AKTIVITAS ANTIKALKULI EKSTRAK ETANOL TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SECARA IN VITRO DAN IN VIVO PADA TIKUS DENGAN INDUKSI ETILEN GLIKOL
RISWAN DWI CAHYANA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Tapak Dara (Catharanthus roseus) Secara In Vitro dan In Vivo pada Tikus dengan Induksi Etilen Glikol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Proposal Kegiatan Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) tahun 2014. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015
Riswan Dwi Cahyana NIM G84100092
ABSTRAK RISWAN DWI CAHYANA. Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Tapak Dara (Catharanthus roseus) Secara In Vitro dan In Vivo pada Tikus dengan Induksi Etilen Glikol. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan POPI ASRI KURNIATIN. Daun tapak dara (Catharanthus roseus) telah digunakan secara empiris dalam mengobati batu ginjal, namun belum dibuktikan melalui penelitian yang komprehensif. Penelitian ini menguji ekstrak etanol 96% daun tapak dara sebagai peluruh batu ginjal secara in vitro pada kristal kalsium oksalat dan in vivo pada tikus Sprague dawley yang diinduksi etilen glikol (EG) 0.75 %. Penapisan fitokimia dan peluruhan kalsium dalam ekstrak dilakukan pada tahap in vitro kemudian pengukuran kadar kreatinin dan kalsium terdeposit dalam ginjal pada tahap in vivo. Kadar air simplisia 3.83% dan rendemen ekstrak 32.129 %. Hasil analisis fitokimia diketahui ekstrak mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan triterpenoid. Aktivitas antikalkuli in vitro menunjukkan kemampuan inhibisi agregasi kristal kalsium oksalat. Aktivitas antikalkuli in vivo menunjukkan pemulihan fungsi ginjal dan penurunan deposit kristal dalam ginjal. Efek yang ditimbulkan ekstrak dosis 100 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB tidak berbeda nyata pada taraf uji (p<0.05). Ekstrak etanol tapak dara (Catharanthus roseus) berpotensi mengobati batu ginjal secara in vitro dan in vivo. Kata kunci: Catharanthus roseus, Sprague dawley, Antikalkuli.
ABSTRACT RISWAN DWI CAHYANA. Anticalculi Activity of Catharanthus roseus Ethanolic Extract In Vivo and In Vitro on Rat with Ethylene Glycol Induction. Supervised by SYAMSUL FALAH and POPI ASRI KURNIATIN. Catharanthus roseus leaf is empirically utilized plant to treat the kidney stone. Otherwise, this thing hasn’t been proved scientifically. The aim of this research is to test the 96% ethanolic extract of leaf in vitro at calcium oxalate crystal and in vivo at Sprague dawley rat which induced with ethylene glycol 0.75%. The phytochemical screening and decay of calcium oxalate was performed during in vitro assay than the creatinine and calcium oxalate in vivo content was measured. The water content value of symplisia as 3.83% and extract rendement as 32.129%. The analysis result of phytochemical extract contains flavonoid, alkaloid, saponin, tanin and triterpenoid. The in vitro anticalculi activity showed ability of calcium oxalate crystal aggregation inhibition. The in vivo anticalculi activity indicates recovery of renal function and reduce amount of deposited kidney crystal. The extract with dose 100 mg/kg body weight and 300 mg/kg body weight wasn’t significally different at (p<0.05). Catharanthus roseus ethanolic extract potentially treat the kidney stone in vitro and in vivo. Keyword: Catharanthus roseus, Sprague dawley, Anticalculi.
AKTIVITAS ANTIKALKULI EKSTRAK ETANOL TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SECARA IN VITRO DAN IN VIVO PADA TIKUS DENGAN INDUKSI ETILEN GLIKOL
RISWAN DWI CAHYANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Tapak Dara (Catharanthus roseus) Secara In Vitro dan In Vivo pada Tikus dengan Induksi Etilen Glikol Nama : Riswan Dwi Cahyana NIM : G84100092
Disetujui oleh
Dr Syamsul Falah, SHut, MSi Pembimbing I
Popi Asri Kurniatin, SSi Apt, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan limpahan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah ekstrak bahan alam berupa ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai peluruh batu ginjal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga September 2014 bertempat di laboratorium penelitian Departemen Biokimia IPB Bogor. Penelitian ini berjudul “Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Tapak Dara (Catharanthus roseus) Secara In Vitro dan In Vivo pada Tikus dengan Induksi Etilen Glikol”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Syamsul Falah, SHut, MSi selaku pembimbing utama dan Popi Asri Kurniatin SSi Apt, MSi atas arahan serta bimbingan yang telah diberikan selama penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim PKM-P Salmi, Hasbi N, Esatri R, Ayu K, Natasha A dan Dara A atas dukungan dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Astri Khaerunisa P atas dukungan selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan selama menempuh pendidikan di IPB hingga tuntasnya penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak demi meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2015
Riswan Dwi Cahyana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
3
METODE
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
5 5
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara
5
Komponen Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara
6
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vitro
6
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vivo
6
Pembahasan
9
Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara
10
Komponen Fitokimia
11
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vitro
11
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vivo
12
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi kalsium ekstrak etanol daun tapak dara secara in vitro Rata-rata bobot badan Konsentrasi kreatinin serum darah Konsentrasi kalsium organ ginjal Jumlah kristal ginjal hasil pengamatan histopatologi Pengamatan kristal batu ginjal Metabolisme Etilen Glikol
6 7 7 8 8 10 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tahapan penelitian 2 Kadar air simplisia daun tapak dara 3 Rendemen ekstrak daun tapak dara 4 Kurva standar kreatinin 5 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tapak dara 6 Konsentrasi kalsium terluruhkan secara in vitro 7 Kurva standar kalsium 8 Hasil uji statistik bobot badan hewan coba 9 Hasil uji statistik perbandingan konsentrasi kreatinin antar perlakuan 10 Hasil uji statistik perbandingan konsentrasi kreatinin antar pekan 11 Hasil uji statistik konsentrasi kalsium ginjal 12 Hasil determinasi tumbuhan
21 22 22 22 23 24 24 25 26 28 29 30
PENDAHULUAN Urolitiasis atau batu saluran kemih merupakan penyakit multifaktor yang telah ditemukan dan diteliti oleh banyak ahli medis di dunia. Penyakit ini menempati prevalensi ketiga dalam gangguan pada sistem urin yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi, hidronefrosis, infeksi dan pendarahan pada sistem urinaria (Hadjzadeh et al. 2007). Ginjal yang merupakan bagian dari sistem urinaria merupakan tempat awal terbentuknya batu (kalkuli) yang kemudian lebih dikenal dengan batu ginjal (nefrolitiasis). Secara umum peluang terbentuknya batu ginjal bervariasi di berbagai tempat di dunia, diperkirakan 1-5 % di Asia, 5-9 % di Eropa, dan 13% di Amerika Utara. Laju pembentukan batu ginjal diperkirakan 75% dalam rentang waktu 20 tahun (Abbagani et al. 2010). Penyebab utama terbentuknya batu ginjal secara umum memerlukan keadaan supersaturasi dalam pembentukan batu yang dalam kondisi normal inhibitor terbentuknya batu ada dalam air kemih, yaitu sitrat dan glikoprotein. Pembentukan batu ginjal terdiri atas beberapa tahap, yaitu supersaturasi, pertumbuhan nukleasi, agregasi, dan retensi dalam tubulus ginjal (Khan 1997). Tindakan pembedahan, lithotripsy dan penghancuran kristal secara lokal dengan laser secara umum telah banyak digunakan untuk menghilangkan kalkuli. Laju terbentuknya kalkuli bila tanpa dilakukannya penanganan sekitar 10 % dalam 1 tahun, 33% dalam 5 tahun, dan 50% dalam 10 tahun (Basavaraj et al. 2007). Berbagai pengobatan termasuk diuretik tiazid dan alkali sitrat telah digunakan untuk mencegah pembentukan batu yang semakin parah, namun fakta ilmiah menunjukan hasil tersebut kurang meyakinkan (Bashir dan Gilani 2009). Pengembangan teknologi untuk meningkatkan keakuratan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat, tentu memerlukan teknologi dan biaya yang relatif mahal, seperti penggunaan diagnostic imaging untuk mendiagnosis posisi batu, atau penggunaan Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) untuk menghancurkan batu ginjal. Namun teknologi yang telah banyak digunakan ini pun telah dilaporkan memiliki beberapa efek yang timbul setelah tindakan tersebut, seperti pendarahan, hipertensi, nekrosis tubular dan fibrosis subsekuens pada ginjal yang mengarah pada kerusakan sel serta pembentukan batu ginjal baru akibat sisa fragmen kristal yang tidak terbawa oleh urin (Terlecki dan Triest 2007). Sehingga penelitian berbagai bahan alam untuk pengobatan tradisional diperlukan sebagai alternatif bagi penderita karena keamanan dan biayanya yang lebih terjangkau. Penelitian terdahulu telah dilakukan mengenai pencegahan maupun pengobatan batu ginjal dengan tanaman tradisional antara lain melalui efek inihibisi kristalisasi kalsium oksalat oleh Berginia ciliata (Saha dan Ramtej 2013), efek antioksidan nefroprotektor ekstrak metanol daun L. procumbens (Makasana et al. 2014), efek pencegahan peroksidasi lipid dan diuretik jus Viburnum opulus L. (Ilhan et al. 2014) dan efek antilitiasis fraksi saponin Herniaria hirsuta secara in vitro maupun in vivo (Fouada et al. 2006). Salah satu pengobatan tradisional yang telah digunakan oleh masyarakat di Sumatera Barat khususnya adalah pengobatan batu ginjal dengan seduhan daun tapak dara. Dalam penelitian ini telah dilakukan analisis kadar air, penapisan fitokimia, pengukuran konsentrasi kalsium terlarut dalam ekstrak dengan AAS,
2
kadar kreatinin serum dengan spektrofotometer UV-VIS, kadar kalsium terdeposit dalam ginjal dengan AAS, dan pengamatan histopatologi ginjal dengan mikroskop polarisasi. Penelitian ini bertujuan menguji ekstrak etanol 96% daun tapak dara (Catharanthus roseus) sebagai peluruh batu ginjal secara in vitro pada kristal CaOx dan in vivo pada tikus Sprague dawley yang diinduksi dengan EG 0.75 % dan AC 1%. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait manfaat daun tapak dara sebagai alternatif pengobatan pada penyakit batu ginjal sehingga dapat mendorong masyarakat menggunakan obat herbal dalam terapi pengobatan berbagai penyakit.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah simplisia daun tapak dara (Catharanthus roseus) bunga putih dari kebun warga Nagari Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Daun tapak dara dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, etanol 96%, CaCl2, asam oksalat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, etanol 30%, H2SO4 2M, ammoniak, kloroform, pereaksi Wagner, Dragendorf, Meyer, larutan FeCl3 1%, asam asetat anhidrat, dietileter, NaOH 1 N, NaOH 0.75 N, asam pikrat 1%, metanol, HN03 pekat, Na-wolframat 10%, H2SO4 10%, H2SO4 0.67 N, standar kalsium, obat herbal komersial Batugin elixir (Kimia Farma), inducer berupa etilen glikol (EG) 0.75 % dan amonium klorida (AC) 1 %. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, shaker, rotary evaporator, neraca analitik, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, kertas saring, waterbath, labu takar, cawan porselen, gelas piala, batang pengaduk, pipet Mohr, bulb, desikator, kandang tikus, gunting, pisau bedah, kapas, syringe, mikrosentrifuge (Hettich Universal), spektrofotometer UV-VIS, mikroskop polarisasi (Olympus) dan spektrofotometer serapan atom (AAS) (Shimadzu AA 7000). Prosedur Penelitian Penentuan Kadar Air (SNI-01-2891-1992 yang dimodifikasi) Cawan porselen dikeringkan 3 jam dalam oven pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam desikator 15 menit kemudian bobot cawan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven 3 jam pada suhu 105°C. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali. Pengukuran kadar air diulang 3 kali, hingga dicapai bobot konstan, dan dihitung kadar airnya. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara (Djajanegara 2010) Daun tapak dara dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama empat hari. Kemudian daun kering diserbukan dengan cara digiling lalu diayak dengan ukuran 100 Mesh sehingga diperoleh serbuk daun tapak dara. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan maserasi 4 x 24 jam. Serbuk daun tapak dara direndam dengan
3
pengocokan dalam pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:10. Hasil maserasi diambil filtratnya lalu dilakukan evaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 60°C selama 15 menit untuk menguapkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak kental (pasta). Penapisan Fitokimia (Harborne 2007 yang dimodifikasi) Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 mL metanol lalu dipanaskan pada suhu 50oC. Filtrat dipisahkan menjadi dua bagian, yang pertama ditambahkan NaOH 10% dan yang kedua ditambahkan H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena panambahan NaOH 10 % menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 5 mL kloroform dan 5 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan lalu ditambahkan dengan H2SO4 2M sebanyak 1.5 mL. Kemudian fraksi H2SO4 diambil lalu dibagi kedalam tiga tabung. Tabung pertama ditambahkan dengan perekasi Dragendrof, tabung kedua dengan pereaksi Mayer, dan tabung ketiga dengan pereaksi Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi Dragendrof, dan endapan cokelat pada pereaksi Wagner. Uji Tanin. Sebanyak 0.05 gram ekstrak ditambah dengan air 2.5 mL kemudian dididihkan pada suhu 100oC selama 5 menit. Kemudian larutan ditambah 1 tetes FeCl3. Terdapatnya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau kehitaman. Uji Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambah 2.5 mL akuades. Kemudian dididihkan pada 100oC selama 5 menit lalu dikocok hingga berbusa. Terdapatnya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil selama 15 menit. Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 mL etanol 30% kemudian dipanaskan lalu disaring. Filtrat diuapkan lalu ditambahkan dengan dietileter hingga larut. Fraksi dietileter diambil kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Terdapatnya steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau, sedangkan terdapatnya terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau ungu. Pengujian Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vitro (Mimih 2008 yang dimodifikasi) Kurva standar dibuat dengan deret konsentrasi 0, 2, 4, 8, 12, 16 ppm dari stok standar Ca 1000 ppm. Kemudian masing-masing labu diukur serapannya pada 422.7 nm dengan AAS. Pengukuran kadar kalsium in vitro dilakukan dengan menyiapkan 7 tabung masing-masing berisi air (blanko), obat herbal komersial Batugin elixir (kontrol positif), aqua demineralisasi (kontrol negatif), ekstrak daun tapak dara 1%, 3%, 5%, dan 7% sebanyak 10 mL. Kristal kalsium oksalat sebanyak 100 mg dimasukan dalam tabung yang telah disiapkan lalu diinkubasi dalam waterbath pada temperatur 37ºC selama 5 jam dengan pengocokan setiap 15 menit
4
menggunakan vorteks. Setelah diinkubasi sampel didiamkan hingga stabil lalu filtrat dipisahkan dari endapannya. Filtrat didestruksi dengan H2SO4 pekat : HNO3 pekat (v/v 2:1), kemudian dikocok hingga homogen dan dicukupkan volumenya hingga 25 mL dengan aqua demineralisasi. Sampel yang telah diencerkan kemudian dianalisis dengan AAS pada 422.7 nm (Slavin 1968). Pengujian Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vivo Rancangan Percobaan dan Pemeliharaan Hewan Model. Sebanyak 25 ekor tikus jantan Sprague dawley (rata-rata bobot badan awal 166.60±13.56 g) dipelihara dalam kandang individual Departemen Biokimia FMIPA IPB. Bobot badan tikus ditimbang setiap hari. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok (n=5); normal (No), negatif (N), positif (P), perlakuan ekstrak 1% (EI) dan perlakuan ekstrak 3% (E3). Percobaan dilakukan dalam 3 tahap yaitu, adaptasi, induksi batu ginjal dan perlakuan. Tahap adaptasi selama 14 hari seluruh kelompok menerima pakan standar sebanyak 20 g/ekor/hari dan air minum ad libitum. Tahap induksi batu ginjal selama 10 hari, seluruh kelompok kecuali normal mendapatkan air minum yang mengandung EG 0.75% dan AC 1% ad libitum (Van et al. 1999). Tahap perlakuan selama 14 hari, seluruh kelompok dicekok dengan volume administrasi 2 mL/200 gram BB. Kelompok No dan N dicekok dengan air minum normal. Kelompok P dicekok batugin eliksir 1%, kelompok EI dicekok ekstrak dengan dosis 100mg/kg BB dan kelompok E3 dicekok dengan dosis 300 mg/kg BB. Saat akhir masa perlakuan, tikus dinekropsi menggunakan eter, lalu organ ginjal diambil untuk pengukuran kadar kalsium dan pengamatan histopatologi ginjal. Prosedur Pengambilan Darah (Diehl et al. 2001). Sampel darah diambil 4 kali, yaitu setelah masa adaptasi, setelah masa induksi, 1 minggu setelah perlakuan dan 2 minggu setelah perlakuan. Sebelum pengambilan darah tikus dipuasakan 18 jam. Sampel darah diambil malalui vena lateral ekor menggunakan syringe 3 cc sebanyak 1.5 mL. Sesaat sebelum pengambilan darah, tikus diletakkan dalam tabung plastik lalu bagian ekornya dibersihkan dengan alkohol 70%. Darah diambil melalui vena lateral yang terlihat berwarna biru dengan arah jarum searah mengikuti posisi pembuluh dengan membentuk sudut 45°. Kemudian darah dipindahkan kedalam tabung Eppendorf dan diinkubasi dalam ice box 30-45 menit. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 RPM 15 menit. Serum darah diambil pada bagian supernatan dan dipindahkan kedalam tabung Eppendorf baru. Pengukuran Kreatinin Serum Darah (Toora dan Rajagopal 2002). Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum dilakukan berdasarkan metode Jaffe. Serum bebas protein (filtrat Folin Wu) dibuat dengan menambahkan 1.5 mL aquades kedalam 0.5 mL serum, lalu ditambahkan 1 mL Na-Wolframat 10% dan 1 mL H2SO4 0.67 N dalam tabung reaksi. Kemudian campuran divorteks hingga homogen, lalu disentrifugasi 1500 RPM 5 menit. Filtrat yang didapatkan kemudian diukur konsentrasi kreatininnya. Larutan sampel dibuat dengan penambahan 1 mL filtrat bebas protein, aquades 3 mL, NaOH 1 N 1 mL dan 1 mL asam pikrat 1%. Larutan standar dibuat dengan campuran standar kreatinin 1 mg/100mL sebanyak 2.5 mL, aquades 1 mL, NaOH 0.75 N 1 mL dan 1 mL asam pikrat 1%. Larutan blanko dibuat dengan air bebas ion 4 mL, NaOH 0.75 N 1 mL
5
dan 1 mL asam pikrat 1%. Masing-masing dihomogenkan lalu diinkubasi 15 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 520 nm. Pengukuran Kalsium Organ Ginjal (Touhami et al. 2007). Tikus yang telah dinekropsi diambil organ ginjal bagian kirinya lalu dikeringkan dalam oven 100°C selama 24 jam. Ginjal kering digerus kemudian sebanyak 50 mg sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 3.5 mL asam nitrat 0.5 N untuk melarutkan kalsium. Kemudian dilakukan pemanasan 30 menit pada suhu 100°C sampai cairan berubah menjadi kuning transparan. Larutan tersebut kemudian disaring dan diencerkan dalam labu takar 50 mL. Analisis kalsium dilakukan setelah dikalibrasi dengan larutan standar kalsium, kemudian konsentrasi kalsium ditentukan dengan AAS pada 422.67 nm (Slavin 1968). Konsentrasi kalsium ginjal dinyatakan dalam mg/g ginjal kering. Histopatologi Ginjal (Kent 2008). Pembuatan preparat histopatologi ginjal terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan, dan pewarnaan. Setelah tikus dinekropsi organ ginjal bagian kanan diambil lalu disimpan dalam larutan formalin kemudian dibuat preparat histopatologi. Ginjal dipotong dengan ukuran 2 x 1 x 1 cm kemudian difiksasi dengan dengan buffer neutral formalin (BNF 10%). Dehidrasi dilakukan dengan perendaman menggunakan etanol bertingkat, pencetakan dan pewarnaan dengan HE (Haematoxylin-Eosin). Penghitungan jumlah deposit kristal ginjal dilakukan dengan mikroskop polarisasi pada perbesaran 200x. Analisis Data (Mattjik dan Sumertajaya 2001) Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model rancangannya: Yij = μ + πi + εij Keterangan: μ = pengaruh rataan umum τ = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3, 4, 5,6 εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1,2,3 Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05 dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) sebagai uji lanjut. Analisis statistik menggunakan program SPSS 20.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara Kadar air simplisia daun tapak dara diperoleh sebesar 3.83%. Simplisia diekstraksi dengan metode maserasi selama 4x24 jam dalam pelarut etanol 96%. Ekstraksi menghasilkan nilai rendemen sebesar 32.129%. Rendemen merupakan persentase bahan bioaktif yang dapat terekstraksi oleh pelarut yang digunakan.
6
Komponen Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, dan triterpenoid/steroid. Hasil pengujian menunjukkan senyawa steroid tidak ditemukan pada simplisia yang diekstraksi dengan pelarut etanol 96%. Senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, saponin, dan triterpenoid ditemukan dalam ekstrak. Hasil positif berdasarkan reaksi warna yang terbentuk dari pereaksi yang digunakan.
Konsentrasi kalsium (ppm)
Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vitro Hasil pengukuran peluruhan kristal kalsium oksalat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak akan meningkatkan konsentrasi kalsium yang dapat terluruhkan. Ekstrak dengan konsentrasi terkecil yaitu ekstrak 1% mampu meluruhkan 169.5 ppm lebih besar dibanding kemampuan peluruhan air bebas ion (kontrol negatif) yaitu 103.9 ppm. Namun ekstrak dengan konsentrasi terbesar yaitu ekstrak 7% hanya mampu meluruhkan 536.6 ppm. Nilai ini lebih kecil kemampuan peluruhannya dibanding Batugin elixir (kontrol positif) yaitu 1997.7 ppm (Gambar 1). 1997.7 2000.0 1500.0 1000.0 500.0
536.6 103.9
169.5
189.2
296.1
0.0 air bebas Batugin ion
Ekst etanol 1%
Eks etanol 3%
Eks etanol 5%
Eks etanol 7%
Ekstrak Gambar 1 Konsentrasi kalsium ekstrak etanol daun tapak dara secara in vitro Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara In Vivo Bobot Badan Rata-rata bobot badan (BB) menunjukan saat masa adaptasi BB antar kelompok tidak berbeda nyata berada pada kisaran 193.31-204.54 gram. Memasuki masa induksi BB kelompok N, P, E1 dan E3 mengalami kecenderungan penurunan yang bervariasi besarannya dan berbeda nyata dengan kelompok normal. Saat memasuki masa perlakuan seluruh kelompok percobaan mengalami kenaikan yang cukup signifikan mencapai bobot rata-rata 233.04277.40 gram pada akhir masa perlakuan (Gambar 2).
Bobot Badan (gram)
7
300.0
250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0
Normal
Negatif
Positif
Ekstrak 1%
Ekstrak 3%
Kelompok Gambar 2 Rata-rata bobot badan tikus masa adaptasi ( ), induksi ( ), perlakuan ekstrak 7 hari ( ), perlakuan ekstrak 14 hari ( ) Konsentrasi Kreatinin Serum Darah
Konsentrasi kreatinin (mg/dL)
Hasil pengukuran konsentrasi kreatinin dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil pengukuran menunjukkan kenaikan konsentrasi kreatinin pada seluruh kelompok setelah menerima induksi. Saat akhir masa induksi didapat pada kelompok N, P, E1 dan E3 konsentrasi kreatinin berada pada kisaran 1.13-1.30 mg/dL, lebih tinggi dibanding kelompok No yaitu 0.68 mg/dL. Memasuki masa perlakuan, seluruh kelompok mengalami penurunan konsentrasi kreatinin yang cukup signifikan dengan kisaran konsentrasi 0.4-0.6 mg/dL dibanding kelompok negatif dengan konsentrasi 1.0-1.2 mg/dL. Kelompok E1 menunjukkan konsentrasi kreatinin terendah dibandingkan kelompok lainnya pasca pemberian ekstrak. 1.4 1.2 1.0
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Normal
Negatif
Positif
Ekstrak 1%
Ekstrak 3%
Kelompok Gambar 3 Konsentrasi kreatinin serum darah tikus masa adaptasi ( ), induksi ( ), perlakuan ekstrak 7 hari ( ), perlakuan ekstrak 14 hari ( ) Konsentrasi Kalsium Ginjal Hasil pengukuran konsentrasi kalsium ginjal saat akhir masa perlakuan menunjukkan pada kelompok N terdapat deposit kristal yang cukup tinggi dibanding kelompok lainnya yaitu 0.8198 mg/g. Sedangkan konsentrasi kalsium yang cukup seragam pada kelompok No, P, E1 dan E3 yaitu pada rentang 0.6731-
8
Konsentrasi (mg/g)
0.7066 mg/g. Pengukuran konsentrasi kalsium ginjal menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan antar kelompoknya, namun terlihat bahwa kelompok P dan E3 memiliki konsentrasi mendekati kelompok No dan kelompok E1 hanya sedikit lebih tinggi dari kelompok No (Gambar 4).
1.0000 0.8000
0.8198 0.7066
0.6861
0.6731
0.6772
0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
Normal
Negatif
Positif
Ekstrak Ekstrak 1% 3%
Kelompok Gambar 4 Konsentrasi kalsium organ ginjal Pengamatan Histopatologi Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kristal yang ditemukan saat diamati dengan mikroskop polarisasi. Hasil penghitungan jumlah kristal diketahui kelompok N memiliki deposit kristal tertinggi dibanding kelompok lainnya yaitu 24 titik. Kelompok kontrol positif dan perlakuan yang menerima ekstrak dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB saat masa perlakuan cenderung memiliki deposit kristal yang rendah dan mendekati normal. Kelompok E1 dan E3 masing-masing ditemukan 3 titik dan 7 titik. Nilai ini mendekati jumlah kristal kelompok No yang ditemukan 5 titik. Kelompok dengan perlakuan ekstrak 1% memiliki ginjal dengan deposit kristal terendah dibanding kelompok normal dan positif (Gambar 5) namun, seluruh kristal pada kelompok tersebut ditemukan dalam jenis koloni (Tabel 1).
Jumlah kristal
25 20 15 10 5 0
Normal
Positif
Negatif
Ekstrak 1%
Ekstrak 3%
Kelompok Gambar 5 Jumlah kristal ginjal hasil pengamatan histopatologi
9
Tabel 1 Rekapitulasi jumlah dan jenis kristal batu ginjal Kelompok
Normal
Positif
Negatif
Etanol 1%
Etanol 3%
Kode No1 No2 No3 P1 P2 P3 P4 N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 E11 E12 E13 E14 E31 E32 E33 E34 E35 E36 E37
Jenis Total Koloni Tunggal Koloni Tunggal 1 1 2 3 0 2 1 0 0 1 2 0 3 3 1 0 0 2 1 0 3 0 1 0 3 0 0 1 1 0 1 0 18 6 1 0 0 1 1 0 2 0 1 1 1 0 2 3 0 0 1 0 3 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 5 2 1 0 0 1 1
1 0 0
Persentase % Koloni Tunggal 40
60
50
50
75
25
100
0
71.43
28.57
10
Gambar 6 Pengamatan kristal batu ginjal dengan mikroskop polarisasi pada perbesaran 200x. Kelompok normal (A), negatif (B), positif (C) ekstrak 1% (D) dan ekstrak 3% (E)
Pembahasan Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara Daun tapak dara dikeringkan hingga mencapai kadar air dibawah 10 % yang merupakan standar untuk kadar air simplisia (SNI 1992). Simplisia dengan kadar air rendah berguna untuk meningkatkan masa simpan dan menjaga kestabilan bahan aktif yang terdapat dalam simplisia (Manoi 2006). Penentuan kadar air pada prinsipnya merupakan pengukuran persentase rasio berat air bebas yang terikat pada membran matriks bahan dengan air yang menguap akibat pemanasan (Winarno 2008). Kadar air rata-rata serbuk daun tapak dara yang diperoleh adalah 3.83 %. Kadar air yang diperoleh ini telah memenuhi standar sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Serbuk daun tapak dara diekstraksi dengan metode maserasi untuk memisahkan senyawa bioaktif dari dalam substrat dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Metode ini dipilih karena relatif mudah dan efisien dalam pengerjaanya dibanding metode lainnya. Pelarut etanol 96% dipilih karena etanol merupakan pelarut universal yang diperbolehkan untuk ekstraksi tumbuhan herbal selain dengan air atau campuran etanol-air (BPOM 2010). Penggunaan etanol 96% juga bertujuan memperkecil jumlah pelarut didalam ekstrak karena memiliki titik didih yang rendah dan mudah menguap. Rendemen merupakan persentase rasio hasil ekstraksi dengan banyaknya sampel kering yang di ekstrak. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dihasilkan rendemen sebesar 32.129%. Etanol merupakan pelarut dengan konstanta dielektrik 25 sehingga termasuk jenis pelarut yang semi polar (UNC 2014). Pelarut semi polar dipilih untuk mendapatkan lebih banyak jenis senyawa bioaktif dari daun tapak dara. Hal ini disebabkan masih belum diketahuinya senyawa aktif yang mungkin berperan secara khusus dalam pengobatan batu ginjal. Kuantitas rendemen ini dapat ditingkatkan dengan pemilihan pelarut yang lebih sesuai dengan senyawa metabolit yang diinginkan.
11
Komponen Fitokimia Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif untuk skrining senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak. Analisis ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, triterpenoid dan steroid. Senyawa metabolit sekunder yang terekstraksi bergantung pada asal tanaman, letak geografis, umur tanaman dan proses ekstraksi (Kusumaningtyas et al. 2008). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa didalam ekstrak etanol daun tapak dara terdapat senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, dan triterpenoid. Hasil ini sesuai dengan penelitian lainnya oleh Fitrianingsih et al. (2010) bahwa ekstrak etanol daun tapak dara positif uji alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Keberadaan suatu senyawa didalam ekstrak bergantung pada sifat kepolaran senyawa tersebut. Prinsip like dissolve like yaitu suatu senyawa yang polar akan terikat oleh pelarut yang polar, begitu juga dengan senyawa non polar akan terikat pada pelarut non polar (Anslyn dan Dougherty 2006). Pelarut etanol 96% yang semipolar dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang dimiliki oleh daun tapak dara. Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara in vitro Pembentukan batu ginjal berawal dari kondisi supersaturasi urin yang disertai pembentukan subsekuen partikel padat didalam saluran urin. Kemudian membentuk inti lalu membentuk agregat kristal yang berukuran lebih besar. Kristal kalsium oksalat (CaOx) merupakan jenis kristal batu ginjal yang paling banyak ditemukan. CaOx diketahui ada dua tipe dengan sifat dan afinitas yang berbeda yaitu monohidrat (COM) dan dihidrat (COD). Kristal COM secara termodinamika merupakan struktur yang lebih stabil dan lebih sering ditemukan dalam kasus klinis (Verkoelen et al. 1995 dalam Saha dan Ramtej 2013). Hasil pengujian (Gambar 1) menunjukan bahwa ekstrak mampu meluruhkan endapan kristal kalsium oksalat. Ekstrak dengan konsentrasi terkecil yaitu ekstrak 1% mampu meluruhkan 169.5 ppm, lebih besar dibanding kemampuan peluruhan air bebas ion (kontrol negatif) yaitu 103.9 ppm. Ekstrak dengan konsentrasi terbesar yaitu ekstrak 7% mampu meluruhkan 536.6 ppm, namun nilai ini jauh lebih kecil kemampuan peluruhannya dibanding obat herbal komersial Batugin elixir (kontrol positif) yaitu 1997.7 ppm. Peluruhan kristal semakin besar pada konsentrasi ekstrak yang lebih pekat, namun jumlah tersebut masih jauh lebih rendah dibanding kemampuan peluruhan kristal oleh kontrol positif. Peluruhan kristal CaOx oleh ekstrak diduga melibatkan faktor fisik dan kimiawi yang cukup kompleks dan masih perlu diteliti lebih dalam mekanisme yang terjadi. Kristal yang dihomogenisasi dengan vorteks akan terurai kedalam ukuran partikel yang relatif lebih kecil. Kondisi tersebut menyebabkan supersaturasi CaOx di dalam ekstrak. Keberadaan ekstrak diduga menginhibisi pembentukan agregat kristal-kristal tunggal yang ada, sehingga endapan kristal CaOx dapat terluruhkan. Inhibisi agregasi penting agar kristal CaOx yang terlarut didalam urin tidak terakumulasi menjadi lebih besar dan menyumbat tubulus ginjal. Inhibisi agregasi diduga disebabkan adanya aktivitas saponin dalam ekstrak, namun tetap tidak terlepas dari peran berbagai komponen polifenol lainnya seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid dan tanin (Singh et al. 2009). Derivat saponin juga merupakan komponen yang paling banyak diklaim memiliki kemampuan antiurolitiasis (Lakshminarasimhan et al. 2002). Dalam penilitian sebelumnya
12
oleh Patel et al. (2012) fraksi kaya saponin dalam ekstrak Solanum xanthocarpum menghambat kristalisasi dengan penghambatan agregasi CaOx didalam larutan. Selain itu dalam penelitian Byahatti et al. (2010) isolasi komponen fenolik dari daun B. Cilliata telah efektif dalam melarutkan kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Kemampuan inhibisi agregasi kristal juga diharapkan mampu menghindari pembentukan agregat baru pada pasien batu ginjal yang diterapi dengan ESWL. Fragmen COD yang terlarut dalam urin berpotensi kembali beragregasi dan membentuk endapan baru apabila agregasi kristal tidak dihambat. Menurut Cicerello et al. (1994) dalam Bauza et al. (2006) setelah 12 bulan hanya 32% pasien yang diterapi dengan ESWL yang terbebas dari terbentuknya kristal baru. Oleh karena itu, inhibisi nukleasi dan agregasi diharapkan dapat mencegah besarnya partikel kristal yang masuk kedalam sistem urinaria serta diharapkan dapat mengurangi potensi terbentuknya kembali endapan kristal pasca terapi ESWL. Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara in vivo Aktivitas antikalkuli pada hewan coba dilakukan pada tikus jantan galur Sprague dawley. Tikus jenis ini dipilih karena memiliki sistem urin yang menyerupai sistem urin manusia. Pemberian EG selama induksi mengakibatkan terbentuknya batu ginjal yang berupa kalsium oksalat. Mekanisme biokimiawi pada proses ini berkaitan dengan hiperoksaluria yang akan meningkatkan retensi dan ekskresi oksalat didalam ginjal. Hiperoksaluria merupakan faktor resiko utama penyebab terbentuknya batu ginjal, karena oksalat berperan 15 kali lebih kuat dibanding kalsium urin dalam pembentukan kristal (Karadi et al. 2006). Deposisi kalsium oksalat oleh EG dan AC pada tikus merupakan model yang sering digunakan untuk mengamati pembentukan kristal batu ginjal pada manusia. Ammonium klorida kemudian berperan dalam mempercepat pembentukan kristal (Fan et al. 1999). Metabolisme etilen glikol terdiri atas empat tahap, berawal dari perombakan senyawa tersebut di hati, etilen glikol diubah menjadi glikol aldehid oleh alkohol dehidrogenase. Glikol aldehid selanjutnya diubah menjadi glikolat oleh aldehid dehidrogenase. Kemudian glikolat diubah lagi menjadi glioksilat yang hasil metabolisme selanjutnya adalah oksalat (Gambar 7) (Cox dan Philips 2004). Induksi batu ginjal dengan EG menyebabkan respon toksik pada sel epitel ginjal yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat permukaan membran, gangguan fungsi mitokondria dan pembentukan ROS (Chance et al. 1955 dalam Bodakhe et al. 2013). Penelitian lain mengenai efek paparan tinggi oksalat secara in vitro dan in vivo telah membuktikan bahwa oksalat menginduksi ROS dan mengakibatkan ketidakseimbangan redoks yang diwujudkan dengan deplesi antioksidan, peroksidasi lipid, dan oksidasi protein. Selain itu telah diketahui bahwa pada pasien dengan batu ginjal mengekskresikan GST dan MDA dalam jumlah yang tinggi dalam urin mereka (Thamilselvan et al. 1997 dalam Bodakhe et al. 2013). Bersamaan dengan menurunnya enzim antioksidan SOD, CAT, GPx, GSH dan protein tiol yang mengindikasikan ROS pada ginjal pasien batu ginjal (Rodrigo dan Bosco 2006). Pengobatan batu ginjal telah diketahui melibatkan berbagai lintasan metabolisme. Berbagai penelitian baik in vitro maupun in vivo telah dilakukan
13
untuk memahami patofisiologi batu ginjal. Potensi metabolit sekunder yang dimiliki oleh daun tapak dara yang cukup beragam meliputi fenolik, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin dan triterpenoid diduga berperan dalam pemulihan kondisi pada tikus dengan batu ginjal. Telah diketahui bahwa flavonoid memiliki aktivitas sebagai antispasmodik dan Ca2+ channel blocking, antioksidan (Pietta et al. 2000 dalam Khan et al. 2011) dan diuretik (Ramamoorthy et al. 2010). Saponin juga telah diketahui memiliki kemampuan antikristalisasi dengan disagregasi suspensi mukoprotein yang merupakan promotor kristalisasi (Gurocak dan Kupeli 2006).
Gambar 7 Metabolisme Etilen Glikol (Cox dan Philips. 2004) Bobot Badan Penimbangan bobot badan (BB) dilakukan untuk mengamati kondisi klinis secara umum masing-masing individu hewan coba. Bobot badan yang relatif konstan ataupun mengalami kenaikan yang landai dapat menggambarkan kondisi hewan yang sehat dan stabil. Sebaliknya penurunan ataupun perubahan bobot badan yang signifikan dapat menggambarkan kondisi hewan coba yang sedang mengalami gangguan kesehatan. Rata-rata bobot badan menunjukan saat masa adaptasi BB antar kelompok tidak berbeda nyata berada pada kisaran 193.31204.54 gram. Memasuki masa induksi BB seluruh kelompok mengalami kecenderungan penurunan bobot badan kecuali kelompok No. Kelompok N mengalami penurunan dari rata-rata 193.31 gram menjadi 189.78 gram. Kelompok E1 mengalami penurunan dari rata-rata 198,37 gram menjadi 197.54 gram. Penurunan BB pasca induksi EG dan AC diduga terjadi karena anoreksia akibat gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan oleh induksi etilen glikol (Hodkinson et al. 1977 dalam Bounani et al. 2010). Kenaikan bobot badan terjadi setelah induksi dihentikan dan dilanjutkan dengan pengobatan. Seluruh kelompok percobaan mengalami kenaikan yang cukup signifikan mencapai bobot rata-rata 233.04-277.40 gram pada akhir masa perlakuan. Hal ini diduga akibat pemulihan kondisi tubuh yang berkaitan dengan penurunan konsentrasi komponen kristal didalam urin, aktivitas antioksidan dan antiradikal bebas (Bouanani et al. 2010).
14
Konsentrasi Kreatinin Serum Darah Analisis kreatinin merupakan salah satu tes skrining fungsi ginjal. Kondisi nefron dalam sistem urinaria dapat diamati melalui perubahan pada konsentrasi kreatinin serum. Kreatinin merupakan produk metabolit kreatin yang kadarnya konstan baik didalam darah maupun urin (Dalton 2010). Hal ini akan berubah apabila terjadi luka pada bagian tubulus akibat adanya batu ginjal. Hasil pengukuran konsentrasi kreatinin (Gambar 3) bila dibandingkan antar kelompok tidak mengalami perbedaan signifikan pada masa adaptasi, yaitu berada pada kisaran 0.6681-1.0057 mg/dL. Setelah melewati masa induksi didapat pada kelompok N, P, E1 dan E3 konsentrasi kreatinin berada pada kisaran 1.13-1.30 mg/dL, lebih tinggi dibanding kelompok No yaitu 0.68 mg/dL. Konsentrasi kreatinin pasca induksi ini mengalami kenaikan yang cukup berbeda signifikan dibanding kelompok normal. Hal ini diduga akibat penyumbatan pada tubulus yang berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sehingga terjadi akumulasi zat sisa metabolisme didalam darah. Hasil yang serupa didapatkan oleh Bayir et al. (2011) bahwa tikus yang diinduksi dengan EG 1% dan AC 1% mengalami penurunan pH urin, peningkatan kadar Ca, Mg, BUN, kreatinin, dan asam urat didalam serum darah. Dalam penelitian lainnya diketahui bahwa induksi batu ginjal menyebabkan peroksidasi lipid pada membran sel yang mengarah pada kerusakan ginjal (Divakar et al. 2010). Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya sarang kristal dan retensi kristal dalam tubulus yang mengakibatkan terbentuknya deposit kristal, lalu menyumbat aliran urin dalam tubulus. Memasuki masa perlakuan, seluruh kelompok mengalami penurunan konsentrasi kreatinin yang cukup signifikan pada kelompok P, E1, dan E3 yaitu pada kisaran 0.4-0.6 mg/dL lebih rendah dari kelompok N dengan konsentrasi 1.01.2 mg/dL. Pemberian ekstrak daun tapak dara yang memiliki kandungan flavonoid cukup tinggi diduga memperbaiki kerusakan sel-sel ginjal yang mengalami nekrosis serta peroksidasi lipid pada dinding tubulusnya. Ekstrak juga diduga mencegah naiknya komponen sisa metabolisme didalam darah serta meminimalkan disfungsi tubular ginjal. Menurut Jouad et al. (2001) campuran flavonoid dapat meningkatkan urinasi dan pengeluaran elektrolit pada tikus normotensi. Kecepatan filtrasi glomerulus (LFG) memperlihatkan peningkatan yang signifikan setelah pemberian flavonoid. Sedikit perubahan pada filtrasi glomerulus atau reabsorbsi tubulus dapat meningkatkan perubahan yang relatif besar pada ekskresi urin karena LFG yang tinggi dapat membuat ginjal mengeluarkan produk buangan dari tubuh dengan cepat. Konsentrasi Kalsium Ginjal Nukleasi atau pembentukan inti garam mineral dalam urin yang lewat jenuh akan bersatu dan semakin besar seiring bertambahnya komponen kristal (Basavaraj et al. 2007) lalu akan tumbuh membentuk agregat yang lebih besar, menempel serta terakumulasi dalam ginjal yang menyebabkan luka pada tubulus ginjal akibat peroksidasi lipid. Kondisi ini mengakibatkan nukleasi dapat terbentuk dalam kondisi supersaturasi yang rendah sekalipun pada permukaan papila ginjal (Fasano dan Khan 2001).
15
Hasil pengukuran konsentrasi kalsium ginjal (Gambar 4) pada saat akhir masa perlakuan menunjukkan bahwa terdapat deposit kristal yang lebih tinggi pada tikus kelompok N yaitu 0.8198 mg/g dibanding kelompok No, P, E1 dan E3 yang memiliki konsentrasi kalsium cukup seragam pada rentang 0.6731-0.7066 mg/g. Bila dibandingkan antar kelompoknya, Kelompok P dan E3 memiliki konsentrasi kalsium cukup rendah yaitu 0.6861 mg/g dan 0.6772 mg/g mendekati konsentrasi kelompok No yaitu 0.6731 mg/g. Sedangkan kelompok E1 memiliki konsentrasi sebesar 0.7066 mg/g, sedikit diatas konsentrasi kelompok No, namun tetap lebih rendah dari kelompok N. Tikus kelompok N diduga mengalami hiperoksaluria yang mengakibatkan tingginya deposit kristal di dalam ginjal. Induksi EG mengganggu metabolisme oksalat melalui peningkatan ketersediaan substrat yang dapat memicu peningkatan aktivitas enzim yang mensintesis oksalat yaitu asam glikolat oksidase dan laktat dehidrogenase yang mengkatalis oksidasi dan reduksi glioksalat yang akan membentuk glikolat dan oksalat (Soundararajan et al. 2006). Oksalat merupakan produk sampingan alami dari metabolisme dan diekskresikan tanpa bahaya pada individu normal. Namun peningkatan ekskresi oksalat dapat menjadi racun karena cenderung mengkristal pada pH fisiologis membentuk CaOx (Khan 2005). Urin normal sesungguhnya telah mengandung berbagai komponen organik dan anorganik yang berperan dalam inhibisi kristalisasi. Telah diketahui bahwa glikosaminoglikan (Suzuki et al. 1995 dalam Saha dan Ramtej 2013), sitrat, magnesium dan ortofosfat (Pak dan Resnick 2000) merupakan inhibitor kuat kristalisasi CaOx. Namun komponen tersebut banyak ditemukan rendah kadarnya pada pasien batu ginjal akibat abnormalitas metabolik seperti hipositraturia. Pemulihan kondisi ginjal yang mengalami gangguan akibat peroksidasi lipid dan penurunan kadar berbagai enzim inhibitor kristalisasi berpengaruh terhadap konsentrasi kalsium yang terdeposit dalam ginjal. Pemulihan batu ginjal sesunguhnya melalui berbagai lintasan metabolisme seperti inhibisi kristalisasi, aktivitas diuretik, antioksidan, antispasmodik, epithelial cell protective, hipokalsiuria, dan hipersitraturia. Penelitian yang dilakukan oleh Wiessner et al. (2001) menunjukan bahwa pada sel yang mengalami luka akan berdampak pada peningkatan afinitas pelekatan kristal pada dinding sel tersebut. Ekstrak daun tapak dara diduga mempercepat pemulihan jaringan yang rusak akibat peroksidasi lipid pada membran epitel ginjal. Hal ini didukung oleh penelitian Nayak dan Pereira (2006) diketahui bahwa ekstrak etanol tapak dara memiliki kemampuan menyembuhkan luka dengan mempercepat epitelisasi, meningkatkan kekuatan regangan (tensile strength), meningkatkan komponen hidroksiprolin dan meningkatkan laju kontraksi luka (wound contraction). Kemampuan tersebut berasal dari aktivitas flavonoid (Tsuciya 1996 dalam Nayak dan Pereira 2006) dan triterpenoid (Scotichini et al. 1991 dalam Nayak dan Pereira 2006) yang diketahui memicu penyembuhan luka melalui proses astringent dan antimikroba yang dimiliki. Pemulihan kondisi epitel ginjal merupakan tahapan penting dalam pengobatan batu ginjal. Penelitian Bouanani et al. (2010) terhadap pengaruh ekstrak Paronychia argentea diketahui dapat mencegah retensi batu dengan mereduksi nekrosis ginjal, dengan demikian akan menghambat retensi kristal. Kondisi epitel ginjal yang telah normal akan memudahkan peluruhan endapan
16
batu ginjal melalui transformasi COM menjadi COD, lalu keberadaan ekstrak akan menginhibisi agregasi yang dapat terjadi saat kristal terluruhkan dan berada dalam urin. Kemampuan inhibisi agregasi kristal CaOx pun dimiliki oleh ekstrak daun tapak dara seperti yang ditampilkan pada hasil pengujian in vitro. Sehingga diharapkan kristal batu ginjal perlahan akan terbawa oleh aliran urin. COM diketahui lebih berbahaya dibanding COD karena memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan membran membentuk agregat dan lebih kuat terikat pada sel epitel ginjal. Oleh karena itu kristal COM diharapkan dapat bertransformasi menjadi COD (Wessen et al. 1998 dalam Khan et al. 2011). Analisis Histopatologi Organ ginjal bagian kanan salah satu tikus dari masing-masing kelompok di ambil untuk pengamatan histopatologi menggunakan mikroskop polarisasi. Mikroskop polarisasi memiliki bentuk yang hampir sama dengan mikroskop pada umumnya, namun fungsinya tidak hanya memperbesar benda-benda mikro. Mikroskop ini menggunakan cahaya terpolarisasi terpusat pada satu arah, sedangkan cahaya biasa bergerak dalam arah gerakan acak. Dengan cahaya terpolarisasi ciri-ciri yang dimiliki kristal dan mineral dapat terlihat secara jelas, terutama dari segi warna yang berbeda dari warna jaringan sekitarnya. Deposit CaOx ditemukan sebagian besar berada pada tubulus proksimal dengan warna biru hingga ungu (Gambar 6). Pengamatan jumlah kristal menunjukkan bahwa induksi menyebabkan deposisi kristal cukup tinggi pada kelompok kontrol negatif (N). Kondisi hiperoksaluria yang dialami oleh kelompok N diduga telah mengakibatkan akumulasi CaOx yang cukup tinggi pada nefron ginjal yang menyebabkan terbentuknya deposit kristal pada dinding tubulus ginjal. Pemberian ekstrak daun tapak dara memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah deposit kristal ginjal bila dibandingkan dengan kelompok N. Hal ini terlihat dari jumlah kristal kelompok E1 dan E3 yang mendekati jumlah kristal kelompok No. Pemberian Ekstrak 1% menurunkan jumlah deposit kristal lebih baik dibanding kelompok P, namun kristal kelompok E1 seluruhnya ditemukan berjenis koloni. Sedangkan kelompok E3 ditemukan jumlah yang lebih tinggi dibanding kelompok E1 namun, berada dalam jenis kristal yang lebih bervariasi yaitu 71.43% koloni dan 28.57% tunggal. Pemberian ekstrak menunjukkan telah terjadinya pemulihan kondisi tubulus ginjal dan kembali ke kondisi normal pasca pengobatan (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan analisis pada tahap penelitian sebelumnya, yaitu analisis kalsium ginjal. Pemberian ekstrak mampu memulihkan kondisi epitel ginjal dan diduga meluruhkan endapan CaOx. Penelitian oleh Khan et al. (1982) dalam Bouanani et al. (2010) disampaikan bahwa struktur tubulus ginjal mengalami nekrosis dan pelebaran sepanjang epitelnya sesuai ukuran kristal yang melekat, sedangkan tubulus sekitarnya tetap dalam kondisi normal. Penelitian lainnya oleh Guerra et al. (2006) diketahui bahwa inkubasi ekstrak Origanum vulgare dengan CaCl2 dan Na2C2O4 yang merupakan komponen pembentuk kristal CaOx menyebabkan penurunan jumlah kristal yang terbentuk dan merubah bentuk kristal COM menjadi COD seperti halnya pada inkubasi dengan sitrat dan Mg 2+.
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak etanol daun tapak dara (Catharanthus roseus) berpotensi mengobati batu ginjal. Pengujian secara in vitro menunjukkan ekstrak etanol daun tapak dara mampu meluruhkan endapan kristal kalsium oksalat dan mencegah terjadinya agregasi kembali. Kemampuan peluruhan kalsium tertinggi dimiliki oleh ekstrak dengan konsentrasi 7% sebesar 536.6 ppm. Pemberian ekstrak etanol daun tapak dara pada pengujian in vivo menunjukan terjadinya pemulihan kondisi pasca pemberian ekstrak dengan ditandai kenaikan bobot badan, penurunan konsentrasi kreatinin serum, penurunan konsentrasi kalsium ginjal dan penurunan jumlah deposit kristal ginjal. Efek yang ditimbulkan ekstrak etanol daun tapak dara dosis 100 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB tidak berbeda nyata pada taraf uji (p<0.05). Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengamati potensi pencegahan pembentukan batu ginjal oleh ekstrak daun tapak dara yang difraksinasi sehingga dapat menambah informasi mekanisme inhibisi nukleasi dan agregasi kristalisasi kalsium oksalat. Potensi peluruhan kristal batu ginjal juga diharapkan dapat diamati terkait mekanisme pemulihan epitel ginjal serta pelepasan endapan kristal akibat transformasi COM menjadi COD pada tubulus ginjal.
DAFTAR PUSTAKA Andrew K. 2009. Immunohistochemistry Using Polyester Wax in; Paul TS, Ivor M, editors. Molecular Embriology Method and Protocols 2nd Ed. London (UK): Humana Pr:717-723. Anslyn EV, Dougherty DA. 2006. Modern Physical Organic Chemistry. Sausalito (US): University Science Books. Abbagani S, Gundimeda SD, Varre S, Ponnala D, Mundluru HP. 2010. Kidney stone disease. etiology and evaluation. Int J Appl Biol Pharm Tech. 1:175– 82. Basavaraj DR, Biyani CS, Browning AJ, Cartledge JJ. 2007. The role of urinary kidney stone inhibitors and promoters in the pathogenesis of calcium containing renal stones. EAU-EBU Update Series. 5:126–36. Bashir S, Gilani, AH. 2009. Antiurolithiatic effect Bergenia ligulata rhizome: an explanation of the underlying mechanisms. J Ethnopharmacol. 122:106– 116. Bauza AC, Perello J, Isern B, Sanchis P, Grases S. 2006. Factors affecting calcium oxalate dihydrate fragmented calculi regrowth. BMC Urol. 6:16 Bayir Y, Halici Z, Keles MS, Colak S, Cakir A, Kaya Y, Akcay F. 2011. Helichrysum plicatum DC. subsp. plicatum extract as a preventive agent in experimentally induced urolithiasis model. J Ethnopharmacol. 138(2):40814
18
Bodakhe KS, Kamta PN, Kartik CP, Lalit M, Surendra KP. 2013. A polyherbal formulation attenuates hyperoxaluria-induced oxidative stress and prevents subsequent deposition of calcium oxalate crystals and renal cell injury in rat kidneys. Chinese J Nat Med. 11(5):0466-0471 Bouanani S, Henchiri C, Migianu-Griffonib E, Aoufa N, Lecouveyb M. 2010. Pharmacological and toxicological effects of Paronychia argentea in experimental calcium oxalate nephrolithiasis in rats. J Ethnopharmacol. 129:38-45 [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume 5 Edisi 1. Jakarta (ID): Direktorat OAI BPOM RI. Byahatti VV, Pai KV, D’Souza MG. 2010. Effect of phenolic compounds from Bergenia ciliata (Haw.) Sternb. leaves on experimental kidney stones. Anc Sci Life. 30:14–7. Cox RD, Philips WJ. 2004. Ethylene glycol toxicity. Military Med. 169(8):660663. Dalton RN. 2010. Serum Creatinin and glomerular filtration rate: perception and reality. Clin Chem. 56(5):687-689 Diehl KH, Robin H, David M, Rudolf P, Yvon R, David S, Jean-Marc V, Cor van de Vorstenbosch. 2001. A good practice guide to the administration of substances and removal of blood, including routes and volumes. J Appl. Toxicol. 21:15-23. Divakar K, Pawar ET, Chandrasekhar SB, Dighe SB, Divakar G. 2010. Protective effect of the hydro-alcoholic extract of Rubia cordifolia roots against ethylene glycol induced urolithiasis in rats. Food Chem Toxicol. 48(4):10131018. Djajanegara I, Wahyudi P. 2010. Uji sitotoksisitas ekstrak etanol herba ciplukan (Physalis angulata Linn.) terhadap sel T47D secara in vitro. J Ilmu Kefarmasian Indonesia 1:41-47. Fan J, Michael A, Glass, Paramjit S, Chandoke. 1999. Impact of ammonium chloride administration on a rat ethylene glycol urolithiasis model. Scan Micros. 2-3(13):299-306 Fasano JM, Khan SR. 2001. Intratubular crystallization of calcium oxalate in the presence of membrane vesicles: an in vitro study. Kidney Int . 59:169–78. Fitrianingsih SP, Supriyatna, Ajeng D, Abdul M. 2010. Aktivitas antiplasmodium ekstrak etanol beberapa tanaman obat terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Prosiding SnaPP2010 Edisi Eksakta. ISSN: 20893582. Fouada A, Slimani Y, Mbark AN, Bnouham M, Ramdani A. 2006. In vitro and in vivo antilithiasis effect of saponin rich fraction isolated from Herniaria hirsuta. J Bras Nefrol. 28(4):199-203 Guerra A, Meschi T, Allegri F, Prati B, Nouvenne A, Fiaccadori E, Borghi L. 2006. Concentrated urine and diluted urine: The effects of citrate and magnesium on the crystallization of calcium oxalate induced in vitro by an oxalate load. Urol Res. 34(6):359-364. Gurocak S, Kupeli B. 2006. Consumption of historical and current phytotherapeutic agents for urolithiasis: a critical review. J Urol. 176(2):450-455.
19
Hadjzadeh M, Khoei A, Hadjzadeh Z, Parizady M. 2007. Ethanolic extract of Nigella sativa L. Seeds on ethylen glycol-induced kidney calculi in rats. J Urol. 4:86-90 Harborne JB. 2007. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. London (EN): Chapman and Hall. Ilhan M, Ergene B, Suntar I, Citoglu GS, Demirel MA, Keles H, Altun L, Akkol EK. 2014. Preclinical evaluation of antiurolithiatic activity of Viburnum opulus L. on sodium oxalate-induced urolithiasis rat model. Evid Based Complement Alternat Med. V 2014:578103 Jouad H, Lacaille DMA, Lyoussi B, Eddouks M. 2001. Effect of the flavonoid extracted from Spergularia purpurea pers. On Arterial Blood Pressure and Renal Function In Normal and Hypertensive Rats. J Ethnopharmacol. Karadi RV, Gadge N, Alagawadi KR, Savadi RV, 2006. Effect of Moringa oleifera Lam. root-wood on ethylene glycol induced urolithiasis in rats. J Ethnopharmacol. 105:306–311. Khan SR. 1997. Interaction between stone-forming calcific crystals and macromolecules. Urol Int. 59:59-71. Khan SR. 2005. Hyperoxaluria-induced oxidative stress and antioxidants for renal protection. J Urol Res. 33(5):349-357. Khan A, Samra B, Saeed RK, Anwar HG. 2011. Antiurolithic activity of Origanum vulgare is mediated through multiple pathways. BMC Comp Alternative Med. 11:96 Kusumaningtyas E, Widiati RR, Gholib D. 2008. Uji daya hambat ekstrak dan krim ekstrak dau sirih (Piper betle) terhadap Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 805-812. Lakhsminarasimhan V, Mahimainathan L, Palaninthan V. 2002. Evaluation of the effect of triterpeneson urinary risk factors of stone formation in pyridoxine deficient hyperoxiluric rats. Phytoter Res. 16:514-8 Makasana A, Ranpariya V, Desai D, Mendpara J, Parekh V. 2014. Evaluation for the anti-urolithiatic activity of Launaea procumbens against ethylene glycol-induced renal calculi in rats. ToxRep. 1:46-52 Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2001. Perancangan Percobaan Jilid I Edisi ke-2 dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr Manoi F. 2006. Pengaruh pengeringan terhadap mutu simplisia Sambiloto. Bul. Littro. 17(1):1-5. Mimih KR. 2008. Kelarutan Batu Ginjal (Kalsium Oksalat) dalam fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol 70% daun sambung nyawa secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Universitas Pakuan Bogor Nayak BS, Pereira PLM. 2006. Catharanthus flower extract has wound healing activity in Sprague dawley rats. BMC Complement Altern Med. 6:41. Pak CYC, Resnick MI. 2000. Medical therapy and new approaches to management of urolithiasis. Urol Clin North Am. 27:243–53. Patel PK, Manish AP, Bhavin AV, Dinesh RS, Tejal RG. 2012. Antiurolthiasis activity of saponin rich fraction from the fruits of Solanum xanthocarpum Schrad & Wendl. (Solanaceae) againts ethylene glycol induced in urolithiasis in rats. J Ethnopharmacol. 144: 160-170
20
Ramamoorthy J, Venkataraman S, Meera R, Chiristina AJM, Chidambaranathan N. 2010. Physio-Phytochemical screening and Diuretic activity of leaves of Pavetta indica Linn. J Pharm Sci Res. 2(8):506-512. Rodrigo R, Bosco C. 2006. Oxidative stress and protective effects of polyphenols: Comparative studies in human and rodent kidney. J Comp Biochem Physiol C. 142(3-4):317-327. Saha S, Ramtej JV. 2013. Inhibition of calcium oxalate crystallisation in vitro by an extract of Bergenia ciliata. Arab J Uro. 11:187-192 Singh N, Juyal V, Gupta AK, Gahlot M, Hariratan. 2009. Preliminary phytochemical investigation of extract of root of Bergenia igulata. J Pharm Res. 2:1444–7. Slavin W. 1968. Atomic Absorption Spectroscopy. New York (US). J Wiley. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. Soundararajan et al. 2006. Effect of Aerva lanata on calcium oxalate urolithiasis in rats. Indian J Exp Biol. 44(12):981-986. Terlecki RP, Triest JA. 2007. A contemporary evaluation of the auditory hazard of extracorporeal shock wave lithotripsy. Urol 70:898–899. Toora BD, G Rajagopal. 2002. Measurement of creatinine by Jaffe’s reactionDetermination of concentration of sodium hydroxide required for maximum color development in standard, urine, and protein free filtrate of serum. Indian J Exp Biol. 40:352-354 Touhami M, Amine L, Khadija E, Farouk L, Ibtissam Z, Younes E, Abdelkhalek O, Felix G, Abderrahman C. 2007. Lemon juice has protective activity in a rat urolithiasis model. BMC Urology. 7:18 [UNC] University of North Carolina. 2014. The pharmaceutics and compounding laboratory. [Internet]. [2014 September 25]. Tersedia dari: http://pharmlabs.unc.edu/labs/solubility/structure.htm Van J, A Michael, Glass, Chandhoke PS. 1999. Impact of ammonium chloride administration on rats ethylen glycol urolithiasis model. Scan Micros. 13(23):299-306. Wiessner JH, Hasegawa AT, Hung LY, Mandel GS, Mandel NS. 2001. Mechanismmof calcium oxalate crystal attachment in injured renal collecting duct cells. Kidney Int. 59:637:644 Winarno FG. 2008. Kimia Pangan. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
21
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Daun tapak dara
Simplisia
Penghitungan Rendemen
Ekstraksi etanol 96%
Uji In vitro
Aktivitas antikalkuli in vitro
Analisis kadar kreatinin serum
Penentuan Kadar air
Uji In vivo
Komponen fitokimia
1) Kelompok normal 2) Kelompok positif 3) Kelompok negatif 4) Kelompok ekstrak 1% 5) Kelompok ekstrak 3%
Pengambilan darah hari ke-15
Masa adaptasi 14 hari
Pengambilan darah hari ke-22
Masa induksi 7 hari
Pengambilan darah hari ke-29 dan hari ke 36
Masa perlakuan 14 hari Nekropsi
Organ ginjal Preparat Histopatologi
Kadar kalsium ginjal
22
Lampiran 2 Kadar air simplisia daun tapak dara Ulangan Bobot Bobot Bobot cawan cawan awal dan sampel (gram) (gram) sebelum di oven (gram) 1 18.20 2.01 20.21 2 23.34 2.00 25.34 3 30.25 2.00 32.22 Rerata ± SD Contoh perhitungan: Kadar air (%) = =
Bobot cawan dan sampel setelah di oven (gram) 20.13 25.26 32.15
Kadar air (%)
3.98 4 3.5 3.82 ± 0.28
bobot awal - bobot cawan dan sampel setelah dio en - bobot cawan kosong bobot awal 2.01- 20.21-1 .2 gram 2.01 gram
× 100%
× 100%
= 3.98 % Lampiran 3 Rendemen ekstrak daun tapak dara Sampel Ulangan Bobot Bobot simplisia ekstrak (gram) (gram) Etanol 96% 1 25 7.08 2 25 9.61 3 50 12.97 Contoh perhitungan: Rendemen ekstrak (%)
= =
Bobot ekstrak 1-0.0
Bobot simplisia .0 gram 2
25 gram
Rendemen ekstrak (%) 29.446 39.967 26.972
Rendemen rata-rata (%) ± SD 32.129 ± 6.901
× 100%
× 100%
= 29.446 % Lampiran 4 Kurva standar kreatinin
0.300
Absorbansi
0.250
y = 0.3827x + 8E-05 R² = 0.9995
0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000
[kreatinin] (mg/dL)
23
Lampiran 5 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tapak dara Ekstrak Uji Keterangan Etanol 96% Kontrol Alkaloid
Dragendorf
Endapan merah Kontrol: tapak dara
Wagner
Coklat Kontrol: tapak dara
Meyer
Endapan Putih Kontrol: tapak dara
Flavonoid
Larutan berwarna merah Kontrol: sirih merah
Fenolik
Larutan berwarna merah Kontrol: teh hijau
Saponin
Busa yang stabil setelah 10 menit Kontrol: buah klerak
Tanin
Larutan berwarna hijau Kontrol: teh hijau
Triterpenoid & steroid
Cincin berwarna merah dibagian bawah (titerpenoid) Kontrol: som jawa
24
Lampiran 6 Konsentrasi kalsium terluruhkan secara in vitro Sampel
A rata (nm)
Ulangan
Air Bebas ion Batugin 1% Ekstrak etanol 1% Ekstrak etanol 3% Ekstrak etanol 5% Ekstrak etanol 7%
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
0.3922 0.3566 0.7301 0.7002 0.3047 0.3335 0.3670 0.3856 0.6018 0.5690 0.4064 0.4300
Konsentasi Ca (ppm) 108.9668 98.7702 2057.3000 1971.6764 167.8189 184.3137 203.5004 214.1532 338.1136 319.3204 565.3914 599.1961
Konsentrasi Ca terluruhkan (ppm) 108.9668 98.7702 2040.4900 1954.8664 161.2882 177.7830 183.9083 194.5611 305.4601 286.6669 519.6765 553.4812
Pengukuran kalsium terluruhkan secara in vitro Persamaan garis dari kurva standar Y = 0.062333X + 0.011686 R2= 99,98% Contoh perhitungan kalsium terluruhkan pada ekstrak etanol 1% ulangan 1 Y = 0.062333X + 0.011686 X= x FP X=
x FP = 167.8189 ppm
[Ca] terluruhkan = [Ca] terukur (X) – [Ca] blanko (ekstrak etanol 1%) = 167.8189 ppm – 6.5307 ppm = 161.2882 ppm Lampiran 7 Kurva standar kalsium
Absorbanasi (A)
1.2000 1.0000
y = 0,062333x + 0,011686 R² = 0,9998
0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000 0.0000
5.0000
10.0000
15.0000
Konsentrasi kalsium standar (ppm)
20.0000
25
Lampiran 8 Hasil uji statistik bobot badan hewan coba BBAdaptasi df Mean Square 4 81,924 20 311,254 24
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 327,696 6225,082 6552,778
Between Groups Within Groups Total
BBinduksi Sum of Squares df Mean Square 7991,958 4 1997,989 13350,448 20 667,522 21342,406 24
Kelompok Negatif Ekstrak 1% Positif Ekstrak 3% Normal Sig.
Duncana
BBinduksi N 5 5 5 5 5
F ,263
Sig. ,898
F 2,993
Sig. ,044
Subset for alpha = 0.05 1 2 189,7800 197,5400 199,1600 200,8800 240,5200 ,542 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
BBH+7ekstrak Between Groups Within Groups Total
Kelompok
Duncana,b
Negatif Ekstrak 3% Positif Ekstrak 1% Normal Sig.
Sum of Squares 12359,621 10611,663 22971,284
df 4 17 21
Mean Square 3089,905 624,215
F
Sig. 4,950
,008
BBH+7ekstrak N Subset for alpha = 0.05 1 2 4 197,8225 4 205,7525 4 207,0725 5 210,6000 5 261,3160 ,498 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,348. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed
BBH+14ekstrak Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 8137,084 8570,950 16708,034
df 4 17 21
Mean Square 2034,271 504,174
F
Sig. 4,035
,018
26
BBH+14ekstrak Kelompok
Duncana,b
Subset for alpha = 0.05 1 2 225,8575 233,0350 233,6580 235,6075 277,4000 ,565 1,000
N
Negatif Positif Ekstrak 1% Ekstrak 3% Normal Sig.
4 4 5 4 5
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,348. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 9 Hasil uji statistik perbandingan konsentrasi kreatinin antar perlakuan Kreatinin Adaptasi Type III Sum of Squares ,342a 15,648 ,342 1,404 17,930 1,746
Source Corrected Model Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total
df
Mean Square
4 1 4 18 23 22
F
,086 15,648 ,086 ,078
Sig.
1,096 200,588 1,096
,388 ,000 ,388
a. R Squared = ,196 (Adjusted R Squared = ,017)
Kreatinin Induksi Type III Sum of Squares 1,286a 29,047 1,286 1,502 31,581 2,789
Source Corrected Model Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total
df 4 1 4 18 23 22
Mean Square
F
,322 29,047 ,322 ,083
Sig.
3,853 348,012 3,853
a. R Squared = ,461 (Adjusted R Squared = ,342)
Perlakuan
Duncan
a,b,c
Normal Ekstrak 1% Ekstrak 3% Negatif Positif Sig.
N 5 5 4 4 5
Subset 1 ,685840
1,000
2 1,130080 1,258900 1,270000 1,307740 ,406
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,083. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,545. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = ,05.
,020 ,000 ,020
27
Kreatinin 7 hari pemberian ekstrak Type III Sum of Squares 1,651a 9,872 1,651 ,533 11,803 2,184
Source Corrected Model Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total
df
Mean Square
4 1 4 17 22 21
F
,413 9,872 ,413 ,031
Sig.
13,151 314,586 13,151
,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,756 (Adjusted R Squared = ,698)
Perlakuan Ekstrak 1% Positif Ekstrak 3% Normal Negatif Sig.
Duncana,b,c
Subset 1 ,401580 ,481525 ,614800 ,668100
N 5 4 4 5 4
2
1,203375 1,000
,056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,031. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,348. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = ,05.
Kreatinin 14 hari pemberian ekstrak Type III Sum of Squares 1,059a 7,702 1,059 ,553 9,127 1,612
Source Corrected Model Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total
df
Mean Square
4 1 4 17 22 21
F
,265 7,702 ,265 ,033
Sig.
8,134 236,734 8,134
a. R Squared = ,657 (Adjusted R Squared = ,576)
Perlakuan
Duncana,b,c
Ekstrak 1% Positif Normal Ekstrak 3% Negatif Sig.
N 5 4 5 4 4
Subset 1 ,392660 ,403775 ,561480 ,603675 ,130
2
1,014550 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,033. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,348. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = ,05.
,001 ,000 ,001
28
Lampiran 10 Hasil uji statistik perbandingan konsentrasi kreatinin antar pekan Kreatinin Kelompok Normal Source Corrected Model Intercept Masa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares ,049a 8,343 ,049 ,402 8,794 ,450
df
Mean Square 3 1 3 16 20 19
F
,016 8,343 ,016 ,025
Sig.
,644 332,266 ,644
,598 ,000 ,598
a. R Squared = ,108 (Adjusted R Squared = -,059)
Kreatinin Kelompok Negatif Source Corrected Model Intercept Masa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares ,227a 21,256 ,227 1,019 22,437 1,246
df
Mean Square 3 1 3 13 17 16
F
,076 21,256 ,076 ,078
Sig.
,967 271,219 ,967
,438 ,000 ,438
a. R Squared = ,182 (Adjusted R Squared = -,006)
Kreatinin Kelompok Positif Source Corrected Model Intercept Masa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 2,316a 9,669 2,316 1,379 14,374 3,695
df
Mean Square 3 1 3 14 18 17
F
,772 9,669 ,772 ,098
Sig.
7,838 98,176 7,838
,003 ,000 ,003
a. R Squared = ,627 (Adjusted R Squared = ,547)
Masa
Duncana,b,c
Subset
N
hari14 hari7 adaptasi induksi Sig.
1 4 4 5 5
2 ,403775 ,481525 ,756940 ,133
1,307740 1,000
. The error term is Mean Square(Error) = ,098. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = 0,05.
Kreatinin Kelompok Ekstrak 1% Source Corrected Model Intercept Masa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 2,040a 9,965 2,040 ,882 12,887 2,922
a. R Squared = ,698 (Adjusted R Squared = ,641)
df
Mean Square 3 1 3 16 20 19
,680 9,965 ,680 ,055
F 12,330 180,682 12,330
Sig. ,000 ,000 ,000
29
Masa
Duncana,b
N
hari14 hari7 adaptasi induksi Sig.
5 5 5 5
Subset 1 ,392660 ,401580
2
,899100 1,130080 ,139
,953
The error term is Mean Square(Error) = ,055. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000. b. Alpha = 0,05.
Kreatinin Kelompok Ekstrak 3% Source Corrected Model Intercept Masa Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1,133a 10,413 1,133 ,311 11,950 1,444
df
Mean Square 3 1 3 11 15 14
F
,378 10,413 ,378 ,028
Sig.
13,348 367,988 13,348
,001 ,000 ,001
a. R Squared = ,784 (Adjusted R Squared = ,726)
Masa
Duncana,b,c
hari14 hari7 adaptasi induksi Sig.
Subset
N
1 4 4 3 4
2 ,603675 ,614800 ,881333 1,258900 1,000
,055
The error term is Mean Square(Error) = ,028. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,692. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = 0,05.
Lampiran 11 Hasil uji statistik konsentrasi kalsium ginjal Type III Sum of Squares Corrected Model ,060a Intercept 10,578 Perlakuan ,060 Error ,388 Total 11,102 Corrected Total ,448 a. R Squared = ,134 (Adjusted R Squared = -,082) Source
df
Mean Square 4 1 4 16 21 20
,015 10,578 ,015 ,024
F ,621 436,778 ,621
Sig. ,654 ,000 ,654
30
Lampiran 12 Hasil determinasi tumbuhan
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 5 Februari 1992 dari ayah Rusnaedi dan ibu Vonny Antariana K. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis merupakan Komti Biokimia 47 dan pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum FKH, Biokimia Umum Biologi, Metabolisme dan Biokimia Klinis pada tahun ajaran 2014. Penulis pernah melaksanakan Magang dan Praktik Lapang (PL) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) Bogor dengan judul “Pengukuran Konsentrasi Hormon Giberelin (GA3) pada Daun Padi (Oryza Sativa)”. Penulis aktif dalam organisasi kampus dan kepanitiaan baik skala lokal maupun nasional. Tahun 2011-2012 penulis aktif sebagai staf Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB Berkarya. Tahun 2012-2013 penulis aktif sebagai staf Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB Kreasi Untuk Negeri. Tahun 2012 penulis terlibat dalam kepanitiaan Dialog Terbuka Rektor IPB sebagai ketua pelaksana. Penulis juga pernah menjadi moderator dalam Konferensi Nasional Eksploscience 2012, Pesta Sains Nasional 2012, MC dalam LKIP (Lomba Karya Ilmiah Populer) Nasional 2012. Tahun 2013 penulis pernah menjadi ketua pelaksana program kerja Forum Mahasiswa IPB, moderator dalam Pesta Sains Nasional 2013 dan Seminar Kesehatan dan Kajian Ilmiah Penyakit Degeneratif. Tahun 2014 penulis pernah menjadi pembicara dalam Masa Perkenalan Departemen MPD dan moderator Seminar Kesehatan ”A oid AIDS”.