ANALISIS INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SISWA SMA NEGERI DI KOTA TANGERANG SELATAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
AHMAD RIZA MAULANA NIM: 1110016200020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
ABSTRAK Ahmad Riza Maulana (NIM: 1110016200020). Analisis Instrumen Ujian Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari instrumen ujian praktik kimia siswa di SMAN Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan di SMAN se-Kota Tangerang Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dokumen penilaian ujian praktik dilakukan dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar analisis instrumen ujian praktik kimia. Data hasil instrumen observasi dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan pada 12 SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa terdapat 83,30% atau sepuluh SMA Negeri yang memiliki dokumen penilaian ujian praktik kimia. Kualitas instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015 dilihat dari aspek materi adalah sebesar 90,42% dengan kategori sangat baik, lalu pada aspek konstruksi adalah sebesar 74,17% dengan kategori baik, sedangkan pada aspek bahasa/budaya adalah sebesar 84,66% dengan kategori sangat baik. Indikator yang memiliki persentase terendah dalam aspek materi adalah kesesuaian materi dengan kompetensi yang disyaratkan, yaitu sebesar 60,00% dengan kategori baik. Lalu indikator yang memiliki persentase terendah dalam aspek konstruksi adalah ketersediaan pedoman penskoran yang baik, yaitu sebesar 50,00% dengan kategori cukup. Sedangkan indikator yang memiliki persentase terendah dalam aspek bahasa/budaya adalah penggunaan bahasa Indonesia yang baku, yaitu sebesar 42,50% dengan kategori cukup. Kata Kunci: Instrumen Ujian Praktik, Praktik Kimia, Analisis Kualitatif Instrumen.
iv
ABSTRACT Ahmad Riza Maulana (NIM: 1110016200020). An Analysis of Instrument of Chemical Practice Exam in South Tangerang City Public Senior High Schools . This study aims to determine the quality of instrument of chemical practice exam in South Tangerang City Public Senior High Schools, academic year 2014/2015. This research was conducted in all South Tangerang City Senior High Schools. The method used was descriptive research method. The document sample collection of this study used purposive sampling technique. The instrument that is used in this study was the analysis sheet of chemical instrument practice exam. The observation results of the instrument were analyzed in a qualitative. The result of this study showed there were 83,30% or ten senior high schools which have the assesment instrument of chemical practice exam documents. Then the quality of the instrument of chemical practice exam document can be seen from the material aspect is 90,42% or classified as very good categories, then on the construction aspects is 74,17% or classified as good categories, whereas the language/culture aspects is 84,66% or classified as very good categories. Then the indicator that has the lowest percentage in the material aspects is the suitability of the material with the required competencies that is 60,00% or classified as good categories. Then the indicator that has the lowest percentage in the constructions aspect is the availability of good scoring guidelines that is 50,00% or classified as enough categories. Whereas the indicator that has the lowest percentage in the language/culture aspect is the use of standard Indonesian that is 42,50% or classified as enough categories. Key Words:Instruments of Practice Exam, Practice Exam of Chemistry Qualitative Instruments Analysis.
v
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, karunia, dan kesehatan lahir dan batin, serta hidayah-Nya kepada penulis selama menjalani kegiatan penelitian dan penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Instrumen Ujian Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kepada kita umatnya semoga kita mendapat syafaatnya di hari kiamat nanti. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebuah karya sederhana ini tentunya tidak akan mampu peneliti selesaikan tanpa sokongan dan dukungan yang berarti dari tangan-tangan Allah yang senantiasa memberikan doronganm, rasa optimis, semangat, dan kemudahankemudahan yang dibentangkan sehingga peneliti mampu melewatinya. Oleh karena itu, pada ruang yang terbatas ini peneliti menghaturkan terima kasih yang tak terbatas kepada:
1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Burhanudin Milama, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan pembimbing akademik, yang telah memberikan saran dan bimbingan vi
sehingga penulis dapat melaksanakan perkuliahan dan menyelesaikan skripsi dengan baik. 4.
Tonih Feronika, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
5.
Salamah Agung, Ph.D, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6.
Ibunda dan ayahanda tercinta, yang selalu memberikan dukungan, semangat serta doa yang tulus tiada pernah henti.
7.
Kepala sekolah dan guru kimia di SMA Negeri se-kota Tangerang Selatan yang telah membantu dalam proses pengumpulan data skripsi.
8.
Arif Soleh, S.Pd., M.Iskandar Fauzi, S.Pd., dan Sarah Hanifa Purnomo, S.Pd. yang telah bersedia menjadi pengamat dalam menganalisa dokumen ujian praktik kimia.
9.
Iwan Setiawan, S.Pd dan Ayu Kurnia, S.Pd, selaku laboran Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah membagi ilmu dan pengalaman yang berharga selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Keluarga besar Pendidikan Kimia angkatan 2010, terimakasih atas kerja sama dan dukungan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Pendidikan Kimia. 11. Keluarga besar asisten Laboratorium Kimia dan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, terima kasih atas segala perhatian dan dukungan selama penulis bergabung di keluarga ini. 12. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam meyelesaikan skripsi ini. Atas segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang dapat menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik.
vii
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT melimpahkan ilmu, berkah, hidayah dan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta,
Januari 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .........................................................ii SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................................iii ABSTRAK ................................................................................................................iv KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi DAFTAR ISI .............................................................................................................ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xiii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah................................................................................1 B. Identifikasi Masalah ......................................................................................5 C. Pembatasan Masalah .....................................................................................5 D. Rumusan Masalah .........................................................................................5 E. Tujuan Penelitian ..........................................................................................6 F. Manfaat Penelitian ........................................................................................6 BAB II KAJIAN TEORITIK ..................................................................................7 A. Konsep Dasar Evaluasi .................................................................................7 1. Pengertian Penilaian, Pengukuran, Tes, dan Evaluasi ............................7 2. Perbedaan Antara Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi .................14 B. Penilaian KTSP .............................................................................................16 1. Karakteristik Penilaian KTSP .................................................................16 2. Aspek Penilaian KTSP ............................................................................17 C. Penilaian Kinerja ...........................................................................................21 1. Pengertian Penilaian Kinerja ...................................................................21 2. Langkah-langkah dalam Penilaian Kinerja .............................................22 3. Rambu-rambu dalam Penyusunan Penilaian Kinerja..............................23 4. Instrumen Penilaian Kinerja....................................................................24
ix
5. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Kinerja ........................................26 D. Analisis Kualitas Instrumen Ujian Praktik....................................................27 E. Hasil Penelitian yang Relevan ......................................................................29 F. Kerangka Berpikir .........................................................................................31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................33 A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................33 B. Metode Penelitian .........................................................................................33 C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................33 1. Populasi ..................................................................................................33 2. Sampel.....................................................................................................34 D. Instrumen Penelitian .....................................................................................34 E. Uji Kelayakan Instrumen ..............................................................................35 F. Prosedur Penelitian .......................................................................................35 G. Teknik Analisis Data .....................................................................................36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................39 A. Hasil Penelitian .............................................................................................39 B. Pembahasan ...................................................................................................41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................72 A. Kesimpulan ...................................................................................................72 B. Saran .............................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................74 LAMPIRAN ..............................................................................................................78
x
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Contoh Format Penilaian Pidato Dengan Menggunakan Daftar Cek .................................................................................................................25 Tabel 2.2 Contoh Format Penilaian Pidato Menggunakan Skala Penilaian ...........25 Tabel 3.1 Daftar Sekolah Sebagai Subjek Penelitian ..............................................34 Tabel 3.2 Format Lembar Analisis Instrumen Ujian Praktik ..................................35 Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi Skor .........................................................................37 Tabel 3.4 Format Tabel Kontingensi Kesepakatan .................................................38 Tabel 4.1 Data Ketersediaan Dokumen Instrumen Ujian Praktik Kimia SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan ..........................................................39 Tabel 4.2 Data Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Kimia ...................................40 Tabel 4.3 Persentase Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik di Kota Tangerang Selatan .....................................................................................................41 Tabel 4.4 Koefisien Kesepakatan (KK) Antar Pengamat Dalam Menganalisis Instrumen Ujian Praktik ..........................................................................41 Tabel 4.5 Hasil Observasi
Instrumen
Ujian Praktik Kimia pada Aspek
Materi ......................................................................................................44 Tabel 4.6 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Indikator Kesesuaian Materi dengan UKRK ..........................................................48 Tabel 4.7 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada Aspek Konstruksi ....................................................................................52 Tabel 4.8 Hasil Observasi pada Indikator Ketersediaan Petunjuk yang Jelas Tentang Cara Pengerjaan Tugas Ujian Praktik .......................................54 Tabel 4.9 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada Aspek Bahasa/budaya .............................................................................64
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1
Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik ................................43
Gambar 4.2
Petunjuk Pelaporan di Dokumen SMAN B .....................................55
Gambar 4.3
Petunjuk Persiapan di Dokumen SMAN E ......................................55
Gambar 4.4
Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN A .......................56
Gambar 4.5
Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN F ........................57
Gambar 4.6
Petunjuk Pelaporan Ujian Praktik di Instrumen SMAN G ..............58
Gambar 4.7
Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN H .............59
Gambar 4.8
Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN A .............60
Gambar 4.9
Pedoman Penskoran Ujian Praktik Instrumen SMAN C .................61
Gambar 4.10
Salah Satu Gambar yang Tertera Dalam Dokumen G .....................63
Gambar 4.11
Potongan Kalimat yang Sulit Dipahami Dalam Dokumen SMAN C ..........................................................................................65
Gambar 4.12
Potongan Dokumen SMAN D .........................................................66
Gambar 4.13
Terdapat Kata-kata yang Tidak Baku Dalam Dokumen SMAN D .......................................................................................................68
Gambar 4.14
Potongan Dokumen SMAN E ..........................................................69
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik .....................78
Lampiran 2
Rubrik Penilaian Ujian Praktik ...........................................................80
Lampiran 3
Rekap Data Hasil Observasi ...............................................................84
Lampiran 4
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN A..................................................................................86
Lampiran 5
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN B ..................................................................................87
Lampiran 6
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN C .................................................................................88
Lampiran 7
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN D..................................................................................89
Lampiran 8
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN E ..................................................................................90
Lampiran 9
Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN F ..................................................................................91
Lampiran 10 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN G..................................................................................92 Lampiran 11 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN H..................................................................................93 Lampiran 12 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN I ...................................................................................94 Lampiran 13 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik Kimia SMAN J ...................................................................................95 Lampiran 14 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN A ................96 Lampiran 15 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN B ................98 Lampiran 16 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN C ................100 Lampiran 17 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN D ................102 Lampiran 18 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN E ................104 Lampiran 19 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN F.................106
xiii
Lampiran 20 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN G ................108 Lampiran 21 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN H ................110 Lampiran 22 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN I .................112 Lampiran 23 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN J .................114 Lampiran 24 Hasil Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia .................................116 Lampiran 25 Lembar Validitas Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia......................................................................................121 Lampiran 26 Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia .............................................134 Lampiran 27 Lembar Uji Referensi ...........................................................................168 Lampiran 28 Surat-surat .............................................................................................181
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang baik yaitu memiliki serta mampu mewujudkan tujuantujuan dari pendidikan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan di Indonesia secara nasional yang hendak dicapai adalah “untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1 Tujuan nasional pendidikan tersebut masih terlalu umum bagi guru. Hal ini dapat menyebabkan guru kesulitan dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas, menyusun penilaian yang tepat dan mengevaluasi kemampuan peserta didik secara tepat.2 Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tujuan nasional tersebut dirumuskan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang terbagi ke dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pemerintah dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 menetapkan bahwa “Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang…”.3 Artinya penilaian yang dilakukan seharusnya tidak hanya mencakup penilaian kognitif saja, akan tetapi juga penilaian afektif dan psikomotor. Penilaian afektif dapat menggunakan instrumen sikap, minat, nilai, moral, dan konsep diri.4 Sementara itu penilaian psikomotor dapat menggunakan penilaian unjuk kerja.5
1
Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 5. 2 Lorin W. Anderson, dkk, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 24. 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3. 4 Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h. 196-197. 5 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 185.
1
2
Akan tetapi faktanya penilaian aspek kognitif lebih mendominasi kegiatan penilaian. Bahkan soal Ujian Nasional (UN) dalam mata pelajaran kimia lebih banyak menekankan kemampuan memahami dan mengaplikasi soal.6 Kelemahan
tersebut
mengakibatkan
kegiatan
praktikum
dalam
proses
pembelajaran jarang dilakukan, dan juga pengalaman peserta didik dalam kegiatan praktikum tidak diujikan di UN. Padahal, kegiatan praktikum merupakan metode yang paling tepat dalam pembelajaran kimia sebagai salah satu bagian dari ilmu sains yang berasal dari hal-hal yang bersifat fakta.7 Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari sains erat kaitannya dengan dua hal, yaitu kimia sebagai produk temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses, sehingga pembelajaran dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia baik sebagai proses maupun produk.8 Oleh karena itu, pembelajaran dan penilaian hasil belajar kimia harus menggunakan metode yang tidak hanya melibatkan pengetahuan fakta, konsep dan teori, akan tetapi juga kimia sebagai sebuah proses kerja ilmiah yang melibatkan kemampuan psikomotor peserta didik. Ujian praktik adalah salah bentuk penilaian psikomotor peserta didik yang dilakukan di akhir jenjang SMA (kelas XII). Kegiatan ujian praktik ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab guru dalam menerapkan penilaian pada aspek keterampilan peserta didik. Akan tetapi, kegiatan ini dipandang sebelah mata oleh guru dan peserta didik serta dianggap tidak memiliki kedudukan yang sama penting dengan ujian tertulis atau UN. Sebagai informasi, pada tahun ajaran 2014/2015 pemerintah melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 2015 menyatakan bahwa “Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah: (a) menyelesaikan
6
seluruh
program
pembelajaran;
(b)
memperoleh
nilai
Suryanika Ramadani, “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan, h. 56. 7 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 104. 8 Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 177.
3
sikap/perilaku minimal baik; dan (c) lulus Ujian S/M/PK”.9 Sedangkan dalam Permendikbud
tersebut
juga
dijelaskan
bahwa
“Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan selanjutnya disebut Ujian S/M/PK adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/penyelenggara program pendidikan kesetaraan untuk semua mata pelajaran.”10 Artinya, seluruh kompetensi peserta didik di semua mata pelajaran diukur dan dinilai dengan menggunakan ujian sekolah. Untuk kompetensi keterampilan atau psikomotor, dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 dijelaskan bahwa “Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, …”11 Ini berarti ujian praktik harus dilakukan beriringan dengan ujian tertulis yang tergabung sebagai ujian sekolah. Oleh karena itu, ujian praktik memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan ujian tertulis yang notabene ditujukan untuk mengukur kompetensi pengetahuan peserta didik karena kedua ujian tersebut secara tidak langsung menjadi syarat kelulusan peserta didik di tahun ajaran 2014/2015. Ujian praktik sebagai bagian dari penilaian membutuhkan alat ukur atau instrumen yang mampu menilai peserta didik dengan baik. Ujian praktik yang baik tentunya akan memberikan hasil yang akurat jika dalam ujian praktik tersebut guru menggunakan instrumen penilaian yang baik. Oleh karena itu, instrumen penilaian yang digunakan harus memenuhi syarat, yaitu valid dan reliabel.12 Selain itu, instrumen penilaian yang digunakan juga harus memenuhi
9
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK Atau Yang Sederajat, 2015, h. 4. 10 Ibid., h. 3. 11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, op. cit., h. 4. 12 Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 11.
4
tiga aspek utama yang disebutkan dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007, yaitu substansi, konstruksi, dan bahasa.13 Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru diberi kebebasan dalam melakukan penilaian mulai dari perencanaan kriteria penilaian dalam silabus sampai pelaksanaan dan pelaporan hasil penilaian.14 Oleh karena itu, guru diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh dalam menggunakan kemampuannya untuk menyusun instrumen ujian praktik agar disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan di satuan pendidikan yang bersangkutan. Baik buruknya instrumen ujian praktik yang digunakan oleh guru akan mempengaruhi ketepatan kegiatan penilaian ujian praktik. Secara tidak langsung, kemampuan guru dalam membuat instrumen ujian praktik yang baik sangat diperlukan. Akan tetapi, tidak semua guru mampu menyusun instrumen ujian praktik dengan baik. Ujian praktik tergolong sebagai penilaian kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Putra menyatakan bahwa penilaian kinerja baru dikenal secara teori dan konsep oleh sebagian guru, sehingga tidak semua guru mampu mengalihkannya ke dalam prosedur penilaian sehari-hari.15 Putra menambahkan dari 14 sekolah di Kabupaten Karawang, hanya ada lima sekolah yang memiliki penilaian kinerja.16 Hal tersebut mengindikasikan kemampuan guru dalam membuat instrumen penilaian kinerja yang notabene berkaitan dengan instrumen ujian praktik masih tergolong rendah. Uraian
yang
telah
dipaparkan
sebelumnya
menegaskan
bahwa
penggunaan instrumen ujian praktik yang digunakan di sekolah menjadi hal yang penting untuk diperhatikan kualitasnya agar hasil penilaian yang didapatkan akan valid. Mengingat hal tersebut sangat penting, diperlukan suatu penelitian untuk melihat kualitas instrumen ujian praktik kimia yang digunakan oleh guru mata
13
Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3. 14 Ibid., h. 5. 15 Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, h. 52, tidak dipublikasikan. 16 Ibid.
5
pelajaran kimia. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai instrumen ujian praktik dengan judul “Analisis Instrumen Ujian Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di awal, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Ujian praktik sebagai salah satu bentuk penilaian kompetensi keterampilan peserta didik kelas XII SMA membutuhkan instrumen penilaian yang baik. 2. Ujian praktik yang notabene merupakan penilaian kinerja baru dikenal secara
teori
dan
konsep,
sehingga
tidak
semua
guru
mampu
mengimplementasikan penilaian kinerja ke dalam prosedur ujian praktik. 3. Instrumen ujian praktik kimia peserta didik belum terbukti sesuai dengan kriteria yang disyaratkan karena belum ada penelitian mengenai kualitas dari instrumen ujian praktik. C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini diperlukan adanya pembatasan masalah agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pembahasan tidak meluas, maka pembatasan masalah dapat dijelaskan dalam pengertian sebagai berikut: 1. Analisis instrumen Ujian Praktik yang dilakukan meliputi kesesuaian dengan kriteria yang disyaratkan. 2. Kriteria kualitas instrumen yang digunakan adalah berdasarkan Panduan Penulisan Soal dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008. 3. Instrumen Ujian Praktik yang akan dianalisis adalah dokumen Ujian Praktik mata pelajaran kimia kelas XII di SMA Negeri kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan
6
sebagai berikut: “Bagaimana kualitas instrumen Ujian Praktik Kimia di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015”. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas dari instrumen Ujian Praktik Kimia di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan diantaranya: 1. Bagi guru adalah sebagai bahan pertimbangan dan motivasi dalam meningkatkan penilaian menyeluruh terhadap peserta didik. 2. Bagi peneliti lain adalah informasi mengenai penilaian ujian praktik di SMA pada mata pelajaran kimia, sehingga dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian yang relevan.
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Konsep Dasar Evaluasi 1. Pengertian Penilaian, Pengukuran, Tes, dan Evaluasi Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam kegiatan evaluasi pendidikan, yaitu: tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi. Istilah-istilah tersebut memiliki definisi dan konsep yang berbeda satu sama lain, tetapi memiliki hubungan yang sangat erat. a. Tes Secara harfiah, kata tes berasal dari kata dalam bahasa Prancis kuno yaitu testum yang artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.1 Tes merupakan sejumlah tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik untuk mengetahui ketercapaian peserta didik dalam memahami dan menguasai suatu materi yang sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.2 Menurut pengertian di atas, tes merupakan suatu alat untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik. Bisa dipahami bahwa tes merupakan sebuah alat ukur, seperti halnya penggaris dalam mengukur panjang. Arikunto berpendapat bahwa tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur sesuatu dengan cara dan aturan yang telah ditentukan.3 Tes menggunakan cara dan aturan-aturan tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya, misalnya dengan melingkari jawaban, melakukan tugas, atau menjawab secara lisan.4 Tes terutama digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, terutama yang berkaitan dengan penguasaan mata pelajaran yang telah di syaratkan sebelumnya.5 1
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
2
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assessment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
66. h. 3. 3
Arikunto, loc. cit. Ibid. 5 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 35. 4
7
8
Sax di dalam Arifin menyatakan bahwa “a test may be defined as a task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or psychological trails or attributes.”6 Dalam pengertian ini, pengertian tes lebih ditekankan sebagai suatu tugas atau serangkaian tugas. Hasil kualitatif atau kuantitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk memperoleh informasi tertentu terhadap seseorang. Dari pendapat ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa pada hakikatnya tes dalam pembelajaran adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek tertentu. Dalam penjelasan yang lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa pengertian tes adalah sebagai alat ukur. b. Pengukuran Pengukuran atau dalam bahasa Inggris disebut measurement adalah suatu kegiatan memberi ukuran (angka) terhadap suatu objek menurut aturan tertentu.7 Pengukuran juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan angka pada suatu gejala, peristiwa dan benda.8 Menurut Miller, dkk., “Measurement is the assigning of numbers to the results of test or other type of assessment according to a specific rule. The process of obtaining a numerical description of degree to which an individual possesses a particular characteristic.”9 Dalam pengertian lain, Airasian dan Russel menyatakan bahwa “Measurement is the process of quantifying or assigning a number to a performance or trait. Once assessment information is collected, teacher use it to make decision
6
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 2. 7 Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), h. 116. 8 Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 2. 9 M. David Miller, Robert L. Linn, and Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment in Teaching, (New Jersey: Pearson Education, 2009), 10th Ed, p. 28.
9
about
students,
instruction,
or
classroom
climate.”10
Hopkins
menambahkan, “Measurement involves a process by which things are differentiated and described. It is not limited to the use of highly developed and refined instruments.”11 Widoyoko mengartikan pengukuran sebagai penetapan angka tentang kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor menurut aturan tertentu. Pengukuran yang dilakukan dapat menggunakan tes atau tanpa tes yang hasilnya berupa data kuantitatif.12 Menurut Haryati, pengukuran adalah proses pemberian angka terhadap tingkat kemajuan peserta didik dalam hal tertentu. Haryati menambahkan bahwa pengukuran berkaitan erat dengan proses penentuan nilai kuantitatif.13 Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran adalah: 1). Memiliki tujuan pengukuran; 2). Terdapat objek ukur; 3). Memiliki alat ukur; 4). Terdapat proses pengukuran; dan 5). Hasil pengukuran berupa data kuantitatif.14 Pengertian pengukuran di atas dapat dipahami sebagai suatu usaha memberikan angka untuk mendeskripsikan sesuatu. Menurut Sudaryono, pengukuran (measurement) merupakan suatu deskripsi kuantitatif tentang keadaan suatu hal sebagaimana adanya, perilaku yang tampak pada seseorang, atau tentang prestasi yang diberikan oleh seorang siswa. Guilford dalam Sudaryono menambahkan, pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dapat menggunakan non-tes maupun tes. Pengukuran pendidikan dapat berupa pengukuran kuantitatif atau pengukuran kualitatif. Pengukuran kuantitatif yaitu berupa angka, sedangkan pengukuran kualitatif biasanya tidak dinyatakan dengan angka, 10
Peter W. Airasian and Michael K. Russell, Classroom Assessment: Consepts and Application, (New York: McGraw-Hill, 2008), 6th Ed, p. 9-10. 11 Kenneth D. Hopkins, Educational and Psychological Measurement and Evaluation, (USA: Allyn & Bacon), 8th Ed., p. 1. 12 S. Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 3. 13 Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Ciputat: Referensi, 2010), h. 14. 14 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 2.
10
melainkan dengan ukuran kualitas antara lain sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang.15 Pengukuran merupakan suatu tahapan pengumpulan informasi. Tahapan tersebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penilaian pendidikan. Informasi yang dikumpulkan pada umumnya berupa kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif peserta didik.16 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran
dalam
proses
penilaian
merupakan
suatu
tahapan
pengumpulan data tentang kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik baik menggunakan tes maupun non-tes yang hasilnya dapat berupa angka ataupun bukan angka. c. Penilaian Penilaian atau dalam bahasa Inggris disebut assessment adalah suatu proses untuk mendapatkan nilai suatu objek berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.17 Sedangkan dalam pengertian lain, Haryati mengungkapkan bahwa penilaian adalah suatu usaha menerapkan berbagai cara untuk mendapatkan informasi mengenai keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi sebagai jawaban dan pertimbangan untuk prestasi belajar peserta didik.18 Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian memiliki arti sebagai penggunaan berbagai cara untuk mendapatkan informasi kemajuan peserta didik dalam pembelajaran dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan prestasi belajar peserta didik. Menurut Airasian dan Russell, “Assessment is a process of collecting, synthesizing and interpreting information in order to make a
15
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 37-
38. 16
Masnur Muslich, Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 6. 17 Sudjana, op. cit., h. 3. 18 Haryati, op. cit., h. 15.
11
decision.”19 Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian merupakan suatu proses mengumpulkan, mengolah dan menerjemahkan informasi yang berguna untuk membuat suatu keputusan. Sedangkan menurut Gronlund dkk., Assessment is a general term that includes the full range of procedures used to gain information about student learning and the formation of value judgments concerning learning progress. Any of variety procedures used to obtain information about student performance. Includes traditional paper-and-pencil tests as well as extended responses, performances of authentic task, teacher observations, and student self-report.20 Menurut Widoyoko, penilaian adalah suatu kegiatan lanjut dari pengukuran yang berupa penejemahan data hasil suatu pengukuran berdasarkan kriteria dan aturan-aturan tertentu.21 Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian dapat diartikan sebagai pemberian makna atau ketetapan kualitas hasil suatu pengukuran dengan cara membandingkan data hasil pengukuran dengan kriteria atau standar tertentu. Milama dkk. menambahkan penilaian merupakan kegiatan mengukur dan memberikan makna hasil pengukuran dengan membandingkan data pengukuran dengan kriteria yang telah ditetapkan, akan tetapi tidak sampai pada tahap pengambilan keputusan.22 Berdasarkan Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.23 Ormrod menambahkan, assessment atau penilaian adalah proses
19
Peter W. Airasian and Michael K. Russell, op. cit., p. 9. M. David Miller, Robert L. Linn, and Norman E. Gronlund, loc. cit. 21 Widoyoko, op. cit., h. 4. 22 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, loc. cit. 23 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 2. 20
12
mengamati perilaku dan kemampuan peserta didik dan kemudian memberikan kesimpulan tentang kemampuan peserta didik tersebut.24 Penilaian adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik. Dengan kata lain, penilaian (assessment) adalah proses pengambilan keputusan suatu hal dengan predikat baik atau buruk. Penilaian merupakan kegiatan yang dipersiapkan untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam suatu pembelajaran dengan waktu yang telah ditentukan.25 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian dalam pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan pertimbangan tertentu. Tujuan umum diadakannya penilaian adalah untuk:26 1) Mendeskripsikan kemampuan peserta didik sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan peserta didik tersebut dalam mata pelajaran yang ditempuh. 2) Mengetahui tingkat keberhasilan proses pendidikan di sekolah. 3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian apakah harus ada yang diperbaiki dan disempurnakan. 4) Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihakpihak yang berkepentingan. Fungsi penilaian bisa dibedakan menjadi 3, yaitu fungsi penilaian untuk guru, siswa dan untuk sekolah.27 Fungsi penilaian untuk guru adalah untuk: 1) Mengetahui progress belajar peserta didik.
24
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 267. 25 Sudaryono, op. cit., h. 38. 26 Sudjana, op. cit., h. 4. 27 Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 13.
13
2) Mengetahui
posisi
masing-masing
peserta
didik
dalam
kelompoknya. 3) Mengetahui apa yang kurang dalam proses belajar mengajar. 4) Memberikan solusi untuk kekurangan tersebut. 5) Menentukan kelulusan peserta didik. Sedangkan untuk siswa, penilaian berfungsi untuk: 1) Mengetahui sejauh mana kompetensi siswa. 2) Memperbaiki cara mereka belajar. 3) Memberikan motivasi dalam belajar. Yang terakhir adalah untuk sekolah, yang berfungsi untuk: 1) Mengetahui bagaimana kualitas hasil pendidikan. 2) Mengetahui bagaimana kemajuan sekolah. 3) Membuat keputusan untuk para peserta didik. 4) Sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kurikulum. d. Evaluasi Secara singkat, evaluasi merupakan proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar.28 Dalam pengertian lain, evaluasi tidak hanya sekedar kegiatan mengukur ketercapaian suatu tujuan, akan tetapi evaluasi juga digunakan untuk membuat keputusan.29 Selanjutnya Sax dalam Arifin menyatakan bahwa “evaluation is a process through which a value judgement or decision is made from a variety of observation and from the background and training of the evaluator”.30
Pendapat
tersebut
menekankan
evaluasi
dalam
pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan makna) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Evaluasi juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan makna atau menetapkan kualitas berdasarkan 28
Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009),
29
Arikunto, op. cit., h. 3. Arifin, op. cit., h. 5.
h. 3. 30
14
perbandingan hasil pengukuran dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan.31 Artinya, di dalam evaluasi harus ada penetapan kualitas objek yang ingin dievaluasi, dan diharapkan ada interpretasi lebih lanjut terhadap hasil pengukuran yang telah dilakukan. Evaluasi dalam pengertian lain adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi ketercapaian dan tingkat efisiensi pelaksanaan suatu program.32 Pendapat ini menekankan bahwa kegiatan evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur tingkat keberhasilan sesuatu. Evaluasi dalam pengertian ini juga berhubungan dengan keputusan nilai. Dari beberapa rumusan para ahli mengenai evaluasi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam pembelajaran merupakan suatu proses penilaian yang bersifat sistematis dan kontinu, yang diperoleh dari proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi serta menghasilkan data berupa nilai yang kemudian diolah sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk informasi yang dapat digunakan
untuk
mengetahui
kualitas
pendidikan
dalam
upaya
meningkatkan mutu pendidikan. 2. Perbedaan Antara Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi Dalam penerapannya, sering terdapat kerancuan dalam memahami pengukuran, penilaian, tes dan evaluasi. Pada kenyataannya, keempat hal tersebut memang saling kait-mengkait sehingga sulit untuk dibedakan. Tahap awal dari keempat pengertian diatas adalah pengukuran. Pengukuran merupakan langkah pertama dalam menentukan kualitas anak didik. Oleh karena itu, pengukuran bersifat kuantitatif, karena berhubungan dengan angka-angka. Pengukuran sebenarnya bisa dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:33
31
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 3. Haryati, op. cit., h. 15. 33 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 4. 32
15
a. Pengukuran yang tidak dimaksudkan untuk menguji sesuatu, misalnya seorang penjahit mengukur panjang kain untuk dijahit. b. Pengukuran yang dimaksudkan untuk menguji sesuatu, misalnya menguji daya tahan bodi mobil terhadap benturan. c. Pengukuran yang dimaksudkan untuk menilai, dengan cara menguji sesuatu, misalnya mengukur kemajuan belajar peserta didik dengan tes hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, pengukuran tidak bisa digunakan untuk menetapkan apakah seorang siswa sudah menguasai suatu materi atau belum. Diperlukan suatu kriteria untuk menetapkan apakah siswa itu sudah menguasai materi yang dipelajari atau belum. Baik tes maupun pengukuran keduanya terikat dan menjadi bagian istilah evaluasi. Tes merupakan alat yang digunakan sebagai alat pengumpulan data, seperti penilaian hasil belajar. Tes dibuat dan dikembangkan berdasarkan teori pengukuran tertentu dan bertindak hanya sebagai alat ukur, akan tetapi pengukuran tetap hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin dipergunakan dalam kegiatan evaluasi, baik menggunakan tes atau tidak.34 Antara penilaian dengan evaluasi memiliki pengertian yang hampir sama. Keduanya memiliki persamaan dalam hal menilai dan menentukan kualitas tertentu. Akan tetapi, biasanya evaluasi memiliki ruang lingkup yang lebih luas. Ruang lingkup penilaian biasanya hanya berkutat pada salah satu aspek atau komponen saja, sedangkan evaluasi merupakan penilaian program pendidikan secara menyeluruh.35 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan suatu kesatuan. Evaluasi didahului dengan penilaian, sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran merupakan penetapan angka atau skor tentang karakteristik peserta didik menurut aturan, kriteria atau standar tertentu. Penilaian merupakan kegiatan 34 35
Arifin, op. cit., h. 7. Ibid.
16
menafsirkan, memaknai dan mendeskripsikan hasil pengukuran. Sedangkan evaluasi merupakan penetapan kualitas suatu program beserta tindak lanjutnya berdasarkan aspek-aspek hasil penilaian.
B. Penilaian KTSP 1.
Karakteristik Penilaian KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam melakukan
penilaian menerapkan sistem penilaian berkelanjutan.36 Maksud dari berkelanjutan adalah semua indikator yang digunakan diberi nilai. Setelah itu, hasil penilaian tersebut dianalisis untuk menentukan kompetensi yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Sistem penilaian KTSP menjadikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam Standar Isi sebagai fokus perhatian utama.37 Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi mencakup halhal berikut:38 a. Standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu jenjang pendidikan dalam mata ajar tertentu. Hal ini
memiliki
implikasi
yang signifikan dalam perencanaan,
metodologi dan pengolahan penilaian. b. Kompetensi dasar yaitu kemampuan minimal dalam mata ajar tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu jenjang pendidikan. c. Rencana penilaian yaitu jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester yang dirancang dan dikembangkan bersamaan dengan rencana pembelajaran (silabus).
36
Haryati, op. cit., h. 43. Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, (Jakarta : Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008), h. 2. 38 Haryati, op. cit., h. 44. 37
17
d. Proses penilaian yaitu proses pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengolahan proses. e. Proses implementasi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian. f. Pencatatan dan pelaporan yaitu pengolahan sistem penilaian dan pembuatan pelaporan. Keenam komponen tersebut merupakan karakteristik penilaian berbasis kompetensi dasar. Dengan demikian, seorang guru harus mampu menguasai dan melaksanakannya. 2.
Aspek Penilaian KTSP Dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi, penilaian perlu
dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang dipelajari peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari kompetensi yang ingin dicapai, aspek yang perlu dinilai meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor.
Dalam
penilaian
KTSP,
ketiga
aspek
tersebut
harus
diperhitungkan secara seimbang dan proporsional. a. Penilaian Aspek Kognitif Aspek koginitif atau dikenal dengan istilah pengetahuan, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah dipelajari.39 Aspek ini menekankan pada kemampuan berpikir siswa. Menurut Bloom, aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda, keenam tingkatan tersebut yaitu:40 1) Tingkat pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang dalam mengingat kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. 2) Tingkat pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan dengan cara sendiri suatu pengetahuan yang pernah diterimanya.
39
Arikunto, op. cit., h. 33. Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h. 12-13. 40
18
3) Tingkat penerapan (application), yaitu kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan untuk diterapkan ke dalam situasi yang belum pernah dialami. 4) Tingkat
analisis
(analysis),
kemampuan
seseorang
untuk
menguraikan bahan atau keadaan secara rinci menurut bagianbagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. 5) Tingkat sintesis (synthesis), yaitu kemampuan seseorang dalam menjelaskan struktur atau pola dari sesuatu dan mampu menempatkan
bagian-bagian
bersama-sama
menjadi
suatu
keseluruhan, dengan penekanan menciptakan makna baru dari suatu struktur. 6) Tingkat evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimilikinya. Untuk mengukur penguasaan aspek kognitif dapat digunakan tes tertulis, tes lisan, dan portofolio.41 b. Penilaian Aspek Afektif Berkenaan dengan aspek afektif, ada dua hal yang harus dinilai. Pertama kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkat pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi. Kedua, sikap dan minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran. Berdasarkan taksonomi Bloom, ranah afektif tersusun atas lima tingkatan kecakapan dimulai dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu antara lain: 42
41 42
Arifin, op. cit., h. 185. Ibid., h. 22-23.
19
1) Penerimaan (Receiving), yaitu merupakan jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. 2) Tanggapan (Responding), yaitu merupakan jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk tidak hanya peka pada satu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap beberapa cara. 3) Penanaman Nilai (Valuing), yaitu merupakan jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk menilai suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu secara konsisten. 4) Pengorganisasian Nilai (Organization), yaitu merupakan jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, dan membentuk suatu sistem nilai. Untuk
mengevaluasi
ranah
afektif
siswa,
guru
dapat
menggunakan instrumen evaluasi pembelajaran non tes.43 Instrumen penilaian afektif dapat berupa kuesioner atau lembar hasil observasi. Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, nilai, moral, dan konsep diri.44 Beberapa jenis skala sikap dapat digunakan untuk mengukur aspek afektif, antara lain skala Likert, skala Thrustone, dan skala perbedaan semantik untuk mengetahui sikap terhadap mata pelajaran ataupun suatu kegiatan. Sedangkan skala Bogardus digunakan untuk mengetahui sikap sosial peserta didik, dan skala Chapin digunakan untuk mengetahui tingkat keterlibatan peserta didik dalam organisasi.45 c. Penilaian Aspek Psikomotor Aspek psikomotor merupakan aspek yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Mata ajar yang termasuk 43
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 195. 44 Hariyanto, op. cit., h. 196-197. 45 Arifin, op. cit., h. 186.
20
kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada keterampilan-keterampilan fisik. Keterampilan tersebut merujuk pada tingkat keahlian peserta didik dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. Hasil belajar psikomotor menurut Dave dapat dibedakan menjadi lima tingkatan, yaitu:46 1) Tingkat imitasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. 2) Tingkat manipulasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya, tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. 3) Tingkat presisi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang presisi. 4) Tingkat
artikulasi,
yaitu
kemampuan
melakukan
kegiatan
kompleks dan ketepatan sehingga produk kerjanya utuh. 5) Tingkat naturalisasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan secara refleks. Menurut Leighbody dalam Haryati, hal-hal yang dapat dinilai dalam penilaian psikomotor adalah:47 1) Kemampuan peserta didik menggunakan alat dan sikap kerja. 2) Kemampuan peserta didik menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan. 3) Kecepatan peserta didik dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. 4) Kemampuan peserta didik dalam membaca gambar atau simbol. 5) Keserasian bentuk dengan yang diharapkan atau ukuran yang telah ditentukan. 46 47
Haryati, op. cit., h. 26. Ibid.
21
Instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur aspek psikomotor adalah penilaian kinerja, yang meliputi:48 1) Tes paper and pencil. Tes ini memiliki bentuk yang mirip dengan tes tertulis, akan tetapi memiliki sasaran yang berbeda, yaitu kemampuan peserta didik dalam menampilkan suatu karya misalnya desain alat dsb. 2) Tes
identifikasi.
Tes
ini
ditunjukkan
untuk
mengetahui
kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu, misalkan menemukan bagian yang rusak dari suatu alat. 3) Tes simulasi. Tes ini dilakukan jika sekolah memiliki keterbatasan dalam penggunaan alat peraga, sehingga kemampuan peserta didik tetap dapat dinilai. 4) Tes kinerja. Tes ini merupakan tes dengan menggunakan alat yang sesungguhnya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat tersebut. C. Penilaian Kinerja 1. Pengertian Penilaian Kinerja Penilaian Kinerja atau performance assessment adalah penilaian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan belajar peserta didik.49 Menurut pendapat lain, penilaian kinerja adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas peserta didik dalam mengaplikasikan
pengetahuan
dan
keterampilan
berdasarkan
tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, serta berfokus pada penilaian secara langsung.50 Sementara menurut Majid, penilaian kinerja adalah suatu penilaian dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam serta keterampilan dalam berbagai macam tugas dan situasi. 51
48
Arifin, op. cit., h. 185. Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 19. 50 Husamah dan Yanur Setyaningrum, op. cit., h. 129. 51 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 49
200.
22
Muslich menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan penilaian yang didasarkan pada hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa secara otentik.52 Menurut pendapat lain, penilaian kinerja adalah penilaian yang
dilakukan
dengan
cara
mengamati
bagaimana
peserta
didik
menyelesaikan suatu tugas yang diberikan.53 Dalam penilaian kinerja, siswa diharuskan untuk mempertunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederet kemungkinan jawaban yang sudah tersedia.54 Dari berbagai pengertian para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu bentuk penilaian melalui pengamatan langsung yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat dalam pembelajaran. Penilaian ini sesuai untuk menilai ketercapaian kompetensi siswa yang menuntut suatu action dan perbuatan, seperti keterampilan menggunakan alat laboratorium, keterampilan bermain alat musik, dan yang lainnya.55 2. Langkah-langkah dalam Penilaian Kinerja Dalam melaksanakan penilaian kinerja, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu:56 a. Menetapkan kompetensi dasar beserta indikator yang akan dicapai. b. Mengidentifikasi semua langkah yang selaras dengan tujuan yang ingin dicapai kemudian disusun dengan baik. c. Menuliskan perilaku kemampuan yang lebih spesifik dalam rangka memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan dan agar mendapat hasil yang terbaik. d. Merumuskan kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur dan mengusahakan agar kriteria tersebut dapat diobservasi dengan baik.
52
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 95. 53 Sudaryono, op. cit., h. 74. 54 Arifin, op. cit., h. 150. 55 Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 373. 56 Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktik, (Rajawali Pers, 2013), h. 261.
23
e. Memberikan definisi yang jelas terhadap kriteria kemampuankemampuan yang akan diukur dan harus dapat diobservasi. f.
Mengurutkan kriteria kemampuan yang akan diukur tadi berdasarkan urutan yang akan diobservasi.
g. Disarankan untuk membandingkan kriteria-kriteria kemampuan yang telah ada di lapangan. 3. Rambu-rambu dalam Penyusunan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja terdiri atas dua bagian, yaitu tugas dan rubrik. Ada beberapa acuan yang harus dipenuhi dalam menyusun tugas dan rubrik.57 Berikut adalah aturan untuk penyusunan tugas: a. Tugas yang diberikan wajib mengarahkan peserta didik untuk menunjukkan pencapaian hasil belajar. b. Tugas yang diberikan dapat dikerjakan oleh peserta didik (bukan tugas yang mustahil dikerjakan). c. Tugas yang diberikan memiliki rentang waktu pengerjaan tugas. d. Tugas yang diberikan harus sesuai dengan jenjang peserta didik. e. Tugas yang diberikan sesuai dengan konten/cakupan kurikulum. f.
Tugas yang diberikan harus bersifat adil, misalnya tidak bias gender atau tidak berlatar belakang sosial ekonomi. Berikut ini adalah kriteria untuk penyusunan rubrik penilaian:
a.
Rubrik yang digunakan memuat seperangkat indikator yang dapat menilai kompetensi tertentu.
b. Indikator yang dicantumkan dalam rubrik harus memiliki urutan yang sistematis berdasarkan urutan langkah kerja yang diberikan. c.
Rubrik bersifat valid, yaitu dapat mengukur kemampuan yang diukur.
d. Rubrik dapat digunakan dalam menilai kemampuan peserta didik.
57
e.
Rubrik dapat memetakan kemampuan peserta didik.
f.
Rubrik disertai dengan pedoman penskoran yang jelas.
Ibid., h. 263.
24
4.
Instrumen Penilaian Kinerja Pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan dengan cara mengamati
proses belajar peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu instrumen penilaian yang dapat mengukur kinerja peserta didik. Instrumen adalah kegiatan atau pertanyaan yang digunakan untuk memberi nilai pada suatu kompetensi
dengan
menggunakan
metode
penilaian
yang
dipilih.58
Sedangkan instrumen penilaian adalah materi yang digunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan metode penilaian yang dipilih.59 Instrumen untuk penilaian kinerja terdiri dari soal atau perintah dan pedoman pemberian skor untuk menilai kinerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut.60 Artinya, instrumen yang digunakan dalam penilaian unjuk kerja meliputi soal atau tugas-tugas yang harus dilakukan serta pedoman penskoran yang berisi kompetensi/aspek-aspek keterampilan yang diamati. Dalam memperoleh data kinerja peserta didik, instrumen penilaian yang digunakan dapat berupa: a.
Daftar Cek Daftar cek merupakan suatu daftar yang memuat kriteria
kemampuan tertentu yang akan diamati.61 Daftar cek akan memuat semua aspek yang ingin dinilai dan setiap aspek yang muncul dapat langsung ditandai. Kelemahan dari instrumen daftar cek ini adalah guru atau penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, benar-salah, ya-tidak, baik-buruk, dan lain-lain. Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik akan mendapatkan tanda centang yang dapat diterjemahkan menjadi skor apabila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh guru/penilai. Akan tetapi, jika kriteria kompetensi tertentu tersebut tidak
58
Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), h.
183. 59
Ibid. Ismet Basuki, op. cit., h. 218. 61 Arifin, op. cit., h. 164. 60
25
dapat diamati maka peserta didik tidak akan mendapat skor. Berikut contoh format penilaian unjuk kerja dengan teknik daftar cek.62 Tabel 2.1 Contoh Format Penilaian Pidato Dengan Menggunakan Daftar Cek No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jawaban Ya Tidak
Aspek Yang Dinilai Berdiri tegak Memandang ke arah hadirin Pengucapan lafal kata baik Sistematika pidato baik Menampilkan mimik yang baik Memiliki intonasi yang baik Menyampaikan gagasan dengan jelas Skor yang dicapai Skor Maksimum
7
* Berikan tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai **Keterangan untuk jawaban “ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 0 b.
Skala Penilaian Skala penilaian berisi rentang nilai yang dipadukan dengan
kriteria kemampuan yang akan diamati. Dalam hal ini, penggunaan skala penilaian memungkinkan guru untuk memberikan nilai tengah terhadap aspek kompetensi yang dinilai.63 Misal nilai 1 = sangat tidak kompeten, 2 = tidak kompeten, 3 = agak kompeten (cukup), 4 = kompeten, dan 5 = sangat kompeten. Berikut contoh lembar format penilaian unjuk kerja.64 Tabel 2.2 Contoh Format Penilaian Pidato Menggunakan Skala Penilaian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 62
Aspek yang Dinilai Berdiri tegak Memandang ke arah hadirin Pengucapan lafal Sistematika Mimik Intonasi
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 20. Haryati, op.cit., h. 46. 64 Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 21. 63
1
Skor 2 3 4
5
26
7.
Kejelasan gagasan Jumlah Skor Maksimum *Kriteria penskoran nomor: 1 = bila tidak pernah melakukan 2 = bila jarang melakukan 3 = bila kadang-kadang melakukan 4 = bila selalu melakukan
28
Instrumen penilaian kinerja dapat menggunakan 2 macam rubrik, yaitu rubrik holistik dan analitik.65 Rubrik holistik adalah rubrik yang menggunakan prinsip penskoran keseluruhan hasil kinerja peserta didik tanpa menilai bagian komponen secara terpisah. Sedangkan rubrik analitik adalah rubrik yang menggunakan prinsip penskoran hasil kinerja peserta didik secara terpisah, kemudian skor-skor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan skor total. 5. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Kinerja Dalam praktiknya, penilaian kinerja memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Menurut Arifin, kelebihan penilaian kinerja adalah:66 a.
Merupakan satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan.
b.
Penilaian kinerja sangat baik untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan teori yang diterima peserta didik dengan keterampilan praktik peserta didik.
c.
Dalam penilaian kinerja, peserta didik tidak memungkinkan untuk menyontek.
d.
Guru dapat mengenal tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan penilaian selanjutnya Sementara itu, kekurangan penilaian kinerja adalah:67
a.
65
Pelaksanaannya dapat memakan waktu yang lama.
Husamah dan Yanur Setyaningrum, op. cit., h. 149. Arifin, op. cit., h. 150. 67 Ibid., h. 151. 66
27
b.
Selain itu, dalam keadaan tertentu penilaian kinerja memerlukan biaya yang besar.
c.
Penilaian kinerja juga cepat membosankan
d.
Jika penilaian kinerja ini sudah menjadi kegiatan rutin, bisa menimbulkan persepsi bahwa penilaian kinerja ini tidak berarti.
e.
Membutuhkan syarat-syarat pelengkap yang cukup kompleks, yaitu tenaga, biaya dan waktu.
D. Analisis Kualitas Instrumen Ujian Praktik Instrumen penilaian hasil pembelajaran hendaknya dianalisis sebelum digunakan. Dalam Sudjana dinyatakan bahwa Analisis soal adalah suatu prosedur pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes yang sistematis agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.68 Ujian praktik sebagai salah satu penilaian kinerja menggunakan instrumen penilaian yang perlu dianalisis kualitasnya karena kualitas penilaian dipengaruhi pula oleh kualitas instrumen penilaian yang digunakan. Semakin baik kualitas instrumen penilaian, maka hasil yang diberikan pun semakin objektif dan akurat. Untuk menentukan kualitas instrumen penilaian dapat digunakan beberapa kriteria atau ukuran seperti validitas,
keandalan
atau
reliabilitas,
objektivitas,
dan
kepraktisan
(practicibility).69 Ujian praktik yang berjenis tes perbuatan diharapkan menggunakan instrumen penilaian yang memenuhi standar-standar tertentu dengan melihat tiga aspek utama yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007, yaitu materi atau substansi, konstruksi, dan bahasa/budaya.70 Oleh karena itu instrumen ujian praktik yang akan digunakan harus dianalisis secara kualitatif untuk menilai materi, konstruksi, dan bahasa yang sesuai dengan pedoman serta mudah dipahami oleh siswa.71 68
Sudjana, op. cit., h. 135. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 137. 70 Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3. 71 Majid, op. cit. h. 223 69
28
Untuk mempermudah guru dalam membuat/menggunakan instrumen penilaian tes perbuatan, pemerintah membuat kaidah penulisan soal tes perbuatan dengan berlandaskan tiga aspek utama yang telah disebutkan di atas. Kaidah penulisan soal tes perbuatan adalah sebagai berikut:72 1.
Aspek Materi Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam
instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut: a.
Soal yang digunakan harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan).
b.
Pertanyaan yang digunakan harus sesuai dengan jawaban yang diharapkan.
c.
Materi sesuai dengan kompetensi sebagai berikut: 1) Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik, 2) Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya, 3) Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami mata pelajaran lain (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), 4) Keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi, yaitu materi yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
2.
Aspek Konstruksi Standar yang berkaitan dengan aspek konstruksi yang harus ada dalam
instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut: a.
Kata tanya atau perintah yang digunakan harus menuntut jawaban perbuatan/praktik.
72
b.
Menyertakan petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan soal.
c.
Menyertakan pedoman penskoran yang telah disusun sebelumnya.
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal op. cit., h. 17.
29
d.
Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.
3. Aspek Bahasa/budaya Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/budaya yang harus ada dalam instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut: a.
Menggunakan rumusan soal yang komunikatif.
b.
Butir soal yang digunakan menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
c.
Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
d.
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e.
Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.
E. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian-penelitian terdahulu. Berikut ini beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan: 1. Hasbi Anggana Putra (2012). Analisis Penilaian Kinerja pada Konsep Gerak di
Madrasah
Aliyah Kabupaten
Karawang Berdasarkan
Keterampilan Proses Sains. Hasil penelitian yang dilakukan pada 14 Madrasah Aliyah di Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa hanya terdapat 35,7% atau lima Madrasah Aliyah yang telah memiliki dokumen penilaian kinerja/psikomotor. Kelima dokumen penilaian kinerja yang dianalisis dalam penelitian ini telah mengidentifikasi keterampilan proses sains. Dokumen penilaian kinerja E telah mengidentifikasi keterampilan proses sains dalam penelitian ini secara utuh, sedangkan dokumen penilaian kinerja B,D, L dan M belum mengidentifikasi keterampilan
30
proses sains dalam penelitian ini secara utuh karena ada beberapa kategori keterampilan proses sains yang tidak muncul.73 2. Hizraini Pohan (2013). Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) Bidang Studi Kimia Kelas X Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) berdasarkan validitas butir soal, soal dengan validitas cukup tinggi sebesar 22,5% untuk soal A; 37,5% untuk soal B; 25% untk soal C; 35% untuk soal D; 40 % untuk soal E; 10% untuk soal F; dan 17,5% untuk soal G. (2) berdasarkan reliabilitas soal, soal A memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,64; soal B sebesar 0,78; soal C sebesar 0,45; soal D sebesar 0,77; soal E sebesar 0,26; soal F sebesar 0,21; dan soal G sebesar 0,56. (3) berdasarkan tingkat kesukaran, soal dengan tingkat kesukaran sedang adalah 35% untuk soal A; 45% untuk soal B; 37,5% untuk soal C; 32,5% untuk soal D; 30% untuk soal E; 12,5% untuk soal F; dan 37,5% untuk soal G. (4) berdasarkan daya beda, soal dengan daya beda baik yaitu 17,5% untuk soal A; 22,5% untuk soal B; 25% untuk soal C; 32,5% untuk soal D; 33,33% untuk soal E; 15% untuk soal F; dan 25% untuk soal G. (5) berdasarkan fungsi pengecoh (distractor), soal dengan pengecoh yang berfungsi dengan baik sebesar 10% untuk soal A; 0% untuk soal B; 15% untuk soal C; 5% untuk soal D; 13,3% untuk soal E; 0% untuk soal F; 20% untuk soal G. semua soal UKK bidang studi kimia kelas X kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2011/2012 adalah sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan. Pada umumnya, ada pengaruh peringkat akreditasi sekolah dengan kuantitas butir soal UAS. Soal yang berasal dari sekolah berperingkat akreditasi A (soal A, B, D, dan E) lebih baik dibandingkat dengan soal yang berasal dari sekolah berperingkat akreditasi B (C, F, dan G).74 73
Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, tidak dipublikasikan. 74 Hizraini Pohan, “Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) Bidang Studi Kimia Kelas X Kota Tangerang Selatan”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
31
3. Suryanika Ramadani (2013). Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: soal ujian nasional menguji kemampuan siswa pada dimensi kognitif mengingat (C1) hingga evaluasi (C5), proporsi soal pada dimensi kognitif mengingat (C1) sebanyak 10%, memahami (C2) sebanyak 45% , mengaplikasikan (C3) sebanyak 35% , menganalisis (C4) sebanyak 7,5% dan mengevaluasi (C5) sebanyak 2,5%. Sebanyak 90% soal ujian nasional mengukur kemampuan berpikir rendah dan 10% mengukur kemampuan berpikir tinggi. Kesesuaian soal ujian nasioanl (UN) dengan standar kompetensi lulusan (SKL) berdasarkan kompetensi sebesar 100% dan indikator 92,5%. Secara umum dapat dikatakan soal ujian nasional (UN) kimia SMA tahun 2012 kurang baik dari segi proporsi dimensi kognitif dan kesesuaian dengan standar kompetesnsi lulusan (indikator).75
F. Kerangka Berpikir Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari sains sangat erat kaitannya dengan proses dan produk. Oleh karena itu, pembelajaran dan evaluasi mata pelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia baik sebagai proses maupun produk. Maksudnya adalah pembelajaran dan evaluasi yang dilakukan dalam mata pelajaran kimia harus memiliki tujuan agar peserta didik tidak hanya berilmu, akan tetapi juga memiliki keterampilan yang baik. Oleh sebab itu disamping memiliki ujian tertulis, mata pelajaran kimia juga memiliki ujian praktik sebagai alat evaluasi keterampilan peserta didik dalam mata pelajaran kimia. Ujian praktik sebagai alat evaluasi tentu membutuhkan instrumen penilaian yang baik agar hasil penilaian dapat merepresentasikan kemampuan keterampilan peserta didik dengan baik. Namun, instrumen penilaian dalam ujian praktik yang digunakan di sekolah belum terbukti kualitasnya melalui sebuah penelitian, sehingga 75
Suryanika Ramadani, “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
32
berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan sebuah analisis kualitatif untuk melihat kualitas dari instrumen penilaian tersebut. Analisis kualitatif ini bertujuan untuk melihat kualitas instrumen dari sisi materi, konstruksi, dan apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan bisa dipahami oleh siswa. Dengan diketahuinya kualitas sebuah instrumen ujian praktik yang digunakan di sekolah, guru akan memperoleh informasi yang bermakna dalam memantau proses ujian praktik kimia serta dapat memberikan keputusan mengenai instrumen ujian praktik yang digunakan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat berlangsungnya penelitian yaitu disesuaikan dengan lokasi sampel penelitian serta lokasi responden berada. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan pada bulan Januari 2016 yang dilakukan di seluruh SMA Negeri kota Tangerang Selatan.
B. Metode Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengetahui kualitas dari instrumen Ujian Praktik di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) Kota Tangerang Selatan tahun 2015 yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif. Sukmadinata menyatakan bahwa “penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menunjukkan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau.”1 Dengan metode deskriptif maka akan diuraikan mengenai kualitas dari instrumen ujian praktik berdasarkan pada fakta-fakta yang ada serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan kemudian dianalisis serta disimpulkan secara umum mengenai kualitas dari instrumen ujian praktik.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Arikunto menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.”2 Adapun populasi yang terlibat dalam penelitian ini yaitu seluruh instrumen ujian praktik kimia di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) kota Tangerang Selatan tahun 2015 yang keseluruhannya berjumlah dua belas (12) buah. 1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 54. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 173.
33
34
2. Sampel Dalam Arikunto dinyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.3 Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling
mempertimbangkan
hal
yaitu
teknik
tertentu.4
penentuan
Pertimbangan
sampel tersebut
dengan
diantaranya
keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu instrumen ujian praktik kimia di SMAN kota Tangerang Selatan tahun 2015 yang berjumlah sepuluh (10) buah, dikarenakan keterbatasan penulis. Tabel 3.1 Daftar Sekolah Sebagai Subjek Penelitian No.
Nama Sekolah
Kode Dokumen
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
SMA Negeri A Tangerang Selatan SMA Negeri B Tangerang Selatan SMA Negeri C Tangerang Selatan SMA Negeri D Tangerang Selatan SMA Negeri E Tangerang Selatan SMA Negeri F Tangerang Selatan SMA Negeri G Tangerang Selatan SMA Negeri H Tangerang Selatan SMA Negeri I Tangerang Selatan SMA Negeri J Tangerang Selatan
A B C D E F G H I J
D. Instrumen Penelitian Instrumen dalam suatu penelitian memiliki peranan yang sangat penting, karena instrumen menentukan mutu suatu penelitian. Mengingat fokus penelitian yang akan dilaksanakan adalah analisis kualitas instrumen ujian praktik dari segi aspek materi, konstruksi, dan bahasa/budaya, maka instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa lembar penilaian instrumen ujian praktik. Instrumen ini berupa lembar penilaian terhadap objek penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran/informasi mengenai instrumen ujian praktik kimia yang telah digunakan di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan. 3 4
h. 85.
Ibid., h. 174. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
35
Lembar observasi ini menggunakan indikator dalam kaidah penulisan tes perbuatan yang diterbitkan oleh Depdiknas. Alternatif jawaban yang disediakan dalam lembar ini menggunakan skala penilaian dengan rubrik penilaian terlampir. Format tersebut disajikan dalam Tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2. Format Lembar Analisis Instrumen Ujian Praktik No.
Aspek Penilaian
0
1
Skor 2
3
4
1.
Materi a. b. 2. Konstruksi a. b. 3. Bahasa/budaya a. b. *Keterangan: skor 0-4 disertai dengan rubrik penilaian (Lampiran 2) E. Uji Kelayakan Instrumen Uji kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas konstruksi (Construct Validity). Pengujian validitas konstruksi ini menggunakan pendapat dari ahli.5 Dalam penelitian ini pengujian validitas konstruksi diserahkan kepada dua ahli (dosen pendidikan kimia). Para ahli diminta pendapatnya tentang kesesuaian antara Aspek penilaian, indikator, dan skala rubrik penilaian yang terdapat dalam lembar observasi yang telah disusun oleh peneliti. Kemudian para ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa revisi, instrumen dapat digunakan dengan revisi sedikit, instrumen dapat digunakan dengan revisi banyak, atau instrumen tidak dapat digunakan. F. Prosedur Penelitian Secara garis besar, penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan, meliputi: a. Studi literatur untuk merumuskan masalah. 5
Ibid., h. 125.
36
b. Penyusunan proposal penelitian. c. Pelaksanaan seminar proposal skripsi. d. Perbaikan proposal skripsi. e. Menyusun instrumen penelitian berupa dokumen observasi. f. Meminta pertimbangan instrumen penelitian kepada dosen ahli kemudian diperbaiki berdasarkan hasil pertimbangan. 2. Tahap Pelaksanaan, meliputi: a. Pengumpulan instrumen ujian praktik kimia yang digunakan di SMA Negeri se-kota Tangerang Selatan. b. Menganalisis kesesuaian instrumen ujian praktik kimia dengan pedoman penulisan butir soal Depdiknas c. Melakukan persetujuan dengan pengamat lain untuk menentukan reliabilitas hasil analisis untuk mencari angka kesepakatan antara peneliti yang kemudian diolah dan akan menentukan reliabilitas data hasil analisis. 3. Tahap Akhir, meliputi: a. Menghitung persentase tingkat kesesuaian instrumen ujian praktik kimia dengan pedoman penulisan butir soal Depdiknas. b. Menghitung koefisien kesepakatan pengamatan untuk menentukan reliabilitas hasil analisis. c. Hasil analisis dibuat kesimpulan, kemudian dibuat deskripsi dalam bentuk pembahasan hasil penelitian.
G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain secara sistematis, sehingga hasil temuan penelitian dapat dengan mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain.6 Data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian merupakan data yang masih mentah. Untuk dapat membahas dan
6
Ibid., h. 244.
37
menyimpulkan hasil penelitian data tersebut harus diolah terlebih dahulu. Teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjumlahkan kategori aspek dokumen untuk setiap instrumen Ujian Praktik yang dianalisis 2. Menghitung persentase tingkat kesesuaian instrumen Ujian Praktik dengan aspek dalam pedoman penulisan butir soal menggunakan rumus: ∑ ∑
Jumlah skor kriteria didapatkan dengan rumus:
∑
3. Data hasil perhitungan tingkat kesesuaian kemudian direkapitulasi berdasarkan Tabel kriteria interpretasi skor berikut:7 Tabel 3.3. Kriteria Interpretasi Skor: No.
Interval Skor
Kategori
1.
81 - 100%
Sangat baik
2.
61 - 80%
Baik
3.
41 - 60%
Cukup
4.
21 - 40%
Kurang
5.
1 - 20%
Sangat kurang
4. Menentukan reliabilitas pengamat Reliabilitas pengamatan dalam penelitian ini diukur menggunakan ukuran sejauh mana hubungan pengamatan peneliti dengan pengamat lain. Lembar analisis instrumen penilaian ujian praktik yang sudah dibuat oleh
7
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 89.
38
peneliti diisi oleh pengamat dan hasil pengamatan kemudian dimasukkan ke dalam Tabel kontingensi kesepakatan.
Tabel 3.4. Format Tabel Kontingensi Kesepakatan
1 Pengamat 2
Pengamat 1 2
3
∑Amatan
1 2 3 ∑Amatan
5. Menentukan koefisien kesepakatan pengamat Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan pengetesan reliabilitas pengamatan. Data dari Tabel kontingensi kesepakatan dihitung menggunakan persamaan:8
Keterangan: KK
= koefisien kesepakatan
S
= sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
N1
= jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1
N2
= jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2
6. Data hasil perhitungan reliabilitas pengamatan (koefisien kesepakatan) kemudian direkapitulasi berdasarkan kategori sebagai berikut:9
8
<0,40
:
Buruk
0,40-0,75
:
Baik
>0,75
:
Sangat baik
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, op. cit., h. 244. Mousumi Banerjee, Beyond Kappa: A Review of Interrater Agreement Measures, The Canadian Journal of Statistics, Vol. 27, No. 1, 1999, h. 6. 9
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil survei terhadap 12 SMAN se-Kota Tangerang Selatan, diperoleh informasi mengenai ketersediaan dokumen instrumen ujian praktik kimia SMAN Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015. Berikut ini disajikan data mengenai ketersediaan dokumen instrumen ujian praktik kimia SMAN Se-Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.1 Data Ketersediaan Dokumen Instrumen Ujian Praktik Kimia SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan No.
Nama Sekolah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
SMAN A SMAN B SMAN C SMAN D SMAN E SMAN F SMAN G SMAN H SMAN I SMAN J SMAN K SMAN L
Ketersediaan Ada Tidak √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebanyak 10 dari 12 SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan atau sebesar 83,30% memiliki dokumen instrumen ujian praktik kimia pada tahun 2015. Dokumen instrumen ujian praktik kimia untuk 2 SMA Negeri yang tersisa belum diketahui ketersediaannya karena keterbatasan penulis. Dokumen instrumen ujian praktik yang diperoleh selanjutnya dianalisis berdasarkan kaidah penulisan butir soal tes perbuatan yang disusun oleh Depdiknas. Data hasil analisis yang diperoleh berupa kesesuaian instrumen ujian praktik kimia yang disusun oleh guru kimia di SMA Negeri Se-Kota Tangerang Selatan dengan panduan penulisan butir soal tes perbuatan. Berikut ini disajikan
39
40
data kesesuaian instrumen ujian praktik kimia SMAN Tangerang Selatan dengan panduan penulisan butir soal Depdiknas. Perhitungan mengenai
kesesuaian
instrumen tersebut terdapat dalam lampiran 4-13. Tabel 4.2 Data Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Kimia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Sekolah SMAN A SMAN B SMAN C SMAN D SMAN E SMAN F SMAN G SMAN H SMAN I SMAN J Rata-rata (%)
Materi (%) 91,67 93,75 87,50 89,58 89,58 89,58 93,75 89,58 89,58 89,58 90,42
Aspek Dokumen Konstruksi Bahasa/budaya (%) (%) 37,50 83,30 81,25 85,00 87,50 90,00 87,50 80,00 75,00 86,67 52,08 78,33 97,97 85,00 66,67 100,00 81,25 75,00 75,00 83,33 74,17 84,66
Pada Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa aspek dokumen pada setiap sekolah menunjukkan skor yang berbeda-beda, meskipun ada yang menunjukkan skor yang sama. Berdasarkan Tabel 4.2, secara keseluruhan persentase rata-rata untuk aspek bahasa/budaya adalah yang tertinggi dibandingkan dengan aspek materi dan konstruksi, sedangkan aspek konstruksi mendapatkan persentase yang paling rendah. Persentase tertinggi untuk aspek materi didapat oleh dokumen SMAN B dan SMAN G, lalu persentase tertinggi untuk aspek konstruksi didapat oleh dokumen SMAN G, dan persentase tertinggi untuk aspek bahasa/budaya didapat oleh dokumen SMAN H. Sedangkan persentase terendah untuk aspek materi didapatkan oleh dokumen SMAN C, lalu persentase terendah untuk aspek konstruksi didapatkan oleh dokumen SMAN A, dan persentase terendah untuk aspek bahasa/budaya didapatkan oleh dokumen SMAN I. Rekapitulasi persentase kesesuaian antara dokumen instrumen ujian praktik dengan kaidah penulisan butir soal tes perbuatan Depdiknas diperoleh berdasarkan data pada Tabel 4.2 di atas. Rekapitulasi persentase ini merupakan hasil perhitungan menggunakan rumus deskriptif persentase. Rekapitulasi persentase kualitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
41
Tabel 4.3 Persentase Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik di Kota Tangerang Selatan
No.
Aspek Dokumen
1. 2. 3.
Materi Konstruksi Bahasa/budaya
Tingkat Kesesuaian Persentase Kategori Kesesuaian 90,42% Sangat Baik 74,17% Baik 84,66% Sangat Baik
Selain jumlah dan persentase kualitas instrumen ujian praktik kimia dengan panduan penulisan butir soal Depdiknas, dihitung pula koefisien kesepakatan (KK) antara para pengamat untuk mengetahui reliabilitas hasil analisis. Berikut adalah tabel koefisien kesepakatan (KK) dalam menganalisis dokumen di SMAN se-Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.4 Koefisien Kesepakatan (KK) Antar Pengamat Dalam Menganalisis Instrumen Ujian Praktik No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Sekolah SMAN A SMAN B SMAN C SMAN D SMAN E SMAN F SMAN G SMAN H SMAN I SMAN J
KK Rata-rata
Kategori
0,95 1,00 0,87 0,95 0,87 0,85 0,95 0,90 0,95 0,87
Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
B. Pembahasan Penelitian terhadap dua belas SMA Negeri di Tangerang Selatan ditemukan bahwa sebanyak 83,30 % atau sepuluh sekolah memiliki instrumen ujian praktik kimia. Sebanyak dua sekolah belum diketahui ketersediaan instrumen ujian praktik kimia karena keterbatasan peneliti. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru-guru di SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan telah melaksanakan amanat Permendiknas No. 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria
42
Kelulusan Peserta Didik dengan melaksanakan ujian praktik sebagai salah satu syarat kelulusan peserta didik.1 Instrumen ujian praktik kimia SMA dianalisis dengan menggunakan aspek-aspek penulisan tes perbuatan yang dikemukakan dalam panduan penulisan butir soal oleh Depdiknas.2 Hal ini berdasarkan kepada Permendiknas No. 20 Tahun 2007 bahwa instrumen hasil belajar yang digunakan guru harus memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, serta bahasa.3 Oleh karena itu, terdapat tiga aspek yang digunakan dalam instrumen analisis instrumen ujian praktik berdasarkan panduan penulisan tes perbuatan. Dengan melakukan analisis terhadap instrumen ujian praktik, maka guru secara cermat dapat mengetahui apakah instrumen penilaian yang telah disusun telah memenuhi syarat atau tidak. Apabila instrumen yang dibuat tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan tersebut, maka instrumen penilaian yang bersangkutan perlu direvisi atau bahkan diganti. Data yang dihasilkan melalui observasi oleh tiga orang responden terhadap dokumen penilaian ujian praktik kimia SMA di SMAN Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa aspek yang diukur (materi, konstruksi, dan bahasa) menunjukkan hasil yang bermacam-macam. Perbedaan dalam perolehan skor terhadap instrumen ujian praktik antar sekolah menunjukkan ada perbedaan kemampuan guru-guru dalam membuat instrumen ujian praktik. Dapat diakui bahwa penilaian dengan menggunakan praktik baru dikenal secara teori dan konsep, sehingga tidak semua guru mampu menerapkannya dengan baik ke dalam prosedur penilaian ujian praktik. Hal ini diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasbi Anggana Putra bahwa sebanyak 57,10% Madrasah Aliyah (MA) di kabupaten Karawang Jawa Barat telah mengetahui apa itu penilaian 1
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK Atau Yang Sederajat, 2015, h. 4. 2 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, (Jakarta : Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008), h. 17. 3 Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2007, h. 3.
43
kinerja dengan kategori baik akan tetapi hanya 35,70% MA saja yang telah memiliki dokumen penilaian kinerja.4 Hal ini diduga dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang juga disebutkan dalam penelitian Putra, diantaranya: 1) Guru lebih memfokuskan peserta didik pada penilaian yang bersifat kognitif, yaitu dengan membiasakan peserta didik untuk mengerjakan soal-soal latihan ujian sekolah; 2) Keterampilan guru dalam melakukan penilaian berbasis praktik tergolong kurang; 3) Sarana
dan prasarana praktikum terbatas, bahkan ada
sekolah yang belum memiliki laboratorium, sehingga guru kesulitan untuk menggunakan praktik sebagai penilaian ujian; 4) Banyaknya jumlah peserta didik yang harus diobservasi untuk dinilai dalam waktu yang bersamaan.5 Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.3, seluruh instrumen ujian praktik yang dianalisis memperoleh tingkat persentase kesesuaian yang digambarkan melalui grafik berikut ini: Skor Dokumen Penilaian Ujian Praktik SMA Negeri Kota Tangerang Selatan 100
Persentase
80 60 40 20 0
Materi
Konstruksi
Bahasa/budaya
Gambar 4.1 Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Berikut ini akan dibahas lebih jelas mengenai masing-masing aspek dokumen dengan kesesuaian instrumen ujian praktik.
4
Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, h. 51-52, tidak dipublikasikan. 5 Ibid., h. 52.
44
1. Analisis Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Pada Aspek Materi Aspek materi adalah aspek yang berkaitan dengan substansi keilmuan dan tingkat kemampuan yang sesuai dengan soal.6 Dari pengertian tersebut, ada dua hal yang didasarkan pada aspek materi, yaitu substansi keilmuan dan tingkat kemampuan. Aspek ini menekankan pada penggunaan materi yang memiliki substansi keilmuan serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan peserta didik. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik harus merepresentasikan kompetensi yang dinilai. Dalam hal ini, substansi keilmuan dan tingkat kemampuan yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik harus sesuai dengan tingkat SMA. Dalam penelitian ini, aspek materi diwakili oleh 4 item, yaitu kesesuaian soal ujian praktik terhadap indikator, kesesuaian instruksi dalam instrumen ujian praktik terhadap jawaban yang diharapkan, kesesuaian materi ujian praktik dengan kompetensi yang disyaratkan (urgensi, relevansi, kontinuitas dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi) dan kesesuaian materi ujian praktik dengan materi kimia di tingkat SMA, baik kelas X, XI atau XII.7 Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai aspek materi, berikut disajikan Tabel 4.5 mengenai hasil analisis instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada aspek materi. Tabel 4.5 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Aspek Materi Indikator Kesesuaian soal dengan indikator Kesesuaian instruksi dengan jawaban Kesesuaian materi dengan kompetensi Kesesuaian materi dengan tingkat SMA
SMAN E F G H
Kesesuaian % Kategori
I
J
Ratarata
4
4
4
4
100,00
Sangat baik
4
4
4
4
4
100,00
Sangat baik
2
3
2
2
2
2,4
60,00
Baik
4
4
4
4
4
4
100,00
Sangat baik
A
B C
D
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
2
2
4
4
4
4
4
Salah satu indikator dalam instrumen penilaian untuk aspek materi adalah kesesuaian soal ujian praktik terhadap indikator, yang dikutip dari 6
Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 2. 7 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
45
kaidah penulisan butir soal oleh Depdiknas.8 Soal ujian dalam instrumen ujian praktik ini diberikan secara eksplisit dan implisit. Dokumen SMAN B, SMAN F, dan SMAN I menuliskan soal secara eksplisit, sedangkan tujuh dokumen sisanya menuliskan soal secara implisit yang tersirat dalam judul dan tujuan praktik. Soal ujian praktik yang diberikan harus menuntut peserta ujian untuk melakukan praktik sesuai dengan tujuan yang diberikan. Seluruh kegiatan ujian praktik ditentukan oleh seberapa baik soal ujian praktik dalam mengarahkan peserta ujian agar mengerjakan tugas ujian praktik. Jika soal yang diberikan tidak menuntut praktik, maka ujian tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ujian praktik. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa seluruh soal dalam instrumen ujian praktik yang dianalisis sudah sesuai dengan indikator yang disyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh soal dalam instrumen ujian praktik kimia sudah menuntut peserta ujian untuk melakukan praktik sebagai bagian dari usaha menemukan jawaban soal ujian praktik. Contoh deskriptor kategori kesesuaian soal ujian praktik terhadap indikator dalam instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi kandungan amilum dengan uji lugol. b. Merancang dan melakukan percobaan ciri-ciri reaksi kimia c. Memperkirakan pH berbagai macam larutan dengan menggunakan indikator d. Menentukan sifat unsur-unsur periode ke-3 e. Melakukan titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH 0,1 M f. Merancang dan melakukan percobaan reaksi elektrolisis g. Menguji pH larutan dengan menggunakan kertas lakmus. h. Mengetahui sifat garam dalam air dengan asam basa pembentuknya.
8
Ibid.
46
Contoh deskriptor di atas seluruhnya menggunakan kata kerja operasional pada domain psikomotor.9 Kata-kata seperti mengidentifikasi, merancang dan melakukan (pekerjaan) titrasi mengisyaratkan peserta didik untuk melakukan action untuk dapat menyelesaikan tugas ujian praktik, karena domain psikomotor lebih dihubungkan kepada koordinasi antara pikiran dan otot-otot yang bekerja ketimbang kemampuan berpikir.10 Indikator selanjutnya adalah kesesuaian instruksi dalam instrumen ujian praktik terhadap jawaban yang diharapkan.11 Instruksi yang diberikan dalam instrumen ujian praktik harus mengarahkan peserta didik agar mendapatkan jawaban atas soal ujian yang diberikan. Seluruh rangkaian instruksi yang diberikan tidak boleh menyimpang dari tujuan jawaban yang diharapkan walaupun hanya satu instruksi. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa seluruh dokumen yang dianalisis memberikan instruksi yang sesuai dengan jawaban yang diharapkan dalam ujian praktik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada instruksi yang menyimpang dalam penyelenggaraan ujian praktik kimia di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan. Contoh deskriptor kategori kesesuaian instruksi dalam instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan dengan jawaban yang diharapkan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Dalam dokumen SMAN B, salah satu tujuan praktiknya adalah menentukan pH air limbah dengan menggunakan indikator sintetis. Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah mencampurkan beberapa tetes salah satu indikator sintetis (misalnya bromtimol biru) ke dalam sampel air limbah. Hal tersebut diulang-ulang dengan menggunakan beberapa indikator sintetis lain yang berbeda sampai dapat ditentukan range pH dari masing-masing sampel air limbah.
9
Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), h.
100. 10
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: GP Press, 2009),
h. 37. 11
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
47
b. Dalam dokumen SMAN G, salah satu tujuan praktiknya adalah menyepuh perhiasan imitasi dengan logam tembaga. Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah melakukan percobaan elektrolisis dengan menggunakan larutan CuSO4, karena penyepuhan adalah salah satu aplikasi dari elektrolisis. c. Dalam dokumen SMAN H, tujuan praktik yang diberikan adalah menentukan ciri-ciri beberapa jenis garam yang dapat terhidrolisis dalam air. Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah menguji beberapa larutan garam dengan kertas lakmus untuk mendapatkan data mengenai sifat asam dan basa larutan garam. d. Dalam dokumen SMAN I, salah satu tujuan praktik yang dituliskan adalah menentukan konsentrasi asam atau basa dengan titrasi. Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah mentitrasi larutan HCl (asam) dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M serta bantuan indikator fenolftalein (pp). Setelah itu, instruksi yang diberikan adalah menghitung volume larutan NaOH yang terpakai dalam titrasi serta menghitung konsentrasi larutan HCl dengan menggunakan rumus yang tepat. Indikator ketiga yaitu kesesuaian materi ujian praktik dengan kompetensi yang disyaratkan.12 Kompetensi yang dimaksud adalah urgensi, kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi (UKRK). Penjelasan kompetensi tersebut dapat dilihat pada bagian selanjutnya. Kriteria tersebut digunakan sebagai acuan untuk menetapkan materi penting, sehingga ujian praktik menjadi lebih bermakna. Untuk mempermudah pembahasan, berikut ini disajikan data hasil observasi indikator kesesuaian materi dengan kompetensi UKRK.
12
Ibid.
48
Tabel 4.6 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Indikator Kesesuaian Materi dengan UKRK Kriteria Materi
Instrumen Ujian Praktik
Urgensi
Kontinuitas
Relevansi
Keterpakaian Sehari-hari
SMAN A SMAN B SMAN C SMAN D SMAN E SMAN F SMAN G SMAN H SMAN I SMAN J
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
-
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ -
Kriteria yang pertama adalah urgensi. Urgensi yaitu materi yang diujikan kepada peserta didik secara teori harus dikuasai oleh peserta ujian.13 Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa seluruh instrumen yang dianalisis memenuhi kriteria urgensi. Hal ini berarti seluruh materi yang diberikan secara teoritik sudah dikuasai oleh peserta didik. Hal tersebut dikarenakan materi yang diberikan sudah dipelajari oleh peserta didik selama berada di tingkat SMA yang dibuktikan dengan adanya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran kimia SMA dalam komponen kurikulum KTSP.14 Kriteria berikutnya adalah kontinuitas. Kontinuitas yaitu materi yang digunakan berupa materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya.15 Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari sepuluh instrumen yang dianalisis tidak ada yang memenuhi kriteria kontinuitas. Materi yang digunakan tidak ada yang merupakan pendalaman materi lanjutan dari yang telah dipelajari di SMA. Kriteria ketiga adalah relevansi. Relevansi yaitu materi yang digunakan dalam ujian praktik dapat bermanfaat untuk mempelajari mata
13
Ibid., h. 8. Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 179-184. 15 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit. 14
49
pelajaran lain.16 Hal ini berarti materi yang digunakan dapat diaplikasikan dalam bidang lain. Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua instrumen ujian praktik yang dianalisis menggunakan materi yang memenuhi kriteria relevansi. Hal ini dikarenakan mata pelajaran kimia adalah bidang yang berguna bagi bidang-bidang lainnya dan digunakan dalam segala aspek kehidupan. Beberapa contoh materi dalam instrumen ujian praktik yang dianalisis yang memenuhi kriteria relevansi adalah sebagai berikut: a. Materi “Uji kandungan makanan” bermanfaat bagi bidang kedokteran, karena dapat membantu mengetahui kandungan zat dalam makanan yang akan dikonsumsi oleh tubuh, misalnya glukosa.17 b. Materi “Penentuan harga pH dengan menggunakan indikator” misalnya bermanfaat untuk bidang geologi, karena dapat digunakan untuk membantu mengukur tingkat keasaman air hujan.18 c. Materi “Titrasi asam-basa” misalnya bermanfaat dalam bidang farmasi dalam penentuan kadar zat asam/basa dalam suatu obat sehingga dapat ditentukan perlakuan yang tepat untuk obat tersebut.19 d. Materi “Hidrolisis garam” misalnya bermanfaat bagi bidang pertanian dalam menentukan pupuk yang akan dipakai. Tingkat keasaman tanah yang
diperlukan
menggunakan
dalam
pupuk
yang
pertanian
dapat
menggunakan
dipenuhi garam
dengan
terhidrolisis,
misalnya dengan menambahkan pupuk yang mengandung garam Amonium Nitrat.20 Kriteria keempat adalah keterpakaian sehari-hari tinggi. Maksudnya adalah materi yang digunakan dalam ujian praktik memiliki nilai terapan
16 17
Ibid. Brown, dkk., Organic Chemistry, (Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning, 2009), p.
990. 18
McGraw-Hill Higher Education, Chemistry in Context: Applying Chemistry to Society – Fourth Edition, (New York: McGraw-Hill, 2003), p. 251. 19 Satyajit D. Sarker dan Lutfun Nahar, Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi – Bahan Kimia Organik, Alam dan Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 7. 20 Nivaldo J. Tro, Chemistry in Focus : A Molecular View of Our World, (Belmont: Thomson Higher Education, 2007), p. 533.
50
yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari.21 Materi tersebut diharapkan harus dapat diaplikasikan dengan mudah oleh peserta ujian di kehidupan seharihari. Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hanya ada empat dokumen yang menggunakan materi yang memiliki nilai terapan tinggi di kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan pemahaman guru tentang materi kimia masih tentang hal-hal rumit di laboratorium, padahal kimia adalah mata pelajaran yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh materi yang memiliki nilai terapan tinggi di kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut: a. Materi “Penentuan pH limbah dengan indikator sintesis” dapat diterapkan oleh peserta didik untuk mengukur pH air sumur yang digunakan di rumah, sehingga tingkat keasaman air sumur dapat diketahui dengan mudah.22 b. Materi “Uji kandungan makanan” dapat diterapkan oleh peserta didik untuk mengetahui kandungan zat makanan yang sering dikonsumsi setiap hari. Pengetahuan akan kandungan zat makanan tersebut dapat berguna untuk mengatur jumlah makanan yang akan dikonsumsi oleh peserta didik.23 c. Materi “Elektrolisis larutan” dapat diterapkan oleh peserta didik dalam bisnis penyepuhan logam, sehingga dapat membuka peluang usaha baru bagi peserta didik.24 Indikator keempat yaitu kesesuaian materi ujian praktik dengan materi kimia di tingkat SMA, baik kelas X, XI atau XII. Materi ujian praktik haruslah materi yang sudah diajarkan kepada peserta didik selama berada di tingkat SMA. Materi yang berada di tingkat SMA mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia SMA.25 21
Departemen Pendidikan Nasional, Penulisan Butir Soal, loc. cit. Melinda Abdul dkk., “Uji Kualitas Air Sumur Gali di Wilayah Pesisir Pantai (Studi Penelitian Sumur Gali di Desa Bulontio Barat Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo)”, Jurnal Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo, 2015, h. 1. 23 Aprilia Kusbandari, “Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam Tepung dan Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.), Pharmaciana Vol. 5 No.1, 2015, h. 35. 24 McGraw-Hill Higher Education, op. cit., p. 630. 25 Badan Standar Nasional Pendidikan, loc. cit. 22
51
Data pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa semua instrumen ujian praktik kimia mendapatkan skor empat untuk indikator tersebut. Hal ini menunjukkan materi yang digunakan dalam ujian praktik sesuai dengan materi kimia tingkat SMA. Beberapa materi yang diujikan dalam ujian praktik di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Uji Asam-basa b. Titrasi Asam-basa c. Hidrolisis Garam d. Penyepuhan logam (Elektrolisis) e. Uji Larutan Elektrolit f. Uji Kandungan Makanan (Makromolekul) g. Pembuatan Sabun 2. Analisis Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Pada Aspek Konstruksi Aspek konstruksi adalah aspek yang berkaitan dengan teknik penulisan soal agar kriteria yang akan dinilai dapat tercapai.26 Aspek ini merupakan aspek yang penting agar soal ujian praktik berhasil mengukur kemampuan siswa dengan tepat sesuai dengan kriteria yang akan diukur. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan oleh pendidik harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan. Grafik dalam Gambar 4.1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan aspek konstruksi mendapatkan skor paling rendah dari ketiga aspek dalam kaidah penulisan butir soal. Hal tersebut menunjukkan bahwa instrumen ujian praktik yang disusun oleh guru mata pelajaran adalah yang paling lemah dalam hal konstruksi soal. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Nugroho dkk bahwa kelemahan pengukuran hasil belajar di lembaga pendidikan
terletak
pada
bentuk
dan
kemampuan
pendidik
untuk
mengkonstruksi butir soal dengan baik.27 Butir soal pada tipe apapun dapat 26
Surapranata, loc.cit. Agung Nugroho CS dkk., Asesmen “Sistemic Multiple Choice Question (SiMuC-Q)” : Alternatif Model Instrumen Evaluasi dalam Pembelajaran Kimia, Makalah Pendamping Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia VI, 2014, h. 113. 27
52
digunakan untuk mengukur hasil belajar bila butir soal tersebut dikonstruksi dengan baik. Dalam penelitian ini, aspek konstruksi diwakili oleh 4 item, yaitu penggunaan kalimat instruksi yang menuntut jawaban praktik, ketersediaan petunjuk (persiapan, pelaksanaan dan pelaporan) yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik, ketersediaan panduan penskoran, serta penyajian tabel/gambar/grafik yang jelas dan berfungsi.28 Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai aspek konstruksi, berikut disajikan tabel mengenai hasil observasi instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.7 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada Aspek Konstruksi Indikator Penggunaan instruksi yang menuntut praktik Ketersediaan petunjuk yang jelas Ketersediaan pedoman penskoran Penyajian tabel, gambar, grafik
A
B
C
D
SMAN E F
G
H
I
J
Ratarata
%
Kesesuaian Kategori
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
100,00
Sangat baik
2
4
4
3
3
2
3
3
3
3
3
75,00
Baik
1
1
2
3
2
3
3
0
2
3
2
50,00
Cukup
0
4
4
4
4
0
4
4
4
4
3,2
80,00
Baik
Indikator yang pertama adalah penggunaan kalimat instruksi yang menuntut jawaban praktik.29 Kalimat instruksi yang digunakan dalam instrumen ujian praktik harus memberikan kesan kepada peserta ujian untuk melakukan action sebagai bagian dari usaha mendapatkan jawaban soal ujian. Dengan kata lain, kata-kata yang digunakan dalam instruksi ujian praktik harus kental dengan tujuan instruksional aspek psikomotor.30 Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa seluruh instruksi yang ada di dalam dokumen penilaian yang dianalisis sudah menggunakan kata-kata yang menuntut praktik. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen penilaian yang digunakan telah dapat mengarahkan peserta ujian untuk bergerak melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan ujian praktik. 28
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, op. cit., h. 17. Ibid., 30 Yamin, loc. cit. 29
53
Contoh deskriptor kategori penggunaan kalimat instruksi dalam instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan yang menuntut jawaban praktik diantaranya adalah sebagai berikut: a. Dalam kalimat “Rancang dan lakukan percobaan pembuatan sabun melalui proses saponifikasi!”, kata-kata “Rancang dan lakukan percobaan” berarti mengharuskan peserta ujian agar melakukan percobaan pembuatan sabun dengan rancangan yang dibuat oleh peserta ujian. Kata-kata tersebut juga merupakan kata kerja operasional pada aspek psikomotor.31 b. Dalam kalimat “Mengidentifikasi kandungan glukosa dengan uji Benedict.”, Kata “Mengidentifikasi” berarti mengharuskan peserta ujian untuk melakukan praktik uji kandungan glukosa dengan pereaksi Benedict terhadap sampel tertentu agar dapat diketahui apakah sampel tersebut mengandung glukosa atau tidak. Kata mengidentifikasi merupakan kata kerja operasional pada aspek psikomotor.32 c. Dalam kalimat “Merancang dan melakukan percobaan untuk mengidentifikasi asam dan basa dengan berbagai indikator alam.”, kata-kata “Merancang dan melakukan percobaan” mengharuskan peserta ujian untuk menguji berbagai sampel dengan menggunakan indikator alami untuk mengetahui sifat asam atau basa dari sampel. Kata-kata tersebut juga merupakan kata kerja operasional dalam aspek psikomotor.33 d. Dalam kalimat “Menentukan ciri-ciri beberapa jenis garam yang dapat terhidrolisis di dalam air.”, kata-kata “Menentukan ciri-ciri” mengharuskan peserta ujian untuk melakukan praktik uji asam basa dari beberapa jenis garam dengan menggunakan indikator kertas lakmus. Ini karena garam yang dapat terhidrolisis dalam air dapat bersifat asam atau basa.
31
Ibid., h. 57. Yaumi, loc. cit. 33 Yamin, loc. cit. 32
54
Indikator yang kedua adalah ketersediaan petunjuk (persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan) yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik.34 Instruksi tentang tiga hal tersebut harus ada dan jelas terbaca agar memudahkan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam ujian praktik. Selain itu, petunjuk yang jelas juga dapat membantu penguji agar ujian praktik berjalan dengan efisien dan efektif. Untuk mempermudah pembahasan, berikut disajikan data hasil observasi ketersediaan petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik Tabel 4.8 Hasil Observasi pada Indikator Ketersediaan Petunjuk yang Jelas Tentang Cara Pengerjaan Tugas Ujian Praktik Instrumen Ujian Praktik SMAN A SMAN B SMAN C SMAN D SMAN E SMAN F SMAN G SMAN H SMAN I SMAN J
Kriteria Petunjuk Pengerjaan Tugas Ujian Praktik Persiapan Pelaksanaan Pelaporan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hanya ada dua instrumen yang menyertakan petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik, yaitu instrumen SMAN B dan SMAN C. Kedua instrumen tersebut memiliki petunjuk persiapan yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik, mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Hal ini menunjukkan bahwa ada delapan dokumen yang belum baik dalam mengarahkan peserta ujian dalam mengerjakan tugas ujian praktik. Delapan dokumen ini dikhawatirkan menimbulkan kebingungan peserta ujian dalam mengerjakan tugas ujian praktik yang benar. Selain itu petunjuk yang tidak jelas juga dapat menimbulkan salah-paham antara guru dengan peserta ujian sehingga hasil penilaian menjadi tidak valid dan reliabel. 34
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
55
Gambar 4.2 Petunjuk Pelaporan di Dokumen SMAN B Petunjuk yang jelas dalam dokumen penilaian ujian praktik berisi tata cara persiapan, pelaksanaan dan pelaporan tugas ujian yang jelas. Data pada Tabel 4.8 menunjukkan ada sepuluh dari sepuluh dokumen yang memiliki petunjuk persiapan ujian praktik yang jelas. Dibandingkan dengan sembilan dokumen lainnya, dokumen SMAN E memiliki petunjuk persiapan yang berbeda. Alat dan bahan yang digunakan dalam ujian praktik ditentukan sendiri oleh peserta ujian dan tidak diberikan secara eksplisit. Artinya, petunjuk dalam instrumen ujian praktik tersebut menginstruksikan agar peserta didik secara mandiri menuliskan alat dan bahan yang digunakan dalam ujian praktik.
Gambar 4.3 Petunjuk Persiapan di Dokumen SMAN E Selain itu, tata cara pelaksanaan ujian praktik yang baik juga menjadi salah satu pertimbangan dalam kejelasan petunjuk pengerjaan tugas ujian praktik. Data pada Tabel 4.8 menunjukkan dari sepuluh sampel hanya
56
didapatkan delapan dokumen yang memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik yang jelas. Dokumen yang tidak memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik yang jelas adalah dokumen SMAN A dan SMAN F. Dokumen SMAN A sebenarnya memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik, akan tetapi masih terdapat bagian yang kurang jelas. Langkah kerja yang diberikan masih kurang baik. Contohnya adalah kalimat “Membuat larutan bahan makanan yang akan diuji”. Langkah tersebut tidak spesifik, karena tidak menyebutkan kuantitas dan teknis pembuatan larutan. Contoh kalimat yang lain adalah “Tabung reaksi diguncangkan agar larutan homogen, warna sebelum dan sesudah ditetesi larutan lugol diamati”. Langkah tersebut kurang jelas, karena campuran hanya dapat dikatakan sebagai larutan jika sudah homogen, sedangkan proses mengguncangkan tabung reaksi adalah sebuah usaha agar campuran menjadi homogen, artinya campuran tersebut belum dapat dikatakan sebagai larutan. Frasa selanjutnya adalah “Warna sebelum dan sesudah ditetesi larutan lugol diamati” mengandung kerancuan langkah. Perintah mengamati warna larutan bahan makanan sebelum ditetesi lugol diberikan setelah langkah meneteskan larutan lugol ke dalam tabung reaksi. Hal tersebut menimbulkan kerancuan karena siswa memiliki kemungkinan belum sempat mengamati warna larutan bahan makanan sebelum ditetesi larutan lugol. Seharusnya langkah mengamati warna larutan bahan makanan diberikan sebelum langkah menetesi larutan bahan makanan dengan larutan lugol.
Gambar 4.4 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN A
57
Instrumen SMAN F tidak memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik yang jelas. Petunjuk pelaksanaan yang diberikan hanya memiliki sedikit informasi, sehingga dikhawatirkan hasil penilaian menjadi tidak valid karena pelaksanaan untuk tiap siswa bisa
berbeda-beda. Ini disebabkan oleh
petunjuk pelaksanaan yang tidak spesifik. Contohnya adalah pada petunjuk praktik kedua yang berbunyi “Lakukan titrasi 20 ml larutan HCl yang ditambahkan 3-5 tetes indicator pp (fenolftalein) dengan larutan NaOH 0,1 M”. Petunjuk yang diberikan hanya mengisyaratkan agar peserta ujian melakukan titrasi saja, akan tetapi dalam indikator yang ditulis terdapat kalimat “Siswa dapat melakukan percobaan titrasi asam basa untuk menghitung konsentrasi larutan dari hasil percobaan” yang mengisyaratkan agar peserta ujian menghitung konsentrasi larutan dari hasil percobaan. Di dalam kolom penilaian juga terdapat poin untuk bagian perhitungan. Seharusnya di dalam petunjuk juga dicantumkan untuk menghitung konsentrasi larutan hasil percobaan, tidak hanya melakukan proses titrasi saja.
Gambar 4.5 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN F Kejelasan petunjuk cara pengerjaan tugas ujian praktik juga dilihat dari ketersediaan petunjuk cara pelaporan hasil ujian praktik. Hal ini diperlukan karena kegiatan ujian praktik juga termasuk ke dalam kerja ilmiah, sehingga diperlukan laporan praktikum agar hasil praktik tidak sia-sia. Dari sepuluh dokumen yang diteliti, hanya ada dua instrumen yang memberikan
58
petunjuk cara membuat laporan praktikum yaitu instrumen SMAN B dan SMAN C. Pembuatan laporan praktikum di dalam instrumen SMAN A sebenarnya masuk ke dalam aspek yang dinilai, akan tetapi tidak ditemukan petunjuk pembuatan laporan praktikum. Sedangkan dalam instrumen SMAN G, sebenarnya perintah untuk pelaporan telah diberikan, akan tetapi tidak ada petunjuk yang jelas tentang cara pembuatan laporan praktikum. Untuk dokumen dari sekolah lain tidak ada yang memberikan petunjuk tentang cara pelaporan ujian praktik.
Gambar 4.6 Petunjuk Pelaporan Ujian Praktik di Instrumen SMAN G Indikator selanjutnya adalah ketersediaan panduan penskoran. Panduan penskoran merupakan hal pokok dalam penyusunan sebuah instrumen penilaian dan dapat digunakan sebagai pedoman bagi guru dan peserta didik agar skor yang didapatkan peserta didik lebih objektif.35 Instrumen penilaian yang tidak memiliki pedoman penskoran dikhawatirkan tidak dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan tepat karena skor yang didapat tidak spesifik dan terkesan subjektif. Berdasarkan data pada Tabel 4.7, tidak ada instrumen yang mendapatkan skor sempurna untuk pedoman penskoran. Artinya, guru masih menemui kendala dalam pembuatan pedoman penskoran yang baik. Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak dijumpai penggunaan rubrik atau 35
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 95.
59
daftar cek yang spesifik di dalam seluruh instrumen penilaian yang dianalisis. Padahal, pedoman penskoran memegang peranan yang penting dalam penerjemahan kompetensi yang dikuasai siswa menjadi satuan bentuk angka. Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hanya ada 1 dokumen penilaian ujian praktik kimia yang tidak memiliki pedoman penskoran, yaitu instrumen SMAN H. Instrumen SMAN H sebenarnya memiliki lembar pedoman penilaian, akan tetapi pedoman penilaian yang dicantumkan tidak menunjukkan cara penskoran untuk ujian praktik. Dalam pedoman tersebut hanya dituliskan pedoman penilaian untuk aspek kognitif dan afektif yang jenis instrumennya adalah tes tertulis, bukan praktik. Oleh karena itu, pedoman yang dituliskan tidak relevan dengan pedoman penskoran ujian praktik.
Gambar 4.7 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN H Instrumen SMAN A dan SMAN B mendapatkan skor satu (1) untuk ketersediaan
pedoman
penskoran.
Masing-masing
instrumen
hanya
memberikan pedoman penskoran tanpa ada skala penilaian. Pedoman penskoran yang diberikan tidak memberikan skala penilaian yang spesifik. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi penguji untuk menentukan skor bagi para peserta didik karena pedoman penskoran tersebut tidak menyediakan acuan penilaian
yang
pasti.
Akibatnya,
hasil
ujian
praktik
merepresentasikan kemampuan peserta didik dengan baik.
tidak
dapat
60
Gambar 4.8 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN A Kemudian, instrumen SMAN C, SMAN E, SMAN I, dan SMAN J mendapatkan skor dua (2) untuk ketersediaan pedoman penskoran. Di dalam kedua dokumen tersebut terdapat pedoman penskoran beserta skala penilaiannya. Akan tetapi skala penilaian yang diberikan masih tidak jelas. Dalam instrumen SMAN C hanya disebutkan skor maksimal untuk pre-tes, praktikum, dan laporan. Sedangkan instrumen SMAN E sebenarnya memberikan skala penilaian yang lebih spesifik, yaitu untuk persiapan, urutan langkah percobaan, ketertiban, hasil percobaan, penilaian LKS, dan kegiatan akhir. Akan tetapi skala yang diberikan terlalu besar. Nilai maksimum yang diberikan adalah 25. Dengan range sebesar itu, skor yang diberikan akan bias dan tidak spesifik. Instrumen SMAN I juga memberikan skala penilaian yang lebih spesifik, yaitu persiapan, proses pelaksanaan praktik, kebersihan, kerapihan, dan perhitungan kimia. Akan tetapi, range yang diberikan kurang spesifik, sehingga dikhawatirkan penguji akan memberikan skor secara subjektif. Sedangkan instrumen SMAN J hanya memberikan pedoman penskoran dengan tiga kriteria yaitu persiapan, proses, dan akhir. Range skor yang diberikan juga terlalu besar tanpa ada deskripsi kriteria yang spesifik sehingga skor yang didapat akan bias.
61
Gambar 4.9 Pedoman Penskoran Ujian Praktik Instrumen SMAN C Instrumen SMAN D, SMAN F, SMAN G, dan SMAN J masingmasing hanya mendapatkan skor tiga (3). Kelima instrumen ini sudah menyertakan pedoman penskoran dengan skala penilaian yang cukup spesifik, akan tetapi masih ada beberapa bagian yang kurang jelas. Beberapa contoh bagian pedoman penskoran dalam kelima dokumen tersebut antara lain sebagai berikut: a. Dalam dokumen SMAN D, ada kriteria “Ketepatan menjelaskan tujuan” dengan skor maksimal 5. Kriteria tersebut masih bersifat subjektif dan juga tidak dapat menjelaskan dengan baik hubungan tingkat kejelasan tujuan dengan skor yang didapat. b. Dalam dokumen SMAN F, ada kriteria “Penggunaan buret” dengan skor 3. Kriteria ini juga tidak menjelaskan penggunaan buret yang seperti apa yang akan mendapatkan skor 3. c. Dalam dokumen SMAN G, ada kriteria “Ketelitian” dengan skor 6. Kriteria ini bersifat subjektif karena penguji tidak diberikan kejelasan mengenai tingkat ketelitian yang akan mendapatkan skor 6. Indikator keempat adalah penyajian tabel/gambar/grafik yang jelas dan berfungsi.36 Di dalam dokumen penilaian ujian praktik tentunya terdapat beberapa hal yang membutuhkan tabel atau gambar, atau grafik untuk memperjelas tugas ujian praktik. Tabel atau gambar yang diberikan harus 36
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc.cit.
62
jelas dan berfungsi. Yang dimaksud dengan jelas adalah tampilan gambar, tabel atau grafik yang diberikan harus dapat dibaca dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta ujian. Sedangkan yang dimaksud dengan berfungsi adalah tabel, gambar atau grafik diberikan sebagai penunjang kegiatan ujian praktik. Jika soal ujian praktik mampu dijawab tanpa menggunakan tabel, gambar atau grafik yang diberikan, maka dapat dikatakan bahwa tabel, gambar atau grafik yang diberikan tidak berfungsi.37 Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ada delapan instrumen yang memiliki tabel, gambar, atau grafik yang jelas dan berfungi dan ada dua dokumen yang tidak mencantumkan tabel, gambar atau grafik. instrumen SMAN A dan SMAN F tidak mencamtumkan tabel, gambar atau grafik. Dalam instrumen SMAN A, instruksi yang diberikan hanya berupa kalimat-kalimat. Tidak ada ilustrasi tentang percobaan ataupun tabel yang berguna sebagai pedoman lembar pengamatan. Padahal judul praktik yang diberikan cukup banyak dan tentu membutuhkan tabel pengamatan agar hasil percobaan dapat disimpulkan dengan baik. Sedangkan dalam dokumen SMAN F hanya memberikan soal saja tanpa ada petunjuk lebih lanjut mengenai percobaan. Tidak ada gambar ataupun tabel atau grafik yang seharusnya dapat membantu peserta ujian mengerjakan tugas membuat larutan dan melakukan titrasi asam-basa. Hanya ada dua dokumen yang mencamtumkan gambar ilustrasi praktik, yaitu dokumen SMAN E dan SMAN G. Dokumen SMAN E mencamtumkan gambar pada tiga judul praktiknya, yaitu penentuan sifat unsur-unsur periode ke-3, penentuan sifat larutan dengan kertas lakmus dan penentuan sifat garam yang mengalami hidrolisis. Sedangkan dokumen SMAN G juga mencantumkan gambar pada tiga judul praktiknya, yaitu uji elektrolisis, uji asam basa, dan uji elektrolit. Sedangkan dokumen SMAN B, SMAN C, SMAN D, SMAN H, SMAN I, dan SMAN J hanya mencantumkan tabel saja di dalam judul praktiknya. Tabel yang dicantumkan digunakan sebagai pedoman penulisan lembar pengamatan hasil praktik. 37
Ibid., h. 16.
63
Gambar 4.10 Salah Satu Gambar yang Tertera Dalam Dokumen G
3. Analisis Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Pada Aspek Bahasa/Budaya Aspek
bahasa/budaya
adalah
aspek
yang
berkaitan
dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).38 Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan oleh pendidik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik. Data pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa aspek bahasa/budaya mendapatkan skor yang tinggi pada setiap dokumen, dengan dokumen SMAN H mendapatkan skor maksimum. Skor terendah didapatkan oleh dokumen SMAN I, yaitu 45 poin atau sebesar 75,00%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum dokumen penilaian ujian praktik kimia di SMAN Kota Tangerang Selatan telah memenuhi aspek bahasa/budaya dengan kategori baik. Hanya saja, ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus dalam aspek bahasa/budaya ini. Dalam penelitian ini aspek bahasa diwakili oleh 5 item, yaitu penggunaan rumusan kalimat yang komunikatif, penggunaan bahasa Indonesia yang baku, penggunaan kata/ungkapan yang tidak menimbulkan 38
Surapranata, loc. cit.
64
penafsiran ganda atau salah pengertian, penggunaan kalimat yang tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu serta penggunaan kata/ungkapan yang tidak menyinggung perasaan peserta didik.39 Untuk
lebih
memperjelas
pembahasan
mengenai
aspek
bahasa/budaya, berikut disajikan tabel mengenai hasil analisis dokumen penilaian ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.9 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada Aspek Bahasa/budaya Indikator Penggunaan kalimat komunikatif Penggunaan bahasa Indonesia yang baku Menghindari kalimat bermakna ganda Menghindari bahasa setempat/tabu Menghindari kata/ungkapan yang menyinggung
A
B
C
D
SMAN E F
G
H
I
J
Ratarata
%
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3,7
92,50
Sangat baik
1
1
2
1
4
1
1
4
1
1
1,7
42,50
Cukup
4
4
4
4
1
4
4
4
3
4
3,6
90,00
Sangat baik
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
100,0 0
Sangat baik
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
100,0 0
Sangat baik
Indikator
pertama
dalam
instrumen
penelitian
Kesesuaian Kategori
untuk
aspek
bahasa/budaya adalah penggunaan rumusan kalimat yang komunikatif.40 Kalimat yang komunikatif tentunya mudah dipahami oleh peserta ujian sehingga gagasan yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta ujian. Kalimat tersebut harus berupa kalimat efektif, yaitu kalimat yang memenuhi kriteria jelas, singkat, lengkap, mudah diterima, dan dapat menyampaikan semua informasi secara tepat.41 Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hanya ada tiga dokumen yang masih memiliki rumusan kalimat yang tidak komunikatif, yaitu dokumen SMAN C, SMAN D, dan SMAN F. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dokumen penilaian ujian praktik yang digunakan di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan telah menggunakan rumusan kalimat yang baik dan mudah dipahami oleh peserta ujian. 39
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, op. cit., h. 17. Ibid. 41 Asul Wiyanto, Kitab Bahasa Indonesia untuk SD, SMP, SMA, Mahasiswa, Umum, (Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2012), h. 54. 40
65
Beberapa contoh rumusan kalimat di dalam dokumen penilaian ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan yang sulit dipahami diantaranya adalah sebagai berikut: a. Dalam dokumen SMAN C, terdapat kalimat “Masukkan 1 gram logam Zn ke dalam balon karet, rekatkan dengan mulut labu Erlenmeyer no. 1”. Dalam kalimat tersebut kata “Rekatkan” tidak memiliki subjek yang jelas, apakah yang direkatkan itu logam Zn atau balon karet. Lalu kata-kata “Labu Erlenmeyer no. 1” tidak jelas maksudnya adalah labu erlenmeyer ukuran no. 1 atau labu erlenmeyer yang telah disebutkan di nomor 1 di awal langkah kerja.
Gambar 4.11 Potongan Kalimat yang Sulit Dipahami Dalam Dokumen SMAN C
66
b. Potongan dokumen berikut ini terdapat dalam dokumen SMAN D, yaitu:
Gambar 4.12 Potongan Dokumen SMAN D Dalam potongan dokumen tersebut, terdapat kalimat yang tidak efektif karena terdapat pengulangan kata “Erlenmeyer”. Seharusnya instruksi yang diberikan adalah “Tambahkan sebanyak 3-4 tetes dengan menggunakan pipet tetes pada:” c. Di dalam dokumen SMAN F, pada kolom “menyediakan alat dan bahan” ditemukan kata-kata “garam dapur, NaCl”. NaCl dan garam dapur adalah dua zat yang berbeda, walaupun kandungan utama garam dapur adalah NaCl.42 Soal ujian praktik yang diberikan adalah “buatlah 100 ml Larutan NaCl 1 M”. Oleh karena itu, kata tersebut tidak hemat karena cukup NaCl saja yang disebutkan. Indikator yang kedua adalah penggunaan bahasa Indonesia yang 43
baku.
Bahasa Indonesia yang baku adalah yang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku dapat menyebabkan instrumen penilaian menjadi tidak baik. Penggunaan ejaan yang tidak baku akan
42 43
Robert L. Wolke, Einstein aja gak tau!, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 72. Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
67
berpengaruh terhadap penurunan kualitas kalimat dan dapat mengakibatkan kesalahan kalimat.44 Hasil penelitian pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa indikator penggunaan bahasa Indonesia yang baku mendapatkan skor rata-rata yang paling rendah. Hanya dokumen dari SMAN E dan SMAN H yang seluruhnya menggunakan kalimat baku. Berarti ada delapan dokumen lainnya yang masih menggunakan kalimat yang tidak baku. Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius karena sebanyak 80,00% dokumen di SMA Negeri Tangerang Selatan masih menggunakan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Di dalam dokumen penilaian yang dianalisis, banyak ditemukan penggunaan kata-kata yang tidak baku. Dokumen SMAN C memiliki 2 kalimat yang mengandung kata tidak baku, yaitu kata “Penerapanya” dan kata “Siang”. Seharusnya ditulis “Penerapannya” dan “Silang”. Sedangkan dokumen dari tujuh sekolah lainnya mengandung banyak sekali kata-kata yang tidak baku. Beberapa contoh kata yang tidak baku yang ditemukan dalam dokumen penilaian ujian praktik ini diantaranya adalah sebagai berikut: a. “hamper” yang seharusnya ditulis “hampir”.45 b. “ditergen” yang seharusnya ditulis “detergen”.46 c. “indicator” yang seharusnya ditulis “indikator”.47 d. “alcohol” yang seharusnya ditulis “alkohol”.48 e. “kebersian” yang seharusnya ditulis “kebersihan”.49 f. “litmus paper” yang seharusnya dicetak miring atau ditulis “kertas lakmus”.50 g. “mendeskrip-sikan” yang seharusnya ditulis “mendeskripsikan”.51 44
Widjono Hs, Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 168. 45 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 507. 46 Ibid., h. 348. 47 Ibid., h. 551. 48 Ibid., h. 43. 49 Ibid., h. 188. 50 Ibid., h. 797.
68
Gambar 4.13 Terdapat Kata-Kata yang Tidak Baku Dalam Dokumen SMAN D Indikator selanjutnya adalah penggunaan kata/ungkapan yang tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.52 Kalimat yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik tidak boleh rancu dan tidak boleh bermakna ganda. Hal ini sangat penting karena kalimat yang bermakna ganda atau rancu akan mengakibatkan kesalahan penyampaian gagasan. Gagasan penting yang seharusnya disampaikan oleh guru tidak sampai secara tepat kepada peserta ujian. Makna yang diterima oleh peserta ujian dapat menjadi berbeda dari maksud yang sebenarnya.53 Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa masih terdapat kalimat yang rancu dalam dokumen penilaian yang dianalisis, yaitu pada dokumen SMAN E dan SMAN I. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dokumen penilaian
51
ujian
praktik
kimia
di
Kota
Tangerang
Selatan
Ibid., h. 347. Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit. 53 Wiyanto, Op. cit., h. 55. 52
sudah
69
meminimalisasi penggunaan kalimat rancu dan bermakna ganda agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penguji dengan peserta ujian. Beberapa contoh penggunaan kalimat yang bermakna ganda atau salah pengertian yang ditemukan dalam dokumen penilaian ujian praktik yang dianalisis adalah sebagai berikut: a. Dalam dokumen SMAN C, terdapat kalimat “Reaksi Mg dengan oksigen, dan reaksi hasil pembakaran dengan air”. Kalimat tersebut mengandung dua arti yaitu reaksi yang terjadi jika hasil pembakaran logam Mg dicampur dengan air atau reaksi yang terjadi jika logam Mg dibakar menggunakan air. Ini disebabkan subjek kalimat tidak disebutkan dengan jelas sehingga menimbulkan kerancuan kalimat. Kalimat “Apakah sifat larutan yang dihasilkan dari hasil pembakaran Mg + air?” juga mengandung dua arti yang tidak jauh berbeda dengan kalimat pertama di atas, yaitu hasil pembakaran logam Mg lalu dicampur air atau hasil pembakaran Mg dengan menggunakan air.
Gambar 4.14 Potongan Dokumen SMAN E b. Dalam dokumen SMAN I, tertulis kalimat “HCl dititrasi dengan NaOH 0,1 M. tentukan jumlah volume yang diperlukan dan hitunglah
70
konsentrasi HCl.”. Dalam kalimat tersebut tidak disebutkan larutan apa yang harus ditentukan jumlah volumenya, sehingga berpotensi menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang larutan mana yang harus ditentukan jumlahnya. Indikator
keempat
adalah
penggunaan
kalimat
yang
tidak
menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.54 Bahasa yang digunakan dalam dokumen penilaian tidak boleh menggunakan bahasa daerah setempat, apalagi kata/ungkapan yang bersifat tabu di daerah Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan adalah kota yang bersebelahan dengan Ibukota DKI Jakarta, kota Depok, kota Bogor dan Kabupaten Tangerang merupakan kota majemuk yang terdiri dari beberapa suku, yaitu sunda, betawi, jawa, tionghoa, minang dll.55 Hal ini menyebabkan daerah Tangerang Selatan secara umum banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang sering digunakan sehari-hari di samping masing-masing suku tersebut menggunakan bahasa daerah masing-masing di kalangan mereka. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik tidak boleh menggunakan satupun bahasa daerah suku yang ada di kota Tangerang Selatan. Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa di dalam dokumen penilaian ujian praktik kimia tidak ditemukan kalimat yang menggunakan bahasa yang berlaku setempat atau tabu di daerah Tangerang Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa guru-guru di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan telah membuat dokumen penilaian yang bebas SARA dan bersifat nasional tanpa membedakan daerah. Sebenarnya, konsep ujian praktik yang digunakan diperbolehkan memakai nuansa kearifan lokal Kota Tangerang Selatan, akan tetapi bahasa penyampaian yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik tetap diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik tanpa menggunakan bahasa tabu atau bahasa setempat.
54
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit. Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Profil Kota Tangerang Selatan, (Tangerang Selatan: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan, 2012), h. 6. 55
71
Indikator kelima adalah penggunaan kata/ungkapan yang tidak menyinggung perasaan peserta didik.56 Dokumen penilaian ujian praktik yang digunakan oleh guru tidak boleh menyebabkan peserta didik merasa tersinggung, sehingga pemilihan kata atau kalimat yang digunakan harus bebas dari kata-kata yang menyinggung. Contoh kalimat yang menyinggung adalah jika kalimat tersebut mengandung kata-kata kasar, kata-kata yang sifatnya menghina peserta didik serta kata-kata yang sifatnya meremehkan kemampuan peserta didik. Kalimat-kalimat tersebut jika digunakan tentunya akan menyebabkan peserta didik sakit hati, sehingga tentunya akan mempengaruhi kegiatan ujian praktik. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa seluruh dokumen penilaian ujian praktik yang dianalisis tidak mencantumkan kalimat yang sifatnya menyinggung peserta didik. Seluruh dokumen penilaian ujian praktik menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hasil analisis seluruh dokumen instrumen ujian praktik kimia kelas XII di SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa sebenarnya instrumen ujian praktik yang digunakan oleh guru sudah termasuk ke dalam kategori yang baik secara keseluruhan. Akan tetapi, terdapat beberapa indikator yang memiliki persentase sangat rendah dan hal tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus agar instrumen ujian praktik yang digunakan untuk pembelajaran selanjutnya memiliki kualitas yang lebih baik.
56
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari instrumen penilaian Ujian Praktik Kimia di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas instrumen penilaian ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015 dilihat dari aspek materi adalah sebesar 90,42% dengan kategori sangat baik, lalu pada aspek konstruksi adalah sebesar 74,17% dengan kategori baik, sedangkan pada aspek bahasa/budaya adalah sebesar 84,66% dengan kategori sangat baik. Dalam aspek materi, indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator kesesuaian materi dengan kompetensi yang disyaratkan yaitu sebesar 60,00% dengan kategori baik. Pada aspek konstruksi, indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator ketersediaan pedoman penskoran yang baik yaitu sebesar 50,00% dengan kategori cukup. Sedangkan dalam aspek bahasa/budaya, indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator penggunaan bahasa Indonesia yang baku yaitu 42,50% dengan kategori cukup.
B. Saran Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, penulis mengajukan beberapa saran untuk perbaikan di masa mendatang, sebagai berikut: 1. Sebaiknya guru dalam membuat instrumen ujian praktik agar disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, agar kegiatan ujian praktik sebagai evaluasi dalam pendidikan dapat memberikan hasil sesuai dengan kemampuan siswa. 2. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari instrumen ujian praktik, sebaiknya instrumen tersebut diujicoba dahulu. 3. Sangat diperlukan bagi seorang guru agar membuat bank soal ujian praktik sendiri sesuai dengan kemampuan siswa dan sekolah. 72
73
4. Diharapkan guru melakukan evaluasi terhadap hasil ujian praktik siswa berdasarkan instrumen yang telah dibuat untuk menentukan strategi pembelajaran yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Abdul, Melinda dkk.. “Uji Kualitas Air Sumur Gali di Wilayah Pesisir Pantai (Studi Penelitian Sumur Gali di Desa Bulontio Barat Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo)”. Jurnal Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. 2015. Airasian, Peter W. and Michael K. Russell. Classroom Assessment: Consepts and Application. New York: McGraw-Hill. 2008. Anderson, Lorin W.. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terj. Agung Prihantoro. Yogayakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2012. -----. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: BSNP. 2006. Banerjee, Mousumi. Beyond Kappa: A Review of Interrater Agreement Measures. The Canadian Journal of Statistics. Vol. 27. No. 1. 1999. Basuki, Ismet dan Hariyanto. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015. Brown, dkk., Organic Chemistry. Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning. 2009. Departemen Pendidikan Nasional. Panduan Penulisan Butir Soal. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 2008. -----. “Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan”. 2007. Direktorat Jendral Pendidikan Islam. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI. 2006. Haryati, Mimin. Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Ciputat: Referensi. 2013. Hopkins, Kenneth D. Educational and Psychological Measurement and Evaluation. USA: Allyn & Bacon. 1998.
74
75
Hs, Widjono. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo. 2007. Husamah dan Yanur Setyaningrum. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi, Panduan dalam Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. “Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK Atau Yang Sederajat”. 2015 ------. “Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan”. 2013. Kunandar. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press. 2007. Kunandar. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2013. Kusbandari, Aprilia. “Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam Tepung dan Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.). Pharmaciana Vol. 5 No.1. 2015. Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009. McGraw-Hill Higher Education. Chemistry in Context: Applying Chemistry to Society – Fourth Edition. New York: McGraw-Hill. 2003. Miller, M. David, et al. Measurement and Assessment in Teaching. New Jersey: Pearson Education. 2009. Muslich, Masnur. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT Refika Aditama, 2011. -----. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Nugroho, Agung dkk. Asesmen “Sistemic Multiple Choice Question (SiMuC-Q)” : Alternatif Model Instrumen Evaluasi dalam Pembelajaran Kimia, Makalah Pendamping Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia VI. 2014. Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga. 2009.
76
Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Profil Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan. 2012. Pohan, Hizraini. “Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) Bidang Studi Kimia Kelas X Kota Tangerang Selatan”. Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2013. tidak dipublikasikan. Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Putra, Hasbi Anggana. “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”. Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2012. tidak dipublikasikan. Ramadani, Suryanika. “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi”. Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2013. tidak dipublikasikan. Rasyid, Harun dan Mansur. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima. 2009. Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. 2013. Sarker, Satyajit D. dan Lutfun Nahar. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi – Bahan Kimia Organik, Alam dan Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009. Sofyan, Ahmad, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006. Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2006. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Surapranata, Sumarna. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
77
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008. Tro, Nivaldo J.. Chemistry in Focus : A Molecular View of Our World. Belmont: Thomson Higher Education. 2007. Uno, Hamzah B. dan Satria Koni. Assessment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Widoyoko, S. Eko Putro. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2014. Wiyani, Novan Ardy. Desain Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013. Wiyanto, Asul. Kitab Bahasa Indonesia untuk SD, SMP, SMA, Mahasiswa, Umum. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. 2012. Wolke, Robert L. Einstein aja gak tau!. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 2003. Yamin, Martinis. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. 2009. Yaumi, Muhammad. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. 2013 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009.
78
Lampiran 1. Lembar Penilaian Instrumen Ujian Praktik KODE : A B C D E F G H I J LEMBAR INSTRUMEN PENILAIAN UJIAN PRAKTIK Petunjuk : 1. Berikut ini adalah lembar responden untuk menilai instrumen ujian praktik kimia SMA berdasarkan pedoman penulisan butir soal tes perbuatan. 2. Berdasarkan pendapat Bapak/Ibu berilah penilaian dengan skala 0-4 pada kolom yang telah disediakan dengan memberi tanda cek (√) dengan kriteria rubrik penilaian terlampir 3. Isilah kolom berikut : No.
Aspek Penilaian
1.
Materi a. Soal di dalam ujian praktik sesuai dengan Indikator (Menuntut Praktik atau tidak) b. Pertanyaan atau perintah dalam instrumen ujian praktik sesuai dengan jawaban yang diharapkan c. Materi ujian praktik sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan (urgensi, relevansi, kontinuitas dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi) d. Materi ujian praktik yang ditanyakan sesuai dengan materi kimia di Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), baik kelas X, XI atau XII Konstruksi a. Instrumen ujian praktik menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban praktik b. Instrumen ujian praktik memiliki petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik c. Instrumen ujian praktik memiliki pedoman penskoran d. Instrumen praktik menyajikan tabel, gambar atau grafik yang yang jelas dan berfungsi Bahasa/Budaya a. Instrumen ujian praktik menggunakan rumusan kalimat yang komunikatif b. Instrumen ujian praktik menggunakan bahasa Indonesia yang baku c. Instrumen ujian praktik Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
2.
3.
4
3
Skor 2
1
0
79
d. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu e. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik
………………….. 2015 Responden (Penilai)
…………………..
INDIKATOR
d. Materi ujian praktik yang ditanyakan sesuai dengan materi kimia di Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), baik kelas X, XI atau XII
c. Materi ujian praktik sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan (urgensi, relevansi, kontinuitas dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi)
b. Instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen ujian praktik sesuai dengan jawaban yang diharapkan
a. Soal di dalam ujian praktik sesuai dengan Indikator (Menuntut Praktik atau tidak)
1. Materi
Keterangan Rubrik Penilaian :
KODE : A B C D E F G H I J
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
4
3
2
1
0 1 2 3 4 0
LAMPIRAN
RUBRIK PENILAIAN : Soal ujian praktik seluruhnya tidak sesuai dengan indikator serta tidak menuntut praktik : Soal ujian praktik seluruhnya tidak sesuai dengan indikator tetapi menuntut praktik : Soal ujian praktik ada yang tidak sesuai dengan indikator tetapi menuntut praktik : Soal ujian praktik seluruhnya sesuai dengan indikator tetapi tidak menuntut praktik : Soal ujian praktik seluruhnya sesuai dengan indikator serta menuntut praktik : Instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen seluruhnya tidak sesuai dengan jawaban yang diharapkan : Terdapat lebih dari 2 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak sesuai dengan jawaban yang diharapkan : Terdapat 2 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak sesuai dengan jawaban yang diharapkan : Terdapat 1 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak sesuai dengan jawaban yang diharapkan : Instruksi (pertanyaaan atau perintah) dalam instrumen seluruhnya sesuai dengan jawaban yang diharapkan : Materi ujian praktik tidak sesuai dengan seluruh kompetensi yang disyaratkan : Materi ujian praktik memiliki 3 (tiga) kompetensi yang tidak sesuai : Materi ujian praktik memiliki 2 (satu) kompetensi yang tidak sesuai : Materi ujian praktik memiliki 1 (satu) kompetensi yang tidak sesuai : Materi ujian praktik sesuai dengan seluruh kompetisi yang disyaratkan : Materi ujian seluruhnya tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA : terdapat lebih dari 2 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA : terdapat 2 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA : Terdapat 1 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA : Materi ujian seluruhnya sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
Lampiran 2. Rubrik Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia
80
INDIKATOR
d. Instrumen praktik menyajikan tabel, gambar atau grafik yang jelas dan berfungsi
c. Instrumen ujian praktik memiliki pedoman penskoran
b. Instrumen ujian praktik memiliki petunjuk (persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan) yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik
a. Instrumen ujian praktik menggunakan kalimat instruksi (kata tanya atau perintah) yang menuntut jawaban praktik
2. Konstruksi
3
0 1 2
4
3
2
0 1
4
3
2
0 1 2 3 4 0 1
: Tidak memiliki kalimat instruksi yang menuntut praktik : Terdapat lebih dari 2 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik/perbuatan : Terdapat 2 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik : Terdapat 1 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik : Kalimat instruksi yang dituliskan seluruhnya menuntut jawaban praktik/perbuatan : Tidak memiliki Instruksi/petunjuk : Memiliki instruksi/petunjuk yang tidak berkaitan dengan cara mengerjakan tugas ujian praktik : hanya Memiliki kelengkapan 1 dari 3 (mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan) instruksi/petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik : hanya Memiliki kelengkapan 2 dari 3 (mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan) instruksi/petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik : Memiliki instruksi/petunjuk yang jelas dan lengkap 3 dari 3 (mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan) tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik : Tidak memiliki pedoman penskoran : Memiliki pedoman penskoran tetapi tidak disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar cek : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar cek akan tetapi seluruhnya tidak jelas dalam penggunaannya : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar cek akan tetapi masih terdapat bagian yang tidak jelas dalam penggunaannya : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar cek yang seluruhnya jelas dalam penggunaannya : Tidak menyajikan tabel, gambar, atau grafik : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik tetapi seluruhnya tidak jelas terbaca : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca akan tetapi seluruhnya tidak berfungsi : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca akan tetapi masih terdapat yang
RUBRIK PENILAIAN
81
0 : Rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya sulit dipahami 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit dipahami 2 : Terdapat 2 (dua) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit dipahami 3 : Terdapat 1 (satu) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit dipahami 4 : Rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya mudah dipahami 0 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak baku 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang tidak baku 2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang tidak baku 3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang tidak baku 4 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya baku 0 : Kata/ungkapan yang digunakan dalam instrumen seluruhnya menimbulkan penafsiran ganda 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang menimbulkan penafsiran ganda 2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang menimbulkan penafsiran ganda 3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang menimbulkan penafsiran ganda 4 : Kata/ungkapan yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak menimbulkan penafsiran ganda 0 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya menggunakan kata/ungkapan yang berlaku setempat/tabu
a. Instrumen ujian praktik menggunakan rumusan kalimat yang komunikatif
d. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan bahasa yang berlaku
c. Instrumen ujian praktik Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
b. Instrumen ujian praktik menggunakan bahasa Indonesia yang baku
RUBRIK PENILAIAN
tidak berfungsi 4 : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca dan seluruhnya berfungsi
RUBRIK PENILAIAN
INDIKATOR
3. Bahasa/Budaya
INDIKATOR
82
e. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik
setempat/tabu
INDIKATOR 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku setempat/tabu 2 : Terdapat 2 (dua) mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku setempat/tabu 3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku setempat/tabu 4 : Kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak menggunakan kata/ungkapan yang berlaku setempat/tabu 0 : Kalimat soal yang digunakan dalam instrumen seluruhnya mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang dapat menyinggung perasan peserta didik 2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang dapat menyinggung perasan peserta didik 3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang dapat menyinggung perasan peserta didik 4 : Kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya sama sekali tidak menggunakan kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik
RUBRIK PENILAIAN
83
84
Lampiran 3
REKAPITULASI HASIL OBSERVASI INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA 1.
SMAN A
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
2.
1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
1.a Responden 1 4 Responden 2 3 Responden 3 4 JUMLAH
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4
∑ 15 15 15 45
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 4 1 4 13 4 4 4 1 4 13 4 4 4 1 4 13 4 39
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4
∑ 15 13 16 42
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 4 2 4 14 3 4 4 2 4 14 3 4 4 2 4 14 3 42
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4
∑ 15 14 14 43
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 3 3 4 14 3 4 3 3 4 14 3 4 3 3 4 14 4 42
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4
∑ 15 14 14 43
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 2 2 4 12 4 4 2 2 4 12 4 4 2 2 4 12 4 36
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 4 1 4 4 4 2 4 4 4 1 4 4
∑ 17 17 16 50
Materi 1.b 1.c 4 3 4 3 4 3
1.d 4 4 4
∑ 17 17 17 51
Materi 1.b 1.c 4 3 4 2 4 4
1.d 4 4 4
∑ 18 18 18 54
SMAN D
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
5.
∑ 15 15 14 44
SMAN C
Responden
4.
1.d 4 4 4
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 1 1 0 6 4 4 1 1 0 6 4 4 1 1 0 6 3 18
SMAN B
Responden
3.
Materi 1.b 1.c 4 3 4 3 4 2
Materi 1.b 1.c 4 3 4 2 4 2
1.d 4 4 4
∑ 16 16 16 48
SMAN E
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 4 3 4 2 4 2
1.d 4 4 4
∑ 17 18 17 52
85
6.
SMAN F
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
7.
1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
∑ 14 14 15 43
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 4 4 4 1 3 4 4
∑ 15 15 15 45
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 4 3 4 15 4 4 4 4 4 16 4 4 4 4 4 16 4 47
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4
∑ 14 15 14 43
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 3 0 4 11 4 4 2 0 4 10 4 4 3 0 4 11 4 32
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
∑ 15 14 14 43
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 3 2 4 13 4 4 3 2 4 13 4 4 3 2 4 13 4 39
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 3 4 4 1 3 4 4 1 3 4 4
∑ 14 14 15 43
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 3 3 4 12 4 4 3 3 4 12 4 4 3 3 4 12 4 36
Bahasa/budaya 3.b 3.c 3.d 3.e 1 4 4 4 1 3 4 4 1 4 4 4
∑ 16 16 15 47
Materi 1.b 1.c 4 3 4 3 4 3
1.d 4 4 4
∑ 17 17 17 51
SMAN H
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
9.
1.d 4 4 4
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 4 1 3 0 8 3 4 1 3 0 8 3 4 1 4 0 9 3 25
SMAN G
Responden
8.
Materi 1.b 1.c 3 3 3 3 3 4
Materi 1.b 1.c 4 2 4 3 4 2
1.d 4 4 4
∑ 20 20 20 60
SMAN I
Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 4 3 4 2 4 2
1.d 4 4 4
∑ 15 15 15 45
10. SMAN J Responden 1.a Responden 1 4 Responden 2 4 Responden 3 4 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 4 2 4 2 4 3
1.d 4 4 4
∑ 17 16 17 50
86
Lampiran 4
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN A Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
1
1
0
6
4
1
4
4
4
17
4
4
3
4
15
4
1
1
0
6
4
1
4
4
4
17
4
4
2
4
14
4
1
1
0
6
3
1
4
4
4
16
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
44
18
50
87
Lampiran 5
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN B Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
4
1
4
13
4
1
4
4
4
17
4
4
3
4
15
4
4
1
4
13
4
1
4
4
4
17
4
4
3
4
15
4
4
1
4
13
4
1
4
4
4
17
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
45
39
51
88
Lampiran 6
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN C Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
4
2
4
14
3
3
4
4
4
18
3
4
2
4
13
4
4
2
4
14
3
3
4
4
4
18
4
4
4
4
16
4
4
2
4
14
3
3
4
4
4
18
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
42
42
54
89
Lampiran 7
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN D
Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
3
3
4
14
3
1
4
4
4
16
4
4
2
4
14
4
3
3
4
14
3
1
4
4
4
16
4
4
2
4
14
4
3
3
4
14
4
1
4
4
4
16
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
42
48
90
Lampiran 8
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN E Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
2
2
4
12
4
4
1
4
4
17
4
4
2
4
14
4
2
2
4
12
4
4
2
4
4
18
4
4
2
4
14
4
2
2
4
12
4
4
1
4
4
17
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
36
52
91
Lampiran 9
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN F Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
3
3
4
14
4
1
3
0
8
3
1
4
4
4
16
4
3
3
4
14
4
1
3
0
8
3
1
4
4
4
16
4
3
4
4
15
4
1
4
0
9
3
1
3
4
4
15
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
25
47
92
Lampiran 10
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN G Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
4
3
4
15
4
1
4
4
4
17
4
4
3
4
15
4
4
4
4
16
4
1
4
4
4
17
4
4
3
4
15
4
4
4
4
16
4
1
4
4
4
17
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
45
47
51
93
Lampiran 11
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN H Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
2
4
14
4
3
0
4
11
4
4
4
4
4
20
4
4
3
4
15
4
2
0
4
10
4
4
4
4
4
20
4
4
2
4
14
4
3
0
4
11
4
4
4
4
4
20
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
32
60
94
Lampiran 12
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN I Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
3
4
15
4
3
2
4
13
4
1
3
4
4
15
4
4
2
4
14
4
3
2
4
13
4
1
3
4
4
15
4
4
2
4
14
4
3
2
4
13
4
1
3
4
4
15
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
39
45
95
Lampiran 13
PERHITUNGAN KESESUAIAN INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA SMAN J Responden 1.a Responden 1 Responden 2 Responden 3 JUMLAH
Materi 1.b 1.c 1.d
Penilaian Pengamat Untuk Aspek Konstruksi Bahasa/budaya ∑ 2.a 2.b 2.c 2.d ∑ 3.a 3.b 3.c 3.d 3.e
∑
4
4
2
4
14
4
3
3
4
12
4
1
4
4
4
17
4
4
2
4
14
4
3
3
4
12
4
1
3
4
4
16
4
4
3
4
15
4
3
3
4
12
4
1
4
4
4
17
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
1. Aspek Materi
2. Aspek Konstruksi
3. Aspek Bahasa/budaya
43
36
50
96
Lampiran 14
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN A Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
0 2.d
3
2 3
1.c
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 8
3
4
4 Jumlah
4
2.b, 2.c, 3.b
1 Pengamat 2
1
Pengamat 1 2
1
3
Jumlah 1 3
1 8
13
Jumlah kode yang sama (S) = 13
SMAN A Pengamat 3
0 1 2
0 2.d
1
Pengamat 1 2
2.b, 2.c, 3.b 1.c
Jumlah 1 3 1
97
SMAN A
Pengamat 1 3
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 8
3
4
4 Jumlah
1
3
8
13
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0
0 2.d
2.b, 2.c, 3.b
1 Pengamat 3
1
Pengamat 2 2
1.c
2 3 4 Jumlah
1
3
1
Jumlah kode yang sama (S) = 12
Maka, rata-rata dari nilai koefisien kesepakatannya adalah
Jumlah 1 3 1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 8
8
13
98
Lampiran 15
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN B
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
3
4
2.c, 3.b
2 1.c
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 10
3
4
4
2
Jumlah
Jumlah
1 10
13
Jumlah kode yang sama (S) = 13
SMAN A 0 Pengamat 3
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
2.c, 3.b
Jumlah 2
1.c
1
99
SMAN A
Pengamat 1 10
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 10
3
4
Jumlah
4
2
Jumlah
13
Jumlah kode yang sama (S) = 13
SMAN A 0
Pengamat 3
0 1 2 3
1
Pengamat 2 2
2.c, 3.b
2 1.c
4
Jumlah
2
Jumlah kode yang sama (S) = 13
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 10
1 10
13
100
Lampiran 16
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN C
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
1
0 1 2 3
Pengamat 1 2
2.c
3
1.c 3.a, 3.b
1
3
1.a 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 9
Pengamat 1 2
3
4
4 Jumlah
4
Jumlah
2 3 8
13
Jumlah
Jumlah kode yang sama (S) = 11
SMAN A 0 Pengamat 3
0 1 2 3
1
2.c 3.a, 3.b
1 2
101
SMAN A
Pengamat 1
1
3
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 9
Pengamat 2 2
3
4
1.c
4
Jumlah
10
Jumlah
13
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0
Pengamat 3
0 1 2 3
1
2.c 3.a, 3.b
4
1.c
1.a
Jumlah
2
3
Jumlah kode yang sama (S) = 11
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 8
1 2 10
13
102
Lampiran 17
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN D
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0 0 1 2 Pengamat 2
1
Pengamat 1 2
3
3.b
3
Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 12
1
SMAN A 0 0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
Jumlah 1 1 3
1.c 2.b, 2.c, 3.a
4
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 8
13
3
4
Jumlah
4
Pengamat 3
4
3.b 1.c 2.b, 2.c,
8
1 1 3
103
SMAN A
Pengamat 1 3.a
4
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 8
13
3
4
Jumlah
4 1
Jumlah
8
Jumlah kode yang sama (S) =12
SMAN A 0 0 1 2 Pengamat 3
1
Pengamat 2 2
3.b 2.b, 2.c, 3.a
3
4 Jumlah
1 1 3
1.c
1
1
Jumlah kode yang sama (S) = 13
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
3
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.c, 3.d, 3.e 8
8
13
104
Lampiran 18
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN E
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
3
3.c
2.b, 2.c
1.c
1
2
1
1
Pengamat 1 2
3
4
2.b, 2.c
1.c
SMAN A 0 Pengamat 3
0 1 2 3
3.c
Jumlah
4 1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.d, 3.e 9
4
Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 11
4
9
13
Jumlah 1 3
105
1
2
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.d, 3.e 9
1
Pengamat 2 2
3
4
3.c 2.b, 2.c
1.c
4
Jumlah
9
13
Jumlah
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0
Pengamat 3
0 1 2 3
1.c
4
Jumlah
1
2
Jumlah kode yang sama (S) = 11
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
1
4 1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.d, 3.e 9
9
13
106
Lampiran 19
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN F
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0 1 2 Pengamat 2
0 2.d
1
Pengamat 1 2
3
2.b, 3.b 1.b, 1.c, 2.c, 3.a
3
1 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 13
2
SMAN A 0 1 2
0 2.d
1 2.b, 3.b
Pengamat 1 2
Jumlah 1 2 4
4
1.a, 1.d, 2.a, 3.c, 3.d, 3.e 6
3
4
4
Pengamat 3
4
6
13
Jumlah 1 2
107
SMAN A
Pengamat 1 3
1.b, 3.a
4
1.c, 2.c
Jumlah
1
2
4
3.c 1.a, 1.d, 2.a, 3.d, 3.e 6
4 6
3
4
Jumlah 1 2
1.b, 3.a
3.c 1.a, 1.d, 2.a, 3.d, 3.e 6
4 6
13
Jumlah kode yang sama (S) = 10
SMAN A
Pengamat 3
0 1 2 3
0 2.d
1
Pengamat 2 2
2.b, 3.b
1.c, 2.c
4 Jumlah
1
2
Jumlah kode yang sama (S) = 11
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
4
13
108
Lampiran 20
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN G
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
2
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 10
3
4
2.c
1
SMAN A 0
1 3.b
Jumlah 1
1.c
Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 12
0 1
4
3.b
4
Pengamat 3
3
Pengamat 1 2
1 11
13
Jumlah 1
109
2 3
1.c
2
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 10
3
4
2.c
4
1
Jumlah
1 11
13
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0 0 1 2 3
1
Pengamat 2 2
3.b
1 1.c
Pengamat 3 4
Jumlah
1
Jumlah kode yang sama (S) = 13
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
Jumlah
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, 3.a, 3.c, 3.d, 3.e 11
1 11
13
110
Lampiran 21
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN H
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A
Pengamat 2
0 1 2 3
0 2.c
1
Pengamat 1 2
3
2.b 1.c
1
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.c, 3.d, 3.e 10
Pengamat 1 2
3
4
4
1 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 11
SMAN A Pengamat 3
0 1
4
0 2.c
1
Jumlah 1 1 1 10
13
Jumlah 1
111
1.c
2 3
2.b
1
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.c, 3.d, 3.e 10
Pengamat 2 2
3
4
4
Jumlah
1
1 1 10
13
Jumlah kode yang sama (S) = 13
SMAN A
Pengamat 3
0 1 2 3
0 2.c
1
1.c 2.b
4
Jumlah
1
1
Jumlah kode yang sama (S) = 11
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
1
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.b, 3.c, 3.d, 3.e 10
Jumlah 1 1 1 10
13
112
Lampiran 22
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN I
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
3
4
3.b 2.c
1.c 2.b, 3.c
1
1
3
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 8
1
Pengamat 1 2
3
4
4 Jumlah
Jumlah 1 2 2 8
13
Jumlah
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A Pengamat 3
0 0 1
3.b
1
113
SMAN A
Pengamat 1 2.c 1.c 2.b, 3.c
2 3
1
1
3
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 8
1
Pengamat 2 2
3
4
4 Jumlah
2 2 8
13
Jumlah
Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0
Pengamat 3
0 1 2 3
3.b 1.c, 2.c 2.b, 3.c
4 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 13
1
2
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
2
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 8
1 2 2 8
13
114
Lampiran 23
PERHITUNGAN NILAI KOEFISIEN KESEPAKATAN (KK) SMAN J
Nilai koefisien kesepakatan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: KK = koefisien kesepakatan S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1 N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2 SMAN A 0
Pengamat 2
0 1 2 3
1
Pengamat 1 2
3
3.b 1.c 2.b, 2.c
1
1
2
3.c 1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 9
1
Pengamat 1 2
3
4
4 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 12
SMAN A 0 Pengamat 3
0 1 2 3
4
3.b
Jumlah 1 1 3 8
13
Jumlah 1
1.c
2.b, 2.c
3.c
4
115
SMAN A
Pengamat 1
1
1
2
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 9
1
Pengamat 2 2
3
4
4 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 11
SMAN A 0
Pengamat 3
0 1 2 3
3.b 1.c
2.b, 2.c 3.c
1
13
Jumlah 1
4 Jumlah Jumlah kode yang sama (S) = 11
8
1
Maka rata-rata nilai koefisien kesepakatannya adalah
3
1.a, 1.b, 1.d, 2.a, 2.d, 3.a, 3.d, 3.e 8
3 9
13
116
Lampiran 24. Hasil Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia
117
118
119
120
Lampiran 25. Lembar Validitas Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
Lampiran 26. Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia
SEKOLAH A
168
Lampiran 27. Lembar Uji Referensi
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
Lampiran 28. Surat-surat
182
183
184
185