fnaialab llrniab
AGR,IPLf]S
ISSN Og5+ ^, O72g
Adoutlah, Nla'ruf Tafsln, Amlnuddln Parakkasl, Andt Nlurft
: PENGARUH
SUPLEMENTASI BERBAGAI SERAT KOMERSIL TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DAN DAGING PADA MENCIT (Musmusculuc)
A. Bahrun z RESPON TANAIvIAN
KEDELAI (Glyicine max L. Merr) TERHADAP SISTEM
PENGAIRAN. NIuhIdTn : TOLERAT{SI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP CEKAMAI{ ALU. MINIUM PADA STADIA BIBIT
Takdlr Salll, Nlohamad Agvs Settadt, Srlhadl Agungprlyono, Nlozes R. Toehhere dan Artef Boedtono : PENGARUH PENGERINGBEKUAN TERHADAP PERUBAHAI{ MORFOLOGI SPERMATOZAA DOMBA Nluhammod Tauftk dan Syalr : ISOLASI DNA PLASMID DENGAN METODE MINIPREP QIAPREP (ISOLATING BACTEARIA PLASMID BY MINIPREP QIAPREP) IUIuKhtaT : PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARAMBA JARING APUNG IKAI{ KERAPU TIKUS (Cromileptes altiuelis) DI KECAMATAN SOROPIA
Gusno Ff.S. dan Abdul Rahman: AIIALISIS PROTEIN DAN ISOZIM PLANLET PISAhIG BARAT.IGA}I HASIL INDUKSI FILTRAT FOC DAN BDB SECARA IN-YITRO
L.IW. HaTofah : PRODUKTIVITAS PEKERJA DAN STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN (STUDI PADA MASYARAKAT PEDESAAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA) Hg/MflTUI Ho,dTN' : DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI PISANG LOKAL ASAL KABUPATEN BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ISKAndaT : PENGARUH PENYAJIAN PESAN PUPUK AGRODYKE DAN PENGGUNAI{N VISUALISASI MELALUI VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAI{ PETAI{I
Ayub NI. Padanssran : ANALISIS PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAI{ INVESTASI OPTIMAL SEKTOR PERTANIAN DI SULAWESI TENGGARA
Husna, Robtatul Adau:tyah, Ls Ode Altmuddtn dan Fatsol Danu Tuheteru : STATUS KEANEKARAGAMAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA EMPAT TANAMAN LOKAL SULAWESI TENGGARA
DAFTAR ISI Halaman
PENGARUH SUPLEMENTASI Bf,RBAGAI Sf,RAT KOMERSIL TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM DAN DAGING PADA MENCIT (Mus masculus) Adawtyah, Ma'ruf Tafsln, Amlnuddln Parakkasi, Andi
RESPON TANAMAN KEDELAI (Glyictne max
L
Murfi
* 89
'85
Merr) TORIIADAP SISTEM
PENGA,IRAN. A.
Bahrun
90-97
TOLERANSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PADA STADIA BIBIT
Muhidln.....
98
H Pf, NG ERING BI]KUAN TERHADAP PERU BAHAN MORI'OLOG I SPERMATOZOA DOMBA TaWir Saill, Mohamad Agus Setiodi, Srlhadi Agungpriyono, Mozes R.Toelihere dan Arlef Boedlono. ..........
107
TSOLASI DNA PLASMID DENGAN METODDE MINIPREP QIAPREP (ISOLATING BACTEARIA PLASMID BY MINIPREP QIAPREP) MahantmadTautihdanSyair ........
ll8-122
-
106
Pf, NGARU
_tt7
PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARAMBA JARING APUNG IKAI{ KERAPU TIKUS (Cromilqta altlvelis) DI Kf,CAMATAN SOROPIA
Mukhtar
123
-
133
- 137
138
-
148
149
*
157
158-
166
167
-
172
173
- lg2
132
ANALISIS PROTDIN DAN ISOZIM PLANLET PISANG BARANGAN HASIL INDUKSI FILTRATFOC DAN BDBSECARA IN-VITRO
Rahman................... PRODUKTIVITAS PEKERJA DAN STRATEGI Gusna H.S, dan Abdul
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN (STUDI PADA MASYARAKAT PEDESAAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA) L.M. Harafah
..................
DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI PISANG LOKAL ASAL KABUPATEN BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA Hamlrul Hadini .. .... ..... . ... PENGARUH PENYAJIAN Pf,SAN PUPUK AGRODYKE DAN PENGGUNAAN VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI
VISUALISASI MELALUI Is
kandar..........
ANALISIS PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN INVE.STASI OPTIMAL SEKTOR PERTANIAN DI SULAWESI TENGGARA Ayub M.
Padangaran
...........:..........
STATUS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA EMPAT TANAMAN LOKAL SULAWEST TENGGARA Husna, Robidul Adowiyah, La Ode Albnuddin dan Faisol Danu
Tuhderu
AGRIPLUS, Volume 16 Nomor: 02 Mei 2006, ISSN 085+0U8
ANALISIS PERTUMBIJHAN DAN KEBUTUHAN INVESTASI OPTIMAL SEKTOR PERTANIAN DI SULAWESI TENGGARA Qleh: Ayub M. Padangarant)
ABSTRACT Consequence of UU No.22 year 1999 about Regional Otonomy is that the local government must be able to regulate their development planning and the efliciency of budgeting. Base ol this concequence, the aim of this study are analyze the growth elasticity of every sub sector within the agricultural sector and to compute the optimal investment on every agriculture sub sector in Southeast Sulawqesi Province. The study was carried out from March to Juny 200 using data from BPS and the relevanl institution in Sutheast Sulawesi. The data was analyzed using the gowth elasticity and ICOR model. The result of this study suggested that gxowth elasticity ofagriculture sub sectors in Southeast Sulawesi are: 0.73 for food sub sector, l.l2 for estate sub sector, 1.07 forFishery sub sector, l,2l for cattles sub sector and 0,48 for forest sub sector. Grouth multiple of every sub sector are: 0.07 for food sub sector,0.l5 for Estale sub sector, 0. 12 for fishery sub sector, 0.06 for cattles sub sector and 0.01 for forest sub sector. While the optimal ivcnvestment for every of agriculture sub sector in Southeast Sulawesi are: Rp.1.618.716.110.000 for lood sub sector, Rp. 5.420.248.450.000 for estate sub sector, Rp.2.125.353.540.000 for fishery sub secror, Rp.t94.2lE.l t0.000 for cattles sub sector and Rp. 39.390.630.000 for forest sub sector.
Key words: Growth elasticity, growth multiplc and optimel investment.
PENDAHULUAI\
kemukakan di atas, maka untuk dapat menyusun anggaran pembangunan serta menentukan alokasi investa;i secara efisien, pemerintah daerah serta para perencana di daerah perlu mengetahui besarnya potensi
Konsekuensi dari pemberlakukan Undang-undang Otonomi Daeratr yang dilaksanakan sejak tahun 2001 dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu konsekuensi yang sifatnya positip dan konsekuensi yang
pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi yang ada di dalam wilayahnya. Hal ini penting karena dengan mengetahui potensi per-
sifatnya menantang kepada pemerintah dan
tumbuhan masing-masing sektor
masyarakat daerah otonom. Konsekuensi yang
penerintah dan perencana pembangunan di daerah akan dapat menentukan besarnya investasi optimal untuk setiap sektor. Dengan demikian maka alokasi investasi akan efisien, tidak boros dan kontribusi masing-masing
sifatnya positif adalah diberikannya hak dan wewenang yang seluas-luasnya kepada pemerintah dan masyarakat setiap daerah otonom
untuk mengatur dan melaksanakan
peme-
rintahan serta mengatur penggunaan sumber-
daya yang ada
di wilayatrnya.
Sedangkan konsekuensi yang sifatnya menantang antara lain dapat dilihat dalam hal perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan ekonomi dimana pemerintah daerah harus mampu untuk mengatur sedemikian rupa agar sumberdaya yang terbatas dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ekonomi wilayah dan kesejahtreaan masyarakat (Anonimous, 2000).
Dalam kaitan dengan konsekuensi pelaksanaan otonomi daeratr seperti yang di-
sektor tersebut terhadap
maka
pertumbuhan
ekonomi daerah juga akan menjadi optimal. Menurut Glasson (1977), apabila anggaran pembangunan lebih besar dialokasikan pada seklor-sektor basis maka perekonomian wilayah yang bersangkutan akan bertumbuh dengan cepa!'karena sektor-sektor basis akan menimbulkan multiplier efect yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan penjelasan Todaro (1983) bahwa dalam proses pembangunan alokasi anggaran akan lebih efektif jika lebih banyak dialokasikan pada sektorsektor yang kaitan kebelakang (backward
) kHor Kepalo Bidang Ekonomi Pembangttun Pertanian Pada Fakuttas Pertanian Unhalu, Kendari.
r68
linkage) dan kaitan kedepannya (foreward linkage) cukup bcsar. Budiharsono (1989) juga mengatakan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan bcrdasarkan potensi pertumbuhan sektor-scktor dalam perekonomian
secara tepat akan menghasilkan multiplier effect yang besar bagi perekonomian wilayah. Berdasar pada pemikiran seperti ini maka tujuan penelitian ini adalah: (l) Untuk mengetahui elastisitas pertumbuhan sektor pertanian di Propinsi Sulawesi Tenggara (2) Untuk mengetahui pengganda pertumbuhan
masing-masing sub scktor pertanian dan (3) Untuk mengetahui kebutuhan investasi optimal pada masing-masing sub sektor per-
tanian
di
Sedangkan
Propinsi Sulawesi Tenggara. manfaat pcnelitian ini adalah: (l)
untuk mcnjadi ma.sukan bagi DPRD, peme-
rintah daerah dan []adan Perencanaan
Pembangunan Dacrah Sularvesi Tenggara
dalarn nrenentukan kcbijakan mengenai invesftasi dan pembanrunan pada seklor pertanian.
Qr = (AY1Y)| LYN ............(l) Dimana: G; = Elastisitas pertumbuhan sub sektor pertanian ke I; AYi = Jumlah kenaikan nilai produksi sub sektor pertanian ke i pada tahun 1999-2004; Yi = Nilai produksi sub sektor pertanian ke i pada tahun 1999i AY = Jumlah kenaikan pendapatan 'regional bruto Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 1999 2004;Y: Pendapatan regional bruto Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 1999. (2) Untuk menghitung pengganda pertumbuhan masing-
masing sub sektor digunakan rumus:
MGl =
(Y/r) G............(2)
(3) Untuk
menghitung besamya investasi
optimal pada masing-masing sub
sektor
pertanian digunakan model ICOR (Kunarjo, 1996): Io; = AY; x ICOR; ............(3) Dimana: 16 = Kebutuhan investasi sub sektor pertanian ke I; AY; = Kenaikan nilai produksi sub sektor pertanian ke I; dan ICOR; =
Incremental capital output ratio sub sektor pertanian yang diperoleh dari Kantor Statistik Sulawesi Tenggara.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2005. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 1999 -2004 yang tersedia pada Kantor Statistik serta kantor-kantor lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Model Elastisitas Pertumbuhan lndustri sebagai berikut: (l) Untuk menghitung potensi pertumbuhan masing-masing sub sektor pertanian terhadap pendapatan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara digunakan model elatisitas pertumbuhan (Kunarjo, I 996):
AGRIPLUS,YoIune 16 Nomor
HASIL DAIY PEMBAIIASAI\ Pertumbuhan Nilai Produksi Pertanian Pertumbuhan sub sektor pertanian di Sulawesi Tenggara dapat dilihat dari kenaikan nilai produksinya dari tahun ke tahun. Dalam penelitian ini pertumbuhan produksi pertanian diamati selama 5 tahun yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Data mengenai pertumbuhan produksi sekfor pertanian di Sulawesi Tenggara dalam enam tahun terakhir adalatr seperti pada Tabel l.
: 02 Mei2006, ISSN0854-0128
169
Tabel 1. Data pertumbunan nilai produksi seklor pertanian di Sulawesi Tenggara atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2005 (uta rupiah) Sub
sektor
pertanian 1999
Nilai produksi per tahun 2000
2001
2002
Pangan 475.440,72 543.652,68 673.094,99 698.532,46 Perkebunan 616.790,12 623.823,90 830.590,71 1.068.504,27 Perikanan 548.890,66 570.013,70 813.681,52 969.253,89 Peternakan 228.794,29 338.270,71 385.547,84 490.312,03 Kehutanan 84.31 87.12s.77 99.443
Tan.
2003
2404 881.133,99
766.878,36 1.195.1 15,23
t.422.t76,22
1.076.636,92 496.326,65
|.236.707,34
552.491,t4
l3l.2l
t20.7s6,31
I
Sumber: Kantor BPS. Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2005.
Pada Tabel 1 nampak batrwa sub seklor pertanian yang terbesar nilai produksinya sejak tahun 1999 sampai tahun 2004 adalah sub sektor perkebunan kemudian disusul dengan sub sektor perikanan dan tanaman pangan, sedangkan sub sektor pertanian yang terkecil nilai produksinya
bahwa pertumbuhan sektor pertanian dalam lima tahun terakhir adalah rata-rata 170,56%. Elastisitas Pertu mbuhan
Elastisitas pertumbuhan masingmasing sub sektor pertanian adalah merupakan kemampuan suatu sub sektor untuk meningkatkan pcndapararr wilayah dari kenaikan investasi sebcsar satu satuan pada
adalah sub sektor kehutanan dan peternakan.
Jika diamati dari pertumbuhan nilai produksi masing-masing sub sektor dalam 5 tahun teraldrir maka nampak bahwa secara nominal sub sektor yang paling besar kenaikan
nilai produksinya adalatr sub sektor
periode tertentu yang sccara matematis dapat dihitung menurut rumus ( l) di bab Metode Penelitian. Oleh karena itu untuk mengetahui
potensi pertumbuhan masing-masing
peter-
sub
sektor maka langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung kenaikan PDRB propinsi Sulawesi Tenggara dalam 5 tahun terakhir
nakan dan perikanan yang masing-masing bertumbuh rata-ratz204,06o untuk sub sektor petemakan dan 182,240 untuk perikanan. Sedangkan sub selctor tanaman pangan dan perkebunan pertumbuhannya masing-masing hanya sebesar 134,78oh untuk tanaman pangan
yaitu tahun 1999 dan rahun 2004,
dan
selanjutnya dihubungkan dengan peningkatan nilai produksi mtuing-rniuing sub sektor
dalam periode yang sama. Data mengenai kenaikan PDRB Propinsi Sulawesi Tenggara dan kenaikan nilai produksi masing-masing sub sektor pertanian pada rahun lggg - 2004
dan 160,68% untuk sub sektor perkebunan. Sub sektor yang terkecil persentase pertumbuhan rata-ratanya adalah kehutanan yang hanya sebesar lQ4,75yo. Secara total nampak
adalah seperti pada'fabel 2.
Tabel 2. Kenaikan PDRB dan kaniakan nilai produksi masing-masing Sub Sektor pertanian di Propinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1999 -2004.
No I
,)
J 4 5
6
Nilai tahun 1999
Uraian
Nilai tahun 2004
Kenaikan
Jt.R
PDRB Prop.Sultra Sub Sub Sub Sub Sub
sektor tan.pangan Sektor Perkebunan Seklor Perikanan Sektor Peternakan Sektor Kehutanan
Jt.R
4.732.379,59
10.258. 164,58
5.525.786,00
475.440,72
881.133,98 1.422.176,22 1.236.707,34
805.386,l0 687.8 t6,68
6t6.790,12 548.890,66 228.794,29
552.491,t4
l3I.2tt,85
84.319,24
Sumber : Kantor BPS Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2005
AGRIPLaS, Vohtme 76 Nomor
:
02 Mei 2006 ISSN 0g14-012g
405.693,26
323.696,85 46.893,61
170
Jika data-data kenaikan PDRB
nilai produksi masing-masing sub
potensi pertumbuhan sub sektor pertanian dan sektor pertanian di Propinsi Sulawesi Tenggara seperti pada Tabel 3.
dan
sektor pertanian pada Tabel 2 dimasukkan ke dalam
rumus
(l)
maka akan diperoleh angka-angka
Tabel 3. Elastisitas pertumbuhan masing-masing sub sektor pertanian Tenggara tahun I 999 - 2004.
sektor "-:'-."'"' Sub
Pertanran Tan.pangan Perkebunan Perikanan Peternakan
Kehutanan
Kenaikan
nilai
produksi thn tqqq-zoo+ (lyi) 405.693,26
805.386,l0 687.816,68 323.696.85 46.893,61
Nilai produksi Sub sektortahun 1999 (Yi)
di Propinsi
Sulawesi
Kenaikan PDRB Elastisitas tahun Sultra tahun Pertum-
PDRB
1999-2004
(^Y)
1999
buhan
(Y)
(ci)
475.440,72 616.790,12
548.890,66 228.794,29
0,73 1,12 1,07
5.525.786,0A 4.732.378,58
l,2l
84.31
Pada Tabel 3 nampak bahwa angka pertumbuhan semua sub sektor pertanian ratarata rendah. Sub sektor pertanian yang cukup besar elastisitas pertumbuhannya adalah sub sektor peternakan yakni sebesar 1,21 dan sub sektor perkebunan serta sub sektor perikanan yakni masing-masing sebesar 1,12 dan 1,07. Sedangkan elastisitas pertumbuhan sub sektor
48
pertanian pangan dan sub sektor kehutanan merupakan yang terkecil yakni hanya 0,73 untuk tanaman pangan dan 0,48 untuk sub seklor kehutanan. Jika angka-angka elastisitas pertumbuhan dalam Tabel 3 di atas dimasukkan dalam rumus (2) maka diperoleh angka-
angka pengganda pertumbuhan
masing-
masing sub sektor sebagai berikut:
Tabel 4. Pengganda pertumbuhan sub sektor pertanian di sulawesi renggara. Sub sektor
Nilai produksi Sub sektor PDRB Sultra tahun 1999 (Yi tahun 1999
Tan.pangan Perkebunan Perikanan Peternakan
548.890,66 228.794,29
Kehutanan
84.318.24
475.440,72 616.790,12
Elastisitas Pertum-
Multple
buhan (Gi 0,73
0,07
l,l2 4.732.379,58
1,07
0,15
1,21
0,72 0,06
0,48
0,01
Angka pengganda pertumbuhan menunjukkan besarnya peningkatan sumbangan
sub sektor perikanan meningkat 0,12 rupiah,
masing-masing sub sektor apabila pendapatan wilayah meningkat sebesar I rupiah. Sebagai
meningkat sebesar 0,06 rupiah dan nilai produksi Sub sektor kehutanan meningkat
contoh
jika PDRII Propinsi Sulawesi
nilai
produksi
sub sektor
peternakan
sebesar 0,01 rupiah.
Tenggara akan meningkat sebesar satu rupiah
maka nilai produksi sub sektor pertanian tanaman pangan meningkat sebesar 0,07 rupiah, nilai produksi sub sektor perkebunan meningkat sebesar 0,15 rupiah, nilai produksi AGRIPLUS,Volume 16 Nomor
Kebutuhan Investasi Optimal Untuk menghitung besarnya kebutuhan investsi optimal masing-masing sub sektor
: 02 Mei2(M6,
ISSN0BS/|-0129
t7t
di Propinsi Sulawesi Tenggara maka variabel yang pertama dihitung adalatr incremental oputput ratio pertanian yang ada
ma-sing-masing sub sektor akibat adanya investasi (Suseno Triyanto Widodo, 1990). Sebagai contoh dapat dijelaskan bahwa ICOR sub sektor tanaman pangan sebesar 3,99 berarti bahwa laju pertumbuhan sub sektor
(ICOR) dari masing-masing sub sektor, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan investasi optimal. Dalam penelitian ini digunakan data ICOR tahun 1997 yang
tanaman pangan akibat adanya investasi sebesar
diterbitkan oleh BPS Sulawesi Tenggara yang
I rupiah adalah sebesar. 3,99 rupiah.
Menurut Suseno (1990) angka ICOR yang lebih tinggi dari ICOR yang ideal yaitu 3-4
besarannya seperti pada Tabel 5.
mengindikasikan adanya ketidakefisienan di
dalam investasi pada sub sektor yang bersangkutan. Dengan dasar ini maka dapat
Tabel 5. Rata-rata Koefisien ICOR sub sektor
pertanian di Sulawesi Tenggara berdasarkan metode Akumulasi
dikatakan bahwa sub sektor pertanian yang krrrang efisien dalarn investasinya adalah sub
dengan lag 2.
No Sub sektor pertanian I Tanaman Pangan 2 Tanaman Perkebunan 3 Perikanan 4 Peternakan 5 Kehutanan
sektor perkebunan karena ICORnya jauh lebih besar dari ICOR ldeal. l-lal ini diduga disebabkan karena kurang intensifnya pengelolaan kebun atau karena serangan hama penyakit.
ICOR 3,99 6,73 3,09
Selanjutnya
jika angka ICOR masingdi atas dikalikan dengan
masing sub sektor
0,60
kenaikan nilai produksi masing-ma^sing sub seklor sebagaimana rumus (3) pada bab metode penelitian, maka akan diperoleh nilai investasi optimal untuk masing-masing jenis
0,84
sub sektor pertanian seperti pada Tabel 6.
Angka-angka ICOR yang diperoleh di atas menunjukkan besarnya laju pertumbuhan
Tabel 6. Perhitungan kebutuhan investasi optimal per tahun untuk masing-masing jenis industri di Kota Kendari Sub sektor pertanian
ICOR
Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan
Perikanan
3,99 6,73 3,09
Peternakan
0,60
Kehutanan
0.84
Rata-rata
i
687.816,68 323.696,95 46.893.61
Investasi Optimal Jt.R
L6l8.716,1I 5.420.248,45
2.125.353,54 194.218,I I 39.390,63
mengindikasikan besarnya investasi yang dibutuhkan oleh masing-masing jenis industri agar industri tersebut dapat memberikan
masing-masing sub sektor pertanian bervariasi cukup besar dimana yang tertinggi adalah sub seklor perkebunan kemudian sub sektor
konstribusi yang maksimal kepada pendapatan regional bruto (PDRB) Sulawesi Tenggara.
perikanan dan sub sektor tanaman pangan.
kebutuhan
(Jt.R
405.693,26 805.386, I 0
Pada Tabel 6 nampak bahwa total kebutuhan investasi optimal per tahun untuk
Sub sektor yang
kenaikan
investasi
optimalnya paling kecil adalah sub sektor kehutanan dan sub sektor peternakan. Angka angka investasi optimal dalam tabel di atas AGRIPLAS, Yolume 16 Nomor
:
02 Mei 2006, ISSN 08flzt-012g
172
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasar pada hasil dan pembahasan
Anonimous (2000). Pengembangan Kemampuan Pemerintahan Kabupaten/I(ota. Penerbit
yang disajikan pada Bab III maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (l) Elastisitas pertumbuhan sub sektor pertanian di Sulawesi Tenggara bervariasi yakni 0,73 untuk sub
Depdagri Otda dan Bappenas. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tgnggara, (1999 2004) Sulawesi Tenggara Dalam Angka.
sektor tanaman pangan; I,l2 untuk sub sektor perkebunan; 1,07 untuk sub sektor perikanan; l,2l untuk sub sektor peternakan dan 0,48
-
Badan perencanaan pembangunan Daerah dan BpS Sulawesi Tenggara (1997). Incremental Capital Output Ratio Sulawesi Tenggara.
untuk sub sektor kehutanan. (2) Pengganda pertumbuhan masing-masing sub sektor
Budiharsono, Sugeng, 1989.
pertanian di Sulawesi Tenggara adalah 0,07 untuk sub sektor tanaman pangan; 0,15 untuk sub sektor perkebunan: 0. I 2 untuk sub sektor perikanan; 0.06 untuk sub sektor peternakan dan 0,01 untuk sub sektor kehutanan. (3) Kebutuhan investasi optimal untuk sub seklor
Glasson John (1977). Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sitohang. Penerbit FE. UI Jakarta.
Kunarjo (1996). Perencanaan dan Pembiayaan
pertanian di Sulawesi Tenggara adalah: Rp.l.6l8.7l6.l 10.000 untuk sub sektor
Pembangunan. Pernerbit UI Press Jakarta.
Suseno Triyanto Widodo (1990). Indikator
tanaman pangan; Rp.5.420.248.450.000 untuk sub sektor perkebunan; Rp.2. 125.353.540.000 untuk sub sektor perikanan; Rp. 194.218.1 10.000 untuk sub sektor peternakan dan Rp.39.390.630.000 untuk sub sektor kehutanan. Selanjutnya bcrdasar pada kesimpulan di atas maka dalam rangka meningkatkan PDRB Propinsi Sulawesi Tenggara disarankan agar investasi untuk masing-masing sub sektor
Ekonomi, Dasar
Perhitungan
Perekonomian Indonesia. Penerbit Aksi Kanisius Yogyakarta. Todaro Michael P. (1983). Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Penerbit Ghalia Indonesia Jakarta.
pertanian di Propinsi Sulawesi Tenggara dialokasikan mernurut kebutuhan investasi optimal masing-masi ng jenis industri.
AGRIPLUS, Volume 16 Nomot
Perencanaan
Pembangunan Wilayah. Teori, Model dan Penerapannya. Penerbit IPB Bogor.
:
02 Mei 20(M, ISSN 085+0128