║Journal Caninus Denstistry Volume 2, Nomor 1 (Februari 2017): 20 - 30
Pengaruh Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus Roseus) Terhadap Jumlah Fibroblas Pada Proses Penyembuhan Luka Di Mukosa Oral Risa Rahma Putri, Rachmi Fanani Hakim, Sri Rezeki Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Luka merupakan diskontinuitas dari suatu jaringan. Setiap luka yang terjadi selalu diikuti dengan proses penyembuhan luka yang terdiri atas fase-fase yang saling berhubungan satu dan lainnya yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Daun tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) memiliki aktivitas penyembuhan luka karena memiliki kandungan zat kimia seperti alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol dan steroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka di mukosa oral. Luka dibuat dengan cara menginsisi mukosa labial Tikus Wistar (Rattus norvegicus). Pada kelompok kontrol, luka diaplikasikan akuades sedangkan pada kelompok perlakuan, luka diaplikasikan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dengan variasi konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Hari ke-7 tikus dieutanasia dan dilakukan pengambilan jaringan mukosa labial tikus untuk selanjutnya dilakukan proses pengamatan jaringan histologi. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan jumlah fibroblas pada kelompok kontrol lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata sebanyak 20,0±1,4. Kelompok perlakuan dengan aplikasi ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 6,25% mempunyai rata-rata jumlah fibroblas sebanyak 27,7±0,5, konsentrasi 12,5% sebanyak 28,1±0,4, konsentrasi 25% sebanyak 30,1±0,5, konsentrasi 50% sebanyak 35,0±1,0 dan konsentrasi 100% sebanyak 33,0±1,1. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) berpengaruh terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka di mukosa oral dengan konsentrasi terbaik adalah 50%. Kata kunci: Catharanthus roseus, Rattus norvegicus, aktivitas penyembuhan luka, penyembuhan luka, fibroblas ABSTRACT Wound is a discontinuity of a tissue. Every wound that occurs is always followed by the wound healing process consists of phases that are related to one another, namely hemostasis, inflammation, proliferation, and remodelling. Tapak dara (Catharanthus roseus) leaf has wound healing activity because containing chemical compounds such as alkaloids, flavonoids, tannins, polyphenols and steroids. This study aimed to know the effects of tapak dara leaf extracts to the number of fibroblasts in the wound healing process in the oral mucous. Wound was made by incised the labial mucous of rats (Rattus norvegicus). In the control group, aquades was applied to the wound, while in the treatment group, the tapak dara leaf extracts was applied with variations concentration 6.25%, 12.5%, 25%, 50% and 100%. On the day 7th, rats was euthanatized and the labial mucous tissue was used to the next process of histological tissue observation. Results of the study were analyzed using Kruskal-Wallis test and Mann-Whitney test. The results showed the number of fibroblasts in the control group is less than the value of the treatment group with an average of 20.0 ± 1.4. The treatment group with tapak dara leaf extract application at concentration of 6.25% has an average number of fibroblasts as much as 27.7 ± 0.5, concentration of 12.5% as much as 28.1 ± 0.4, concentration of 25% as much as 30.1 ± 0.5, concentration of 50% as much as 35.0 ± 1.0 and concentration of 100% as much as 33.0 ± 1.1. It conclude that tapak dara (Catharanthus roseus) leaf extracts has an effect to the number of fibroblasts in the wound healing process in the oral mucous with 50% as the best concentration.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 20
Key words : Catharanthus roseus, Rattus norvegicus, wound healing activity, wound healing, fibroblas
PENDAHULUAN Luka merupakan keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas dari suatu jaringan.1 Ketika pembuluh darah terputus, beberapa komponen seperti histamin, bradikinin, serotonin dan prostaglandin akan dilepaskan oleh trombosit yang rusak.2,3 Selanjutnya tubuh akan memberikan reaksi atas terjadinya luka yaitu proses penyembuhan yang merupakan proses kompleks dan dinamis dan melibatkan interaksi berbagai jenis sel dan molekul.1,4,5 Luka yang umumnya terjadi pada rongga mulut disebabkan oleh pembedahan atau trauma dan penyembuhan luka dapat terjadi lebih cepat dibandingkan luka pada kulit dengan pembentukan luka parut minimal.5,6 Luka pada mukosa oral mengandung lebih sedikit mediator imun, pembuluh darah, dan mediator profibrotik tetapi memiliki lebih banyak sel-sel sumsum tulang, tingkat re-epitelisasi yang lebih tinggi dan proliferasi fibroblas yang lebih cepat dibandingkan dengan luka pada kulit.5 Proses penyembuhan luka terdiri atas fase- fase yang saling berhubungan satu dan lainnya yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling jaringan.4,5,7 Tahap hemostasis dimulai segera setelah terjadinya luka sebagai upaya untuk mencegah pendarahan lebih lanjut.2,4,7 Pada hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah terjadi luka, proses penyembuhan memasuki fase inflamasi yang ditandai dengan adanya leukosit PMN terutama neutrofil dan makrofag.4,7,8 Fase proliferasi umumnya dimulai 4 hari hingga 21 hari setelah terjadi luka.4 Secara klinis, proliferasi ditandai dengan angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, deposisi kolagen dan epitelisasi. Kemudian setelah melalui fase proliferasi, penyembuhan luka memasuki fase remodeling yang dapat menghabiskan waktu hingga 2 tahun setelah terjadi luka.4,7,8
Tujuan utama pengobatan luka adalah mengembalikan fungsi dan bentuk jaringan kulit kembali normal dengan komplikasi lokal seminimal mungkin.1 Penggunaan obatobatan alami atau herbal telah banyak digunakan di seluruh dunia, seiring dengan meningkatnya pemenuhan permintaan akan obat-obatan, harga obat herbal yang terjangkau dan efek samping yang minimal bersamaan dengan resistensi obat yang
ditemukan pada obat sintetis.9,10,11 Data WHO menunjukkan 70-80% populasi dunia menggunakan obat herbal sebagai 10 pengobatan alternatif. Tanaman herbal diminati di negara maju serta negara- negara berkembang karena aktivitas obat, tingkat keamanan yang lebih tinggi dan biayanya yang terjangkau, salah satunya adalah Catharantus roseus (C.roseus).12 Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama tapak dara.13 Catharanthus roseus telah digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti sakit kepala, luka bakar, hingga obat tradisional untuk penderita diabetes.14,15 Tanaman ini kaya akan kandungan alkaloid, polifenol dan turunannya, flavonoid, tanin dan juga steroid.13,16 Penelitian yang dilakukan Nayak, ekstrak etanol bunga tapak dara yang diaplikasikan sebanyak 100 mg per kg berat badan pada luka di kulit tikus Sprague dawley menunjukkan percepatan aktivitas 14,17-20 penyembuhan luka. Penelitian lainnya yang dilakukan Ida Ayu menunjukkan aplikasi ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 15% secara topikal dapat mempercepat proses penyembuhan luka dibandingkan dengan tikus kontrol atau yang tidak diobati (dilihat dari perubahan luas luka dan periode epitelisasi). Hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa kandungan tanin, alkaloid, polifenol dan steroid yang dimiliki oleh ekstrak dari tumbuhan tapak dara baik daun maupun bunga mempunyai khasiat dalam mempercepat proses penyembuhan luka di kulit.13 Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100% terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka di mukosa oral. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini berupa penelitian eksperimen laboratoris dengan desain penelitian post-test only controlled group design untuk menentukan pengaruh ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 21
100% terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka di mukosa oral. Sampel penelitian ini adalah daun tapak dara (Catharanthus roseus) yang diperoleh dari Desa Alue Naga, Banda Aceh dan tikus putih Rattus norvegicus diperoleh dari kandang hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Jumlah sampel dari tiap kelompok perlakuan akan dihitung menggunakan rumus Federer dengan memasukkan nilai koreksi 1/(1-f) untuk mengantisipasi hilangnya sampel eksperimen dan berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel yang diperlukan per kelompoknya adalah lima ekor tikus putih. Total sampel yang digunakan adalah 30 ekor tikus putih. Adapun kriteria inklusi subjek penelitian yaitu tikus putih Rattus norvegicus dengan jenis kelamin jantan, umur 2-3 bulan dan memiliki berat badan 200-250 gram. Alat dan bahan penelitian Pada penelitian ini alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: masker, handscoon, timbangan analitik, blender, kertas saring, erlenmeyer, mesin maserator, vacum rotary evaporator, gelas ukur, oven, stirer, daun tapak dara (Catharanthus roseus) 1 kg, etanol 96%, 30 ekor tikus putih Rattus norvegicus (jantan), Xylazine hydrochloride (2 mg/kg), Ketamin hydrochloride (20 mg/kg), Syringe disposible, Scalpel dan blade No. 11, arteri klem, cotton buds, gunting bedah, inkubator, pinset, lampu spiritus, mikrotom, waterbath, object glass, mikroskop elektrik (Olympus), cover glass, hot plate, buffer neutral formaldehide 10%, hematoksilin- eosin, ether, alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 100%, parafin, xylol, larutan albumin, gliserin, balsem kanada dan acid alcohol. CARA PENELITIAN Pembuatan Ekstrak Daun Tapak Dara Daun tapak dara (Catharanthus roseus) diperoleh dari Desa Alue Naga. Sebanyak 1 kg daun tapak dara dipetik dan dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan cara dianginanginkan dan tidak terkena sinar 13 matahari. Setelah itu, daun tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender. Setelah menjadi bubuk, daun tersebut direndam dengan menggunakan etanol 96% sebanyak 2 Liter.14 Kemudian, hasil rendaman daun disaring dengan
kertas saring hingga bebas dari partikel kasar.13,14Hasil larutan ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 100% selanjutnya dievaporasi untuk memisahkan pelarut etanol dengan ekstrak tapak dara menggunakan alat penguap (rotary evaporator) pada temperature 37oC selama kurang lebih 6 jam untuk mendapatkan ekstrak kental dari daun tapak dara. 13
Setelah didapat ekstrak kental, dilakukan pengenceran dengan menambah akuades hingga mendapat konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Pengenceran dilakukan dengan rumus: C1 . V1 = C2 . V2 Keterangan: C1 = Konsentrasi awal C2 = Kosentrasi akhir V1 = Volume zat terlarut V2 = Volume total Pembuatan luka insisi pada tikus putih Tikus putih dengan usia 8-12 minggu dan berat 200-250 gram diperoleh dari Kandang Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Tikus-tikus ini disimpan pada ruangan dengan kondisi laboratorium standar (dengan suhu ruangan sekitar 250C) serta diberi minum dan makanan secara ad libitum.13 Sebelum dilakukan perlukaan, semua tikus dianestesi secara injeksi intramuscular menggunakan 2 mg/kg xylazine hydrochloride dan 20 mg/kg ketamine hydrochloride. Perlukaan dibuat pada mukosa labial bawah dengan menggunakan blade dan scalpel sepanjang ± 10 mm dengan kedalaman luka ± 1 mm.21 Pengaplikasian ekstrak daun tapak dara Pada kelompok perlakuan diaplikasikan ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100% secara topikal sebanyak 100µL dengan menggunakan bantuan cotton buds selama 1 menit setiap harinya sampai hari ke tujuh. Aplikasi dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 dan sore hari pukul 16.00 selama 7 hari. 22,23 Pada kelompok kontrol, luka diberikan akuades.22,23,24 Pembuatan histologi
dan
pengamatan
preparat
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 22
Tikus di euthanasia di hari ketujuh setelah pembuatan luka dan pengaplikasian ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%, menggunakan ether, yaitu dengan kapas yang dibasahi ether diletakkan dalam satu wadah yang sesuai dengan besar hewan cobanya.23,24,25 Kemudian dilakukan pemotongan jaringan dan setelah pemotongan jaringan tikus dikuburkan.26,27 Pembuatan spesimen dari hasil pemotongan jaringan mukosa labial bawah tikus dilakukan dengan ukuran 5x5 mm dan ketebalan 2-3 mm menggunakan scalpel dan gunting bedah.22,28,29,30 Setelah pembuaan spesimen selesai, jaringan tersebut akan difiksasi terlebih dahulu dengan Buffered Netral Formaldehide (BNF) 10 % selama 24 jam dan diikuti dengan proses histoteknik selanjutnya.22,25,31 Preparat histopatologi diperiksa di bawah mikroskop masing-masing pada 5 lapang pandang mikroskopik. Pemeriksaan dengan mikroskop dilakukan dengan pembesaran 100 kali kemudian dilanjutkan dengan pembesaran 400 kali.28,30 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan daun tapak dara (Catharanthus roseus) yang diambil di Pantai Alue Naga, Banda Aceh. Daun tapak dara segar berwarna hijau tua dipetik sebanyak 1 kg. Daun kemudian dicuci bersih dan dikeringkan di dalam ruangan selama 10 hari. Daun yang telah mengering kemudian dihaluskan menggunakan blender sehingga didapatkan bubuk halus sebanyak 300 gram. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 2 liter selama 6 jam dan didapatkan ekstrak daun sebanyak 42 ml. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. (Gambar1)
Gambar 1. Hasil ekstrak daun tapak dara
Penelitian ini menggunakan tikur putih galur wistar sebanyak 24 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Perlukaan dilakukan pada mukosa labial tikus dengan menggunakan scalpel dan blade no.11 sepanjang 10 mm dengan kedalaman 1-2 mm. Setelah dilakukan perlukaan, pada 5 kelompok perlakuan diaplikasikan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100% secara topikal sebanyak 100 µl menggunakan cotton buds (Gambar 2). Aplikasi dilakukan 2 kali sehari selama 1 menit pada pagi hari pukul 08.00 dan sore hari pukul 16.00. Kelompok kontrol diaplikasikan akuades.
Gambar 2. Aplikasi ekstrak pada luka
Setelah perlakuan berakhir pada hari ke7, tikus-tikus di euthanasia dengan menggunakan inhalasi eter 5%, dengan cara tikus dimasukkan kedalam wadah berisi kapas yang telah dibasahi eter. Selanjutnya dilakukan pemotongan labial mandibula tikus menggunakan gunting jaringan dan kemudian hasil pemotongan direndam ke dalam larutan buffer neutral formaldehide (fiksasi) 10% selama 1x24 jam. Setelah fiksasi selesai, kemudian jaringan dipotong dengan ketebalan 2-3 mm (trimming). Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi yaitu dengan cara potongan jaringan tersebut diletakkan dalam wadah tertutup dan kemudian dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, absolut I dan absolut II) secara berurutan masing-masing selama 2 jam. Setelah itu dilakukan proses clearing menggunakan xylol I, II dan III masing-masing selama 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan proses infiltrasi jaringan menggunakan paraffin (paraffin I,II dan III) masing-masing selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses embedding dan pemotongan jaringan
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 23
menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 mikron. Hasil potongan jaringan yang berbentuk pita (ribbon) diletakkan pada water bath dengan suhu 400-500C sampai jaringan merentang dan kemudian jaringan diangkat menggunakan object glass dan dikeringkan dengan glass warmer. Proses deparafinisasi menggunakan tiga tabung xylol, alkohol absolut I, alkohol absolut II, alkohol 96%, alkohol 90% dan alkohol 80% dan waktu yang dibutuhkan masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya yaitu pewarnaan dengan hematoxylin – eosin melalui 3 tahap, yaitu pewarnaan, dehidrasi dan penjernihan. Pewarnaan dilakukan menggunakan hematoxylin selama 5 menit, setelah itu dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan dilanjutkan dengan mencelupkan preparat ke dalam acid alcohol, kemudian dicelupkan ke dalam air sebanyak satu kali celup dan dilakukan pewarnaan pembanding dengan eosin selama 3 menit. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol 96% I, alcohol 96% II, alkohol absolut I dan alkohol absolut II masing-masing selama 1 menit. Penjernihan dilakukan dalam 2 tabung xylol selama 2 menit. Sediaan preparat dikeringkan dan ditetesi dengan perekat entelan, kemudian ditutup dengan cover glass dan ditunggu hingga perekatnya mengering. Proses pengamatan dan perhitungan jumlah fibroblas dilakukan dengan menggunakan mikroskop Olympus BX 41 dengan 400x pembesaran dan dengan 5 lapang pandang setiap preparat. Pengamatan ini juga dilengkapi dengan kamera digital DP-12. Data hasil perhitungan jumlah fibroblas tersaji dalam tabel dibawah ini (Tabel 1).
Berdasarkan pengamatan histologi yang telah dilakukan, terlihat bahwa jumlah fibroblas pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah fibroblas pada
kelompok kontrol (Gambar 3).
A
B Gambar 3. Gambaran fibroblas pada kelompok kontrol (A) dan salah satu kelompok perlakuan (50%) dilihat secara makroskopis (B)
Data hasil penelitian terlebih dahulu dianalisis melalui uji normalitas data menggunakan uji one way ANOVA dikarenakan kelompok pada penelitian ini berjumlah lebih dari dua kelompok. Berdasarkan uji normalitas data diketahui data yang diperoleh dalam penelitian terdistribusi dengan normal, yakni 0,689 untuk kelompok perlakuan dengan aplikasi ekstrak daun tapak dara 6,25%, 0,086 untuk kelompok perlakuan 12,5%, 0,220 untuk kelompok perlakuan 25%, 0,677 untuk kelompok perlakuan 50%, 0,951 untuk kelompok perlakuan 100% dan 0,405 untuk kelompok kontrol (p>0,05). Hasil uji varian menunjukkan bahwa varian data penelitian tidak sama, yakni 0,325 (p<0,05). Hasil dari uji varian data diketahui tidak memenuhi syarat ANOVA, maka alternatif selanjutnya adalah melakukan uji KruskalWallis. Hasil yang didapatkan yakni terdapat pengaruh yang signifikan dengan nilai 0,001 (p<0,005). Setelah itu, untuk melihat pengaruh signifikan antar kelompok maka dilakukan uji Mann-Whitney. (Tabel 2)
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 24
║Journal Caninus Denstistry Volume 2, Nomor 1 (Februari 2017): 20 - 30
Tabel 2. Pengaruh antar kelompok dengan uji Mann-Whitney. Kelompok Uji 6,25% 12,5% 25% 50% 100% Akuades
6,25% 0,200 0,029* 0,029* 0,029* 0,029*
12,5% 0,200 0,029* 0,029* 0,029* 0,029*
25% 0,029* 0,029* 0,029* 0,029* 0,029*
50% 0,029* 0,029* 0,029* 0,057 0,029*
100% 0,029* 0,029* 0,029* 0,057 0,029*
Akuades 0,029* 0,029* 0,029* 0,029* 0,029* -
Keterangan: *= p<0,005, terdapat perbedaan yang bermakna PEMBAHASAN Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun tapak dara terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka di mukosa oral. Bagian daun yang digunakan dari tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) adalah yang berwarna hijau tua dan segar. Daun yang berwarna hijau tua ini dipilih karena kandungan senyawa aktif lebih banyak dibandingkan dengan daun muda.20 Daun tapak dara diperoleh dari Desa Alue Naga. Desa Alue Naga dipilih karena berdasarkan hasil penelitian Watiniasih tentang pengaruh air dan nutrisi tanah, dijelaskan bahwa pertumbuhan tanaman tapak dara lebih baik pada lahan yang tidak terlalu basah. Kemudian habitus tanaman yang tumbuh di dataran rendah lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di dataran tinggi dan juga jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman tapak dara yang tumbuh di dataran rendah lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di dataran tinggi.32 Bubuk daun tapak dara sebanyak 300 gram diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol untuk mendapatkan ekstrak kental dari daun tapak dara.14 Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi karena proses pengerjaan yang mudah, peralatan yang digunakan sederhana dan tidak menggunakan pemanasan yang dapat merusak komponen aktif daun.33,34,35 Pemilihan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang beragam dapat terekstrasi lebih sempurna. Selain itu, etanol memiliki titik didih yang rendah, sehingga memudahkan pemisahannya dengan komponen aktif daun dan mengurangi
jumlahnya dalam ekstrak.36 Setelah didapat ekstrak kental, dilakukan pengenceran dengan menambah akuades hingga didapatkan konsentrasi ekstrak daun tapak dara 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Hasil dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi ini diperoleh ekstrak daun tapak dara sebanyak 42 ml. Sampel penelitian ini menggunakan tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan sebanyak 24 ekor. Penentuan besar sampel berdasarkan rumus federer. Penggunaan tikus wistar dikarenakan lebih mudah didapatkan dalam jumlah banyak, mudah ditangani, mudah perawatannya dan lebih cepat berkembang biak. Selain itu, tikus jantan memiliki kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan tikus betina.37,38 Pembuatan luka insisi dilakukan pada labial mandibula tikus wistar sepanjang 10 mm dengan kedalaman 1-2 mm menggunakan blade No. 11 dan scalpel. Sebelum dilakukan perlukaan, tikus terlebih dahulu dianestesi dengan menggunakan kombinasi ketamine dan xylazine. Ketamin merupakan jenis obat anestesi yang dapat digunakan pada hampir semua jenis hewan. Ketamin dapat menimbulkan efek yang membahayakan, yaitu takikardia, hipersalivasi, meningkatkan ketegangan otot, peningkatan aliran darah ke otak dan peningkatan tekanan darah intrakranial. Efek samping ini dapat diatasi dengan mengkombinasikan obat-obatan. Kombinasi yang paling sering digunakan untuk ketamine adalah xylazine. Ketamine memberikan efek analgesik sedangkan xylazine menyebabkan relaksasi otot yang baik.39,40 Dua puluh empat ekor tikus wistar jantan dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kelompok perlakuan 6,25%, 12,5%, 25%,
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 25
50%, 100% dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kelompok perlakuan diaplikasikan ekstrak daun tapak dara secara topikal sebanyak 100µL dengan menggunakan bantuan cotton buds selama 1 menit. Aplikasi dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 dan sore hari pukul 16.00.22,23 Pada kelompok kontrol, luka diberikan akuades.22,23,24 Pengaplikasian ekstrak daun tapak dara dan akuades dilakukan hingga hari ke-7. Pengaplikasian ekstrak daun tapak dara dan akuades dilakukan hingga hari ke-7 terjadinya luka karena pada hari tersebut luka sudah masuk ke dalam fase proliferasi.4 Fibroblas merupakan elemen utama pada fase proliferasi yang muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke 7.31 Pada penelitian ini, proses pengamatan dan perhitungan jumlah fibroblas dilakukan dengan mikroskop, menggunakan perbesaran 400x dengan 5 lapang pandang.23 Hasil perhitungan jumlah fibroblas didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata luka tikus kelompok perlakuan dan nilai rata- rata kelompok kontrol. Berdasarkan tabel 5.1, aplikasi ekstrak daun tapak dara 6,25% mempunyai ratarata jumlah fibroblas sebanyak 27,7±0,5, aplikasi ekstrak daun tapak dara 12,5% sebanyak 28,1±0,4, aplikasi ekstrak daun tapak dara 25% sebanyak 30,1±0,5, aplikasi ekstrak daun tapak dara 50% sebanyak 35,0±1,0 dan aplikasi ekstrak daun tapak dara 100% sebanyak 33,0±1,1. Sementara rata-rata luka tikus kelompok kontrol sebanyak 20,0±1,4. Antara kelompok perlakuan dan kontrol terdapat pengaruh yang signifikan dengan nilai 0,001 (p<0,005) setelah dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Jumlah fibroblas pada kelompok perlakuan lebih banyak dari pada jumlah fibroblas yang terdapat pada kelompok kontrol. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ida Ayu Laksmi (2013) mengenai bioaktivitas ekstrak daun tapak dara terhadap proses epitelisasi pada proses penyembuhan luka tikus wistar, dimana proses epitelisasi kelompok perlakuan terjadi lebih cepat dibandingkan pada kelompok kontrol.13 Proses epitelisasi sendiri merupakan salah satu ciri khas dari fase proliferasi, dimana fibroblas merupakan elemen dominan pada fase ini.4,7,41
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis dalam pemulihan struktur sel dan lapisan jaringan yang rusak untuk kembali normal.13 Setelah terjadinya luka, proses penyembuhan dan regenerasi sel terjadi secara otomatis sebagai respon fisiologis tubuh.41,42 Penyembuhan luka yang berlangsung pada kelompok kontrol merupakan proses penyembuhan luka normal yang melibatkan beberapa proses yang saling berhubungan satu dan lainnya yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling.1,5,7,42 Pada fase hemostasis, platelet sebagai sel akan menutup pembuluh darah yang terluka. Pembuluh darah akan vasokonstriksi, sementara platelet akan membentuk bekuan darah pada pembuluh darah yang putus.4,7 Selanjutnya pada fase inflamasi, neutrofil dan makrofag sebagai sel yang dominan pada fase ini akan bermigrasi ke area luka dan memfagositosis mikroorganisme dan sel-sel mati.43,44 Pada fase proliferasi akan terlihat peningkatan jumlah sel dan faktorfaktor penyembuhan luka, salah satunya fibroblas. Jumlah fibroblas dapat dianggap sebagai parameter penyembuhan luka.45 Fibroblas akan menghasilkan kolagen yang akan menautkan luka, memengaruhi proses reepitelisasi, bermigrasi dan berproliferasi untuk membentuk jaringan ikat baru dan mensintesis kolagen yang mempengaruhi tensile strength dan kekuatan pada tempat penyembuhan luka.1,7,41,23,45 Proliferasi dari fibroblas menentukan hasil akhir dari penyembuhan luka.45 Walaupun proses penyembuhan luka merupakan proses yang natural dan secara alamiah dimiliki makhluk hidup, namun untuk mempercepat proses penyembuhan luka diperlukan kondisi tertentu yang mendukung keberlangsungan proses penyembuhan luka, salah satunya adalah nutrisi.7,45 Pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan jumlah fibroblas dikarenakan zat-zat yang terkandung dalam ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) mempunyai pengaruh dalam proses 13,14,41 penyembuhan luka. Alkaloid diketahui dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka karena terdapatnya aktivitas antimikroba dan antioksidan. Mekanisme yang terjadi pada proses penyembuhan luka adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 26
pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.46 Adapun senyawa polifenol dan flavonoid dikenal mempunyai kemampuan sebagai antioksidan dan antiinflamasi.23 Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial, menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, menghambat akumulasi leukosit, menghambat degranulasi neutrofil, menghambat pelepasan histamin dan menstabilkan Reactive Oxygen Species 47,48 (ROS). Flavonoid juga berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler. Oleh karena itu, flavonoid digunakan pada keadaan patologis seperti terjadinya gangguan permeabilitas dinding pembuluh darah.47 Tanin berperan dalam peningkatan daya tarik luka pada proses penyembuhan luka. Tanin berfungsi sebagai astringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka serta mempercepat epitelisasi.13,41 Steroid mempunyai sifat astrigen dan antimikroba dan mempunyai aktivitas antiinflamasi, efek analgesik, yang berperan dalam proses penyembuhan luka.35,49 Aktivitas antiinflamasi dapat mencegah terjadinya inflamasi yang berkepanjangan, sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.23 Secara statistik, rerata jumlah fibroblas (Tabel 1) kelompok perlakuan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) meningkat bersamaan dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kecuali pada konsentrasi 100% yang menunjukkan hasil yang berbeda. Rerata jumlah fibroblas yang diaplikasikan ekstrak daun tapak dara dengan konsentrasi 100% menunjukkan jumlah lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi 50%. Pada tabel 5.2, perbedaan jumlah fibroblas yang bermakna antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terlihat pada konsentrasi 6,25% - 100 %, sementara antara konsentrasi 6,25% dengan konsentrasi 12,5% dan antara
konsentrasi 50% dengan 100% menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Nilai p yang terlihat antara kelompok konsentrasi 6,25% dengan konsentrasi 12,5% adalah 0,200, sedangkan antara kelompok konsentrasi 50% dengan konsentrasi 100% adalah 0,057. Perbedaan tidak bermakna yang dihasilkan antara konsentrasi 6,25% dengan 12,5% mungkin dikarenakan selisih konsentrasi tersebut tidak banyak.50 Jika dilihat dari nilai rata-rata jumlah fibroblas pada kelompok perlakuan menggunakan ekstrak daun tapak dara antara konsentrasi 6,25% dan konsentrasi 12,5% diketahui bahwa antara ekstrak daun tapak dara antara kedua konsentrasi tersebut memiliki daya aktivas penyembuhan luka yang tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, hal tersebut juga dapat disebabkan oleh larutan yang terlalu encer, sehingga molekul senyawa kimianya besar dan penetrasi ekstrak ke dalam jaringan menjadi sukar. Hal ini mempengaruhi proses reepitelisasi dan jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka.51 Perbedaan tidak bermakna yang ditunjukkan antara konsentrasi 50% dengan 100 bisa saja karena perlakuan menggunakan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) dengan konsentrasi yang utuh dan pekat (100%) menyebabkan sel-sel mengalami kejenuhan (saturasi) sehingga proses 42 reepitelisasi hanya sedikit. Ekstrak yang lebih kental akan mempermudah terjadinya oksidasi yang menghalangi hidroksiprolin dan lisin sehingga fibroblas tidak bisa memproduksi kolagen.52 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) mempunyai pengaruh terhadap jumlah fibroblas pada luka mukosa oral tikus wistar (Rattus norvegicus) dengan konsentrasi terbaik adalah 50% pada hari ke-7. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun tapak dara terhadap jumlah fibroblas dengan persentase diantara 50%-100%. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persentase tiap komponen zat aktif yang terdapat dalam ekstrak daun tapak dara.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 27
DAFTAR PUSTAKA 1. Guy Masir O, Manjas M, Putra AE, Agus S. Pengaruh cairan cultur filtrate fibroblast (CFF) terhadap penyembuhan luka: penelitian eksperimental pada rattus novergicus galur wistar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(3): 112-117. 2. Guyton H. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 2006. p. 434; 457. 3. Sloane E. Anatomi dan Fisologi untuk Pemula. Jakarta: EGC, 2003. p. 224. 4. Orsted HL, Keast D, Lalande LF, Megie MF. Basic Principles of Wound Healing: An Understanding of the basic physiology of wound healing provides the clinician with the framework necessary to implement the basic principles of chronic wound care. Wound Care Canada 2011, 9(2): 4-12. 5. Glim JE, Egmond MV, Niessen FB, Everts V, Beelen RH. Detrimental dermal wound healing: What can we learn from the oral mucosa. International Journal of tissue repair and regeneration. 2013; 21(5): 648 660. 6. Larjava H. Oral wound healing: cell biology and clinical management. British UK: John wiley and sons, 2012. p. 1. 7. Guo S. Dipietro LA. Factors Affecting Wound Healing. Journal of Dental Research. 2010; 89(3): 219-229. 8. Hsu A, Mustoe TA. The principles of wound healing. In: Weinzweig J, editor. Plastic surgery secrets. 2nd ed. Philadelpia: Mosby Elsevier, 2010. p.3 9. Chattopadhyay C, Chakrabarti N, Chatterjee M, Mukherjee S, Sarkar K, Chaudhuri AR. Black Tea (Camellia sinensis) decoction shows immunomodulatory properties on an experimental animal model and in human peripheral mononuclear cells. Pharmacognosy Res. 2012; 4(1): 15-21. 10. Karimi M, Parsaei P, Asadi SY, Ezzati S, Boroujeni RK, Zamiri A, Kopaei MR. Effects of Camellia sinensis ethanolic extract on histometric and histopathological healing process of burn
wound in rat. Middle-East Journal of Scientific Research 2013; 13(1): 14-19 11. Namita P, Mukesh R, Vijay KJ. Camellia sinensis (green tea): a review. Global journal of pharmacology 2012; 6(2): 5259. 12. Agarwal P, Alok S, Verma A. An update on ayurvedic herb henna (Lawsonia inermis L.): a review. International journal of pharmaceutical science and research 2014; 5(2): 330-339. 13. Dewi IALP, Damriyasa IM, Dada IKA.Bioaktivitas ekstrak daun tapak dara(catharanthus roseus) terhadap periode epitelisasi dalam proses penyembuhan luka pada tikus wistar. Indonesia Medicus Veterinus 2013; 2(1): 58 – 75. 14. Nayak BS, Pereira LMP. Catharantus roseus flower extracthas wound-healing activity in Sprague dawley rats. BMC Complementary and Alternative Medicine 2006; 6(41): 1-6. 15. Vega-Avila E, Cano-Velasco JL, AlarconAguilar FJ. Hypoglycemic Activity of Aqueous Extracts from Catharanthus roseus. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Research article 2012; 1-7. 16. 16. Hassan KA, Brenda AT, Patrick V, Patrick OE. In vivo antidiarrheal activity of the ethanolic leaf extract of Catharanthus roseus linn. (apocyanaceae) in wistar rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 2011; 5(15): 1797-1800. 17. 17. Alam G, Singh MPA, Singh A. Wound healing potential of some medicinal plants. Review article 2011; 9: 1-10. 18. 18. Sharma G, Jeyabalan Y, Singh R. Potential wound healing agents from medical plants: A review. Pharmacologia 2013; 4(5): 349-358. 19. Nagori BP, Solanki R. Role of medical plants in wound healing. Research Journal of Medical Plant 2011; 5(4): 392-405 20. Anonymous. Sediaan obat luka luar. Tersedia pada: http://event archives.litbang.depkes.go.id/jspui/bitstrea m/123456789/224/1/ASH7_Sediaan%20o
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 28
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
bat%20luka%20luar.pdf, 11 Februari 2014: 144. Amalia P. Efektivitas ekstrak batang pisang mauli 25% pada proses penyembuhan luka mukosa mulut. Skripsi. Banjar Baru: 2014. Hal: 20 Indraswary R. Efek konsentrasi ekstrak buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) topical pada epitelisasi penyembuhan luka gingiva labial tikus sprague dawley in vivo. Majalah Sultan Agung. Universitas Islam Sultan Agung. Chairunnisa A. Pengaruh aplikasi ekstrak daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.)) terhadap jumlah fibroblas pada hari ke-7. Skripsi. Banda aceh: 2015. p. 29. Sulistiawati IDAN. Pemberian ekstrak daun lidah buaya (aloe vera) konsentrasi75% lebih menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 50% dan 25% pada radang mukosa mulut tikus putih jantan. Tesis. Denpasar. 2011. p. 66. Prabakti Y. Perbedaan jumlah fibroblas di sekitar luka insisi pada tikus yang diberi infiltrasi penghilang nyeri levobupivakain dan yang tidak diberi levobupivakain. Tesis 2005. p. 27. Noorafiqi MI, Yasmina A, Hendriyono FX. Efek jus buah karamunting (melastoma malabathricum l.) terhadap kadar trigliserida serum darah tikus putih yang diinduksi propiltiourasil. Berkala Kedokteran 2013; 9(2): 219-227. Sura G, Carabelly AN, Apriasari ML. Aplikasi ekstrak haruan (channa striata)100% pada luka punggung mencit (mus musculus) terhadap jumlah neutrofil dan makrofag. Jurnal PDGI 2013; 62(2): 41-44. Swarayana IMI, Sudira IW, Berata IK. Perubahan histopatologi hati mencit (mus musculus) yang diberikan ekstrak daun ashitaba (angelica keiskei). Buletin veteriner udayana 2012; 4(2): 119-125 Kusuma IGE, Arjana AAG, Berata IK. Pemberian efective microorganism terhadap gambaran histopatologi hati tikus putih (rattus norvegicus) betina. Indonesia medicus veterinus 2012; 1(5): 582-595.
30. Amalina HA, Muhartono, Fiana DN. Pengaruh pemberian ekstrak etanol 40% kulit manggis (garcina mangostana l.) terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih yang diinduksi rifampisin. Jurnal kedokteran UNILA 2014; 3(2): 91-99. 31. 31. Triyono B. Program perbedaan tampilan kolagen di sekitar luka insisi pada tikus wistar yang diberi infiltrasi penghilang nyeri levobupivakain dan yang tidak diberi levobupivakain. Tesis 2005. p. 25 32. 32. Watiniasih NL, Sudiarta P, Antara NS. 2012. Praktek baik budidaya tanaman tapak dara (Catharanthus roseus (Linn.) Don). Denpasar: Tropical Plant Curriculum Project Universitas Udayana. p. 13-15. 33. Lulail J. Kajian hasil riset potensi antioksidan di pusat informasi teknologi pertanian fateta ipb serta aplikasi ekstrak bawang putih, lada dan daun sirih pada dendeng sapi. Skripsi. Bogor: 2009. p. 7-9. 34. Mawaddah R. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya dalam bahan pangan di pusat informasi teknologi pertanian fateta ipb. Skripsi. Bogor: 2008. p. 9-10. 35. Dian NI. Isolasi dan elusidasi struktur senyawa turunan terpenoid dari kulit batang slatri (Calophyllum soulattri Burm f.). Skripsi. 2011. p. 13-14. 36. Fitriannur. Aktivitas antibakteri propolis lebah Trigona spp. asal pandeglang terhadap Enterobacter sakazakii. Skripsi. Bogor: 2009. p. 5. 37. Harjana, Tri. Pemanfaatan daun pepaya (Carica papaya l) untuk pertumbuhan dan efeknya pada gambaran histologi usus halus tikus putih (Rattus norvegicus). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta: 2009. p. B-239. 38. Harjana, Tri. Kajian tentang penggunaan tikus putih (Rattus norvegicus) untuk pengujian bahan kontrasepsi tradisional. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta: 2009. p. 1. 39. Yudaniayanti IS, Maulana E, Ma'ruf A.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 29
Profil penggunaan kombinasi ketaminxylazine dan ketamin-midazolam sebagai anestesi umum terhadap gambaran fisiologis tubuh pada kelinci jantan. Veterinaria Medika 2010; 3(1): 23-30. 40. Sayuti A, Maulizar R, Syafruddin, Erwin, Frengky, Muttaqien et all. Efek penggunaan ketamin-xilazin dan propofol terhadap denyut jantung dan pernafasan pada anjing jantan lokal (Canis familiaris). Jurnal Medika Veterinaria 2016; 10(1): 34-36. 41. Ferdinandez MK, Dada IKA, Damriyasa IM. Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharantus roseus) Terhadap Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus Wistar. Indonesia Medicus Veterinus 2013; 2(2): 180-190. 42. Nurcahaya MI. Pengaruh ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera) terhadap peningkatan jumlah fibroblas pada proses penyembuhan luka mukosa rongga mulut tikus (Rattus norvegicus) strain wistar. Skripsi. Surakarta: 2015. p. 35. 43. Velnar T, T Bailey, V Smrkolj. The wound healing process: an overview of the cellular and molecular mechanism. The Jounal of International Medical Research 2009; 37 (5): 1528-1542. 44. Suryadi IA, Asmarajaya AAGN, Maliawan S. Proses penyembuhan dan penanganan luka. Denpasar. p. 3-4 45. Oroh CG, Pangemanan DHC, Mintjelungan CN. Efektivitas lendir bekicot (Achatina fulica) terhadap jumlah sel fibroblas pada luka pasca pencabutan gigi tikus wistar. Jurnal e-GiGi (eG) 2015;
3(2): 515-519.
46. Kurniawan B, Aryana WF. Binahong (Cassia alata L) as inhibitor of Escherichia coli growth. J Majority 2015; 4(4): 100-1004. 47. Fitriyani A, Winarti L, Muslichah S dan Nuri. Uji antiinflamasi ekstrak metanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav ) pada tikus putih. Majalah Obat Tradisional 2011; 16(1): 34-42. 48. Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol Lantara camara L. pada tikus putih (Rattus Novergicus L.) jantan. Bioteknologi 2008; 5(1): 10-17. 49. Simanjuntak MR. Ekstraksi dan fraksinasi komponen ekstrak daun tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) serta pengujian efek sediaan krim terhadap penyembuhan luka bakar. Skripsi. Medan: 2008. p. 6. 50. Istanti SF, Endah A, Arbiyanti K. Pengaruh konsentrasi madu terhadap perubahan warna gigi pada proses pemutihan gigi secara in vitro. Odonto Dental Journal 2014; 1(2): 25-28. 51. Hafidhah N. Pengaruh ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis pada berbagai konsentrasi. Skripsi. Banda aceh: 2015. p. 42. 52. Amaliya S, Soemantri B, Utami YW. Efek ekstrak daun pegagan (Centella asiatica) dalam mempercepat penyembuhan luka terkontaminasi pada tikus putih (rattus novergicus) galur wistar. Jurnal Ilmu Keperawatan 2013; 1(1): 19-23.
J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l . 2 , N o . 1 : 2 0 - 3 0 | 30