ANALISIS DISKRIMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PARTISIPASI BERZAKAT BERINFAK DAN PEMILIHAN TEMPAT MEMBAYAR ZAKAT (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
OLEH IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH H14070058
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH. Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Tempat Pemilihan Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK. Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Negara maju situasinya lebih mumpuni jika dilihat dari statistik kemerataannya serta kapasitas institusi untuk mengatasi kesenjangan pendapatan. Indonesia sebagai negara sedang berkembang dengan kondisi jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau 13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia dengan indeks gini untuk mengukur distribusi pendapatan sebesar 0,33 (BPS, 2011). Kemiskinan ini merupakan masalah yang bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama, sosial, politik dan keamanan. Islam sebagai agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia telah memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan dengan dana zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995). Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Dana zakat yang terkumpul masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal potensi zakat dari penduduk muslim yang wajib zakat sangat besar. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217 triliun setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005 persen dari seluruh potensi zakat nasional yakni Rp 1,5 triliun . Salah satu kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 219.119 per bulan (BPS, 2011). Kabupaten Brebes memiliki Indeks Prestasi Manusia (IPM) sebesar 67,69. Ini merupakan yang terendah di Jawa Tengah yakni peringkat ke 35 dari 35 kabupaten di Jawa Tengah. IPM berfungsi untuk menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik bruto (PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah dan urutan pertama di Karasidenan Pekalongan yaitu sebesar Rp Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 7.162.981,23. Kontribusi PDRB Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat, berinfak dan pemilihan tempat berzakat di wilayah Kabupaten Brebes. Jenis data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner di tiga kecamatan yakni
Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan persepsi terhadap pembayaran zakat, pembayaran infak, periode berzakat, periode berinfak, pemilihan tempat berzakat dan alasan memilih tempat zakat dilihat dari berbagai macam variabel seperti pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Hasil penelitian ini menunjukkan dalam taraf nyata 10 persen, faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat adalah faktor keimanan, faktor althurism (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor organisasi dan faktor pendapatan. Dari analisis diskriminan yang digunakan, faktor yang memengaruhi partisipasi rutin berinfak adalah faktor keimanan, faktor althurism, faktor kepuasan, faktor pendidikan, frekuensi infak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat pada taraf nyata 10 persen adalah faktor pendidikan dan keberadaan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Sinergi antara kesadaran individu, regulasi dalam penarikan zakat dan kinerja organisasi amil perlu dilakukan agar dana zakat yang terkumpul dapat meningkat dan pendayagunaan zakat untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial dapat berjalan optimal.
ANALISIS DISKRIMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PARTISIPASI BERZAKAT BERINFAK DAN PEMILIHAN TEMPAT MEMBAYAR ZAKAT (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
Oleh IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH H14070058
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
Nama
: Izzatul Mabniyyah Alhasanah
NRP
: H14070058
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Irfan Syauqi Beik, Ph.D NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Desember 2011
Izzatul Mabniyyah Alhasanah H14070058
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Izzatul Mabniyyah Alhasanah lahir pada tanggal 29 Agustus 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari enam saudara, dari pasangan Hasan Rifa’i Alfaridy dan Indriani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Insan Kamil Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti Forum Komunikasi Alumni Muslim SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2009, penulis aktif sebagai Assisten Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir jaman. Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)” merupakan karya ilmiah akhir penulis yang membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat dan berinfak serta pemilihan tempat membayar zakat dalam rangka meningkatkan pengumpulan dana zakat dan
infak. Potensi dana zakat di
Indonesia yang besar dapat didayagunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat dan pemilihan tempat membayar zakat, diharapkan pengumpulan dana zakat dapat meningkat. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang selalu memberi arahan dan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
2.
Ibu Dr. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan Bapak Deni Lubis M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan evaluasi dan masukan yang sangat berarti untuk penyempurnaan skripsi ini.
3.
Semua dosen dan staff Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu serta bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Departemen Iilmu Ekonomi.
4.
Kedua orang tua penulis, Ayah Hasan Rifa’i dan Ibu Indriani atas semua kasih sayang, dukungan, perhatian, doa, serta pengorbanannya selama ini.
5.
Adik penulis, Nahdhiyah, Sa’adah, Hafidza, Fadel, Nabil dan segenap keluarga besar Masjrobi Alfaridy atas bantuan, dukungan semangat, perhatian, dan doa selama penyusunan skripsi ini.
6.
Sahabat-sahabat alumni SMA Negeri 1 Bogor, Uswatun Hasanah, Nadia Svenskarin, Rahajeng Aditya, Nur Aprianti, Tiara, Anggah, Teh Bairanti, Teh Vella, Teh Astrid atas nasihat, dukungan, kebersamaan dan keceriaannya.
7.
Sahabat-sahabat di Fakultas Ekonomi dan Manajemen 44 Destia Harum, Apriessa Seventienna,
Ilham Muzzaki, Junasa dan teman-teman satu
bimbingan Winda, Indah, Zahra dan Ahmad Mukhlis yang selalu meluangkan watunya untuk berbagi ilmu, saran, serta nasihat selama penyusunan skripsi ini. 8.
Teman-teman Forkom Alims, IE 44,
Rohis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen dan semua pihak yang telah membantu dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.
Bogor, Desember 2011
Izzatul Mabniyyah Alhasanah H14070058
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 5 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Zakat ................................................................................ 7 2.2
Pengertian Infak ................................................................................. 9
2.3
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Berzakat dan Berinfak .................10
2.4
Organisasi Pengelola Zakat ...............................................................11
2.5
Pengelolaan Zakat Berbasis Kepanitian Musiman (Informal) ...........15
2.6
Tinjauan Penelitian Terdahulu ...........................................................15
2.7
Kerangka Pemikiran ..........................................................................17
2.8
Hipotesis .............................................................................................19
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ..............................................................20 3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................20 3.3. Sampel Penelitian ..............................................................................20 3.4. Metode Analisis ..................................................................................21
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................28
ii
4.1.1 Geografi .....................................................................................28 4.1.2 Demografi ..................................................................................29 4.1.3 Pendidikan .................................................................................31 4.1.4 Ekonomi ....................................................................................31 4.2. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes ....................................33 4.2.1 Profil BAZDA Kabupaten Brebes .............................................33 4.2.2 Pendayagunaan Zakat BAZDA Kabupaten Brebes ...................35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik dan Persepsi Responden ...............................................37
5.2
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat .......51
5.3
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rutinitas Berinfak .........59
5.4
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Tempat Berzakat .................................................................................63
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .........................................................................................72 5.2. Saran ................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................74 LAMPIRAN .....................................................................................................77
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Potensi zakat nasional ................................................................................ 2 1.2. Total dana zakat infak dan shadaqah nasional ........................................... 3 2.1
Organisasi pengelola zakat di Indonesia....................................................14
4.1
Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja di rinci menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes ..........................................30
4.2
Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan ......32
5.1
Demografi responden.................................................................................37
5.2
Pembayaran zakat ......................................................................................38
5.3
Rutinitas pembayaran infak .......................................................................41
5.4
Periode berinfak .........................................................................................43
5.5
Periode membayar zakat ............................................................................45
5.6
Tempat membayar zakat ............................................................................47
5.7
Alasan membayar zakat melalui OPZ dan bukan OPZ .............................49
5.8
Pengelompokan responden berdasarkan partisipasi berzakat ....................51
5.9
Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................53
5.10 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................57 5.11 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................59 5.12 Pengelompokan responden berdasarkan partisipasi berinfak ....................60 5.13 Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................61 5.14 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................61 5.15 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................63 5.16 Pengelompokan responden berdasarkan tempat berzakat .........................64 5.17 Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................64 5.18 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................66 5.19 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................62
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka pemikiran...................................................................................16 3.4. Peta administratif Kabupaten Brebes.........................................................28
v
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1
Kuesioner penelitian. ................................................................................76
2.
Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi berzakat ...................80
3.
Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi rutinitas berinfak .....82
4.
Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan tempat berzakat ..........................................................................................84
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang
berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Di negara maju jauh lebih baik dan mumpuni dibandingkan negara sedang berkembang, baik secara statistik kemerataannya (perbedaan kaya dan miskin, majikan dan buruh, antardaerah, antarsektor) maupun kapasitas secara institusi untuk mengatasi ketimpangan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi. Di Eropa Utara dan Barat yang sering dijadikan model negara kesejahteraan sangat terkenal dengan sistem jaminan sosial dikombinasikan dengan politik fiskal dan moneter serta gerakan buruh dan koperasinya. Di Amerika dan Kanada, kelembagaannya memang parsial tapi terdapat lembaga sosial dan LSM yang dikombinasikan dengan koperasi. Sistem inilah yang mampu menciptakan sistem perlindungan yang efektif, dan produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Jepang tingkat kesejahteraan petani, nelayan, buruh secara empiris salah satu yang terbaik di dunia karena kesejahteraan rakyat merupakan indikator kinerja perusahaan dan pemerintah daerah (Damanhuri, 2010). Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk negara sedang berkembang memiliki jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau 13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia diukur menggunakan garis kemiskinan Rp 233.740 per kapita per bulan dengan indeks gini (ukuran distribusi pendapatan) sebesar 0,33 (BPS, 2011). Kemiskinan ini merupakan masalah yang bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama, sosial, politik dan keamanan. Ini dikarenakan kemiskinan merupakan penyakit sosial yang paling dahsyat bahkan dapat dikatakan sebagai musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi. Islam sebagai agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia telah memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial dengan
2
zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995). Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal jika dilihat dari potensi zakat penduduk muslim Indonesia yang wajib zakat sangat besar. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217.000.000.0000,00 setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Potensi ini terdiri dari potensi zakat rumah tangga secara nasional, potensi zakat perusahaaan industri menengah dan besar nasional serta potensi zakat tabungan secara nasional. Detail potensi zakat dari tiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.1 Potensi zakat nasional Keterangan Potensi
Potensi Zakat
Persentase terhadap PDB
Zakat
Rumah Rp 82, 7 triliun
1,30 %
Zakat
Industri Rp 114, 89 triliun
1,80 %
Tangga Potensi Swasta Potensi Zakat BUMN
Rp 2,4 triliun
0,04%
Potensi Zakat tabungan
Rp 17 triliun
0,27 %
Total
Potensi
Zakat Rp 217 triliun
3,40 %
Nasional Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011) Potensi zakat rumah tangga didapat dari total rumah tangga yang memiliki penghasilan diatas batas (nishab) zakat pertanian, yaitu 524 kg beras dengan kadar 2,5 persen sesuai dengan kebijakan BAZNAS yang menganalogi zakat penghasilan dengan nishab zakat pertanian dan zakat emas perak untuk kadarnya. Persentase zakat ini adalah 1, 3 persen dari total PDB. Zakat industri swasta, BUMN didapat dari 2,5 persen dari laba yang dihasilkan perusahaan-perusaan di industri tersebut tanpa laba dari perusahaan produk haram. Potensi zakat industri sebesar 117,29 triliun atau setara dengan 1,84 persen dari total PDB. Potensi zakat tabungan adalah potensi zakat dari jumlah dana tabungan yang dimiliki nasabah
3
dengan jumlah melebihi nishab di bank BUMN dan umum serta deposito dan giro di bank syariah. Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005 persen dari seluruh potensi zakat nasional. Berdasarkan Beik dalam Kusuma (2009), dana zakat yang berhasil dikumpulkan untuk wilayah Indonesia sekitar 0,02 persen dari PDB. Data penerimaan dana zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional ditunjukkan oleh tabel 2. Tabel 1.2. Total dana zakat, infak dan shadaqah nasional Tahun
Total Zakat
Pertumbuhan
(Milyar Rupiah)
(%)
2002
68.39
-
2003
85.28
24.70
2004
150.09
76.00
2005
295.52
96.90
2006
373.17
26.28
2007
740.00
98.30
2008
920.00
24.32
2009
1100.00
19,57
2010
1500.00
36,36
Sumber : Badan Amil Zakat Nasional (2011) Dari tabel 1.2 dapat terlihat bahwa dana zakat yang terkumpul mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan dana zakat yang terkumpul dari tahun 2002 - 2010 mencapai 1000 persen lebih dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 24 persen. Ini menandakan jumlah dana zakat yang terkumpul masih bisa ditingkatkan agar jarak antara potensi zakat dan realisasinya tidak terlalu jauh. Jika dilihat dari wilayah negara Indonesia yang termasuk negara sedang berkembang, salah satu kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada tahun 2008 mencapai 25,98 persen dan pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 219.119 (BPS, 2011). Artinya sekitar seperempat dari seluruh penduduk Kabupaten Brebes dalam kondisi miskin. Dari
4
seluruh keluarga di Kabupaten Brebes, jumlah keluarga yang termasuk kategori pra sejahtera mencapai 106.989 kepala keluarga atau 21,43 persen dari total keluarga (BPS, 2010) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes merupakan kabupaten dengan IPM terendah di Jawa Tengah dari 35 kabupaten di Jawa Tengah. IPM menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat perkembangan angka IPM tiap tahun, kemajuan yang dicapai Kabupaten Brebes tidak terlalu signifikan dari 67,08 pada tahun 2008 menjadi 67,69 pada tahun 2010. Rendahnya IPM ini mencerminkan kemajuan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang masih rendah. Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah dan urutan tertinggi pertama di Karasidenan Pekalongan. Kontribusi PDRB Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah. Total Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes pada tahun 2009 sebesar Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 7.162.981,23. Sektor pertanian menjadi sektor penting dengan kontribusi diatas 50 persen. Dari tahun ke tahun kontribusi sektor pertanian mengalami peburunan, sebaliknya sektor industri pengolahan mengalami kenaikan diiringi sektor perdagangan dan sektor jasa. Dilihat dari data kegiatan ekspor dan impor, nilai ekspor Kabupaten Brebes melebihi nilai impornya. Nilai ekspor mencapai 5,475 triliun dan nilai impor mencapai 2,923 triliun (BAPPEDA, 2010) Berdasarkan data PDRB Kabupaten Brebes ini sebenarnya Kabupaten Brebes memiliki potensi untuk meningkatkan kemajuan manusia di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di wilayah Kabupaten Brebes. Dengan sistem pengambilan dana zakat yang baik dan pendayagunaan zakat yang optimal maka fungsi zakat untuk mengentaskan kemiskinan kemungkinan besar dapat terwujud. Oleh karena itu organisasi pengelola zakat yang diberikan amanah mengumpulkan zakat perlu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu untuk membayar zakat
5
sehingga dari dana yang terkumpul dapat menjalankan program-program untuk mengentaskan kemiskinan.
1.2
Rumusan Masalah Dana zakat yang terkumpul dapat disalurkan dalam bentuk dana konsumtif
seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan dana produktif seperti modal usaha, pemberdayaan ekonomi sehingga dapat
mendorong
penduduk miskin memiliki penghasilan tetap. Semakin besar dan zakat yang dikumpulkan maka peluang keberhasilan program dari dana zakat semakin besar. Dana yang terkumpul oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes pada tahun 2010 baru mencapai Rp 821.387.060,00. Selama ini Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes mengalami kesulitan mengumpulkan dana zakat dari masyarakat muslim di kabupaten tersebut. Sebanyak 99 persen wajib zakat (muzzaki) yang membayar ke BAZ adalah pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan adanya surat edaran dari Bupati Kabupaten Brebes tentang pemotongan gaji secara langsung sebesar 2,5 persen sebagai zakat penghasilan pada gaji ketigabelas disalurkan ke Badan Amil Zakat Kabupaten. Oleh karena itu ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak terhadap partisipasi berzakat ? 2. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi, frekuensi infak terhadap rutinitas berinfak ? 3. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat terhadap pemilihan tempat membayar zakat?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
6
1. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak dalam memengaruhi partisipasi berzakat. 2. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi dan frekuensi infak dalam memengaruhi rutinitas berinfak. 3. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat.
1.4
Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat, akademisi dan organisasi pengelola zakat. 1. Bagi pemerintah: dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam pengembangan zakat 2. Bagi masyarakat: dapat memberikan gambaran faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat dan meningkatkan partisipasi dalam membayar zakat. 3. Akademisi: dapat membantu dalam menambah wawasan dan keilmuan mengenai zakat. 4. Organisasi
pengelola
zakat:
dapat
memberikan
masukan
untuk
meningkatkan pengumpulan dana zakat.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Brebes. Populasi dalam
penelitian ini adalah individu muslim yang diperkirakan wajib zakat (muzzaki) yang dijadikan contoh sebanyak 100 orang yang tinggal di perumahan dan perkampungan di Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Tanjung.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Zakat Zakat adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan. Zakat merupakan hak fakir dan miskin dalam kekayaan orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan sebenarnya yaitu Allah SWT. Besarnya batas harta yang harus dibayarkan zakatnya, besar harta yang dibayar, batas-batasnya, syarat-syarat, waktu dan cara pembayaran sudah ditentukan. Menurut Qardhawi (1993) kewajiban zakat ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah melalui amil. Kekayaan zakat tidak boleh diserahkan penggunaannya kepada pihak berwenang atau pemuka agama tetapi sudah ditetapkan orang-orang yang berhak menerimanya seperti fakir miskin dan enam golongan lainnya seperti orang yang terlilit hutang, terlantar dalam perjalanan di jalan Allah, orang yang baru masuk Islam (muallaf) yang dibujuk hatinya, hamba sahaya, para amil dan jihad di jalan Allah. Zakat bukanlah sekedar bantuan makanan sewaktu-waktu untuk sedikit meringankan kehidupan orang miskin, tetapi zakat bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan, menjadi berkecukupan selamanya dan mengusahakan orang miskin mampu memperbaiki sendiri kehidupannya. Zakat adalah instrumen penting bagi keadilan sosial untuk peningkatan kemakmuran di dunia ini dan juga menyebabkan peningkatan prestasi agama yang selanjutnya sebagai pembayaran yang memurnikan orang dari dosa-dosa (Aziz,1987) Pihak yang wajib membayar zakat adalah semua muslim dewasa yang sudah terkena ketentuan membayar zakat. Berdasarkan Qardhawi (1993), syaratsyarat kekayaan yang wajib zakat antara lain: 1. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Harta yang haram baik secara subtansi benda maupun cara mendapatkannya, tidak dapat dikenakan kewajiban zakat, karena Allah SWT tidak akan memerimanya. Dalam hadis Shahih Bukhari menguraikan bahwa zakat tidak akan menerima dari harta
8
yang didapatkan dengan cara menipu kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih. 2. Harta terus berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, pembelian saham atau ditabungkan baik dilakukan sendiri maupun orang lain. Pengertian berkembang itu terdiri dua macam konkret dan tidak konkret. Konkret artinya harta dikembangbiakan, diusahakan, diperdegangkan dan sejenis dengannya. Tidak konkret artinya harta tersebut berpotensi berkembang, baik berada di tangannya sendiri maupun di tangan orang lain, tetapi atas namanya. Kesimpulan dari penjelasan tersebut, setiap harta yang berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, termasuk ke dalam objek pajak. 3. Milik penuh yaitu kekayaan itu di bawah kontrol dan kekuasaannya. Artinya kekayaan tersebut harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat digunakan, dan manfaatnya dapat dinikmati. Jika kekayaan tersebut tidak memiliki pemilik seperti kekayaan milik pemerintah maka tidak wajib membayar zakat. Tanah wakaf yag diberikan kepada fakir miskin, masjid, pejuang, anak yatim, sekolah dan sebagainnya maka zakat atasnya tidak wajib. Untuk harta imbalan dan simpanan pegawai, jika harta ini merupakan pemilikan penuh maka kedudukannya sama seperti harta yang dikuasai sehingga zakatnya wajib dikeluarkan setiap tahun bila jumlahnya sampai batas wajib zakat. Harta tersebut harus mencapai nishab yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajibab zakat. Tidak ada kewajiban berzakat jika harta yang dimilikinya dibawah lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing atau di bawah 200 dirham uang perak atau di bawah lima kwintal bijian, buah-buahan dan hasilhasil pertanian. Menurut Syekh Dahlawi, perhitungan itu sesuai dengan kebutuhan minimal rumah tangga dalam setahun. 4. Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak, harus berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh muzzaki dalam tenggang waktu satu tahun sedangkan zakat pertanian, tidak terkait dengan ketentuan haul (berlalu waktu satu tahun), ia harus dikeluarkan pada saat memetiknya atau memanennya jika mencapai nishab.
9
5. Syarat kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok atau dengan kata lain, zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan
hidup
sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan rutin. Kebutuhan rutin yang dimaksud adalah kebutuhan untuk ketahanan hidupnya seperti makanan, minuman, perumahan, dan alat-alat yang diperlukan sebagai ilmu pengetahuan, alat-alat kerja dan lain-lain.
2.2 Pengertian Infak Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk
kepentingan
sesuatu.
Menurut
terminologi
syariat,
infak
berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. (Hafiduddin, 1998) Infak sama artinya dengan shadaqah berupa materi. Perbedaan dengan zakat antara lain jika zakat ada nisabnya infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi atau rendah, saat lapang atau sempit sesuai dengan surat Ali Imran : 134. Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk ibu-bapak, kaum kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang dalam kebajikan sesuai dengan surat Al Baqarah : 215. Hal yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan untuk berinfak atau bersedekah. Keutamaan berinfak antara lain ciri utama orang yang bertakwa (Surat AlBaqarah: 3 dan Surat Ali Imran: 134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh imannya (Surat Al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang mengharap keuntungan abadi (Surat Al-Faatir:29). berinfak akan mlipatgandakan pahala di sisi Allah (Surat AlBaqarah: 262). (Hafidhuddin, 1998)
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Berzakat dan Berinfak a. Kondisi demografis Penelitian telah menemukan pengaruh demografis terhadap perilaku muslim dalam membayar zakat. Dengan menggunakan regresi logistik
10
Hairunnizam et al. (2005) menguji tiga belas faktor yang mungkin mempengaruhi pembayaran zakat penghasilan di Malaysia. Dengan menerapkan analisis regresi logistik, mereka menemukan bahwa lima faktor secara signifikan berpengaruh pada membayar zakat penghasilan. Faktor-faktor ini meliputi usia, perkawinan status, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pembayaran melalui mekasisme pemotongan gaji. 5.2
Keimanan
Bakar (2006) mendukung faktor ibadah sebagai salah satu motivasi utama yang berkontribusi dalam kepatuhan zakat, infak dan prilaku yang peka terhadap kondisi sosial. Mereka membayar zakat sebagai bukti dan indikator keimanan. Ini merupakan kepatuhan seorang muslim terhadap kewajiban agama untuk membayar zakat sehingga keyakinan terhadap ajaran agama menjadi faktor dengan pengaruh yang kuat. Hal ini didukung Qardhawi (1998) yang menyatakan tidak patuhnya individu terhadap kewajiban untuk membayar zakat mengidentifikasikan tingkat iman individu terhadap agama. Lunn et.al (2001) sepakat bahwa salah satu keyakinan agama memiliki dampak terhadap seseorang untuk memberi. 5.3
Kepuasan
Dalam teori pertukaran sosial Bagozzi (1975) tukar menukar bersumber dari kepentingan diri sendiri dan individu berusaha untuk meminimalkan biaya mereka untuk mendapatkan hasilyang paling menguntungkan. Ketika teori Barat diterapkan pada kegiatan zakat, maka diasumsikan bahwa individu berkontribusi untuk zakat karena ia mendapat manfaat nyata. Menurut Muda, et al (2006) mereka secara individu merasa ada kepuasan tersendiri setelah membayar zakat. Mereka senang membayar zakat, termasuk masyarakat yang bertanggung jawab, murah hati dan percaya mereka juga dapat memotivasi orang lain untuk berpartisipasi untuk berzakat. 5.4
Penghargaan
Faktor ini berhubungan dengan keuntungan terhadap diri sendiri setelah membayar zakat dan penghargaan dari orang lain. Indikator pada faktor ini seperti mendapatkan pujian, mendapat dukungan sosial, meningkatkan peluang bisnis dan ingen dilihat dermawan.
11
5.5
Althurism (kepekaan sosial)
Althurism berhubungan dengan keyakinan agama atau kepekaan sosial dalam motivasi membayar zakat. Althurism menurut Batson (2002) adalah motivasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain. Faktor althurism terdiri dari menunjukkan rasa terima kasih, keberkahan harta, membersihkan kekayaan, rasa bersalah, hak orang miskin, dan membantu orang miskin yang membutuhkan berdasarkan Muda, et al (2006). 5.6
Organisasi
Penelitian terhadap faktor yang memengaruhi individu muslim membayar zakat menurut Kamil (2005) terdiri dari persepsi kualitas layanan, paparan pada zakat promosi pengetahuan tentang zakat pada pendapatan dan keimanan kemudian memperhitungkan juga
hukum zakat, persepsi tentang penegakan
hukum zakat, persepsi tentang keadilan, dan sikap. Studinya menemukan bahwa tiga variabel, persepsi kualitas pelayanan lembaga amil zakat, tingkat pengetahuan zakat, sosialisasi zakat melalui media secara signifikan memiliki hubungan yang positif dengan partisipasi membayar zakat. Hasil dari penelitian Muda, et al (2006) di Malaysia, faktor organisasi merupakan faktor pertama yang memengaruhi invidu dalam berpartisipasi berzakat. Faktor organisasi terdiri dari layanan yang ditawarkan oleh organisasi pengelola zakat, sistem pembayaran memuaskan, fasilitas pembayaran secara online, tersedianya lembaga amil zakat, adanya pengaruh dari iklan zakat, serta nyaman membayar di lembaga amil zakat.
2.4 Organisasi Pengelola Zakat Islam tidak menempatkan masalah zakat sebagai urusan pribadi, tetapi sebagai salah satu tugas pemerintah Islam. Dalam hubungan ini, Islam menyerahkan wewenang kepada negara untuk memungut dan membagikannya kepada mereka yang berhak. Masalah ini tidak hanya didasarkan pada kemurahan hati individu sebab terdapat sejumlah faktor yang tidak dapat diabaikan oleh syariat : Pertama, hati nurani kebanyakan orang telah mengeras karena kecintaan dunia dan sifat egoistisnya. Bila hak kaum muslimin digantungkan kepada orangorang yang berwatak seperti itu, kesejahteraan mereka tidak akan terjamin.
12
Kedua, jika kaum miskin mengambil haknya dari pemerintah bukan dari seorang kaya, kehormatan dan martabatnya tetap terpelihara. Ia akan terhindar dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi. Ketiga, apabila pengaturan masalah zakat diserahkan kepada orang banyak, pendistribusiaannya akan kacau. Keempat, pendistribusian zakat bukan hanya terbatas orang miskin dan mereka yang dalam perjalanan. Ada pihak lain yang yang berhak menerima zakat demi kemaslahatan umum, seperti mualaf, mereka yang mempersiapkan kekuatan untuk berjihad di jalan Allah SWT dan mereka melengkapi kebutuhan da’i untuk menyebarkan risalah Islam. Kelima, Islam adalah agama
pedoman penyelenggaraan negara dan
pemerintahan. Negara membutuhkan dana untuk menjalankan berbagai fungsinya. Zakat adalah salah satu sumber dana terpenting dan permanen yang dapat mengisi perbendaharaan negara atau baitul mal. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya pengelolaan zakat melalui organisasi. Organisasi pengelola zakat ini memiliki sistem kerja sendiri. Ia bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat kepada beberapa sektor yang sudah dibatasi sesuai tingkat kebutuhan. (Qardhawi, 1995) Hafiduddin (1998) pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat terutama yang memiliki kekuatan hukum formal, memiliki beberapa keuntungan : 1. Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. 2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzzaki. 3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. 4. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami. 5. Mewujudkan hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraaan umat.
13
Landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia berdasarkan pada Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan : 1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntunan agama. 2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. 3. Meningkatkan hasil guna dan daya zakat. Seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memenuhi persyaratan tertentu (Qardhawi, 1993) yaitu : a. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam karena itu apabila urusan penting kaum muslimin diurus oleh sesama muslim. b. Mukallaf yaitu dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat. c. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzzaki akan dengan rela menyerahkan zakat melalui organisasi pengelola zakat jika organisasi tersebut memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam
bentuk
transparansi
dalam
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyaluran sejalan dengan ketentuan syariah. d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat. e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting namun perlu ditunjang oleh kemampuan melaksanakan tugas. f. Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang seluruh waktu kerjanya mengurusi zakat, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan. Karena dapat berdampak pada kinerja
14
amil zakat yakni pasif hanya menunggu kedatangan muzaki membayar zakat atau infaknya. Organisasi Pengelola Zakat
harus memiliki persyaratan teknis
berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999, antara lain : 1. Berbadan hukum 2. Memiliki data muzzaki dan mustahik 3. Memiliki program kerja yang jelas 4. Memiliki pembukuan yang baik 5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit Persyaratan tersebut mengarah pada kinerja yang profesional dan laporan yang transparan dari setiap lembaga pengelola zakat. Harapannya masyarakat akan semakin bersemangat menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola. Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia terbagi menjadi 2 jenis yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Badan Amil Zakat merupakan amil zakat yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat merupakan amil zakat yang dibentuk oleh swasta. Berikut ini adalah data jumlah organisasi yang terlibat dalam pengelolaan zakat di Indonesia sampai akhir tahun 2009: Tabel 2.1 Organisasi pengelola zakat di Indonesia No
Organisasi
Jumlah
1
BAZNAS
1
2
BAZDA Provinsi
33
3
BAZDA Kabupaten/Kota
434
4
BAZ Kecamatan
4.800
5
BAZ Kelurahan
24.000
6
LAZNAS
18
7
LAZ Provinsi
16
8
LAZ Kabupaten/Kota
31
9
UPZ
8.680
Total
38.013
Sumber : Forum Organisasi Zakat (2011)
15
2.5 Pengelola Zakat Berbasis Kepanitiaan Musiman (Informal) Di Indonesia, pada saat masyarakat bersemangat menunaikan zakat biasanya bersamaan itu pula muncul gerakan pengelolaan zakat musiman yang selalu mengiringi bulan Ramadhan. Sekelompok masyarakat membentuk panitia dadakan (ad hoc). Keberadaan kepanitiaan itu menyebut dirinya sebagai amil zakat, yakni satu diantara delapan asnaf (golongan) penerima zakat. Hampir di setiap masjid maupun mushala secara serentak membentuk kepanitiann zakat. Kata panitia dan amil zakat semestinya diperjelas karena dua kata tersebut mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda. Dalam literatur fikih, amil adalah orang yang mempunyai kriteria tertentu dan memenuhi syarat dalam kriteria pengumpulan, pengadministrasian dan penyaluran zakat. Amil memiliki tugas yang tidak ringan dalam melakukan tiga hal tersebut karena harus tepat sasaran kepada orang yang tepat sesuai dengan Al Qur’an. Oleh karena itu amil harus memiliki kriteria khusus dan tanggung jawabnya berat. Setelah melakukan tugasnya dengan baik dan memberikan seluruh waktu kerjanya untuk mengurus zakat, barulah amil boleh mengambil hak dari zakat yang dikumpulkan. Sementara sebuah kepanitiaan zakat, belum tentu memiliki kriteria yang dipersyaratkan dalam pengumpulan zakat. Panitia tidak berbeda dengan orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab sesuatu (dalam hal ini zakat). Mereka ditunjuk biasanya tanpa mempertimbangkan kriteria dan kapasitas sebagai seorang amil yang dipersyaratkan. Panitia zakat ini juga hanya bekerja pada saat Ramadhan. Setelah Ramadhan berlalu maka kepanitiaan ini dengan sendirinya bubar (Aflah, 2011)
2.6
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu
dalam berzakat dilakukan oleh Musa et.al (2006) dengan mengambil studi kasus di Malaysia. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dengan investigasi eksplorasi. Hasilnya terdapat 5 faktor yang memengaruhi patisipasi individu dalam berzakat yaitu faktor organisasi, faktor althurism (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor kepuasan dan faktor keimanan.
16
Faktor organisasi variabel utamanya adalah layanan lembaga amil zakat. Kepercayaan pada lembaga pengumpul zakat menunjukkan kinerja organisasi yang baik dalam hal pengumpulan zakat dan distribusi dana zakat menjadi efisien, efektif serta transparan sehingga masyarakat semakin percaya kepada lembaga zakat. Dampaknya, terdapat peningkatan dana zakat yang terkumpul. Pada faktor althurism, meningkatkan keshalehan menjadi variabel dengan nilai loadings terbesar. Kemudian mendapat dukungan sosial merupakan variabel utama pada faktor penghargaan. Di faktor kepuasan, nilai loading tertinggi terdapat pada variabel saya orang yang bertanggung jawab secara sosial. Faktor yang memengaruhi partisipasi zakat yang terakhir adalah keimanan. Variabel utama pada faktor ini adalah adanya balasan surga. Berdasarkan penelitian Abu Bakar (2010) yang berjudul motivasi membayar zakat penghasilan untuk studi di Malaysia, faktor utama yang memengaruhi membayar zakat penghasilan adalah keyakinan bahwa zakat merupakan kewajiban umat islam, kemudian percaya dalam bagian harta yang dimiliki ada hak orang miskin yang membutuhkan, keyakinan dengan membayar zakat dapat memperbaiki kondisi ekonomi orang miskin. Selain itu motivasi membayar zakat penghasilan karena potongan pajak yang diberikan pemerintah dan fasilitas yang disediakan organisasi pengelola zakat. Sejumlah studi meneliti perilaku muslim terhadap zakat atas penghasilan. Sebagian besar meneliti pengaruh demografi terhadap perilaku Muslim dalam membayar zakat atas penghasilan (Mohd. Ali et al., 2003; Kamil, 2005; Hairunnizam et al, 2005; Azura et al., 2005). Faktor yang yang telah diteliti sejauh ini termasuk jenis kelamin, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan tingkat pendapatan. Sebagian besar penelitian ini diadopsi analisis regresi logistik multivariat dalam mengukur pentingnya faktor-faktor pada zakat mereka pada perilaku pendapatan. Hairunnizam et al (2005) menguji tiga belas faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi atau tidak memengaruhi melakukan zakat penghasilan di Malaysia. Kuesioner dibagikan kepada 2500 individu muslim dalam setiap negara di Malaysia, menggunakan metode random sampling. Dengan menerapkan analisis regresi logistik, mereka menemukan bahwa lima faktor yang
secara
17
signifikan mempengaruhi pembayaran zakat atas penghasilan ke arah yang positif. Faktor-faktor ini meliputi usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pembayaran melalui mekanisme pemotongan gaji. Selain itu, ditemukan bahwa perempuan bekerja lebih mungkin untuk membayar zakat atas penghasilan. Pengetahuan tentang Islam, kesadaran pendapatan sebagai objek zakat dan kepuasan tidak signifikan memengaruhi pembayaran zakat walaupun memiliki hubungan yang positif. Fatmawati (2008) menganalisis pelaksanaan zakat mal di masyarakat Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan penelitian ini, memperoleh informasi tentang kurangnya keta'atan masyarakat Kecamatan Jatibarang dalam mengeluarkan zakat mal. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu pertama, mereka kurang memahami kewajiban zakat, kedua, banyaknya kebutuhan sosial sebagai respon terhadap adat atau kebiasaan sehingga dana untuk zakat berkurang. Ketiga, belum ada sanksi yang tegas bagi orang yang sengaja tidak mengeluarkan zakat mal. Keempat, kurangnya kepercayaan masyarakat kepada Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan Jatibarang.
2.7 Kerangka Pemikiran Konseptual Salah satu Kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada tahun 2008 mencapai 25,98 persen dan pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen (BPS, 2011). Kondisi kemiskinan di Kabupaten Brebes Zakat memiliki potensi yang besar untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Dana yang dihimpun dari orang kaya (muzzaki) Kabupaten Brebes dapat digunakan melalui berbagai program agar orang miskin di Kabupaten Brebes bisa menjadi sejahtera. Berdasarkan laporan keuangan Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes, dana zakat dan infak yang terkumpul baru mencapai Rp 821.387.060,00. Penerimaan dana zakat dapat ditingkatkan jika organisasi pengelola zakat mengetahui hal-hal yang mendorong seseorang membayar zakat. Kebiasaan berinfak secara rutinuga dapat mendukung program mengentaskan kemiskinan.
18
Berdasarkan Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, tujuan dari pengelolaan dana zakat oleh organisasi pengelola zakat salah satunya adalah meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Keputusan tempat membayar zakat menjadi sangat penting karena dana zakat yang bisa dikelola organisasi pengelola zakat hanya yang dibayar wajib zakat kepada OPZ bukan menyalurkan secara langsung atau panitia zakat (bukan OPZ). Berikut bagan kerangka pemikiran penelitian.
Kondisi kemiskinan di Kabupaten Brebes
Potensi dana zakat yang dimiliki Kabupaten Brebes
Kondisi aktual dana zakat yang terkumpul jauh di bawah potensi zakat
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan wajib zakat membayar zakat
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan rutin berinfak
Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar
Analisis Deskriptif (Tabulasi Silang) Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Analisis Diskriminan
19
2.7
Hipotesis Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism (kepekaan sosial), dan organisasi berpengaruh terhadap partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat. 2. Partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat dipengaruhi pendapatan, pekerjaan, pendidikan. 3. Infak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi berzakat. 4. Rutinitas berinfak dipengaruhi periode berinfak. 5. Keberadaan organisasi pengelola zakat menjadi faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat.
III. METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari sampai
minggu pertama bulan Maret tahun 2011. Daerah tempat penelitian adalah tiga kecamatan di Kabupaten Brebes yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung.
3.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan kuesioner. Data sekunder didapat dari literatur atau dokumen-dokumen baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan terkait tema penelitian. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Sosial Science 15 for windows dan Microscoft Excel 2007.
3.3
Sampel penelitian Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur purposive
sampling yakni memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009). Responden yang dipilih adalah responden yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk membayar zakat. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Slovin, yaitu n=
N 1 + Ne 2
Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = Kesalahan dalam pengambilan sampel ditetapkan sebesar 10 persen Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian berdasarkan jumlah keluarga sejahtera III plus di Kabupaten Brebes yakni sekitar 82.428 orang,
21
dengan estimasi jumlah keluarga muslim adalah sekitar 99 persen dari total penduduk di Kabupaten Brebes. Dari hasil perhitungan maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 100 orang responden. N = 99 % x 82.428 N = 81.603 n=
3.4
81603 = 99,76 = 100 1 + 81603(0,1) 2
Metode Analisis Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam penelitian
ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan. Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat karakteristik responden. Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala linkert yang memiliki nilai dari 1 sampai 5. Nilai 1 berarti sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 cukup setuju, 4 setuju dan 5 sangat setuju. Pertama yang dilakukan adalah menentukan variabel yang dapat menggambarkan faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat seperti faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi, rutin berinfak. Masing- masing variabel merupakan nilai rata-rata dari beberapa indikator. Faktor keimanan terdiri dari indikator selalu shalat fardhu, shalat berjamaah tiga kali di masjid, zakat itu wajib, mampu menghitung zakat, rutin membaca buku-buku agama, rutin hadir di majelis ilmu, percaya dengan semua balasan atas perbuatan. Faktor penghargaan terdiri dari indikator mendapat kemudahan rezeki setelah berzakat, lingkungan sekitar menyambut baik saat berzakat, senang disebut dermawan. Faktor althurism adalah rata-rata dari indikator iba ketika melihat fakir/miskin, berzakat berarti ungkapan rasa syukur, merasa harta menjadi bersih setelah berzakat, senang membantu fakir/miskin, merasa bersalah saat tidak membayar. Faktor kepuasan diri terdiri dari senang dapat meningkatkan kondisi
22
ekonomi fakir/miskin, menyadari ada hak orang lain dan percaya jadi contoh yang baik bagi orang lain saat berzakat. Faktor organisasi terdiri dari indikator organisasi pengelola zakat (OPZ) bekerja profesional, OPZ transparan dalam laporan keuangan, kenyamanan membayar zakat di OPZ, adanya sosialisasi melalui media dan langsung kepada masyarakat serta pemotongan gaji dari tempat berkerja. Kedua penentuan variabel yang memengaruhi partisipasi melakukan infak secara rutin. Variabel-variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi serta frekuensi berinfak. Ketiga penentuan variabel yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Variabel yang diduga memengaruhi adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi serta keberadaan organisasi pengelola zakat di sekitar tempat tinggal. Data dianalisis menggunakan metode analisis diskriminan. Alat analisis ini mampu mengelompokkan setiap objek ke dalam dua kelompok yakni kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat, kelompok berinfak secara rutin dan tidak rutin serta kelompok memilih berzakat di organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat. Tujuan analisis sini untuk mendapat fungsi yang merupakan kombinasi linier variabel independent sehingga dapat memisahkan objek. Artinya, objek dari grup yang sama akan memberi nilai fungsi yang berdekatan, dan objek dari grup yang berbeda akan memberi nilai fungsi yang berjauhan. Analisis Diskriminan merupakan teknikyang akurat untuk memprediksi objek termasuk dalam kategori tertentu, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya (Simanmora, 2005) (1) Model Analisis Diskriminan Fungsi diskriminan yang dimaksud adalah, D = b o + b 1 X1 + b 2 X2 + … + b j Xj + ...+ b p Xp = bT X Dimana: X1, X2, , Xj, .,Xp = Variabel independent b 0 , b 1 , b 2 , …, b p
= Koefisien fungsi diskriminan
D
= Nilai fungsi diskriminan
23
(2) Pendugaan Koefisien Fungsi Diskriminan Tujuan pendugaan adalah mencari b, sedemikian sehingga akan memberikan nilai D yang berdekatan untuk grup yang sama, dan memberikan nilai D yang berjauhan untuk grup berbeda. Hal tersebut diperoleh dengan cara mencari b, yang membuat rasio ragam D antar grup (bTBb) & ragam D dalam T
grup (bTWb) maksimum, atau
b Bb Maksimum , dengan metode Lagrange T b Wb
akan diperoleh persamaan, 4
(W-1B – λ i I) b i = 0
Dimana: B = Matriks koragam X antar grup W-1= Invers matriks koragam X dalam grup I = Matriks identitas b i = Koefisien fungsi diskriminan ke-i, yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di atas, dengan i = 1, 2, ..., L λ i = Eigenvalue (akar ciri ke-i) dari matriks W-1B yang berpasangan dengan b i Banyaknya fungsi diskriminan yang dapat dibentuk dari persamaan tersebut adalah sebanyak L, dimana L adalah nilai terkecil dari (G-1) dan p, dengan G adalah banyak grup, sedangkan p adalah banyak variabel independent. (3) Evaluasi Fungsi Diskriminan Evaluasi fungsi diskriminan umumnya untuk memeriksa apakah fungsi diskriminan yang diperoleh signifikan sebagai diskriminator grup-grup tersebut dan variabel independent apa saja yang signifikan, serta berapa persen objek dalam sampel dapat dikelompokkan dengan benar oleh fungsi diskriminan tersebut.
Berikut ini akan diuraikan beberapa prosedur evaluasi fungsi
diskriminan. (a) Uji Signifikansi Fungsi Diskriminan Dua Grup Kasus yang paling sederhana, ketika variabel dependent-nya hanya terdiri atas 2 grup, sehingga hanya diperoleh satu fungsi diskriminan.
Pertanyaan
selanjutnya, apakah fungsi diskriminan tersebut signifikan sebagai diskriminator
24
kedua grup tersebut. Untuk itu diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai berikut. H o : Fungsi diskriminan tidak signifikan H 1 : Fungsi diskriminan signifikan Hipotesa statistik tersebut diperiksa melalui statistik uji berikut ini, Wilks' Lambda = Λ =
| Matriks SSCPW | Determinan Matriks SSCP Within Group = | Matriks SSCPT | Determinan Matriks SSCP Total
Statistik Λ tersebut, kemudian ditransformasi menjadi statistik Chi-Square, dengan formulasi sebagai berikut, Chi-square = - [(n - 1) - (
p+G )][nΛ ] 2
Dimana, G= Banyaknya grup =2 p = Banyaknya variabel independent n = Ukuran sampel untuk seluruh grup Statistik Chi-square, menyebar Chi-square (𝜒 2 ) dengan derajat bebas
(df)
sebesar p(G-1) atau (𝜒 2 df=p(G-1) ). R
(b) Uji Signifikansi Variabel Independent Xj Apabila fungsi diskriminan disimpulkan signifikan, maka perlu ditelusuri, variabel independent mana saja yang signifikan mendiskriminasi grup. Untuk itu diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai berikut. H o : Variabel independent ke-j (Xj) tidak signifikan, atau dengan kata lain, rata-rata Xj pada G grup tidak berbeda H 1 : Variabel independent ke-j (Xj) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent (Rata-rata Xj pada G grup berbeda)
Hipotesa tersebut, diuji dengan statistik uji berikut:
Wilks' Lambda = Λ =
SSWXj SSTXj
25
Dimana, SSW Xj dan SST Xj adalah seperti yang didefinisikan sebelumnya. Untuk selanjutnya, statistik Λ dikonversi menjadi statistik F berikut ini, F=
1- Λ G -1 Λ n -G
Dengan, G
= Banyaknya grup
n
= Ukuran sampel untuk seluruh grup
Statistik F menyebar mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang =v1=G-1 dan derajat bebas penyebut =v2=n-G. Pada output SPSS di bagian Test of Equality of Group Means tersaji informasi Sig, dimana Sig=Peluang(F (v1=G1,v2=n-G) >F).
Apabila Sig<α atau F>F (v1=G-1,v2=n-G)α maka disimpulkan tolak H o
pada tarafnyata α. Nilai F (v1=G-1,v2=n-G)α . (4)
Prediksi Variabel Dependent
Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel independent, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Model fungsi diskriminan semakin baik, apabila persentase objek dalam sampel dapat diklasifikasikan (diprediksi) dengan benar oleh fungsi tersebut (dinyatakan sebagai nilai hit ratio) semakin besar. Model yang signifikan dengan hit ratio yang besar, untuk selanjutnya dapat digunakan untuk prediksi variabel dependent, atau pengklasifian objek, berdasar atas nilai variabel independent [X1, X2, …, Xp) dari objek tersebut. Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup, disebut sebagai Centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan Centroid grup1, maka objek tersebut akan diprediksi masuk ke grup1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan grup2, maka objek tersebut akan diklasifikasikan masuk ke grup2. Batas wilayah antar grup disebut sebagai Cutoff-value, ditentukan diantaranya sebagai berikut : 𝐶𝑢𝑡𝑜𝑓𝑓 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =
�1 + 𝑛2 𝐷 �2 𝑛1 𝐷 𝑛1 + 𝑛2
26
Dimana, Cutoff-value = Nilai batas wilayah grup1 dan grup2 n1
= Ukuran sampel untuk grup1
n2
= Ukuran sampel untuk grup2
�1 𝐷
= 𝐶𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑖𝑑 𝑔𝑟𝑢𝑝1
�2 𝐷
= 𝐶𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑖𝑑 𝑔𝑟𝑢𝑝2
Dari formulasi di atas, tampak bahwa Cutoff-value, untuk kasus dua grup, adalah rata-rata skore D untuk kedua grup tersebut. Berdasarkan nilai Centroids dan Cutoff, dapat dibuat Teritorial Map. Untuk selanjutnya dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi fungsi diskriminan pada data sampel, atau untuk prediksi objek berdasarkan data [X1,…,Xj,…, Xp] objek tersebut.
(5)
Asumsi Analisis Diskriminan
Penggunaan
analisis
diskriminan
membutuhkan
beberapa
asumsi,
diantaranya: (a) True categorical dependents Grupnya bersifat mutually exclusive, yakni setiap objek hanya bisa menjadi anggota satu grup saja. (b) Interval data. Variabel independent mencapai metrik, sama seperti pada analisis regresi berganda. (c) Homogeneity of variances Ragam setiap variabel independent, homogen pada grup-grup tersebut. (d) Independence Tidak ada multikolinier pada variabel independent. (e) No lopsided splits Ukuran sampel setiap grup tidak berbeda jauh. (f) Adequate sample size Direkomendasikan minimal empat hingga lima kali banyaknya variabel independent.
27
(g) Proper specification Koefisien dapat berubah substansial ketika ada variabel independent dimasukkan ke dalam model atau dikeluarkan dari model.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Brebes
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Brebes 4.1.1 Geografi Kabupaten Brebes sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah, letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan dengan wilayah Karsidenan Banyumas. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Letaknya antara 60˚44’ – 70˚21’ Lintang Selatan dan antara 108˚041’ – 109˚011’ dengan jumlah rata-rata curah hujan 154 mm, sedangkan jumlah rata-rata hari hujan 10 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Bumiayu sebesar 215 mm, dengan rata-rata jumlah hari hujan 15 hari. Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari daerah Tingkat II yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Breres terdiri dari 17 kecamatan yaitu Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog, Tonjong, Larangan, Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Tanjung, Kersana,
29
Nulakamba, Wanasari, Songgom, Jatibarang, Brebes. Kabupaten Brebes juga terdiri dari 292 desa dan 5 kelurahan. Dari jumlah itu dibagi habis menjadi 1.132 dusun, 1.608 RW/Lingkungan dan 8.274 Rukun Tetangga (RT). Luas keseluruhan Kabupaten Brebes adalah 166,296 hektar. Dari luas keseluruhan itu 62.703 hektar adalah lahan sawah, pekarangan/ bangunan 19.250 hektar, tegalan/ kebun seluas 17.499 hektar, tanah sementara tidak digunakan 279 hektar, tambak/kolam/rawa-rawa 9.001 hektar, hutan rakyat dengan luas 5.557 hektar, hutan negara 46.708 hektar, pekebunan negara/swasta seluas hektar 1.252, dan lain-lain seluas 4.047 hektar. Wilayah Kabupaten Brebes mempunyai batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kab Tegal dan Kota Tegal
Sebelah Selatan
: Kab Banyumas dan Kab Cilacap
Sebelah Barat
: Propinsi Jawa Barat
Kabupaten Brebes merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian bervariasi, untuk daerah penelitian ini kecamatan Brebes, Bulakamba, dan Tanjung mempunyai ketinggian 3 meter di atas permukaan laut. 4.1.2
Demografi Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 1.752.128
jiwa, terdiri dari 873.062 jiwa penduduk laki-laki dan 879.066 jiwa penduduk perempuan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Brebes terus bertambah, jika dibandingkan dengan tahun yang lalu (2008) telah bertambah sebanyak 4.698 Jiwa atau sebesar 0,27 persen. Distribusi penduduk Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata, dimana sebaran penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes adalah Kecamatan Bulakamba 158.560 jiwa atau 9,05 persen, Kecamatan Brebes 156.116 jiwa atau 8,91 persen, dan Kecamatan Larangan sebanyak 140.666 jiwa atau 8,03 persen, sedangkan sebaran penduduk paling kecil adalah Kecamatan Salem sebanyak 56.763 jiwa atau 3,24 persen. Dan sisanya tersebar di tiga belas kecamatan lainnya sebesar 70,77 persen.
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dirinci menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes
2005
301.694 438.788
23.828
16.704
34.050
71.546
82.531
Supir/ kernet angkutan 11.771
2006
321.694 444.788
25.947
8.873
37.370
67.763
84.022
12.679
36.609
6.984
1.096.366
2007
304.947 412.916
25.420
7.332
41.030
72.997
77.410
14.909
25.221
6.790
1.015.721
2008
289.923 382.893
23.888
6.744
41.363
71.836
84.332
15.966
25.581
7.711
979.490
2009
290.814 384.163
23.980
6.761
41.462
72.041
84.573
16.014
25.652
7.731
982.537
Tahun
Petani
Buruh
Nelayan
Pengusaha
Buruh Buruh Industri Bangunan
Pedagang
Tani
PNS/ Pensiun TNI/Po an lisi 25.530 6.871
Jumlah
1.067.919
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2010)
30
31
4.1.3 Pendidikan Di Kabupaten Brebes untuk tingkat pendidikan pra sekolah (TK) yang terdaftar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes pada tahun 2009 mengalami kenaikan jumlah sekolah. Demikian juga dengan jumlah murid dan guru mengalami kenaikan yang menggembirakan. Jumlah sekolah naik 5,07 persen. Jumlah murid naik 4,92 persen dan jumlah guru naik 0,14 persen. Untuk tingkat pendidikan dasar SD pada tahun 2009 jumlah murid sebanyak 187.686 murid, dan jumlah guru sebanyak 8.099 orang. Untuk sekolah MI pada tahun 2009 jumlah sekolah yang ada 201 sekolah, 40.525 murid dan 1866 guru. Untuk tingkat SLTP jumlah sekolah yang ada sebanyak 118 sekolah, jumlah murid sebanyak 53.317 siswa dan Guru sebanyak 2.812. Demikian pula untuk jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah terdapat 86 sekolah, Murid 27.392 siswa dan guru sebanyak 1.658 orang. Untuk pendidikan SLTA jumlah sekolah sebanyak 33 sekolah, Murid sebanyak 15.565 siswa dan guru sebanyak 976 orang. Untuk jumlah pondok pesantren Di Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 184 pondok Pesantren dengan jumlah santri 28.053 orang. 4.1.4
Ekonomi Perkembangan nilai pengeluaran per kapita per bulan baik pengeluaran
nominal maupun pengeluaran riil merupakan salah satu indikasi meningkatnya tingkat pendapatan penduduk. Pengeluaran nominal per kapita penduduk meningkat dari Rp 310.198 pada tahun 2008 menjadi Rp 323.658 pada tahun 2009 atau naik sebesar 4,3 persen. Jika dilihat dari struktur pengeluaran penduduk terbagi menjadi pengeluaran untuk makanan dan non makanan maka tingkat kesejahteraan penduduk dikatakan meningkat pada saat pengeluaran untuk makanan menurun dan pengeluaran non makanan meningkat. Hal ini tidak terjadi selama tahun 2008-2009. Berdasarkan persentase pengeluaran di Kabupaten Brebes menunjukkan bahwa pengeluaran untuk makanan mengalami peningkatan dari 58,01 persen menjadi 59,41 persen sementara pengeluaran untuk non makanan mengalami penurunan dari 41,99 persen menjadi 40,59 persen.
Tabel 4.2 Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Brebes tahun 2006-2009 Tahun
Tidak/ Belum
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
tamat SD/ Tidak
Tamat
Jumlah
Universitas/Diploma
punya ijasah SD 2006
541.103
521.671
173.487
136.397
41.042
1.373.965
2007
575.572
483.421
170.494
101.024
44.037
1.367.544
2008
564.309
472.960
185.214
104.368
32.666
1.366.521
2009
564.886
462.429
169.211
100.762
24.157
1.361.180
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2011)
32
33
PDRB Kabupaten Brebes dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami peningkatan. Ini terjadi baik menurut harga konstan maupun harga berlaku. Tahun 2007 PDRB menurut harga berlaku sebesar Rp 9,55 triliun dan menurut harga konstan Rp 4,77 triliun dan pada tahun 2009 PDRB menurut harga berlaku sebesar Rp 12,53 triliun dan menurut harga konstan sebesar Rp 5,25 triliun. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 4,79 persen, kemudian pada tahun 2008 naik menjadi 4,81 dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 4,99 persen. Sektor pertanian yang menjadi ciri khas Kabupaten Brebes masih menjadi sektor penting. Kontribusi sektor pertanian masih berkisar diatas 50 persen. Dari tahun ketahun kontribusi sektor ini mengalami penurunan, sebaliknya sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun kontribusinya mengalami kenaikan. Empat sektor yang dominan pada struktur perekonomian di Kabupaten Brebes adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor jasa. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes, industri dikelompokan industri logam, mesin, elektronika dan aneka serta industri kimia agro dan hasil hutan. Masing-masing dibedakan menjadi industri formal dan non formal, serta digolongkan berdasarkan aset menjadi skala besar, menengah, kecil dan rumah tangga. Jumlah perusahaan industri kecil formal cabang industri kimia, agro dan hasil hutan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 sebanyak 705 unit, cabang elektronika dan aneka berjumlah 43 unit, cabang industri logam, mesin dan perekayasaan berjumlah 177 unit.
4.2 Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Brebes 4.2.1 Profil BAZDA Kabupaten Brebes Pembentukan Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes didasari pertimbangan untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab sesuai Keputusan Direktur Jendral Bimas dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
34
Dasar hukum pembentukan pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes dan Badan Amil Zakat tingkat Kecamatan : 1.
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 164 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885)
2. Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1988 tentnag Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1988 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373 ) 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat (BAZ) Nasional 4. Keputusan Menteri Agama Republika Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat 5. Keputusan Direktur Jendral Bimas dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat Pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes terdiri dari Badan Pelaksana, Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawasan. Badan Pelaksana memiliki tugas membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat, melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan,
menyusun
laporan
tahunan,
menyampaikan
laporan
pertanggujawaban dan bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun keluar. Dewan Pertimbangan bertugas untuk menetapkan garis-garis kebijakan Badan Amil Zakat bersama Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana, kemudian mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak, berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat serta memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi
35
Pengawasan. Bagian ini juga memiliki fungsi untuk menampung, mengolah, dan menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat. Komisi Pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan, mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana kemudian melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah dan peraturan perundang-undangan serta menunjuk akuntan publik. Badan Amil Zakat di Kabupaten Brebes terdapat di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. BAZ tingkat kabupaten mengelola dana zakat dan infak dari seluruh wajib zakat di Kabupaten Brebes. BAZ tingkat kecamatan dan desa bertugas mengumpulkan zakat dan infak dari wajib zakat di lingkungan kecamatan dan desa kemudian dilaporkan kepada BAZ Kabupaten Brebes kemudian diserahkan kepada BAZ kabupaten. Bupati Kabupaten Brebes telah mengeluarkan edaran untuk pemotongan zakat profesi secara langsung pada gaji ketiga belas untuk pegawai negeri sipil di seluruh Kabupaten Brebes. Penerimaan BAZ Kabupaten Brebes sampai 31 Oktober 2010 sebesar Rp 817.731.241,00. Pengeluaran dari dana zakat sebesar Rp 647.575.000 dan infak sebesar Rp 111.000.000. Pada tahun 2009 BAZ kabupaten Brebes berhasil menghimpun dana zakat dan infak dari masyarakat sebesar Rp 2,144 miliar. Dana itu terhimpun hingga 31 Desember 2009 lalu, meliputi zakat mal Rp 1.073.337.113 dan infaq Rp 1.070.861,757. 4.2.2 Pendayagunaan Zakat BAZDA Kabupaten Brebes Pengeluaran dana zakat didistribusikan sesuai asnaf yang berhak menerima zakat dengan perincian 62,5 persen untuk fakir dan miskin di 297 desa. Fisabilillah (pejuang islam) mendapat bagian sebesar 12,5 persen. Sementara bagi ghorim (penyandang utang) dialokasikan sebesar 6,25 persen. Bagi Ibnu sabil atau orang yang kekurangan bekal di perjalanan dialokasikan 6,25 persen. Kemudian bagi amil kabupaten dan pemungut zakat sebesar 12,5 persen dari zakat yang terkumpul.
36
Pendayagunaan zakat BAZDA Kabupaten Brebes terbagi atas dua jenis yaitu zakat produktif dan konsumtif. Pendayagunaan zakat produktif contohnya peminjaman modal usaha kepada tukang tempe, tukang tahu dan penjual kangkung. Pendayagunaan pendayagunaan zakat konsumtif contohnya bantuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, pendidikan, bantuan program bencana alam. Pendayagunaan dana zakat di Kabupaten Brebes antara lain : 1. Pemberian santunan kepada fakir miskin sebanyak 5.940 orang masingmasing mendapatkan Rp 100.000 dengan
total nilai sebesar Rp
594.000.000 untuk 297 desa . 2. Pemberian santunan kepada guru di Taman Pendidikan Al-Qur’an, guru ngaji, guru Madrasah Diniyah dialokasikan sebesar Rp. 75,795.687. 3. Pemberian zakat produktif antara lain kepada penjual tempe, penjual tahu dan penjual kangkung dialokasikan sebesar Rp 37.897.843. 4. Beasiswa kepada pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas sebesar Rp 37.897.843. 5. Amil Kabupaten dan pemungut zakat sebesar Rp. 75,795.687.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik dan Persepsi Responden Karakteristik dan persepsi responden ini merupakan hasil dari wawancara terhadap 100 responden yang tersebar di tiga kecamatan di Kabupaten Brebes yakni Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung. Karakteristik responden dilihat dari kondisi demografi yakni jenis kelamin, status pernikahan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan pendapatan per bulan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Demografi responden Jenis Kelamin Status Pernikahan
Jenis Pekerjaan
Tingkat Pendidikan
Pendapatan per bulan
Variabel Laki-laki Perempuan Belum Menikah Menikah Janda/Duda Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya SD SMP SMA D3 S1 S2 Rp 1 juta - Rp 2,5 juta Rp 2,5 juta - Rp 5 juta Rp 5 juta – Rp 50 juta
Jumlah 70 30 4 92 4 23 6 1 58 2 6 4 20 6 21 5 42 6 21 63 16
Persentase 70% 30% 4% 92% 4% 23% 6% 1% 58% 2% 6% 4% 20% 6% 21% 5% 42% 6% 21% 63% 16%
Sumber : Data Primer 2011 (diolah) Berdasarkan Tabel 5.1 mayoritas responden adalah laki-laki dengan status pernikahan sudah menikah. Jenis pekerjaan responden paling banyak adalah PNS sebesar 58 persen dan petani 23 persen. Ditinjau dari aspek pendidikan terdapat 42 persen responden pendidikan terakhirnya adalah S1, sekolah dasar 20 persen, SMA 21 persen kemudian SMP sebanyak 6 persen, D3 sebanyak 6 persen dan S2 sebesar 5 persen. Pendapatan responden sebanyak 63 persen antara 2,5 juta sampai 5 juta kemudian terdapat 21
38
persen responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta dan sebesar 16 persen responden memiliki pendapatan 5 juta sampai 50 juta. Persepsi responden dijelaskan pada Tabel 5.2 meliputi kesanggupan responden membayar zakat, rutinitas membayar infak serta pemilihan tempat membayar zakat. Hasilnya dilihat dari berbagai macam variabel seperti, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran serta beberapa faktor yang diduga mempengaruhi seseorang membayar zakat. Faktor yang dimaksud adalah iman, penghargaan, altruism, kepuasan diri dan organisasi. Pada hasil penelitian ini juga dilihat alasan seseorang membayar zakat melalui lembaga amil formal ataupun informal. Kesanggupan seseorang untuk membayar zakat ditunjukkan pada Tabel 5.2. Pada tabel ini kesanggupan seseorang ditunjukkan dengan menjawab ya atau tidak untuk membayar zakat. Sebanyak 100 responden yang disurvei, 82 orang atau sama dengan 82 persen menjawab ya untuk membayar zakat dan 18 orang atau 18 persen menjawab tidak untuk membayar zakat. Tabel 5.2. Pembayaran zakat Ya Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2 Pekerjaan Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Pendapatan Kurang dari 2,5 juta 2,5 juta - 5 juta Lebih dari 5 juta
Zakat (N) Tidak
Ya
Zakat (%) Tidak
15 6 17 4 35 5
5 0 4 1 7 1
75.0 100.0 81.0 80.0 83.3 83.3
25.0 0.0 19.0 20.0 16.7 16.7
18 5 1 50 1 3 4
5 1 0 8 1 3 0
78.3 83.3 100.0 86.2 50.0 50.0 100.0
21.7 16.7 0.0 13.8 50.0 50.0 0,0
15 52 15
6 11 1
71.4 82.5 93.8
28.6 17.5 6.3
Sumber: data primer 2011 (diolah)
39
Berdasarkan variabel pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi. Pada Tabel 5.2, responden yang menjawab membayar zakat untuk tingkat pendidikan SD sebesar 75 persen. Persentase semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan SMP keseluruhan responden menjawab membayar zakat. Hal ini didasarkan pada semakin tingginya tingkat pendidikan, maka seseorang akan semakin mengerti dan sadar akan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk membayar zakatnya. Berdasarkan jenis pekerjaan yang didominasi oleh PNS, sebanyak 86,2 persen menjawab membayar zakat dan sisanya 13,8 persen menjawab tidak membayar zakat. Jenis pekerjaan lainnya yaitu, petani, pedagang, karyawan BUMN, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya menjawab membayar zakat. Persentase responden terbesar yang menjawab membayar zakat terdapat pada karyawan BUMN yaitu 100 persen, sedangkan yang terkecil adalah golongan karyawan swasta dan wiraswasta hanya 50 persen yang menjawab membayar zakat untuk membayar zakat. Hal ini dikarenakan pada responden yang memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta merasa penghasilannya belum memenuhi semua keperluan rumah tangga dan bagi responden wiraswasta adanya ketidakpastian penghasilan menyebabkan enggan mengeluarkan zakat atau membayar zakat tidak sesuai dengan kadar seharusnya ketika usahanya maju dan dana zakat yang dikeluarkan dirasa besar. Responden dengan jenis pekerjaan sebagai petani 78,3 persen menjawab membayar zakat dan sisanya 21,7 persen menjawab tidak. Bagi petani yang memiliki 0,25 hektar biasanya saat panen menghasilkan sekitar 1000 kg. Ini artinya penati tersebut sudah terkena kewajiban wajib zakat. Sebagian besar petani membayar sesuai ketentuan kadar zakat yakni 5 persen untuk sawah perairan dan 10 persen untuk sawah tadah hujan. Adapun petani yang tidak membayar zakat karena hasil panennya digunakan untuk keperluan lain seperti membayar hutang, sekolah, keperluan rumah tangga dan sebagainya sehingga tidak bisa membayar zakat. Karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta dan wiraswasta cenderung lebih besar persentase yang membayar zakat karena penghasilan yang lebih besar dan biasanya zakat yang
40
akan dibayarkan sudah dipotong dari gaji bulanan atau terdapat lembaga pengumpul zakat di institusi tempat bekerja. Hal yang sama juga terjadi pada variabel pendapatan dimana semakin tinggi pendapatan, maka persentase responden yang membayar zakat lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 5.3, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah hanya 71.4 persen yang menjawab membayar zakat, pendapatan 2,5 - 5 juta rupiah meningkat sebesar 82,5 persen menjawab membayar zakat dan pendapatan lebih 5 juta sampai 50 juta rupiah sebanyak 93,8 persen yang menjawab berzakat. Berdasarkan uraian diatas, karakteristik kesanggupan orang membayar zakat ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pendapatan, maka kesadaran seseorang untuk membayar zakat semakin tinggi. Sedangkan untuk jenis pekerjaan, seseorang yang memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tetap dan tinggi cenderung untuk membayar zakatnya. Berdasarkan Tabel 5.2 dimana kebanyakan responden menjawab bersedia untuk membayar zakatnya dari berbagai variabel yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar zakat sudah semakin tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena semakin banyak orang yang membayar zakat berarti zakat yang terkumpul akan semakin meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. Pembayaran infak dan sedekah seringkali tidak serutin seperti membayar zakat. Hal ini dikarenakan infak maupun sedekah merupakan ibadah sunnah, namun sebaiknya rutin dilakukan sebab banyak manfaat yang akan didapatkan. Jumlah infak yang tidak dibatasi hanya 2,5 persen dari harta yang dimiliki dan pihak penerima yang tidak memiliki aturan khusus hanya pada delapan golongan seperti zakat. Dana infak diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan membantu seseorang dari kesulitan hidup yang dialaminya. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes, dana infak pada tahun 2010 tercatat hampir sama dengan dana zakat yakni Rp 800.000.0000,00. Dari 100 responden terdapat 49 persen membayar infak rutin dan 51 persen menjawab tidak membayar infak secara rutin. Pada tabel 5.3 akan dijelaskan
41
tentang responden yang rutin berinfak atau tidak dengan variabel yang sama seperti pada pembayaran zakat. Tabel 5.3. Rutinitas pembayaran infak Variabel
infak (N) Tidak
Ya Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2 Pekerjaan Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Pendapatan 1 juta - 2,5 juta 2,5 juta - 5 juta 5 juta – 50 juta
infak (%) Ya
Tidak
9 2 11 5 27 5
11 4 10 0 15 1
45.0 33.3 52.4 100.0 64.3 83.3
55.0 66.7 47.6 0.0 35.7 16.7
12 1 1 39 0 5 1
11 5 0 19 2 1 3
52.2 16.7 100.0 67.2 0.0 83.3 25.0
47.8 83.3 0.0 32.8 100.0 16.7 75.0
15 36 8
6 27 8
71.4 57.1 50.0
28.6 42.9 50.0
Sumber: Data primer 2011 (diolah) Pada Tabel 5.3 dijelaskan persentase responden yang membayar infak secara rutin berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan terakhir, dan tingkat pendapatan per bulan. Kategori jenis pekerjaan responden antara lain petani, pedagang, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya. Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, responden diklasifikasikan berdasarkan pendidikan SD, SMP, SMA, D3, S1, dan S2. Kelompok responden lulusan D3 memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin yaitu sebesar 100 persen. Responden dengan pendidikan terakhir SD memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar 45 persen. Responden lulusan SMP, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 33,3 persen. Kategori pendidikan terakhir SMA, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 52,4 persen. Pada kelompok responden yang memiliki gelar sarjana dan strata 2, persentase yang membayar infak secara rutin dan yang tidak membayar infak secara rutin sebesar 64,3 persen dan 83,3 persen persen. Hal ini menunjkkan
42
responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi, persentase membayar infak secara rutin lebih besar. Berdasarkan kategori ini, kelompok responden dengan pekerjaan sebagai karyawan BUMN memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin yaitu 100 persen. Peringkat kedua adalah kelompok responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebesar 83,3 persen. Peringkat ketiga adalah kelompok responden yang bekerja PNS yaitu sebesar 67,2 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai petani memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar 52,2 persen. Persentase responden yang bekerja di lainnya seperti jasa atau pensiunan yang membayar infak secara rutin sebesar 25 persen. Kelompok responden yang bekerja sebagai pedagang memiliki persentase terendah dalam membayar infak secara rutin sebesar 16,7 persen. Secara keseluruhan partisipasi responden rutin berinfak tidak sebesar membayar zakat. Dari 100 responden, 59 persen yang rutin berinfak dan 41 persen lainnya tidak rutin berinfak, lebih rendah dari persentase yang membayar zakat yaitu 82 persen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar responden yang rutin berinfak adalah responden yang mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Ini karena dalam majelis taklim atau kegiatan sosial tersebut ada infak yang secara rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut. Kategori respoden berdasarkan pendapatan per bulan, dibagi menjadi tiga kategori yaitu kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta, pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta dan pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupiah. Kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin sebesar 71,4 persen. Kemudian kelompok responden dengan pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta rupiah, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 58,7 persen. Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta, persentase responden yang membayar infak secara rutin sebesar 50,0 persen. Tingkat pendapatan responden berkorelasi negatif terhadap kebiasaan membayar infak secara rutin. Semakin tinggi pendapatan responden semakin kecil persentase rutin membayar infak. Berdasarkan informasi dari Badan Amil Zakat Daerah, bagi pegawai yang belum terkena batas wajib zakat maka akan ditarik infak setiap bulan dari penghasilan
43
yang diterimanya. Ini bisa jadi melatarbelakangi responden dengan pendapatan antara 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase berinfak secara rutin tertinggi dibandingkan kategori pendapatan lainnya. Berdasarkan Tabel 5.3 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang berinfak yaitu, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Dari penelitian ditemukan bahwa pekerjaan dengan penghasilan tetap tidak berkorelasi positif dengan rutin berinfak. Buktinya masyarakat dengan pekerjaan yang jumlah penghasilannya tidak tetap seperti pedagang dan wirausaha memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan dengan jumlah penghasilan relatif tetap seperti PNS. Tabel 5.4 merupakan penjelasan lebih mendalam tentang berinfak yaitu periode membayar infak. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui periode berinfak yang paling sering dilakukan responden. Pilihan periode berinfak berbeda-beda yaitu, per hari, per minggu, per bulan dan lainnya. Periode membayar infak juga didekati dengan variabel pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran. Tabel 5.4. Periode membayar infak Periode infak (N) per per minggu bulan Lainnya
per hari Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2 Pekerjaan Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta 2,5 juta sampai 5juta 5 juta 50juta
Periode infak (%) per per minggu bulan Lainnya
per hari
0 0 2 2 1 1
7 2 1 3 11 2
2 0 6 0 10 2
3 2 4 0 3 0
0.0 0.0 15.4 40.0 3.6 20.0
58.3 50.0 7.7 60.0 39.3 40.0
16.7 0.0 46.2 0.0 35.7 40.0
25.0 50.0 30.8 0.0 10.7 0.0
0 1
9 0
2 0
4 1
0.0 50.0
60.0 0.0
13.3 0.0
26.7 50.0
0 6
0 14
1 16
0 6
0.0 14.3
0.0 33.3
100.0 38.1
0.0 14.3
0 2 0
0 2 1
0 1 0
1 0 0
0.0 40.0 0.0
0.0 40.0 100.0
0.0 20.0 0.0
100.0 0.0 0.0
2
5
6
3
12.5
31.3
37.5
18.8
4
19
11
7
9.8
46.3
26.8
17.1
3
2
3
2
30
20
30
20.0
Sumber: data primer 2011 (diolah)
44
Pada tabel 5.4, periode membayar infak tertinggi dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pendidikan adalah per minggu. Periode infak ini didapat dari responden yang menjawab melakukan infak secara rutin sebanyak 33 persen. Persentase periode per hari tertinggi ada pada kategori pendidikan terakhir D3 dan S2, persentase per minggu tertinggi ada pada kategori D3, persentase per bulan tertinggi ada pada kategori SMA. Tingkat SD, SMP, D3 periode membayar infak tertinggi adalah per minggu yaitu masing-masing sebesar 58,3 persen, 50 persen, dan 60 persen. Pada tingkat pendidikan SMA kesadaran membayar infak mulai meningkat yaitu pada periode per bulan sebesar 46,2
persen dan
pendidikan S2 periode per minggu dan per bulan seimbang yaitu sebesar 40 persen. Periode responden membayar infak per minggu biasanya dibayarkan pada saat shalat Jumat di mesjid-mesjid atau di majelis taklim. Periode membayar infak tertinggi yang dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pekerjaan adalah per minggu. Karyawan BUMN dan PNS memilih periode per bulan sebagai periode yang tertinggi berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Petani dan wiraswasta memilih periode per minggu sebagai periode tertinggi yaitu sebesar 60 persen dan 40 persen. Karyawan BUMN dan PNS periode tertinggi dalam membayar infak adalah per bulan sebesar 100 persen dan 40 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang seimbang antara yang memilih periode per hari dan lainnya. Periode infak rutin per hari persentase tertinggi dimiliki oleh pedagang dan wiraswasta. Ini disebabkan oleh banyaknya orang yang meminta infak setiap hari dengan mendatangi tempat usaha mereka. Petani dan lainnya memilih periode per minggu untuk mengeluarkan infak yakni pada saat shalat jum’at atau hadir di majelis ilmu. Karyawan BUMN dan PNS memilih infak rutin per bulan karena pendapatan yang diterimanya itu per bulan sehingga infak dikeluarkan setelah mendapat penghasilan. Berdasarkan variabel pendapatan, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta memiliki kecenderungan periode membayar infak per bulan dengan persentase 37,5 persen. Pendapatan antara 2, 5 juta sampai 5 juta mememiliki kecenderungan periode membayar infak per minggu dengan dengan 46,3 persen responden memilih periode ini. Pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupiah memiliki
45
kecenderungan periode membayar infak per hari dan per bulan dengan persentase berimbang yaitu 30 persen. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka semakin rajin membayar infak secara rutin. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, periode membayar infak yang lebih banyak dipilih oleh responden adalah per minggu baik dilihat dari sisi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Periode per minggu dipilih sebagai waktu yang ideal untuk membayar infak karena bisa disalurkan pada saat pelaksanaan shalat jumat dan adanya pemikiran dengan jumlah total infak yang sama, terasa lebih ringan dikeluarkan per minggu dibandingkan sekaligus pada setiap bulan. Periode membayar zakat disajikan seperti pada Tabel 5.5. Responden diberi pilihan waktu yang biasanya digunakan untuk membayar zakat yakni dikeluarkan per bulan, per tahun atau lainnya. Tabel 5.5. Periode membayar zakat Periode zakat (N) per per bulan tahun keduanya Pendidikan SD 6 5 SMP 1 3 SMA 2 14 D3 2 2 S1 7 13 S2 1 2 Pekerjaan Petani 6 6 Pedagang 0 5 Karyawan BUMN 0 1 PNS 20 30 Karyawan Swasta 0 1 Wiraswasta 0 3 Lainnya 0 3 Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta 1 12 2,5 juta - 5 juta 19 29 Lebih dari 5 juta 6 8 Sumber: Data primer 2011 (diolah)
Periode zakat (%) per per bulan tahun Keduannya
4 2 1 0 22 3
40.0 16.7 11.8 50.0 20.0 20.0
33.3 50.0 82.4 50.0 37.1 40.0
26.7 33.3 5.9 0.0 62.9 60.0
6 0
33.3 0.0
33.3 100.0
33.3 0.0
0 0
0.0 40.0
100.0 60.0
0.0 0.0
0 0 1
0.0 0.0 0.0
100.0 100.0 75.0
0.0 0.0 25.0
2 4
7.7 39.6
92.3 60.4
15.4 8.3
1
42.9
57.1
7.1
46
Periode membayar zakat berdasarkan pendidikan terakhir seperti terlihat pada Tabel 5.5 memiliki kecenderungan untuk memilih periode per tahun, tetapi periode membayar zakat SD yang tertinggi adalah per bulan sebesar 40 persen dari 15 orang responden petani. Periode membayar zakat pada kategori pendidikan terakhir D3 seimbang antara periode per bulan dan per tahun yaitu 50 persen. Kategori SMP, SMA S1 dan S2 persentase tertinggi pada periode membayar zakat per tahun. Responden dengan latar belakang pendidikan rendah cenderung pada saat mereka dapat penghasilan, sebagian besar langsung mengeluarkan
zakat.
Semakin
tinggi
latar
belakang
pendidikan,
kecenderungannya mengeluarkan zakat per tahun. Ini didorong kebiasaan dan pengaruh lingkungan sekitar. Periode membayar zakat berdasarkan pekerjaan memiliki kecenderungan untuk memilih periode per
tahun. Responden dengan kategori pedagang,
karyawan BUMN, karyawan swasta dan wiraswasta seluruhnya (100 persen) memilih per tahun.
Kategori PNS
dan lainnya
persentase yang memilih
membayar zakat periode per tahun sebesar 60 persen dan 75 persen. Responden petani yang memilih periode zakat per bulan, per tahun dan keduanya jumlahnya sama banyak sebesar 33,3 persen. PNS membayar zakat terbanyak setiap tahun, namun yang bayar zakat per bulan juga cukup banyak sebesar 40 persen. Berdasarkan pendapatan, responden lebih banyak untuk membayar zakat pada periode per tahun. Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase terbesar dalam membayar zakat per tahun dibandingkan membayar zakat per bulan dan lainnya yaitu sebesar 92,3 persen. Pendapatan pada kategori 5 juta sampai 50 juta memiliki persentase membayar zakat per bulan paling tinggi diantara kategori pendapatan lainnya. Secara keseluruhan periode membayar zakat yang dipilih oleh responden adalah periode per tahun per tahun berdasakan berbagai macam variabel seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Pemilihan waktu per tahun didasarkan karena kewajiban membayar zakat mal dan fitrah yang biasanya dilakukan menjelang Idul Fitri. Kebiasaan untuk membayar zakat per bulan yang identik dengan zakat profesi belum banyak dilakukan oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan itu dan belum adanya sistem potong gaji langsung setiap bulan.
47
Pada Tabel 5.6 keputusan seseorang dalam membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dihubungkan dengan variabel pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan yang dimiliki responden responden. Organisasi pengelola zakat adalah lembaga resmi yang mengurusi tentang pembayaran dan pendistribusian zakat seperti lembaga amil zakat dan badan amil zakat. Tempat membayar zakat bukan kepada organisasi pengelola zakat artinya membayar zakat melalui lembaga yang tidak berbadan hukum namun memiliki fungsi yang sama seperti lembaga amil
atau
menyalurkan secara langsung kepada mustahik. Pada variabel pendidikan, responden yang paling tinggi persentasenya dalam membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah responden yang berpendidikan D3 sebesar 60 persen, sedangkan untuk membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat adalah kategori pendidikan SD dengan persentase 70 persen. Ini menunjukkan tingkat pendidikan responden memengaruhi cara mereka membayar zakat. Akan tetapi responden yang memilih untuk membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat memiliki persentase lebih tinggi. Tabel 5.6. Tempat membayar zakat tempat zakat (N) OPZ Bukan OPZ Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2 Pekerjaan Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Pendapatan 1 juta - 2,5 juta 2,5 juta - 5 juta 5 juta - 50 juta
tempat zakat (%) OPZ Bukan OPZ
6 1 7 3 19 3
14 5 14 2 23 3
30.0 16.7 33.3 60.0 46.3 50.0
70.0 83.3 66.7 40.0 56.1 50.0
6 3 1 24 1 3 1
17 3 0 34 1 3 4
26.1 50.0 100.0 41.4 50.0 50.0 20.0
73.9 50.0 0.0 58.6 50.0 50.0 80.0
20 3 16
1 60 0
95.2 4.8 100.0
4.8 95.2 0.0
Sumber: Data primer 2011(diolah)
48
Pada variabel pekerjaan, dapat dilihat bahwa kebanyakan responden petani dan pekerjaan lainnya membayar zakatnya bukan ke organisasi pengelola zakat sebesar 70 persen dan 80 persen. Kecilnya persentase petani dan pekerjaan lainnya yang membayar zakat pada organisasi pengelola zakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jarak organisasi pengelola zakat yang jauh dari tempat mereka berdagang atau tinggal (hal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan kecilnya persentase responden dalam membayar zakatnya ke organisasi pengelola zakat) atau karena akses ke bukan organisasi pengelola zakat yang lebih mudah. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang, karyawan swasta, wiraswasta memiliki persentase yang seimbang antara organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dalam memilih tempat membayar zakat yaitu sebesar 50 persen. Ini menandakan untuk masyarakat dengan kategori ini mulai banyak yang memilih organisasi pengelola zakat sebagai tempat membayar zakat. Dari responden yang bekerja sebagai karyawan BUMN memilih membayar zakat di organisasi pengelola zakat sedangkan responden pegawai negeri sipil lebih memilih membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat sebesar 58,6 persen daripada membayar zakat ke organisasi pengelola zakat sebesar 41,4 persen. Dalam variabel pendapatan, tingkat persentase responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta mayoritas membayar zakat di organisasi pengelola zakat yakni 95,2 persen. Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupih, seluruhnya (100 persen) bayar ke organisasi pengelola zakat. Responden dengan penghasilan antara 2,5 juta – 5 juta sebesar 95,2 persen memilih lembaga informal. Ini menjadi fenomena tersendiri karena jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta lebih banyak daripada kategori pendapatan lainnya maka secara keseluruhan persentase yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat lebih banyak dibandingkan ke organisasi pengelola zakat. Beradasarkan Tabel 5.6, peran organisasi pengelola zakat dalam menyerap zakat dari wajib zakat masih kurang optimal, tingkat persentase responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola zakat secara umum lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase responden yang membayar zakat bukan di
49
organisasi pengelola zakat yaitu 39 persen berbanding 61 persen. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak tersediannya organisasi pengelola zakat di lingkungan sekitar menjadi faktor utama yang menyebabkan responden enggan untuk membayar zakat di organisasi pengelola zakat (OPZ). Cara lainnya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut, pihak organisasi pengelola zakat dapat melakukan langkah-langkah antara lain, mendirikan cabang di daerah-daerah yang potensi zakatnya besar. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan DKM setempat. Daerah yang memiliki potensi zakat yang besar antara lain sentral pertanian seperti Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Bumiayu serta daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi yaitu Kecamatan Brebes. Langkah lainnya seperti menyediakan layanan jemput zakat atau fasilitas pembayaran on line. Tabel 5.7 menggambarkan alasan-alasan seseorang dalam memilih tempat mereka membayar zakat. Terdapat sembilan variabel yang masuk menjadi alasan seseorang membayar zakat, yaitu transparansi, tingkat profesionalitas, akses, ketersediaan informasi, kenyamanan muzakki dalam membayar zakat, kemudahan dalam proses membayar zakat, faktor lingkungan, kepuasan muzakki dalam membayar zakat, dan fatwa kyai setempat. Jumlah responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah sebanyak 39 persen, dan 61 persen lainnya membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat. Tabel 5.7. Alasan Membayar Zakat Melalui OPZ dan Bukan OPZ Tempat Zakat (N) Variabel
Bukan OPZ
OPZ Transparansi Profesionalitas Akses Ketersediaan Informasi Kenyamanan Kemudahan Lingkungan Kepuasan Fatwa Kyai Setempat
Sumber: Data primer (2011)
Tempat Zakat (%)
29 30 18 12 12 11 7 6 3
OPZ 1 1 15 12 12 33 30 13 6
74.36 76.92 46.15 30.77 30.77 28.21 17.95 15.38 7.69
Bukan OPZ 1.64 1.64 24.59 19.67 19.67 54.10 49.18 21.31 9.84
50
Berdasarkan tingkat persentase alasan pemilihan tempat dengan total tempat berzakat responden, alasan responden membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat karena laporan keuangan organisasi pengelola zakat transparan sebesar 74,36 persen, kinerja organisasi pengelola zakat yang profesional 74,92 persen dan akses ke organisasi pengelola zakat yang mudah sebesar 46,15 persen. Ketersediaan informasi dan kenyamanan memengaruhi keputusan responden membayar di organisasi pengelola zakat sebesar 30,77 persen. Terdapat 28,21 persen responden yang menyatakan memilih tempat bayar zakat melalui organisasi pengelola zakat karena alasan kemudahan, sebanyak 17,95 persen karena lingkungan, 15,38 persen karena kepuasan dan 7,69 persen karena fatwa kyai (pemuka agama) setempat. Alasan utama responden memilih tempat zakat bukan ke organisasi pengelola zakat karena kemudahan membayar ke panitia amil masjid atau menyalurkan secara langsung ke mustahik sebesar 54,10 persen dan lingkungan sebesar 49, 18 persen. Variabel akses dan kepuasan berada di peringkat berikutnya sebesar 24,59 persen dan 21,31 persen. Sebesar 19,67 persen responden memilih tempat zakat bukan di organisasi pengelola zakat karena alasan ketersediaan informasi dan kenyamanan. Fatwa kyai (pemuka agama) setempat memengaruhi 9,84 persen dari total responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat untuk memilih tempat zakat ini. Alasan lebih transparan dan profesional dijawab oleh 1,64 persen responden dari keseluruhan responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat. Secara keseluruhan, variabel kemudahan membayar zakat merupakan alasan terkuat dengan persentase tertinggi dalam memilih tempat membayar zakat yakni sebesar 44 persen. Baik responden yang memilih tempat zakat di organisasi pengelola zakat atau bukan organisasi pengelola zakat menganggap kemudahan berperan penting dalam menentukan pemilihan tempat zakat. Peringkat kedua diperoleh oleh alasan lingkungan sekitar yaitu sebesar 37 persen. Kebiasaan mayoritas masyarakat di lingkungan tempat tinggal membayar zakat ke organisasi pengelola zakat atau bukan ke organisasi pengelola zakat akan memengaruhi seseorang untuk memilih tempat zakat di OPZ, begitu juga dengan lingkungan yang sebagian besar membayar zakat di bukan OPZ. Alasan akses tempat berada
51
di peringkat ketiga sebesar 33 persen dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Responden cenderung memilih tempat zakat yang gampang diakses dibandingkan tempat zakat yang tidak mudah diakses. Alasan transparan dan profesional memiliki persentase sebesar 31 persen dan 30 persen dalam memengaruhi alasan tempat membayar zakat. Ketersedian informasi dan kenyamanan menjadi alasan 24 persen responden dalam memilih tempat berzakat. Kepuasan yang dirasakan setelah menyerahkan dana zakat menjadi alasan 18 persen responden dan fatwa kyai (pemuka agama) setempat menjadi alasan 9 persen dari seluruh responden yang membayar zakat.
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Zakat adalah salah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar syahadat dan shalat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya. Huda (2008) menyatakan pengeluaran zakat akan mendorong pengeluaran konsumsi dan memiliki multiplier yang positif. Hal ini berimplikasi peningkatan penegluaran zakat akan meningkatkan kegiatan ekonomi. Kondisi sekarang di Indonesia, tidak ada pihak yang memiliki wewenang untuk memaksa membayar zakat maka keputusan membayar zakat ada di tangan individu muslim yang sudah terkena wajib zakat. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dikaji faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu dalam membayar zakat. Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar zakat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8 Pengelompokkan Responden Berdasarkan Partisipasi Berzakat Kelompok
Jumlah responden
Persentase
Tidak Membayar Zakat
18
18
Membayar Zakat
82
82
Sumber : Data primer 2011 (diolah) Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa responden membayar zakat sebanyak 82 persen sedangkan responden yang tidak membayar zakat sebanyak 18 persen .
52
Ketimpangan jumlah responden ini karena sebagian besar responden membayar zakat namun tidak semua bisa dipastikan jumlah yang dibayar sesuai dengan aturan membayar zakat. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh para wajib zakat dianalisis menggunakan model diskriminan. Variabel yang digunakan merupakan hasil penelitian terdahulu, yaitu : 1.
Keimanan, seperti : selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari, shalat fardhu berjamaah 3 kali di masjid, zakat itu wajib, mampu menghitung zakat sendiri, rutin membaca buku-buku agama, rutin hadir di majelis ilmu dan percaya dengan semua balasan atas perbuatan yang dilakukan.
2.
Penghargaan, seperti : individu yang membayar zakat mendapat kemudahan setelah zakat dibayarkan, lingkungan sekitar menyambut baik individu yang membayar zakat, senang disebut dermawan setelah membayar zakat.
3.
Althurism (kepekaan sosial), seperti : rasa iba ketika melihat fakir dan miskin, membayar zakat sebagai upaya untuk bersyukur kepada Allah, merasa harta menjadi bersih setelah membayar zakat, senang membantu fakir/miskin, merasa bersalah saat membayar zakat.
4.
Kepuasan diri, seperti : dengan membayar zakat senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin, menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta sehingga membayar zakat dan percaya jika seorang individu membayar zakat dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
5.
Organisasi, seperti : lembaga amil zakat bekerja profesional, lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan keuangan, merasa nyaman membayar zakat di lembaga amil zakat, layanan di lembaga amil zakat memuaskan, lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat dan pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat bekerja.
6.
Pendidikan, variabel yang dimaksud adalah pendidikan terakhir responden dengan kategori SD, SMP, SMA, D3, S1 dan S2.
7.
Pekerjaan, kategori pada variabel ini terdiri dari petani, pedagang, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta, wiraswata dan lainnya. Pekerjaan dikategorikan sebagai pekerjaan dengan pendapatan tentu dan tidak tentu.
53
8.
Pendapatan, variabel ini berdasarkan sebaran normal data di lapangan dan dibagi menjadi tiga kelompok. Responden dengan penghasilan kurang dari 2,5 juta rupiah, antara 2,5 juta sampai 5 juta rupiah dan diatas 5 juta rupiah.
9.
Infak, variabel ini maksudnya responden kebiasaan mengeluarkan infak secara rutin atau tidak. Hasil olahan data analisis diskriminan dapat dihat sebagai berikut: (a) Hasil Uji signifikansi fungsi diskriminan Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chi-
square 48.564. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari (𝜒 2 df=p(G-1) ), maka disimpulkan tolak H 0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi R
diskriminan signifikan.
(b) Hasil Uji signifikansi variabel independen Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel yang merupakan hasil dari Test of equality of group means. Tabel 5.9 Hasil uji signifikansi variabel independen Variabel
Wilks’ Lambda
F
Signifikan
Keimanan
.722
37.808
.000
Penghargaan
.946
5.591
.020
Kepuasan
.862
15.641
.116
Organisasi
.896
11.409
.001
Althurism
.869
14.788
.000
Pendidikan
.999
.123
.726
Pekerjaan
1.000
.000
.990
Pendapatan
.969
3.134
.080
.726
.396
Infak
.993 Sumber: Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel 5.9 tampak bahwa nilai sig untuk variabel pendidikan, pekerjaan, infak lebih dari taraf nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu apakah membayar zakat atau tidak adalah variabel keimanan, kepuasan, penghargaan, organisasi, pendapatan, dan althurism pada taraf nyata 10 persen. Variabel independen yang diuji nilai signifikansi :
54
1. Keimanan Variabel keimanan memiliki signifikansi sebesar 0,00. Hal ini dapat disimpulkan
variabel
keimanan
signifikan
dalam
memisahkan
objek
(mendiskriminasi) pada grup membayar zakat dan grup tidak membayar zakat denga baik. Berdasarkan data sampel, rata-rata nilai keimanan pada responden yang membayar zakat lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai keimanan pada responden yang tidak membayar zakat. Pada responden yang membayar zakat rata-rata nilai variabel keimanannya adalah 4,26 artinya rata-rata responden setuju jika
indikator dalam variabel keimanan terdapat pada diri mereka. Pada
responden yang tidak membayar zakat rata-rata nilai variabel keimanannya adalah 3,35. Artinya rata-rata responden cukup setuju jika indikator dalam variabel keimanan terdapat pada diri mereka. Dengan demikian variabel keimanan dapat mengklasifikasikan secara signifikan sampel ke dalam salah satu grup. Ini didukung oleh Husaini (1997) yakni faktor keimanan seseorang menjadi sumber kesadaran dan aktifitas untuk mengamalkan agamanya. Penelitian di Malaysia yang dilakukan oleh Abu Bakar menemukan faktor utama yang memengaruhi partisipasi membayar zakat adalah keyakinan bahwa zakat merupakan kewajiban umat Islam yang merupakan salah satu indikator dalam variabel keimanan. Musa et al dengan menggunakan metode analisis faktor menyatakan terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam berzakat, faktor yang kelima adalah faktor keimanan 2. Penghargaan Variabel penghargaan memiliki nilai sig sebesar 0,02 artinya variabel penghargaan signifikan dalam mendiskriminasi grup yang membayar zakat dan tidak membayar zakat. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner responden, mereka yang membayar zakat rata-rata berpendapat sangat setuju dengan peryataan mendapat kemudahan setelah membayar zakat dan lingkungan menyambut baik saat berzakat sementara mereka yang tidak membayar zakat rata-rata berpendapat setuju dengan indikator faktor penghargaan. Hasil penelitian Musa menyatakan faktor penghargaan merupakan faktor ketiga yang memengaruhi partisipasi individu berzakat di Malaysia.
55
3. Kepuasan Variabel kepuasan memiliki nilai sig sebesar 0,226 atau lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Ini artinya variabel kepuasan tidak dapat memisahkan sampel kedalam kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat Dari hasil pengumpulan data dapat dilihat, tinggi rendahnya nilai responden terhadap poin percaya dengan berzakat bisa menjadi contoh yang baik bagi orang lain tidak bisa menentukan seseorang membayar zakat atau tidak membayar zakat. Ini karena ada responden yang membayar zakat namun tidak sepakat jika tindakannya tersebut bisa dijadikan contoh untuk orang lain namun ada juga yang yang sangat sepakat dengan poin tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya, 4. Organisasi Dari hasil olahan data, nilai sig variabel organisasi sebesar 0,01 atau dibawah taraf nyata 10 persen. Ini artinya variabel organisasi dapat memisahkan objek ke dalam kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat. Kelompok yang membayar zakat rata-rata berpendapat setuju terhadap poin-poin yang menyusun variabel organisasi sedangkan kelompok yang tidak membayar zakat rata-rata menyatakan tidak setuju terhadap poin-poin penyusun variabel organisasi. Dengan kata lain, baik buruknya manajemen lembaga amil zakat memiliki pengaruh terhadap partisipasi individu membayar zakat. 5. Althurism Althurism atau kepekaan sosial adalah kepedulian seseorang terhadap lingkungan sekitar. Variabel althurism memiliki nilai sig 0,000 atau di bawah taraf nyata 10 persen maka dapat dikatakan variabel althurism signifikan mendiskriminan objek ke dalam grup yang membayar zakat dan tidak membayar zakat. Dari penelitian di tempat penelitian, responden yang membayar zakat ratarata berpendapat sangat setuju terhadap indikator-indikator althurism dan responden yang tidak membayar zakat rata-rata berpendapat setuju terhadap indikator althurism. Terutama pada indikator merasa iba ketika melihat fakir miskin, berzakat sebagai upaya untuk syukur kepada Allah, merasa hartanya menjadi bersih setelah berzakat, senang membantu fakir miskin dan merasa
56
bersalah saat tidak membayar zakat. Ini medukung variabel althurism signifikan memisahkan objek (responden) ke dalam kelompok yang membayar zakat dan tidak membayar zakat. 6. Pendidikan Variabel pendidikan memiliki nilai sig sebesar 0,726. Nilai ini lebih besar dari 0,10 artinya tidak signifikan dalam mendiskriminasi individu yang membayar zakat dan tidak membayar zakat. Dari data yang terkumpul menunjukkan responden dengan pendidikan terakhir SMA, D3, S1, dan S2 memiliki persentase membayar zakat yang tidak jauh berbeda yakni 82 persen. Tingkat pendidikan terakhir SMP 100 persen membayar zakat dan SD 75 persen membayar zakat. Ini artinya pendidikan terakhir tidak bisa dijadikan variabel yang dapat memisahkan objek pada grup membayar zakat dan grup tidak membayar zakat dengan baik. 7. Pekerjaan Dalam tabel 5.8 tampak bahwa nilai Sig untuk variabel pekerjaan adalah 0.999 atau lebih dari 10 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pekerjaan tidak signifikan memisahkan kelompok yang membayar zakat dan tidak membayar zakat. Seseorang dengan pekerjaan sebagai petani, pedagang, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta, wirausaha dan lainnya ternyata tidak dapat memisahkan responden pada kelompok berzakat atau tidak berzakat. 8. Pendapatan Masyarakat dengan berbagai jenis pendapatan menjadi variabel yang diduga dapat mendiskriminan objek ke dalam kelompok yang berpartisipasi membayar zakat dan tidak ikut berpartisipasi. Nilai sig variabel pendapatan adalah 0,080 atau dibawah 10 persen. Ini artinya variabel pendapatan signifikan memisahkan kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat. Berdasarkan data di lapangan, persentase yang paling banyak tidak membayar zakat adalah kategori pendapatan di bawah 2,5 juta. Ini karena banyak diantara mereka yang belum terkena wajib zakat. Kategori pendapatan 2,5 juta samapai 5 juta rupiah terdapat 17, 5 persen yang tidak membayar zakat dan kategori pendapatan diatas 5 juta terdapat 6,3 persen yang tidak membayar zakat.
57
Hal ini mendukung bukti variabel pendapatan dapat menjadi faktor yang memngaruhi partisipasi berzakat. Karena hanya dua grup yang terbentuk, fungsi diskriminan hanya ada satu, dengan eigenvalue sebesar 2,993 yang sudah mencakup seratus varians yang dijelaskan. Korelasi kanonikal adalah 0,666. Koefisien determinan (r2) diperoleh dari kuadrat korelasi kanonikal. : (0,666)2 = . Angka ini mengindikasikan bahwa varians dalam dependen variabel dapat dijelaskan oleh model. Variabel independen yang paling berperan dalam diskriminan dapat dijawab menggunakan standardized coefficient. Variabel independen yang memiliki nilai lebih besar maka menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar terhadap fungsi, dibandingkan variabel idependen yang memiliki nilai yang lebih kecil. Pada tabel 5.10 terlihat nilai variabel keimanan dengan skor 0,829 merupakan nilai tertinggi dibandingkan variabel yang lain. Ini menunjukan variabel
keimanan
memiliki
tingkat
kepentingan
paling
tinggi
(paling
berkontribusi) dalam mendiskriminasi membayar zakat dan tidak membayar zakat. Variabel pekerjaan dengan nilai – 0,229 menunjukkan variabel ini memiliki kontribusi yang paling rendah. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa peran diskriminasi dari yang tertinggi sampai terendah adalah keimanan, penghargaan, pendapatan, organisasi, kepuasan, althurism, infak, pendidikan dan pekerjaan. Tabel 5.10 Tingkat kepentingan variabel Fungsi 1 Pendidikan -.098 Pekerjaan -.229 Pendapatan .247 Keimanan .829 Penghargaan .367 Althurism .038 Kepuasan .140 Organisasi .226 Infak -.073 Sumber : Data Primer 2011 (diolah)
58
c). Prediksi variabel Dependent Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek, kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup. Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam bentuk canonical discriminant function coefficients atau unstandardized coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan (skore D). D = -11,109 + 1,484 keimanan + 0,762 penghargaan + 0,253 althurism – 0,060 kepuasan + 0,318 organisasi – 0,055 pendidikan – 0,152 pekerjaan + 0,463 pendapatan – 0,152 infak Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan membayar zakat akan meningkat 1,484 satuan. d). Validasi Sebelum analisis diskriminan dilakukan hanya didapat dua skor berdasarkan jalur yang dipilih, yaitu 1 dan 0. Angka 1 untuk membayar zakat dan angka 0 untuk tidak membayar zakat. Skor diskriminan yang telah ada dapat digunakan untuk memprediksi responden, masuk ke dalam golongan 1 (membayar zakat) atau 0 (tidak membayar zakat) Optimim cutting score dapat digunakan untuk memprediksi responden mana yang masuk golongan tertentu. Apabila dua grup berbeda ukuran dapat digunakan : 𝐶𝑢𝑡 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =
18(0,364) + 82(−1,658) 100
= - 1,294
Ini artinya responden dengan nilai diskriminan (D) lebih besar dari -1,294 maka responden diprediksi masuk kelompok membayar zakat. Jika nilai diskriminan lebih kecil dari -1,294 maka responden diprediksi masuk kelompok tidak membayar zakat. Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka
59
objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan masuk grup 2. Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Ratarata nilai untuk fungsi tidak zakat adalah -1,648 dan rata-rata nilai untuk fungsi membayar zakat adalah 0,362. e). Hit Ratio Hit ratio adalah persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat. Hair et al dalam Simamora (2005) mengatakan bahwa kriteria hit ratio yang baik adalah jika sama atau melebihi kesempatan klasifikasi ditambah seperempatnya. Jika dalam 100 responden, fungsi diskriminan dapat memprediksi 91 yang benar (hanya 9 yang error) maka fungsi tersebut bisa dikatakan sangat bagus. Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat dilihat dalam tabel 5.11. Tabel 5.11 Hasil prediksi pengklasifikasian untuk seluruh objek Zakat
Prediksi anggota grup
tidak N Tidak 12 Ya 3 % Tidak 66.7 Ya 3.7 Sumber : Data primer (2011)
Total
Ya 6 79 33.3 96.3
18 82 100.0 100.0
Dari tabel tampak bahwa dari 18 responden yang berasal dari grup tidak membayar zakat (Y=0), ternyata ada 12 yang diklasifikasikan benar atau 66,67 persen, dan dari 82 responden yang berasal dari grup membayar zakat (Y=1), ternyata ada 79 dapat diklasifikasikan dengan benar atau 96,34 persen. Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 91,0 persen.
5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rutinitas Berinfak Kebiasaan berinfak secara rutin merupakan prilaku yang mulia. Dana dari infak dapat bermanfaat untuk berbagai macam kegiatan. Untuk melihat faktor-
60
faktor yang memengaruhi membayar infak secara rutin digunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan dipilih agar dapat membedakan klasifikasi penempatan kelompok responden secara tepat, mengusahakan kesalahan penempatan kelompok dengan tingkat paling kecil, dan mampu mengidentifikasi kesalahan pengelompokan pengamatan. Klasifikasi responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok membayar zakat (1) dan kelompok tidak membayar zakat (0). Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar infak secara rutin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.12 Pengelompokkan Responden Berdasarkan Rutin Berinfak Kelompok
Jumlah responden
Persentase
Tidak rutin berinfak
49
49
Rutin berinfak
51
51
Sumber : Data primer 2011 (diolah) Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat 51 persen yang rutin berinfak dan 49 persen yang tidak rutin berinfak. Ini menunjukkan proporsi yang hampir berimbang karena kebiasaan berinfak secara rutin bukan merupakan sesuatu yang wajib dan tidak mudah untuk dilakukan. (a) Hasil Uji signifikansi Fungsi Diskriminan Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chisquare 54,685.. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari (𝜒 2 df=p(G-1) ), maka disimpulkan tolak H 0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi R
diskriminan signifikan.
(c) Hasil Uji signifikansi variabel independen Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel yang merupakan hasil dari Test of equality of group means. Tes ini berfungsi untuk menunjukkan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan. Dari tabel 5.11 tampak bahwa nilai sig untuk variabel keimanan, althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi infak adalah kurang dari taraf nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu apakah rutin berinfak atau tidak adalah variabel
61
keimanan, althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi infak pada taraf nyata 10 persen. Tabel 5.13 Hasil uji signifikansi variabel independen Variabel
Wilks’ Lambda
F
Signifikan
Keimanan
0.948
5.361
0.023
Penghargaan
0.986
1.406
0.239
Althurism
0.882
13.104
0.000
Kepuasan
0.926
7.841
0.006
Organisasi
0.998
0.164
0.687
Pendidikan
0.923
8.216
0.005
Pekerjaan
0.992
0.771
0.382
Pendapatan
0.982
1.842
0.178
39.699
0.000
f.infak
0.712 Sumber: data primer 2011 (diolah)
Pada tabel 5.14 koefisien fungsi klasifikasi merupakan fungsi linear dari diskriminan, semakin besar nilai dari suatu variabel maka variabel tersebut yang paling mendorong partisipasi berzakat. Apabila nilai suatu variabel lebih besar pada kelompok ya artinya variabel tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap partisipasi pada kelompok tersebut. Tabel 5.14 koefisien fungsi klasifikasi Infak Tidak Keimanan 3.401 Penghargaan 10.563 Althurism 9.040 Kepuasan 5.049 Organisasi -.294 Pendidikan -.682 Pekerjaan 1.235 Pendapatan 4.545 f.infak 1.075 (Constant) -63.370 Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Ya 3.840 10.472 9.604 6.235 -.849 -.023 1.013 3.976 2.362 -72.478
Hasil di atas memperlihatkan bahwa variabel keimanan lebih berpengaruh pada kelompok rutin berinfak. Variabel kedua yaitu penghargaan lebih berpengaruh pada kelompok tidak rutin berinfak. Variabel althurism (kepekaan
62
sosial) lebih berpengaruh pada kelompok rutin berinfak. Kemudian untuk variabel kepuasan lebih berpengaruh pada kelompok rutin berinfak. Variabel organisasi lebih berpengaruh pada kelompok Dari pemaparan diatas dan didukung tabel 5.14 maka variabel yang memengaruhi partisipasi membayar zakat adalah variabel keimanan, variabel althurism, variabel pendidikan, dan variabel frekuensi infak. c). Prediksi variabel Dependent Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek, kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup. Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam bentuk canonical discriminant function coefficients atau unstandardized coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan (skore D). D = -5,440 + 0,244 keimanan – 0,051 penghargaan + 0,314 althurism + 0,661 kepuasan - 0,309 organisasi + 0,367 pendidikan – 0,124 pekerjaan – 0,317 pendapatan + 0,718 frekuensi infak Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan membayar zakat akan meningkat 0,244 satuan. Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan masuk grup 2. Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Ratarata nilai untuk fungsi tidak rutin berinfak adalah -1,059 dan rata-rata nilai untuk fungsi membayar zakat adalah 0,736. Tanda positif terdapat pada pada variabel keimanan, althurism, pendidikan, frekuensi infak menandakan variabel tersebut lebih berpengaruh kepada kelompok berinfak secara rutin. Tanda negatif terdapat pada variabel
63
penghargaan, organisasi, pekerjaan, dan pendapatan memiliki arti variabel tersebut lebih berpengaruh kepada kelompok tidak rutin berinfak. Namun, variabel selain variabel keimanan, althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi infak tidak berpengaruh signifikan. Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat dilihat dalam tabel 5.15. Tabel 5.15 Hasil prediksi pengklasifikasian untuk seluruh objek Infak
Prediksi Anggota Grup
tidak Ya N Tidak 31 10 Ya 6 53 % Tidak 75.6 24.4 Ya 10.2 89.8 Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Total 41 59 100.0 100.0
Dari tabel tampak bahwa dari 41 responden yang berasal dari grup tidak rutin membayar infak (Y=0), ternyata ada 31 yang diklasifikasikan benar atau 75,6 persen, dan dari 59 responden yang berasal dari grup rutin membayar infak (Y=1), ternyata ada 53 dapat diklasifikasikan dengan benar atau 89,8 persen. Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 84,0 persen.
5.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tempat Membayar Zakat Di Indonesia terdapat kebiasaan membayar zakat dengan cara membayar melalui organisasi pengelola zakat atau melalui panitia zakat di masjid dan langsung kepada mustahik. Untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi tempat membayar zakat digunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan dipilih agar dapat membedakan klasifikasi penempatan kelompok responden secara tepat, mengusahakan kesalahan penempatan kelompok dengan tingkat paling kecil, dan mampu mengidentifikasi kesalahan pengelompokan pengamatan. Klasifikasi responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok membayar zakat di organisasi pengelola zakat dan kelompok membayar zakat di bukan organisasi pengelola zakat.
64
Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar zakat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.16 Pengelompokkan responden berdasarkan tempat membayar zakat Kelompok
Jumlah responden
Persentase
Melalui bukan OPZ
61
61
Melalui OPZ
39
39
Sumber : Data primer 2011 (diolah) Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat 61 persen yang membayar melalui bukan OPZ dan 39 persen yang membayar melalui OPZ. Ini menunjukkan sebagaian besar responden memilih tempat membayar di lembaga informal seperti masjid, pesantren atau tempat membayar zakat lainnya yang belum memiliki badan hukum dan menyaluurkan langsung ke mustahik. (a) Hasil Uji signifikansi Fungsi Diskriminan Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chisquare 51,413. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari (𝜒 2 df=p(G-1) ), maka disimpulkan tolak H 0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi R
diskriminan ini signifikan.
(b) Hasil Uji signifikansi variabel independen Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17 Hasil uji signifikansi variabel independen Variabel
Wilks’ Lambda
F
Signifikan
Keimanan
0.995
.487
0.487
Penghargaan
0.995
.469
0.495
Althurism
0.976
2.377
0.126
Kepuasan
0.999
.085
0.771
Organisasi
1.000
.015
0.902
Pendidikan
0.968
3.248
0.075
Pekerjaan
0.993
.739
0.392
Pendapatan
0.995
.473
0.493
0.640 Sumber: data primer 2011 (diolah)
55.017
0.000
Keberadaan OPZ
65
Dari tabel 5.17 tampak bahwa nilai sig untuk variabel pendidikan dan variabel keberadaan OPZ adalah kurang dari 10 persen sehingga dapat disimpulkan variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu yang membayar zakat atau tidak adalah variabel variabel pendidikan dan keberadaan organisasi pengelola zakat pada taraf nyata 10 persen. Berdasarkan kondisi di lapangan, akan coba dijelaskan beberapa hal yang bisa jadi alasan variabel pendidikan dan keberadaan OPZ menjadi faktor yang signifikan dalam mendiskriminan objek ke dalam kelompok membayar zakat ke organisasi pengelola zakat dan kelompok membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat seperti memalui panitia zakat di masjid atau langsung ke mustahik. Dari data hasil penelitian juga akan dijelaskan alasan variabel keimanan, penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan tidak signifikan memdiskriminan objek ke dalam dua kelompok penelitian. Variabel pendidikan secara signifikan mendiskriminan objek karena dari hasil penelitian ini responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk membayar zakat melalui OPZ. Ini karena pengetahuan tentang pentingnya membayar zakat melalui OPZ lebih baik dibandingkan dengan pendidikan terakhir yang lebih rendah. Dengan semakin tingginya pendidikan terakhir yang dimiliki, wawasan semakin bertambah dan semakin terbuka terhadap nilai-nilai baru atau berbeda dari kebiasaan dan adat istiadat yang membayar zakat langsung diberikan ke mustahik. Variabel ketersediaan OPZ memiliki nilai signifikan karena ketika individu ingin membayar zakat di organisasi pengelola zakat namun tidak tersedia atau kurang berfungsi dengan baik maka kesulitan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Banyak dari responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola zakat karena di sekitar rumah terdapat lembaga amil, laporan keuangan yang transparan dan adanya sosialisasi secara langsung dari lembaga amil kepada individu yang telah menjadi wajib zakat. Dari hasil penelitian ini ditemukan untuk pemilihan tempat membayar zakat tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor keimanan, faktor penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi. Mereka yang memilih untuk
66
membayar zakat ke lembaga formal karena ketersediaan organisasi pengelola zakat di lingkungan sekitar rumah atau sistem pemotongan gaji langsung dari kantor serta informasi yang mendukung terdapa pentingnya membayar zakat di lembaga formal disertai kinerja dan laporan yang diberikan. Pada table 5.18 koefisien fungsi klasifikasi merupakan fungsi linear dari diskriminan, semakin besar nilai dari suatu variabel maka variabel tersebut yang paling mendorong partisipasi berzakat. Apabila nilai suatu variabel lebih besar pada kelompok ya artinya variabel tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap partisipasi pada kelompok tersebut. Tabel 5.18 Koefisien fungsi klasifikasi Tempat zakat Bukan OPZ OPZ Keimanan 3.046 3.118 Penghargaan 10.802 10.872 Althurism 8.529 9.750 Kepuasan 4.532 2.821 Organisasi .136 .189 Pendidikan -1.241 -.836 Pekerjaan 1.442 1.292 Pendapatan 4.971 4.757 adaOPZ -2.385 1.784 (Constant) -61.731 -63.884 Sumber : Data primer 2011 (diolah) Variabel keimanan mencerminkan keyakinan dan pelaksanaan rukun iman dan islam seperti kewajiban shalat fardhu, membayar zakat, kemampuan membayar zakat, menuntut ilmu dan percaya balasan atas perbuatan yang dilakukan rata-rata lebih memengaruhi responden membayar zakat ke organisasi pengelola zakat. Variabel penghargaan memiliki indikator seperti mendapat kemudahan setelah membayar zakat, lingkungan menyambut baik saat membayar zakat dan senang disebut dermawan. Variabel ini lebih berpengaruh pada kelompok membayar melalui OPZ walaupun dari tabel di atas nilai variabel ini pada kelompok bukan OPZ dan OPZ tidak terlalu berbeda secara signifikan. Variabel althurism berpengaruh pada kelompok membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat. Kelompok ini melakukan pembayaran dengan latar
67
belakang sebagai upaya rasa syukur, merasa bersalah saat tidak membayar zakat, merasa hartanya menjadi bersih dan iba melihat fakir/miskin. Kepekaan sosial yang dimiliki membuat kelompok ini memilih membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat supaya lebih efektif, efisien,tepat sasaran dan menjaga perasaan rendah diri para mustahik. Variabel kepuasan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat. Kelompok ini terdiri dari berbagai kalangan baik petani, pegawai negeri atau swasta, peadagang, wilaswasta dan lainnya. Rasa senang karena dapat membantu fakir/miskin dan menjadi contoh bagi orang lain mendorong anggota kelompok ini membayar zakat ke organisasi pengelola zakat seperti panitia zakat di masjid atau langsung ke mustahik. Variabel organisasi lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke organisasi pengelola zakat. Ini artinya kinerja yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat memiliki pengaruh terhadap individu memilih tempat zakat di organisasi pengelola zakat. Variabel pendidikan lebih berpengaruh pada kelompok formal. Artinya semakin tinggi pendidikan wajib zakat maka tempat membayar zakat yang dipilih kecenderungannya ke organisasi pengelola zakat. Variabel pekerjaan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat atau langsung menyalurkan ke mustahik. Jenis pekerjaan seperti petani, pedagang, wiraswasta, sebagian pegawai negeri sipil lebih memilih membayar zakat ke masjid, pesantren atau menyalurkan langsung ke mustahik di lingkungan sekitar. Variabel pendapatan lebih berpengaruh kepada kelompok yang membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat. Pada penelitian ini jumlah responden dengan penghasilan 2,5 juta sampai 5 juta rupiah sebagian besar memilih bukan organisasi pengelola zakat atau menyalurkan sendiri sebagai tempat membayar zakat. Variabel keberadaan organisasi pengelola zakat lebih berpengaruh kepada kelompok yang membayar zakat melalui OPZ. Ini karena wajib zakat merasa dimudahkan dengan keberadaan OPZ di sekitar domisilinya. Dari pemaparan diatas maka variabel keimanan, penghargaan, althurism, organisasi, pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan tempat membayar zakat.
68
c). Prediksi variabel Dependent Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek, kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup. Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam bentuk canonical discriminant function coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan (skore D) D = - 0,790 + 0,041 keimanan + 0,04 penghargaan + 0,703 althurism – 0,985 kepuasan - 0,30 organisasi + 0,233 pendidikan – 0,086 pekerjaan – 0,123 pendapatan + 2,399 ada OPZ Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan membayar zakat akan meningkat 0,041 satuan. Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan masuk grup 2. Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Ratarata nilai
untuk fungsi membayar zakat ke organisasi pengelola zakat atau
langsung ke mustahik adalah -0,678 dan rata-rata nilai untuk fungsi membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah 1,060. Tanda positif pada variabel keimanan, penghargaan, althurism, pendidikan dan keberadaan OPZ menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap partisipasi berzakat melalui organisasi pengelola zakat. Tanda negatif pada variabel kepuasan, organisasi, pekerjaan, dan pendapatan menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap partisipasi berzakat melalui bukan organisasi pengelola zakat. Namun, variabel selain pendidikan dan keberadaan OPZ tidak memiliki pengaruh signifikan. Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat dilihat dalam tabel 5.19.
69
Tabel 5.19 Hasil pengklasifikasikan prediksi untuk seluruh objek Tempat zakat
Prediksi Anggota Grup
Bukan OPZ N Bukan OPZ 46 OPZ 4 % Bukan OPZ 75.4 OPZ 10.3 Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Total
OPZ 15 35 24.6 89.7
61 39 100.0 100.0
Dari tabel tampak bahwa dari 61 responden yang berasal dari grup membayar zakat melalui bukan OPZ (Y=0), ternyata ada 46 yang diklasifikasikan benar atau 75,4 persen, dan dari 39 responden yang berasal dari grup membayar zakat melalui OPZ (Y=1), ternyata ada 35 dapat diklasifikasikan dengan benar atau 89,7 persen. Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 81,0 persen. Model fungsi diskriminan ini dapat dinilai sangat baik karena persentase objek dalam sampel dapat diklasifikasikan (diprediksi) dengan benar oleh fungsi tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hit ratio yang besar. Maka untuk selanjutnya model ini dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependent atau pengklasifikasian objek berdasarkan atas nilai variabel independent dari objek tersebut. Mannan (1992) lembaga zakat mengandung potensi luar biasa untuk memperbaiki masyarakat. Lembaga ini harus dimanfaatkan dengan cara yang sistematis melalui badan pemerintah untuk membiayai program kesejahteraan sosial dan jaminan sosial seperti panti untuk orang miskin, pusat pengobatan gratis, sekolah lain dan lain sebagainya. Dengan demikian, untuk meningkatkan penghimpunan dana zakat di OPZ, maka OPZ harus mendirikan cabang di wilayah potensial atau mengaktifkan kembali badan amil zakat di kecamatan dan desa, membuat laporan keuangan yang transparan, kinerja yang professional, dan kemudahan akses sehingga masyarakat akan semakin dekat dengan lembaga formal yang memang seharusnya menjadi perantara satu-satunya antara muzaki dan mustahik. Kebiasaan membayar zakat masyarakat kebanyakan hanya terjadi pada saat akhir Ramadhan. Biasanya para muzaki mendistribusikan zakatnya langsung
70
kepada mustahik di sekitar rumah atau melalui masjid yang dekat dengan tempat tinggal. Hal ini terjadi karena alasan kemudahan, lingkungan sekitar, akses yang mudah, belum adanya kepercayaan dari para muzaki terhadap organisasi pengelola zakat milik swasta ataupun pemerintah dan kurangnya sosialisasi dari BAZ dan LAZ yang berbadan hukum. Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, wajib zakat yang selama ini membayar melalui bukan ke organisasi pengelola zakat seperti ke masjid atau menyalurkan secara langsung ke mustahik diprediksi bisa berpindah jadi membayar zakat ke organisasi pengelola zakat yakni sebesar 15 persen. Oleh karena itu organisasi pengelola zakat perlu meningkatkan publikasi ke masyarakat tentang keuntungan, urgensi dan cara pengelolaan zakat di organisasi pengelola zakat sehingga banyak wajib zakat yang tertarik untuk menyalurkan dana zakatnya. Sasaran publikasi lebih diutamakan ke wajib zakat yang memiliki pendidikan terakhir relatif tinggi seperti SMA, sarjana, magister atau doktor karena faktor ini yang signifikan memengaruhi pembayaran zakat di organisasi pengelola zakat dan lebih mudah diarahkan untuk perubahan berpikir dari kebiasaan membayar zakat secara langsung ke mustahik menjadi dikelola lembaga. Untuk wajib zakat dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD, SD dan SMP tetap dilakukan sosialisasi tapi menggunakan strategi tersendiri yaitu pendekatan ke pemuka agama setempat atau pendekatan secara kultural. Kusuma (2010) menyatakan zakat akan berdampak terhadap menurunnya kemiskinan di suatu tempat apabila beberapa asumsi terpenuhi. Pertama, Hasil zakat cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ini artinya pelaksanaan zakat harus sesuai dengan peraturan syariah sehingga dana yang disalurkan untuk mengatasi kemiskinan
besar.
Kemudian,
pemerintah
bertanggung
jawab
dalam
mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sehingga perlu ada hukum yang melandasi kewajiban membayar zakat dan sanksi kepada yang tidak membayar zakat. serta lebih memiliki data orang-orang akan disalurkan zakat dan pemerintah dapat mengawasi langsung pendistribusiannya. Ahmed (2004) menyatakan zakat dapat mengurangi kemiskinan jika didukung oleh kebijakan makro dan pengumpulan serta distribusi dana zakat digunakan untuk kegiatan produktif.
71
Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) merupakan langkah pertama yang sudah tepat dilakukan namun terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan zakat di Indonesia, diantaranya adalah masih rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah karena undang-undang tentang zakat yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 masih dirasa belum cukup untuk mengumpulkan dana zakat sesuai potensi yang ada. Kedua adalah penggalangan dana zakat belum dilakukan secara terpusat sehingga pengumpulan dana zakat tidak optimal. Akibat yang harus ditanggung adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan dalam pengumpulan zakat yang bukan saja untuk membantu fakir miskin semata, tetapi tujuan yang lebih luas yaitu menyejahterakan umat. Ketiga adalah banyaknya lembaga amil zakat tidak menjadikan banyak orang tertarik untuk berzakat karena program-program yang ditawarkan tidak menumbuhkan kesadaran untuk berzakat, melainkan promosi program-program pendistribusian. Keempat adalah adanya persaingan antara lembaga amil zakat dan badan amil zakat dan kinerja lembaga pengumpul zakat yang kurang profesional dan transparan. Akibat dari kinerja yang kurang profesional dan transparan, maka masyarakat cenderung membayar dan mendistribusikan zakatnya langsung kepada mustahik. Sehingga implikasi dari pembayaran secara langsung adalah tidak tercapainya distribusi zakat secara merata dan tepat sasaran. Hal yang mungkin dapat terjadi adalah terdapat mustahik yang menerima zakat dua kali dan ada pula yang tidak mendapatkan akat sama sekali. Bewley (2005) menggalakkan zakat seperti menegakkan pilar penting untuk mengurangi kemiskinan. Ini bisa dilakukan jika zakat dikelola oleh lembaga amil yang memiliki program pendayagunaan zakat yang baik. Bisa dalam program konsumtif, pendidikan, kesehatan ataupun kegiatan produktif yang dapat mengangkat kaum penerima zakat menjadi pemberi zakat. Dana zakat diprioritaskan untuk tujuan bermanfaat dan penting bagi masyarakat dengan demikian kekayaan tidak hanya akan berputar pada orang-orang kaya saja. (Saefuddin, 1984) Ketentuan dalam pembagian zakat antara lain harta zakat dibagikan kepada semua penerima zakat (mustahik) apabila zakat itu banyak, semua sasaran
72
zakat ada, dan kebutuhannya relatif sama. Apabila semua golongan penerima zakat (asnaf) ada maka tidak wajib menyamakan pembagiannya antara satu golongan penerima zakat dengan penerima zakat lainnya. Golongan fakir dan miskin merupakan sasaran zakat yang harus diprioritaskan untuk menerima zakat, karena mencukupi kebutuhan mereka adalah tujuan utama zakat. (IMZ, 2003)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat zakat di tiga kecamatan Kabupaten Brebes, maka dapat disimpulkan sebagi berikut : 1. Faktor yang berpengaruh signifikan berdasarkan analisis diskriminan dalam memengaruhi partisipasi individu dalam berzakat adalah faktor keimanan, faktor penghargaan, faktor althurism, faktor organisasi dan faktor pendapatan. 2. Faktor yang memengaruhi partidipasi individu dalam berinfak secara rutin secara signifikan berdasarkan analisis diskriminan adalah faktor keimanan, faktor althurism, faktor kepuasan, faktor pendidikan, dan faktor frekuensi infak 3. Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan tempat membayar zakat di organisasi pengelola zakat adalah faktor ketersedian organisasi pengelola zakat di daerah sekitar tempat tinggal dan faktor tingkat pendidikan.
6.2 Saran 1.
Peningkatan jumlah yang berpartisipasi dalam membayar zakat sehingga dana yang terkumpul bisa lebih banyak dapat dilakukan dengan cara memberikan pemahaman zakat itu wajib, harta yang menjadi objek zakat, cara penghitungan zakat dan kepercayaan terhadap semua balasan atas perbuatan kita di hari akhir sebagai faktor keimanan. Dari sisi penghargaan, berikan sambutan yang baik saat sesorang melakukan zakat dan mendoakan agar mendapat kemudahan rezeki setelah membayar zakat. Faktor althurism atau kepekaan sosial juga dapat digunakan untuk mendorong meningkatnya partisipasi berzakat seperti berzakat sebagai ungkapan syukur kepada Allah, harta yang bersih setelah berzakat, rasa bersalah ketika tidak mengeluarkan zakat, dan senang bisa membantu fakir miskin. Di samping itu kinerja organisasi lembaga amil zakat formal juga
73
harus ditingkatkan seperti bekerja secara profesional, laporan keuangan yang transparan serta melakukan sosialisasi di media massa dan sosialisasi langsung kepada masyarakat. 2.
Kebiasaan membayar infak secara rutin memiliki banyak manfaat untuk membantu
pemberdayaan ekonomi
kaum miskin sehingga perlu
dilakukan berbagai cara agar semakin banyak orang yang memiliki kebiasaan ini. Cara yang bisa dilakukan adalah ajakan untuk rutin hadir majelis ilmu, menyadarkan kembali untuk membatu fakir miskin, ada hak orang lain dalam harta yang dimiliki, 3.
Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes dan organisasi pengelola zakat di Kabupaten Brebes dapat meningkatkan dana zakat yang terkumpul dari penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi seperti SMA, D3, sarjana, master dan doktor. Kalangan ini sebagian besar lebih mudah untuk diberikan pemahaman tentang pentingnya membayar zakat dan pengelolaan zakat melalui organisasi pengelola zakat. Sementara untuk wajib zakat yang memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP dapat dilakukan pendekatan kultural dan pemuka agama setempat dengan sosialisasi yang bertahap dan berkelanjutan.
4.
Ketersediaan organisasi pengelola zakat di sekitar tempat tinggal dan mudah diakses merupakan faktor penting yang memengaruhi wajib zakat memilih tempat membayar zakat. Dengan demikian perlu diaktifkan kembali Badan Amil Zakat di tingkat desa, kecamatan yang luang lingkupnya lebih kecil dibanding badan amil zakat di kabupaten dan keberadaannya mudah dijangkau masyarakat. Badan Amil Zakat di Kabupaten Brebes juga perlu memiliki tim kerja yang selalu ada di kantor dan melakukan berbagai macam program sosialisasi, strategi pengumpulan dana zakat dan pendayagunaan zakat agar dapat bekerja secara optimal.
74
DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar,Nur Barizah A, Hafiz Majdi Abdul Rashid. 2010. Motivations of Paying Zakat on Income: Evidence from Malaysia. International Journal of Economics and Finance Vol. 2, No. 3 Aflah, Noor. 2011. Strategi Organisasi Pengelola Zakat. Jakarta: FOZ. Ahmed, Habib Profesor. 2004. Zakah , Macroeconomic Policies, and Poverty Alleviation: Lessons from Simulations on Bangladesh. Journal of Islamic Econ 82 omics, Banking and Finance Aziz, Muhammad Abdul. 1987. Zakat & Rural Development in Malaysia- An Ethical Analysis of the Concepts of Growth & Redistribution of Income. Thesis, UM Dissertation Service, Malaysia. Badan Pusat Statistik. 2011. Indonesia dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik Jakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes. 2011. Kabupaten Brebes dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Regional Kabupaten Brebes 2009. Badan Pusat Statistik. Brebes Bagozzi, R. P. 1975. Marketing as Exchange. Journal of Marketing. Vol. 39. No. 4. pp. 32-9. Beik, Irfan Syauqi. 2011. Estimasi Potensi Zakat Nasional dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran ZIS di Indonesia. Dipresentasikan pada Konfrensi Press Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta Juli 2011. Bewley, AbdallHaqq. 2005. Restorasi Zakat Menegakkan Kembali Pilar yang Runtuh. Depok: Pustaka Adina Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan Teori, Kritik dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: IPB Press. Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Fatmawati, Feti. 2008. Studi Analisis Pelaksanaan Zakat Mal Di Masyarakat Kecamatan Jatibarang (Studi Kasus Pada Badan Amil Zakat (BAZ)
75
Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes) [skripsi]. Fakultas Syariah, IAIN Walisongo. Semarang. Forum Organisasi Zakat. 2011. Strategi Pengelolaan Zakat di Indonesia. Jakarta: FOZ. Hafidhuddin, Didin. 1998. Tentang Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta : Gema Insani Press Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Hairunnizam, W., Sanep, A. & Mohd. Ali, M.N. (2005). Kesedaran Membayar Zakat Pendapatan di Malaysia. Islamic Economic and Finance Seminar, Universiti Utara Malaysia, 29-30 August, pp. 265-274. Huda, Nurul. Handi Risza Idris. Mustafa Edwin Nasution. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Husaini, Adian. M Syafei Antonio. Zakat Kaum Berdasi. Jakarta : Gema Insani Press. Jaafarl, Mohamad Nizam, Amirul Affif , Hardi Amri , Che Nurul Sahezan. 2011. A Study on The Factors Attribute to Non Participation of Zakat Income Among The Muslim Community In selangor. Makalah ini dipresentasikan di 2nd Internasional Conference on Business and Economic Research, di Fakultas Pengurusan Perniagaan UiTM Shah Alam Malaysia Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB Press Kahf, Monzer. 1999. The Performance The Institution of Zakah in theory and Practice. Makalah ini dipresentasikan pada Konfrensi Internasional Ekonomi Islam di Kuala Lumpur, 26-30 April 1999. Kamil Md. Idris. 2005. The Role of Intrinsic Motivational Factors on Compliance Behaviour of Zakat on Employment Income, in Isu-isu Kontemporari Zakat st
di Malaysia. 1 ed., pp. 137-170, Melaka: IKAZ, UiTM. Kurniawati, et al.2004. Kedermawanan Kaum Muslim, Potensi dan Realita Zakat Masyarakat di Indonesia. Jakarta : Piramedia
76
Kusuma, Dimas Bagus Wiranata, Raditya Sukmana. 2010. The Power of Zakaht ini Poverty Alleviation.Makalah dipresentasikan di Konfrensi Internasional ketujuh Zakat dan Waqf Economy di Bangi,2010. Lunn, J., Klay, R. & Douglass, A. 2001. Relationship among Giving, Church Attendance, and Religious Belief: The Case of the Presbyterian Church (USA). Journal for the Scientific Study of Religion, 40 (4), 765-775. Mannan. M. A. 1992. Ekonomi Islam : Teori dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi Islam). Jakarta : Intermasa Mas’udi, Masdar et al. 2004. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS. Jakarta : Piramedia Muda, Muhammad, Ainulashikin Marzuki, Amir Shaharuddin. 2006. Factors Infuencing Individual Participation in Zakat Contribution : Exploratory Investigation. Makalah dipresentasikan pada Seminar for Islamic Banking and Finance 2006 di Kuala Lumpur, 29-30 agustus 2006. Qardhawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat. Penerjemah (Salman Haru, Didin Hafidudin, Hasanudin).Jakarta :Litera AntarNusa Qardhawi,Yusuf. 1995. Kiat Islam mengentaskan Kemiskinan. (Syafril Halim, penerjemah). Jakarta : Gema Insani press Saefuddin, Ahmad. 1984. Studi Nilai-Nilai sistem ekonomi Islam. Jakarta: Media Da’wah. Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: Gramedia Tim Penyusun IMZ. 2003. Panduan Zakat Praktis. Jakarta :Institut Manajemen Zakat
LAMPIRAN
77
Lampiran 1.
Kuesioner penelitian
No Tanggal
: ……………………… ( diisi peneliti ) : ……………………… ( diisi peneliti )
Keterangan: STS : Sangat Tidak Setuju CS : Cukup Setuju SS : Sangat Setuju
TS S
: Tidak Setuju : Setuju
I. 1. 2.
Identitas Responden Nama : .................................................................... Alamat : .................................................................... Kelurahan: ............................. Kecamatan: ............................... 3. No telp : ................................................................... 4. Usia : ......................... tahun 5. Status : ( ) menikah ( ) belum menikah ( ) janda / duda 6. Jumlah Tanggungan: ................... orang 7. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) perempuan 8. Pendidikan : ( ) SD ( ) SMA ( ) S2 ( ) SMP ( ) S1 ( ) S3 9. Pekerjaan : ( ) Petani ( ) karyawan BUMN ( ) Karyawan Swasta ( ) Pedagang ( ) PNS ( ) Wiraswasta ( ) lainnya, ......................... 10. Pendapatan : ................................................................. Jenis Pendapatan per bulan ( Rp) Gaji Hasil jualan/dagang Komisi Upah Sumber Pendapatan Per bulan ( Rp) Tanah yang disewakan Rumah yang disewakan Peralatan yang Total
11. Apakah Anda menyisihkan sebagian dari pendapatan Anda untuk ditabung? ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, berapa rata-rata jumlah yang Anda tabung? Sebutkan ……………..
78
12. Aset yang dimiliki: ( ) Rumah lainnya, .........
( ) Mobil
( ) Motor
( )
13. Pengeluaran Jenis Pengeluaran Konsumsi: - Makanan - Non makanan (pulsa, rokok, bensin, listrik, air) Pendidikan Kesehatan Lainnya, (..................................................) Total
per bulan ( Rp)
14. Dimana Anda menabung ?
( ) bank konvensional ( ) bank syariah ( ) keduanya ( ) lainnya,........ 15. Apakah Anda membayar zakat ? ( ) Ya ( ) Tidak 16. Apakah Anda rutin berinfak ? ( ) Ya ( ) Tidak 17. Periode Anda berinfak ? ( ) per hari ( ) per minggu( ) per bulan ( ) lainnya,........ II. Pembayaran Zakat 18.Periode Anda membayar zakat? ( ) per bulan ( ) per tahun ( ) lainnya, ...................... Alasan mengeluarkan zakat, silahkan isi tabel di bawah ini: STS TS CS S SS Iman Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam 19 satu hari Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di 20 masjid 21 Menurut Anda zakat itu wajib Anda mampu menghitung zakatnya 22 sendiri 23 Anda rutin membaca buku-buku agama 24 Anda rutin hadir di majelis ilmu Anda percaya dengan semua balasan atas 25 perbuatan Anda.
79
26 27 28
29
30 31 32 33
34 35 36
Penghargaan Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah membayar zakat Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda berzakat Anda senang disebut dermawan setelah berzakat Altruism Anda merasa iba ketika melihat fakir/miskin Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat dan berinfak Anda senang membantu fakir/ miskin Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat atau infak Kepuasan Diri Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta Anda Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi contoh yang baik bagi orang lain
STS
TS
CS
S
SS
STS
TS
CS
S
SS
STS
TS
CS
S
SS
Organisasi 37. Apakah di sekitar tempat tinggal Ada terdapat lembaga pengumpul zakat ? ( ) Ya ( ) Tidak 38. Bagaimana Anda membayar zakat ? (boleh memilih lebih dari satu) ( ) Lembaga Amil Formal (1) ( ) Lembaga Amil Informal (2) ( ) Langsung kepada Mustahiq (3) Alasan cara membayar zakat , beri tanda ceklis (√) Alasan Transparansi Profesionalitas Akses Keteresediaan Informasi Kenyamanan Kemudahan Lingkungan Kepuasan Fatwa kyai setempat
1
2
3
80
STS TS
CS
S
Lembaga amil zakat bekerja secara 39 profesional 40 Lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan keuangan 41 Anda merasa nyaman dengan membayar zakat di lembaga amil zakat Layanan di lembaga amil zakat 42 memuaskan 43 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, media elektronik 44 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat 45 Bagaimana dengan pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat Anda bekerja 46. Fasilitas yang perlu disediakan oleh Lembaga Amil Formal: ( ) Layanan Jemput Zakat ( ) Faslitas Pembayaran On-line ( ) Lainnya, ............................ ~ Terima kasih atas kesediaan bapak / ibu / saudara (i) ~
SS
81
Lampiran 2. Hasil Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Wilks' Lambda Wilks' Lambda .619
Test of Function(s) 1
Chi-square 44.861
df
Sig. 9
.000
Tests of Equality of Group Means Wilks' Lambda
F
df1
df2
Sig.
Pendidikan
.999
.123
1
98
.726
Pekerjaan
1.000
.000
1
98
.990
Pendapatan
.969
3.134
1
98
.080
Keimanan
.722
37.808
1
98
.000
Penghargaan
.946
5.591
1
98
.020
Althurism
.869
14.788
1
98
.000
Kepuasan
.862
15.641
1
98
.000
Organisasi
.896
11.409
1
98
.001
Infak
.993
.726
1
98
.396
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1 pendidikan
-.098
pekerjaan
-.229
pendapatan
.247
keimanan
.829
penghargaan
.367
althurism
.038
kepuasan
.140
organisasi
.226
infak
-.073
Functions at Group Centroids Function zakat tidak ya
1 -1.658 .364
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
82
Classification Function Coefficients zakat tidak Pendidikan Pekerjaan
ya -1.012
-1.144
.855
.572
pendapatan
5.552
6.380
Keimanan
7.099
10.030
penghargaan
12.608
14.061
Althurism
9.497
9.652
Kepuasan
5.237
5.793
Organisasi Infak
.660
1.198
-4.017
-4.317
(Constant)
-70.906 -90.782 Fisher's linear discriminant functions
Classification Results(a) Predicted Group Membership
Original
Count
zakat tidak Ya
%
tidak Ya
tidak
Total
ya 13
5
18
6
76
82
72.2
27.8
100.0
7.3
92.7
100.0
a 89.0% of original grouped cases correctly classified.
83
Lampiran 3. Hasil Diskriminan Faktor-faktor Memengaruhi Partisipasi Berinfak Wilks' Lambda Wilks' Lambda
Test of Function(s) 1
Chi-square
.557
df
Sig.
54.685
9
Tests of Equality of Group Means Wilks' Lambda
F
keimanan
.948
penghargaan Althurism
Sig. 5.361
.023
.986
1.406
.239
.882
13.104
.000
kepuasan
.926
7.841
.006
organisasi
.998
.164
.687
pendidikan
.923
8.216
.005
pekerjaan
.992
.771
.382
pendapatan
.982
1.842
.178
f.infak
.712
39.699
.000
Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1 keimanan
.244
penghargaan
-.051
Althurism
.314
kepuasan
.661
organisasi
-.309
pendidikan
.367
pekerjaan
-.124
pendapatan
-.317
f.infak
.718
(Constant)
-5.440 Unstandardized coefficients
Functions at Group Centroids Function infak tidak ya
1 -1.059 .736
.000
84
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
Classification Function Coefficients infak tidak keimanan
ya 3.401
3.840
10.563
10.472
Althurism
9.040
9.604
kepuasan
5.049
6.235
organisasi
-.294
-.849
penghargaan
pendidikan
-.682
-.023
pekerjaan
1.235
1.013
pendapatan
4.545
3.976
f.infak
1.075
2.362
(Constant)
-63.370 -72.478 Fisher's linear discriminant functions
Classification Results(a) Predicted Group Membership
Original
Count
infak tidak ya
%
tidak
Total
ya 31
10
41
6
53
59
tidak
75.6
24.4
100.0
ya
10.2
89.8
100.0
a 84.0% of original grouped cases correctly classified.
85
Lampiran 4. Hasil Diskriminan Diskriminan Untuk Mengetahui Faktor-faktor Memengaruhi Pemilihan Tempat Membayar Zakat Tests of Equality of Group Means Wilks' Lambda
F
Keimanan
.995
Penghargaan Althurism
df1
df2
Sig.
.487
1
98
.487
.995
.469
1
98
.495
.976
2.377
1
98
.126
Kepuasan
.999
.085
1
98
.771
Organisasi
1.000
.015
1
98
.902
Pendidikan
.968
3.248
1
98
.075
Pekerjaan
.993
.739
1
98
.392
Pendapatan
.995
.473
1
98
.493
adaLAZ
.640
55.017
1
98
.000
Wilks' Lambda
Test of Function(s) 1
Wilks' Lambda .577
Chi-square 51.413
Df
Sig. 9
.000
Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1 Keimanan
.041
penghargaan
.040
Althurism
.703
Kepuasan
-.985
Organisasi
.030
Pendidikan
.233
Pekerjaan
-.086
Pendapatan
-.123
adaLAZ
2.399
(Constant)
-.790
Unstandardized coefficients
Functions at Group Centroids Function t4zakat Bukan OPZ OPZ
1 -.678 1.060
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
86
Classification Function Coefficients
Keimanan
t4zakat Bukan OPZ 3.046
penghargaan
OPZ 3.118
10.802
10.872
Althurism
8.529
9.750
Kepuasan
4.532
2.821
organisasi
.136
.189
pendidikan
-1.241
-.836
pekerjaan
1.442
1.292
pendapatan
4.971
4.757
adaOPZ
-2.385
(Constant)
-61.731 Fisher's linear discriminant functions
1.784 -63.884
Classification Results(a)
Original
Count
t4zakat
Predicted Group Membership
Bukan OPZ
Bukan OPZ 46
OPZ 15
61
4
35
39
Bukan OPZ
75.4
24.6
100.0
OPZ
10.3
89.7
100.0
OPZ %
Total
a 81.0% of original grouped cases correctly classified.