Integrasi Value Stream Mapping dan Activity Based Costing untuk Mencapai Lean Manufacturing Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara X (Pabrik Gula Meritjan Kediri) Ahmad Adi Suhendra, Rizqiah Insanita Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi berbagai pemborosan yang ada pada proses produksi gula di Pabrik Gula Meritjan Kediri, unit bisnis dari PT Perkebunan Nusantara X, dengan menggunakan value stream mapping (VSM) yang diintegrasikan dengan activity based costing (ABC) untuk mencapai lean manufacturing. Observasi dan wawancara dengan pertanyaan terbuka untuk mengerti proses produksi gula. Penelitian ini menggunakan pendekatan VSM untuk memahami produksi gula, mengidentifikasi berbagai pemborosan, dan merancang solusi untuk mengeliminasi berbagai pemborosan tersebut. Sedangkan pendekatan ABC diintegrasikan dengan current state map dan future state map untuk menghitung biaya aktivitas yang ada pada value stream. Hasil dari penelitian ini adalah telah diidentifikasi lima pemborosan penting, diantaranya menunggu, persediaan yang tidak perlu, transportasi yang tidak efisien, proses yang tidak tepat, dan produksi berlebih. Prioritas solusi yang dihasilkan adalah menjaga kontinuitas supplai bahan baku tebu dengan penjadwalan penebangan malam hari, penghapusan persediaan yang tidak perlu pada penerimaan tebu, dan menerapkan teknologi sugar bag handling system dan sistem paletisasi pada persediaan akhir gula. Pada future state map, berbagai solusi tersebut ditargetkan untuk mengurangi total lead time dari 6,92 hari menjadi 5,35 hari dan penghematan pada total biaya hingga 13%. Penelitian ini juga memberikan saran praktis implementasi berbagai improvement yang tertuang dalam value stream plan tahunan dengan membaginya dalam tiga kelompok aktivitas: supplier loop, processing loop, dan pacemaker loop. Kata kunci: activity based costing; lean manufacturing; produksi gula; value stream mapping
Integrating Value Stream Mapping and Activity Based Costing to Achieve Lean Manufacturing. Case Study: PT Perkebunan Nusantara X (Meritjan Kediri Sugarcane Factory) Abstract This study is purposed to identify and eliminate various wastes in the sugarcane production of Meritjan Kediri Sugarcane Factory of PT Perkebunan Nusantara X by using a value stream mapping (VSM) integrated with activity based costing (ABC) to achieve lean manufacturing. Critical interview techniques and observations were used with open-ended questions to understand the process involved in the sugarcane production. This study using VSM approach is to understand the value stream of sugarcane production, identify wastes, and purpose solution to eliminate wastes. ABC approach is integrated with the current state map and the future state map to calculate cost of activity involved in the value stream. Major findings obtained from the study are five wastes being identified which are waiting, unnecessary inventory, inefficient transportation, inappropriate process, and overproduction. The prioritized improvements purposed are maintaining continuity of cane supply by night harvest scheduling, removing unnecessary inventory in the cane loading area, and installing sugar bag handling system and palletization system in the finished good warehouse. In the future state map, those improvements are targeted to achieve reduction on total lead time from 6,92 days to 5,35 days and reduction on total cost by 13%. This study also suggests practical implementation showed in yearly value stream plan by dividing entire improvement plan into three loop of activities: supplier loop, processing loop, and pacemaker loop. Keywords: activity based costing; lean manufacturing; sugarcane production; value stream mapping
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
1. Pendahuluan Industri gula nasional Indonesia yang pernah menjadi eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba pada era 1930-an dengan produksi 2,9 juta ton dan rendemen1 11-12% nyaris tak berbekas (Subiyono, 2014). Saat ini Indonesia adalah salah satu negara pengimpor gula terbesar ketiga di dunia (Lihat Tabel 1). Dan bahkan Indonesia juga menjadi negara dengan biaya produksi gula yang mahal, terutama pada pabrik-pabrik gula di pulau Jawa. Secara rendemen, Indonesia hanya memiliki rendemen berkisar 7-9% yang mana masih jauh di bawah rata-rata dunia 12-14% (Lihat Gambar 1). Brasil yang merupakan pemain utama dalam industri gula dunia menjadi negara net exporter terbesar dikarenakan lebih dari 50% produksinya diperdagangkan secara global dan posisi ini diperkirakan akan bertahan lama hingga beberapa tahun mendatang. Tabel 1. Eksportir dan Importir Gula Terbesar 1994-2009 (dalam Juta Ton) Peringkat 1 2 3 4 5
EKSPORTIR
IMPORTIR
1994
2000
2005
2009
1994
2000
2005
2009
Australia
Brasil
Brasil
Brasil
India
Rusia
Rusia
Rusia
4.52
6.5
18.4
20.52
2.63
5.23
3.57
3.69
Brasil
Thailand
Uni eropa
Thailand
Rusia
Jepang
AS
Uni Eropa
3.6
4.34
4.24
4.73
1.96
1.61
2.07
3.28
Uni Eropa Uni Eropa
Australia
Australia Jepang Indonesia Indonesia Indonesia
3.26
4.3
4.24
3.91
1.7
1.56
2
3.06
Kuba
Australia
Thailand
India
Cina
Korea
Aljazair
AS
3.31
2.73
1.24
1.46
1.92
1.91
AS
AS
Jepang
China
1.13
1.41
1.35
1.56
3.19
3.77
Thailand
Kuba
2.72
3.42
Guetamala Uni Eropa 1.57
1.62
Sumber: Subiyono (2014)
15 10
9
5
6
11 10
14
12 11
12
Thailand
Rata-Rata Dunia
0 Indonesia
India
Gambar 1. Perbandingan Rendemen Antar Negara (%) Sumber: Subiyono (2014)
1
Rendemen adalah kadar kandungan gula di dalam tebu yang menjadi gula produk/gula kristal putih yang dinyatakan dengan persen.
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Sedangkan dalam dinamika nasional, kebutuhan gula dipastikan terus meningkat pada tahuntahun mendatang. Selain karena pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat membuat tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai produk yang memerlukan bahan baku gula juga pasti bertambah. Namun, menurut Subiyono (2014) kenaikan konsumsi gula ini pada kenyataannya tidak diimbangi dengan kenaikan produksi. Tidak seimbangnya antara penawaran (produksi gula) dan permintaan (kebutuhan tingkat konsumsi) berpotensi membuat langkah impor tidak terhindarkan. Porsi impor terhadap kebutuhan gula di dalam negeri mencapai lebih dari 50%. Industri gula nasional saat ini mempunyai 62 pabrik gula (PG), dengan 52 PG di antaranya dikelola oleh BUMN. BUMN menguasai 66,4% pangsa luas areal tanaman tebu yang dikelola oleh petani. Dengan masih besarnya peran BUMN dalam struktur industri padat karya ini, maka dengan memacu kinerja BUMN gula sesungguhnya kita sedang menggenjot kinerja industri gula secara keseluruhan. Namun, banyak ditemui kendala dam hal peningkatan kinerja industri gula, mulai dari budidaya tebu di lahan milik petani (on-farm) hingga efisiensi pada proses produksi di PG-PG (off-farm) (Subiyono, 2014). Selain sisi on-farm, industri gula sangat dipengaruhi oleh kinerja pada sisi off-farm, yaitu proses pengolahan tebu menjadi gula yang terjadi di dalam pabrik gula. Menurut Subiyono (2014), di sisi pengolahan pabrik gula (off-farm) ini masih terdapat masalah laten yang membuat kinerja industri gula tidak prima, yaitu inefisiensi di pabrik gula. Inefisiensi ini terjadi di hampir setiap workstations (stasiun-stasiun) pada pabrik gula, baik di Stasiun Penggilingan, Pemurnian, Penguapan, Pemasakan, dan Putaran. Hari giling yang tidak ideal dan terjadinya jam berhenti giling juga merupakan inefisiensi yang sering terjadi. Inefisiensi yang terjadi menyebabkan efisiensi industri gula, terutama BUMN, menjadi di bawah standar. Biaya pokok produksi gula secara rata-rata pada 2010 mencapai Rp 6.860 per kilogram. Pada taraf ideal, produksi gula semestinya hanya berkisar Rp 5.813 per kilogram. Sehingga, inefisiensi ini menjadikan pencapaian produktivitas dan skala ekonomi menjadi kurang optimal, dikarenakan terdapat berbagai pemborosan (waste) di area produksi. Pemborosan (waste) adalah semua aktivitas yang tidak meningkatkan nilai tambah (non-value added) pada proses produksi pada suatu produk yang dilihat dari sudut pandang konsumen (Womack dan Jones, 1996). Berdasarkan Toyota Production System (TPS), terdapat tujuh jenis umum pemborosan,
diantaranya
produksi
berlebih (overproduction),
menunggu (waiting),
transportasi yang tidak efisien, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, gerakangerakan (motions), dan cacat (defects) (Ohno, 1988). Sehingga, diperlukan suatu metode
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
untuk mengurangi inefisiensi pada proses produksi dengan mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan (waste) yang ada agar perusahaan dapat menekan biaya produksi dan tetap bisa kompetitif di persaingan industri gula secara global. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai pemborosan (wastes) yang ada dalam proses produksi gula dengan mengaplikasikan metode value stream mapping (VSM) sebagai bagian dari lean manufacturing. Kemudian, menghitung biaya produksi pada setiap aktivitas dalam value stream dengan menggunakan metode activity based costing (ABC) yang diintegrasikan dengan metode VSM. Dan memberikan rancangan solusi untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai pemborosan (wastes) agar meningkatkan efisiensi dan mencapai kondisi lean manufacturing.
2. Tinjauan Teoritis Tinjauan teoritis yang dibahas adalah mengenai teori dan aplikasi lean manufacturing, value stream mapping, dan activity based costing.
2.1. Tinjauan teoritis pada lean manufacturing Lean manufacturing merupakan sebuah paradigma manufaktur yang berdasar pada tujuan dasar
Toyota
Production
System
(TPS),
yaitu
secara
terus
menerus
meminimalkan waste untuk memaksimalkan aliran produksi. Lean manufacturing adalah semua yang berhubungan dengan meningkatkan kesadaran tentang waste pada berbagi tingkat sistem produksi dan bekerja untuk menghilangkannya (Ohno, 1988). Berdasarkan lembaga NIST-MEP Lean (2000), Lean manufacturing merupakan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan menghilangkan waste (kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah) melalui continuous improvement dengan mengalirkan produk hingga ke konsumen untuk mencapai kesempurnaan. Sedangkan menurut APICS (American Production and Inventory Control Society), menjelaskannya dari sudut pandang filosofis dan teknis, bahwa lean manufacturing adalah sebuah filosofi produksi yang memberi penekanan pada minimalisasi keseluruhan sumber daya yang ada (termasuk waktu) pada seluruh aktivitas dalam perusahaan (Packendorf, 2012). Lean manufacturing sangat memperhatikan bagaimana cara mengeliminasi berbagai pemborosan (wastes) pada sistem produksi (Narasimhan et al., 2007; MCS Media, 2006). Pemborosan (wastes) adalah segala aktivitas yang mengkonsumsi waktu, sumber daya, dan
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
tempat, tetapi tidak menambah nilai pada produk atau jasa (Madsen dan Madsen, 2012). Berdasarkan Toyota Production System (TPS), terdapat tujuh jenis umum pemborosan, diantaranya produksi berlebih (overproduction), menunggu (waiting), transportasi yang tidak efisien, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, gerakan-gerakan (motions), dan cacat (defects) (Ohno, 1988).
2.2. Tinjauan teoritis pada value stream mapping (VSM) Ada berbagai tools dan teknik untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip lean pada sebuah industri: TPM, total quality management, failure mode and effect analysis, 5S, quality function deployment, Kaizen, Kanban, Value Stream Mapping (VSM), dll. (Salem et al., 2006; Shah dan Ward, 2007; Alvarez et al., 2009). Dari beberapa tools dan teknik tersebut, VSM adalah salah satu teknik lean manufacturing yang sangat penting yang mampu menelusuri waste pada proses manufaktur yang ada (Lummus et al., 2006; Hines et al., 1999). VSM merupakan proses perencanaan dan menghubungkan inisiatif lean melalui pengumpulan dan analisis data yang sistematis, yaitu analisis tingkat mikro terhadap aliran material dan informasi melalui berbagai tingkat dari susunan manufaktur (Vinodh et al., 2010). Ini merupakan metode fungsional yang bertujuan menyusun ulang sistem manufaktur dengan tujuan untuk mencapai lean pada prakteknya. (McDonald et al. 2002, Lasa et al. 2008). Berdasarkan terminologi, value stream adalah semua aktivitas (baik value added maupun non-value added) dibutuhkan untuk membawakan sebuah produk, atau sekelompok produk yang menggunakan banyak sumber daya yang sama pada kebanyakan cara yang sama, melalui aliran esensial utama pada setiap produk–mulai dari bahan baku hingga ke tangan konsumen (Browning, 1998). Sedangkan value stream mapping adalah pemetaan semua aktivitas (baik value added dan non-value added) yang saat ini dibutuhkan untuk membawa sebuah produk melalui aliran-aliran utama yang mendasari pada setiap produk, yaitu (1) aliran produksi dari bahan baku hingga ke tangan konsumen, dan (2) aliran rancangan dari konsep hingga implementasi (Rother dan Shook, 1999). Pokok tujuan dari value stream mapping adalah mengidentifikasi semua pemborosan (wastes) pada aliran produksi dan berusaha untuk mengeliminasi pemborosan tersebut (Rother dan Shook, 1999).
2.3. Tinjauan teoritis pada activity based costing Dikarenakan lean manufacturing memungkinkan pengurangan biaya (Brown dan Bessant, 2003; Barber dan Tietje, 2008; Lasa et al., 2008), maka diperlakukan suatu metode untuk
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
membuktikannya. Salah satu metode yang sesuai untuk mendukung penelitian ini adalah activity based costing (ABC). ABC ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis komponen biaya pada value stream. Dengan adanya ABC dapat dilihat potensi dampak pengurangan biaya yang dihasilkan dari penerapan lean manufacturing berupa pengurangan atau penghilangan waste yang ada. Untuk memahami konsep dasar ABC, Horngren et al. (2003) menerangkan bahwa ABC adalah perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk lebih akurat. Produk merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas bisnis yang memanfaatkan sumber daya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis yang relevan dan kemudian ke sumber-sumber daya yang dimanfaatkan. ABC juga membantu untuk melihat variasi komponen biaya pada aktivitas-aktivitas dalam proses produksi baik yang value added maupun non-value added.
3. Metodologi Penelitian Berdasarkan cakupan topiknya, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus karena lebih menitikberatkan pada analisis kontekstual secara penuh dari sedikit kejadian atau dan melihat hubungan yang terjadi di dalamnya (Cooper & Schindler, 2011). Objek ini adalah proses produksi pada Pabrik Gula Meritjan Kediri yang merupakan salah satu dari 11 unit bisnis pabrik gula milik PT Perkebunan Nusantara X. Dan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan proses produksi gula kristal putih (GKP) pada Pabrik Gula Meritjan Kediri yang merupakan unit analisis dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses produksi pada Pabrik Gula Meritjan Kediri dengan berdasarkan model yang dibuat oleh Rother dan Shook (1999). Model Rother dan Shook (1999) merupakan pengeliminasian berbagai pemborosan dengan menggunakan value stream mapping untuk mencapai kondisi lean manufacturing. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dihitung biaya untuk justifikasi berapa biaya pemborosan dan penghematan pada proses produksi yang akan berpengaruh pada keuntungan perusahaan dengan menggunakan metode activity based costing berdasarkan model yang digunakan oleh Horngren et al. (2005). Teknik pengambilan sampel (sampling) yang digunakan adalah non-probability sampling jenis purposive sampling atau biasa disebut judgement sampling, karena data hasil produksi dan partisipan wawancara dipilih secara langsung untuk memudahkan dalam proses pengolahan data.
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Pengumpulan data menggunakan tiga teknik untuk mendapatkan referensi data sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ketiga metode tersebut adalah wawancara, observasi, dan studi catatan atau literatur.
Gambar 2. Diagram Alur Metodologi Penelitian
Data yang diperoleh dari pengumpulan data masih berupa data mentah yang masih perlu diolah agar menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan diawali dengan membuat process
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
activity mapping untuk mengklasifikasikan tiga jenis aktivitas operasi: non-value adding (NVA), necessary but non-value adding (NNVA), dan value adding (VA). Kemudian dilakukan pembuatan current state map untuk menangkap bagaimana kondisi sistem produksi yang berjalan saat ini serta mengetahui kekurangan pada kondisi saat ini. Pada current state map ini juga dihitung takt time, yaitu rate yang mana sebuah perusahaan harus memproduksi sebuah produk untuk memuaskan customer demand, dengan rumus:
!"#$ !"#$ =
!"#$%#&%' !"#$%&' !"#$ !"# !"#$%& !"#$%&'( !"#$%! !"# !"#$%&
(1)
Kemudian dihitung biaya dengan menggunakan activity based costing dan diintegrasikan dengan current state map. Dari proses produksi yang telah digambarkan dan dihitung biayanya pada current state map dan process activity mapping sebelumnya, kemudian dilakukan identifikasi berbagai jenis pemborosan yang terjadi selama proses produksi yang berlangsung saat ini. Kemudian dibuat usulan improvement dan membuat future state map untuk mengeliminasi berbagai pemborosan yang telah diidentifikasi. Dari usulan improvement ini, dibuat proposal rencana dalam bentuk value stream plan. Diagram alir metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
4. Analisis dan Pembahasan 4.1. Tentang perusahaan studi kasus Pabrik Gula Meritjan Kediri yang bertempat di Kota Kediri yang merupakan salah satu dari 11 unit bisnis Pabrik Gula PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) dengan kapasitas giling terpasang 2.800 TCD (Ton Cane per Day). Produk utama yang diproduksi oleh Pabrik Gula Meritjan Kediri adalah gula kristal putih (GKP) atau biasa dikenal dengan sebutan gula pasir. GKP yang dihasilkan akan dipasarkan di dalam negeri melalui persaingan bebas dan terkoordinir (lelang dan negosiasi). Secara umum proses produksi Pabrik Gula Meritjan Kediri dimulai saat penerimaan dan persiapan tebu yang dibawa oleh truk setelah penebangan dari sawah milik petani yang telah bekerjasama dengan pihak Pabrik Gula Meritjan Kediri. Kemudian dilanjutkan dengan proses utama yang terdiri dari lima stasiun utama diantaranya: stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, serta stasiun puteran dan penyelesaian. Pada stasiun gilingan akan dihasilkan nira mentah yang akan dimurnikan atau dibuang berbagai kotoran selain gula pada stasiun pemurnian. Di stasiun pemurnian dihasilkan nira encer yang kemudian diuapkan pada stasiun penguapan untuk memisahkan air
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
dengan nira. Dari proses penguapan ini akan dihasilkan nira kental sebagai bahan proses memasak atau mengkristalkan gula di stasiun masakan. Dari stasiun masakan akan menghasilkan Masakan A yang perlu didinginkan dahulu sebelum kemudian diputar dengan gaya centrifugal untuk mendapatkan gula produk atau Gula Kristal Putih. Gula Kristal Putih yang dihasilkan dari proses pemutaran ini kemudian dikemas dalam kemasan karung dengan berat masing-masing 50 Kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat value chain produksi Pabrik Gula Meritjan Kediri pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Value Chain Produksi Gula Kristal Putih PG Meritjan Kediri Sumber: Olahan peneliti dari hasil produksi masa giling 2013
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
4.2. Cycle time dan takt time Dalam menghitung cycle time, proses produksi pada Pabrik Gula Meritjan Kediri secara garis besar dibagi menjadi tujuh tahap kelompok proses, yaitu sebagai berikut: 1) Persiapan
5) Masakan
2) Gilingan
6) Pendinginan
3) Pemurnian
7) Penyelesaian
4) Penguapan Untuk mendapatkan angka cycle time, peneliti mengasumsikan seberapa lama waktu untuk memproduksi 1 Ton gula kristal putih pada setiap tahapan proses berdasarkan data masa giling 2013 yang didapatkan dari perusahaan. Untuk mengetahui produksi gula pada setiap proses, dilihat dari kandungan sukrosa atau pol yang dihasilkan pada setiap proses sesuai dengan value chain yang telah disusun peneliti pada Gambar 3. Cycle time yang didapatkan selama masa giling 2013 disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Rekapitulasi Data Cycle Time PG Meritjan Kediri No. 1 2 3 4 5 6 7
Proses Persiapan Gilingan Pemurnian Penguapan Masakan Pendinginan Penyelesaian
N 164 164 164 164 193 139 115
Standar deviasi (σ) 0.81 0.85 0.81 0.85 0.97 0.95 0.69
Rata-rata 7.37 6.10 6.08 5.84 4.74 4.10 5.57
Untuk mencapai lean manufacturing, dibutuhkan perhitungan takt time untuk mengetahui rate seberapa produk jadi yang harus diproduksi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Takt time berfungsi sebagai acuan seberapa lama proses produksi pada sebuah stasiun kerja yang seharusnya dilakukan atau biasa disebut dengan waktu ideal proses produksi untuk menyelesaikan tugas satu produk (Rother dan Shook, 1999). Dari data perusahaan tahun 2013 menunjukkan total permintaan gula selama 12 bulan adalah 38.730,5 Ton dan waktu kerja operasional pabrik yang tersedia setelah dikurangi breakdown adalah 230.338,8 menit. Sehingga didapatkan takt time sebesar 5,95 menit berdasarkan perhitungan dengan Formula 1. !"#$ !"#$ =
230.338,8 !"#$% 38.730,5 !"#
!"#$ !"#$ = !, !" !"#$% Dari hasil perhitungan cycle time dan takt time di atas akan dibandingkan untuk mengetahui proses mana yang dapat memenuhi sesuai dengan kecepatan permintaan konsumen. Pada
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Gambar 4 di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat empat proses yang dibawah waktu takt time, yaitu proses penguapan, proses masakan, proses pendinginan, dan proses penyelesaian, yang artinya proses tersebut dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Sedangkan tiga proses lainnya, yaitu proses persiapan, proses gilingan, dan proses pemurnian menunjukkan cycle time yang masih berada di atas takt time yang artinya proses tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan cepat. Berdasarkan identifikasi takt time dan cycle time, pengolahan data selanjutnya akan difokuskan untuk mengurangi pemborosan pada proses yang cycle time di atas takt time.
TAKT TIME Penyelesaian Pendinginan Masakan Penguapan Pemurnian Gilingan Persiapan
5.95 5.57 4.10 4.74 5.84 6.08 6.10 7.37
Gambar 4. Grafik Takt Time dan Cycle Time PG Meritjan Kediri (Menit)
4.3. Process activity mapping Untuk memudahkan dalam menggambar current state map perlu diidentifikasi setiap aktivitas di dalam setiap proses. Pada tahap identifikasi ini digunakan alat process activity mapping untuk memetakan aktivitas mana yang VA (Value added), NNVA (Necessary but Non-value added), dan NVA (Non-value added). Pada process activity mapping ini terdapat perhitungan jarak yang ditempuk dalam setiap aktivitas, orang yang terlibat pada aktivitas tersebut, total jam kerja pekerja, proporsi non-value added activities dan pengalokasian aktivitas pada jenisnya masing-masing, seperti operation, transport, inspect, store, atau delay. Dari Tabel 3 di bawah didapatkan hasil: Total Aktivitas
= 41 aktivitas
Total Value-Activities (VA)
= 15 aktivitas
Total Non-value added Activities (NVA)
= 7 aktivitas
Total Necessary Non-value added Activities (NNVA)
= 19 aktivitas
Total Jarak yang dilalui
= 2.534 meter
Total Orang yang terlibat
= 231 orang
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
PERSIAPAN TEBU Penerimaan dan Pemeriksaan Truk Tebu Antrian Truk Tebu Truk Tebu Masuk Ke Emplasemen Penimbangan Truk Pembongkaran Tebu dari Truk ke Lori Penimbunan Tebu di Lori STASIUN GILINGAN Pemindahan Tebu dari Lori ke Meja Tebu Pemindahan Tebu dari Truk ke Meja Tebu Penataan Tebu di Meja Tebu Pengaliran Tebu untuk Dicacah dan Dipukul Mencacah Tebu Memukul Badan Tebu Pengaliran Tebu ke Gilingan Penggilingan Tebu Penyaringan Nira Mentah STASIUN PEMURNIAN Penimbangan Nira Mentah Pemanasan Pendahuluan Defekasi
I
-
D T O
Weigh Bridge
T
Transloading Crane
S
Lori
T
S
D NNVA
-
O
T
I
S
D
NVA
-
O
T
I
S
D
NVA
-
-
-
1500
8640
Delay
I
6
6
8640
O
T
I
S
D NNVA
3
4320
O
T
I
S
D NNVA
-
6
8640
O
T
I
S
D
Unloading Crane Barat
80
3
4320
O
T
I
S
D NNVA
T
Unloading Crane Timur
200
6
8640
O
T
I
S
D NNVA
T
Cane Table
14
9
12960 O
T
I
S
D NNVA
T
Cane Carrier
4
6
8640
O
T
I
S
D NNVA
O O T O O
Cane Cutter I dan II Unigrator Rake Elevator Mills Vibrating Screen
4 2 15 32 1
3 6 3 27 3
4320 8640 4320 38880 4320
O O O O O
T T T T T
I I I I I
S S S S S
D VA D VA D NNVA D VA D NNVA
I O O
Mixed Juice Weighing Juice Heater I Defecator Sulphited Juice Drawing Tank Sulphited Juice Pump Juice Heater II Dorr Clarifier Clear Juice Tank
1 2 3
3 3 9
4320 O 4320 O 12960 O
T T T
I I I
S S S
D NNVA D VA D VA
5
9
12960 O
6 2 7 -
3 3 3 3
O
Pemompaan Pemanasan Kedua Pengendapan Penyimpanan Nira Encer STASIUN PENGUAPAN 24 Pemompaan
T O O S
25 Penguapan
O
26 Pemompaan
T
28 29 30
T
100
Ket.
-
20 21 22 23
27
O
Distance Labor People (M) Hour
120
19 Sulfitasi
T
Penyimpanan Nira Kental Sulfitasi STASIUN MASAKAN Pemompaan Pemasakan Pemompaan STASIUN PENDINGINAN Pendinginan Masakan STASIUN PENYELESAIAN
Machine
Store
2
Flow
Inspect
1
Step
Transport
No.
Operation
Tabel 3. Process Activity Mapping Pabrik Gula Meritjan Kediri
S
Clear Juice Pump Evaporator & Condenser Vacuum & Condensate Pump Sulphited Syrup Tank (Peti NK)
3
-
15
6
3
-
2
3
4320 4320 4320 4320
8640
4320
NVA
VA
%NonValue Added Activities
100%
100%
41%
T
I
S
D
O O O O
T T T T
I I I I
S S S S
D NNVA D VA D NNVA D NNVA
O
T
I
S
D NNVA
O
T
I
S
D
O
T
I
S
D NNVA
O
T
I
S
D NNVA
100%
VA
18%
0%
T O T
Sulphited Syrup Pump Pan A, C, dan D Vacuum Pump
4 30 5
33 3
O 47520 O 4320 O
T T T
I I I
S S S
D NNVA D VA D NNVA
8%
O
Crystalizer A, C, dan D
20
12
17280 O
T
I
S
D
VA
0%
O
HGF Continuous Centrifugal
3
9
12960 O
T
I
S
D
VA
T
White Sugar Conveyor
1
3
4320
O
T
I
S
D
VA
O T O
Sugar Dryer and Cooler Bucket Elevator Vibrating Screen
12 9 10
3 3 3
4320 4320 4320
O O O
T T T
I I I
S S S
D VA D NNVA D VA
37 Pengemasan Gula Kristal Putih
O
Sugar Bin
4
6
8640
O
T
I
S
D
VA
Pengangkutan Gula dari Pabrik 38 Ke Truk/Lori
T
-
15
9
12960 O
T
I
S
D
NVA
39 Pengangkutan Gula ke Gudang
T
Truk/Lori
250
3
T
I
S
D
NVA
40 Penataan Gula di Gudang 41 Penimbunan Gula di Gudang TOTAL
T S
-
50 2534
9 3 231
12960 O T I 4320 O T I 17 17 2 VA
S S 4
D D 1
NVA NVA
31
32 Pemutaran Centrifugal 33 34 35 36
Pengaliran Gula Kristal Putih dengan Getaran Pengeringan Gula Kristal Putih Pengaliran Gula Krital Putih Penyaringan Gula Kristal Putih
41 Steps
4320
O
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
15
NVA
7
NNVA
19
46%
100%
4.4. Perhitungan activity based costing Perhitungan biaya tiap aktivitas sebelum diintegrasikan ke dalam current state map, menggunakan metode activity based costing untuk mengetahui alokasi biaya pada produk Gula Kristal Putih berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada berdasarkan labor hour sebagai cost allocation. Dari perhitungan activity based costing, didapatkan hasil akhir berupa value added cost dan non-value added cost pada setiap aktivitas, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4 di bawah. Tabel 4. Value added Cost dan Non-value added Cost Produksi Gula PG Meritjan Kediri 2013 Non Value-Added Total Biaya Value-Added Cost Cost Aktivitas Produksi Gula per Ton % Jumlah % Jumlah Persiapan Rp 149,512.67 0% Rp 100% Rp 149,513 Persediaan Tebu Rp 59,805.07 0% Rp 100% Rp 59,805 Giling Rp 233,423.95 59% Rp 137,720 41% Rp 95,704 Pemurnian Rp 138,707.50 82% Rp 113,740 18% Rp 24,967 Penguapan Rp 41,612.25 100% Rp 41,612 0% Rp Masakan Rp 166,449.00 92% Rp 153,133 8% Rp 13,316 Pendinginan Rp 55,483.00 100% Rp 55,483 0% Rp Penyelesaian Rp 64,148.13 54% Rp 34,640 46% Rp 29,508 Persediaan Gula Rp 18,342.87 0% Rp 100% Rp 18,343 TOTAL Rp 927,484.44 58% Rp 536,329 42% Rp 391,156
4.5. Current state map Current state map yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 5. Pada current state map ini terdapat 3 komponen utama, yaitu: 1) Komponen timeline yang berada di bawah peta. Timeline current state map menunjukkan total cycle time sebesar 39,8 menit yang terdiri dari 25,9 menit total value added cycle time dan 13,9 menit total non-value added cycle time. Cycle time menunjukkan seberapa lama 1 Ton gula melewati seluruh proses. Sedangkan total lead time sebesar 6,92 hari. Sedangkan dari sisi biaya, total non-value added cost sebesar Rp 391.156 dan total non-value added cost sebesar Rp 536.329. 2) Komponen aliran material dari bahan baku sampai barang jadi yang berada di tengah peta. Komponen aliran material menjelaskan bagaimana aliran material dari bahan baku yang dikirim oleh supplier hingga menjadi produk jadi yang dikirim ke konsumen. Aliran material dapat dilihat pada bagian tengah peta current state map pada Gambar 5. Aliran material ini terdiri dari proses dan persediaan yang masing-masing terdapat data box di bawahnya. Terdapat 3 persediaan: tebu, nira encer, dan nira kental.
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
3) Komponen informasi perintah produksi dan informasi supply chain. Divisi Instalasi yang melakukan pengawasan pada proses gilingan menetapkan proyeksi gilingan yang diinformasikan kepada Divisi Tanaman dan Divisi Pengolahan menggunakan alat elektronik handy talky. Kemudian, Divisi Tanaman akan berkoordinasi secara manual dengan supplier tebu yaitu para petani untuk memastikan jumlah tebu yang digiling akan memenuhi target dan proyeksi yang telah ditetapkan. Sedangkan Divisi Pengolahan akan melakukan penyesuaian proyeksi pada prosesproses yang diawasinya, yaitu mulai proses pemurnian hingga penyelesaian. Dari Divisi Pengolahan akan didapatkan informasi hasil produksi gula tiap harinya yang diinformasikan kepada Divisi TU Hasil. TU Hasil yang menerima pemesanan gula dari pelanggan akan mengeluarkan gula berdasarkan hasil produksi yang diperoleh. 4.6. Identifikasi pemborosan Pemborosan yang diidentifikasi di sini adalah segala aktivitas yang mengkonsumsi waktu, sumber daya, dan tempat, tetapi tidak menambah nilai pada produk gula. Adanya pemborosan juga terlihat dari terjadinya gap antara realisasi dengan rencana perusahaan yang tertuang pada RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) Pabrik Gula Meritjan Kediri pada tahun 2013 (Lihat Tabel 5). Tabel 5. Gap Realisasi dan RKAP PG Meritjan Kediri Parameter
RKAP
Kapasitas Inclusif (TCD) Berhenti Giling/Breakdown (Jam) HPP Gula per Kg (Rp)
Realisasi
Gap
2,800
2,574
226
120
453
333
6,860
7,385
525
Dari tujuh jenis pemborosan menurut Ohno (1988), terdapat 5 pemborosan yang teridentidikasi pada Pabrik Gula Meritjan Kediri, sebagaimana berikut: 1) Pemborosan pada persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) Persediaan yang tidak perlu disini adalah persediaan tebu yang menunggu di dalam lori masuk saat berada dalam emplasemen hingga dibongkar pada meja tebu dan juga persediaan Nira Encer yang ada pada peti nira encer (clear juice tank). 2) Pemborosan pada waktu menunggu (waiting) Waktu menunggu (waiting) sebagian disebabkan oleh breakdown atau jam berhenti giling pabrik. Dan penyebab utama jam berhenti giling pabrik adalah sering terjadinya tebu telat yang mana menyumbang 54% dari total jam berhenti. 3) Pemborosan pada proses yang tidak tepat (inappropriate process)
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Proses yang tidak tepat terjadi yaitu ketika gula yang sudah dikemas di dalam pabrik kemudian dipindahkan ke dalam gudang dengan truk/lori. Proses penataan di dalam truk/lori dan penataan di dalam gudang masih menggunakan tenaga manual kuli. 4) Pemborosan pada transportasi yang tidak efisien (inefficient transportation) Transportasi yang kurang efisien pada saat truk masuk lokasi antrian dan pemeriksaan tebu hingga masuk ke dalam emplasemen untuk pembongkaran tebu ke meja tebu. 5) Pemborosan pada produksi berlebih (overproduction) Overproduction terjadi pada proses gilingan yang terjadi saat proses gilingan berproduksi melebihi kapasitas yang disepakati yang menyebabkan proses selanjutnya bermasalah. 4.7. Usulan improvement dan current state map Beberapa usulan improvement guna mengeliminasi pemborosan-pemborosan berdasarkan pemborosan yang telah diidentifikasi, antara lain: 1) Eliminasi pemborosan pada persediaan yang tidak perlu • Penghapusan persediaan tebu di dalam lori. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Higgins et al. (2004), pengurangan shift lori yang lebih sedikit akan mengurangi biaya transportasi. • Pengurangan persediaan nira encer dan persediaan nira kental. Untuk memperlancar persediaan nira encer dan nira kental, perlunya pengendalian kapasitas maksimal yang disepakati pada proses-proses sebelumnya. 2) Eliminasi pemborosan pada waktu menunggu • Penjadwalan tebang tebu pada malam hari. Penebangan tebu pada malam hari ini dapat didukung dengan menerapkan teknologi sugarcane harvester. Menurut Case IH (2010), teknologi sugarcane harvester miliknya dapat meningkatkan produktivitas penebangan tebu siang dan malam. • Penerapan teknologi GPS untuk pemetaan lahan. Teknologi yang telah dikembangkan untuk pemetaan lahan adalah dengan menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System) yang saat ini telah digunakan pada industri gula dari tebu di beberapa bagian di dunia dan penerapannya telah dapat mengurangi biaya (Ascough, 2013). • Penerapan teknologi Vehicle Tracking System (VTS) untuk melacak posisi truk dari lahan hingga pabrik. VTS berbasis website telah sukses diimplementasikan pada manajemen transportasi truk tebu di Sudan (Kheiralla et al., 2011).
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
3) Eliminasi pemborosan pada proses yang tidak tepat Untuk mengeliminasi proses yang tidak tepat pada proses penyelesaian dan gudang gula, perlu diterapkan teknologi material handling, diantaranya: • Penerapan teknologi sugar bag handling system • Penerapan sistem paletisasi persediaan gula di dalam gudang • Penggunaan forklift untuk mengangkut gula Menurut STB Engineering (2012), penerapan teknologi material handling ini telah dapat mengurangi praktek manual handling dan mengurangi biaya pada beberapa kliennya yang bergerak dalam bidang industri gula. 4) Eliminasi pemborosan pada transportasi yang tidak efisien • Menyusun ulang jalur transportasi, yaitu dengan mengalihfungsikan jalur lori yang kosong untuk jalur truk untuk memaksimalkan jalur terpendek dan mengoptimalkan sistem first in first out (FIFO) yang diterapkan oleh perusahaan. 5) Eliminasi pemborosan pada overproduction • Melakukan proyeksi tebu masuk dari luar wilayah kerja. Proyeksi tebu digunakan untuk mengantisipasi kedatangan tebu luar wilayah dan dapat mengatur penebangan tebu lokal agar tidak terjadi overproduction pada proses gilingan. Dari berbagai improvement yang telah dijelaskan, kemudian disusun target penghematan pada value stream Pabrik Gula Meritjan Kediri (Lihat Tabel 6). Target improvement sebagai dasar penyusunan future state map yang disajikan pada Gambar 6. Tabel 6. Target Improvement No.
Improvement
Saving Distance (M)
People
DL Hours
Target to Value Stream
Objective: Eliminasi persediaan tidak perlu 1 Penghapusan persediaan tebu di lori 9 12,960 Persediaan tebu dapat dihilangkan Pengurangan persediaan nira encer dan nira Persediaan nira encer dan nira dapat dihilangkan, 2 kental dengan target tebu maksimal 3000 ton per hari Objective: Eliminasi waktu menunggu 3 Penjadwalan tebang pada malam hari Peningkatan uptime Proses Gilingan hingga 99%, Penerapan teknologi GPS untuk pemetaan Tebu masuk rata-rata maksimal 3000 ton per hari, 4 lahan Target cycle time Proses Persiapan = 6 menit, dan Penerapan teknologi Vehicle Tracking cycle time Proses Gilingan dan Pemurnian hemat 5 System hingga 10% Objective: Eliminasi proses tidak tepat Penerapan teknologi sugar bag handling Penghematan cycle time Proses Penyelesaian hingga 6 9 12,960 system 7% 7 Penerapan sistem paletisasi di gudang gula 9 12,960 Penghematan rata-rata persediaan gula hingga 10% 8 Penggunaan forklift di gudang gula Objective: Eliminasi transportasi tidak efisien Penghematan cycle time Proses Persiapan hingga 9 Menyusun ulang jalur transportasi 100 7% Objective: Eliminasi overporduction 10 Proyeksi tebu masuk dari luar wilayah kerja Tebuk masuk rata-rata maksimal 3000 ton per hari
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Terdapat beberapa usulan improvement dapat menghasilkan total penghematan biaya sebesar 13%, terutama pada pengurangan labor hour (Lihat Tabel 7). Sehingga, terjadi pengurangan proporsi non-value added cost dari 42% pada current state menjadi 34% pada future state (Lihat Tabel 8). Tabel 7. Penghematan Total Biaya Produksi per Ton Gula Current DL DL Hours Future DL Total Biaya Produksi Total Biaya Produksi Saving Hours Saving Hours per Ton (Current) per Ton (Future)
Aktivitas Persiapan Persediaan Tebu Giling Pemurnian Penguapan Masakan Pendinginan Penyelesaian Persediaan Gula
21600 8640 90720 43200 12960 51840 17280 47520 17280 TOTAL
12960
12960 12960
8640 8640 90720 43200 12960 51840 17280 34560 4320
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
149,513 59,805 233,424 138,707 41,612 166,449 55,483 64,148 18,343 927,484
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
59,805 59,805 233,424 138,707 41,612 166,449 55,483 46,653 4,586 806,525
60% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 27% 75% 13%
Tabel 8. Perbandingan VA Cost dan NVA Cost antara Current State dan Future State Current State Value Stream Non Value-Added Aktivitas Value-Added Cost Cost % Jumlah % Jumlah Persiapan 0% Rp - 100% Rp 149,513 Persediaan Tebu 0% Rp - 100% Rp 59,805 Giling 59% Rp 137,720 41% Rp 95,704 Pemurnian 82% Rp 113,740 18% Rp 24,967 Penguapan 100% Rp 41,612 0% Rp Masakan 92% Rp 153,133 8% Rp 13,316 Pendinginan 100% Rp 55,483 0% Rp Penyelesaian 54% Rp 34,640 46% Rp 29,508 Persediaan Gula 0% Rp - 100% Rp 18,343 TOTAL 58% Rp536,329 42% Rp 391,156
Future State Value Stream Non Value-Added Value-Added Cost Cost % Jumlah % Jumlah 0% Rp 100% Rp 59,805 0% Rp 100% Rp 59,805 59% Rp 137,720 41% Rp 95,704 82% Rp 113,740 18% Rp 24,967 100% Rp 41,612 0% Rp 92% Rp 153,133 8% Rp 13,316 100% Rp 55,483 0% Rp 70% Rp 32,657 30% Rp 13,996 0% Rp 100% Rp 4,586 66% Rp534,346 34% Rp272,179
Pada Gambar 6, secara keseluruhan dapat dilihat target peningkatan yang dapat dicapai secara keseluruhan value stream, yang dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah. Tabel 9. Perbandingan Target Penghematan Pada Future State Map dengan Current State Map Current State Map Total Cycle Time 39.80 Total VA Cycle Time 25.95 Total NVA Cycle Time 13.85 Lead Time 6.92 WIP Time 11.12 Total Distance 2,534.00 Total VA Costs Rp 536,328.60 Total NVA Costs Rp 391,155.84 Total Costs Rp 927,484.44 Parameter
Future State Map 36.39 24.87 11.52 5.35 0.61 2,434.00 Rp 534,345.84 Rp 272,178.90 Rp 806,524.74
Penghematan Satuan Perubahan 3.41 1.08 2.33 1.57 10.51 100.00 Rp 1,982.76 Rp 118,976.94 Rp 120,959.70
Menit Menit Menit Hari Jam Meter
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
-8.6% -4.2% -16.8% -22.6% -94.5% -3.9% -0.4% -30.4% -13.0%
Dari target cycle time tiap proses pada future state map pada Gambar 6 akan dapat memenuhi takt time atau sesuai dengan kecepatan permintaan pelanggan. Pada Gambar 7 di bawah ini menunjukkan bawah semua cycle time pada future state map di bawah takt time 5,95 menit.
TAKT TIME Penyelesaian Pendinginan Masakan Penguapan Pemurnian Gilingan Persiapan
5.95 5.18 4.10 4.74 5.85 5.47 5.48 5.58
Gambar 7. Takt Time dan Cycle Time pada Future State Map
4.8. Value stream plan tahunan Untuk mengimplementasikan future state map dalam value stream plan, maka perlu dibagi implementasi dalam tiga loop, yaitu pacemaker loop, processing loop, dan supplier loop. Pada Tabel 10 menunjukkan value stream plan tahunan yang disarankan kepada PG Meritjan Kediri. Supplier Loop mempunyai prioritas pertama, karena loop ini mempunyai dampak signifikan pada kelanjutan dan kelancaran pada loop-loop selanjutnya. Tabel 10. Value Stream Plan PG Meritjan Kediri Value Code Stream Loop 1.1 1.2 1.3
1.4 1 Supplier Loop 1.5
1.6
1.7
2 Processing Loop
2.1 2.2 3.1
3 Pacemaker Loop
3.2 3.3 3.4
Value Stream Objective Penjadwalan tebang untuk pasokan tebu malam hari Penghapusan persediaan tebu pada lori Penggunaan jalur lori untuk antrian truk Pengalihan penggunaan unloading crane yang sebelumnya untuk lori digunakan untuk truk Efisiensi jalur transportasi dengan menyusun ulang rute dari antrian truk tebu ke dalam emplasemen pabrik Melakukan proyeksi tebu masuk dari luar wilayah dan menyesuaikan dengan ketersediaan tebu asli daerah Instalasi teknologi GPS dan Vehicle Tracking System Memperlancar aliran Nira Encer di dalam clear juice tank Memperlancar Nira Kental Sulfitasi di dalam Peti NK
Target (Measurable)
1 2 3
2015 4 5 6 7 8
9 10 11 12 1 2
2016 3 4 5 6 7 8
• Cycle time Proses Persiapan menjadi 5,58 menit dari 7,37 menit • Tebu masuk rata-rata minimal 2.800 Ton per Hari dan Maksimal 3.000 Ton per Hari • Uptime Proses Gilingan hingga 99% • Penurunan operator menjadi 4 orang • Penurunan biaya pada Proses Persiapan hingga 60%
Persediaan Nira Encer = 0 Persediaan Nira Kental Sulfitasi = 0
• Optimalisasi sistem FIFO • Cycle time Proses Penyelesaian ≤5,18 menit • Persediaan gula ≤5,3 hari Penerapan sistem paletisasi di • Penghematan 9 orang gudang gula tenaga kuli Investasi forklift untuk gudang gula • Penghematan 27% biaya Proses Penyelesaian Training operator untuk penggunaan • Penghematan 75% biaya teknologi dan sistem baru Persediaan Gula
9 10 11 12
Person in Charge
Related Dept.
Kepala Divisi Tanaman
Divisi Instalasi
Kepala Divisi Pengolahan
Divisi Instalasi
Kepala Divisi TU Hasil
Divisi Pengolahan
Instalasi teknologi sugar bag handling system
4.9. Analisis kelayakan value stream plan
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Analisis kelayakan atau feasibility analysis dengan metode capital budgeting pada value stream plan yang diasumsikan proyek selama tujuh tahun, menghasilkan hasil bahwa proyek layak dari semua parameter (Lihat Tabel 11). Tabel 11. Ringkasan Analisis Kelayakan Value Stream Plan PG Meritjan Kediri SUMMARY Net Present Value (NPV) Internal Rate of Return (IRR)
Hasil Keterangan 7,528,461,242 Proyek layak, NPV selama 7 tahun positif 24% Proyek layak, IRR 31% lebih besar dari WACC 6% Proyek layak, proyek akan break -even pada tahun Payback Period (discounted) 4.91 ke-4 bulan ke-11 Profitability Index 1.03 Proyek layak, profitability index lebih besar dari 1
5. Kesimpulan Rother dan Shook (1999) mempunyai pendapat yang benar bahwa kapanpun ada produk untuk konsumen, maka akan ada value stream. Tantangan tersembunyi-nya adalah untuk melihat dan mengelolanya. VSM dapat dilakukan dengan cara yang sama secara praktis pada setiap aktivitas bisnis dan diperluas secara upstream atau downstream (Seth et al., 2008). Pokok tujuan value stream mapping adalah mengidentifikasi semua pemborosan (wastes) pada aliran produksi dan berusaha untuk mengeliminasi pemborosan tersebut (Rother dan Shook, 1999). Pada Pabrik Gula Meritjan Kediri, terdapat lima jenis pemborosan yang teridentifikasi, diantaranya persediaan yang tidak perlu, menunggu, proses yang tidak tepat, transportasi yang tidak efisien, dan produksi berlebih. Kemudian untuk mengurangi dan mengeliminasi pemborosan tersebut, diusulkan beberapa improvement, diantaranya penjadwalan tebang tebu pada malam hari yang didukung dengan penerapan teknologi sugarcane harvester, penerapan teknologi GPS dan Vehicle Tracking System, penerapan teknologi sugar bag handling system, penerapan sistem paletisasi di gudang gula, penggunaan forklift, menyusun ulang jalur transportasi, dan melakukan proyeksi tebu. Dari usulan improvement tersebut ditargetkan terjadi peningkatan pada keseluruhan value stream. Total lead time ditargetkan dapat menurun dari 6,92 hari menjadi 5,35 hari dan pada total costs ditargetkan penghematan hingga mencapai 13%. 6. Saran Saran kebijakan yang dapat diambil dari penelitian ini telah tertuang pada value stream plan yang dibagi dalam tiga kelompok aktivitas, yaitu supplier loop, processing loop, dan pacemaker loop. Analisis kelayakan dengan menggunakan metode capital budgeting untuk
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
mengevaluasi value stream plan tersebut menghasilkan bahwa secara keseluruhan layak untuk dijalankan. Pada penelitian ini, produktivitas tebu yang dinyatakan dalam bentuk rendemen diasumsikan dalam tingkat yang tetap. Sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat memasukkan faktor rendemen sebagai faktor yang dinamis mulai dari proses penanaman dan pembibitan tebu sebelum siap ditebang agar dapat menghasilkan penemuan yang lebih komprehensif. Daftar Referensi Alvarez, R., Calvo, R., Pena, M.M. and Domingo, R. (2009). Redesigning an assembly line through lean manufacturing tools. International Journal of Advanced Manufacturing Technology, Vol. 43, pp. 949-58. Ascough G. W. (2013). GPS technology: applications in sugarcane production. In British Society of Sugar Technologist at Autumn Technological Meeting. Barber, C.S., & Tietje, B.C. (2008). A research agenda for value stream mapping the sales process. Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol. 28 No. 2, pp. 155-65. Brown, S., & Bessant, K. (2003). The manufacturing strategy-capabilities links in mass customisation and agile manufacturing – and exploratory study. International Journal of Operation Management, Vol. 23 No. 7, pp. 707-13. Browning, T. (1998). Modeling and analyzing cost, schedule, and performance in complex system product development. PhD thesis, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA. Case IH. (2010). Sugarcane Harvester Autosoft 8000 Series. Diakses tanggal 22 Januari 2015 dari http://www.caseih.com/en_af/Products/Combines/Documents/Brochure/Austof/a8000.pdf. Cooper, D., & Schindler, P. (2011). Business Research Method (11th ed.). New York: McGraw Hill/Irwin. Higgins, A., Antony, G., Sandell, G., Davies, I., Preswidge, D., & Andrew, B. (2003). A framework for integrating complex harvesting and transport system for sugar production. Agricultural Systems, Vol. 82, PP.99-115. Hines, P., Rich, N., & Esain, A. (1999). Value stream mapping: a distribution industry application. Benchmarking: An International Journal, Vol. 6 No. 1, pp. 60-77. Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., & Foster, George. (2005). Cost Accounting: Managerial Emphasis (12th ed.). New York: Pearson Prentica Hall. Kheiralla, A.F., Ganawa, E., Osman, R., Nafae, O., & Abdelmoneim, M. (2011). Web-based Vehicle Tracking System for sugarcane trucks management in Gunied Scheme (Sudan). In Proceeding of the 6th Annual African Conference & Exhibition on Geospatial Information Technology & Application. Lasa, I.S., Laburu, C.O., & Vila, R.C. (2008). An evaluation of the value stream mapping tool. Business Process Management, Vol. 14 No. 1, pp. 39-52. Lummus, R.R., Vokurka, R.J., & Rodeghiero, B. (2006). Improving quality through value stream mapping: a case study of a physician’s clinic. Total Quality Management, Vol. 17 No. 8, pp. 1063-75.
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Madsen, David A., & Madsen, David P. (2012). Engineering Drawing and Design. New York: Delmar Cengage Learning. MCS Media. (2006). The Lean Pocket Guide XL. McDonald, T., Aken, E.M.V., & Rentes, A.F. (2002). Utilising simulation to enhance value stream mapping: a manufacturing case application. International Journal of Logistics Research Application, Vol. 5 No. 2, pp. 213-32. Narasimhan, J., Parthasarathy, L., & Narayan, P. S. (2007). Increasing the effectiveness of value stream mapping using simulation tools in engine test operations. In Proceedings of the 18th IASTED International Conference, Montreal, Canada, 30 May-1 June (pp. 260-4). North Carolina State University. NIST-MEP Lean. (2000). Lean Certificate Series. Gaithersburg: NIST Manufacturing Extension Partnership. Ohno, T. (1988). Toyota Production System. Cambridge: Productivity Press. Packendorff, Johann. (2001). Japansk produktionsfilosofi - lean manufacturing. Royal Institute of Technology. Diakses tanggal 30 November 2014 dari http://www.kth.se/polopoly_fs/1.218463!/Menu/general/columncontent/attachment/jap_prodfilosofi_lean.pdf. Rother, M., & Shook, J. (1999). Learning to See. Cambridge: The Lean Enterprise Institute. Salem, O., Solomon, J., Genaidy, A., & Minkarah, I. (2006). Lean construction: from theory to implementation. Journal of Management in Engineering, Vol. 22 No. 4, pp. 168-75. Seth, D., Seth, N., & Goel, D. (2008). Application of value stream mapping for minimization of wastes in the processing side of supply chain of cotton seed oil industry in Indian context. Journal of Manufacturing Technology and Management, Vol. 16 No. 4, pp. 529-50. Shah, R., & Ward, P.T. (2007). Defining and developing measures of lean production. Journal of Operations Management, Vol. 25, pp. 785-805. STB Engineering. (2012). Sugar Silo and Handling System. Diakses tanggal 22 Januari 2015 dari http://www.stbengineering.com/downloads/STB_Sugar_Silo_andHandling_CS22.pdf. Subiyono. (2014). Sumbangan Pemikiran Menggapai Kejayaan Industri Gula Nasional. Surabaya: PT Perkebunan Nusantara X. Vinodh, S., Arvind, K.R., & Somanaathan, M. (2010). Application of value stream mapping in an Indian camshaft manufacturing organization. Journal of Manufacturing Technology Management, Vol. 21 No.7, pp. 888-900. Womack, J. and Jones, D.T. (1996). Lean Thinking: Banish Waste and Create Wealth in your Corporation. New York: Simon and Schuster.
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Gambar 5. Current State Map PG Meritjan Kediri
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014
Gambar 6. Future State Map PG Meritjan Kediri
Integrasi Value..., Ahmad Adi Suhendra, FE UI, 2014