AKTIVITAS EKSTRAK DAUN ALPUKAT TERHADAP PERBAIKAN GINJAL TIKUS AKIBAT INDUKSI ETILEN GLIKOL
IKRAR TRISNANING HARDI UTAMI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK IKRAR TRISNANING HARDI UTAMI. Aktivitas Ekstrak Daun Alpukat terhadap Perbaikan Ginjal Tikus Akibat Pemberian Etilen Glikol. Dibimbing oleh IETJE WIENTARSIH, and EVA HARLINA. Berdasarkan data WHO sekitar 80% penduduk dunia telah menggunakan ekstrak tanaman sebagai obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas ekstrak etanol daun alpukat terhadap ginjal tikus yang diinduksi etilen glikol melalui gambaran histopatologinya. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Adha (2009) dengan rancangan percobaan sebagai berikut: 20 ekor tikus jantan dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok control negative (KN) yang hanya diberi aquades, kelompok kontrol positif (KP) yang diberi inducer adlibitum, kelompok perlakuan I (E100) yang diberi inducer dan ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg BB, dan kelompok perlakuan dua yang diberi inducer dan ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg BB. Perlakuan diberikan selama 10 hari, pada hari ke-11 tikus dieuthanasi, dan organ ginjal diambil untuk dibuat sediaan histopatologi dan diwaranai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Perubahan histopatologi ginjal menunjukkan adanya edema glomerulus, endapan protein, hyaline droplet dan tubulus nekrotik. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun alpukat tidak dapat mengurangi kejadian edema glomerulus, endapan protein dan hyalin droplet di tubulus, namun dapat menghambat terbentuknya tubulus nekrotik secara nyata. Ekstrak etanol daun alpukat mengandung flavonoid yang bekerja sebagai diuretikum dan antioksidan sehingga dapat menghambat terbentuknya tubulus nekrotik.
Kata kunci: daun alpukat, etilen glikol, ginjal tikus, histopatologi.
ABSTRACT IKRAR TRISNANING HARDI UTAMI. Activities of Extracts of Avocado Leaves to Repairment Rat’s Kidney Induced by Ethylene Glycol. Under direction of IETJE WIENTARSIH, and EVA HARLINA. Based on data from WHO been 80% of world population has been used plant extract as a medicine. The objective of this research was to study the histopathological lesions of rat kidneys induced by ethylene glycol and treated by ethanol extract of avocado leaves. This study is a continuation of Adha’s experiment (2009) with the experimental design as follows: 20 male rats were divided into four groups, negative control group (KN) who were given only distilled water, positive control group (KP), which provided adlibitum inducer, the first treatment group (E100) is given inducer and avocado leaves ethanol extract dose of 100 mg/kg BB, and the second treatment groups were given inducer and avocado leaves ethanol extract dose of 300 mg / kg BW. Treatment was given for 10 days, at day-11 rats euthanized, and kidney organs were taken for histopathology and stained with Hematoxylin-Eosin. The histopathological study showed edema, protein deposition, hyaline droplets and tubular necrosis. Statistical analysis showed that administration of ethanol extract of avocado leaves could not reduce the incidence of glomerular edema, hyaline droplet and protein deposition of tubules, but it can significantly inhibit the formation of tubular necrotic. Ethanol extract of avocado leaves contain flavonoids that work as antioxidants and diureticum that can inhibit the formation of tubular necrotic. Keywords: avocado leaf, ethylenglycol, rat’s kidney, histopathology
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
AKTIVITAS EKSTRAK DAUN ALPUKAT TERHADAP PERBAIKAN GINJAL TIKUS AKIBAT INDUKSI ETILEN GLIKOL
IKRAR TRISNANING HARDI UTAMI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir Bentuk Tugas Akhir Nama Mahasiswa NIM
: Aktivitas Ekstrak Daun Alpukat Terhadap Perbaikan Ginjal Tikus Akibat Induksi Etilen Glikol : Penelitian : Ikrar Trisnaning Hardi Utami : B04063461
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. dra.hj. Ietje Wientarsih,Apt, M.Sc. Ketua
Dr. drh. Eva Harlina, MSi Anggota
Diketahui,
Dr. dra. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 1 Nopember 1987 dari pasangan Kuswadi, S.Pd. dan Sri Hardatin, S.Pd. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA N 1 Probolinggo tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk (USMI) Iinstiut Pertanian Bogor dan tercatat sebagai mahasiswa kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Tingkat Persiapan Bersama sebagai staf komisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (2006-2007). Di Fakultas Kedokteran Hewan penulis menjadi Sekretaris Umum DPM (2007-2008) dan Ketua Komisi Eksternal (2008-2009), pada tahun kepengurusan yang sama penulis juga menjadi anggota Badan Pekerja Hubungan Kelembagaan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (2008-2009).
ii
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian yang dilakukan sejak Juli hingga Desember 2009 ini berjudul Aktivitas Ekstrak Daun Alpukat Terhadap Perbaikan Ginjal Tikus Akibat Induksi Etilen Glikol. Penyelesaian penelitian dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc dan Dr. drh. Eva Harlina, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Susdherti, M.Si selaku dosen penilai dalam seminar skripsi, drh. Srihadi Agungpriyono, M.Sc, Ph.D dan Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku dosen penguji dalam sidang skripsi, seluruh staf pengajar dan tenaga kependidikan Bagian Farmasi dan Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, rekan sepenilitan Isnia Nurulazmy, teman-teman Aesculapius 43, Wisma Adinda, serta teman-teman lain yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Anti, Feris, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan di kemudian hari.
Bogor, 3 Agustus 2010 Ikrar Trisnaning H.U.
iii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................
1
Tujuan .....................................................................................................
2
Manfaat ...................................................................................................
2
Hipotesis .................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Alpukat ...................................................................................................
3
Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Alpukat .............................
3
Ekstraksi .................................................................................................
4
Tikus .......................................................................................................
5
Ginjal ......................................................................................................
5
Anatomi Fisiologis Ginjal ......................................................................
7
Histologi Ginjal ......................................................................................
8
Diuretik ...................................................................................................
9
Etilen glikol Sebagai Zat Nefrotoksik ....................................................
10
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................
11
Alat dan Bahan .......................................................................................
11
Rancangan Percobaan .............................................................................
11
Evaluasi Histopatologi ............................................................................
12
Analisis Data ..........................................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .................................................................................................
19
Saran .......................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
20
iv
DAFTAR TABEL Halaman
1
Persentase lesion glomerulus dan tubulus pada pemberian ekstrak etanol daun alpukat dan zat nefrotoksik selama 10 hari ........................................... 13
v
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Tanaman alpukat ............................................................................................ 3 2 Struktur kimia flavonoid, tanin, dan kuinon ................................................. 4 3 Rattus norvegicus galur Sprague-Dawley....................................................... 5 4 Struktur ginjal dan zat-zat yang diekskresikan .............................................. 7 5 Bagian korteks ginjal ............................................................................................ 8 6 Edema glomerulus ................................................................................................ 14 7 Endapan protein ...............................................................................................16 8 Hyalin droplet di epitel tubulus proksimal ......................................................17 9 Tubulus nekrotik ............................................................................................ 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam membawa perubahan pada pola konsumsi obat ke obat-obatan yang terbuat dari bahan alami. Berdasarkan data WHO tahun 2007, sekitar 80% penduduk dunia dalam perawatan kesehatannya memanfaatkan obat tradisional yang berasal dari ekstrak tumbuhan (Zaenal 2008). Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu memiliki tradisi memanfaatkan tumbuhan sebagai obat yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Fenomena ini terus meningkat sejak krisis ekonomi tahun 1997, yang disebabkan harga obat sintetik melonjak tinggi karena sebagian besar bahan bakunya merupakan komoditi impor. Tingginya minat masyarakat Indonesia akan obat herbal memacu banyak perusahaan industri farmasi nasional yang menawarkan produk obat herbal dalam bentuk ekstrak tumbuhan obat (fitofarmaka) yang diolah dan dikemas secara modern di pasaran (Dorly 2005). Daun alpukat secara historis telah dijadikan sebagai obat herbal yang dimanfaatkan untuk pelancar pengeluaran air seni, penghancur batu di saluran kemih, dan sebagai obat sariawan. Bagian tanaman alpukat yang digunakan untuk ramuan tradisional adalah daun, karena daun mengandung gula, d-parseit, flavonoid quersetein dan senyawa sterin (Maryani dan Suharmiati 2003). Penyebab batu ginjal beraneka ragam, salah satunya adalah karena masuknya zat nefrotoksik ke dalam tubuh. Salah satu zat nefrotoksik adalah etilen glikol. Laraoubi et al. (2007) menyatakan bahwa pembentukan batu ginjal yang diinduksi etilen glikol disebabkan oleh terbentuknya kristal oksalat. Retensi dan eksresi oksalat merangsang lipid membran sel mengalami peroksidasi sehingga menyebabkan kerusakan ginjal. Penelitian ini diharapkan mampu memperkuat fakta ilmiah tentang khasiat daun alpukat dalam mengatasi batu ginjal yang disebabkan oleh zat nefrotoksik melalui gambaran histopatologi ginjal tikus.
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histopatologi pada ginjal yang diinduksi etilen glikol dan diberi ekstrak etanol daun alpukat.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang daya kerja ekstrak etanol daun alpukat terhadap perbaikan kerusakan ginjal tikus akibat pemberian etilen glikol.
Hipotesis Pemberian ekstrak etanol daun alpukat (Persea amaricana Mill) dapat mengurangi kerusakan pada ginjal tikus yang diinduksi etilen glikol yang dilihat melalui gambaran histopatologi.
3
TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata alpukat atau avokado berasal dari bahasa Aztek yaitu ahuacatl, sedangkan kata Persea berasal dari bahasa Yunani yang berarti pohon. Nama alpukat menjadi beragam di berbagai negara atau daerah, antara lain alpokat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan ahuaca-te atau aguacate di Spanyol (Rukmana 1997). Menurut Rukmana (1997) kedudukan tanaman alpukat dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Dycotyledone; Ordo:Laurales; Famili: Lauraceae; Genus: Persea; Spesies: Persea americana Mill.
Gambar 1 Tanaman alpukat. Anonim (2009) menyatakan bahwa manfaat buah alpukat dalam bidang kesehatan, antara lain mengatasi sakit punggung dan untuk sariawan sedangkan daun alpukat dapat digunakan sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik).
Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Alpukat Adha (2009) menyatakan bahwa kandungan fitokimia daun alpukat adalah flavonoid, tanin, dan kuinon. Fungsi kebanyakan flavonoid adalah sebagai antioksidan, melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, kalium yang berfungsi
sebagai diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat (Fitriani 2009).
4
antiinflamasi, mencegah keropos tulang, antibiotik, dan diuretik (Hard et al. 2003). Senyawa tanin dalam ekstrak daun jambu biji dapat menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase (Akin 2006). Selain itu tanin juga bertindak sebagai senyawa antigizi yang dapat menurunkan aktivitas protein dalam tubuh (Astawan 2009). Kuinon berfungsi sebagai bahan dasar obat yang mempunyai sifat sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit (Khomsan 2008).
Gambar 2 Struktur kimia (A)flavonoid, (B) tanin, (C) kuinon (Hard et al. 2003).
Ekstraksi Ekstraksi dalam bidang farmasi berarti pencarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat atau hewan. Namun sel tanaman dan hewan berbeda ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan jenis pelarut tertentu. Ekstraksi juga bergantung pada jenis dan komposisi cairan pengekstrak. Secara umum campuran etanol-air digunakan sebagai cairan pengekstrak (Voight 1994). Adapun jenis-jenis metoda ekstraksi adalah maserasi, digesti, perkolasi, infusi, dan dekoksi. Maserasi adalah merendam bahan di dalam pelarut. Cara ini sangat mudah dilakukan namun membutuhkan waktu yang lama. Digesti adalah maserasi yang dikombinasikan dengan pemanasan. Perkolasi ialah ekstraksi dengan cara mengalirkan pelarut melalui serbuk simplisia yang membutuhkan waktu lama (Said 2006). Infus merupakan ektraksi dengan metode pemanasan yang menggunakan pelarut air, sedangkan dekoksi merupakan metode yang sama dengan infus namun waktu pemanasannya lebih lama (Purwono 2010).
5
Tikus Menurut Malole dan Utami. (1989) hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Tikus dijadikan sebagai salah satu hewan percobaan karena pengadaannya tidak sulit, dapat berkembang biak dengan cepat, ukurannya kecil sehingga mudah penanganannya dan tidak memerlukan biaya yang besar (Malole dan Utami. 1989). Menurut Sirois (2005), dua spesies umum tikus dalam famili Muridae adalah Rattus norvegicus dan Rattus rattus. Rattus rattus berhabitat asal di Asia Tenggara dan tersebar di Eropa dan kemudian Amerika pada abad ke-6. Rattus novergicus umumnya dikenal sebagai tikus coklat atau tikus Norwegia. Mayoritas tikus laboraturium di Indonesia didomestikasi dari varietas spesies ini yang berasal dari Cina dan menyebar ke Eropa Barat. Suckow et al. (2006) menuliskan taksonomi tikus Norwegia sebagai berikut: Kingdom: Animalia; Phylum: Chordate; Subphylum: Vertebrata; Class: Mamalia; Subclass: Theria; Infraclaa: Eutheria; Order: Rodentsia; Suborder: Myomorpha; Famili: Muridae; Superfamili: Muroidea; Sub famili: Murinae; Genus: Rattus; Spesies:Rattus norvegicus.
Gambar 3 Rattus norvegicus galur Sprague-Dawley. Ginjal Ginjal adalah dua organ yang berbentuk seperti buncis berwarna coklat keunguan dan terletak di rongga retroperitoneal bagian atas (Rasjidi et al. 2008).
6
Ginjal merupakan organ kompleks dengan fungsi yang banyak, antara lain pengatur keseimbangan air, elektrolit, osmolalitas cairan tubuh, asam basa, ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia, pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukonoegenesis (Guyton dan Hall 1997). Untuk mempertahankan homeostasis, ginjal diharuskan menentukan kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan meningkat. Sebaliknya, jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan berkurang (Guyton dan Hall 1997). Pada kasus gagal ginjal fungsi homeostatik ini terganggu, kemudian terjadi abnormalitas komposisi dan volume cairan tubuh yang berat dan cepat. Pada gagal ginjal lengkap, dalam beberapa hari saja dapat terjadi akumulasi kalium, asam, cairan, dan zat-zat lainnya dalam tubuh sehingga menyebabkan kematian, kecuali jika ada intervensi klinis seperti hemodialisis untuk perbaikan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit (Lu 2006; Guyton dan Hall 1997). Fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolisme normal dan mengekskresikan senobiotik dan metabolitnya. Produk sisa metabolisme tersebut meliputi urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai hormon (Lu 2006; Guyton dan Hall 1997). Filtrasi ginjal di kapiler glomerulus akan diteruskan ke dalam kapsula Bowman. Kapiler glomerulus relatif impermeable terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi (disebut sebagai filtrat glomerulus) pada dasarnya bersifat bebas protein dan tidak mengandung elemen selular termasuk sel darah merah. Selanjutnya cairan yang telah difiltrasi akan meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus. Tubulus terdiri dari bagian proksimal dan distal yang letaknya masing-masing dekat dan jauh dari glomerulus. Kedua bagian ini dihubungkan oleh sebuah lengkung (Henle’s loop). Di lengkung Henle terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, diantaranya glukosa dan ion Na+ (Guyton dan Hall 1997). Zat-zat ini akan dikembalikan ke darah melalui kapiler yang mengelilingi tubulus. Sisanya berupa hasil metabolisme protein yang tidak berguna seperti ureum, akan dikeluarkan dari tubuh. Akhirnya, filtrat dari semua tubulus ditampung di ductus colligentes,
7
yang juga berfungsi sebagai tempat reabsorbsi air. Filtrat disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin (Rahardja dan Tjay 2002). Anatomi Fisiologis Ginjal Vaskularisasi ginjal berasal dari aorta abdominalis yang kemudian dilanjutkan menjadi arteri renalis yang memasuki ginjal melalui hilus bersama dengan ureter dan vena renalis, kemudian bercabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri radialis, dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus. Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen yang menuju kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal (Guyton dan Hall 1997). Nefron merupakan unit fungsional ginjal yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu korpuskulus renalis malpigi dan tubulus renalis. Korpuskulus renalis malpigi terdiri dari glomerulus yang dibungkus oleh epitel yang disebut kapsula Bowman yang berperan dalam proses filtrasi plasma, sedangkan tubulus renalis tersusun atas tubulus proksimal, ansa Henle, dan tubulus distal.
Gambar4 Struktur ginjal dan zat-zat yang diekskresikan (Davey 2005).
Setiap korpuskulus mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Dinding kapiler glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi. Filtrat yang dihasilkan masuk ke dalan tubulus proksimal yang berada pada korteks ginjal (Guyton dan Hall 1997).
8
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus proksimal tubulus. Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla renal (Guyton dan Hall 1995). Lu (2006) menyebutkan bahwa tubulus proksimal memiliki fungsi reabsorbsi pasif terhadap air, urea dan anion, dan reabsorbsi aktif kation dan substansi lain serta mensekresikan kreatinin. Tubulus distalis secara aktif mengabsorbsi sodium, mereabsorbsi secara pasif beberapa komponen seperti bikarbonat, dan merubah filtrat menjadi lebih cair seperti urin melalui proses sekresi dan ekskresi. Tubulus ke tiga yaitu tubulus collecting. Melalui sistem tertentu yang melawan arus, dibawah kontrol antidiuretik hormon, tubulus ini berfungsi mengabsobsi air, sodium, dan mensekresikan potassum dan H+.
Histologi Ginjal Ginjal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan medula. Korteks mengandung simpul-simpul glomerulus (klaster kapiler) dan pembuluh darah (arteriol aferen dan eferen). Di glomerulus, cairan dari kapiler akan disaring ke dalam ruang sekitarnya (kapsul Bowman) dan kemudian mengalir ke dalam epitel berlapis tubulus ginjal (tubulus proksimal, lengkung Henle dan tubulus distal). Secara histologi sulit untuk membedakan tubulus proksimal dan distal. Di bagian medula terlihat bagian yang menyatu dengan tubulus distal ke saluran pengumpul, dan akhirnya ke lekukan ginjal menuju ureter ginjal yang keluar (Eroschenko 2003). The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. If the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.
Gambar 5 Bagian-bagian korteks ginjal (Eroschenko 2003).
9
Diuretik Diuretik adalah zat-zat yang dapat mengakibatkan peningkatan ekskresi urin (Schmitz 2001). Diuretik umumnya digunakan pada pengobatan hipertensi dan gangguan lain yang berhubungan dengan pengeluaran cairan dan natrium dari tubuh (Veasilia 2007). Salah satu contoh kerja diuretik lemah (golongan tiazid) adalah meningkatkan reabsorbsi kalsium di nefron dan mencegah pembentukan batu ginjal dengan mengurangi jumlah kalsium di urin. Diuretik juga meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air dengan menghambat reabsorbsinya. Penghambatan reabsorbsi menyebabkan meningkatnya frekuensi pengeluaran urin (poliuria). Umumnya diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju ekskresi urin oleh ginjal, terutama melalui penurunan reabsorbsi ion natrium dan air dalam tubulus ginjal secara osmotik. Menurut Rahardja dan Tjav (2002), obat diuretik bekerja khusus terhadap tubulus-tubulus tertentu, yaitu: a. Tubulus proksimal. Ultrafiltrat yang mengandung sejumlah besar garam akan direabsorbsi secara aktif sebanyak kurang lebih 70%, antara lain ion Na, air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretik osmotis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi reabsorbsi air dan juga natrium. b. Lengkung Henle. Di bagian ini 25% Ca dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi, direabsorbsi secara aktif, disusul dengan reabsorbsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretik ini bekerja dengan merintangi transpor Cl- dan reabsorbsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak. c. Tubulus distal. Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazid dan klor bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukar dengan ion K+ atau NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormon aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton)
10
dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja di segmen ke-dua tubulus distal. Akibatnya, terjadi retensi K+ dan ekskresi Na+ kurang dari 5%. d. Saluran pengumpul. Antidiuretik hormon (vasopresin) dari hipofisis mempunyai titik kerja di saluran pengumpul dengan jalan mempengaruhi permeabilitas air dari sel-sel saluran ini.
Etilen Glikol Sebagai Zat Nefrotoksik Menurut Yudono (1987), nefrotoksik adalah bahan yang beracun untuk ginjal. Lu (2006) menyebutkan bahwa kelompok utama nefrotoksik adalah logam berat, antibiotik, analgesik, dan hidrokarbon berhalogen tertentu. Semua bagian nefron secara potensial dapat rusak akibat bahan-bahan toksik tersebut. Merck et al. (2005) menyatakan bahwa semua hewan rentan terhadap etilen glikol tetapi yang paling rentan adalah anjing dan kucing karena mereka adalah hewan peliharaan. Biasanya hewan peliharaan suka bermain dan menjilati benda-benda yang ada di sekitar lingkungan rumah. Etilen glikol merupakan bahan aktif dalam solusi antibeku produk otomotif yang memiliki rasa manis dan biasa disimpan di garasi. Etilen glikol dengan cepat diserap dari saluran pencernaan. Sekitar 50% etilen glikol yang terkonsumsi akan dimetabolisme dan diekskresikan oleh ginjal, namum sisa etilen glikol akan mengalami serangkaian proses metabolisme oksidasi di hati dan ginjal. Metabolisme etilen glikol yang beracun menyebabkan terjadinya metabolik asidosis yang parah sehingga menyebabkan kerusakan tubular ginjal. Tikus Rattus norvegicus jantan yang diinduksi etilen glikol menunjukan jumlah kalsium ginjal yang lebih tinggi dibandingkan kelompok negatif. Efek pengendapan kalsium yang dihasilkan oleh etilen glikol mengakibatkan kerusakan epitel ginjal (Touhami et al. 2007). Hal serupa dinyatakan oleh Tugcu et al. (2008) bahwa deposisi kristal terlihat lebih jelas pada kelompok perlakuan yang diinduksi oleh etilen glikol. Kristalisasi diamati di tubulus proksimal pada hari ke10.
11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, dimulai pada bulan Juli hingga Desember 2009.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah scapel, pinset, tissuecassete, dehidrator, tissue technic, mikrotom, objek glass, penangas air, pensil kaca, mikroskop, alat foto mikrografi dan video mikrometer. Bahan yang digunakan adalah ginjal tikus yang sudah mendapatkan perlakuan (Adha 2009), larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut, silol, parafin, larutan pewarna HematoksilinEosin HE dan aquades.
Rancangan percobaan Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Adha (2009) dengan rancangan percobaan (rancangan acak lengkap satu faktorial) sebagai berikut: sebanyak 20 ekor tikus dengan berat badan 200-300 g dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, kelompok kontrol negatif (KN) diberi air minum ad libitum; kelompok kontrol positif (KP) diberi inducer ad libitum; kelompok perlakuan 1 (E100) diberi inducer dan dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 ml/kg BB, dan kelompok perlakuan 2 (E300) diberi inducer dan dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 ml/kg BB. Inducer yang digunakan adalah etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 2%. Pemberian inducer dan ekstrak etanol daun alpukat dilakukan selama 10 hari. Setelah perlakuan, dilakukan sampling ginjal tikus untuk kemudian dibuat sediaan histopatologi dan diwarnai dengan pewarnaan (HE).
12
Evaluasi Histopatologi Pengamatan histopatologi yang dilakukan pada ginjal adalah dengan menghitung persentasi kerusakan glomerulus dan tubulus. Parameter yang diamati pada glomerulus adalah adanya edema, sedangkan parameter kerusakan tubulus meliputi endapan protein, hyalin droplet, dan tubulus nekrotik yang ditandai dengan inti piknotis. Persentase kerusakan glomerulus diperoleh dengan cara menghitung jumlah glomerulus yang rusak dibagi dengan jumlah seluruh glomerulus dari seluruh lapang pandang dikali 100%. Persentase kerusakan tubulus diperoleh dengan cara menghitung jumlah tubulus proksimal yang rusak dibagi dengan jumlah keseluruhan tubulus proksimal yang berada di sekitar glomerulus pada 10 lapang pandang yang diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x kemudian dikalikan 100%.
Analisis Data Hasil pengamatan histopatologi berupa persentase kerusakan pada glomerulus dan tubulus proksimal dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji Wilayah Berganda Duncan (α = 0.05).
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan histopatologi ginjal menunjukan adanya edema glomerulus dan kerusakan tubulus berupa endapan protein di lumen, hyalin droplet dan tubulus nekrotik. Hal ini diakibatkan oleh pemberian inducer yang terdiri dari etilen glikol dan amonium klorida. Hasil analisis statistika masing-masing lesio disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Persentase lesio glomerulus dan tubulus pada pemberian ekstrak etanol daun alpukat dan zat nefrotoksik selama 10 hari. Kelompok
Glomerulus Normal Edema
Normal
Tubulus Endapan Hyalin protein droplet
Nekrosa
KN
68.8+11.3a
29.6+10.4a
74.7+10.2b
5.1+2.4a
2.9+2.7a
14+0.8 a
KP
65.9+8.2a
34.1+8.2a
5.7+2.7a
21.2+12.6ab
8.6+7.6ab
64.2+21.7c
E100
68.1+4.9a
31.9+4.9a
9.8+2.1b
34.7+7.6b
18.1+10.0bc
37.5+5.8b
66.5+10.2a 33.5+10.2a 6.3+2.7b 28.3+9.1b 25.8+6.1c 40.+3.7b E300 Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). KN: kontrol negatif; KP: kontrol positif; E100: ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg BB; E300: ekstrak etanol daun alpukat 300 mg/kg BB
Hasil analisis statistika lesio edema glomerulus seluruh kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok KN, namun pemberian ekstrak etanol daun alpukat cenderung menurunkan persentase edema glomerulus pada kelompok E100 (Tabel 1). Edema yang terjadi pada seluruh kelompok perlakuan, salah satu penyebabnya adalah induksi etilen glikol. Etilen glikol yang diinduksikan pada tikus akan diserap oleh saluran pencernaan. Sekitar 50% dari etilen glikol yang diserap akan dimetabolisme dan dieksresikan secara normal, namun sisanya akan dimetabolisme melalui reaksi oksidasi di hati dan ginjal (Merck et al. 2005). Etilen glikol akan diubah menjadi glikoaldehid oleh enzim alkohol dehidrogenase yang berada di hati. Glikoaldehid yang terbentuk cepat dimetabolisme menjadi asam glikolat yang selanjutnya akan dioksidasi menjadi asam glioksilat. Oksidasi asam glikolat menjadi asam glioksilat terbatas, sehingga terjadi penumpukan asam glikolat yang dapat mengakibatkan asidosis metabolik, sedangkan asam glioksilat yang sudah
14
terbentuk akan cepat dimetabolisme menjadi asam format, karbon dioksida, glisin, serin, dan oksalat (Eder et al. 1998). Oksalat tidak dimetabolisme lebih lanjut dan bersifat sitotoksik terhadap epitel tubular serta memperburuk asidosis metabolik. Oksalat yang bergabung dengan kalsium akan membentuk kompleks terlarut yang diekskresikan melalui filtrasi glomerulus. Menurut Fan et al. (1997) amonium klorida juga menginduksi metabolik asidosis sehingga ketika direaksikan dengan etilen glikol akan mempercepat proses terbentuknya kristal oksalat. Akumulasi oksalat-kalsium akan merangsang lipid di membran dasar kapiler glomerulus mengalami peroksidasi, sehingga permeabilitas membran dasar kapiler terhadap protein naik. Akibatnya, molekul protein yang berukuran besar dapat lolos. Selanjutnya protein dan filtrat glomerulus akan dialirkan ke ruang Bowman. Akumulasi protein di ruang Bowman inilah yang disebut dengan edema glomerulus (Merck et al. 2005). Dengan pewarnaan HE, edema glomerulus tampak sebagai protein yang memenuhi mesangium hingga ke ruang Bowman (Gambar 6). Dari ruang Bowman, protein dan filtrat glomerulus akan diteruskan ke tubulus proksimal. Tubulus proksimal mereabsorbsi sekitar 65% natirum, klorida, bikarbonat, kalium, glukosa dan asam amino (Guyton dan Hall 1997).
Gambar 6 Edema glomerulus yang ditandai dengan akumulasi protein di ruang Bowman (panah) dan tubulus nekrotik dengan endapan protein (bintang) pada kelompok E300. Pewarnaan HE, Bar = 5 µm.
15
Etilen glikol juga dapat menstimulasi pelepasan molekul prostaglandin, sitokin, dan protein kemoatraktif, sehingga terjadi akumulasi protein di mesangium (Cuningham 2002). Faktor lain yang jadi penyebab terbentuknya edema pada kelompok perlakuan maupun kelompok KN diduga berasal dari pakan yang mengandung bahan-bahan yang toksik bagi glomerulus. Secara normal zat-zat yang masuk ke glomerulus difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Sel endotel kapiler glomerulus permeable terhadap air, sodium, urea, glukosa, dan molekul protein yang berukuruan kecil. Kapiler glomerulus diselimuti oleh glikoprotein yang bermuatan negatif yang memperlambat filtrasi molekul protein yang berukuran besar. Setelah proses penyaringan di kapiler glomerulus, zat-zat tersebut masuk ke ruang Bowman kemudian ke lumen tubulus proksimal. Di lumen tubulus, zat tersebut akan diserap oleh brush border kemudian masuk ke membran sel (McGavin dan Zachary 2007). Adanya kecenderungan penurunan persentase edema glomerulus pada kelompok yang diberi ekstrak etanol daun alpukat kemungkinan disebabkan oleh aktivitas flavonoid daun alpukat. Senyawa flavonoid bekerja sebagai diuretikum sehingga meningkatkan laju filtrasi glomerulus (Adha 2009). Adanya peningkatan laju filtrasi glomerulus menyebabkan zat nefrotoksik yang masuk ke ginjal akan dikeluarkan secara cepat akibat aktivitas urinasi yang meningkat (Guyton dan Hall 1997). Pengeluaran tersebut dapat meminimalisir terjadinya akumulasi oksalat-kalsium yang diakibatkan induksi etilen glikol. Persentase tubulus dengan endapan protein di lumen pada seluruh kelompok yang diinduksi etilen glikol lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kelompok KN. Namun pemberian ekstrak etanol daun alpukat tidak mampu menurunkan persentase endapan protein di tubulus. Terbentuknya endapan protein di lumen tubulus mengindikasikan telah terlampauinya kapasitas reabsorpsinya. Endapan protein tampak berwarna eosinofil memenuhi lumen tubulus (Gambar 7). Reabsorbsi protein dalam keadaan ini dilakukan oleh lisosom dengan cara fagositosis. Protein yang difagosit akan terakumulasi di sitoplasma yang disebut hyalin droplet (Remuzzi dan Bertani 1998).
16
Gambar 7 Endapan protein (bintang) di lumen tubulus pada kelompok KP. Pewarnaan HE, Bar = 5µm. Persentase hyaline droplet pada kelompok yang diberi ekstrak etanol daun alpukat lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kelompok KP maupun kelompok KN (Tabel 1). Tingginya persentase hyalin droplet pada kelompok perlakuan disebabkan banyaknya akumulasi protein di lumen tubulus. Tubulus
proksimal
memiliki
mekanisme
transport
aktif
untuk
mereabsorbsi protein dengan cara pinositosis (Guyton dan Hall 1997). Pinositosis adalah proses selular berupa ingesti cairan secara aktif dengan membentuk cekungan ke dalam atau invaginasi kecil yang terbentuk di permukaan membran sel dan hampir membentuk vesikel berisi cairan (Hartanto 2001). Protein yang melekat ke brush border membran lumen akan berinvaginasi ke bagaian dalam hingga membran mencekung dengan sempurna dan terbentuk suatu vesikel. Ketika berada di dalam sel, protein tersebut dicerna menjadi asam-asam amino (Guyton dan Hall 1997). Hyaline droplet yang abnormal adalah kumpulan protein yang luas dan lisosom sekunder yang tebal (atau biasa disebut dengan fagolisosom) yang menunjukan penggabungan vakuola endosit dengan lisosom primer (Hard et al. 1993). Menurut Hard dan Snowden (1991), hyaline droplet akan memberikan gambaran histopatologi yang eosinofilik karena terdapat akumulasi cairan berupa protein di epitel tubulus. Hyalin droplet dengan pewarnaan HE tampak sebagai
17
gumpalan protein yang padat, bundar dan berwarna merah di epitel tubulus. (Gambar 8).
Gambar 8 Hyalin droplet (panah) di epitel tubuli ginjal pada kelompok KP. Pewarnaan HE, Bar = 5µm. Parameter terakhir dari kerusakan tubulus yaitu nekrotik, dan persentase tubulus nekrotik seluruh kelompok perlakuan berbeda nyata (p<0.05) dibanding kelompok KN. Kematian epitel tubulus ini disebabkan induksi etilen glikol. Masuknya filtrat glomerulus yang mengandung oksalat dan bersifat sitotoksik ke tubulus proksimal, tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut sehingga menyebabkan brush border epitel tubulus proksimal rusak. Akibat selanjutnya membran epitel terluka sehingga menyebabkan sel mengalami nekrosa (McGavin dan Zachary 2007). Perubahan morfologis sel yang mengalami nekrosis ditandai dengan inti sel yang mengalami piknotis, karioreksis, dan kariolisis. Kondisi piknotis ditandai dengan penyusutan inti sel menjadi bentuk yang lebih kecil dan warna menjadi basofilik karena kromatin yang berkondensasi menjadi padat (Langley 2007). Pemberian ekstrak etanol daun alpukat dapat menurunkan persentase tubulus nekrotik. Hal ini diduga disebabkan senyawa flavonoid daun alpukat. Flavonoid berperan mengeluarkan zat nefrotoksik dan meminimalisir kerusakan sel tubulus proksimal. Senyawa flavonoid bekerja sebagai diuretik jika
18
terhidroksilasi (Sirait 2007). Aktivitas diuretik bekerja dengan cara meningkatkan laju filtrasi glomerulus (Adha 2009). Adanya peningkatan laju filtrasi glomerulus mengakibatkan filtrasi zat toksik berlangsung cepat serta membantu glomerulus dalam memfilter molekul besar. Jadi bahan-bahan yang bermolekul besar ataupun zat yang beracun tidak bertahan lama di glomerulus maupun tubulus. Selain bekerja sebagai diuretikum, flavonoid juga berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat melindungi struktur sel (Hard et al. 2003). Senyawa antioksidan dapat menetralkan dan melawan bahan yang toksik, serta menghambat terjadinya oksidasi sel sehingga kerusakan sel dapat dikurangi (Simanjuntak et al. 2004). Tubulus nekrotik ditandai dengan epitel yang berwarna lebih eosinofil dan inti yang mengecil dan lebih basofil (Gambar 9).
Gambar 9 Tubulus nekrotik dengan inti piknotis (panah) dan sitoplasma lebih eosinofilik pada kelompok E100. Pewarnaan HE, Bar = 5µm.
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Induksi etilen glikol dan amonium klorida menimbulkan lesio berupa edema glomerulus serta endapan protein, hyaline droplet dan nekrosa tubulus. 2. Ekstrak etanol daun alpukat dapat menekan terbentuknya tubulus nekrotik. 3. Pertambahan dosis tidak berpengaruh terhadap persentase tubulus nekrotik.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian tentang efek ekstrak etanol daun alpukat tanpa induksi zat nefrotoksik pada ginjal. 2. Perlu
dilakukan
pemeriksaan
histopatologi
menggunakan
polarisasi untuk mengetahui keberadaan kristal oksalat di ginjal
mikroskop
20
DAFTAR PUSTAKA Adha C. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat (Persea Americana Mill) terhadap aktivitas diuretik tikus putih jantan, Sprague dawley. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Akin H. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Anonim. 2009. Alpukat. [terhubung berkala] http://www.aagos.ristek.go.id/pertanian/alpukat.pdf [19 Mei 2009] Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Depok: Swadaya. Cuningham J. 2002. Textbook of Veterinary Phisiology. Ed ke-3. USA: WB Saunders Company. Davey P. 2005. At a Glance Medicine. Rahmalia A, Novianti C, penerjemah. Safitri A, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Medicine Et A Glance. Dorly. 2005. Potensi tumbuhan obat indonesia dalam pengembangan industri agromedisin. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Eder A, McGrath C, Dowdy Y. 1998. Ethylene glycol poisoning:toxicocinetic and analytical factors affecting laboratory diagnosis. Journal of Clinical Chemistry 44:168-167. Eroschenko P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, Ed ke-9. Jakarta : EGC. Guyton A, Hall J. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, Tengadi K, Santoso A, penerjemah. Setiawan I, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari Textbook Of Medical Physiology. Hard G, Snowden R. 1991. Hyaline droplet accumulation in rodent kidney proximal tubules:an association with histiocytic. Toxicology Pathology (19): 88. Hard G, Rodgers I, Baetcke K, Ricahrd W, McGaughy R, Valcovic L. 1993. Hazard evaluation of chemicals that cause accumulation of α2-globulin, hyaline droplet nephropathy, and tubule neoplasia in the kidneys of male rats. Environmental Health Perspectives. Vol 99:313-349. Hard H, Craine L, Hard D. 2003. Kimia Organik. Ed ke-11. Jakarta:Erlangga. Hartanto H. 2001. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan Ed ke-44. Jakarta: EGC. Fan Ji, Glass M, Chandhoke P. 1997. Impact of ammonium chloride administration on a rat ethylen glycol urolithiasis model. Scanning Microscopy Vol 13 (2-3):299-306. Khomsan A, Anwar F. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Bandung: Mizan Media. Langley W. 2007. Pancreatitis Reseacrh Advances. New York: Nova Science Publishers. Laroubi A, Touhami M, Farouk L, Zrara I, Abaoufatima R, Benharrel A, Chait A. 2007. Prophylaxis effect of Trigonella foenum graecum L. seeds on renal stone formation in rats. Phystotherapy Research (21):921-925.
21
Lu F. 2006. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Perilaku. Ed ke 2. Jakarta: UI Press. Malole M, Utami, C. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboraturium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, PAU Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Maryani H, Suharmiati. 2003. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Usia Lanjut. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. McGavin M, Zachary J. 2007. Pathologic Basic of Veterinary Disease. St Louis: Mosby Elsevier. Merck E, Cynthia M, Scott L. 2005. The Merck Veterinary Manual. USA: Merk Company. Purwono R. 2010. Pengaruh infusum daun alpukat dalam menghambat pembentukan kristal pada ginjal tikus. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Instiut Pertanian Bogor. Rahardja K, Tjay T. 2002. Obat-obat Penting. Ed ke- 5. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Rasjidi I, Farid A, Julianto W. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Remuzzi G, Bertani T. 1998. Patophysiology of progressive nephropathies. The New England Journal of Medicine. Vol 33 (20). Rukmana R. 1997. Alpukat. Yogyakarta:Kanisus. Said A. 2006. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: PT Sinar Wadja Lestari. Schimtz G, Lepper H, Heidrich M. 2001. Farmakologi dan Toksikologi. Ed ke- 3. Jakarta: EGC. Simanjuntak P, Parwati T, Lenny LE, Tamat S, Murwani R. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa antioksidan dari ekstrak benalu teh, Scurrula oortiana (Korth) danser (Lorantaceae). J Ilmu Kefarmasian Indonesia (2): 6-9. Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB. Sirois M. 2005. Laboratorium Animal Medicine: Principle and Procedure. USA: Elsevier Mosby. Suckow M, Weisborth S, Craig L. 2006. The Laboratory of Rat. Amsterdam: Elsevier. Touhami M, Laurobi A, Elhabazi K, Loubna F, Zrara I, Eljahiri Y, Oussama A, Grasses F, Chait A. 2007. Lemon Juice Has Protective Activity In A Rat Urolithiasis Model. BMC Urology (7):18. Tugcu V, Kemahli E, Ozbek E, Arinci Y, Uhri M, Erturkuner P, Metin G, Seckin I, Karaca C, Ipekoglu N, Altug T, Cekmen M, Tasci A. 2008. Protective effect of a potent antioxidant, pomegranate juice in the kidney of rats with nephrolithiasis induced by ethylene glycol. Journal of Endourology Vol 22 (12). Yudono R. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. J.H Koeman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Veasilia T. 2007. Penggunaan diuretik (Tiazid) pada pengobatan batu ginjal. [terhubung berkala]. http://yosefw.wordpress.com/2007/12/30/penggunaandiuretik-tiazid-pada-pengobatan-batu-ginjal/.[5 Mei 2010]
22
Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Ed ke-5. Noerono S, penerjemah. Samhoedi R, editor. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Terjemahan dari Lehrbuch Der Pharmazeutische Technology. Zaenal N. 2008. Optimalisasi produksi obat tradisional pada taman SYIFA di Kota Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1 Rancangan percobaan
Ekstraksi etanol daun alpukat
Uji fitokimia daun alpukat
Perlakuan pada tikus
Nefroktomi ginjal kanan tikus
Pembuatan preparat dan pewarnaan HE
Pengamatan histopatologi
Analisis data
25
Lampiran 2 Pembuatan sediaan histopatologis
Sampling organ
Fiksasi (Dalam BNF 10% selama 6-48 jam)
Dehidrasi (penghilangan air dengan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II masing-masing selam 2 jam)
Clearing (Pembersihan dengan xilol I dan xilol II)
Embedding (Penanaman jaringan dalam parafin)
Sectioning (pengirisan menggunakan mikrotom setebal 5 mikron)
Mounting (penempelan sediaan pada gelas objek)
Staining (pewarnaan Hematoksilin-Eosin)
26
Lampiran 3 Pewarnaan Hematoksilin-Eosin Preparat dicelupkan dalam larutan xilol I selama 2 menit
Preparat dicelupkan dala larutan xilol II selama 2 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan alkohol absolut selama 2 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan alkohol 95% selama 1 menit
Preprat dicelupkan dalam larutan alkohol 80% selama 1 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan cuci dengan air kran
Preparat dicelupkan dalam Mayer’s haematoxylin selama 8 menit
Preparat dicuci dengan air kran selama 30 detik
Preparat dicelupkan dalam larutan Litium Karbonat selama 15-30 detik
Preparat dicuci dengan air kran selama 2 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan pewarna eosin selama 2-3 menit
Preparat dicuci dengan air kran selama 30-60 detik
Preparat dicelupkan dalam alkohol 95% selama 10 celupan
Preparat dicelupkan dalam alkohol absolut II selama 10 celupan
Preparat dicelupkan dalam alkohol absolut I selama 1-2 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan xilol I selama 1 menit
Preparat dicelupkan dalam larutan xilol II selama 2 menit
Preparat ditetesi permanen
Preparat diamati
27
Lampiran 4 Uji Statistik One Way ANOVA
Edema glomerulu s Endapan protein
Hyalin droplet
Nekrosa tubulus
Intercept perlakuan Error Total Intercept perlakuan Error Total Intercept perlakuan Error Total Intercept perlakuan Error Total
Sum of Squares 12483.330 37.167 606.717 13127.214 5977.742 1458.729 611.365 8047.837 2301.870 920.950 404.148 3626.968 18153.074 3793.742 1036.864 22983.680
df 1 3 8 12 1 3 8 12 1 3 8 12 1 3 8 12
Mean Square 12483.330 12.389
F
Sig.
164.602 .163
.000 .918
5977.742 486.243 76.421
78.222 6.363
.000 .016
2301.870 306.983 50.518
45.565 6.077
.000 .019
18153.074 1264.581 129.608
140.061 9.757
.000 .005
28
Lampiran 5 Uji Duncan (P<0.05) Edema glomerulus Duncan Subset
perlakua n
N
1
KN
3
29.5533
E1
3
31.8700
E3
3
33.4800
KP
3
34.1100
Sig.
.562 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Endapan protein Duncan Subset
perlakuan
N
1
2
KN
3
5.1067
KP
3
21.1833
E3
3
28.3033
E1
3
34.6833
Sig.
21.1833
.054
.107
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Hyalin droplet Duncan Subset perlakuan
N
1
2
KN
3
2.9367
KP
3
8.5800
E1
3
E3
3
Sig.
3
8.5800 18.1233
18.1233 25.7600
.359
.139
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
.225
29
Tubulus nekrosa Duncan perlakua n
Subset N
1
2
3
KN
3
E1
3
37.4467
E3
3
40.0067
KP
3
Sig.
13.9500
64.1733 1.000
.790
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.