ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR RISIKO BUNUH DIRI DENGAN IDE BUNUHDIRI PADA REMAJA DIKOTA RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN 2016 TESIS
OLEH: NUR AULIA BP. 1421312025
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS KEPERAWATAN-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
1
TESIS
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR RISIKO BUNUH DIRI DENGAN IDE BUNUHDIRI PADA REMAJA DIKOTA RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN 2016
Tesisi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan
OLEH: NUR AULIA BP. 1421312025
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS KEPERAWATAN-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS Tesis, Juni 2016 Nur Aulia Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 xv + 99 Hal+12 Tabel+ 6Lampiran+ 3 Skema Abstrak Terjadi peningkatan angka kejadian bunuh diri khususnya pada kelompok usia remaja. Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak di Indonesia dari kasus bunuh diri yang diterjadi dengan usia termuda adalah 13 tahun. Kejadian bunuh diri juga terjadi di Kota Rengat, dimana dari tahun sepanjang tahun 2015 terdapat kasus bunuh diri pada remaja dengan gantung diri dan percobaan bunuh diri dengan melompat dari ketinggian. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan ide bunuh diri dengan faktor risiko bunuh diri pada remaja. Desain penelitian analitik korelasi, pendekatan crosssection di SMP dan SMA sederajat di Kota Rengat.Data dianalisis menggunakan chi square dan analisis regresi logistikuntuk multivariat. Sampel 365 remaja dengan proposional random sampling. Hasil penelitian adalah sebagian besar remaja memiliki ide bunuh diri yang tinggi. Tidak ada hubungan karakteristik usia dengan ide bunuh diri, dan tidak ada hubungankarakteristik jeniskelamin dengan ide bunuh diri. Ada hubungan faktor psikologis dan faktor biologis dengan ide bunuh diri. Tidak ada hubungan antara faktor keluarga, faktor lingkungan sosial, faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual dengan ide bunuh diri. Faktor psikologis merupakanfaktor yang paling dominan terhadap ide bunuh diri. Saran bagi sekolah untuk mengaktifkan kegiatan UKSJ sehingga dapat lebih dini dalam mengidentifikasi adanya keinginan bunuh diri pada remaja. Kata Kunci : Ide Bunuh Diri, Faktor Risiko Bunuh Diri, Remaja Daftar Pustaka : 2001-2016
S2 NURSING PROGRAM STUDY Nursing Psychiatric FACULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY Thesis, June 2016 Nur Aulia Analysis of Risk Factors for Suicide relationship with the idea of Suicide in Adolescents in the City Rengat 2016 xv + 99 + 12 + 6 Appendix Table + 3 scheme Abstract There is an increased incidence of suicidein this age group Data from the National Commission for Child Protection in Indonesia of suicides that occurred with the youngest is 13 years old. At Rengat in 2015 there were cases of teen suicide by hanging himself and attempted suicide by jumping from a height. This can occur due to various risk factors for teen suicide include psychological factors, family factors, social environmental factors, biological factors, factors history of suicide and sexual orientation factor.This study aims to determine the relationship of suicide ideation with risk factors for suicide in adolescents. Analytical correlationresearch design, crosssection approach. Data were analyzed using chi square and logistic regression for multivariate analysis. Sample 365 adolescents with proportional random sampling. The result showed that most teens have high of the idea of suicide. There is a relationship of psychological factors and biological factors with the idea of suicide. There is no relationship between family factors, social environmental factors, factors history of suicide and sexual orientation factors with the idea of suicide. The psychological factor is the most dominant factor onthe idea of suicide. Suggestions for schools to improve the counseling so earlier in identifying the presence of the idea of suicide by adolescents. Keywords: Idea Suicide, Suicide Risk Factors, Youth Bibliography: 2001-2016
KATA PENGANTAR Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan keridhoan-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul ―Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di kota Rengat‖. Banyak bantuan yang penulis terima dalam melakukan penyusunan tesis ini, baik bantuan moril maupun materil. Untuk itu ucapan terimakasih yang tak terhingga peneliti sampaikan kepada : 1. Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 2. Ibu. Dr.Yulastri Arif, M. Kep selaku Ketua Program Studi S2Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan selaku pembimbing I 3. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep, Sp.Kep. J selaku dosen pembing II 4. Seluruh staf dan dosen pengajar Program Studi S2 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 5. Orang tua tercinta, adik serta keluarga yang tiada hentinya memberikan doa, semangat dan dukungan yang senantiasa menjadi semangat sehingga peneliti sampai pada tahap ini. 6. Rekan-rekan
mahasiswa
Program
Studi
S2
Keperawatan
Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas angkatan 2014 yang selalu memberi bantuan dan semangat kepada peneliti. 7. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk tercapainya kesempurnaan pada tesis ini Padang, Juli 2016
Peneliti
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ...........................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................
ii
KATA PENGANTAR.........................................................................
iii
DAFTAR ISI.........................................................................................
v
DAFTAR TABEL................................................................................
vii
DAFTAR SKEMA...............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................... B. Rumusan Masalah...................................................................... C. Tujuan Penelitian........................................................................ 1. Tujuan Umum....................................................................... 2. Tujuan Khusus........................................................................ D. Manfaat Penelitian...................................................................... 1. Manfaat Aplikatif................................................................... 2. Manfaat Keilmuan.................................................................. 3. Manfaat Metodologi...............................................................
1 10 10 10 10 11 11 12 12
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Remaja 1. Definisi Remaja..................................................................... 2. Perkembangan Fisik.............................................................. 3. Perkembangan Kognitif........................................................ 4. Perkembangan Psikososial.................................................... 5. Kesehatan Jiwa Remaja......................................................... B. Konsep Dasar Bunuh Diri......................................................... 1. Definisi Bunuh Diri............................................................... 2. Tanda – Tanda Bunuh Diri.................................................... 3. Metode Bunuh Diri............................................................... C. Faktor Risiko Bunuh Diri Remaja............................................ 1. Faktor Psikologis.................................................................. 2. Faktor Keluarga.................................................................... 3. Faktor Lingkungan............................................................... 4. Faktor Biologi....................................................................... 5. Faktor PerilakuBunuhDiriSebelumnya.............................. 6. Faktor Orientasi Seksual....................................................... D. Ide Bunuh Diri.......................................................................... E. Kerangka Teori Penelitian........................................................
13 13 13 14 16 18 20 20 25 26 27 27 30 31 33 33 34 35 39
III. KERANGKAKONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep...................................................................... B. Hipotesis.................................................................................... C. Definisi Operasional..................................................................
41 42 43
VI. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian...................................................................... B. Populasi dan Sampel................................................................ C. Tempat dan WaktuPenelitian................................................... D. Etika Penelitian........................................................................ E. Alat Pengumpulan Data........................................................... F. Uji Instrumen........................................................................... G. Prosedur Pengumpulan Data.................................................... H. Pengolahan Data dan Analisa Data..........................................
47 47 49 49 54 56 59 60
V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Remaja di kota Renga......................................... B. Gambaran Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat.................. C. Gambaran Faktor Risiko Bunuh Diri pada Remaja di Rengat. D. Hubungan karakteristik dengan Ide Bunuh Diri Pda Remaja di Rengat................................................................................. E. Hubungan Faktor Psikologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................................... F. Hubungan Faktor Keluarga dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................................... G. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................................... H. Hubungan Faktor Biologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................................... I. Hubungan Faktor Riwayat Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................... J. Hubungan Faktor Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat............................................................ K. Hubungan Faktor yang paling Dominan dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Rengat..................................................... VI
VII
PEMBAHASAN A. Analisa Pembahasan............................................................. B. Implikasi Penelitian.............................................................. C. Keterbatasan Peneliti............................................................
64 64 65 67 68 69 70 70 71 72 72
75 96 96
KESIMPULAN DAN SARAN A. B.
Kesimpulan........................................................................... Saran.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
98 99
DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Independen dan Variabel Dependen...........................................................................
42
Tabel 3.2
Definisi Operasional VariabelKarakteristik......................
45
Tabel 4.1
Sampel Penelitian...............................................................
48
Tabel 4.2
Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Dependen...........................................................................
60
Tebel 5.1
Distribusi Karakteristik Remaja di Rengat Tahun 2016...
64
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Ide Bunuh Diri Pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016.............................................................
65
Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016...................................
65
Hubungan Karakteristik Remaja dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016..........................
68
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Hubungan Faktor Psikologis dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016..........................................................................
68
Tabel 5.6 Hubungan Faktor Keluarga dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016..........................................................................
69
Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016..........................................................................
70
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Hubungan Faktor Biologis dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan Faktor Riwayat Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016.......................................................................... Hubungan Faktor Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016..........................................................................
Analisis Seleksi Bivariat Karakteristik Remaja, Variabel Faktor Psikologis, Faktor Keluarga, Faktor Lingkungan,
70
71
72
Tabel 5.12
Faktor Biologi, Faktor Riwayat Bunuh Diri, dan Faktor Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri Remaja di Kota Rengat Tahun 2016.............................................................
73
Hasil Analisa Model Awal Multivariat Regresi Logistik...
74
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1
Rentang Respon Protektif Diri.................................
22
Skema 2.2
Kerangka Teori.........................................................
39
Skema 3.1
Kerangka Penelitian..................................................
40
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1
: Lembar Konsul Proposal Tesis
LAMPIRAN 2
: Kuisioner Penelitian
LAMPIRAN 3
: Jadwal Kegiatan Penelitian
LAMPIRAN 4
: Analisis Kuesioner
LAMPIRAN 5
: Surat Penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Nur Aulia
Tempat. Tangal Lahir
: Tembilahan, 26 Februari 1989
Alamat
: Jalan H. Sadri No.11. Tembilahan Indragiri Hilir, Riau
Asal Instansi
: Akademi Kesehatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau Jalan. M. Tahar No.1 Pematang Reba Indragiri Hulu
Riwayat Pendidikan
:
SD Negeri 004 Tembilahan, lulus tahun 2001 MTs Negeri Tembilahan, lulus tahun 2004 SMA Negeri Tembilahan, lulus tahun 2007 DIII Keperawatan Akper Pemprov Riau, lulus tahun 2010 PSIK Universitas Riau, lulus tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Remaja merupakan salah satu populasi terbesar didunia. Masa remaja adalah masa transisi dimana seseorang belum dikatakan dewasa namun bukan anak-anak (Stuart, 2013). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Remaja merupakan suatu periode perkembangan transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Nasution K, 2007). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Banyak perubahan terjadi pada fase remaja. Menurut Huang, et. al (2007) pada masa remaja, banyak terjadi perubahan biologis, psikologis, maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (Indarjo, 2009). Remaja harus menghadapi perubahan fisik, kognitif dan emosional yang dapat menimbulkan stress dan memicu perilaku unik pada remaja (Stuart, 2013). Sehingga, remaja diharapkan mampu menghadapi perubahan yang terjadi. Remaja
akan
menghadapi
berbagai
masalah
selama
proses
pendewasaan. Satu sisi, remaja ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, disisi lain remaja tetap membutuhkan bantuan, dukungan perlindungan orang tuanya (Guzmdn et al. 2004). Keluarga sangat berpengaruh bagi kehidupan anak dan remaja, dimana keluarga memberikan kontribusi pada kejadian bunuh diri pada kelompok usia remaja (Fortinash
& Worret, 2012). Sehingga remaja merupakan salah satu kelompok resiko untuk terjadinya bunuh diri. Masa remaja tidak selalu menjadi waktu untuk gejolak psikologis, tetapi dapat menjadi waktu kerentanan. Salah satu bentuk kerentanan ini adalah keinginan bunuh diri (Cho et al. 2010). Pada masa muda dengan perilaku gangguan dan penyalahgunaan zat, masalah hukum dan disiplin sebagai pemicu untuk perilaku bunuh diri, yang mencerminkan kondisi impulsif, agresi, dan penggunaan narkoba yang menjadikan risiko tinggi bunuh diri (Brent et al, 1999, 1993e; Marttunen, Aro, Henrikson, & Lonnqvist, 1994b dalam Bridge, A et al.
2006). Hal ini semakin
menjelaskan bahwa remaja merupakan kelompok risiko yang rentan terhadap kejadian bunuh diri. Bunuh diri merupakan perilaku yang harus dihindari. Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati (Muhith, 2015). Sedangkan menurut Farhangdoost (2010) bunuh diri adalah ekspresi praktis dimana seseorang dengan sengaja dan sadar mengakhiri kehidupannya sendiri. Jadi, bunuh diri merupakan perilaku mencederai diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri menjadi masalah global. Menurut WHO tahun 2015 lebih dari 800.000 orang/tahun meninggal karena bunuh diri. Di Amerika Serikat bunuh diri remaja merupakan penyebab kematian kedua pada tahun 2013 (CDC, 2016). Hasil penelitian Bagalkot et al. (2014) di Korea terjadi perningkatan prevalensi bunuh diri dari ide bunuh diri dan usaha bunuh diri Prevalensi ide bunuh diri dan usaha bunuh diri 24,8% dan 6,2%, yang lebih
tinggi dari penelitian sebelumnya 15,6%, dan 3,2%. Sementara dari laporan kepolisian Indonesia tahun 2012 dan 2013 terdapat 981 dan 921 kasus kematian karena bunuh diri (Nasional Geograpi Indonesia, 2015). Dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, laporan pertengahan tahun 2012 ada 20 kasus anak bunuh diri dengan usia termuda 13 tahun. Dari data diatas terlihat masih tingginya kejadian bunuh diri terutama pada usia remaja. Sebelum terjadi bunuh diri, terdapat tanda-tanda yang harus diwaspadai. Komunikasi non verbal lebih sering sebagai ancaman bunuh diri, adanya ide bunuh diri yang dapat dilaporkan sendiri atau dilaporkan kepada orang lain (Stuart, 2013). Menurut Townsend (2011) seseorang dapat menunjukkan prilaku maupun menyampaikan secara verbal niat bunuh diri. Hasil penelitian Ribeiro et al. (2016) didapatkan bahwa usaha bunuh diri (47,80%) diikuti oleh kematian (40,50%) dan ide bunuh diri (11,60%). Oleh karena itu penting memperhatikan dan mengenali tandatanda bunuh diri remaja. Banyak faktor risiko bunuh diri pada remaja. Menurut Stuart (2013) faktor risiko bunuh diri pada remaja diantaranya adalah : faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologis, perilaku bunuh diri sebelumnya dan orientasi seksual. Menurut Cho Y.B & Haslam (2010) dukungan sosial cenderung memiliki relevansi khusus untuk pencegahan bunuh diri. Pengurangan jumlah faktor risiko orangtua secara signifikan mengurangi risiko usaha bunuh diri diketurunan selanjutnya (Christiansen. E et al. 2011). Berbagai faktor risiko bunuh diri remaja memiliki keterkaitan satu sama lain.
Banyak penelitian seputar faktor psikologis bunuh diri remaja. Penelitian Ibrahim et al. (2014) di Malaysia didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor psikologis yaitu depresi, kecemasan dan stress dengan ide bunuh diri. Penelitian lain Colleen, M et al. (2011) di Amerika Serikat mengemukakan emosionalitas terbatas tiga kali lebih mungkin melaporkan ide bunuh diri yang serius. Faktor psikologis menjadi bagian penting pada bunuh diri remaja. Perilaku bunuh diri menjadi sesuatu yang dipelajari sebagai adaptasi keluarga terhadap masalah dan berbagai penyebab stres (Joiner, 2005; Lenz, 2009 dalam Fortinash & Worret, 2012). Hasil penelitian Cheng, et al. (2013) di Taiwan menunjukkan bahwa risiko bunuh diri pada remaja lakilaki secara bermakna dikaitkan dengan riwayat kematian ayah bunuh diri dan sebaliknya remaja perempuan secara bermakna dikaitkan dengan riwayat kematian ibu bunuh diri. Hasil penelitian Niederkrotenthaler, et al (2012) di Austria menjelaskan ada hubungan antara orang tua yang menjalani rawat inap psikiatri dengan usaha bunuh diri pada keturunannya. Faktor genetik keluarga memiliki peranan penting terhadap kejadian bunuh diri pada remaja. Faktor ketiga adalah faktor lingkungan sosial. Hasil penelitian Bertera. M et al. (2007) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa ide bunuh diri di kalangan remaja lebih tinggi pada perubahan sosial yang negatif seperi kurangnya perhatian keluarga, tidak adanya dukungan keluarga dan hilangnya keterbukaan dalam keluarga dan teman. Hasil penelitian Pisani et al. (2012) didapatkan sampel siswa dengan ide bunuh diri sebanyak 13,9% mempertimbangkan bunuh diri dalam 12 bulan terakhir. Siswa dengan ide
bunuh diri lebih sering mengungkapkan ide bunuh diri kepada teman sebaya (54%) dari pada orang yang lebih dewasa (23%). Oleh karena itu faktor lingkungan menjadi hal penting pada bunuh diri remaja. Faktor lain adalah faktor biologi, dimana adanya keluhan somatik seperti sakit kepala (Stuart, 2013). Hasil penelitian Filippis et al. (2008) di Italia menemukan bahwa risiko bunuh diri memainkan peran sentral dalam mempengaruhi kualitas kehidupan. Hasil penelitian Pompili, M et al. (2009) di Italia juga didapatkan hasil dimana rasa sakit kepala merupakan faktor risiko independen terhadap bunuh diri. Keluhan somatik sebagai salah satu faktor biologi yang menjadi faktor resiko bunuh diri. Faktor selanjutnya adalah orientasi seksual. Rata-rata percobaan bunuh diri terjadi pada kelompok remaja gay, lesbian dan biseksual (Stuart,2013). Meyer, H et al. (2008) menyebutkan bahwa lesbian, gay, dan individu biseksual lebih memiliki ide bunuh diri yang berlanjut menjadi usaha bunuh diri dari pada individu heteroseksual. Selaras dengan hasil penelitian O‘Donnell, S. et al. (2011) di Italia menyebutkan adanya peningkatan risiko ide dan usaha bunuh diri antara lesbian, gay dan biseksual. Kecendrungan risiko bunuh diri juga terjadi pada kelompok orientasi gender yang sama. Faktor yang tidak kalah penting adalah riwayat usaha bunuh diri sebelumnya. Dua tahun pertama setelah usaha bunuh diri merupakan periode risiko tinggi (Videbeck, 2008). Hasil penelitian lain dari Scott, N. L, et al. (2015) di Chicago remaja perempuan dengan sejarah ide bunuh diri dan Non suicidal self-injury secara signifikan lebih mungkin untuk
melaporkan usaha bunuh diri baru-baru ini. Jadi, perilaku bunuh diri cenderung berulang. Bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh satu faktor. Banyak remaja yang gagal untuk mengungkapkan keinginan bunuh diri kepada orang dewasa (Bridge et al. 2006). Terjadi peningkatan laju 2-6 kali lipat perilaku bunuh diri remaja dari keluarga korban bunuh diri dan mencoba bunuh diri (Agerbo et al. 2002). Sehingga faktor psikologis, keluarga, lingkungan dan riwayat usaha bunuh diri merupakan faktor penting pada bunuh diri remaja. Upaya bunuh diri dilakukan dengan berbagai metode. Perempuan memiliki upaya bunuh diri lebih tinggi sementara laki-laki lebih berhasil dalam melaksanakan tindakan bunuh diri karena menggunakan metode yang lebih mematikan (Videbeck, 2008). Metode mematikan seperti tembakan, menggantung diri, atau melompat dari ketinggian adapun metode yang kurang mematikan diantaranya over dosis karbon monoksida dan obat. Dari data WHO (2015) Sekitar 30% dari kasus bunuh diri global karena pestisida, yang sebagian besar terjadi di daerah pertanian pedesaan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Terdapat variasi dalam metode bunuh diri. Billiocta et al. (2015) melaporkan terdapat lima orang remaja yang memilih bunuh diri karena masalah dengan teman dekat, di Singaraja, Bali seorang remaja (17 tahun) melompat dari lantai 3 gedung sekolah. Seorang remaja (16 tahun) di Bangli menenggak racuk serangga, seorang siswi kelas 1 SMK di Widodaren, Ngawi menelan obat flu hingga overdosis, dua diantaranya terjadi di propinsi Riau dimana seorang remaja (18 tahun) di Pelalawan minum racun dan seorang gadis di Rengat mencoba melompat dari ketinggian.
Kasus bunuh diri sebelumnya jarang terdengar di wilayah Rengat dimana mayoritas penduduk Rengat adalahsuku melayu dan beragama islam dimana bunuh diri merupakan perilakuyang dilarang baik secara budaya maupun agama. Namun, Data Rekam Medik RSUD Indrasari Rengat didapatkan terjadi peningkatan kasus keracunan pestisida sebagai usaha bunuh diri. Pada tahun 2014 dan 2015 sebanyak 16 kasus dan 21 kasus 37,5% dan 42,8% dilakukan oleh usia 15 sampai 24 tahun. Laporan dari Kepolisian Resort Kabupaten Indragiri Hulu terdapat kasus bunuh diri di Rengat pada tahun 2012 dan 2013 yang dilakukan dengan gantung diri. Pada tahun 2015 didapatkan data seorang bidan meninggal gantung diri dikamar praktik, masih ditahun yang sama seorang lansia meninggal gantung diri dan dua orang remaja (17 tahun) bunuh diri dengan cara gantung diri dihari yang sama. Data dari Puskesmas Sipayung Rengat juga didapatkan pada Tahun 2015 terjadi percobaan bunuh diri oleh remaja dengan melompat dari ketinggian, pada tahun sebelumnya tidak ada kasus percobaan bunuh diri yang tecatat di puskesmas Sipayung. Studi pendahuluan kepada 20 siswa SMPN 3 Rengat dan 20 siswa SMAN 2 Rengat dengan memberikan angket Suicidal Behaviors Questionaire-Reseived (Osman et al. 2001) pada 10 April 2016, ditemukan sebanyak 20% remaja memiliki pikiran singkat tentang bunuh diri dan telah memiliki rencana bunuh diri setidaknya sekali namun tidak mencoba melakukan bunuh diri, sebanyak 7,5%, dengan frekuensi pikiran yang muncul yakni satu kali (10%) dua kali (7,5%) dan sangat sering lima kali atau lebih sering (5%). Dua diantaranya pernah mengungkapkan kepada orang lain bahwa akan melakukan bunuh diri meski sebenarnya tidak ingin
mati dan lima diantaranya pernah lebih dari sekali mengatakan kepada seseorang akan bunuh diri tapi tidak ingin melakukkannnya. Tiga diantaranya menyatakan tidak mungkin dan sangat tidak mungkin melakukan bunuh diri, lima orang mengungkapkan ada sedikit kemungkinan melakukan bunuh diri dan satu orang menyatakan bahwa ada kemungkinan melakukan bunuh diri. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada siswa yang memiliki ide bunuh diri didapatkan bahwa pikiran bunuh diri timbul saat ada masalah dengan orang tua, broken home, hutang dengan pihak sekolah, masalah keluarga, teman dan pacar. Satu orang mengungkapkan pikiran bunuh diri timbul saat ada masalah dan tidak ada yang peduli yang lain menyebutkan karena perasaan kesal dan tidak tau mau berbuat apa. Cara penyelesaian saat terjadi masalah diantaranya mengungkapkan diam dan mengurung diri dikamar, yang lain dengan curhat kepada teman. Sementara itu untuk cara yang dipikirkan jika melakukan bunuh diri diantaranya dua orang mengungkapkan minum obat/racun, satu orang dengan memotong nadi, tiga diantaranya mengungkapkan takut melakukan bunuh diri sehingga keinginan mati tiba-tiba saja seperti dibunuh orang atau ditabrak. Selebihnya mengungkapkan takut untuk melakukan bunuh diri dan tidak ingin mengungkapkan cara yang digunakan. Wawancara juga dilakukan kepada kepala ruangan interna RSUD Indrasari Rengat pada tanggal 30 Maret
2016 dimana terdapat kasus
keracunan pestisida dengan rencana bunuh diri, penjelasan lebih lanjut didapatkan bahwa jumlah pestisida yang terminum mencapai satu gelas. Pada remaja alasan yang diungkapkan atas perilaku percobaan bunuh diri
akibat konflik dengan orang tua dan putus cinta. Beberapa klien tidak dapat diselamatkan dalam waktu kurang dari 12 jam bergantung pada banyaknya jumlah pestisida yang digunakan. Pencegahan terhadap usaha bunuh diri pada remaja perlu dilakukan, mengingat remaja merupakan kelompok usia berisiko tinggi melakukan bunuh diri (Townsend, 2011). Ide bunuh diri, ancaman dan upaya bunuh diri memerlukan prioritas tinggi dan merupakan hal serius apapun tujuannya. Salah satu langkah preventif awal yang dapat dilakukan adalah menggali tentang adanya ide bunuh diri pada remaja. Remaja harus ditanyakan secara langsung tentang fikiran bunuh diri, dimana pertanyaan tersebut membuat remaja merasa diperhatikan dan memberikan kesempatan pada mereka untuk mengungkapkan masalah (Stuart, 2013). Berdasarkan penelitian Reynolds & Mazza (1999) yang menyarankan bahwa sekolah merupakan tempat dasar untuk melakukan preventif dan intervensi yang merupakan program terbaik untuk menangani remaja yang terindikasi resiko bunuh diri. Dari paparan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor risiko bunuh diri remaja dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat.
B. Rumusan Masalah Bunuh diri merupakan masalah global dimana peningkatan kejadian bunuh diri terutama pada usia remaja sebagai kelompok risiko terjadinya bunuh diri. Faktor risiko bunuh diri pada remaja diantaranya adalah : faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologis, perilaku bunuh diri sebelumnya dan orientasi seksual. Masalah penelitian yang dijawab pada
penelitian ini adalah belum diketahuinya hubungan faktor risiko bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor risiko bunuh diri pada remaja dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat. a. Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi karakteristik remaja di kota Rengat 2) Mengidentifikasi ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 3) Mengidentifikasi faktor risiko bunuh diri pada remaja meliputi: faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologi, faktor usaha bunuh diri sebelumnya, faktor orientasi seksual pada remaja di Rengat 4) Menganalisis hubungan karakteristik remaja dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat 5) Menganalisis hubungan faktor psikologis dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat 6) Menganalisis hubungan faktor keluarga dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat 7) Menganalisis hubungan faktor lingkungan dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat 8) Menganalisis hubungan faktor biologis dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat
9) Menganalisis hubungan faktor usaha bunuh diri sebelumnya dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat 10) Menganalisis hubungan orientasi seksual dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat. 11) Menganalisis
faktor
risiko
yang
paling
dominan
yang
berhubungan dengan ide bunuh diri pada remaja di Rengat
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan pelayanan keperawatan khususnya keperawatan jiwa di komunitas. 1.
Manfaat Aplikatif Penelitan ini bermanfaat sebagai informasi dan masukan positif bagi petugas
pelayanan
keperawatan
khususnya
keperawatan
jiwa
dikomunitas. Penelitian ini juga dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi petugas dalam memberikan pelayanan keperawatan pada remaja. 2.
Manfaat Keilmuan Penelitian ini dapat menambah keilmuan keperawatan jiwa dalam mengembangkan langkah awal untuk identifikasi pada pencegahan resiko bunuh diri remaja dikomunitas.
3.
Manfaat Metodologi Penelitian ini digunakan sebagai data awal penelitian selanjutnya, terkait penelitian mengenai resiko bunuh diri remaja. Penelitian ini
merupakan
penelitian
multivariat
yang
dapat
menggali
memperlihatkan faktor risiko bunuh diri remaja yang paling dominan.`
dan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Remaja 1. Definisi Remaja Masa remaja menurut World Health Organization(WHO) suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Remaja merupakan suatu periode perkembangan transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Nasution, K. I. 2007). Remaja adalah masa transisi dimana seseorang belum dikatakan dewasa namun bukan anak-anak (Stuart, 2013).Remaja adalah individu yang unik dengan segala proses perkembangan yang harus dilaluinya baik secara fisik maupun psikologis (Nasriati, R. 2011). Menurut Departemen Kesehatan RI (2009) masa ramaja dibagi atas dua kelompok yakni masa remaja awal 12-16 tahun dan masa remaja akhir 17-25 tahun. Sementara menurut Hurlock (1978) dalam Wong (2006) masa remaja dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: remaja awal: 12-15 tahun, remaja tengah 16-18 tahun dan remaja akhir 19-20 tahun. 2. Perkembangan Fisik Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja yang berdampak terhadap perubahan-
32
perubahan psikologis (Nasriati, R. 2011). Perkembangan fisik pada remaja perempuan meliputi:
pertumbuhan pesat, perkembangan
payudara, rambut pubis, rambut ketiak dan badan, pengeluaran sekret vagina, produksi keringat ketiak, mentruasi. Sementara pada laki-laki meliputi: pertumbuhan pesat testis dan skrotum penis, ejakulasi, rambut pubis, rambut ketiak dan badan, kumis, cambang dan jenggot, perkembangan kelenjar keringat ketiak,
suara pecah dan membesar
(Indarjo, 2009) 3. Perkembangan Kognitif Menurut teori Piaget, prinsip perkembangan kognitif terjadi melalui empat tahap yaitu sensorimotor, paraoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Keempat tahap ini selalu terjadi dalam urutan yang sama. a. Tahap Sensorimotor Tahap ini berlangsung dari saat lahir hingga anak berumur 2 tahun. Pada tahap ini,bayi mampu mengorganisasi dan mengkoordinasikan sensai melalui gerakan dan tindakan fisik. Serta mampu secara pasif menerima rangsangan-rangsangan terhadap alat indra dan secara aktif memberikan respon terhadap rangsangan tersebut melalui gerakan refleks. Contohnya, anak yang berusia 2 tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan memanipulasi dengan tangannya sebelum mainan tersebut benar-benar ada.
b. Tahap paraoperasional Tahap ini berlangsung pada masa anak berumur 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini terjadi pembentukan konsep yang stabil, penalaran mental, egosentrisme, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal magis. Fase ini juga menunjukkan penggunaan simbol-simbol,bahasa yang matur, memori dan imajinasi walaupun dilakukan dalam berfikir non-logis. c. Tahap Operasional Konkret Fase ini berlangsung pada anak usia sekolah hingga remaja awal. Tahap ini dicirikan dalam tujuh konversi (angka, panjang, cair, massa, berat, area dan volume, intelegensi yang ditunjukkan secara logis dan sistematis serta manipulasi simbol-simbol yang terkait dengan benda. Dalam upaya memahami alam sekitar, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indra karena mereka telah mampu untuk membedakan apa yang tampak dengan kenyataan sesungguhnya dan antara yang bersifat sementara dengan bersifat menetap. d. Tahap Operasional Formal Tahap ini dialami pada masa remaja hingga dewasa. Pada tahap ini anak telah bisa berfikir abstrak dan hipotesis. Selain itu, remaja juga sudah mampu berfikir secara sistematik dan mampu memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan masalah.
Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja bisa dibagi dalam tahapan: a. Remaja Awal Pada tahap ini, remaja mulai berfokus pada
pengambilan
keputusan baik dalam rumah ataupun disekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berfikir logis, sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun disekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan, seperti : olahraga yang baik untuk bermain, memilih kelompok bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan dan mengenal cara untuk berpenampilan menarik. b. Remaja Menengah Pada tahap ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak selalu tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini remaja sering mengajukan pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh dan berfikir tentang bagaimana cara mengembangkan identitas. Pada
masa
ini
remaja
juga
mulai
mempertimbangkan
kemungkinan masa depan, tujuan dan membuat rencana sendiri. c. Remaja Akhir Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada remaja yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir,
proses berfikir secara kompleks digunakan untukmemfokuskan diri masalah-masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karir dan pekerjaan serta peran orang dewasa dalam masyarakat(Tim Penulisan Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012) 4. Perkembangan Psikososial Menurut Erikson, perkembangan psikososial terdiri atas delapan tahap. Remaja melalui lima diantara delapan tahap perkembangan tersebut a. Kepercayaan (trust) versus ketidakpercayaan (mistrust) Tahapan ini terjadi dalam 1-2 tahun awal kehidupan. Anak belajar untuk percaya pada dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Anak merasa bingung dan tidak percaya, sehingga dibutuhkan kualitas interkasi antara orang tua dan anaknya. b. Otonomi (autonomy) versus rasa malu dan ragu (shame and doubt) Bagi kebanyakan remaja, membangun rasa otonomi atau kemerdekaan merupakan bagian dari transisi emosional. Selama masa remaja terjadi perubahan ketergantungan khas anak-anak ke arah otonomi khas dewasa. Misalnya: remajaumumnya tidak terburu-buru bercerita kepada orang tua ketika merasa kecewa, khawatir ataumemerlukan bantuan. c. Inisiatif (initiative) versus rasa bersalah (guilt) Tahapan ini berlangsung pada anak usia prasekolah dan awal usia sekolah.
Anak
cendrung
aktif
bertanya
untuk
memperluas
kemampuannya melalui bermain aktif, bekerja sama dengan orang
lain dan belajar bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya. d. Rajin (industry) versus rendah diri (inferiority) Pada tahap ini terjadi persaingan dikelompoknya. Anak menggunakan pengalaman kognitif menjadi lebih produktif dalam grupnya. Disini anak belajar untuk menguasai keterampilan yang lebih formal. Anak mulai terasah rasa percaya dirinya, mandiridan penuh inisiatif saat termotivasi untuk belajar lebih tekun. e. Identitas (identity) versus kebingungan identitas (identity confusion) Remaja belajar mengungkapkan aktualisasinya untuk menjawab pertanyaan, ―Siapa saya?‖. Mereka melakukan tindakan yang baik sesuai dengan sistem nilai yang ada. Namun demikian, sering juga terjadi penyimpangan identitas, misalnya:
melakukan percobaan
tindakan kejahatan, melakukan pemberontakan danlain sebagainya. Pada masa remaja, identitas seksual baik laki-laki dan perempuan dibngun dan secara berharap mengembangkan cita-cita yang diinginkan. 5. Kesehatan Jiwa Remaja Berdasarkan UU No.23 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Perkembangan jiwa remaja dipengaruhi oleh beberapafaktor diantaranya:
a. Lingkungan keluarga Pola asuh orang tua akan memberikan dampak pada perkembangan jiwa remaja. Contohnya orang tua yang ototriter akan membuat anak menjadi penakut, tidak memiliki rasa percaya diri, merasa tidak berharga sehingga proses sosialisasi menjadi terganggu atau orang tua yang
berambisi
dan
terlalu
menuntut
anak-anaknya
akan
mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan merasa tidak berharga. Selain pola asuh, kondisi keluarga juga akan mempengaruhi jiwa remaja keluarga yang orang tuanya memiliki hubungan yang tidak harmonis, keluarga yang tidak lengkap karena perceraian ataupun kematian atau keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang juga mempengaruhi keadaan jiwa remaja.
b. Lingkungan sekolah Kedisiplinan, suasana saat belajar, tidak adanya pengendalian diri dan bimbingan guru akan mempengaruhi perilaku remaja. Sekolah harus menciptakan lingkungan yangkondusifbagi kegiatan belajar mengajar karena umumnya orang tua menaruh harapan besar pada pendidikan disekolah. c. Lingkungan teman sebaya Remaja lebih sering menghabiskan waktu dengan teman sebayanya sehingga sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku teman
sebaya lebih besar pengaruhnya dari pada keluarga. Selain itu didalam pergaulan remaja norma yang berlaku bukan norma biasa dipakaioleh orang dewasa tetapinorma kelompokremaja perkembangan
tersebut. jiwa
yang ditetapkan Sehingga
remaja
jika
sangat sebuah
oleh lingkungan berbahaya kelompok
pada remaja
mengembangkan nilai negatif seperti mencoba minum alkohol, rokok atau zat adiktif lainnya. d. Lingkungan masyarakat Sosial budaya dan pengaruh media massa akan mempengaruhi kejiwaan
remaja.
Kebudayaan
memberikan
pedoman
arah,
persetujuan, pengingkaran, dukungan, kasih sayang dan perasaan aman pada remaja tetapi mereka juga memiliki keinginan untuk mandiri yang berbeda dari tolak ukur orang dewasa. Sehingga mereka membuat kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan masyarakat pada umumnya. Kebudayaan ini dikenal dengan budaya anak muda (young culture). Nilai yang dominan dalam budaya anak muda adalah keunggulan dalam olah raga, disenangi teman, senang hura-hura, senang pesta, tidak dianggap pengecut dan sebagainya (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012). e.
Pengaruh media massa pada kejiwaan remaja diantaranya adalah kurangnya komunikasi dengan keluarga karena remaja lebih senang menghabiskan waktu dengan koneksi internet. Informasi yang ada di televisi maupun internet biasanya mempengaruhi persepsi remaja
dalam memandang sesuatu. Hal ini akan membahayakan remaja jika remaja sering menikmati program yang kurang mendidik seperti tayangan kekerasan dan kehidupan seksual. Selain itudengan berkembangnya ketertarikan remaja pada lawan jenis, mereka akan menikmati media cetak maupun jaringan internet cenderungke arah yang
berinformasikan
tentang
seputar
kehidupan
seksual.
Keingintahuan tentang seksual merupakanpendorong bagi remaja untuk memanfaatkan media informasi (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012)
B. KonsepDasar Bunuh Diri 1. Definisi Bunuh Diri Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis 2004). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya (Videbeck, 2008). Masa rawan terjadinya bunuh diri dimana saat hilangnya kemampuan untuk mentolerir dan adanya perasaan kecewa yang sering mengganggu. Jika individu kehilangan kesepakatan dan terjadi kekecewaan selama berbagai tahap kehidupan saat individu berjuang dengan masalah perkembangan, menjadi masa rawan untukterjadinya bunuh diri seperti yang terjadi pada masa remaja (Townsend,2011). Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat
bunuh diri, ancaman bunuh diri dan percobaan bunuh diri (Keliat et.al, 2010). Perilaku bunuh diri seperti ide bunuh diri, rencana bunuh diri, dan upaya bunuh diri telah ditemukan menjadi prediktor penting dari kematian bunuh diri (De Leo, et al.2005; Kessler et al. 2005). Memahami pola dan korelasi ide bunuh diri, rencana, dan upaya penting untuk kebijakan perencanaan kesehatan yangdiperlukan untuk mengurangi kejadian bunuh diri dan masalah terkait bunuh diri terkait (Kessler et al. 2005). Terjadi peningkatan prevalensi dari rencana antara orang yang memiliki ide bunuh diri secara signifikan pada tahun 2001-2003 (dari 19,6% menjadi 28,6%) dan prevalensi dari isyarat antara perencana bunuh diri menurun secara signifikan (dari 21,4% menjadi 6,4%). Pengobatan meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki ide bunuh diri yang memberi isyarat (40,3% menjadi 92,8%) dan di antara orang yang memilikiide bunuh diri dan melakukan upaya bunuh diri (49,6% menjadi 79,0%) (Kessler et al. 2005). Bunuh diri merupakan respon yang paling maladaptif dari teori rentang respon protektif diri dalam Stuart (2013). Berikut rentang respon protektif diri :
Rentang Respons Protektif Diri
Respon Adaptif
Peningkatan diri
Pertumbuhan peningkatan pengambilan risiko
Respon Maladaptif
Perilaku mencederai diri tidak langsung
Mencederai diri
Bunuh diri
Skema. 2. 1 Rentang Respon Proteksi Diri, Sumber (Stuart, 2013) Stuart (2013) menjelaskan bahwa perlindungan dan kelangsungan hidup merupakan kebutuhan mendasar dari semua makhluk hidup. Pada rentang respons proteksi diri, peningkatan diri dan pertumbuhan promosi pengambilan risiko merupakan respon yang paling adaptif, sebaliknya perilaku mencederai diri sendiri secara tidak langsung, melukai diri, dan bunuh diri adalah respons maladaptif. Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan tidak langsung. Perilaku destruktif diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan dan rentang waktu perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif diri tidak langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Individu tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya lebih lama dari pada perilaku bunuh diri (Stuart, 2006)
Perilaku mencederai diri sendiri mungkin langsung atau tidak langsung. Mencederai diri adalah tindakan membahayakan yang disengaja terhadap tubuh sendiri. Cedera ini dilakukan untuk diri sendiri, tanpa bantuan orang lain dan cedera yang cukup parah dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Mencederai diri dan risiko bunuh diri adalah dua fenomena yang terpisah. Kematian akibat cedera biasanya klien yang melukai diri sendiri biasanya ingin lepas dari ketegangan mereka dari pada membunuh diri sendiri. Mencederai diri juga berbeda dari perilaku merusak diri sendiri seperti makan berlebihan, penyalahgunaan narkoba, merokok dan aktivitas berisiko tinggi. Mencederai diri adalah peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu yang singkat dan dengan kesadaran akan konsekuensi dari tindakan itu (Stuart,2006). Sementara itu perilaku bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting dan cukup membebankan psikologis dan beban ekonomi di masyarakat. Perilaku bunuh diri berkisar dari ide bunuh diri, rencana bunuh diri, dan upaya dengan kemungkinan berakhir pada selesainya perilaku bunuh diri (Maniam et al. 2014). Fortinash & Worret, (2012) membagi perilaku bunuh diri pada beberapa tingkatan, berikut penjelasan padasetiap tingkatan perilaku bunuh diri: a. Ide Bunuh Diri (Suicidal Ideation) Ide bunuh diri adalah pikiran membunuh diri sendiri, baik yang dilaporkan sendiri atau dilaporkan kepada orang lain (Stuart, 2013). Meliputi pemikiran atau fantasi langsung maupun tidak langsung untuk
bunuh diri atau perilaku melukai diri sendiri yang diekspresikan secara verbal, disalurkan melalui tulisan atau pekerjaan seni dengan maksud tertentu maupun memperlihatkan pemikiran bunuh diri (Fortinash & Worret, 2012). Ide bunuh diri merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perlu disadari bahwa klien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan mati (Davidson, Neale, & Kring, 2004 dalam Muhith, A, 2015). b. Ancaman Bunuh Diri (Suicide threats) Ungkapan secara langsung atau tulisan sebagai ekpresi dari niat melakukan bunuh diri namun tanpa adanya tindakan. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif. c. Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture) Hasil tindakan langsung pada diri sendiri tanpa ada luka atau luka kecil dari seseorang yang tidak ada niat untuk mengakhiri hidupnya maupun
mengharapkan
untuk
meninggal
pada
akhirnya.
Bagaimanapun, mereka telah melakukan cara dimana orang lain mengartikan tindakannya seperti bermaksud bunuh diri. Davidson, Neale, & Kring (2004) menyebutkan pada fase ini klien menunjukkan perilakudestruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak
hanya mengancam kehidupannya, tetapisudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya minum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu
memahami
ambivalen
antara
mati
dan
hidupdan
tidakberencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan dan individu ini sedang mengalamikonflik mental. Tahap ini sering dinamakan “Crying for help”sebab individu ini sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu diselesaikan (Muhith, A, 2015). d. Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempts) Terdapat tindakan serius secara langsung pada diri sendiri dimana terkadang menyebabkan luka kecil atau besar dari seseorang yang berniat untuk mengakhiri hidup atau dengan serius mencederai dirinya. Isyarat dan percobaan yang tidak berhasil dan kurang mematikan disebut parasuicidal behaviour. Perilaku parasuicidal dikembangkan oleh Kreitman untuk menggambarkan perilaku yang termasuk memotong kulit atau menelan zat kimia yang tidak memiliki akibat fatal dan dapat digunakan sebagai mekanisme koping maladaptif untuk menangani emosi yang kuat atau pikiran yang mengganggu (Patel & Jakopac, 2012).
e. Bunuh Diri Selesai (Completed Suicide) Kematian seseorang yang mengakhiri kehidupan dengan cara mereka sendiri dengan sadar berniat untuk mati sebagai gambaran bunuh diri selesai. Bagaimanapun, hal ini penting untuk jadi catatan bahwa beberapa bunuh diri pada dasarnya terkadang terjadi tanpa disadari adanya niat untuk mati (seperti menyenangi aktivitas berisiko tinggi). 2. Tanda – Tanda Bunuh Diri Menurut Maramis (2004) tanda-tanda yang dapat terlihat diantaranya: pernyataan berulang-ulang tentang kematian, mengungkapkan perasaan bersalah, ketakutan dan panik. Menurut Stuart (2013) adanya peringatan langsung atau tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang berencana untuk mengakhiri hidupnya sendiri menunjukkan tanda yang diberikan atas perilaku bunuh diri. Pada fase isyarat bunuh diri tanda dan gejala bunuh diridapat diketahui dimana individu sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya namun tidak disertaiancaman dan percobaan bunuh diri. Secara subyektif ada ungkapan perasaan bersalah, sedih, marah, putus asa atau tidak berdaya, menitipkan pesan untuk ditinggalkan, megungkapkan hal negatif tentang diri sendiri. Secara obyektif terlihat murung, sedih, marah, menangis, banyak diam, kontak mata kurang, emosi labil,
tidur
kurang.Pada
mengungkapkaningin
mati,
fase
ancaman
mengungkapkan
bunuh
diri
klien
rencana
mengakhiri
kehidupan
dan
adanya
tindakan
untuk
menyiapkan
alat
dalam
melaksanakan rencana bunuh diri. Tanda-tanda orang yang lebih muda untuk kemungkinan bunuh diri juga disebutkan dalam National Youth Mental Health Foundation oleh Scanlan, F,.Purcell, R., (2009) yakni adanya ancaman untuk menyakiti dirinya sendiri atau bunuh diri, mencari cara untuk bunuh diri misalnya mencari akses penggunaan pil, senjata, atau cara lain. Sengaja menyakiti dirinya sendiri yaitu dengan melukai diri,pemotongan, atau membakar, berbicara atau menulis tentang kematian, sekarat atau bunuh diri, putus asa, mengamuk, kemarahan, membalas dendam, bertindak sembrono atau terlibat dalam kegiatan berisiko,perilaku kelihatan seperti tanpa berpikir, merasa terjebak, seperti tidak ada jalan keluar, meningkatkan penggunaan alkohol atau narkoba,menarik diri dari teman, keluarga atau masyarakat, kecemasan, agitasi, perubahan dalam tidur atau nafsu makan, perubahan dramatis dalam suasana hati, tidak ada alasan untuk hidup, tidak ada tujuan dalam hidup sebagai tanda dari perilaku bunuh diri. 3. Metode Bunuh Diri Terdapat metode bunuh diri yang mematikan dan yang kurang mematikan.Metode mematikan seperti tembakan, menggantung diri, atau melompat dariketinggian. Sedangkan metode yang kurang mematikan diantaranya over dosis karbon monoksida dan obat yang memberikan waktu untuk diselamatkan setelah aksi bunuh diri dimulai (Stuart, 2013). Tiga metode yang digunakan dalam bunuh diri dari orang-orang yang lebih
muda diantaranya adalah penggunaan senjata api, sesak napas, dan keracunan (Centers forDisease Control and Prevention, 2015).Perempuan memiliki upaya bunuh diri lebih tinggi sementara laki-laki lebih berhasil dalam melaksanakan tindakan bunuh diri karena menggunakan metode yang lebih mematikan. Perempuan cenderung menggunanakan pil tidur atau pisau cukur sedangkan laki-laki dengan menembak, menggantung diri atau melompat dari tempat yang tinggi
(Roy, 2000 dalam Videbeck,
2008).
C. Faktor Risiko Bunuh Diri pada Remaja Faktor risiko bunuh diri pada remaja dalam Stuart (2013) diantaranya adalah: faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologis, perilaku bunuh diri sebelumnya dan orientasi seksual, berikut penjelasan dari faktor risiko bunuh diri pada remaja: 1. Faktor psikologis Faktor psikologis diantaranya adalah depresi, kecanduan narkoba (Farhangdoos,2010),stres, kecemasan dan depresi (Hawari, B, 2013) sementara menurut Ibrahim et al. (2014) faktor psikologis bunuh diri pada remaja adalah depresi, ansietas dan stress. Faktor psikologis dimana remaja yang merasa depresi, kesedihan, dan putus asa memiliki kemungkinan lebih tinggi terhadap perilaku bunuh diri(Altangerel, 2014). Merasa sedih, sendiri, cemas dan tidak berdaya berhubungan dengan
depresi terhadap sesuatu yang dirasakan sebagai emosi yang normal dari adanya stress (Townsend, 2011).
Penderitaan psikologis yang tidak
tertahankan merupakan stimulus umum pada bunuh diri (Muhith, A, 2015). Kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari stres, stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban pada diri individu. Dalam literatur tentang bunuh diri, stres sering dikaitkan dengan peristiwa kehidupan negatif atau pengalaman negatif kehidupan. Ada berbagai stresor kerja dan hidup yang terkait, seperti sebagai peristiwa stres kehidupan, kehilangan, pengangguran, dan stressor lingkungan lainnya yang dapat dikaitkan dengan keinginan bunuh diri. Penelitian telah mengindikasikan bahwa stres secara positif terkait dengan ide bunuh diri. Masalah yang dialami adalah bagaimana hidup beradaptasi dengan stres tanpa harus mengalami distres,
karena distres dapat
berdampak pada psikologis seperti kecemasan dan depresi. Interaksi berbagai aspek stres memiliki potensi untuk sulit membuat manajemen stres dan memiliki potensi untuk menyebabkan keinginan bunuh diri (Ibrahim et al. 2014). Berikutnya adalah kecemasan, dimana kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran. Malik et al. (2014) meneliti hubungan antara kecemasan dan keinginan bunuh diri, ditemukan bahwa pasien dengan kecemasan lebih mungkin untuk memiliki ide bunuh diri, mencoba bunuh diri, dan
bunuh diri selesai dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kecemasan. Selanjutnya depresi merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan, kehilangan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa serta dapat muncul pikiran-pikiran tentang bunuh diri (Hawari, 2013). Depresi merupakan penyebab utama daribunuh diri pada remaja (Townsend, 2011). Bukti dari psikologis otopsi menunjukkan bahwa, pada saat bunuh diri atau mencoba bunuh diri, beberapa orang menderita depresi. Depresi dapat dikaitkan dengan perasaan putus asaindividu, tidak berdaya, dan kurangnya dukungan sosial dan keterampilan mengatasi ketika mereka menghadapi kesulitan dan pengalaman stres dikehidupan (Ibrahi, et. al 2014). Depresi juga dapat menjadi respon dari kehilangan orang tua, saudara, teman atau berakhirnya hubungan dengan kekasih (Townsend, 2011) Ketidakberdayaan atau putus asa, didefinisikan sebagai sistem skema kognitif yang merupakan denominator umum pada harapan negatif tentang masa depan (Beck et al, 1974), juga dilaporkan sebagai prediktor penting bunuh diri, percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri di berbagai populasi (Hughes & Neimeyer, 1993; Cox et al. 2004; Wen-Hung et al. 2004; Hawton et al. 2005; Stewart et al. 2005 dalam Shahar. G, et al 2006). Terdapat kejadian yang tinggi pada pengguna alkohol dan penggunaan narkoba dengan perilaku bunuh diri. pedoman praktik menyatakan bahwa alkoholisme meningkatkan tingkat penyelesaian bunuh diri dengan enam
kali dibandingkan dengan yang terlihat pada populasi umum. alkohol merupakan faktor risiko yang kuat untuk bunuh diri, dan hadir dalam 25% sampai 50% dari individu yang selesai bunuh diri. Obat berkontribusi pada keputusan yang buruk dan impulsif yang mengarah pada risiko tinggi perilaku merusak diri. Persentase yang tinggi dari alkohol dan kecelakaan mobil terkait penggunaan obat di kalangan remaja sabagai usaha bunuh diri. Sebuah studi yang dilakukan untuk mengeksplorasi
tabrakan
kendaraan
bermotor
sebagai
sarana
menyelesaikan bunuh diri, penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku menyakiti diri merupakan faktor risiko independen yang mengakibatkan beberapa kecelakaan kendaraan(Fortinash & Worret, 2012). 2. Faktor keluarga Hubungan orang tua dan remaja dapat mempengaruhi perilaku bunuh diri, dimana adanya disfungsi keluarga dan riwayat bunuh diri remaja. Sebagai contoh, remaja dapat dicegah untuk melakukan percobaan bunuh diri dengan sikap peduli dan membentuk hubungan yang baru dengan anak remaja (Stuart, 2013). Riwayat anggota keluarga dengan perilaku bunuh diri dimana risiko bunuh diri pada remaja laki-laki secara bermakna dikaitkan dengan riwayat kematian ayah yang bunuh diri. Sebaliknya, risiko kematian bunuh diri pada remaja perempuan secara bermakna dikaitkan dengan riwayat ibu yang bunuh diri (Cheng. J, et al.2013). Pengurangan jumlah faktor risiko orangtuasecara signifikan mengurangi
risiko usaha bunuh diri diketurunan selanjutnya (Christiansen. E. et.al 2011). Pengetahuan seseorang yang memiliki perilaku bunuh diri secara signifikan meningkatkan risiko tindakan serupa. Pengetahuan pribadi dari seseorang yangberusaha bunuh diri meningkatsecara signifikan sama dengan risiko bunuh diri. Dapat dikatakan bahwa fakta-faktaberkaitan dengan upaya bunuh diri individual (misalnya secara detail dari bagaimana metode itu digunakan, kelanjutan luka, peristiwa yang terjadi setelahupaya bunuh diri) dapat ditularkan kepada orang lain, yang kemudian mendapat model perilaku dan mengamati bagaimana orang lainmenanggapi dan membicarakan setelah usaha bunuh diri dilakukan (De Leo, et al.2005). Hasil lain dari penelitian Bertera. M. E (2007) menunjukkan bahwa untuk anggota keluarga atau teman dekat bunuh diri, perilaku bunuh diriperilaku direkam selama rentang hidup yang lebih sering daripada yang dilaporkan dalam periode 12 bulan sebelumnya (prevalensi ide bunuh diri, rencana, dan upaya adalah 12,1%, 2,2%, dan 0,4%), dalam wawancara ide bunuh diri di kalangan remaja lebih tinggi pada perubahan sosial yang negatif dari anggota keluarga. 3. Faktor lingkungan Masalah disekolah, penularan perilaku bunuh diri diantara kelompok sebaya, kurangnya dukungan orang tua, permasalah dengan teman dan riwayat pelecehan seksual menjadi bagian dari faktor lingkungan terhadap risiko bunuh diri pada remaja (Stuart, 2013). Sementara Zimet, et al.
(2016) menyebutkan bahwa keluarga, teman dan seseorang yang special merupakan tiga sumber khusus bagi dukungan sosial. Penelitian David, et al. (2006) didapatkan bahwa pada perempuan terdapat hubungan yang positif pada tingkat dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, orang lain dan teman-teman. Pada laki-laki, tingkat keluarga dan orang lain terdapat hubungan yang positif terkait satu sama lain, tapi tidak terkait dengan dukungan dari teman-teman. Bertengkar dengan pasangan, bertengkar dengan anggota keluarga yang lain, bertentangan dengan teman atau tetangga, kesulitan keuangan keluarga, dan penyakit serius secara independen terkait dengan percobaan bunuh diri (Zhang et al. 2013).Penelitian
Cho.Yet al.
(2010)
mengungkapkan bahwa kelompok remaja yang tidak tinggal bersama orangtua memiliki tingkat stres kehidupan yang lebih tinggi, kesusahan, gejala psikologis dan keinginan bunuh diri. Zhang, J & Zhou, L (2011) menyebutkan bahwa anggota keluarga bunuh diri lebih dipengaruhi oleh kematian bunuh diri yang sebelumnya namun, ada dua penjelasan dari perbedaan yang diamati. Salah satunya adalah ''penularan'' efek yang mengikuti anggota keluargaatau teman dekat menjadi lebih menerima perilaku bunuh diri.Penjelasan lain adalah bahwa risiko bunuh diri merupakan percobaan kelompok yang lebih dulu bunuh diri, sebagaihasil berbagi bersama dengan lingkungan yang tidak menyenangkan.
Hasil penelitian Pisani, Aet al. (2012) didapatkan sampel siswa dengan ide bunuh diri sebanyak 13,9% telah serius mempertimbangkan bunuh diri dalam 12 bulan terakhir, 22,8% telah memberitahu orang dewasa tentang ide bunuh diri mereka dan 29,4% melaporkan bahwa mereka mencoba untuk mendapatkan bantuan. Siswa dengan ide bunuh diri dua kali lebih mungkin untuk mengungkapkan ide bunuh diri mereka kepada teman sebaya (54%) dibandingkan dengan orang dewasa (23%). 4. Faktor biologis Keluhan somatik seperti: sakit kepala menjadi bagian dari faktor biologis pada risikobunuh remaja (Stuart, 2013). Chronic Daily Headache (CDH) mengacu pada sekelompok gangguan di mana sakit kepala terjadi 15 hari atau lebih per bulan untuk setidaknya 3 bulan dan termasuk: chronic migraine (CM), migrain dengan atau tanpa aura dan migren auratanpa sakit kepala, chronic tension-type headache(CTTH),hemicrania continua (HC), dan sakit kepala terus-menerus setiap hari. Usaha bunuh diri lebih sering pada klien yang menderita migrain dibandingkan pada populasi umum, terutama pada perempuan(Pompili, M et al. 2009). Penelitian Filippis, D.S et al. (2008) menemukan bahwa risiko bunuh diri memainkan peran sentral dalam mempengaruhi kualitas kehidupan seorang klien. Studi ini juga melaporkan tentang temperamen pada klien yang menderita sakit kepala harian kronis dengan penyalahgunaan obat sakit kepala. CDH merupakan sumber bencana yang besar, dengan penurunan nilai kesenangan dan kegiatan bekerja. Penurunan kualitas
hidup dapat mengakibatkan putus asa dan keinginan bunuh diri dapat dengan mudah muncul. Terdapat banyak dari perilaku bunuh diri tanpa memiliki diagnosa psychiatric tapi dalam emosional yang besar dan hanya ingin mengakhiri rasa sakit, demikian pula individu yang menderita sakit fisik (Patel et al.2012). 5. Faktor riwayat bunuh diri sebelumnya Upaya bunuh diri sebelumnya, memberikan benda berharga, membicarakan tentang bunuh diri, menulis catatan atau puisi tentang kematian menjadi faktor resiko bunuh diri. Riwayat upaya bunuh diri sebelumnya
oleh
individu
meningkatkan
risiko
bunuh
diri.
Risikopengulangan tertinggi dalam 3 sampai 6 bulan pertama setelahusaha bunuh diri, tapi tetap secara substansial meningkatdari populasi umum selama minimal 2 tahun(Goldston et al, 1999; Lewinsohn et al, 1996 dalam Bridge, A. et al. 2006). Dua tahun pertama setelah upaya bunuh diri merupakan periode risiko tinggi, terutama tiga bulan pertama (Videbeck, 2008). 6. Faktor Orientasi seksual Rata-rata percobaan bunuh diri berhasil pada kelompok remaja gay, lesbian,dan biseksual. Penyebab dapat karena stres dankesepian yang dialami karena orientasi seksual yang dimiliki. Stigma penolakan orang tua dan kurangnya penerimaan sosial sebagai alasan lain tingginya angka bunuh diri pada kelompok ini (Stuart, 2013). Menurut model stres
minoritasprasangka yang berlebihan, stigma, dan diskriminasi yang dihadapi oleh individu minoritas seksual menyebabkanpeningkatan masalah kesehatan mental pada populasi ini dan peningkatan risiko akibat bunuh diri (O‘Donnell, S. et al.2011). Hasil penelitian Stone, D.M., et. al (2014) terlepas dari ukuran orientasi seksual yang digunakan, Sexual Minority Youths(SMY) merupakan
subkelompok
yang
paling
banyak
meningkatkan
kemungkinanSuicide Risk Outcomes(SROs).
D. Ide Bunuh Diri Ide bunuh diri atau berpikir tentang bunuh diri tanpa maksud yang jelas, menempatkan seseorang pada risiko yang lebih rendah daripada orang yang berniat atau mengemukakan untuk mati melalui tindakan bunuh diri. Ada dua kategori niat: disadari dan tanpa disadari. Niat bunuh diri yang disadari melibatkan berbagai aspek kesadaran: kesadaran
yang keluar dari
hasilantisipasi perilaku bunuh diri, kesadaran adanya tanggapan orang lain terhadap ancaman dari upaya bunuh diri, kesadaran petunjuk mematikan dari metode yang dipilih, kesadaran kemungkinan penyelamatan (yaitu, bagian dari rencana termasuk berbagai kesempatan penyelamatan, atau
rencana
penyelamatan yang dirancang sedemikian sulit atau sedikit. Sementara niat bunuh diri tidak sadar seringkali lebih sulit untuk dinilai, karena memerlukan tingkat keterampilan dan pengetahuan tentang tanda dan gejala yang merupakan ciri khas dari dinamika merusak diri:
depresi,
kecemasan,
rasa
bersalah,
putus
asa,
permusuhan
dan
ketergantungan, bersama dengan fantasi yang simbolik dari kematian, melukai lainnya, membunuh diri sendiri, kegagalan dan keputusasaan. motivasi untuk melukai atau membunuh diri sendiri adalah diluar kesadaran, namun pasien sering mengungkapkan dengan perilaku yang memiliki risiko ekstrim (Fortinash & worret, 2012). Ide bunuh diri merupakan bagian dari perilaku bunuh diri dimana Task Force for the National Institute of Mental Health's Center dari pusat studi pencegahan bunuh diri mengklasifikasikan tiga kategori perilaku bunuh diri yakni selesai bunuh diri, mencoba bunuh diri, dan ide-ide bunuh diri (Beck etal. 1979). Ide Bunuh diri mengacu pada pengalaman bahwa hidup adalahkehidupan yang tidak berharga, mulai dari fikiran sekilas hingga sebenarnya, pikiran tentang rencana untuk membunuh diri sendiri, atau suka merusak diri. Pikiran ini merupakan hal yang tidak biasa di kalangan anak muda. Diperkirakan bahwa antara 22% dan 38% dari remaja berpikir tentang bunuh diri di beberapa waktu dalam hidup mereka, antara 12% dan 26% pelaporan telah memiliki pengalaman pada tahun sebelumnya (Nock, M., Borges, G., Bromet, E. et al. 2008; dalam Scanlan, F,.Purcell, R., 2009). Hasil Penelitian De Leo, et al. (2005), didapatkan bahwa dua kemungkinan rencana perkembangan pikiran bunuh diri dan perilaku bunuh diri dari waktu ke waktu. Dari 300 peserta hanya 20,0% dari rencana bunuh diri dan mencoba bunuh diri melaporkan bahwa perkembangan proses bunuh diri dengan keparahan semakin meningkat dalam jangka waktu yang lebih
panjang. Sebaliknya, 57,1% dari peserta menyatakan bahwa proses bunuh diri tidak terus-menerus, tetapi berfluktuasi tidak teratur sebelum mencoba bunuh diri atau akhirnya mencoba bunuh diri. Hanya 0,8% bunuh diri mencoba bunuh diri melaporkan tidak ada ide bunuh diri sebelumnya atau rencana bunuh diri (De Leo, et al. 2005). Ide bunuh diri secara logis lebih dulu dari percobaan bunuh diri atau selesai bunuh diri, sehingga dirasa tepat untuk fokus pada intensitas, penyebaran, dan karakteristik dari ide bunuh diri dan dapat menilai niat bunuh diri sebagai prediksi yang berpotensi memiliki risiko bunuh diri nantinya (Beck, Kovacs &Weissment, 2006). Individu dengan ide bunuh diri adalah individu yang saat ini memiliki rencana dan keinginan untuk bunuh diri, tetapi tidak dengan jelas melakukan usaha bunuh diri dalam beberapa waktu terakhir (Beck, Kovacs &Weissment, 2006). Hasil penelitian Jonas, et al (2014) yang dilakukan di India menyebutkan bahwa upaya bunuh diri dilaporkan oleh 4,2% individudan pikiran untuk bunuh diri selama 6 bulan terakhir oleh 5,1% individu. Hasil Penelitian lain yang dilakukan oleh Maniam et al (2014) di Malaysia diperkiraan prevalensi untuk ide bunuh diri, rencana dan upaya bunuh diri masing-masing adalah 1,7% , 0,9% dan 0,5%. Usia 16-24 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi dari perilaku terhadap bunuh diri (Maniamet al. 2014). Mayoritas pemuda yang mengalami ide bunuh diri tidak akan mengakhiri kehidupan mereka sendiri, namun setiap laporan ide bunuh diri
harus ditanggapi dengan serius. Bahkan ketika itu ringan dan hanya dilaporkan pada satu kesempatan, ide bunuh diri telah ditemukan terkait dengan gejala klinis yang signifikan dari depresi. Selanjutnya, pemuda yang gigih memiliki ide bunuh diri yang kuat berada pada peningkatan risiko mencoba bunuh diri yang meningkat. Bukti menunjukkan bahwa hubungan antara keinginan bunuh diri dan usaha bunuh diri dimediasi oleh beban faktor risiko psikososial yang diungkapkan remaja. Pemuda mengalami ide bunuh diri dengan tidak adanya faktor risiko lain termasuk berisiko rendah, sedangkan yang sedang memiliki ide bunuh diri meningkatkan paparan beberapa faktor risiko yang berisiko tinggi. Percobaan bunuh diri sebelumnya adalahfaktorrisiko yangpaling menonjol untukpemuda yang kemudian meninggal karena bunuh diri (Hider P., 1998;Fergusson, D. and Lynskey, M. 1995 dalam Scanlan, F,.Purcell, R., 2009). Penelitian Zhang, J & Zhou, L (2011) didapatkan bahwa individu dengan anggota keluarga atau teman dekat yang bunuh diri 1,8 kali lebih mungkin untuk berpikir tentang bunuh diri, 2,4 kali lebihkemungkinan untuk merencanakan bunuh diri, dan 1,5 kali lebih mungkin untuk memiliki upaya bunuh diri. Kehilangan orang yang dicintai karena bunuh diri juga merupakan faktor risiko penting. Individu mengungkapkan tentang bunuh diri 2,9 kali lebih mungkin untuk berpikir tentang bunuh diri, 4.1 kali lebihmungkinan untuk merencanakan bunuh diri. Penelitian ini menunjukkan bahwa anggota keluarga lebih dipengaruhi oleh kematian bunuh diridari teman-teman dekat.
Hasil penelitian De Leo, et al. (2005) menunjukkan bahwa lebih banyak pelaku percobaan bunuh diri memiliki kenalan seseorang yang meninggal karena bunuh diri dan telah sangatbanyak terpengaruh oleh itudari pada seseorang yang memiliki ide bunuh diri. Demikian pula, orang dengan perilaku bunuh diri lebih sering pada seseorang yangmengenal orang yang mencoba bunuh diri dari pada orang yang memiliki ide bunuh diri.
E. Kerangkan Teori Penelitian Kerangka teori penelitian adalah alur logika atau penalaranyang merupakan seperangkat konsep, definisi dan proporsisi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), pengendalian (control) suatu gejala (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, kerangka teori yang membangun penelitian ini terdiri dari teori protektif diri dan teori faktor risiko bunuh diri remaja yang dapat dilihat pada halaman berikut.
Rentang Respon Protektif Diri (Fortinash & Worret, 2012)
Peningkatan diri
Pertumbuhan peningkatan pengambilan risiko
Perilaku mencederai diri tidak langsung
Mencederai diri
Bunuh diri
Faktor Risiko Bunuh Diri Remaja (Stuart, 2013) Percobaan Bunuh Diri
Faktor Psikologis : 1. Stress 2. Ansietas 3. Depresi 4. Ketidakberdayaan 5. Penyalahgunaan obat Faktor Keluarga : 1. Riwayang keluarga bunuh diri 2. Perceraian Keluarga
Ancaman Bunuh Diri
Isyarat Bunuh Diri
Faktor Lingkungan : 1. Dukungan Sosial (Hubungan dengan orang tua, teman dan orang spesial) 2. Pengalaman hidup yang tidak menyenangkan
Ide Bunuh Diri
Faktor Biologis: Adanya keluhan somatik yang sering terjadi Faktor perilaku bunuh diri sebelumnya 1. Usaha bunuh diri sebelumnya 2. Menceritakan tentang bunuhdiri Faktor Orientasi Seksual
Skema 2.2. Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Pada penelitian ini, kerangka konsep terdiri dari konsep faktor risiko bunuh diri sebagai variabel independen dan ide bunuh diri sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini melihat hubungan faktor risiko bunuh diri terhadap ide bunuh diri pada remaja. Bagan kerangka konsep dapat dilihat sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Psikologis : Depresi, kecemasan, stres, ketidakberdayaan, penyalahgunaan napza Faktor Keluarga : Orang tua bercerai Riwayat bunuh diri keluarga Faktor Lingkungan Sosial : Hubungan dengan orang terdekat, Dukungan teman,dukungan sosial, pengalaman negatif riwayat teman bunuh diri
Ide Bunuh Diri Remaja
Faktor Biologis : Keluhan Somatik Faktor Riwayat Bunuh Diri
Faktor Orientasi Seksual Skema 3.1 Kerangka Konsep
A. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian menurut Sugiyono (2011), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis dikatakan sementara karenajawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Hipotesis penelitian ada dua yaitu: 1. Hipotesis Mayor Ada hubungan faktor risiko bunuh diri dengan ide bunuh diri remaja di kota Rengat. 2. Hipotesis Minor a. Ada hubungan faktor psikologi dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat b. Ada hubungan faktor keluarga dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat c. Ada hubungan faktor lingkungan dengan ide bunuh diripada remaja di kota Rengat d. Ada hubungan faktor biologidengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat e. Ada hubungan faktor riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat f. Ada hubungan faktor orientasi seksual dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat
B. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan definisi kerja berdasarkan definisi yang dibuat oleh peneliti.Definisi operasional untuk variabel dependen dan variabel independen pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 di halaman berikut: Tabel 3.1 Definisi Operasional Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat 2016 N o A
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Dependen Ide Bunuh Diri
Pikiran untuk menghilangkan nyawanya sendiri
Pengisian Kuisioner Instrument B : ide bunuh diri
Menggunakan Skala ide bunuh diri. Scale of suicidal Ideation.
Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (4,00)
Ordinal
B
Variabel Independen 1. Faktor Psikologis a. Depresi
Kondisistatus mentalumum remajayang ditandai dengan tidak bersemangat, bersedih, tidak bahagia Adanya perasaan khawatir terhadap sesuatu yang belum terjadi
Pengisian Kuisioner D : Depresi item no 1,2,4,6,7,8,9,11,1 2,14,15,18,19,20
Menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 21-item version (DASS-21) Menggunakan Skala ketidakberdayaa n Beck’s Hopelessness Scale
Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (22,00)
Ordinal
Kondisi dimana tubuh mengalami keletihan dan kecemasan
Pengisian Kuisioner D : Stres item no 2,3,4,5,7,9, 10,13,15,1,6, 17, 19,20,21 Pengisian Kuisioner Instrument C : Ketidakberdayaan
Menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 21-item version (DASS-21) Menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 21-item version (DASS-21)
Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (18,00)
b. Ansietas
c. Stres
d. Ketidakb erdayaan
Kondisi yang dirasakan dimana tidak ada kemampuan menghadapi masalah dan tidak ada harapan masa depan
Pengisian Kuisioner D : Ansietas item no 1,3,5,6,8,10,11,12 ,13,14,16,17,18, 21
Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (18,00)
Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (16,00)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
e. Penyalah gunaan obatobatan
2. Faktor Keluarga a. Perceraian orang tua
b. Keluarga dengan riwayat bunuh diri
Penggunaan narkotikadan zat adiktif berbahaya
Perpisahan/putusnya hubungan perkawinan kedua orangtua baiksecara hukum agama maupun negara
Tabel 3.1 Lanjutan Instrument A : Mengisi pertanyaan instrument A adanya penyalah dalam bentuk gunaan obatpertanyaan obatan tertulis
Instrument A : pertanyaan perceraian keluarga
Mengisi Instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
Adanya anggota keluarga yang memiliki hubungan darah maupun karena perkawinan pernah melakukan tindakan bunuh diri
Instrument A : pertanyaan riwayat anggota keluarga melakukan bunuh diri sebelumnya
Mengisi Instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
Interaksi kehidupan sehari-hari dan sosial dengan orang terdekat
Instrument E : Dukungan orang terdekat 1,2,5,10
Menggunakan Multidimension alScale of Perceived Social Support (MSPSS)
Interaksi kehidupan sehari-hari dan sosial dengan teman
Instrument E : Dukungan teman 6,7,9,12
Menggunakan Multidimension alScale of Perceived Social Support (MSPSS)
c. Dukungano Interaksi kehidupan rang tua sehari-hari dan sosial dengan orang tua
Instrument E : Dukungan orang tua 3,4,8,11
Menggunakan Multidimension alScale of Perceived Social Support (MSPSS)
3. Faktor Lingkungan a. Hubungan dengan orang terdekat
b. Hubungan dengan teman
1 . Ada penyalah gunaaan obat-obatan 2. Tidak ada penyalah gunaan obatobatan
1 . Ya 2. Tidak
1 . Ada riwayat bunuh diri keluarga 2. Tidak ada riwayat bunuh diri keluarga Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (6,00) Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (8,00) Tinggi ≥ median Rendah ≤ median (7,00)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Tabel 3.1 Lanjutan d. Pengalam an yang tidak menyena ngkan dalam hidup
Segala sesuatu yang terjadi selama hidup yang membuat bersedih dan tidak bisa dilupakan
Instrument A : Pengalaman negatif
Mengisi Instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
Memiliki teman dengan riwayat bunuh diri
Instrument A : Pengalaman negatif
Mengisi instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
Adanya perubahan kondisi fungsi tubuh dengan keluhan seperti sakit kepala, nyeri perut yang berulang
Instrument A : keluhan fisik
4. Perilaku bunuh diri Sebelumnya
Pengalaman melakukan bunuh diri yang pernah dilakukan
5. Orientasi Seksual
Adanya kekeliruan terhadap penilaian seksual/gender
e. Riwayat teman dengan bunuh diri 3. Faktor Biologis
1 . Ya ada pengalaman negatif 2. Tidak ada pengalaman hidup negatif 1 . Ada 2. Tidak ada
Nominal
Mengisi instrument A dalam bentuk pertanyaan tertulis
1 . Ya ada keluhan fisik 2. Tidak ada keluhan fisik
Nominal
Instrument A: riwayat usaha bunuh diri sebelumnya
Mengisi instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
1 . Ya ada usaha bunuh diri sebelumnya 2. Tidak ada usaha bunuh diri sebelumnya
Nominal
Instrumen A: disorientasi seksual
Mengisi instrumen A dalam bentuk pertanyaan tertulis
1. Ya ada 2. Tidak ada
Nominal
Nominal
Definisi operasional untuk variabel karakteristik pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2 di halaman berikut : Tabel. 3.2 Definisi Operasional Variabel Karakteristik No
1.
2.
Variabel Karakteris tik Usia
Jenis Kelamin
Definisi Operasional
Jumlah tahunyang dihitung sejak tanggallahir hinggaulang tahun terakhirpada saat pengambilan data Identitas seksual yang ditunjukkandengan ciri-ciri fisik
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Instrumen A : Mengisi data demografi data demografi
12-16 tahun 17-25 tahun
Ordinal
Instrumen A : Mengisi data demografi data demografi
1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non-eksperimental dengan pendekatan kuantitatif, analisis korelasi. Dengan desain cross secsional study yaitu pengukuran variabel dependen dan variabel independen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian analitik korelasi digunakan karena peneneliti ingin mendapatkan gambaran masing-masing variabel penelitian dan menghubungkan dua variabel dan sub variabel masing-masing variabel dengan analisis korelasi serta dengan melakukan penelitian sesaat pada waktu tertentu saja ( Sastroasmoro, 2011). Pada penelitian ini melihat hubungan antara faktor psikologis (ketidakberdayaan, depresi, kecemasan, stress), faktor keluarga (anggota keluarga dengan riwayat bunuh diri), faktor lingkungan (dukungan sosial), faktor biologi (keluhan sakit kepala), faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual sebagai variabel independent dan ide bunuh diri remaja sebagai variabel dependen.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah remaja SMP dan SMAdi Rengat dengan jumlah 3748 siswa/i, dimana siswa SMA N 2 sebanyak 569 orang, SMKN 1 sebanyak 641 orang, SMAN 2 sebanyak 399 orang, SMA PGRI
91 sebanyak orang, SMA Muhammadiyah sebanyak 40 orang, SMP N 1 sebanyak 546 orang, SMPN 2 sebanyak 421 orang, SMPN 3 sebanyak 281 orang, SMPN 4 sebanyak 481 orang, dan SMPN 5 sebanyak 280 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi remaja yang ada di SMP danSMAdi Rengat dengan metode proporsional simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan(Hidayat, 2009).Adapun kriteria sampelpada penelitian ini adalah: a. Kriteria Inklusi 1) Remaja yang tinggal bersama keluarga/orangtua 2) Responden kooperatif b. KriteriaEklusi 1) Remaja yang tidak bersedia menjadi responden 2) Remaja dengan cacat fisik 3) Responden yang tidak hadir pada hari pengambilan data 4) Responden yang tidak melengkapi data demografi Penentuan jumlah sampel dalam penelitian dengan menggunakan rumus: η =
N 1 + N (0,05)
=
3748 1 + 3784 (0,025)
=
3748 10,37
=
361,43 = 362
Keterangan : η N d
2
= Besar sampel yang diinginkan = Besar Populasi = Tingkat ketepatan absolut yang dicari yaitu 5%
Tabel 4.1 Sampel Penelitian No
Nama Sekolah
Jumlah Siswa
Hitungan Sampel
Jumlah Sampel
1
SMAN 2
568
568/3748 x 362
55
2
SMKN 1
641
641/3748 x 362
62
3
SMAN 2
399
399/3748 x 362
39
4
SMA PGRI
91
91/3748 x 362
9
5
SMA Muhammadiyah
40
40/3748 x 362
4
6
SMPN 1
546
546/3748 x 362
53
7
SMPN 2
421
421/3748 x 362
41
8
SMPN 3
281
281/3748 x 362
28
9
SMPN 4
481
481/3748 x 362
47
10
SMPN 5
280
280/3748 x 362
27
Jumlah
3748
365
C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2016. Pengumpulan data penelitian dimulai pada tanggal 20 Mei 2016 s.d 08 Juni 2016.Penelitiandilakukanpadasetiapsekolahsesuaidenganjanji
yang
telahdisepakatiantarapenelitidanpihaksekolah.Maksimalsatuharipenelitimelaku kanpenelitianpadaduasekolah.
D. Etika Penelitian Peneliti
mendekati,
memperkenalkan
diri
dan
menjelaskan
identitaspeneliti terlebih dahulu terhadap responden yang terpilih, kemudian menjelaskan
tujuan
penelitian
sehinggaresponden
dapat
mengambil
keputusan bersedia atautidak menjadi responden (ANA, 2001 dalam Burn & Grove, 2009). Untuk mencegah timbulnya masalah etik maka dilakukan penekanan masalah etik yang meliputi : 1. Right to Self Determination Individu mempunyai otonomi untuk membuat keputusan secara sadar dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian atau menarik diri sebelum penelitian selesai. Responden mempunyai hak untuk menanyakan semua hal terkait penelitian, menolak memberikan informasi dan menghentikan keikutsertaannya (Polit & Beck, 2010). Sebelum kuesioner diberikan pada subyek penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah pengumpulan data. Untuk memenuhi hak tersebut maka peneliti menggunakan Informed Consent ataulembar persetujuan.Lembar persetujuandiberikan kepada responden yang memenuhi kriteria. Tujuannya adalah subyek mengetahui judul penenlitian, tujuan penelitian, manfaat penelitiandan dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Responden yang bersedia diteliti, maka mereka menandatangani lembar persetujuan tersebut diawal setelah penjelasaan yang diberikan oleh peneliti, namun jika subyek penelitian
menolak
untuk
diteliti
maka
menghormatihak-hakmereka
yaitu
peneliti
tidak
menerimaatau
memaksadan menolak
tetap
menjadi
responden. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dalam setiap melakukan penelitian baik di SMP maupun di SMA dan memberikan kesempatan responden untuk bertanyamengenai hal yang tidak dipahami dalam pengisianinformed consentmaupun kuesioner dilakukan oleh responden dalam keadaan rileks dan terjaga kerahasiannya. Selama melakukan penelitian di SMP dan SMA sederajat,seluruh responden yang sudah diberikan penjelasan dan membaca informed consentyang diberikan seluruh responden menyetujui untuk diteliti sehingga peneliti dapat melanjutkan penelitian hingga selesai pengisian kuesioner. 2. Right to Privacy and Dignity Individu mempunyai hak untuk dihargai terhadap apa yang kerjakan dan merahasiakan informasi yang didapatkan. Penelitian menjaga privacy responden dengan cara menghargai setiap data yang diberikan responden (Polit & Beck, 2010). Dalam penelitian ini peneliti tidak ikut campur dengan memberikan penilaian atas informasi yang didapat dari responden dan menghargai apapun jawaban yang diberikan oleh responden dengan jalan tidak menyebarluaskan ke orang lain. Pada penelitian yang dilakukan di setiap SMP dan SMA sederajat peneliti selalu menjelaskan bahwa menjelaskan data yang telah diberikan
hanya digunakan oleh peneliti untuk kepentingan penelitian dan tidak akan berpengaruh terhadap pernilaian disekolah sehingga setiap responden dapat mengisi sesuai dengan keinginan peneliti dan responden dapat mengisi kuesioner sendiri tanpa diketahui orang lain. Peneliti tidak akan memaksa responden untuk memberikan informasi sesuai keinginan peneliti dan peneliti tidak memberikan informasi yang didapat kepada orang lain. Setiap kuesioner yang telah dikembalikan kepada peneliti setelah
diperiksakelengkapannya,
peneliti
langsung
memasukkan
kuesioner yang telah diisi kedalam kotak yang telah disediakan dan langsung dibawa saat penelitian selesai. 3. Right to Anonimity and Confidentiality Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data,cukup dengan memberikan
nomor
kode
pada
masing-masing
lembar
tersebut.
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subyek penelitian inidijamin oleh peneliti dengan jalan tidak menyebarluaskan informasi yang didapat dari responden kepada orang lain yang tidak berhak. Padapenelitianinisetelahpenelitimendapatkankuesioner
yang
telahdiisidandiperiksakelengkapannya, penelitilangsungmemasukkankedalamtempat
yang
sudahdisediakandandibawalangsungolehpenelititanpadiketahuiolehrespond en lain maupunpihaksekolahapahasil yang telahdiisiolehresponden.
Pada penelitian ini data yang sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan dipergunakan hanya digunakanolehpenelitiselamapengolahan data untuk pelaporan penelitian dan selanjutnya dimusnahkan. 4. Right to Fair Treatment Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk dipilih dalam penelitian dengan menghormati persetujuan yang telah disepakati. Dalam penelitian ini peneliti memperlakukan semua subyek yang sesuai dengan kriteria inklusi serta tidak membeda-bedakan subyek meskipun dari jenis kelamin dan pendidikan. Pada penelitian ini peneliti juga memberikan waktu yang sama dalam pengisian kuesioner untuk seluruh responden yakni selama 50 menit, dan hampir diseluruh sekolah yang dilakukan penelitian seluruh responden mengumpulkan kembali kuesioner sebelum wktu yang ditentukan habis. Peneliti juga memberikan kesempatan yang kepada setiap responden untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas baik tentang tujuan penelitian, maupun tentang pelaksaan selama penelitian. 5. Right to Protection from Discomfort and Harm Responden berhak mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan bahaya ataukerugian selama penelitian. Resiko yang mungkin timbul akibat dari penelitian ini adalah timbulnya ketidaknyamanan pada remaja disekolah adalah terganggunya waktu dengan adanya pengambilan data yang dilakukan. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian diluar waktu belajar di sekolah, seperti halnya di SMK N 1 Rengat peneliti melakukan penelitian setelah pelaksanaan persamaan persepsi tentang
praktik magang sehingga penelitian dilakukan dilapangan tempat berkumpul mahasiswa saat pengarahan. Pada SMP 1 dan 3 peneliti melakukan penelitian dihari jumat pada jam bimbingan konseling siswa/i. Pada SMP 4 penelitian dilakukan di aula saat setelah selesai pelaksanaan halal bi halal disekolah. Pada SMP 2, SMP 4, SMP 5, SMA Muhammadiyah dilakukan setelah selesai ujian siswa/i. Pada SMA 1 dan SMA 2, dilakukan pada hari sebelum ujian semester sebelum kegiatan gotong royong. Pada SMA PGRI dilakukan penelitian disaat jam pengembangan minat dan bakat siswa.
E. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan lembaran pertanyaan yang akan dijawab oleh responden (Sugiyono, 2007). Instrument penelitian terdiri dari 5 bagian kuesioner A, B, C, D, E. a. Instrument A Instrument tentang data sosiodemografi responden, faktor penggunaan obat-obatan, riwayat keluarga dengan bunuh diri, riwayat pecobaan bunuh diri, keluhan fisik (sakit kepala, nyeri perut) dan orientasi seksual. b. Instrument B Scale of Suicidal Ideation sebagai alat ukut tentang ide bunuh diri pada remaja yang diperkenalkan oleh Beck,et al (1979). Kuisioner ini
terdiri dari 19 pertanyaan dengan nilai 0, 1 dan 2 terhadap setiap respon yang berbeda pada setiap pernyataan. Skor dihitung dengan cara menjumlahkan setiap nilai dengan skor minimal 0 dan maksimal 38. Semakin tinggi skor yang didapat menunjukkan semakin besar ide bunuh diri. c. Instrument C Instrument
dalam
mengukur
ketidakberdayaan
(hopeless)
digunakan alat ukur kuisioner Beck’s Hopelessness Scale (BHS) (Beck et al., 1974) dirancang untuk mengukurtiga aspek utama dari keputusasaan: perasaan tentang masa depan, kehilangan motivasi dan harapan. BHS terdiri dari 20 item pertanyaan untuk memutuskan tentang setiap kalimat apakah itu menggambarkan sikap untuk minggu terakhir termasuk hari itu. Jika pernyataan salah untuk diri responden, maka harus ditulis salah pada kolom berikutnya. Jika pernyataan itu benar untuk diri responden, harus ditulis benar pada kolom berikutnya. Ada tujuh item terbalik: 1, 5, 6, 8, 13, 15 dan 19. Skor 4-8 menunjukkan keputusasaan ringan, 9-14 sedang dan 15-20 keputusasan yang parah. d. Instrument D Depression, Anxiety and Stress Scale(DASS 21)adalah untuk menilai tingkat keparahan gejala inti dari Depresi, kecemasan dan stres. DASS dapat dikelompokkan menjadi tiga skala: Depresi (DASS-D), Kecemasan (DASS-A), dan Stres (DASS-S). Skala Depresitermasuk item yang mengukur gejala yang biasanya terkait dengan suasana hati (mis,
sedih atau tidak berharga). Skala kecemasan seperti Beck Anxiety Inventory (BAI), termasuk bagian-bagian yang terutama berhubungan dengan timbulnya gejala fisik, serangan panik, dan takut (misalnya gemetar atau pingsan). Terakhir, Skala Stres termasuk bagian yang mengukur
gejala
seperti
ketegangan,
mudah
marah,
dan
kecenderunganbereaksi berlebihan untuk stres peristiwa-gejala yang tidakdinilai oleh BAI (Antony, 1998). Depresi, kecemasan dan skala streskhususnya, untuk menilai stres sebagai indeks yang identik dengan efektifitas negatif (NA) merupakan hal yang terkait namun berbeda konsep (Henry, D. J,et al, 2005). Skala yang dimiliki setiap item ditandai dengan huruf D (Depression), A (Anxiety) dan S (Stress). Untuk setiap skala (D, A & S) jumlah skor untuk item diidentifikasi. skor akhir masing-masing kelompok Depresi, Kegelisahan dan Stres perlu dikalikan dua (x2). e. Instrument E Pada Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang diperkenalkan oleh Zimet et. al (1988) merupakan instrument yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan menambah manfaat untuk penjelasan tentang dukungan sosial. Instrument initelah dialih bahasa kedalam bahasa Indonesia, yang sebelumnya juga telah digunakan dalam penelitian Refnandes (2015). MSPSS dibuat untuk menilai persepsi dukungan sosial yang memadai dari tiga sumber khusus yaitu : keluarga, teman dan seseorang yang special. Terdapat 12 item yang menjelaskan
tentang dukugan sosial yang terdiri dari keluarga, teman dan seseorang yang spesial dimana masing-masing mendapat bagian empat pernyataan dari jumlah seluruh pertanyaan pada MSPSS.
F. Uji Instrument Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba kuesioner dengan kriteria yang sama dengan sampel. Uji Istrumen dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reabilitas kuesioner penelitian. 1.
Uji Validitas Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui validitas daritiap pertanyaan dalam kuesioner dilakukan melalui ujikorelasi antara skor tiap-tiap item pernyataan dengan skor totalkuesioner. (Machfoedz, 2009). Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui validitas dari tiap pertanyaan dalam kuesioner dilakukan melalui uji korelasi antara skor tiap-tiap item pernyataan dengan skor total kuesioner. (Machfoedz, 2009). Instrument untuk mengidentifikasi faktor risiko bunuh diri. Hasil uji validitas dan realibilitas instrument terhadap 30 responden didapatkan hasil sebagai berikut dengan n=30 (r tabel 0,361). Pertanyaan
Instrumen A semula berjumlah 12 pertanyaan setelah dilakukan uji validitas terdapat 2 pertanyaan yang tidak valid, sehingga dikeluarkan dan terdapat 10 pertanyaan yang valid pada instrument A untuk dilakukan penelitian. Seluruh pertanyaan pada setiap instrument B,C, D dan E memiliki nilai r hitung > dari r tabel = 0,361 maka pernyataan tersebut valid.Terdapat 10 pertanyaan yang valid pada instrument A, 20 pernyataan valid pada instrument B, 19 pernyataan valid pada instrumen C, 12 pernyataan valid padainstrument D dan 21 pernyataan valid pada instrument E. 2.
Uji Reliabilitas Setelah
pengujian
validitas,
selanjutnya
dilakukan
pengujian
reliabilitas. Pengujian reliabilitas dilakukan guna memperoleh konsistensi
pengukuran
menggunakan
cara
one
ulang. shot
Pengujian atau
reliabilitas
pengukuran
dengan
sekali
saja.
Pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban. Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Bilahasil (angka korelasi) lebih dari nilai cronbach alpha (α) maka alat ukur dianggap reliabel (Machfoedz, 2009). Pada Instrument A didapatkan nilai Cronbach alpha =0,893, pada instrument B nilai Cronbach alpha = 0,913, pada instrument C nilai Cronbach alpha = 0,874, pada instrument D nilai Cronbach alpha = 0,851 dan pada instrument E nilai Cronbach alpha = 0,884. Dari
seluruh instrumen dapat diketahui seluruhnya reliabel karena memiliki nilai Cronbach alpha > dari nilai r tabel.
G. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Prosedur tersebut dijabarkan pada halaman berikut : 1. Tahap Persiapan Tahap ini peneliti mempersiapkan instrument yang akan digunakan pada penelitian. Pada tahapan ini penelitian juga mengurus izin tempat penelitian dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Andalas surat tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Indragiri Hulu dan penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan. 2.
Tahap Pelaksanaan Setelah
mendapatkan
izin
melakukan
penelitian.
Peneliti
melakukan persamaan persepsi bersama tiga orang enumerator dalam penjelasan tujuan penelitian dan penggunaan instrument penelitian. Penelitian selanjutnya dilakukan pada remaja di lima SMP dan lima SMA di kota Rengat. Peneliti memberikan penjelasan penelitian pada responden mengenai tujuan, manfaat, gambaran singkat, peran yang diharapkan dari responden dan konsekuensi dari penelitian Penelitian
memberikan lembar Informed consent untuk ditandatangani oleh responden yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Peneliti meminta kepada responden untuk mengisi kuisioner. Data dikumpulkan dari minggu ke ketiga Mei 2016 hingga minggu pertama Juni 2016. Hasil pengukuran faktor risiko bunuh diri diolah dan diinterpretasikan sesuai tujuan penelitian.
H.
Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Proses pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini pada saat
kuisioner
telah
terkumpul
seluruhnya.
Kuisioner
diolah
menggunakan tahapan-tahapan editing, coding, scoring processing dan cleaning (Hastono, 2007; Notoatmojo, 2010). Proses editing dilakukan dengan memeriksa isian kuisiner yang telah diisi oleh perawat untuk menilai kelengkapan isian dan jawaban. Coding dilakukan dengan member kode khusus pada tiap responden dan jawaban yang dipilih. Scoring dilakukan dengan memberikan nilai pada jawaban masingmasing variabel independen dan variabel dependen. Processing dilakukan dengan mengolah data pada program komputer. Cleaning dilakukan dengan memeriksa kembali kebenaran data yang telah dimasukkan kedalam komputer. Selanjtnya adalah analisis data.
2.
Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diukur dalam penelitian. Analisis univariatbertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi untuk data kategorik. Analisis univariat dilakukan pada data karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, status keluarga), variabel dependen ide bunuh diri serta variabel independen faktor resiko bunuh diri meliputi : faktor psikologis (ketidakberdayaan, depresi, kecemasan dan stress), faktor keluarga, faktor biologis, faktor lingkungan sosial, faktor riwayat bunuh diri sebelumnya, faktor orientasi seksual. b. Analisis Bivariat Analisa dilakukan untukmengetahui hubungan antara faktor resiko bunuh diri remaja dan ide bunuh diri. Nilai Confidence interval adalah 95% dengan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05). Jika nilai p ≤ α maka hipotesis ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara kedua variabel (Hastono,2007). Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 4.2 Analisis Bivariat Variabel Independen Faktor Psikologis Ketidakberdayaan (Skala Ordinal) Depresi, ansietas dan stress (Skala Ordinal) Penyalahgunaan nafza (Skala Nominal) Faktor Keluarga Riwayat anggota keluarga bunuh diri (Skala Nominal) Faktor Lingkungan Dukungan Sosial : keluarga, teman (Skala Ordinal) Faktor Biologi Keluhan somati: sakit kepala, nyeri perut (Skala Nominal) Faktor riwayat bunuh diri sebelumnya (Skala Nominal) Faktor Orientasi Seksual (Skala Nominal)
Variabel Dependen
Uji Statistik
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal) Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal) Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Ide Bunuh Diri (Skala Ordinal)
Chi Square
Chi Square Chi Square
c. Analisis Multivariat Analisa multivariat merupakan teknik analisis pengembangan dari analisis bivariat. Analisis multivatiat bertujuan untuk melihat atau mempelajari hubungan beberapa variabel independent dengan satu atau beberapa variabel dependent (Hastono, 2007). Analisis dengan uji regresi logistik berganda (Hastono, 2007). Analisis multivariat dari penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dependen berbentuk kategorik. Analisis multivariat dalam penelitian ini
meliputi analisis faktor resiko bunuh diri remaja sebagaivariabel independen dan ide bunuh diri sebagai variabel dependen. Metode yang digunakan dalam analisis multivariat adalah metode enter. Metode enter adalah metode yang tepat digunakan karena dalam pemodelan ini dapat melakukan pertimbangan aspek substansi. Metode enter dilakukan dengan memasukkan semua variabel independen dengan serentak satu langkah, tanpa melewati kriteria kemaknaan tertentu (Hastono, 2007). Langkah pertama peneliti menyeleksi variabel mana yang layak masuk model uji multivariat. Masing-masing variabel independent dihubungkan
denganvariabel
dependen,
bila
hasiluji
bivariat
mempunyai nilai p value <0,25 maka variabel tersebut masuk kedalam model multivariat. Langkah kedua adalah pembuatan modelanalissi multivariat kedalam regresi logistik berganda yaitu memasukkan variabelyang layakdilakukan regresi berganda (variabel yang memiliki p value< 0,25). Setelah itu p value > 0,05 maka variabel tersebut dikeluarkan satu persatu. Pada penelitian terdapat satu variabel dengan nilai p value < 0,05, sehingga pemodelan tidak dilanjutkan dan didapatkan variabel faktor psikologis merupakan faktor yang paling dominan pada ide bunuh diri remaja dikota Rengat tahun 2016.
BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini peneliti menguraikan hasil penelitian yang meliputi karakteristik responden, faktor risiko bunuh diri pada remaja yang diantaranya: faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologi, faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual, hubungan faktor risiko bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 365 remaja di Kota Rengat didapatkan hasil berdasarkantujuan penelitian sebagai berikut: A. KarakteristikRemaja di Rengat Tahun 2016 Variabel karakteristik responden terdiri dari dua sub variabel yaitu usia dan
jenis kelamin. Kedua sub variabel merupakan data kategori yang
dianalisis dengan proporsi. Secara terinci, hasil dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 (n = 365) Karakteristik Responden
No a.
Usia
b.
Jenis Kelamin
Kategori
f
%
a. Remaja Awal b. Remaja Akhir a. Laki-Laki b. Perempuan
289 76 147 218
79,2 20,8 40,3 59,7
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa karakteristik remaja berdasarkan usia hampir seluruhnya berada pada kelompok usia remaja awal dan untuk karekteristik jenis kelamin sebagian besar remaja adalah perempuan.
B. Gambaran Ide Bunuh Diri Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Variabel ide bunuh diri merupakan data kategori yang dianalisis dengan proporsi. Secara rinci, hasil dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Ide Bunuh Diri Pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 (n=365) Variabel Ide Bunuh Diri
Kategori Tinggi Rendah
f 242 123
% 66,3 33,7
Tabel 5.2 menggambarkan bahwa sebagian besar remaja dikota Rengat memiliki ide bunuh diri yang tinggi. C. Gambaran Faktor Risiko Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Variabel
faktor
risiko
bunuh
diri
meliputi
faktor
psikologi,
faktorkeluarga, faktor lingkungan sosial, faktor biologi, faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual. Variabel psikologis terdiri lima subvariabel yaitu depresi, kecemasan, stres, ketidak berdayaan dan penggunaan napza. Variabel faktor keluarga terdiri dari dua sub variabel yaitu riwayat keluarga dengan bunuh diri dan perceraian orang tua. Variabel faktor lingkungan terdiri dari lima sub variabel yaitu hubungan dengan orang terdekat, hubungan dengan teman, hubungan dengan keluarga, pengalaman yang tidak bisa dilupakan dan riwayat memiliki teman dengan bunuh diri. Variabel selanjutnya adalah faktor biologi, riwayat bunuh diri danorientasi seksual. Keenam variabel merupakan data kategori yang dianalisis dengan proporsi.Secara rincidapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 (n=365) No 1.
Faktor Risiko Bunuh Diri Faktor Psikologis a. Depresi b. Kecemasan c. Stress d. Ketidakberdayaan e. Penggunaan Napza
Kategori
f
%
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
189 176 192 173 197 168 196 169 50 315 11 354
51,8 48,2 52,6 47,4 54,0 46,0 53,7 46,3 13,7 86,3 3,0 97,0
Tinggi Rendah Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada
34 331 31 334 8 357
9,3 90,7 8,5 91,5 2,2 97,8
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Ada Tidak Ada
216 149 230 135 215 150 197 168 158 207
59,2 40,8 63,0 37,0 58,9 41,1 54,0 46,0 43,3 56,7
Ada Tidak Ada
10 355
2,7 97,3
Ada Tidak Ada
134 231
36,7 63,3
Ada Tidak Ada
4 361
1,1 98,9
Ada Tidak Ada
2 363
0,5 99,5
Faktor Keluarga 2. a. Orang tua bercerai b. Riwayat keluarga bunuh diri
3.
Faktor Lingkungan Sosial a. Hubungan dengan orang terdekat b. Hubungan dengan teman c. Dukungan Orangtua d. Pengalaman yang tidak bisa dilupakan e. Riwayat teman Bunuh diri
4.
Faktor Biologis Keluhan Somatik
5.
Faktor Riwayat Bunuh Diri
6.
Faktor Orientasi Seksual (Disorientasi Seksual)
Tabel 5.3 faktor psikologis menggambarkan bahwa setengah dari remaja memiliki tanda-tanda depresi, setengahnya juga memiliki tanda-tanda ansietas, tanda-tanda stres juga dimiliki pada setengahnya, dan sebagian kecil mengalami ketidakberdayaan dan menggunakan napza. Secara umum dapat diketahui bahwa dari seluruh remaja
setengahnya memiliki masalah
psikologis. Faktor keluarga menggambarkan bahwa hampir seluruh remaja memiliki orang tua yang tidak bercerai dan tidak memiliki keluarga dengan riwayat bunuh diri. Secara umum dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya tidak memiliki masalah pada faktor keluarga. Pada faktor lingkungan sosial menggambarkan bahwa sebagian besar dari remaja memiliki hubungan dengan teman dekat, setengahnya memiliki hubungan baik dengan teman, setengahnya juga memilikihubungan baik dengan keluarga, dan sebagian besar tidak memiliki pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Secara umum dapat diketahui bahwa dari seluruh responden setengahnya memiliki lingkungan sosial nilai lingkungan sosial yang tinggi. Faktor biologis menggambarkan bahwa sebagian besar remaja tidak memiliki keluhan somatik. Sementara untuk faktor riwayat bunuh diri dan orientasi seksual menggambarkan bahwa hampir seluruh remaja tidak memiliki riwayat bunuh dan tidak memiliki disorientasi seksual.
D. Hubungan Karakteristik dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016
Hubungan karakteristik remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.4 pada dihalaman berikut : Tabel 5.4 Hubungan Karakteristik dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016 (n=365)
Kategori Usia Remaja Awal Remaja Akhir Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f %
Total f
%
P value
OR (95%CI)
185 57
64,0 75,0
104 19
36,0 25,0
289 76
100 100
0,096
0,593 (0,335-1,051)
98 144
66,7 66,1
49 74
33,3 33,9
147 218
100 100
0,993
1,011 (0,645-1,582)
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dianalisa bahwa sebagian besar remaja dengan ide bunuh diri yang tinggi berada pada usia remaja tengah dengan nilai p value = 0,096 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia remaja dengan ide bunuh diri. Pada karakteristik jenis kelamain, sebagian besar remaja berjenis kelamin perempuan yang memiliki idebunuh diri dengan p value = 0,993 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin remaja dengan ide bunuh diri.
E. Hubungan Faktor Psikologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor psikologis remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5 Hubungan Faktor Psikologis dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016 (n=365)
Faktor Risiko Faktor Psikologis Tinggi Rendah
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f % 140 102
74,1 58,0
49 74
25,9 42,0
P value
Total f
%
189 176
100 100
0,002
OR (95%CI) 2,073 (1,332-3,225)
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dianalisa bahwa sebagian besar faktor psikologis tinggi memiliki ide bunuh diri yang tinggi dengan p value = 0,002maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor psikologis dengan ide bunuh diri. Hasil analisis juga diperooleh nilai odds ratio (OR) sebesar 2,073 yang artinya adalah remaja dengan faktor psikologis yang tinggi berpeluang 2,073 kali memiliki ide bunuh diri dari pada remaja dengan faktor psikologis rendah. F. Hubungan Faktor Keluarga dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan Faktor keluarga dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.6 Hubungan Faktor Keluarga dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016
Faktor Risiko Faktor Keluarga Tinggi Rendah
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f % 25 217
73,5 65,5
9 114
26,5 34,4
Total f
%
34 331
100 100
P value
0,456
OR (95%CI) 1,459 (0,659-3,231)
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dianalisa bahwa sebagian besar remaja dengan ide bunuh diri yang tinggi dari remaja yang memiliki nilai faktor keluarga yang tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,456 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor keluarga dengan ide bunuh diri.
G. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor lingkungan sosial remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.7 Tabel 5.7 Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016 (n=365)
Faktor Risiko Faktor Lingkungan Sosial Tinggi Rendah
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f %
150 92
69,4 61,7
66 57
30,6 38,3
Total f
%
216 149
100 100
P value
0,152
OR (95%CI)
1,408 (0,908-2,185)
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dianalisa bahwa sebagian besar responden dengan faktor lingkungan sosial tinggi memilki ide bunuh diri tinggi dan sebagian besat responden dengan ide bunuh diri yang rendah juga memiliki ide bunuh diri yang tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,152 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan faktor lingkungan sosial dengan ide bunuh diri.
H. Hubungan Faktor Biologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor biologis remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.8 Tabel 5.8 Hubungan Faktor Biologis dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016 (n=365)
Faktor Risiko Faktor Biologis Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f % 100 142
74,6 61,5
34 86
25,4 38,5
P value
Total f
%
134 231
100 100
0,014
OR (95%CI) 1,843 (1,151-2,952)
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dianalisa bahwa sebagian besar responden yang ada keluhan somatik memiliki ide bunuh diri yang tinggi dan sebagian besar responden yang tidak ada keluhan somatik memiliki ide bunuh diri yang tinggi juga tinggi. dengan p value = 0,014 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan faktor biologi dengan ide bunuh diri. Hasil analisis juga diperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 1,843 yang artinya adalah remaja dengan nilai faktor biologi yang tinggi berpeluang 1,843 kali memiliki ide bunuh diri dari pada remaja dengan nilai faktor biologi yang rendah.
I. Hubungan Faktor Riwayat Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor riwayat bunuh diri remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.9 Tabel 5.9 Hubungan Faktor Riwayat Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016 (n=365)
Faktor Risiko Faktor Riwayat Bunuh Diri Pernah Tidak Pernah
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f %
3 237
75,0 65,7
1 124
25,0 34,3
P value
Total f
%
4 352
100 100
0,688
OR (95%CI)
1,570 (0,162-15,247)
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dianalisa bahwa sebagian besar remaja yang pernah memiliki riwayat bunuh diri memiliki ide bunuh diri yang tinggi dan sebagian besar remaja yang tidak pernah memiliki riwayat bunuh diri juga memiliki ide bunuh diri yang tinggi dengan p value = 0,688 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri.
J. Hubungan Orientasi Seksual dengan Ide Buunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor orientasi seksual remaja dengan ide bunuh diri dianalisis secara bivariat dengan menggunakan chi-square. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.10
Tabel 5.10 Hubungan Faktor Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota RengatTahun 2016(n=365)
Faktor Risiko Orientasi Seksual Disorientasi Seksual Tidak Ada Disorientasi Seksual
Ide Bunuh Diri Tinggi Rendah f % f % 1 239
50 65,8
1 124
50 34,2
P value
Total f
%
2 354
100 100
0,647
OR (95%CI) 0,519 (0,032-8,365)
Berdasarkan tabel 5.10 dapat dianalisa bahwa sebagian besar remaja yang tidak ada masalah disorientasi seksual memiliki ide bunuh diri yang tinggi dan setengah dari remaja yang memiliki disorientasi seksual juga memiliki ide bunuh diri yang tinggidengan p value = 0,647 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor orientasi seksual dengan ide bunuh diri.
K. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hubungan faktor yang paling dominan berhubungan dengan ide bunuh diri remaja di Kota Rengat dianalisa secara multivariat bertujuan untuk mengetahui variabel independen (faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan sosial, faktor biologi, faktor riwayat bunuh diri, faktor orientasi seksual) yang dominan berhubungan dengan variabel dependen yaituide bunuh diri. Analisis yang digunakanpada tahap iniadalah regresilogistik berganda karena variabel dependennya berbentuk kategorik.
Analisa regresi logistik ganda dalam penelitian ini melakukan pemodelan prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Ada beberapa tahap yang digunakan dalam analisa regresi logistik ganda yaitu: 1. Seleksi Bivariat Pada tahap ini dilakukan penyeleksian variabel independenyanglayak masuk model uji multivariat. Kelayakan variabel ditentukan dengan tingkat signifikansi (sig) ataup value
<0,25 dengan ―metode
enter‖dalam regresi logistik sederhana antara masing-masing variabel karakteristik (usia dan jenis kelamin) dan variabel independen (faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan, faktor biologi, faktor riwayat bunuh diri, faktor orientasi seksual) terhadap variabel dependen ide bunuh diri. Hasil uji regresi logistik sederhana dapat dilihat pada tabel5.11 dibawah ini. Tabel 5.11 Analisis Seleksi Bivariat Karakteristik Remaja, Variabel Faktor Psikologis, Faktor Keluarga, Faktor Lingkungan, Faktor Biologi, Faktor Riwayat Bunuh Diri, dan Faktor Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 (n=365) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Variabel Usia Jenis Kelamin Faktor Psikologis Faktor Keluarga Faktor Lingkungan Faktor Biologi Faktor Riwayat Bunuh Diri Faktor Orientasi Seksual
P 0,052 0,882 0,002 0,306 0,119 0,012 0,688 0,647
Tabel 5.11 menunjukkan hasil analisis bivariat terhadap 4 variabel dengan p < 0,25 dan variabel jenis kelamin, faktor keluarga, faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual tetap dimasukkan dalam model multivariat karena secara substansi juga dianggap penting. 2. Pemodelan Multivariat Pemodelan multivariat ini dilakukan dengan cara memilih variabel yang dianggap pentingyang masuk dalam model dengan cara mempertahankan
variabel
yang
mempunyai
p
<
0,05
dan
mengeluarkan variabel yang p > 0,05. Hasil analisa pemodelan multivariat pertama dapat dilihat pada tabel 5.12 Tabel 5.12 Hasil Analisa Model Awal Multivariat Regresi Logistik (n=365) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Variabel Usia Jenis Kelamin Faktor Psikologis Faktor Keluarga Faktor Lingkungan Faktor Biologi Faktor Riwayat Bunuh Diri Faktor Orientasi Seksual
B -0,431 0,060 0,534 0,339 0,300 0,427 -0,142 -0,652
P 0,149 0,799 0,024 0,413 0,191 0,096 0,905 0,650
OR 0,650 1,062 1,706 1,403 1,350 1,532 0,868 0,521
95%CI 0,362-1,167 0,669-1,684 1,073-2,712 0,624-3,155 0,861-2,116 0,927-2,533 0,084-8,939 0,031-8,691
Hasil analisatabel 5.12 menunjukkan hanya terdapat1variabel yang memiliki p < 0,05 dan 7 variabel yang memiliki nilai p > 0,05.Sehingga pemodelan tahap ketiga tidak dilanjutkan. Sehingga pada penelitian ini faktor psikologis merupakan faktor yang paling dominan pada ide bunuh diri remaja.
BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Pembahasan 1. Karakteristik Remaja di Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian memperlihatkan bahwa remaja di Rengat Tahun 2016 dengan proporsi terbanyak adalah remaja awal. Hasil penelitian Chung & Joung (2012) di Amerika dan di Korea menunjukkan dari seluruh responden sebagian besar berada pada usia remaja awal. Hasil penelitian Pisani et,al (2012) di Amerika didapatkan sebagian besar responden berada pada usia remaja awal. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lain yang memiliki responden remaja pada usia remaja awal. Hasil analisis univariat memperlihatkan bahwa remaja di kota Rengat tahun 2016 dengan proporsi jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan. Hasil penelitian Farhangdoost, Y (2010) di Tehran juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan. Hasil penelitian Chung & Joung (2012) di Amerika, dari seluruh responden penelitian setengahnya berjenis kelamin perempuan. Begitu juga halnya dengan hasil penelitian Sertiasih, et al (2013) di Yogyakarta setengah dari responden berjenis kelamin perempuan. Begitu juga hasil penelitian Cho & Hazlam (2010) dalam penelitiannya perempuan merupakan responden terbanyak. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut jenis kelamin responden dalam penelitian ini memiliki
kesamaan dengan responden pada penelitian lain yaitu dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan. 2. Gambaran Ide Bunuh Diri Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar remaja memiliki ide bunuh diri yang berisiko terhadap perilaku bunuh diri. Hasil penelitian Chung & Joung (2012) di Amerika dan Korea, Mallo & Ronda (2009) di Makasarpenelitian yang dilakukan pada remaja di dapatkan sebagian kecil responden memiliki ide bunuh diri. Penelitian Ibrahim et al. (2010) di Malaysia didapatkan hampir setengah responden memiliki ide bunuh diri yang berisiko terhadap perilaku bunuh diri. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian lainnya yangmenunjukkan bahwa terdapatresponden yang memiliki ide bunuh diri. Ide Bunuh diri mengacu pada pengalaman bahwa hidup adalah kehidupan yang tidak berharga, mulai dari fikiran sekilas hingga benarbenar ingin bunuh diri, pikiran tentang rencana untuk membunuh diri sendiri, atau suka merusak diri. Pikiran ini merupakan hal yang tidak biasa di kalangan anak muda. Diperkirakan bahwa hampir setengah dari remaja berpikir tentang bunuh diri di beberapa waktu dalam kehidupannya dan sebagian kecil remaja melaporkan telah memiliki pengalaman pada tahun sebelumnya (Nock, M., Borges, G., Bromet, E. et al. 2008; dalam Scanlan, F,.Purcell, R., 2009). Hal ini mejelaskan bahwa meskipun hanya sedikit ide bunuh diri yang diungkapkan dari remaja tetap perlu diperhatikan karena ide bunuh diri biasa bersifat samar atau tidak jelas, sehingga remaja
perludijelaskan bahwa perilaku bunuh diri mulai dari adanya ide bunuh diri hingga percobaan bunuh diri bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan dan orang tua seharusnya mengetahui ide bunuh diri pada remaja. Pada penelitian ini didapatkan dari analisis kuesioner hampir sebagian responden memiliki ide bunuh diri pada waktu yang lama, memiliki pemikiran tentang bunuh diri, dan memiliki kemampuan untuk bunuh diri. Pada penelitian ini dimana responden berada pada usia remaja dimana secara emosional seorang remaja memiliki emosi yang kuat dan beberapa remaja berprilaku impulsif. Pada masa remaja saat mengetahui mereka melakukan hal yang salah, banyak dari remaja yang kurang memiliki kemampuan penalaran untuk memperkirakan konsekuensi dari tindakan yang berisiko (Reyna & Farley,2006 dalam Wade,C & Tavris, C, 2007). Sama seperti adanya ide bunuh diri hingga memiliki perilaku bunuh diri pada remaja dimana ide bunuh diri menimbulkan perasaan yang ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati (Videbeck,2008). Hal ini juga dapat terlihat pada penelitian ini dimana dari hasil analisis kuesioner remaja mengungkapkan memiliki keinginan hidup yang lemah dan juga memiliki keinginan mati yang lemah atau memiliki keinginan hidup yang besar namun juga memiliki keinginan mati yang lemah.
3. Gambaran Faktor Risiko Bunuh Diri Pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tanda-tanda depresi, kecemasan dan stres. Hasil penelitian Ibrahim et al. (2014) di Malaysia hampir setengah dari responden memiliki tanda-tanda depresi, sebagian besar memiliki tanda-tanda kecemasan dan hampir sebagian responden memiliki tanda-tanda stress. Hasil penelitian Chung & Joung (2012) di Amerika dan Korea didapatkan bahwa faktor psikologi terutama depresi dialami hampir setengah dari seluruh responden. Perkembangan secara psikologis berfokus pada masalah dalam tahap awal pengembangan ego dimana hal ini terjadi pada masa remaja, trauma interpersonal diawal masa perkembangan dan ansietas yang tidak terselesaikan dapat menimbulkan kejadian cedera diri.Beberapa remaja menggunakan zat adiktif untuk menurunkan rasa cemas terutama saat bersosialisasi (Stuart, 2013). Hasil penelitian inididapatkan sebagian kecil adalah pengguna napza. Sementara hasil penelitian Farhangdoost, Y (2010) di Tehran menunjukkan untuk penggunaan napza terdapat pada hampir setengah responden dengn ide bunuh diri. Pada hasil penelitian ini dari analisis kuesioner tentang depresi dan kecemasan didapatkan bahwa sebagian besar mengunakan banyak energi untuk berfikir. Analisis
kuesioner tentang stres didapatkan bahwa
sebagian besar sering mengalami gemetar (pada tangan). Sementara dari
analisis ketidakberdayaan didapatkan sebagian besar responden merasa tidak mungkin untuk benar-benar merasakan kepuasan dimasa depan. Hasil penelitian memperlihatkan dalam faktor keluarga sebagian kecil responden memiliki keluarga dengan riwayat bunuh diri dan masalah perceraian orang tua. Sedangkan hasil penelitian Farhangdoost, Y (2010) di Tehran hampir setengah responden memiliki masalah perceraian orangtua. Hasil penelitian Wicoxetal. (2010) didapatkan sebagian besar responden memiliki orang tua laki-laki yang bunuh diri dan hampir setengah orang tua perempuan yang bunuh diri. Hasil penelitian yang dilakukan pada remaja di Kota Rengat didapatkan hasil bahwa dari seluruh responden setengahnya memiliki nilai lingkungan sosial yang tinggi. Penelitian Cho & Hazlam (2010) juga menunjukkan
lingkungan
sosial
yang
terdiri
dari
dukungan
orangtua/keluarga, dukungan teman dan dukungan orang terdekat. Dukungan sosial meliputi dukungan keluarga, teman dan seseorang yang special merupakan tiga sumber khusus bagi dukungan sosial (Zimet et al.1988). Pada penelitian ini pada faktor lingkungan sosial dari analisis kuesioner hubungan dengan seorang teman sebagian besar responden memiliki seseorang yang peduli dengan perasaannya. Hasil analisis kuesioner hubungan dengan teman, sebagian besar mengandalkan temanteman ketika mengalami kesalahan. Sementara hasil analisis kuesioner dukungan orang tua sebagian besar responden mendapatkan dukungan emosional yang dibutuhkan dari keluarga.
Hasil penelitian memperlihatkan dalam faktor biologi bahwa sebagian besar remaja tidak memiliki keluhan somatik. Penelitian Fillips, et al (2008) SD responden dengan gejala simptomatik adalah 2,72. Bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh masalah psikologis namun keluhan fisik yang terus menerus juga dapat menjadi Dimana sesuai
penyebab bunuh diri pada remaja.
tahap perkembangan remaja perlu menerima setiap
perubahan fisik dan menjaga tubuh secara efektif. Sehingga agar tugas perkembangan tercapai secara maksimal dan tidak terjadi kegagalan yang berakhir dengan perilaku bunuh diri. Hasil penelitian untuk faktor riwayat bunuh diri sebelumnya didapatkan
sebagian
besar
tidak
memiliki
riwayat
bunuh
diri.
Risikopengulangan tertinggi dalam 3 sampai 6 bulan pertama setelahusaha bunuh diri, tapi tetap secara substansial meningkatdari populasi umum selama minimal 2 tahun(Goldston et al. 1999; Lewinsohn et al. 1996 dalam Bridge, A. et al. 2006) . Faktor orientasi seksual didapatkan 0,5% remaja dengan disorientasi seksual. Hasil penelitian Stone etal. (2014) di United States, didapatkan sebagian kecil responden dengan disorientasi seksual. Hasil penelitian Zhao et al.(2010) didapatkan sebagian kecil mengakui sebagai LGB (disorientasi seksual). Hasil penelitian
ini tidak jauh berbeda dari
penelitian yang lain yang memiliki persentase kecil pada orientasi seksual. Satu
alasan
mengapa
sulit
untuk
mendapatkan
angka
kejadian
homoseksualitas yang akurat adalahstigma sosial yang masih melekat
untuk melebel seseorang sebagai homoseksual, dan ini bisa jadi sebagai alasan banyakorang yang tidak melaporkan identitas seksual yang sebenarnya.
4. Hubungan Karakteristik dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian pada remaja di kota Rengat dari analisis uji statistik dengan chi squaretentang karakteristik remaja didapatkan nilai p value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia remaja dengan ide bunuh diri. Penelitian Reinherset al. (2006) terdapat hubungan yang signifikan pada usia lebih dari 15 tahun dengan ide bunuh diri. Menurut asumsi peneliti perbedaan ini dapat disebabkan adanya ketidakterbukaan remaja akan masalahnya. Pada penelitian ini sebagian besar responden berusia remaja awal, dimana pada tahap perkembangan remaja awal, seorang remaja berusaha memperoleh kebebasan dari kendali orang tua, kurang mempercayai orang tua dalam menceritakan rahasianya begitu juga dengan adanya ide bunuh diri. Hal ini terlihat dari item pertanyaan kuisioner suicide ideation scale no 19 dimana sebanyak hampir seluruh remaja merahasiakan ide bunuh diri yang dimilikinya. Pada karakteristik jenis kelamin, sebagian besar remaja berjenis kelamin laki-laki yang memiliki ide bunuh diri dengan p value >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin remaja dengan ide bunuh diri. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Bertera (2007) di Amerika, menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara ide bunuh diri dan jenis kelamin. Sikap yang menggambarkan ide bunuh diri pada perempuan lebih terlihat sementara laki-laki menunjukkan dengan sikap sok berani yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan (Stuart, 2013). Remaja laki-laki cenderung untuk mengekspresikan masalah emosional dalam bentuk agresivitas yang merupakan bentuk dari perilaku mencederai diri secara tidak langsung dan perilaku
antisosial
lainnya
sementara
perempuan
cenderung
menginternalisasi masalah dan menjadi depresi yang berujung pada ide bunuh diri. Pada penelitian ini kelompok usia remaja awal memiliki ide bunuh diri yang tinggi, hal ini dapat disebabkan karena pada masa remaja awal, remaja bereaksi cepat dan emosional, masalah kecil dapat menyebabkan pergolakan emosional. Masih terjadi peningkatan emosi dan jika emosi itu diperlihatkan perilaku mereka menggambarkan perasaan tidak aman, ketegangan dan kebimbangan. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa kelompok remaja akhir sebagian besar memiliki ide bunuh diri yang lebih tinggi. Masa perkembangan remaja akhir seharusnya lebih mampu mengendalikan emosi, mampu menghadapi masalah dengan lebih tenang dan rasional. Namun selama masa remaja status emosional remaja masih terombang ambing antara perilaku yang matang dengan perilaku seperti anak-anak. Pada laki-laki yang matang lebih dini secara umum memiliki pandangan
yang
lebih
positif
dibandingkan
dengan
anak
laki-laki
yang
kematangannya datang terlambat. Namun mereka juga cenderung mulai merokok, mengkonsumsi alkohol, menggunakan narkoba dan melanggar hukum dibandingkan anak laki-laki yang memiliki kematangan terlambat. (Cota-Robles, Neiss &Rowe, 2002, Duncandkk, 1985 dalam Wede, C & Travis C, 2007). Sementara pada perempuan yang memiliki kemtangan dini memiliki kecendrungan yang lebih besar berkelahi dengan orang tua, putus sekolah, memiliki citra diri negatif, dipenuhi kemarahan dan depresi ( Casbi & Moffitt, 1998; stattin & Magnusson,1990 dalam Wede, C & Travis C, 2007) Berbagai penjelasan diatas menjelaskan bahwa resiko tinggi ide bunuh diri tidak hanya terjadi pada laki-laki namun juga pada perempuan dan tidak hanya pada kelompok usia remaja awal namun juga pada kelompok remaja akhir.
5. Hubungan Faktor Psikologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian pada remaja di kota Rengat dari analisis uji statistik dengan chi squaretentang hubungan depresi dengan ide bunuh diri memperlihatkan bahwa ada hubungan depresi dengan ide bunuh diri. Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2011), Low et al (2012) didapatkan hasil depresi memiliki hubungan dengan ide bunuh diri. Masalah yang tidak
terselesaikan
akan
menimbulkan
stres.
Sejumlah
penelitianmelaporkan bahwa stres dan kehidupan yang penuh stres merupakan peristiwa yang sangatterkait dengan gejala depresi, yang kemudian meningkatkanrisiko bunuh diri (Zhang et al. 2011, You et al. 2014). Pada penelitian ini didapatkan dari analisis kuesioner untuk stres sebagian responden mengalami gemetar, merasa sakit dan sedih, sulitberinisiatif bekerja untuk melakukan sesuatu, khawatir terhadap pada situasi yang membuat panik dan tidak bisa merasakan hal positif saat menghadapi masalah. Sementara itu stres yang berkelanjutan akan mengakibatkan kecemasan dan depresi (Hawari, 2013). Pada analisis kuesioner untuk kecemasan sebagian besar responden merasa banyak menggunakan energi untuk berfikir, sebagian responden merasa sakit dan sedih, merasa sulit untuk berinisiatif dalam melakukan sesuatu, mudah panik, cendrung bereaksi berlebihan terhadap situasi, dan merasa takut tanpa alasan yang jelas. Hasil penelitian Chung & Joung (2012) di Amerika dan Korea,depresi adalah faktor risiko yang signifikan untuk bunuh diri. Sejalan dengan hasil penelitian Sertiasih, et al (2013) di Yogyakarta menyatakan bahwa depresi merupakan faktor terjadinya bunuh diri pada remaja. Pada penelitian ini hasil analisis kuesioner didapatkan pada faktor psikologis depresi sebagian besar responden merasa banyak menggunakan energi ketika punya masalah, sebagian responden merasa agak sensitif, mengalami gemetar,
mudah panik dan khawatir tentang situasi dimana merasa panik dan menyalahkan diri. Kondisi
depresi
yang
dialamijuga
dapat
menimbulkan
rasa
ketidakberdayaan.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Page et al. 2006). Kesepian, depresi, maupun ketidakberdayaan merupakan variabel kognitif yang menjadi faktor resiko bunuh diri pada remaja. Pada penelitian ini didapatkan hasil analisis kuesioner dari ketidakberdayaan dimana sebagian responden merasa masa depan belum jelas dan pasti, merasa sangat tidak mungkin untuk benar-benar merasakan kepuasan dimasa depan, tidak bisa membedakan masa depan akan seperti apa, hampir sebagian responden merasa apa yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diinginkan dan ragu dalam mencapai cita-cita. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan memperjelas bahwa sebagian besar responden memiliki masalah psikologis yang berhubungan dengan ide bunuh diri, dimana pada penelitian ini responden beradapada usia remaja yang seringkali tidak dapat menyesuaikan diri secara baik, sering menimbulkan bahaya-bahaya seperti bahaya fisik dan psikologis. Bahaya fisik meliputi kematian, bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan kekakuan. Sedangkan bahaya psikologis yaitu kegagalan menjalankan peralihan psikologis ke arah kematangan yang merupakan tugas perkembangan yang penting pada masa remaja. Sehingga menyebabkan remaja memiliki ide bunuh diri.
6. Hubungan Faktor Keluarga dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian pada remaja di kota Rengat dari analisis uji statistik dengan chi square tentang hubungan faktor keluarga dengan ide bunuh diri memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan faktor keluarga dengan ide bunuh diri pada remaja. Seperti halnya pada penelitian Dewi & Hamidah (2013) pada remaja di Surabaya yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri pada remaja dengan orang tua yang bercerai.Pada faktor keluarga dengan riwayat keluarga bunuh diri hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian oleh Zhang, J & Zhou, L (2011) di China yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga bunuh diri dengan ide bunuh diri. Penelitian Perliset,al (2010) juga mengatakan bahwa anggota keluarga korban bunuh diri memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
keluarga yang
anggotanya tidak bunuh diri tapi gangguan jiwa. Risiko untuk bunuh diri pada keturunan akan berbeda. Pada anak dan remaja dengan orang tua yang mati bunuh diri pada masa anak-anak dan remaja berada pada risiko tiga kali lipat lebih besar untuk bunuh diri (Wilcox et al. 2010). Pada penelitian ini didapatkan bahwa remaja dengan faktor keluarga yang memiliki disfungsi keluarga dan riwayat bunuh diri keluarga memiliki ide bunuh diri yang tingggi, begitu juga dengan remaja yang tidak memilikidisfungsi keluarga dan riwayat keluarga bunuh diri memiliki ide bunuh diri yang juga tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada masa
remaja hubungan orang tua dan anak berubah dari perlindunganketergantungan ke hubungan saling menyayangi dan persamaan hak, namun selama proses pencapaian kemandirian sering kali melibatkan kekacauan dan ambigu kerena baik orang tua maupun remaja belajar untuk menampilkan peran yang baru dan menjalankannya sampai selesai, sementara pada saat bersamaan penyelesaian sering kali merupakan rangkaian kerenggangan, remaja sering menentang kendali orang tua dan konflik dapat muncul pada hampir semua situasi dan masalah (Wong, 2006). Oleh karena itu meskipun tidak terjadi disfungsi keluarga namun konflik remaja dan keluarga dapat timbul dalam setiap kondisi dan masalah sehingga menimbulkan ide bunuh. Alasan lain diantaranya adalah lama waktu terjadinya disfungsi keluarga yang mempengaruhi kemampuan remaja dalam beradaptasi pada perubahan fungsi dan struktur keluarga yang terjadi setelah perceraian orang tua, remaja perempuan setidaknya membutuhkan waktu satu sampai dua tahun untuk menyesuaikan diri terhadap akibat perceraian, sedangkan remaja laki-laki setidaknya membutuhkan waktu tiga sampai lima tahun (Caskey, 2007). Waktu terjadinya perceraian orang tua lebih dapat memperlihatkan perubahan perilaku remaja hingga dapat terlihat proses adaptasi yang dilakukan remaja dalam menghadapi prubahan peran dan fungsi keluarga,apakah adaptif atau maladaptif. Kemampuan yang dimiliki remaja dalam menyelesaikan kesedihan dari kondisi riwayat bunuh diri keluarga dapat menggiring remaja
dalambereaksi terhadap kesedihan, menanggapi stigma sosial dan keinginan meniru perilaku bunuh diri. Penyebab lain dari perbedaan penelitian ini juga dapat terjadidari pengalaman remaja melihat fakta-fakta berkaitan dengan upaya bunuh diri individual (misalnya secara detail dari bagaimana metode itu digunakan, kelanjutan luka, peristiwa yang terjadi setelah upaya bunuh diri), yang kemudian mendapat model perilaku dan memperhatikan
bagaimana
orang
lain
dalam
menanggapi
dan
membicarakan setelah usaha bunuh diri dilakukan. Sehubung dengan hasil penelitian, perlunya mencermati kembali item-item dalam alat ukur penelitian. Mungkin perlu diperhatikan lama perceraian orangtua dan riwayat bunuh diri keluarg. Sebaiknya memilih subjek dengan lama perceraian orangtua ≤ 2 tahun agar kemungkinan munculnya ide bunuh diri serta dampak akibat perceraian masih dirasakan subjek. Serta untuk riwayat bunuh diri perlu diketahui hubungan responden dengan anggota keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
7. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian menunjukkan untuk variabel lingkungan sosial dengan ide bunuh diri didapatkan dengan nilai p value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan faktor lingkungan sosial dengan ide bunuh diri. Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian Cho & Hazlam (2010) pada remaja di Amerika juga didapatkan ada hubungan
yang signifikan antara dukungan orang tua, teman dan orang terdekat dengan ide bunuh diri. Penelitian yang dilakukan Kumar, P & George, B (2013) di India yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara teman, orangtua dan sumber lain dengan perilaku bunuh diri. Pada penelitian ini didapatkan bahwaide bunuh diri yang tinggi lebih banyak terjadi pada remaja yang memiliki faktor lingkungan yang baik, begitu juga pada remaja yang memilki faktor lingkungan sosial yang buruk juga didapatkan ide bunuh diri yang tinggi. Menurut asumsi peneliti perbedaan penelitian ini dapat terjadi karena pada masa remaja, seorang remaja mulai mengembangkan identitas diri, selama masa perkembangan remaja awal tekanan untuk memiliki kelompok semakin kuat. Remaja beranggapan bahwa dengan memiliki kelompok merupakan hal penting sehingga remaja membutuhkan memiliki seseorang yang dekat dan temanteman. Berdasarkan hubungan dengan teman sebagian besar remaja memiliki teman yang dapat diandalkan ketika memiliki masalah, namun juga terdapat sebagian kecil remaja merasa tidak punya teman untuk berbagi suka duka. Hal ini menjelaskan dukungan lingkungan sosial remaja dapat membantu seseorang untuk bertahan atau bahkan menuntun remaja untuk memiliki ide bunuh diri. Berdasarkan analisis kuesioner hubungan dengan orang terdekat didapatkan bahwa setengah dari remaja tidak memiliki seseorang yang special dimana bisa berbagi suka dan duka, merasa tidak
mememiliki sesorang yang membuat nyaman sementara hampir setengah responden merasakan hal sebaliknya. Selanjutnya Penelitian Zhang, J & Zhou, L (2011) di China didapatkan hubungan yang signifikan antara memiliki teman dengan riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri. Perbedaan ini dapat terjadi karena ide bunuh diri terkait berbagai faktor lingkungan sosial yang dapat membantu mempertahankan individu untuk tidak melakukan bunuh diri atau bahkan menuntun untuk melakukan bunuh diri.Pada masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat dan sering kali merupakan suatu masa kesepian yang sama-sama kuat (Wong,2006). Oleh karena itu meskipun remaja memiliki lingkungan sosial yang tinggi maupun rendah, memiliki ide bunuh diri yang tinggi dapat saja terjadi. Sementara itu untuk faktor lingkungan sosial lain yang dilihat pada penelitian ini adalah sebagian besar remaja tidak memiliki pengalaman negatif yang dapat menjadi trauma yang terjadi pada tahap awal perkembangan ego masa remaja dan hampir seluruhnya tidak memiliki teman dengan riwayat bunuh diri. Berdasarkan asumsipeneliti, meskipun seseorang tidak memiliki pengalaman negatif dalam hidup dan tidak memiliki teman dengan riwayat bunuh diri, namun pengetahuan seseorang tentang bunuh diri dapat menjadi pengamatan tentang bagaimana orang lain menanggapi perilaku bunuh diri sebagai cara mengatasi masalah. Hal lain yang dapat menyebabkan seseorang memiliki ide bunuh diri ketika sesungguhnya tidak memiliki niat untuk mati akan tetap memiliki bunuh
diri ketika tidak ditemukan olehteman atau orang tua dalam waktu yang tepat. Oleh karena itu ide bunuh diri dapat terjadi meskipun pada awalnya tidak didasari niat yang kuat untuk melakukan bunuh diri.
8. Hubungan Faktor Biologis dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian terdapat hubungan faktor biologi yakni sering memiliki keluhan somatik dengan ide bunuh diri. Sejalan dengan hasil penelitian Pompili, et al. (2012) Usaha bunuh diri lebih sering pada klien yang menderita migrain dibandingkan pada populasi umum.Terdapat banyak dari perilaku bunuh diri tanpa memiliki diagnosa psykiatrik tapi dalam emosional yang besar dan hanya ingin mengakhiri rasa sakit, demikian pula individu yang menderita sakit fisik (Patel, 2012). Hal ini memperjelas bahwa ide bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh adanya gangguan psikologis tapi juga karena adanya gangguan fisik. Keluhan-keluhan somatik dapat timbul akibat rasa cemasdan stress yang dialami oleh remaja, sebagaimana diketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja menghadapi tantangan dan terpapar berbagai pengalaman stres dan faktor risiko yang berhubungan dengan ide bunuh diri. Sehingga bentuk keluhan somatik yang dirasakan oleh remaja dapat timbul akibat stres yang dialami. Dalam kuesioner faktor psikologi: stress pada penelitian ini dapat dilihat pada item no 13 tentang remaja yang merasa sakit dansedih terdapat pada lebih dari setengah remaja remaja. Oleh
karena itu pada penelitian ini keluhan somatik dapat saja dirasakan sebagaiakibat dari adanya gangguan psikologisyang cendrung terjadi pada masa remaja selama masa perkembangan. Hal inijuga semakin memperjelas bahwa faktor risiko bunuh diri tidak hanya disebabkan olehsatu faktor tapi berbagai faktor yang saling berkaitan. Sehubungan dengan kelemahan pada penelitian ini, item pertanyaan penelitian ini hanya menanyakan tentang gejala somatik yang sering dirasakan, akan lebih jelas jika ditanyakan lebih lanjut tentang penyakit kronis, jenis keluhan yang sering timbul dan waktu kekambuhan dari setiap keluhan yang dirasakan sehingga ide bunuh diri yang timbul dapat diketahui dengan jelas.
9. Hubungan Faktor Riwayat Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Pada penenlitian ini tidak terdapat hubungan antara faktor riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian De Leo,et al (2007) dimana seseorang yang memiliki perilaku bunuh diri secara signifikan meningkatkan risiko tindakan serupa. Pengetahuan pribadi dari seseorang yang berusaha bunuh diri meningkat secara signifikan bersama dengan risiko bunuh diri. Risiko pengulangan tertinggi pada 3 sampai 6 bulan pertama setelah usaha bunuh diri, tapi tetap secara substansial
meningkat
dari
populasi
umum
selamaminimal2tahun
(Goldston et al. 1990; Lewinsohn et al,1991 dalam Bridge, A et al, 2006).
Hasil penelitian juga didapatkan Liu & Mustanki (2012) didapatkan bahwa riwayat bunuh diri memiliki hubungan yang signifikan meningkatkan resiko ide bunuh diri. Perbedaan pada hasil penelitian ini dapat terjadi karena remaja memiliki emosi yang kuat karena perubahan neurologis terutama bagian prefrontal
cortex,
sistem
limbik
dan
juga
myelinization
yang
meningkatkan efisiensi transmisi saraf dan menguatkan hubungan antara dua bagian otak belum selesai secara maksimal. Hal ini dapat membantu menjelaskan bahwa pada masa remaja seringkali tidak mampu mengambil keputusan secara rasional dan lebih berprilaku impulsif (Kaplan, 2010). Perilaku impulsif berkaitan erat dengan peningkatan risiko bunuh diri (Stuart, 2013). Contoh perilaku impulsif seperti penyalahgunaan obat, merokok, balapan dan lainnnya. Oleh karena adanya perilaku yang impulsif, sehingga sulit diketahui saat seorang remaja melakukan usaha bunuh diri apakah dilakukan dengan sengaja atau tidak. Seseorang yang memiliki ide bunuh diri memiliki perasaan yang ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati (Videbeck, 2008). Hal ini dapat dilihat dari item pernyataan kuesioner SSI no 6 bahwa hampir setengah responden memiliki ide bunuh diri yang timbuldalamwaktu lama namun pada item no 8 didapatkan hasil dimana hampir seluruh responden memiliki nilai rendah terhadap melakukan tindakan saat munculnya ide bunuh diri. Meskipun remaja memiliki ide bunuh diri yang lama namun
tidak melakukan tindakan saat munculnya ide bunuh diri yang mengarah pada perilaku percobaan bunuh diri. Perbedaan hasil penelitian ini juga dapat terjadi karena keterbatasan dari kecilnya sampel dengan riwayat
bunuh diri pada penelitian ini,
sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja.
10. Hubungan Orientasi Seksual dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Hasil penelitian yang dilakukan kepada remaja dikota Rengat didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara orientasi seksual dengan ide bunuh diri. Berbeda dengan hasil penelitian Zhaoet al. (2010) di Kanada didapatkan ide bunuh diri secara signifikan lebih tinggi pada kelompok disorientasi (gay, lesbi dan biseksual). Hasil penelitian Russel & Jorney (2001) hubungan yang kuat antara orientasi seksual remaja dengan ide untuk bunuh diri.Begitu juga denganhasil penelitian Liu & Mustanski (2012) didapatkan bahwa remaja LGBT berada pada risiko tinggi untukkeinginan bunuh diri. Perbedaan hasil penelitian dapat terjadi karena pada penelitian ini data yang dikumpulkan tidak spesifik untuk disorientasi seksual yang dialami remaja sehingga membatasi nilai signifikan pada penelitian ini. Pencarian identitas juga merupakan bagian dari proses identifikasi yang sedang berlangsung pada masa remaja awal hingga lulus SMA. Proses perkembangan identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktudan
penuh dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan. (Wong, 2006). Selama proses inilah remaja dituntut mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan menentukan identitas pribadi yang seharusnya sehingga tidak terjadi kebingungan identitas diri yang berakhir dengan depresi dan ide bunuh diri . Pada masa remaja diantara tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemampuan membina hubungan yang lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua gender, mencapai kemampuan dalam melaksanakan peran sosial maskulin atau feminim. Pada masa remaja seharusnya remaja telah mampu memilih peran sosial yang akan dijalani dan mampu membedakan serta membina hubungan sebagaimana seharusnya dengan teman dari kedua gender, karena pada tahap pra remaja sebelumnya anak terlibat hubungan intim dengan seorang teman dengan jenis kelamin yang sama sebagai sahabat. Pengaruh yang kuat dari orientasi seksual pada pikiran untuk bunuh diri dimediasi oleh faktor-faktor risiko bunuh diri yang kritis, termasuk depresi, putus asa, penyalahgunaan alkohol, percobaan bunuh diri baru-baru ini oleh rekan atau anggota keluarga, dan pengalaman dari korban. Menurut asumsi peneliti hal ini juga menjadi penyebab perbedaan hasil penelian ini dengan penelitian yang lain dimana pada penelitian ini hampir sebagian besar responden
mengalami
masalah
psikologis
yang
meliputi
depresi,
kecemasan, stres dan ketidakberdayaan. Sehingga ide bunuh diri yang tinggi
dapat terjadi pada orientasi seksual heteroseksual maupun disorientasi seksual. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Stone et al.(2015)
menunjukkan bahwa hubungan yang lebih besar, dimana keluarga dapat membantu mencegah remaja memiliki perilaku bunuh diri yang terlepas dari orientasi seksual. Perbedaan hasil penelitian ini juga dapat terjadi karena pada penelitian ini tidak menggambarkan orientasi seksual yang lebih spesifik sehingga hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya. Ukuran sampel mungkin juga telah membatasi kemampuan analisis untuk mendeteksi nilai signifikansi yang kecil pada penelitian ini.
11. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja di Kota Rengat Tahun 2016 Faktor psikologis diantaranya adalah depresi, kecemasan, stress, ketidakberdayaan dan penyalahgunaan napza. Respon atau reaksi seseorang terhadap stresor psikososial yang dialamiberbeda satudenganyang lainnya, ada yang menunjukkan gejala-gejala stres,adajuga yang menunjukkangejalagejala kecemasan dan atau depresi. Tidak jarang ketiga gejala tersebut juga saling tumpang tindih, sebab dalam pengalaman klinis jarang ditemukan ketiga gejala berdiri sendiri. Pada gejala stress, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik) tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan somatik. Pada gejala depresi,gejala yang dikeluhkan
didominasi oleh keluhan-keluhan
psikis (kemurungan dan
kesedihan)
tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan somatik. Depresi sangat berhubungan erat dengan perilaku bunuh diri, sejalan dengan diagnosa gangguan, gangguan bipolar dan penyalahgunaan napza. Remaja seiring denganmelepaskan ketergantungan pada orang tuanya, maka meningkatkan pula perilaku isolasinya dan penurunan pengawasan. Permasalahan dalam kelompok sering menambah ketegangan dan rasa keterasingan pada remaja. Tekanan menghadapi hubungan intim, perubahan tubuh dan perasaan yang tidak stabil dapat menimbulkan perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan. Salah satu faktor yang paling banyak terjadi pada perilaku bunuh diri remaja adalah karena kurangnya atau hilangnya hubungan yang bermakna (Stuart, 2013). Berdasarkan teori Hope and Hopelesness ditemukan bahwaperasaan optimis
disebut
dengan
Hopesedangkan
perasaan
pesimis
disebut
hopelessness. Teori ini menjelaskan semakin tinggi hope atau harapan maka ide bunuh diri akan semakin rendah sedangkan semakin tinggi hopelessness atau ketidakberdayaan maka ide bunuh diri juga akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya (Huen, IP, Ho & Yip, 2015). Selanjutnya penggunaan obat-obatan sebelum berusia 20 tahun diprediksi akan berlanjut penggunaannya sepanjang waktu. Semakin muda usia pengguna maka semakin berisiko tinggi untuk ketergantungan pada zatzat kimia. Penggunaan secara berulang dan teratur dengan tujuan untuk hiburan dapat memicu timbulnya masalah ansietas dan depresi. Maka faktor
psikologis sangat memiliki keterkaitan dengan adanya ide bunuh diri pada remaja.
B. Keterbatasan Penelitian Pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi langsung oleh responden, hal ini dapat bersifat subyektif sehingga kebenaran dan keakuratan data yang diperoleh sangat tergantung dari kejujuran responden dalam mengisi jawaban kuesioner. Keterbatasan pada item kuesioner dimana pada variabel riwayat bunuh diri didapatkan sampel yang kecil sehingga membatasi analisis untuk mendeteksi nilai signifikansi yang kecil pada penelitian ini. Begitu juga pada item variabel orientasi seksual peneliti tidak memperjelas jenis disorientasi seksual pada responden. Sementara pada variabel biologi hanya ada satu pertanyaan tentang rasa nyeri perut atau sakit kepala yang dialami.
C. Implikasi Penelitian 1. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian menunjukkan adanya remaja yang memiliki ide bunuh diri yang tinggi, yang dapat dijadikan sebagai data untuk pengembangan intervensi dalam keperawatan jiwa remaja dikomunitas sebagai upaya preventif terhadap perilaku bunuh diri kelompok beresiko khususnya remaja dan untuk mewujudkan peningkatan pelayanan
keperawatan yang berbasis komunitassesuai trend dalam pelayanan keperawatan jiwa saat ini. 2. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikanacuan atau landasan dan bahankajian untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang ide bunuh diri yang dapat dilakukan pada kelompok usia lain atau kelompok khusus lainnya.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Karakteristik remaja dikota Rengat pada penelitian berdasarkan usia hampir seluruhnya adalah remaja awal dan sebagian besar remaja berjenis kelamin perempuan. 2. Ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat, sebagian besar remaja dengan kategori ide bunuh diri yang tinggi. 3. Faktor risiko bunuh diri pada remaja di kota Rengat, sebagian besar remaja dengan kategori faktor psikologis yang tinggi,pada faktor keluarga hampir seluruh remaja dengan kategori rendah, pada faktor lingkungan sosial sebagian besar remaja dengan kategori tinggi, pada faktor biologis sebagian besar remaja dengan kategori tidak ada keluhan somatik, pada faktor riwayat bunuh diri hampir seluruhnya tidak memiliki riwayat bunuh diri sebelumnya dan pada faktor orientasi seksual hampir seluruhnya tidak mengalami disorientasi seksual. 4. Hubungan karakteristik responden dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat.
5. Hubungan faktor psikologis dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor psikologis dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat. 6. Hubungan faktor keluarga dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor keluarga dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 7. Hubungan faktor lingkungan sosial dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 8. Hubungan faktor biologis dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor biologis dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 9. Hubungan faktor riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor riwayat bunuh diri dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 10. Hubungan faktor orientasi seksual dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat adalah tidakterdapat hubungan yang signifikan antara faktor orientasi seksual dengan ide bunuh diri pada remaja di kota Rengat 11. Faktor dominan yangmemilikihubungan erat dengan ide bunuh diri adalah faktor psikologis.
B. Saran 1. Bagi Pihak Sekolah Meningkatan
pelayanan
keperawatan
jiwa
dikomunitas
melaluipengaktifan UKSJ pada sekolah sebagai media pembentukan peer educationpada remajamaupun secara individu disekolah, sehingga dapat mengidentifikasi lebih dini tentang adanya ide bunuh diri pada remaja. 2. Peneliti selanjutnya Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko bunuh diri pada kelompok usia lain seperti pada
dewasa awal dan lansia. Peneliti selanjutnya juga dapat
melakukan terapi yang dapat diberikan kepada remaja yang memiliki ide bunuh diri, sehingga dapat menjadi tindak lanjut dari tingginya angka ide bunuh diri pada remaja di Rengat.
DAFTAR PUSTAKA Agerbo, E., Nordentoft, M., & Mortensen, P.B. (2002). Familial, psychiatric, and socioeconomic risk factors for suicide in young people: Nested case– control study. British Medical Journal Altangerl,U, Liou, J. C, Pi-Ming Ye. (2014).Prevalence and Predictors of Suicidal Behavior Among Mongolian High School Students. Community Ment Health J .50:362–372 DOI 10.1007/s10597-013-9657-8 Antony, M. M., Bieling, P. J., Cox, B. J., Enns, M. W., & Swinson, R. P. (1998). Psychometric properties of the 42-item and 21-item versions of the Depression anxiety stress scales in clinical groups and a community sample. Psychological Assessment, 10, 176–181 Bagalkot, T.R,. Park, J,. Kim, H.T,Kim, H.M, Kim, S.M., Yoon, M.S., Hee Ko, S., Cho, H.C, and Chung, Y.C. (2014). Lifetime prevalence of and RiskFactorsfor Suicidal ideation and Suicide attemptsin a Korean community Sample. Psychiatry 77 Billiocta, Y, Sani, A, Jaya, G.D.(2015). Tragis, siswa-siswi ini bunuh diri karena masalah percintaan. Website: http://www.merdeka.com/peristiwa/tragissiswa-siswi-ini-bunuh-diri-karena-masalah-percintaan.html Bertera, M. E, (2007). The Role of Positive and Negative Social Exchanges Between Adolescents, their Peers and Family as Predictors of Suicide Ideation. Child Adolesc Soc Work J 24:523–538 DOI 10.1007/s10560-0070104-y Biddle, L., Gunnell, D., Sharp, D., & Donovan, J. (2004). Factors influencing help seeking in mentally distressed young adults: A cross-sectional survey. British Journal of General Practice Bridge, A.J, Goldstein, R.T, David, A.D. (2006). Adolescent suicide and suicidal behavior. Journal of Child Psychology and Psychiatry 47:3/4 doi:10.1111/j.1469-7610.2006.01615.x Caskey .(2007). Adolescent Adjustment to the Middle School Transition: The Intersection of Divorce and Gender in Review.Nasional Middle Scholl Association Centre For Disease Control and Prevention. (2016). Suicide. Website : www.cdc.gov/ViolencePrevention/suicide/index.html Cheng, C. C. J., Yen, W. J., Chang,W.T., Wu, K. K. C., Ko3, M.C., Li, C.Y. (2014). Risk of adolescent offspring‘s completed suicide increases with
prior history of their same-sex parents‘ death by suicide. Psychological Medicine 44, 1845–1854. Cambridge University Press 2013 doi:10.1017/S0033291713002298 Chung, S, S& JoungH,K. (2012). Risk Factors Related to Suicidal Ideation and Attempted Suicide: Comparative Study of Korean and American Youth. The Journal of School Nursing Cho, Y., Haslam, N. (2010). Suicidal Ideation and Distress Among Immigrant Adolescents: The Role of Acculturation, Life Stress, and Social Support. J Youth Adolescence 39:370–379 DOI 10.1007/s10964-009-9415-y Chritiansen, E, Goldney, R.,D,Beautrai, L., Agerbo, E. (2010). Youth suicide attempts and thedos-response relationship to parental risk factor: a population based study. Psychological Medicine. DOI: http://dx.doi.org/10.1017/S0033291710000747 David C. R. Kerr,Lesli J. Preuss,and Cheryl A. King.(2006).Suicidal Adolescents‘ Social Support from Family and Peers: Gender-Specific Associations with Psychopathology. Journal of Abnormal Child Psychology DOI: 10.1007/s10802-005-9005-8 Dharma, K. K. (2011). Metodologi penenlitian keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : TIM De Leo, D., Cerin, E., Spathonis, K., & Burgis, S. (2005). Lifetime risk of suicide ideation and attempts in an Australian community: Prevalence, suicidal process, and help-seeking behaviour. Journal of Affective Disorder, 86(2–3), 215–224. Dewi, L.A.K & Hamidah. (2013). Hubungan antara Kesepian dengan Ide Bunuh Diri padaRemaja dengan Orangtua yang Bercerai.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Farhangdoost, Y. (2010). Determining Risk Factors and Demographic Patterns of Suicide in Tehran. Polish Psychological Bulletin, vol 41 (2), 52-57 DOI - 10.2478/v10059-010-0007-1 Filippis, D.S, Erbuto,D. Gentili, F, Innamorati, M, Lester, D, Tatarelli, R, Martelletti P, Pompili, M. (2008). Mental turmoil, suicide risk, illness perception, and temperament, and their impact on quality of life in chronic daily headache. J Headache Pain 9:349–357 DOI 10.1007/s10194-0080072-4 Forintos,D. P, Sallai, J, Rózsa, S. ( 2010). Adaptation of the Beck Hopelessness Scale in Hungary. Psychological Topics
Fortinash, & Worret, H. (2012). Psychiatric Mental Health Nursing. St. Louis : Elsevier Gomez, J, Miranda, G , Polanco, L. (2011). Acculturative Stress, Perceived Discrimination, and Vulnerability to Suicide Attempts Among Emerging Adults. J Youth Adolescence 40:1465–1476 DOI 10.1007/s10964-0119688-9 Gomez, F (n.d.) A Guide to the Depression, Anxiety and Stress Scale. Consultant Clinical Psychologist.Website:https://www.cesphn.org.au/images/mental_health/Fr equently_Used/Outcome_Tools/Dass21.pdf Grunbaum, J.A., Kann, L., Kinchen, S., Ross, J.,Hawkins, J., Lowry, R., et al. (2004). Youth risk behavior surveillance – United States, 2003. MMWR Surveillance Summaries: Morbidity and Mortality Weekly Report Surveillance Summaries/CDC Guzmdn, R.M.A., V. Nelly Salgado de Snyder; Romero, M. and Mora, M.E.M. (2004). Paternal Absence And International Migration: Stressors And Compensators Associated With ! e Mental Health Of Mexican Teenagers Of Rural Origin. Adolescence, 39 (156) Hastono, S, P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hawari, D. (2013). Manajemen stres, cemas dan depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Henry, D. J., R. Crawford. (2005). The short-form version of the Depression Anxiety Stress Scales (DASS-21): Construct validity and normative data in a large non-clinical sample. British Journal of Clinical Psychology. DOI:10.1348/014466505X29657 Hogan, M., Przybylowicz, A.,T., Vacek, J. (2013). Mental Health Nursing Reviews & Rasionales Third Edition. USA: Pearson Education Huang, Z.J., Wong, F.Y., Ronzio, C.R. and Yu, S.M. (2007). Depressive Symptomatology and Mental Health Help-Seeking Patterns of U.S.- and Foreign-Born Mothers. Matern Child Health J, 11: 257–267 Huen, IP, Ho & Yip,. (2015). Hope and Hopelesssness. The Role of Buffering the Impact of Hopelessness on suicidal Ideation. Plos One, 10(6)
Ibrahim, N, Amit, N, Suen,W.Y.M (2014). Psychological Factors as Predictors of Suicidal Ideation among Adolescents in Malaysia. PLoS ONE 9(10): e110670. doi:10.1371/journal.pone.0110670 Indarjo, S. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/index.php/kema Jacobson, M. C, Marrocco, F, Kleinman, M, Gould, S. M,. (2011). Restrictive Emotionality, Depressive Symptoms, and Suicidal Thoughts and Behaviors Among High School Students. J Youth Adolescence 40:656–665 DOI 10.1007/s10964-010-9573-y Jonas JB, Nangia V, Rietschel M, Paul T, Behere P, et al. (2014) Prevalence of Depression, Suicidal Ideation, Alcohol Intake and Nicotine Consumption in Rural Central India. The Central India Eye and Medical Study. PLoS ONE 9(11): e113550. doi:10.1371/journal.pone.0113550 Kaplan, I. H., Sadock, B. J., Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Pskiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara Keliat, et.al. (2010). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN) Basic Course. Jakarta: EGC Kessler, R. C., Berglund, P., Borges, G., Nock, M., & Wang, P. S. (2005). Trends in suicide ideation, plans, gestures, and attempts in the United States, 1990–1992 to 2001–2003. Journal of the American Medical Association, 293(20), 2487–2495. Website : http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=200954&resultclick= 1 Kovacs, M, Weissman, A. (2016). Assessment of suicidal ideation: The Scale for Suicide Ideation.Journal of consulting and clinical psychology. DOI: 10.1037/0022-006X.47.2.343 · Source: PubMed Liu, R, T., & Mustanski, B. (2012). Suicidal Ideation and Self-Harm in Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender Youth. American Journal of Preventive Medicine Low, N.L.P, Dugas,E,. O‘Loughlin, E. Roudriges, D., Contreras,G., Calton, M. (2012). Common Stressfull Live Events and Difficulity are Associated with Mental Health Symptoms and Subtance Uce in Young Adolescent. BMC Psyciatric Machfoedz. (2009). Metodologi Penelitian (Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanandan Kedokteran. Yogyakarta: Fitramaya
Malik S, Kanwar A, Sim LA, Prokop LJ, Wang Z, et al. (2014) The association between sleep disturbances and suicidal behaviors in patients with psychiatric. diagnoses: a systematic review and meta-analysis. Syst Rev 3: 18. Systematic reviem journal. doi: 10.1186/2046-4053-3-18 Maniam, T., Marhani, M., Firdaus, M., Kadir, A.B., Mazni, M. J., A. Azizul, A., Salina, A., Fadzillah, A., R, Nurashikin, I Ang, K.T,, Jasvindar, K, Noor, A. (2014). Risk factors for suicidal ideation, plans and attempts in Malaysia — Results of an epidemiological survey. Comprehensive Psychiatry 5. http://dx.doi.org/10.1016/j.comppsych.2013.08.004 Maramis, W.F. (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press Meyer, H. I., Dietrich, J, Schwartz,S. (2008). Lifetime Prevalence of Mental Disorders and Suicide Attempts in Diverse Lesbian, Gay, and Bisexual Population. American Journal of Public Health , Vol 98, No. 6 Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Penerbit Andi Nasution, K. I. (2007). Perilaku Merokok pada Remaja. USU Repository Nasional Geographic Indonesia. (2015).Bunuh diri diusia produktif. Website: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/09/bunuh-diri-di-usia-produktif Niederkrotenthaler, T., Rasmussen, F., Rutz,M.E. (2012). Perinatal conditions and parental age at birth as risk markers for subsequent suicide attempt and suicide: a population based case–control study. Eur J Epidemiol 27:729– 738 DOI 10.1007/s10654-012-9724-4 Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka Cipta O‘Donnell, S, Meyer, H. I, and Schwartz, S. (2011). Increased Risk of Suicide Attempts Among Black and Latino Lesbians, Gay Men, and Bisexuals. American Journal of Public Health Vol 101, No. 6 Osman, A., Bagge, C.L., Guitterez, P.M, Konick, L.C, Kooper, B. A,Barrios, F.X. (2001). The Suicidal Behaviour Questionnaire-Revised (SBQ-R): Validation with clinical and nonclinical sample, Assesment (5) 443-454 Page, R. M., Yanagishita, J., Suwanteerangkul, J., Zarco, E. P., Mei-Lee, C., & Miao, N. F. (2006). Hopelessness and loneliness among suicide attempters in school-based samples of Taiwanese, Philippine and Thai adolescents. School Psychology International, 27(5), 583-598
Patel, S.C & Jakopac, K. A. (2012). Manual of Psychiatric Nursing Skills. USA: Jones & Barlet Learning Perlis R, et al. (2010) Genome-wide associationstudy of suicide attempters admitted to the emergency department. Am J Psychiatry Pisani, A.R.,Cone K.S., Gunzler, D., Petrova, M., •Goldston, D. B., Tu, X., Wyman,P. A.(2012). Associations Between Suicidal High School Students‘ Help-Seeking and Their Attitudes and Perceptions of Social Environment. J Youth Adolescence 41:1312–1324DOI 10.1007/s10964012-9766-7 Pompili, M, Cosimo, D,C , Innamorati, M, Lester, Tatarelli, R, Martellett. (2009). Psychiatric comorbidity in patients with chronic daily headache and migraine: a selective overview including personality traits and suicide risk.P J Headache Pain 10:283–290 DOI 10.1007/s10194-009-0134-2 Polit, D. F., & Beck, C.T. (2010) Nursingresearch: Generating and assesing evidence for nursingpractice. 9th ed. Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins Reynolds, W. M.,Mazza, J.J (1999). Assesment of suicidal ideation in inner-sity shildrenand young adolescent: reliabilityand validityof the suicidal ideation questionnaire-JR. School Psychology Review,28,17-30. Didapatkan kembali dari hhtp://search.proquest.com/ Reinherz, H. Z., Tanner, J. L., Berger, R. S., Beardsle, W.R.(2006). Adolescent Suicidal Ideation as Predictive of Psychopathology, Suicidal Behavior, and Compromised Functioning at Age 30. Am Journal Psychiatric. Mallo, H.& Ronda, D.(2006). Analisis Faktor Penyebab UtamaKecendrungan Bunuh Diri Kalangan Remaja yang Berusia 15-17 tahun di Makassar.
Ribeiro, D. J., Franklin, C.,J., Fox, K., R., Bentley, K., H., Kleiman,M., E., Chann, B.,P., Nock, K., M.(2015). Self-injurious thoughts and behaviors as risk factors for future suicide ideation, attempts, and death: a metaanalysis of longitudinal studies.Psycological Medicine. DOI: http://dx.doi.org/10.1017/S0033291715001804 Sastroasmoro, S (2011). Dasar-Dasar MetodologiKlinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto
Scanlan, F,.Purcell, R., (2009). MythBuster:Suicidal Ideation. National Youth Mental Health Foundation. Orygen Youth Health Research Centre.
[email protected] Scott, N.L, Pilkonis,A.P, Hipwell, E.a, Keenan, K, Stepp, D. S. (2015). Nonsuicidal self-injury and suicidal ideation as predictors of suicide attempts in adolescent girls: A multi-wave prospective study Comprehensive Psychiatry 58 1 –10 Shahar, G., Bareket, L., Rudd, D.M. (2006). In severely suicidal young adults, hopelessness, depressive symptoms, and suicidal ideation constitute a single syndrome. Psychological Medicine, 36, 913–922. doi:10.1017/S0033291706007586 Stone, D.M, Luo, F., Ouyang, L., Lippy, C., Hertz, M.F.,Crosby, A.E. (2014). Sexual Orientation and Suicide Ideation, Plans, Attempts, and Medically Serious Attempts: Evidence From Local Youth Risk Behavior Surveys, 2001–2009. American Journal of Public Health Vol.104 No.2 Stone, Deborah M.; Luo, Feijun; Lippy, Caroline; and McIntosh, Wendy LiKamWa. (2015). The Role of Social Connectedness and Sexual Orientation in the Prevention of Youth Suicide Ideation and Attempts Among Sexually Active Adolescents. Public Health Resourc Stuart, W. G. (2013). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart Vol 1&2. Singapore : Elsevier Stuart, W. G. (2007). Buku saku Keperawatn Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC Sugiyono. (2011). Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatifdan r&d. Bandung : Alfabeta Tim PenulisPoltekkes Depkes Jakarta I. (2012). Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika Townsend, M.C. (2011). Essentials of Nursing.Philadelphia : Davis Company
Psychiatric
Mental
Haelth
Videbeck, L. S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC Wade, C & Tavris, C. (2007). Psikologi. Surabaya : Erlangga Wilcox, H.C, Kuramoto, S. J, Lichtenstein, P., Långström, N., Brent, M.D., Bo Runeson (2010) Psychiatric Morbidity, Violent Crime, and Suicide Among Children and Adolescents Exposed to Parental Death. Journalof the american academy of child & adolescent psychiatry
Wong, D.L (2006) Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC WHO. (2015). Mental Health. Quality of suicide mortality data Website : http://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/wspd/en/ Yasril, Kasjono,H.S.(2009). Analisis Multivariat untuk peneliti kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Zhang, J., Zhou, L. (2011). Suicidal Ideation, Plans, and Attempts Among Rural Young Chinese: The Effect of Suicide Death by a Family Member or Friend. Community Ment Health J 47:506–512 DOI 10.1007/s10597-010-9332-2 Zhang XY, Wang HP, Xia Y, Liu XH, Jung EJ (2011) Stress, coping and suicide ideation in Chinese college students. J Adolesc 35: 1–8 Zhang W-C, Jia C-X, Zhang J-Y, Wang L-L, Liu X-C (2015) Negative Life Events and Attempted Suicide in Rural China. PLoS ONE 10(1): e0116634. doi:10.1371/journal.pone.0116634 Zhao Y, Montoro R, Igartua K, Thombs BD. (2010). Suicidal ideation and attempt among adolescents reporting ―unsure‖ sexual identity or heterosexual identity plus samegender attraction or behavior: forgotten groups? J AmAcad Child Adolesc Psychiatry Zimet, G.D., Powell, S.S., Farley, G.K., Werkman, S. & Berkoff, K.A. (2016). Psychometric characteristics of the Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Journal of Personality Assessment, 55, 610-17
Lampiran
Kisi-Kisi Instrument Penelitian No
Pokok Bahasan Materi Pernyataan Faktor-Faktor Risiko Bunuh Diri 1. Faktor Keluarga 2. Faktor Psokoligis : Pengguna Napza 3. Faktor Lingkungan Sosial 4. Faktor Biologi 5. Faktor Riwayat Bunuh Diri 6. Faktor Orientasi Seksual Faktor Psikologis (DASS 21) 1. Depresi 2. Kecemasan 3. Stress Faktor Psikologis : Ketidakberdayaan 1. Ketidakberdayaan Faktor Lingkungan Sosial 1. Hubungan dengan orang terdekat 2. Hubungan dengan teman 3. Dukungan Orang tua Ide Bunuh Diri 1. Ide Bunuh Diri
Jumlah
Nomor Soal
2 1
2 dan 4 7
2 1 1 1
1, 3, 5 dan 6 8 9 10
14 14 14
1,2,4,6,7,8,9,11,12,14,15,18,19,20 1,3,5,6,8,10,11,12,13,14,16,17,18,21 2,3,4,5,7,9,10,13,15,16,17,19,20,21
20
1 s.d20
4 4 4
1,2,5,10 6,7,9,12 3,4,8,11
19
1 s.d 19
INSTRUMENT PENELITIAN Kode I. DATA DEMOGRAFI Initial : Jenis Kelamin : Usia :
tahun
II. FAKTOR RISIKO BUNUH DIRI REMAJA Silahkan beri tanda √ pada salah satu jawaban anda 1. Apakah anda tinggal bersama orangtua?
Ya
Tidak
2. Apakah anda memiliki orangtua yang bercerai? Ya
Tidak
3. Apakah anda menceritakan masalah yang ada alami? Ya
Tidak
4. Apakah anda memiliki anggota keluarga yang pernah bunuh diri? Ya
Tidak
5. Apakah anda memiliki teman dengan riwayat bunuh diri? Ya Tidak 6. Apakah anda memiliki pengalaman hidup yang menyakitkan dan tidak bisa dilupakan? Ya
Tidak
7. Apakah anda menggunakan napza? Ya
Tidak
8. Apakah anda memiliki keluhan penyakit fisik seperti sakit kepala atau nyeri perut yang sering berulang? Ya
Tidak
9. Apakah anda pernah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya? Ya
Tidak
10. Apakah anda mengalami disorientasi seksual (seperti: gay, lesbian, biseksual)?
Ya
Tidak
BECK’ HOPELESSNESS SCALE Kuisioner terdiri dari 20 pertanyaan. dimohonkan untuk membaca pertanyaan dengan seksama satu per satu.jika pernyataannya mendeskripsikan diri dalam beberapa minggu kebelakang termasuk hari ini maka silahkan tulis huruf ‗B‘ atau benar. Jika pernyataan tidak sesuai dengan keadaan anda silahkan tulis huruf ‘S‘ atau salah. No Pernyataan 1. Saya menatap masa depan dengan antusiasdan penuh harap 2. Saya mudah menyerah karena tidak ada hal yang biasa saya lakukan untuk membuat diri saya merasa lebih baik 3. Saya sedang berada dalam situasi yang sulit,saya percaya bahwasituasiyang sulit itu pastiakan berakhir 4. Saya tidak bisa membayangkan sepertiapa hidup saya sepuluh tahun yang akan datang 5. Saya merasamemilikiwaktu yang cukup untukmelakukan hal-hal yang saya sukai 6. Di masa depan sayaberharap untuksukses dibidang yang saya sukai 7. Saya tidak bisa membedakan masa depan saya seperti apa 8. Saya merasa beruntung dan berharap untuk terus memperoleh keberuntungan dari pada kebanyakan orang 9. Saya bukan orang yang beruntung sehingga saya ragu apakah saya memperoleh keberuntungan dimasa depan 10. Pengalaman saya dimasa lalu membuat saya lebih siapuntuk menghadapi masa depan 11. Dalam bayangan saya dimasa depan saya akan lebih banyak mengalami kesulitan daripada kemudahan 12. Saya raguapakah saya bisa meraih cita-cita 13. Ketika saya membayangkan masa depan saya berharap akan lebih bahagia dari pada saya yang sekarang 14. Apakah yang saya harapkan tidaksesuaidengan yang saya inginkan 15. Saya yakin masa depan saya akan cerah 16. Saya tidakpernah mendapatkan apa yang saya inginkan,oleh karena itu saya rasa percuma untuk mengharapkan sesuatu 17. Sangat tidak mungkin bagi saya untuk benar-benar merasakan kepuasan dimasa depan 18. Saya merasa masa depan saya masih belum jelas dan belumpasti 19. Saya rasa sayapantas mendapatkan masa-masa yang menyenangkan dari pada masa-masa sulit 20. Tidak ada gunanya berusaha untuk mendapatkan apa yang saya inginkan karena mungkin benar saya tidak akan berhasil mendapatkannya
B (Betul)/S (Salah)
SCALE OF SUICIDE IDEATION Kuisioner terdiri dari 19 pertanyaan dengan pilihan 0,1 dan2. Dimohonkan untuk membaca pertanyaan dengan seksama satuper satu. Silahkan berikan tanda silang pada salah satu poin pernyataan yang mendeskripsikan diri anda. No Item 1. Keinginan untuk Hidup
2.
Keinginan untuk mati
3.
Alasan untuk hidup/mati
4.
Keinginan untuk membuat percobaan bunuhdiri
5.
Pemikiran untuk bunuh diri
6.
Lama timbulnya ide bunuh diri
7.
Frekuensi ide bunuh diri
8.
Tindakan yang dilakukan saat munculnya ide bunuh diri Pengendalian terhadap aksi bunuh diri
9.
10. Pencegahan untuk percobaan bunuh diri
Respon Sedang hingga besar Lemah Tidak Ada Tidakada Lemah Sedang hingga besar Keinginan untuk hidup lebih besar dari pada mati Keinginan untuk mati sama besar dengan keinginan untuk hidup Keinginan untuk mati lebih besar dari pada untuk hidup Tidak ada Lemah Sedang hingga kuat Masih ingin untuk hidup Akan menyerahkan kehidupan atau kematian terhadap takdir Tidak ingin diselamatkan Periodesingkat Periode Lama Terus menerus (kronis)/hampir terus menerus Jarang Kadang-kadang Terus menerus atau berkelanjutan Menolakide bunuh diri Bingung ingin menolak/menerima Menerima ide bubuh di Bisa mengontrol Tidak yakin bisa mengontrol Tidak bisa mengontrol Tidak akan mencoba bunuh diri karena ada yang mencegah Ragu akan melakukan bunuh diri karena adanya pencegahan Tetap akan melakukan bunuh diri walaupun ada yang mencegah
Poin
11. Alasan untuk mencoba bunuh Untuk mendapatkan perhatian/balas dendam diri Gabungan dari keinginan untukmendapatkan perhatian dan keinginan untuk lepas dari maslaah Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah 12. Metode yang akan dilakukan Belum jelas untuk percobaan bunuh diri Sudah jelas tetapi belum secara rinci Sudah terencana dengan baik 13. Metode: kesempatan untuk Metode tidak tersedia atau tidak ada kesempatan melaksanakan percobaan Metode akan memakan waktu dan tenaga, bunuh diri kesempatan belum tersedia Metode dan kesempatan tersedia Menanti ketersediaan kesempatan dimasa yang akan datang 14. Kemampuan untuk Tidak ada keberanian,terlalu lemah, takut tidak melakukan bunuh diri bisa melakukan bunuh diri Tidak yakin berani atau bisa melakukan bunuh diri Yakin berani melakukannya 15. Keinginan untuk benar-benar Tidak bunuh diri Tidak Yakin Ya 16. Persiapan sebenarnya untuk Tidak ada melaksanakan aksi bunuh diri Telah memulai tetapi belum siap, hanya berfikir tentang hal tersebut Telah siap 17. Ada pesan tertulis(surat) Tidak ada bunuh Diri Telah memulai tetapi belum siap, hanya berfikir tentang haltersebut Telah siap 18. Rencana tindakan terakhir Tidakada sebelum menghadapi Sudah difikirkan atau sudah melakukan beberapa kematian tindakan Sudah membuat rencana atau sudah melaksanakan tindakan tersebut 19. Pura-pura memiliki ide bunuh Mengungkapkanide secara terbuka diri Merahasiakan ide tersebut Berbohong dengan mengatakan benar-benar ingin bunuh diri
Instrumen Dukungan Sosial Petunjuk : Kami tertarik pada bagaimana perasaan anda tentang pernnyataan beriku. Baca setiap pertanyaan dengan teliti. Mengidentifikasi bagaimana perasaan anda pada setiap pernyataan. Berikan tanda √ pada kolom disamping pernyataan yang sesuai menurut anda. Keterangan : STS
: Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
S
: Setuju
SS
: Sangat Setuju
No Pernyataan 1. Ada seseorang yang special yang ada disekitar saya ketika saya butuh 2. Ada seseorang yang special dimana saya bisa berbagi suka dan duka 3. Keluarga saya selalu membantu saya 4. Saya mendapatkan dukungan emosional yang saya butuhkan dari keluarga saya 5. Saya memiliki seseorang yang membuat saya nyaman 6. Teman-teman saya benar-benar mencoba membantu saya 7. Saya dapatmengandalkan teman-teman saya ketika saya mengalami kesalahan 8. Saya dapat berbicaratentang masalah saya dengan keluarga saya 9. Saya punya teman untuk berbagi suka dan duka 10. Ada seseorang yang peduli tentang perasaan saya 11. Keluarga saya bersedia untuk membantu saya membuat keputusan 12. Saya dapat berbicara tentang masalah dengan teman
SS
S
TS
STS
1
Instrument Depresi, Ansietas dan Stres Silakan baca setiap pernyataan dan lingkaran angka 0, 1, 2 atau 3 yang menunjukkan berapa banyak pernyataan yang diterapkan untuk Andaselama seminggu terakhir. Tidak ada jawaban benar atau salah. Skala penilaian adalah sebagai berikut: 0 Tidak berlaku untuk saya sama sekali – TIDAK PERNAH(TP) 1 Diterapkan kepada saya untuk beberapa derajat, atau beberapa waktu – TERKADANG (T) 2 Diterapkan saya ke tingkat yang cukup, atau bagian yang baik dari waktu – SERING (S) 3 Diterapkan saya sangat banyak, atau sebagian besar waktu - HAMPIR SELALU (HS) TP T S HS Saya Merasa Sulit Bernafas
2
Saya Menyadari Kekeringan Mulut Saya
3
6
Saya Tidak Bisa Untuk Merasakan Perasaan Positif Pada Semua Saya Mengalami Kesulitan Bernapas (misalnya, pernapasan yang terlalu cepat, sesak napas karena tidak adanya tenaga fisik) Saya Merasa Sulit untukBerinisiatif Bekerja Untuk Melakukan Sesuatu Saya Cenderung Bereaksi Berlebihan Terhadap Situasi
7
Saya mengalami gemetar (misalnya, di tangan)
8
10
Saya Merasa Bahwa Saya Menggunakan Banyak Energi Saraf Saya Khawatir tentang Situasi di Mana Saya Mungkin Panik dan Membodohi Diri Saya Saya Merasa Bahwa Saya Tidak Ada Melihat ke Depan
11
Saya Merasakan Diri Saya Semakin Gelisah
12
Saya Merasa Sulit untuk Bersantai
13
15
Saya Merasa Sakit dan Sedih Saya tidak toleran terhadap apa pun yang saya miliki apa yang saya dapat dari yang saya lakukan Saya Merasa Mudah Panik
16
Saya Tidak Mampu untuk Menjadi Antusias tentang Apapun
17
Saya Merasa Saya Tidak Berharga Seperti Orang Lain
18
20
Saya Merasa Bahwa Saya Agak Sensitif Saya Menyadari Tindakan Hatiku dengan Tidak Adanya Physicalexertion (misalnya, Rasa Peningkatan Denyut Jantung, Kehilangan Detak Jantung Saya Merasa Takut Tanpa Alasan yang Jelas
21
Saya Merasa Bahwa Hidup itu Tak Berarti
4 5
9
14
19
Lampiran Tabel 1 Analisis Item Kuisioner Faktor Psikologis : Depresi No
Pertanyaan
1 2 4
Saya Merasa Sulit Bernafas Saya Menyadari Kekeringan Mulut Saya Saya Mengalami Kesulitan Bernapas (misalnya, pernapasan yang terlalu cepat,sesak napas karena tidak adanya tenaga fisik) Saya Cenderung Bereaksi Berlebihan Terhadap Situasi Saya mengalami gemetar (misalnya, di tangan) Saya Merasa Bahwa Saya Menggunakan Banyak Energi untuk Berfikir Saya Khawatir tentang Situasi di Mana Saya Mungkin Panik dan Membodohi Diri Saya Saya Merasakan Diri Saya Semakin Gelisah Saya Merasa Sulit untuk Bersantai Saya tidak mentoleransi apapun yang menghambat saya untuk mendapatkan sesuatu dari apa yang sudah saya lakukan Saya Merasa Mudah Panik Saya Merasa Bahwa Saya Agak Sensitif Saya Menyadari kondisi ketika dada berdebardebar ataupun detak jantung melemah Saya Merasa Takut Tanpa Alasan yang Jelas
6 7 8 9 11 12 14
15 18 19 20
Tinggi f % 136 37,3 228 62,5 120 32,9
Rendah f % 229 62,7 137 37,5 245 67,1
Total f % 365 100 365 100 365 100
226
61,9
139
38,1
365
100
262 305
71,8 83,6
103 60
28,2 16,4
365 365
100 100
235
64,4
130
35,6
365
100
188 205 217
51,5 56,2 59,5
177 160 148
48,5 43,8 40,5
365 365 365
100 100 100
253 265 211
69,3 112 30,7 72,6 100 27,4 57,8 1504 42,2
365 365 365
100 100 100
220
60,3
365
100
145
39,7
Tanda-tanda depresi berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 didapatkan gambaran
bahwa
sebagian
besar
remaja
merasa
bahwa
banyakmenggunakanenergiuntuk berfikir pada item no 8 adalah 83,6% dan sebagian besar remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 4 adalah 67,1% yaitu mengalami Kesulitan Bernapas (misalnya, pernapasan yang terlalu cepat,sesak napas karena tidak adanya tenaga fisik).
Tabel. 2 Analisis Item Kuisioner Faktor Psikologis : Ansietas No
Pertanyaan
1 3
Saya Merasa Sulit Bernafas Saya Tidak Bisa Untuk Merasakan Perasaan Positif Pada Semua Saya Merasa Sulit untukBerinisiatif Bekerja Untuk Melakukan Sesuatu Saya Cenderung Bereaksi Berlebihan Terhadap Situasi Saya Merasa Bahwa Saya Menggunakan Banyak Energi untuk Berfikir Saya Merasa Bahwa Saya Tidak Punya Pandangan untuk Masa Depan Saya Merasa Sakit dan Sedih Saya Merasa Mudah Panik Saya Tidak Mampu untuk Menjadi Antusias tentang Apapun Saya Merasa Saya Tidak Berharga Seperti Orang Lain Saya Menyadari kondisi ketika dada berdebardebar ataupun detak jantung melemah Saya Merasa Takut Tanpa Alasan yang Jelas Saya Merasa Bahwa Hidup itu Tak Berarti
5 6 8 10 13 15 16 17 19 20 21
Tinggi f % 136 37,3 211 57,8
Rendah f % 229 62,7 154 42,2
Total f % 365 100 365 100
238
65,2
127
34,8
365
100
226
61,9
139
38,1
365
100
305
83,6
60
16,4
365
100
96
26,3
269
73,7
365
100
257 253 184
70,4 69,3 50,4
108 112 181
29,6 30,7 49,6
365 365 365
100 100 100
146
40,0
219
60,0
365
100
211
57,8 1504 42,2
365
100
220 80
60,3 21,9
365 365
100 100
145 285
39,7 78,1
Tanda-tanda ansietas berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 didapatkan gambaran bahwa hampir seluruhnya remaja dengan nilai tinggi merasa bahwa banyak menggunakan energi untuk berfikir pada item no 8 adalah 83,6% dan sebagian besar remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 21 adalah 78,1%% yaitu saya merasa bahwa hidup itu tak berarti
Tabel. 3 Analisis Item Kuisioner Faktor Psikologis : Stres No
Pertanyaan
2 3
Saya Menyadari Kekeringan Mulut Saya Saya Tidak Bisa Untuk Merasakan Perasaan Positif Pada Semua Saya Mengalami Kesulitan Bernapas (misalnya, pernapasan yang terlalu cepat,sesak napas karena tidak adanya tenaga fisik) Saya Merasa Sulit untukBerinisiatif Bekerja Untuk Melakukan Sesuatu Saya mengalami gemetar (misalnya, di tangan) Saya Khawatir tentang Situasi di Mana Saya Mungkin Panik dan Membodohi Diri Saya Saya Merasa Bahwa Saya Tidak Punya Pandangan untuk Masa Depan Saya Merasa Sakit dan Sedih Saya Merasa Mudah Panik Saya Tidak Mampu untuk Menjadi Antusias tentang Apapun Saya Merasa Saya Tidak Berharga Seperti Orang Lain Saya Menyadari kondisi ketika dada berdebardebar ataupun detak jantung melemah Saya Merasa Takut Tanpa Alasan yang Jelas Saya Merasa Bahwa Hidup itu Tak Berarti
4
5 7 9 10 13 15 16 17 19 20 21
Tinggi f % 228 62,5 211 57,8
Rendah f % 137 37,5 154 42,2
Total f % 365 100 365 100
120
32,9
245
67,1
365
100
238
65,2
127
34,8
365
100
262 235
71,8 64,4
103 130
28,2 35,6
365 365
100 100
96
26,3
269
73,7
365
100
257 253 184
70,4 69,3 50,4
108 112 181
29,6 30,7 49,6
365 365 365
100 100 100
146
40,0
219
60,0
365
100
211
57,8 1504 42,2
365
100
220 80
60,3 21,9
365 365
100 100
145 285
39,7 78,1
Tanda-tanda stres berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 didapatkan gambaran bahwa sebagian besar remaja dengan nilai tinggi mengalami gemetar pada item no 7 adalah 71,8% dan sebagian besar remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 21 adalah 78,1%% yaitu saya merasa bahwa hidup itu tak berarti.
Tabel .4 Analisis Item Kuisioner Faktor Psikologis : Ketidakberdayaan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19. 20.
Tinggi f % Saya menatap masa depan dengan antusias dan penuh 359 98,4 harap Saya mudah menyerah karena tidak ada hal yang biasa 53 14,5 saya lakukan untuk membuat diri saya merasa lebih baik Saya sedang berada dalam situasi yang sulit,saya 329 90,1 percaya bahwasituasiyang sulit itu pastiakan berakhir Saya tidak bisa membayangkan sepertiapa hidup saya 278 76,2 sepuluh tahun yang akan datang Saya merasa memiliki waktu yang cukup 303 83,0 untukmelakukan hal-hal yang saya sukai Di masa depan sayaberharap untuksukses dibidang yang 356 97,5 saya sukai Saya tidak bisa membedakan masa depan saya seperti 194 53,2 apa Saya merasa beruntung dan berharap untuk terus 270 74,0 memperoleh keberuntungan dari pada kebanyakan orang Saya bukan orang yang beruntung sehingga saya ragu 92 25,2 apakah saya memperoleh keberuntungan dimasa depan Pengalaman saya dimasa lalu membuat saya lebih siap 339 92,9 untuk menghadapi masa depan Dalam bayangan saya dimasa depan saya akan lebih 98 26,8 banyak mengalami kesulitan daripada kemudahan Saya raguapakah saya bisa meraih cita-cita 120 32,9 Ketika saya membayangkan masa depan saya berharap 349 95,6 akan lebih bahagia dari pada saya yang sekarang Apakah yang saya harapkan tidaksesuaidengan yang 140 38,4 saya inginkan Saya yakin masa depan saya akan cerah 347 95,1 Saya tidak pernah mendapatkan apa yang saya 48 13,2 inginkan,oleh karena itu saya rasa percuma untuk mengharapkan sesuatu Sangat tidak mungkin bagi saya untuk benar-benar 194 53,2 merasakan kepuasan dimasa depan Saya merasa masa depan saya masih belum jelas dan 192 52,6 belumpasti Saya rasa sayapantas mendapatkan masa-masa yang 323 88,5 menyenangkan dari pada masa-masa sulit Tidak ada gunanya berusaha untuk mendapatkan apa 30 8,2 yang saya inginkan karena mungkin benar saya tidak akan berhasil mendapatkannya Pernyataan
Rendah f % 6 1,6
Total f % 365 100
312
85,5
365
100
36
9,9
365
100
87
23,8
365
100
62
17,0
365
100
9
2,5
365
100
171
46,8
365
100
95
26,0
365
100
273
74,8
365
100
26
7,1
365
100
267
73,2
365
100
245 16
67,1 4,4
365 365
100 100
225
61,6
365
100
18 317
4,9 86,8
365 365
100 100
171
46,8
365
100
173
47,4
365
100
42
11,5
365
100
335
91,8
365
100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 didapatkan gambaran bahwa hampir seluruh remaja dengan nilai tinggi menatap masa depan dengan antusias dan penuh harap pada item no 1 adalah 98,4% dan shampir seluruh remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 20 dengan pertanyaan Tidak ada gunanya berusaha untuk mendapatkan apa yang saya inginkan karena mungkin benar saya tidak akan berhasil mendapatkannya adalah 91,8%.
Tabel.5 Analisis Item Kuisioner Ide Bunuh Diri
1.
Keinginan untuk Hidup
Tinggi F % 349 95,6
2.
Keinginan untuk mati
46
12,6
319
87,4
365
100
3.
Alasan untuk hidup
337
92,3
26
7,7
365
100
4.
Keinginan untuk membuat percobaan bunuh diri
15
4,1
350
95,9
365
100
5.
Pemikiran untuk bunuh diri
118
32,3
247
67,7
365
100
6.
Lama timbulnya ide bunuh diri
181
49,6
184
50,4
365
100
7.
Frekuensi ide bunuh diri
53
14,5
312
85,5
365
100
8.
Tindakan yang dilakukan saat munculnya ide bunuh diri
34
9,3
331
90,7
365
100
9.
Pengendalian terhadap aksi bunuh diri
34
9,3
331
90,7
365
100
10. Pencegahan untuk percobaan bunuh diri
57
15,6
308
84,4
365
100
11. Alasan untuk mencoba bunuh diri
313
85,8
52
14,2
365
100
311
85,2
54
14,8
365
100
69
18,9
296
81,1
365
100
No
Pertanyaan
12. Metode yang akan percobaan bunuh diri
dilakukan
untuk
13. Metode: kesempatan untuk melaksanakan percobaan bunuh diri
Rendah f % 16 4,4
Total f 365
% 100
14. Kemampuan untuk melakukan bunuh diri
101
27,7
264
72,3
365
100
15. Keinginan untuk benar-benar bunuh diri
65
17,8
300
82,2
365
100
16. Persiapan sebenarnya untuk melaksanakan aksi bunuh diri
27
7,4
338
92,6
365
100
17. Ada pesan tertulis (surat) bunuh Diri
22
6,0
343
94,0
365
100
18. Rencana tindakan terakhir menghadapi kematian
43
11,8
322
88,2
365
100
66
18,1
299
81,9
365
100
sebelum
19. Pura-pura memiliki ide bunuh diri
Ide bunuh diri remaja berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5 didapatkan gambaran bahwa hampir seluruh remaja dengan nilai tinggi menatap miliki keinginan hidup pada item no 1 adalah 95,6% dan shampir seluruh remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 4 dengan pertanyaan keinginan untuk membuat percobaan bunuh diri adalah 95,9%.
Tabel.6 Analisis Item Kuesioner Lingkungan Sosial : Hubungan dengan Special Person No
Pernyataan
1.
Ada seseorang yang special yang ada disekitar saya ketika saya butuh Ada seseorang yang special dimana saya bisa berbagi suka dan duka Saya memiliki seseorang yang membuat saya nyaman Ada seseorang yang peduli tentang perasaan saya
2. 5. 10.
Tinggi f % 201 55,1
Rendah f % 164 44,9
Total f % 365 100
179
49,0
186
51,0
365
100
180
49,3
185
50,7
365
100
212
58,1
153
41,9
365
100
Hubungan dengan special person berdasarkan hasil penelitian pada tabel 6 didapatkan gambaran bahwa sebagian besar remaja dengan nilai tinggi memiliki seseorang yang peduli tentang perasaan
pada item no 10 adalah 58,1% dan
hampir setengahnya dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 2 dengan pernyataan Ada seseorang yang special dimana saya bisa berbagi suka dan duka adalah 51,0%. Tabel. 7 Analisis Item Kuesioner Lingkungan Sosial: Hubungan denganTeman No
Pernyataan
6.
Teman-teman saya benar-benar mencoba membantu saya Saya dapat mengandalkan temanteman saya ketika saya mengalami kesalahan Saya punya teman untuk berbagi suka dan duka Saya dapat berbicara tentang masalah dengan teman
7.
9. 12.
Tinggi f % 240 65,8
Rendah f % 125 34,2
Total f % 365 100
297
81,4
68
18,6
365
100
226
61,9
139
38,1
365
100
269
73,3
96
26,3
365
100
Hubungan dengan teman berdasarkan hasil penelitian pada tabel 7 didapatkan gambaran bahwa hampir seluruh remaja dengan nilai tinggidapat dapat mengandalkan teman-teman saya ketika saya mengalami kesalahan dengan teman pada item no 7 adalah 81,4% dan hampir setengah remaja dengan nilai rendah
pada item pertanyaan no 9 dengan pernyataan punya teman untuk berbagi suka dan duka adalah 38,1% Tabel.8 Analisis Item Kuesioner Lingkungan Sosial: Dukungan Orang Tua No
Pernyataan
3. 4.
Keluarga saya selalu membantu saya Saya mendapatkan dukungan emosional yang saya butuhkan dari keluarga saya Saya dapat berbicaratentang masalah saya dengan keluarga saya Keluarga saya bersedia untuk membantu saya membuat keputusan
8. 11.
Tinggi f % 119 32,6 235 64,4
Rendah f % 246 67,4 130 35,6
Total f % 365 100 365 100
195
53,4
170
46,6
365
100
177
48,5
188
51,5
365
100
Dukungan keluarga berdasarkan hasil penelitian pada tabel 8 didapatkan gambaran bahwa sebagian besar remaja dengan nilai tinggidengan pernyataan bahwaSaya mendapatkan dukungan emosional yang saya butuhkan dari keluarga saya adalah 64,4% dan sebagian besar remaja dengan nilai rendah pada item pertanyaan no 3 dengan pernyataan keluarga saya selalu membantu saya adalah 67,4%.
Tabel. 9 Analisis Item Kuesioner Faktor Psikologis No 1. 2. 3. 4. 6
Item Faktor Psikologis Depresi Ansietas Stres Ketidakberdayaan Penggunaan Napza
Tinggi f % 192 52,6 197 54,0 196 53,7 50 13,7 11 3,0
Rendah F % 173 47,4 168 46,0 169 46,3 315 86,3 354 97,0
Total f 365 365 365 365 365
% 100 100 100 100 100
Tabel 10 AnalisisItem Kuesioner Faktor Lingkungan Sosial No 1. 2. 3. 4. 5.
Item Faktor Lingkungan Sosial Hubungan dengan special person Hubungan dengan teman Dukungan orang tua Teman dengan riwayat bunuh diri Pengalamanan yang tidak bisa dilupakan
Tinggi f % 230 63,0 215 58,9 197 54,0 10 2,7 158 43,3
Rendah F % 135 37,0 150 41,1 168 46,0 355 97,3 207 56,7
Total f % 365 100 365 100 365 100 365 100 365 100
Tabel.12 Faktor Resiko Bunuh Diri pada Remaja No
Pertanyaan
1
Apakah anda tinggal bersama orangtua Apakah anda memiliki orangtua yang bercerai Apakah anda menceritakan masalah yang ada alami Apakah anda memiliki anggota keluarga yang pernah bunuh diri Apakah anda memiliki teman dengan riwayat bunuh diri Apakah anda memiliki pengalaman hidup yang menyakitkan dan tidak bisa dilupakan Apakah anda menggunakan napza Apakah anda memiliki keluhan penyakit fisik seperti sakit kepala atau nyeri perut yang sering berulang Apakah anda pernah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya Apakah anda mengalami disorientasi seksual (seperti: gay, lesbian, biseksual)
2 3 4 5 6
7 8
9 10
Tinggi f % 321 87,9
Rendah f % 44 12,1
Total f 365
% 100
31
8,5
334
91,5
365
100
243
66,6
122
33,4
365
100
8
2,2
357
97,8
365
100
12
3,3
353
96,7
365
100
161
44,1
204
55,9
365
100
11 134
3,0 36,7
354 231
97,0 63,3
365 365
100 100
4
1,1
361
98,9
365
100
2
0,5
363
99,5
365
100