan nilai distribusi N(μi, ζu2) (Coelli & Battese 1998). 4.5.5. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Analisis efisiensi dan inefisiensi teknis dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier akan menganalisis tingkat efisiensi teknis setiap petani yang dijadikan responden. Efisiensi teknis setiap petani adalah nilai harapan dari (-ui) yang dinyatakan dalam rasio berikut ini :
TEi =
Keterangan : TEi = efisiensi teknis petani ke-i yi
= fungsi output deterministic (tanpa error term)
Nilai efisiensi teknis dalam persamaan di atas digunakan hanya untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat logaritmik (panel data) (Coelli & Battese 1998). Nilai efisiensi teknis berbanding terbalik dengan nilai inefisiensi teknis. Nilai inefisensi teknis merupakan ( 1 Tei ) dimana nilai ini bernilai di antara nol dan satu. Metode efek inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(μi, ζ2). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani kedelai edamame adalah umur petani (Z1), pengalaman menanam kedelai edamame (Z2), pendidikan (Z3), dummy status kepemilikan lahan (Z4), dummy 42
penyuluhan (Z5), dan pekerjaan istri (Z6). Dengan demikian parameter distribusi (μi) efek inefisiensi teknis dalam penelitian ini adalah : μi
= δ 0 + δ 1 Z1 + δ 2 Z3 + δ 3 Z3 + δ 4 Z4 + δ 5 Z5 + δ 6 Z6 + wit
Beberapa hipotesis yang dikemukakan untuk model efek inefisiensi dalam persamaan diatas adalah : 1. Semakin tua umur petani diduga akan meningkatkan tingkat inefisiensi usahatani kedelai edamame, karena semakin tua umur petani menyebabkan kondisi fisik petani tersebut semakin berkurang, sehingga pengelolaan usahatani kedelai edamame menjadi kurang optimal. 2. Semakin lama pengalaman petani mengusahakan usahatani kedelai edamame, diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi. Pengalaman yang diperoleh petani dari usahatani sebelumnya membuat petani lebih baik lagi dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai edamame. 3. Pendidikan diduga akan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat inefisiensi teknis petani. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis petani. 4. Status kepemilikan lahan diduga akan mempengaruhi keseriusan petani dalam mengolah lahannya. Petani yang melakukan kegiatan usahatani dengan cara menyewa lahan diduga akan lebih efisien dalam melakukan kegiatan usahataninya dibandingkan dengan petani yang menggunakan lahan milik, garapan dan gadai. 5. Adanya penyuluhan diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis petani. Penyuluhan mampu memberikan informasi yang dapat membantu petani dalam meningkatkan pengetahuan tentang kegiatan usahataninya. 6. Semakin banyak waktu istri yang dihabiskan untuk bekerja di luar kegiatan usahatani diduga akan meningkatkan tingkat inefisiensi usahatani tersebut. Hal ini dikarenakan waktu yang dipergunakan istri untuk membantu petani menjadi berkurang.
43
Hasil pengujian Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter dalam bentuk parameterisasi berikut ini : ζs2 = ζv2 + ζu2 dan γ = ζu2 / ζs2 Nilai parameter gamma (γ) berkisar antara nol dan satu. Untuk keputusan penerimaan hipotesa nol (diuraikan dalam bagian uji hipotesa) atau ditentukan oleh nilai kritis. Pengujian efek inefisiensi di dalam model menggunakan nilai LR test galat satu sisi. Hipotesis pertama: H0 : γ = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 =…………. δ6 = 0 H1 : γ = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 =…………. δ6 > 0 Hipotesis nol artinya efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. LR = -2 {ln[L(H0)/L(H1)]} Dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood di bawah hipotesa H0 dan H1. Kriteria uji : LR galat satu sisi > χ2retriksi (table Kodde dan Palm) maka tolak H0 LR galat satu sisi < χ2retriksi (table Kodde dan Palm) maka terima H0 Tabel chi-square Kodde dan Palm adalah table upper and lower bound dari nilai kritis untuk uji bersama persamaan dan pertidaksamaan restriksi. Hipotesis Kedua: H0 : δi = 0 H1 : δi ≠ 0 Hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masingmasing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi.
44
Uji statistik yang digunakan yaitu uji t, uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien variabel penduga dari masing-masing parameter bebas (δi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (μi) dengan menggunakan t-hitung.
t-hitung
=
t-tabel
= t(α, n-k-1)
Kriteria uji : │t- hitung│ > t-tabel t(α, n-k-1) : tolak H0 │t- hitung│< t-tabel t(α, n-k-1) : terima H0 dimana : k n
= jumlah variabel bebas = jumlah pengamatan (responden)
S (δi) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi. 4.6. Definisi Operasional Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani kedelai edamame yang diusahakan oleh mitra tani PT Saung Mirwan. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini: 1. Produksi kedelai edamame (Y) adalah kedelai edamame yang dihasilkan dalam satu musim tanam. Produksi kedelai edamame yang dihitung adalah kedelai edamame yang berkualitas baik yang memiliki polong 2 dan 3. Satuan yang digunakan adalah kilogram (kg). 2. Luas lahan (X1) adalah luas lahan yang digunakan untuk berusahatani kedelai edamame dengan satuan hektar (ha). 3. Benih kedelai edamame (X2) adalah jumlah benih kedelai edamame yang digunakan oleh petani mitra untuk satu kali musim tanam dengan satuan kilogram (kg). 4. Tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani kedelai edamame selama satu musim tanam. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang
45
Kerja (HOK) dan mengabaikan jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam keluarga atau luar keluarga. Nilai satu HOK adalah 8 jam kerja. 5. Pupuk kimia (X4) adalah jumlah kandungan pupuk kimia yang digunakan petani untuk memupuk tanaman kedelai edamame selama satu kali musim tanam, meliputi pupuk SP-36, phonska, NPK, KCL dan urea. Satuan yang digunakan adalah kilogram (kg). 6. Pupuk kandang (X5) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan petani untuk memupuk tanaman kedelai edamame selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 7. Insektisida (X6) adalah jumlah insektisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dalam usahatani kedelai edamame selama satu musim tanam. Satuan yang digunakan adalah liter. 8. Umur petani (Z1) adalah usia petani saat musim tanam kedelai edamame yang diukur dalam tahun. 9. Pengalaman
berusahatani
(Z2)
adalah
lamanya
petani
dalam
mengusahakan usahatani kedelai edamame yang diukur dalam tahun. 10. Pendidikan (Z3) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh petani yang diukur dalam tahun. 11. Status kepemilikan lahan (Z4) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang memiliki lahan sendiri, garapan, dan gadai dan nol untuk sewa. 12. Penyuluhan (Z5) adalah informasi yang didapat dari penyuluhan dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang mengikuti penyuluhan dan nol untuk sebaliknya. 13. Pekerjaan istri (Z6) adalah lamanya istri bekerja di luar usahatani kedelai edamame dalam kurun waktu satu kali musim, dengan satuan hari ( 1 hari = 8 jam).
46
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Megamendung terletak antara 54o106o BT dan 6o-41o LS dengan topografi yang berbukit-bukit, datar, dan miring dengan jenis tanah latosol coklat kemerahan. Kecamatan Megamendung berada pada ketinggian 650-1100 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata antara 180C – 240C. Jenis tanah dan ketinggian wilayah di Kecamatan Megamendung mendukung untuk dilakukan budidaya kedelai edamame, karena kedelai edamame tumbuh baik pada jenis tanah aluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol serta pada ketinggian lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. Kedelai edamame yang ditanam pada ketinggian tersebut bisa dipanen setelah berumur 85 hari (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007). Secara
geografis,
Kecamatan
Megamendung
berbatasan
dengan
Kecamatan Sukaraja di sebelah utara, Kecamatan Cisarua di sebelah timur, dan Kecamatan Ciawi di sebelah selatan dan barat. Secara administratif, Kecamatan Megamendung mempunyai luas wilayah sebesar 5350,1 Ha atau 53,5 Km2. Kecamatan Megamendung memiliki 11 Desa 27 Dusun, 55 RW dan 255 RT. Berdasarkan Monografi Kecamatan Megamendung Tahun 2010 diperoleh data jumlah penduduk Kecamatan Megamendung sampai dengan Bulan Desember 2010 adalah 92.563 jiwa, yang terdiri dari 47.553 jiwa penduduk laki-laki dan 45.050 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar Penduduk yang bermukim di Kecamatan Megamendung bekerja pada sektor pertanian dan perdagangan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 7.612 orang (50,6 persen) yang terdiri dari petani pemilik tanah sebanyak 1.268 orang, petani penggarap tanah sebanyak 5.154 orang dan buruh tani sebanyak 1.190 orang, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 3.046 orang (20,2 persen) (Monografi Kecamatan Megamendung 2010). Komoditi yang banyak ditanam oleh penduduk di wilayah Megamendung adalah komoditi tanaman pangan dan sayuran. Tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah, sedangkan tanaman sayuran yang banyak ditanam adalah wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabe, dan kedelai edamame. 47
Komoditi kedelai edamame banyak dibudidayakan oleh penduduk yang bermukim di Kecamatan Megamendung terutama di Desa Sukamanah. Hal ini dikarenakan di Desa Sukamanah terdapat perusahaan yang bergerak di sektor agribisnis yaitu PT Saung Mirwan. PT Saung Mirwan menjalin hubungan kemitraan dengan para petani di sekitar Kecamatan Megamendung. Komoditi yang diusahakan pun beraneka ragam diantaranya okra, jagung manis, tomat, buncis mini dan kedelai edamame. Peran PT Saung Mirwan dalam kemitraan komoditi kedelai edamame yang dijalin dengan petani adalah selaku penyedia benih kedelai edamame dan juga memasarkan panen yang dihasilkan oleh para petani. 5.2. Gambaran Umum PT Saung Mirwan PT Saung Mirwan adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis yaitu sebagai produsen dan trading company di bidang sayuran dan bunga. PT. Saung Mirwan terletak di Kampung Pasir Muncang, Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini berada pada ketinggian 670 m di atas permukaan laut. Lokasi PT Saung Mirwan sangat strategis, dikarenakan lokasinya yang dekat dengan pasar yaitu Kota Jakarta dan dekat dengan sumber bahan baku yaitu petani, sehingga PT Saung Mirwan bisa berkembang menjadi perusahaan besar dibidang agribisnis PT Saung Mirwan mengawali kegiatannya dengan memproduksi buah dan sayuran dengan menerapkan teknik budidaya secara hidroponik. Hidroponik adalah salah satu sistem budidaya tanpa menggunakan media tanah. Sayuran yang diproduksi secara hidroponik di PT Saung Mirwan terdiri dari tomat beef, tomat cherry, timun jepang, cabe jepang dan paprika. Berawal dari memproduksi sayursayuran PT Saung Mirwan mulai mengembangkan usahanya dengan cara menjalankan bisnis komoditi bunga potong. Komoditi bunga potong yang diproduksi oleh PT Saung Mirwan adalah bunga krisan. Bunga krisan yang diproduksi oleh PT Saung Mirwan diekspor ke beberapa negara seperti Jepang dan Belanda.
48
5.2.1. Sejarah PT Saung Mirwan PT Saung Mirwan didirikan pada tahun 1984 oleh Bapak Tatang Theo Hadinata di Desa Sukamanah, Kp. Pasir Muncang, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Komoditi awal yang ditanam oleh Bapak Tatang Theo Hadinata adalah melon. Akhir tahun 1985 PT Saung Mirwan mengembangkan usahanya dengan cara menyewa lahan seluas 7 ha di daerah Cipanas dan Cianjur. Lahan tersebut digunakan untuk menanam bawang putih dan berbagai macam sayuran. Usaha yang dijalankan di daerah Cipanas dan Cianjur ternyata mengalami kegagalan, sehingga Bapak Tatang Theo Hadinata memutuskan untuk mengembalikan usahanya di sekitar Desa Sukamanah. Tahun 1988 PT Saung Mirwan mencoba menanam tanaman dalam greenhouse dengan sistem irigasi tetes. Hasil uji coba ini ternyata cukup memuaskan, sehingga diputuskan untuk menanam tanaman tomat, melon, paprika, timun jepang dan cabe jepang. Kegiatan budidaya menanam sayuran di dalam greenhouse dengan sistem irigasi tetes terus mengalami perkembangan yang signifikan. Hingga akhir tahun 1991 luas area greenhouse telah mencapai 1,5 Ha. Selain melakukan ujicoba menanam sayuran dalam greenhouse, pada tahun 1991 PT Saung Mirwan mulai melakukan ujicoba memproduksi stek bunga krisan yang sudah berakar, dan juga melakukan produksi bunga pot. Hasil dari ujicoba ternyata memuaskan, sehingga dibentuk Divisi Bunga dan mulai memproduksinya secara komersil untuk pasar lokal. Sayuran yang diproduksi oleh PT Saung Mirwan dipasarkan ke beberapa pasar modern dan juga restoran cepat saji. Selain dipasarkan ke pasar lokal PT Saung Mirwan pada tahun 1997 berhasil mengekspor sayurannya ke beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, Jepang dan Australia. Berhasilnya komoditi sayuran PT Saung Mirwan diterima oleh pasar ekspor membuat pihak perusahaan menambah jenis sayuran yang diproduksi. Komoditi tomat cherry, zukini, tomat beef, lettuce dan kapri mulai diproduksi pada tahun 1998. Meningkatnya permintaan akan sayuran dari pasar lokal maupun pasar luar negeri membuat PT Saung Mirwan menambah areal produksi dan penanaman. Areal produksi dan penanaman PT Saung Mirwan terbagi ke dalam 3 lokasi yaitu: 49
1. Desa Sukamanah, Bogor. Desa Sukamanah merupakan pusat kegiatan PT Saung Mirwan dari produksi, pengemasan, penjualan, sampai pada administrasi. Lokasi ini memiliki bangunan greenhouse dengan luas lahan sebesar 3 ha, yang ditanami tanaman tomat cherry, shisito, kyuuri, baby kyuuri, krisan pot, mawar pot, gloxynia, kalanchoe, armenia, gardenia, cabe hias, cemara, beringin cina, dan anthurium. Selain itu terdapat areal lahan terbuka dengan luas lahan 2 ha. Lahan terbuka digunakan untuk menanam tanaman okra, baby kailan, buncis TW, edamame, dan euchaliptus silver dolar, sedangkan sisanya seluas 5,5 ha digunakan untuk bangunan kantor, gudang, sarana olah raga, tempat, ibadah, gudang pengemasan, bengkel, koperasi, asrama,dan lain lain. 2. Lemah Neundeut, Bogor Lemah Neundeut terletak tidak jauh dari Desa Sukamanah. Lokasi ini seluruhnya merupakan lahan produksi dengan areal seluas 3,5 ha. Lahan diperoleh dari dengan cara menyewa kepada PTPN 08 Gunung Mas, Bogor. Lokasi Lemah Neundeut ini terbagi atas greenhouse seluas 1,2 ha yang ditanami tanaman paprika, tomat beef, dan bunga krisant. Selain areal greenhouse di lokasi ini terdapat penanaman yang dilakukan di lahan luar dengan luas lahan 1,5 ha yang ditanami tanaman edamame, buncis mini, silver dollar. 3. Garut Lahan Garut merupakan areal produksi dengan luas 9 Ha yang diperoleh dengan menyewa lahan dari para petani yang bermukim di sekitar areal pertanaman. Lahan ini tersebar di sekitar Kecamatan Cisurupan diantaranya di Desa Cisurupan, Tambakbaya, Cilame, Cidatar, Barusuda, dan Balewangi. Lahan di dareah Garut ini terbagi atas lahan luar seluas 8,7 ha greenhouse persemaian seluas 0,06 ha. Lokasi lahan luar ditanami tanaman kapri, lollorosa, butterhead, selada keriting, selada merah, endive, lettuce head, lettuce romaine, asparagus, brocolly, edamame, zukini hijau, radichio, kailan baby, kailan, daun bawang, pakcoy putih, dan pakcoy hijau
50
Penambahan luas areal produksi dan penanaman ternyata belum bisa memenuhi permintaan yang ada. Salah satu cara yang dilakukan oleh PT Saung Mirwan agar permintaan terpenuhi adalah dengan melakukan kegiatan kerjasama dengan petani di sekitar perusahaan atau biasa dikenal dengan istilah kemitraan. 5.2.2. Visi dan Misi PT Saung Mirwan PT Saung Mirwan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis memiliki visi untuk dapat menjadi salah satu leader dibidang agribisnis dengan menerapkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian. Visi tersebut bisa tercapai dengan cara menjalankan beberapa misi yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Adapun misi dari PT Saung Mirwan adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan
produk
pertanian
yang
berkualitas
tinggi
secara
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan pasar. 2. Senantiasa meningkatkan kualitas produk, kualitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasan pelanggan. 3. Mengembangkan sistem agribisnis melalui jaringan kemitraan. 4. Bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian untuk menerapkan teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk pelaku agribisnis. 5.2.3. Kemitraan PT Saung Mirwan PT Saung Mirwan melakukan peningkatkan volume produksi untuk dapat memenuhi permintaan konsumen Peningkatan volume produksi tersebut membutuhkan penambahan luas areal tanam, tenaga kerja, benih, dan lain-lain. Melihat hal itu, Bapak Tatang Theo Hadinata selaku pemilik perusahaan, sangat menyadari bahwa kondisi ini memerlukan modal yang besar, sehingga beliau memutuskan untuk membuat suatu pola kerjasama yaitu dengan menjalin sistem kemitraan dengan para petani setempat. Beliau beranggapan bahwa dengan menjalin sistem kemitraan dapat lebih menguntungkan banyak pihak. Satu pihak perusahaan mendapat pasokan produk untuk memenuhi permintaan yang ada dan di sisi lain petani menjadi lebih sejahtera dikarenakan mendapat kepastian pasar dengan harga yang stabil. Beliau juga menerapkan konsep bahwa dalam menjalin
51
hubungan kemitraan haruslah saling percaya, saling memiliki, saling melindungi, dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan para petani dimulai sejak tahun 1992 dengan mengajak lima orang petani di sekitar PT Saung Mirwan. Seiring berjalannya waktu jumlah petani yang bermitra dengan PT Saung Mirwan terus mengalami peningkatan, sehingga perusahaan memutuskan untuk membentuk suatu divisi baru di dalam perusahaan yaitu divisi kemitraan. Divisi ini dipimpin oleh satu kepala bagian dan dibantu oleh dua koordinator serta beberapa tenaga lapang atau biasa dikenal dengan istilah penyuluh. Komoditi yang diproduksi dengan menjalin kemitraan dengan petani diantaranya adalah kedelai edamame, kaelan baby, buncis mini, paprika, pakcoy baby, dan pakcoy hijau. PT Saung Mirwan dalam menjalin hubungan kemitraan menerapkan dua konsep kemitraan, yaitu: 1. Mitra Tani Mitra Tani adalah suatu konsep kemitraan inti-plasma, dimana PT Saung Mirwan bertindak sebagai inti, sedangkan para petani bertindak sebagai plasma. Konsep Mitra Tani dikhususkan untuk petani yang menanam komoditas di areal lahan terbuka. 2. Mitra Kota Konsep ini sebenarnya sama saja dengan Mitra Tani yaitu menerapkan konsep inti-plasma. Perbedaannya adalah Mitra Kota dikhususkan untuk para petani yang menanam atau membudidayakan komoditas paprika secara hidroponik dengan menggunakan bangunan greenhouse. Dua konsep kemitraan ini disertai dengan adanya kewajiban bagi kedua belah pihak. Berikut adalah penjabaran kewajiban yang harus ditaati oleh inti maupun plasma : a. Kewajiban Inti Menyediakan kebutuhan sarana produksi dengan sistem peminjaman, dimana nantinya harus dikembalikan setelah selesai digunakan ataupun panen. Menentukan jenis komoditas yang ditanam oleh Plasma. 52
Menentukan program tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Membeli seluruh hasil produksi dari para Plasma yang memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh pihak Inti. Memberikan penyuluhan dan bimbingan serta pengawasan terhadap Plasma di lapangan. b. Kewajiban Plasma Mengikuti dan melaksanakan program kerja dan teknis budidaya yang diberikan oleh inti. Menjual hasil produksinya kepada inti dengan harga yang telah ditentukan. Menyelesaikan pinjaman saprotan dengan jangka waktu maksimal tiga bulan dihitung dari mulai pengambilan sarana produksi. 5.3. Gambaran Kemitraan Kedelai Edamame di Lapangan Praktek kemitraan yang dibahas pada penelitian ini adalah praktek kemitraan yang menggunakan konsep Mitra Tani, lebih khusus lagi kepada mitra tani komoditi kedelai edamame. Persyaratan untuk menjadi petani mitra komoditi kedelai edamame PT Saung Mirwan cukup sederhana yaitu hanya menyerahkan fotokopi KTP, menandatangani surat perjanjian kemitraan dan memenuhi kewajiban sebagai mitra yang telah ditentukan oleh PT Saung Mirwan. Semua hak dan
kewajiban
sudah
tertulis
dalam
surat
perjanjian
kemitraan
yang
ditandatangani oleh petani dan perusahaan. Surat perjanjian kemitraan seharusnya dimiliki oleh setiap petani mitra, namun kenyataannya banyak petani mitra yang tidak memiliki surat perjanjian kemitraan. Surat perjanjian kemitraan hanya dimiliki oleh 20 persen petani responden, sedangkan 80 persen petani responden tidak memiliki surat perjanjian kemitraan. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadholi (2005) dimana sebagian besar petani mitra hanya melakukan permohonan secara lisan kepada penyuluh PT Saung Mirwan untuk menjadi petani mitra. Tidak dimilikinya surat perjanjian kemitraan oleh petani membuat posisi tawar petani menjadi lemah, seandainya terjadi masalah dikemudian hari. Setelah petani terdaftar menjadi petani mitra, petani mendapatkan benih kedelai edamame dari PT Saung Mirwan dengan cara dihutangkan dan dibayarkan 53
nanti ketika petani sudah panen. Petani wajib menjual hasil panennya berupa kedelai edamame kepada PT Saung Mirwan. Kedelai edamame yang diterima oleh PT Saung Mirwan adalah kedelai edamame segar yang dipanen pada usia kurang lebih 72 hari dengan jumlah polong 2-3 polong. Sementara kedelai edamame yang cacat atau berpolong satu dikembalikan kepada petani dan petani akan menjualnya ke pasar atau sebagian dikonsumsi sendiri. PT Saung Mirwan dalam menjalin kemitraan dengan petani juga mengatur waktu tanam antara petani mitra yang satu dengan petani mitra yang lain. Hal ini guna menyesuaikan total pasokan kedelai edamame yang ada dengan permintaan yang ada. Pengaturan ditetapkan oleh penyuluh pada saat petani mengambil benih kedelai edamame. PT Saung Mirwan menyediakan benih dengan harga Rp 40.000,00 per kg. Pembayaran benih dilakukan setelah petani menyerahkan hasil panennya kepada PT Saung Mirwan. Hasil panen kedelai edamame segar petani dihargai oleh PT Saung Mirwan sebesar Rp 6.750,00 per kg. Menurut 56,7 persen petani responden, harga beli yang ditawarkan oleh PT Saung Mirwan sudah lebih tinggi dari harga pasar yang berlaku, sedangkan 43,3 persen menyatakan bahwa harga tersebut merupakan harga standar yang berlaku. Pembayaran hasil panen petani biasanya dilakukan setelah 2-3 minggu setelah penyerahan hasil panen. Hasil yang akan diterima petani tentunya akan dipotong terlebih dahulu untuk biaya benih yang telah diambil petani pada saat sebelum tanam. Selain bantuan benih yang dihutangkan kepada petani, PT Saung Mirwan juga menyediakan tenaga penyuluh untuk membantu petani dalam menghadapi permasalahan di dalam budidaya kedelai edamame. Penyuluhan diberikan ketika ada petani mitra baru yang ingin menanam kedelai edamame untuk pertama kali, sehingga petani yang akan menanam kedelai edamame mengerti bagaimana cara melakukan budidaya kedelai edamame yang baik dan benar. Selain pemberian penyuluhan diawal, penyuluh juga melakukan kunjungan ke petani untuk melihat bagaimana kedelai edamame yang ditanam oleh para petani mitra PT Saung Mirwan. Penyuluh PT Saung Mirwan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh beberapa koordinator petani yang ditempatkan berdasarkan daerah tempat tinggal dan daerah penanaman kedelai edamame. Koordinator petani juga merupakan 54
petani mitra PT Saung Mirwan yang menanam edamame. Koordinator petani biasanya membawahi beberapa petani mitra. Koordinator petani dipilih oleh para petani mitra yang berada dalam satu daerah dan biasanya merupakan orang yang sudah lama menanam kedelai edamame. Pengadaan koordinator petani bertujuan untuk mempermudah penyuluh PT Saung Mirwan dalam melakukan pengawasan untuk daerah yang lokasinya jauh dari PT Saung Mirwan. Selain itu koordinator petani juga berperan membantu petani dalam membantu petani mitra lainnya ketika menghadapi suatu permasalahan, mengingat penyuluh PT Saung Mirwan yang hanya berjumlah satu orang, sehingga tidak dapat setiap saat mengunjungi petani mitra. Seandainya permasalahan yang ada tidak dapat diatasi oleh koordinator petani, barulah koordinator tersebut menyampaikan permasalahannya kepada penyuluh PT Saung Mirwan. Hubungan baik yang telah terbentuk antara petani mitra, koordinator dan penyuluh serta meningkatnya permintaan pasar terhadap kedelai edamame membuat jumlah petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan terus mengalami peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan. Awal terbentuknya kemitraan yaitu pada tahun 1992 jumlah petani yang bermitra berjumlah 5 orang dan berkembang menjadi 40 orang pada tahun 2005 dan sekarang telah mencapai kurang lebih 100 petani mitra. Peningkatan jumlah petani mitra juga disebabkan oleh banyaknya petani mitra yang merasa puas bermitra dengan PT Saung Mirwan. Sebanyak 93,3 persen atau 28 petani responden menyatakan puas bermitra dengan PT Saung Mirwan, sedangkan 6,7 persen atau dua petani responden menyatakan tidak puas bermitra dengan PT Saung Mirwan. Alasan petani responden yang merasa tidak puas dengan kemitraan yang terjalin saat ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : a. Kesulitan dalam mendapatkan benih dari PT Saung Mirwan Benih yang berasal dari PT Saung Mirwan dahulunya merupakan benih yang dibeli dari PT Mitra Tani Dua Tujuh yang sama-sama melakukan kemitraan kedelai edamame dengan petani. Benih yang dibeli oleh PT Saung Mirwan pada 55
saat itu jumlahnya terbatas hanya sekitar 10-20 kg per minggu. Hal ini dikarenakan jumlah benih yang ada bergantung kepada ketersediaan benih di PT Mitra Tani Dua tujuh. Jumlah benih yang terbatas inilah yang menyebabkan banyak petani mitra PT Saung Mirwan kesulitan dalam mendapatkan benih untuk melakukan kegiatan budidaya edamame secara kontinyu. Masalah ini mulai teratasi pada tahun 2009, ketika PT Saung Mirwan berhasil membudidayakan benih secara mandiri. Hingga saat ini PT Saung Mirwan telah mampu memproduksi benih 70-100 kg per minggunya, namun permintaan akan benih masih melebihi penawaran benih yang ada yaitu sekitar 110-120 kg per minggunya. b. Kualitas benih yang jelek PT Saung Mirwan tidak dapat memastikan kualitas benih yang diberikan kepada para petani mitra. Penyebabnya adalah dahulunya benih yang diberikan kepada para petani mitra merupakan benih yang berasal dari PT Mitra Tani Dua Tujuh yang berlokasi di Jember, Jawa Timur. Benih yang berasal dari PT Mitra Tani Dua Tujuh banyak dikeluhkan oleh para petani dikarenakan banyak benih yang tidak tumbuh ketika benih tersebut ditanam. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan kondisi agroklimat yang berbeda antara wilayah Jember dengan wilayah Bogor. Permasalahan ini mulai teratasi sejak tahun 2009, ketika PT Saung Mirwan menghasilkan benih secara mandiri. c. Proses sortasi yang ketat Petani mitra mengeluhkan selama menjadi petani mitra di PT Saung Mirwan banyak hasil panennya yang ditolak oleh PT Saung Mirwan. Hasil panen yang diterima oleh PT Saung Mirwan adalah kedelai edamame segar dengan isi polong 2-3 polong. Selain itu kedelai edamame yang diterima tidak boleh ada bercak ataupun cacat pada kulitnya, sehingga pada saat ini ada sebagian petani mitra yang beralih kepada pihak lain yang dinilai petani tidak melakukan sortasi hasil panen terlalu ketat. d. Waktu pembayaran hasil panen yang terlalu lama Pembayaran hasil panen yang dilakukan oleh PT Saung Mirwan kepada petani mitra adalah 2-3 minggu setelah penyerahan hasil panen. Sistem ini menyebabkan banyak petani yang merasa dirugikan, karena untuk melakukan 56
kegiatan budidaya kedelai edamame kembali mereka tidak memiliki modal. Beberapa petani mitra pun akhirnya memilih untuk beralih kepada pihak lain yang mampu membayar hasil panen petani dengan jangka waktu 3-7 hari setelah penyerahan hasil panen. 5.4. Gambaran Umum Petani Responden 5.4.1. Umur Petani Responden Petani kedelai edamame yang menjadi responden berusia antara 22-80 tahun. Tabel 7 menunjukan bahwa mayoritas petani mitra yang menjadi responden berada pada usia 32-41 tahun yaitu sebanyak 26,7 persen dari total responden. Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas petani yang melakukan kegiatan budidaya kedelai edamame merupakan petani dengan usia produktif. Petani yang berusia produktif tentunya akan lebih giat dalam melakukan kegiatan bercocok tanam dibandingkan dengan petani yang berusia tidak produktif. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis usahatani kedelai edamame, dimana semakin produktif suatu petani diharapkan akan meningkatkan tingkat efisiensi teknis usahatani. Semakin produktifnya suatu petani dalam menjalankan usahataninya tentunya akan mendapatkan hasil panen yang lebih baik, yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan usahatani para petani mitra. sebaran usia petani responden yang terdapat pada Tabel 7 juga menggambarkan bahwa regenerasi petani yang melakukan kegiatan budidaya kedelai edamame berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari hampir meratanya jumlah petani di setiap jenjang umur, sebanyak 20 persen responden berada pada usia 22-31 tahun, 26,7 persen berada pada usia 32-41 tahun, 23,3 persen berada pada usia 42-51 tahun, 20 persen berada pada usia 52-61 tahun dan 10 persen berusia lebih dari 61 tahun. Kondisi sebaran umur yang hampir merata diharapkan dapat memberikan sesuatu yang positif yaitu adanya transfer ilmu pengetahuan tentang budidaya kedelai edamame. Sebaran Umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 7.
57
Tabel 7. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Usia Usia (tahun) 22-31 32-41 42-51 52-61 >61 Jumlah
Jumlah Responden (orang) 6 8 7 6 3 30
Persentase (%) 20,0 26,7 23,3 20,0 10,0 100,0
5.4.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan formal petani mitra yang dijadikan responden menunjukkan mayoritas petani responden hanya lulusan SD yakni sebesar 73,3 persen. Selain itu banyak juga petani responden yang tidak bersekolah yaitu sebesar 10 persen. Tingkat pendidikan formal tentunya akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan usahatani kedelai edamame. Hal ini terkait dengan penerapan-penerapan teknik budidaya baru serta dalam hal penggunaan teknologi yang bisa meningkatkan produksi kedelai edamame. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden, maka proses penyerapan ilmu-ilmu baru dan juga pengenalan teknologi baru dapat berjalan lebih mudah. Berikut adalah Tabel 8 yang menggambarkan tingkat pendidikan petani responden.
Tabel 8. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Jumlah
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%) 3 22 0 5 30
10,0 73,3 0,0 16,7 100,0
5.4.3. Status Pekerjaan Petani Responden Mayoritas petani mitra yang dijadikan responden menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utama. Petani Mitra yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utama yaitu sebesar 86,7 persen. Selain melakukan kegiatan usahatani, 58
sebagian petani memiliki pekerjaan sampingan seperti beternak ayam dan domba, buruh tani, penjaga vila, dan membuka warung. Perbedaan status pekerjaan akan mempengaruhi
petani
dalam
melakukan
pengelolaan
terhadap
kegiatan
usahataninya. Petani yang menjadikan kegiatan usahatani sebagai pekerjaan utama tentunya akan menempatkan usahatani sebagai prioritas dibanding dengan petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan. Selain itu Perbedaan status pekerjaan tersebut akan mempengaruhi modal dan manajemen usahatani kedelai edamame yang dilakukan sehingga akan mempengaruhi efisiensi teknis usahatani. Petani yang menjadikan usahatani ini sebagai penghasilan sampingan akan banyak mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga sehingga biaya yang dikeluarkan pun akan lebih besar dan akan mempengaruhi pendapatan tunai yang diterima. Sebaran status pekerjaan petani responden dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Status Pekerjaan Status Pekerjaan Utama Sampingan Jumlah
Jumlah Responden (orang) 26 4 30
Persentase (%) 86,7 13,3 100,0
5.4.4. Luas Lahan Petani Responden Berdasarkan data yang ada pada Tabel 10 terlihat bahwa mayoritas petani responden melakukan kegiatan budidaya edamame pada lahan < 0,25 Ha. Ratarata luas lahan yang dimiliki petani responden adalah sebesar 0,13 Ha. Luasan lahan yang dikerjakan oleh petani responden ini menunjukkan seberapa besar skala usahatani yang dilakukan. Semakin besar luasan lahan yang dipergunakan berarti semakin besar pula skala usahataninya begitu juga sebaliknya semakin kecil luasan lahan yang digunakan untuk budidaya kedelai edamame berarti semakin kecil pula skala usahataninya. Luas lahan yang digunakan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahataninya akan berpengaruh pada tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis, karena petani seringkali sulit memperhitungkan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk lahan yang 59
dimilikinya terutama untuk luas lahan yang kecil. Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh petani responden masih kecil.
Tabel 10. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Luas Lahan Garapan Luas lahan (ha) < 0,10 0,10-0,25 0,26-0,50 0,51- 1 Jumlah
Jumlah Responden (orang) 17 9 3 1 30
Persentase (%) 56,7 30,0 10,0 3,3 100,0
5.4.5. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden Status kepemilikan lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan budidaya kedelai edamame didominasi oleh lahan sewa dan lahan milik sendiri.
Status kepemilikan lahan pada petani mitra lebih banyak
menggunakan lahan sendiri yaitu sebesar 40 persen, namun tidak sedikit juga petani mitra yang menyewa lahan untuk kegiatan usahataninya yaitu sebesar 33,3 persen. Menyewa lahan banyak dilakukan oleh petani, dikarenakan kurangnya modal petani untuk membeli tanah. Selain lahan sewa dan milik sendiri ada sebagian petani yang menggunakan lahan garapan dan lahan gadai. Lahan garapan adalah lahan milik orang lain, dimana petani diberikan izin untuk mengolah lahan yang ada, sedangkan lahan gadai adalah lahan yang dijaminkan oleh seseorang karena memiliki hutang atau pinjaman. Lahan ini boleh digarap oleh orang yang memberikan pinjaman. Status penguasaan lahan akan mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan budidaya kedelai edamame. Misalnya saja petani dengan lahan sewa tidak memiliki keleluasan seperti petani dengan lahan milik sendiri yang bebas menggunakan lahannya untuk kegiatan usahatani apapun. Selain itu status penguasaan lahan nantinya juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani petani, dimana petani yang menyewa lahan tentunya memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan lahan milik 60
sendiri. Di bawah ini adalah Tabel 11 yang menunjukkan sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan.
Tabel 11. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Status lahan Milik sendiri Sewa Garapan Gadai Jumlah
Jumlah Responden (orang) 12 10 6 2 30
Persentase (%) 40,0 33,3 20,0 6,7 100,0
5.3.6. Pengalaman Usahatani Kedelai Edamame Petani kedelai edamame yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani kedelai edamame yang bervariasi. Mayoritas petani responden telah bertani kedelai edamame selama 1-3 tahun. Persentase petani yang telah bertani kedelai edamame selama 1-3 tahun yaitu sebesar 43,3 persen, selain itu 26,7 persen petani mitra yang dijadikan responden memiliki pengalaman di bawah satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa banyak petani responden yang baru menanam kedelai edamame. Banyaknya petani yang baru menanam kedelai edamame dikarenakan PT Saung Mirwan baru mampu memproduksi benih sendiri semenjak tahun 2009. Dahulunya benih yang ada selalu berasal dari Jember, sehingga jumlah benih yang ada sangat terbatas. Pengalaman usahatani petani mitra yang mayoritas masih baru dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai edamame akan menyebabkan tingkat efisiensi teknis tersebut belum efisien karena belum menemukan cara atau teknik budidaya yang paling baik untuk diterapkan, sehingga nantinya dapat menghasilkan panen yang optimal. Adapun lama pengalaman bertani kedelai edamame petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
61
Tabel 12. Sebaran Responden Petani Mitra Kedelai Edamame PT Saung Mirwan Tahun 2010 Berdasarkan Pengalaman Bertani Pengalaman bertani edamame (tahun) <1 1–3 4– 6 7– 9 >9 Jumlah
Jumlah Responden (orang) 8 13 5 2 2 30
Persentase (%) 26,7 43,3 16,6 6,7 6,7 100,0
62
VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan. Rata-rata dalam satu tahun para petani mitra menanam kedelai edamame sebanyak tiga kali dengan sistem rotasi. Rotasi yang diterapkan oleh petani mitra adalah dua kali menanam kedelai edamame diselingi dengan menanam padi atau palawija, lalu dilanjutkan dengan menanam edamame kembali. 6.1.1. Pengadaan Benih Varietas kedelai edamame yang banyak ditanam oleh para petani mitra di lokasi penelitian adalah varietas Ryokkoh. Petani mitra memperoleh benih kedelai edamame dari PT Saung Mirwan dengan cara dihutangkan. Pembayaran terhadap benih yang diambil dilakukan dengan cara memotong hasil panen yang diserahkan oleh petani kepada PT Saung Mirwan sesuai dengan jumlah benih yang diambil oleh petani, sehingga petani memiliki kewajiban menjual hasil panennya kepada PT Saung Mirwan. Harga benih per kilogram yaitu sebesar Rp 40.000. 6.1.2. Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan salah satu bagian penting yang harus dilakukan sebelum melakukan budidaya kedelai edamame. Persiapan lahan yang baik dapat memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman. Persiapan lahan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pengolahan lahan, pembuatan bedengan dan saluran air (parit). a. Pengolahan Lahan Pengolahan tanah merupakan upaya memperbaiki kondisi tanah untuk mendapatkan struktur tanah yang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian terdiri dari dua kegiatan yaitu pembersihan lahan dari gulma dan pembukaan tanah. Pembersihan lahan dari gulma merupakan kegiatan membersihkan lahan dari rumput-rumput atau gulma yang ada pada lahan bekas dari proses usahatani sebelumnya. Setelah gulma yang ada di lahan sudah
63
dibersihkan, tahapan selanjutnya adalah melakukan pembukaan tanah. Tanah yang ada dicangkul dan dibalik hingga membentuk bongkahan-bongkahan kecil. b. Pembuatan Bedengan dan Saluran Air Tanah yang sudah berbentuk bongkahan-bongkahan kecil, selanjutnya siap untuk dibuat menjadi bedengan-bedengan dengan tinggi bedeng 20-25 cm dan lebar bedengan sebesar satu meter, sementara untuk panjang bedengan disesuaikan dengan bentuk lahan yang ada. Bersamaan dengan pembuatan bedengan dilakukan juga pembuatan saluran air (parit). Menurut Samsu (2001) lebar saluran air antar bedengan yang dibutuhkan untuk budidaya kedelai edamame adalah sebesar 40-50 cm, namun petani hanya membuat saluran air dengan lebar sekitar 20-30 cm. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya lahan yang dimiliki petani untuk melakukan budidaya kedelai edamame. Setelah bedengan selesai dibuat, bedengan tersebut tidak langsung ditanami, melainkan didiamkan 2-3 hari. Fungsi dari bedengan didiamkan selama 2-3 hari adalah agar tanah yang ada pada bedengan menjadi padat dan tidak mudah hancur. Berdasarkan literatur, setelah bedengan selesai dibuat, selanjutnya dilakukan pemberian pupuk dasar yang terdiri dari pupuk kandang dan pupuk kimia, namun praktek di lokasi penelitian sebagian besar
petani tidak
memberikan pupuk dasar setelah pembuatan bedengan. Sebanyak 86,7 persen petani responden tidak memberikan pupuk dasar setelah pembuatan bedengan dan sebanyak 13,3 persen petani responden hanya memberikan pupuk kandang setelah pembuatan bedengan. Pemberian pupuk dasar dilakukan petani pada saat tanaman berumur satu minggu. Hal ini dilakukan petani dikarenakan petani menganggap pemberian pupuk dasar sebelum penanaman dapat merugikan petani seandainya benih yang ditanam tidak tumbuh. Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan lahan di luas lahan satu hektar yaitu untuk tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) sebesar 39,81 HOK dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar 64,71 HOK. Sebagian besar para petani di lokasi penelitian menyewa tenaga kerja untuk melakukan pengolahan lahan.
64
6.1.3. Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan setelah tahapan pembuatan bedengan selesai dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan penyuluh PT Saung Mirwan penanaman seharusnya dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, namun praktek penanaman yang dilakukan oleh para petani mitra di lapangan berbedabeda. Jarak tanam yang digunakan oleh petani di lapangan adalah 25 cm x 25 cm, 20 cm x 25 cm dan 20 cm x 20 cm. Sebanyak 26,7 persen menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm, 30 persen petani responden menggunakan jarak tanam 20 cm x 25 cm dan 43, 3 persen petani responden menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Jarak tanam yang lebih padat dikarenakan keterbatasan lahan yang dimiliki oleh petani, sehingga petani memilih untuk memperpendek jarak tanam. Penanaman dilakukan dengan cara melubangi tanah yang selanjutnya diisi satu benih setiap lubangnya. Kemudian lubang ditutup dengan tanah secara merata dan tidak dipadatkan. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan penanaman biasanya adalah tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian petani yang mengkombinasikan antara tenaga kerja wanita dan pria untuk kegiatan penanaman. Tenaga kerja lakilaki bertugas untuk melubangi tanah, sedangkan tenaga kerja wanita yang melakukan penanaman. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan penanaman di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 11,64 HOK dan TKLK sebesar 7,15 HOK. 6.1.4. Penyulaman Penyulaman adalah kegiatan memperbaiki atau menambal tanaman yang tidak tumbuh dengan tanaman baru agar populasi yang ada sesuai dengan yang telah direncanakan. Penyulaman pada kedelai edamame berbeda dengan penyulaman kedelai biasa. Penyulaman kedelai biasa menggunakan benih, sementara penyulaman kedelai edamame adalah dengan cara tanam pindah menggunakan bibit yang sudah ditumbuhkan terlebih dahulu. Penyulaman dengan bibit yang sudah tumbuh dilakukan agar nantinya tanaman kedelai edamame yang ada tumbuh secara serempak dan dapat dipanen dalam waktu yang bersamaan. Kegiatan penyulaman tidak dilakukan oleh semua petani responden. Kegiatan penyulaman hanya dilakukan oleh 53,3 persen petani responden. Hal ini 65
tergantung bagaimana kondisi benih apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika benih yang tumbuh mencapai 85 persen biasanya petani tidak melakukan kegiatan penyulaman. Penyulaman dilakukan ketika tanaman sudah berumur satu minggu. Rata-rata tenaga kerja yang diperlukan untuk kegiatan penyulaman di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 1,98 HOK dan TKLK sebesar 0,38 HOK. 6.1.5. Pemupukan Pemberian pupuk yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada saat tanaman berumur 7-10 hari, pada saat tanaman berumur 14-20 hari dan pada saat tanaman berumur 35-40 hari. Pupuk kandang diberikan pada saat pemupukan pertama. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam yang dicampur dengan sekam. Pemupukkan kedua dan ketiga hanya menggunakan pupuk kimia saja. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani bervariasi, terdiri atas beberapa jenis pupuk yaitu pupuk Urea Kujang, NPK Phonska, NPK Mutiara, KCL, TSP, dan ZA. Sebagian petani ada yang menambahkan pupuk daun dan pupuk buah. Petani responden
yang menambahkan pupuk daun sebanyak 33,3 persen,
sedangkan petani yang menambahkan pupuk buah sebanyak 43,3 persen. Sementara itu persentase petani yang menggunakan keduanya adalah sebesar 30 persen. Pupuk daun diberikan pada masa vegetatif yaitu pada saat tanaman berumur 14-20 hari yaitu sebelum tanaman masuk ke dalam fase pembungaan. Setelah tanaman masuk ke fase pembungaan pupuk daun diganti dengan menggunakan pupuk buah. Selain pupuk daun dan pupuk buah, sebagian besar petani responden juga menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk meningkatkan produksi kedelai edamame. Jumlah petani responden yang menambahkan ZPT yaitu sebesar 83,3 persen. Pemberian pupuk daun, pupuk buah, dan ZPT bersamaan dengan penyemprotan pestisida. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemupukan di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 12,58 HOK dan TKLK sebesar 0,98 HOK.
66
6.1.6. Penyiraman Penyiraman dilakukan melihat situasi cuaca yang ada. Jika kegiatan budidaya dilakukan pada musim hujan biasanya petani tidak melakukan kegiatan penyiraman, karena tanaman sudah mendapatkan pasokan air yang cukup dari air hujan. Penyiraman pada musim kemarau dilakukan minimal seminggu sekali. Kegiatan penyiraman dilakukan dengan cara menggenangi selokan diantara bedengan dengan air hingga ketinggian 2/3 ketinggian bedengan selama 1-2 jam. 6.1.7. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan rumput atau gulma yang tumbuh di sekitar tanaman kedelai edamame. Praktek penyiangan yang dilakukan oleh petani dalam 1 musim tanam biasanya dilakukan sebanyak 2 kali yaitu ketika tanaman berusia 15-20 hari dan 35-40 hari. Penyiangan pada musim hujan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan penyiangan pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan rumput atau gulma yang tumbuh pada saat musim hujan lebih banyak dibandingkan pada saat musim kemarau. Tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan penyiangan adalah tenaga kerja perempuan. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan penyiangan di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 23,60 HOK dan TKLK sebesar 73,77 HOK. 6.1.8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Hama yang paling sering menyerang tanaman kedelai edamame adalah lalat bibit, penggerek buah dan ulat. Hama tersebut dapat diatasi dengan melakukan penyemprotan pestisida. Pestisida yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu insektisida dan fungisida. Penyemprotan dengan pestisida dilakukan dimulai ketika tanaman berumur 1-3 minggu setelah tanam yaitu sebanyak 2 kali setiap minggunya, karena di umur 1-3 minggu setelah tanam hama lalat bibit sangat rentan menyerang tanaman. Penyemprotan pada umur 4-9 minggu setelah tanam dilakukan hanya 1 kali per minggu. Total penyemprotan dari awal hingga panen kurang lebih sebanyak 10-12 kali penyemprotan, namun aplikasi petani di lapangan berbeda-beda . Sebanyak 6,7 persen petani responden melakukan penyemprotan sebanyak 10 kali atau sesuai dengan anjuran dari penyuluh, sedangkan 76,7 persen petani responden 67
melakukan penyemprotan sebanyak 7-8 kali atau seminggu sekali melakukan kegiatan penyemprotan. Sementara itu sebesar 16,7 persen melakukan penyemprotan dalam kurun waktu dua minggu sekali yaitu sekitar 4-5 kali penyemprotan. Aplikasi penyemprotan pestisida yang berbeda-beda dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani, sehingga petani tidak mampu untuk membeli obat-obatan atau pestisida dalam jumlah yang cukup. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pengendalian OPT di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 27,42 HOK dan TKLK sebesar 3,09 HOK. 6.1.9. Panen Panen dilakukan setelah tanaman berumur 68-72 hari. Proses pemanenan dilakukan dengan cara memetik setiap polong yang ada pada tanaman kedelai edamame. Hasil panen kedelai edamame dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu kedelai edamame dengan polong 2-3 dan kedelai edamame dengan polong satu. Polong kedelai edamame yang diterima oleh pasar modern adalah kedelai edamame dengan polong 2-3, sedangkan kedelai edamame dengan polong satu biasanya dijual ke pasar tradisional atau dikonsumsi sendiri oleh petani. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan pemanenan di lokasi penelitian dikelompokkan menjadi 2 cara yaitu tenaga kerja yang dibayar harian dan tenaga kerja yang dibayar borongan. Tenaga kerja yang dibayar harian berarti pemberian upah dihitung sesuai dengan berapa hari orang tersebut melakukan pemanenan, sedangkan tenaga kerja yang dibayar borongan berarti pemberian upah dihitung dari jumlah yang berhasil dipanen. Petani responden yang menggunakan tenaga kerja borongan untuk melakukan kegiatan panen adalah sebanyak 43,3 persen, sedangkan petani yang menggunakan tenaga kerja harian sebanyak 56,7 persen. Hasil panen kedelai edamame digolongkan menjadi dua jenis yaitu kedelai edamame yang afkir dan kedelai edamame yang berkualitas baik. Kedelai edamame yang berkualitas baik adalah kedelai edamame yang memiliki polong 2 dan 3 dan tidak ada bercak pada bagian kulitnya. Kedelai edamame yang berkualitas baik dijual kepada PT Saung Mirwan, sedangkan kedelai edamame yang berpolong satu, cacat atau afkir dijual ke pasar tradisional. Rata-rata hasil panen kedelai edamame per hektar yang memiliki polong 2 dan 3 yang dihasilkan oleh petani mitra adalah sebesar 3.735,99 kg, sedang rata-rata hasil panen kedelai 68
edamame per hektar yang cacat, afkir dan berpolong satu adalah sebesar 460,75 kg. Sementara itu rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemanenan di luas lahan satu hektar yaitu TKDK sebesar 16,84 HOK dan TKLK sebesar 34,03 HOK. Berikut adalah Tabel 13 yang menggambarkan sebaran responden petani mitra PT Saung Mirwan berdasarkan produksi panen kedelai edamame per hektar musim tanam terakhir tahun 2010 Tabel 13.
Jumlah Panen (Kg)
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Produksi Panen Kedelai Edamame per Hektar Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 Kualitas baik % Σ petani
Jumlah Panen (Kg)
< 2.000
1
3,3
2000 – 3000
7
23,3
3001 – 4000
12
4001 – 5000
< 300
Afkir %
Σ petani 11
36,7
300 – 400
4
13,3
40,0
401 – 500
7
23,3
6
20,0
501 – 600
1
3,4
>5000
4
13,4
>600
7
23,3
Total
30
100
Total
30
100
Mean
3735,99 kg/ha
460,75 kg/ha
Min
1666,67 kg/ha
40,00 kg/ha
Max
5916,66 kg/ha
1714,29 kg/ha
6.2. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Analisis penggunaan sarana produksi merupakan analisis penggunaan input-input produksi yang digunakan petani dalam melakukan usahatani kedelai edamame seperti penggunaan benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Analisis yang dilakukan adalah berdasarkan penggunaan input-input yang dipakai petani dalam musim tanam terakhir. 6.2.1. Penggunaan Benih Menurut Samsu (2001) suatu usahatani kedelai edamame akan berhasil jika dalam penanamannya menggunakan benih yang bermutu. Suatu benih dikatakan bermutu jika benih tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Daya kecambahnya lebih tinggi dari 85 persen b. Tidak bercampur dengan benih lain 69
c. Bernas dan tidak cacat d. Mempunyai vigor yang baik dan seragam e. Sehat dan bebas dari penyakit f. Bersih dari kotoran dan biji tanaman lain. Benih yang dibutuhkan untuk kegiatan usahatani kedelai edamame tergantung pada areal, jarak tanam, varietas kedelai edamame, dan cara tanam. Menurut Samsu (2001) kebutuhan benih kedelai edamame per hektar kurang lebih sekitar 60-75 kilogram tergantung dari jarak tanam yang dipergunakan.. Benih ini merupakan varietas Ryokkoh, dengan jaminan daya kecambah minimal 85%. Benih yang digunakan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lokasi penelitian merupakan benih kedelai edamame dengan varietas Ryokkoh. Rata-rata banyaknya benih yang digunakan oleh petani mitra per hektar yaitu sebesar 67,8 kg. Di bawah ini adalah Tabel 14 yang menunjukkan sebaran penggunaan benih petani mitra PT Saung Mirwan yang menjadi responden. Tabel 14.
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Benih pada Musim tanam Terakhir Tahun 2010
Jumlah Benih (kg) < 60 60-75 >75 Total Mean Min Max
Jumlah Petani 9 11 10 30
Persentase (%) 30,0 36,7 33,3 100,0 67,8 kg/ha 44,4 kg/ha 85,7 kg/ha
6.2.2. Penggunaan Pupuk Pupuk yang digunakan oleh para petani mitra dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai edamame terdiri dari pupuk kandang (organik) dan pupuk kimia. Pupuk kandang yang banyak digunakan oleh para petani di lokasi penelitian adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam yang dicampur dengan sekam, namun ada juga beberapa petani yang menambahkan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing. Rata-rata jumlah pupuk kandang per hektar yang dipergunakan oleh petani mitra adalah sebesar 4.221,3 kg, sedangkan yang disarakan oleh penyuluh PT Saung Mirwan sebesar 15.000 kg per hektar. 70
Perbedaan jumlah penggunaan pupuk kandang antara petani mitra dengan apa yang disarankan oleh penyuluh diduga disebabkan oleh pengaplikasian pupuk kandang yang dilakukan setelah tanaman berumur 1 minggu, sehingga penggunaan pupuk kandang tidak bisa terlalu banyak karena dapat menyebabkan tanaman menjadi panas dan akhirnya mati. Pupuk kandang diperoleh oleh para petani dengan cara membeli di toko sarana produksi pertanian (saprotan). Harga pupuk kandang yang berlaku di lokasi penelitian seharga Rp 5.000 - Rp 7.000 per karung dengan bobot 30 kg. Selain pupuk kandang para petani juga menggunakan pupuk kimia dalam melakukan usahatani kedelai edamame. Pupuk kimia yang digunakan petani di lokasi penelitian bervariasi diantaranya adalah Urea Kujang, ZA, KCL, TSP, NPK Phonska, dan NPK Mutiara. Selain itu ada sebagian petani yang menambahkan pupuk daun dan pupuk buah dalam kegiatan usahataninya. Pupuk-pupuk tersebut dibeli oleh para petani di toko sarana produksi pertanian (saprotan). Rata-rata jumlah pupuk kimia yang digunakan oleh petani mitra per hektar adalah sebesar 778,6 kg, sedangkan penggunaan pupuk yang dianjurkan oleh penyuluh PT Saung Mirwan adalah sekitar 700-750 kg. Perbedaan jumlah penggunaan pupuk antara petani mitra dengan apa yang disarankan oleh penyuluh diduga disebabkan oleh lebih pendeknya jarak tanam yang diterapkan oleh petani mitra. Semakin rapat jarak tanam, maka populasi tanaman semakin banyak dan membutuhkan pupuk yang semakin banyak pula. Hal ini dikarenakan pemberian pupuk dilakukan dengan cara ditabur di sekitar tanaman, sehingga jika populasi tanaman semakin meningkat, maka penggunaan pupuk pun akan meningkat. Selain pupuk kandang dan pupuk kimia sebagian petani responden juga menambahkan pupuk daun, pupuk buah dan zat pengatur tumbuh. Rata-rata penggunaan pupuk daun per hektar yaitu sebesar 780,8 gram, sedangkan penggunaan pupuk buah per hektar yaitu sebesar 994,5 gram. Sementara rata-rata penggunaan zat pengatur tumbuh per hektar yaitu sebesar 6,19 liter. Berikut adalah Tabel 15 yang menunjukkan sebaran responden petani mitra PT Saung Mirwan berdasarkan penggunaan pupuk.
71
Tabel 15.
Dosis pupuk (kg) < 15.000
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Pupuk pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 Dosis pupuk % (kg) 100,0 < 700
Pupuk Kandang Σ petani 30
Pupuk Kimia Σ petani
%
14
46,7
3
10,0
15.000
0
0,0 700-750
> 15.000
0
0,0 >750
13
43,3
30
100,00 Total
30
100,00
Total Mean
4.221, 3 kg/ha
778,6 kg/ha
Min
2.000,0 kg/ha
250 kg/ha
Max
6.000,0 kg/ha
1428,6 kg/ha
6.2.3. Penggunaan Pestisida Pestisida yang digunakan oleh para petani dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai edamame terdiri dari dua jenis yaitu insektisida dan fungisida. Rata-rata jumlah insektisida yang digunakan oleh petani mitra per hektarnya adalah sebesar 5,35 liter, sedangkan rata-rata penggunaan fungisida adalah sebesar 2,91 kg. Insektisida digunakan oleh semua petani responden dalam kegiatan usahataninya, sementara fungisida hanya digunakan oleh sebagian responden saja yaitu sebanyak 53,3 persen. Hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani dan ada tidaknya serangan jamur pada musim tanam terakhir. Insektisida dan fungisida yang digunakan oleh petani diperoleh dengan cara membeli di toko sarana produksi pertanian (saprotan) yang ada di sekitar petani. Adapun sebaran responden petani mitra PT Saung Mirwan berdasarkan penggunaan pestisida dapat dilihat pada Tabel 16.
72
Tabel 16.
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Pestisida pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010
Dosis insektisida (liter)
Dosis fungisida % (kg) 3,3 0 - 1,0 33,3 1,1 - 2,0
Insektisida Σ petani
<1
1
1,0 - 3,0
10
3,1 - 5,0
5
5,1 - 7,0
5
> 7,,0
9
Total
30
16,7 2,1 - 3,0 16,7 3,1 - 4,0 30,0 > 4,0 100,00 Total
Fungisida Σ petani 14
% 46,7
1
3,3
2
6,7
4
13,3
9
30,0
30
100,00
Mean
5,35 liter/ha
2,91 kg/ha
Min
0,50 liter/ha
0 kg/ha
Max
14,29 liter/ha
10,0 kg/ha
6.2.5. Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja di lokasi penelitian relatif banyak dan mudah didapatkan, karena mayoritas penduduk di lokasi penelitian bekerja di sektor pertanian. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kedelai edamame menggunakan satuan HOK yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, isteri dan anak, sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh petani. Jam kerja di lokasi penelitian adalah lima jam per hari, yang dimulai dari pukul 07.00-12.00 WIB. Upah yang berlaku di lokasi penelitian berbeda-beda setiap lokasinya, tetapi rata-rata upah yang berlaku untuk satu hari kerja yaitu sebesar Rp 20.000 untuk tenaga kerja pria dan Rp 12.000 untuk tenaga kerja wanita. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani mitra untuk melakukan kegiatan usahatani kedelai edamame dengan luas lahan satu hektar adalah sebesar 317,98 HOK terdiri dari 133,87 HOK tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan 184,11 HOK tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Berikut adalah Tabel 17 yang menyajikan penggunaan tenaga kerja setiap kegiatan dalam usahatani kedelai edamame.
73
Tabel 17.
Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010
Aktivitas Persiapan Lahan Penanaman Penyulaman Pengendalian OPT Penyiangan Pemupukan Panen Total
Total (HOK) TKDK (HOK) TKLK (HOK) 104,52 39,81 64,71 18,79 11,64 7,15 2,36 1,98 0,38 30,51 27,42 3,09 97,37 23,60 73,77 13,56 12,58 0,98 50,87 16,84 34,03 317,98 133,87 184,11
6.2.6. Alat-Alat Pertanian Alat-alat yang digunakan dalam usahatani kedelai edamame tidak terlalu banyak dan mudah diperoleh. Alat-alat tersebut adalah cangkul, golok, koret, sprayer, dan ember. Peralatan tersebut pada umumnya merupakan milik petani sendiri, namun ada beberapa petani yang meminjam beberapa alat seperti sprayer kepada tetangganya yang memiliki. Petani membeli peralatan yang dimiliki di toko sarana produksi pertanian (saprotan) yang ada di lingkungan sekitar petani. Petani tidak melakukan pembelian alat pertanian setiap musimnya, melainkan baru melakukan pembelian setelah alat-alat tersebut mengalami kerusakan. 6.2.7. Lahan Lahan yang digunakan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan dalam melakukan budidaya kedelai edamame terdiri dari lahan milik sendiri, lahan garapan, lahan gadai dan lahan sewa. Harga sewa lahan di lokasi penelitian berkisar antara Rp 4.000.000 – Rp 6.000.000, tergantung dari letak lahan apakah dekat dengan jalan, saluran irigasi dan sarana dan prasarana lain yang menunjang dengan kegiatan usahatani kedelai edamame. Rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani mitra yang dijadikan responden adalah 1.300 meter atau 0,13 ha. Berikut adalah Tabel 18 yang menunjukkan sebaran responden petani mitra PT Saung Mirwan berdasarkan penggunaan lahan .
74
Tabel 18.
Sebaran Responden Petani Mitra PT Saung Mirwan Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Musim Tanam Terakhir Tahun 2010
Luas lahan (ha) < 0,10 0,10-0,25 0,26-0,50 0,51- 1 Jumlah Mean Min Max
Jumlah Responden (orang) 17 9 3 1 30
Persentase (%) 56,7 30,0 10,0 3,3 100,0 0,130 ha 0,025 ha 0,600 ha
6.2.8. Modal Modal yang dipergunakan oleh semua petani mitra yang dijadikan responden adalah berasal dari modal sendiri. Para petani responden tidak melakukan peminjaman ataupun berhutang untuk melakukan kegiatan budidaya kedelai edamame. Hal ini dikarenakan di lokasi penelitian tidak terdapat koperasi ataupun lembaga keuangan yang dapat meminjamkan dana untuk modal. Keterbatasan permodalan sering dihadapi oleh para petani responden, sehingga mereka terkadang tidak mampu untuk membeli input-input yang dibutuhkan seperti
pestisida dan pupuk. Ketidakmampuan para petani responden dalam
membeli input produksi mengakibatkan mereka tidak optimal dalam melakukan kegiatan usahataninya, sehingga hasil panen yang didapat oleh para petani pun menjadi tidak optimal.
75
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan merupakan analisis atas penerimaan tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diperoleh oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan kedelai edamame yang terdiri dari dua jenis yaitu penjualan dari kedelai edamame yang berkualitas baik dan kedelai edamame afkir. Kedelai edamame yang berkualitas baik merupakan kedelai edamame yang memiliki polong 2 dan 3 serta tidak ada bagian yang cacat pada polongnya. Kedelai edamame yang berkualitas baik dijual kepada PT Saung Mirwan dengan harga Rp 6.750,00 per kg. Kedelai edamame afkir merupakan kedelai edamame yang memiliki polong satu atau kedelai edamame yang cacat ataupun rusak. Kedelai edamame ini dijual oleh petani ke pasar tradisional dengan harga Rp 1.500,00. Penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra dapat dihitung dari hasil perkalian antara jumlah hasil produksi kedelai edamame dengan harga yang berlaku. Jumlah rata-rata kedelai edamame yang berkualitas baik pada musim tanam terakhir tahun 2010 adalah 3.735,99 kg/ha dengan harga jual yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan sebesar Rp 6.750,00 per kg. Penerimaan tunai kedelai edamame dari edamame yang berkualitas baik adalah sebesar Rp 25.217.932,50. Sedangkan jumlah rata-rata kedelai edamame afkir pada musim tanam terakhir tahun 2010 adalah sebesar 460,75 dengan harga jual Rp 1.500, sehingga didapatkan hasil penerimaan tunai yang berasal dari kedelai edamame afkir adalah sebesar Rp 691.125,00. Berdasarkan hasil hitungan tersebut, maka penerimaan tunai total petani adalah sebesar Rp 25.909.057,50. 7.2. Biaya Usahatani Kedelai Edamame Biaya usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan terdiri dari dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan yang dijadikan responden meliputi pembelian benih, pemupukan, obat pestisida, biaya tenaga kerja luar 76
keluarga (TKLK), dan pajak lahan. Sementara itu biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk kegiatan produksi yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk kegiatan usahatani kedelai edamame. Biaya yang diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan yang menjadi responden meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya penyusutan, dan biaya sewa lahan milik. Berikut adalah Tabel 19 yang menyajikan gambaran biaya usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan yang dijadikan responden.
Tabel 19. Biaya Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 Keterangan Biaya tunai TKLK (HOK) Benih (kg) Pajak lahan (ha/3 bulan) Pupuk Urea (kg) Pupuk KCL (kg) Pupuk TSP (kg) Pupuk ZA (kg) Pupuk NPK Phonska (kg) Pupuk Kandang (kg) Pupuk Daun (gram) Pupuk Buah (gram) Insektisida (liter) Fungisida (kg) Zat Pengatur Tumbuh (liter) Total biaya tunai Biaya diperhitungkan TKDK (HOK) Sewa lahan (ha/3 bulan) Penyusutan Total biaya diperhitungkan Total biaya
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
% atas biaya
184,11 67,8 1,00 335,02 117,31 149,1 53,4 121 4221,3 780,8 994,5 5,35 2,91 6,19
25.000,00 40.000,00 215.000,00 2.000,00 3.000,00 3.000,00 2.000,00 4.000,00 166,67 70,00 70,00 90.000,00 93.500,00 70.000,00
4.602.750,00 2.712.000,00 215.000,00 670.040,00 351.930,00 447.300,00 106.800,00 484.000,00 703.564,07 54.656,00 69.615,00 481.500,00 272.085,00 433.300,00 11.604.540,07
28,26 16,65 1,32 4,11 2,16 2,75 0,66 2,97 4,32 0,34 0,43 2,96 1,67 2,66 71,24
133,87 1
25.000,00 1.250.000,00
3.346.750,00 1.250.000,00 88.115,00 4.684.865,00 16.289.405,07
20,55 7,67 0,54 28,76 100,00
Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 4.602.750,00 atau 28,26 persen dari biaya total. Biaya untuk TKLK 77
menjadi biaya terbesar dikarenakan dalam melaksanakan kegiatan usahatani kedelai edamamenya para petani mitra PT Saung Mirwan lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar 184,11 HOK setiap satu hektar lahan yang diusahakan. Nilai tersebut dikalikan dengan upah yang berlaku di lokasi penelitian yaitu sebesar Rp 25.000,00 dengan jam kerja selama 8 jam. Tenaga kerja luar keluarga biasanya dibutuhkan untuk kegiatan pengolahan lahan, penyiangan, dan panen. Sementara itu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) menjadi komponen biaya terbesar kedua yaitu sebesar Rp 3.346.750,00 atau 20,55 persen atas biaya total. Tenaga kerja dalam keluarga biasa digunakan untuk kegiatan penanaman, penyulaman, pemupukan, dan pengendalian OPT. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih menjadi komponen biaya terbesar ketiga yaitu sebesar Rp 2.712.000,00 atau 16,65 persen atas biaya total. Benih didapat oleh petani mitra dari PT Saung Mirwan dengan cara dihutangkan dan dibayarkan ketika penyerahan hasil panen. Komponen biaya selanjutnya yang memberikan pengeluaran terbesar adalah komponen biaya untuk sewa lahan yaitu sebesar Rp 1.250.000,00 atau sebesar 7,67 persen atas biaya total. Harga sewa lahan di lokasi penelitian adalah sekitar Rp 5.000.000,00 per hektar per tahun. komponen biaya untuk pemupukan. Biaya sewa lahan dimasukkan ke dalam biaya yang diperhitungkan karena mayoritas petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan melakukan kegiatan usahataninya pada lahan milik sendiri dan garapan, sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya tunai untuk sewa lahan dalam melakukan kegiatan usahataninya. Walaupun mereka tidak mengeluarkan biaya tunai untuk sewa mereka harus mengeluarkan biaya pajak yaitu sebesar Rp 215.000,00 atau 1,32 persen atas biaya total. Komponen biaya terbesar lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemupukan, yang terdiri dari biaya untuk pupuk urea sebesar 4,11 persen atas biaya total, biaya untuk pupuk KCL sebesar 2,16 persen, biaya untuk pupuk TSP sebesar 2,75 persen, biaya unutk pupuk ZA sebesar 0,66 persen, biaya untuk pupuk NPK Phonska sebesar 2,97 persen, biaya untuk pupuk kandang sebesar 4,32 persen, biaya untuk pupuk daun dan pupuk buah masing-masing sebesar 0,34 dan 0,43 persen atas biaya total. Selain pemberian pupuk kimia dan pupuk kandang sebagian petani mitra juga menambahkan zat pengatur tumbuh dalam 78
melakukan usahataninya. Biaya yang dikeluarkan untuk pemakaian zat pengatur tumbuh yaitu sebesar Rp 433.300,00 atau 2,66 persen atas biaya total. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian OPT dibagi menjadi dua yaitu biaya untuk pembelian fungisida dan insektisida. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian insektisida adalah sebesar Rp 481.500,00 atau 2,96 persen atas biaya total. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk pembelia fungisida adalah sebesar Rp 272.085,00 atau sebesar 1,67 persen. Biaya penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan bersama dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan. Biaya penyusutan merupakan nilai dari penyusutan atas peralatan yang digunakan seperti cangkul, ember, sprayer, koret, golok dan sabit. Besar biaya penyusutan yaitu sebesar Rp 88.115,00 atau 0,54 persen atas biaya total. 7.3.
Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame Pendapatan usahatani kedelai edamame merupakan selisih antara
penerimaan usahatani kedelai edamame dengan pengeluaran usahatani kedelai edamame. Suatu pendapatan usahatani dikatakan layak apabila memiliki R/C rasio lebih dari satu. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya. Penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan yang dijadikan responden adalah sebesar Rp 25.909.057,50, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani kedelai edamame adalah sebesar Rp 11.604.540,07 dan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 16.289.405,07. Berikut adalah Tabel 20 yang menyajikan rincian perhitungan pendapatan dan rasio penerimaan usahatani kedelai edamame per hektar petani mitra PT Saung Mirwan pada musim tanam terakhir tahun 2010.
79
Tabel 20. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Kedelai Edamame per Hektar Petani Mitra PT Saung Mirwan Musim Tanam Terakhir Tahun 2010 Komponen
Nilai (Rp)
A. Penerimaan Total
25.909.057,50
B. Biaya Tunai
11.604.540,07
C. Biaya Diperhitungkan
4.684.865,00
D. Total Biaya (B+C)
16.289.405,07
Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B)
14.304.517,43
Pendapatan Atas Biaya Total (A-D)
9.619.652,43
R/C atas Biaya Tunai
2,23
R/C atas Biaya Total
1,59
Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nilai pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total per luasan lahan satu hektar adalah sebesar Rp 14.304.517,00 dan Rp 9.619.652,43. Namun jika dilihat dari nilai rata-rata penggunaan lahan para petani responden yang hanya 0,13 ha, maka nilai pendapatan atas biaya tunai menjadi Rp 1.859.587, sedangkan nilai pendapatan atas biaya total menjadi Rp 1.250.555. Kedua nilai tersebut masih lebih besar dari nol sehingga usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan menguntungkan untuk diusahakan. Selain itu nilai R/C Rasio atas biaya tunai usahatani kedelai edamame di lokasi penelitian juga lebih dari satu yaitu sebesar 2,23. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000,00 yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani kedelai edamame akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.230,00. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total adalah 1,59. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani kedelai edamame akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.590,00. Berdasarkan hasil analisis R/C rasio maka kegiatan usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total lebih dari satu.
80
VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier. Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani kedelai edamame. Variabel awal yang diduga berpengaruh terhadap produksi kedelai edamame adalah luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk kimia (X4), pupuk kandang (X5), dan insektisida (X6). Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pertama dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Squares) dan tahap kedua dengan metode MLE (Maximum Likelihood Estimated). Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS menunjukkan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari proses produksi petani pada tingkat teknologi yang ada, sementara itu metode MLE menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari petani dalam melakukan proses produksi. Fungsi produksi awal yang dibentuk dengan metode OLS yang menggunakan enam variabel dugaan awal ternyata terdapat multikolinearitas. Multikolinearitas adalah sebuah hubungan fungsional yang bersifat linear antara dua variabel atau lebih variabel independen yang saling mempengaruhi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF). Suatu model dikategorikan terdapat multikolinearitas, jika nilai VIF
lebih besar dari 10. Masalah
multikolinearitas pada model dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya menghapus salah satu variabel, Transformasi variabel multikolinieritas dan menambah sampel (Sarwoko, 2005). Berikut adalah Tabel 21 yang menunjukkan hasil pendugaan fungsi produksi usahatani kedelai edamame di petani mitra.
81
Tabel 21. Pendugaan Model Pertama Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame pada Petani Mitra dengan Metode MLE tahun 2010
Variabel Konstanta Lahan Benih Tenaga kerja Pupuk kimia Pupuk kandang Insektisida R2 P ζ2
Koefisien
MLE t-hitung 4,909 0,018 1,206 -0,374 0,211 -0,109 -0,003
Gamma LR test of one side error
3,803 0,101 6,189* -2,477* 1,739* -0,802 -0,070 88,8 0,000 0,091 0,962 27,75
Keterangan : * nyata pada taraf α = 10 %
Masalah multikolinearitas pada penelitian ini berusaha dihilangkan dengan cara menghapus salah satu variabel yang memiliki hubungan korelasi pearson yang tinggi. Cara ini dipilih dengan alasan mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier yang terdapat multikolinearitas pada model fungsinya. Oleh karena itu diputuskan untuk mengeluarkan luas lahan dari model. Luas lahan dipilih dikarenakan memiliki nilai korelai pearson yang tinggi. Melihat luas lahan merupakan variabel utama dalam usahatani maka secara implisit tetap dipertahankan yaitu dengan membagi seluruh variabel independen dan dependen dengan luas lahan. Implikasi dari penerapan cara ini adalah terbentuknya model fungsi baru yaitu fungsi produktivitas, dimana variabel dependennya adalah produksi/luas lahan (Y) dan variabel independennya adalah benih/luas lahan (X1), tenaga kerja/luas lahan (X2), pupuk kimia/luas lahan (X3), pupuk kandang/luas lahan (X4), insektisida/luas lahan (X5). Berikut adalah Tabel 22 yang menyajikan hasil pendugaan fungsi produktivitas usahatani kedelai edamame pada petani mitra PT Saung Mirwan.
82
Tabel 22. Pendugaan Model Kedua Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Metode MLE tahun 2010
Konstanta
MLE t-hitung 5,219
Benih/lahan (X1)
1,351
6,177*
Tenaga kerja/lahan (X2)
-0,364
-1,979*
Pupuk kimia/lahan (X3)
0,194
1,130
-0,193
1,090
0,002
0,029
Variabel
Koefisien
Pupuk kandang/lahan (X4) Insektisida/lahan (X5)
4,671
R2 P
39,1 0.027
ζ2 Gamma LR test of one side error
0,092 0,951 31,09
Keterangan : * nyata pada taraf α = 10 %
Model kedua yang terbentuk memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 31,09 yang lebih besar dari χ26 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α = 0,1 persen yaitu 21,666 yang artinya terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Berikut adalah persamaan yang terbentuk dari model kedua. ln Y/L = 5,219 + 1,351 ln X1 – 0,364 ln X2 + 0,194 ln X3 – 0,193 ln X4 + 0,002 ln X5 + vi -ui Berdasarkan model fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier yang terbentuk, terlihat bahwa variabel benih per satuan lahan berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame. Nilai elastisitas benih per lahan sebesar 1,351 artinya bahwa penambahan jumlah benih per lahan sebesar satu persen akan meningkatkan produktivitas kedelai edamame sebesar 1,351 persen, cateris paribus. Berdasarkan data di lapangan bahwa rata-rata penggunaan benih per hektar petani mitra yang menjadi responden adalah sebesar 67,8 kg, sedangkan anjuran benih untuk luas lahan satu hektar sekitar 60-75 kg tergantung jarak tanam yang diterapkan petani. Penggunaan benih yang masih kurang optimal dari 83
petani mitra diduga karena keterbatasan modal dan lahan yang dimiliki oleh petani mitra. Semakin banyak benih yang dipergunakan tentunya biaya penggunaan pupuk dan pestisida akan semakin meningkat. Variabel tenaga kerja per lahan berpengaruh nyata, namun memiliki nilai elastisitas yang negatif. Nilai tersebut sebesar -0,364, artinya bahwa setiap penambahan tenaga kerja per satuan lahan sebesar satu persen akan mengurangi produktivitas kedelai edamame sebesar 0,364 persen. Nilai tenaga kerja yang bertanda negatif menunjukkan penggunaan tenaga kerja pada petani mitra yang berlebihan. Hal ini diduga karena banyak responden petani mitra yang masih baru dalam hal melakukan usahatani kedelai edamame, sehingga dalam melakukan setiap tahapan dalam usahatani kedelai edamame membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada petani yang sudah lama melakukan usahatani kedelai edamame. Penggunaan pupuk kimia per lahan pada petani mitra bernilai positif, namun tidak berpengaruh nyata. Penggunaan pupuk kimia per hektar pada petani mitra sebenarnya telah melebihi anjuran yang ada yaitu sebesar 779,0 kg. Penggunaan pupuk kimia yang dianjurkan oleh penyuluh PT Saung Mirwan yaitu sebesar 750 kg per hektarnya. Hal inilah yang menyebabkan nilai t-hitung pupuk kimia per lahan tidak berpengaruh nyata. Penggunaan pupuk kandang per satuan lahan tidak berpengaruh nyata dan memiliki nilai elastisitas yang negatif. Penggunaan pupuk kandang di petani mitra yang menjadi responden, sebenarnya masih jauh dari anjuran penyuluh. Dosis penggunaan pupuk kandang per hektar yang dianjurkan adalah sebesar 15 ton, sementara rata-rata penggunaan pupuk kandang pada petani mitra sebesar 4.285,2 kg. Walaupun penggunaan pupuk kandang masih jauh dari yang dianjurkan, tetapi aplikasi penerapan pupuk kandang yang salah oleh petani diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas. Petani melakukan pemupukan dengan pupuk kandang saat tanaman sudah berumur satu minggu, bukan ketika melakukan pengolahan lahan. Penggunaan seperti ini memiliki risiko yaitu tanaman dapat mati karena sifat pupuk kandang yang panas. Selain itu banyaknya petani mitra yang masih baru dalam hal melakukan usahatani kedelai edamame diduga juga belum berpengalaman dalam menabur pupuk kandang, sehingga jarak 84
penaburan dengan tanaman terlalu dekat yang dapat menyebabkan tanaman menjadi mati. Penggunaan insektisida per satuan lahan menunjukkan nilai elastisitas yang positif, tetapi tidak berpengaruh nyata. Penggunaan insektisida pada petani mitra masih kurang dari yang dianjurkan oleh penyuluh. Rata-rata petani hanya melakukan kurang lebih 8 kali penyemprotan selama satu musim tanam, sementara yang dianjurkan adalah sekitar 10-12 penyemprotan. 8.2. Analisis Efisiensi Teknis 8.2.1. Sebaran Efisiensi Teknis Nilai efisiensi
teknis usatani
kedelai edamame didapat
dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier. Seorang petani dikategorikan efisien jika memiliki nilai indeks efisiensi lebih dari 0,7 (Sumaryanto, 2001 diacu dalam Khotimah, 2010). Berikut adalah Tabel 23 yang menyajikan sebaran nilai efisiensi teknis petani mitra.
Tabel 23. Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2010 Mitra Indeks Efisiensi 0 ≤ 0,2 > 0,2 ≤ 0,3 > 0,3 ≤ 0,4 > 0,4 ≤ 0,5 > 0,5 ≤ 0,6 > 0,6 ≤ 0,7 > 0,7 ≤ 0,8 > 0,8 ≤ 0,9 > 0,9 ≤ 1,0 Total Rata-rata Minimum Maksimum
Jumlah
Persentase (%) 0 0 3 3 2 5 3 7 7 30
0 0 10,0 10,0 6,7 16,7 10,0 23,3 23,3 100 0,72 0,35 0,97
85
Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa rata-rata efisiensi teknis fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier usahatani kedelai edamame pada petani mitra adalah sebesar 0,72 atau 72 persen dengan nilai minimal sebesar 0,35 dan nilai maksimal sebesar 0,97. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usahatani kedelai edamame pada petani mitra sudah efisien secara teknis. Walaupun sudah dapat dikatakan efisien, namun usahatani kedelai edamame pada petani mitra masih dapat ditingkatkan lagi. Hal ini dikarenakan nilai efisiensi yang ada masih bisa dioptimalkan. Petani mitra
berpeluang untuk meningkatkan
produksi sebesar 28 persen. Berdasarkan Tabel 23 dapat terlihat juga bahwa 43,3 persen petani mitra kedelai edamame masih belum efisien secara teknis, sehingga diperlukan adanya perbaikan teknis budidaya agar tingkat efisiensi teknis petani mitra dapat meningkat. 8.2.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Hasil
analisis
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
stochastic frontier
menunjukkan adanya inefisiensi teknis pada petani mitra. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis pada usahatani kedelai edamame adalah umur petani (Z1), pengalaman menanam kedelai edamame (Z2), pendidikan (Z3), dummy status kepemilikan lahan (Z4), dummy penyuluhan (Z5), dan pekerjaan istri (Z6). Faktor dummy penyuluhan dan pekerjaan istri ternyata memiliki nilai seragam dari semua petani, sehingga tidak dimasukkan. Petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan seluruhnya memperoleh penyuluhan dari penyuluh PT Saung Mirwan, sedangkan pekerjaan istri semua petani sebagai ibu rumah tangga. Nilai yang seragam tentunya tidak akan memberikan pengaruh terhadap nilai inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame. Berikut adalah pendugaan efek inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame pada petani mitra.
86
Tabel 24.
Pendugaan Inefisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2010 Mitra
Variabel Konstanta Umur Pengalaman Pendidikan Dummy status kepemilikan
Nilai dugaan 0,019 0,018 -0,220 0,049 -0,273
t-rasio 0,031 1,573 -4,660* 1,107 -1,200
Keterangan : * nyata pada taraf α = 10 %
Variabel Umur pada petani mitra menunjukkan nilai yang positif, namun tidak berpengaruh nyata. Variabel umur pada hipotesis awal diduga akan meningkatkan tingkat inefisiensi teknis pada usahatani kedelai edamame, karena semakin tua umur petani diduga akan menyebabkan petani bekerja kurang optimal. Variabel umur pada petani mitra yang tidak berpengaruh nyata diduga karena sebaran umur petani responden yang hampir merata. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan di lapangan faktor umur memang tidak berpengaruh terhadap produksi kedelai edamame, karena ada beberapa petani responden yang berumur lebih tua dapat mencapai produksi yang tinggi. Variabel pengalaman pada petani mitra menunjukkan nilai yang negatif dan berpengaruh nyata. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis awal, bahwa variabel pengalaman akan menurunkan tingkat inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame. Semakin lama pengalaman petani dalam melakukan usahatani kedelai edamame dapat menurunkan inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame dan akan meningkatkan efisiensi usahatani kedelai edamame. Faktor pengalaman memiliki peranan penting misalnya saja dalam hal melakukan pemupukan. Proses pemupukan dengan pupuk kandang maupun pupuk kimia dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga proses pemupukan dengan pupuk kandang maupun kimia harus dilakukan dengan hati-hati, tidak boleh terlalu dekat dengan tanaman. Selain itu faktor pengalaman berperan juga dalam hal pemilihan pestisida yang tepat untuk mengatasi hama yang menyerang tanaman.
87
Variabel pendidikan pada petani mitra menunjukkan nilai yang positif, namun tidak berpengaruh nyata. Hipotesis awal terhadap variabel pendidikan diduga akan menurunkan tingkat inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame. Kondisi yang terjadi pada petani mitra tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan para petani responden hampir seragam yaitu rata-rata hanya mengenyam bangku SD. Selain itu kegiatan usahatani kedelai edamame tidak menggunakan peralatan atau teknologi yang sulit ataupun modern, sehingga diduga variabel pendidikan tidak berpengaruh terhadap kegiatan usahatani kedelai edamame. Variabel dummy status kepemilikan lahan dibagi menjadi dua kelompok, dimana petani yang menggunakan lahan sendiri dan garapan diberi nilai 1, sedangkan petani yang meyewa lahan dan gadai diberi nilai 0. Variabel dummy status kepemilikan lahan pada petani mitra menunjukkan nilai yang negatif dan tidak berpengaruh nyata. Hipotesis awal terhadap variabel dummy status kepemilikan lahan adalah petani yang menyewa lahan dan gadai akan lebih efisien dalam melakukan kegiatan usahataninya. Hal ini dikarenakan petani yang menyewa lahan dan gadai telah mengeluarkan uang untuk menyewa lahan, sehingga mereka akan berupaya mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Hasil yang didapat pada petani mitra tidak sesuai dengan hipotesis awal. Nilai dummy status kepemilikan lahan yang didapat dari petani mitra tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena meratanya sebaran status kepemilikan lahan antara lahan milik sendiri, gadai, garapan dan sewa.
88
IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Pelaksanaan budidaya yang dilakukan oleh petani mitra terdiri atas beberapa kegiatan yaitu: persiapan lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, penyiraman, pemupukan, pengendalian OPT, dan panen. Beberapa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani mitra tidak sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan dan diajarkan oleh penyuluh PT Saung Mirwan, diantaranya pemberian pupuk kandang yang diberikan pada saat tanaman berumur satu minggu dan penggunaan pestisida yang di bawah dosis yang dianjurkan. Kondisi ini diduga menyebabkan produktivitas petani mitra masih rendah. 2. Hasil dari analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol, selain itu nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total juga lebih besar dari satu. 3. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier pada petani mitra menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada produksi kedelai edamame pada petani mitra adalah benih per satuan luas lahan dan tenaga kerja per satuan luas lahan. Berdasarkan analisis tingkat efisiensi, efisiensi usahatani kedelai edamame pada petani mitra sudah efisien dengan tingkat efisiensi sebesar 72 persen, sehingga masih ada peluang sebesar 28 persen untuk mencapai efisiensi maksimum. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan adalah pengalaman berusahatani kedelai edamame, sementara faktor umur, pendidikan dan dummy status kepemilikan lahan tidak berpengaruh nyata.
89
9.2. Saran PT Saung Mirwan sebaiknya memperbaiki pola kemitraan yang saat ini terjalin dengan petani kedelai edamame. Kemitraan yang terjalin sebaiknya tidak hanya memberikan bantuan pemberian benih yang dihutangkan, penerimaan hasil panen dan penyuluhan yang dilakukan di awal, melainkan juga memberikan bantuan input lain seperti pestisida yang dihutangkan. Bantuan pestisida diperlukan oleh petani karena terkadang petani kesulitan dalam hal permodalan mengingat harga pestisida yang mahal, sehingga petani dalam melaksanakan budidaya kedelai edamamenya tidak optimal. Selain itu agar produktivitas kedelai edamame yang ditanam oleh petani mitra meningkat, petani perlu menambahkan jumlah benih yang digunakan per satuan luas lahan. Penambahan benih perlu dilakukan, karena berdasarkan hasil analisis efisiensi teknis dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier penambahan benih akan berpengaruh nyata dan positif. Selain melakukan penambahan benih, petani perlu mengurangi penggunaan tenaga kerja, karena variabel tenaga kerja bernilai negatif dan berpengaruh nyata. Oleh karena itu diperlukan peran penyuluh untuk membimbing para petani agar dapat bekerja lebih efisien. Saat ini dengan hanya ada satu penyuluh dirasakan sangat kurang untuk mendampingi lebih dari seratus petani mitra. Penarikan sampel yang dilakukan pada penelitian ini memiliki kelemahan, sehingga tidak dapat menggambarkan secara umum kondisi di lapangan. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini proses penarikan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, agar hasil yang didapatkan lebih menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Aisah N. Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani tomat di Desa Karawang, Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Aryani. 2005. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani yang Terjalin Antara PT. Garuda Food dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Situbondo, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Battese GE, Coelli TJ. 1998. Prediction of Firm-Level Technical Efficiencies with a General Frontier Production Function and Panel Data. Journal of Econometrics No. 38: 387-399. Beattie R, C Robert Taylor. 1994. Ekonomi Produksi. Soeratno J, penerjemah; Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari The Economics of Production. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Coelli T, Rao PSD, Battese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and Product Analysis. London: Kluwer Academic Publisher. Damayanti MN. 2009. Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen Jawa Tngah dengan CV Bimandiri [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Ditjen Hortikultura]. 2009. Nilai PDB Berdasarkan Harga Berlaku. Jakarta: Ditjen Hortikultura. Doll Pj dan Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications Second Edition. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Fadholi. 2005. Pelaksanaan kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan mitra tani Edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Feifi. 2009. Kajian manajemen rantai pasokan pada produk dan komoditas kedelai edamame di PT Saung Mirwan [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hafsah MJ. 1999. Kemitraan usaha: Konsepsi dan strategi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Herlina KD. 2010. Produksi Sayuran. November 2010].
http://www.Kontan.com. [tanggal 20
Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. 91
Hutauruk T. 2008. Analisis efisiensi usahatani benih bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Kemkominfo]. 2010. Konsumsi sayur masyarakat Indonesia di bawah rekomendasiFAO. www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/konsumsisayur-masyarakat-indonesia-di-bawah-rekomendasi-fao/. [10 November 2010]. Jiaravanon S. 2007. Masa Depan Agribisnis Indonesia: Perspektif Seorang Praktisi. Bogor: IPB Press. Khotimah H. 2010. Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Maxi I, Adhi W. 2008. Kedelai Jumbo di Pasar Jepang. http://www.trust.com [8 Juni 2010]. Podesta R. 2009. Pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani padi pandan wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Prastiwi. 2010. Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang pada PT Galih Estetika [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin]. 2010. Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian per Sub Sektor. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Pertanian. Rachmina, Dwi. dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB Samsu SH. 2001. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor Edamame Vegetable Soybean. Jakarta: Mitra Tani Dua Tujuh. Saptana, Hastuti EL, Indraningsih KS, Ashari, Friyanto S, Sunarsih, Darwis V. 2006. Pengembangan kelembagaan kemitraan usaha hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Bali. Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta: ANDI. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas Edisi 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI Press. Soewanto H, Prasongko A, Sumarno. 2007. Agribisnis edamame untuk ekspor. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 92
Sukiyono K. 2005. Faktor penentu tingkat efisiensi teknik usahatani cabai merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agroekonomi Vol 23 No 2 (Oktober) : 176-190. Sumardjo, Sulaksana J, Aria W. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.
93
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. KUISIONER PENELITIAN “ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN”
KUISIONER PETANI MITRA
No. Responden
:
Nama Responden
:
Alamat
:
Desa/Kelurahan
:
Kecamatan
:
Kabupaten
: Bogor
Provinsi
: Jawa Barat
No.Tel
:
Tgl Wawancara
:
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
95
A. KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 1. Nama Petani
:
2. Jenis kelamin
:
Laki-laki
3. Umur
:
Tahun
4. Tanggungan Keluarga : 5. Pekerjaan istri
:
Perempuan
(Orang) Ibu rumah tangga
Bekerja di sawah
Lainnya……… 6. Lamanya isteri bekerja di luar usahatani : …………jam/hari 7. Bertani edamame merupakan pekerjaan :
Utama
Sampingan
8. Jika merupakan pekerjaan Utama, apa pekerjaan sampingannya? ............. 9. Jika merupakan pekerjaan sampingan, apa pekerjaan utamanya? ............... 10. Berapa lama waktu untuk bekerja di luar usahatani? ................ Jam 11. Pendapatan di luar menanam edamame : No. 1.
2. 3. 4.
Jenis pekerjaan Usaha tani lain a. b. c. Hasil ternak Warung Karyawan
Pendapatan (Rp)
Keterangan
12. Pendidikan Formal : 13. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian : No Jenis Pendidikan/Penyuluhan 1. SLPTT Edamame 2. 3. 4.
Lama (bulan)
14. Sudah berapa lama menjadi petani edamame : 15. Apakah ada pendampingan dari Saung Mirwan :
Keterangan
Tahun
96
B. KARAKTERISTIK USAHATANI EDAMAME 1. Varietas yang ditanam : 2. Alasan pemilihan varietas edamame yang ditanam (boleh lebih dari satu): 1. 2. 3. 4. 5.
…… ……
Harga jual yang tinggi Jaminan pasar Produktivitas tinggi Tahan terhadap serangan hama Varietas yang ditanam sebelumnya (menggunakan benih hasil panen sendiri/turun temurun) 6. Ketentuan dari Perusahaan Lainnya ……………………
m2
3. Luas lahan yang ditanami edamame : 4. Kepemilikan lahan
:
Sewa
Sendiri
Penggarap
5. Jika sewa berapa harganya per musim : Rp 6.
Pengelolaan
7. Sistem budidaya :
:
…… ……
1. Digarap sendiri
Monokultur
2. Digarap orang lain
Tumpang sari, tanaman ……
8. Pola tanam edamame selama tahun 2010 Periode (bulan) Komoditas
9.
Tahapan Pengolahan lahan yang akan ditanami edamame : a. Apakah melakukan pembersihan lahan ? ( Ya / Tidak ) b. Apakah melakukan kegiatan pencangkulan ? ( Ya / Tidak ) c. Apakah tanah diberi pupuk kandang setelah tanah dicangkul ? ( Ya / Tidak) d. Jika tidak mengapa? ...................................................................................... e. Jika Ya berapa jumlahnya dan didapat darimana? ........................................ f. Berapa harga pupuk kandang per kg? .................................... g. Apakah tanah diberi pupuk Sp-36 juga setelah tanah dicangkul ? ( Ya / Tidak) h. Jika tidak mengapa? ...................................................................................... i. Jika Ya berapa jumlahnya dan didapat darimana? ........................................ j. Berapa harga pupuk Sp-36 per kg? ....................................
97
10. Tahapan Pembuatan Bedengan a) Apakah melakukan pembuatan bedengan ? (Ya / Tidak) b) Berapa panjang dan lebarnya? ....................................................................... c) Berapa jarak antar bedengan ?...................................................................... d) Apakah melakukan pembuatan parit ? ( Ya / Tidak ) e) Berapa panjang dan lebarnya ? ................................................................. f) Apakah setelah itu didiamkan atau langsung ditanami benih ?...................... g) Mengapa dilakukan seperti itu? ..................................................................... h) Apakah menggunakan mulsa plastik? (Ya / Tidak ) i) kapan penggunaannya ? ................................................................................ j) Berapa jumlah yang dipergunakan?............................................................... k) Harga mulsa plastik ? .................................................................................... 11. Tahapan penanaman edamame : a. Berapa jarak tanamnya ?..................................................... b. Satu lubang berapa jumlah benih yang digunakan ?...................................... c. Berapa jumlah benih yang digunakan per musim ? ...................................... d. Benih diperoleh dari ?................................ e. Berapa harganya per kg ? .............................................. 12. Apakah melakukan penyulaman? (Ya / tidak) a. Kapan Waktunya?......................................................................................... b. Berapa jumlah benih yang dipergunakan untuk penyulaman........................
98
13. Apakah melakukan Pemupukan? (Ya / Tidak )
No.
Jenis Pupuk
1.
a. Urea
2.
b. KCl
3.
c. SP-36
4.
d. TSP
5.
e. NPK
6.
f. Kandang
Frekuensi (1 musim)
Sumber Perolehan
Waktunya
Jumlah
Harga per Unit
Harga Total
14. Apakah melakukan penyemprotan pestisida? (Ya / Tidak)
No.
Jenis Pestisida
1.
a. ZPT Organik
2.
b. ZPT non organik
3.
c. Insektisida
4.
d. Fungisida
Hama
Frekuensi (1 musim)
Sumber Perolehan
Waktunya
Jumlah
Harga per Unit
15. Apakah dilakukan penyiangan? ( Ya / Tidak ) a. Berapa kali dalam 1 musim?................................................................... b. Kapan waktunya?.................................................................................... c. Menggunakan alat atau tangan? ............................................................. 99
Harga Total
16. Apakah dilakukan penyiraman? ( Ya/ Tidak ) a. Berapa kali frekuensinya dalam 1 minggu ?.......................................... b. Kapan waktunya? .................................................................................. c. Berapa Jumlahnya setiap melakukan penyiraman? ..................................
17. Yang Melakukan Panen :
Sendiri
Borongan
18. Berapa kali panen dilakukan dalam 1 musim :
satu
Pembeli
dua
19. Proses panen : …………………………………………………………………..............…… …………………………………………………………………………........... ………………………………………………………………………………... 20. Pengumpulan/Pengangkutan Proses pengumpulan : …………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ........................................................................................................................ 21. Apakah melakukan Sortasi: ( Ya / Tidak ) a.
a. b.
Sortasi berdasarkan : Sebutkan alasannya :
Polong
Warna, lainnya......................
………………………………………………………................................... 22. Apakah melakukan Grading: ( Ya / Tidak ) a.
b.
Jenis Grading : ...................................................................................................................... ....................................................................................................................... Sebutkan alasannya : ………………………………………………………......................................... ...................................................................................................................
23. Apakah hasil panen hanya dijual ke PT Saung Mirwan? ( Ya / Tidak) 24. Jika tidak, dijual kemana lagi? ..................................................................... 25. Berapa persen dari hasil panen dan berapa harganya? ......................................
100
26.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
27.
Biaya Peralatan per hektar per musim tanam
Nama Alat/Mesin
Jumlah (unit)
Harga awal /Unit (Rp)
Estimasi Umur Ekonomis (Lama Pemakaian)
Jika sewa, nilai Sewa (Rp)
Biaya Iuran Jenis Pengeluaran
Sistem Bayar
Total/Thn (Rp)
a. Iuran irigasi/beli air b. Iuaran desa c. PBB c. Iuran kelompok tani e. Sewa lahan f. Lainnya........... Total
101
28. Biaya Tenaga Kerja per hektar per musim tanam Upah TK : Pria
= Rp
/hari
Wanita = Rp
/hari
1 hari kerja =
Uraian
jam Pekerja Pria
Sewa/ Keluarga
Pekerja Wanita
Sewa/ keluarga
Waktu Kerja (Jam)
Biaya Total (Rp)
a. Pengolahan lahan Pembersihan lahan Pencangkulan Penaburan Pupuk Penaburan Kapur Pembuatan Bedengan Pembuatan parit b. Penanaman d. Penyulaman d. Penyemprotan pestisida e. Penyiangan f. Pemupukan pertama g. Pemupukan kedua h. Pengairan i. Panen 1 j. Panen 2 k. Penyortiran m. Grading n. Pengiriman
102
29. Penerimaan Produksi Per hektar per musim tanam
Panen Ke-
Volume Panen (Kg)
Volume dijual ke PT SM
Harga
Volume dijual ke tempat lain
Harga
Diko nsum si
Total Penerimaan Tunai (Rp)
Total Penerimaan non tunai
Panen 1 Panen 2
30. Sumber Modal No 1.
Sumber modal Sendiri
Jumlah (Rp)
Share(%)
2.
Pinjaman dari bank komersial
3. 4.
Kredit program (PPK-IPM, Prima tani, dll) Perusahaan mitra
5.
Pinjaman dari pedagang input
6.
Pedagang pengumpul
7.
Pelepas uang (rentenir)
8.
Saudara
9.
Hibah dari pemerintah/swasta
10.
Lainnya ………………………
31.
Pengeluaran rumah tangga per Bulan ? Rp ..................................
Alasan
103
C.
KEMITRAAN 1. Sudah berapa lama bermitra dengan PT SM : 2. Alasan bermitra : Bisa mendapatkan modal
Mendapat kepastian pasar
Mendapat bimbingan dan pembinaan
Meningkatkan keuntungan
Lainnya : 3. Apakah ada surat perjanjian kemitraan : Ya / tidak 4. Berlaku berapa lama perjanjian tersebut :
tahun
5. Bantuan yang diberikan/dipinjamkan oleh PT Saung Mirwan : Modal : Rp Jika ada bagaimana cara pengembaliannya? ........................................................................................................................ Benih :
kg
Jika ada bagaimana cara pengembaliannya? ........................................................................................................................ Pupuk NPK
:
kg
Urea
:
kg
KCl
:
kg
SP-36 :
kg
Kandang :
kg
Jika ada bagaimana cara pengembaliannya? ........................................................................................................................ Pestisida (Sebutkan apa saja)?
Jika ada bagaimana cara pengembaliannya? ........................................................................................................................
104
Sarana dan Prasarana (Sebutkan) :
Jika ada bagaimana cara pengembaliannya? ........................................................................................................................ 6. Apakah mendapat penyuluhan dari PT SM ? ( Ya / Tidak ) Berapa kali frekuensi penyuluhan selama 1 musim ?.................................... Materi apa saja yang diberikan dalam penyuluhan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 7. Harga Beli Edamame dari PT Saung Mirwan : Rp
/kg
8. Menurut Bapak, bagaimana harga beli edamame dari PT Saung Mirwan : Lebih tinggi dari harga pasar Standar harga pasar Lebih rendah dari harga pasar 9. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam kemitraan antara PT SM dengan petani edamame? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 10. Apakah Manfaat yang dirasakan setelah melakukan kemitraan dengan PT Saung Mirwan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 11. Apakah kendala dalam menjalani kemitraan dengan PT Saung Mirwan dan dalam budidaya edamame? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 105
12. Bagaimana mengatasi kendala tersebut? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 13. Puas atau tidak dengan kemitraan yang terjalin saat ini: Puas
Tidak
14. Jika tidak puas apakah alasannya : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 15. Saran untuk perbaikan kemitraan : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
Info-info penting : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ................................................................................................................. ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ................................................................................................................. 106
Lampiran 2. Output Pendugaan Model Pertama Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Software Minitab 14 —————
10/08/2011 8:08:03
————————————————————
Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5; X6 The regression equation is Y = 4,56 + 0,081 X1 + 1,03 X2 - 0,183 X3 + 0,286 X4 - 0,159 X5 + 0,070 X6 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6
Coef 4,558 0,0812 1,0324 -0,1828 0,2864 -0,1592 0,0704
S = 0,338509
SE Coef 2,352 0,3316 0,4114 0,2851 0,2560 0,2257 0,1130
R-Sq = 88,8%
PRESS = 4,41739
T 1,94 0,25 2,51 -0,64 1,12 -0,71 0,62
P 0,065 0,809 0,020 0,528 0,275 0,488 0,540
VIF 20,5 25,1 8,1 8,3 9,9 1,9
R-Sq(adj) = 85,8%
R-Sq(pred) = 81,17%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4 X5 X6
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 23 29
SS 20,8296 2,6355 23,4651
MS 3,4716 0,1146
F 30,30
P 0,000
Seq SS 19,0218 1,4169 0,0286 0,2812 0,0366 0,0444
Unusual Observations Obs 10
X1 -3,51
Y 3,6636
Fit 4,3383
SE Fit 0,1566
Residual -0,6748
St Resid -2,25R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,96074
107
Correlations: Y; X1; X2; X3; X4; X5; X6 Y 0,900 0,000
X1
X2
0,933 0,000
0,968 0,000
X3
0,850 0,000
0,897 0,000
0,925 0,000
X4
0,899 0,000
0,894 0,000
0,922 0,000
0,881 0,000
X5
0,840 0,000
0,934 0,000
0,925 0,000
0,896 0,000
0,845 0,000
X6
0,570 0,001
0,512 0,004
0,559 0,001
0,597 0,000
0,637 0,000
X1
X2
X3
X4
X5
0,571 0,001
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
108
Lampiran 3. Output Pendugaan Model Kedua Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Software Minitab 14 —————
10/08/2011 8:08:03
————————————————————
Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5 The regression equation is Y = 5,03 + 1,03 X1 - 0,349 X2 + 0,260 X3 - 0,106 X4 + 0,045 X5 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5
Coef 5,032 1,0346 -0,3490 0,2603 -0,1059 0,0454
S = 0,340557
SE Coef 2,328 0,4139 0,2463 0,2565 0,2221 0,1116
R-Sq = 38,3%
PRESS = 4,27935
T 2,16 2,50 -1,42 1,01 -0,48 0,41
P 0,041 0,020 0,169 0,320 0,638 0,687
VIF 2,2 2,5 2,5 1,2 2,0
R-Sq(adj) = 25,5%
R-Sq(pred) = 5,15%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4 X5
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 1,7281 2,7835 4,5116
MS 0,3456 0,1160
F 2,98
P 0,031
Seq SS 1,3285 0,1384 0,2238 0,0182 0,0192
Unusual Observations Obs 10 28
X1 4,20 4,38
Y 7,1701 7,6009
Fit 7,9269 8,2722
SE Fit 0,1398 0,1304
Residual -0,7568 -0,6713
St Resid -2,44R -2,13R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,08853
109
Lampiran 4. Output Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan software FRONTIER (Version 4.1c) Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = mit.dta Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged the ols estimates are : coefficient beta 0 0.48620052E beta 1 0.10568873E beta 2 -0.38164031E beta 3 0.25954170E beta 4 -0.93504125E-01 beta 5 0.45660797E-01 0.41399286E sigma-squared 0.11439714E log likelihood function =
standard-error
t-ratio
0.23135704E 0.41211771E 0.24800993E 0.25369100E 0.22164633E 0.11029368E
0.21015160E 0.25645277E -0.15388106E 0.10230623E -0.42186182E
-0.66998145E
the final mle estimates are : coefficient beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 delta 0 delta 1 delta 2 delta 3 delta 4 sigma-squared gamma
0.52193656E 0.13513448E -0.36362789E 0.19390853E -0.19330046E 0.18136934E-02 0.19776000E-01 0.17949987E-01 -0.22018319E 0.49757309E-01 -0.27324798E 0.91959773E-01 0.95061128E
log likelihood function =
standard-error 0.11173511E 0.21876869E 0.18377701E 0.17158385E 0.17725633E 0.62836250E-01 0.64642819E 0.11410791E-01 0.47245474E-01 0.44938611E-01 0.22769368E 0.76548880E-01 0.61100005E-01
t-ratio 0.46711956E 0.61770486E -0.19786364E 0.11301094E -0.10905137E 0.28860E-01 0.30592E-01 0.15730712E -0.46604081E 0.11072285E -0.12000683E 0.12013209E 0.15558285E
0.88456632E
LR test of the one-sided error = 0.31090955E with number of restrictions = 6 [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations =
18
(maximum number of iterations set at :
100)
110
number of cross-sections =
30
number of time periods =
1
total number of observations = thus there are:
0
30
obsns not in the panel
technical efficiency estimates : firm
year
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
mean efficiency =
eff.-est. 0.94323931E 0.71784848E 0.36677511E 0.44054407E 0.66794314E 0.52214586E 0.81482691E 0.73778385E 0.65031233E 0.34732601E 0.92295460E 0.50749985E 0.48892104E 0.85964209E 0.82959485E 0.83559074E 0.54149379E 0.97430573E 0.94049465E 0.61652274E 0.89534489E 0.94230315E 0.60343307E 0.88046535E 0.75510054E 0.66598024E 0.81681380E 0.38135250E 0.84408647E 0.96127404E 0.71573064E
111
Lampiran 5. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2010
Alat
Umur ekonomis (tahun)
Kedelai
Biaya penyusutan (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
cangkul
1,80
45.000,00
5
16.200,00
sprayer
0,90
250.000,00
5
45.000,00
Ember
2,40
10.000,00
2
12.000,00
Sabit
1,07
12.500,00
5
2.675,00
Golok
1,33
40.000,00
5
10.640,00
5
1.600,00 88.115,00
Koret
1,60 5.000,00 Total biaya penyusutan rata-rata
112