STUDI KESALEHAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR ZAKAT MAAL (Studi Kasus Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Aminudin Azis 105020113111018
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : STUDI KESALEHAN SOSIAL MASYARAKATDALAMMEMBAYAR ZAKAT MAAL (Studi Kasus Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang) Yang disusun oleh : Nama
:
Aminudin Azis
NIM
:
10502011311018
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 08 Juli 2014.
Malang, 08 Juli 2014 Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Umar Burhan, SE., MS NIP. 19460810 197412 1 002
STUDI KESALEHAN SOSIAL MASYARAKATDALAMMEMBAYAR ZAKAT MAAL (Studi Kasus Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang) Aminudin Azis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] ABSTRAK Zakat merupakan salah rukun islam yang wajib dibayar bagi seoarang muslim yang sudah mampu untuk membayarnya. Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai sosial (Maliyah ijtimah‘iyyah). Zakat, Infaq, dan Sedekah memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan umat. Namun, yang terjadi di masyarakat pemahaman terhadap kewajiban membayar zakat maal dan kesalehan masyarakat dalam membayar zakat maal masih rendah. Hal ini yang terjadi di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Dimana yang terjadi desa tersebut dalam praktek zakat masih berbeda dengan ajaran islam baik secara syarat maupun rukun dari zakat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi pemahaman masyarakat terhadap kewajiban membayar zakat maal dan menganalisa kesalehan sosial masyarakat dalam membayar zakat maal yang terjadi di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif diskriptif dengan pendekatan fenomenologi dan studi kasus. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan cara melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwapemahaman masyarakat tentang zakat maal di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang masih belum sesuai dengan syari‟at Islam secara keseluruhan baik secara syarat, rukun, cara penyalurannya serta orang yang berhak menerima dari zakat maal tersebut. Dan kesalehan sosial mayarakat di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, masih rendah karena sebagian masyarakatnya menggangap zakat maal bukan suatu kewajiban seperti halnya zakat fitrah yang dibayar pada waktu bulan puasa. Sedangkan secara hukum praktek zakat maal yang terjadi masih belum sesuai dengan syariat Islam. Kata Kunci : zakat maal, pemahaman masyarakat, kesalehan sosial masyarakat,
A. LATAR BELAKANG Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran. Islam sebagai Ad-diin telah menawarkan beberapa doktrin bagi manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat (Sartika, 2012). Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah rukun islam yang wajib dibayar bagi seoarang muslim yang sudah mampu untuk membayarnya. Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai sosial (Maliyah ijtimah‘iyyah). Zakat, Infaq, dan Sedekah memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan umat.
Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik, sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan sejumlah harta tertentu itu sendiri (Qardawi, 1996:35). Menurut etimologi syari‟at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah SWT, untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang–orang yang berhak menerimanya. Al Quran, sebagai pedoman hidup orang Islam, secara tegas telah memerintahkan pelaksanaan zakat. Menurut catatan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, dalam bukunya Pedoman Zakat, terdapat 30 kali penyebutan kata zakat secara ma‟rifah di dalam Al Quran, bahkan kewajiban zakat seringkali beriringan dengan perintah sholat, seperti misalnya: Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk (QS: Al Baqarah ayat 43). Penjelasan kewajiban zakat bergandengan dengan perintah sholat terdapat pada 28 ayat Al Quran. Dengan demikian, menurut sebagian ulama besar, dengan kata lain sholat merupakan ibadah jasmaniah yang paling mulia, sedangkan zakat dipandang sebagai ibadah hubungan kemasyarakatan yang paling mulia.Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa zakat merupakan rukun Islam yang terpenting setelah ibadah shalat. Zakat dan shalat dijadikan sebagai lambang keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan hubungan seseorangdengan Tuhan, sedangkan pelaksanaan zakatmelambangkan hubungan antar sesama manusia (Shihab, 2000:135). Tetapi yang terjadi di masyarakat pemahaman terhadap wajib zakat maaldan kesalehan sosial masyarakat dalam membayar zakat maal masih rendah. Dan masalah lainnya adalah ya serta masih belum ada badan amil zakat di desa Sumberputih. Di desa Sumberputih ini pembayaran zakat maal belum terkoordinir dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah masih belum didirikannya badan amil zakat. Sehingga,orang yang ingin membayar zakat maal itu sulit untuk menyalurkan zakatnya dan ini merupakan masalah yang cukup serius dalam penyaluran zakat itu sendiri. Selain itu kesadaran masyarakat terhadap wajib zakat maal itu sendiri masih kurang. Sebagian masyarakat menganggap bahwa hanya zakat fitrah saja yang wajib dibayar yang dilakukan pada bulan puasa sampai menjelang sholat idul fitrih. Hanya sebagian orang saja yang membayar zakat maal itu. Ini dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang belum paham dan sadar bahwa zakat maal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Masyarakat yang paham dan sadar bahwa zakat maal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya itu (muzakkinya) langsung memberikan harta yang dizakati itu kepada masyarakat (mustahiq) disekitarnya saja. Inilah yang mengakibatkan zakat maal itu masih belum tersalurkan dengan baik kepada orang yang yang berhak menerimanya. Inilah yang menjadi permasalahan yang umumnya sering terjadi di desa-desa terhadap pembayaran zakat maal. Sehingga dengan adanya masalah ini peneliti ingin lebih tahu terhadap kesadaran masyarakat terhadap zakat maal. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang lebih kongkrit terutama dalam masalah pemahaman masyarakat terhadap kewajiban membayar zakat maal dan kesalehan sosial masyarakat dalam membayar zakat maal yang terjadi Permasalahan inilah yang melatarbelakangi penelitian yang akan dilakukan di daerah tersebut, karena ini yang terjadi dilingkungan yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, maka pandangan Islam akan memberikan sebuah jawaban terhadap praktek yang terjadi. Apakah sudah benar, pelaksanaan zakat yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang menurut Hukum Islam? Karena dalam hal ini mereka memiliki keterbatasan infomasi tentang zakat yang seharusnya mereka pahami. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap kewajiban membayar zakat maal? 2) Bagaimana kesalehan sosial masyarakat dalam membayar zakat maal?
B. TINJAUAN PUSTAKA Kesalehan Sosial Istilah „‟ Kesalehan Sosial „‟ berasal dari dua kata yaitu ‟‟kesalehan‟‟ dan “sosial”. Sebelum mendapat awalan dan akhiran kata „‟ kesalehan‟‟ berasal dari kata „‟saleh‟‟ atau „‟shaleh‟‟. Kata „‟shaleh‟‟ berasal dari bahasa arab yaitu shalahu yang apabila diartikan merupakan kebalikan dari kata ‘’fasad’’. Apabila ‘’fasad’’ dapat dikatakan sebagai „‟ membuat kerusakan‟‟, maka ‘’sholahu’’ dapat di artkan sebagai „‟ membuat kebaikan‟‟.Setelah ditambah awalan‟‟ke‟‟ dan akhiran „‟an‟‟, kata „‟shaleh‟‟ yang di artikan sebagai kesungguhan hati dalam hal menunaikan agama atau dapat diartikan juga kebaikan hidup (Poerdarminta 1993). Adapun kata „‟sosial‟‟ berasal dari kata latin „‟socius’‟ yang berarti kawan atau teman. Sosial dapat di artikan sebagai bentuk perkawanan atau pertemanan yang berada dalam skala besar yaitu masyarakat. Berarti sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau kemasyarakatan (Poerwadarminta, 1993).Yang lebih penting adalah bahwa kata sosial mengandung pemahaman adanya sifat berjiwa pertemanan, terbuka untuk orang lain dan tidak bersifat individual atau egoistik atau tertutup terhadap orang lain. Setelah digabungkan menjadi istilah kesalehan sosial, kata kesalehan dan sosial memiliki arti yang lebih luas. Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan arti dari Kesalehan Sosial ini antara lain: 1) Mustafa Bisri „‟kesalehan sosial‟‟ adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok kesalehan ritual dalam melakukan ibadah seperti sembayang dan sebagaiannya tetapi orang-orang itu lebih mementingkan hablun minan naas’’. 2) Abdurrahman Wahid (Gus Dur) „‟kesalehan sosial adalah suatu bentuk kesalehan yang tidak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud melainkan juga oleh cucuran keringat dalam praktek hidup keseharian kita‟‟. 3) Prof. Dr. HM. Djawal Dahlan „‟kesalehan sosial‟‟ adalah mutu atau kualitas kebaikan individu yang berpangkal pada berbagai istilah, seperti manusia kaffah, khalifah fil-ardli, muttaqin, shalihin, syakirin, dan muflihin’’. Hakekat Zakat dan Kedudukan Zakat dalam Islam Zakat adalah sarana atau tali pengikat yang kuat dalam mengikat hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan horizontal antar sesama manusia, khususnya antara yang kaya dengan yang miskin, dengan saling member keuntungan moril maupun materil, baik dari pihak penerima (mustahiq) maupun dari pihak pemberi (muzakki). Selain itu zakat klasifikasi, aturan dan cara sendiri menurut hukum islam. Zakat ialah salah satu Rukun Islam yang lima. Zakat disebut bersama dengan solat dalam beberapa ayat di dalam al-Quran, antaranya: firman Allah Ta„ala: Artinya “Dan dirikanlah solat, dan tunaikanlah zakat”. (Al-Baqarah: 43). Firman Allah Ta„ala:
Artinya “Dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat”. (Al-Bayyinah: 5).
Aturan Dan Cara Zakat Sesuai dengan syariah Islam, zakat dikenakan atas dua hal yaitu atas tiap-tiap jiwa manusia yang hidup (an-nafs) dan atas harta-harta (maal) yang memenuhi syarat. Zakat atas jiwa disebut zakat fitrah, dibayarkan satu kali dalam satu tahun di bulan suci Ramadhan sebelum sholat Idul Fitri, dibayarkan berupa satu sha‟ bahan makanan pokok seperti beras, gandum, jagung atau menurut sebagian ulama zakat fitrah dapat dibayarkan dalam bentuk uang yang setara dengan harga satu sha‟ bahan makanan pokok tersebut. Zakat atas harta disebut zakat maal, dan dibayarkan secara fleksibel sepanjang waktu satu tahun. Syaratnya harta yang telah menjadi hak milik penuh (al-mikuttam), yang pemiliknya telah terbebas dari segala bentuk hutang. Harta tersebut juga harus melebihi kebutuhan pokok (alhajatul ashliyah), mencapai syarat cukup (nishab), mempunyai potensi untuk berkembang, dan bertahan selama lebih dari satu tahun. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 4 ayat (1) harta yang wajib dikenakan zakat maal meliputi : 1) emas, perak, dan logam mulia lainnya; 2) uang dan surat berharga lainnya; 3) perniagaan; 4) pertanian, perkebunan dan kehutanan; 5) peternakan dan perikanan; 6) pertambangan; 7) perindustrian; 8) pendapatan dan jasa; dan 9) rikaz. Syarat-Syarat Zakat Menurut pendapat para ulama, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah harta yang dimiliki seorang muslim yang baligh dan berakal yang dimiliki serta dapat dipergunakan hasil atau manfaatnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kewajiban zakat ialah : 1) pemilikan harta yang pasti dan kepemilkan penuh. 2) Melebihi kebutuhan pokok, 3) Bersih dari utang, 4) Mencapai nishab, 5) Mencapai haul, Menurut madzhab Imam Syafi‟i (Rasjid, 1994: 213) telah menjelaskan kriteria - kriteria orang yang berhak menerima zakat yaitu : 1) Fakir 2) Miskin 3) Amil 4) Muallaf 5) Riqab 6) Ghorim 7) Fisabilillah 8) Musafir Allah SWT telah menyebut golongan yang berhak menerima zakat ini dalam AL-Qur‟an dengan firman-Nya:
Artinya “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dijinakkan hatinya, untuk hamba-hamba yang hendak memerdekakan dirinya dan orang-orang yang berhutang dan untuk (dibelanjakan pada) jalan Allah dan orang-orang musafir (yang terputus bekalan dalam perjalanan), sebagai satu ketetapan dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah: 60).
Adapun yang tidak termasuk ke dalam golongan delapan asnaf tersebut, termasuk ke dalam golongan yang tidak berhak menerima zakat. Adapun golongan yang tidak berhak menerima zakat, adalah sebagai berikut : 1) Keturunan atau kerabat keluarga Nabi Muhammad SAW. 2) Kelompok orang kaya yang memiliki harta dengan usaha dan penghasilan . 3) Keluarga Muzakki yakni keluarga orang-orang yang berkewajiban membayar zakat 4) Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi melupakan kewajiban menafkahi keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. 5) Orang yang musyrik, tidak mempercayai adanya tuhan, dan menolak ajaran agama Zakat Bagi Muslim Zakat sebagai sumber dana yang potensial yang dapat digunakan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, jelas memiliki manfaat dan hikmah tersendiri. Menurut Sudarsono (2007:135) dalam bukunya Bank dan lembaga Keuangan Syariah, manfaat dan hikmah zakat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Menghindari kesenjangan antara aghniyah dan dhu’afa. 2) Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakaan orang jahat. 3) Menjadi unsure penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi. harta (social distribution) dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat. 4) Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang terdiri atas prinsip-prinsif :ummat wahidan (umat yang satu), musawah (persamaan derajat), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan takaful ijti’ma (tanggung jawab bersama). 5) Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan menumbuhkan akhlaq mulia dan mengikis sifat bakhil (kikir). 6) Zakat adalah ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi dan pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, dan pengikat kebersamaan umat dan bangsa sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah (Rachim, 2012). Hubungan Manusia Dengan Allah Zakat iu menyangkut kesadaran seseorang. Jika ia percaya pada Allah dan hari kiamat serta menganggap sholat dan zakat sebagai kewajiban yang di bebankan atas seseorang oleh Allah, maka ia pasti akan melaksanakan tuguas-tugas itu dengan sukarela dan akan merasa bahagia menafkahkan lebih banyak dari bagian yang telah di tentukan. Orang seperti ini tidak akan memperhitungkan waktu dan kekayaan mereka yang telah di nafkahkan atas nama Allah. Mereka mencari keridhaan Allah dengan memberikan tidak hanya 2,5% dari harta yang mereka miliki. Melainkan sebanyak yang bias mereka sisihkan setelah kebutuhan-kebutuhan pokoknya tercukupi. Setelah melakukan kewajiban itu, merka tidak mersa sombong. Sebaliknya justru memperlihatkan sifat kemanusiaan dengan syukur kepada Allah karena telah dikauniai kesempatan untuk membayar kembali hutang yang mereka pinjam dari anggota masyarakat yang miskin (Afzalurrahman,2000) Hubungan Manusia Dengan Munusia Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk menggapai keridhaan serta pahala dari Allah. Zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan permasalahan ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat. Zakat dapat dipergunakan dalam berbagai bentuk sistem jaminan sosial, seperti asuransi tenaga kerja, asuransi pension dan asuransi jiwa. Serta untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti perumahan, akses permodalan dan pendidikan bagi si miskin dapat dilakukan melalui memaksimalkan pengelolaan dan pendayagunaan zakat. Hal ini dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat dieksplorasi secara efektif dan berdaya guna. Dan ini merupakan fungsi utama dari zakat untuk membantu sesama umat yang membutuhkan(Afzalurrahman,2000).
Dimensi Sosial Ekonomi Zakat Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan harta kekayaan dari golongan yang kaya kepada golongan miskin. Transfer kekayaan berarti juga transfer sumbersumber ekonomi. Rahardjo (1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang bagaimana cara manusia melakukan kehidupan bermasyarakat termasuk di dalamnya bentuk ekonomi. Oleh karena itu ada dua konsep ada dua konsep yang selalu di kemukakan dalam pembahasan mengenai sosial ekonomi Islam yang saling berkaitan yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat (Q.S al-Baqarah/2:276) Zakat ditinjau dari pendekatan etnis dan pemikiran rasional ekonomis adalah sebagai kebijaksanaan ekonomi yang dapat mengangkat derajat orang-orang miskin, sehingga dampak sosial yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. Hal ini dapat terwujud apabila dilakukan pendistribusian kekayaan yang adil (Amalia, 2012). Zakat mungkin didistribusikan secara langsung kepada orang-orang yang berhak, baik kepada satu atau lebih penerima zakat maupun kepada organisasi sosial yang mengurusi fakir miskin. Namun hendaknya kita mencari orang-orang yang benar membutuhkan. Untuk menghindari pemberian zakat kepada orang yang salah, maka pembayar zakat hendaknya memastikan dulu. Zakat merupakan bagaian dari harta yang wajib dibayarkan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat, untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya menurut ajaran Islam, selain itu juga berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan maupun sosial ekonomi. Aspek ketuhanan dapat ditelusuri dari ayat-ayat dalam Al-Qur‟an menyebutkan masalah zakat. Rasulullah bahkan menempatkan zakat sebagai salah satu pilar utama menegakkan rukun Islam. Bertitik tolak pada prinsip al-adalah al ijtima’iyyah (keadilan sosial) maka zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi dan kemasyarakatan (Doa, 2001). Zakat yang dibayarkan akan diberikan kepada fakir miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, pejuang fisabilillah, dan musafir yang kesemuanya akan menunjukkan berbagai bentuk jaminan sosial dalam masyarakat. Zakat sebagai aktivitas ekonomi religius dengan lima unsur penting yaitu: 1) Keagamaan. 2) Pemerataan dan Keadilan. 3) Kematangan dan Produktivitas. 4) Kebebasan dan Nalar. 5) Etik dan Kewajaran (Widarno, 2006). Manajemen Zakat Kegiatan yang inti (mendasar) dalam Badan Amil Zakat ada empat yaitu: penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian. Penghimpunan Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dana ZIS dari muzakki. Peran fungsi dan tugas divisi atau bidang penghimpunan dikhususkan mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari masyarakat. Dalam melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian penghimpunan dapat menyelenggarakan berbagai macam kegiatan (Rachim, 2012). Pengelolaan (Keuangan) Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur keuangan zakat terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan akuntansi. Ada dua verifikasi yang dikerjakan yakni verifikasi penerimaan dan pengeluaran. Verifikasi penerimaan dimulai sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga zakat. Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan hingga pencairan dana. Bendahara (kasir) berfungsi mengeluarkan dana yang telah disetujui (Rachim, 2012). Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar masuknya uang.Pencatatan ini diinput dalam jurnal harian.Setelah itu diposting kedalam buku besar.Dalam kerjanya sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.Akuntansi keuangan dibuat sesuai pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi manajemen dikerjakan sesuai dengan kebutuhan lembaga (Rachim, 2012).
Pendayagunaan Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil (lembaga zakat) mendistribusikan zakat dengan inovasiinovasi yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian zakat kepada mustahiq. Pendayagunaan program pemberdayaan mustahiq merupakan inti dari zakat.Ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan oleh bidang pendayagunaan.Namun yang terjadi di Indonesia beberapa lembaga zakat sudah memiliki keseragaman kegiatan (Rachim, 2012). Pendistribusian Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa sampai kepada mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan pengelolaan. Jika penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana yang didistribusikan(Rachim, 2012). Muhammad (2006:176) berpendapat bahwa distribusi zakat berkaitan dengan persediaan, saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi mustahiq, wilayah penyaluran, tingkat persediaan, dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan keagenan. Ekonomi Zakat Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan harta kekayaan dari golongan yang kaya kepada golongan miskin. Transfer kekayaan berarti juga transfer sumbersumber ekonomi. Rahardjo (1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang bagaimana cara manusia melakukan kehidupan bermasyarakat termasuk di dalamnya bentuk ekonomi. Zakat ditinjau dari pendekatan etnis dan pemikiran rasional ekonomis adalah sebagai kebijaksanaan ekonomi yang dapat mengangkat derajat orang-orang miskin, sehingga dampak sosial yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. Hal ini dapat terwujud apabila dilakukan pendistribusian kekayaan yang adil (Amalia, 2012). Maka saluran zakat data dibuka dari tiap tiap tempat penyimpananya untuk mengairi laha-lahan kering masyarakat. Dengan demikian, tampaknya zakat menjadi suatu metode yang sangat efektif untuk menjembatani jurang pemisah antara kaum kaya dengan kaum miskin yang ada di masyarakat (Afzalurrahman,2000). Sosial Zakat Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk menggapai keridhaan serta pahala dari Allah. Zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan permasalahan ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat jauh sebelum konsep pemerataan pembangunan dari negaranegara Barat muncul. Bahkan konsep zakat ini merupakan konsep jaminan sosial pertama yangterlebih dahulu muncul dibandingkan dengan konsep jaminan sosial yangsaat ini diterapkan oleh negara-negara Barat (Arif, 2010). Aspek ketuhanan dapat ditelusuri dari ayat-ayat dalam Al-Qur‟an menyebutkan masalah zakat. Rasulullah bahkan menempatkan zakat sebagai salah satu pilar utama menegakkan rukun Islam. Bertitik tolak pada prinsip al-adalah al ijtima‟iyyah (keadilan sosial) maka zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial ekonomi dan kemasyarakatan (Doa, 2001). Zakat yang dibayarkan akan diberikan kepada fakir miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, pejuang fisabilillah, dan musafir yang kesemuanya akan menunjukkan berbagai bentuk jaminan sosial dalam masyarakat.
C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti (Nawawi, 2007: 33-34). Selanjutnya Sugiyono (2011: 11) berpendapat bahwa pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah proses dan makna dengan cara mendeskripsikan sesuatu masalah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah pendekatan interaksi simbolik, diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan. Penelitian ini juga menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan di lapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada, menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian (Rachim, 2012). Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Sumberputih kecamatan Wajak kabupaten Malang, Waktu penelitian dari bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. Mengingat di desa Sumberputih kecamatan Wajak kabupaten Malang penyaluran zakat maal masih belum terkoodinir dengan baik. Hal ini dikarenakan masih belum adanya lembaga amil zakat yang terbentuk. Sehingga orang yang ingin membayar zakat maal itu sulit untuk menyalurkan zakatnya dan ini merupakan masalah yang cukup serius dalam penyaluran zakat itu sendiri. Selain itu kesadaran masyarakat terhadap wajib zakat maal itu sendiri masih kurang. Sebagian masyarakat mengangap bahwa hanya zakat fitrah saja yang wajib dibayar yang dilakukan pada bulan puasa sampai menjelang sholat idul fitri. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif. Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang di teliti (Rachim, 2012). Teknik Pemilihan Informan Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu informan yang dipilih dengan secara sengaja atau menunjuk langsung kepada orang yang dianggap dapat mewakili karakteristik-karakteristik populasi. Penggunaan teknik ini senantiasa mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu penelitian harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi sebelumnya. Salah satu jenis teknik ini adalah teknik penarikan sampel yang digunakan dengan cara sengaja atau menunjuk langsung orang yang dianggap dapat mewakili karakteristik-karakteristik populasi. Penggunaan teknik ini senantiasa mempunyai pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat populasi sebelumnya (Rachim, 2012). Dalam penelitian ini, digunakan informan, yaitu : 1) Muzakki sebagai orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat 2) Mustahiq sebagai orang yang berhak menerima zakat. 3) Kyai sebagai tokoh masyarakat yang memberi contoh kepada masyarakat untuk membayar zakat atau memberi pemahaman kepada masyarakat tentang wajibnya zakat. Teknik Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan informan. Untuk memperoleh data-data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1) Data Primer Data primer dapat diperoleh melalui :
a.
b.
Observasi (pengamatan), dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang diteliti untuk memperoleh data yang kongkrit di lokasi penelitian. Pengamatan yang dilakukan melalui observasi terbatas dengan berupaya mengumpulkan data primer dan data sekunder. Interview (wawancara), dilakukan dengan wawancara langsung atau tanya jawab terhadap sejumlah informan yang dianggap mengetahui objek penelitian. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara.
2) Data Sekunder Data sekunder dapat diperoleh melalui kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca dan menelaah bahan bacaan atau literature yang bersumber dari buku-buku, internet, majalah dan koran-koran untuk bahan yang berhubungan dengan penelitian. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif yaitu jenis data yang berbentuk informasi baik lisan maupun tulisan yang sifatnya bukan angka. Data dikelompokkan agar lebih mudah dalam menyaring mana data yang dibutuhkn atau tidak. Setelah dikelompokkan data tersebut penulis jabarkan dengan bentuk teks, agar lebih dimengerti, setelah itu penulis menarik kesimpulan dari data tersebut sehingga dapat menjawab masalah penelitian (Rachim, 2012). Untuk menganalisa berbagai fenomena di lapangan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pengumpulan informasi yang ada dilapangan dengan cara melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi. 2) Reduksi data Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Langkah ini bertujuan untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. 3) Tahap akhir adalah menarik kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifiksi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada teruji validitasnya. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Zakat Maal Menurut Perspektif Muzakki Maal(Harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan, memiliki dan dimanfaatkan, sedangkan menurut syara’ adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut kebiasaannya (Kartika, 2006). Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta penghasilan yang dimiliki oleh seorang muslim yang telah mencapai nishab dan haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan haul yang dikeluarkan ditetapkan berdasarkan hukum agama. Muzakki adalah orang yang wajib mengeluarkan sebagian dari harta kekayaanya yang di berikan kepada orang yang berhak menerimanya. Jadi seorang muzkki harus wajib paham tentang zakat tersebut. Pemahaman masyarakat terhadap zakat maal di desa Sumberputih melibatkan dua pihak yaitu pihak pemberi zakat dan pihak yang menerima zakat. Barang-barang yang dizakatkan umumnya barang-barang hasil dari pertanian yang berupa bahan-bahan pokok, sayuran,dan lainlain. Pemahaman masyarakat terhadap zakat maal di daerah tersebut baik. Ini sesuai apa yang dikatakan oleh Kyai Muhammad Ihsan yang mengatakan sebagai berikut: ‘’Lek pemahamane wong kene iku yo apik. Dadine wong iku durung sak nisob wes di zakati.lek misale panen jagung lek setahun kan peng 3. Dadine tiap panen iku yo di zakati. Dadine setahun iku iso zakat peng telu.’’ (kalau pemahamannya orang sini itu ya baik. Orang sini itu sebelum satu nisob sudah membayar zakat. Misalnya kalau panen jagung dalam satu tahun itu tiga kali. Jadi tiap panen itu ya membayar zakat. Jadi dalam setahun itu bisa zakat tiga kali.) Hal ini juga sesuai dengan pemahaman seorang muzaki yang benama Subaidah terhadap wajib zakat yang baik. Berikut pernyataan dari muzaki: ‘’Yo lek paham ku nang zakat maal iku yo pokoke e wes oleh sak nisob yo tak tok no. pahamku ng zakat maal iku yo zakat seng wajib di tokno kango kabeh wong islam. Tujuane yo gawe ngrijiki dunyone. Mergane ndek dunyone awak dewe iku guduk dunyone awak e dewe kabeh. Ono dunyo titipan seng wajib di kek no ng wong-wong seng mbutuhno. Koyok dikekno nang fakir, miskim, arek yatim piatu ngunu lek sak pahamku.’’
(Ya kalau sepaham saya tentang zakat maal itu ya kalau sudah satu nisab ta saya keluarkan. Sepaham saya tentang zakat maal itu ya zakat wajib di keluarkan bagi semua orang islam. Tujuannya adalah untuk membersikan hartanya. Karena di dalam harta kita itu tidak semuanya milik kita. Ada harta titipan yang wajib di berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.seperti di berikan kepada fakir, miskin, anak yatim piatu gitu kalau sepahamku.) Selain itu mereka paham tentang zakat maal ketika mereka itu mendengarkan ngaji ketika mengikuti rutinan yang ada di desa tersebut. Jadi mereka itu paham tentang zakat tidak hanya di beritahu oleh orang-orang di dekatnya melainkan mereka mengetahuinya ketika mereka itu mengikuti rutinan pengajian yang di adakan di desa tersebut. Berikut pemahaman salah seorang muzakki yang bernama bapak Suyit wajib zakat yang baik. Berikut pernyataannya: ‘’Lek pahamku lek nang zakat maal iku yo lek misale zakat duwek lek 1000 iku zakate yo 25 jareku lo seng aku krungu pas aku ngaji iku. Lek aku umpomo panen jagung 10 glangsi yo seng tak zakat no sak glangsi ngunu. Lek mbayar iku yo pas kolo-kolo mari panen iku’’. (Kalau sepaham saya tentang zakat maal itu kalau misalnya zakat uang 1000 itu zakatnya ya 25 menurut yang saya dengarkan ketika mengikuti pengajian. Kalau saya misalnya panen jagung 10 karung ya yang saya keluarkan untuk zakati ituya satu karung gitu. Kalau membayar ya pas habis panen itu.) Dari kutipan tersebut ternyata kebanyakan dari masyarakat tersebut sangatlah paham terhadap pentingnya dan kewajiban bayar zakat itu sendiri. Hal ini karena dari mereka adalah ratarata dari lulusan pondok atau masyarakat yang dari kecil keluar dari desa tersebut untuk mencari ilmu agama. Sehingga mereka paham tentang wajibnya zakat tersebut. Namun disisi lain masih banyak masyarakat yang belum paham terhadap wajib zakat itu sendiri. Walaupun mereka notabenenya beragama islam mereka masih belum mengetahui cara zakat yang mereka jalani. Ini sesuai apa yang dikatakan oleh seorang muzaki yang bernama bapak Taram yang masih belum mengetahui atau memahami tentang zakat maal itu sendiri. Berikut pernyataan yang di sampaikan oleh bapak Taram: ‘’Lek zakat maal iku ngene lek teko barang koyok Lombok-lombok utowo sayuran liyane iku d zakat I iso. Dadi liwat teko iku kari ndelok panen e. lek jareku iku yo kari ndelok regane beras iku ae. Paribasane iku kudu metu sak glangsi iku sak umpamane 1 kuwintal iku kudu metu anu iku metu ¼ yo iku selaweh kilo. Iku sak kwitale ngunulo. Sak kintale. Apan sak kintal metu ¼ sak umpamane jagung iku.. Tapi aku yo gak paham lek nang zakat maal iku’’. (Kalau zakat maal dari barang seperti cabe atau sayuran yang lain juga bisa di zakati. Jadi bisa lihat dari hasil panennya. Kalau menurutku ya lihat degan harganya beras. Misalnya yang akan dikeluarkan zakatnya itu satu karung. Dan satu karung itu misalnya satu kwintal iu yang harus di keluarkan zakatnya ya ¼ nya yaitu 25 kilogram. Itu satu kwintalmya. Kalau satu kwintal keluar ¼ itu semisalnya jagung. Tapi saya ya tidak paham kalau ke zakat maal itu.) Hal ini terbukti bahwa seorang muzakki masih belum paham tehadap zakat maal yang harus dikeluarkan. Jadi dalam desa itu harus ada pembelajaran atau pangajian keagamaan agar masyakatnya lebih paham tentang nilai-nilai agama khususnya tentang zakat maal itu sendiri. Selain itu juga perlu adanya badan amil zakat guna untuk menghimpun harta dari zakat itu sendiri. Hal ini berarti dalam penghimpunan dana zakat memang sangat diutamakan adanya badan amil zakat untuk mendatangi rumah para muzakki. Karena pada prinsipnya penghimpunan zakat merupakan tugas dari amil zakat. Seperti yang telah disebutkan dalam al-Qur‟ an surat at-Taubah ayat 103, yaitu:
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. Jadi, jika kita memperhatikan ayat di atas disebutkan kata “ambillah zakat dari sebagian harta mereka” ini berarti bahwa Badan Amil Zakat itu sangat penting guna mengumpulkan dana zakat dari masyarakat. Inilahyang menjadi dasar dalam pengumpulan zakat yang seharusnya perlu adanya amil zakat. Hal ini terbukti karena tidak adanya badan amil zakat di desa Sumberputih. Sehingga masyarakat sulit untuk menyalurkan harta kekayaanya. Ini sesuai apa yang dikatakan oleh KH. Kholil yang mengatakan sebagai berikut: „‟ Kalau zakat maal itu sendiri belum terkoordinir dengan baik karena belum adanya badan amil zakat. Jadi masyarakat yang gak paham terhadap zakat ya tidak mengeluarkan zakatnya. Semisalnya di sini ada badan amil zakat saya yakin pasti banyak masyarakat yang membayar zakat itu sndiri meskipun tidak semuanya membayar zakat. Sehingga yang paham terhadap zakat itu saja yang langsung memberikan zakatnya kepada masyarakat di sekelilingnya‟‟. Selain itu ada seorang muzakki yang mengeluhkan tentang tidak adanya badan amil zakat. Sehingga mereka merasa kesulitan dalam menyalurkan zakatnya. Berikut pernyataan muzakki yang bernama Hariono yang mengeluhkan kesulitannya dalam membayar zakat. “salah ngunu ndek kene iku gak ono badan amil iku opo. Sak umpamane aku kate zakat iku yo jek binggung. Binggunge nyalurno ne iku. Kok ono badan amil iku aku sak umpamane zakat lak luwe gampang a. dadine aku gak repot-repot lek nyalurnone. Mbek badan amil iku langsung di kekno nang seng butuh. Dadine kene iku yo gak repot kate ngekekno zakat iku’’. Bapak Hariono (Selain itu disini itu gak ada badan amilnya apa. Semisalnya saya mau membayar zakat ya masih bingung. Binggung menyalurkannya itu. Kalau ada badan amilnya itu semisalnya saya zakat kan lbih mudah. Jadinya saya tidak repot-repot kalau menyalurkannya. Sama badan amilitu langsung diberikan kepada yang membutuhkan. Jadinya kita ya tidak repot mau memberikan zakat itu). Bapak Hariono Sehingga dari sinilah bisa dilihat bahwa dalam suatu desa itu harus ada badan amil zakat guna untuk mengkoordinir zakat yang ada di desa tersebut. Sehingga masyarakat bisa membayar zakat dengan mudah dan masyarakat yang tidak mengerti tentang zakat bisa bertanya dengan anggota yang ada di badan amil tersebut. Zakat Maal Bagi Mustahiq Adapun dari pengertian zakat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada delapan golongan yang berhak menerima atau mendapatkan zakat (mustahiq az zakah) yang antara lain adalah: 1. Fuqara 2. Masakin 3. Amilin 4. Muallafah qulubuhum 5. Riqab 6. Garimun 7. Fisabillillah 8. Ibn sabil Tetapi yang terjadi di masyarakat tidak sama dengan apa yang ada dalam teori. Pada kenyataannya ada sebagian masyarakat yang merasa tersinggung dan ada pula yang merasa biasa atau senang ketika diberi zakat. Mereka mempunyai alasan dalam melakukan hal tersebut. Dalam syariat islam setiap pembagian zakat sudah di atur sedemikian rupa. Ada masyarakat yang memang berhak menerimanya dan ada pula masyarakat yang tidak menerima dari zakat tersebut. Zakat diberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahiq) adalah untuk menghindari kesenjangan social yang ada di dalam masyarakat. Selain itu zakat adalah sebagai sumber dana yang potensial yang dapat digunakan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, jelas memiliki manfaat dan hikmah tersendiri.
Namun disisi lain ada masyarakat yang merasa tersinggung ketika di beri zakat. Sebagai mana yang disampaikan oleh seorang muzakki ketika member zakat kepada mustahiq. Berikut ini yang di sampaikan oleh seorang muzakki yang bernama ibu Subaidah: ‘’ wong kene iku lek dikek i zakat gak pati arep. jare dimiskin –miskin no. jarene wonge aku gak usah sampean kek I zakat wes. Aku lo jek iso golek obyek lek gawe mangan sedino-dino. Lek aku gak usah sampean kek I zakat. Zakat e sampean kek no nang wong liyo ae’’. (orang sini itu kalau diberi zakat tidak terlalu suka. Katanya merasa dimiskinkan. Kata orangnya(mustahiq) saya tidak perlu kamu beri zakat. Saya masih bisa kalau untuk memenuhi kebutuhan untuk makan sehari-hari. Kalau aku tidak perlu kamu zakat. Zakatnya kamu berikan kepada orang lain saja.) Namun tidak semua masyarakat tersinggung ketika di beri zakat ada yang biasa saya. Hal ini disebabkan pikiran setiap mustahiq itu berbeda-beda. Ada yang berpikir kenapa harus malu ketika diberi zakat kalau memang keadaannya seperti itu. Seperti yang di katakana oleh mustahiq yang bernama Janah berikut: „‟La lapo tersinggung pas di kek I zakat wong ancene keadaane yo ancen koyok ngene. Aku di kek I zakat yo malah seneng. Saiki sopo seng gak gelem coba misale dikiek I barang-barang seng awak e dewe gak nduwe. Yo seneng ae misale aku dikek jagung, sayuran, opo mane duwek malah seneng aku. Wong ancene aku yo butuh. Dadi lek dikek I yo tak terimo ae’’. (Buat apa tersinggung ketika diberi zakat memang keadaanya ya seperti ini. Saya diberi zakat ya tambah seneng. Sekarang siapa yang gak mau semisalnya di beri barang-barang yang kita tidak punya. Ya tambah suka misalnya di beri jagung, sayuran apalagi uang ya tambah suka aku. Memang aku ya butuh. Jadi kalau di beri ya saya terima saja). Disisi lain ada muzakki kalo memberikan zakatnya kepada orang yang mau. Karena kalau mau memberikan zakatnya itu takut menyinggung perasaan orang maka muzakki ini kalau memberikan zakatnya dengan cara memberikan kepada orang yang mau saja. Seperti yang disampaikan oleh bapak Hariono berikut: ‘’Yo lek aku lek ngekek I yo nang wong seng gelem ae. Lek di kek I gak gelem yo dikekno ng seng gelem. Yo sak iki ngene kan wong iku yo gak mesti. Ono seng gelem yo ono seng gak gelem. Yo lek gak gelem yo gak di kek i mosok kate tak pekso sampe wong iku gelem. Lak tambah nyinggung nemen. Yo mosok wong iku kt gak gelem kabeh a kate di kek I. Carane aku yo lek mari panen iku yo moro-moro tak kek no nang wong seng menurutku wong iku ancene berhak nrimo. Tapi terkadang yo ono seng gak gelem. La lek wong iku pas tak kek I gak gelem yo tak kekno nang wong liyane seng gelem. (Ya kalau saya kalau memberi ya kepada orang yang mau saja. Kalau diberi tidak mau ya dikasihkan kepada yang mau. Ya sekarang orang itu kan tidak pasti.ada yang mau juga ada yang tidak mau. Ya kalau tidak mau mau ya tidak di beri masak mau saya paksa sampai orang itu mau. Kan terlalu menyinggung jadinya. Ya masak semua orang itu tidak mau semua ketika di beri. cara saya saya ya ketika habis panenitu tiba-tiba saya berikan kepada orang yang menurut saya memang berhak menerimanya.tetapi terkadang ya ada orang yang tidak mau menerimanya. Ya ketika orang itu saya beri tidak mau ya saya kasihkan kepada orang lain yang mau). Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa setiap mustahiq itu berbeda-beda. Ada yang tersinggung ketika diberi zakat namun adapula yang senang ketika di beri zakat. Alasan masyarakat yang tersinggung tersebut disebabkan malu dengan kondisi ekonominya atau ada faktor-faktor lain yang menjadi alasan untuk melakukan hal tersebut. Di sisi lain masyarakat yang senang diberi zakat itu karena memang mereka itu menerima keadaan ekonomi yang di alaminya. Mereka tidak merasa malu ketika diberi zakat tersebut. Dengan alasan bahwa mereka memang betul butuh barang tersebut atau mereka tidak memilikinya.
E. KESALEHAN SOSIAL MASYARAKAT Kesalehan Sosial Masyarakat Dalam Membayar Zakat Maal di Desa Sumberputih Setiap masyarakat yang memiliki kesadaran untuk membayarkan dana zakat kekayaannya dianggap sebagai suatu kewajiban yang harus diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan (Mustahiq). Kesadaran masyarakat sangat penting dalam membayar zakat karena selain sebagai kewajiban seorang muslim juga untuk membantumasyarakat yang membutuhkan (Mustahiq). Kesadaran masyarakat terhadap zakat maal di Desa Sumberputih melibatkan dua pihak yaitu pihak pemberi zakat dan pihak yang menerima zakat. Barang-barang yang dizakatkan umumnya barangbarang hasil dari pertanian yang berupa bahan-bahan pokok, sayuran,dan lain-lain. Hal ini disebabkan matapencaharian sebagian besar masyarakat adalah seorang petani. Kesalehan Sosial Masyarakat Dalam Membayar Zakat Maal di Desa Sumberputih di bidang pertanian Zakat hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti tanaman biji-bijian (padi, jagung, kedelai); umbi-umbian (ubi, kentang, dll); sayur-sayuran (bawang, cabai, bayam, dll); buah-buahan (kelapa, pisang, kelapa sawit, dll); tanaman hias (anggrek, cengkeh, dll); rumput-rumputan (sere, bambu, tebu); daun-daunan (teh, tembakau, vanili); kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai, kacang tanah) (Kartika, 2006:28). Seperti yang telah disebutkan dalam al-Qur‟ an surat Al-Baqarah:267, yaitu:
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, nafkakanlah (ke jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu” Nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasaq yang jumlahnya setara dengan 250 kg beras, jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti beras, jagung, gandum dan lain-lain, maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah atau 529 kg beras dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga dan lainnya, maka nishab disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling utama di negara tersebut. Sedangkan kadar zakat hasil pertanian ialah, jika menggunakan air dengan sistem irigasi dikarenakan menggunakan biaya tambahan, maka kadar zakatnya adalah 5%. Apabila menggunakan air atau sistem pengairan tanpa mengeluarkan pembiayaan seperti air hujan, maka kadar zakatnya adalah 10%. Namun pada kenyataannya Di desa Sumberputih walaupun hampir semuanya beragama islam mereka masih belum mengetahui tata cara zakat yang sesuai dengan ajaran islam yang menjelaskan tentang zakat maal dengan apa yang mereka praktekkan dalam membayar zakat di desa tersebut. Ini disebabkan masih sedikitnya masyarakat yang mengetahui tentang tentang aturan zakat yang sesuai dengan ajaran islam. Ini sesuai apa yang dikatakan oleh Kyai Muhammad Ihsan yang mengatakan sebagai berikut: ‘’Lek zakat maal iku. Lek zakat pertanian misale. Koyok jagung iku pemahamane iku jarang seng setahun durung oleh satu nisob. Kan gampange 1 ton iku sak nisob e. tapi setaun iku durung oleh sak ton. Paleng biasae yo oleh 5 kwintal mek an. Kadang yo gak sampe 5 kwintal. Tp Biasae lek wong biyen iku lek ngekiki zakat iku misale oleh panen e 10 ombyok yo seng 1 ombyok di zakatno. Dikekno tangane langsung’’. (Kalau zakat maal itu, kalau zakat pertanian misalnya. Seperti jagung itu pemahamannya itu jarang yang satu tahun itu dapat satu nisab. Mudahnya kan begini kalau satu 1 ton itu satu nisabnya. Tetapi dalam satu tahun itu belum dapat 1 ton. Paling ya cuma 5 kwintal saja. Kadang ya gak nyampek 5 kwintal. Tapi biasanya kalau orang dulu itu kalau memberi zakat itu misalnya hasil panennya 10 ikat ya yang satu ikat itu di keluarkan untuk zakat. Di berikan ke tetangganya langsung). Fakta lain dari kurangnya pengetahuan, mereka berdalih bahwa zakat harta itu hanya terserah mereka saja. Hal ini seperti yang disampaikan oleh ibu Subaidah:
‘’La aku umpomo panen koyok ucet tetep ngekek I tonggo iku. Jek durung ngerti oleh sakpiro-pirone Iku tonggo iku tak kek i tak utamakno yo emboh iku jenenge zakat opo yokpo. Tak prejeng sak kampong iki mulai nde mak nun yo wong ndk embong-embong sak pethuk e. wong seng apik-apik pokok e kenal seng kenal akrab maksute. Seng gelem jukuk yo tak kek I’’. (Seumpama saya panen ucet tetangga itu tetap saya kasih. Belum mengerti dapat hasil panennya itu seberapa tetangga itu sudah saya beri, saya utamakan. Tidak tau itu zakatnya apa bukan.saya bagi-bagikan ke tetangga_tetangga mulai dari mak nun. Ya orang-orang yang ketemu di jalan. Orang-orang yang baik yang saya kenal akrab. Yang mau ngambil ya tak beri) Kutipan wawancara tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat di desa Sumberputih yang notabene beragama Islam masih saja belum menjalankan praktek zakat harta secara syariah. Hal ini seperti yang disampaikan oleh ibu subaidah bahwa : ‘’La yo wong aku lek panen olehe mek titik yo iku tak zakati titik tak kekno dulur mesti iku. Wong kene iku lek dikek i zakat gak pati arep. jare dimiskin –miskin no’’. (iya saya panen kan dapatnya sedikit, ya sedikit itu yang saya zakati, saya kasihkan ke sauadara, pasti itu. Orang sini itu kalau dikasih zakat jarang yang mau, katanya terlalu di miskinkan). Dari beberapa hasil wawancara dari informan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam membayar zakat maal masih belum sesuai dengan syariat islam. Ini di sebabkan masih banyaknya masyarakat yang membayar zakat tersebut dikarenakan adanya faktor-faktor lain. Misalnya mereka membayar zakat itu dengan alasan untuk bersyukur kepada Allah SWT karena mereka telah di beri hasil panen yang lebih dari apa yang mereka butuhkan. Seperti yang di sampaikan oleh KH. Kholik berikut: ‘‟Bahkan orang sini sehabis panen itu langsung membayar zakat dan zakat itu diberikan kepada masyarakat sekitar meskipun belum ada satu nisab. Dengan tujuan untuk berhatihati, kalo orang sini menyebut zakat dari hasil panen itu dengan istilah slametannya‟‟. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa masyarakat di desa Sumberputih membayar zakatnya itu tidak sampai satu haul bahkan tidak ada satu nishab. Dengan alas an mereka untuk berhati-hari untuk mengeluarkan kekayaanya dari hasil panen mereka. Kesalehan Sosial Masyarakat Desa Sumberputih Dalam Membayar Zakat fitrah Menurut Abdul Basit Bin Abdul Rahman dalam buku Rukun Islam (1424 H: 58). Zakat Fitrah adalah fardhu yang diwajibkan ke atas setiap orang Islam, lelaki dan perempuan, tua dan muda, orang merdeka serta hamba sahaya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a Sabda Nabi Muhammad SAW:
Artinya: (“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, segantang tamar atau segantang gandum ke atas golongan hamba dan orang merdeka, lelaki dan perempuan, kecil dan besar dari kalangan orang Islam. Rasulullah SAW mengarahkan agar menjelaskannya sebelum orang Islam keluar menunaikan solat hari raya”)Muttafaq ‘alaih. Disunahkan membayar zakat fitrah bagi bayi yang masih berada dalam kandungan. Setiap orang wajib membayar fitrah bagi dirinya dan orang-orang yang di bawah tanggungannya; isteri atau ahli keluarganya. Tidak diwajibkan membayarnya kecuali ke atas mereka yang mempunyai makanan (harta) yang lebih daripada keperluannya serta orang yang dibawah tanggungannya pada hari raya dan malamnya. Waktu mengeluarkan Fitrah terdapat dua waktu yaitu: yang pertama waktu diharuskan membayarnya, ialah sehari atau dua hari sebelum menjelang hari raya. Dan waktu utamanya ialah malam hari raya hingga sebelum menunaikan solat sunat idul Fitri, kerana Nabi SAW memerintahkan agar menjelaskannya sebelum orang Islam keluar solat. Tidak boleh melewatkannya hingga selesai solat. Jika melewati maka zakat tersebut dikira sebagai satu
sedekah biasa dan orang itu berdosa kerana belum membayar zakat fitrahnya tersebut. Pembahagian zakat fitrah dibahagikan kepada golongan fakir, miskin, amil, muallaf, Riqab atau Hamba Sahaya, Ghorim, dan Musafir. Jadi pembagian zakat fitrah itu sama dengan zakat maal. Seperti apa yang disampaikan oleh KH. Kholik bahwa di desa Sumberputih meskipun belum adanya badan amil zakat yang ada namun zakat fitrah bisa terkoodinir dengan baik berbeda dengan halnya zakat maal. Ini disebabkan zakat fitrah sering disampaikan oleh kyai setempat di masjid-masjid ketika bulan puasa. Berikut penyampaianya KH. Kholik: „‟Kalo di Sumberputih itu kalau zakat fitrah itu terkoordinir dengan baik. Jadi imamimam masjid itu memberitaukan masyarakat bahwa pembayaran zakat itu bisa di bayarkan di masjid- masjid yang telah di beritaukan oleh imam-imam masjid itu. tapi kalau zakat maal itu sendiri belum terkoordinir dengan baikkarena belum adanya badan amil. Jadi masyarakat yang paham terhadap zakat itu langsung memberikan zakatnya kepada masyarakat di sekelilingnya. Sedangkan masyarakat yang tidak paham tentang zakat maal ya ngak mengeluarkan zakat dari kekayaannya‟‟. Berdasarkan apa yang disampaikan oleh KH. Kholik dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat dalam membayar zakat fitrah dan zakat maal itu sangat jauh perbedaanya. Ini disebabkan masyarakat menganggap kalau zakat fitrah itu sudah menjadi rutinitas yang dilakukan oleh masyarakat ketika bulan puasa. Dengan demikian, ditinjau dari praktek zakat maal yang ada di Desa Sumberputih belum sepenuhnya memiliki kesesuaian dengan ketentuan Hukum Islam. Oleh sebab itu, pada saat membayarkan zakat masyarakatnya masih binggung tentang syarat-syarat zakat dan pembayaran zakatnya itu diberikan kepada siapa yang sesuai dengan hukum islam.Dari pemahaman tersebut, perlu adanya pelurusan kepada masyarakat mengenai praktek zakat yang benar menurut pandangan Islam. Sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam proses zakat yang dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Sumberputih tersebut. Tabel 1.1: Perbandingan Zakat Di Desa Sumberputih dan Dalam Islam Ketentuan Di Desa Sumberputih Dalam Islam Syarat dan rukun zakat
Yang berhak menerima zakat
1) 2) 3) 4) 5) 6)
1) pemilikan harta yang pasti dan kepemilkan penuh. 2) Berkembang, yaitu harta tersebut berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun dikarena usaha Belum mencapai haulnya.manusia. 3) Melebihi kebutuhan pokok, 4) Bersih dari utang. 5) Belum mencapai satu nishab
1) pemilikan harta yang pasti dan kepemilkan penuh. 2) Berkembang, yaitu harta tersebut berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun dikarena usaha manusia. 3) Melebihi kebutuhan pokok, 4) Bersih dari utang. 5) Mencapai nishab. 6) Mencapai haul
Saudara Tetangga Fakir Miskin amil Fisabilillah
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Fakir Miskin Amil Muallaf Riqab atau Hamba Sahaya Ghorim Fisabilillah Musafir
Sumber: Penelitian Lapang, 2014 F. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan pembahasan-pembahasan di atas mengenai praktek zakat maal di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemahaman masyarakat tentang zakat maal di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang masih belum sesuai dengan syari‟at Islam secara keseluruhan baik secara syarat, rukun, cara penyalurannya serta orang yang berhak menerima dari zakat maal tersebut. 2. Kesalehan sosial mayarakat di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, masih rendah karena sebagian masyarakatnya menggangap zakat maal bukan suatu kewajiban seperti halnya zakat fitrah yang dibayar pada waktu bulan puasa. Saran-Saran Dengan adanya beberapa uraian di atas, maka penulis memberikan saran-saran untuk menjadi bahan pertimbangan yaitu sebagai berikut: 1. Para tokoh masyarakat diharapkan lebih bersosialisasi dengan masyarakat guna menyalurkan ilmu agama lebih khususnya dalam hal zakat maal. Karena zakat maal itu penting selain sebagai untuk menolong sesama umat juga atau hubungan manusia dengan manusia (Hablumminan naas) juga sebagai hubungan manusia dengan Allah (Hablumminanallah) 2. Di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang perlu didirikannya badan amil zakat agar masyarakat dalam membayar zakat maal lebih mudah. 3. Tradisi yang bersifat saling tolong menolong harus tetap ditingkatkan sebagai tradisi yang dapat mempererat hubungan sosial ekonomi masyarakat di Desa Sumberputih Kecamatan Wajak Kabupaten Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Hadist Afzalurrahman. 2000. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Cetakan Ke Empat. Jakarta: Penerbit Yayasan Swarna Bhumy Al Arif, M. Nur Rianto. 2010. Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap Program Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi. Volume 5, No. 1, Desember 2010. Amalia, Kasyful Mahalli, 2012. Potensi Dan Peranan Zakat Dalam Mengentaskan Kemiskinan Di Kota Medan.Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No.1, Desember 2012. Bisri, Mustofa. 2007.Menimbang Arti Kesalehan dalam Islam. http://www.kesalehansosial. blogspot.com/ di akses tanggal 25 juni 2014 D, Doa. 2001. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta. Jakarta: Nuansa Madani Djawal Dahlan, dkk. 2005. Kumpulan Makalah Nilai Dan Aplikasi Kesalehan Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hadari, Nawawi. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Hasan, Ali Muhammad, 2006. Zakat dan Infaq: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, Jakarta: Kencana Predana Media Group. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 1976.Pedoman zakat.Jakarta: Bulan Bintang Muhammad, Sahri. 2006. Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat: Pengantar untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi, Cetakan I, Malang: Bahtera Press. Poerdarminta,W.J.S, 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Qardawi, Yusuf, 1996. Hukum Zakat. Jakarta: Litera Antar Nusa Dan Mizan. Rachim, Hasrullah, 2012. Efektivitas Pelaksanaan Zakat Di Badan Amil Zakat Kota Palopo. Makasar : Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Hasanuddin. Rahardjo, Dawam. 1987. Persfektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam. Bandung : Mizan Rahman, Abdul Basit Bin Abdul.1424H .Rukun Islam. Madinah: Kajian Ilmiah Universiti Islam Madinah. Rasjid, Sulaiman, 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sari, Kartika Elisa, 2006. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, PT.Grasindo, Jakarta. Sartika, Dewi, 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis Dalam Penyaluran Zakat di Kota Medan. Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Shihab, Quraish Muhammad, 2000. Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. 2011. Jakarta. Widarno, Bambang. 2006. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak. Jurnal Akuntansi Dan System Teknologi Informasi. Volume 5, No. 1, April 2006.