8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif serta ada kaitan antar wilayah, antar sektor bahkan antar komoditas.
Integrasi adalah “to make into a whole” baik dari sisi permintaan
maupun pasokan (Frohlich dan Westbrook, 2002) yang dicirikan oleh ko-operasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi, pergeseran dari proses individual ke proses rantai terintegrasi (Power, 2005; Rahman et al., 2008). Kriteria standar yang umum digunakan untuk melihat lebih jauh industri hilir berbasis perkebunan adalah: (1) keterkaitan output, (2) keterkaitan pendapatan, (3) multiplier output, (4) multiplier pendapatan, dan (5) multiplier nilai tambah. Pengembangan agroindustri karet terintegrasi secara vertikal dan horizontal dalam konteks rantai pasok dapat dilakukan baik berbasis karet maupun kayu karet. Integrasi berbasis karet untuk mengolah bahan baku karet masih sebatas menjadi produk antara berbentuk karet remah, belum sampai barang jadi karet mengingat hingga saat ini daya serap industri hilir barang jadi karet dalam negeri baru mencapai 15%.
Integrasi rantai nilai berbasis kayu karet dapat
dilakukan dari hulu (penyediaan bahan baku) mulai dari peremajaan hingga ke hilir berupa barang jadi furnitur.
Para petani secara kolektif memiliki potensi
untuk melakukan integrasi, meningkatkan skala usaha dan memiliki seluruh saham industri berbasis kayu karet. Integrasi hilir seperti dikemukakan Flynn et al. (2008) memiliki dampak ekonomi lebih kuat daripada integrasi ke hulu karena integrasi hilir memberikan nilai tambah lebih tinggi. Untuk industri berbasis kayu, menurut Hierold (2010) nilai produk olahan kayu akan memberikan nilai tambah empat kali dibandingkan kayu log, dan 12 kali jika dalam bentuk furnitur. Secara teoritis integrasi rantai nilai dalam kasus integrasi industri kayu karet ini lebih menguntungkan, meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya transaksi, koordinasi dan pemasaran serta mengurangi pengeluaran pajak.
131
Dibandingkan kajian-kajian model pengembangan integrasi sebelumnya, model pengembangan ini memiliki keunggulan diantaranya: 1) Integrasi dilakukan secara vertikal (rantai nilai) dan horizontal (kelembagaan) pada berbagai level sesuai kebutuhan, ketersediaan teknologi, SDM dan pasar. 2) Model ini dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) maupun pemilik modal (shareholder). 3) Model ini mengintegrasikan unit kegiatan usaha berikut sumber dana yang bersifat mandiri (self finance) dalam konteks pemberdayaan petani karet secara kolektif. 4) Model ini dapat juga mengadopsi konsep pengembangan wilayah sehingga dapat dikombinasikan dengan model-model pengembangan berbasis wilayah seperti agroforestri, agropolitan, agroestat, agrowisata dan klaster. 5) Keterlibatan pemerintah daerah sebagai pemilik modal atau pelaku usaha lebih menjamin bahwa pola kemitraan sebagai salah satu elemen integrasi dapat berjalan sesuai aturan main. Model ini melengkapi konsep aliansi strategis industri karet remah (Haris, 2006) yang mencoba menjembatani keterpisahan spasial dan fungsional antara petani karet dan pengusaha karet remah. Model proyek kemitraan terpadu PKT (Bank Indonesia, 2003) masih tidak beranjak dari konsep plasma-inti yang mengharuskan adanya avalis (penjamin) dan cenderung menempatkan para petani pada posisi imperior dan di bawah tekanan. Bahkan menurut Syams (2006) bentuk kemitraan usaha yang diarahkan pemerintah berdasarkan PP No. 44/1997 untuk memberdayakan UKM ini tidak efektif karena UKM selalu dipandang sebagai pihak yang membutuhkan bantuan. Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh pengusaha besar untuk mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah dengan mengatasnamakan kemitraan. Kebaruan dan pembeda penelitian ini dibandingkan beberapa model sebelumnya disajikan pada Tabel 8.1.
132
Tabel 8.1. No. 1
Posisi penelitian yang dilakukan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
Sumber (tahun) Ghandi et al. (2001)
Kajian
Kelebihan & Kekurangan
Perbandingan lima model pengembangan agroindustri perdesaan di India Pola kemitraan terpadu
Kelebihan: Cukup komprehensif dalam pemetaan kelebihan & kekurangan masing-masing model Kekurangan: Deskriptif tanpa rekomendasi Kelebihan: Sebagian sudah diterapkan & ada “jaminan” dana akan dicairkan Kekurangan: • Paradigma lama, pola inti-plasma • Syarat ada perusahaan penjamin • Petani selalu pada posisi lemah Kelebihan: Menjembatani keterpisahan spasial dan fungsional antara petani dan pabrik karet remah Kekurangan: Mengabaikan fakta bahwa aliansi hanya bisa dilakukan jika pihak-pihak memiliki kekuatan relatif seimbang Kelebihan: • Cukup komprehensif dalam pemetaan kelebihan & kekurangan masing-masing model • Memasukkan peran pendamping dari pihak LSM Kekurangan: • Deskriptif tanpa rekomendasi • Keterlibatan lembaga penelitian & perguruan tinggi tidak diperhitungkan
2
Bank Indonesia (2003)
3
Haris (2006)
Aliansi strategis industri karet alam
4
Esham (2009)
Perbandingan beberapa model kemitraan perusahaan agribisnis di Bangladesh
5
Kajian ini (2012)
Model integrasi agroindustri karet alam
Kelebihan: • Terintegrasi secara vertikal (hulu-hilir) dan secara horizontal kelembagaan • Self-finance • Melibatkan seluruh pemangku kepentingan • Menghadirkan alternatif teori integrasi agroindustri • Dikombinasikan dengan model-model pengembangan berbasis wilayah Kekurangan: • Industri karet dibatasi pada industri karet remah • Pemanfaatan kayu karet baru pada industri kayu olahan dan furnitur • Kurang menyentuh aspek lingkungan
133
Seperti dikemukakan Ghandi dan Jain (2011), faktor kunci sukses model pengembangan agroindustri harus memenuhi syarat: 1) Menciptakan insentif bagi petani untuk memproduk bahan baku sesuai kualitas dan kuantitas
yang dibutuhkan, dan memasok produk sesuai
ketetapan kontrak. 2) Menyediakan input dan teknologi pertanian yang dibutuhkan dan memastikan siapa yang menanggung biaya dan risiko. 3) Mampu mengakses teknologi pengolahan berkualitas tinggi 4) Memperhatikan perubahan permintaan pelanggan melalui pasar cerdas yang efektif. 5) Menarik modal investasi. 6) Memperhatikan isu-isu pemilikan, organisasi, manajemen dan kendali mutu. Menurut ADB (2010) sukses kemitraan agroindustri harus didukung oleh: 1) Riset yang kuat di sektor pertanian dan dukungan teknologi untuk agroindustri. 2) Mendorong investasi oleh sektor swasta 3) Dukungan dan fasilitasi terhadap pengembangan agroindustri 4) Peningkatan kemitraan 5) Pengembangan institusi agroindustri, dan 6) Kebijakan pemerintah yang kondusif. Dengan demikian integrasi agroindustri memiliki beberapa elemen kunci yaitu: (1) investasi, (2) insentif, (3) riset, inovasi dan teknologi, (4) kemitraan dan organisasi, (5) dukungan kebijakan, dan (6) partisipatif. Dari sini dapat dibangun teori integrasi agroindustri secara vertikal dan horizontal dengan melibatkan berbagai pihak seperti disajikan pada Gambar 8.1.
134
Fasilitasi & inisiatif
• • • •
Kemitraan multi-pihak Integrasi rantai nilai SCM Aksi kolektif Reduksi biaya transaksi & koordinasi Manfaat ekonomi, sosial & ekologi
PEMERINTAH • Payung hukum • Kebijakan pro-poor & pro-growth • Insentif & subsidi
Integrasi agroindustri
Dukungan & fasilitasi
Perguruan tinggi & Lembaga penelitian • Riset • Inovasi teknologi
• Nilai tambah • Keunggulan kompetitif berkelanjutan
Manfaat ekonomi, sosial & ekologi
Gambar 8.1. Bangunan teori integrasi agroindustri Implementasi dukungan kebijakan pemerintah dalam bentuk fasilitasi dan insiatif digunakan untuk menerjemahkan program dan payung hukum yang propoor dan pro-growth bisa dalam bentuk insentif dan subsidi. Analisis struktur kendala pengembangan (Gambar 6.4) menunjukkan bahwa sub-elemen kunci kendala pengembangan agroindustri adalah adalah kurangnya dukungan kebijakan pemerintah.
Analisis struktur kelembagaan (Gambar 7.3) juga memperkuat
bahwa pemerintah merupakan sub-elemen kunci kelembagaan yang paling berpengaruh. Pemerintah juga harus memberikan dukungan dan fasilitasi kepada lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam riset dan inovasi teknologi. Kemitraan agroindustri melibatkan multi-pihak khususnya para pelaku utama kegiatan agroindustri terkait penyediaan bahan baku, penanganan pasca panen, pengolahan hasil, distribusi, transportasi dan jasa-jasa lainnya hingga mencapai konsumen (manajemen rantai pasok). Aksi kolektif khususnya di kalangan petani diperlukan untuk mencapai efisiensi dan skala ekonomis internal. Secara eksternal, aksi kolektif ini akan menurunkan biaya transaksi dan koordinasi.
Kemitraan akan berkelanjutan jika semua pihak yang terlibat di
sepanjang rantai nilai merasa nyaman, memperoleh nilai tambah yang layak, ada
135
keterbukaan, saling percaya dan komitmen yang kuat terhadap isi kontrak. Keterlibatan pemerintah sebagai pelaku usaha atau penyertaan saham akan lebih menjamin pelaksanaan isi kontrak. Fokus agroindustri adalah penciptaan nilai tambah dan dayasaing berkelanjutan. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai permintaan pasar dan pada saat yang sama memberikan nilai tambah dan mampu meningkatkan kesejahteraan pelakunya. Nilai tambah dan keunggulan ini harus kembali kepada pemangku kepentingan yang dalam hal ini adalah para pelaku kemitraan, lembaga riset dan perguruan tinggi. Peran lembaga riset dan perguruan tinggi berdasarkan analisis struktur kelembagaan bersifat linkage (strong driver – strong dependence) yang memiliki daya dorong kuat dalam integrasi agroindustri. Pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat menjadi penggerak utama model ini didasarkan pada fakta independensi, idealisme, kompetensi dan pengamalan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat).
136