ANALISIS KELAYAKAN PENGELOLAAN PENYEDIAAN KOMPOS UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN KOTA JAKARTA (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan)
PUSPA DIVA NUR AQMARINA
MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014 Puspa Diva Nur Aqmarina NIM E14100062
ABSTRAK PUSPA DIVA NUR AQMARINA. Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan). Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN. Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan salah satu hutan kota di Jakarta. Permasalahan utama HKS ialah banyaknya sampah yang sengaja dibuang warga sekitar HKS ke dalam kawasan. Dibutuhkan dasar pemahaman terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar. Oleh sebab itu, dilakukan studi kasus pengelolaan sampah menjadi kompos di Kebun Karinda, Jakarta Selatan. Diketahui nilai tambah dan kelayakan usaha pengomposan sehingga dapat diimplementasikan oleh HKS sebagai strategi penyediaan kompos dimasa mendatang dan agar bisa dijadikan dasar penyuluhan kepada warga sekitar HKS tentang pengelolaan sampah organik. Nilai tambah pengeloaan sampah sebesar Rp 542.35/kg atau 75.43%. Pengomposan Karinda tergolong layak dalam aspek pasar, manajemen, teknik, sosial, dan finansial. Berdasarkan analisis finansial, NPV yang didapat dari usaha sebesar Rp 33 492 850 dengan BCR sebesar 1.12 dan IRR sebesar 45%. Pemanfaatan sampah kebun HKS dapat menghasilkan 12 474 kg pupuk kompos setiap tahun. Pupuk ini dapat dijadikan penyediaan pupuk kompos untuk penghijauan HKS pada masa yang akan datang. Kata kunci: hutan kota, kelayakan usaha, kompos, nilai tambah
ABSTRACT PUSPA DIVA NUR AQMARINA. Feasibility Analysis of Compost Supply Management for Jakarta Urban Forest Development (Case Study at Karinda Garden Composting, Lebak Bulus, South Jakarta). Supervised by DUDUNG DARUSMAN Srengseng Urban Forest (SUF) is one of the urban forest in Jakarta. SUF’s main problem is the amount of waste that is deliberately thrown away by residents around the SUF area . It takes a basic understanding of proper waste management. Therefore, a case study was conducted on the management of turning waste into compost at Karinda Garden, South Jakarta. As well to know the added value and feasibility of composting, so that it can be implemented by SUF as a strategy in providing compost in future times to come and it can be used as basic education to the residents around SUF about how to manage the organic waste. The added value through waste management of Rp 542.35/kg or by 75.43%. Karinda Garden composting is considered feasible in aspects of market, management, technique, social, and financial. Based on financial analysis, the NPV obtained from operations amounted up to Rp 33 492 850 with BCR of 1.12 and IRR of 45 %. SUF garden waste utilization can produce 12 474 kg of compost in a year. This fertilizer can be used to provide compost in the future for greening the SUF area. Keywords: added value, compost, feasibility, urban forest
ANALISIS KELAYAKAN PENGELOLAAN PENYEDIAAN KOMPOS UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN KOTA JAKARTA (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan)
PUSPA DIVA NUR AQMARINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan) Nama : Puspa Diva Nur Aqmarina NIM : E14100062
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai syarat kelulusan pada Program Studi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini diselesaikan berdasarkan pengamatan langsung di beberapa daerah di Jakarta dengan mengangkat judul Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing. Apresiasi penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Djamaludin, Bapak dan Ibu Artomo, Ibu Las, staf Karinda maupun HKS, dan pihak lain yang membantu dalam proses pengambilan data. Terima kasih senantiasa terucap untuk Papa, Mama, Belva, serta seluruh keluarga besar, dan sahabat (Ayu, Tiwi, Adis) yang tak kunjung bosan memberi dukungan dengan limpahan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada seluruh teman seperjuangan MNH 47, seluruh Rimpala khususnya R15 (Mentari Purwakasiwi, Galuh Ajeng, Fajar Alif, Anxious Yoga, Nurani Hardikananda, Nursinta Arrifiani, Mentari Medinawati, Iqbal Nizar, Fitri Maharani, Anggi Gustiani) yang senantiasa memberi semangat. Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada kekurangan pada penulisan karya ilmiah ini penulis mohon agar dapat dimaklumi.
Bogor, November 2014
Puspa Diva Nur Aqmarina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODOLOGI
2
Metode Pengumpulan Data
2
Pemilihan Responden
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Pola Operasional Pengomposan
8
Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengomposan
11
Potensi Kompos HKS
19
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Format Perhitungan Nilai Tambah Hayami Input, Output, dan Harga Nilai Tambah Input Sumbangan Lain dalam Analisis Nilai Tambah Pendapatan dan Keuntungan dari Nilai Tambah Proyeksi Penerimaan dan Penjualan Pupuk Hasil Analisis Finansial Usaha Pengomposan Karinda
3 11 12 12 13 16 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kondisi Pengomposan Karinda Kondisi HKS Komposter: A. Bambu; B. Bata; C. Semen; D. Keranjang Proses Pencampuran Bahan Organik dengan Aktivator Bahan Baku Sampah Kebun Kemasan Kompos Karinda 7 kg Struktur Organisasi Pengomposan Karinda Kondisi Pelatihan dan Penyuluhan Pengomposan Kondisi Tanah HKS Timbunan Sampah Warga di HKS
7 7 8 11 12 14 15 16 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Denah Lokasi Pengomposan Karinda Peta Kawasan HKS Alat dan Bahan Pengomposan Komponen Arus Masuk Komponen Arus Keluar Cashflow
23 24 25 26 27 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan kota ialah hamparan lahan tempat tumbuhnya pepohonan yang kompak dan rapat dalam wilayah perkotaan di tanah negara maupun hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang (Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002). Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan salah satu hutan kota yang terletak di Jakarta Barat. Kawasan HKS ditetapkan sebagai hutan kota berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 202 tahun 1995 yang memiliki fungsi sebagai wilayah resapan air, plasma nutfah, wisata, dan pusat aktivitas masyarakat (DKPP 2011). HKS memiliki kendala dalam pengelolaannya yaitu banyak masyarakat sekitar hutan kota yang dengan sengaja membuang sampah rumah tangganya ke dalam kawasan HKS. Berdasarkan penelitian (Saputro 2013), perilaku kurang bertanggungjawab masyarakat sekitar HKS disebabkan akibat situasi, kondisi ekonomi, dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap dampak perilaku mereka. Sampah tersebut mengganggu fungsi HKS sebagai paru-paru kota dan keindahan kota. Saat hutan kota dipenuhi sampah, maka akan berkuranglah kualitas lingkungan hutan kota tersebut. Sebelumnya pernah dilakukan pendekatan dengan masyarakat sekitar HKS, namun tidak ada reaksi dari masyarakat. Dibutuhkan adanya penyuluhan lebih lanjut mengenai penanganan sampah di HKS. Masyarakat perlu dibekali ilmu pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah akan memiliki nilai tambah saat sudah diubah bentuknya. Oleh sebab itu, dilakukan studi kasus usaha pengomposan skala rumah tangga di Kebun Pengomposan Karinda, Perumahan Bumi Karang Indah (BKI), Jakarta Selatan untuk mengidentifikasi pola operasional, nilai tambah, dan kelayakan usaha yang dihasilkan dari pengeololaan sampah agar menguatkan masyarakat untuk melakukan hal serupa demi mendukung pemeliharaan hutan kota supaya tidak ada lagi kegiatan pembuangan sampah ke dalam kawasan HKS dan sebagai pemenuhan kebutuhan kompos HKS dimasa mendatang dengan pemanfaatan serasah daun agar dipercepat proses dekomposisinya menjadi kompos. Perumusan Masalah Permasalahan sampah menjadi salah satu permasalahan yang harus fokus ditangani pihak HKS. Di beberapa sudut hutan kota, terdapat tumpukan sampah yang mengganggu keindahan hutan kota disertai bau yang tak sedap. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan studi kasus pengelolaan sampah di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan agar dapat dianalisis pola operasional, nilai tambah pengelolaan sampah organik menjadi kompos dan kelayakan usaha untuk digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada warga sekitar HKS serta digunakan sebagai dasar bagi pengelola HKS dalam penerapan pengelolaan sampah di masa yang akan datang guna pemenuhan kebutuhan pupuk kompos untuk pemeliharaan tanaman di dalam hutan kota.
2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola operasional pengelolaan sampah organik menjadi kompos di Kebun Pembibitan Karinda agar bisa dikembangkan di lokasi lainnya. 2. Menganalisis nilai tambah dan kelayakan usaha pengelolaan sampah organik menjadi kompos. 3. Menghitung potensi sampah organik Hutan Kota Srengseng untuk dijadikan pemenuhan kompos bagi pemeliharaan hutan kota. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Wawasan dan pengetahuan bagi khalayak terkait pola operasional pengelolaan sampah organik menjadi kompos. 2. Masukan bagi pengembang usaha Karinda terkait nilai tambah kompos dan kelayakan usaha. 3. Masukan bagi pengelola hutan kota agar mengimplementasikan pola pengomposan pada kawasan hutan kota sebagai pertimbangan kebijakan pembangunan hutan kota dan sebagai acuan dasar melakukan penyuluhan kepada warga sekitar hutan kota. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif ialah pola operasional pengomposan dan analisis kuantitatif adalah analisis nilai tambah pengelolaan sampah organik menjadi kompos dengan bantuan nilai tambah Metode Hayami dan kelayakan usaha pengomposan dari segi finansial serta non finansial. Hasil analisis akan dijadikan acuan pihak HKS untuk penyuluhan kepada masyarakat sekitar HKS untuk menanamkan pola pengelolaan sampah terpadu agar tercipta kesadaran masyarakat sekitar HKS untuk tidak lagi membuang sampah ke dalam kawasan HKS dan dapat dijadikan landasan pihak HKS membuat pengomposan sederhana di kawasan HKS guna membantu mempercepat proses dekomposisi serasah sebagai pemenuhan kebutuhan pupuk kompos HKS di masa yang akan datang.
METODOLOGI Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei deskriptif yaitu pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan langsung, dan dokumentasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang, wawancara dipandu kuesioner. Data sekunder didapat melalui studi literatur yakni pencarian informasi dengan mengutip dari buku, jurnal, surat kabar, dan dari media lainnya sebagai bahan pelengkap.
3
Pemilihan Responden Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau secara sengaja. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan contoh yang dipilih secara sengaja berdasarkan tujuan tertentu sesuai keadaan yang dikehendaki (Walpole 1993). Pertimbangan responden adalah pihah-pihak yang terkait langsung dalam kegiatan usaha pengomposan dan pihak pengelola hutan kota yakni Departemen Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta bagian Kehutanan. Jumlah responden tidak ditentukan karena mementingkan responden yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah kamera, alat perekam, alat tulis, kalkulator, laptop, kuesioner, software Microsoft Word, dan Microsoft Excel. Prosedur Analisis Data Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Menurut Chelst dan Canbolat (2011), nilai tambah adalah nilai yang menyatakan besarnya nilai yang diberikan dari suatu proses produksi terhadap nilai jual suatu produk. Format perhitungan nilai tambah Hayami disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Format Perhitungan Nilai Tambah Hayami Keluaran (Output) Masukan (Input) dan Harga Output/Produk Total (kg/Proses Produksi) Input Bahan Baku (kg/Proses Produksi) Input Tenaga Kerja (HOK/Proses Produksi) Faktor Konversi (kg Output/kg Bahan Baku) Koefisien Tenaga Kerja (HOK/kg Bahan Baku) Harga Output (Rp/kg) Pendapatan dan Keuntungan Nilai Tambah Harga Input Bahan Baku (Rp/kg) Sumbangan Input Lain (Rp/kg) Nilai Output (Rp/kg) a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%)
Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg) Bagian Tenaga Kerja (%) Keuntungan Bagian Keuntungan
Keterangan A B C D = A/B E = C/B F Keterangan H I J=DXF K = J-I-H L % = K/J X 100%
M=ExG N % = M/K x 100% O = K-M P = O/K x 100%
Sumber: Marimin dan Magfiroh (2013)
Suatu proses produksi memiliki 2 faktor yakni faktor teknis dan pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produk, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja. Faktor pasar terdiri dari harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, nilai
4 input-input lain selain input bahan baku, dan tenaga kerja. Secara matematis, perhitungan nilai tambah Hayami et al. (1987): Nilai tambah= f (K,B,T,U,H,h,L) Keterangan:
K= Kapasitas produksi (kg) B= Bahan baku digunakan (kg) T= Tenaga kerja U= Upah (Rp) H= Harga output (Rp/kg) h= harga bahan baku L= Nilai input lainnnya
Analisis Aspek Kelayakan Usaha Studi kelayakan diperlukan untuk mengetahui gambaran usaha yang sedang dijalankan atau akan dijalankan. Studi kelayakan dapat dijadikan pedoman usaha dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan Umar (2005), studi kelayakan dinilai dari aspek non keuangan meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial. Aspek keuangan yang dinilai dari analisis finansial berdasarkan pemasukan dan pengeluaran. Kelayakan Usaha Aspek Non Keuangan Berdasarkan Kotler (2002), pemasaran adalah keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan usaha untuk tujuan merencanakan, menentukan harga, mempromosikan barang hingga mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Umar (2005), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah lokasi usaha, sumber bahan baku, kapasitas produksi, jenis, dan jumlah investasi yang diperlukan. Pemilihan lokasi yang tepat akan mengurangi dampak negatif dan mendapatkan lokasi dengan banyak faktor produksi, akan terjadi pula peminimuman biaya. Aspek manajemen adalah kegiatan yang mengatur adanya kerjasama antara sekelompok orang dalam ikatan formal dengan memiliki tujuan dan kepentingan bersama. Kegiatan ini akan tercapai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang teratur (Hasibuan dan Malayu 1997). Aspek sosial harus mempertimbangkan secara teliti pengaruh negatif dan positif dari kegiatan yang dilakukan di daerah tersebut. Dipertimbangkan apakah usaha memberi manfaat sosial (Gitinger 1986). Kelayakan Usaha Aspek Finansial Analisis kelayakan usaha di Pengomposan Karinda memakai analisis finansial berdiskonto. Analisis finansial diperoleh dari perhitungan besarnya manfaat dan biaya yang sedang berlangsung dalam jangka waktu tertentu sesuai harga pasar yang disusun dalam cashflow. Analisis kelayakan usaha diperlukan untuk menilai tingkat kelayakan usaha pengomposan. Analisis kelayakan usaha aspek finansial dilakukan dengan pendekatan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). a. Net Present Value (NPV)
5 NPV adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh selama umur usaha. NPV adalah selisih antara nilai sekarang (present value) dari manfaat (benefit) dari biaya pada suku bunga tertentu. Jika suatu usaha memiliki NPV > 0 maka usaha layak dijalankan. Apabila NPV ≤ 0 maka usaha tidak layak secara finansial. ∑ Keterangan: Bt = Total penerimaan usaha pengomposan pada tahun ke-t Ct = Total biaya usaha pengomposan pada tahun (t) i = Bunga yang ditetapkan n = Umur ekonomis usaha pengomposan
b. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah persentase tingkat pengembalian investasi yang diperoleh selama usaha yang dinyatakan dalam persen. Jika IRR usaha sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV tersebut sama dengan nol sehingga jika IRR ≥ tingkat suku bunga yang ditetapkan, usaha layak dijalankan. Jika IRR < tingkat suku bunga, maka usaha tidak layak dijalankan.
Keterangan : i1= Discount Rate yang menghasilkan NPV positif i2= Discount Rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1= Nilai bersih sekarang positif NPV2= Nilai bersih sekarang negatif
c. Benefit Cost Ratio (BCR) BCR adalah besarnya nilai tambahan manfaat dari tiap biaya sebesar 1 rupiah. BCR adalah rasio manfaat dan biaya yang diperoleh bila nilai sekarang manfaat dibagi dengan nilai sekarang biaya. Jika BCR ≥ 1 maka usaha layak dijalankan. Apabila nilai BCR < 1, maka usaha tidak layak dijalankan. ∑ ∑ Keterangan: Bt = Penerimaan usaha pengomposan Ct = Biaya usalah pengomposan i = Tingkat bunga yang ditetapkan n = Umur ekonomis usaha pengomposan
Analisis kelayakan finansial menggunakan beberapa dasar perhitungan, yaitu: 1. Permintaan pupuk organik (kompos) cukup potensial. 2. Biaya investasi pembuatan bangunan dibiayai oleh Yayasan Surya Andana Asih sebesar Rp 15 000 000.
6
3. Pemasukan dari pelatihan yakni sebanyak 2 kali pelatihan setiap bulannya, sehingga setiap tahun sebanyak 48 kali pelatihan dengan biaya Rp 25 000 sekali pelatihan untuk setiap orangnya. Dalam 1 kali pelatihan ada 20 orang peserta. 4. Pemasukan dari penjualan keranjang Takakura setiap tahunnya sebanyak 120 sampai 200 keranjang. Harga jual setiap keranjang Rp 75 000 sampai Rp 105 000. 5. Warga perumahan menyumbang per bulan sebesar Rp 10 000 per kepala keluarga (50 KK) di awal tahun 2005 dan pada tahun 2006 sampai 2015 menyumbang Rp 15 000 per KK sebagai pengganti nilai sampah dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. 6. Tidak ada biaya sewa lahan karena sudah mendapat pinjaman dari kontraktor tanpa harus membayar sewanya. 7. Usia proyek ditentukan 10 tahun, hal ini untuk mengantisipasi adanya perubahan harga input produksi yang terlalu besar pada tahun berikutnya. 8. Produksi kompos pada tahun awal tahun 2006 sampai 2010 sebanyak 4000 kg per tahun dan pada 2011 sampai 2015 mencapai 4500 kg setiap tahunnya. 9. Harga yang digunakan dalam perhitungan biaya adalah harga beli tahun 2014. 10. Biaya utilitas (air dan listrik) dianggap sama sebesar Rp 1 200 000 setiap tahun, karena sudah termasuk biaya utilitas pemilik usaha yang digabung dengan pengeluaran rutin rumah tangga. 11. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 7.5% yakni mengacu pada rata-rata tingkat suku bunga BI (Bank Indonesia) Agustus 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Pembibitan Pengomposan Karinda, Perumahan Bumi Karang Indah Blok C2 No. 28, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Lahan 300 m2 dimanfaatkan sepasang suami istri Ir Djamaludin Suryohadikusumo dan Dra Sri Murniati Djamaludin, Apt, MS untuk aktif melakukan pengomposan. Pengomposan Karinda dimulai sejak tahun 2006 dengan berlatar-belakang kepedulian terhadap lingkungan tempat tinggal agar tetap terjaga kebersihannya. Hingga saat ini Karinda dijadikan tempat percontohan, penyuluhan, dan pelatihan pengelolaan sampah terpadu. Tercatat lebih dari 11 000 peserta sudah belajar pengomposan di Karinda. Kondisi Karinda dapat dilihat dalam Gambar 1. Penelitian juga dilakukan di HKS yakni hutan kota buatan yang dibangun di atas lahan seluas 15 ha. Letak HKS ialah di jalan Haji Kelik, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Semula HKS merupakan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Srengseng. Sejak tahun 1995 dilakukan penanaman jenis tanaman kehutanan, pelindung, maupun tanaman buah oleh Dinas Kehutanan DKI
7 Jakarta. Hingga saat ini sudah ada lebih dari 65 jenis pohon yang ditanam di HKS. Pohon-pohon yang tumbuh antara lain adalah jati, akasia, flamboyant, ketapang, dan mahoni. Kawasan ini merupakan bagian dari formasi aluvial, endapan pematang pantai, dan tuf banten. Tapak topografi bervariasi dari datar hingga curam (0 hingga lebih dari 25%). Fungsi kawasan HKS ialah sebagai kawasan lindung flora fauna, sarana rekreasi, wahana penelitian, plasma nutfah, sarana bermain dan pelatihan. Potensi rekreasi HKS cukup memadai karena dilengkapi beberapa fasilitas. Fasilitas yang ada di HKS yakni taman bermain, danau buatan, stadium tempat berkumpul, papan panjat, dan tempat parkir yang memadai. Kondisi fasilitas HKS seperti papan panjat sudah tidak begitu baik keadaannya. Meskipun begitu, tidak menurunkan minat pengunjung untuk berkunjung setiap minggunya. Jumlah pekerja di HKS sebanyak 10 orang yang bertugas menjaga kawasan HKS, memelihara seluruh tanaman yang ada, serta menjaga fasilitas yang sudah tersedia. Kondisi HKS tertera pada Gambar 2.
Gambar 1 Kondisi Pengomposan Karinda
A Gambar 2 Kondisi HKS (A. Stadium Pertunjukan; B. Danau)
B
8 Pola Operasional Pengomposan Pengomposan adalah cara alamiah mengembalikan material organik ke dalam bentuk penggemburan tanah. Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik terkendali (Djamaludin dan Wahyono 2006). Wadah pengomposan yang digunakan bisa beragam, berupa kotak, kayu, bambu, drum 200 liter, semen, barang bekas, atau pun bak dari batu bata yang di susun selang-seling berukuran 80 x 80 x 100 cm. Sirkulasi udara dibuat dengan melubangi wadah bagian belakang dan dasarnya. Wadah pun dilengkapi tutup. Wadah pengomposan tertera pada Gambar 3.
Gambar 3 Komposter: A. Bambu; B. Bata; C. Semen; D. Keranjang Jenis Pengomposan Terdapat 2 jenis pengomposan, yakni pengomposan aktif dan pasif. Pengomposan aktif ialah pengomposan yang memerlukan bantuan manusia memberikan upaya pengolahan supaya mempercepat pengomposan dibantu oleh bakteri aerob. Pengomposan pasif adalah pengomposan yang tidak dilakukan perlakuan, hanya membiarkan tumpukan sampah terdekomposisi alami dengan bantuan bakteri anaerob. Pengomposan aktif pada intinya melakukan pengomposan di dalam wadah pengomposan dengan memperhatikan sistem pengairan, sirkulasi udara, suhu, dan komposisi sampah agar pengomposan dapat terjadi dengan baik tanpa mengeluarkan bau tak sedap. Pengomposan pasif dapat dilakukan apabila memiliki pekarangan yang luas. Faktor yang Penting Diperhatikan saat Pengomposan Berdasarkan Djamaludin dan Wahyono (2006), beberapa faktor yang penting diperhatikan saat melakukan pengomposan: a. Perbandingan C/N Perbandingan sampah coklat (kaya karbon) : sampah hijau (kaya nitrogen) yakni 1:2 atau 1:3. b. Suhu Pengomposan Suhu tumpukan dijaga sekitar 55ºC pada 2 minggu pertama dan akan menurun mendekati suhu ruangan saat aktivitas mikroba menurun apabila mendekati pematangan kompos. c. Aerasi
9
d.
e. f.
g.
h.
Mikroba aerob membutuhkan udara dalam proses pengomposan. Cara menjaga kestabilan aerasi adalah sering diaduk agar memasukkan udara segar. Pengadukan dilakukan minimal 1 minggu sekali. Kelembaban Dibutuhkan kelembaban 50-60%. Jika sampah terlalu kering maka mikroorganisme kekurangan air sehingga pengomposan akan berjalan lambat. Jika terlalu basah maka ruang antar partikel tersumbat sehingga udara tidak bisa masuk sehingga mikroba aerob mati dan digantikan dengan mikroba anaerob yang menyebabkan pembusukan sehingga menghasilkan bau busuk selama proses pengomposan. Cara untuk menjaga kelembaban tetap stabil adalah dengan selalu menutup sampah yang akan dikomposkan agar tidak terkena air hujan langsung. Tingkat Keasaman (pH) Pengomposan ideal akan terjadi pH basa yakni antara kisaran 5-8 Ukuran Partikel Ukuran partikel berpengaruh terhadap aerasi dan efektivitas luas permukaan partikel yang diuraikan mikroba. Ukuran Wadah Ukuran wadah pengomposan yang ideal adalah 1x1x1 m karena pada ukuran ini dapat dipertahankan suhu dan kelembabannya sehingga masih ada ruang untuk udara segar saat kegiatan pembalikan. Aktivator Aktivator adalah bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik. Penggunaan aktivator dapat meningkatkan proses pengomposan meskipun tidak terlalu nyata. Terdapat 2 jenis aktivator yakni aktivator alami (kompos matang, kotoran ternak, topsoil) dan aktivator buatan (EM4, MOL, air gula, dll).
Proses Pengomposan Aktif Tahapan melakukan pengomposan sampah dapur adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan komposter, ukurannya bergantung volume sampah dapur yang tersedia. Didalamnya sudah diberikan ⅓ kompos matang atau tanah subur sebagai pemancingnya. Rincian alat dan bahan pengomposan tertera pada Lampiran 3. 2. Memisahkan sampah organik dapur mudah membusuk (tulang, daging, susu, keju, kotoran hewan, dan ikan) karena mengundang lalat dan belatung. 3. Mengecilkan sampah dapur yang sudah dipisahkan (sisa sayuran, kulit buah, dan makanan) dengan mencacahnya. 4. Memasukkan sampah dapur yang sudah dicacah kedalam komposter. Perhatikan kelembabannya, jika terlalu kering bisa diberikan sedikit air. Namun, jika terlalu basah tambahkan lagi kompos matang atau serbuk gergaji sebagai penambah unsur karbon. Campur rata kompos matang dengan sampah dapurnya. 5. Menutup komposter sehabis melakukan pengomposan agar suhu dan kelembaban tetap terjaga. 6. Melakukan penambahan sampah dapur dan pengadukan tumpukan sampah setiap harinya. Pengadukan dilakukan setiap minggu.
10 7. Melakukan tahapan yang sama hingga kompos sudah matang saat berusia 6-7 minggu yaitu saat kompos sudah hitam dengan struktur kompos remah. 8. Mengayak kompos yang sudah matang lalu disimpan ke dalam wadah penyimpanan yang terbebas dari kelembaban berlebih. Tahapan Pengomposan Sampah Kebun adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan komposter bervolume 100 x 100 x 100 cm dengan sirkulasi udara baik. 2. Memperhatikan komposisi sampah hijau dan coklat sebesar 2:1 atau 3:1. Bahan yang kaya karbon berciri kering, kasar, berserat, dan berwarna coklat; sedangkan bahan yang kaya nitrogen berciri sampah daun segar, potongan rumput, sampah dapur, dan kotoran ternak. 3. Memisahkan bagian daun dengan ranting sebab ranting akan lebih sulit terdekomposisi. Cacahlah sampah apabila ukurannya masih besar agar memudahkan dekomposisi. 4. Gunakan aktivator seperti EM4 dan air gula sebagai biang maupun pemancing mikroba. Takaran memberikan EM4 adalah hanya sebanyak 1 cc untuk 1 kg sampah. Isi 1 tutup botol EM4 adalah 10 cc sehingga digunakan untuk 10 kg sampah kebun ditambah dengan 1 liter air. Dicampur pula dengan air gula merah dengan perbandingan ½ kg gula merah untuk 1 liter air. Takaran pemberian air gula merah sama dengan EM4. Proses pengomposan akan tetap berjalan meskipun tidak diberikan aktivator. Proses pencampuran aktivator dilihat pada Gambar 4. 5. Menata sampah kebun di dalam komposter bertujuan agar menghindari adanya ruang yang kosong. Periksa kelembaban airnya. Saat kering maka ditambahkan air dan saat terlalu basah hendaknya air dikurangi dengan memadatkan sampah kebun sampai ada air yang terbuang dari bagian bawah wadah. Kelembaban baik ialah saat bahan baku digenggam terasa seperti spons basah yang sudah diperas. 6. Menghindarkan kompos terkena air hujan secara langsung, sehingga dibutuhkan penutup wadah komposter. Penutup digunakan untuk menjaga temperatur agar tetap tinggi dan menghindari binatang pengganggu yang masuk. 7. Dibutuhkan pengadukan setiap 3 hari sekali atau paling tidak 1 minggu sekali untuk menjaga kondisi aerobik optimal. Pengadukan dimaksudkan mempercepat proses pengomposan, menjaga tumpukan tetap panas, membuat tumpukan tidak memadat, dan mencegah timbulnya bau busuk. 8. Pengecekan proses pengomposan berjalan baik adalah dengan memeriksa suhunya dengan termometer pada hari kedua. Jika suhu diatas 55ºC maka pengomposan berjalan baik. Bila tidak ada termometer, gunakan sebatang kayu 30 cm yang dimasukkan ke dalam tumpukan kompos selama 5 menit. Apabila saat diangkat kayu terasa panas maka proses pengomposan berjalan baik, namun apabila saat diangkat kayu hanya hangat maka periksa kelembaban air maupun udaranya.
11 9. Memanen kompos bisa dilakukan saat kompos berusia 6-8 minggu.
Gambar 4 Proses Pencampuran Bahan Organik dengan Aktivator Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengomposan Analisis Nilai Tambah Proses pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos akan menyebabkan adanya nilai tambah pada sampah organik yang sebelumnya tidak memiliki nilai pasar menjadi barang yang bernilai pasar. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang terdapat pada suatu barang setelah dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga nilai barang lebih tinggi daripada sebelumnya. Produksi kompos di pengomposan Karinda membutuhkan waktu 6 hingga 8 minggu untuk setiap siklus produksi. Perhitungan nilai tambah menggunakan estimasi waktu 8 minggu. Perhitungan memakai hasil panen kompos bulan Agustus 2014. Perhitungan difokuskan pada nilai tambah dari sampah kebun. Perbandingan input, output, dan harga dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Input, Output, dan Harga Variabel Output (Kg) Input (Kg) Faktor konversi (Rendemen) Input Tenaga Kerja (HOK) Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp /Kg)
Perhitungan 604 1800 0.34 36 0.02 2143
Berdasarakan Tabel 2, input yang digunakan adalah sampah organik daun dari Perumahan BKI yang diukur dengan satuan kg bahan baku. Input bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5. Output adalah penjumlahan produk yang dihasilkan selama satu periode produksi yang diukur dalam satuan kg produk. Input bahan baku adalah 1800 kg yang menghasilkan kompos sebanyak 604 kg. Terjadi penyusutan (rendemen) sebesar 0.34. Tenaga kerja yang dihitung sebanyak 2 orang tenaga kerja laki-laki yakni tukang kebun dan supir. Tukang kebun memiliki separuh waktu kerjanya dipakai bekerja di pengomposan Karinda dan separuhnya lagi bekerja sebagai tukang kebun pribadi pemilik rumah sehingga waktu kerja diasumsikan 50% dan supir mengerjakan kompos hanya sebagai tambahan sehingga diasumsikan 25%. Waktu kerja penuh yang digunakan dalam perhitungan adalah 6 hari kerja dalam satu
12 minggu dengan jam kerja selama 8 jam. Perhitungan untuk menentukan input tenaga kerja dalam HOK ialah dengan mengalikan hari kerja dengan proses produksi dan porsi kerja. Didapat total 36 HOK. Koefisien tenaga kerja didapat dari hasil perhitungan input tenaga kerja (HOK) yang dibagi dengan input bahan baku sehingga didapat koefisien sebesar 0.02 Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan satu kg bahan baku sampah kebun adalah 0.02 HOK. Harga output kompos Rp 2143 per kg. Penerimaan dan keuntungan diketahui dari besarnya harga bahan baku, harga sumbangan lain, nilai output, nilai tambah, dan keuntungan. Hasil perhitungan nilai tambah dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Nilai Tambah No 1 2 3 4
Penerimaan dan Keuntungan Harga Bahan Baku (Rp /kg) Sumbangan Input Lain (Rp /kg) Nilai Output (Rp /Kg) a. Nilai Tambah (Rp /kg) b. Rasio Nilai Tambah (%)
Perhitungan 100 76.7 719.04 542.35 75.43
Gambar 5 Bahan Baku Sampah Kebun Berdasarkan Tabel 3, harga input bahan baku yakni besaran yang dibayarkan saat baku sampah disetorkan dari petugas kebersihan. Setiap karung bahan baku yang disetorkan dihargai Rp 1000 dengan asumsi per karung terdapat 10 kg bahan baku, sehingga bahan baku dihargai Rp 100/kg. Harga input lain dalam proses ini adalah pemakaian plastik kemasan 35x30cm, penggunaan staples, dan penggunaan EM4. Dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4 Input Sumbangan Lain dalam Analisis Nilai Tambah Uraian EM4 Plastik Gula Isi Staples
Biaya (Rp) 20 000/botol 1 l (1 l =1000 kg bahan baku) 16 000/50 lembar (1lembar=7 kg kompos) 3500/1 l (1l=1000 kg bahan baku) 5000/700 kg kompos Total Sumbangan Input Lain
Biaya (Rp/kg) 20 46 3.5 7.2 76.7
Berdasarkan Tabel 4, harga 1 liter botol EM4 sebesar Rp 20 000. Aturan pakai EM4 adalah 1 tutup botol berisi sebanyak 10 ml EM4 untuk 100 kg sampah kebun dengan air sebanyak 1 liter. Di dalam botol 1 liter EM4 dapat dipakai untuk
13 1000 kg sampah kebun. Sehingga harga sumbangan input lain untuk EM4 sebesar Rp 20/kg. Harga plastik kemasan 35 x 50 cm adalah Rp 16 000 yang berisi 50 buah. Harga sebuah plastik kemasan ialah Rp 320. Di dalam sebuah plastik dapat menampung 7 kg kompos, sehingga harga sumbangan input lain plastik sebesar Rp 46/kg. Harga isi staples sebesar Rp 5000 dengan asumsi dapat digunakan untuk mengemas 700 kg kompos atau 100 plastik kemasan. Sehingga harga sumbangan input lain untuk isi staples sebesar Rp 7.2/kg. Total biaya untuk harga sumbangan input lain sebesar Rp 76.7/kg. Nilai output adalah perkalian dari faktor konversi sebesar 0.34 dengan harga output sebesar Rp 2143 per kg. Nilai output sebesar Rp 719.10 per kg. Nilai tambah dipengaruhi oleh nilai output, harga bahan baku, dan harga sumbangan input lain. Nilai output setelah dikurangi harga bahan baku dan harga sumbangan input lain akan mendapat nilai tambah sebesar Rp 542.35 per kg atau sebesar 75.43%. Rasio nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah organik menjadi kompos skala industri rumah tangga tergolong tinggi karena nilainya > 50%. Tabel 5 Pendapatan dan Keuntungan dari Nilai Tambah Pendapatan dan Keuntungan Nilai Karinda Nilai Umum Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK) 70 833 25 000 Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg) 1416.67 500 Bagian Tenaga Kerja(%) 261 92.19 42.35 Keuntungan (Rp/kg) -874.31 Bagian Keuntungan (%) -161.22 7.81 Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa nilai Karinda mengalami kerugian karena upah rata-rata tenaga kerja tinggi yakni sebesar Rp 70 833/HOK. Pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 1416.67/kg sehingga bagian tenaga kerja yang didapat adalah 261%. Upah tenaga kerja tinggi karena pekerja yang digunakan bukan pekerja yang spesifik pada bidang pengomposan, melainkan pekerja yang juga memiliki tanggung jawab mengerjakan pekerjaan rumah pribada pemiliki usaha. Nilai umum ialah penyaduran upah dari penelitian Yusuf (2012) tentang usaha pengomposan skala rumah tangga di daerah Bogor. Apabila upah tenaga kerja per orang sebesar Rp 300 000 per bulan, maka upah rata-rata tenaga kerja di Karinda sebesar Rp 25 000/HOK. Usaha mengalami keuntungan menjadi Rp 42.35/kg dengan bagian keuntungan 7.81%. Aspek Pasar Potensi pasar kompos Karinda berasal dari permintaan konsumen yang tiap bulannya mencapai 300-500 kg. Pangsa pasar adalah warga sekitar perumahan BKI hingga warga di luar perumahan yang mendapat informasi produk kompos secara verbal maupun dari media sosial. Kompos dipasarkan dalam kemasan plastik bening 7 kg seharga Rp 15 000. Kompos yang dihasilkan sudah diuji berdasarkan SNI (Standart Nasional Indonesia). Kompos yang dihasilkan dapat dipastikan mampu bersaing, sebab kualitasnya sudah terjamin. Dibuktikan pula dengan adanya penghargaan Juara I Adipura katagori pengomposan terbaik seJakarta Selatan pada tahun 2007. Hanya saja, dalam pengemasan kompos Karinda
14 masih kurang menonjolkan produk kompos Karinda karena hanya dikemas dalam plastik bening. Kemasan kompos dapat dilihat dalam Gambar 6.
Gambar 6 Kemasan Kompos Karinda 7 kg Ketersediaan input sampah organik belum dimanfaatkan optimal, maka pengelolaan sampah di BKI memiliki prospek keberlanjutan usaha yang baik. Adanya permintaan kompos yang cukup banyak juga menambah nilai keberlanjutan usaha. Kepuasan konsumen terhadap hasil kompos menjadikan nilai tambah bagi pengelolaan sampah di kebun Karinda menjadi layak dilaksanakan. Aspek Teknis Lokasi usaha dilakukan di kebun pengomposan Karinda dalam perumahan BKI. Setiap bulannya selalu dihasilkan kompos dari kebun Karinda. Saat persediaan kompos Karinda habis, maka akan diambil hasil pengomposan dari rumah pengomposan milik Ibu Julia yang letaknya tidak begitu jauh dari Karinda. Tidak dibutuhkan biaya transportasi karena letak keduanya tidak berjauhan. Hingga saat ini produksi masih berjalan lancar, namun perlu diupayakan lagi penambahan wadah pengomposan agar hasilnya dapat maksimal. Secara aspek teknis pengelolaan Karinda layak dilaksanakan. Aspek Manajemen Aspek manajemen mencakup struktur organisasi dan ketenagakerjaan. Hal ini penting agar tercipta kondisi usaha yang sistematis dan terjadwal. Struktur organisasi Karinda masih tergolong sangat sederhana, sebab masih terbatasnya aktivitas yang dilakukan oleh usaha. Pengelola ialah komite lingkungan perumahan BKI dikepalai seorang ketua yang dibantu 6 orang anggota dan 3 orang tenaga kerja tetap dan 4 tenaga kerja tidak tetap. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 7.
15 Pengelola Komite Lingkungan BKI RW 9
Ketua Djamaludin Suryohadikusumo
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Anggota Sri Murniati Djamaludin Refrizal Nasution Riadjeng Soeprobo Yulia Refrizal Titin Nanggala Rano Karno
Pekerja Tetap Rianto, Niman, Eka
Pekerja Kebersihan RT 4 Tukang Sapu
Masyarakat
Gambar 7 Struktur Organisasi Pengomposan Karinda Hasil analisis aspek manajerial menunjukkan bahwa tercipta hubungan harmonis di dalam struktur organisasi. Tercipta kerjasama yang baik antar tenaga kerja karena pembagian tugas dilakukan secara merata. Berdasarkan aspek manajerial, usaha pengomposan masih layak dilaksanakan. Aspek Sosial Aspek sosial ialah melibatkan kepedulian pengelola terhadap lingkungan sekitar. Setiap bulan dilakukan penyuluhan rutin di lingkungan RT maupun RW dalam hal pengelolaan sampah secara benar, maupun bagi masyarakat di luar perumahan. Kondisi pelatihan dan penyuluhan pengomposan dapat dilihat pada Gambar 8. Pengomposan Karinda mendapatkan beberapa penghargaan yakni Juara I Adipura kategori pengomposan terbaik se-Jakarta Selatan tahun 2007 dan 2010 dan penghargaan Kalpataru DKI Jakarta kategori Pengabdi Lingkungan pada 2010. Sering mendapat kunjungan beberapa instansi pemerintahan untuk memantau kegiatan yang dilakukan dan hingga saat ini ada belasan ribu orang yang sudah menjadi peserta penyuluhan-pelatihan. Manfaat sosial yang diterima sebagai hasil dari pengelolaan sampah menjadikan usaha Pengomposan Karinda ini layak untuk dilaksanakan.
16
Gambar 8 Kondisi Pelatihan dan Penyuluhan Pengomposan Aspek Analisis Kelayakan Finansial Usaha pengomposan Karinda dimulai sejak tahun 2006. Persiapan pembangunan dilakukan sejak tahun 2005 dan Januari tahun 2006 merupakan permulaan produksi kompos Karinda. Akan diproyeksikan kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah Karinda selama 10 tahun. Komponen Inflow Usaha Pengelolaan Sampah Karinda Komponen inflow dihitung berdasarkan manfaat yang diterima, terdiri dari: a. Produksi total Penjualan pupuk kompos Karinda dimulai dari tahun 2006. Proyeksi penerimaan penjualan pupuk karinda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Proyeksi Penerimaan Penjualan Pupuk Kompos Karinda Tahun 2006-2010 2011-2015
Jumlah Produksi (kg/tahun) 4000 5000
Harga Satuan (Rp/kg) 2142.85 2142.85
Nilai (Rp/tahun) 8 571 428.6 9 642 857.1
Berdasarkan Tabel 6, hasil produksi pupuk kompos pada tahun 20062010 mencapai 4000 kg per tahunnya. Harga jual pupuk adalah Rp 2143 per kg sehingga diperoleh pemasukan Rp 8 571 429 pada tahun 20062010. Pada tahun 2011-2015 terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi 4500 kg/tahun sehingga meningkatkan pemasukan menjadi Rp 9 642 857. b. Pinjaman Tanah seluas 300 m2 dipinjami pengembang tanpa sewa. Tidak dihitung biaya sewa tanah dalam proyeksi pengeluaran. c. Penjualan Keranjang Takakura Produk unggulan Karinda adalah paket keranjang Takakura. Takakura merupakan modifikasi keranjang cucian untuk pengomposan sampah dapur skala rumah tangga yang menjadi salah satu produk andalan Karinda. Tiap bulan terjual sebanyak 120-200 paket keranjang Takakura dengan harga jual keranjang sebesar Rp 75 000 hingga Rp 105 000 per
17 paket. Pemasukan sebesar Rp 9 000 000 hingga Rp 21 000 000 per tahun. Rincian pemasukan dari paket Takakuran tercantum dalam Lampiran 4. d. Pelatihan dan Penyuluhan Setiap bulan dilakukan 2 kali pelatihan dengan jumlah peserta minimal 20 orang. Dikenakan biaya pelatihan sebesar Rp 25 000 setiap peserta. Pemasukan pelatihan dan penyuluhan sebesar Rp 12 000 000 setiap tahun. e. Bantuan (Grants) Usaha Karinda mendapatkan bantuan dari Yayasan Surya Andana Asih untuk membangun rumah kompos dan saung untuk pelatihan. Besarnya bantuan digunakan sebagai modal awal sebesar Rp 15 000 000. Adapula dana iuran warga perumahan BKI sebesar Rp 10 000 per kepala keluarga pada tahun 2005. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi Rp 15 000 per KK. Pemasukan iuran warga sebesar Rp 6 000 000 pada awal tahun dan meningkat menjadi Rp 9 000 000 pada tahun berikutnya. f. Nilai sisa Nilai sisa berasal dari peralatan yang tidak habis dipakai selama umur proyeksi. Penaksiran nilai sisa dilakukan dengan metode penyusutan per tahun. Rincian nilai sisa tercantum dalam Lampiran 4. Komponen Outflow Usaha Pengelolaan Sampah Karinda Komponen outflow dihitung berdasarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan unit usaha, terdiri dari: a. Biaya Investasi Biaya investasi ini dikeluarkan pada tahun 2005. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya membangun saung dan membangun 15 komposter dari paving blok. Terdapat pula penyediaan sarana prasarana seperti membuat meja dan kursi dari kayu hitam. Rincian biaya investasi tercantum dalam Lampiran 5. b. Biaya Operasional Biaya operasional dalam penelitian pengomposan Karinda terdiri dari biaya membeli peralatan untuk proses produksi. Rincian peralatan yang dibutuhkan dalam produksi dapat dilihat pada Lampiran 5. c. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya gaji tenaga kerja dan biaya utilitas. Gaji tenaga kerja tetap yakni tukang kebun mendapat Rp 800 000 dari total gajinya Rp 1 600 000 karena waktu bekerja 50% untuk pengomposan. Supir mendapat Rp 475 000 dari total gajinya sebesar Rp 1 900 000 karena hanya bekerja 25% untuk pengomposan. Pembantu mendapat Rp 480 000 dari total gajinya sebesar Rp 1 600 000 karena hanya bekerja 30% untuk pengomposan. Total gaji sebesar Rp 1 755 000 per bulan, sehingga dibutuhkan Rp 21 060 000 per tahunnya. Tenaga kerja tidak tetap yakni 4 orang tukang sapu yang diberi gaji sesuai banyaknya sampah serasah yang didapat. Dalam satu tahun bisa mendapat 12 000 hingga 13 500 kg bahan baku sehingga bisa mendapat gaji sebanyak Rp 1 200 000 hingga Rp 1 350 000 per tahun. Biaya utilitas dihitung sama sebesar Rp 1 200 000 per tahun sebab biaya listrik dan air disatukan dengan rumah pemilik usaha. Rincian biaya tercantum dalam Lampiran 5.
18 d. Biaya Perawatan Biaya perawatan sebesar Rp 2 000 000 setiap tahunnya, digunakan untuk merawat sarana dan prasarana seperti perbaikan lantai, atap, LCD, dan lain-lain. Perincian komponen cashflow tercantum dalam Lampiran 6. Hasil Analisis Finansial Berdasarkan analisis finansial, pengomposan karinda memiliki NPV sebesar Rp 33 492 850 menunjukkan bahwa usaha pengolahan sampah menjadi kompos memberi manfaat bersih Rp 33 492 850 selama jangka waktu 10 tahun proyeksi. Berdasarkan kriteria NPV maka usaha pengomposan Karinda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7 Hasil Analisis Finansial Usaha Pengomposan Karinda Kriteria NPV BCR IRR
Nilai
Rp 33 492 850 1.12 45%
Berdasarkan Tabel 7, nilai BCR sebesar 1.12 % menunjukkan setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih 1.12. Nilai BCR lebih dari 1 menunjukkan usaha pengomposan Karinda layak dilaksanakan berdasarkan kriteria BCR. Nilai IRR yang diperoleh sebesar 45%. Hal ini menunjukkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada pengomposan Karinda sebesar 45%. Nilai IRR yang didapatkan lebih tinggi daripada tingkat discount rate yang digunakan yaitu 7.5%. Maka dapat dikatakan bahwa usaha pengomposan Karinda layak dilaksanakan berdasarkan kriteria IRR. Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan ketiga kriteria yakni NPV, BCR, dan IRR memenuhi syarat kelayakan, sehingga usaha dapat dijalankan karena mendatangkan manfaat secara finansial dan manfaat lainnya dari sisi non finansial. Hubungan Analisis Nilai Tambah dengan Analisis Finansial Diketahui bahwa usaha Karinda mengalami kerugian usaha apabila hanya melakukan usaha penjualan kompos saja, meskipun nilai tambah pengelolaan sampah organik menjadi kompos menunjukkan angka yang tinggi sebesar 75.43%. Berdasarkan perhitungan analisis finansial, usaha layak dan menguntungkan karena tidak hanya dilihat dari penjualan kompos saja, melainkan adanya inovasi seperti pelatihan-penyuluhan pengomposan rutin, penjualan produk paket keranjang Takakura, iuran warga, dan dari penjualan komposnya sendiri; sehingga, usaha dapat dikatakan layak dijalankan. Penggunaan tenaga kerja sebaiknya adalah orang yang khusus tugasnya di bidang pengomposan, agar sebanding antara produk yang dihasilkan dengan pengeluaran yang dikeluarkan. Usaha Karinda adalah contoh usaha yang mengedepankan segi sosial dan ekologi daripada segi ekonomi.
19 Potensi Kompos HKS Pengomposan HKS Sebagian besar sampah hutan kota adalah sampah daun yang setiap hari berguguran di dalam kawasan. Berdasarkan Mulia (2005), limbah padat yang mengandung bahan organik dan tidak mengandung bahan berbahaya dapat diproses secara biologi untuk mengurangi volumenya atau dapat memperoleh produk berguna seperti kompos. Wardhana (2004) menyatakan bahwa bahan buangan organik sebaiknya dikumpulkan untuk diproses menjadi kompos agar bertambah nilai gunanya karena pengomposan berarti mendaur ulang limbah organik yang berdampak positif bagi lingkungan hidup manusia. Sampah daun gugur di hutan kota sebaiknya dibuat pengomposan dengan bantuan manusia. Pengomposan dengan bantuan manusia di HKS bertujuan mempercepat proses dekomposisi. Pengomposan alami membutuhkan waktu 6 bulan bahkan bisa mencapai beberapa tahun. Cara pengomposan di HKS dilakukan dengan menumpuk sampah daun agar terdekomposisi secara alami. Kegiatan ini membutuhkan waktu lama sampai kompos siap diserap tanaman. Pengomposan dengan bantuan manusia berupa kegiatan pengadukan sampah, pemberian aktivator EM4, dan adanya kegiatan pengaturan suhu serta kelembabannya akan mempercepat proses pengomposan. Berdasarkan penelitian Yulipriyanto (2010) menunjukkan bahwa, hasil pembalikan selama 2-3 kali dalam tiap bulan pengomposan akan memaksimalkan kesuburan kompos, jika tanpa pembalikkan akan mengurangi kesuburan komposnya. Dibutuhkan waktu 6 hingga 8 minggu apabila melakukan pengomposan dengan bantuan manusia. Kompos pada HKS berfungsi sebagai penyedia nutrisi tanah, meningkatkan kapasitas pegang air, menambah unsur hara makro mikro dalam tanah, dan dapat digunakan sebagai penyediaan pupuk organik untuk hutan kota. Tanah di HKS merupakan tanah bekas TPS sehingga memiliki topsoil yang sangat tipis karena saat digali terlihat banyaknya sampah yang mengendap dalam tanah namun belum terdekomposisi sempurna. Dengan bantuan kompos, maka tanaman akan mendapat nutrisi tambahan. Jika dibuat pengomposan di HKS, maka tidak akan ada biaya tambahan untuk pengadaan pupuk. Kondisi tanah HKS dapat dilihat dalam Gambar 9.
Gambar 9 Kondisi Tanah HKS
20 Sampah warga yang sudah terlanjur dibuang ke dalam kawasan HKS tidak bisa lagi dijadikan bahan baku pengomposan, karena sampah sudah membusuk dan sudah tercampur antara anorganik dengan organik, apabila dijadikan bahan baku pengomposan akan menurunkan kualitas kompos yang dihasilkan. Dibutuhkan pembuatan galian untuk menimbun sampah warga atau dengan mengeluarkan seluruh timbunan sampah ke TPS terdekat. Timbunan sampah warga dapat di lihat dalam Gambar 10.
Gambar 10 Timbunan Sampah Warga di HKS Potensi Kompos HKS berdasarkan Jumlah, Harga, dan Kapasitas Rata-rata setiap harinya dikumpulkan bahan baku serasah sebanyak 15 karung seberat 7 kg setiap karung. Dalam sehari sudah terdapat 105 kg bahan baku di dalam kawasan hutan kota. Dalam sebulan terdapat bahan baku sebanyak 3150 kg. Bahan baku ini tidak bisa langsung terdekomposisi semuanya. Dibutuhkan waktu 6 bulan bahkan satu tahun untuk bahan baku bisa terserap tanah secara sempurna. Dalam waktu 1 tahun sudah ada 37 800 kg bahan baku. Jika 37 800 kg bahan baku serasah dibuat pengomposan, maka akan menghasilkan kompos sebanyak 12 474 kg dengan asumsi adanya penyusutan sebesar 33% dari berat bahan baku semula. Bila harga jual Rp 1000 per kg, maka akan terdapat pemasukan sebesar Rp 12 474 000 dari pengelolaan pupuk kompos ini. Penyediaan bahan baku sampah coklat diperoleh dari serasah daun HKS dan sampah hijau diperoleh dari daun bekas penebangan, penjarangan, dan pemotongan rumput maupun dengan memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk turut serta menyumbang sampah organik sisa rumah tangga agar masyarakat tidak serta merta membuang seluruh sampahnya ke dalam kawasan hutan kota, namun diajak untuk memanfaatkannya menjadi pupuk kompos.
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karinda: Hasil analisis nilai tambah, pengelolaan sampah organik menjadi kompos memiliki nilai tambah sebesar Rp 542.35/kg atau 75.43%. Hasil analisis kelayakan usaha non keuangan ditinjau dari aspek pasar, manajemen, teknis, dan sosial maka pengomposan Karinda tergolong layak dijalankan. Hasil analisis kelayakan finansial, pengomposan Karinda layak karena memiliki nilai NPV sebesar Rp 33 492 850 dengan BCR sebesar 1.12 dan IRR sebesar 45%. Hal ini disebabkan adanya inovasi usaha yang dilakukan Karinda. HKS: Pola operasional pengomposan Karinda dapat diterapkan di HKS dan bisa dijadikan dasar melakukan penyuluhan kepada warga sekitar untuk pengelolaan sampah secara baik dan benar. Rata-rata potensi sampah organik HKS dalam setahun mencapai 37 800 kg sehingga dapat memenuhi kebutuhan pupuk sebanyak 12 474 kg. Saran Karinda: Perlu dilakukan keberlanjutan pengomposan Karinda karena banyak manfaat yang didapat dari pengelolaan sampah menjadi kompos. HKS: Perlu dilakukannya pengomposan di HKS mengingat potensi sampah HKS yang memadai demi penyediaan pupuk kompos dan bagi warga sekitar HKS sebagai salah satu solusi agar membiasakan mengelola sampah dengan baik. Dalam usaha pengomposan, perlu menggunakan tenaga kerja khusus pengomposan dan diperlukan inovasi usaha agar usaha lebih menguntungkan dari segi ekonomi seperti halnya yang dilakukan di Karinda.
DAFTAR PUSTAKA Chelst K, Canbolat YB. 2011. Value-Added Decision Making for Managers. London (UK): Chapman & Hall. Djamaludin SM, Wahyono S. 2006. Pengomposan Sampah Skala Rumah Tangga. Jakarta: Asdep Urusan Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil Kementerian Negara Lingkungan Hidup. [DKPP] Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2011. Informasi Kehutanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta.
22 Gitinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah Slamet Sutomo dan Komel Mangiri. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Grey GW, FJ Deneke. 1978. Urban Forestry. New York (NY): John Willey dan Sons. Hasibuan SP, Malayu H. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan. Jakarta (ID): PT. Toko Gunung Agung. Hayami YT, Kawagoe Y, Marooka, Siregar M. 1987. Agriculturan Marketing and Processing in Upland Java- A Perspective from A Sunda Village [karya tulis]. Bogor (ID): Centre for Research and Development of Coarse Grains, Pulses, Roots and Tuber Crops. Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): PT. Prenhallindo. Marimin, Magfiroh N. 2013. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Mulia RM. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Nakasaki K, Kato J, Akiyama, and Kubota H. 1987. A New Composting Model and Assessment of Optimum Operation for Effective Drying of Composting Material. J Fermentation Technology 65 (4): 441-447. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta (ID): Sekretariat Negara Republik Indonesia. Saputro TS. 2013. Persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengelolaan Hutan Kota Srengseng, Jakarta Barat menurut perspektif gender [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Yogyakarta. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit PT Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistics. Ed ke-5. Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Yulipriyanto. 2009. Ilmu Pengomposan. Yogyakarta (ID): Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yusuf R. 2012. Analisis nilai tambah pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos (studi kasus: rumah kompos Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
23 Lampiran 1 Denah Lokasi Pengomposan Karinda Alamat Pengomposan Karinda: Perumahan Bumi Karang Indah Blok C-2 No. 28 Lebak Bulus, Jakarta Selatan Telp : (021)-75909167 HP : 0815-8014-375
Sumber : Google Map 2014
1 24
Lampiran 2 Peta Kawasan Hutan Kota Srengseng
25
Lampiran 3 Alat dan Bahan Pengomposan No 1 2 3
Alat atau Bahan Komposter Garu Ayakan
4 5 6 7 8 9
Gembor Penutup kompos Drum putih Sepatu boot Timbangan Kantong bening
10 11 12 13 14 15
Sarung tangan Sapu lidu Drum 200 liter Isi staples Termometer EM4
Kegunaan Wadah tempat pembuatan kompos Meratakan kompos dan mengaduk kompos Membantu dalam proses pemisahan kompos matang dengan kompos yang masih kasar Membantu dalam proses penyiraman kompos Digunakan sebagai penutup kompos bagian atas Wadah hasil akhir pengomposan (dijaga kelembabannya) Alas kaki saat mengerjakan pengomposan Digunakan untuk penimbangan kompos saat pengemasan Ukuran 35x50 cm untuk wadah pengemasan kompos tiap 7 kg Pelindung tangan saat melakukan pengomposan Alat pembersih Tempat menampung sampah Digunakan untuk mengemas kompos yang siap jual Mengukur suhu kompos agar tetap stabil Aktivator sebagai perangsang bakteri agar bekerja lebih cepat
26 Lampiran 4 Komponen Arus Masuk
Tahun 2006-2010 2011-2015
Uraian Ember Putih Sepatu Boot Meja Kayu Kursi Kayu Lemari Saung TOTAL
Tahun ke-
t-1 sampai t-3 t-4 sampai t-5 t-6 t-7 t-8 sampai t10
Penerimaan Penjualan Pupuk Kompos Karinda Produksi (kg/tahun) Harga Satuan (Rp/kg) Nilai (Rp/thn) 4 000 2 142.85 8 571 428.6 4 500 2 142.85 9 642 857 Nilai Sisa dalam Proyeksi Penerimaan Pupuk Karinda Nilai (Rp) Umur Penyusutan Nilai Sisa Ekonomis (Rp) (Rp) 245 000 3 tahun 81 670 163 333 80 000 3 tahun 26 667 53 333 1 200 000 15 tahun 80 000 320 000 3 000 000 15 tahun 200 000 800 000 200 000 15 tahun 13 333 53 333 10 500 000 15 tahun 700 000 2 800 000 1 101 670 4 189 999 Penerimaan Paket Keranjang Takakura Jumlah Harga Jual Keranjang (Rp/buah) (buah/tahun) 120 75 000 120 85 000 150 90 000 150 100 000 200 105 000
Total Harga (Rp/tahun) 9 000 000 10 200 000 13 500 000 15 000 000 21 000 000
27 Lampiran 5 Komponen Arus Keluar Biaya Alat dan Bahan Uraian
Jumlah
Timbangan mekanik gantung Ayakan Ember putih Cangkrang Termometer Sepatu boots Kantong plastik Sarung tangan Penutup composting Drum 200 liter Sapu lidi Gembor Selang EM4 Paket Takakura
1 unit
Isi Staples Spidol Gula
2 unit 7 unit 1 unit 2 unit 1 unit 20 pak 5 unit 15 unit 1 unit 3 unit 1 unit 1 unit 12 botol 120 unit 120 unit 150 unit 150 unit 200 unit 10 unit 24 unit 6 kg 6.7 kg
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
1 000 000 30 000 35 000 50 000 30 000 80 000 16 000 5 000 20 000 200 000 16 666.6 50 000 60 000 20 000 56 000 66 000 66 000 78 500 78 500 5 000 5 000 7 000 7 000
Pengeluaran (Tahun ke-)
1 000 000 60 000 245 000 50 000 60 000 80 000 320 000 25 000 300 000 200 000 50 000 100 000 60 000 240 000 6 720 000 7 920 000 9 900 000 11 775 000 15 700 000 50 000 120 000 42 000 47 500 55 064 500
TOTAL BIAYA OPERASIONAL
t-1 t-1 sampai t10 t-1, t-4, t-7, t-10 t-1 sampai t10 t-1, t-3, t-5 t-7, t-9 t-1, t-4, t-7, t-10 t-1 sampai t-10 t-1 sampai t-10 t-1 sampai t-10 t-1 t-1 sampai t10 t-1, t-3, t-5 t-7, t-9 t-1, t-6 t-1 sampai t-10 t-1 sampai t-3 t-4 sampai t-5 t-6 t-7 t-8 sampai t-10 t-1 sampai t10 t-1 sampai t10 t-1 sampai t-5 t-6 sampai t-10
Rincian Biaya Jenis biaya Biaya Investasi 1. Persiapan bangunan Biaya Operasional Tetap 1. Gaji pegawai tetap 2. Gaji petugas kebersihan 3. Gaji petugas kebersihan 4. Biaya pemeliharaan 5. Biaya Utilitas Biaya Operasional Variabel 1. Penyediaan seluruh alat bahan 2. Penyediaan alat bahan 3. Penyediaan alat bahan 4. Penyediaan alat bahan 5. Penyediaan alat bahan 6. Penyediaan alat bahan 7. Penyediaan alat bahan 8. Penyediaan alat bahan 9. Penyediaan alat bahan 10. Alat dan bahan
Nominal (Rp)
Satuan
Waktu Pengeluaran
15 000 000
Rp
t-0
21 060 000 12 000 000 13 500 000 800 000 1 200 000
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
t-0 sampai t-10 t-1 sampai t-5 t-6 sampai t-10 t-1 sampai t-10 t-1 sampai t-10
9 722 000 7 977 000 8 137 000 9 502 000 9 337 000 11 262 250 13 562 250 17 002 250 17 162 250 17 327 250
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
t-1 t-2 t-3 t-4 t-5 t-6 t-7 t-8 t-9 t-10
28 28
Lampiran 6 Cashflow Usaha Pengomposan Karinda dengan Proyeksi 10 tahun (dalam satuan Rp x 1000) No
Uraian 2005
PEMASUKAN 1 Penjualan Kompos 2 Dana Yayasan 3 Dana Pelatihan 4 Paket Takakura 5 Kas Warga 6 Nilai Sisa TOTAL No Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Umur Ekonomis PENGELUARAN Saung 15 thn Lemari 15 thn Meja Kayu 15 thn Kursi Kayu 15 thn Timbangan 10 thn Gantung Drum 200L 10 thn Selang 5 thn Papan Tulis 5 thn Ember Putih 3 thn Sepatu boot 3 thn Gembor 2 thn Termometer 2 thn Sarung 1 thn tangan Ayakan 1 thn Sapu Lidi 1 thn
2006
2007
2008
2009
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
2015
0
8 571.43
8 571.43
8 571.43
8 571.43
8 571.43
9 642.86
9 642.86
9 642.86
9 642.86
9 642.86
15 000 0 0 6 000 0 21 000
0 12 000 9 000 9 000 0 35 571.43
0 12 000 9 000 9 000 0 38 571.43
0 12 000 10 200 9 000 0 39 771.43
0 12 000 10 200 9 000 0 39 771.43
0 12 000 15 000 9 000 0 44 142.86
0 12 000 21 000 9 000 0 45 642.86
0 12 000 21 000 9 000 0 51 642.86
0 12 000 21 000 9 000 0 51 642.86
0 12 000 21 000 9 000 4 190 55 832 86
2005
2006
2007
2008
2009
0 12 000 13 500 9 000 0 39 771.43 Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
2015
10 500 200 1 200 3 000
0 0 0 0 1 000
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
200 60 100 245 80 100 60 25
0 0 0 0 0 0 0 25
0 0 0 0 0 100 60 25
0 0 0 245 80 0 0 25
0 0 0 0 0 100 60 25
0 60 100 0 0 0 0 25
0 0 0 245 80 100 60 25
0 0 0 0 0 0 0 25
0 0 0 0 0 100 60 25
0 0 0 245 80 0 0 25
0 0
60 50
60 50
60 50
60 50
15 50
15 50
15 50
15 50
15 50
15 50
29 Lampiran 6 Cashflow Usaha Pengomposan Karinda dengan Proyeksi 10 tahun (dalam satuan Rp x 1000) (Lanjutan) No
Uraian
PENGELUARAN 16 Kantong Plastik 17 Cangkrang 18 Penutup Komposting 19 20
EM4 Paket Takakura 21 Isi Staples 22 Gula 23 Spidol 24 Gaji Tetap 25 Gaji Tkg Sapu 26 Pemelihara 27 Utilitas TOTAL Discount Factor 7.5% Saldo NPV BCR IRR
Umur Ekonomis
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
2015
1 thn
0
320
320
320
320
320
320
320
320
320
320
1 thn 1 thn
0 0
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
50 300
1 thn 1 thn
0 0
240 6 720
240 6 720
240 6 720
240 7 920
240 7 920
240 9 900
240 11 775
240 15 700
240 15 700
240 15 700
1 thn 1 thn 1 thn 1 thn 1 thn
0 0 0 21 060 0
50 42 120 21 060 12 000
50 42 120 21 060 12 000
50 42 120 21 060 12 000
50 42 120 21 060 12 000
50 42 120 21 060 12 000
50 42 120 21 060 13 500
50 42 120 21 060 13 500
50 42 120 21 060 13 500
50 42 120 21 060 13 500
50 42 120 21 060 13 500
1 thn 1 thn
0 0 36 060 1 -15 060
2 000 1 200 33 982 1.07 1 478.538 33 492 850 1.12 45%
2 000 1 200 32 237 1.15 5 481.388
2 000 1 200 32 397 1.24 4 970.172
2 000 1 200 33 762 1.33 4 499.863
2 000 1 200 33 697 1.43 4 231.196
2 000 1 200 35 672.250 1.54 5 488.627
2 000 1 200 37 972.250 1.66 4 623.496
2 000 1 200 41 412.250 1.78 5 736.324
2 000 1 200 41 572.250 1.92 5 252.662
2 000 1 200 41 837.250 2.06 6 790.584
29
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 21 September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Tjipta Purwita dan Sulistyawati. Memiliki adik bernama Muhammad Belva Al-Kautsar. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1995 di TK Handayani, Palu-Sulawesi Tengah. Pada tahun 1997 di SD Muhammadiyah, Samarinda-Kalimantan Timur hingga tahun 2000. Pada tahun 2000 menamatkan di SD Islam Al-Azhar 08 Kembangan, Jakarta Barat hingga tahun 2004. Tahun 2004 di SMP 75 Jakarta Barat hingga tahun 2007. Pada 2007 hingga 2010 menamatkan pendidikan di SMAN 112 Jakarta Barat. Tahun 2010 hingga saat ini penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI atau PMDK. Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek guna mendukung pengetahuan dan keterampilan penulis yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di jalur Hutan Pantai Pangandaran dan Hutan Pegunungan Sawal Jawa Barat pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Jawa Barat pada tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang di PT Inhutani I Kalimantan Timur pada bulan Februari hingga April 2014. Penulis juga aktif di Organisasi Rimbawan Pecinta Alam (Rimpala) sebagai dan Pengurus Cabang Sylva IPB sebagai Kepala Divisi Kajian Strategis dan Advokasi pada 2012-2013. Dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta di bawah bimbingan Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA.