Analisis Perbandingan Pengukuran Dan Pengungkapan Biological Asset Menurut International Accounting Standard (IAS) 41: Agriculture Pada Industri Peternakan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia & Bursa Efek Luar Negeri Ira Ayu Septiani Stefanus Ariyanto Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta 11530 (021) 53696969
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengukuran yang digunakan masing-masing perusahaan, menganalisis perbandingan pengukuran dan pengungkapan aset biolojik berdasarkan standar IAS 41, serta menganalisis seberapa luas tingkat kelengkapan pengungkapan aset biolojik. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan tahun 2013 salah satu perusahaan peternakan yang terdapat di situs Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Singapura dan Bursa Efek Malaysia. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa perusahaan peternakan di Indonesia belum mengadopsi IAS 41, perusahaan peternakan di Singapura yang sudah mengadopsi IAS 41, namun pengaplikasian standar ini masih berbeda-beda antar perusahaan peternakan di Singapura dan perusahaan peternakan di Malaysia belum menerapakan standar MFRS 141. Tingkat kelengkapan pengungkapan aset biolojik dari keempat perusahaan yang paling sesuai dengan standar IAS 41 yaitu : Charoen Pokphand Foods Public Company, Oceanus Group Limited, Huat Lai Resources Berhad dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (IAS) Kata kunci: agrikultur, aset biolojik, IAS 41, peternakan
ABSTRACT The objective research to know the measurement of the biological assets in each company, analyzing the comparison measurement and disclosure of biological assets based on standard IAS 41, and analyze how extensive the level of completeness of disclosure of assets biolojik. This study uses secondary data from the financial statements of 2013 one of the farms that are on the site the Indonesia Stock Exchange, Singapore Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange. Based on this research, it is known that the company farms in Indonesia not yet adopted IAS 41, the company farms in Singapore which has adopted IAS 41, but the application of these standards still vary across companies in Singapore livestock and livestock companies in Malaysia have not been applying the standards MFRS 141. The levels biological assets completeness of the disclosure of the four companies that best fit the standard IAS 41, namely: Charoen Pokphand Foods Public Company, Oceanus Group Limited, Huat Lai Resources Berhad and PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (IAS) Keyword : agriculture, biological asset, IAS 41, livestock
PENDAHULUAN Latar belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, telah membawa dampak terpuruknya perekonomian nasional, yang diikuti penurunan beberapa usaha peternakan. Namun, dampak krisis secara bertahap telah pulih kembali dan mulai tahun 1998-2013 pembangunan peternakan telah menunjukkan peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik, Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Peternakan dan Hasil-hasilnya, pada tahun 2011-2013 mengalami peningkatan rata-rata 11,5% pertahun. (Dalam harian Viva News, Arianto Tri Wibowo, 10 Juni 2011), di luar hubungan politik dan perjanjian ekstradisi, Indonesia dan Singapura sebenarnya cukup aktif dalam kerja sama perdagangan. Dalam harian tersebut juga dikatakan bahwa, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke Singapura merupakan yang tertinggi di negara kawasan ASEAN. Barangbarang yang termasuk non migas antara lain: hasil pertanian dan perkebunan (karet, kopi dan kopra), hasil laut (ikan dan kerang), hasil industri (kayu lapis, minyak kelapa sawit, pupuk, kertas dan bahan kimia), serta hasil tambang non migas (bijih nikel, bijih tembaga dan batu bara). (Dalam Harian kompas, Sabrina Asril, 28 Juli 2015), di bidang investasi, Singapura menempati posisi pertama investor terbesar di Indonesia dalam lima tahun terakhir, dengan total investasi tahun 2014 mencapai 5,8 miliar dollar AS di 2.056 proyek. Wisatawan Singapura juga merupakan wisatawan asing dengan jumlah terbesar di Indonesia, yakni 1.519.223 orang pada tahun 2014, meningkat 10,12 persen dari tahun 2013. Sedangkan Indonesia dan Malaysia akan menjalin kerja sama investasi di sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan karantina. Peningkatan permintaan tentunya mendorong industri peternakan untuk menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangannya secara memadai agar laporan keuangan yang disajikan dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Terdapat 4 (empat) karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yaitu: 1) Dapat dipahami, Informasi mudah dan dapat dipahami pemakainya, 2) Relevan, Berguna untuk evaluasi masa lalu, masa kini atau prediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan, 3) Keandalan, Informasi tidak menyesatkan, bebas kesalahan material dan dapat diandalkan, 4) Dapat Dibandingkan, Laporan keuangan harus dapat dibandingkan antar periode untuk identifikasi trend posisi dan kinerja keuangan. Dari 4 (empat) karakteristik kualitatif laporan keuangan, Isu keterbandingan menjadi sangat penting bagi seluruh pengguna laporan keuangan di seluruh dunia karena adanya suatu pelaporan yang global sehingga terjadinya peningkatan terhadap pemahaman dan daya banding laporan keuangan. Serta dengan adanya keseragaman standar secara global diharapkan juga mampu meningkatkan arus investasi global dan meningkatkan efektivitas penyusunan laporan keuangan. Salah satu upaya dalam peningkatan daya banding laporan keuangan dan peningkatan kualitas laporan keuangan yaitu dilakukan konvergensi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terhadap International Accounting Standards (IAS) atau International Financial Reporting Standard (IFRS) di Indonesia. Salah satu standar yang dihasilkan IASC adalah IAS 41. IAS 41 merupakan Standar yang mengatur tentang aset biolojik dan produk agrikultur yang disajikan dengan menggunakan nilai wajar (Fair Value). Aset biolojik adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biolojik menghasilkan output. Dalam IAS 41 mewajibkan semua aset biolojik diukur dengan nilai wajar dan selisihnya masuk ke laporan laba rugi. Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah ayam pembibit turunan yang merupakan aset biolojik perusahaan dan nilainya tercatat dalam neraca PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, sebuah perusahan yang bergerak di bidang peternakan ayam dan pengolahannya, serta sudah listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 1991. Objek penelitian kedua merupakan aset biolojik dari perusahaan yang bergerak di bidang peternakan dan pengolahannya, sudah listed di Bursa Efek Singapura yaitu Charoen Pokphand Foods Public Company Ltd dan Oceanus Group Limited dan perusahaan peternakan yang listed di Bursa Efek Malaysia yaitu Huat Lai Resources Berhad. Penelitian ini ingin membandingkan dan menganalisis pengukuran dan pengungkapan masing-masing perusahaan dengan standar IAS 41. Maka penelitian ini dibuat dengan judul “Analisis Perbandingan Pengukuran Dan Pengungkapan Biological Asset Menurut International Accounting Standard (IAS) 41: Agriculture Pada Industri Peternakan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia & Bursa Efek Luar Negeri”. Penelitian terdahulu mengenai Proyeksi Penerapan International Accounting Standard 41 Pada Penyajian Dan Pengungkapan : Sebuah Proyek Percontohan Di Sebuah Perusahaan Perikanan Indonesia ditulis oleh Ryan Prasetya (2011) menyimpulkan bahwa Industri peternakan (khususnya perikanan) masih belum memiliki standar akuntansi khusus yang diatur dalam SAK. Sektor industri ini hanya memiliki pedoman penyajian dan pengungkapan berupa P3LKEPP Industri Peternakan.
Perlakuan akuntansi menggunakan standar lama serta Metode pengukuran masih menggunakan konsep biaya, belum menggunakan konsep nilai wajar pada kondisi ideal. Penelitian terdahulu mengenai Analisis Pendekatan Nilai Wajar dan Nilai Historis dalam Penilaian Aset Biolojik Pada Perusahaan Agrikultur : Tinjauan Kritis Rencana Adopsi IAS 41 ditulis oleh Maruli dan Mita (2010) menyimpulkan bahwa Tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan atas unsur laporan keuangan. Selain itu, penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang menerapkan nilai wajar. Dalam skripsi ini penulis meneliti mengenai perbandingan pengukuran dan pengungkapan yang diterapkan masingmasing perusahaan (PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, Charoen Pokphand Foods Public Company Ltd, Oceanus Group Limited dan Huat Lai Resources) dengan standar IAS 41.
Landasan Teori IFRS merupakan standar yang digunakan sebagai panduan untuk pelaporan keuangan secara global. IFRS merupakan Standar, Interpretasi dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang disusun oleh International Accounting Standard Board/Comitte (IASB/IASC). Tujuan dari IFRS menurut Gamayuni (2009) adalah memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimasukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan, menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS, dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu: Meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK), mengurangi biaya SAK, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan, meningkatkan transparansi keuangan, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Menurut Dwi Martani, dkk (2012) macam-macam Standar Akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah : Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP), Standar Akuntansi Syari’ah – SAK Syariah, Standar Akuntansi Pemerintahan – SAP. Terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur seputar agrikultur, diantaranya adalah: Standar yang diterbitkan oleh IASB, yaitu International Accounting Standard (IAS) 41: Agriculture, Standar yang dilakukan oleh BUMN yang dinamakan Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan, dan Standar yang dilakukan oleh BAPEPAM yang dinamakan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. International Accounting Standard (IAS) 41: Agriculture (tanggal efektif 1 Januari 2009) diterbitkan oleh International Accounting Standard Committee pada bulan Februari, 2001. Standar ini mengatur perlakuan akuntansi, penyajian laporan keuangan, dan pengungkapan yang berhubungan dengan kegiatan agrikultur yang tidak tercakup dalam standar lain. Kegiatan agrikultur adalah pengelolaan transformasi hewan atau tanaman hidup (aset biolojik) suatu entitas untuk dijual, menjadi produk pertanian, atau menjadi aset biolojik tambahan. IAS 41 mengatur, antara lain, perlakuan akuntansi untuk biologi aset selama periode pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi, dan untuk pengukuran awal hasil pertanian pada titik panen. Hal ini membutuhkan pengukuran pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dari pengakuan awal aset biolojik sampai titik panen, selain ketika nilai wajar tidak dapat diukur secara andal pada pengakuan awal. Namun, IAS 41 tidak berhubungan dengan pengolahan hasil pertanian setelah panen. IAS 41 diterapkan untuk memperhitungkan aktivitas agrikultur berikut (IAS 41:1): Aset biolojik, produk agrikultur pada saat titik panen, dan Hibah pemerintah. Sebuah pasar aktif adalah pasar di mana semua kondisi berikut ini terpenuhi: Item yang diperdagangkan dalam pasar bersifat sejenis (homogen), pembeli dan penjual telah bersedia melakukan transaksi dan dapat ditemukan setiap saat, dan harga tersedia untuk umum. Jika pasar aktif tidak tersedia, entitas menggunakan satu atau lebih dari nilai berikut ini dalam menentukan nilai wajar (IAS 41:18): Harga pasar transaksi terbaru, asalkan belum ada perubahan yang signifikan dalam keadaan ekonomi antara tanggal transaksi dan akhir periode pelaporan, harga pasar untuk aset serupa dengan penyesuaian, Benchmark, seperti nilai kebun yang dinyatakan per hektar, dan nilai ternak yang dinyatakan per kilogram daging. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (Industri Peternakan) adalah acuan minimum yang harus dipenuhi oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam menyusun laporan keuangan, baik laporan keuangan interim maupun tahunan. Oleh karena itu, keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam Pedoman ini tidak menghalangi Emiten atau
Perusahaan Publik untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan sesuai kondisi masing-masing Emiten atau Perusahaan Publik. Tujuan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh (full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian jumlah dan sifat informasi dalam laporan keuangan harus memenuhi kaidah keseimbangan antara biaya dan manfaat.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari situs web Bursa Efek Indonesia, yaitu http://www.idx.co.id, situs web Bursa Efek Singapura, yaitu http://www.sgx.com, situs web Bursa Efek Malaysia, yaitu http://www.bursamalaysia.com. Data sekunder yang digunakan adalah berupa laporan keuangan tahunan pada tahun 2013 dan 2012. Data sekunder lain juga diperoleh melalui situs resmi perusahaan peternakan serta berbagai situs web lainnya, yang dapat berupa berita mengenai aktivitas, sejarah dan perkembangan industri peternakan di Indonesia, Singapura dan Malaysia. Penelitian ini juga mengumpulkan data-data yang relevan dari perpustakaan Universitas Bina Nusantara, berbagai literatur, dan jurnal. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yaitu pengumpulan data melalui sumber-sumber kepustakaan sebagai landasan teori serta penelitianpenelitian terdahulu. Dalam hal ini, data diperoleh melalui buku-buku, penelitian terdahulu, serta sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan pada tahun 2013 dan 2012 yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan. Data tersebut digunakan untuk melakukan analisis. Analisis yang digunakan yaitu dengan metode komparatif, dimana penulis melakukan perbandingan antara pengukuran dan pengungkapan yang digunakan masing-masing perusahaan dengan standar IAS 41.
HASIL DAN BAHASAN Pengukuran Aset Biolojik Pengukuran Aset Biolojik pada PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk tahun 2013, ayam pembibit turunan dinyatakan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi deplesi, cadangan kematian dan ayam afkir. Biaya-biaya yang terjadi selama masa pertumbuhan diakumulasikan dan di deplesi sejak dimulainya masa produksi. Deplesi dihitung menggunakan metode saldo menurun berdasarkan taksiran umur produktif ayam telah menghasilkan sejak awal masa produksi dengan memperhitungkan nilai sisa. Masa deplesi adalah kurang lebih 42 minggu. Penentuan awal masa produksi didasarkan pada pertimbangan dan pengalaman manajemen. Ayam Pembibit Turunan dapat dianggap mulai berproduksi setelah berumur kurang lebih 24 minggu. Cadangan kematian diestimasi berdasarkan data kematian sebelumnya dan usia ayam. Berikut tabel perhitungan aset biolojik PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk : Tabel 4.1 Perhitungan Aset Biolojik PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk Consolidated Financial Statement (dalam jutaan rupiah) 31 Des 2013 31 Des 2012 Telah Menghasilkan (Masa Produksi) Saldo Awal 427.704 350.641 Reklasifikasi dari ayam belum menghasilkan 1.070.907 869.842 Akumulasi Deplesi (761.739) (588.055) Ayam Afkir (243.402) (204.724) Saldo Akhir 493.470 427.704 Cadangan Kematian (23.601) (17.358) Eliminasi (39.730) (44.467) Total Setelah Eliminasi 430.139 365.879 Belum Menghasilkan (Masa Pertumbuhan) Saldo Awal 286.828 232.085 Biaya Masa Pertumbuhan 1.165.456 924.585 Reklasifikasi ke ayam menghasilkan (1.070.907) (869.842)
Saldo Akhir 381.377 Eliminasi (23.673) Total Setelah Eliminasi 357.704 TOTAL 787.843 Sumber : Laporan Keuangan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk tahun 2013
286.828 (27.997) 258.831 624.710
Informasi tambahan bahwa saldo eliminasi pada tabel 4.1 merupakan laba yang belum direalisasi atas penjualan pakan dan anak ayam usia sehari antara perusahaan dengan entitas anak tertentu yang dieliminasi untuk tujuan konsolidasi.
Pengukuran Aset Biolojik pada Charoen Pokphand Foods Public Company Aset biolojik terdiri aset biolojik ternak seperti babi, ayam, bebek dan aset biolojik yang hidup di air seperti udang dan ikan. Berdasarkan Notes to the financial statements Charoen Pokphand Foods Public Company tahun 2013, aset biolojik (penggemukan babi) diukur pada nilai wajar dengan menggunakan harga yang berlaku pada tanggal pelaporan sebagai referensi, sedangkan aset biolojik (ayam, bebek, udang dan ikan) diukur pada biaya dikurangi kerugian akumulasi penyusutan dan penurunan karena siklus produksi pendek. Secara khusus, harga pasar atau nilai wajar pada kondisi sekarang dari aset biolojik peternak tidak tersedia dan penilaian berdasarkan metode discounted cash flow dianggap tidak dapat diandalkan mengingat ketidakpastian sehubungan dengan faktor-faktor eksternal seperti iklim, cuaca, wabah, dan lain-lain. Biaya mencakup semua biaya yang dikeluarkan dari akuisisi aset biolojik dan seluruh pertumbuhan siklus. Misalnya: biaya hewan yang baru lahir, biaya pakan, dan biaya lainnya. Aset biolojik disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus selama periode produktif atau menggunakan metode unit produksi yang berkisar sekitar dari 4 bulan sampai 36 bulan tergantung pada jenis aset biolojiknya. Berikut tabel perhitungan aset biolojik Charoen Pokphand Foods Public Company : Tabel 4.2 Perhitungan Aset Biolojik Charoen Pokphand Foods Public Company Consolidated Financial Statement (Million Baht) 2013 2012 At January 1 24,500 14,634 Increase due to business combination 524 7.088 Decrease due to partial business transfer Increase due to purchase/ raise 106,048 100,200 Decrease due to sales/harvest (104,046) (97,136) Change fair value less cost to sell 524 229 Currency translation differences 435 (213) Other (380) (302) Balance at 31 December 27,605 24,500 Consolidated Financial Statement (Million Baht) 2013 2012 Current Biological Assets 20.272 17.141 Livestock 2.153 2.159 Aquatic Total current biological assets 22.425 19.300 Non-current biological assets 5.180 5.200 Livestock Total non-current biological assets 5.180 5.200 Grand total 27.605 24.500 Sumber : Laporan Keuangan Charoen Pokphand Foods Public Company tahun 2013
Pengukuran Aset Biolojik pada Oceanus Group Limited Berdasarkan Notes to the financial statements Oceanus Group Limited tahun 2013, aset biolojik diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan sebesar nilai wajarnya dikurangi biaya untuk menjual. Nilai wajar dari aset biolojik ditentukan dengan mengacu pada harga transaksi pasar terbaru, asalkan belum ada perubahan yang signifikan dalam keadaan ekonomi antara tanggal transaksi dan akhir periode pelaporan atau harga pasar untuk aset yang sama dengan penyesuaian
untuk mencerminkan perbedaan. Biaya penjualan termasuk komisi untuk broker dan dealer, pungutan oleh badan pengatur dan bursa komoditas. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari pengakuan awal aset biolojik pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dan dari perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biolojik masuk ke dalam laporan laba rugi (Income Statement). Manajemen Perusahaan menggunakan jasa penilai profesional yang independen untuk melakukan penilaian aset biolojik dan estimasi biaya penjualan aset tersebut. Pendekatan pasar diadopsi karena mencerminkan kondisi dan utilitas aset tersebut. Pendekatan pasar (market approach) adalah teknik penilaian yang menggunakan harga dan informasi relevan lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan aset, liabilitas atau sekelompok aset atau liabilitas (seperti suatu bisnis) yang identik atau sebanding (yaitu serupa). Penilaian ini juga mencakup beberapa asumsi yang melekat pada nilai aset yang sebanding dan asumsi lain dalam kaitannya dengan kondisi pasar saat ini seperti : tingkat kematian dan lingkungan ekonomi. Perubahan asumsi dan perkiraan ini bisa berdampak material pada penentuan nilai wajar aset biolojik. Berikut tabel perhitungan aset biolojik Oceanus Group Limited : Tabel 4.3 Perhitungan Aset Biolojik Oceanus Group Limited Consolidated Financial Statement (Thousand RMB) 31 Des 2013 31 Des 2012 At beginning of year 60,448 219,068 Purchase of biological assets 4,826 18,354 Loss arising from changes in fair value less costs 45 (80,931) to sell attributable to physical and price changes Loss arising from mortality (12,300) Harvest for canning process / freezing (15,051) Sales of biological assets (33,113) (80,992) At end of year 19,906 60,448 Represented by: Adult abalones 353 17,615 Juvenile abalones 19,553 42,833 19,906 60,448 Sumber : Laporan Keuangan Oceanus Group Limited tahun 2013
Pengukuran Aset Biolojik pada Huat Lai Resources Berhad Aset Biolojik dinyatakan sebesar nilai terendah antara biaya diamortisasi dan nilai realisasi bersih. Cost of layers dan breeder diamortisasi menggunakan straight-line basis. Manajemen mengestimasi masa manfaat dari ternak berkisar 64-80 minggu. Perubahan tingkat kematian yang diharapkan dari layers and breeders bisa berdampak pada masa manfaat ekonomi dan biaya amortisasi masa depan, apabila terdapat perubahaan maka dapat dilakukan revisi. Berikut tabel pengukuran aset biolojik Huat Lai Resources Berhad :
Tabel 4.4 Pengukuran Aset Biolojik Huat Lai Resources Berhad Consolidated Financial Statement (in RM) 31 Des 2013 31 Des 2012 At cost less amortisation: Broiler breeders 11,362,660 17,172,615 Layers 62,647,818 66,365,330 Layer breeders 3,674,642 4,011,624 Plantation development 73,432 73,432 Expenditure 77,758,552 87,623,001 At cost: Broiler 25,995,349 17,615 103,753,901 95,887,494 Sumber : Laporan Keuangan Huat Lai Resources Berhad tahun 2013
Pengukuran aset biolojik yang paling andal (reliable) dari keempat perusahaan di atas yaitu: 1. Oceanus Group Limited Perusahaan sudah menerapkan metode nilai wajar sesuai dengan standar IAS 41 dalam mengukur aset biolojiknya. Dalam hal ini, manajemen perusahaan menggunakan jasa penilai profesional yang independen untuk menilai aset biolojik dan estimasi biaya penjualan aset tersebut. Penggunaan jasa penilai profesional yang independen ini dapat meningkatkan kehandalan dalam pengukuran aset biolojiknya. 2. Charoen Pokphand Foods Public Company Perusahaan memiliki penghitungan aset biolojik yang berbeda-beda. Dimana, aset biolojik (penggemukan babi) diukur pada fair value model sedangkan aset biolojik (ayam, bebek, udang dan ikan) diukur pada cost model. Secara khusus, harga pasar atau nilai wajar pada kondisi sekarang dari aset biolojik peternak tidak tersedia dan penilaian berdasarkan metode discounted cash flow dianggap tidak dapat diandalkan mengingat ketidakpastian sehubungan dengan faktor-faktor eksternal seperti iklim, cuaca, wabah, dan lain-lain. Sebaiknya apabila pasar aktif tidak tersedia, perusahaan dapat menggunakan alternatif pengukuran yang telah diatur dalam IAS 41 Paragraf 18. 3. Huat Lai Resources Berhad Perusahaan ini belum menerapkan standar IAS 41 dalam mengukur aset biolojiknya. Aset Biolojik dinyatakan sebesar nilai terendah antara biaya diamortisasi dan nilai realisasi bersih. Aset Biolojik (Broiler breeders, Layers, Layer breeders, Plantation Development Expenditure) diukur menggunakan cost less amortisation, sedangkan aset biolojik (Broiler) diukur dengan Cost. 4. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk Perusahaan ini belum menerapkan standar IAS 41 dalam mengukur aset biolojiknya. Perusahaan menggunakan metode historical cost dalam mengukur aset biolojiknya sesuai dalam Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Peternakan. Pengukuran aset biolojik ini tidak andal karena tidak menunjukkan besarnya aset biolojik yang sebenarnya. Berdasarkan tabel 4.7, tingkat kelengkapan pengungkapan Biological Asset yang paling sesuai dengan IAS 41 dari keempat perusahaan di atas yaitu: 1. Charoen Pokphand Foods Public Company 2. Oceanus Group Limited 3. Huat Lai Resources Berhad 4. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk Keuntungan penggunaan Professional judgement: Laporan keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami, meningkatkan relevansi laporan keuangan, tantangan seorang akuntan ataupun auditor untuk meningkatkan integritas dan kompetensi. Kerugian penggunaan Professional judgement: Meningkatkan manajemen laba, keterbandingan menurun, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif atau menimbulkan volatilitas pada laba rugi yang dilaporkan entitas, menambah cost dalam penyusunan laporan keuangan, pengenaan pajak yang lebih besar apabila perubahan nilai wajar diakui sebagai keuntungan. Hakekat Aset Tetap dan Aset Biolojik Aset biolojik adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biolojik menghasilkan output. Transformasi biolojik terdiri atas proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi yang menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan hewan dan tumbuhan tersebut. Aset biolojik dapat menghasilkan aset baru yang terwujud dalam agricultural produce atau berupa tambahan aset biolojik dalam kelas yang sama. Karena mengalami transformasi biolojik itu maka diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis bagi perusahaan. Aset tetap adalah aset yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha dan sifatnya relatif tetap atau jangka waktu perputarannya lebih dari satu tahun. Aset tetap tidak mengalami transformasi sehingga dalam pengukurannya aset tetap mengalami penyusutan. Penyusutan (depreciation) adalah alokasi biaya aktiva berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aktiva tersebut. Perbedaan Aset Tetap dan Aset Biolojik yaitu : 1. Penyusutan pada aset tetap dilakukan perlahan-lahan dan nilainya stabil sedangkan menurut standar yang diatur oleh BAPEPAM bahwa aset biolojik akan disusutkan jika sudah mencapai
umur produktif dan apabila ayam (aset biolojik) mati maka nilai ayam (aset biolojik) tersebut seketika mengalami penurunan drastis menjadi 0 (nol). 2. Aset tetap tidak dapat dipanen, sedangkan untuk aset biolojik dapat dipanen berkali-kali. 3. Pengukuran aset tetap menggunakan Cost Model dan Revaluation Model. Sedangkan, aset biolojik menggunakan Fair Value Model (nilai wajar dikurangi dengan estimasi biaya penjualan (point of sale), kecuali jika nilai wajar tidak dapat diukur secara andal (IAS 41:12). Tabel 4.9 Persamaan Aset tetap dan Aset Biolojik: No. Indikator Aset Tetap Aset Biolojik 1. Kategori Aset berwujud Aset Berwujud 2. Pengakuan Biaya perolehan aset tetap harus Entitas harus mengakui aset biolojik diakui sebagai aset jika dan hanya atau hasil agrikultur ketika, dan hanya jika: (par 7) ketika (IAS 41:10) : Besar kemungkinan1. Entitas dapat mengendalikan manfaat ekonomis di masa depan aset sebagai akibat dari peristiwa masa berkenaan dengan aset tersebut lalu. Dalam kegiatan ternak, akan mengalir ke entitas; dan pengendalian dapat dibuktikan dengan Biaya perolehan aset adanya hukum kepemilikan ternak dan dapat diukur secara andal. branding atau penandaaan ternak, kelahiran, atau menyapih (IAS 41:11);
2.
3. 3.
Penyajian
Aset Tetap masuk ke dalam akun non current asset
4.
Penyusutan
Aset tetap depresiasi
akan
mengalami
Besar kemungkinan manfaat ekonomis aset di masa datang akan mengalir ke entitas, biasanya dinilai dengan mengukur atribut fisik (IAS 41:11); Nilai wajar atau biaya aset dapat diukur secara andal. Aset Biolojik masuk ke dalam akun current biological asset (aset biolojik yang dapat digunakan dalam jangka waktu dekat, biasanya satu tahun, misalnya: ayam) dan non current biological asset (aset biolojik yang diharapkan dapat digunakan selama lebih dari satu tahun, misalnya: babi) Aset biolojik akan mengalami deplesi jika sudah mencapai umur produktif
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk merupakan perusahaan peternakan yang di listed di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan ini dalam mengukur aset biolojiknya masih menggunakan cost model (biaya dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai) karena perusahaan masih menggunakan peraturan yang diatur oleh BAPEPAM yaitu Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (P3LKEPP). 2. Charo en Pokphand Foods Public Company merupakan perusahaan peternakan yang listed di Bursa Efek Singapura. Perusahaan ini memiliki biolojik ternak seperti babi, ayam, bebek dan aset biolojik yang hidup di air seperti udang dan ikan. Pengukuran aset biolojik (babi) diukur pada nilai wajar dengan menggunakan harga yang berlaku pada tanggal pelaporan sebagai referensi, sedangkan untuk aset biolojik (ayam, bebek, udang dan ikan) menggunakan cost model karena harga pasar atau nilai wajar pada kondisi sekarang dari aset biolojik peternak tidak tersedia dan penilaian berdasarkan metode discounted cash flow dianggap tidak dapat diandalkan mengingat ketidakpastian sehubungan dengan faktor-faktor eksternal seperti iklim, cuaca, wabah dll.
3.
4.
5.
6.
7.
Ocean us Group Limited merupakan perusahaan perikanan yang listed di Bursa Efek Singapura. Perusahaan ini menetapkan bahwa aset biolojik diukur pada pengakuan awal dan di akhir setiap periode pelaporan sebesar nilai wajarnya dikurangi biaya untuk menjual. Manajemen Perusahaan menggunakan jasa penilai profesional yang independen untuk menilai aset biolojik dan estimasi biaya penjualan aset tersebut. Pendekatan pasar diadopsi dalam penilaian yang menganggap harga pasar terakhir untuk aset yang sama, dengan penyesuaian harga pasar untuk mencerminkan kondisi dan utilitas aset dinilai relatif terhadap perbandingan pasar. Huat Lai Resources Berhad merupakan perusahaan perikanan yang listed di Bursa Efek Malaysia. Perusahaan ini belum menerapakan standar MFRS 141 karena MASB mengumumkan bahwa MFRS 141 termasuk ke dalam transitioning entities sehingga perusahaan diperbolehkan untuk menunda adopsi MFRS 141. MASB mengumumkan bahwa Entitas Transisi diperbolehkan untuk menunda adopsi MFRS untuk 1 Januari 2014. Dengan demikian, perusahaan akan diminta mempersiapkan financial statement menggunakan Framework MFRS 141 untuk tahun yang berakhir 31 Maret 2015. Pengukuran aset biolojik pada perusahaan peternakan di Malaysia yang sedang diteliti penulis di tahun 2013 dan 2012 masih menggunakan cost model. Tingkat kelengkapan pengungkapan Biological Asset dari keempat perusahaan peternakan yang sedang diteliti yang paling sesuai dengan standar IAS 41 yaitu : Charoen Pokphand Foods Public Company, Oceanus Group Limited, Huat Lai Resources Berhad dan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Kelengkapan pengungkapan dari keempat perusahaan peternakan yang sedang diteliti berdasarkan standar IAS 41 masih belum seluruhnya melakukan pengungkapan. Bahkan pada paragraf 49, 54, 55, 56 dan 57 yang dijelaskan pada IAS 41, dari keempat perusahaan peternakan yang sedang diteliti tersebut tidak mengungkapkan secara lengkap. Pengukuran nilai wajar aset biolojik di industri peternakan di Indonesia menggunakan input level 3. Input level 3 merupakan input yang tidak dapat diobservasi dan pasar aktif tidak tersedia. Pengukuran nilai wajar menggunakan input level 3 membutuhkan banyak pertimbangan profesional (professional judgement). Berikut keuntungan penggunaan professional judgement yaitu laporan keuangan perusahaan akan semakin mudah dipahami karena mengungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan, meningkatkan relevansi laporan keuangan dan tantangan seorang akuntan ataupun auditor untuk meningkatkan integritas dan kompetensi. Kerugian penggunaan professional judgement yaitu peluang melakukan manajemen laba meningkat, keterbandingan menurun, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif dan menambah cost dalam penyusunan laporan keuangan. Penggunaan professional judgement di perusahaan peternakan menengah kecil tidak diharuskan karena perusahaan peternakan menengah kecil tidak dimiliki oleh banyak pemilik, biasanya pemilik dan pengelola perusahaan sama. Sedangkan untuk perusahaan peternakan yang sudah besar (listed di Bursa Efek) dimiliki oleh banyak pemilik (principal) karena jumlah kepemilikannya diperjualbelikan di Bursa Efek, serta pemiliknya relatif banyak maka diperlukannya laporan keuangan yang andal dan mudah dipahami oleh pemilik (principal) maupun investor. Serta menurut teori agensi mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan pemilik (prinsipal). Asimetri informasi menjelaskan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Sehingga dibutuhkannya standar akuntansi yang berlaku global serta memiliki tim independen (auditor) untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang telah disusun oleh agen.
Saran Berdasarkan perbandingan pengungkapan Biological Asset di masing-masing perusahaan tiap negara, diketahui bahwa PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk menggunakan cost model sesuai yang diatur dalam Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik industri Peternakan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM. Charoen Pokphand Foods Public Company dan Oceanus Group Limited yang listed di Bursa Efek Singapura menggunakan fair value model sedangkan Huat Lai Resources Berhad akan menggunakan standar MFRS 141 ini mulai dari 31 Maret 2015. Sepatutnya kenyataan ini memberikan motivasi bagi perusahaan-perusahaan agrikultur Indonesia, khususnya di bidang peternakan agar mau menggunakan fair value model karena model ini lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya karena harus dinilai kembali dan bukan hanya dihitung berdasarkan penyusutan. Perlunya peningkatan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan yang diatur dalam standar IAS 41 untuk masing-masing perusahaan tiap negara. Pengungkapan secara lengkap akan bermanfaat
karena perusahaan terkesan memiliki public image yang baik dan menarik minat investor berinvestasi pada perusahaan tersebut dan laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan akan semakin mudah dipahami lantaran mengungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan. Saran penulis bagi IASB agar dapat mengevaluasi pengungkapan yang diatur dalam IAS 41. Menurut penulis pada IAS 41 paragraf 49 ini sebaiknya ada penambahan penungkapan non-financial risk management strategies terkait dengan aktivitas agrikultur yang bersifat pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan resiko non-finansial terkait aktivitas agrikultur penting bagi stakeholder karena adanya keterbatasan dari pengungkapan finansial yang belum dapat menghitung dampak risiko yang mungkin terjadi bagi perusahaan, serta Pengungkapan resiko non-finansial mampu menjelaskan informasi yang tidak diungkapkan dari sisi keuangan pada annual report perusahaan. Saran penulis terhadap penelitian selanjutnya adalah agar dapat dilakukan penelitian lanjutan menggunakan data primer sehingga pembahasan mengenai pengukuran menggunakan standar IAS 41 dapat lebih detail. Dengan menggunakan data primer peneliti selanjutnya dapat mengukur kembali aset biolojiknya menggunakan metode discounted cash flow.
REFERENSI Anggraeniingtyas Dara M.D. (2013). Implementasi International Accounting Standards (IAS) 41 Tentang Biological Asset Pada Pt. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas. Akuntansi, Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Arinto Tri Wibowo. (2011). Perdagangan RI-Singapura, Siapa Lebih Untung, dari http://news.viva.co.id Asril Sabrina. (2015). Jokowi akan tingkatkan ekspor produk pertanian dan peternakan ke Singapura. Diakses tanggal: 7 Mei 2015. Dari: http://bisniskeuangan.kompas.com Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. (2002). Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Peternakan. Dari: http://www.bapepam.go.id Bohusova Hana, Svoboda Patrik, Neruvoda Danuse. (2012). Biological Asset reporting : Is the increase in value caused by the biological transformation revenue. Bursa Efek Indonesia. (2015). Laporan Keuangan Tahunan. http://www.idx.co.id. Diakses tanggal 28 April 2014. Bursa Efek Singapura (2015). Laporan Keuangan Tahunan. http://www.sgx.com. Diakses tanggal 28 April 2014. Bursa Efek Malaysia (2015). Laporan Keuangan Tahunan. http://www.bursamalaysia.com. Diakses tanggal 28 April 2014. Darmawanto A. Moureensya. (2011). Analisis Perbandingan Pengukuran Dan Pengungkapan Properti Investasi Menurut International Accounting Standard (IAS) 40: Investment Property Pada Industri Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Australia, Dan Bursa Efek Singapura. Akuntansi, Ekonomi dan Komunikasi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. (2014). Ekspor Produk Olahan Ternak Ke Singapura Segera Terwujud. Dari: http://pphp.pertanian.go.id Elraihany. (2013). Konvergensi IFRS Di Indonesia, Perkembangan dan Dampaknya Terhadap Bisnis dan Auditor. Diakses tanggal: 6 Mei 2015. Dari: https://elraihany.wordpress.com http://www.bps.go.id http://huatlai.com http://www.cpfworldwide.com http://oceanus.com.sg https://www.cp.co.id http://www.ojk.go.id http://www.iaiglobal.or.id http://www.bloomberg.com Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. International Accounting Standards Board. (2009). International Financial
Reporting Standards. London: IASCF. Ivan Ferlianda. (2013). Perbedaan IFRS for SME dengan Full IFRS. Diakses tanggal: 5 Mei 2015. Dari: https://ivanferlianda.wordpress.com J. M. Argiles, A. Sabata, J. Garcia-Blandon. (2012). A Comparative Study Of Difficulties In Accounting Preparation And Judgement In Agriculture Using Fair Value And Historical Cost For Biological Assets Valuation. Volume : 15. Kamaruzzaman Muhammad dan Erlane K Ghani. (2014). A Fair Value Model for Bearer Biological Assets in Promoting Corporate Governance. Kieso, Weygandt, and Warfield. (2010). Intermediate Accounting. IFRS Edition. John Wiley and Sons, USA. Martani Dwi, PSAK – 1 Penyajian Laporan Keuangan IAS – 1 Presentation of Financial Statement, Departemen Akuntansi FEUI. Maruli dan Mita. (2010). Analisis Pendekatan Nilai Wajar dan Nilai Historis dalam Penilaian Aset Biologis Pada Perusahaan Agrikultur : Tinjauan Kritis Rencana Adopsi IAS 41, dari SNA XIII. Prasetya Ryan. (2011). Proyeksi Penerapan International Accounting Standard 41 Pada Penyajian Dan Pengungkapan : Sebuah Proyek Percontohan Di Sebuah Perusahaan Perikanan Indonesia. Akuntansi, Ekonomi dan Komunikasi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Utomo Yogi Dan Chariri Anis. (2014). Determinan Pengungkapan Risiko Pada Perusahaan Non Keuangan Di Indonesi. Dari Diponegoro Journal Of Accounting. Vladu Alina Beattrice. (2013). Fair Value Measurement In Agriculture And The Potential To Mislead.
RIWAYAT PENULIS Ira Ayu Septiani lahir di Jakarta, pada tanggal 5 September 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Akuntansi dan Keuangan pada tahun 2015.