ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST)
1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing ketat dalam menghadapi arus pasar bebas. Oleh karenanya diperlukan pembangunan yang menitikberatkan pada kualitas manusia sebagai sumber daya yang tak lain merupakan objek dari pembangunan tersebut. Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar mampu memiliki lebih banyak pilihan, khususnya dalam tiga dimensi yakni pendapatan, kesehatan dan pendidikan. United Nation Development Program (UNDP) telah merangkum satu indeks tunggal yang mampu mengukur ketiga dimensi tersebut yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran pembangunan manusia. Indeks tersebut merupakan indikator keberhasilan pembangunan manusia yang telah distandarkan secara internasional dan khusus untuk Indonesia telah disajikan sampai level kabupaten mulai tahun 2001. Sebagai indikator pembangunan, IPM mempunyai arti dan fungsi yang sangat luas, diantaranya : 1) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang mengukur kualitas hidup manusia. IPM dibangun melalui pendekatan 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. 2)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam
upaya
pembangunan
kualitas
hidup
manusia
(masyarakat/penduduk). 3) IPM digunakan sebagai salah satu ukuran kinerja daerah, khususnya dalam hal evaluasi proses pembangunan sumber daya manusianya.
1
4) IPM menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. 5) Secara berkala, data IPM digunakan sebagai salah satu indikator dalam penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU). 6) IPM harus digunakan dengan hati-hati, meskipun indeks-indeks tersebut memberikan petunjuk umum tentang kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas pembangunan manusia. Indeks tersebut masih perlu dilengkapi dengan informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif yang harus dimiliki oleh pemerintah daerah. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penghitungan IPM meliputi tiga aspek kehidupan yang berfokus pada peningkatan kualitas penduduk sebagai subjek pembangunan nasional. Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut : 1. Fisik Dari aspek fisik bertujuan untuk mengetahui kesehatan penduduk yang diukur dengan angka harapan hidup. 2. Mental Dari aspek mental bertujuan untuk mengetahui pendidikan penduduk yang diukur dengan angka melek huruf penduduk usia 10 tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah. 3. Kesejahteraan Ekonomi Dari aspek kesejahteraan ekonomi bertujuan untuk mengetahui daya beli penduduk yang diukur dengan paritas daya beli (purchasing power parity). Sebagai sebuah indikator, penghitungan IPM bertujuan pula untuk alat evaluasi sekaligus dasar perencanaan pembangunan. Di era otonomi daerah, perencanaan pembangunan sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Daerah, termasuk diantaranya adalah peningkatan pembangunan manusia. Melalui analisis IPM Kota Jakarta Selatan ini, diharapkan dapat digunakan untuk : (a) Sebagai indikator awal untuk memahami bahwa pembangunan manusia mempunyai cakupan yang luas. Apa yang diungkapkan oleh IPM sesungguhnya 2
memiliki
kaitan
implisit
dengan
persoalan
kemiskinan,
pengangguran,
keterbelakangan, gizi anak, kesetaraan gender, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, upaya peningkatan IPM bukan hanya berfokus pada tiga aspek semata, tetapi harus melalui perencanaan yang komprehensif. (b) Angka IPM melalui tiga komponennya memberikan indikasi tingkat ketertinggalan (shortfall) atas pembangunan manusia, apakah di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonominya. Berdasarkan hal itu dapat digunakan untuk menyusun prioritas dan penciptaan kondisi yang lebih baik untuk mengejar ketertinggalan tersebut. (c) Melalui besaran IPM, dapat disusun penggolongan daerah menurut kualitas pembangunan manusianya. Dengan demikian, dapat digunakan untuk memetakan posisi suatu daerah dibanding daerah lain. 1.3 Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia utamanya data Susenas disamping Sensus Penduduk (SP2000) dan SUPAS 2005. Untuk IPM 2014, data yang digunakan meliputi Susenas Kor Juli 2014, Susenas Panel Maret 2014, dan IHK 2014. Susenas Kor Juli 2014 digunakan untuk menghitung indikator Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS). Untuk Angka Harapan Hidup (e0) dihitung menggunakan modelling berdasarkan data SP2000, SUPAS 2005, dan Susenas 2014. Sedangkan Susenas Panel Maret 2013 digunakan untuk menghitung daya beli yang didasarkan pada 27 komoditi. Indeks Harga Konsumen (IHK) 2014 digunakan untuk men-deflate harga implisit dari 27 komoditi pada Susenas Panel Maret 2014 untuk memperoleh harga pada kondisi bulan Juni tahun 2014.
1.4 Ruang Lingkup Mengingat luasnya pembahasan mengenai pembangunan manusia, maka analisis mengenai IPM Kabupaten Mukomuko ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai berikut : 3
(1) Analisis dibatasi pada data tahun 2014 dengan memperbandingkan perkembangan tahun 2013. (2) Fokus analisis adalah pada tiga komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (e0), Angka Melek Huruf (AMH), dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS), serta Paritas Daya Beli.
1.5 Analisis Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Selama lima tahun terakhir, kondisi pembangunan manusia di Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan menunjukkan adanya peningkatan sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan IPM wilayah ini. Bila pada tahun 2010 IPM Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan tercatat sebesar 80,26 maka pada tahun 2011 meningkat menjadi 81,22. Pada tahun 2012 IPM kembali meningkat menjadi 81,72, tahun 2013 menjadi 82,72 dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 82,94. Gambar 3.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun 2010-2014 83,50 83,00 82,72
82,50
82,94
82,00 81,72
81,50 81,22
81,00 80,50 80,00
80,26
79,50 79,00 78,50 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2015
4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Dikarenakan IPM merupakan indeks komposit yang terdiri dari gabungan beberapa indikator, maka untuk mengetahui keberhasilan pembangunan seyogyanya ditelaah perkembangan tiap indikator yang membentuk tersebut.
1.6 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup (AHH) adalah angka perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk di bidang kesehatan. AHH Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Gambar di bawah menunjukkan perkembangan AHH selama 5 tahun terakhir dari 73.72 pada 2010 dan berturut-turut meningkat menjadi 73.76 (2011), 73.78 (2012), 73.80 (2013) dan pada tahun 2014 mencapai 73.81. Gambar 3.2. Angka Harapan Hidup di Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun 20102014 73,82 73,80
73,80
73,78
73,81
73,78
73,76
73,76
73,74 73,72
73,72
73,70 73,68 73,66 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2015 5
1.7 Rata-rata Lama Sekolah – RLS (Mean Years of Schooling – MYS) dan Angka Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling – EYS) Rata-rata Lama Sekolah – RLS (Mean Years of Schooling – MYS) dan Angka Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling – EYS) merupakan komponen indikator pendidikan yang merepresentasikan dimensi pengetahuan dalam IPM. MYS didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. Sementara EYS didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah (EYS) ini dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. EYS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Rata-rata Lama Sekolah (MYS) di Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan meningkat dari 10.68 pada tahun 2010 menjadi 10.81 pada tahun 2011 dan 10.86 pada 2012. Lalu meningkat menjadi 10.95 pada tahun 2013. MYS tersebut meningkat lagi menjadi 10.97 pada 2014.
6
Gambar 3.3. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) di Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun 20102014 11,00 10,95 10,90 10,85 10,80 10,75 10,70 10,65 10,60 10,55 10,50
10,97 10,95 10,86 10,81 10,68
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2014 Komponen Angka Harapan Lama Sekolah (EYS) juga menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 hingga 2014. Angka harapan lama sekolah berkisar pada angka 11 hingga 13.09 tahun yang berarti bahwa harapan lama sekolah yang ditempuh penduduk Jakarta Selatan adalah setara Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Akademik. Gambar 3.4. Rata-rata Lama Sekolah di Wilayah Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun 20102014 13,50 13,00
12,96
13,09
12,50 12,26 12,00
12,31
11,92
11,50 11,00 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2014
7
1.8 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity). Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas, dihitung dari level propinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat rill/konstan dengan tahun dasar 2012 = 100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan. Metode penghitungan paritas daya beli menggunakan Metode Rao. Paritas daya beli Kota Jakarta Selatan mengalami peningkatan dari 19.804 ribu rupiah pada tahun 2010, berturut-turut meningkat menjadi 20.744 ribu rupiah (2011), 21.628 ribu rupiah (2012), 22.067 ribu rupiah (2013) dan pada tahun 2014 menjadi 22.208 ribu rupiah. Gambar 3.5. Paritas Daya Beli (PPP) di Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 20102014 22.500 22.000
22.067
PPP (Ribuan)
21.500
22.208
21.628
21.000 20.744
20.500 20.000 19.500
19.804
19.000 18.500 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2014 Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa IPM merupakan tingkat kesenjangan antara apa yang sudah dicapai oleh suatu daerah dengan kondisi ideal (IPM = 100). Artinya bila IPM Kota Jakarta Selatan berada pada nilai 82,94 masih mengalami kesenjangan 17,06 poin lagi untuk mencapai kondisi ideal. Untuk diketahui, bahwa berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh UNDP, tingkat pencapaian IPM dikatagorikan dengan standar sebagai berikut : - Sangat tinggi : IPM 80,00 atau lebih 8
- Tinggi : IPM antara 70 - 80 - Sedang : IPM antara 60 - 70 - Rendah : IPM kurang dari 60 Atas dasar kriteria tersebut, maka IPM Kota Jakarta Selatan pada tahun 2014 ini termasuk dalam katagori sangat tinggi. Provinsi di Indonesia belum ada yang masuk kategori sangat tinggi. Berdasarkan peringkat IPM kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, peringkat IPM Kota Jakarta Selatan berada pada urutan 1 sejak 2010 hingga 2014.
9