1
Pelaksanaan Pajak dan Exposur Pajak, Studi Kasus pada PT ABC Tahun 2012 Melinda Ardhias Debby Fitriasari Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Skripsi ini menganalisis pelaksanaan pajak dan eksposur pajak pada PT ABC. Berdasarkan analisis, PT ABC sudah berusaha mengikuti peraturan perpajakan, namun pelaksanaan PPh pasal 21 masih belum optimal. Selain itu, masih terdapat eksposur pajak terkait PPh pasal 23 sehubungan dengan kesalahan perusahaan dalam memotong supplier perusahaan yang tidak memiliki NPWP. Untuk mengoptimalkan PPh pasal 21, diberikan alternatif kebijakan untuk memasukkan asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh pasal 21 dan penggunaan metode pajak ditanggung perusahaan. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23
Abstract This paper analyzes the implementation of taxes and tax exposure on PT ABC. Based on the analysis, PT ABC had tried to follow the tax laws, but the implementation of income tax article 21 is still not optimal. In addition, there are tax exposures related to income tax article 23 in connection with the company's mistake in cutting tax for suppliers that do not have a Tax Registration Number. To optimize the Income Tax Article 21, given the alternative to the company for health insurance to be included in the calculation of income tax article 21 and using net method in the company. Keyword: Net Method; Tax Article 21; Tax Article 23; Tax Exposure
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
2
1.1
Pendahuluan Sejak tahun 1984 hingga saat ini dengan adanya pembaruan sistem pemungutan pajak,
Indonesia telah menggunakan self assessment system. (Waluyo, 2010: 24). Pada self assessment system ini para wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, serta melaporkan sendiri pajaknya, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, sehingga penentuan besarnya pajak yang disetor dipercayakan kepada wajib pajak itu sendiri, melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkannya ke kantor pajak. Adanya self assessment system dalam penghitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak sebenarnya dapat menguntungkan bagi wajib pajak, karena dengan begitu, wajib pajak dapat membuat perencanaan (tax planning) dan mengoptimalkan pengeluaran pajaknya dengan lebih baik. Sehubungan dengan hal diatas, maka menarik untuk diteliti sejauh mana suatu wajib pajak badan telah melaksanakan self assessment system atas perhitungan pajaknya secara benar. Untuk itu penulis akan mengambil contoh kasus PT ABC, yang merupakan sebuah perusahaan penyedia jasa konsultansi bisnis dan marketing. Sesuai dengan undangundang pajak penghasilan yang berlaku saat ini, maka PT ABC memiliki beberapa kewajiban pajak yang harus disetor dan dilaporkan kepada negara setiap bulannya. PT ABC juga merupakan perusahaan yang taat pajak, dan selalu berusaha melakukan kewajiban pajaknya secara tepat waktu. Namun ketaatan tersebut belum cukup, karena ternyata pelaksanaan pajak di PT ABC masih belum optimal. Kurang optimalnya pelaksanaan pajak terkait dengan perhitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan bukan pegawai pada PT ABC sebenarnya dapat diatasi dengan perencanaan pajak yang lebih matang, misalkan dengan memasukkan tanggungan premi asuransi kesehatan sebagai penghasilan, dan memilih metode yang tepat untuk perhitungan PPh pasal 21 tanpa melanggar undang-undang. Disamping itu, PT ABC menanggung PPh 21 untuk semua penerima penghasilan bukan pegawai, baik untuk bukan pegawai yang berkesinambungan maupun bukan pegawai yang tidak berkesinambungan. Selain itu pada PT ABC masih terdapat eksposur pajak pada pelaksanaan PPh pasal 23 dimana terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan pajak tersebut dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008. Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan PT ABC menghadapi risiko hutang pajak dan risiko berupa sanksi administrasi atas kurang bayar penyetoran pajak.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
3
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka:
1. Apakah perhitungan PPh 21 untuk pegawai tetap pada PT ABC di tahun 2012 sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, bagaimanakah seharusnya perhitungan dan perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan? 2. Manakah alternatif yang lebih baik untuk PT ABC, apakah dengan memasukkan premi asuransi kesehatan untuk pegawai tetap atau tidak dalam perhitungan PPh pasal 21? 3. Metode apakah yang paling optimal dalam perhitungan PPh 21 yang dilakukan PT ABC? Apakah dengan menggunakan metode gross up atau metode net? 4. Apakah perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan pada PT ABC di tahun 2012 sudah sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, bagaimanakah seharusnya perhitungan dan perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan? 5. Apakah perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan pada PT ABC di tahun 2012 sudah optimal atau belum? Bila belum optimal, bagaimanakah solusi untuk mengoptimalkannya? 6. Apakah perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 pada PT ABC sudah sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, apakah eksposur pajak yang mungkin terjadi?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan kewajiban pajak PT ABC
untuk PPh pasal 21, baik untuk pegawai tetap maupun untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan dari PT ABC, apakah perhitungannya sudah sesuai menurut undang-undang. Selain itu penulis juga memberikan alternatif perhitungan PPh pasal 21 dengan memasukkan asuransi kesehatan untuk pegawai tetap dan penggunaan metode net (pajak ditanggung perusahaan). Sedangkan untuk bukan pegawai, penulis memberikan cara optimalisasi untuk PT ABC terkait dengan PPh pasal 21. Kemudian penulis menganalisis eksposur pajak pada PT ABC untuk PPh pasal 23, seberapa besar ekposur pajaknya dan solusi untuk meminimalisir adanya eksposur pajak tersebut.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
4
2.
Tinjauan Pustaka
2.1
Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008, PT ABC wajib melakukan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur, dan imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. Dalam menghitung PPh pasal 21, perusahaan dapat memilih kebijakan yang dapat digunakan, antara lain dengan melakukan pemotongan langsung terhadap penghasilan karyawan, yang disebut metode gross. Dengan metode ini, perusahaan tidak menanggung maupun menunjang beban atas PPh 21 karyawan, karena PPh 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan. Metode lainnya yaitu dengan memberikan tunjangan PPh 21 kepada penerima penghasilan, yang disebut metode gross up. Dengan metode ini, perusahaan menunjang PPh 21 karyawan dengan jumlah yang sama dengan beban PPh 21 terutang, dan tidak mengurangi pendapatan karyawan tersebut. Kemudian metode terakhir ialah dengan menanggung beban PPh pasal 21 karyawan, yang disebut metode net. Dengan metode ini, beban PPh pasal 21 akan lebih kecil, namun atas beban ini dianggap sebagai natura, sehingga harus mengalami koreksi fiskal positif pada saat rekonsiliasi fiskal dalam perhitungan PPh tahunan badan.
2.2
Pajak Penghasilan Pasal 23 Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 Tahun 2008, PT ABC
sebagai pihak yang membayar penghasilan merupakan subjek pajak badan dalam negeri yang melakukan pemotongan PPh pasal 23. Tarif dan objek pemotongan PPh pasal 23 pada PT ABC yaitu sebesar 2% dari penghasilan bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
5
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
2.3
Manajemen Pajak Salah satu cara untuk mewujudkan optimalisasi pajak adalah dengan melakukan
manajemen pajak. Menurut Sophar Lumbantoruan (1994: 354) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Pajak yang dikutip oleh Erly Suandy dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Pajak, secara umum pengertian manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi ketentuan perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan, dengan tujuan untuk menerapkan peraturan perpajakan yang benar, melakukan efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya, membayar pajak menurut hukum dan peraturan yang berlaku, serta untuk menghindari kerugian yang tidak diinginkan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui fungsi utama manajemen pajak yang terdiri dari 3 hal, yaitu perencanaan pajak (Tax Planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan (Tax Implementation), dan pengendalian pajak (Tax Control). Untuk melakukan perencanaan pajak, perusahaan terlebih dahulu perlu mengetahui biaya-biaya apa sajakah yang dapat dikurangkan maupun yang tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak penghasilan badannya. Sesuai dengan pasal 9 Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (4) mengenai besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang tidak boleh dikurangkan, yaitu salah satunya adalah premi asuransi kesehatan. Terkait dengan studi kasus PT ABC, perusahaan menanggung premi asuransi kesehatan untuk pegawai tetapnya, dan membiayakannya dalam laporan laba-rugi komersial. Sesuai undang-undang ini, beban premi asuransi kesehatan tersebut harus mengalami koreksi fiskal positif, karena untuk premi asuransi kesehatan tidak boleh dikurangkan kecuali jika premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain, premi asuransi kesehatan dapat dibiayakan oleh perusahaan jika premi tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan PPh pasal 21 sebagai tunjangan untuk pegawai.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
6
Setelah mengetahui tentang penghasilan yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan, perusahaan perlu manganalisis pilihan manakah yang dapat menghasilkan beban pajak yang paling optimal. Sehubungan dengan PPh pasal 21, perusahaan dapat memilih apakah akan menunjang PPh pasal 21 karyawannya, atau dengan menanggung PPh 21 tersebut. Tunjangan merupakan manfaat lebih yang dapat dinilai dengan uang, yang diberikan oleh pemberi kerja kepada penerima penghasilan selain gaji. Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan, maka tunjangan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan, sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, tunjangan tersebut ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. (Waluyo, 2011: 226). Sehingga besarnya tunjangan ini jika ditambahkan ke dalam gaji akan menambah kewajiban PPh pasal 21 yang harus dibayar oleh wajib pajak. Walaupun begitu, jika PPh pasal 21 ditunjang oleh wajib pajak dalam hal perusahaan, maka atas tunjangan tersebut boleh dikurangkan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak perusahaan. Penghasilan yang diterima dari pemberi kerja juga dapat berupa tanggungan. Menurut Waluyo, dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Indonesia tahun 2011, bedanya antara tunjangan dengan tanggungan ialah, untuk tunjangan perhitungannya ditambahkan ke dalam penghasilan, sedangkan untuk tanggungan, termasuk dalam pengertian imbalan atau penghasilan berupa kenikmatan yang tidak dipotong PPh pasal 21, sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, jumlah penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut tidak ditambahkan pada penghasilan pegawai yang bersangkutan. Tanggungan tersebut dibiayakan oleh pemberi penghasilan sebagai beban, dan atas perlakuan tersebut, ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008 pasal 8 ayat 2 bahwa pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, yaitu penerimaan penghasilan dalam bentuk natura. Sehingga atas tanggungan ini sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf e, wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak boleh mengurangkan tanggungan ini sebagai beban pada perhitungan penghasilan kena pajak badan. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah nomor 94 Tahun 2010, pada pasal 13 huruf b, yang menyebutkan bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
7
Dari penelitian sebelumnya terkait perencanaan pajak atas transasksi yang dilakukan PT Bank Perkreditan Rakyat X yang ditulis oleh RA. Chinta Citra (Tahun 2010), disebutkan bahwa bentuk pemberian kepada karyawan merupakan alternatif yang harus disesuaikan dengan perlakuan perpajakan perusahaan. Bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Final, bentuk pemberian kepada karyawan sebaiknya dalam bentuk natura. Sebab pemberian dalam bentuk cash akan mempertinggi PPh 21 yang terhutang dan biaya yang dikeluarkan tidak dapat dibebankan kepada penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Badan, akan lebih menguntungkan dalam bentuk cash sebab dapat menjadi beban dalam penghitungan PPh Badan yang terhutang.
3
Gambaran Umum Perusahaan
3.1
Bidang Usaha dan Kegiatan Bisnis Perusahaan PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan bisnis dan
marketing yang berdiri di Indonesia sejak tahun 2006. Dipimpin oleh seorang direktur utama, seorang direktur dan seorang komisaris non aktif, sejak berdirinya PT ABC telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), serta memiliki izin usaha lengkap untuk menjalankan usahanya di Indonesia. Pendapatan utama PT ABC berasal dari jasa marketing, dimana perusahaan menyediakan tenaga pencari dana (fund raiser) untuk klien-nya yang merupakan yayasanyayasan sosial. Selain itu, PT ABC juga menyediakan fasilitas pelayanan (customer service) untuk para donatur yang ingin menyumbangkan dana, dimana sebelum seorang donatur benar-benar menyumbangkan dananya, tim customer service akan melakukan verifikasi data terlebih dahulu guna mendapatkan konfirmasi dari para calon donatur untuk menghindari kesalahpahaman. Data-data para donatur ini akan disimpan di dalam database untuk di maintain oleh tim khusus, sehingga para donatur akan terus ter-update mengenai kegiatankegiatan yayasan, dan untuk apa sajakah dana dari para donatur tersebut digunakan. Dalam melakukan penggalangan dana, PT ABC melangsungkan event mingguan di berbagai tempat di Indonesia, mulai dari gedung-gedung perkantoran, perumahan, hingga di pusat-pusat perbelanjaan, maupun ikut serta dalam berbagai eksebisi. Untuk kelangsungan event ini, PT ABC harus menyewa tempat ke berbagai gedung dan tidak jarang pula menggunakan jasa penyelenggara acara (event organizer). Adapun untuk pengaturan internal terkait dengan anggaran biaya event, perizinan, jadwal, penempatan tenaga penggalang dana,
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
8
serta pemesanan tempat penyelenggaraan event dilakukan oleh tim khusus yang menangani event. Sedangkan untuk tenaga penggalang dana (field representative) merupakan tenaga alih daya (outsource) yang saat ini berjumlah lebih dari seratus orang, dan diatur oleh bagian administrasi.
3.2
Kewajiban Pajak Terkait Bisnis Perusahaan Perhitungan pajak yang dilakukan PT ABC adalah Pajak Penghasilan pasal 21/26,
Pajak Penghasilan pasal 23, Pajak Penghasilan pasal 25, Pajak Penghasilan final pasal 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Tahunan Badan pasal 29. Oleh karena banyaknya transaksi pajak setiap bulan dan perhitungan pajak yang masih dilakukan secara manual, ternyata dari perhitungan tersebut masih terdapat risiko hutang pajak yang dihadapi perusahaan, serta masih ada celah bagi perusahaan untuk lebih menghemat pengeluaran pajaknya.
4
Pembahasan
4.1
Perhitungan PPh 21 untuk Pegawai Tetap
4.1.1 Alternatif Perhitungan PPh 21 dengan Memasukkan Asuransi Kesehatan Penghasilan untuk direktur utama dan 26 pegawai tetap pada PT ABC terdiri dari gaji pokok dan tunjangan Jamsostek. Pada awal tahun 2010, perusahaan juga membayarkan premi asuransi kesehatan untuk semua pegawai tetapnya, yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan jumlah tanggungan. Namun, penghasilan-penghasilan selain gaji pokok, tunjangan PPh pasal 21 dan tunjangan jamsostek tidak dimasukkan di dalam perhitungan gaji, sehingga atas penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh pasal 21. Adapun pendapatan lainnya untuk karyawan ialah premi asuransi kesehatan yang dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya namun tidak dimasukkan dalam perhitungan PPh pasal 21. Apabila premi asuransi kesehatan tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan, menyebabkan adanya koreksi fiskal positif yang menyebabkan laba fiskal perusahaan menjadi lebih besar dan pajak tahunan badan pun menjadi lebih tinggi. Penulis membuat perhitungan ulang PPh 21 selama tahun 2012 dengan metode gross up untuk gaji pegawai tetap bila premi asuransi dimasukkan ke dalam penghasilan, dan membandingkannya dengan total gaji pegawai tetap jika perhitungan tidak memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan. Hasil perhitungan dapat dilihat di tabel 4.1.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
9
Tabel 4.1: Perbandingan dan Pengaruh Perhitungan PPh 21 dan PPh 29 pada PT ABC tanpa Premi Asuransi Kesehatan dan dengan Premi Asuransi Kesehatan
Keterangan
Tunjangan PPh pasal 21
Tunjangan Premi Asuransi Kesehatan
PPh Badan Pasal 29
Perhitungan PT ABC (Tanpa Memperhitungkan Premi Asuransi Kesehatan)
Rp 215.144.616
0
Rp 213.908.750
Usulan Penulis (Dengan Memperhitungkan Premi Asuransi Kesehatan)
Rp 229.761.936
Rp 124.800.000
Rp 196.481.625
Selisih
Rp 14.617.320
Rp 124.800.000
(Rp 17.427.125)
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Jika dibandingkan antara hasil perhitungan PPh 21 PT ABC dengan perhitungan penulis yang memperhitungkan tunjangan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan, menghasilkan efek sebagai berikut: 1. PPh pasal 21 menjadi lebih tinggi sebesar Rp 14.617.320 jika memperhitungkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan pegawai tetap. 2. PPh tahunan badan pasal 29 menjadi lebih rendah dengan selisih sebesar Rp 17.427.125 jika memperhitungkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan pegawai tetap. Hal tersebut dikarenakan jumlah tunjangan premi asuransi kesehatan sebesar Rp 124.800.000 tidak perlu mengalami koreksi fiskal positif, karena tunjangan tersebut masuk ke dalam perhitungan penghasilan, dan tidak dianggap sebagai natura. 3. Sehingga jika premi asuransi kesehatan diperhitungkan ke dalam penghasilan pegawai, maka akan menghemat beban pajak perusahaan sebesar Rp 17.427.125 - Rp 14.617.320 = Rp 2.809.805. Atas perhitungan tersebut, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan penghasilan pegawai tetapnya.
4.1.2 Alternatif Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Menggunakan Metode Net (Pajak Ditanggung Perusahaan) Perusahaan dapat melakukan perencanaan pajaknya dengan mempertimbangkan alternatif lain dalam penghitungan PPh 21, misalkan dengan mengganti metode perhitungan
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
10
PPh 21 yang sebelumnya menggunakan metode gross up, menjadi metode net. Metode net merupakan metode dimana perusahaan menanggung pajak karyawan dan mencatatnya sebagai beban. Berikut adalah perbandingan hasil perhitungan PPh 21 dengan metode gross up dan metode net pada tabel 4.2. Dari tabel perbandingan 4.2, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan memperhitungkan premi asuransi kesehatan sebagai tunjangan, PPh pasal 21 akan lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode net, dengan selisih sebesar Rp 44.689.800 jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode gross up. 2. Dengan memperhitungkan premi asuransi kesehatan sebagai tunjangan, PPh badan pasal 29 terutang lebih besar jika perhitungan menggunakan metode net, dengan selisih sebesar Rp 28.720.250 jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode gross up. 3. Walaupun PPh badan pasal 29 yang terutang lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode gross up, namun PPh 21 untuk pegawai tetap juga akan lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode net. Sehingga jika menggunakan metode net dalam perhitungan PPh 21 untuk penghasilan pegawai tetap, maka akan menghemat beban pajak perusahaan sebesar Rp 15.969.550. Selisih ini juga akan semakin besar jika perusahaan menaikkan gaji pegawai tetapnya, terutama untuk pegawai dengan pendapatan kena pajak disetahunkan lebih dari Rp 50.000.000 yang dikenakan tarif hingga lapis kedua, yaitu sebesar 15% berdasarkan tarif pph pasal 17 undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Tabel 4.2: Perbandingan dan Pengaruh Perhitungan PPh 21 dan PPh 29 pada PT ABC dengan Metode Gross Up dan Metode Net
Metode yang Digunakan
PPh 21 Pegawai Tetap
PPh Badan Pasal 29
Efek Total Terhadap Perusahaan
(1)
(2)
(3)
(4) = (2)+(3)
Rp 229.761.950
Rp 196.481.625
Rp 426.243.575
Gross up Net Selisih
Rp 185.072.150
Rp 225.201.875
Rp 410.274.025
(Rp 44.689.800)
Rp 28.720.250
(Rp 15.969.550)
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
11
Berdasarkan
analisis
tersebut,
perusahaan
dapat
mempertimbangkan
untuk
memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan penghasilan pegawai tetap dan menggunakan metode net dalam penghitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetapnya.
4.2
Analisis Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan Selain pegawai tetap, di PT ABC juga terdapat tenaga kerja lainnya yang direkrut oleh
perusahaan dan digolongkan sebagai bukan pegawai penerima penghasilan, yang jumlahnya berkisar 100 orang setiap tahunnya, dimana PT ABC menanggung PPh 21 atas pendapatan untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan. Penerima penghasilan tersebut digolongkan berkesinambungan jika telah bekerja lebih dari satu bulan, apabila kurang dari satu bulan, maka digolongkan sebagai tidak berkesinambungan. Untuk contoh perhitungan pajaknya, dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4.
Tabel 4.3: Contoh Perhitungan PPh 21 Untuk Bukan Pegawai yang Tidak Berkesinambungan dan Memiliki NPWP
PKP Tarif psl. 17 UU PPh Sebulan
PPh psl. 21
Bulan
Penghasilan Bruto
50% dari Penghasilan Bruto
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) = (4)x(5)
Maret
5,000,000
2,500,000
2,500,000
5%
125,000
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Tabel 4.4: Contoh Perhitungan PPh 21 Untuk Bukan Pegawai yang Tidak Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP
Bulan
Penghasilan 50% dari Bruto Penghasilan Bruto
PKP Sebulan
Tarif psl. 17 UU PPh
Tidak Memiliki NPWP
PPh psl. 21
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7) = (4)x(5)x(6)
Maret
5,000,000
2,500,000
2,500,000
5%
120%
150,000
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
12
Dari perbandingan perhitungan pada tabel 4.3 dan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak memiliki NPWP maka beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 125.000, sedangkan jika tidak memiliki NPWP maka beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 150.000. Selisih beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan jika wajib pajak memiliki NPWP dengan tidak memiliki NPWP sebesar Rp 25.000. Selisih tersebut merupakan salah satu contoh jumlah beban yang dapat dihemat oleh perusahaan jika menanggung PPh 21 untuk bukan pegawai yang bersifat tidak berkesinambungan namun memiliki NPWP.
Kemudian pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 adalah contoh perbandingan perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan yang berkesinambungan dan memiliki NPWP, dengan bukan pegawai yang menerima penghasilan yang berkesinambungan dan tidak memiliki NPWP di PT ABC.
Tabel 4.5: Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai yang Berkesinambungan dan Memiliki NPWP
Bulan
Penghasilan Bruto
50% dari Penghasilan Bruto
PTKP Sebulan
PKP Sebulan
PKP Kumulatif
Tarif psl. 17 UU PPh
PPh psl. 21
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8) = (5)x(7)
Maret
5,000,000
2,500,000
5%
59,000
1,320,000 1,180,000 2,440,000
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Tabel 4.6: Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai yang Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP
Bulan
Penghasilan Bruto
50% dari Penghasilan Bruto
PKP Sebulan
PKP Kumulatif
Tarif psl. 17 UU PPh
Tidak Memiliki NPWP
PPh psl. 21
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)=(4)x(6)x(7)
Maret
5,000,000
2,500,000
2,500,000
6,400,000
5%
120%
150,000
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
13
Dari perbandingan perhitungan pada tabel 4.5 dan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 59.000. Sedangkan jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan tidak memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 150.000. Selisih PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 91.000. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat besar, yang seharusnya dapat dihemat oleh perusahaan jika semua tenaga kerjanya memiliki NPWP. Lebih lanjut, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-57/PJ/2009 Jo PER-31/PJ/2009 pasal 1 ayat 22 menyebutkan bahwa imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Sehingga, penulis berpendapat bahwa untuk bukan pegawai yang telah bekerja lebih dari satu kali, meskipun belum lebih dari satu bulan, sudah dapat digolongkan sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. Dari perhitungan pada tabel 4.3 atas PPh 21 untuk bukan pegawai yang tidak berkesinambungan dan memiliki NPWP dengan tabel 4.5 atas PPh 21 untuk bukan pegawai yang berkesinambungan dan memiliki NPWP, penulis dapat menyimpulkan bahwa beban pajak akan lebih kecil jika tenaga kerja digolongkan sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan bersifat berkesinambungan dan memiliki NPWP, karena dalam memperhitungkan PPh 21 terlebih dahulu penghasilan brutonya dikurangkan dengan PTKP. Sedangkan untuk bukan pegawai yang tidak memiliki NPWP, perhitungan PPh 21 diperlakukan sama, baik untuk penghasilan yang berkesinambungan maupun tidak berkesinambungan. Dari contoh perbandingan perhitungan pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan tidak berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 125.000. Sedangkan jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 59.000. Selisih PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika sebesar Rp 66.000. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat besar, yang seharusnya dapat dihemat oleh perusahaan jika penerima penghasilan bukan pegawainya digolongkan sebagai penerima penghasilan bukan pegawai yang berkesinambungan dan memiliki NPWP.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
14
Tabel 4.7: Perbandingan Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan yang Memiliki NPWP dengan Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Memiliki NPWP
Penggolongan Penerima Penghasilan Bukan Pegawai Pada PT ABC
PPh Pasal 21
Tidak Berkesinambungan dan Memiliki NPWP
Rp 125.000
Berkesinambungan dan Memiliki NPWP
Rp 59.000
Selisih
Rp 66.000
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Dari perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai pada PT ABC, menurut penulis apabila PT ABC mempekerjakan tenaga bukan pegawai dan menanggung pajaknya, sebaiknya tenaga kerja tersebut memiliki NPWP, dan digolongkan sebagai “bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan” jika orang tersebut telah bekerja lebih dari sekali untuk PT ABC meskipun belum lebih dari sebulan, guna menghemat pengeluaran pajak yang ditanggung oleh perusahaan.
4.3
Pelaksanaan Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 23 PT ABC melakukan pemotongan PPh pasal 23 untuk beberapa pembayaran yang
dilakukannya, antara lain untuk penyewaan mesin photo copy, penyewaan kendaraan operasional kantor, jasa konsultan, dan jasa untuk penyelenggara kegiatan (Event Organizer). Kondisi yang ada pada PT ABC terkait pemotongan PPh pasal 23 adalah sebagai berikut: 1.
Untuk penyedia jasa penyewaan mesin photo copy, penyewaan kendaraan dan jasa konsultan, semua supplier telah memiliki NPWP, sehingga atas penggunaan jasa tersebut, PT ABC memotong PPh pasal 23 sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak yang tertera di dalam invoice dari supplier.
2.
Selain itu, PT ABC juga menggunakan jasa event organizer (EO) untuk mengikuti berbagai event untuk keperluan penggalangan dana seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. PT ABC wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 2% atas tagihan dari EO yang memiliki NPWP, yang dilakukan pada saat melakukan pembayaran kepada EO. Tarif sebesar 2% tersebut dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (dalam hal ini yaitu nilai penjualan yang tertera di dalam invoice dari EO), sehingga kas yang diterima oleh
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
15
EO tidak sama dengan nilai yang ditagihkan di dalam invoice-nya. Sebagai gantinya, PT ABC akan memberikan bukti pemotongan atas PPh pasal 23 tersebut kepada EO yang bersangkutan, sebagai bukti bahwa telah dilakukan pemotongan pajak atas jasa yang diberikan oleh EO kepada PT ABC. 3.
PT ABC selalu menyetorkan PPh 23 tepat waktu dalam suatu masa pajak yaitu maksimal setiap tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
4.3.1 Kesalahan dalam Pemotongan PPh Pasal 23 yang Terjadi Pada PT ABC Sesuai dengan undang-undang pajak penghasilan pasal 23, disebutkan bahwa dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun PT ABC tetap mengalikan 2% dari nilai yang tertera di dalam invoice, dan pembayaran kepada EO tersebut tidak dipotong PPh 23 karena bukti potongnya tidak diberikan kepada EO tersebut. Kekeliruan ini dapat menyebabkan adanya risiko hutang pajak yang besar, karena banyaknya transaksi dengan EO yang belum memiliki NPWP, dan akan dikenakannya sanksi administratif atas keterlambatan penyetoran pajak. Berikut perhitungan kurang bayar PPh pasal 23 PT ABC untuk tahun 2012 seperti pada tabel 4.8. Tabel 4.8: Perhitungan Kurang Bayar PPh 23 PT ABC Untuk Tahun 2012 Masa Pajak (Tahun 2012)
Invoice EO (tidak memiliki NPWP)
PPh 23 yang seharusnya dibayar
PPh 23 yang telah dibayar
Kurang Bayar PPh 23
Januari
53,825,000
2,153,000
1,076,500
1,076,500
Februari
38,925,000
1,557,000
778,500
778,500
Maret
36,850,000
1,474,000
737,000
737,000
April
65,457,233
2,618,289
1,309,145
1,309,145
Mei
53,325,000
2,133,000
1,066,500
1,066,500
Juni
46,490,000
1,859,600
929,800
929,800
Juli
65,625,000
2,625,000
1,312,500
1,312,500
Agustus
54,900,000
2,196,000
1,098,000
1,098,000
September
58,275,000
2,331,000
1,165,500
1,165,500
Oktober
83,747,000
3,349,880
1,674,940
1,674,940
November
75,700,000
3,028,000
1,514,000
1,514,000
Desember
94,850,000
3,794,000
1,897,000
1,897,000
727,969,233
29,118,769
14,559,385
14,559,385
Total
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
16
Jika PT ABC menghitung PPh 23 dengan tarif yang sesuai untuk EO yang tidak memiliki NPWP sebesar 4%, maka seharusnya PT ABC membayar PPh pasal 23 untuk jasa EO yang tidak memiliki NPWP selama tahun 2012 sebesar Rp 29.118.769, sehingga PT ABC mengalami kurang bayar sebesar Rp 14.559.385. Selain itu, PT ABC juga harus membayar sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan dan keterlambatan pembayaran PPh pasal 23 ini.
4.3.2 Perhitungan Eksposur Pajak Berupa Sanksi Administrasi atas Kesalahan Pemotongan PPh Pasal 23 Seperti telah dibahas pada sub bab sebelumnya, atas kesalahan perhitungan PPh pasal 23 selama tahun 2012 menyebabkan PT ABC mengalami kurang bayar. Meskipun belum mendapatkan surat tagihan dari kantor pajak, namun sebaiknya PT ABC mengantisipasi adanya sanksi administrasi berupa bunga atas kesalahan tersebut. Penulis menghitung perkiraan sanksi administrasi yang dikenakan pada PT ABC selama tahun 2012, jika asumsi pembetulan dilakukan pada bulan Februari 2013 seperti pada tabel 4.9. Tabel 4.9: Perhitungan Kurang Bayar PPh 23 PT ABC Untuk Tahun 2012, dan Perkiraan Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Januari Februari
1,076,500
Sanksi Administrasi berupa Bunga 2%
12
258,360
778,500
2%
11
171,270
Maret
737,000 1,309,145
2% 2%
10 9
147,400 235,646
1,066,500
2%
8
170,640
929,800 1,312,500
2% 2%
7 6
130,172 157,500
Agustus September
1,098,000
2%
5
109,800
1,165,500
2%
4
93,240
Oktober November
1,674,940 1,514,000
2% 2%
3 2
100,496 60,560
Desember
1,897,000
2%
1
37,940
Masa Pajak (Tahun 2012)
April Mei Juni Juli
Kurang Bayar PPh 23 (lihat tabel 4.7)
Bulan Keterlambatan
Total Sanksi yang Dikenakan
14,559,385 Total Total Kurang Bayar dan Sanksi
1,673,024
16,232,409
Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
17
4.3.3 Solusi Terkait PPh Pasal 23 pada PT ABC Dari perhitungan pada tabel 4.9, jika PT ABC segera melakukan pembetulan di bulan Februari 2013 atas SPT Masa PPh pasal 23 selama tahun 2012, maka perusahaan harus membayar kekurangan pajak sebesar Rp 14.559.385 untuk disetorkan ke kas negara, dan segera dilaporkan ke kantor pajak, beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp 1.673.024 yang akan dibayarkan setelah mendapat Surat Tagihan Pajak (STP). Berdasarkan hal tersebut, solusi yang dapat disarankan penulis adalah agar PT ABC dapat melakukan pembetulan sesegera mungkin sebelum pengenaan sanksi menjadi semakin besar. Selain itu, PT ABC juga disarankan agar menggunakan EO yang memiliki NPWP untuk mengurangi beban pajak perusahaan di kemudian hari.
5.
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan Dari pembahasan terhadap pelaksanaan penghitungan pajak tahun 2012 PT ABC,
maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Perusahaan telah melakukan kewajiban pajak penghasilan pasal 21 untuk pegawai tetap sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, dengan menggunakan metode gross up dalam perhitungannya, dan membebankan premi asuransi kesehatan sebagai tanggungan perusahaan untuk pegawai tetapnya. Dari analisis penulis, kewajiban pajak penghasilan pasal 21 pada PT ABC dapat lebih dioptimalkan dengan menggunakan metode net (pajak ditanggung perusahaan), serta dengan memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh pasal 21. 2. Pada perhitungan PPh pasal 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan, PT ABC memiliki kebijakan untuk menanggung PPh 21 tersebut, dimana sebagian besar penerima penghasilan bukan pegawai tersebut belum memiliki NPWP. Menurut penulis, PT ABC dapat lebih mengoptimalkan bebannya apabila penerima penghasilan bukan pegawai tersebut memiliki NPWP. 3. Terdapat eksposur pajak berupa sanksi administrasi berkaitan dengan PPh pasal 23, dimana perusahaan hanya memotong sebesar 2% atas tagihan dari vendor yang tidak memiliki NPWP.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
18
5.2
Saran Penulis Dari pembahasan yang telah dilakukan, penulis memiliki beberapa saran sebagai
berikut: 1. Untuk lebih mengoptimalkan PPh pasal 21 pegawai tetap, sebaiknya perusahaan memasukkan perhitungan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh 21-nya dan menggunakan metode net (pajak ditanggung perusahaan), karena dengan metode ini perusahaan akan dapat menghemat pengeluaran kas-nya. 2. Untuk tenaga kerja bukan pegawai yang menerima penghasilan dari PT ABC, penulis menyarankan agar perusahaan dapat membuatkan NPWP untuk semua tenaga kerja tersebut, guna melakukan penghematan pengeluaran kas atas beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan, dan juga menggolongkan tenaga kerja yang sudah lebih dari sehari bekerja sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. 3. Terkait risiko hutang pajak yang terjadi pada kewajiban PPh pasal 23, penulis menyarankan agar perusahaan dapat secepatnya melakukan pembetulan SPT Masa PPh pasal 23 dan dapat memilih vendor yang sudah memiliki NPWP.
Daftar Referensi 2008. Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 2008. Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK/.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Citra , RA. Chinta (2010). Analisis Perencanaan Pajak dalam Upaya Mencapai Efisiensi Beban Pajak pada PT Bank Perkreditan Rakyat X. Skripsi. Suandy, Erly.2011.Perencanaan Pajak Edisi 10.Jakarta: Salemba Empat. Waluyo.2010. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo.2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Pelaksanaan pajak..., Melinda Ardhias, FE UI, 2013
Universitas Indonesia