perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
L LAPORAN N TUGAS S AKHIR
KON NSEP PEN NGENDA ALIAN MUTU M D DAN HAC CCP (Hazzard Anaalysis Crittical Con ntrol Poin nt) PROS SES PROD DUKSI WINGKO W O BABAT T DI USA AHA KE ECIL ME ENENGA AH ”JENANG AS SLI” SUK KOHARJJO T Tugas Akhir Unntuk memennuhi sebagiann persyaratann g guna mempeeroleh gelar Ahli A Madya di Fakuultas Pertaniian Universittas Sebelas M Maret Jurusaan/Progam Studi S D III Teknnologi Hasil Pertanian P
Oleh : RINI WULANDARI H3109049 PROGRA AM STUDI DIPLOMA A III TEKNOLOGI HA ASIL PERT TANIAN FAKULT TAS PERTA ANIAN NIVERSITA AS SEBELA AS MARET T UN SU URAKARTA A 2012
commiti to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PROSES PRODUKSI WINGKO BABAT DI USAHA KECIL MENENGAH ”JENANG ASLI” SUKOHARJO
Oleh : RINI WULANDARI H3109049 Telah Dipertanggung Jawabkan Dihadapan Dosen Penguji Pada Tanggal 22 Juni 2012 Dan Dinyatakan Memenuhi Syarat
Dosen Penguji I
Dosen Penguji II
Lia Umi Khasanah, ST, MT NIP. 198007312008012012
Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc NIP. 198602112010121007
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S NIP. 19560225 198601 1 001
commitiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk : 1. Ibu Bapak yang tidak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang dan senantiasa memanjatkan doa untukku. 2. Semua keluargaku yang selalu memotivasi dan mendukungku. 3. Ibu Lia Umi Khasanah, ST, MT dan Bapak Dimas Rahadian A.M. S.T.P., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbingku dengan ikhlas dan sabar. 4. Jaelani Anwar yang setia mendukungku dan memberikan semua perhatiannya. 5. Sahabat q Betty (Betong), Ratna (Kang Ratno), Ria (Tomblok), dan KC (Destian, Fikri, Heri Bul, Nasar Papua) terimakasih untuk kebersamaan selama ini baik suka maupun duka. 6. Sahabat seperjuanganku Situng (Sita), Lek Yo (Anggazani), Ridho, Ruli, Bukor (Dwi), Retno Nok, Siwur (Kiswuri), Nobita, Dhenis, Indah Tri, terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan setia menemani aku uji. 7. Karyawan QC PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. terimakasih atas bantuan dan dukungannya. 8. Teman – teman Diploma III Teknologi hasil Pertanian angkatan 2009. 9. Almamater tercinta.
commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia Melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, MahaPenyantun. Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS. ATH-THALAQ 17-18) Dalam bekerja kita harus tuntas jangan sampai pekerjaan sehari menjadi seminggu By : Jokowi Hidup yang indah adalah ketika kita bisa melihat seseorang yang ada di dekat kita tersenyum tanpa ada masalah karna kita hidup di dunia bukan mencari musuh tapi mencari sahabat Orang yang sukses adalah ketika orang tersebut memulai kesuksesan dari nol, sehingga orang tersebut bisa merasakan perjuangan akan pahit dan kerasnya hidup
commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Quality Control (QC) yang berjudul “Konsep Pengendalian Mutu dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Proses Produksi Wingko Babat Di Usaha Kecil Menengah ”Jenang Asli” Sukoharjo” dengan baik sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pengamatan dan penulisan laporan hasil penelitian, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Allah Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Akhir ini. 2. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T. selaku Ketua Program Studi D III Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Lia Umi Khasanah, ST, MT dan Dimas Rahadian A.M. S.T.P., M.Sc selaku Dosen Pembimbing dan penguji Tugas Akhir atas bantuan dan pengarahannya selama penyusunan laporan ini. 5. Bapak Harso mulyono selaku pemilik UKM “Jenang Asli” atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian Tugas Akhir. 6. Ibu dan Bapak tersayang terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. 7. Semua keluargaku yang selalu memotivasi dan mendukungku. 8. Jaelani Anwar yang setia mendukungku dan memberikan semua perhatiannya. 9. Sahabat seperjuanganku Betong (Betty), Suto (Tomblok), Situng (Sita), Ratna, Lek Yo (Anggazani), Bul2 (Heri), Retno Nox, Ridho, Ruli, Bukor (Dwi), Siwur (Kiswuri), Dhenis, Indah Tri, Fikri, Destian,
terima kasih untuk
kebersamaannya selama ini dan menemani aku uji. 10. Karyawan QC PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Teman- teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009, ada banyak kisah dibalik kebersamaan kita selama 3 tahun. 12. Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan Tugas Akhir ini, terimakasih atas semangat, saran dan dukungannya Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis. Akhir kata penulis penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pihak lain pada umumnya, selain itu juga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2012 Penulis
commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii ABSTRAK ......................................................................................................... xiv BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Tujuan ............................................................................................ 3 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4 A. Deskripsi Wingko Babat ................................................................ 4 B. Bahan Pembuat Wingko Babat ..................................................... 5 C. Proses Pembuatan Wingko Babat .................................................. 19 D. Pengemasan ................................................................................... 20 E. Pengendalian Mutu ........................................................................ 23 F. Hazard Analysis Criticaln Control Point (HACCP) ..................... 25 BAB III : METODOLOGI PELAKSANAAN ............................................... 29 A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................... 29 B. Tahapan Pelaksanaan ..................................................................... 29 C. Analisis Produk Akhir ................................................................... 29 D. Metode Penetapan CCP ................................................................. 30 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 32 A. Pengendalian Mutu dan Konsep .................................................... 32 B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ....................... 83
commitviito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Deskripsi Produk ..................................................................... 84 2. Penyusunan Diagram Alir ........................................................ 84 3. Analisa Bahaya ........................................................................ 85 4. Penentuan (Critical Control Point) CCP ................................. 98 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................105 A. Kesimpulan .....................................................................................105 B. Saran ...............................................................................................105 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................108 LAMPIRAN .......................................................................................................112
viiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Standar Mutu Wingko Babat (SNI Nomor 01-4311-1996) ................5 Tabel 2.2 Komposisi Daging Kelapa Pada Berbagai Tingkat Umur.................. 6 Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Ketan Berdasarkan SNI 01-4447-1998 ............ 8 Tabel 2.4 Syarat/Karakteristik Gula Pasir Berkualitas ....................................... 9 Tabel 2.5 Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan SNI 01-3553-1994 .............................................................................. 10 Tabel 2.6 Standar Mutu Air Berdasarkan SNI-01-3553-1994 ........................... 11 Tabel 2.7 Syarat Mutu Garam Berdasarkan SNI 01-0476-1992 ........................ 12 Tabel 2.8 Syarat Mutu Vanili Berdasarkan SNI 01-0010-1990 ......................... 13 Tabel 2.9 Syarat Mutu Susu Kental Manis (SNI 01-2971-1998) ....................... 15 Tabel 2. 10 Komposisi Telur Segar (Basis Basah) ............................................. 16 Tabel 2.11 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Telur (SNI 3926:2008) ............. 19 Tabel 2.12 Persyaratan Mutu Margarin Industri (SNI 01-3541-2002)............... 22 Tabel 2.13 Karakteristik dari Berbagai Jenis Bahan Kemasan .......................... 22 Tabel 3.1 Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Wingko Babat ...................... 30 Tabel 4.1 Karakteristik Kelapa yang Digunakan UKM Jenang Asli ................. 33 Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Kelapa ................................................. 34 Tabel 4.3 Karakterik Beras Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli ............. 36 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Organoleptik Tepung Ketan..................................... 37 Tabel 4.5 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Beras Ketan dan Tepung Ketan 38 Tabel 4.6 Karakterik Gula Pasir yang Digunakan UKM Jenang Asli................ 40 Tabel 4.7 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Gula Pasir.................................. 41 Tabel 4.8 Karakterik Air yang Digunakan UKM Jenang Asli ........................... 43 Tabel 4.9 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air ............................................. 44 Tabel 4.10 Karakterik Garam yang Digunakan UKM Jenang Asli.................... 45 Tabel 4.11 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Garam ..................................... 46 Tabel 4.12 Karakterik Vanili yang Digunakan UKM Jenang Asli .................... 47 Tabel 4.13 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Vanili ..................................... 48
commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Karakterik Jeruk Purut yang Digunakan UKM Jenang Asli ............ 49 Tabel 4.15 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Jeruk Purut .............................. 50 Tabel 4.16 Karakterik Susu Kental Manis yang Digunakan UKM Jenang Asli 51 Tabel 4.17 Spesifikasi dan Pengendalian Susu Kental Manis............................ 52 Tabel 4.18 Karakterik Telur yang Digunakan UKM Jenang Asli ...................... 53 Tabel 4.19 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Telur ....................................... 54 Tabel 4.20 Karakterik Margarin yang Digunakan UKM Jenang Asli................ 55 Tabel 4.21 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Margarin ................................. 56 Tabel 4.22 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Proses Produksi Wingko Babat................................................................................... 71 Tabel 4.23 Hasil Analisis Uji Produk Wingko Babat UKM Jenang Asli .......... 75 Tabel 4.24 Deskripsi Produk Wingko Babat ...................................................... 84 Tabel 4.25. Analisis Bahaya Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuat Wingko Babat ................................................................................................ 86 Tabel 4.26. Analisis Bahaya Proses Produksi Wingko Babat ............................ 94 Tabel 4.27 Penetapan CCP Bahan Baku ............................................................ 98 Tabel 4.28 Penetapan Penentuan CCP Tahap Proses Produksi .......................... 100 Tabel 4.29 Rencana HACCP Pembuatan Wingko Babat ................................... 102
commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Wingko Babat ............................................................................... 4 Gambar 2.2 Buah Kelapa .................................................................................. 6 Gambar 2.3 Beras Ketan dan Tepung Ketan ..................................................... 8 Gambar 2.4 Gula Pasir ...................................................................................... 9 Gambar 2.5 Garam ............................................................................................ 12 Gambar 2.6 Vanili Bubuk.................................................................................. 14 Gambar 2.7 Jeruk Purut ..................................................................................... 14 Gambar 2.8 Susu Kental Manis ......................................................................... 15 Gambar 2.9 Telur ............................................................................................... 17 Gambar 2.10 Margarin ...................................................................................... 18 Gambar 2.11 Diagram Alir Proses Pembuatan Wingko Babat ......................... 20 Gambar 3.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ............. 30 Gambar 3.2 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku ............... 31 Gambar 3.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses.......... 31 Gambar 4.1 Bahan Baku Kelapa (a) Sebelum Dikupas (b) Setelah Dikupas .... 33 Gambar 4.2 Beras Ketan (a) Impor (b) Lokal ................................................... 36 Gambar 4.3 Tepung Ketan ............................................................................... 37 Gambar 4.4 Gula Pasir ...................................................................................... 40 Gambar 4.5 Air Sumur ...................................................................................... 43 Gambar 4.6 Garam ............................................................................................ 45 Gambar 4.7 Bubuk Vanili.................................................................................. 47 Gambar 4. 9 Susu Kental Manis ........................................................................ 51 Gambar 4.10 Telur ............................................................................................. 53 Gambar 4. 11 Margarin ..................................................................................... 55 Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Produksi Pembuatan Wingko..................... 57 Gambar 4.13 Proses Perendaman Beras Ketan ................................................. 58 Gambar 4.14 Proses Pencucian dan Penirisan Beras Ketan ............................ 59
commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.15 Proses Penepungan (a) Beras ketan (b) Penepungan dengan Mesin (c) Tepung Ketan ......................................................................... 61 Gambar 4.16 Proses Pemarutan (a) Pengupasan Kelapa (b) Penghilangan Testa (c) Penimbangan Kelapa (d) Pemarutan Kelapa + Jeruk Purut (e) Kelapa + Jeruk Parut ................................................................... 63 Gambar 4.17 Proses Pengadonan (a) Pencampuran Bahan (b) Pengadonan Bahan ........................................................................................... 65 Gambar 4.18 Proses Pencetakkan (a) Pengolesan Margarin (b) Penuangan Adonan (c) Perataan Adonan....................................................... 67 Gambar 4.19 Proses Pengukusan ...................................................................... 69 Gambar 4.20 Proses Pengovenan ...................................................................... 70 Gambar 4.21 Pengemasan Wingko Babat (a) Pengemasan di UKM (b) Saran Pengemasan ................................................................................. 74
commitxiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Metode Analisis Kadar Air ........................................................... 113 Lampiran 2. Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................................... 115 Lampiran 3. Penentuan Serat Kasar .................................................................. 116 Lampiran 4. Uji Gula sebagai Sakarosa Metode Luff Schoorl .......................... 118 Lampiran 5. Uji Cemaran mikroba ALT (Angka Lempeng Total) ................... 121 Lampiran 6. Desain Kemasan Wingko Babat ................................................... 125
xiiito user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PROSES PRODUKSI WINGKO BABAT DI USAHA KECIL MENENGAH ”JENANG ASLI” SUKOHARJO Rini Wulandari1) Lia Umi Khasanah, ST, MT2) Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc2)
ABSTRAK Pelaksanaan Praktek Quality Control pembuatan wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli bertujuan untuk mengevaluasi konsep pengendalian mutu produk yang meliputi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir. Selain itu untuk merencanakan konsep HACCP yang meliputi deskripsi produk, analisis bahaya dan penetapan CCP. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat adalah kelapa, tepung ketan dan gula. Sedangkan untuk bahan tambahan yang digunakan antara lain air, garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin. Pembuatan wingko babat melalui beberapa tahapan proses, seperti: perendaman, pencucian dan penirisan, penepungan, pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, serta pengemasan. Pengendalian mutu bahan baku, proses produksi, dan produk akhir yang ada di UKM dievaluasi kemudian dilakukan perancangan konsep pengendalian mutu untuk perbaikan. Selanjutnya untuk meminimalisir potensi bahaya yang mungkin terjadi pada produk serta menjaga keamanan produk maka dilakukan perancangan konsep HACCP. Tahapan proses yang merupakan CCP dan perlu dikontrol adalah tahap pengovenan dan pengemasan. Kata Kunci : Wingko Babat, Evaluasi Mutu, Pengendalian Mutu, HACCP Keterangan : 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dosen Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commitxivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE CONCEPT OF QUALITY CONTROL AND HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) WINGKO BABAT PRODUCTION PROCESS IN SMALL MEDIUM ”JENANG ASLI” SUKOHARJO Rini Wulandari1) Lia Umi Khasanah, ST, MT2) Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc2) ABSTRACT Implementation of Quality Control Practices in the manufacture of wingko babat Jenang Asli Small and Medium Enterprises aims to evaluate the concept of quality control of products which include raw material quality control, quality control of production processes and final product quality control. In addition to the HACCP concept plan that includes product descriptions, hazard analysis and CCP determination. The main raw materials used in the manufacturing process wingko babat is coconut, glutinous rice flour and sugar. As for the additional materials used include water, salt, vanilla, lime, sweetened condensed milk, eggs and margarine. Making wingko slash through several stages of the process, such as soaking, washing and draining, penepungan, pengadonan, printing, steaming, oven, and packaging. Quality control of raw materials, production processes and final products in are evaluated and then do the design concept for the improvement of quality control. Furthermore, to minimize the potential hazards that may occur in products as well as maintain the security of the product then do the design concept of HACCP. Stage of the process which is the CCP and needs to be controlled is oven and packaging stages. Keywords: Wingko Tripe, Quality Evaluation, Quality Control, HACCP Description: 1. Student / Program D-III Study of Agricultural Technology Faculty Agriculture, University Sebelas Maret Surakarta. 2. Lecturer Department / Program D-III Study of Agricultural Technology Faculty Agriculture, University Sebelas Maret Surakarta.
commitxvto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa merupakan tanaman tropis yang penting bagi negara-negara Asia dan Pasifik. Kelapa di samping dapat memberikan devisa bagi negara juga merupakan mata pencaharian jutaan petani, yang mampu memberikan penghidupan puluhan juta keluarga. Untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas buah kelapa serta mendukung ketahanan pangan dan kecukupan gizi penduduk diperlukan alternatif penganekaragaman makanan. Alternatif untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas kelapa adalah usaha penganekaragaman produk pangan olahan kelapa melalui pengembangan teknologi pengolahan hasil skala industri rumah tangga dan industri pabrik, sehingga peluang bisnis kelapa makin terbuka luas. Diversifikasi produk kelapa dalam skala industri belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Adanya potensi bahan baku yang cukup besar dan teknologi pengelolaan produk kelapa yang makin dikuasai memberi peluang bagi diversifikasi produk melalui proses agroindustri (Wirakartakusumah dkk, 1993). Menurut Anonima (2012), Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa terluas di dunia, dengan luas areal mencapai 3,86 juta hektare (ha) atau 31,2 persen dari total areal dunia sekitar 12 juta ha. Bila dilihat menurut propinsi, kebun kelapa terluas berada di propinsi Riau (15,28%), disusul Jawa Tengah (7,68%), Jawa Timur (7,67%), Sulawesi Utara (7,27%), Sulawesi Tengah (4,78%), dan Jawa Barat (4,60%), serta beberapa daerah lainnya. Total produksi kelapa tahun 2007 mencapai 3,3 juta ton setara kopra, atau sebesar 29,8% dari total produksi dunia sebesar 10,3 juta ton. Produksi kelapa terbesar kedua adalah Philipina 2,10 juta ton (18%), India 1,85 juta ton (17,1%), Srilangka 0,51 juta ton (5,0%), Papua Nueginea 0,17 juta ton (2,0%), dan negara lainnya 2,39 juta ton (28,1%). Berkembangnya agroindustri kelapa, baik industri besar maupun kecil mengakibatkan permintaan terhadap bahan baku kelapa semakin meningkat.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Salah satu produk hasil olahan kelapa yang sudah cukup populer adalah wingko babat. Wingko babat merupakan makanan tradisional jenis semi basah asal Jawa Tengah, yang terbuat dari kelapa parut, tepung beras ketan, gula, dan bahan tambahan lain untuk membentuk aroma yang khas. Standar mutu wingko babat sudah diatur dalam SNI 01-4311-1996 sebagai acuan yang dijadikan standar wingko babat yang berkualitas baik. Produksi wingko babat kebanyakan dilakukan oleh industri kecil menengah atau rumah tangga yang proses pembuatannya masih tradisional. Salah satu industri rumah tangga yang memproduksi wingko babat adalah UKM Jenang Asli yang berada di Sukoharjo. Industri kecil rumah tangga biasanya belum menerapkan pengendalian mutu yang baik. Pengendalian mutu akan membantu tujuan dan cita-cita mutu unit usaha dapat dicapai dengan lebih cepat dan lebih efesien. Untuk hubungan eksternal, pemahaman ini diperlukan dalam rangka memenuhi persyaratan mutu yang diminta oleh konsumen. Pembuatan wingko babat dengan cara tradisional berpotensi besar untuk tercemar bahaya, sehingga
keamanannya belum terjamin. Padahal
makanan erat kaitannya dengan kesehatan manusia. Apabila makanan yang dikonsumsi membahayakan maka dapat menimbulkan penyakit bahkan kematian bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu diperlukan adanya pengawasan mutu produk pangan mulai dari bahan baku, proses, produk jadi setelah dikemas hingga pemasarannya. Untuk menganalisis adanya resiko dari bahaya yang ditimbulkam maka diterapkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sistem ini digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan. Karena itu sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (dari bahan baku sampai produk dikonsumsi). Berdasarkan latar belakang di atas dilakukan analisis tentang Pengendalian Mutu dan HACCP pada proses pembuatan wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pengendalian mutu yang dapat diterapkan pada produk wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga menjadi produk akhir ? 2. Bagaimana konsep HACCP yang dapat diterapkan pada produk wingko babat di dalam Usaha Kecil Menengah Jenang Asli yang meliputi deskripsi produk, analisis bahaya dan penetapan CCP ? C. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control pembuatan wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli ini adalah : 1. Mengevaluasi
konsep
pengendalian
mutu
produk
yang
meliputi
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir. 2. Merencanakan konsep HACCP yang meliputi deskripsi produk, analisis bahaya dan penetapan CCP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Wingko Babat Wingko babat adalah makanan tradisional daerah Jawa Tengah, yang dibuat dari kelapa parut, tepung beras ketan, gula, dan bahan tambahan lain untuk membentuk aroma yang khas (Pertiwi dkk, 2009). Penggunaan kelapa parut dalam proses pembutaan wingko melalui proses pemanasan tradisional (oven dengan bahan bakar kayu) memberikan rasa dan aroma yang khas serta memberikan rasa gurih pada wingko yang dihasilkan (Palungkun, 1993). Makanan semi basah dengan kadar air 10-40% dan Aw 0,6-0,9 pada umumnya merupakan makanan yang awet (Soekarto, 1979). Akan tetapi wingko babat (Gambar 2.1) memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 10% yang berasal dari kelapa dan margarin yang digunakan dalam formula, sehingga wingko babat mudah mengalami ketengikan. Bahan baku kelapa setengah tua (sekitar 9-10 bulan) memiliki kandungan zat gizi relatif cukup tinggi (Palungkun, 1992; DepKes R.I., 1981), sehingga setelah dikupas dan diparut, kelapa cepat mengalami kerusakan baik secara kimiawi, enzimatis maupun mikrobiologis. SNI 01-4311-1996 mengatur tentang standar mutu wingko babat atau kue wingko yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Di dalamnya berisi tentang persyaratan mengenai keadaan organoleptik wingko babat, kadar air, jumlah sakarosa, asam lemak bebas, serat kasar, bahan tambahan makanan, bahan pengawet, pemanis buatan, cemaran logam, arsen dan cemaran mikroba.
commit user Babat Gambar 2.1toWingko
4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Standar Mutu Wingko Babat (SNI Nomor 01-4311-1996) No 1. 1.1 1.2 1.3 2 3
Kriteria Uji
Satuan
5 6 6.1
Bau Rasa Warna Air, o/o, b/b Jumlah gula dihitung sebagai sakarosa, o/o, b/b Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat), %, b/b Serat kasar, o/o, b/b Bahan tambahan makanan : Bahan pengawet
6.2 7 7.1 7.2 7.3 7.4 8 9 9.1 9.2 9.3
Pemanis buatan Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen Cemaran mikroba : Angka lempeng total E. Coli Kapang dan khamir
4
Persyaratan
Keadaan Normal, khas Normal, khas Normal Maks. 30 Min. 24 Maks. 1,0 Maks. 3,0 Sesuai SNI 01-0222-1995 dan peraturan Menteri Kesehatan RI yang berlaku Negatif mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 Maks. 0,5
koloni/g APM/g koloni/g
Maks. 1x104 Negatif Maks. 1x103
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1996.
B. Bahan Pembuat Wingko Babat 1. Bahan Baku Utama a. Kelapa Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Untuk dapat tumbuh berkembang dan berproduksi
dengan
baik,
kelapa
(Gambar
2.2)
memerlukan
lingkungan hidup yang sesuai. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa antara lain, faktor yang berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah hujan dan kelembaban. Di samping itu juga faktor yang berasal dari dalam tanah, jenis tanah dan tersedianya unsur hara di dalam tanah (Suhardiyono, 1988). Umur buah menunjukkan tingkat pertumbuhan buah kelapa, commitpada to user Daging buah mulai terlihat bulan ketujuh dan mencapai berat
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maksimum pada bulan ke dua belas (Rindengan et al, 1995). Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi (Lay dan Pasang, 2003). Daging buah kelapa (Cocos nucifera) mengandung air, minyak, protein, karbohidrat, dan abu berturut-turut 52; 34; 3; 1,5; dan 1 % (Soedijanto dan Sianipar, 1985). Mutu bahan baku dari buah kelapa dipengaruhi oleh karakter fisiko-kimia komponen buah kelapa, yang secara langsung dipengaruhi oleh jenis dan umur buah kelapa, lingkungan tumbuh dan pemeliharaan. Lingkungan tumbuh yang sesuai dan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan bahan baku bermutu untuk diolah lebih lanjut (Rindengan et al, 1995; Tenda et al, 1999). Komposisi daging kelapa pada berbagai tingkat umur dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Gambar 2.2 Buah Kelapa Tabel 2.2 Komposisi Daging Kelapa Pada Berbagai Tingkat Umur Analisis (dalam 100 gr) Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Aktifitas Vit. A (IU) Thiamin Asam askorbat (mg) Air (g) Bagian dapat dimakan (g)
Buah Muda 68 1 0,9 14 17 30 1 0,0 0,0 4,0 83,3 53,0
Sumber: Thieme, J.G (1968) dalam Ketaren, 1986
commit to user
Buah Setengah Tua 180 4 13,0 10 8 35 1,3 10,0 0,5 4,0 70 53,0
Buah Tua 359 3,4 34,7 14 21 21 2 0,0 0,1 2,0 46,9 53,0
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tepung Ketan Tepung beras ketan adalah salah satu jenis tepung yang berasal dari beras ketan (Oryza sativa glutinous) yaitu varietas dari padi (Oryza sativa) famili graminae yang termasuk dalam biji-bijian (cereals) yang ditumbuk atau digiling dengan mesin penggiling (Widya, 2000). Beras ketan (Gambar 2.3 a) seluruh bagian butirnya mengapur atau kelam, tetapi kekerasan butirnya sama dengan beras bukan ketan (Damardjati dan Purwani, 1991). Tepung beras ketan (Gambar 2.3 b) mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6%, dan air 10%. Ada dua senyawa dalam beras ketan yaitu amilosa 1% dan amilopektin 99% (Sardjono, 1989). Tepung beras ketan yang digunakan harus baru, berwarna putih bersih, tidak bau apek, serta bebas dari kotoran, jamur dan serangga (Satuhu, 2004). Made Astawan (2008) berpendapat bahwa rasio antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera, dan kelengketan bulir ketan setelah dimasak. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi kadar amilopektin maka semakin lengket bulir ketannya. Sifat kelengketan ketan ini akan menentukan kualitas produk. Tepung beras ketan memberi sifat kental sehingga membentuk tekstur menjadi elastis. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinasi bila ditambah dengan air dan memperoleh perlakuan pemanasan. Hal ini terjadi karena adanya pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan (gel) yang bersifat kental (Hartati Erna, 1996). Definisi tepung ketan menurut SNI 01-4447-1998 adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling beras ketan yang baik dan bersih. Syarat mutu tepung ketan menurut SNI 01-4447-1998 dapat dilihat pada Tabel 2.3.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a)
(b)
Gambar 2.3 (a) Beras Ketan (b) Tepung Ketan Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Ketan Berdasarkan SNI 01-4447-1998 No 1 2 3 4
Karakteristik Air Serat kasar Amilosa Derajat asam (ml NaOH 1N per 100g)
Mutu Maks. 12 % Maks 0,2 % Maks. 9% Max 4,0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1998.
c. Gula Pasir Gula (Gambar 2.4) adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Bermacam-macam jenis gula yang ada mempunyai ukuran partikel maupun kemurnian yang beranekaragam. Jadi kristal gula yang biasanya mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi terdapat dalam ukuran kristal normal, sedang ukuran menengah (gula castor) atau gula halus yang lembut biasanya mengandung bahan seperti pati, yang ditambahkan untuk mencegah pengerasan (Bucle et al., 1985). Gula pasir juga mempunyai karakteristik tersendiri. Gula yang berkualitas baik dapat dilihat dari kenampakan fisiknya, seperti yang tertera pada Tabel 2.4. Gula dalam pengertian sehari-hari lebih dikenal sebagai gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu atau bit. Gula pasir mengandung 99,9% sakarosa murni. Sakarosa adalah gula tebu atau gula bit yang telah dibersihkan. Selain memberikan rasa manis, gula juga berfungsi commit to usersifat higroskopis. Kemampuannya sebagai pengawet karena memiliki
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini dapat memperpanjang umur simpan (Cahyo dan Hidayanti, 2006). Kemampuan gula sebagai bahan pengawet alami bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Selain itu gula juga berfungsi sebagai cita rasa (Tien R, 1997). Tabel 2.4 Syarat/Karakteristik Gula Pasir Berkualitas Bahan Gula Pasir
Syarat/Karakteristik - Warna putih/terang - Butirannya lembut tapi juga ada yang menggumpal (terpisah) - Kering - Manis - Bebas dari cemaran logam dan kotoran
kasar,
Sumber : Menik N (2009).
Gambar 2.4 Gula Pasir 2. Bahan Penunjang a. Air Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk berbagai bahan pangan juga berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citacommit rasa. Larutan to user dalam air dapat digolongkan
tidak
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi dua jenis yaitu ionik maupun molekuler. Pada bahan kristal sama seperti halnya garam dapur (NaCl). Atom Na mendonasikan suatu elektron yang berada di lapisan luar kepada atom klorida yang kekurangan satu elektron pada lapisan luarnya sehingga menghasilkan ion Na+ dan ion Cl- (Winarno, 2002). Sebuah molekul air terdiri dari satu atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Gabungan dua atom hidrogen dengan satu atom oksigen yang membentuk air (H2O) ini merupakan molekul yang sangat kokoh. Dari 180 tahun yang lalu air masih dianggap sebagai unsur yang tidak dapat dibagi (Winarno, 1986). Standar umum mutu air untuk industri makanan dapat dilihat pada Tabel 2.5. Menurut Buckle, K.A, (1985) standart mutu air antara lain bebas dari colifrom, bebas dari cemaran polusi, bebas dari rasa dan bau. Hal ini dapat dicegah dengan penanggulangan polusi air. Adapun standar mutu air berdasarkan SNI 01-3553-1994 meliputi kriteria mutu, bau, rasa, pH dan kekeruhan (Tabel 2.6). Tabel 2.5 Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan SNI 01-3553-1994 Sifat Air Kekeruhan
Toleransi (ppm) 1-10
Pengaruh spesifik bila kelebihan
Warna
5-10
Rasa dan bau Besi atau mangan
Noticeable 0,2-0,3
Alkalinitas Kesadahan
30-250 10-250
Jumlah padatan terlarut Bahan organis
850
Penyimpangan warna, masalah bahan organik Meningkatkan rasa dan bau dalam produk Noda, penyimpangan warna dan rasa, serta pertumbuhan “bakteri besi”. Netralisasi asam, mengurangi daya awet. Pengendapan, absorbsi oleh beberapa produk. Penyimpangan warna.
Fluor
1,7
Penyimpangan rasa, sedimen, pembusukan, reaksi Pembusukan enamel gigi pada anak.
Pengendapan pada produk dan alat
Sumber : (Winarno, 1986).
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.6 Standar Mutu Air Berdasarkan SNI 01-3553-1994 No Kriteria Mutu Persyaratan 1 Bau Tidak berbau 2 Rasa Normal 3 pH 6,5-9 4 Kekeruhan Max 5 NTU Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1994.
b. Garam Secara fisik, garam (Gambar 2.5) adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lainlain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 (Burhanuddin, 2001). Garam beryodium adalah produk makanan untuk keperluan konsumsi rumah tangga yang komponen utamanya adalah Natrium Klorida (NaCl) dengan penambahan Kalium Iodat (KlO3) dan memenuhi Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan parameter uji SNI garam konsumsi adalah SNI 0104-76-1992 persyaratan kualitas garam seperti tertera pada Tabel 2.7. Kriteria mutu garam meliputi warna, rasa, bau dan kandungan air (Widayat, 1967). Garam merupakan bumbu utama dalam setiap masakan, yang berfungsi sebagai penyedap rasa antara lain memberikan rasa asin, memberi efek rasa gurih pada masakan dan sebagai penguat rasa. Di samping berfungsi sebagai penyedap rasa, garam juga berfungsi sebagai sumber mineral bagi tubuh (Winneka et al, 2001). Selain itu tujuan pemberian garam pada makanan adalah untuk memberikan cita rasa, menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang bersifat proteolitik dan mengaktifkan kerja enzim (Landsdell et al., 1995). Awetnya suatu bahan pangan akibat penambahan garam commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah karena menurunnya aktivitas air hingga titik tertentu (Huffman et al., 1996). Tabel 2.7 Syarat Mutu Garam Berdasarkan SNI 01-0476-1992 No 1 2 3 4
Kriteria Mutu Warna Rasa Bau Air
Persyaratan Putih Asin Tidak berbau Max 5%
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1992.
Gambar 2.5 Garam c. Vanili Tanaman vanili (Vanilla planifolia andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu mempunyai fluktuasi harga yang relatif stabil bila dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya. Tanaman vanili masih satu jenis dengan tanaman anggrek yang termasuk famili Orchidaceae dari genus Vanilla yang berumah satu atau Monoceus (Lawani, 1993). Menurut Rismunandar (1989), buah vanili yang paling penting dan sangat dominan adalah zat vanillin. Di samping zat vanillin, masih ada zat-zat lain dalam jumlah relatif sedikit yang terkandung dalam panili. Zat-zat tersebut dapat berup asam cuka, eugenol, methyl ether, vanillil athil ather, anisil ethil ether dan sebagainya. Selanjutnya terdapat pula jenis-jenis gula, dammar, dan jenis minyak yang tidak menguap (fixed oil). Syarat mutu vanili telah diatur dalam SNI 010010-1990 yang tertera pada Tabel 2.8. Polong tanaman vanili digunakan untuk bahan penyegar, commit to user penyedap dan pengharum makanan, gula-gula, ice cream, minuman,
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan obat-obatan. Bentuk produk yang dijual petani pada umumnya berbentuk polong basah, sedangkan yang dijual oleh eksportir ke pasaran internasional berbentuk polong kering. Untuk konsumsi langsung dalam rumah tangga umumnya dalam bentuk bubuk vanili (Gambar 2.6). Di pasaran internasional vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java Vanilla Beans (Hadipoentyanti et al., 2007). Vanili selain dihasilkan dari alam yaitu dari sejenis tanaman anggrek juga dari sintesis. Sejak awal tahun 1900 vanili telah disintesis secara besar-besaran dari bahan dasar yang murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak di sepanjang tahun. Vanili sintetis dibuat dari lignosufat yang merupakan limbah dari pabrik kertas atau pulp. Selain itu vanili juga disintesis dari resin guaikum (Suwarso dkk, 2002). Ekstrak vanili alami mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan vanili sintetis karena flavor ekstrak vanili alami bersifat kompleks dan di dalamnya terkandung senyawa-senyawa aldehid aromatik yang bernilai ekonomi tinggi (Setyaningsih, 2006). Menurut peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan, aturan penggunaan vanili sintetis maksimal adalah 0,7 g/kg produk siap konsumsi. Tabel 2.8 Syarat Mutu Vanili Berdasarkan SNI 01-0010-1990 No 1 2
Karakteristik Bau Warna
3
Polong
4 5
Benda asing Kapang
Syarat Mutu Wangi khas vanili Hitam mengkilat, hitam kecoklatan mengkilat sampai coklat Penuh berisi, berminyak, lentur sampai agak kaku Bebas Bebas
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1990.
commit to user
Cara pengujian Organoleptik Visual
Organoleptik Visual Visual
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.6 Vanili Bubuk d. Jeruk Purut Jeruk
purut
(Citrus
hystrix
D.
C.)
merupakan
divisio
Spermathophyta, Sub Divisio Angiospermae, Class Dicotyledoneae, Ordo Geraniales dan Famili Rutaceae (Hutapea, 1993). Kulit buah jeruk purut (Gambar 2.7) berkhasiat sebagai antibakteri karena mengandung minyak atsiri. Buah jeruk purut banyak digunakan untuk menghilangkan bau ikan, pewangi pada tepung tawar dan pencuci rambut (Ketaren, 1985).
Gambar 2.7 Jeruk Purut e. Susu Kental Manis Susu kental (Gambar 2.8) diperoleh dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu sampai kandungan airnya tinggi sekitar 40%. Dengan kadar air yang rendah ini susu dapat tahan disimpan lama dalam keadaan baik. Apabila akan diminum, susu kental harus diencerkan lagi dengan commitairtopanas user atau air hangat.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beberapa contoh jenis susu kental adalah: susu kental tidak manis, susu kental manis, susu skim kental dan krim kental. Beda susu kental manis dengan susu kental tidak manis adalah penambahan gula sehingga terasa manis (Saleh, 2004). Syarat mutu susu kental manis sudah diatur di dalam SNI 01-2971-1998 yang tertera pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Syarat Mutu Susu Kental Manis (SNI 01-2971-1998) No
1
Jenis Uji
Keadaan : Bau Rasa Warna
Satuan
-
Persyaratan Tanpa Ganda Dengan Ganda Rasa Rasa Normal Normal Putih sampai kekuningan
Konsistensi
Kental dan homogen 2 Air % 20-30 3 Abu % 1,4-2,2 4 Protein % 7-10 5 Lemak % Min. 8,0 6 Laktosa % Min. 10 7 Sakarosa % 43-48 8 TPC (total plate count) Koloni/g Maks. 1,0 x 104 9 Coliform APM/g Maks. 10 10 E. coli APM/g <3 11 Salmonella Per 100 g Negatif 12 Stap. Aueus Koloni/g Max 1,0 x 102 13 Kapang/khamir Koloni/g Max 1,0 x 102 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1998.
Gambar 2.8 Susu Kental Manis
commit to user
Normal Normal Sesuai ganda rasa yang ditambahkan Kental dan homogen 20-30 1,4-2,2 Min. 6,5 Min. 8,0 Min. 10 Min. 10 Maks. 1,0 x 104 Maks. 10 <3 Negatif Max 1,0 x 102 Max 1,0 x 102
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Telur Telur (Gambar 2.9) merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama: kulit telur, bagian cairan bening dan bagian cairan yang berwarna kuning. Secara garis besar telur terdiri dari kerabang (pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras dan kaku), kuning telur, pengikat kuning telur, putih telur encer, putih telur kental dan sel benih (Rasyaf, 1990). Telur adalah bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi tinggi, karena telur banyak sekali kegunaannya didalam membuat produk makanan. Ukuran telur ada yang besar, sedang dan kecil. Selain berat telur, mutu telur dapat dinilai dari kondisi dan kebersihan kulit, besar kantong udara, kekompakan putih telur, bentuk dan letak kuning telur (Tarwotjo, 1998). Telur utuh didalamnya terdapat suatu agensia pengeras dan pengempuk pada kue. Kekerasan yang ditimbulkan oleh putih telur tidak seluruhnya, hanya sebagian diatasi oleh kuning telur, oleh karena itu telur utuh dianggap sebagai agensia pengeras. Sedangkan kuning telur sebagai pengempuk. Komposisi telur utuh ± 64% putih telur (pengeras) dan 36% kuning telur sebagai pengempuk (Desrosier, 1988). Komposisi telur segar dapat dilihat pada Tabel 2.10. Standar mutu telur ayam yang baik telah diatur di dalam SNI 3926:2008 (Tabel 2.11). Tabel 2. 10 Komposisi Telur Segar (Basis Basah) Komposisi Persentase Air 74,8 Lemak 10,9 Lesidin 1,5 Protein 12,3 Sumber : Manley (1983).
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.11 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Telur (SNI 3926:2008) No
Faktor Mutu
Tingkatan Mutu Mutu II
Mutu I 1
2.
3.
4
5.
Kondisi kerabang a. Bentuk Normal Normal b. Kehalusan Halus Halus c. Ketebalan Tebal Sedang d. Keutuhan Utuh Utuh e. Kebersihan Bersih Sedikit noda kotor (stain) Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan) a. kedalaman <0,5 cm 0,5 cm – 0,9 cm kantong udara b. kebebasan Tetap Bebas bergerak bergerak ditempat Kondisi putih telur a. kebersihan Bebas bercak Bebas bercak darah, atau darah, atau benda asing lainnya benda asing lainnya b. kekentalan Kental Sedikit encer Indeks 0,134-0,175 Kondisi kuning telur a. Bentuk Bulat b. posisi Di tengah c. penampakan batas d. kebersihan e. indeks Bau
0,092-0,133
Mutu II
Abnormal Sedikit kasar Tipis Utuh Banyak noda dan sedikit kotor > 0,9 cm Bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara Ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya
Encer, kuning telur belum tercampur dengan putih telur 0,050-0,091 Pipih Agak kepinggir
Tidak jelas
Agak pipih Sedikit bergeser dari tengah Agak jelas
Bersih 0,458-0,521 Khas
bersih 0,394-0,457 Khas
Ada sedikit bercak darah 0,0330-0,393 Khas
Jelas
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008.
Gambar 2.9 Telur g. Margarin Margarin (Gambar 2.10) atau oleo margarin pertama dibuat oleh orang Amerika dan dikembangkan pada tahu 1869 oleh Mege Moories dengan menggunakan lemak sapi. Margarin merupakan pengganti commit to user mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak dengan persyaratan mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang biasa digunakan pada umumnya berasal dari lemak babi atau lemak sapi, sedangkan lemak nabati yang biasa digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati pada umumnya berbentuk cair, maka harus dihidrogenesis menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera mencair pada mulut (Winarno, 1995). Margarin merupakan emulsi air dalam lemak nabati komposisi gizi dari margarin bervariasi dan berperan memberikan nutrisi pada produk pangan. Margarin merupakan sumber vitamin A sebesar 9% dan D sebesar 4% yang penting dan diperlukan untuk tubuh. Margarin berfungsi memberikan aroma, cita rasa, dan kenampakan pada roti yang dihasilkan (Buckle et al, 1987). Margarin terdiri dari beberapa jenis, antara lain : margarin siap makan, margarin industri dan margarin krim atau spread. Margarin siap makan adalah margarin meja dan margarin oles yang ditujukan untuk langsung dimakan, tanpa diolah terlebih dahulu dan sudah dikemas dengan baik. Margarin industri adalah margarin yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi makanan lainnya. Sedangkan margarin krim adalah margarin dengan kandungan lemak total 62% 78% (SNI, 2002). Kriteria mutu margarin telah diatur dalam SNI 013541-2002 (Tabel 2.12).
commit to user Gambar 2.10 Margarin
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.12 Persyaratan Mutu Margarin Industri (SNI 01-3541-2002) No 1
Kriteria Uji
9 9.1 9.2
Keadaan 1.1 Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa Air Lemak Vitamin A Vitamin D Asam butirat* Bilangan asam Bahan tambahan pangan Cemaran logam Timbal (Pb) Timah (Sn)
9.3 10 11 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 11.6
Raksa (Hg) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Bakteri bentuk Coli E.Coli S. aureus Salmonella Enterococci
2 3 4 5 6 7 8
Satuan
% b/b % b/b IU/100 g IU/100 g % b/b Mg KOH/g Sesuai peraturan yang berlaku mg/kg mg/kg
Persyaratan Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima Maks. 18 Min. 80 Maks. 0,2* Maks. 4
mg/kg mg/kg
0,1 Maks. 40,0/250** Maks. 0,03 0,1
Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g Koloni/25 g Koloni/g
Maks. 105 Maks.10 <3 Maks.102 Negative Maks. 102
*) untuk margarin yang mengandung lemak susu **) dalam kemasan kaleng Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2002.
C. Proses Pembuatan Wingko Babat Menurut Purwanti dkk (2003), proses pembuatan wingko babat meliputi persiapan alat dan bahan, pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan. Adapun tahapan proses pembuatan wingko babat dapat dilihat pada Gambar 2.11. 1. Persiapan alat dan bahan Menurut Purwanti dkk (2003), bahan-bahan dan alat untuk membuat wingko tersebut sesuai dengan takaran yang telah ditentukan. Bahan-bahan tersebut adalah : 10 kg tepung ketan, 10 kg gula pasir, 40 butir kelapa parut, 2 waskom air kelapa, 2 sendok makan garam, dan 10 bungkus vanili. Sedangkan alat-alat yang harus disiapkan dalam proses pembuatan wingko babat ini adalah tabung gas, oven, loyang, waskom, cetakan, timbangan, tampah dan daun pisang. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pembuatan adonan/mixing Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein. Kunci pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus tepat karena jika pengadukkan terlalu lama akan menghasilkan adonan yang keras dan tidak kompak, sedangkan pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan adonan tidak tercampur rata dan lengket (Mudjajanto, 2004). 3. Pencetakan Adonan yang telah tercampur tersebut, kemudian dicetak terlebih dahulu agar bentuknya sama dan terlihat lebih menarik. Proses berikutnya setelah dicetak lalu ditata dalam loyang (Purwanti dkk, 2003). 4. Pemanggangan Suhu dan waktu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat kematangan produk yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin singkat waktu yang diperlukan (Yusianti dan Hariyadi, 2004).
Persiapan alat dan bahan Tepung Ketan, Gula Pasir, Kelapa Parut, Air Kelapa, Garam, Vanili
Pembuatan adonan Pencetakan Pemanggangan Wingko babat
Gambar 2.11 Diagram Alir Proses Pembuatan Wingko Babat D. Pengemasan Pengemasan makanan yaitu suatu proses pembungkusan makanan commit to user dengan bahan pengemas yang sesuai. Pengemasan dapat dibuat dari satu atau
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih bahan yang memiliki kegunaan dan karakteristik yang sesuai untuk mempertahankan dan melindungi makanan hingga ke tangan konsumen, sehingga kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan (Hui, 2006). Menurut Robertson (1993), bahan pengemas yang dapat digunakan antara lain plastik, kertas, logam, dan kaca. Sebagai bahan pembungkus kemasan, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain (kertas atau alufo). Kombinasi antara berbagai kemasan plastik berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik (kertas, aluminium foil dan sellulosa) yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi maupun laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi. Dalam menentukan fungsi kemasan sebagai pelindung, maka perlu dipertimbangkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang telah dikemas meliputi : (1) sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan ini mengalami kerusakan, misalnya kepekaannya terhadap kelembaban dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahanperubahan kimia dan fisik di dalam bahan pangan, (2) ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya, (3) kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban udara), dan (4) ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas, penutupan dan lipatan (Buckle et al., 1987). Karakteristik dari berbagai jenis bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 2.12. Kemasan dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan jenis produk yang dikemas, yaitu : kemasan perangkat medis, kemasan curah kimia, kemasan ritel makanan, pengemasan peralatan militer, kemasan farmasi, dan lain- lain. Ada 3 jenis kemasan, yaitu : 1. Kemasan primer adalah materi yang pertama menyelubungi produk dan memegangnya. Hal ini biasanya adalah unit terkecil dari distribusi atau penggunaan dan paket yang berhubungan langsung dengan isi. 2. Kemasan
sekunder
di
luar
kemasan
utama,
mengelompokkan paket-paket utama bersama-sama. commit to user
digunakan
untuk
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kemasan
tersier
digunakan
untuk
penanganan
massal,
gudang
penyimpanan dan transportasi pengiriman. Kemasan yang paling umum adalah palletized beban unit kemasan (berbentuk persegi dan datar agar barang yang dikemas dapat terangkat dengan stabil) yang erat dengan kontainer (Soroka, 2002). Tabel 2.12 Karakteristik dari Berbagai Jenis Bahan Kemasan No 1.
Bahan Pengemas Kemasan Kertas
2.
Kemasan Gelas
Karakteristik - Tidak mudah robek - Tidak dapat untuk produk cair - Tidak dapat dipanaskan - Fleksibel
- Berat - Mudah pecah - Mahal - Non biodegradable - Dapat dipanaskan - Transparan/translusid - Bentuk tetap (rigid) - Proses massal (padat/cair) - Dapat didaur ulang 3. Kemasan logam (kaleng) - Bentuk tetap - Ringan - Dapat dipanaskan - Proses massal (bahan padat atau cair) - Tidak transparan - Dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas - Non biodegradable - Tidak dapat didaur ulang 4. Kemasan plastik - Bentuk fleksibel - Transparan - Mudah pecah - Non biodegradable - Ada yang tahan panas - Monomernya dapat mengkontaminasi produk 5. Komposit (kertas/plastik) - Lebih kuat - Tidak transparan - Proses missal - Pengisian aseptis - Khusus cairan - Non biodegradable Sumber : Julianti dan Nurminah (2006)
Menurut Julianti dan Nurminah (2006), berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit atau commit to user kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan,
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
misalnya gabungan antara kertas dan plastik atau plastik, kertas dan logam. Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri, dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk pangan. E. Pengendalian Mutu 1. Definisi Mutu J.M. Juran (1995) mendefinisikan mutu sebagai “Fitness for Use” (cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sedangkan ISO9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001). 2. Definisi Pengendalian Mutu Menurut Prawirosentono (2002), pengendalian mutu adalah suatu kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke kosumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat pengawasan standar mutu tersebut harus ditentukan lebih dahulu sesuai dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolok dari standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut: a. Standar mutu bahan baku yang digunakan. b. Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakan). c. Standar mutu barang setengah jadi. d. Standar mutu barang jadi. e. Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan f. Konsumen.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pendekatan Pengendalian Mutu Menurut Agus Ahyari (1985), untuk melaksanakan pengendalian mutu dapat ditempuh dengan 3 pendekatan, yaitu : a. Pendekatan bahan baku Bahan baku merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas produk akhir. Bahkan di dalam beberapa jenis perusahaan tertentu pengaruh kualitas bahan baku ini sedemikian besarnya, sehingga hampir seluruh kualitas produk akhir ditentukan oleh kualitas bahan baku. Meninggalkan pengendalian kualitas bahan baku. Bagi perusahaan yang memproduksi suatu barang, dimana karakteristik bahan baku langsung menjadi karakteristik produk jadi maka kualitas bahan baku ini akan sangat besar pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan. b. Pendekatan proses produksi Proses produksi merupakan kegiatan utama di dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan proses produksi perusahaan ini perlu mengadakan pengendalian yang cukup memadai agar produk akhir mempunyai kualitas yang baik. c. Pendekatan produk akhir Setelah suatu produk selesai adanya pengendalian kualitas. Padahal sebenarnya kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada adanya kepuasan konsumen terhadap produk perusahaan. Untuk dapat memberikan tindakan untuk peningkatan kualitas produk perusahaan sedapat mungkin mengumpulkan informasi-informasi mengenai produk langsung dari konsumen. Dari berbagai macam keluhan tersebut dapat diambil kesimpulan tentang kelemahan, kekurangan dan kelebihan produk perusahaan, sehingga untuk proses berikutnya kualitas produk dapat dipertanggung jawabkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
4. Seven Tools dan Manfaatnya Menurut Muhandiri dkk (2008), program pengendalian dan peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tidak didasarkan pada data kondisi kinerja nyata perusahaan tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, dikenal adanya 7 (tujuh) alat bantu yang dikenal dengan istilah Seven Tools. Ketujuh alat bantu ini adalah : a. Lembar pengumpulan data (check sheet) b. Stratifikasi c. Grafik dan bagan pengendalian. d. Diagram pareto e. Diagram sebab akibat (cause & effect diagram) f. Diagram pencar (scatter diagram) g. Histogram Perlu diperhatikan bahwa tujuh alat bantu diatas adalah sekedar “tools”. Perusahaan tidak harus menggunakan semua tools tersebut untuk diterapkan di perusahaan. Harus dipilih dan diterapkan jenis tools yang sesuai dengan kondisi Tim Perbaikan Mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan. Bahkan perusahaan dapat memodifikasi tools yang ada dan mengembangkan tools baru yang dirasakan lebih sesuai. Namun demikian, dengan penggunaan ketujuh alat bantu ini diharapkan dapat memberikan kemudahan-kemudahan: a. Membantu menganalisis secara sederhana b. Menyamakan bahasa istilah analisis c. Menyebarluaskan penggunaan teknik analisis yang sederhana/mudah. F. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point ) 1. Definisi HACCP Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk commit to user menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan ketentuan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan
memajukan
perdagangan
internasional,
melalui
peningkatan
kepercayaan keamanan pangan (SNI 01-4852-1998). Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) merupakan suatu pendekatan untuk mencegah dan mengontrol penyakit karena keracunan makanan. Sistem ini dirancang untuk mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan beberapa tahapan produksi, processing atau penyiapan makanan, serta memperkirakan resiko yang akan terjadi dan menentukan prosedur operasi untuk prosedur control yang efektif (Pierson, 1993). 2. Prinsip HACCP Menurut Taheer (2005) sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip yang berfungsi untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. a. Prinsip 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan, untuk pengendaliannya. b. Prinsip 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan
untuk commit menghilangkan to user
bahaya
atau
mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
kemungkinan terjadi bahaya tersebut. CCP (Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan / atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan / atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya. c. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada. d. Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. e. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. f. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. g. Prinsip 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya. Menurut Bahri et al., (2002), selain 7 prinsip penting yang perlu diketahui pada penerapan HACCP, ada 12 langkah penting yang perlu dipahami pada waktu pelaksanaannya (operasional), yaitu: a. Pembentukan Tim HACCP yang terdiri dari staf dengan berbagai keahlian. b. Penjelasan produk secara lengkap termasuk komposisi pangan dan pendistribusiannya. c. Identifikasi sasaran pengguna makanan atau konsumen. d. Penetapan bagan alir yang menguraikan proses produksi. e. Penerapan, pemeriksaan bagan alir operasional. f. Identifikasi bahaya pada setiap mata rantai serta menentukan cara pencegahan dan pengawasannya. g. Penetapan dan identifikasi titik tindak pengawasan. h. Penetapan batas kritis CCP, yaitu batas toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwacommit CCP secara efektif mengendalikan bahaya. to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Penetapan sistem monitoring/pemantauan untuk setiap CCP. j. Melakukan tindakan koreksi jika terjadi penyimpangan pada waktu monitoring. k. Recording/pencatatan dan dokumentasi program HACCP. l. Penetapan prosedur verifikasi program HACCP. 3. Manfaat HACCP Menurut Suklan (1998), terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan instansi kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan makanan: a. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan pada semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara biologi, kimia, dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir. b. HACCP
dapat
memberikan
dasar
nuansa
statistik
untuk
mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen. c. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam proses pengolahan makanan. d. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga pengawasan menjadi optimal. e. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis dari proses produksi yang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan. f. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan. g. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada Bulan Maret 2012 – Juli 2012 di Usaha Kecil Menengah (UKM) Jenang Asli. Randusari RT. 01 / RW. 01, Kel. Joho-Sukoharjo dan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta Serta di Laboratorium MIPA Pusat Sub Kimia, Universitas Sebelas Maret Surakarta . B. Tahapan Pelaksanaan 1. Pengumpulan Data secara Langsung a) Wawancara Yaitu melaksanakan wawancara secara langsung dengan pekerja yang berkaitan dengan masing-masing proses mulai dari bahan baku sampai menjadi produk akhir. b) Observasi Yaitu melakukan pengamatan secara langsung mengenai kondisi dan kegiatan yang ada di lokasi industri kecil menengah wingko babat. 2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung a) Studi Pustaka Yaitu mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan. b) Dokumentasi dan Data - Data Yaitu mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil - hasil yang ada pada pelaksanaan kegiatan. C. Analisis Produk Akhir Analisis produk akhir wingko babat harus disesuaikan dengan parameter uji persyaratan mutu wingko babat yang telah ditetapkan. Metode analisis uji persyaratan mutu wingko babat dapat di lihat pada Tabel 3.1.
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Tabel 3.1 Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Wingko Babat Jenis Analisis Kadar air Jumlah gula dihitung sebagai sakarosa Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) Serat kasar Cemaran mikroba
Metode SNI. 01-2891-1992 Sudarmadji. dkk, 1996 Sudarmadji. dkk, 1997 Sudarmadji dkk., 1996 SNI. 01-2897-1992
D. Metode Penetapan CCP Dalam menentukan CCP tahap pertama yang dilakukan adalah menyusun dan mengimplementasi sistem HACCP (Gambar 3.1). CCP dapat dianalisis dengan menggunakan Decision Tree, potensi CCP ada dua macam yaitu CCP pada bahan baku (Gambar 3.2) dan CCP pada proses (Gambar 3.3). Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis)
CCP
Batas kritis CCP
Pemantauan CCP
Bila terjadi penyimpangan
Tindakan koreksi
Tindakan verifikasi
Dokumentasi.
Gambar 3.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
CCP DECISION TREE BAHAN BAKU Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya (mikrobiologi/kimia/fisik) Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah penanganan / pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya Ya
Bukan CCP
Tidak
CCP
Gambar 3.2 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku
CCP DESSISSION TREE Setiap Tahap Proses P1
Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang di identifikasi?
Ya
P2
Tidak
Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman?
Tidak
P3
Ya
CCP
Apakah Kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas?
Ya
P4
Bukan CCP
Tidak
Bukan CCP
Apakah tahap Proses Selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan CCP
commit to user
Tidak
CCP
Gambar 3.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGENDALIAN MUTU Ada 3 macam pengendalian mutu yang dapat diterapkan di dalam Usaha Kecil Menengah Jenang Asli pembuatan wingko babat, seperti : pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses dan pengendalian mutu produk akhir. 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku a. Bahan Utama Bahan baku sangat memerlukan penanganan, karena merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar kualitas dan mutu produk wingko babat tetap terjaga. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat adalah kelapa, tepung ketan dan gula. Di bawah ini akan dijelaskan evaluasi pengendalian mutu yang ada di UKM serta konsep pengendalian mutu sebagai perbaikan. Evaluasi mutu bahan baku dimaksudkan untuk mengevaluasi bahan baku yang digunakan dan dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan pengujian secara organoleptik terhadap masing-masing bahan baku. Sedangkan konsep pengendalian mutu dimaksudkan untuk memperbaiki pengendalian mutu yang sudah ada, agar kualitas produk akhir tetap terjaga. 1. Kelapa a. Evaluasi Pengendalian Mutu Kelapa (Gambar 4.1) merupakan bahan baku utama yang digunakan untuk membuat wingko babat. Kelapa yang digunakan di UKM adalah jenis kelapa setengah tua. Karena apabila bahan baku kelapa yang digunakan masih muda dengan daging buah yang masih lunak akan susah untuk diparut, sedangkan apabila menggunakan buah kelapa yang sudah tua serat-serat parutan commit to user yang dihasilkan lebih kasar, sehingga akan mempengaruhi tekstur
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wingko babat. Bahan baku kelapa maksimal dibeli seminggu sekali, tergantung besarnya produksi sesuai pemesanan dan ketersediaan produk. Kelapa dibeli langsung dari pedagang kelapa yang ada di pasar Sukoharjo. Pembelian bahan baku kelapa melalui pemesanan kepada supplier. Pembeliannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi agar tidak mengurangi mutu dan kualitas dari kelapa. Karena apabila penyimpanan kelapa terlalu lama, kenampakan dan flavornya akan berkurang serta berpotensi besar untuk mengalami kebusukan. Dalam sekali pembelian biasanya mencapai ± 300 butir kelapa. Keadaan kelapa yang dibeli dari supplier hanya tinggal tempurung dan sedikit sabut yang menutupi daging buah. Sehingga lebih efesien dalam penyimpanannya. Pengawasan mutu pada bahan baku kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Kelapa yang Digunakan UKM Jenang Asli No 1 2 3 5
Jenis Uji Keutuhan Warna daging buah Ketebalan daging buah Kapang
Hasil Uji Utuh Putih Tebal
Persyaratan (Anonimb, 2012) Utuh Putih Tebal
Tidak ada
Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
(a)
(b)
Gambar 4.1 Bahan Baku Kelapa (a) Sebelum Dikupas (b) Setelah Dikupas commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengendalian mutu bahan baku erat kaitannya dengan pemilihan mutu bahan baku yang akan digunakan. Buah kelapa yang berkualitas bagus adalah kenampakannya utuh, tidak terdapat cemaran, daging buahnya berwarna putih, tebal, tidak terdapat kapang (Anonimb, 2012). Ciri-ciri fisik kelapa sudah sesuai dengan kelapa yang digunakan di dalam UKM. Tebal sabut kelapa lebih kurang 5 cm dan tebal daging buah 1 cm atau lebih. (Ketaren,S. 2008) b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Bagian kelapa yang digunakan dalam pembuatan wingko babat adalah daging buah kelapa. Kelapa yang digunakan dalam pembuatan wingko babat umumnya kelapa setengah tua. Tujuannya agar tekstur wingko babat tidak keras dan serat-serat parutan kelapa tidak terasa kasar ketika dikonsumsi. Spesifikasi dan pengendalian mutu kelapa untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Kelapa Uraian
Parameter - Umur panen
Kelapa - Kenampakan
-
Kebersihan
Dalam
Persyaratan - Masa pemanenan kelapa berumur 1011 bulan - Ukuran normal, daging buah tebal dan putih - Bebas dari kotoran dan hama
penerimaan
bahan
baku
Prosedur Pengendalian - Waktu pemanenan tepat - Pengecekan secara visual -
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi kembali
- Dilakukan penyamplingan dan sortasi Penyimpanan - Disimpan di yang tepat tempat kering, bebas dari cemaran, dan dialasi menggunakan pallet
kelapa
sebaiknya
dilakukan sortasi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Menurut Nainggolan dan Sitinjak (1977) buah kelapa berdasarkan umurnya dibagi menjadi tiga golongan, commit to user yaitu kelapa muda, kelapa setengah tua dan kelapa tua. Buah
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelapa muda berumur 6-8 bulan, kelapa setengah tua berumur 1011 bulan, dan kelapa tua berumur 11-13 bulan. Dalam sortasi dipilih kualitas kelapa yang bagus, seperti : kenampakan tempurung utuh dan tidak ada kotoran yang menempel. Selain itu untuk mengetahui kualitas daging buah, maka dilakukan penyamplingan. Daging buah kelapa yang bagus adalah yang berwarna putih, tebal, dan tidak terdapat kapang. Daging kelapa setengah tua memiliki daging buah tidak terlalu keras. Apabila bahan baku tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan maka dapat dikembalikan ke supplier. Penyimpanan kelapa diusahakan tidak memakan tempat terlalu banyak. UKM Jenang Asli sudah menerapkan hal tersebut, yaitu dengan menyimpan kelapa dalam keadaan setegah dikupas. Selain itu tempat penyimpanan harus dalam keadaan kering dan tidak berdekatan dengan senyawa berbahaya yang dapat mengkontaminasi. Dalam UKM Jenang Asli posisi penyimpanan bahan baku kelapa tidak menggunakan alas. Penyimpanan seperti ini kurang baik, karena selain menyimpan di tempat yang kering, juga harus diberi alas agar tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Alas yang efektif digunakan adalah dengan menggunakan papan dari kayu yang sering disebut dengan pallet. Karena tanah adalah sumber kotoran yang dapat menjadikan bahan baku menjadi terkontaminasi dan menjadi lembab sehingga dapat mempercepat pembusukan. 2. Tepung Ketan a. Evaluasi Pengendalian Mutu Tepung ketan yang digunakan untuk membuat wingko babat berasal dari beras ketan yang ditepungkan. Beras ketan yang digunakan adalah jenis beras ketan impor (A) dengan merk “Ketan Thailand commit Cap Mawar to userMerah Kualitas Super” (Gambar
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.2a) dan beras ketan lokal (B) dengan merk “Elephant Brand” (Gambar 4.2b). Umumnya dilihat dari kenampakan fisik kedua jenis beras ketan ini hampir mirip. Butirannya utuh, berbentuk oval, bersih dari ulat dan kutu, yang membedakan adalah warnanya. Beras ketan lokal berwarna lebih putih daripada beras impor. Perbandingan penggunaan beras ketan impor dan lokal dalam pembuatan wingko babat adalah 3:7. Pembelian beras ketan 1 minggu sekali tergantung dengan kebutuhan produksi. Beras ketan didapatkan dari penjual beras ketan yang ada di Sukoharjo. Pengawasan mutu pada bahan baku beras ketan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Karakterik Beras Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli No
1 2 3
Jenis Uji
Keutuhan Bentuk Warna
Hasil Uji
Utuh Oval Putih
Persyaratan (Damardjati, 1980) Utuh Oval Putih
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
(a) (b) commit to user Gambar 4.2 Beras Ketan (a) Impor (b) Lokal
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara organoleptik, beras ketan yang digunakan di dalam UKM Jenang Asli sudah memenuhi syarat kriteria mutu menurut teori Damardjati (1980). Beras ketan mempunyai kenampakan yang utuh, bentuk oval, dan butiran beras berwarna putih. Beras ketan yang digunakan di UKM Jenang Asli belum berlabel SNI. UKM Jenang Asli melakukan penepungan beras ketan dengan menggunakan alat penepungan milik sendiri, yang hasilnya nanti menjadi tepung ketan (Gambar 4.3). Pengawasan mutu pada tepung ketan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Karakterik Tepung Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli No
Jenis Uji
1 2
Warna Bau
3 4 5
Rasa Benda asing Serangga
Hasil Uji
Normal Normal, tidak apek Normal Ada Tidak ada
Persyaratan (SNI 01-44471998) Normal Normal, tidak apek Normal Tidak boleh ada Tidak boleh ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Tepung
ketan
yang
digunakan
di
UKM
secara
organoleptik hampir memenuhi persyaratan SNI 01-4447-1998. Warna tepung normal putih, bau tidak apek, rasa normal ketan, dan tidak terdapat serangga. Akan tetapi masih terdapat cemaran benda asing yang berasal dari sekam beras dan debu yang terikut.
Gambar 4.3user Tepung Ketan commit to
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Untuk mendapatkan produk akhir wingko babat yang berkualitas bagus, harus didukung dengan bahan baku yang kualitasnya juga bagus. Salah satu bahan baku yang digunakan dalam pembuatan wingko babat adalah beras ketan yang selanjutnya ditepungkan menjadi tepung ketan. Spesifikasi dan pengendalian mutu tepung ketan untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Beras Ketan dan Tepung Ketan Bahan Beras ketan
Tepung ketan
Parameter
Persyaratan
Kenampakan dan kebersihan
Ukuran, bau, rasa normal, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kotoran
-
Kenampakan
- Warna, bau, rasa normal
-
Kebersihan
- Bebas dari kontaminasi kotoran (debu krikil,dll).
Prosedur Pengendalian Dilakukan pengecekan secara visual
- Mesin penepung dapat bekerja dengan baik dan bersih - Dilakukan pengecekan secara visual
Tindakan Koreksi - Sortasi bahan, pembuangan sekam beras yang masih terikut, peletakkan menggunakan Pallet dalam keadaan tertutup rapat -
Dilakukan perawatan dan pembersihan alat penepungan secara berkala - Pembuangan kotoran-kotoran yang terikut pada tepung. - Untuk mendapatkan kualitas tepung ketan yang baik sebaiknya membeli tepung ketan yang sudah jadi dan berlabel SNI
Penerimaan bahan baku dari supplier juga harus dikendalikan. Sebelum membeli beras ketan, dilihat kualitas mutu secara fisik terlebih dahulu. Kenampakan fisik beras ketan yang commit baik sesuai dengan teorito user Damardjati (1980). Apabila kualitas
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beras ketan tidak sesuai yang diharapkan, maka dikembalikan kepada supplier. Di dalam UKM jenang Asli, tidak dilakukan sortasi beras ketan, penyimpanannya juga belum tepat yaitu tanpa dialasi. Untuk menjaga kebersihan beras ketan, sebaiknya sebelum digunakan dilakukan sortasi pembuangan beras sekam. Selain itu untuk untuk penyimpanan bahan baku beras ketan juga harus diperhatikan. Seharusnya dalam penyimpanannya diberi alas untuk membatasi dengan lantai, alas yang dapat digunakan adalah pallet. Hal ini dapat meminimalisir penurunan kualitas beras ketan, seperti rayap, kutu, hama tikus, dan serangga. Selain itu beras ketan harus disimpan dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab, apabila karung telah dibuka harus diikat kembali. Kriteria mutu tepung beras ketan berkaitan erat dengan bahan baku beras ketan yang digunakan. Dalam UKM Jenang Asli proses penepungan dilakukan sendiri. Agar kualitas tepung yang didapatkan bagus, mesin penepungan harus dapat bekerja dengan baik. Perawatan dan pembersihan mesin harus dilakukan secara berkala. Pembersihannya harus menggunakan air bersih. Setelah proses penepungan sebaiknya dilakukan pengayakan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ukuran yang kompak dan menghilangkan cemaran fisik. Apabila ingin mendapatkan bahan baku yang benar-benar berkualitas, sebaiknya menggunakan tepung ketan yang dibeli di pasaran dan sudah mempunyai label SNI. Menurut Satuhu (2004), tepung beras ketan yang digunakan harus baru, berwarna putih bersih, tidak bau apek, serta bebas dari kotoran, jamur dan serangga.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Gula Pasir a. Evaluasi Pengendalian Mutu Gula (Gambar 4.4) yang digunakan dalam pembuatan wingko babat adalah gula pasir, dengan merk “Gula Kristal Putih”. Gula ini dibeli di pasar Sukoharjo. Pembeliannya juga 1 minggu sekali. Dalam sekali membeli sekitar 3 kuintal, tergantung dengan kebutuhan produksi. Gula sangat penting pengaruhnya terhadap hasil akhir wingko babat, karena gula termasuk penentu parameter rasa dari wingko babat.
Dalam
kemasan karung gula pasir belum tertera label SNI maupun BPOM. Pengawasan mutu pada gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Karakterik Gula Pasir yang Digunakan UKM Jenang Asli 1.
Uji Organoleptik Warna
2.
Bentuk
3. 4.
Keadaan Rasa Cemaran benda asing
No.
5.
Putih kecoklatan Tidak menggumpal Kering Manis
Persyaratan (Menik, 2009) Putih/terang Butiran tidak menggumpal Kering Manis
Tidak ada
Bebas dari kotoran
Hasil Uji
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
commit to user Gambar 4.4 Gula Pasir
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil organoleptik yang telah dilakukan diketahui bahwa gula yang digunakan di UKM Jenang Asli secara fisik sudah sesuai standar yang ada. Kriteria gula di UKM adalah berwarna putih, tidak menggumpal, kering, manis dan tidak terdapat benda asing. b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Gula pasir mempunyai peran besar dalam proses pembuatan wingko babat.
Gula mempunyai sifat yang
higroskopis, yaitu kemampuan untuk menyerap air. Sehingga penambahan gula pada produk pangan dapat memperpanjang umur simpan. Menurut Tien (1997), kemampuan gula sebagai bahan pengawet alami bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Selain itu gula juga berfungsi sebagai cita rasa. Rasa manis dari wingko babat salah satunya didapat dari penambahan gula. Rasa yang dihasilkan dari produk pangan sangat berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Spesifikasi dan pengendalian mutu gula pasir untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Gula Pasir Bahan Gula pasir
Parameter
Persyaratan
Karakteristik mutu gula pasir
Warna, bentuk, keadaan, rasa, bebas dari benda asing
Prosedur Pengendalian Pemilihan, pembelian, dan penyimpanan gula pasir
Tindakan Koreksi - Membeli gula yang sudah mempunyai label BPOM. - Melakukan penyortiran - Menyimpan ditempat kering, bebas cemaran, tertutup rapat serta dialasi menggunakan pallet.
Gula yang digunakan di UKM tidak mempunyai label commit to user BPOM, sehingga kualitas bahan baku yang digunakan belum
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diketahui. Untuk menjaga kualitas produk akhir, sebaiknya menggunakan gula yang mempunyai label BPOM. Terdapatnya label BPOM pada kemasan, mengidentifikasikan bahwa produk yang dikemas berkualitas baik, sudah sesuai dengan aturan SNI. Untuk menghindari kontaminasi fisik, sebaiknya dilakukan penyortiran gula pasir sebelum digunakan. Di UKM penyimpanan gula diletakkan di dalam gudang, dengan keadaan dikemas dengan menggunakan karung gula. Akan tetapi karung yang digunakan tidak menutup rapat. Keadaan seperti ini memungkinkan gula dapat tercemari benda asing. Seharusnya setelah gula diambil, karung diikat sampai benar-benar tertutup rapat. Hal ini bertujuan agar tidak ada benda asing yang masuk. Pengambilan gula juga harus menggunakan wadah yang bersih. UKM Jenang Asli meletakkan gula pasir di dalam gudang tanpa menggunakan alas. Seharusnya gula disimpan di tempat yang kering, jauh dari benda-benda kimia atau bendabenda
yang
sekirannya
dapat
membahayakan
sehingga
mempengaruhi kualitas gula, selain itu peletakan karung gula di dalam gudang harus di beri alas agar karung tidak kontak langsung dengan lantai. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kerusakan yang disebabkan oleh kutu, tikus, serangga dan binatang perusak lainnya. Selain itu agar kulitas gula tetap terjaga bebas dari kotoran. b. Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan wingko babat UKM Jenang Asli antara lain air, garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Air a. Evaluasi Pengendalian Mutu Air yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat pada UKM Jenang Asli adalah air sumur (Gambar 4.5). Semua
kegiatan
yang
berlangsung
dalam
UKM
ini
menggunakan air sumur. Mulai dari pencucian bahan, perendaman, proses produksi serta sanitasi. Air sangat berpengaruh terhadap kualitas wingko babat yang dihasilkan. Penggunaan air yang tidak semestinya dapat menimbulkan bahaya yang mematikan. Pengawasan mutu pada air dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Karakterik Air yang Digunakan UKM Jenang Asli
1. 2.
Uji Organoleptik Warna Bau
3.
Rasa
4.
Benda asing
No.
Hasil Uji Jernih Tidak berbau Tidak ada Ada
Persyaratan (SNI-01-3553-1994) Tidak berwarna, jernih Tidak berbau Tidak mempunyai rasa Bersih, tidak mengandung lumut, besi (Fe) dan mangan (Mn)
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Air sumur yang digunakan dalam pembuatan wingko babat hampir memenuhi standar SNI. Akan tetapi untuk cemaran benda asing belum bisa dipenuhi, dikarenakan sering terikutnya lumut ke dalam air.
commit to user Gambar 4.5 Air Sumur
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pengendalian mutu air harus diutamakan. Jika air yang digunakan kotor, maka produk akan tercemari dan kualitasnya menurun. Spesifikasi dan pengendalian mutu air untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air Bahan Air
Parameter
Persyaratan
Karakteristik - Tidak berwarna, mutu air tidak berbau, dan tidk berasa (rasa normal) - Bebas dari coliform, bebas dari cemaran polusi pH 6,5 – 9
Prosedur Pengendalian Penanganan air
Air sumur sebelum digunakan perlu dilakukan tindakan penyaringan dengan cara menggunakan alat filtrasi air minum (pureit). Baru kemudian digunakan untuk proses perendaman dan pencucian bahan baku. Untuk pengolahan wingko babat pada proses pengadonan sebaiknya menggunakan air matang. Cara ini dilakukan untuk mengantisipasi air hasil filtrasi masih mengandung bakteri patogen. 2. Garam a. Evaluasi Pengendalian Mutu Dalam
pembuatan
wingko
babat
menggunakan
penambahan garam, dengan tujuan wingko babat yang dihasilkan lebih gurih. Konsentrasi garam yang ditambahkan hanya 1 sendok teh. Garam (Gambar 4.6) yang digunakan dalam UKM adalah garam beryodium, dengan merk “Dangdut”. Garam ini adalah jenis garam dapur yang berbentuk bata, berwarna putih,commit dan kering. to user Pembelian garam ini di pasar
Tindakan Koreksi - Dilakukan filtrasi atau penyaringan air - Untuk pengadonan bahan sebaiknya menggunakan air masak.
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sukoharjo. Dalam kemasan garam ini sudah tertera label SNI, sehingga garam yang digunakan sudah berkualitas baik. Pengawasan mutu pada garam dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Karakterik Garam yang Digunakan UKM Jenang Asli No. 1. 2. 3. 4.
Uji Organoleptik Warna Rasa Aroma Kotoran
Hasil Uji Putih Asin Khas garam Tidak ada
Persyaratan (SNI 01-3556-2000) Putih kristal Asin Normal Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Dari hasil pengujian organoleptik garam yang digunakan di UKM dengan standar SNI, tidak ada penyimpangan. Karakteristik garam berwarna putih, rasa asin, aroma khas garam, dan tidak terdapat kotoran.
Gambar 4.6 Garam
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Standar mutu garam yang baik untuk dikonsumsi maupun untuk proses pengolahan bahan pangan yaitu berwarna putih, bersih, murni, dan kering. Garam beryodium dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi, mengandung yodium dengan kadar diatas 30 ppm (standar SNI), mempunyai izin Depkes (Murtono, 2009).
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Spesifikasi dan pengendalian mutu garam untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Garam Bahan Garam
Persyaratan
Parameter Karakteristik mutu garam
- Putih kristal - Asin - Aroma khas garam - Tidak ada kotoran
Prosedur Pengendalian Pemilihan dan penanganan secara tepat
Tindakan Koreksi - Membeli garam yang sudah berlabel SNI. - Dilakukan sortasi kembali - Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat
UKM Jenang Asli sudah menggunakan garam yang mempunyai label SNI, sehingga kualitasnya sudah bagus. Akan tetapi untuk penanganan garam ini kurang tepat. Garam disimpan di dalam kemasan aslinya tanpa ditutup kembali, tidak ada penyortiran bahan baku garam. Garam yang berbentuk bata, dihaluskan kemudian di simpan di dalam wadah. Seharusnya garam setelah digunakan, ditutup rapat kembali agar tidak ada benda asing yang terikut masuk. Selain itu garam yang dihaluskan, harus disimpan di dalam wadah yang bersih, kering dan bebas dari cemaran. Sebelum digunakan dilakukan penyortiran agar garam yang dihaluskan bebas dari cemaran fisik. 3. Vanili a. Evaluasi Pengendalian Mutu Penambahan vanili (Gambar 4.7)
dalam pembuatan
wingko babat bertujuan agar aroma yang dihasilkan lebih harum commit to user dan enak. Biasanya dalam 1 adonan wingko babat ditambahkan
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2 sendok teh bubuk vanili. Vanili yang digunakan adalah jenis vanili bubuk alami yang dibeli di pasar Gede Surakarta. Pengawasan mutu pada vanili dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Karakterik Vanili yang Digunakan UKM Jenang Asli No. 1. 2. 3.
Uji Organoleptik Warna Bentuk Kotoran
Hasil Uji Putih Powder Tidak menggumpal Tidak ada
Persyaratan (Anonimc, 2012) Putih Powder Tidak menggumpal Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Syarat vanili bubuk yang digunakan di UKM Jenang Asli sesuai dengan Anonimc (2012). Karakteristik vanili yang digunakan di UKM adalah berwarna putih, berbentuk powder dan tidak menggumpal serta tidak terdapat kotoran.
Gambar 4.7 Bubuk Vanili b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Penambahan vanili dalam proses pembuatan wingko babat bertujuan untuk menambah aroma. Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih makanan yang disukai, Winarno (1991) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma (bau) makanan. Spesifikasi dan pengendalian mutu vanili untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.13. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.13 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Vanili Bahan Vanili
Persyaratan
Parameter Karakteristik mutu vanili
- Berwarna putih - Berbentuk powder - Tidak menggumpal - Tidak terdapat kotoran
Prosedur Pengendalian Pembelian, Pemilihan dan penanganan secara tepat
Tindakan Koreksi - Membeli vanili yang sudah berlabel SNI atau BPOM. - Dilakukan sortasi kembali - Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat
Vanili yang digunakan di UKM tidak memiliki merk dagang, pembeliannya dengan takaran kilogram. Standar fisik mutu vanili sudah sesuai dengan yang digunakan UKM. Akan tetapi vanili yang digunakan tidak terdapat merk dagang. Jika ingin mendapatkan kualitas vanili bubuk yang berkualitas tinggi sebaiknya membeli vanili bubuk alami yang sudah terkemas dengan baik disertai merk dagang dan tertera label SNI atau BPOM. Penyimpanan vanili juga harus diperhatikan. Vanili harus disimpan di dalam wadah yang bersih, kering, tertutup rapat dan tidak terdapat senyawa lain yang dapat menurunkan kualitas vanili. Sebelum digunakan sebaiknya vanili disortasi terlebih dahulu, tujuannya untuk mencegah adanya cemaran fisik. 4. Jeruk Purut a. Evaluasi Pengendalian Mutu Jeruk purut (Gambar 4.8) merupakan ciri khas dari wingko babat, biasanya rasa dan aroma wingko babat khas dengan jeruk commit purut. Di dalam UKM Jenang Asli, untuk to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat wingko babat bagian dari jeruk purut yang ditambahkan adalah buahnya. Buah jeruk purut diparut dengan menggunakan mesin pemarut kelapa. Jeruk purut didapatkan dengan cara membeli di pasar Sukoharjo. Kriteria jeruk purut yang dibeli adalah sudah tua dan masih segar. Biasanya untuk adonan 14
loyang, jeruk purut yang ditambahkan adalah
sebanyak 3 buah. Pengawasan mutu pada jeruk purut dapat dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4.14 Karakterik Jeruk Purut yang Digunakan UKM Jenang Asli No. 1. 2. 3.
Uji Organoleptik Warna Rasa Kotoran
Hasil Uji Hijau segar Asam agak pahit Tidak ada
Persyaratan (Anonimd, 2012) Hijau segar Asam agak pahit Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Karakteristik fisik jeruk purut yang digunakan di UKM sudah sesuai dengan standar mutu yang dikatakan Anonimd, (2012). Jeruk purut yang digunakan UKM mempunyai kenampakan fisik seperti : bentuk buahnya bulat telur, kulitnya hijau berkerut, berbenjol-benjol, rasanya asam agak pahit. Buah jeruk purut yang baik digunakan adalah sudah tua, berwarna hijau segar, masih segar, dan tidak terdapat kotoran atau ulat.
Gambar 4.8 Jeruk Purut b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Jeruk purut yang ada di UKM, apabila belum digunakan commit to user maka di simpan di dalam lemari es. Apabila jeruk purut
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disimpan terlalu lama di dalam kulkas akan menjadi layu bahkan busuk. Jika ada jeruk purut yang busuk, pemilik UKM melakukan tindakan sortasi. Spesifikasi dan pengendalian mutu jeruk purut untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Jeruk Purut Bahan Jeruk purut
Parameter
Persyaratan
Prosedur Pengendalian - Pemilihan jeruk purut
Tindakan Koreksi - Dilakukan pesortasian - Dilakukan sortasi kembali dan pencucian - Menyimpan suhu rendah
- Jenis jeruk purut
- Jeruk purut tua
- Kebersihan
- Bebas dari kotoran dan ulat
- Pencucian dan pengecekan secara visual
- Daya simpan
- Tidak busuk
- Penyimpanan yang tepat
Jeruk purut yang digunakan adalah jeruk purut yang sudah tua, biasanya ditandai dengan warna hijau tua dan kulit buahnya lebih tebal. Agar didapatkan kualitas jeruk purut seperti yang diinginkan sebaiknya dilakukan penyortiran. Penyimpanan jeruk purut pada suhu redah yang dilakukan oleh pemilik UKM sudah tepat. Menurut Wills et al (1981) penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme, memperlambat proses penuaan, mencegah kehilangan air dan mencegah kelayuan. Jadi penyimpanan jeruk purut pada suhu rendah dapat memperlambat pelayuan pada buah jeruk purut. Sehingga kesegaran
jeruk purut dapat bertahan lebih lama.
Pembelian jeruk purut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan produksi, agar tidak tersimpan lama di dalam kulkas. Sebelum di simpan dalam kulkas, sebaiknya jeruk purut disortasi kembali dan dicuci bersih. Apabila dalam penyimpanannya ada jeruk purut yang busuk langsung dibuang agar tidak mengkontaminasi jeruk purut yang masih baik. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Susu Kental Manis a. Evaluasi Pengendalian Mutu Penambahan bahan ini bertujuan untuk memperkaya rasa yang dihasilkan oleh wingko babat. Susu ketal manis yang digunakan adalah susu yang dikemas dalam kaleng sehingga penangananya lebih mudah. Susu kental manis (Gambar 4.9) yang digunakan adalah merk ”Omela”. Susu ini didapatkan dengan cara membeli di toko Mitra terdekat, biasanya dalam sekali membeli sebanyak 1 karton. Dalam kemasan susu yang digunakan sudah tertera label BPOM dan MUI. Untuk pembuatan wingko babat sebanyak 14 loyang, jumlah susu yang ditambahkan adalah 1 kaleng. Pengawasan mutu pada susu kental manis dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Karakterik Susu Kental Manis yang Digunakan UKM Jenang Asli No. 1. 2. 3.
Uji Organoleptik Bau Rasa Warna
Hasil Uji Normal susu Manis Putih
Persyaratan ( SNI 01-2971-1998) Normal Normal Sesuai ganda rasa yang ditambahkan
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan menandakan bahwa susu kental manis yang digunakan untuk membuat wingko babat sudah sesuai dengan spesifikasi mutu yang diatur di dalam SNI.
commit to user Gambar 4. 9 Susu Kental Manis
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Susu kental manis yang digunakan sudah tertera label BPOM dan MUI. Sehingga susu kental manis yang digunakan sudah memenuhi standar SNI, mempunyai kualitas tinggi dan aman untuk digunakan. Spesifikasi dan pengendalian mutu susu kental manis dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Spesifikasi dan Pengendalian Susu Kental Manis Bahan Susu kental manis
Persyaratan
Parameter Karakteristik mutu susu kental manis
- Sesuai dengan SNI 01-29711998. - Kemasan bersih
Prosedur Tindakan Pengendalian Koreksi Pembelian dan - Menggunakan susu kental penyimpanan manis yang yang tepat. mempunyai label SNI atau BPOM - Penyimpanan di dalam karton, tempat bersih dan dialasi.
Pemilihan susu kental manis sudah tepat, yaitu mempunyai label SNI. Akan tetapi susu kental manis disimpan tanpa kardus, hanya dialasi dengan koran dan disimpan di tempat yang kering. Penyimpanan susu kental manis sebaiknya dalam kardus. Hal ini dilakukan agar kualitas susu kental manis lebih terjaga. Cara penyimpanannya juga harus diberi alas, untuk menghindari cemaran yang berasal dari lantai. Alas yang efektif digunakan adalah pallet, papan yang terbuat dari kayu. Selain itu tempat penyimpanan harus bersih, bebas dari hama, jauh dari senyawa kimia berbahaya. 6. Telur a. Evaluasi Pengendalian Mutu Fungsi telur (Gambar 4.10) dalam pembuatan wingko babat adalah sebagai pembentuk tekstur agar lebih lembut. Untuk membuatcommit 14 loyang wingko babat menggunakan telur to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebanyak 1 ½ kg. Pembelian telur dilakukan setiap akan produksi, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebusukan telur, apabila persediannya terlalu banyak. Telur dibeli dari toko yang berada di dekat UKM. Pengawasan mutu pada telur dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Karakterik Telur yang Digunakan UKM Jenang Asli No.
Uji Organoleptik
Hasil Uji
Bentuk Normal bentuk telur Kehalusan Halus Ketebalan Tebal Keutuhan Utuh Kebersihan Bersih Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
1 2 3 4 5
Persyaratan (3926:2008) Normal Halus Tebal Utuh Bersih
Standar mutu telur yang digunakan di UKM sudah sesuai dengan ketetapan dalam SNI. Spesifikasi mutu telur secara fisik yang digunakan UKM adalah berbentuk normal telur, kulitnya halus dan tebal, bentuknya utuh dan bersih.
Gambar 4.10 Telur b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Salah satu bahan penunjang yang ditambahkan dalam pembuatan wingko babat adalah telur. Untuk perbaikan mutu, maka diperlukan adanya konsep pengendalian mutu. Spesifikasi dan pengendalian mutu telur untuk perbaikan dapat dilihat pada commit to user Tabel 4.19.
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.19 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Telur Bahan Telur
Parameter
Persyaratan
Karakteristik mutu telur
berbentuk normal telur, utuh dan bersih serta kulitnya halus dan tebal
Prosedur Pengendalian Pemilihan mutu telur, dan penyimpanan yang tepat
Tindakan Koreksi - Dilakukan sortasi - Disimpan di tempat yang kering, bersih dan bebas dari cemaran.
Untuk memenuhi spesifikasi mutu telur yang berkualitas, maka diperlukan sortasi bahan baku telur. UKM Jenang Asli melakukan sortasi telur saat membeli telur. Keadaan telur harus normal, tidak pecah dan bersih. Selain itu telur yang baik adalah telur yang mempunyai kulit halus dan tebal. Penyimpanan telur juga
mempengaruhi
kualitas
telur.
Penyimpanan
telur
membutuhkan tempat yang bersih, bebas dari kontaminasi, dan dalam keadaan kering. UKM Jenang Asli menyimpan telur yang akan digunakan di dalam ember yang dialasi dengan jerami. Wadah pengemas yang digunakan belum tepat, seharusnya menggunakan krat telur yang bersih. 7. Margarin a. Evaluasi Pengendalian Mutu Margarin (Gambar 4.11) dalam pembuatan telur hanya digunakan untuk melapisi loyang yang akan digunakan untuk mengoven wingko babat, sehingga konsentrasi penambahannya hanya secukupnya dalam jumlah kecil. Margarin yang digunakan adalah merk “Palmboom”, kemasan margarin ini adalah karton. Pada kemasan karton telah tertera label BPOM. Margarin ini didapatkan dari pasar Sukoharjo, dalam setiap membeli sebanyak 1 karton. Pembeliannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Pengawasan mutu pada margarin dapat commit to user dilihat pada Tabel 4.20.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.20 Karakterik Margarin yang Digunakan UKM Jenang Asli No.
Uji Organoleptik
Persyaratan (SNI 01-3541-2002)
Hasil Uji
Bau Khas margarin Warna Khas kuning margarin Rasa Khas margarin Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
1 2 3
Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima
Dari hasil organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa margarin yang digunakan sudah sesuai dengan persyaratan mutu margarin yang ditulis dalam SNI.
Gambar 4. 11 Margarin b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Jumlah penggunaan margarin dalam produksi wingko babat hanya dalam jumlah kecil, akan tetapi penanganan untuk bahan baku jenis ini juga sangat diperlukan. Spesifikasi dan pengendalian mutu margarin untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.21. Margarin yang digunakan di UKM Jenang Asli sudah mempunyai label SNI, jadi kualitasnya sudah bagus. Akan tetapi penyimpanan margarin di lantai tanpa alas dan tidak dikemas rapat. Untuk penyimpanan margarin sebaiknya dalam keadaan tertutup rapat agar tidak tercemari benda asing. Untuk peletakan margarin juga harus diberi alas untuk menghindari adanya potensi cemaran yang berasal dari lantai, selain itu juga untuk mengindari gangguan hama yang dapat merusak kualitas commit to user margarin.
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.21 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Margarin Bahan
Parameter
Persyaratan
Margarin
Karakteristik mutu margarin
Sesuai dengan SNI 01-35412002
Kebersihan
Bebas dari cemaran benda asing
Prosedur Pengendalian - Pemilihan dan pembelian margarin
Tindakan Koreksi - Membeli margarin yang mempunyai label SNI
- Penyimpanan yang tepat
- Disimpan di tempat yang kering, bersih dan bebas dari cemaran.
2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Wingko Babat Pengendalian mutu pada proses produksi berpengaruh besar terhadap produk akhir. Pengendalian mutu proses meliputi monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang ekonomis. Proses pembuatan wingko babat di dalam UKM Jenang Asli memerlukan waktu yang lama sekitar 5-6 jam, dikarenakan banyak tahapan proses yang harus dilakukan. Dalam memproduksi wingko babat tidak menentu jumlahnya, disesuaikan dengan pesanan dan ketersediaan produk. Biasanya untuk memproduksi 14 loyang wingko babat dengan ukuran 20x25 memerlukan bahan baku sebanyak 10 kg beras ketan, 7 kg kelapa muda dan 5 kg gula pasir. Tahapan proses pembuatan wingko babat dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 4.12). Proses produksi pembuatan wingko babat berdasarkan evaluasi pengendalian mutu yang ada UKM Jenang Asli dan konsep pengendalian mutu untuk perbaikan proses (Tabel 4.22).
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beras Ketan 10 kg
Daging Kelapa 7 kg dan 3 Buah Jeruk Purut
Perendaman 1 jam Pencucian & Penirisan Penepungan
Pemarutan
Kelapa & Jeruk Parut
Tepung Ketan Pengadonan
Pencetakan Air 3 lt , Gula 5 kg, Telur 1 ½ kg, Susu 1 kaleng, Garam 1 sendok teh, Vanili 2 sendok teh
Pengukusan 1 jam Pengovenan 1 ½ jam
Wingko Babat Pengemasan
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Produksi Pembuatan Wingko
a. Perendaman 1.
Evaluasi Pengendalian Mutu Tahap awal dalam proses pembuatan wingko babat adalah proses perendaman beras ketan (Gambar 4.13). Beras ketan diambil 10 kg tanpa disortasi, kemudian dilakukan perendaman. Media perendaman beras ketan menggunakan air sumur, sedangkan untuk tempat perendamannya menggunakan ember. Air sumur yang digunakan tanpa penyaringan. Air commit to user bagian ketan tercelup. Proses ditambahkan hingga seluruh
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perendaman ini berlangsung selama 1 jam. Kondisi saat perendaman, ember dibiarkan terbuka tanpa tutup.
Gambar 4.13 Proses Perendaman Beras Ketan 2.
Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Menurut
Winarno
(1993),
perendaman
dapat
menyebabkan hidrasi pada granula pati sehingga pati dapat tergelatinisasi dengan baik jika dipanaskan, jumlah air yang terserap 30 %. Jadi proses perendaman ini bertujuan untuk melunakkan beras ketan, karena beras ketan terhidrasi oleh air. Lunaknya sifat ketan setelah direndam akan mempermudah proses penepungan. Sehingga saat merendam harus dipastikan beras ketan terendam air semua. Saat perendaman terjadi proses imbibisi biji, yaitu masuknya air ke dalam biji ketan, sehingga biji ketan mengembang dan menjadi lunak. Untuk pengendalian mutu dari proses perendaman antara lain adalah sebelum dilakukan perendaman sebaiknya beras ketan disortasi terlebih dahulu, dalam istilah jawa sering disebut dengan ditapeni. Hal ini bertujuan agar beras ketan bebas dari kotoran dan cemaran fisik seperti kerikil, kulit ketan, pasir, tanah, batang dan daun. Selain itu air yang digunakan untuk merendam sebaiknya adalah air yang telah mengalami tahap penyaringan atau filtrasi, sehingga cemaran fisik, biologi maupun kimia dapat diminimalisir. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Saat melakukan perendaman sebaiknya wadah yang digunakan untuk merendam dalam keadaan bersih. Selain itu kondisi saat merendam, sebaiknya wadah ditutup. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi dari benda asing yang masuk apabila kondisi perendaman dilakukan dengan keadaan terbuka. b. Pencucian dan Penirisan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Tahapan proses selanjutnya adalah pencucian dan dilanjutkan dengan penirisan (Gambar 4.14). Pencucian berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang terikut bahan baku. Ketan yang telah direndam selama 1 jam kemudian dicuci menggunakan air sumur bersih. Cara pencuciannya adalah ketan yang direndam di dalam ember dipindahkan kedalam wadah yang berasal dari bambu. Wadah dari bambu memiliki pori-pori besar sehingga pencuciannya dapat berulang-ulang. Pencucian dilakukan berulang kali hingga air cucian tidak keruh. Hal ini menandakan bahwa beras ketan sudah bersih.
Setelah proses pencucian selesai tahapan berikutnya
adalah proses penirisan. Proses penirisan ini bertujuan agar sisa air cucian tidak terikut pada beras ketan. Karena jika kandungan air berlebih akan mempengaruhi pada proses selanjutnya. Penirisan dilakukan dalam keadaan terbuka tanpa tutup.
(a) Pencucian
(b) Penirisan
Konsep untuk(a) Perbaikan GambarPengendalian 4.14 Proses Mutu Pencucian dan Penirisan (b) Beras Ketan commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Krisnawati (1996), pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku. Sehingga dalam proses pencucian bahan baku, harus dipastikan benar-benar bersih. Air yang digunakan untuk proses pencucian adalah air sumur bersih. Cara ini sudah tepat, akan tetapi untuk mendapatkan hasil akhir pencucian yang benar-benar bersih dan kotoran serta cemaran dapat diminimalisir, penggunaan air sumur yang telah di filtrasi lebih tepat. Wadah yang digunakan untuk mencuci juga harus dipastikan bersih, selain itu pori-pori wadah pencucian harus dapat menahan beras ketan agar tidak ikut lolos bersama air. Perlakuan pencucian beras ketan di dalam UKM sudah tepat, yaitu proses pencucian dilakukan beberapa kali hingga air bekas cucian berwarna jernih. Proses pencucian sangat mempengaruhi kualitas produk wingko babat yang dihasilkan. Apabila bahan yang digunakan tidak bersih karakteristik dan kualitas produk akan menurun. Bahkan dapat membahayakan konsumen. Proses penirisan beras ketan juga harus diperhatikan. Proses penirisan selesai ditandai dengan tidak ada air yang menetes dari wadah. Sebaiknya penirisan dilakukan tidak dalam keadaan terbuka, tetapi ditutup. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya benda asing ke dalam beras ketan. c. Penepungan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Di dalam proses penepungan (Gambar 4.15) ini, bahan baku beras ketan akan ditepungkan menjadi tepung ketan dengan bantuan mesin penepung yang menggunakan tenaga diesel. Tepung ketan ini merupakan bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi wingko babat. Di dalam UKM Jenang Asli, sudah memilikicommit mesintopenepungan sendiri. Sehingga untuk user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menepungkan beras ketan dapat dilakukan sendiri. Cara menepungkannya adalah dengan memasukkan beras ketan sedikit demi sedikit ke dalam hopper dan masuk ke dalam ruang penepung. Kemudian tepung akan keluar melaui saluran outlet pada mesin. Hasil tepung ini ditampung dengan menggunakan karung beras ketan. Hasil dari penepungan tidak diayak, jadi beras ketan yang sudah ditepungkan langsung digunakan untuk membuat wingko babat. Alat penepungan di dalam UKM dibersihkan dengan menggunakan kain. Setiap akan digunakan mesin penepungan dibersihkan menggunakan kain terlebih dahulu.
(a)
(b)
(c) Gambar 4.15 Proses Penepungan (a) Beras ketan (b) Penepungan dengan Mesin (c) Tepung Ketan
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pengendalian mutu pada proses penepungan meliputi bahan yang ditepungkan, mesin dan alat penepungan, pekerja dan hasil penepungan. Agar kualitas penepungan bagus, maka bahan yang akan ditepungkan harus lunak yang sebelumnya melalui proses perendaman. Setelah perendaman, bahan harus ditiriskan dengan baik. Selesainya proses penirisan ditandai dengan air tidak menetes lagi dari wadah. Menurut Purwanto (1995), tanda hasil penepungan apabila bahan yang digunakan sudah kering yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu dengan yang lainnya tidak saling lengkap, tetapi saling lepas. Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatan sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok. UKM Jenang Asli sudah menerapkan hal tersebut, sehingga hasil tepung yang didapatkan tidak menggumpal. Mesin dan alat penepungan dipastikan dalam keadaan bersih bebas dari cemaran. Sanitasi dan perawatan alat serta mesin harus dilakukan secara berkala dan mesin dipastikan dapat bekerja dengan baik. Selain itu kebersihan pekerja juga harus diperhatikan, seperti badan terutama tangan harus bersih, selalu mencuci tangan dengan sabun desinfektan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari para pekerja. Hasil akhir penepungan juga harus dikendalian dengan cara melakukan pengayakan agar ukuran partikel tepung seragam. Perlakuan ini sangat penting agar didapatkan tekstur wingko babat yang lembut dan seragam, dan saat pemasakan adonan dapat matang secara merata. Ukuran tepung ketan yang tidak lolos ayakan, sebaiknya ditepungkan kembali. commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Pemarutan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Pemarutan adalah suatu cara untuk memperoleh bahan yang lebih kecil, yang semula punya ukuran besar. Bahan yang melalui proses pemarutan adalah daging kelapa dan buah jeruk purut. Untuk
memproduksi
wingko
babat
sebanyak
14
loyang
membutuhkan 7 kg daging kelapa dan 3 buah jeruk purut. Langkah awal proses pemarutan (Gambar 4.16) adalah kelapa dikupas dengan cara dipisahkan dari sabut dan tempurungnya. Setelah itu, daging kelapa dibersihkan testanya, dicuci menggunakan air bersih dan ditimbang sesuai berat yang diinginkan. Baru kemudian kelapa diparut.
Sedangkan
untuk
jeruk
purut
langsung
dicuci
menggunakan air bersih. Setelah itu baru masuk ke dalam mesin pemarutan.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 4.16 Proses Pemarutan (a) Pengupasan Kelapa (b) Penghilangan Testa (c) Penimbangan Kelapa (d) commit to user Pemarutan Kelapa + Jeruk Purut (e) Kelapa + Jeruk Parut
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
UKM Jenang Asli sudah memiliki mesin pemarut sendiri, yang menggunakan diesel dengan bahan bakar bensin. Sebelum
digunakan,
mesin
pemarut
hanya
dibersihkan
menggunakan sapu yang penggunaannya sudah berulang-ulang. Daging kelapa dan jeruk purut dimasukkan ke hopper dan langsung dicacah oleh rol pemarut yang berputar. Hasilnya berupa parutan kelapa yang halus dan ditampung di bagian outlet menggunakan bak. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pemarutan merupakan proses pengolahan yang tidak asing lagi dalam teknologi bahan makanan. Proses ini berguna untuk menghasilkan produk yang berbentuk serabut maupun butiran-butiran kecil untuk selanjutnya diolah menjadi beberapa jenis makanan (Atjeng, 1983). Pengendalian mutu di dalam UKM pada proses pemarutan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti bahan yang akan diparut, keadaan alat dan mesin, pekerja dan hasil parutan. Bahan yang akan diparut harus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih sampai tidak ada kotoran yang menempel pada bahan. Untuk alat dan mesin harus dipastikan dapat bekerja dengan baik. Service dilakukan secara rutin untuk menjaga keawetan mesin sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi. Selain itu sanitasi peralatan dan pekerja juga mempengaruhi mutu produk. Pembersihan mesin dan peralatan sebaiknya menggunakan air bersih, jika hanya menggunakan sapu kotoran yang menempel pada mesin tidak dapat hilang. Hal ini akan mempengaruhi bahan yang akan diparut selanjutnya. Pekerja merupakan salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan, maka kebersihan pekerja harus diutamakan. Salah commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
satunya adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan e. Pengadonan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Proses pengadonan (Gambar 4.17) merupakan proses pencampuran bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wingko babat, seperti : tepung ketan, parutan kelapa dan jeruk purut. Selain itu juga ditambahkan 5 kg gula, 1 sendok teh garam, 2 sendok teh vanili, 1 ½ kg telur, 1 kaleng susu kental manis dan 3 liter air bersih. Sebelum ditambahkan dalam adonan, telur dikocok terlebih dahulu. Setelah itu semua bahanbahan ini dicampur menjadi satu
sampai homogen dapat
tercampur rata. Alat yang digunakan untuk proses pengadonan adalah bak besar, sehingga dapat memuat banyak bahan-bahan yang akan diadoni. Proses pengadonan di dalam UKM masih berlangsung secara manual, yaitu dengan tenaga manusia. Bahan-bahan yang sudah dimasukkan menjadi satu di dalam bak besar diadoni menggunakan tangan pekerja.
(a)
(b)
Gambar 4.17 Proses Pengadonan (a) Pencampuran Bahan (b) Pengadonan Bahan
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pengadukan atau pengadonan adalah salah satu proses langkah tungggal dimana semua bahan di campur bersama-sama dalam satu campuran tunggal, sekaligus merupakan suatu proses penyebaran satu komponen ke komponen yang lain. Secara ideal proses pengadukan dimulai dengan mengelompokan masingmasing komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga masih tetap terpisah satu sama yang lain dalam bentuk komponen-komponen murni (Norman, 1988). Pengendalian mutu sangat penting untuk diterapkan dalam proses ini, agar didapatkan produk akhir yang mempunyai kualitas bagus. Pengadonan bertujuan untuk menghomogenkan campuran bahan. Saat proses pengadonan, harus dipastikan adonan sudah homogen. Apabila adonan tidak homogen, bahan yang ditambahkan tidak bisa saling menyatu, sehingga karakteristik wingko yang dihasilkan jelek dan kualitasnya menurun. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi wingko sebaiknya ditakar menggunakan timbangan maupun gelas takar. Hal ini bertujuan untuk mengontrol komposisi bahan baku agar produk akhir mempunyai kualitas dan cita rasa tinggi. Misalnya penambahan air tidak menggunakan baskom kecil, akan tetapi menggunakan gelas takar. Apabila penambahan air 3 liter menghasilkan produk akhir yang terlalu lembek, dapat dilakukan pengurangan proporsi air dengan meggunakan gelas takar. Air yang digunakan dalam proses pengadonan sebaiknya air matang, tujuannya untuk meminimalisir potensi cemaran yang berasal dari air. Sebaiknya dalam mengadoni bahan-bahan menggunakan alat mixer. Cara ini lebih efektif dan efisien dalam commititu to hasil user adonan lebih bagus karena dapat pengerjaannya. Selain
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tercampur secara merata. Pengadonan secara manual dibutuhkan proses yang lebih lama, dan adonan belum tentu dapat tercampur merata sempurna. Pengerjaan dengan menggunakan tangan
langsung
dapat
menyebabkan
terjadinya
potensi
kontaminasi pada bahan yang diadoni. Apalagi jika hal ini didukung dengan kurangnya kebersihan pekerja. f. Pencetakan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Proses pencetakan (Gambar 4.18) ini bertujuan untuk membentuk wingko babat dengan ukuran tertentu secara seragam. Alat yang digunakan untuk mencetak adalah loyang dengan ukuran 25x20 cm dengan tinggi 5 cm. Dalam UKM loyang-loyang yang akan digunakan disimpan di dalam karung. Sebelum
digunakan
loyang-loyang
ini
dibersihkan
menggunakan kain kemudian permukaan loyang dilapisi dengan margarin. Bahan-bahan yang telah diadoni dimasukkan ke dalam loyang hingga penuh sampai ke permukaan loyang. Proses memasukkan adonan ke dalam loyang ini dilakukan dengan manual yaitu dengan menggunakan baskom kecil dan diratakan menggunakan tangan.
(a)
(b)
(c) commit to user Gambar 4.18 Proses Pencetakkan (a) Pengolesan Margarin 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan (b) Penuangan Adonan (c) Perataan Adonan
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengendalikan mutu dari proses pencetakan agar tidak mengurangi kualitas produk antara lain alat yang digunakan untuk mencetak dan cara mencetak. Loyang yang digunakan untuk mencetak harus bersih. Penggunaan karung untuk menyimpan loyang sudah tepat, karena lebih tertutup dan kontaminasi cemaran dari luar dapat diminimalisir. Akan tetapi karung yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan dapat menutup rapat barang yang dikemas. Alternative lain yang dapat digunakan adalah menyimpan loyang di dalam almari yang kondisinya bersih dan bebas dari cemaran. Selain itu cara pencetakan juga perlu dikendalikan, baskom kecil yang digunakan untuk memindahkan adonan pada loyang harus benar-benar bersih. Selain itu untuk meratakan permukaan loyang sebaiknya tidak menggunakan tangan langsung, akan tetapi menggunakan alat seperti sendok makan atau alat lainnya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir potensi terjadinya kontaminasi ke dalam adonan.
g. Pengukusan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Setelah adonan dicetak proses selanjutnya adalah pengukusan. Proses pengukusan (Gambar 4.19) berlangsung selama 1 jam. Alat yang digunakan untuk mengukus adalah dandang, dengan bahan bakar kayu. Loyang-loyang yang berisi adonan dimasukkan ke dalam dandang dengan penataan ditumpuk meningkat ke atas.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.19 Proses Pengukusan 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Proses pengukusan menyebabkan pati tergelatinisasi dan selanjutnya akan pecah menjadi amilosa dan amilopektin. Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), lamanya pengukusan dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dikukus dan tekstur dari produk yang nantinya diinginkan. Pengendalian mutu pada proses pengukusan ini adalah alat yang digunakan untuk mengukus, bahan bakar yang digunakan, dan lama pengukusan. Sebaiknya menggunakan alat pengukusan yang dilengkapi dengan pengaturan suhu dan waktu. Hal ini akan lebih efektif dan efisien, dan proses pengukusan lebih terkontrol. Selain itu kontaminasi dari luar dapat diminimalisir. Berbeda dengan cara pengukusan tradisional yang masih menggunakan dandang dengan bahan bakar kayu yang pengaturan waktu masih manual dan suhunya tidak terkontrol. Cara ini lebih tidak efektif dan efesien. h. Pengovenan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Proses pengovenan (Gambar 4.20) merupakan proses terakhir dalam pembuatan wingko babat. Setelah adonan dikukus
proses
selanjutnya
adalah
pengovenan.
Proses
pengovenan di dalam UKM masih sangat sederhaana. Sumber commit to user panas pengovenan pada UKM menggunakan arang. Adonan
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wingko babat yang ada di loyang dimasukkan ke dalam oven. Oven yang digunakan terbuat dari seng, di dalam oven terdapat 2 rak yang digunakan untuk tempat bahan yang dioven. Arang panas diletakkan diatas permukaan oven dan dibawah oven. Sehingga suhu pengovenan tidak dapat diatur. Suhu pengovenan yang tidak bisa dikontrol, membuat pekerja harus membolak balik wingko babat agar tidak gosong. Apabila ada permukaan yang
terlebih
dahulu
berubah
warna
menjadi
coklat,
penanganannya dengan cara ditutup menggunakan potongan kardus. Tujuannya agar bagian yang sudah berubah warna tidak gosong. Setelah warna permukaan wingko babat berubah menjadi coklat, potongan kardus tersebut dilepas. Proses pengovenan ini berlangsung kurang lebih 1 ½ jam. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pengendalian pada proses pengovenan
sangat penting.
Karena proses ini menentukan kematangan wingko babat yang siap untuk dikonsumsi. Alat yang digunakan untuk mengoven di dalam UKM kurang efektif, efesien, dan banyak menguras tenaga. Selain itu saat pengovenan wingko sering dikeluar masukkan untuk mensiasati agar tidak ada permukaan yang gosong. Hal ini dapat mengundang potensi cemaran luar. Maka sebaiknya agar kualitas dan mutu wingko babat tetap terjaga, proses pengovenan menggunakan oven yang dilengkapi dengan pengaturan waktu dan suhu.
commit to user Gambar 4.20 Proses Pengovenan
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.22 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Proses Produksi Wingko Babat Proses pembuatan
Parameter
Perendaman -
Wadah yang digunakan Air yang digunakan Keadaan bahan baku
-
Wadah yang digunakan Air yang digunakan Keadaan bahan baku
-
-
Alat penepungan
-
-
Sanitasi pekerja
-
-
Hasil penepungan
-
Keadaan bahan baku
-
Alat pemarutan
-
Pencucian dan penirisan -
Penepungan
Persyaratan
-
-
-
Pemarutan
Pengadonan
Pemakaian wadah yang bebas kotoran Tindakan penanganan air Pengecekan visual
-
Wadah yang digunakan bersih Air disaring atau difiltrasi Bahan baku bersih dari cemaran fisik Alat penepungan bersih dan dapat bekerja dengan baik Kebersihan pekerja terjaga Bebas dari cemaran fisik dan partikel tepung seragam Bahan baku bersih dari kotoran
-
Pemakaian wadah yang bebas kotoran Tindakan penanganan air Pengecekan visual
-
Menggunakan alat yang bersih dan dapat bekerja dengan baik Penerapan sanitasi yang baik
-
-
Pengecekan visual
-
-
Pembersihan bahan baku
-
Alat pemarutan bersih dan dapat bekerja dengan baik Kebersihan pekerja terjaga
-
Menggunakan alat yang bersih dan dapat bekerja dengan baik
-
Penerapan sanitasi yang baik
-
-
-
-
-
-
-
-
Wadah yang digunakan bersih Hasil adonan lebih hygienis
Pemakaian wadah yang bebas kotoran Mengadoni dengan alat
-
Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan Dipastikan wadah yang digunakan bersih Menggunakan mixer untuk mengadoni bahan
loyang yang digunakan bersih Kebersihan pekerja terjaga
Pemakaian loyang yang bebas kotoran Penerapan sanitasi yang baik
-
-
Kebersihan pekerja terjaga
-
Wadah yang digunakan Cara mengadoni Loyang yang digunakan Sanitasi pekerja
-
Melakukan pencucian bahan baku menggunakan air bersih Perawatan dan pembersihan alat dilakukan secara berkala
Penerapan sanitasi yang baik
Sanitasi pekerja
-
Perawatan dan pembersihan alat dilakukan secara berkala Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan Dilakukan pengayakan tepung
Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
-
-
Dipastikan wadah yang digunakan bersih Melakukan treatment khusus terhadap air Melakukan sortasi bahan baku dan saat proses perendaman sebaiknya ditutup Dipastikan wadah yang digunakan bersih Melakukan treatment khusus terhadap air Saat proses penirisan sebaiknya ditutup
-
-
-
-
-
-
Sanitasi pekerja
-
Tindakan Koreksi
Wadah yang digunakan bersih Air disaring atau difiltrasi Bahan baku bersih dari cemaran fisik
-
Pencetakan
-
Prosedur Pengendalian
commit to user
-
-
Dipastikan loyang yang digunakan bersih Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses pembuatan
Parameter
Persyaratan
Prosedur Pengendalian
Pengukusan
Cara pengukusan
Proses pengukusan dapat terkontrol
Pengukusan menggunakan alat
Pengovenan
Cara pengovenan
Proses pengovenan dapat terkontrol
Pengovenan menggunakan alat
Pengemasan
Keamanan kemasan
Pengemasan dapat melindungi produk dengan baik
Penggunaan kemasan primer dengan plastik PP dan kemasan primer dengan karton
Tindakan Koreksi
-
Proses pengukusan menggunakan alat kukus yang dilengkapi pengaturan waktu dan suhu Proses pengovenan menggunakan alat oven yang dilengkapi pengaturan suhu dan waktu Melakukan kemasan pada produk menggunakan kemasan primer dengan plastik PP dan kemasan primer dengan karton. Minimal disertai dengan merk dagang, komposisi dan tanggal kadaluarsa.
Sumber : Hasil Pengamatan
i. Pengemasan 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Wingko babat yang sudah jadi tidak langsung dikemas. Akan tetapi diletakkan di meja bersama dengan produk olahan lainnya, misalnya : jenang, wajik, rasikan dan kue prol. Wingko babat baru dikemas apabila ada pembeli yang datang.. Pengemasan (Gambar 4.21) produk ini menggunakan kertas roti sebagai pengemas primer dan pengemas sekunder menggunakan kertas koran. Agar kemasan ini dapat tertutup maka ditali menggunkan karet gelang. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Pengemasan produk dalam UKM Jenang Asli kurang tepat. Kemasan yang digunakan tidak bisa sepenuhnya menjaga kualitas produk. Karena pengemasan merupakan salah satu proses yang paling penting untuk menjaga kualitas produk makanan selama penyimpanan, transportasi, dan penggunaan commit to user akhir. Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memburuk secara biologis dan kimiawi maupun fisik. Oleh karena itu, kemasan makanan memberikan kontribusi untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dan keamanan produk makanan. Proses pengemasan merupakan faktor kendali mutu yang sangat mempengaruhi mutu produk. Maka dari itu proses ini harus dikendalikan secara benar. Penggunaan kertas roti dan kertas
koran,
masih
sangat
memungkinkan
produk
terkontaminasi. Kandungan minyak pada wingko babat yang berasal dari kelapa dan margarin dapat teroksidasi karena adanya panas maupun cahaya. Apalagi produk wingko babat adalah produk semi basah, yang berpotensi besar ditumbuhi mikroba.
Kemasan
yang
digunakan
seharusnya
dapat
melindungi produk dari potensi bahaya. Kemasan koran pada produk dapat menyebabkan kontaminasi yang berasal dari tinta yang luntur, karena tinta mengandung Pb (timbal). Bahan pengemas yang efektif digunakan
sebagai
pengemas primer wingko babat adalah plastik PP kemudian direkatkan menggunakan sealler. Menurut Winarno dan Jenie (1982), ciri-ciri plastik PP biasanya transparan tetapi tidak jernih, keras tetapi fleksibel, kuat, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi. Sedangkan untuk kemasan sekunder sebaiknya menggunakan kemasan karton yang sudah tertera merk dagang, jenis produk, komposisi, informasi nilai gizi, dan tanggal kadaluarsa. Jika memungkinkan disertai label SNI, BPOM dan MUI. Lingkungan penyimpanan produk sangat memungkinkan dapat mencemari produk, karena itu apabila wingko babat sudah commit to user Kebersihan pekerja merupakan dingin harus segera dikemas.
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
faktor penting untuk menjaga kehygienisan produk. Sebelum dan setelah melakukan produksi harus membersihkan tangan dengan menggunakan sabun desinfektan.
(a)
(b)
Gambar 4.21 Pengemasan Wingko Babat (a) Pengemasan di UKM (b) Saran Pengemasan 3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu produk akhir merupakan salah satu hal penting agar kualitas produk tetap terjamin dan dapat diterima konsumen dengan baik. Dalam pengendalian mutu produk akhir ini dilakukan beberapa analisa yang hasilnya dibandingkan dengan SNI 01-4311-1996. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil uji wingko babat yang ada di UKM Jenang Asli dapat masuk standar parameter SNI. Analisa uji yang dilakukan antara lain kadar air, asam lemak bebas (FFA), serat kasar, kadar gula (dihitung sebagai sakarosa), dan angka lempeng total. Hasil pengujian terhadap wingko babat dapat dilihat pada Tabel 4.23. Pengujian mutu akhir wingko babat belum sepenuhnya memenuhi standar SNI. Parameter uji yang belum memenuhi adalah analisa terhadap kadar air dan cemaran bakteri. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.23 Hasil Analisis Uji Produk Wingko Babat UKM Jenang Asli Jenis Analisis Kadar Air
Metode Uji SNI 01-0428-1989 Thermogravimetri (b/b) Thermovolumetri (b/v) bebas Sudarmadji. dkk, 1997
Asam lemak (FFA) Serat kasar Sudarmadji. dkk, 1996 Kadar gula (dihitung Sudarmadji. dkk, 1996 sebagai sakarosa) Luff Schoorl Cemaran mikroba SNI 01-2897-1992 Angka lempeng total
Hasil Analisis
Persyaratan SNI Maks. 30 %
40,85 % 35,405 % 0,235 %
Maks. 1,0 %
2,165 % 27,58 %
Maks. 3,0 % Min. 24 %
1,69 X104 1,41 x 106
Maks. 1x 104
Sumber : Hasil Analisis Uji
a. Kadar Air 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Pengujian kadar air pada produk wingko babat awalnya menggunakan metode thermogravimetri, karena mengacu pada hasil SNI 01-0428-1989 (b/b). Akan tetapi wingko babat adalah produk yang mempunyai kandungan gula tinggi, maka metode yang lebih cocok untuk menganalisa kadar air adalah metode thermovolumetri (b/v). Prinsip kerja metode thermogravimetri adalah menguapkan air dengan menggunakan cara pengovenan pada suhu 1050C dimana contoh akan mengalami penurunan bobot hingga dicapai berat konstan, selisih penimbangan berturut-turut maksimal 0,02 mg. Sedangkan
prinsip
kerja
metode
thermovolumetri
adalah
menguapkan air menggunakan cairan kimia tertentu yang titik didihnya lebih tinggi daripada air. Air yang terdestilasi ditampung dalam tabung Bidwel Sterling, sehingga dapat diukur volumenya. Pengujian kadar air produk wingko babat dilakukan 2 kali pengulangan. Cara uji secara thermogravimetri adalah dengan dilakukan penimbangan produk kemudian dikeringkan dengan jalan pengovenan hingga dicapai berat konstan, kemudian ditimbang. Uji menggunakan metode thermogravimetri didapatkan kadar air sebesar 40,85%. Sedangkan cara uji secara thermovolumetri dilakukan commit to user pelarut xylen. Hasil uji kadar secara destilasi dengan menggunakan
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
air yang didapatkan menggunakan metode ini adalah sebesar 35,405%. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar adalah salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Menurut Winarno (1997), kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Turunnya kadar air yang ada dalam suatu bahan akan memberi kemungkinan berkurangnya kebusukan dari makanan tersebut. Sehingga semakin tinggi kadar air pada suatu produk tingat keawetannya akan semakin rendah. Hasil uji kadar air pada produk wingko babat yang didapatkan adalah dengan metode thermogravimetri sebesar 40,85% dan metode thermovolumetri sebesar 35,405%. Sedangkan menurut SNI kadar air pada wingko babat maksimal 30%. Hal ini berarti produk wingko babat yang ada di UKM Jenang Asli kandungan kadar airnya tidak memenuhi parameter standar. Kandungan kadar air yang berlebih dapat mempengaruhi karakteristik, cita rasa dan keawetan pada wingko babat. Karakteristik wingko babat akan menurun, teksturnya lebih lembek, cita rasanya berkurang, dan akan cepat basi. Sehingga umur simpannya akan berkurang dan berpotensi besar untuk tercemar mikroba. Penyebab wingko babat mengandung kadar air berlebih kemungkinan pada saat pengadonan. Saat proses pengadonan air yang ditambahkan terlalu banyak. Untuk produksi 14 loyang, air yang ditambahkan kira-kira 3 liter. Hal yang harus dilakukan agar kandungan kadar air sesuai standar SNI adalah dengan cara mengurangi proporsi penambahan commit to user air saat proses pengadonan.
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penakaran air yang akan ditambahkan harus menggunakan gelas takar, agar dapat dikontrol. Selain itu penyimpanan produk harus di tempat yang kering dan bebas dari cemaran. b. Asam lemak bebas (FFA) 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Asam lemak bebas terbentuk pada proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan bahan pangan dengan % FFA lebih dari 0,2% dari massa lemak akan mengakibatkan flavour yang tidak diinginkan dan dapat bersifat toksik. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 % (Ketaren, 1986). Pengujian kadar asam lemak pada produk wingko babat menggunakan metode Sudarmadji dkk (1997). Pengujian ini dilakukan dua kali pengulangan. Dari hasil pengujian didapatkan kadar FFA pada produk wingko babat sebesar 0,235%. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Menurut F. G Winarno (2007), reaksi oksidasi merupakan salah satu penyebab kerusakan lemak yang utama. Yaitu timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal – radikal bebas yang disebabkan oleh faktor – faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam – logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim – enzim lipoksidase. Kandungan FFA produk wingko babat di dalam UKM Jenang Asli adalah sebesar 0,235 % sedangkan menurut SNI kandungan commit to user asam lemak bebas pada wingko babat 1,0 %. Sehingga kandungan
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
asam lemak bebas pada wingko babat masih dibawah standar SNI yang telah ditetapkan. Hal ini artinya untuk parameter uji asam lemak bebas masih memenuhi ketentuan SNI. Wingko babat merupakan produk makanan yang cara pengolahannya dengan pengovenan, maka dalam SNI batas patokan kandungan asam lemak bebas relatif kecil. Kemungkinan adanya asam lemak bebas dalam bahan disebabkan oleh penambahan parutan kelapa dalam proses pembuatannya. Pengemasan dan penyimpanan produk sangat mempengaruhi
kandungan
asam
lemak
bebas
pada
bahan.
Pengemasan yang tidak tepat dapat menyebabkan produk kontak langsung dengan cahaya dan matahari sehingga kandungan asam lemak bebas meningkat. Penyimpanan produk sangat mempengaruhi kandungan asam lemak pada suatu bahan. Setelah proses pengovenan wingko babat disimpan di tempat yang kering pada suhu ruang. Jika produk langsung kontak dengan cahaya matahari atau disimpan pada suhu tinggi, maka kandungan asam lemak pada produk akan meningkat. Hal ini didukung dengan teori Winarno (2004) yang mengatakan bahwa, kandungan asam lemak suatu bahan dapat meningkat apabila dipengaruhi oleh suhu dan sinar matahari. Lemak/minyak akan mudah teroksidasi bila disimpan pada suhu yang tinggi dan apabila terkena sinar matahari. Kandungan asam lemak pada suatu produk jumlahnya tinggi dapat memicu penyakit jantung, diabetes, kangker dan penyakit berbahaya lainnya. Hal yang harus dilakukan untuk mencegah kandungan asam lemak bebas meningkat adalah dengan memperbaiki kemasan. Kemasan yang digunakan harus dapat melindungi produk, agar tidak kontak langsung dengan cahaya dan sinar matahari. Kemasan yang efektif digunakan adalah plastik jenis PP sebagai kemasan primer dan kemasan karton sebagai kemasan sekunder. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Serat Kasar 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Pengujian kandungan serat kasar pada produk wingko babat mengunakan literatur Sudarmadji dkk (1996). Untuk mengetahui kandungan serat kasar pada wingko babat hal yang dilakukan adalah mengambil sampel basah, dikecilkan ukurannya dan menimbangnya. Untuk mengetahui kandungan serat kasar pada bahan semi basah maka harus dikeringkan untuk mendapatkan partikel yang lembut lolos ayakan 1 mm. Setelah itu dilakukan analisis sesuai dengan petunjuk yang ada di literatur. Rata-rata kadar kertas kasar yang didapatkan dengan cara dua kali pengulangan adalah 0,235 %. 2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Serat adalah bagian dari sel tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat lagi dicerna oleh enzim atau oleh alat pencernaan lainnya. Serat mempunyai fungsi untuk menolong melewatkan sisa makanan
dengan
cara
yang
lebih
cepat,
disebabkan
penyerapannya yang besar akan cairan sehingga memberikan sisa makanan dalam volume yang lebih besar. Riset yang telah dibuat menunjukkan bahwa makanan yang mengandung serat menolong untuk menghindarkan manusia dari diverticulosis, hemorrhoids, appenditicis, hiatus-hernia dan yang kita pelajari sekarang ini mengenai masalah kanker usus dan kanker dubur (Kuntaraf, 2003). Dari hasil uji didapatkan kandungan serat kasar pada produk wingko babat sebesar 2,165 %, sedangkan menurut SNI maksimal 3,0 %. Maka kandungan serat kasar produk wingko babat yang ada di UKM dapat diterima, karena nilai uji yang dilakukan masih di bawah nilai standar SNI. Kandungan serat commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kasar pada wingko babat berasal dari bahan-bahan yang digunakan pada proses pembuatannya. d. Kadar gula (dihitung sebagai sakarosa) 1. Evaluasi Pengendalian Mutu Penentuan sukrosa dapat langsung ditentukan jumlahnya dengan cara kimia yaitu dengan menentukan gula reduksi yang telah dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisis dengan asam atau dengan enzim. Hidrolisa sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa fruktosa dan glukosa. Setelah diketahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisa sukrosa maka dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor sebesar 0,95. Faktor ini diperoleh dari perbandingan BM sukrosa dengan BM dua molekul gula reduksi (Sudarmajdi dkk, 2003). Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar gula dihitung sebagai sakarosa dari produk wingko babat adalah 27,58 %. 2.
Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Kandungan gula pada bahan pangan akan berpengaruh pada tekstur. Pada produk makanan, makin tinggi kadar gulanya akan menghasilkan produk pangan yang bertekstur makin keras. Kandungan
gula
yang
tinggi
akan
mendukung
proses
pengkristalan (Hapsari, 2004). Gula yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat adalah gula pasir yang terbuat dari tanaman tebu, maka penghitungan kadar gula dihitung sebagai sakarosa. Penetapan kandungan kadar gula dalam SNI terhadap wingko babat adalah minimal 24 %, sedangkan kandungan kadar gula yang didapatkan dalam uji adalah 27,58 %. Hal ini berarti kadar gula dalam UKM dapat digolongkan baik, karena telah commit to user memenuhi kadar minimal yang telah ditetapkan SNI. Gula
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan tekstur. Selain itu gula juga berfungsi sebagai pengawet. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), konsentrasi gula yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kadar gula yang tinggi bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air. Semakin sedikit air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba maka akan semakin awet. Mikroba perusak yang dapat dihambat terutama jenis bakteri, karena bakteri membutuhkan tempat hidup dengan aw tinggi. Penggunaan gula pasir pada pembuatan wingko babat selain sebagai pemanis juga sebagai bahan pengawet. e. Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total) 1.
Evaluasi Pengendalian Mutu Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut metode analisis mikrobiologi (yaitu pertumbuhan koloni bakteri setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai, menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Pertumbuhan mikroorganisme aerob dan anerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35oC ±1oC selama 48 jam ±1 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar, maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Total cemaran mikroba pada produk wingko babat adalah sebesar 1,69 X104, sedangkan untuk pengujian produk wingko babat yang berumur 3 hari didapatkan total cemaran mikroba sebesar 1,41 x 106.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Angka lempeng total merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui adanya mikroba pada suatu bahan atau makanan. Dalam SNI tertulis bahwa jumlah angka lempeng total wingko babat maksimal 1x104, akan tetapi dari hasil pengujian produk menunjukkan bahwa ALT produk wingko babat 1,69 x104 dan untuk pengujian ALT setelah produk berumur 3 hari didapatkan hasil sebesar 1,41 x 106. Hal ini manunjukkan jumlah mikroba yang terdapat pada wingko babat melebihi standar SNI. Produk semi basah seperti wingko babat sangat berpotensi besar untuk tercemar mikroba. Salah satu penyebabnya dikarenakan oleh kandungan kadar air yang berlebih pada wingko babat yaitu sebesar 35,405%. Faktor ini yang mempengaruhi mikroba dapat berkembang biak dengan cepat. Dalam teorinya Winarno (1997) juga mengatakan bahwa, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi penyimpanannya yang tidak langsung dikemas. Hal ini akan memicu pertumbuhan mikroba semakin cepat. Menurut Fardiaz (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit. Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (water activity), dan struktur bahan makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme
adalah
suhu
penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), dan cahaya. Soekarto (1979) mendefinisikan pangan semi basah atau intermediate moisture food (IMF) sebagai makanan dengan kadar air 10-40% dengan nilai aktivitas air (aw) 0.6-0.9 serta mempunyai tekstur yang plastis sehingga memungkinkan IMF commit user dapat dibentuk dan dapattolangsung dimakan. Produk semi basah
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berpotensi besar untuk ditumbuhi mikroba, karena kebanyakan mikroba hidup pada aw tinggi. Hal yang harus dilakukan agar total cemaran bakteri sesuai dengan standar SNI adalah dengan memperbaiki proses produksi, penyimpanan dan pengemasan. Perbaikan proses yang dapat dilakukan adalah pada saat penambahan air, air yang ditambahkan harus mempunyai takaran yang akurat dan disesuaikan dengan adonan bahan. Proses produksi harus dimonitoring dengan baik. Penyimpanan produk setelah proses pengovenan harus dalam keadaan bersih, kering dan dipastikan bebas dari cemaran. Selain itu setelah produk dingin harus langsung dikemas. Untuk jenis pengemas yang digunakan sebaiknya adalah plastik jenis PP sebagai kemasan primer dan kemasan karton sebagai kemasan sekunder. B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut. Konsep HACCP mencoba diterapkan di dalam industri kecil menengah Jenang Asli dengan produknya wingko babat. Tujuannya untuk mencegah bahkan menghilangkan kemungkinan bahaya yang terjadi pada produk. Prinsip
HACCP
harus
didistribusikan
sehingga
memudahkan
pelaksanaannya oleh industri pangan dan memudahkan instansi yang berwenang dalam memantau penerapan HACCP. Berdasarkan rekomendasi National Academy of Sciences Sistem HACCP harus dikembangkan untuk setiap industri pangan, dan dikembangkan untuk setiap produk masingmasing kondisi pengolahan dan distribusinya (Fardiaz, 1996).
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Deskripsi Produk Wingko Babat Deskripsi produk merupakan tahapan awal setelah penyusunan tim HACCP. Mendeskripsikan produk artinya membuat gambaran yang lengkap tentang produk yang dihasilkan. Tujuan dalam tahapan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai mengetahui jenis produk akhir, komposisi utama, proses pengolahan, pengemasan, cara penyimpanan dan petunjuk penggunaan. Dengan adanya deskripsi produk akan memudahkan untuk mengotrol produk akhir, sehingga menghasilkan produk akhir yang aman dikonsumsi. Deskripsi produk wingko babat dapat dilihat pada Tabel 4.24. 2. Penyusunan Diagram Alir Proses Produksi Wingko Babat Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Tabel 4.24 Deskripsi Produk Wingko Babat Produk Bahan Baku Utama Bahan Pembantu Proses Pengolahan Kemasan Primer Kemasan Sekunder Umur Simpan Saran Penyimpanan Populasi Sensitif Cara Penggunaan
Wingko Babat Kelapa, tepung ketan, dan gula Air, garam, vanili, jeruk purut, krimer kental manis, telur dan margarin. Melalui tahapan proses sesuai Gambar 4.12 Kertas roti Kertas koran Sekitar 5 hari dari proses pembuatan Disimpan dalam kemasan yang utuh tertutup dan kering, serta hindari kontak langsung dengan matahari Tidak ada, dapat digunakan untuk konsumsi secara umum Dikonsumsi secara langsung
Sumber : Hasil Pengamatan
Diagram alir proses ini sangat penting untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin timbul saat proses produksi berlangsung. Pembuatan/penyusunan diagram alir merupakan salah satu hal yang penting dalam penerapan HACCP. Karenanya diperlukan konfirmasi ulang commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap bagian alir yang telah dibuat oleh tim HACCP dengan kondisi sesungguhnya yang ada dilapangan. Diagram alir proses produksi wingko babat dapat dilihat pada (Gambar 4.12) tahapan proses yang ditulis di dalam diagram alir antara lain
adalah
perendaman,
pencucian
dan
penirisan,
penepungan,
pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, dan pengemasan. 3. Analisis Bahaya Analisa bahaya merupakan tahapan penting yang harus dilakukan dalam HACCP. Analisa bahaya diterapkan terhadap bahan baku dan proses produksi. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahayabahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam bahan baku dan suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen. Analisa bahaya merupakan evaluasi secara sistematik pada makanan dan bahan baku atau ingredient untuk menentukan risiko. Risiko keamanan pangan yang harus diperiksa meliputi : aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek keamanan kontaminasi fisik, dan aspek keamanan kontaminasi biologis termasuk di dalamnya mikrobiologi. Analisa bahaya pada produk wingko babat disesuaikan dengan hasil decision tree (Gambar 3.3), analisa bahaya pada bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.25 sedangkan untuk proses produksi pada Tabel 4.26.
commit to user
86
Tabel 4.25. Analisis Bahaya Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuat Wingko Babat No
1
Bahan baku Kelapa
Bahaya
Fisik : debu, sabut, kulit ari, pecahan tempurung kelapa Kimia : -
2
Tepung Ketan
Bahaya terhadap Keselamat Mutu an √
Penyebab bahaya Kesalahan penanganan bahan baku
Peluang (T/S/R) T
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
-
-
-
-
-
√
√
T
T
T
-
√
R
S
T
Kimia : residu pestisida
√
√
T
T
T
Biologi : kutu
-
√
T
S
T
Biologi : bakteri, jamur Aspergillus niger dan Aspergillus flavus Fisik : debu, kerikil, pasir, kulit ketan, benang
Kesalahan dalam penanganan bahan baku dan penyotiran kurang
Tindakan Pengendalian - Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas kelapa yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama, maksimal habis 1 minggu. - Memeriksa dan melakukan penyortiran kelapa sebelum digunakan. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain. - Sebelum dicampurkan dengan bahan lain, dilakukan pembersihan kulit ari dan pencucian.
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas ketan yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama, maksimal habis 1 minggu. - Memeriksa dan melakukan penyortiran ketan sebelum ditepungkan. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain. - Ketan yang akan ditepungkan harus dicuci menggunakan air bersih. - Mesin penepungan harus bersih dari kotoran.
87
No
3
Bahan baku Gula pasir
Bahaya
Fisik : kerikil, benang, dan debu
Bahaya terhadap Keselamat Mutu an √
-
-
√
√
-
√
√
√
Penyebab bahaya Kesalahan dalam penanganan bahan baku
Peluang (T/S/R) T
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
-
-
-
T
S
T
T
S
T
T
T
T
T
T
T
Kimia : Biologi : serangga, semut
4
Air
Fisik : berbau, warna tidak jernih, terdapat benda asing (debu,kerikil, pasir)
Kesalahan dalam penanganan
Kimia : kaporit
Biologi : Lumut, E.coli, Coliform
√
Tindakan Pengendalian
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas gula pasir yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran. - Sebaiknya tidak menyimpan gula terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga.
- Menggunakan air yang bersih, tidak berwarna dan tidak berbau. - Sebaiknya menggunakan air yang telah mengalami water treatment untuk proses produksi wingko babat. - Untuk pengadonan sebaiknya menggunakan air masak.
88
No
5
6
7
Bahan baku Garam
Vanili
Jeruk purut
Bahaya
Fisik : debu, kerikil, pasir, plastik Kimia : -
Bahaya terhadap Keselamat Mutu an √
-
-
Biologi : -
-
-
Fisik : debu, kerikil, pasir, plastik, dan kertas.
-
√
Kimia : -
-
-
Biologi : -
-
-
Fisik : debu
-
√
Kimia : residu pestisida
√
√
Biologi : ulat
-
√
Penyebab bahaya Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
Peluang (T/S/R) T
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
-
-
-
-
-
-
Kesalahan dalam penanganan bahan baku dan penyimpanan yang kurag tepat
T
S
T
-
-
-
-
-
-
Penanganan yang kurang dan pemilihan kualitas bahan baku yang kurang tepat
T
S
T
T
T
T
T
S
T
Tindakan Pengendalian
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas garam yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran. - Sebaiknya tidak menyimpan garam terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga. - Garam yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan. - Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas vanili yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran. - Sebaiknya tidak menyimpan vanili terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga. - Vanili yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan - Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas jeruk purut yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Dilakukan pensortasian - Sebelum digunakan dicuci dengan air bersih
89
No
8
9
Bahan baku Susu kental manis
Telur
Bahaya
Fisik : kertas dan serpihan kaleng
Bahaya terhadap Keselamat Mutu an √
Kimia :-
-
-
Biologi : semut . Fisik : debu, cangkang telur, kotoran ayam dan jerami
-
√
-
√
-
Penyebab bahaya Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
Peluang (T/S/R) T
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
-
-
-
T
S
T
T
S
T
-
-
-
-
√
√
T
T
T
-
√
T
S
T
Kimia : -
-
-
-
-
-
Biologi :
-
-
-
-
-
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
Kimia : -
10
Margarin
Biologi : Salmonella , Escherichia colli, Fisik : plastik dan kotoran dari kuas.
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
Tindakan Pengendalian
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas susu kental manis yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran. - Susu kental manis yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan. - Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas telur yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama. - Memeriksa dan melakukan penyortiran telur sebelum digunakan. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain. - Telur yang berkualitas rendah sebaiknya tidak digunakan. - Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas margarin yang akan digunakan. - Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya. - Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain. Hindarkan penyimpanan pada suhu tinggi. - Margarin yang berkualitas rendah sebaiknya tidak digunakan.
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tahapan ini prinsip HACCP bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada bahan baku maupun bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan wingko babat, disertai dengan tindakan pengendaliannya. Bahan baku yang digunakan antara lain parutan kelapa, tepung ketan dan gula pasir. Sedangkan bahan tambahan yang digunakan antara lain air, garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin. Bahan-bahan ini harus dipastikan aman dan tidak menimbulkan bahaya bagi konsumen. Dalam analisis bahaya bahan baku dilakukan tindakan pengendalian sebagai upaya untuk menjamin bahwa bahan baku yang diterima dan akan diproses telah memenuhi persyaratan dan tidak mengandung sumber bahaya baik yang akan menurunkan kualitas produk maupun
yang
akan
menimbulkan
bahaya
terhadap
kesehatan
konsumennya. Bahan baku ketan memiliki potensi cemaran fisika yaitu debu, sabut, kulit ari, dan pecahan tempurung kelapa. Cemaran debu berasal dari lingkungan sekitar yang cara mengontaminasinya melalui udara, sedangkan untuk kulit ari dan pecahan tempurung kelapa ini berasal dari kurangnya kebersihan saat mengupas dan membersihkan kelapa. Untuk bahan baku kelapa tidak berpotensi terdapat cemaran kimia. Akan tetapi berpotensi terdapat cemaran biologi dari bakteri dan jamur (Aspergillus niger dan Aspergillus flavus). Menurut Setyamidjaja (1984), jenis jamur yang dapat menimbulkan kerusakan pada daging buah kelapa yang basah adalah Aspergillus niger yang menyebabkan warna hitam pada permukaan buah kelapa, Aspergillus flavus yang dapat menyebabkan warna hijau pada permukaan daging buah kelapa. Hal ini disebabkan oleh penanganan bahan baku yang salah dan penyimpanan yang kurang tepat. Kontaminasi biologi dapat terjadi apabila penyimpanannya tidak sesuai.
Saat
menyimpan
kondisi
kelapa
masih
lengap
dengan
tempurungnya, jagan dibuka jika tidak digunakan. Disimpan ditempat yang bersih, kering dan sejuk. Tindakan pengendalian terhadap potensi commit to user spesifikasi terhadap mutu dan bahaya yang terjadi adalah menetapkan
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
kualitas kelapa yang akan digunakan, selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya, tidak menyimpan bahan baku terlalu lama maksimal habis 1 minggu, memeriksa dan melakukan penyortiran kelapa sebelum digunakan, disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain, serta sebelum dicampurkan dengan bahan lain dilakukan pembersihan kulit ari dan pencucian. Bahan baku tepung ketan adalah beras ketan yang memiliki potensi cemaran fisik, kimia dan biologi. Cemaran fisik yang mungkin terjadi adalah terdapatnya debu, kerikil, pasir, kulit ketan, dan benang. Cemaran ini berasal dari lingkungan luar dan sortasi yang kurang. Sedangkan untuk cemaran kimia yang mungkin terjadi adalah residu pestisida dan pemutih. Biasanya hal ini dilakukan oleh pedangang nakal, maka untuk pembelian bahan baku sebaiknya pada agen yang terpercaya. Untuk kontaminasi biologi adalah dengan adanya kutu pada tepung ketan. Hal ini disebabkan karena penyimpanannya yang tidak menutup rapat atau terlalu lama. Bahan baku yang digunakan selanjutnya adalah gula pasir. Bahan baku ini juga berpotensi terkena cemaran fisik dan biologi. Untuk cemaran fisik berupa kerikil, benang, dan debu. Sedangkan untuk cemaran biologi berupa serangga, dan semut. Cemaran ini terjadi karena kesalahan dalam penanganan bahan baku. Untuk mencegah hal tersebut tindakan pengendalian yang dapat dilakukan seperti menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas gula pasir yang akan digunakan, selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya, penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran, sebaiknya tidak menyimpan gula terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat juga berpotensi untuk menimbulkan bahaya. air yang digunakan juga bisa terdapat cemaran fisik (berbau, warna tidak jernih, terdapat benda asing), cemaran kimia (kaporit), sedangkan untuk cemaran biologi (Lumut, user E.coli, Coliform). Menurutcommit Pitojo to dan Purwantoyo (2003), pada umumnya
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada dua macam bakteri yang hidup di air yaitu bakteri patogen dan nonpatogen, misalnya E. coli dan Coliform. Jika hal ini tidak dikendalikan maka akan berdampak pada kesehatan manusia. Cara pengendalian yang dapat dilakukan seperti menggunakan air yang bersih, tidak berwarna dan tidak berbau, sebaiknya menggunakan telah mengalami water treatment untuk proses produksi wingko babat, baik air dengan perlakuan filtrasi/penyaringan maupun air matang. Berlaku juga untuk bahan-bahan tambahan lainnya seperti garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin. Masing-masing bahan memiliki potensi tercemar bahaya fisik, kimia dan biologi disesuaikan dengan keadaan bahan dan cara penanganannya seperti yang sudah tercantum pada Tabel 4.26. Potensi terjadinya bahaya pada bahan harus segera dikendalikan agar tidak mempengaruhi hasil produk akhir.
commit to user
93
Tabel 4.26. Analisis Bahaya Proses Produksi Wingko Babat No
1
2
3
Tahapan Proses Perendaman
Pencucian dan penirisan
Penepungan
Bahaya
Bahaya terhadap Keselam Mutu atan
Fisik : debu, kerikil, dan kulit ketan
-
√
Kimia : kaporit
√
√
Biologi : E. Coli, lumut, Coliform
√
√
Fisik : kerikil, kulit ketan, dan pasir.
-
√
Kimia : kaporit
√
√
Biologi : E. Coli, Coliform, lumut
√
√
Fisik : debu dan sisa penepungan sebelumnya
-
√
Kimia : -
-
Biologi : E. Coli, Coliform
√
Penyebab bahaya Air dan wadah yang digunakan untuk proses perendaman tidak bersih.
Peluang (T/S/R) R
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
T
T
T
T
T
T
R
S
T
T
T
T
T
T
T
T
S
T
-
-
-
-
√
T
T
T
Air dan wadah yang digunakan untuk proses pencucian tidak bersih.
Mesin penepungan tidak bersih.
Tindakan Pengendalian
- Sebelum melakukan perendaman, ketan disortasi terlebih dahulu agar tidak terdapat cemaran fisik. - Menggunakan air dan wadah yang bersih dalam proses perendaman bahan baku, agar bahan baku tidak tercemari bahaya. - Air yang digunakan sebaiknya air hasil penyaringan/filtrasi. - Memastikan ketan yang dicuci bebas dari cemaran fisik. - Proses pencucian menggunakan air dan wadah yang bersih. - Proses pencucian dilakukan berulangulang sampai warna air cucian tidak keruh. - Air yang digunakan sebaiknya air hasil penyaringan/filtrasi. - Pembersihan alat penepungan dilakukan secara rutin menggunakan air bersih dan disinfektan. - Setelah melakukan penepungan, mesin langsung dibersihkan sampai tidak ada sisa tepung yang menempel.
94
No
4
5
Tahapan Proses Pemarutan
Pengadonan
Bahaya
Fisik : debu dan sisa pemarutan sebelumnya
-
√
Kimia : -
-
-
√
√
Biologi : E. Coli, Coliform Fisik : plastik, cangkang telur, dan kerikil
Pencetakan
Penyebab bahaya Mesin pemarutan tidak bersih
Kurang ketelitian dan kebersihan pekerja
Peluang (T/S/R) T
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) S T
-
-
-
T T
T S
T T
-
√
-
-
-
-
-
√
√
T
T
T
T
S
T
-
√
-
-
-
Kimia : -
-
-
Biologi : Staphylococcus, E. Coli, Coliform
T
T
T
√
√
Kimia : -
6
Bahaya terhadap Keselam Mutu atan
Biologi : Staphylococcus, E. Coli, Coliform Fisik : kotoran dari kuas dan sisa pengovenan pada loyang
Kebersihan loyang dan tenaga kerja yang kurang
Tindakan Pengendalian
- Pembersihan alat pemarutan dilakukan secara rutin menggunakan air bersih dan disinfektan. - Setelah melakukan pemarutan, mesin langsung dibersihkan sampai tidak ada sisa parutan yang menempel.
- Dipastikan bahan yang akan diadoni tidak terdapat cemaran fisik. - Sebelum melakukan pengadonan sebaiknya pekerja mecuci tangan dengan disinfektan. - Proses pengadonan tidak menggunakan tangan pekerja secara langsung.
- Dipastikan loyang yang digunakan bebas dari kotoran dengan cara dicuci sampai bersih. - Dipastikan saat mengoleskan margarin pada loyang tidak ada serabut kuas yang tertinggal. - Sebelum melakukan pencetakan pekerja harus mencuci tangan dengan disinfektan. - Tidak diperbolehkan menuang adonan ke loyang dengan langsung menggunakan tangan.
95
No
7
Tahapan Proses Pengukusan
Bahaya
Fisik : Kimia : Biologi : Staphylococcus, E. Coli, Coliform
8
9
Pengovenan
Pengemasan
Bahaya terhadap Keselam Mutu atan √
Penyebab bahaya
Penting tidaknya Keparahan Penting/tidak (T/S/R) (T/S/R) -
-
Peluang (T/S/R) -
-
-
-
-
T
T
T
T
S
T
-
-
-
T
S
T
-
-
-
T
T
T
Tindakan Pengendalian
√ √
Fisik : debu dan residu arang
-
√
Kimia : -
-
-
Biologi : Spora Fisik : debu
-
√
Kimia : -
-
-
Biologi : Staphylococcus, semut dan serangga
√
√
Tehnik pengovenan yang kurang tepat
setelah produk dingin tidak langsung dikemas
- Sebaiknya pengukusan dilakukan dalam keadaan tertutup - Menggunakan alat pengukus yang dilengkapi pengaturan suhu dan waktu
Sebaiknya menggunakan alat pengovenan yang dilengkapi dengan pengaturan waktu dan suhu.
- Pengemasan pada produk harus dilakukan secepatnya setelah produk dingin. - Kebersihan pekerja harus diutamakan, dengan selalu menjaga kebersihan selama proses produksi berlangsung. - Proses pengemasan dilakukan dengan baik dan diperhatikan kerapatan penutupan kemasan.
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain menganalisis bahaya pada bahan-bahan yang digunakan, juga dilakukan analisis bahaya pada tahapan proses produksi hingga menjadi produk akhir. Mulai dari tahap perendaman, pencucian dan penirisan, penepungan, pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, sampai pengemasan. Semua tahapan proses ini memiliki potensi bahaya yang harus dikendalikan. Bahaya yang muncul seperti bahaya fisik, kimia dan biologi. Jika tidak dikendalikan dapat mempengaruhi produk akhir yang akibatnya membahayakan konsumen. Bahaya fisik yang terdapat pada tahapan proses seperti debu, kerikil, pasir, plastik, cangkang telur, dan kulit ketan berasal dari lingkungan sekitar dan pengemas bahan itu sendiri. Penanganan untuk bahaya fisik adalah dengan melakukan sortasi dan pengecekan secara teliti. Bahaya ini memang tidak mempunyai potensi untuk mematikan tetapi akan menurunkan mutu dari produk akhir. Tingkat keparahannya sedang, tetapi potensi keberadaannya tinngi dan penting untuk dikendalikan. Bahaya kimia yang mungkin terjadi pada proses pembuatan wingko babat adalah proses yang kontak langsung dengan air, seperti proses perendaman dan pencucian. Karena air berpotensi besar mengandung kaporit. Hal ini dapat menurunkan kualitas produk dan membahayakan kesehatan
bagi
yang
mengkonsumsinya.
Peluang
dan
tingkat
keparahannya tinggi dan penting untuk dikendalikan. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya air yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat adalah air yang telah mengalami water treatment, dengan cara penyaringan atau filtrasi. Bahaya biologi yang mungkin terdapat pada proses produksi adalah E. Coli, lumut, Coliform, Staphylococcus, semut dan serangga. Cemaran ini berasal dari lingkungan luar dan kebersihan pekerja. Lingakugan yang tidak bersih mengakibatkan tercemarnya bakteri E. Coli dan Coliform. Menurut Widaningrum dan Winarti, (2007), keberadaan E. coli dan bakteri lain yang di analisis berasal dari air yang mungin tidak bersih. Sumber commit to user utama kontaminasi makanan oleh Staphylococcus aureus adalah dari
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia. Bahaya biologi ini dapat mempengaruhi mutu dan kesehatan manusia. Potensi keberadaan dan keparahannya dalam level tinggi, jadi penting untuk dikendalikan. 4. Penetapan Critical Control Point (CCP) CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Penentuan CCP dapat diperoleh dari analisis bahaya yang telah dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan (CCP Decision Tree). Penetapan CCP bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.27 sedangkan penetapan CCP proses produksi pada Tabel 4.28. Tabel 4.27 Penetapan CCP Bahan Baku No
Bahan Baku
Identifikasi bahaya Bahaya
Tipe 1
Kelapa
Fisik
Debu, sabut, kulit ari, pecahan tempurung kelapa -
Kimia
bakteri, jamur Aspergillus niger dan Aspergillus flavus
Identifikasi CCP P1 P2
CCP / Bukan CCP Bukan CCP
Ya
Ya
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
Biologi 2
Tepung Ketan
Fisik
debu, kerikil, pasir, kulit ketan, benang residu pestisida dan pemutih
Kimia kutu Biologi 3
Gula pasir
Fisik
kerikil, benang, dan debu
Kimia
-
Biologi
serangga, semut
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Bahan Baku
Identifikasi Bahaya Bahaya
Tipe 4
Air
Fisik
berbau, warna tidak jernih, terdapat benda asing (debu,kerikil, pasir)
Identifikasi CCP P1 P2
CCP / Bukan CCP Bukan CCP
Ya
Ya
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Ya
Bukan CCP
kaporit Lumut, E.coli, Coliform Kimia
5
6
Garam
Vanili
Biologi Fisik
debu, kerikil, pasir, plastik
Kimia
-
Biologi Fisik
debu, kerikil, pasir, plastik, dan kertas. -
Kimia 7
8
9
Jeruk purut
Krimer kental manis
Telur
Biologi Fisik
Debu
Kimia
residu pestisida
Biologi Fisik
ulat kertas dan serpihan kaleng
Kimia
-
Biologi Fisik
Semut debu, cangkang telur, kotoran ayam dan jerami -
Kimia Salmonella Biologi 10
Margarin
Fisik
plastik dan kotoran dari kuas. -
Kimia Biologi
commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil penetapan CCP pada bahan baku dengan menggunakan Decision Tree dapat diketahui bahwa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan wingko babat ini tidak termasuk CCP yang memerlukan penanganan
berlanjut.
Potensi
bahaya
dapat
dihilangkan
atau
diminimalisir, sehingga bukan merupakan CCP. Setelah menetapkan CCP pada bahan baku, langkah selanjutnya adalah menetapkan CCP pada proses produksi wingko babat yang terdapat pada pada Tabel 4.28. Tabel 4.28 Penetapan Penentuan CCP Tahap Proses Produksi. No 1
2
3
4
5
Tahapan proses Perendaman
Pencucian dan penirisan
Penepungan
Pemarutan
Pengadonan
Identifikasi bahaya Tipe Bahaya Fisik Debu, kerikil, dan kulit ketan Kimia
Kaporit
Biologi
E. Coli, Coliform, lumut Kerikil, kulit ketan, dan pasir.
Fisik
Kimia
Kaporit
Biologi Fisik
E. Coli, Coliform Debu dan sisa penepungan sebelumnya
Kimia
-
Biologi Fisik
E. Coli, Coliform Debu dan sisa pemarutan sebelumnya
Kimia
-
Biologi Fisik
E. Coli, Coliform plastik, cangkang telur, dan kerikil
Kimia
-
Biologi
Staphylococcus, E. Coli, Coliform
commit to user
P1 Ya
Identifikasi CCP P2 P3 Tidak Ya
P4 Ya
CCP / Bukan CCP Bukan CCP
Ya
Tidak
Ya
Ya
Bukan CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Ya
Tidak
Ya
Ya
Bukan CCP
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Tahapan proses
6
Pencetakan
7
8
9
Pengukusan
Pengovenan
Pengemasan
Identifikasi bahaya Tipe Fisik
Bahaya Kotoran dari kuas dan sisa pengovenan pada loyang
Kimia
-
Biologi Fisik
Staphylococcus, E. Coli, Coliform -
Kimia
-
Biologi
Staphylococcus, E. Coli, Coliform Debu dan residu arang
Fisik
Kimia
-
Biologi Fisik
Debu
Identifikasi CCP P1 Ya
P2 Tidak
P3 Tidak
P4 -
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Kimia Biologi
Staphylococcus, semut dan serangga
Dari hasil penetapan CCP pada tahapan proses produksi terdapat dua proses yang merupakan titik kendali kritis (CCP) dan memerlukan penanganan khusus. Kedua proses tersebut adalah pengovenan dan pengemasan. Langkah selanjutnya adalah penetapan batas kritis dan pemantauan (monitoring) terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP serta tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan produk wingko babat yang dihasilkan. Tindakan pengendalian CCP terangkum di dalam rencana HACCP Tabel 4.27.
commit to user
CCP / Bukan CCP Bukan CCP
101
Tabel 4.29 Rencana HACCP Pembuatan Wingko Babat No
Tahapan CCP
1
Pengovenan
2
Pengemasan
Cara Pengendalian Pengendalian kondisi selama proses pengovenan
- Pengendalian kondisi pengemasan - Pengendalian kondisi pengemas yang digunakan - Pengendalian kondisi wingko babat yang akan dikemas
Parameter CCP
Batas Kritis
Nilai Target
Prosedur Pemantauan
Tindakan Koreksi
- Adonan matang dengan sempurna - Produk bebas dari kontaminasi
- Adonan kurang matang - Ada beberapa bagian yang gosong - Produk terkontaminasi
- Adonan matang sempurna - Tidak ada bagian yang gosong - Produk tidak terkontaminasi cemaran dari lingkungan
- Pemantauan kondisi selama pengovenan (suhu dan waktu) - Pemantauan terhadap jalannya proses pengovenan, sebaiknya saat mengoven tidak dalam keadaan terbuka agar produk tidak terkontaminasi.
1. Memastikan kondisi pengovenan (suhu dan waktu disesuaikan dengan kematangan produk) 2. Menggunakan mesin oven yang mempunyai pengaturan waktu dan suhu
- kondisi pengemasan dan jenis kemasan yang digunakan - kondisi produk wingko babat saat akan dikemas
- kondisi lingkungan pengemasan kotor - kemasan tidak utuh dan tidak bersih - wingko babat yang akan dikemas sudah terkontaminasi - wingko babat tidak terkemas dengan rapat
- kondisi lingkungan pengemasan bersih, terhindar dari kontaminasi (terpisah dengan ruang produksi) - kemasan (utuh, tidak berlubang, bersih), tidak ada kontaminasi pada produk - pengemasan wingko babat dilakukan saat produk dingin dengan kondisi terkemas sempurna (tertutup rapat).
- Pemantuan kondisi lingkungan saat proses pengemasan - Pemantauan kondisi kemasan dan wingko babat sesuai dengan nilai target - Pemantauan kondisi wingko babat yang sudah terkemas
1. Memastikan kondisi produk saat akan dikemas sudah dingin. 2. Menggunakan pengemas dari plastik PP dan karton. 3. Memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna. 4. Kondisi lingkungan tempat penyimpanan produk setelah dikemas dipastikan bebas cemaran.
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil ulasan pada Tabel 4.29, proses pembuatan wingko babat yang dianggap CCP adalah pengovenan dan pengemasan. Untuk penjabarannya dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengovenan Proses yang termasuk CCP adalah pengovenan. Berdasarkan decision tree pengovenan termasuk proses yang berfungsi untuk mengurangi dan menghilangkan kontaminasi sampai batas aman. Hal ini yang menyebabkan pengovenan termasuk CCP. Sehingga tahapan ini memerlukan pengendalian serta faktor koreksi agar produk sesuai dengan nilai target. Cara
pengendalian
pada
tahapan
ini
adalah
dengan
pengendalian kondisi selam proses pengovenan. Dalam UKM proses pengovenan masih dilakukan secara manual, yaitu menggunakan oven dari seng dengan sumber panas dari arang. Sehingga saat pengovenan pekerja harus selalu mengecek dan membolak-balik loyang. Suhu yang digunakan saat pengovenan tidak menentu, pekerja harus cekatan agar produk akhir tidak gosong. Maka saat proses pengovenan dikondisikan dengan posisi oven terbuka. Hal ini menggundang potensi bahaya dari lingkungan yaitu, residu arang yang memungkinkan mencemari produk. Selain itu bisa jadi produk tidak matang sempurna. Keadaan seperti ini dapat menjadikan produk berbahaya bila dikonsumsi. Karena pada tahapan ini berfungsi untuk mengurangi dan menghilangkan kontaminasi sampai batas aman. Bakteri E. coli, Staphylococcus aureus dan Coliform akan mati pada suhu 1000 C yaitu pada pengukusan, Kebanyakan Staphylococcus aureus terdapat pada tangan pekerja dan juga terdapat pada saluran hidung dan tenggorokan (Eley, 1992). Akan tetapi spora tidak akan mati. Menurut Jay (2006), Spora yeast dan kapang hancur pada 65-70°C dalam beberapa menit, tetapi beberapa spora kapang dapat bertahan pada suhu setinggi 90°C selama 4-5 jam. Spora bakteri commit topanas. user Umumnya pemanasan 80-85°C bervariasi dalam hal ketahanan
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selama 30 menit tidak menghancurkan spora tersebut. Kebanyakan spora rusak dengan pemanasan 100°C selama 30 menit. Akan tetapi ada juga spora bakteri yang tidak rusak selama pemanasan pada suhu 100°C selama 24 jam. Semua spora mati pada pemanasan 121°C selama 15 menit (Jay, 2006). Maka perlakuan pengovenan pada waktu yang lebih lama dan dalsm suhu tinggi, berkemungkinan besar mematikan spora. Tindakan koreksi agar didapatkan produk sesuai nilai target adalah dengan memastikan kondisi pengovenan (suhu dan waktu disesuaikan dengan kematangan produk) serta menggunakan mesin oven yang mempunyai pengaturan waktu dan suhu. 2. Pengemasan Pengemasan merupakan tahapan akhir dari proses pembuatan wingko
babat.
Pengemasan
bertujuan
untuk
mengurangi
dan
menghilangkan kontaminasi sampai batas aman. Identifikasi bahaya yang mungkin timbul pada proses ini adalah fisik (debu), dan biologi (Staphylococcus, semut dan serangga). Dari penentuan CCP yang berdasarkan decision tree, proses ini dianggap CCP karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya. Bahaya tersebut dikhawatirkan akan menurunkan mutu produk wingko babat, lebih lanjut akan mengganggu kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya. Bahaya yang ditimbulkan juga dianggap tidak dapat dicegah pada proses selanjutnya. Cara pengendalian CCP pada proses pengemasan pada pembuatan wingko babat antara lain dengan pengendalian kondisi pengemasan, pengendalian kondisi pengemas yang digunakan, dan pengendalian kondisi wingko babat yang akan dikemas. Selain itu juga perlu dilakukan pemantauan pada saat proses pengemasan agar wingko babat sesuai dengan nilai target. Pemantauan bisa dilakukan dengan pemantuan
kondisi
lingkungan commit to usersaat
proses
pengemasan
serta
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemantauan kondisi kemasan dan wingko babat sesuai dengan nilai target. Menurut Crompton (1979), pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Sebagai tindakan pengendalian akan munculnya bahaya pada kemasan yang digunakan dapat dilakukan dengan penetapan spesifikasi mutu kriteria mutu kemasan yang digunakan yaitu bersih, utuh serta menggunakan bahan yang aman. Batas kritis yang sering terjadi pada produk wingko babat seperti kondisi lingkungan pengemasan kotor, kemasan tidak utuh dan tidak bersih, wingko babat yang akan dikemas sudah terkontaminasi dan wingko babat tidak terkemas dengan rapat. Hal ini perlu adanya perbaikan dengan tindakan koreksi. Tindakan koreksi bertujuan sebagai langkah perbaikan terhadap titik kendali kritis, agar produk sesuai dengan nilai target. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh seperti memastikan kondisi produk saat akan dikemas sudah dingin, menggunakan pengemas dari plastik PP sebagai pengemas primer dan karton sebagai pengemas sekunder, memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna, kondisi lingkungan tempat penyimpanan produk setelah dikemas dipastikan bebas cemaran. Pengemasan yang baik dengan menekan pertumbuhan mikroba sehingga pertumbuhan bakteri pathogen lebih lama dan produk aman dan tahan lama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian Konsep Pengendalian Mutu dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) Proses Produksi Wingko Babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli Sukoharjo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembuatan konsep pengendalian mutu terhadap produk wingko babat dilakukan dengan cara analisis uji yang hasil ujinya mengacu SNI 014311-1996. Analisis uji yang dilakukan antara lain kadar air, asam lemak bebas (FFA), serat kasar, kadar gula (dihitung sebagai sakarosa), dan angka lempeng total. Dari semua uji, analisa yang tidak memenuhi standar SNI adalah kadar air dan cemaran mikroba. 2. Konsep HACCP dapat diterapkan dalam UKM dengan tujuan mencegah bahkan menghilangkan kemungkinan bahaya yang terjadi pada produk. Proses produksi yang termasuk CCP adalah pengovenan dan pengemasan. Tindakan pengendaliannya terangkum di dalam rencana HACCP.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan keseluruhan, maka saran yang dapat diberikan antara lain adalah : 1. Dilakukan penerapan konsep pengendalian mutu terhadap bahan baku, proses dan produk akhir dari wingko babat untuk menjaga kualitas produk yang
dihasilkan
dan
mencegah
timbulnya
bahaya
yang
dapat
membahayakan konsumen. 2. Konsep HACCP yang telah dirancang dapat diterapkan dalam usaha kecil menengah pembuatan wingko babat jenang asli milik Bapak Harso Muyono agar didapatkan produk yang aman terhindar dari bahaya apabila mengkonsumsinya.
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
3. Sanitasi bagunan, peralatan dan pekerja perlu diintensifkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada produk. 4. Diversifikasi jenis produk dan perbaikan jenis kemasan diperlukan untuk memperluas pangsa pasar.
commit to user