DETEKSI ALKALOID DALAM KALUS DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus, [L] G. Don) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI HORMON NAA dan FAP PADA KULTUR IN VITRO ALKALOID DETECTION IN TAPAK DARA (Catharantus roseus [L] G. Don) LEAVES CALLUS WITH TREATMENT OF HORMONE NAA and NAP COMBINATION BY IN VITRO CULTURE Ratno Agung Samsumaharto1; Agnes Sri Harti1; Citra Puspata Yuansari2 1 Fakultas Ilmu Kesehatan; 2Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi Jl. Let. Jen. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127 ABSTRAK Tanaman tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don) merupakan tanaman obat tradisional yang dapat dipakai sebagai obat tradisional yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Kandungan tanaman tapak dara antara lain alkaloida (vinkristin, vinblastin, vinleurosin dan vinrosidin) dan vindolin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA:FAP dalam menginduksi kalus daun tapak dara dan mengetahui adanya alkaloid dalam kalus daun tapak dara. Percobaan ini dilakukan dengan tehnik kultur jaringan tanaman. Penanaman eksplan pada media Murashige Skoog (MS) dengan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA:FAP yaitu 0,0ppm; 1,0ppm:1,0ppm; 2,0ppm:2,0ppm; 3,0ppm:3,0ppm. Dilakukan pengamatan dan evaluasi terhadap keberhasilan pembentukan kalus, waktu induksi kalus dan berat kalus. Selanjutya dilakukan pemeriksaan kualitatif kandungan alkaloid dengan reaksi pengendapan dan Kromatografi Lapis Tipis yang menggunakan fase gerak etil asetat : metanol (2:8), fase diam silika gel GF254 dan pereaksi pendeteksi Dragendorf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh NAA:FAP 2,0ppm:2,0ppm memiliki keberhasilan pembentukan kalus terbesar yaitu 60%. Kombinasi zat pengatur tumbuh NAA:FAP 2,0ppm:2,0ppm juga dapat menginduksi waktu kalus daun tapak dara tercepat yaitu 8 hari dengan rata-rata berat kering 0,071 gram dan kalus daun tapak dara mengandung senyawa alkaloid yang sama dengan tanaman asal. Kata kunci: NAA, FAP, kalus, alkaloid, Catharanthus roseus. ABSTRACT Tapak dara plant (Catharantus roseus [L] G. Don) is a traditional medicine plant that can be used as traditional medicine. Content tapak dara plant such as alkaloid (vincristine, vinblastine, vinleurosine dan vinrosidine) and vindoline. The experiment was aimed to know the ability of NAA & FAP growth regulator combination in callus induction, and the present of alkaloid in the callus of tapak dara leaves. The experiment was done by plant tissue culture technique. The explant was planted in Murashige Skoog (MS) media with combination of NAA : FAP growth regulator i.e. 0.0 ppm, 1.0 ppm : 1.0 ppm, 2.0 ppm : 2.0 ppm, and 3.0 ppm : 3.0 ppm. Observation and evaluation were conducted for the success of callus forming, callus induction time, and callus weight. Continued by qualitative examination of alkaloid content by precipitation test, Thin Layer Chromatography using ethyl acetate : methanol (2:8) mobile phase, silica gel GF 254 stationary phase, and detection of Dragendorf reagent. The experiment result showed that combination of 2.0 ppm/2.0 ppm NAA & NAP growth regulator had been success in the greatest callus performing i.e. 60%. Combination of NAA : FAP growth regulator 2.0 ppm : 2.0 ppm could induced the fastest callus induction time i.e 8 days with average dry weight 0.071 gram, and tapak dara leaves callus contained alkaloid compound the same as in mother plant. Key words: NAA, FAP, callus, alkaloid, Catharanthus roseus
PENDAHULUAN Tanaman obat di Indonesia hingga saat ini masih banyak dimanfaatkan. Tanaman obat masih tetap dipelajari tidak hanya tradisi, tetapi karena nilainya di bidang farmasi. Tanaman yang mempunyai manfaat dalam pengobatan tradisional kemudian diteliti secara ilmiah untuk dibuktikan aktivitas terapeutiknya. Setelah terbukti berkhasiat kemudian dikembangkan menjadi suatu bentuk sediaan obat. Adanya obat-obatan yang berasal dari tumbuhan berpengaruh pada kebutuhan senyawa obat yang keamanannya terjamin dan mempunyai harga ekonomis, terutama senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Tanaman memproduksi metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan penyusun utama dari makhluk hidup seperti polisakarida, protein, lemak, dan asam nukleat. sedangkan metabolit sekunder sering berperan dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Peningkatan produksi metabolit sekunder dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan tanaman. Produksi metabolit sekunder dapat ditingkatkan dengan penambahan hormon atau zat pengatur tumbuh tertentu ke dalam media. Media yang digunakan yaitu media MS (Murashige Skoog) karena memiliki keistimewaan dibanding media yang lain, dimana kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya tinggi (Wetter & Constabel 1991). Pada penelitian ini akan difokuskan terhadap perlakuan kombinasi hormon antara NAA dan FAP untuk menginduksi kandungan alkaloid pada kalus daun tapak dara. Hal ini mengingat auksin merupakan hormon utama yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan kalus dalam kultur in vitro, dengan adanya penambahan hormon sitokinin dimaksudkan untuk mendapatkan kalus yang baik. Tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don) mengandung unsur-unsur kimiawi yang bermanfaat untuk pengobatan, antara lain zat alkaloida (vinkristin, vinblastin, vinleurosin dan vinrosidin). Zat vindolin yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah dan dipakai sebagai obat penenang. Kandungan zat vinblastin dan vinkristin yang terdapat pada tanaman tapak dara bermanfaat sebagai antikanker (Anonim 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi hormon NAA dan FAP terhadap keberhasilan pembentukan kalus, waktu pembentukan kalus, rata-rata berat kalus dan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa alkaloid pada kalus daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi hormon NAA dan FAP terhadap keberhasilan pembentukan kalus, waktu pembentukan kalus, ratarata berat kalus dan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa alkaloid pada kalus daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don). METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don), media Murashige Skoog dan kombinasi zat pangatur tumbuh NAA dan FAP, Bayclin ® 30% dan 15%, Dithane M-45® (0,6%), alkohol 70%, aquadest steril, spiritus, etil asetat, metanol, silika gel GF254 , etanol, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, asam nitrat pekat, pereaksi Bauchardat. Alat yang digunakan adalah autoklaf, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, botol kultur, cawan petri, karet gelang, aluminium foil, skalpel, entkas, pH stick, timbangan analitik, pipa kapiler, bejana elusi, lampu UV 254 nm dan 366 nm, corong, kertas saring, gelas ukur, dan lempeng silika gel GF254. Pembuatan media Senyawa makronutrien, mikronutrien, sukrosa, sumber besi, vitamin, dan mioinositol, dimasukkan satu per satu dalam beker glass 1 liter, dilarutkan dengan aquadest sampai 760 ml. Setelah itu larutan 760 ml dibagi menjadi empat sehingga tiap bagian
terdapat 190 ml, kemudian dimasukkan dalam beaker glass 250 ml. Setelah itu dimasukkan masing-masing zat pengatur tumbuh 1ppm NAA dan 1ppm FAP, 2ppm NAA dan 2ppm FAP, 3ppm NAA dam 3ppm FAP. pH larutan pada media disesuaikan pH 5,6-5,8 dicek menggunakan pH stick dengan penambahan NaOH 0,1N atau HCl 0,1N. Setelah itu ditambah aquadest lagi sampai masing-masing 200 ml, kemudian agar-agar dimasukkan pada masing-masing bagian. Tiap bagian sebanyak 1,6 gram agar-agar. Dididihkan sampai mendidih dan jernih. Larutan lalu dituang dalam botol steril 10 ml, ditutup rapat dengan alumunium foil dan diberi label dan disterilisasi di autoklaf 121ºC selama 1 jam. Sterilisasi alat dan media Sterilisasi alat gelas dan media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit untuk alat gelas dan 30 menit untuk media. Sterilisasi media dilakukan dengan penyemprotan alkohol 90% dibiarkan selama 15 menit dan di dalamnya diletakkan tablet formalin. Ruang entkas dibiarkan dahulu sampai alkohol 90% yang disemprotkan tadi kering kemudian dinyalakan api spritusnya selama 10 menit. Sterilisasi ruangan entkas Sterilisasi entkas dilakukan dengan penyemprotan alkohol 90% dibiarkan selama 15 menit dan di dalamnya diletakkan tablet formalin. Ruang entkas dibiarkan dahulu sampai alkohol 90% yang disemprotkan tadi kering kemudian dinyalakan api spritusnya selama 10 menit. Sterilisasi eksplan dan penanaman eksplan Daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don) dicuci dan direndam dalam larutan detergen selama 5 menit, kemudian dicuci dengan air suling kemudian direndam dalam larutan fungisida (Dithane M-45® 3%) selama 15 menit, dibilas dengan air suling 3 kali lalu eksplan siap dimasukkan dalam entkas. Sterilisasi pertama dalam entkas digunakan larutan Bayclin® 30%, kemudian dibilas dengan aquadest steril 1 kali. Eksplan lalu disterilisasi lagi dengan larutan Bayclin ® 20%, lalu dibilas aquadest steril 1 kali. Sterilisasi dilanjutkan dengan alkohol 70% selama 1 menit, lalu dibilas aquadest steril sebanyak 2 kali. Eksplan siap digunakan untuk ditanam pada media kultur yaitu media MS. Eksplan daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don) dipotong dengan ukuran 1x1 cm2 dengan menggunakan skalpel steril, kemudian eksplan ditanam dalam media MS dengan bantuan pinset dengan posisi sedemikian rupa. Sebelum botol ditutup, mulut botol difiksasi terlebih dahulu dan semua alat yang digunakan selalu difiksasi terlebih dahulu. Kultur dipelihara dalam ruang inkubasi yang telah dilengkapi dengan lampu neon yang berjarak 20-60 cm di atas permukaan botol eksplan. Analisa kualitatif alkaloid Kalus yang sudah dipanen dikeringkan pada suhu 50 oC. Kalus yang kering kemudian ditimbang dan dibuat serbuk. Sebanyak 0,4 gram serbuk di maserasi dengan 5 ml etanol dilakukan selama 5 hari. Hasil maserasi dipekatkan dengan menguapkan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstraksi juga dilakukan terhadap daun tapak dara sebagai pembanding. a.
Reaksi pengendapan Adanya alkaloid dalam simplisia ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan/endapan jingga kecoklatan untuk pereaksi Dragendorf, endapan putih kekuningan untuk pereaksi Mayer, endapan coklat untuk pereaksi asam nitrat pekat, dan endapan coklat untuk pereaksi Bauchardat.
b.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat : metanol (2:8). Bercak diamati dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan pereaksi semprot Dragendorf. Kemudian dihitung harga Rf masing-masing bercak. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan pembentukan kalus Keberhasilan pembentukan kalus terbesar pada penambahan zat pengatur tumbuh 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP dengan keberhasilan pembentukan kalus 60%. Media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh tidak dapat menumbuhkan kalus karena pertumbuhan kalus dibutuhkan zat pengatur tumbuh untuk melengkapi nutrisi pada media dasar. Hal ini menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA dan FAP sangat mempengaruhi pertumbuhan kalus. Keadaan umur dari daun yang diambil juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus, jika daun yang diambil terlalu tua maka proses pembelahan lambat karena aktifitas metabolisme yang rendah sehingga kebutuhan dari zat pengatur tumbuh perlu ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan dari sel tersebut.
Gambar 1. Keberhasilan pembentukan kalus daun tapak dara Keterangan : 1 = 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP 2 = 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP 3 = 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP
Gambar 1. menunjukkan bahwa konsentrasi kombinasi zat pengatur tumbuh 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP menghasilkan kalus yang terbaik dibanding 1ppm NAA dan 1ppm FAP, 2ppm NAA dan 2ppm FAP. Waktu induksi eksplan membentuk kalus Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan eksplan maka zat pengatur tumbuh dapat bersifat sebagai penginduksi pertumbuhan. Pengambilan eksplan yang dilakukan secara acak menyebabkan adanya perbedaan fisiologi tumbuhan yang mempunyai kemampuan pembelahan berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan waktu induksi kalus.
Rata-rata waktu induksi kalus(hari)
18 16
14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
Kombinasi hormon NAA dan FAP (ppm)
Gambar 2. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan FAP terhadap waktu induksi kalus daun tapak dara Keterangan : 1 = 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP 2 = 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP 3 = 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP
Gambar 2 menunjukkan bahwa induksi kalus pada setiap konsentrasi berbeda-beda. Konsentrasi 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP menghasilkan waktu induksi tercepat yaitu 8 hari, kemungkinan disebabkan karena penambahan hormon tersebut sesuai dengan kebutuhan dari eksplan. Pembentukan kalus paling lambat adalah 16,1 hari, dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP. Kemungkinan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dikarenakan pada konsentrasi tertentu zat pengatur tumbuh justru dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Hasil rata-rata berat kalus Berat kalus basah lebih besar daripada kalus kering karena terjadi penguapan air yang terdapat dalam kalus basah. Berat kering kalus yang paling besar yaitu 0,071 g. Berat kering kalus merupakan kualitas dari kalus, dengan penambahan variasi hormone diatas belum menunjukkan hasil yang signifikan karena terdapat kesamaan nilai dari SD yaitu ± 0,01. Hal ini disebabkan karena waktu pembentukan kalus yang belum maksimal. Pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang tinggi tidak selalu menghasilkan berat yang besar pula karena eksplan yang ditanam membutuhkan zat pengatur tumbuh sesuai dengan kebutuhan eksplan tersebut.
Rata-rata berat kalus(gram)
1,2 1
Rata-rata berat basah kalus
0,8
0,6 0,4 0,2
0 1
2
3
Kombinasi hormon NAA dan FAP (ppm)
Gambar 3. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan FAP terhadap rata-rata berat kalus Keterangan : 1 = 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP 2 = 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP 3 = 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP
Gambar 3 menunjukkan berat kalus yang paling besar dengan pemberian zat pengatur tumbuh 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP, meskipun memberikan perbedaan berat kering kalus antara 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP, 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP namun secara statistic memberikan hasil yang sama. Perlakuan konsentrasi hormon yang berbeda terhadap berat kering kalus tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil reaksi pengendapan dan analisis Kromatografi Lapis Tipis Hasil uji pendahuluan senyawa alkaloid dalam daun dan kalus daun tapak dara terdapat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil uji pendahuluan senyawa alkaloid pada ekstrak daun dan kalus daun tapak dara
Sampel A B C TA
Endapan yang timbul dengan penambahan Dragendorf Mayer Bauchardat Asam nitrat pekat jingga putih coklat coklat kecoklatan kekuningan jingga putih coklat coklat kecoklatan kekuningan jingga putih coklat coklat kecoklatan kekuningan jingga putih coklat coklat kecoklatan kekuningan
Interpretasi* Alkaloid Alkaloid Alkaloid Alkaloid
Keterangan: A = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP B = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP C = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP TA = Tanaman asal = Endapan * = berdasarkan Walker (1998)
Hasil analisa pendahuluan menggunakan reaksi pengendapan dengan pereaksi Dragendorf terbentuk endapan jingga kecoklatan menunjukan adanya alkaloid. Reaksi dengan pereaksi Mayer membentuk endapan putih kekuningan menunjukan adanya alkaloid. Reaksi dengan Bauchardat membentuk endapan coklat menunjukan adanya alkaloid. Reaksi dengan asam nitrat pekat membentuk endapan coklat menunjukkan adanya alkaloid. Hal ini menunjukkan bahwa kalus dan tanaman asal daun tapak dara terdapat senyawa alkaloid.Tabel 6. Daftar kromatogram senyawa alkaloid pada daun dan kalus daun tapak dara Sampel TA
No Noda 1
hRf
A
2 3 1
8 Biru(peredaman) 59 Biru(peredaman) 5 -
Biru(fluoresensi) Biru(fluoresensi) -
B
2 3 1
6 Biru(peredaman) 55 Biru(peredaman) 4 -
Biru(fluoresensi) Biru(flouresensi) -
C
2 3 1
5 Biru(peredaman) 57 Biru(peredaman) 5 -
Biru(flouresensi) Biru(flouresensi) -
2 3
6 Biru(peredaman) 54 Biru(peredaman)
Biru(flouresensi) Biru(flouresensi)
7
UV 254 nm -
Warna bercak UV 366 nm -
Interpretasi* Dragendrof Jingga tidak stabil Jingga tidak stabil Jingga tidak stabil Jingga tidak stabil -
Alkaloid
Alkaloid
Alkaloid
Alkaloid
Keterangan: A = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 1 ppm NAA dan 1 ppm FAP B = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 2 ppm NAA dan 2 ppm FAP C = Ekstrak kalus daun tapak dara konsentrasi zat pengatur tumbuh 3 ppm NAA dan 3 ppm FAP TA = Tanaman asal * = berdasarkan Walker (1998)
KESIMPULAN 1.
2.
Penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan FAP berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan kalus, mempercepat waktu pembentukan kalus dan berat kalus daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don). Penambahan kombinasi NAA dan FAP (2,0 ppm dan 2,0 ppm) menghasilkan pembentukan kalus terbaik 60%, waktu pembentukan kalus tercepat 8 hari dan rata-rata berat kering kalus terbesar 0,071 g. Kalus hasil kultur jaringan terhadap eksplan daun tapak dara (Catharanthus roseus, [L] G. Don) dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan FAP mengandung senyawa alkaloid yang sama dengan tanaman asal. DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2007. (Catharanthus roseus, [L] G. Don). (Online). http://tanamanherbal.wordpress.com/2007/12/15/tapak-dara/ [19 Des 2008]. Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwidya. Jakarta. George, E.R., Sherrington, L.R. 1984. Plant Propagation By Tissue Culture. Exegetic Press Inc. Orlando San Diego. Hendaryono, D.P.S., Wijayani, A. 1994. Tehnik Kultur Jaringan. Edisi II. Kanisius. Yogyakarta
Robinson, T. 1995. The Organic Contituent of Higher Plant. 5th ed. diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Walker, J.M. 1998. Natural Product Isolation. Edited by Ricard J. P. Cannell. Humana Press. Totowa New Jersey Wetter, D.P.S., Constabel, F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Edisi 2. diterjemahkan oleh Mathilda B., Widianto. Penerbit ITB. Bandung.