ANALISIS PROSES PENAGIHAN PAJAK AKTIF DALAM MENGATASI TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA Agnes Rosiana Muliady Murtedjo Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta 11530 (021) 53696969
[email protected]
ABSTRAK Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak, mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak, dan mengetahui bagaimana upaya pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan agar lebih efektif. Objek penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Penelitian ini mengacu pada pendekatan kualitatif yang menggunakan data primer dan sekunder dari wawancara, observasi, dokumentasi dan kepustakaan. Penulis membandingkan jumlah Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP, dan Pemblokiran yang dilakuan dengan hasil pencapaiannya selama tiga tahun (2012, 2013, dan 2014). Sehingga setelah dianalisa dan menghasilkan kesimpulan, yaitu pelaksanaan penagihan pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga telah berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun pelaksanaan penagihan tersebut belum dapat mengoptimalkan penerimaan negara karena waktu pelaksanaan penagihan umumnya terlampau jauh dari tanggal jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak dan terdapat sejumlah surat Teguran dan Surat Paksa yang diterbitkan setelah Wajib Pajak melakukan pembayaran. Tindakan penyitaan hanya dilakukan berupa tindakan pemblokiran rekening Wajib Pajak. (ARM) Kata Kunci : Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP, Lelang
ABSTRACT Tax collection is a series of measures in order to pay off the tax debt underwriter of tax and tax collection costs. The purpose of this research was to determine how the implementation process of tax collection to the tax revenues, determine the obstacles encountered in implementing for tax collection, and knowing how implementation of the of tax collection attempts conducted to be more an effective. Objects of research is the Tax Office (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. This research refers to the qualitative approach in uses primary and secondary data from interviews, observation, documentation and literature. Authors compared the amount of Letter of Reprimand, Forced Letter, Blocking Letter that was done with results of research for three years (2012, 2013, and 2014). After being analyzed and resulted, that implementation of collection on KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga has been going according with the existing regulations, but implementation has not been able to optimize of state revenues because implementation time in tax collection generally is too far away from the due date the tax assessment letter and there are a Letter of Reprimand, Forced Letter,issued after the taxpayer making a payment. Foreclosure action is only carried the form blocking of Taxpayer accounts.(ARM) Key Word : Tax Collection, Letter of Reprimand, Forced Letter, SPMP, Auctions
PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang melaksanakan kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Untuk melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit dimana kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. Salah satu usaha untuk mewujudkan pembangunan negara dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa Pajak. Pajak merupakan pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Oleh karena itu, peran masyarakat (Wajib Pajak) dalam pemenuhan kewajiban dibidang perpajakan perlu ditingkatkan dengan mendorong kesadaran dan pemahaman bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional Dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya tunggakan pajak dari pihak-pihak yang tidak sebagaimana mestinya. Perkembangan jumlah tunggakan pembayaran pajak dari waktu ke waktu menunjukan jumlah yang semakin besar, peningkatan jumlah tunggakan ini masih belum dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah penerimaan dari penagihan pajaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perkembangan Tunggakan pajak yang terjadi di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Tiga periode 2012 s/d 2014 sebagai berikut : Hasil Rekapitulasi Tunggakan Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga Tahun 2012 s/d 2014 Tahun
Jumlah Tunggakan Pajak
2012
Rp 220.713.212.000
2013
Rp 242.441.500.012
2014
Rp 213.132.037.145
Sumber : KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga Berdasarkan tabel diatas, terlihat adanya fenomena peningkatan dan penurunan jumlah tunggakan dari tahun 2012 s/d 2014. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita. Pelaksanaan pembayaran pajak yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi negara tersebut dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat sadar akan tanggung jawabnya. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai adanya pihak-pihak yang mempunyai kesadaran dalam membayar pajak, hal ini dibuktikan banyaknya tunggakan pajak baik yang murni penghindaran pajak (tax avoidance) maupun ketidakmampuan membayar utang pajak. Apabila Wajib Pajak tidak segera melunasi utang pajaknya yang sebagaimana mestinya, maka tunggakan pajak tersebut perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai hukum yang memaksa artinya Instansi perpajakan langsung menerbitkan Surat Paksa, surat yang mempunyai kekuatan hukum yang digunakan untuk menagih adanya hutang dan pembiayaan pajak. Dalam hubungan itu, maka pemerintah menjatuhkan sanksi bagi mereka yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Berdasarkan uraian tersebut, akan dilakukan penelitian terhadap penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, yang berjudul “ANALISIS PROSES PENAGIHAN PAJAK AKTIF DALAM MENGATASI TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA”.
LANDASAN TEORI Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 Sebagaimana telah beberapa kali di ubah dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1, mendefinisikan pengertian umum pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2011:125), Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.” Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Surat Tagihan Pajak (STP) memiliki fungsi yaitu: 1. 2. 3.
Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda. Sarana untuk menagih pajak
Penagihan Pajak Aktif Urutan
Tahapan Kegiatan Penagihan
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Dasar Hukum Penagihan Pajak
1
Penerbitan Surat Teguran
Tujuh (7) hari setelah jatuh tempo SKP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding, jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/200 8 Pasal (8) dan Pasal (9).
2
Penerbitan Surat Paksa
Sudah melewati 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat teguran/ Surat Peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (12).
3
Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Setelah lewat dari 2 x 24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 pasal (24).
4
Pengumuman Lelang
Setelah lewat waktu empat belas (14) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (26).
5
Pelelangan atas Barang Sitaan
Setelah lewat waktu (empat belas) 14 hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (28).
Sumber: PMK No.24/PMK.03/2008
Pencairan Tunggakan Pajak Pengertian pencairan tunggakan pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa: “pencairan tunggakan pajak adalah pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak, yang digunakan untuk pelunasan piutang pajak. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pencairan tunggakan pajak merupakan pembayaran yang menggunakan surat setoran pajak untuk pelunasan piutang pajaknya. Mekanisme pencairan tunggakan pajak antara lain melakukan pembayaran surat setoran pajak baik dibayar secara tunai ataupun diangsur, melakukan pemindahbukuan termasuk didalamnya salah setor dan lebih bayar, dan pengurangan atau penghapusan utang.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer. Objek dari penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, dimana menggambarkan tentang sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, visi dan misi KPP, tugas dan fungsi KPP, struktur organisasi dari KPP, dan cakupan wilayah kerja, penerimaan pajak melalui penagihan pajak aktif dengan diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Pemblokiran rekening, hasil rekapitulasi tunggakan pajak, dan literatur perpajakan. Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Dalam penulisan skripsi ini metode analisis yang digunakan untuk penelitian penyajian data adalah metode deskriptif komparatif. Metode yang digunakan dengan pengumpulan, peringkasan, penyajian suatu data dan membuat perbandingan antar variabel yang sama untuk beberapa periode yang berurutan sehingga memberikan informasi yang berguna dan juga menatanya ke dalam bentuk yang siap untuk dianalisis.
ANALISA DAN BAHASAN Target Dalam Pencairan Tunggakan Pajak Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
2012 2013
23.597.744.121,25.934.395.290,-
25.570.246.310,28.578.282.042,-
Persentase Pencapaian (%) 108,36% 110,19%
2014 Total
33.270.461.638,82.802.601.049,-
59.721.158.834,113.869.687.186,-
179,5% 137,52%
Sumber : Seksi Penagihan Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2012 sampai tahun 2014 presentase pencapaian mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 terealisasi sebesar 108,36%, tahun 2013 terealisasi sebesar 110,19%, dan pada tahun 2014 terealisasi sebesar 179,5%. Target perencanaan pencairan piutang pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga senantiasa
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Target yang semakin meningkat dikarenakan setiap Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia diberikan target oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Oleh Kantor Pusat di bagi sama rata kepada setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) seluruh Indonesia termasuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga .
Analisa Proses Penagihan Pajak Setelah dilakukan penelitian terhadap proses penagihan pajak yang dilakukan oleh Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, dapat diketahui bahwa proses penagihan pajak sudah sesuai dengan prosedur yang telah diterapkan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tidak menggunakan proses penyitaan dan pelelangan, tetapi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga hanya melaksanakan penyitaan berupa pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung pajak. Proses Penagihan Pajak diawali dengan Penerbitan Surat Teguran, lalu Surat Paksa, diikuti Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Pemblokiran, dan terakhir dilakukannya Pemblokiran atas harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Namun di dalam prakteknya, jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Perpajakan tidak sesuai dengan jangka waktu dalam praktek penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2, Surat Teguran dapat diterbitkan setelah 7 (tujuh) hari dihitung dari saat jatuh tempo atas pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Tetapi dalam pelaksanaannya Seksi Penagihan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi kewajibannya, sehingga Surat Teguran yang diterbitkan tidak pernah tepat 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, Berikut grafik atas kinerja penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga pada periode tahun 2012, 2013, dan 2014 :
Dari grafik diatas dapat dilihat dalam menerbitkan Surat Teguran dibutuhkan waktu 46 hari pada tahun 2012, pada tahun 2013 dibutuhkan waktu 72 hari dan pada tahun 2014 dibutuhkan waktu 186 hari terhitung sejak 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo atas pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Jika dilihat dari kinerja seksi penagihan dalam menerbitkan Surat Teguran dari tahun ke tahun belum dikatakan baik, karena dari tahun 2012 – 2014 jangka waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan Surat Teguran mengalami peningkatan, Hal ini disebabkan karena kurangnya jurusita pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga sedangkan jumlah Wajib Pajak yang masuk dalam kategori yang akan dilakukan tindakan penagihan cukup banyak, sehingga beban kerja yang ada tidak sebanding dengan jumlah jurusita yang ada mengakibatkan kinerja kurang maksimal dan dibutuhkan waktu yang lama dalam menerbitkan Surat Teguran. Sedangkan untuk menerbitkan Surat Paksa dibutuhkan waktu 277 hari untuk tahun 2012, 526 hari untuk tahun 2013 dan 343 hari untuk tahun 2014 terhitung dari 28 hari setelah jatuh tempo pembayaran Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Dalam pelaksanaannya Surat Paksa diterbitkan lebih dari satu tahun lamanya. Jangka waktu ini sangat tidak efektif, namun jika kita lihat dalam peraturan yang berlaku tidak dikatakan batas maksimal dalam melaksanakan penagihan pajak. Hal ini lah yang menjadi celah untuk para Wajib Pajak/Penanggung Pajak mengabaikan kewajibannya
dalam membayarkan kewajibannya dan membuat Seksi Penagihan tidak memaksimalkan kinerjanya dikarenakan peraturan yang hanya memberikan batas minimal dalam melaksanakan penagihan. Dan waktu yang lama ini akan sangat berpengaruh pada penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga yang juga akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Waktu yang lama dalam menerbitkan Surat Paksa akan memberikan dampak pada proses selanjutnya dalam penagihan yaitu SPMP, tetapi dalam hal penerbitan dan pelaksanaan SPMP penulis hanya melihat dari jumlah pemblokiran yang terbit dan tingkat keefektifitasannya karena pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga hanya memberikan sejumlah data piutang dan pencairan piutang melalui pemblokiran. Jika dilihat dari hasil indikator keefektivitasannya, tindakan pemblokiran terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga terbilang tidak efektif, persentase pada tahun 2012, 2013 dan 2014 rata-rata kurang dari 60%. Dalam pelaksanaannya tindakan penagihan tidak berjalan mulus seperti pada konsepnya, banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang mengajukan permohonan pada jurusita untuk mengangsur utangnya dan memohon maaf atas keterlambatannya karena kondisi ekonomi. Dalam hal ini jurusita tidak dapat berbuat apa-apa karena yang terpenting adalah ada itikad baik yang ditunjukkan dari Wajib Pajak pada pihak jurusita. Berdasarkan Undang-undang penagihan pajak, sejak tahun 2008 hingga saat ini untuk Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, banding atau peninjauan kembali atas jumlah utang pajaknya sangat menghambat proses pelaksanaan penagihan pajak. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga ada juga Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali atas jumlah hutang yang ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga sehingga hal ini juga menghambat proses penagihan dan berdampak pada penerimaan KPP dan Negara karena dalam prakteknya Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau membayar hutang pajaknya sebelum dikeluarkan Surat Ketetapan atas keberatan, banding atau peninjauan kembali yang diajukan. Analisa Pembayaran Pajak sebagai Hasil Pelaksanaan Penagihan Pajak Setelah kita lihat jangka waktu dalam melaksanakan penagihan, dapat kita amati juga jangka waktu yang dibutuhkan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga dalam mencairkan tunggakan yang ada atas pelaksanaan proses penagihan. Jangka waktu yang dibutuhkan dalam melunasi utang pajaknya masih terbilang cukup lama. Wajib Pajak tidak sadar akan kewajibannya dan tidak direspon dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak rata-rata masih ada yang diatas dua bulan terhitung sejak diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa, seperti terlihat pada gambar berikut :
Dari gambar diatas terlihat bahwa rata-rata Wajib Pajak/Penanggung Pajak melakukan pembayaran setelah dua bulan diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa. Pada column terlihat bahwa SPMP dan Lelang tidak ada hasil karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tidak melakukan Sita dan Lelang. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga hanya melakukan sita berupa pemblokiran rekening dan tidak diketahui berapa jangka waktu pemblokiran rekening tersebut. Dan untuk lelang, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tidak melaksanakan lelang dikarenakan Wajib Pajak/Penanggung Pajak
sebagian besar mempunyai leasing. Oleh karena itu penulis hanya dapat menganalisa rata-rata jangka waktu Wajib Pajak melakukan pembayaran atas Surat Teguran dan Surat Paksa saja. Jika dilihat dari grafik kondisi ini menunjukkan bahwa tindakan penagihan pajak belum dapat memberikan kesadaran bagi Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Jika dilihat dari kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga belum bisa dikatakan efektif karena rata-rata jangka waktu pembayaran masih jauh dari yang seharusnya dan proses penagihan ini belum dapat menyadarkan penunggak pajak untuk segera membayar utang pajaknya sehingga Penerimaan Negara pun belum optimal. Kendala Dalam Pelaksanaan Proses Penagihan Pajak Berdasarkan hasil analisa berdasarkan data-data yang ada, dapat diketahui bahwa pelaksanaan proses penagihan pajak pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga belum efektif. Dan berdasarkan wawancara yang diperoleh dari Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, dalam rangka melaksanakan Penagihan Pajak Aktif, adanya hambatan atau kendala yang ditemui. Kendala tersebut berasal dari dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu kendala yang ditemukan atau dihadapi jurusita pajak dari luar lingkungan kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, sedangkan Faktor internal merupakan faktor yang ditemui oleh Jurusita pajak dari dalam lingkungan kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang seringkali dijumpai oleh Jurusita pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga adalah : 1.
Wajib Pajak tidak berada di alamat terdaftar Jika Jurusita Pajak tidak dapat menemukan Wajib Pajak maka proses penagihan pajak akan terhenti. Kendala ini terjadi karena adanya alamat yang diberikan Wajib Pajak tidak lengkap dan ada pula Wajib Pajak yang pindah lokasi dan Wajib Pajak tersebut tidak segera melaporkan dan memperbaharui alamat barunya pada KPP; 2. Kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak masih rendah Kurangnya kesadaran atau pengetahuan Wajib Pajak mengenai pajak berdampak sangat besar dalam kepatuhan memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan realisasi penerimaan atas tunggakan pajak Di KPP; 3. Keluhan Wajib Pajak/Penanggung Pajak kepada Jurusita tentang kondisi keuangan. Wajib Pajak yang belum melunasi utang pajaknya biasanya menggunakan alasan bahwa kondisi keuangan yang sedang tidak stabil sehingga belum bisa membayar utang pajaknya. Pihak Jurusita tidak bisa memaksa untuk Wajib Pajak membayar utang pajaknya, yang terpenting adalah itikad baik dari Wajib Pajak kepada pihak Jurusita dan Wajib Pajak mengakui bahwa mempunyai utang pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Solusi dari kondisi seperti ini biasanya jurusita memberikan kesempatan untuk Wajib Pajak agar mengangsur utang pajaknya dengan maksimal melakukan angsuran maksimal 12 bulan angsuran; 4. Jauhnya tempat tinggal Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Surat Paksa harus disampaikan secara langsung oleh Jurusita Pajak. Tempat yang sulit dijangkau menyebabkan keterlambatan terhadap pengiriman Surat Paksa. Maka sarana transportasi menjadi penting bagi petugas di bagian seksi penagihan pajak. Faktor Internal Faktor internal yang menjadi kendala dalam kegiatan penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga adalah : 1. Kurangnya sumber daya manusia (Jurusita). Meskipun Juru Sita Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga sudah mencapai 2 orang, tetapi dikarenakan jumlah surat – surat yang diterbitkan oleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga berdasarkan data Surat Teguran yang terbit pada tahun 2012 berjumlah 911 lembar, tahun 2013 berjumlah 1.141 lembar dan pada tahun 2014 berjumlah 1.555 lembar. Sedangkan Surat Paksa yang terbit pada tahun 2012 berjumlah 820 lembar, tahun 2013 berjumlah 722 lembar, dan tahun 2014 berjumlah 1.238 lembar maka jumlah juru sita pajak
2.
3.
yang dimiliki KPP Pratama Kebayoran Baru Tiga tidak memenuhi kuota dalam melakukan pelaksanaan penagihan pajak aktif; Kurangnya sarana prasarana untuk menunjang kelancaran penagihan. Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-36/PJ/2011 tanggal 30 Mei 2011 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2011 disebutkan bahwa setiap KPP mempunyai paling sedikit satu kendaraan operasional roda dua dan satu kendaraan operasional roda empat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan. Namun pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga hanya tersedia satu kendaraan roda empat, sehingga pelaksanaan kegiatan penagihan menjadi tertunda dan menjadi kurang efektif; Berkas Sulit Ditemukan Hilangnya berkas yang penting menjadi salah satu dari kendala internal yang dihadapi oleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Hal ini dikarenakan kecerobohan pihak jurusita pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga dalam meletakkan berkas tersebut.
Upaya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga agar Proses Penagihan Pajak lebih efektif 1. Melakukan Verifikasi data Wajib Pajak secara berkala. Apabila terjadi perubahan data mengenai Wajib Pajak, maka Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi maupun pegawai pajak yang lain yang saling terkait harus tanggap dalam memeriksa data tersebut baik secara komputerisasi maupun secara manual. Sehingga Jurusita Pajak mengetahui keberadaan alamat Wajib Pajak yang sudah diperbaharui, Wajib Pajak yang Bangkrut, dan sebagainya; 2. Mengadakan sosialisasi perpajakan khususnya tentang penagihan pajak dengan surat paksa kepada Wajib Pajak. Hal ini dilakukan agar Wajib Pajak mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang mekanisme penagihan pajak. Karena pada umumnya Wajib Pajak baru tidak terlalu mengerti tentang mekanisme penagihan pajak khususnya penagihan pajak dengan surat paksa. Jurusita Pajak sendiri harus diberi pembekalan materi pajak sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya secara berkala untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki dalam menjalankan tugasnya untuk melaksanakan tugasnya dengan wajib pajak yang belum membayar utang pajak; 3. Menambah jurusita pajak menjadi 3-4 orang agar kinerja proses penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga lebih efektif. 4. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai juga dapat membantu jurusita pajak untuk melaksanakan proses penagihan pajak kepada wajib pajak. Karena kekurangan sarana/fasilitas dapat menghambat kerja jurusita pajak dalam menagih utang pajak kepada wajib pajak; 5. KPP harus terus menyimpan berkas dengan cara di scan di dalam komputer untuk menghindari masalah kehilangan data atau berkas penting yang sulit ditemukan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Mekanisme Penagihan Pajak Aktif yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Baru Tiga telah sesuai dengan Standart Operating Procedure (SOP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. Penagihan Pajak di awali dengan adanya penerbitan Surat Teguran (ST) dan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sampai dengan dilakukannya penyitaan kekayaan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dalam bentuk pemblokiran rekening Wajib Pajak. Tetapi pelaksanaan penagihan pajak belum dapat dikatakan efketif karena penerbitan atas Surat Teguran dan Surat Paksa yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga masih jauh dari jangka waktu minimal yang ditetapkan. Sehingga penagihan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga dapat dikatakan belum dapat mengoptimalkan penerimaan negara karena jangka waktu penerbitan yang masih jauh dari yang ditetapkan menyebabkan penerimaan negara tertunda dari jangka waktu yang seharusnya. 2. Realisasi pencapaian piutang pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga pada tahun 2012, 2013, dan 2014 berdasarkan indikator efektivitas dapat dikatakan sangat efektif dengan presentase melebihi 100%. 3. Pembayaran atas Surat Teguran dan Surat Paksa yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga dibutuhkan waktu yang bervariasi, ada beberapa
4.
5.
6.
7.
8.
yang membayar sebelum diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Paksa yang mengakibatkan angka minus pada perhitungan jangka waktu pembayaran yang terlampir dalam lampiran, ada yang membayar pada tahun yg bersamaan dengan tahun penerbitan Surat teguran dan Surat Paksa, dan ada yang membayar setelah tahun penerbitan Surat Teguran atau Surat Paksa sehingga membuat jangka waktu rata-rata penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa menjadi jauh dari waktu minimal sesuai ketetapan yang berlaku; Surat Paksa yang diterbitkan banyak yang berasal dari Surat Teguran pada tahun-tahun sebelumnya sehingga mengakibatkan jangka waktu penerbitannya yang sangat jauh dari jangka waktu minimal; Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tidak melaksanakan tindakan penyitaan berupa barang dikarenakan sebagian Wajib Pajak mempunyai leasing. Jadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga hanya melakukan tindakan penyitaan berupa pemblokiran rekening Wajib Pajak. Tetapi pada tahun 2015 ini akan direncanakan penyitaan berupa barang dan KPP akan melaksanakan tindakan penagihan pajak berupa lelang. Efektifitas penagihan pajak tahun 2012 s/d 2014 yang dilakukan dengan Surat Teguran di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tergolong kurang efektif. Persentase efektifitas yang diperoleh selama tiga tahun tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan dimulai tahun 2012 dengan persentase 76,74% sedangkan tahun 2013 dengan persentase 60,24% dan di tahun 2014 efektifitas penagihan pajak sangat tidak efektif karena persentase hanya 10,83%. Efektifitas penagihan dengan Surat Paksa selama tahun 2012 s/d 2014 di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga tergolong tidak efektif. Terlihat dalam persentase selama tiga tahun mengalami penurunan setiap tahunnya, pada tahun 2012 dengan persentase 71% sedangkan tahun 2013 dengan persentase 56% dan pada tahun 2014 persentase hanya 8% ini menunjukkan semakin tahunnya kinerja KPP Pratama Kebayoran Baru Tiga sangat menurun. Efektifitas penagihan pajak dengan pemblokiran rekening milik Wajib Pajak untuk tahu 2012 s/d 2014 juga tergolong kurang efektif. Karena persentase selama tiga tahun tidak stabil sehingga mengalami peningkatan dan penurunan. Penyebab pencairan tunggakan pajak tidak mencapai 100% adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sedang mengalami kondisi keuangan yang tidak baik, ada pula Wajib Pajak yang perusahaannya tutup serta ada Wajib Pajak yang alamatnya tidak lengkap sehingga pelunasan tunggakan pajak pun sulit dilakukan. Untuk itu biasanya Wajib Pajak akan mengangsur pembayaran tunggakan pajak atau menunda pembayaran pajaknya sampai waktu yang disetujui oleh Fiskus.
Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta, padahal masih cukup banyak KPP yang berada di kota Jakarta. 2. Peneliti hanya menguji proses penagihan pajak yang terdiri dari Surat Teguran, Surat Paksa dan Pemblokiran rekening Wajib Pajak. Penulis tidak menganalisa mengenai tindakan lelang, pencegahan dan penyanderaan karena pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga disebabkan karena tidak ada tindakan tersebut pada tahun 2012 s/d 2014. Saran Dari kesimpulan yang didapat, berikut saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga agar tindakan penagihan yang dilakukan dapat semakin efektif sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga : 1. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga segera melakukan pengusulan penambahan Jurusita Pajak dengan menyesuaikan pada jumlah Wajib Pajak yang menunggak pajak. Serta menambahkan fasilitas dan mengganti kendaraan yang sudah lama (hampir rusak) dengan kendaraan yang baru sehingga tidak menghambat kerja jurusita pajak dan penagihan dapat berjalan efektif. 2. Meningkatkan komunikasi antara Seksi Pelayanan dan Seksi-seksi lainnya yang bersangkutan mengenai perihal data pelunasan Wajib Pajak sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan pelaksanaan pemblokiran. 3. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga harus dapat memaksimalkan pekerjaan seksi penagihan dalam tugasnya melakukan penagihan sehingga target-target yang telah ditetapkan oleh KPP dapat selalu tercapai dan selalu meningkat setiap tahunnya sehingga penerimaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga pun ikut meningkat.
4.
5.
6.
Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dapat dilakukan penggencaran sosialisasi akan pengetahuan perpajakan terutama dalam hal pembayarannya. Hal ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada Wajib Pajak agar pembayaran pajak dilakukan secara sukarela namun sesuai dengan perundangan-undangan perpajakan. Misalnya mengundang Wajib Pajak untuk datang acara seminar mengenai pajak. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga mengusulkan anggaran pemeliharaan dan peningkatan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak secara berkala/rutin yang harus dilakukan, disertai pemberian pendidikan dan pelatihan secara berkala kepada para karyawan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Untuk menghindari terjadinya kehilangan berkas penting di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga maka penulis memberikan saran untuk KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga untuk memisahkan berkas – berkas tersebut sesuai dengan jenis berkas wajib pajaknya sehingga pada saat pencarian juga lebih mudah dicari dan kemungkinan untuk hilang juga tidak terlalu besar. Selain itu perlu peningkatan pengamanan berkas agar terkendali dan diawasi secara maksimal.
REFERENSI Destriyatna, Gilang dan Tim. (2014). Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Penyitaan dalam Mengoptimalkan Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Selatan. Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang. Fonseca, Felipe J and Team. (2011). Revenue Elasticity of the Main Federal Taxes in Mexico. Vol. 48, No. 1 (May 2011), pp. 89-11. Latin American Journal of Economics. http://www.jstor.org Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : Andi Publisher. Marhaendi, Affan. (2012). Pengaruh Tindakan Penagihan Aktif Dalam Usaha Mencairkan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tamansari Satu Jakarta. Universitas Gunadarma, Jakarta. Miller, Gerard and Team. (2011). Tax Collections Optimization for New York State. Vol. 42, No. 1, 2011 Franz Edelman Award for Achievement in Operations Research and the Management Sciences (January-February 2012), pp. 74-84. http://www.jstor.org Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. http://www.pajak.go.id Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa http://www.pajak.go.id Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. http://www.pajak.go.id Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. http://www.pajak.go.id Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83/PMK.03/2010 Tentang Tata cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak. http://www.pajak.go.id Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak. http://www.pajak.go.id Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 Tentang Tata cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak. http://www.pajak.go.id
Priantara, Diaz. (2012). Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta : PT Indeks. Paseleng, Agustinus dan Tim. (2013). Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal EMBA 2371 Vol.1, No.4 Desember 2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi, Manado. Velayati, Mala Rizkika. (2013). Analisis Efektivitas dan Kontribusi Tindakan Penagihan Pajak Aktif dengan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagai Upaya Pencairan Tunggakan Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu). Jurnal Administrasi Bisnis. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia (edisi 10). Jakarta: SalembaEmpat.
RIWAYAT PENULIS Agnes Rosiana Muliady lahir di Lubuklinggau (Sumatera Selatan), pada tanggal 01 Agustus 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Akuntansi dan Keuangan pada tahun 2015.