ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor)
HADA SYAAIRILLAH H24080062
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN HADA SYAAIRILLAH. H24080062. Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor). Di bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO. Keberhasilan strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan dalam meramu empat elemen utama bauran pemasaran (produk, harga, distribusi, dan promosi) dan menentukan STP (segmenting, targeting, dan positioning), serta kemampuan dalam membangun ekuitas merek yang kuat. Bertambahnya nilai karena pemberian merek pada suatu produk disebut dengan ekuitas merek. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya akan menggiring konsumen untuk melakukan pembelian ulang sehingga mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan atau kontribusi dimensi-dimensi ekuitas merek (kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek) dalam membangun ekuitas merek obat flu Mixagrip. Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor dengan pertimbangan mahasiswa S1 IPB yang mampu merepresentasikan keragaman konsumen serta kelas ekonomi yang menjadi sasaran utama pemasaran produk ini. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Maret 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 IPB. Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling melalui pendekatan convinience sampling dengan jumlah contoh sebesar 190 orang. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif berbasis variance atau Component Based SEM yang disebut Partial Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS versi 2.0. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa model hipotesis dianggap sudah mampu menjelaskan dengan baik fakta empiris yang didapat di lapangan dan merupakan model yang dapat diterima (close-fit). Dari hasil ini diketahui bahwa dimensi loyalitas merek memiliki kontribusi paling tinggi, sedangkan dimensi kesadaran berkontribusi paling rendah berdasarkan nilai faktor muatan dan t-hitung. Implikasi manajerial dari penelitian ini adalah: (1) Perusahaan perlu mempertahankan loyalitas konsumen dengan mengukur dan menjaga kepuasan konsumen. (2) Perusahaan perlu mempertahankan dan meningkatkan kesan kualitas merek dengan budaya dan komitmen terhadap kualitas produk. (3) Perusahaan perlu meningkatkan aspek kesadaran merek konsumen dengan mempertimbangkan untuk memperluas media periklanan, seperti: beriklan pada transportasi masal, menjadi sponsor acara/ kegiatan dengan target konsumen yang sesuai, dan kampanye produk pada sosial media seperti Facebook dan Twitter.
ABSTRACT HADA SYAAIRILLAH. H24080062. Analysis of Brand Equity on Cold Medicines Mixagrip (Case Study Bogor Agricultural University Undergraduate Student). Under the guidance of ARIF IMAM SUROSO. Success of marketing strategies is determined by its ability to draw on the four main elements of the marketing mix (product, price, place, and promotion) and determine the STP (segmenting, targeting, and positioning), as well as the ability to build strong brand equity. The Increased in value because of branding on a product called brand equity. The stronger the brand equity of a product, effect its appeal in the eyes of consumers to consume these products which in turn will lead consumers to make repeat purchases so that drove the company to reap profits from time to time. This study was conducted to identify how the relationship or contribution dimensions of brand equity (brand awareness, brand percived quality, and brand loyalty) in building brand equity on cold medicines Mixagrip. The research was conducted at the Bogor Agricultural University in consideration of these BAU’s students are able to represent the diversity of consumers and economic class, which is the main target of marketing this product. This study began in February to March 2013. Primary data were collected through a survey of Mixagrip consumers. The population in this study were S1 students of Bogor Agricultural University. Sampling techniques used in this study was non-probability sampling through a convinience sampling approach with sample of 190 people. To analyze the data in this study using data analysis techniques Structural Equation Modeling (SEM) with an alternative method of variance-based or Component-Based SEM-called Partial Least Square (PLS) using SmartPLS version 2.0 software. SEM analysis results showed that the model is able to explain the hypotheses considered by both empirical facts obtained in the field and is a model that can be accepted (close-fit). Structural model parameter estimation results indicate that all dimensions of brand equity has a positive relationship to brand equity. From the results of SEM is known that the dimensions of brand loyalty has the highest contribution, while contributing to the low is awareness dimensions based on loading factor and tests of significance. Managerial implications of this study are: (1) The company needs to maintain customer loyalty by measuring and maintaining customer satisfaction. (2) The company needs to maintain and improve the image quality of the brand with a culture and a commitment to quality products. (3) The company needs to increase consumer brand awareness aspect by expanding the advertising media, such as advertising on mass transportation, to sponsor events/ activities that fits target consumers and product campaigns on social media like Facebook and Twitter that involving celebrities or community leaders.
ANALISIS EKUITAS MEREK OBAT FLU MIXAGRIP (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh HADA SYAAIRILLAH H24080062
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor) Nama
: Hada Syaairillah
NIM
: H24080062
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc. CS. NIP 19610618 198601 1 002
Mengetahui Ketua Departemen,
Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM NIP 19760623 200604 1 001
Tanggal Lulus :
ii
Judul Skripsi : Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa Sl Institut Pertanian Bogor) Nama
: H ada S yaairillah
NIM
: H24080062
Menyetujui Dosen Pembimbing,
M.Sc. CS. 19610618 1986011 002
Mengetahui
Ketua Depmiemen,
Tanggal Lulus :
1 B FEB 2014
RIWAYAT HIDUP
Hada Syaairillah dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 14 Desember 1989 sebagai anak pertama dari pasangan Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc dan Dra. Deni Purnawati. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Polisi 4 Bogor, SLTPN 2 Bogor, dan SMAN 2 Bogor. Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 2 Bogor kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Negeri yaitu IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan penulis pernah mengikuti berbagai organisasi
dan
kemahasiswaan
kepanitiaan Fakultas
yang
Ekonomi
diselenggarakan dan
oleh
Manajemen.
lembaga
Salah
satu
organisasinya yaitu sebagai staff music corner UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) MAX!! periode 20082009. Selain itu penulis pernah mengikuti kepanitiaan acara “9th FEMily DAY” pada 23 Mei 2010, “Orange FEM 2010” pada 57 Agustus 2010, “Stairway To PIMNAS” pada 29 Agustus 2010, “COMIC 2010” pada 17 Oktober 2010, “FEM Art Day” pada 15 November 2010, “COMIC 2011 with MSIG” pada 19 Mei 2011, dan “Bogor Art Festival” pada 1920 November 2011.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Ekuitas Merek Obat Flu Mixagrip (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor). Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas mengenai hubungan dimensi-dimensi ekuitas merek (kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek) dalam membentuk ekuitas merek Mixagrip serta perumusan 4P (product, price, place, dan promotion) dan STP (segmenting, targeting, dan positioning). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Oktober 2013
Hada Syaairillah NIM H24080062
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT, atas segala berkah dan karunia-Nya yang selalu dilimpahkan kepada hambaNya. 2. Orang tua tercinta Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc dan Dra. Deni Purnawati, adik tersayang Abdurroziq Naufal serta keluarga besar yang sangat memotivasi dan senantiasa mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini. 3. Dr. Ir. H. Arif Imam Suroso, M.Sc, CS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 4. Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 5. Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS dan Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku dosen penguji sidang. 6. Fiqi Syarifah, SP yang selalu memberikan semangat dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, karena tanpa mereka semua penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman bimbingan Regita Van Empel dan Sella Ervany yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk berjuang hingga skripsi ini terselesaikan. 9. Keluarga besar “The Managers” Manajemen 45 terima kasih atas kebersamaan selama 3 tahun ini terutama Mahendra Purnama Yahya, semoga silaturahmi kita tetap terjaga. We Are The Super Managers.
v
10. Rekan-rekan @StandUpIndo_BGR dan @GentaSmanda yang sering menyemangati dan menemani penulis selama masa penulisan skripsi ini. 11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya Semua
pihak
yang
telah
membantu
penulis
selama
proses
penyelesaian penulisan skripsi. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas segala kebaikannya. Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak hal yang telah didapat oleh penulis. Tidak hanya yang berkaitan dengan bidang penelitian, tapi juga berbagai masukan yang dapat membuat perkembangan bagi diri penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat
bagi
para
pembaca
berkepentingan.
vi
dan
pihak-pihak
yang
DAFTAR ISI
Halaman RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iii KATA PENGANTAR .............................................................................. iv UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................... vii DAFTAR TABEL ..................................................................................... x DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6 2.1 Strategi Bauran Pemasaran ............................................................... 6 2.1.1 Produk ....................................................................................... 6 2.1.2 Distribusi/ Tempat ..................................................................... 7 2.1.3 Harga ......................................................................................... 8 2.1.4 Promosi.................................................................................... 10 2.2 Analisis STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) .................. 11 2.2.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation) ................................. 12 2.2.2 Sasaran Pasar (Target Market) ................................................. 13 2.2.3 Posisi Pasar (Market Positioning)............................................. 13 2.3 Merek ............................................................................................. 13 2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity) ........................................................ 15 2.4.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) ...................................... 18 2.4.2 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ...................................... 20 2.4.3 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)............................................. 22 2.4.4 Asosiasi Merek (Brand Association) ........................................ 26 vii
2.5 Kepuasan Pelanggan ....................................................................... 28 2.6 Loyalitas Pelanggan........................................................................ 32 III. METODE PENELITIAN ................................................................ 34 3.1 Kerangka Penelitian........................................................................ 34 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 36 3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 36 3.4 Metode Pengambilan Sampel.......................................................... 36 3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 37 3.6.1 Metode Analisis Deskriptif....................................................... 37 3.6.2 Structural Equation Modeling (SEM)....................................... 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 43 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................... 43 4.1.1 Sejarah Perusahaan .................................................................. 43 4.1.2 Strategi Pemasaran ................................................................... 45 4.2 Demografi Responden .................................................................... 46 4.2.1 Usia dan Jenis Kelamin ............................................................ 47 4.2.2 Fakultas dan Angkatan ............................................................. 48 4.2.3 Sumber dan Jumlah Pendapatan ............................................... 49 4.3 Perilaku Konsumsi ......................................................................... 51 4.3.1 Alasan Responden Mengkonsumsi Obat Flu Mixagrip ............. 51 4.3.2 Kesediaan Responden Membeli Obat Flu Merek Lain .............. 52 4.3.3 Alasan yang Memotivasi Responden Untuk Beralih Merek ...... 53 4.3.4 Intensitas Responden Beralih Ke Merek Lain ........................... 53 4.3.5 Pilihan Obat Flu Responden Jika Mereka Beralih Merek .......... 54 4.4 Persepsi Responden terhadap Dimensi-dimensi Ekuitas Merek ....... 55 4.4.1 Kesadaran Merek ..................................................................... 55 4.4.2 Kesan Kualitas Merek .............................................................. 57 4.4.3 Loyalitas Merek ....................................................................... 58 4.4.4 Ekuitas Merek .......................................................................... 59 4.5 Persamaan Struktural Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek terhadap Ekuitas Merek Mixagrip ........................................................................ 60 4.6 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Indikatornya .................... 62
viii
4.6.1 Hubungan Dimensi Kesadaran Merek dengan Indikatornya...... 63 4.6.2 Hubungan Dimensi Kesan Kualitas Merek dengan Indikatornya .......................................................................................................... 64 4.6.3 Hubungan Dimensi Loyalitas Merek dengan Indikatornya ....... 64 4.7 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Dimensi Ekuitas Merek ... 65 4.8 Ekuitas Merek Secara Keseluruhan ................................................. 66 4.9 Implikasi Manajerial ....................................................................... 67 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 73 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 73 5.2 Saran .............................................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 75 LAMPIRAN ............................................................................................ 78
ix
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Top Brand Index tahun 20102011 .................................................... 2 2. Top Brand Index tahun 20122013 .................................................... 2 3. Sembilan strategi harga-kualitas ........................................................ 9 4. Penentuan dimensi pengukuran kualitas........................................... 31 5. Atribut pembentuk ekuitas merek Mixagrip ..................................... 40 6. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesadaran merek ............... 56 7. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesan kualitas merek ........ 57 8. Sebaran responden berdasarkan persepsi loyalitas merek ................. 58 9. Sebaran responden berdasarkan persepsi ekuitas merek keseluruhan 59 10. Indeks goodness-of-fit model teori ................................................... 61 11. Faktor muatan dan nilai-t pada hubungan ekuitas merek .................. 62 12. Faktor muatan dan nilai-t dimensi ekuitas merek ............................. 65 13. Ringkasan hasil analisis SEM .......................................................... 69 14. Ringkasan implementasi manajerial ................................................. 72
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Segmentasi, penentuan target, dan penetapan posisi pasar................ 12 2. Elemen-elemen ekuitas merek ......................................................... 16 3. Piramida kesadaran merek ............................................................... 19 4. Piramida brand loyalty .................................................................... 24 5. Nilai-nilai asosiasi merek ................................................................ 26 6. Faktor-faktor pembentuk kepuasan .................................................. 32 7. Kerangka pemikiran ........................................................................ 35 8. Model struktural analisis ekuitas merek Mixagrip ............................ 39 9. Sebaran responden berdasarkan usia ................................................ 47 10. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin.................................. 48 11. Sebaran responden berdasarkan fakultas .......................................... 48 12. Sebaran responden berdasarkan angkatan masuk IPB ...................... 49 13. Sebaran responden berdasarkan sumber pendapatan ........................ 50 14. Sebaran responden berdasarkan jumlah pendapatan ......................... 50 15. Persentase alasan responden mengkonsumsi Mixagrip ..................... 51 16. Persentase kesediaan responden membeli obat flu merek lain .......... 52 17. Persentase alasan responden untuk beralih merek ............................ 53 18. Persentase intensitas responden beralih ke merek lain ...................... 54 19. Persentase pilihan obat flu responden jika mereka beralih merek ..... 54 20. Estimasi loading factor model struktural penelitian ......................... 60 21. Uji signifikansi (T-Hitung) model struktural penelitian .................... 61
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner Penelitian ........................................................................ 80 2. Output SEM .................................................................................... 82
xii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menjaga kesehatan merupakan hal yang penting bagi kita semua, karena dengan badan yang sehat maka memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Namun, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa 30,90% penduduk Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan mengaku memiliki keluhan sakit selama satu bulan, terhitung dari sebelum survei dilakukan. Keluhan terbanyak mencakup demam, sakit kepala, batuk, dan pilek. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, perilaku pencarian pengobatan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar (68,71%) adalah pengobatan sendiri, sedangkan lainnya berobat ke pengobatan medis atau tradisional. Pengobatan sendiri ini biasanya ditempuh dengan membeli obat-obatan yang dapat dibeli tanpa resep dokter yang tersedia baik di apotek hingga warung-warung. Pada umumnya, masyarakat mengkonsumsi obat-obatan ini dengan alasan yang beragam, seperti: sakit ringan, murah, hemat waktu, praktis, multifungsi, dan lainnya. Di Indonesia kini semakin banyak pilihan produk yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan obat, baik yang telah lama dikenal masyarakat maupun
yang
baru.
Masing-masing
perusahaan
berusaha
untuk
mendiferensiasikan produknya dalam upaya memunculkan keunikan dan karakteristik, sehingga menimbulkan daya tarik. Berdasarkan merek obat-obatan yang beredar di pasaran, kita dapat melihat berbagai macam merek yang menjadi pilihan utama konsumen melalui Top Brand Index (TBI) dari Top Brand Award. Sebuah penghargaan terhadap merek-merek yang tergolong sebagai merek yang top. Kriteria top berdasarkan atas survei yang dilaksanakan oleh Frontier Consulting Group sejak tahun 2000. Top Brand Survei dilakukan di enam kota, yaitu: Bandung, Jakarta, Makassar, Medan, Semarang, dan Surabaya. Jumlah sampel random di masing-masing kota adalah 500 orang. Total responden
2 random yang disurvei adalah 3000 orang. Berikut ini lima posisi teratas merek-merek obat flu, menurut Top Brand Award pada tahun 20102013 pada Tabel 1. Tabel 1. Top Brand Index tahun 20102013 TBI
Merek 2010 Bodrex Flu & Batuk Decolgen 9,10% Mixagrip 9,40% Neozep 10,10% Panadol Cold & Flu Sanaflu 8,40% Ultraflu 13% Sumber: http://topbrand-award.com/
2011
2012
2013
8,30%
9,70%
17,20%
10,80% 11,10% 12,20%
11,30% 13,60%
10,40% 14% 8,20%
8,50% 14,40%
13,20%
13,80%
Dapat terlihat pada Tabel 1 bahwa bermacam-macam merek dari tahun ke tahun mengalami perubahan posisi, ini menunjukkan bahwa persaingan antar produk yang ketat dalam memperebutkan pangsa pasar di Indonesia. Selain itu, tabel di atas mengindikasikan bahwa belum ada dominasi yang kuat dari merek tertentu, berdasarkan besarnya persentase TBI. Persentase tertinggi hanya sebesar 17.2%, diraih oleh merek Bodrex Flu & Batuk. Menariknya, merek Mixagrip dalam empat tahun terakhir ini berhasil konsisten dalam urutan lima besar TBI, bahkan pada tahun 2012 berhasil meraih posisi pertama Top Brand Award. Di tahun 2012 juga, produk keluaran PT. Kalbe Farma ini sukses mendapatkan nominasi Superbrands. Sebuah penghargaan yang berdasarkan riset dan penelitian dari Nielsen, suatu perusahaan yang bergerak dibidang informasi global serta media. Berdasarkan data AC Nielsen, di tahun 2011 Mixagrip menjadi market leader dengan menguasai 25% pasar obat flu dan batuk. Konsistensi dan prestasi Mixagrip inilah yang melatar belakangi penelitian analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip. Merek merupakan nilai utama pemasaran, jika situasi persaingan meningkat maka peran pemasaran akan semakin tinggi pula dan pada saat yang bersamaan peran merek akan menjadi semakin penting (Kertajaya 2002). Dengan demikian, merek saat
3 ini tidak hanya sekedar identitas suatu produk saja, merek memiliki ikatan emosional yang istimewa antara konsumen dengan produsen. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Disinilah peranan ekuitas merek yang menjadi salah satu titik pembeda antara satu produk dengan lainnya. Ekuitas merek adalah kekuatan yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Dengan ekuitas merek yang kuat maka nilai total produk akan lebih tinggi dibandingkan nilai sebenarnya secara obyektif (Simamora 2002). Produk yang telah memiliki merek kokoh akan sulit ditiru, karena persepsi konsumen atas nilai suatu merek tertentu tidak akan mudah diciptakan. Dengan ekuitas merek yang kuat, maka akan memicu harapan seorang konsumen untuk mendapatkan nilai tambah dari suatu produk yang tidak akan didapatkan dari produk lainnya. Ekuitas merek dapat dikelompokan ke dalam lima kategori yang meliputi: kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek (Aaker 2007). Kesadaran merek menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Asosiasi merek menunjukkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, selebritis, dan lain-lain. Persepsi kualitas mencerminkan pandangan pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk/ jasa yang sesuai harapan (Durianto et al. 2001). Ekuitas merek yang tinggi akan memberikan keunggulan bersaing bagi suatu merek atau produk guna membentuk minat dalam mereferensi. Dari uraian di atas, maka mendasari pelaksanaan penelitian analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip. Mengapa konsumen dalam mereferensi dan mempertimbangkan merek Mixagrip, serta melakukan pembelian produk tersebut.
4 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang dikaji pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik demografi responden obat flu Mixagrip di S1 IPB? 2. Bagaimana kontribusi dimensi-dimensi ekuitas merek obat flu Mixagrip di S1 IPB? 3. Bagaimana implikasi terhadap bauran pemasaran 4P (Product, Price, Promotion, dan Place) dan STP (Segmentation, Targeting, dan Positioning) untuk obat flu merek Mixagrip yang dianalisis?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik demografi responden obat flu Mixagrip di S1 IPB. 2. Menganalisis kontribusi prediktif dimensi-dimensi ekuitas merek obat flu Mixagrip di S1 IPB. 3. Merumuskan implementasi manajerial terhadap bauran pemasaran 4P (Product, Price, Promotion, dan Place) dan STP (Segmentation, Targeting, dan Positioning) untuk merek obat flu yang dijual bebas Mixagrip yang dianalisis.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi perusahaan untuk menambah informasi mengenai ekuitas merek produknya dan gambaran perilaku konsumsi dari konsumen Mixagrip. Data serta hasil pengolahan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penentuan strategi pemasaran perusahaan. Bagi pihak retail, penelitian ini dapat menambah informasi yang berkaitan dengan nilai merek suatu produk. Merek dengan ekuitas merek yang tinggi akan dicari dan dibeli konsumen, maka dari itu para pelaku usaha dapat mereferensi produk-produk tertentu. Selain itu, penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa sebagai tinjauan pustaka.
5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor dari berbagai fakultas yang pernah mengkonsumsi obat flu Mixagrip sebagai alternatif dari penyembuhan sakit yang pernah dialami. Penelitian ini menganalisis ekuitas merek beserta berbagai kompenennya pada obat flu Mixagrip.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Bauran Pemasaran Salah satu unsur strategi pemasaran adalah bauran pemasaran atau yang dikenal dengan Marketing Mix. Ini adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yaitu produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan saluran distribusi (Swastha 1999).
2.1.1 Produk Menurut Umar (2003) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Dalam pengertian luas, produk dapat mencakup apa saja yang bisa ditawarkan termasuk benda-benda fisik, jasa, atau layanan. Strategi produk suatu perusahaan dapat dijabarkan lebih lanjut melalui bauran produk. Bauran produk merupakan kumpulan seluruh lini produk dan jenis produk yang ditawarkan penjual bagi pembeli yang dapat dideskripsikan menurut panjang, lebar, dalam, dan konsistensinya. Panjangnya bauran produk mengacu pada jumlah keseluruhan barang yang dijual oleh suatu perusahaan. Sedangkan lebarnya bauran produk mengacu pada banyaknya lini produk yang berbeda yang dijual oleh suatu perusahaan, serta dalamnya bauran produk mengacu pada banyaknya versi yang ditawarkan untuk setiap produk dalam lini yang bersangkutan. Konsistensi bauran produk mengacu pada seberapa erat hubungan berbagai lini produk dengan pengguna akhir, persyaratan produksi, saluran distribusi, atau cara produk mempunyai variabel-variabel atribut, merek, kemasan, dan label yang dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap produk tersebut. Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Pengemasan adalah aktifitas merancang dan memproduksi wadah atau
7 pembungkus suatu produk. Kemasan bisa mencakup wadah utama dari produk, kemasan sekunder yang dibuang ketika produk akan digunakan, dan kemasan pengiriman yang perlu untuk menyimpan, mengenali, dan mengirimkan produk. Disamping pengemasan, penjual juga harus memberi label pada produknya. Label berfungsi mengidentifikasi produk atau merek, menentukan kelas produk, menjelaskan produk, dan mempromosikan produk melalui gambar yang menarik. Perencanaan produk harus memikirkan produk pada tiga tingkat (Kotler 2007), yaitu: a. Produk inti terdiri dari jasa untuk menyelesaikan masalah atau manfaat inti yang dicari konsumen ketika mereka membeli suatu produk. b. Produk aktual yaitu bagian dari produk, tingkat mutu, sifat, rancangan, nama, merek, dan pengemasan serta sifat lain yang digabungkan untuk memberikan manfaat produk inti. c. Produk tambahan yaitu tambahan jasa dan manfaat bagi konsumen yang diberikan di sekitar produk inti dan aktual.
2.1.2 Distribusi/ Tempat Sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produk khususnya barang dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi penggunaan atau konsumsi oleh konsumen atau pengguna industrial (Umar 2003). Distribusi adalah kegiatan perusahaan untuk mendistribusikan produk kepada seluruh tempat penjualan yang dapat dijangkau oleh konsumen target. Perusahaan berkepentingan bahwa produk yang dijualnya dapat tersebar disemua tempat dimana konsumen target berada, sebaliknya bagi konsumen target memiliki kepentingan bahwa mereka dapat dengan mudah dan nyaman memperoleh produk tersebut dimanapun dan kapanpun mereka membutuhkan produk tersebut. Menurut Kotler (2007), saluran pemasaran adalah rangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk
8 menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen pada konsumen.
2.1.3 Harga Harga adalah jumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga adalah elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sementara elemen lainya menimbulkan biaya. Harga berperan sebagai salah satu unsur terpenting yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan (Umar 2003). Penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan menetapkan harga untuk pertama kalinya. Ini terjadi ketika perusahaan mengembangkan
atau
memperoleh
produk
baru,
ketika
akan
memperkenalkan produknya ke saluran distribusi baru atau daerah baru, ketika akan melakukan penawaran atas suatu perjanjian kerja baru (Kotler 2007). Pendekatan umum dalam penetapan harga ada tiga macam, yaitu: a. Pendekatan berdasarkan pada biaya yaitu penetapan harga cost-plus dan penetapan harga titik impas. Penetapan harga cost-plus adalah penetapan dengan menambahkan angka standar pada biaya produk, sedangkan penetapan harga titik impas adalah penetapan yang impas dengan biaya membuat dan memasarkan produk. b. Pendekatan
berdasarkan pada
pembeli
yaitu
penetapan
harga
berdasarkan nilai yaitu menetapkan harga berdasarkan pada persepsi pembeli mengenai nilai dan bukannya pada biaya penjual. c. Pendekatan berdasarkan pada persaingan yaitu penetapan harga menurut keadaan dan penetapan harga penawaran tertutup. Penetapan harga menurut keadaan adalah penetapan harga terutama dengan mengikuti harga pesaing bukan berdasarkan pada biaya perusahaan atau permintaan. Penetapan harga penawaran tertutup adalah merupakan
9 penetapan harga dimana perusahaan memasarkan harganya pada pendapat mereka mengenai bagaimana pesaing menetapkan harga ketimbang pada biaya atau permintaannya sendiri. Tabel 2. Sembilan strategi harga-kualitas Harga
Kualitas Produk Tinggi Menengah Rendah
Tinggi
Menengah
Rendah
Strategi premium
Strategi nilai-rugi
Strategi nilai-super
Strategi terlalu mahal
Strategi nilai-menengah
Strategi nilai-baik
Strategi penipuan
Strategi ekonomi palsu
Strategi ekonomis
Sumber: Kotler 2007
Dalam menetapkan harga, perusahaan dapat membuat strategi yang berdasarkan segmen harga-kualitas. Adapun berbagai strategi harga kualitas dapat ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa strategi premium, strategi nilai menengah, dan strategi ekonomis dapat hidup bersama dalam pasar yang sama. Satu perusahaan menawarkan produk bermutu tinggi dengan harga tinggi, perusahaan lain menawarkan produk bermutu menengah dengan harga menengah, dan perusahaan lain lagi menawarkan produk bermutu rendah dengan harga rendah. Ketiga pesaing tersebut dapat hidup bersama selama pasar terdiri dari tiga kelompok pembeli, yaitu pembeli yang mementingkan mutu, yang mementingkan harga, dan yang mementingkan keseimbangan antara keduanya. Strategi nilai-rugi, strategi nilai-super, dan strategi nilai-baik merupakan cara untuk menyerang posisi ketiga yang telah disebutkan sebelumnya, dimana produk dengan mutu tinggi dipasarkan dengan harga lebih rendah. Jika pelanggan yang mementingkan mutu mempercayai pesaing itu, mereka pasti akan membeli dari pesaing itu dan dapat menghemat uang. Strategi terlalu mahal, strategi penipuan, dan strategi palsu menetapkan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan mutunya. Pelanggan akan merasa dirugikan dan menceritakan hal-hal buruk mengenai perusahaan. Pemasar profesional harus menghindari strategi tersebut karena
10 pada era globalisasi seperti sekarang ini konsumen cenderung semakin cerdas dan kritis.
2.1.4 Promosi Promosi adalah salah satu kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan dengan cara mempengaruhi konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Strategi promosi adalah tindakan perencanaan, implementasi, dan pengendalian komunikasi dari organisasi kepada pelanggan dan audience sasaran lainnya. Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari lima cara komunikasi utama (Kotler 2007), yaitu: a. Periklanan, adalah semua penyajian dan promosi tidak langsung atas ide, barang, atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu. Dalam periklanan terdapat sifat-sifat yang dapat diperhatikan, antara lain: presentasi umum, tersebar luas, ekspresi yang lebih kuat, dan tidak bersifat pribadi. b. Promosi penjualan, merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Walaupun alat
promosi penjualan sangat
beragam,
semuanya
memberikan tiga manfaat yang berbeda: 1) Komunikasi, promosi penjualan menarik perhatian dan biasanya memberikan informasi yang dapat mengarahkan konsumen pada produk bersangkutan. 2) Insentif, promosi penjualan menggabungkan sejumlah kebebasan, dorongan, atau kontribusi yang memberikan nilai bagi konsumen. 3) Ajakan, promosi penjualan merupakan ajakan untuk melakukan transaksi. c. Hubungan masyarakat dan publisitas yaitu berbagai program untuk mempromosikan serta melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. Daya tarik hubungan masyarakat dan publisitas didasarkan pada tiga sifat khusus, yaitu: kredibilitas yang tinggi, kemampuan menangkap pembeli yang tidak dibidik sebelumnya, dan dramatisasi.
11 d. Penjualan pribadi, adalah interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan. Penjualan personal memiliki tiga ciri khusus, yaitu: konfrontasi hubungan
personal, mulai
dari
memungkinkan hubungan
timbulnya
penjualan
berbagai
sampai
jenis
hubungan
persahabatan, dan penjualan personal, ialah membuat pembeli merasa berkewajiban untuk mendengarkan pembicaraan wiraniaga. e. Pemasaran langsung, yaitu penggunaan surat, telepon, faksimil, surat elektronik,
dan
alat
penghubung
non-personal
lainnya
untuk
berkomunikasi secara langsung dengan mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu. Pemasaran langsung dapat bersifat, sebagai berikut: 1) Nonpublik, yaitu pesan biasanya ditujukan kepada orang tertentu. 2) Disesuaikan, yaitu pesan dapat disiapkan untuk menarik orang yang dituju. 3) Terbaru, yaitu pesan dapat disiapkan dengan sangat cepat. 4) Interaktif, yaitu pesan dapat diubah tergantung pada tanggapan orang tersebut.
2.2 Analisis STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) Setiap perusahaan yang menjual produknya kepada pasar tentu mengetahui bahwa mereka tidak dapat mencapai seluruh pembeli yang ada didalam pasar, juga disadari bahwa mereka tidak dapat mencapai seluruh pembeli dengan cara yang sama. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dan menyusun strategi dengan para pembeli yang berbeda-beda ini. Salah satu metode untuk menentukan cara mencapai pembeli ini adalah analisis STP. Pembeli sangatlah banyak, baik dari jumlah, variasi kebutuhan maupun dalam keputusan untuk membeli. Selain itu, keragaman konsumen ini dapat dibentuk berdasarkan faktor demografi, geografi, dan psikografi. Oleh karena itu untuk memenuhi hal tersebut perusahaan perlu mengetahui Segmenting, Targeting, dan Positioning (STP) dari pasar yang diingikan seperti yang ditunjukan dalam Gambar 1.
12
Segmenting
Targeting
Positioning
Mengidentifikasikan variabel segmentasi
Mengembangkan daya tarik masingmasing segmen
Mengidentifikasi konsep positioning yang tepat untuk masing-masing segmen
Mengembangkan Profil dari segmen yang dihasilkan
Mengembangkan bauran
Gambar 1. Segmentasi, penentuan target, dan penetapan posisi pasar (Kotler, 2007) Berdasarkan Gambar 1 di atas, dapat terlihat bahwa analisis STP dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan penentuan segmentasi dan diakhiri dengan penetapan posisi pasar. Berdasarkan analisis ini diharapkan perusahaan dapat menciptakan strategi pemasaran yang efisien, sesuai dengan pasar yang akan dituju. 2.2.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation) Pasar terbentuk dari kumpulan pembeli yang mempunyai banyak variasi dalam hal keinginan, sumber daya, lokasi, dan sikap serta perilaku yang menentukan proses pembelian. Idealnya perusahaan dapat merancang programn marketing yang berbeda untuk masing-masing tipe pembeli. Keller (2002) membagi segmentasi pasar atas variabel-variabel yang utama, antara lain: a. Geografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagibagi pasar dalam beberapa unit geografis yang berbeda-beda, seperti: daerah, populasi, kepadatan, dan iklim. b. Demografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi-bagi pasar dalam beberapa grup dengan basis-basis variabel, seperti: usia, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. c. Psikografis, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi konsumen atas beberapa grup yang berbeda-beda dengan basis variabel gaya hidup dan kepribadian.
13 d. Perilaku, suatu aktifitas pemasaran yang dilakukan dengan membagi konsumen atas grup-grup yang berbeda dengan basis variabel, seperti: status pengguna, kesetiaan merek, tingkat penggunaan, manfaat yang dicari, kesempatan penggunaan, kesiapan membeli, dan sikap terhadap produk menanggung resiko yang terlalu besar.
2.2.2 Sasaran Pasar (Target Market) Menurut Kotler dan Amstrong (1995) penetapan pasar sasaran yaitu mengevaluasi keatraktifan setiap segmen kemudian memilih salah satu atau lebih dari segmen-segmen pasar tersebut untuk dilayani. Pola-pola yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan ketika memasuki pasar sasaran, yaitu: a. Memusatkan perhatian pada satu segmen tunggal. b. Mengkhususkan pada beberapa segmen pilihan yang tidak berhubungan. c. Memusatkan pada sebuah produk. d. Memusatkan pada sebuah segmen pasar. e. Menjangkau keseluruhan pasar.
2.2.3 Posisi Pasar (Market Positioning) Dengan melakukan segmentasi dan menentukan target pasar dengan baik maka produsen akan mendapatkan pengertian yang menyeluruh mengenai kebutuhan, sikap, dan perilaku konsumen. Bila produsen telah mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen maka produsen dapat menyelaraskan dengan kemampuannya sendiri dan menetapkan posisi produknya dipasar.
2.3 Merek Merek merupakan nama, istilah, simbol, desain, atau gabungan keempatnya,
yang
mengidentifikasikan
produk
para
penjual
dan
membedakannya dari produk pesaing. Menurut Aaker (1997) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang
14 penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakan dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Menurut Kotler (2007), pengertian merek adalah sebagai berikut: “A brand is a name, term, sign, symbol or services of one seller of groups of seller and differentiate them from those of competitors”. Jadi merek membedakan penjual, produsen, produk dari penjual atau produsen serta yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, dan penjual diberi hak eksklusif untuk menggunakan mereknya selama-lamnya. Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, merek adalah “Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinai dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa”. Dalam menentukan suatu kebijakan merek, perusahaan memerlukan strategi merek. Menurut Kotler (2007), strategi merek ada lima pilihan, antara lain: a. Merek Baru (New Brand) Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk baru. Strategi ini paling sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan. b. Perluasan Lini (Line Extension) Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dan sebagainya pada suatu kategori produk dengan menggunakan nama merek yang sama. c. Perluasan Merek (Brand Extension) Yaitu menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau strategi menjadikan semua produk memiliki merek yang sama. d. Multi Merek (Multibrand) Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam pendekatan ini produknya sama, tetapi mereknya berbeda sehingga sebuah perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang sama.
15 e. Merek Bersama (Co-Brand) Yaitu dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu tawaran. Tiap sponsor merek mengharapkan bahwa merek lain akan memperkuat preferensi merek atau minat pembeli. Merek
merupakan
sarana
bagi
para
perusahaan
untuk
mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan yang merupakan hal sering diperhatikan oleh konsumen dalam pembelian suatu produk. Sekitar 70% pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk dalam membuat keputusan pembelian (Susanto 2004).
2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity) Ekuitas merek adalah sekumpulan harta dan beban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, simbol yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau kepada pelanggan perusahaan (Aaker 1997). Aziz dan Yasin (2010) mengatakan bahwa ekuitas merek mengacu pada nilai hebat yang melekat pada nama baik merek. Ini ditunjukan ketika konsumen berharap membayar lebih untuk tingkatan kualitas yang sama karena daya tarik nama yang ada pada produk. Ekuitas merek diartikan sebagai sikap memilih
konsumen
terhadap
merek
berkenaan
dengan
keinginan,
pengetahuan dan pilihan antara barang dalam kategori produk, yang menawarkan tingkatan keuntungan yang diberikan produk yang sama oleh konsumen (Sumarwan et al. 2008). Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek (Brand Equity) bisa bernilai bagi perusahaan (Company Based Brand Equity) dan bagi konsumen (Customer Based Brand Equity). Ekuitas merek berdasarkan konsumen terjadi ketika konsumen mengenali merek dan mendapatkan kesenangan, kuat, asosiasi merek yang unik di ingatan, pemilihan, tujuan pembelian, dan perilaku memilih merek yang menunjukan eksistensi ekuitas merek (Sumarwan et al. 2008). Aaker (1997) mengklasifikasikan elemenelemen ekuitas merek ke dalam lima kategori yaitu loyalitas merek (Brand Loyality), kesadaran merek (Brand Awareness), persepsi kualitas (Perceived
16 Quality), asosiasi merek (Brand Associations), dan asset-aset merek lainnya (Other Propietary Brand Asset). Kaitan kelima elemen ekuitas merek ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Brand Equity Brand Loyality
Brand Associations
Perceived Quality
Brand Awareness Other proprietary brand assets-patents, trademarks, and channel relationship
Gambar 2. Elemen-elemen ekuitas merek (Aaker, 1997) Aaker (1997) kembali menuliskan penjelasan ke lima dimensi ekuitas merek pada Gambar 2, dengan penjabaran masing-masing elemen sebagai berikut: a. Kesadaran Merek (Brand Awareness), adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Brand awareness adalah komponen penting dalam ekuitas merek (Aaker 1997). Menurut Keller (1993) ingatan merek menunjukan kepada kemampuan konsumen untuk mendapatkan/ menyebutkan kembali merek dari ingatan. b. Asosiasi Merek (Brand Association), adalah segala kesan yang mucul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Brand association dipercaya mengandung “Pengertian merek untuk konsumen”. c. Persepsi Kualitas (Perceived Quality), adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Mengetahui kualitas bukan kualitas aktual produk tetapi evaluasi subjektif dari konsumen terhadap produk (Zeithaml 1990).
17 d. Loyalitas Merek (Brand Loyality), adalah kesetiaan yang diberikan pelanggan kepada suatu merek. Oliver (1997) mendefinisikan loyalitas merek sebagai komitmen yang dibangun secara, mendalam untuk kembali membeli ulang produk atau jasa yang diinginkannya atau menjadi pelanggan secra konsisten dimasa yang akan datang. Ini adalah komponen utama dari ekuitas merek (Aaker 1997). e. Aset-Aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets), meliputi hak paten, trade mark, akses terhadap pasar, akses terhadap teknologi, akses terhadap sumber daya, dan lainnya. Empat elemen diluar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemenelemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh elemen-elemen utama tersebut. Perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan membangun ekuitas merek sehingga produk berupa barang atau jasa yang ditawarkan pada konsumen merupakan pilihan tepat, karena ekuitas merek dapat menambah nilai (Durianto et al. 2004). Menurut Simamora (2002), ekuitas merek memiliki potensi untuk menambah nilai dengan lima cara, yaitu: a. Dapat memperkuat program memikat para konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. b. Empat dimensi ekuitas merek yang terakhir dapat menguatkan loyalitas merek. Persepsi kualitas, asosiasi merek, dan nama yang terkenal dapat memberikan alasan untuk membeli dan dapat mempengaruhi kepuasan penggunaan. c. Memungkinkan keuntungan yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum dan mengurangi ketergantungan pada promosi. d. Dapat memberikan landasan pertumbuhan dengan cara perluasan merek. e. Dapat memberikan dorongan bagi saluran distribusi. Perusahaan-perusahaan yang berhasil menciptakan ekuitas merek yang baik akan memperoleh keuntungan kompetitif. Menurut Kotler (2007), keuntungan kompetitif dari ekuitas merek yang tinggi adalah: a. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
18 b. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapakan mereka untuk menjual merek tersebut. c. Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi daripada pesaingnya karena merek tersebut diyakini memiliki mutu yang tinggi. d. Perusahaan lebih mudah untuk meluncurkan perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi. e. Merek itu melindungi perusahaan dari persaingan harga yang ganas. Untuk membangun sebuah ekuitas merek, diperlukan elemen-elemen sebuah merek, seperti nama dan logo yang memiliki asosiasi positif, unik serta menyenangkan untuk dikenal oleh konsumen. Elemen merek merupakan informasi visual dan verbal yang dipergunakan untuk mengidentifikasikan dan membedakan suatu produk, jasa, atau nama perusahaan. Elemen-elemen merek tersebut adalah nama, logo, simbol, karakter, slogan, dan kemasan. Kriteria-kriteria yang sebaiknya diterapkan untuk memilih suatu elemen merek yang baik adalah sebagai berikut: mudah dikenal dan diingat, memiliki arti yang menyenangkan, menarik, kredibel, sugestif, dan kaya imaginasi baik visual maupun verbal, harus dilindungi secara hukum. Sebuah ekuitas yang yang baik akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan pelanggan.
2.4.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) Merupakan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi atau mengenal merek, dimana konsep brand awareness menurut Keller (1993) terdiri dari pengenalan merek dan ingatan merek. Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Aaker (1997) menyebutkan sebagian tingkatan brand awareness, mulai dari pengenalan
19 merek saja sampai pada dominasi, yang menunjukan kondisi dimana merek dibutuhkan adalah hanya merek yang diingat oleh konsumen. Kesadaran merek konsumen kemungkinan dapat bernilai tinggi ketika mereka memiliki asosiasi yang kuat untuk suatu merek dan mereka mengetahui kualitas merek yang tinggi dan sebaliknya. Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Rentang ini dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: brand unaware, brand recognition, brand recall, dan top of mind. Dapat dilihat pada Gambar 3 merupakan piramida kesadaran merek yang terdiri dari empat tingkatan.
Top of Mind Brand Recall
Brand Recognition
Brand Unaware
Gambar 3. Piramida kesadaran merek (Aaker, 1997) Berdasarkan Gambar 3 di atas, piramida kesadaran merek ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Puncak pikiran (Top of Mind) merupakan merek yang disebutkan pertama kali muncul dalam bentuk konsumen tanpa bantuan. b. Pengingatan
kembali
merek
(Brand
Recall)
adalah
tingkatan
pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh seseorang tanpa bantuan (Unaided Recall). c. Pengenalan merek (Brand Recognition) adalah tingkat minimal kesadaran merek. Dimana seseorang baru mengenal bila melihat atau mendengar identitas audio-visual melalui bantuan seperti logo, kemasan, nama, dan slogan (Aided Recall).
20 d. Tidak menyadari merek (Brand Unaware) merupakan tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana pembeli tidak menyadari adanya suatu merek. Kesadaran merek (Brand Awareness) dihubungkan pada kuatnya kesan yang tersimpan dalam memori yang direfleksikan pada kemapuan pelanggan untuk mengingat kembali atau mengenali kembali sebuah merek di dalam kondisi yang berbeda. Kesadaran merek dapat dikarakteristikkan menurut kedalaman dan keluasannya. Kedalaman dari kesadaran merek berhubungan dengan kemungkinan sebuah merek dapat diingat atau dikenali kembali.
Keluasan
dari
kesadaran
merek
berhubungan
dengan
keanekaragaman situasi pembelian dan konsumsi di mana sebuah merek diingat (Keller 2002). 2.4.2 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Yoo et al. (2000) mendefinisikan kesan kualitas sebagai penilaian subyektif konsumen terhadap keunggulan dan superioritas produk secara keseluruhan. Kesan ini memotivasi konsumen untuk membeli. Menurut Aaker (1997) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan konsumen. Terdapat lima nilai yang dapat menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas, diantaranya: a. Alasan untuk Membeli Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas atau informasi itu memang tidak tersedia atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif. b. Diferensiasi/ Posisi Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum,
21 bernilai, atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain yang beredar di pasaran. c. Harga Optimum Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba dan memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “anda mendapatkan yang anda bayar”. d. Minat Saluran Distribusi Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen. e. Perluasan Merek Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality (Aaker 1997): a. Komitmen Terhadap Kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi. b. Budaya Kualitas Komitmen kualitas harus terrefleksikan dalam budaya perusahaan norma perilakunya dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan. c. Informasi Masukan dari Pelanggan Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.
22 d. Sasaran atau Standar yang Jelas Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena secara kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan perusahaan itu sendiri. e. Kembangkan Karyawan yang Berinisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif.
2.4.3 Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) Kesetiaan merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik. Pembelian berulang adalah tindakan pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan. Pelanggan yang sangat setia kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliaanya ke merek lain apapun yang terjadi pada merek tersebut. Loyalitas terhadap merek terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai. Sehingga, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Mereka lebih memilih apapun yang diobral atau yang menawarkan kenyamanan. Pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para pembeli harga atau pengalih. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Pada dasarnya tidak terdapat kekecewaan yang cukup untuk mendorong mereka beralih ke merek lain, apalagi bila peralihan tersebut membutuhkan usaha. Para pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para pembeli kebiasaan (Habitual Buyers). Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (Switching Cost) serta biaya berupa waktu, uang,
23 atau risiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek. Atau, barangkali terdapat suatu risiko di mana merek lain mungkin tidak berfungsi sebaik merek tersebut dalam konteks penggunaan khusus. Pada tingkat keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Preferensi mereka mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai kebanggan menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi diri mereka. Simamora (2002) membagi kesetiaan merek ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut : a. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek ialah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap harga (Price Sensitive Switcher), adapula yang suka mencari variasi yang disebut Kotler (2007) sebagai variety-prone switcher dan karena konsumen tersebut tidak mendapatkan kepuasaan. b. Habitual Buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek dimana dasar kesetiaannya buka kepuasaan atau keakraban dan kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak merasa dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih bagus, maka mereka akan berpindah. c. Satisfied Buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu merek. Mereka setia tetapi dasar kesetiaanya bukan karena kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi lebih pada didasarkan perhitungan untung rugi atau biaya peralihan (Switching Cost). d. Liking
The
Brand
adalah
golongan
konsumen
yang
belum
mengekspresikan kebanggaanya kepada orang lain, kecintaan pada
24 produk baru sebatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek. e. Commited Buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut dan mengekspresikan kebanggaannya dalam suatu golongan loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan derajat kesetiaan. Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada pada suatu kontinum. Titik paling rendah ialah tidak loyal sama sekali sedangkan titik paling tinggi adalah loyalitas penuh keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida kesetiaan merek seperti terlihat pada Gambar 4. Commited Buyer Liking The Brand Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
Gambar 4. Piramida brand loyalty (Simamora, 2002) Piramida kesetiaan merek tersebut menunjukan bahwa merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya porsi kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil ditempati oleh commited buyer. Meskipun demikian gambar piramida brand loyalty yang baik akan memperlihatkan bentuk piramida yang terbalik yang semakin atas akan semakin lebar. Sciffman dan Kanuk (2007) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya/ terciptanya loyalitas merek adalah: a. Perceived Product Puperiority (penerimaan keunggulan produk). b. Personal Fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut).
25 c. Bonding With The Product Or Company (keterikatan dengan produk atau perusahaan). d. Kepuasan yang diperoleh konsumen. Loyalitas merek memiliki beberapa manfaat/ nilai bagi perusahaan. Manfaat-manfaat tersebut (Durianto et al. 2004), antara lain: a. Mengurangi biaya pemasaran (Reduced Marketing Cost), akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. b. Meningkatkan perdagangan (Trade Leverage), loyalitas yang kuat terhadap merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. c. Menarik minat pelanggan baru (Attracting New Customers), semakin banyak pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut. Pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. d. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (Provide Time To Respond Competitive Threats), loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaingan mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal
akan
memberi
memperbaharui
waktu
produknya
pada dengan
perusahaan cara
tersebut
menyesuaikan
untuk atau
menetralisasikannya.
2.4.4 Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek adalah persepsi konsumen mengenai beragam atribut atau citra atau kesan yang dimiliki oleh atau terkait dengan suatu merek tertentu. Ketika seorang konsumen mengingat suatu merek maka ingatan
26 tersebut akan dikaitkan dengan persepsi mengenai merek tersebut. Beragam kesan atau citra yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu merek akan membentuk citra merek (Brand Images). Menurut Aaker (1997) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek. Aaker (1997), menyatakan bahwa asosiasi merek (terutama yang membentuk brand images) menjadi dasar bagi konsumen dalam keputusan pembeliaan dan loyalitas pada merek tersebut. Suatu merek akan memiliki banyak sekali asosiasi, citra tersebut akan memberikan nilai positif maupun negatif terhadap kinerja suatu perusahaan yang memproduksi merek tersebut.
Membantu Proses Penyusunan Informasi Diferensiasi/ Posisi Asosiasi Merek
Alasan Membedakan Menciptakan Sikap/ Perasaan Positif Landasan Perluasan
Gambar 5. Nilai-nilai asosiasi merek (Aaker, 1997) Asosiasi merek ini memiliki lima fungsi yang terkait dengannya, berikut ini penjabarannya pada Gambar 5. Dapat terlihat pada Gambar 5 bahwa asosiasi yang dimiliki suatu merek akan memberikan beberapa fungsi bagi seseorang konsumen, yaitu: a. Membantu Proses Penyusunan Informasi Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. b. Diferensiasi/ Posisi Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain. c. Alasan Untuk Membedakan Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan/ konsumsi merek tersebut.
27 d. Menciptakan Sikap/ Perasaan Positif Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain. e. Landasan Perluasan Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dikaitkan dengan hal berikut ini (Durianto et al. 2004): a. Atribut Produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. b. Atribut Tak Berwujud (intangible atributes) Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengiktisarkan serangkaian atribut yang obyektif. c. Manfaat Bagi Pelanggan Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat inilah yang memberikan pelanggan sebuah ekspektasi terhadap suatu produk. d. Harga Relatif Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
28 e. Penggunaan Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. f. Pengguna/ Pelanggan Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. g. Orang Terkenal/ Khalayak Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal pada merek tersebut. h. Gaya Hidup/ Kepribadian Asoasiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. i.
Kelas Produk Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
j.
Para Pesaing Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
k. Negara/ Wilayah Geografis Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
2.5 Kepuasan Pelanggan Pada era globalisasi saat ini di mana persaingan dalam dunia industri semakin kompetitif maka dibutuhkan strategi tertentu bagi suatu perusahaan untuk dapat menjadi lebih unggul dibandingkan para kompetitornya. Beberapa tahun terakhir dalam dunia pemasaran terdapat satu topik yang selalu menjadi perhatian dalam berbagai riset yaitu mengenai pentingnya kepuasan pelanggan terhadap produk yang dikonsumsinya. Gerson (2001) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi yang dimiliki pelanggan bahwa harapannya telah terlampaui. Semua upaya yang
29 dilakukan perusahaan untuk mencapai mutu terbaik atau memberikan pelayanan yang unggul tidak akan bermakna sama sekali jika perusahaan tersebut tidak mampu atau bahkan tidak berusaha untuk memuaskan pelanggannya. Selama mengkonsumsi suatu produk, pelanggan akan memperoleh pengalaman mengenai kinerja suatu produk, dan ini akan menimbulkan perasaan puas atau tidak puas. Bila pelanggan diasumsikan pertama kali mengkonsumsi suatu produk, berdasarkan pengalaman tersebut pelanggan melakukan evaluasi kinerja produk secara keseluruhan. Penilaian kinerja suatu produk erat kaitannya dengan tingkat mutu dari produk tersebut. Persepsi mengenai mutu produk ini dibandingkan dengan harapan pelanggan terhadap kinerja produk itu. Berikut ini Dimensi pengukuran kualitas produk berdasarkan Mowen dan Minor (1998) serta Dutka (1994) secara umum dapat diklasifikasikan Tabel 3. Pemetaan dimensi pengukuran kualitas Dimensi
Product
Dutka (1994) Service
Purchase
Performance Reliability Mowen dan Minor (1998)
Durability Aesthetics Serviceability Perceived Quality
Sumber: Dutka (1994) dan Mowen & Minor (1998)
menjadi Tabel 3 sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 3 dapat terlihat bahwa pemetaan dimensi performance, reliability, durability, dan aesthetics ini melekat pada produk itu sendiri. Sedangkan dimensi serviceability melekat pada pelayanan produk dan dimensi percived quality melekat pada pembelian produk. Selain itu, Dimensi yang dapat dipergunakan dalam pengukuran kualitas produk berdasarkan Mowen dan Minor (1998) berdasarkan Gambar 6 dibawah, adalah: a. Fungsi (Performance) b. Fitur (Features)
30 c. Keandalan (Reliability) d. Usia Produk (Durability) e. Estetika (Aesthetics) f. Pelayanan (Serviceability) g. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Berikut ini penjabaran tujuh dimensi yang dapat dipergunakan dalam pengukuran kualitas produk yang terpapar dalam proses pembentukan kepuasan konsumen pada Gambar 6. Pengalaman penggunaan produk sebelumnya
Harapan terhadap kinerja produk (expectation)
Evaluasi terhadap kinerja produk yang sesungguhnya dirasakan (performance)
Evaluasi tehadap kesenjangan (gap) antara expectation dengan performance
Kinerja produk (performance) tidak memenuhi harapan (expectation)
Kinerja produk (performance) tidak berbeda dengan harapan (expectation)
Kinerja produk (performance) melampaui harapan (expectation)
Emotional dissatisfaction
Expectancy confirmation
Emotional satisfaction
Gambar 6. Faktor-faktor pembentuk kepuasan (Mowen & Minor, 1998) Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa proses evaluasi terjadi pada saat pelanggan membandingkan kinerja sebenarnya (aktual) dengan kinerja yang diharapkan. Berdasarkan hasil evaluasi jika kinerja tidak sesuai dengan harapan maka akan muncul perasaan tidak puas (emotional dissatisfaction).
31 Jika kinerja melebihi harapan, maka akan dihasilkan perasaan puas (emotional satisfaction) dan jika kinerja tidak berbeda dengan harapan maka akan
dikatakan
bahwa
harapan
telah
terkonfirmasi
(expectancy
confirmation). Meskipun harapan yang terkonfirmasi adalah pernyataan yang positif untuk pelanggan, akan tetapi hal tersebut tidak menghasilkan perasaan puas yang cukup kuat. Kepuasan yang sebenarnya akan dirasakan pelanggan apabila kinerja produk tersebut telah melebihi harapannya. Berdasarkan Tjiptono (1997), teknik pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan atau pernyataan mengenai seberapa besar mengharapkan suatu atribut tertentu dari seberapa besar yang dirasakan, responden menilai antara kesesuaian antara apa yang diharapkan dan apa yang didapatkan dari pelayanan perusahaan. Parasuraman (1991) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan diukur dari kesenjangan antara ekspektasi dan persepsi pelanggan. Sebagian besar selisih ini adalah negatif. Semakin kecil nilai negatifnya maka hasilnya akan semakin baik. Pada umumnya perusahaan dengan tingkat pelayanan yang baik, akan memiliki gap yang lebih kecil dari negatif satu (- 1). Alat ukur kepuasan pelanggan dapat diperoleh melalui pelanggan secara langsung ataupun dari keluhan pelanggan terhadap perusahaan. Berdasarkan Dutka (1994), dimensi yang dapat digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen secara universal adalah: a. Atributes related to the product, adalah atribut yang berhubungan dengan produk secara langsung. Atribut tersebut meliputi kesesuaian antara harga dengan kualitas produk (value-price relationship), keterandalan produk (product reliability and consistency), manfaat produk (product benefit), variasi produk (range of product) serta desain dan fitur yang meliputi produk (product design and features). b. Attributes related to the service, adalah atribut yang terkait dengan jasa atau pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya. Atribut tersebut meliputi jaminan atas produk (guarantee or warranty), proses pengiriman produk (delivery), penanganan komplain (complaint
32 handling), ataupun kemampuan perusahaan dalam memecahkan masalah konsumen (resolution of problem). c. Attributes related to purchase, merupakan semua atribut yang terkait dengan proses pembelian. Dalam hal ini, kemampuan karyawan dalam memberikan pelayanan adalah atribut yang dianggap terkait langsung dengan proses pembelian. Atribut tersebut meliputi kesopanan karyawan (courtesy),
kemampuan penyampaian informasi oleh
karyawan (communication),
serta kemudahan pelanggan dalam
mendapatkan pengetahuan tentang produk (ease or convenience acquisition). Selain atribut diatas, reputasi dan kompetensi perusahaan (company reputation and competence) juga dianggap sebagai atribut yang terkait dengan proses pembelian. Hal ini dikarenakan atribut tersebut mampu memberikan persepsi kualitas yang mendorong pelanggan dalam melakukan proses pembelian.
2.6 Loyalitas Pelanggan Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat loyalitasnya. Loyalitas didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk melakukan pembelian ulang suatu produk dengan merek yang sama. Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap suatu produk karena adanya kedekatan emosional dan psikologis. Terdapat dua pendekatan dalam memahami loyalitas pelanggan yang diungkapkan oleh Mowen dan Minor (1998), yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Pendekatan perilaku hanya akan menggambarkan perilaku pembelian berulang (repeat buying) serta kuantitas pembelian akan tetapi tidak dapat mencerminkan perasaan pelanggan terhadap produk tersebut. Sedangkan pendekatan sikap akan dapat ditunjukkan dengan adanya penyebaran informasi positif mengenai produk tersebut yang merupakan cerminan dari sikap positif terhadap perusahaan.
33 2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian Rahmawati (2012) yang berjudul Analisis Ekuitas Merek Minuman Jus dalam Kemasan Botol Minute Maid di Kota Bogor menelaah hubungan antara dimensi-dimensi ekuitas merek seperti kesan kualitas, loyalitas merek, dan asosiasi & kesadaran merek. Penelitian yang dilakukan melalui survei terhadap 125 orang. Metode survei dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden. Metode analisis data dengan Structural Equation Modelling (SEM) yang diolah dengan menggunakan software LISREL 8.30. Metode yang digunakan untuk LISREL pada penelitian ini adalah metode Maximum Likelihood (ML). Dari LISREL tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dimensi asosiasi & kesadaran merek mempunyai kontribusi yang positif dan signifikan terhadap ekuitas merek Minute Maid dengan faktor muatan 0,47 dan nilai-t 2,84, kontribusi terbesar kedua pada dimensi kesan kualitas merek dengan faktor muatan 0,44 dan nilai-t 3,54, sedangkan dimensi loyalitas merek memiliki kontribusi yang tidak signifikan dengan faktor muatan 0,12 dan nilai-t 1,49. Dari kesimpulan penelitian ini dapat diketahui bahwa meskipun harga Minute Maid cenderung mahal, tetapi konsumen tetap akan memilih Minute Maid. Pada penelitian ini, saran yang diberikan penulis yaitu perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan periklanan dan promosi dalam pengelolaan ekuitas merek Minute Maid.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian Pasar obat flu merupakan salah satu kategori produk dengan tingkat persaingan ketat. Banyak perusahaan baru obat flu yang memperebutkan pangsa pasar karena menurut riset AC Nielson, market size untuk flu sendiri sekitar 500 milyar rupiah. Selain itu, mahalnya biaya pengobatan dan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih praktis membuka peluang baru bagi para produsen obat flu yang dijual bebas untuk membuat suatu diferensiasi produk yang baru. Karena itu, tak heran bila akhir-akhir ini semakin banyak bermunculan produk-produk obat flu yang dijual bebas dengan bermacam merek. Beberapa diantaranya, yaitu: Mixagrip, Decolgen, Ultraflu, Neozep, Sanaflu, Procold, dan Panadol cold & flu. Ketika jajaran produk, layanan, dan suasana yang nyaris sama ditawarkan, maka faktor pembedanya hanyalah merek. Merek yang memiliki ekuitas merek terkuat yang akan memenangkan persaingan. Perusahaan perlu mengetahui ekuitas merek dari produk obat flu yang mereka produksi. Karena itu perlu diadakan penelitian mengenai ekuitas merek obat flu yang dijual bebas. Adapun elemen-elemen ekuitas merek yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu: kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek. Kesadaran merek mencakup kesadaran puncak pikiran (top of mind), pengingatan kembali merek (brand recall), dan pengenalan merek (brand recognition). Kesan kualitas merek terdiri dari intensitas konsumsi (brand used most often) dan persepsi kualitas terbaik (best percived quality). Loyalitas merek terbagi atas pembeli yang komit (comited buyer), pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer), dan pembeli yang akan membeli lagi (repeat buyer). Ketiga elemen ekuitas merek ini akan dianalisis menggunakan Structural Equation Model (SEM). Selain itu, pada penelitian ini akan memaparkan mengenai perilaku konsumsi obat flu responden menggunakan analisis deskriptif. Aspek-aspek yang terkait antara lain: Obat
35 flu yang sering dikonsumsi, perilaku pembelian, kepuasan responden, dan lainnya. Hasil dari penelitian ini akan dirangkum dalam strategi bauran pemasaran 4P (produk, price, promotion, place) dan STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning). Adapun gambaran dari kerangka pemikiran operasional secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 7.
Industri Obat Flu yang Dijual Bebas
Obat Flu yang Dijual Bebas Merek Mixagrip
Strategi Bersaing dengan Manajemen Merek
Perilaku Konsumsi Obat Flu yang Dijual Bebas
di bawah Bodrex
Bagaimana Kontribusi Dimensi-dimensi Ekuitas Merek Terhadap Ekuitas Merek
Kesadaran Merek
Analisis Deskriptif
Saat ini Mixagrip menduduki posisi ke-2 Top Brand
Kesan Kualitas Merek
Structural Equation Modelling (SEM)
Ekuitas Merek
Implikasi Terhadap Bauran Pemasaran 4P dan STP
Gambar 7. Kerangka penelitian
Loyalitas Merek
36 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip, studi kasus mahasiswa S1 IPB ini dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor yang terletak di Darmaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan FebruariMaret 2013.
3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data pimer diperoleh dari kuisioner dan hasil wawancara dengan responden. Kuisioner penelitian ini tersaji pada Lampiran 1. Sedangkan data sekunder diperoleh dan dikumpulkan melalui studi literatur yang berkaitan dengan objek penelitian seperti buku, majalah, jurnal, internet dan penelitian terdahulu. Data sekunder berfungsi sebagai pendukung dari data primer yang telah didapatkan.
3.4 Metode Pengambilan Sampel Responden dalam penelitian ini adalah konsumen obat flu Mixagrip di Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah: mahasiswa, pernah mengkonsumsi obat flu Mixagrip, dan memutuskan sendiri dalam memilih merek obat flu. Metode pengambilan contoh dilakukan dengan teknik sampel non probability sampling melalui pendekatan convenience sampling. Jumlah contoh dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb dari Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Hair et al. (2006), jumlah sampel yang dibutuhkan untuk setiap estimasi parameter variabel eksogen dan endogen adalah lima hingga sepuluh observasi. Jumlah variabel indikator dalam penelitian ini adalah 10 variabel indikator, sehingga untuk jumlah minimum sampel yang dapat diambil 50100 orang. Pada penelitian ini responden yang terlibat sebanyak 190 orang.
37 3.6 Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan Structural Equation Model (SEM). Sedangkan data yang diperoleh dari kuisioner diolah dengan menggunakan alat bantu software Microsoft Office Excel untuk analisis deskriptif dan coding untuk software SmartPLS versi 2.0.
3.6.1 Metode Analisis Deskriptif Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa jumlah
(n)
dan
persentase.
Analisis
deskriptif
bertujuan
untuk
menggambarkan karakteristik responden dan tingkat kepuasan responden atas dimensi-dimensi pembentuk kepuasan selain itu analisis deskriptif bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau jawaban pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Tipe yang paling umum dari penilaian deskriptif ini meliputi sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur (Kuncoro 2003). Hal pertama yang dilakukan adalah mentabulasi data mengenai responden yang diperoleh seperti jenis pekerjaan, tingkat usia, penghasilan dan pengeluaran per-bulan untuk konsumsi baik makanan maupun minuman dan sebagainya. Kemudian, langkah kedua yang dilakukan adalah menginterprestasikan data yang sudah ditabulasi sehingga dapat menjelaskan karakteristik responden dalam penelitian ini.
3.6.2 Structural Equation Modeling (SEM) Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif berbasis variance atau Component Based SEM yang disebut Partial Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS versi 2.0. Metode PLS , menurut Ghozali (2008) mempunyai keunggulan tersendiri
di
antaranya:
data
tidak
harus
berdistribusi
normal
multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasio
38 dapat digunakan pada model yang sama), ukuran sampel tidak harus besar seperti halnya SEM berbasis covariance yang diwakili oleh software AMOS dan LISREL. Atas keunggulan-keunggulan dari PLS tersebut, maka PLS disebut sebagai metoda analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen. PLS bukan saja dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan prediktif antara variabel laten. Menurut Jogiyanto (2011), metode PLS ini lebih unggul karena dapat mengatasi masalah indeterminancy, yaitu skor faktor yang berbeda dihitung dari model faktor tunggal yang dihasilkan dan admissible data, yaitu ambiguitas data karena adanya varian unik dan varian error. PLS sebagai model prediksi tidak mengasumsikan distribusi tertentu untuk mengestimasi parameter dan memprediksi hubungan kausalitas. Karena itu, teknik parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan. Langkah-langkah analisis menggunakan PLS adalah sebagai berikut ini : a. Merancang model Struktural (inner model) Menggambarkan hubungan prediktif antar variabel laten berdasarkan pada substantif teori. Pada SEM perancangan model adalah berbasis teori, akan tetapi pada PLS bisa berupa teori, hasil penelitian empiris, analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain, normatif (misal peraturan pemerintah, undang-undang, dan lain sebagainya), dan rasional. b. Merancang model pengukuran Mendefinisikan hubungan prediktif antar variabel laten dengan variabel manifesnya (indikatornya) atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Pada SEM berbasis covariance semua bersifat refleksif, model pengukuran tidak penting. Pada PLS perancangan outer model sangat penting: refleksif atau formatif, dasarnya dapat berupa
39 teori, penelitian empiris sebelumnya, atau rasional. Dalam penelitian ini, semua bersifat reflektif yang relatif sesuai untuk mengukur persepsi responden, sehingga arah panah antara indikator dengan konstruk laten adalah menuju indikator. c. Mengkonstruksi diagram jalur Mengkonstruksi diagram jalur agar lebih mudah untuk dipahami. Hasil perancangan inner model dan outer model tersebut, selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur sebagaimana terlihat pada Gambar 8.
X1
ξ1
X2
Kesadaran Merek
X3 X4 λ X5
ξ2
X6
Kesan Kualitas Merek
X7
ξ3
X8
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
λ Y1
η
X9
Gambar 8. Model struktural analisis ekuitas merek obat flu Mixagrip d. Konversi diagram jalur ke dalam model persamaan Spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya, disebut dengan outer relation atau measurement model, mendefinisikan karakteristik konstruk dengan variabel manifesnya. Inner model yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model) disebut juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan teori substantif. Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 4.
40 Tabel 4. Atribut pembentuk ekuitas merek obat flu Mixagrip Dimensi Ekuitas Kesadaran Merek (brand awareness) Kesadaran puncak pikiran pada merek (top of mind brand) Kesadaran puncak pikiran pada iklan (top of mind advertising) Pengingatan kembali merek (brand recall) Pengenalan merek (brand recognition) Kesan Kualitas Merek (brand percived quality) Intensitas konsumsi (brand used most often) Persepsi kualitas terbaik (best percived quality) Loyalitas Merek (brand loyalty) Pembeli yang komit (comited buyer) Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer) Pembeli yang akan membeli lagi (repeat buyer) Merek yang terbaik (best brand)
Variabel
Simbol
Laten Eksogen
ξ1
Indikator Laten Eksogen
X1
Indikator Laten Eksogen
X2
Indikator Laten Eksogen
X3
Indikator Laten Eksogen
X4
Laten Eksogen
ξ2
Indikator Laten Eksogen
X5
Indikator Laten Eksogen
X6
Laten Eksogen
ξ3
Indikator Laten Eksogen
X7
Indikator Laten Eksogen
X8
Indikator Laten Eksogen
X9
Indikator Laten Eksogen
Y1
e. Estimasi: Koefisien Jalur, Loading dan Weight Metode pendugaan parameter (estimasi) terdiri dari: 1) Weight estimate Digunakan untuk menghitung data variabel laten. 2) Estimasi jalur (path estimate) Menghubungkan antar variabel laten (koefisien jalur) dan antara variabel laten dengan indikatornya (loading). 3) Berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. 4) Metode estimasi PLS: Ordinary Least Squares (OLS) dengan teknik iterasi, yaitu proses atau metode yang digunakan secara berulang-ulang. 5) Interaction variable Pengukuran
untuk
variabel
moderator,
dengan
teknik:
menstandarkan skor indikator dari variabel laten yang dimoderasi
41 dan yang memoderasi, kemudian membuat variabel laten interaksi dengan cara mengalikan nilai standar indikator yang dimoderasi dengan yang memoderasi. Dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel moderator, tetapi menggunakan variabel intervening. f. Evaluasi goodness-of-fit Evaluasi ini dibagi dua, yaitu outer model dan inner model. Outer model reflektif terdiri dari: 1) Convergent validity Pengujian validitas untuk indikator reflektif menggunakan korelasi antara skor item dengan skor konstruknya. Indikator dinyatakan valid jika nilai loading factor di atas 0.5 terhadap konstruk yang dituju. Jika indikator dari variabel laten berkisar antara 3 sampai 7, nilai 0.5 sampai 0.6 dianggap sudah cukup. 2) Discriminant validity Metode yang digunakan untuk mengukur nilai discriminant validity adalah dengan melihat nilai square root of Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE yang direkomendasikan adalah lebih besar dari 0.50. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
...................... (1)
3) Composite realibility Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai composite realibility (reliabilitas komposit) dari blok indikator yang mengukur konstruk. Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit (ρc) adalah ≥ 0.6, walaupun bukan merupakan standar absolut. Rumus ρc adalah sebagai berikut:
................. (2) Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria outer model, berikutnya dilakukan pengujian goodness of fit untuk inner model
42 yang diukur menggunakan Q-Square predictive relevance. Rumus Q-Square sebagai berikut:
Q2= 1-(1-R12) (1-R22)…(1-Rp2)
........................ (3)
Dimana R12, R22, …Rp2adalah R-square variabel endogen dalam model Interpretasi Q2 sama dengan koefisien determinasi total pada analisis jalur (mirip dengan R2 pada regresi). g. Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping) Setelah keenam langkah dilakukan, langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis yang telah ditentukan. Pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut : 1) Hipotesis statistik untuk outer model: H0 : λi = 0 lawan H1 : λi ≠ 0 2) Hipotesis statistik untuk inner model: variabel laten eksogen terhadap endogen
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum dan Sejarah Perusahaan Kalbe Farma didirikan pada tanggal 10 September 1966 yang diketuai oleh DR. Noenjamin Setiawan dan F. Bing Aryanto serta didukung oleh keempat saudara lainnya. Pada awalnya perusahaan ini didirikan di sebuah garasi daerah Jakarta Utara dan akhirnya memiliki pabrik di Pulomas, Jakarta Timur pada tahun 1971. Daerah aktifitasnya mulai berkembang, dari sebelumnya hanya di Jakarta; kini mulai merambah daerah-daerah lain di Indonesia. Secara bertahap pertumbuhan cabang-cabang ini cukup pesat, terbukti dalam 10 tahun semenjak berdiri Kalbe telah mencakup wilayah seluruh Indonesia. Kalbe Farma memiliki visi, yaitu: menjadi perusahaan produk kesehatan Indonesia terbaik yang didukung oleh inovasi, merek yang kuat, dan manajemen yang prima. Selain itu, misi dari Kalbe Farma ialah meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. Nilai-nilai yang dibangun Kalbe Farma dalam menjalankan visi dan misinya, yaitu: saling percaya sebagai pengikat diantara keluarga besar perusahaan, kesadaran penuh sebagai dasar setiap tindakan, inovasi sebagai kunci keberhasilan, bertekad untuk menjadi yang terbaik, dan saling keterkaitan sebagai panduan hidup. Periode berikutnya, di tahun 19761985 adalah era dimana perkembangan fisik masih terus berlangsung dan dilanjutkan dengan diversifikasi usaha. Pada tahun 1977, Kalbe sudah menjadi salah satu kekuatan utama pada kategori obat-obatan ethical dan mampu bersaing engan perusahaan-perusahaan multinasional. Langkah berikutnya adalah memperkuat diri dibidang OTC (Over The Counter). Untuk itu, pada tahun 1977 didirikan PT. Dankos Laboratories yang lebih memfokuskan diri dibidang OTC. Pada tahun 1985, Kalbe mengakuisisi PT. Bintang Toedjoe yang juga kokoh di OTC serta PT. Hexpharm Jaya yang sebagian besar produknya merupakan pemegang lisensi dari Jepang.
44 Selain diversifikasi dibidang farmasi, Kalbe Farma juga mulai merambah bidang pengemasan dan makanan kesehatan. Sementara itu, sesuai dengan regulasi pemerintah pada tahun 1981; bisnis distribusi Kalbe Farma dialihkan kepada PT. Enseval. Memasuki periode berikutnya tahun 1986 hingga Indonesia mengalami krisis keuangan di tahun 1997, Kalbe Farma kembali ke bisnis inti (core business). Meski pada awalnya masih agresif melakukan ekspansi dalam diversifikasi, namun Kalbe Farma melakukan langkah-langkah konsolidasi dalam rangka kembali ke bisnis inti. Sayangnya, langkah tersebut belum cukup cepat sehingga Kalbe Farma juga sempat merasakan imbas krisis keuangan pada tahun 1997. Manajemen Kalbe Farma memutuskan untuk fokus pada bidangbidang yang dipercaya menjadi lokomotif pertumbuhan di era berikutnya, seperti susu dan nutrisi bayi. Konsekuensinya adalah bisnis-bisnis yang tidak relevan dijual atau dimitrakan oleh pihak asing, misalnya penjualan PT. Bukit Manikam Sakti yang bergerak dibidang makanan Arnotts. Bisnis nutrisi makanan kemudian dikonsolidasi kedalam PT. Sanghiang Perkasa. Dipihak lain, Kalbe Farma mulai memasuki bisnis menuman energi pada tahun 1993, dengan produknya Extra Joss. Pada periode ini juga tercatat beberapa keputusan penting para pendiri Kalbe Farma untuk masuk menjadi perusahaan profesional. Tujuannya agar Kalbe Farma tetap berdiri secara kokoh dan terpercaya. Salah satu caranya adalah dengan menjadi perusahaan publik. Langkah tersebut dimulai ketika pada awal tahun 1989 PT. Igar Jaya dan PT. Dankos Labrotaries melakukan penawaran publik (IPO/ initial public offering). Langkah tersebut kemudian dilanjutkan oleh penawaran publik untuk saham Kalbe sendiri pada tahun 1991 dan Enseval Putera Mega Trading (EPMT) pada tahun 1994. Puncak dari konsolidasi adalah penggabungan usaha antara Kalbe Farma dengan Dankos serta Enseval menjadi satu perusahaan pada tanggal 16 Desember 2005 lalu. Tujuannya adalah menjadikan Kalbe Farma sebagai perusahaan farmasi regional terbesar dikawasan Asia Tenggara sehingga peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektiftas kedepan menjadi terbuka lebih lebar. Sementara itu Kalbe Farma juga mengambil ancang-
45 ancang untuk bersaing secara global. Selain menjalin kemitraan strategis dengan mitra-mitra internasional, semua kegiatan internasional Kalbe Farma juga dikonsolidasikan kedalam suatu organisasi yaitu Kalbe Group International Division, yang diharapkan menjadi motor untuk memacu pertumbuhan bisnis intrenasional. Empat puluh lima tahun sudah Kalbe Farma menjalani kehidupannya, kehidupan yang didasari visi luhur untuk mengabdikan ilmu pengetahuan, khusunya dibidang kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang lebih baik. Kalbe Farma semakin siap untuk menghadapi berbagai tantangan yang sudah didepan mata yaitu era pasar bebas. Bisnis Kalbe Farma kini terbagi dalam tiga bidang besar, yaitu kesehatan konsumer (consumer health), obat-obatan resep (prescription pharmaceuticals), serta distribusi dan pengemasan (distribution and packaging). Consumer Health yang meliputi semua produk OTC, nutrisi dan minuman energi, memiliki kontribusi sekitar 47% dari pendapatan Kalbe Farma. Sementara itu ethical memiliki kontribusi sekitar 23% sedangkan bidang distribusi dan pengemasan 30%.
4.1.1 Strategi Pemasaran Kalbe Farma hadir di 8 negara dari Asia Tenggara hingga Afrika Selatan. Melayani konsumen dengan produk berkualitas tinggi, selain di Indonesia Kalbe Farma secara konsisten berhasil berkembang di negaranegara seperti: Malaysia, Singapura, Brunei, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Srilanka, dan Afrika Selatan. Dari sisi produk, Kalbe Farma juga terus mengembangkan lini produknya hingga menjadi salah satu perusahaan farmasi yang cukup diperhitungkan di Indonesia, baik untuk kategori obat yang diresepkan (Ethical) atau obat yang dijual bebas (OTC/ Over The Counter). Ditengah maraknya persaingan dengan perusahaan sejenis lainnya, Kalbe Farma melakukan terobosan dengan mendiferensiasi diri dalam beberapa hal. Untuk produk-produk yang diluncurkan, Kalbe Farma selalu meluncurkan
46 produk-produk yang inovatif dan relatif memiliki diferensiasi dibandingkan para kompetitor. Dari sisi pemasaran, pada saat itu Kalbe Farma juga melakukan terobosan dengan mempelopori pola-pola pemasaran yang dilakukan perusahaan multinasional, kini dikenal sebagai medical presentative. Terobosan lain yang memperlihatkan visi kuat Kalbe Farma terhadap kualitas sekaligus meraih kepercayaan asing, adalah mengembangkan kerjasama strategis dengan beberapa perusahaan multinasional, khusunya dari Jepang. Posisi Kalbe Farma dipasar juga sangat baik. Untuk produk-produk kesehatan konsumen. Kalbe Farma kini menjadi pemimpin pasar dengan produk-produk unggulan, seperti: Extra Joss, Promag, Fatigon Group, Waisan, Entrostop, Komix, Woods, Neo Entrostop, Kalpanax, X-ion, Mixadin, Mextril, Mixagrip, Neuralgin, Cerebrofit Group, Caxon, Chil Mil, Milna, Prenagen, Diabetadol, dan lain-lain. Untuk bidang resep, selain memiliki obat-obatan yang merupakan aliansi strategis dengan perusahaan multinaisional. Kalbe Farma juga memiliki obat generik bagi masyarakat luas. Sedangkan dibidang distribusi dan pengemasan, Kalbe Farma merupakan jaringan distribusi farmasi terbesar di Indonesia, dengan memiliki pusat distribusi. Produk merek seperti Woods, Procold, Mixagrip, dan Neuralgin telah berhasil menempatkan dirinya di antara pemimpin pasar di Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Myanmar; serta menyelaraskan dengan visi & misi perusahaan dalam "Meningkatkan Kesehatan untuk Kehidupan yang Lebih Baik". Kalbe Farma berkomitmen untuk terus meningkatkan jumlah produk di pasar saat ini dan terus menciptakan produk yang inovatif & berkualitas.
4.2 Demografi Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 190 orang, merupakan mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor dari berbagai fakultas dan angkatan. Usia contoh dalam penelitian ini tidak ditentukan, tetapi yang dianggap
47 sudah dapat membuat keputusan dalam pembelian. Responden dalam penelitian ini merupakan konsumen obat flu Mixagrip.
4.2.1 Usia dan Jenis Kelamin Usia responden penelitian ini 1824 tahun dengan rata-rata usia 20 tahun. Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa usia responden didominasi oleh kelompok yang berusia 20 tahun, sebesar 53%. Tempat kedua pada kelompok yang berusia 21 tahun, yaitu sebesar 29%. Sedangkan sisannya kelompok yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 21 tahun masing-masing sebesar 14% dan 4%. Hal ini terjadi karena studi kasus dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 IPB. Komposisi sebaran usia ini dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah. 4%
14%
29% Usia: <20 Tahun 20 Tahun 21 Tahun
>21 Tahun
53%
Gambar 9. Sebaran responden berdasarkan usia Gambar 9 menunjukan bahwa dalam penelitian ini memiliki kelompok responden yang spesifik, dengan mayoritas rentang umur 2021 tahun. Kelompok umur ini sudah dapat digolongkan dalam generasi Y dewasa atau twixter (1928 tahun). Generasi Y dicirikan oleh rasa kemandirian dan otonomi
yang
kuat,
mereka
adalah
generasi
inovatif
dan
suka
mengekspresikan diri mereka secara emosional dan intelektual (Quester et al. 2007). Kelompok ini cenderung mengikuti apa yang sedang trend di masyarakat. Bagi mereka, nama-nama merek itu penting meskipun mereka tidak setia kepada merek.
48 Berdasarkan hasil pengambilan contoh dari 190 orang responden, dapat diketahui bahwa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31% sedangkan sisanya 69% berjenis kelamin perempuan. Perbandingan komposisi jenis kelamin ini dapat dilihat pada Gambar 10.
31% Jenis Kelamin: Wanita
Pria
69%
Gambar 10. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Terkait dengan jenis kelamin ini, Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perempuan menguasai pengambilan keputusan, salah satunya pengeluaran uang. Dalam keluarga, istri memegang peranan dalam mengatur belanja rumah tangga.
4.2.2 Fakultas dan Angkatan Berdasarkan hasil analisis deskriptif, dapat diketahui juga bahwa fakultas responden yang terbanyak adalah Fakultas Ekonomi dan Menejemen (FEM) yaitu sebanyak 39%. Responden dari Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) sebanyak 20%, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sebanyak 20%, Fakultas Pertanian sebanyak 6%, Fakultas Perikanan sebanyak 5%, Fakultas Peternakan sebanyak 4%; sisanya 3%, 2%, dan 1% yaitu responden dari Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), dan Fakultas Kehutanan. Untuk lebih jelasnya, komposisi perbandingan fakultas ini dapat dilihat pada Gambar11 dibawah.
49 2% 4%
3%
1%
Jurusan:
20%
5%
FMIPA 6%
20%
FAPERTA FEM FEMA FPIK FAPET FKH FATETA FAHUTAN
39%
Gambar 11. Sebaran responden berdasarkan fakultas Kesenjangan fakultas ini terjadi karena metode pengambilan sampel dalam
penelitian
adalah
convenience
sampling.
Sehingga,
terjadi
kecenderungan penulis untuk menarik responden dari orang-orang terdekat. Selain itu, faktor lokasi dan waktu pengambilan contoh juga mempengaruhi sebaran responden. Dalam penelitian ini, responden didominasi oleh angkatan 47 sebesar 71%. Terbesar kedua yaitu angkatan 46 sebanyak 16%, sedangkan sisanya 12% dan 1% adalah dari angkatan 48 dan 45. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12. 12%
1%
16% Angkatan: 45 46 47 48
71%
Gambar 12. Sebaran responden berdasarkan angkatan masuk IPB Sebaran ini terjadi karena mayoritas responden yang terlibat adalah mahasiswa yang masih aktif kuliah di S1 Institut Pertanian Bogor.
50 4.2.3 Sumber dan Jumlah Uang Saku Berdasarkan Gambar 13, diketahui bahwa mayoritas sumber uang saku responden ini berasal dari orang tua, yaitu sebesar 87%. Sebanyak 9% pendapatan responden dari beasiswa yang didapatkan. Sisanya, didapatkan dari pendapatan sendiri dan wali yaitu sebesar 3% dan 1%. 1%
9%
3% Sumber Uang Saku: Orang tua Wali Beasiswa Pendapatan sendiri 87%
Gambar 13. Sebaran responden berdasarkan sumber uang saku Orang tua merupakan sumber pendapatan mahasiswa yang paling utama, digunakan untuk biaya kuliah, makan, transportasi, dan biaya untuk berobat. Dari hasil pengambilan contoh jumlah uang saku, menunjukan bahwa lebih dari separuh responden 58%
memiliki jumlah uang saku
500.0011.000.000. Kedua terbesar 14% adalah responden dengan uang saku 1.000.0011.500.000 dan pada urutan ketiga 12% ialah responden beruang saku >2.000.000. Sisanya mahasiswa yang memiliki uang saku 1.500.0012.000.000 dan <500.000 masing-masing sebesar 11% dan 5%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14. 11%
12%
5% Jumlah Uang Saku: <500.000 500.001 - 1.000.000 1.000.001 - 1.500.000 1.500.001 - 2.000.000
> 2.000.000 14%
58%
Gambar 14. Sebaran responden berdasarkan jumlah uang saku
51 4.3 Perilaku Konsumsi Perilaku konsumsi dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan alasan responden mengkonsumsi obat flu Mixagrip, kesediaan responden membeli obat flu merek lain jika produk yang biasa mereka konsumsi tidak tersedia, alasan yang memotivasi responden beralih merek, intensitas responden beralih ke merek lain, dan pilihan obat flu responden jika mereka beralih merek.
4.3.1 Alasan Responden Mengkonsumsi Obat Flu Mixagrip Dapat terlihat pada Gambar 15 bahwa 43% responden mengkonsumsi Mixagrip karena produknya mudah diperoleh. Pada posisi berikutnya, masing-masing
16%
responden
mengkonsumsi
karena
efektif
menghilangkan flu dan alasan lainnya. Sedangkan alasan mengkonsumsi karena harganya murah, sebesar 14%. Kemudian, sebesar 6% dan 3% mengkonsumsi karena termotivasi oleh orang lain dan sudah menjadi kebiasaan. Alasan kemasan menarik dan citra produk sesuai diri saya sendiri menempati posisi persentase terkecil, yaitu masing-masing sebesar 1%.
Alasan Responden: 1% 3%
16% 43%
6%
Produknya mudah diperoleh Efektif menghilangkan flu Harganya murah Kemasan menarik
1%
14%
16%
Termotivasi oleh orang lain Sudah menjadi kebiasaan Citra produk sesuai diri saya Lainnya
Gambar 15. Persentse alasan responden mengkonsumsi Mixagrip
52 Berdasarkan Gambar 15 dapat disimpulkan bahwa peran distribusi produk sangatlah penting, karena alasan produk yang mudah diperoleh menempati persentase terbesar. Selain itu kinerja dan harga produk juga perlu diperhatikan, terlihat pada jawaban responden yang menempati persentase terbesar kedua dan ketiga. Hasil ini dapat dikorelasikan langsung pada strategi bauran pemasaran yang terdiri atas empat variabel inti, yaitu: produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan saluran distribusi (Swastha 1997).
4.3.2 Kesediaan Responden Membeli Obat Flu Merek Lain Pada Gambar 16 menunjukkan 84% responden bersedia membeli merek obat flu yang lain, jika merek yang sering mereka konsumsi tidak tersedia. Sedangkan hanya sebesar 16% responden yang tidak bersedia membeli merek obat flu yang lain. 16%
Kesediaan Membeli Merek Lain: Ya, bersedia membeli merek obat flu yang lain Tidak, bersedia membeli merek obat flu yang lain
84%
Gambar 16. Persentase kesediaan responden membeli merek lain Jawaban ini mendukung Gambar 15 di atas perihal pentingnya distribusi produk, karena konsumen target memiliki kepentingan untuk dapat dengan mudah serta nyaman memperoleh produk tersebut dimanapun dan kapanpun mereka membutuhkannya. Selain itu, dari Gambar 16 dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden tergolong dalam tingkatan satisfied buyer pada piramida loyalitas merek. Golongan ini merupakan konsumen yang merasa puas dengan suatu merek, namun keputusannya didasarkan pada perhitungan untung rugi atau switching cost.
53 4.3.3 Alasan yang Memotivasi Responden Untuk Beralih Merek Dapat diketahui bahwa hampir setengah dari seluruh responden terdorong untuk berganti merek dengan alasan ketersediaan produk, yaitu sebesar 49%. Alasan merek lain lebih efektif sebanyak 14%, diikuti dengan alasan coba-coba 13%. Alasan mutunya menurun dan alasan lainnya masing-masing sebesar 7%. Sedangkan alasan merek lain lebih terkenal hanya 6%. Pada jumlah yang paling sedikit adalah alasan kenaikan harga 3% dan alasan kemasan merek lain lebih menarik 1%. Komposisi perbandingan alasan responden untuk beralih merek ini dapat dilihat pada Gambar 17.
7% 6% 1%
Alasan Beralih Merek: 49%
14%
Ketersediaan produk Mutunya menurun Kenaikan harga Coba-coba
13%
Merek lain lebih efektif 3% 7%
Gambar 17. Persentase alasan responden untuk beralih merek Pada Gambar 17 menjabarkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar menjaga loyalitas konsumen. Selain pentingnya faktor distribusi agar produk selalu tersedia, perusahaan juga perlu memperhatikan faktor kualitas produk terutama efektifitasnya mengatasi sakit flu sehingga dapat memenuhi keinginan/ kebutuhan konsumen.
4.3.4 Intensitas Responden Beralih Ke Merek Lain Berdasarkan hasil penelitian, pada Gambar 18 dapat diketahui bahwa 46% responden jarang beralih merek dan 38% kadang-kadang beralih merek. Responden yang selalu dan sering beralih merek masing-masing sebesar 1% dan 9%. Sedangkan responden yang tidak pernah beralih merek sebesar 6%.
54 Perentase perbandingan intensitas responden beralih merek ini dapat dilihat pada Gambar 18. 9% 1%
6% Intensitas Beralih Merek: Tidak pernah, beralih merek Jarang, beralih merek 46%
38%
Kadang-kadang, beralih merek Sering, beralih merek
Gambar 18. Persentase intensitas responden beralih ke merek lain Maka, dapat dilihat bahwa terdapat sedikit sekali responden yang tergolong dalam switcher dalam piramida loyalitas merek. Golongan ini menempati tingkatan paling rendah, dimana mereka dapat diidentifikasi melalui kebiasaannya yang sering berganti-ganti merek. Menurut Kotler (2007), golongan ini sensitif terhadap harga dan adapula yang suka mencari variasi.
4.3.5 Pilihan Obat Flu Responden Jika Mereka Beralih Merek Pada Gambar 19, responden beralih ke merek Decolgen sebesar 33%. Responden beralih ke merek lainnya sebesar 25%. Sedangkan, responden beralih ke merek Neozep dan Ultraflu masing-masing sebesar 16% dan 11%. Adapula responden yang tidak akan beralih merek yaitu sebesar 15%. 25%
15% Pilihan Merek: Mixagrip
11%
Decolgen
Neozep 33% 16%
Ultraflu Lainnya
Gambar 19. Persentase pilihan obat flu responden jika mereka beralih
55 Dalam Gambar 19 ini menunjukkan bahwa pembelian yang dilakukan responden karena manfaat fungsionalnya, yaitu menyembuhkan sakit. Kebutuhan ini bersifat penting dan sulit ditunda, sehingga konsumen akan dengan mudahnya beralih produk jika tidak tersedia. Menurut teori kebutuhan Maslow, sakit tergolong dalam kebutuhan dasar manusia/ fisiologis yang menempati posisi paling rendah dalam model hierarki kebutuhan. Manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan lainnya yang lebih tinggi (Sumarwan 2004).
4.4 Persepsi Responden terhadap Dimensi-dimensi Ekuitas Merek Persepsi dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang mencerminkan dimensidimensi ekuitas merek serta ekuitas merek secara keseluruhan. Dimensi ekuitas merek yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan konsep dimensi ekuitas merek dari Aaker (1997) yang hanya menggunakan tiga dimensi, yaitu kesadaran merek, kesan kualitas, dan kesetiaan merek. Responden diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan tersebut dengan memilih salah satu jawaban, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju.
4.4.1 Kesadaran Merek Kesadaran
merek
menurut
Rahmawati
(2002)
adalah
suatu
penerimaan dari pelanggan terhadap suatu merek dalam benaknya yang mana ditunjukkan dari kemampuan pelanggan dalam mengingat dan mengenali kembali suatu merek serta mengaitkannya ke dalam kategori tertentu. Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tidak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin akan produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Pada pernyataan X1 kesadaran puncak pikiran (top of mind) yaitu “Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan saya
56 ketika diminta menyebutkan merek obat flu yang dijual bebas”, sebanyak 44,2% responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 32,6% mengatakan netral, dan sebanyak 16,3% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya mencapai persentase sebesar 4,7%. Pada pernyataan X2 kesadaran puncak pikiran (top of mind) yaitu “Iklan Mixagrip adalah yang paling sering saya lihat”, sebanyak 37,4% responden menyatakan setuju, sebanyak 29,5% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 24,7% menyatakan netral. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya mencapai persentase 3,2%. Pada pernyataan X3 pengingatan kembali merek (brand recall) yaitu “Merek obat flu yang dijual bebas lainnya kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip”, sebanyak 56,3% responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 30% mengatakan netral, dan sebanyak 7,9% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebesar 4,2%. Pada pernyataan X4 pengenalan merek (brand recognition) yaitu “Saya hanya mengingat merek Mixagrip, sedangkan merek obat lainnya kurang diingat”, sebanyak 64,2% responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 19,5% mengatakan netral, dan sebanyak 8,4% menyatakan sangat tidak setuju. Responden yang menyatakan setuju hanya sebesar 5,8%. Untuk lebih singkatnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan kesadaran merek Mixagrip Pernyataan
Persentase Jawaban (%) STS
TS
N
S
SS
4.7
44.2
32.6
16.3
2.1
3.2
29.5
24.7
37.4
5.3
4.2
56.3
30.0
7.9
1.6
8.4
64.2
19.5
5.8
2.1
Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan saya ketika diminta menyebutkan merek obat flu yang dijual bebas Iklan Mixagrip adalah yang paling sering saya lihat Merek obat flu yang dijual bebas lainnya kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip Saya hanya mengingat merek Mixagrip, sedangkan merek obat lainya kurang diingat
57 Secara keseluruhan dapat dikatakan persepsi kesadaran merek responden terhadap Mixagrip kurang baik, dikarenakan banyaknya jawaban tidak setuju. Namun, pada variabel X2 banyak responden setuju bahwa mereka sering melihat iklan Mixagrip. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa contoh cukup mengenal produk Mixagrip dan sadar akan keberadaan produk tersebut di pasaran. Konsumen cenderung membeli merek yang sudah dikenal karena mereka merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal.
4.4.2 Kesan Kualitas Merek Suatu merek produk akan membentuk kesan kualitas dari suatu produk di mata konsumen. Kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Muafi 2001). Pada pernyataan X5 intensitas konsumsi (brand used most often) yaitu “Mixagrip adalah merek obat flu yang sering saya minum”, sebanyak 53,7% responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 20,5% mengatakan sangat tidak setuju, dan sebanyak 15,8% menyatakan netral. Responden yang menyatakan setuju hanya sebesar 8,4%. Pada pernyataan X6 persepsi kualitas terbaik (best percived quality) yaitu “Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas”, sebanyak 62,1% responden menyatakan netral, sebanyak 25,8% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 10% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak 1,6%. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan persepsi kesan kualitas Mixagrip Pernyataan Mixagrip adalah merek obat flu yang sering saya minum Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas
Persentase Jawaban (%) STS
TS
N
S
SS
20.5
53.7
15.8
8.4
1.6
1.6
25.8
62.1
10.0
.5
58 Secara keseluruhan kesan kualitas Mixagrip dapat dikatakan tidak baik, karena mayoritas responden menyatakan tidak setuju. Kesan kualitas akan mempengaruhi keputusan pembelian, karena jika produk tersebut dapat memenuhi harapan konsumen, tentu konsumen akan melakukan pembelian ulang dikemudian hari.
4.4.3 Loyalitas Merek Oliver (1999) mendefinisikan loyalitas merek atau disebut juga kesetiaan merek sebagai komitmen mendalam yang dipegang untuk membeli kembali dan berlangganan produk atau layanan yang dipilih secara konsisten di masa mendatang. Pelanggan yang sudah setia terhadap suatu merek tidak akan mudah berpindah ke merek lain meskipun ada perubahan harga. Kesetiaan merek dapat juga dilihat dari kepuasan pelanggan yang tercipta oleh akumulasi pengalamannya terhadap merek tersebut Aaker (1997). Pada pernyataan X7 pembeli yang komit (comited buyer) yaitu “Saya selalu menyarankan teman/ saudara untuk membeli Mixagrip”, sebanyak 43,7% responden menyatakan netral, sebanyak 42,1% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 7,9% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak 5,8%. Pada pernyataan X8 pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer) yaitu “Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan”, sebanyak 44,2% responden menyatakan netral, sebanyak 28,9% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 23,2% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak 3,2%. Pada pernyataan X9 pembeli yang akan membeli lagi (repeat buyer) yaitu “Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya, bukan karena merek tersebut tersedia di warung”, sebanyak 41,1% responden menyatakan netral, sebanyak 36,8% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 16,3% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebanyak 5,3%. Persentase persepsi responden terhadap dimensi loyalitas merek ini tersaji pada Tabel 7.
59 Tabel 7. Sebaran responden berdasarkan persepsi loyalitas merek Mixagrip Persentase Jawaban (%)
Pernyataan Saya selalu menyarankan teman/ saudara untuk membeli Mixagrip Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan
STS
TS
N
S
SS
5.8
42.1
43.7
7.9
.5
3.2
28.9
44.2
23.2
.5
5.3
36.8
41.1
16.3
.5
Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya, bukan karena merek itu yang tersedia diwarung
Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa loyalitas merek untuk Mixagrip dapat dikatakan tidak baik, dikarenakan jawaban responden mayoritas pada tidak setuju. Loyalitas menggambarkan kesetiaan dan kedekatan konsumen kepada merek. Konsumen yang loyal adalah konsumen yang memiliki persepsi baik dan ia selalu setia membeli dan menggunakan merek tersebut.
4.4.4 Ekuitas Merek Ekuitas merek dapat memberikan nilai tersendiri di mata konsumen, nilai yang dikandungnya dapat membantu konsumen dalam memproses dan menyimpan informasi yang terkait dengan merek dari suatu produk. Untuk mengetahui persepsi responden pada merek Mixagrip, digunakan indikator Y1 untuk mengetahui merek yang terbaik. Besarnya persentase terlampir pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran persepsi ekuitas merek keseluruhan responden Pernyataan Mixagrip adalah merek obat flu yang terbaik
Persentase Jawaban (%) STS
TS
N
S
SS
2.1
27.4
63.2
6.8
.5
Pada pernyataan Y1 merek yang terbaik (best brand) yaitu “Mixagrip adalah merek obat flu yang terbaik”, sebanyak 63,2% responden menyatakan netral, sebanyak 27,4% mengatakan tidak setuju, dan sebanyak 6,8% menyatakan setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju hanya sebesar 2,1%.
60 4.5 Persamaan Struktural Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek terhadap Ekuitas Merek Mixagrip Setelah itu dilakukan estimasi parameter dengan menggunakan data mengenai indikator-indikator laten eksogen. Estimasi parameter ini diolah dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM). Metode yang digunakan adalah alternatif berbasis variance atau Component Based SEM, dapat juga disebut Partial Least Square (PLS) dari software SmartPLS versi 2.0. Dari SmartPLS tersebut, diperoleh nilai estimasi parameter atau koefisien lintas pada Gambar 20 dan statistik ujinya (T-Hitung) pada Gambar 21. Untuk perhitungan Quality Criteria yang digunakan agar memperoleh koefisien lintas disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 20. Estimasi loading factor model struktural penelitian
61
Gambar 21. Uji signifikansi (T-Hitung) model struktural penelitian Analisis SEM menunjukkan bahwa model persamaan struktural ini teridentifikasi sebagai model yang sudah dapat diterima (fit), karena memiliki nilai Average Variance Extracted (AVE) lebih besar dari 0,5 dan Composite Reliability lebih besar dari 0,6. Indeks Goodness-of-fit dari model struktural selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Indeks Goodness-of-fit model teori Variabel Laten Eksogen
AVE
Composite Reliability
Kesadaran Merek
0,5125
Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Cronbachs Alpha
Communality
0,8055
0,6825
0,5125
0,6615
0,7949
0,5014
0,6615
0,6555
0,8505
0,7355
0,6555
1
1
1
1
R Square
0,3451
Redundancy
0,0672
62 Dari hasil statistik Goodness-of-fit dapat diambil kesimpulan bahwa model struktural yang dianalisis sebagian besar dapat diterima karena menunjukkan hasil kriteria kesesuaian yang baik. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Uji signifikansi (T-Hitung) dilakukan untuk lebih meyakinkan kesesuaian model, yaitu apakah model tersebut telah mampu menggambarkan proses pembentukkan ekuitas merek Mixagrip atau belum berdasarkan data empiris yang diperoleh. Uji signifikansi juga dilakukan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dalam pengukuran ekuitas merek.
4.6 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Indikatornya Model struktural ini dibangun dengan tiga buah variabel laten endogen yang menggambarkan dimensi-dimensi ekuitas merek yaitu kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek terhadap ekuitas merek Mixagrip secara keseluruhan. Masing-masing variabel laten tersebut diukur dengan menggunakan sejumlah variabel indikator X1, X2, X3, dan X4 untuk mengukur varibel kesadaran merek, variabel indikator X5 dan X6 untuk mengukur variabel kesan kualitas merek, dan variabel indikator X7, X8, dan X9 untuk mengukur variabel loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor muatan dan nilai-t pada hubungan ekuitas merek Loading Factor
T-Hitung
Keterangan
Kesadaran Merek X1
0,65
8,933
VALID
X2 X3
0,597 0,801
6,976 15,999
VALID VALID
X4
0,794
15,424
VALID
Kesan Kualitas Merek X5 X6
0,734 0,886
12,204 25,306
VALID VALID
Loyalitas Merek X7 X8
0,742 0,841
17,126 21,094
VALID VALID
X9
0,842
29,874
VALID
Indikator
63 Untuk mengetahui indikator-indikator mana yang membentuk paling kuat pada dimensi-dimensi ekuitas merek terhadap ekuitas merek Mixagrip, dapat dilihat pada Tabel 10 di atas. Tabel tersebut menunjukkan seberapa besar indikator-indikator dimensi ekuitas merek dalam membentuk peubah laten endogen mediasi maupun peubah laten akhir yang dilihat dari nilai koefisiennya atau nilai faktor muatannya.
4.6.1 Hubungan Dimensi Kesadaran Merek dengan Indikatornya Variabel dimensi kesadaran merek diukur oleh empat indikator, yaitu X1 (Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan), X2 (Iklan Mixagrip paling sering dilihat), X3 (Merek obat flu lainnya kurang terkenal), dan X4 (Hanya mengingat merek Mixagrip). Pada Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa variabel indikator X3 mempunyai kontribusi yang tertinggi dalam membentuk dimensi kesadaran merek dengan faktor muatan sebesar 0,801 satuan, kontribusi terbesar kedua ada pada variabel X4 dengan kesadaran merek memberikan kontribusi sebesar 0,794 satuan. Kontribusi terbesar ketiga ada pada variabel X1 dengan kontribusi sebesar 0,650 satuan dan pada posisi terkecil ada pada variabel X2 dengan kesadaran merek memberikan kontribusi sebesar 0,597 satuan. Dilihat dari besarnya pengaruh kesadaran merek terhadap ekuitas merek yang sebesar 0,101 satuan dan uji t sebesar 1,485 maka memberikan kesimpulan tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dapat membedakan Mixagrip dengan merek lainnya dengan nilai faktor muatan terbesar. Pada piramida tingkatan kesadaran merek yang dibuat oleh Aaker (1997), dapat disimpulkan bahwa responden termasuk kedalam kategori pengingatan kembali merek (Brand Recall) yaitu produk yang dapat disebutkan atau diingat konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali, diistilahkan pengingatan kembali tanpa bantuan (Unaided Recall). Responden secara cepat dapat mengenali dan mengingat Mixagrip sebagai obat flu yang dijual bebas.
64 4.6.2 Hubungan Dimensi Kesan Kualitas Merek dengan Indikatornya Dimensi kesan kualitas dalam penelitian ini diukur oleh dua indikator, yaitu X5 (Mixagrip sering saya minum) dan X6 (Mixagrip adalah merek yang paling berkualitas). Berdasarkan nilai faktor muatan yang dihasilkan dari estimasi SmartPLS seperti pada Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa variabel indikator X6 mempunyai kontribusi yang tertinggi dalam membentuk dimensi kesan kualitas dengan nilai faktor muatan sebesar 0,886 satuan, dan untuk kontribusi terbesar selanjutnya ada pada variabel X5 dengan kesan kualitas merek memberkan kontribusi sebesar 0,734 satuan. Dilihat dari besarnya pengaruh kesan kualitas merek terhadap ekuitas merek sebesar 0,282 satuan dan besarnya uji t 2,905 memiliki kesimpulan signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Durianto et al. (2004) yang menyatakan bahwa kesan kualitas harus diikuti dengan peningkatan yang nyata dari produknya. Kualitas yang tinggi akan membuat konsumen merasa puas dan berperan dalam keputusan konsumen dalam pembelian berikutnya.
4.6.3 Hubungan Dimensi Loyalitas Merek dengan Indikatornya Dimensi loyalitas merek diukur oleh tiga indikator yaitu X7 (Selalu menyarankan membeli Mixagrip), X8 (Membeli karena mutu, bukan kebiasaan), X9 (Membeli karena mutu, bukan karena tersedia). Berdasarkan nilai faktor muatan yang dihasilkan dari estimasi SmartPLS yang dapat dilihat pada Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa variabel indikator X9 mempunyai kontribusi tertinggi dalam membentuk dimensi loyalitas merek dengan faktor muatan 0,842 satuan. Kontribusi terbesar kedua ada pada variabel X8 dengan loyalitas merek memberikan kontribusi sebesar 0,841 satuan dan pada posisi terkecil ada pada variabel X7 dengan loyalitas merek memberikan kontribusi sebesar 0,742 satuan. Dilihat dari besarnya pengaruh loyalitas merek terhadap ekuitas merek sebesar 0,302 satuan, dan uji t sebesar 3,902 maka memiliki kesimpulan signifikan.
65 Dari hasil penelitian diketahui bahwa dimensi loyalitas merek paling besar dibentuk oleh indikator X9, hal ini menunjukkan bahwa konsumen cukup loyal dengan Mixagrip karena melakukan pembelian berulang karena mutu yang dimiliki produk tersebut, bukan karena produk tersebut tersedia. Chauduri (2001) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal pada suatu merek akan mengarah pada pembelian yang berkelanjutan dan bahkan mau membayar lebih karena mereka memperoleh nilai unik yang tidak ditemukan pada merek lain.
4.7 Hubungan antara Ekuitas Merek dengan Dimensi Ekuitas Merek Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek adalah dimensi yang signifikan dari ekuitas merek. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa ekuitas merek dipengaruhi dimensi kesadaran merek sebesar 0,101, dimensi kesan kualitas merek sebesar 0,282, dan dimensi loyalitas merek sebesar 0,302. Setelah di uji-t parameter untuk koefisien lintas peubah laten mediasi endogen kesan kualitas merek dan loyalitas merek memiliki nilai T-hitung lebih besar dari 1,96 yang berarti nyata pada tingkat signifikan lima persen, sedangkan koefisien lintas peubah laten mediasi endogen kesadaran merek memiliki nilai T-hitung yang kurang dari T-tabel, yang berarti dimensi ekuitas merek tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap pembentukan ekuitas merek Mixagrip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Faktor muatan dan nilai-t dimensi ekuitas merek Dimensi Ekuitas Merek Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek
Faktor Muatan
Nilai-t
0,101 0,282 0,302
1,485 2,905 3.902
Ekuitas merek secara keseluruhan terkait secara positif dengan semua dimensi ekuitas merek yang artinya semakin tinggi kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek akan meningkatkan pula ekuitas merek Mixagrip sebagai obat flu yang dijual bebas sebesar nilai faktor muatannya. Sedangkan untuk kesadaran merek tidak mempengaruhi ekuitas merek
66 Mixagrip karena nilai koefisien lintasnya kurang dari T-tabel yaitu 1,485 atau dapat dikatakan memiliki pengaruh atau kontribusi yang kecil.
4.8 Ekuitas Merek Secara Keseluruhan Ekuitas merek Mixagrip secara keseluruhan dibentuk oleh variabel indikator X6 (Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas) yang memiliki kontribusi tertinggi dalam pembentukan dimensi ekuitas merek. Hal ini membuktikan bahwa meskipun responden mayoritas tidak setuju bahwa mereka hanya mengingat merek Mixagrip, sedangkan merek obat flu lainnya kurang diingat yang dapat dilihat pada Tabel 5 di atas tentang kesadaran merek yaitu indikator X4. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun responden tidak menempatkan merek Mixagrip sebagai kesadaran puncak mereka, namun responden memiliki persepsi bahwa Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas. Secara struktural, pembentukan ekuitas merek Mixagrip dapat dianalisis berdasarkan hasil SEM yang telah dilakukan. Pada kasus ini, ekuitas merek Mixagrip secara positif dan signifikan dikontribusikan oleh dimensi kesan kualitas merek dan loyalitas merek. Dimensi loyalitas merek memiliki nilai faktor muatan yang lebih besar dibanding dimensi kesan kualitas merek, yaitu 0,302 untuk loyalitas merek dan 0,282 untuk kesan kualitas merek. Durianto et al. (2004) menyatakan bahwa persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa tersebut akan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Lebih lanjut, Aaker (1997) mengemukakan bahwa merek yang memiliki persepsi kualitas yang tinggi akan memberikan nilai bagi merek tersebut diantaranya yaitu alasan untuk membeli, diferensiasi atau posisi, harga premium, perluasan saluran distribusi, dan perluasan merek. Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat loyalitasnya. Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap suatu produk karena adanya kedekatan emosional dan psikologis.
67 Berdasarkan nilai faktor muatan terkecil yaitu 0,101 dengan nilai-t sebesar 1,485 terlihat bahwa ekuitas merek Mixagrip secara tidak signifikan dipengaruhi oleh dimensi kesadaran merek, walaupun pada beberapa kasus diketahui bahwa ekuitas merek dipengaruhi oleh kesadaran merek, tetapi untuk kasus Mixagrip ini, dimensi kesadaran merek ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan ekuitas merek.
4.9 Implikasi Manajerial Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kesan kualitas merek dan loyalitas merek memberikan kontribusi
yang besar terhadap
pembentukan ekuitas merek Mixagrip dengan faktor muatan sebesar 0,282 dan 0,302, sedangkan nilai-t masing-masing sebesar 2,905 dan 3,902. Hal ini menunjukkan bahwa Mixagrip telah mampu menciptakan kesan dan loyalitas konsumen yang berdampak pada ekuitas merek. Oleh karena itu, PT. Kalbe Farma,Tbk sebagai produsen obat-obatan perlu melakukan usahausaha yang dapat berguna untuk membentuk loyalitas dan persepsi positif konsumen terhadap merek. Menurut hasil penelitian, dimensi kesan kualitas merek Mixagrip menempati posisi kedua terbesar dalam kontribusinya membangun ekuitas merek Mixagrip. Berdasarkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kesan kualitas Mixagrip dapat dikatakan tidak baik, dimana masih ada ruang untuk peningkatan kesan kualitas merek Mixagrip. Aaker (1997) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun persepsi kualitas, yaitu: komitmen terhadap kualitas dengan memelihara secara terus-menerus, budaya kualitas perusahaan yang tercermin pada norma perilaku serta nilainilainya, standar kualitas yang berdasarkan informasi dan masukan dari pelanggan, sasaran kualitas yang jelas dan terperinci, dan keterlibatan karyawan untuk berinisiatif dalam mencari solusi masalah yang dihadapi. Menurut Aaker (1997) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan konsumen. Terdapat lima keuntungan dari kesan kualitas ini, yaitu: alasan untuk
68 membeli, diferensiasi, harga optimum, minat alasan untuk membeli, dan perluasan merek. Berdasarkan hasil penelitian, dimensi loyalitas merek memberikan pengaruh terbesar dalam membentuk ekuitas merek Mixagrip. Dapat dilihat pada Tabel 7 di atas bahwa persepsi loyalitas merek pada Mixagrip dapat dikatakan tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi loyalitas merek perlu menjadi fokus utama oleh perusahaan. Aaker (1997) mengemukakan beberapa cara yang harus dilakukan terkait dengan loyalitas merek, yaitu: memperlakukan pelanggan dengan baik, berhubungan dekat dengan pelanggan, dan mengukur serta menjaga kepuasan pelanggan. Menurut Sumarwan (2004), loyalitas sangat terkait dengan kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan dapat mempengaruhi derajat loyalitasnya. Loyalitas didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk melakukan pembelian ulang suatu produk dengan merek yang sama. Loyalitas akan berdampak pada komitmen pelanggan terhadap suatu produk karena adanya kedekatan emosional dan psikologis. Dari hasil penelitian, dimensi kesadaran merek memiliki kontribusi terkecil dalam pembentukan ekuitas merek Mixagrip (Tabel 11). Selain itu, persepsi konsumen terhadap kesadaran merek ini dapat dikatakan kurang baik (Tabel 5). Karenanya maka kesadaran merek Mixagrip ini tidak perlu menjadi sorotan utama. Sebaiknya perusahaan fokus pada dimensi kesan kualitas merek dan loyalitas merek yang merupakan dua dimensi paling signifikan dalam pembentukan ekuitas merek Mixagrip. Selain itu, pentingnya fokus pada dua dimensi ini dikarenakan persepsi responden yang tidak baik terhadapnya. Apabila perusahaan tetap ingin memperbaiki persepsi pada dimensi kesadaran merek ini, maka perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memperluas media periklanan, tidak hanya pada media televisi atau cetak. Beberapa ajuan untuk media periklanan, yaitu: iklan pada transportasi massal, menjadi sponsor pada kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan target konsumen, memberikan sampel gratis, promosi dengan mengadakan kegiatan yang menarik positif, dan mengkampanyekan produk pada sosial
69 media seperti Facebook, Twitter, dan Instagram yang melibatkan tokoh atau artis. Hasil analisis SEM ini telah dirangkum pada Tabel 12. Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis SEM Hasil Dimensi loyalitas merek memberikan pengaruh terbesar, dengan faktor muatan 0,302 dan nilai-t 3,902. Dimensi kesan kualitas merek memberikan pengaruh terbesar kedua, dengan nilai faktor muatan 0,282 dan nilai-t 2,905. Dimensi kesadaran merek memberikan pengaruh terkecil, dengan nilai faktor muatan 0,101 dan nilai-t 1,485.
Implikasi Manajerial Perusahaan perlu fokus dalam peningkatan dimensi ini. Beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: memperlakukan pelanggan dengan baik, berhubungan dekat dengan pelanggan, dan mengukur serta menjaga kepuasan pelanggan.
Perusahaan perlu meningkatkan aspek dimensi ini. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dimensi kesan kualitas merek, yaitu: komitmen terhadap kualitas dengan memelihara secara terus menerus, budaya kualitas perusahaan yang tercermin pada norma perilaku serta nilai-nilainya, standar kualitas yang berdasarkan informasi dan masukan dari pelanggan, sasaran kualitas yang jelas dan terperinci, dan keterlibatan karyawan untuk berinisiatif dalam mencari solusi masalah yang dihadapi. Perusahaan tidak perlu fokus pada dimensi ini, karena tidak signifikan pada pembentukan ekuitas merek Mixagrip. Namun, apabila perusahaan ingin meningkatkan dimensi ini dapat mempertimbangkan untuk perluasan media periklanan. Tidak hanya media televisi dan cetak.
Sejalan dengan perkembangan dunia bisnis bauran pemasaran semakin penting, yang meliputi: produk (product), harga (price), lokasi (place), dan promosi (promotion). Deri keempat bauran tersebut dan menggunakan pertimbangan hasil analisis deskriptif serta analisis SEM, maka diusulkan masukan untuk pihak PT. Kalbe Farma, Tbk. Implementasi manajerial secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 13. Ditinjau dari aspek produk dalam bauran pemasaran, persepsi responden terhadap kualitas produk Mixagrip cukup rendah. Hal ini berdasarkan jawaban responden pada pernyataan X6 (Mixagrip adalah merek obat flu paling berkualitas), dengan hasil 25,8% tidak setuju (Tabel 6). Jawaban ini diperkuat oleh hasil pernyataan X8 (Saya membeli Mixagrip karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan), dengan hasil 28,9% tidak setuju (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis deskriptif apabila responden beralih produk, mayoritas (32%) memilih merek Decolgen
70 (Gambar 19). Implikasi manajerial yang diusulkan untuk pemasaran produk Mixagrip adalah dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan Mixagrip agar konsumen lebih sadar tentang kualitas produk ini serta meningkatkan promosi baik pada media cetak, televisi, maupun sosial media. Aspek harga merupakan bagian dari bauran pemasaran dimana terkait dengan penetapan harga. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa harga menjadi pertimbangan dalam pemilihan alternatif produk. Ketika konsumen memilih harga sebagai kriteria pemilihan dari suatu produk, maka informasi harga benar-benar sangat diperlukan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Gambar 14, mayoritas responden (58%) memiliki uang saku Rp500.000Rp1.000.000. Oleh karenanya, implikasi manajerial yang diusulkan adalah menjaga harga produk agar tetap terjangkau. Tantangan yang terkait dengan aspek produk adalah, bagaimana meningkatkan kualitas produk, tanpa menaikan harga produk. Aspek lokasi dalam bauran pemasaran terkait dengan variabel indikator X9 (Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya, bukan karena merek itu yang tersedia di warung) yang menunjukkan hasil 36,8% tidak setuju (Tabel 7). Dapat disimpulkan bahwa Mixagrip telah memiliki keunggulan kompetitif dalam distribusi produk, responden dengan mudahnya dapat memperoleh produk tersebut. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis deskriptif pada Gambar 15, dimana responden sebesar 43% menyatakan bahwa alasan mereka mengkonsumsi Mixagrip karena produknya mudah didapat. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan mempertahankan rantai distribusi dan menjaga kerjasama yang baik dengan pihak-pihak retail seperti mini market dan warung-warung. Kerjasama ini dapat dijaga dengan program reward atau bonus dari perusahaan. Aspek ini sangat perlu dijaga, karena berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Gambar 16 menunjukkan bahwa 85% responden menyatakan bersedia beralih merek jika produk yang biasa dibeli tidak tersedia. Selain itu, hasil analisis deskriptif juga menunjukkan bahwa 49% responden menyatakan bahwa alasan mereka beralih merek yaitu karena ketersediaan produk (Gambar 17).
71 Aspek promosi dalam bauran pemasaran terkait dengan variabel indikator X1, X2, X3, dan X4 seputar kesadaran merek Mixagrip (Tabel 5). Pada indikator X1 (Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan saya) menunjukkan 44,2% responden tidak setuju, X3 (Merek obat flu lainnya kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip) menunjukkan 56,3% responden tidak setuju, dan X4 (Saya hanya ingat merek obat flu Mixagrip, sedangkan yang lainnya kurang diingat) menunjukkan 64,2% responden tidak setuju. Hanya indikator X2 (Iklan Mixagrip adalah yang paling sering saya lihat) menunjukkan 37,4% responden setuju. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran merek Mixagrip dalam persepsi responden kurang baik, walaupun responden cukup mengenal produk Mixagrip dan sadar akan keberadaan produk tersebut namun dapat disimpulkan bahwa promosi yang telah dilakukan perusahaan kurang efektif sehingga produk Mixagrip belum mencapai posisi top of mind. Maka,
implikasi
manajerial
yang
diusulkan
adalah
dengan
meningkatkan intensitas iklan yang sudah ada dan memperluas media periklanan seperti sponsorship pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan, presentasi di sekolah, kampus, hingga komunitas masyarakat, dan penyajian display yang menarik dan informatif pada tempat-tempat dijualnya produk ini. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, sebaiknya segmentasi Mixagrip mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat pengeluarannya. Untuk mendukung keberadaan Mixagrip banyak menyebar dipasar-pasar eceran dibandingkan pedagang besar. Strategi targeting sebagai masukan pihak menejemen dalam keberlanjutan perusahaan adalah dengan menjual produk yang harganya terjangkau oleh konsumen menengah kebawah dan diimbangi adanya promosi baik melalui media cetak, televisi, maupun sosial media dengan tetap memperhatikan aspek biaya. Sebagai implikasi manajerial pada strategi positioning, Mixagrip menjual produk berkualitas serta harga yang terjangkau oleh target potensialnya. Produk yang mudah didapatkan dengan manfaat efektif menyembuhkan flu. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 13.
72 Tabel 13. Ringkasan implementasi manajerial Strategi
Hasil Penelitian
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Produk Pada pernyataan X6 dan X8 pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan (product) bahwa jawaban terbanyak adalah tidak setuju terhadap kualiatas produk Mixagrip. Persepsi kualitas ini perlu ditingkatkan guna memberikan alasan membeli untuk konsumen dan diferensiasi/ posisi produk dengan merek lain. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan Mixagrip dan meningkatkan promosi baik pada media cetak televisi, maupun sosial media. Harga Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Gambar 14, (price) mayoritas responden beruang saku Rp500.000-Rp1.000.000. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah menjaga harga produk agar tetap terjangkau, namun kualitas produk perlu ditingkatkan. Lokasi Pada pernyataan X9 pada Tabel 7 menunjukkan bahwa (place) mayoritas responden mengkonsumsi Mixagrip karena merek tersebut tersedia di warung. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis deskriptif pada Gambar 15 dimana responden sebesar 43% menyatakan bahwa alasan mereka mengkonsumsi Mixagrip karena produknya mudah didapat. Keunggulan kompetitif pada aspkek distribusi ini perlu dijaga, karena pada analisis deskriptif Gambar 16 menunjukkan bahwa 85% responden bersedia beralih merek jika produk tersebut tidak tersedia. Implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan mempertahankan kerjasama yang baik dengan para pihak retail seperti mini market dan warung. Kerjasama ini dapat dijaga dengan program reward atau bonus dari pihak perusahaan. Promosi Berdasarkan pernyataan X1, X3, dan X4 pada Tabel 5 (promotion) menunjukkan bahwa tingkat kesadaran merek responden terhadap Mixagrip kurang baik, dengan mayoritas jawaban tidak setuju pada setiap indikator. Walaupun responden cukup mengenal produk Mixagrip dan sadar terhadap keberadaan merek ini (Indikator X2, Tabel 5), namun dapat disimpulkan bahwa promosi yang telah dilakukan perusahaan kurang efektif sehingga merek ini belum mencapai posisi top of mind. Maka, implikasi manajerial yang diusulkan adalah dengan meningkatkan intensitas iklan serta memperluas media periklanan dengan sponsorship, presentasi, dan penyajian display yang menarik serta informatif pada tempat-tempat dijualnya produk ini. Strategi Pemasaran Segmenting Berdasarkan hasil anailisis deskriptif, sebaiknya segmentasi Mixagrip mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat pengeluarannya. Targeting Menjual produk dengan harga yang terjangkau oleh konsumen menengah kebawah dan diimbangi adanya promosi baik melalui media cetak, televisi, maupun sosial media dengan tetap memperhatikan aspek biaya. Positioning Produk yang terjangkau dengan kualitas yang terbaik. Produk yang mudah didapatkan dengan manfaat efektif menyembuhkan flu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pada penelitian ini dapat diketahui bagaimana pola perilaku konsumsi responden. Alasan responden mengkonsumsi obat flu Mixagrip, karena produknya yang mudah didapat dan mayoritas menyatakan bersedia membeli merek lain jika merek yang biasa mereka beli tidak tersedia. Ekuitas merek pada penelitian ini dijabarkan dalam tiga dimensi, yaitu: kesadaran merek, kesan kualitas merek, dan loyalitas merek. Kotribusi terbesar kedua dipengaruhi oleh dimensi kesan kualitas. Dimensi loyalitas merek memiliki kontribusi paling signifikan. Secara keseluruhan, ekuitas merek Mixagrip dibentuk oleh variabel indikator X6 yang menyatakan bahwa Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas. Namun, pada indikator X4 banyak contoh menyatakan tidak setuju bahwa mereka hanya mengingat merek Mixagrip. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun responden tidak menempatkan merek Mixagrip pada kesadaran puncak, tapi responden memiliki persepsi bahwa Mixagrip adalah obat flu paling berkualitas. Implikasi manajerial yang disarankan adalah (1) pada unsur produk, dengan mengkaji ulang konten informasi pada iklan Mixagrip dan meningkatkan promosi. (2) unsur harga, dengan menjaga harga produk agar tetap terjangkau namun kualitas produk perlu ditingkatkan. (3) unsur lokasi, dengan mempertahankan kerjasama yang baik dengan para pihak retail yang dapat ditempuh melalui program reward. (4) unsur promosi, dengan meningkatkan intensitas iklan serta memperluas media. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, sebaiknya segmentasi Mixagrip mempertimbangkan karakteristik responden atas penghasilan dan tingkat pengeluarannya. Strategi targeting adalah dengan menjual produk yang harganya terjangkau dan diimbangi adanya promosi yang baik. Sebagai implikasi manajerial pada strategi positioning Mixagrip menjual produk yang terjangkau dengan kualitas terbaik.
74 5.2 Saran Berdasarkan penelitian, maka saran yang penulis dapat berikan adalah sebagai berikut: a. Pihak perusahaan perlu memprioritaskan untuk peningkatan aspek dimensi loyalitas merek dan kesan kualitas merek. Karena dua dimensi ini yang memberikan kontribusi signifikan pada pembentukan ekuitas merek Mixagrip dan dua dimensi ini pula yang memiliki persepsi tidak baik di mata responden. Hal ini dilakukan agar konsumen tidak berpindah ke produk lain yang sejenis. Selain itu, dengan perbaikan ini diharapkan menarik konsumen pesaing. b. Dimensi-dimensi ekuitas merek yang diidentifikasi dalam penelitian ini diasumsikan hanya memiliki hubungan individual dalam membentuk ekuitas merek, sedangkan pada keadaan sebenarnya bisa saja terdapat interaksi antara dimensi ekuitas merek serta hubungan antara dimensi bauran pemasaran. Penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis hubungan tersebut sehingga pembentukan ekuitas merek dapat dikaji lebih dalam lagi. c. Contoh yang digunakan hanya pada kelompok konsumen dan pada wilayah tertentu, sehingga pada penelitian selanjutnya sebaiknya lokasi pengambilan contoh juga lebih diperluas lagi agar dapat menghasilkan informasi yang lebih baik lagi dalam pengelolaan ekuitas merek.
DAFTAR PUSTAKA Aaker D. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Ananda A, penerjemah. Jakarta (ID): Spektrum Mitra Utama. Terjemahan dari: Managing Brand Equity Capitalizing on The Value Of a Brand Name. Aaker D, Kumar V, Day GS. 2007. Marketing Research. New York (US): J Wiley. Aziz N, Yasin NM. 2010. Analiyzing The Brand Equity and Resonance of Banking Services: Malaysian Consumer Perspective. International Journal of Marketing Studies [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]; 2(2): 180-189. Tersedia pada: http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijms/ article /view/8124. Chaudhuri A. 1999. Does Brand Loyalty Mediate Brand Equity Outcomes. Journal of Marketing Theory and Practice [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]; 7(2): 136. Tersedia pada: http://www.jstor.org/discover/10.2307/ 23232640?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21103406852723. Durianto D, Darmadi, Sugiarto, Lie D, Budiman J. 2004. Brand Equity Ten. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Durianto D, Sugiarto, Sitinjak T. 2001. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Dutka A. 1994. AMA Hand Book for Customer Satisfaction. Illinois (US): NTC Business Book. Gerson RF. 2001. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PPM. Ghozali I. 2008. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0. Semarang (ID): UNDIP Pr. Hair J, Black WC, Babin BJ, Anderson RE, Tatham RL. 2006. Multivariate Data Analysis. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Hartono J. 2011. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta (ID): STIM YKPN Pr. [KF] Kalbe Farma. 2013. Sekilas Kalbe. Tentang Kami [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://id.kalbe.co.id/TentangKami. Keller KL. 1993. Conceptualizing, Measuring, and Managing CustomerBased Brand Equity. Journal of Marketing [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]; 57(1): 1-22. Tersedia pada: http://www.jstor.org/discover/ 10.2307/1252054?uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21103407068053. Keller KL. 2002. Strategic Brand Management. Building, Measuring, and Managing Brand Equity. London (UK): Pretice-Hall International. Kertajaya H. 2002. Hermawan Kertajaya on Marketing. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Kotler P. 2007. Manajemen Pemasaran. Teguh H, Ronny, Molan B, penerjemah. Jakarta (ID): Indeks Kelompok Gramedia. Terjemahan dari: Marketing Management. Ed ke-11. Kotler P, Amstrong G. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Sihombing D, penerjemah. Jakarta (ID): Intermedia. Terjemahan dari: Principles of Marketing. Ed ke-6.
76 Kuncoro M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID): Erlangga. Ed ke-1. Mowen JC, Minor M. 1998. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice Hall. Ed ke-5. Muafi EI. 2001. Mengelola Ekuitas Merek. Upaya Memenangkan Persaingan di Era Global. Jurnal EKOBIS. 2(3). Oliver RL. 1997. Satisfaction. A Behavioral Perspective on The Customer. New York (US): McGraw Hill. Oliver RL. 1999. Whence Consumer Loyalty. Journal of Marketing. 63. Parasuraman A, Zeithaml V, Berry L. 1991. Refinement and Reassessment of The SERVQUAL Scale. Journal of Retailing. 67. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Merek. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Quester, Pascale G, Karunaratna A, Lim AL. 1998. The Product Involvement/ Brand Loyalty Link: An Empirical Examination. Adelaide (AU): University of Adelaide Pr. Rahmawati. 2002 Okt. Create A Value of Brand with Personality. Usahawan. Rahmawati M. 2012. Analisis Ekuitas Merek Minuman Jus dalam Kemasan Botol Minute Maid di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sciffman LG, Kanuk LL. 2007. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice Hall. Ed ke-9. Simamora B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen. Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Sumarwan U, Djunaedi A, Aviliani, Singgih R, Suyono JA, Budidarmo RR, Rambe S. 2008. Pemasaran Strategic: Strategi untuk Pertumbuhan Perusahaan dalam Penciptaan Nilai bagi Pemegang Saham. Bogor (ID): Inti Prima. Supardi S, Susyanty AL. 2010. Penggunaan Obat Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia: Analisis Data SUSENAS Tahun 2007. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan Jakarta. Susanto. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Swastha DH. 1999. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta (ID): Liberty. [TB] Top Brand. 2010. Top Brand Survey Result 2010. Survey Result [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrandaward.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2010. [TB] Top Brand. 2011. Top Brand Survey Result 2011. Survey Result [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrandaward.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2011. [TB] Top Brand. 2012. Top Brand Survey Result 2012. Survey Result [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrandaward.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-result-2012.
77 [TB] Top Brand. 2013. Top Brand Survey Result 2013. Survey Result [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://topbrandaward.com/top-brand-survey/survey-result/top-brand-index-2013. Tjiptono F. 1997. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Andi. Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis: Panduan Mahasiswa untuk Melaksanakan Riset Dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset Bidang Manajemen dan Akuntansi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Widodo L. 2012. Mixagrip Kuasai Pasar 25% Obat Flu. Suara Merdeka [Internet]. [diunduh 2013 Mei 15]. Tersedia pada: http://suaramerdeka. com/v1/index.php/read/news/2012/06/09/120818. Yoo B, Donthu N, Lee S. 2000. An Examination of Selected Marketing Mix Elements and Brand Equity. Journal of The Academy of Marketing Science. 28(2). Zeithaml VA, Parasuraman A, Berry LL. 1990. Delivering Quality Service. Balancing Customer Perceptions and Expectations. Detroit (US): Free Press.
LAMPIRAN
79 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN ANALISIS EKUITAS MEREK PADA OBAT FLU YANG DIJUAL BEBAS MIXAGRIP Hari/ Tanggal: Nomor: Kuisioner ini merupakan suatu instrumen penelitian yang dilakukan oleh Hada Syaairillah mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor untuk memenuhi tugas penyelesaian skripsi program sarjana. Jawaban Anda semata-mata hanya untuk keperluan penelitian dan dijamin kerahasiaannya. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Petunjuk Pengisian Kuisioner Kuisioner ini terdiri atas pertanyaan yang sifatnya terbuka dan tertutup, Anda diminta untuk menjawab pertanyaan dalam kuisioner ini sesuai dengan yang Anda alami sebenarnya. Untuk setiap pertanyaan pilihan, Anda diminta memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang diinginkan. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Jenis Kelamin : Fakultas/ Angkatan : Nomor Telepon : Alamat Bogor : Usia Sumber Pendapatan a. Orang tua
: :
b. Wali c. Beasiswa d. Pendapatan sendiri e. Lainnya, sebutkan .......... Pendapatan Perbulan : a. < Rp500.000 b. Rp500.001 - Rp1.000.000 c. Rp1.000.001 - Rp1.500.000 d. Rp1.500.001 - Rp2.000.000 e. > Rp2.000.000
PENYARINGAN 1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat flu yang dijual bebas Mixagrip? a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya) b. Tidak (berhenti hingga disini dan tidak perlu menjawab pertanyaan selanjutnya) 2. Apakah Anda sendiri yang memutuskan untuk memilih obat flu yang dikonsumsi? a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya) b. Tidak (berhenti hingga disini dan tidak perlu menjawab pertanyaan selanjutnya) PERTANYAAN Mixagrip adalah merek yang pertama kali muncul dalam ingatan saya ketika diminta menyebutkan merek obat flu yang dijual bebas a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 2. Iklan Mixagrip adalah yang paling sering saya lihat a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju
3.
1.
4.
5.
Merek obat flu yang dijual bebas lainnya kurang terkenal dibandingkan dengan Mixagrip a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju Saya hanya mengingat merek Mixagrip, sedangkan merek obat flu lainnya kurang diingat a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju Mixagrip adalah merek obat flu yang sering saya minum
80 Lanjutan Lampiran 1 a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 6. Mixagrip adalah merek obat flu yang paling berkualitas a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 7. Saya selalu menyarankan teman/ saudara untuk membeli Mixagrip a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 8. Saya membeli Mixagrip karena mutunya yang baik, bukan karena kebiasaan a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 9. Saya membeli Mixagrip berulang kali karena mutunya, bukan karena merek itu yang tersedia di warung a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju 10. Mixagrip adalah merek obat flu yang terbaik a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju c. Netral d. Setuju e. Sangat setuju
11. Apakah alasan Anda dalam mengkonsumsi obat flu Mixagrip? a. Produknya mudah diperoleh b. Efektif menghilangkan flu c. Harganya murah d. Kemasan menarik e. Termotivasi oleh orang lain f. Sudah menjadi kebiasaan g. Citra produk yang sesuai dengan diri saya h. Lainnya .......... 12. Apakah Anda bersedia membeli merek obat flu yang lain, jika merek yang sering Anda konsumsi tidak tersedia? a. Ya b. Tidak 13. Seberapa sering anda berganti/ beralih ke merek lain? a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu 14. Biasanya Anda akan beralih ke merek apa? a. Mixagrip b. Decolgen c. Neozep d. Ultraflu e. Lainnya .......... 15. Alasan apa yang mendorong Anda untuk beralih merek? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Ketersediaan produk b. Mutunya menurun c. Kenaikan harga d. Coba-coba e. Merek lain lebih efektif f. Merek lain memiliki kemasan yang lebih menarik g. Merek lain lebih terkenal h. Lainnya ..........
TERIMAKASIH ATAS WAKTU DAN KERJASAMA ANDA
81 Lampiran 2 Output SEM Loading Factor
T-Hitung
82 Lanjutan Lampiran 2 Total Effects (Mean, STDEV, T-Values) Hipotesis Pegaruh
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR |)
Ketrangan
Kesadaran Merek -> Ekuitas Merek
0,101
0,107
0,068
0,068
1,485
Tidak Significant
Kesan Kualitas Merek -> Ekuitas Merek
0,282
0,285
0,097
0,097
2,905
Significant
Loyalitas Merek -> Ekuitas Merek
0,302
0,301
0,077
0,077
3,902
Significant
Outer Weights (Mean, STDEV, T-Values) Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
X1 <- Kesadaran Merek
0,306978
0,300346
0,070693
0,070693
4,342426
X2 <- Kesadaran Merek
0,252875
0,253146
0,073446
0,073446
3,442989
X3 <- Kesadaran Merek
0,390577
0,391553
0,062646
0,062646
6,2347
X4 <- Kesadaran Merek
0,424258
0,417285
0,069482
0,069482
6,105988
X5 <- Kesan Kualitas Merek
0,49305
0,483971
0,066298
0,066298
7,436861
X6 <- Kesan Kualitas Merek
0,720524
0,726383
0,055883
0,055883
12,89349
X7 <- Loyalitas Merek
0,384439
0,384041
0,050307
0,050307
7,641868
X8 <- Loyalitas Merek
0,404934
0,406575
0,044509
0,044509
9,097846
0,444488
0,446622
0,039724
0,039724
11,1895
1
1
0
X9 <- Loyalitas Merek Y <- Ekuitas Merek
83 Lanjutan Lampiran 2 Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values) Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
0,650195
0,640183
0,072787
0,072787
8,932866
0,596778
0,598627
0,085544
0,085544
6,976305
0,800979
0,800618
0,050065
0,050065
15,99867
0,793505
0,788427
0,051446
0,051446
15,42416
X5 <- Kesan Kualitas Merek
0,734148
0,725627
0,060156
0,060156
12,20405
X6 <- Kesan Kualitas Merek
0,885506
0,88745
0,034992
0,034992
25,3059
X7 <- Loyalitas Merek
0,741935
0,736185
0,043322
0,043322
17,12615
X8 <- Loyalitas Merek
0,841443
0,837059
0,039891
0,039891
21,09369
X9 <- Loyalitas Merek
0,841511
0,838028
0,028168
0,028168
29,87439
1
1
0
X1 <- Kesadaran Merek X2 <- Kesadaran Merek X3 <- Kesadaran Merek X4 <- Kesadaran Merek
Y <- Ekuitas Merek
Outer Model T-Statistic Indikator
Loading Factor
T-Hitung
Keterangan
Kesadaran Merek X1
0,65
8,933
VALID
X2 X3
0,597 0,801
6,976 15,999
VALID VALID
X4
0,794
15,424
VALID
Kesan Kualitas Merek X5
0,734
12,204
VALID
X6
0,886
25,306
VALID
Loyalitas Merek X7 X8
0,742 0,841
17,126 21,094
VALID VALID
X9
0,842
29,874
VALID
84 Lanjutan Lampiran 2 Uji Kebaikan Model AVE
Composite Reliability
R Square
Cronbac hs Alpha
Communality
Redundancy
Kesadara 0,512 0,805474 0,682511 0,512529 n Merek 529 Kesan 0,661 Kualitas 0,794888 0,50144 0,661547 547 Merek Loyalitas 0,655 0,850528 0,735504 0,655545 Merek 545 Ekuitas 0,3450 1 1 1 1 0,067246 Merek 65 Keterangan: Nilai AVE > 0,5 maka sudah Fit; Composite Reliability > 0,6 maka sudah Fit
Latent Variable Correlations Kesadaran Merek Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
1 0,547741
1
0,43016
0,631824
1
0,384665
0,527476
0,522938
1
Cross Loadings
X1
0,650195
Kesan Kualitas Merek 0,419444
X2 X3
0,596778 0,800979
0,371834 0,385479
0,32583 0,270565
0,198221 0,306161
X4 X5
0,793505 0,47402
0,411059 0,734148
0,269733 0,576947
0,332563 0,341188
X6 X7
0,435829 0,389735
0,885506 0,573431
0,482093 0,741935
0,498599 0,394707
X8 X9 Y
0,302796 0,354831 0,384665
0,440858 0,523874 0,527476
0,841443 0,841511 0,522938
0,415749 0,45636 1
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
0,415839
0,240631
85 Lanjutan Lampiran 2 Total Effects Kesan Kualitas Merek
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Ekuitas Merek 0,100551 0,28183 0,301619
Calculation Results Stop Criterion Changes Iteration 0 Iteration 1 Iteration 2
Iteration 0 Iteration 1 Iteration 2
X1
X2
X3
X4
X5
1
1
1
1
1
0,307
0,2529
0,3906
0,4243
0,4931
0,307
0,2529
0,3906
0,4243
0,4931
X6
X7
X8
X9
Y
1
1
1
1
1
0,7205
0,3844
0,4049
0,4445
1
0,7205
0,3844
0,4049
0,4445
1
Outer Model (Weights or Loadings) Kesadaran Merek X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Y
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
0,650195 0,596778 0,800979 0,793505 0,734148 0,885506 0,741935 0,841443 0,841511 1
86 Lanjutan Lampiran 2 Path Coefficients Kesadaran Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Ekuitas Merek 0,100551 0,28183 0,301619
Index Values Results Measurement Model (restandardised) Kesadaran Merek X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Y
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek
0,741446 0,5996 1,046799 1,010851 0,813844 1,382788 0,998166 1,038736 1,025655 1,598672
Path Coefficients Kesadaran Merek Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas Merek 0,213766 0,387244 0,577807
87 Lanjutan Lampiran 2 Measurement Model Kesadaran Merek X1
0,218156
X2 X3
0,176421 0,308
X4 X5 X6 X7 X8 X9
0,297423
Kesan Kualitas Merek
Loyalitas Merek
0,370496 0,629504 0,325926 0,339173 0,334901
Y
1
Index Values for Latent Variables LV Index Values Kesadaran Merek Kesan Kualitas Merek Loyalitas Merek Ekuitas Merek
Ekuitas Merek
2,572346 2,579255 2,716233 2,763158