BUDIDAYA BINUANG (Octomeles sumatrana Miq.) UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) for Forest Plantation Establishment Rizki Ary Fambayun
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta e-mail :
[email protected]
I. PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, ekspor pulp dan kertas Indonesia terus meningkat. Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp dan kertas juga diikuti oleh kenaikan jumlah konsumsi kertas per kapita. Kenaikan konsumsi kertas per kapita di Indonesia utamanya dipicu oleh bertambahnya industri pers dan percetakan, meningkatnya kebutuhan kertas industri, kemajuan teknologi informasi yang membutuhkan media keluaran berupa kertas dan diversifikasi penggunaan kertas yang semakin melebar. Konsumsi kertas per kapita di Indonesia dipastikan akan terus meningkat. Harga pulp yang tinggi di pasar internasional (saat ini harganya US$ 680 - 700 per ton) dan konsumsi kertas yang terus meningkat merupakan dua faktor utama yang merangsang pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia. Industri pulp dan kertas juga dapat diandalkan untuk meraup Dollar. Karena itulah pemerintah telah mencanangkannya sebagai salah satu dari 10 komoditi andalan ekspor. Sampai saat ini, masih lebih dari 90% bahan baku kayu untuk industri pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Akibatnya, hutan alam yang telah lama mengalami over eksploitasi juga menjadi tumpuan utama sumber bahan baku industri pulp dan kertas. Ketimpangan antara kapasitas industri perkayuan dengan kemampuan hutan untuk menyediakan bahan baku secara lestari telah menyebabkan pengurasan (pengrusakan) sumberdaya hutan. Diversifikasi jenis tanaman yang potensial untuk pembangunan hutan tanaman perlu didorong untuk memenuhi bahan baku industri kehutanan terutama industri pulp. Apalagi jenis tanaman yang saat ini dikembangkan untuk hutan tanaman sedang mengalami masalah seperti acacia yang terserang penyakit busuk akar dan sengon yang terserang penyakit karat tumor. Salah satu jenis tanaman hutan alternatif yang potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat adalah binuang (Octomeles sumatrana Miq.). Binuang merupakan jenis tanaman asli Indonesia yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua. Jenis ini juga ditemukan di Philipina, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon. Jenis ini memiliki beberapa nama daerah diantaranya benuwang, binuang
39
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
(Sumatera), banuang, benuang, benuang bini, binuang, bunuang, bunuang bini (Kalimantan), benua, benua motutu, wenuang, winuang (Sulawesi), afu, bada, faara, fadda, kapu, ngafi, palaka, senao, tina, walada (Maluku), buwar, jare, kijare, senao, tina (Irian Jaya). Binuang merupakan jenis cepat tumbuh (fast growing species) yang termasuk dalam famili Datiscaceae. Binuang tumbuh di hutan hujan dataran rendah dan hutan sekunder atau tepi jalan logging pada tanah yang kering atau kadang-kadang di tanah yang lembab atau di tepi sungai dengan tekstur tanah liat atau liat berpasir. Jenis ini menghendaki iklim yang lembab sampai agak kering dengan tipe hujan A-C dengan rata-rata curah hujan sekurang-kurangnya 1.500 mm/ tahun pada ketinggian sampai 600 m dpl (Martawijaya, 1992). Tinggi pohon binuang dapat mencapai 45 meter atau lebih dengan batang bebas cabang mencapai 30 meter. Batang lurus dengan diameter mencapai 90 cm atau lebih. Kayu binuang dapat dimanfaatkan untuk bahan inti veneer, penutup beton, kotak korek api, kapal, kano, pertukangan, dan lain-lain. Dalam rangka mendukung keberhasilan penyediaan bibit untuk pembangunan hutan tanaman maka teknik budidaya binuang perlu dikuasai. Penguasaan teknik budidaya perlu untuk mendukung ketersediaan bibit yang diperlukan untuk penanaman. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai budidaya tanaman binuang yang terkait dengan aspek perbenihan dan pembibitan di persemaian.
II. BAHAN DAN PERALATAN A. Pengunduhan benih Ada beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan pengunduhan benih, antara lain: 1. GPS 2. Kantong plastik 3. Alat tulis 4. Kertas label B. Ekstraksi benih Kegiatan ekstraksi benih membutuhkan beberapa peralatan antara lain: 1. Plastik klip 2. Label 3. Alat tulis 4. Saringan 40
Budidaya Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) untuk Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rizki Ary Fambayun
C. Penanganan benih Setelah selesai diekstraksi, benih kemudian ditimbang dan disimpan. Alat yang diperlukan antara lain: 1. Timbangan 2. Lemari pendingin/ refrigerator/ DCS D. Pengecambahan Kegiatan pengecambahan benih binuang memerlukan beberapa peralatan dan bahan, antara lain: 1. Benih binuang 2. Media berupa pasir 3. Bak/ plastik tabur 4. Shading net/ sarlon/ paranet 5. Sprayer 6. Rak bambu 7. Alat tulis E. Penyemaian dan penyapihan Tahapan terakhir dalam pembibitan binuang adalah penyemaian dan penyapihan, alat dan bahan yang diperlukan antara lain: 1. Kecambah Binuang 2. Polybag 3. Media berupa tanah 4. Pinset 5. Sungkup plastik 6. Shading net/ sarlon/ paranet 7. Bambu sungkup 8. Alat tulis 9. Label III. PEMBIBITAN Pembibitan binuang di lakukan secara generatif yaitu menggunakan biji. Adapun tahapan dalam pembibitan tersebut adalah sebagai berikut: A. Pemilihan pohon induk Pohon induk binuang dipilih dari beberapa tempat yang dianggap mewakili sebaran di lokasi eksplorasi. Pohon induk yang dipilih mempunyai jarak yang cukup berjauhan dan tidak soliter. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kawin kerabat maupun selfing. Benih 41
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
binuang yang digunakan pada kegiatan ini berasal dari provenan Pasaman, Sumatra Barat. Benih yang didapat merupakan hasil koleksi dari 24 pohon induk binuang.
Gambar 1. Pohon induk binuang
Gambar 2. Pengunduhan buah binuang
B. Pengunduhan benih Buah binuang berbentuk kapsul yang tersusun dalam bentuk malai (Gambar 3). Pemungutan buah binuang dilakukan dengan cara mengunduh malai buah dari pohon induk yang dipilih. Buah binuang yang masak secara fisilogis mempunyai ciri-ciri kulit buah bagian luar berwarna hijau tua hingga hijau kecoklatan dengan kulit buah bagian dalam/cangkang sudah keras berwarna putih hingga putih kekuningan (Yudohartono, 2012). C. Ekstraksi benih Ekstraksi dimaksudkan untuk memisahkan biji dari daging buahnya. Dari hasil pengamatan Yudohartono (2012) diketahui bahwa dari setiap malai terdiri dari 75 – 200 kapsul buah. Setelah semua buah diekstraksi dapat dihasilkan 124 gram benih. Dari
42
Gambar 3. Buah binuang dalam bentuk malai
Budidaya Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) untuk Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rizki Ary Fambayun
setiap kapsul buah binuang dapat dihasilkan 0.01 gram atau sekitar 1000 butir benih. Kegiatan yang dilakukan dalam ekstraksi buah binuang meliputi: 1. Penjemuran buah Penjemuran
dilakukan
untuk
melepaskan kulit buah bagian luar dan meretakkan kulit buah bagian dalam. Lama penjemuran kurang lebih 5 - 7 hari atau tergantung dari panas matahari. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas, dapat berupa kertas atau koran bekas. Gambar 4 menunjukkan kegiatan penjemuran buah binuang untuk melepaskan kulit buah.
Gambar 4. Penjemuran buah binuang
2. Pemisahan biji Biji yang telah mengering akan pecah dengan sendirinya dan untuk pembersihan sisa biji dari cangkang buah dilakukan dengan mengetuk-ngetukkan cangkang buah. Benih dipisahkan dari serasah melalui penyaringan dengan ayakan. Biji yang sudahterpisah dari cangkang buah dapat dilihat pada Gambar 5. D. Penanganan benih (pelabelan, penimbangan, dan penyimpanan benih) Setelah benih diekstraksi, masing-
Gambar 5. Biji yang sudah terpisah dari cangkang buah
masing benih dari tiap pohon induk diberi label. Benih dalam kondisi kering dimasukkan ke dalam plastik klip dan diberi label sesuai dengan kode penamaan masing-masing pohon induk mulai dari PSM 1-PSM 24. Pelabelan dimaksudkan untuk memberi identitas masingmasing benih. Setelah pelabelan, kegiatan selanjutnya adalah penimbangan benih dari setiap pohon induk. Pada saat penimbangan, benih dari setiap pohon induk tidak boleh tercampur satu sama lain. Hasil penimbangan benih dari setiap pohon induk disajikan dalam Tabel 1. Benih yang sudah ditimbang kemudian disimpan ke dalam lemari pendingin agar benih dapat bertahan lama. Benih Binuang yang disimpan dalam lemari pendingin dapat bertahan sampai 1 tahun setelah pengunduhan.
43
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
E. Pengecambahan Kegiatan pengecambahan terdiri dari tiga kegiatan yaitu penyiapan media dan bak tabur, penaburan benih, dan pemeliharaan kecambah.
Tabel 1. Kode benih dan berat benih dari setiap pohon induk Kode Pohon Induk
1. Penyiapan Media dan Bak Tabur
Berat Benih (gram)
PSM 1
29,997
PSM 2
3,364
PSM 3
1,756
PSM 4
1,626
PSM 5
2,781
Sumaryana (2012) menyebutkan bahwa media pasir memiliki
PSM 6
3,759
keunggulan tertentu yaitu mudah menyerap dan meloloskan air
PSM 7
2,472
PSM 8
2,643
PSM 9
4,198
PSM 10
5,287
PSM 11
2,299
menggunakan ayakan dan disterilisasi terlebih dahulu dengan
PSM 12
4,437
menggunakan fungisida untuk menghindari tumbuhnya jamur.
PSM 13
0,701
PSM 14
2,072
PSM 15
16,395
PSM 16
2,71
PSM 17
4,87
media tabur cukup sekitar 5 cm karena ukuran benih yang halus.
PSM 18
1,222
Bak/ plastik tabur perlu dibuat lubang drainse di bawahnya dan
PSM 19
5,463
PSM 20
2,519
PSM 21
0,421
PSM 22
4,342
PSM 23
6,043
PSM 24
12,479
Media tabur yang digunakan adalah pasir. Pemilihan pasir sebagai media tabur karena pasir tidak padat dan memiliki porositas yang baik, sehingga baik untuk perakaran dan tidak akan merusak akar pada saat proses penyapihan. Surip dan
sehingga tidak menggenang, tetapi pasir juga bisa menahan air dan oksigen yang cukup sehingga perakaran mudah terbentuk. Sebelum digunakan sebagai media tabur, pasir harus disaring
Ayakan yang digunakan adalah ayakan dengan diameter lubang sekitar 2 mm. Setelah media siap, selanjutnya dimasukkan ke dalam bak/ plastik tabur yang sudah dipersiapkan. Ketebalan
juga berukuran tidak terlalu luas. Bak tabur sebaiknya menggunakan bahan dari plastik agar dapat mencegah tumbuhnya jamur atau bahan patogen yang dapat menimbulkan serangan penyakit pada benih maupun kecambah (Departemen Kehutanan, 2003). Setelah bak tabur dan media siap seperti yang terlihat dalam Gambar 6, selanjutnya adalah kegiatan penaburan benih. 2. Penaburan Benih Sebelum dilakukan penaburan benih, media disiram terlebih dahulu hingga lembab (Gambar 7). Benih yang sudah diekstraksi dan ditimbang,
44
Gambar 6. Media dan bak tabur
Budidaya Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) untuk Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rizki Ary Fambayun
Gambar 7. Penyiraman media tabur
Gambar 8. Benih ditabur di atas media
selanjutnya ditabur pada media yang sudah disiapkan. Benih ditabur merata diatas media dan ditutup dengan sedikit taburan pasir/ media (Gambar 8). Benih yang ditabur hendaknya tidak terlalu rapat sehingga akan memudahkan saat dilakukan proses penyapihan dan tidak merusak bibit. Penaburan dilakukan di dalam rumah kaca dan untuk menjaga kelembaban ditutup dengan menggunakan plastik dan paranet. Penaburan benih merupakan kegiatan untuk memperoleh kecambah yang normal dan sehat dalam jumlah yang sama atau mendekati jumlah benih yang ditabur dalam waktu yang telah ditentukan. Kegagalan penaburan benih akan menimbulkan kerugian baik dari segi biaya maupun tata waktu pembuatan tanaman secara keseluruhan (Departemen Kehutanan, 2003). Bak tabur yang sudah ditaburi benih kemudian diletakkan di atas rak bambu sambil dilakukan pemeliharaan kecambah. 3. Pemeliharaan Kecambah Setelah sekitar satu minggu penaburan, benih mulai berkecambah (Gambar 9). Pemeliharaan kecambah berupa penyiraman, selain itu juga tetap dilakukan pengawasan apakah tumbuh jamur atau tidak. Apabila tumbuh jamur maka harus dilakukan penyemprotan fungisida. Hal ini dikarenakan pada awal perkecambahan potensi tumbuhnya jamur sangat tinggi, sehingga kelembaban media juga harus diperhatikan. Penyiraman dilakukan pada pagi hari setiap harinya dengan menggunakan sprayer halus untuk menjaga agar kecambah tidak rusak terkena semprotan air mengingat ukurannya sangat kecil. Pemeliharaan yang dilakukan dimaksudkan untuk menjaga Gambar 9. Benih mulai berkecambah 45
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
benih yang sudah ditabur agar tidak mengalami kerusakan bahkan kematian. F. Penyapihan dan penyemaian Kegiatan terakhir dalam pembibitan binuang adalah penyapihan dan penyemaian bibit. 1. Penyapihan Penyapihan adalah kegiatan pemindahan kecambah dari bak tabur ke pot (polybag/ polytube/ pot rays). Penyapihan dilakukan apabila kecambah telah mencapai umur dan ukuran tertentu serta akar lateralnya belum berkembang (Departemen Kehutanan, 2003). Penyapihan biasa dilakukan saat kecambah sudah memiliki dua pasang daun (Gambar 10). Waktu yang diperlukan kecambah/
bibit
binuang
hingga
menghasilkan 2 atau 3 pasang daun sekitar 1,5 sampai 2 bulan (Yudohartono, 2012).
Gambar 10. Kecambah binuang siap disapih
Penyapihan tidak dilakukan langsung menggunakan tangan tetapi menggunakan alat bantu berupa pinset. Penggunaan pinset dimaksudkan untuk meminimalkan kerusakan akar dan juga kecambah lain disekitarnya yang belum siap untuk disapih. Sebelum kecambah dicabut, dibuat terlebih dahulu semacam lubang tanam kecil berukuran sekitar 1-1,5 cm untuk memudahkan penempatan kecambah ke dalam media sapih. Penyapihan biasa dilakukan pada pagi atau sore hari karena suhu lingkungan tidak terlalu tinggi. Akan tetapi sebelum penyapihan dilakukan, media penyapihan harus dipersiapkan terlebih dahulu yaitu berupa polybag dan tanah. Syarat bahan media yang baik harus mempunyai sifat-sifat (Departemen Kehutanan, 2003): 1. Cukup porous sehingga aerasi dan drainase baik. 2. Dapat menahan atau mengikat air cukup tinggi. 3. Cukup kuat dan rapat untuk menahan benih, kecambah, stek, atau semai selama proses perakaran. 4. Bobotnya ringan untuk memudahkan dalam transportasi bibit. 5. Tingkat nilai keasaman media (pH) mendekati normal (tergantung jenis). 6. Bebas dari benih tanaman pengganggu atau gulma dan bahan lain yang berbahaya. 7. Relatif mengandung unsur hara yang seimbang. 8. Mudah diperoleh sesuai keperluan.
46
Budidaya Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) untuk Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rizki Ary Fambayun
2. Penyemaian Bibit yang sudah disapih ditempatkan pada bedeng sapih di persemaian (Gambar 11). Pada bedeng sapih terlebih dahulu harus dipasang sungkup dan sarlon (Gambar 12).
Gambar 11. Bibit sapihan di bedeng sapih
Gambar 12. Sungkup dan sarlon di bedeng sapih
Pemasangan sungkup dan sarlon ditujukan untuk menjaga kondisi kelembaban awal lingkungan bibit, sampai bibit siap untuk diangkut ke lokasi penanaman. Bibit pada awal pertumbuhan masih membutuhkan pengaturan suhu yang sesuai agar tidak banyak mengalami kematian karena langsung terkena sinar matahari. G. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiraman, penanggulangan hama dan penyakit, dan pembuatan naungan. 1. Penyiraman Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Faktor yang mempengaruhi penyiraman (Departemen Kehutanan, 2003) adalah: 1. Jenis tanaman 2. Ukuran semai 3. Volume pot/ polybag yang digunakan 4. Jenis media yang digunakan 5. Tingkat kesuburan media 6. Keadaan iklim (suhu) setempat Pada saat kecambah binuang baru saja disapih, penyiraman harus dilakukan secara hati-hati karena kondisi bibit belum terlalu kuat dan ukurannya masih relatif kecil (Gambar 13). Penyiraman pada awal-awal penyapihan bisa dilakukan dengan menggunakan sprayer agar tidak merusak bibit.
47
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
2. Penanggulangan hama dan penyakit Penanggulangan hama dan penyakit sebaiknya dilakukan sebelum terjadi serangan. Pengaturan suhu dan kondisi iklim yang tepat akan memberikan efek yang baik terhadap kondisi bibit yang otomatis akan mencegah timbulnya hama dan penyakit. Namun untuk bibit binuang, tidak ditemui adanya serangan hama dan penyakit pada saat bibit selesai disapih, hanya penyiangan terhadap beberapa tanaman pengganggu yang perlu dilakukan (Gambar 14). Apabila terjadi serangan hama dan penyakit, penggunaan fungisida dan insektisida diperlukan untuk menekan serangan yang terjadi. 3. Pembukaan naungan
Gambar 13. Penyiraman bibit binuang
Pembukaan naungan dilakukan saat bibit berusia 1,5 bulan dari penyapihan (Gambar 15). Pembukaan naungan dimaksudkan untuk memperkuat batang agar siap untuk ditanam di lapangan. Pembukaan naungan dilakukan secara bertahap dimulai dari pembukaan paranet, pembukaan separo plastik sungkup hingga pembukaan semua naungan baik plastik sungkup maupun paranet (Yudohartono, 2013). Tujuan pengaturan naungan (Departemen Kehutanan, 2003) adalah: 1. Untuk menghindari munculnya jamur. 2. Untuk mendapatkan proses lignifikasi batang agar bibit jadi kokoh. 3. Untuk menguatkan daun. 4. Untuk melatih bibit berada pada kondisi terbuka
Gambar 14. Penyiangan bibit binuang
sehingga tahan panas sinar matahari langsung saat penanaman. 5. Untuk jenis tanaman cepat tumbuh, naungan perlu dibuka agar terjadi proses lignifikasi saat bibit berumur 2 bulan sampai siap tanam. Bibit binuang siap tanam di lapangan apabila batangnya sudah berkayu dengan tinggi 40-50 cm (Gambar 16 dan 17).
48
Budidaya Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) untuk Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rizki Ary Fambayun
Gambar 15. Bibit Binuang yang naungannya telah dibuka
Gambar 16. Bibit binuang siap tanam
Gambar 17. Bibit binuang sudah berkayu
IV. PENUTUP Penguasaan budidaya tanaman binuang dalam hal aspek perbenihan dan pembibitan di persemaian sangat penting dalam mendukung ketersediaan bibit untuk kegiatan penanaman. Pengelolaan yang baik mulai dari pemilihan pohon induk, penanganan benih, pengecambahan, pembibitan di persemaian hingga bibit siap tanam harus dilakukan untuk mendapatkan bibit yang baik.
49
Informasi Teknis Vol. 12 No. 2, September 2014, 39-50
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada bapak Tri Pamungkas Yudohartono, S.Hut, M.Sc sebagai penanggungjawab kegiatan penelitian Populasi Dasar Untuk Kayu Pulp atas koreksi dan masukannya. Bapak Diro Eko Pramono dan Hadi atas dukungannya pada saat perkecambahan dan penyemaian bibit binuang. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Gelam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., Prawira, S.A. 1992. Indonesian Wood Atlas Volume II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Surip dan Sumaryana. 2012. Teknik Pembuatan Bibit Jabon Putih (Anthocepalus cadamba) sebagai Materi Pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi Pertama (F-1). Info Teknis Volume 9 No 1. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Yudohartono, T.P. 2012. Koleksi Materi Genetik Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) di Pasaman, Sumatera Barat dan Penanganannya. Wana Benih Volume 13 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yogyakarta.
50