47
4. PROFIL KAWASAN PULAU MATAKUS
4.1 Gambaran Umum Pulau Matakus merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di depan Teluk Saumlaki serta berada tepat di Selat Egron yang terletak antara Pulau 0
Yamdena dan Pulau Selaru. Secara geografis terletak pada posisi 131 11’445” 0
Bujur Timur dan 08 03’682” Lintang Selatan. Secara adminstratif, Pulau Matakus termasuk dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan batasbatas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Saumlaki dan Pulau Yamdena
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura
Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Selaru
Sebelah Timur dengan Pulau Asutubun dan laut Arafura Di pulau ini terdapat sebuah desa yang dihuni oleh 97 kepala keluarga
dengan jumlah jiwa sekitar 410 orang. Pada awalnya secara administrative Matakus berstatus sebagai lingkungan dan berada dibawah kelurahan Saumlaki dan baru ditingkatkan statusnya sebagai desa defenitif berdasarkan Peraturan Bupati Maluku Tenggara Barat No: 40 tahun 2008 tentang Pembentukan Lingkungan Matakus menjadi Desa dan baru saja diresmikan pada tanggal 10 Maret 2009. Luas Pulau Matakus adalah sekitar 474 ha dengan keliling pulau ± 9 972 m2. Pulau ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh pasir putih yang halus, hanya pada bagian selatan pulau tipe pantainya berbatu karang dengan sedikit tutupan mangrove. Aksesibilitas ke Pulau Matakus sangat mudah dan dapat ditempuh dengan menggunakan speed boat maupun motor laut milik masyarakat dari pelabuhan Saumlaki. Apabila menggunakan speed boat, waktu yang dibutuhkan kurang lebih 15 – 20 menit, sedangkan jika menggunakan mator laut, dibutuhkan waktu sekitar 40 – 50 menit untuk mencapai Pulau Matakus.
48
4.2 Kondisi Biofisik Kawasan 4.2.1 Iklim Kondisi iklim di Pulau Matakus yang termasuk dalam gugus Pulau Tanimbar dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura, juga dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian Selatan sehingga sewaktu – waktu mengalami perubahan. Keadaan musim di pulau ini berlangsung teratur, musim timur berlangsung dari bulan April sampai Oktober. Musim ini adalah musim kemarau sedangkan musim barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Pebruari. Musim hujan pada bulan Desember sampai bulan Pebruari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Musim
pancaroba
berlangsung
dalam
bulan
Maret/April
dan
Oktober/Nopember. Bulan April sampai Oktober bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut yang bergelora (DKP MTB, 2007). Data klimatologi rata – rata bulanan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Rangkuman data klimatologi tahunan Kabupeten MTB Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Suhu Udara (0C) Rata Max Min rata 27.8 32.0 24.3 27.8 31.8 24.1 27.5 31.7 24.0 27.4 31.1 24.0 27.3 30.4 24.0 26.4 29.0 23.5 25.9 28.8 22.9 25.8 29.0 22.6 26.4 30.0 23.0 27.6 31.5 23.7 28.5 33.0 24.3 28.2 32.6 24.3
Curah Hujan Jumlah Hari (mm) Hujan 272 16 304 18 259 19 234 21 326 16 212 21 52 11 36 7 3.3 1 26 4 57 8 200 17
P. Matahar i (%) 45 53 56 58 67 54 71 84 93 91 79 54
Tek. Udara (milibar) 1 018.5 1 009.7 1 010.2 1 011.1 1 012.4 1 012.9 1 014.0 1 014.4 1 013.9 1 012.4 1 010 6 1 009.7
Kelemb aban (%) 84.7 85.0 85.5 83.6 80.0 80.8 77.4 77.1 78.4 78.0 78.6 82.1
Kec. Angin (knot) 5 6 4 4 7 8 8 8 7 5 4 4
Sumber: BMG stasiun Meteorologi Saumlaki (2009)
4.2.2 Geomorfologi dan Geologi Lingkungan Pesisir Morfologi daratan pulau Matakus. Bentuk lahannya terdiri dari dua kelas, yakni dataran dan berbukit dengan kelas lereng datar (0 – 3%) dan landai/berombak (3 – 8%). Bentuk lahan dataran umumnya terdapat di daerah pesisir patai dengan vegetasi yang dominan adalah kelapa, sedangkan bentuk
49
lahan berbukit terdapat memanjang di tengah pulau dan memiliki tanah yang subur sebagai tempat masyarakat untuk berkebun. Secara geologis, pulau Matakus memiliki morfologi pulau dataran dan tergolong sebagai pulau karang (coral) yang memiliki topografi landai atau daerah rendah dengan ketinggian 0 – 100 m. Proses Geomorfologi dan Bentuk lahan pesisir. Tenaga geomorfik yang berperan terhadap perubahan geomorfologi sepanjang pesisir Pulau Matakus adalah tenaga marin yakni gelombang, pasang surut dan arus. Proses geomorfologi di kawasan ini meliputi proses destruksional (pelapukan sepanjang garis pantai dan erosi pantai), dan proses kontruksional (pergerakan sedimen dan deposisi sedimen). Proses deposisi terjadi pada bagian utara pulau (depan desa) yang ditandai dengan makin jauhnya pantai berpasir jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu sedangkan pada bagian timur dan selatan, proses dekstruksi lebih dominan. Secara keseluruhan satuan bentuk lahan hasil proses tersebut adalah gisik (merupakan pantai tipe deposisional), rataan pasut bervegetasi mangrove (di ujung pulau bagian selatan), rataan terumbu karang (di bagian timur dan barat), rataan pengikisan gelombang (platform) dan tebing terjal (cliff) di bagian timur pulau (DKP MTB, 2007). Penggunaan Lahan Pulau. Penggunaan lahan daratan pesisir dan pantai di Pulau Matakus meliputi hutan primer, hutan sekunder, semak dan alang-alang, belukar, ladang/tegalan, kebun campuran, tanah kosong, dan pemukiman. Penggunaan lahan perairan pesisir di Pulau Matakus meliputi pantai berpasir, pantai berbatu, pantai tebing terjal, pantai berteras, saaru, rataan pasut berpasir, rataan pasut bervegetasi hutan mangrove, rataan terumbu karang, tepi terumbu, perairan penangkapan dan budidaya laut. Material pantai umumnya didominasi oleh pasir putih halus dengan substrat dasar perairan berpasir di sisi barat dan karang di sisi timur dan selatan pulau. Sumber Air Tanah. Kondisi topografi dan geologi di Pulau Matakus mempengaruhi ketersediaan sumber air tanah. Bentuk pulau yang datar menyebabkan ketersediaan sumber daya air di pulau ini sangat terbatas. Terdapat sekitar 3 sumber air tanah yang berjarak sekitar 200 – 1000 meter dari pemukiman penduduk, namun hanya satu sumber air yang digunakan untuk memenuhi
50
kebutuhan sehari-hari. Kedalaman sumber air berkisar antara 3 – 6 meter dan debit airnya kecil. 4.2.3 Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir dan Laut Batimetri. Secara umum, distribusi kedalaman perairan yang dangkal di Kecamatan Tanimbar Selatan menyebar pada perairan pantai timur, termasuk Pulau Matakus di bagian selatan. Kelandaian perairan yang dihitung terhadap kontur kedalaman referensi 200 meter menunjukkan bahwa kelandaian perairan pantai Pulau Matakus sebesar 3% (DKP MTB, 2007). Kondisi batimetri perairan Pulau Matakus dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta batimetri perairan Pulau Matakus Pasang Surut. Pasang surut di perairan Pulau Matakus memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya di gugus Pulau Tanimbar yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda (predominantly semi diurnal tide) . Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang kedua. Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 2.5 meter. Tunggang air yang demikian dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan muncul kepermukaan. Peristiwa “Meti Kei” yang terjadi selama bulan Oktober memberikan dampak kekeringan yang luar biasa pada daerah ini sehingga dapat
51
berakibat fatal bagi organisme termasuk terumbu karang yang tidak mampu beradaptasi dengan kondisi eksrim tersebut (DKP MTB, 2007). Kondisi pasang surut yang terjadi disekitar lokasi penelitian berdasarkan ramalam pasut tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 6.
1.28
Tinggi (m)
1.26 1.24 1.22 1.2 1.18 1.16 Jan
Feb
Mrt
Aprl
Mei
Juni
Juli
Agsts Sept
Okt
Nov
Des
Bul a n
Gambar 6 Kondisi pasang surut pada tahun 2008 Kecerahan. Kecerahan perairan atau transparansi adalah kemampuan perairan untuk meloloskan cahaya matahari ke dalam kolom air dan sangat bergantung dari kandungan padatan tersuspensi, sudut matahari dan jenis awan. Berdasarkan hasil pengukuran ketika penelitian ini berlangsung, tingkat kecerahan perairan di kawasan Pulau Matakus berkisar antara 82% – 100%, sehingga jarak pandang terhadap objek yang ada di dalam kolom perairan cukup jauh dan jelas. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi wisatawan yang ingin melakukan aktifitas wisata selam dan snorkeling karena pesona bawah laut kawasan Pulau Matakus dapat dilihat dengan jelas. Arus. Arus atau perpindahan massa air di perairan kecamatan Tanimbar Selatan termasuk perairan Pulau Matakus merupakan kombinasi arus angin dan arus pasang surut . Arus angin mendominasi bagian timur Pulau Matakus karena berhadapan langsung dengan perairan terbuka, sedangkan arus pasang surut lebih dominan pada bagian barat karena perairannya merupakan bagian dari selat Egron. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di perairan ini dominan bergerak -1
dari arah timur dan timur laut dengan kecepatan berkisar antara 1 – 1.5 m.s
menuju perairan sisi timur Pulau Yamdena termasuk perairan di semua kecamatan
52
yang ada di Gugus Pulau Tanimbar. Kecepatan arus pasang surut yang terekam -1
-1
bervariasi antara 0.06 – 0.26 m.s dengan nilai kecepatan rata – rata 0.17 m.s . Kecepatan masimum terekam pada perairan Pulau Matakus yang terletak antara outlet Teluk Saumlaki dan Adaut di pantai utara Pulau Selaru (DKP MTB, 2007). Ketika penelitian ini berlangsung, kecepatan arus yang terekam di beberapa stasiun penelitian di perairan Pulau Matakus berkisar antara 3.8 – 17.5 cm/det. Pola arus di sekitar lokasi penelitian pada musim timur dan barat dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
P. Matakus
Gambar 7 Pola Arus pada musim timur (Sumber: PKSPL IPB, 2009)
P. Matakus
Gambar 8 Pola arus pada musim barat (Sumber: PKSPL IPB, 2009)
53
Gelombang. Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur diestimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter dengan periode 7.8 detik di perairan Kabupaten MTB. Besarnya tinggi gelombang dan energi yang dihasilkan diasumsikan sama untuk seluruh kawasan perairan yang terbuka di Gugus Pulau Tanimbar termasuk perairan Pulau Matakus yang posisinya berhadapan dengan arah angin. Gelombang yang datang di perairan ini dominan menggempur perairan pantai bagian timur pulau dengan energi gelombang yang tinggi karena memiliki daerah dataran terumbu yang luas mengarah ke arah Laut Arafura. Pada musim timur, tinggi gelombang yang ekstrim dapat terjadi di bagian timur pulau yang berbatasan langsung dengan laut arafura sedangkan pada musim barat gelombang yang ekstrim terjadi pada bagian barat pulau yang berhadapan langsung dengan Selat Egeron. Dengan demikian, wisatawan yang ingin melakukan aktifitas wisata di kawasan Pulau Matakus perlu memperhatikan kondisi gelombang maupun arus yang terjadi. Jika musim timur tiba, sebaiknya aktifitas wisata difokuskan pada pantai dan perairan bagian barat pulau, begitupun sebaliknya jika musim barat tiba aktifitas wisata diarahkan kebagian bagian timur dan utara pulau. Suhu dan Salinitas. Suhu permukan laut di Kecamatan Tanimbar Selatan relatif rendah bervariasi antara 25.80 – 26.20°C dengan nilai rerata 26°C. Suhu perairan rendah dijumpai pada perairan Pulau Matakus. Rendahnya suhu permukaan perairan di kecamatan ini berhubungan dengan proses air naik yang terjadi serempak di Laut Banda dan Arafura pada bulan Juli – Agustus. Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi yaitu sebesar 35 ppt dijumpai pada perairan Pulau Matakus dan Pulau Asutubun. Salinitas yang tinggi berhubungan erat dengan massa air hasil taikan di Laut Banda dan Arafura yang dingin dan berkadar salinitas tinggi (DKP MTB, 2007). Kualitas Perairan. Kualitas air laut di wilayah studi dapat dikatakan normal. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut di sekitar kecamatan Tanimbar Selatan relatif tinggi berkisar antara 7.81 – 8.44. Konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan bekisar antara
54
11.0 – 14.01 mg/l dengan konsentrasi maksimum dijumpai pada perairan pantai Pulau Matakus. Untuk kandungan unsur hara, konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan cukup tinggi dimana nilai berkisar dari 0.83 – 0.90 mg/l. Kadar minimum fosfat dijumpai pada perairan pesisir Pulau Matakus. Konsentrasi nitrit di perairan Tanimbar Selatan cenderung tinggi bervariasi antara 0.006 – 0.007 mg/l dengan konsentrasi yang cukup tinggi terdeteksi di pantai Pulau Matakus. Sama halnya dengan nitrit, konsentrasi nitrat di permukaan perairan tinggi bervariasi antara 1.20 – 1.40 mg/l dimana distribusi konsentrasi nitrat dengan konsentrasi minimum dijumpai pada perairan Pulau Matakus. Untuk logam berat, konsentrasi Cr diperairan berkisar antara 0.02 – 0.03 mg/l. Konsentrasi minimum unsur ini dijumpai pada perairan pesisir Pulau Matakus sedangkan konsentrasi Cu di perairan Pulau Matakus adalah 0.53 mg/l (DKP MTB, 2007). 4.2.4 Kondisi Flora dan Fauna Penutupan Lahan. Penutupan lahan pantai merupakan salah satu kriteria penting dalam menilai kesesuaian lokasi wisata. Di Pulau Matakus penutupan lahan yang paling dominan adalah kelapa, semak belukar dan vegetasi lain yang dijumpai antara lain Kasuari Pantai, Waru Laut (Hibiscus tiliaceus L), Katangkatang
(ipomoea
pes-caprea),
Pandan
(Pandanus
tectorius),
Ketapang
(Terminalia catappa), Sesepi (Sesuvium portulacastrum) dan Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis). Menurut DKP MTB (2007), terdapat empat jenis mangrove pada bagian selatan pulau yaitu Sonneratia alba, Rhyzophora mucronata, Avicennia alba, Aegealitis annulata dengan persen penutupan Anakan (23.19%), Sapihan (24.64%) Pohon (52.17%) dan substrat pada daerah ini adalah pasir berlumpur. Terumbu Karang. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis. Terumbu karang di Pulau Matakus merupakan bagian dari segitiga karang dunia (coral triangle), selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Formasi terumbu karang di Pulau Matakus tergolong terumbu karang pantai (fringing reef). Menurut DKP MTB (2007), kekayaan spesies karang pada
55
perairan pesisir Pulau Matakus adalah sebanyak 90 spesies. Jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan komunitas terumbu karang di Teluk Saumlaki yang berjumlah 114 spesies, akan tetapi kondisi terumbu karang di Pulau Matakus termasuk kategori baik (good) dengan persen penutupan sebesar 63.14%. Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu di pulau ini berasal dari karang Acropora. Kekayaan spesies, persen tutupan komponen penyusun terumbu karang perairan pesisir di Kecamatan Tanimbar Selatan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12
Kekayaan spesies (jenis), persen tutupan karang batu dan komponen penyusun terumbu karang perairan pesisir Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten MTB.
Lokasi
Jmlh Spesies
P. Matakus Teluk Saumlaki P. Astubun
90 114 60
Karang Hidup 63.14 64.61 36.46
Persen Tutupan (%) Komponen Non Bentik Acropora Acropora Lain 40.98 22.16 9.02 23.02 41.59 3.28 7.74 28.72 38.34
Abiotik 27.84 30.72 35.20
Sumber: DKP MTB (2007) Ikan Karang. Ikan karang merupakan sumberdaya hayati utama yang hidupnya berasosiasi dan menghuni terumbu karang. Ikan karang umumnya dikelompokan atas tiga kelompok besar yaitu ikan target (untuk konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (ikan hias). Di Pulau Matakus, ditemukan sebanyak 110 spesies ikan karang yang tergolong ke dalam 76 genera dan 26 famili. Jumlah spesies ikan hias lebih tinggi dari jumlah spesies ikan konsumsi yaitu 61 spesies ikan hias dan 49 spesies ikan konsumsi. Kepadatan ikan karang 2
rata-rata di perairan pesisir Pulau Matakus sebesar 5.54 ind./m dan merupakan kepadatan ikan karang tertinggi jika dibandingkan dengan lokasi lain di 2
Kecamatan Tanimbar Selatan seperti di Pulau Asutubun (3.89 ind./m ). Berdasarkan kriteria pemanfaatan, ternyata kepadatan ikan konsumsi di Pulau Matakus lebih tinggi dari ikan hias (DKP MTB, 2007). Komposisi dan kepadatan ikan karang di kecamatan Tanimbar Selatan dapat dilihat pada Gambar 8.
56
120 100
114
110 93
80
Jumlah Spesies
60
Kepadatan
40 20
5.54
4.03
3.89
0 P. Matakus
P. Asutubun
Weluan (Olilit)
Gambar 9 Jumlah spesies dan kepadatan (ind./m2) ikan karang di perairan karang kecamatan Tanimbar Selatan Lamun. Lamun merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) yang hidup di perairan dangkal yang agak berpasir dengan cara terbenam di dalam substrat. Lamun sering dijumpai juga di terumbu karang. Di perairan Pulau Matakus, lamun dijumpai di depan desa Matakus dan di sisi barat pulau. Dari hasil pengamatan, perkembangan lamun di perairan ini masih baik, hal ini didukung oleh kondisi fisik kimia perairan yang cukup baik untuk menunjang keberadaannya. Di perairan ini dijumpai 4 spesies lamun dari 9 spesies yang ditemukan pada gugus kepulauan Tanimbar yang diklasifikasikan dalam 3 genus dan 2 famili, dimana komposisi taksa keempat spesies tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Komposisi taksa lamun yang ditemukan pada perairan pesisir Pulau Matakus Devisi Anthophyta
Kelas Angiospermae
Famili Patamogetanacea
Genus Cymodocea
Hydrocharitaceae
Halodule Enhalus
Spesies C. serrrulata C. rotundata H. pinifolia E. acoroides
Sumber: Data Primer (2009) Sumberdaya Bentik. Spesies makro fauna bentos yang terdapat di Pulau Matakus terdiri dari dua filum yaitu Molusca dan Echinodermata yang bernilai dimana filum moluska yang memiliki nilai ekonomis penting terdiri dari tiga kelas yaitu gastropoda (jenis-jenis keong) seperti Lambis lambis, Trochus niloticus;
57
bivalvia (jenis-jenis kerang) seperti Anadara antiquata, Anadara granosa, Tridacna sp, Gafrarium tumidum, Pinctada maxima, Barbatia decussate; dan Chepalophoda (cumi-cumi, sotong dan gurita) sedangkan filum Echinodermata terdiri dari beberapa jenis teripang ekonomis penting yaitu Holothuria scabra, Holothuria edulis dan Holothuria nobilis. Selain sumberdaya bentik, potensi lainnya adalah jenis crusracea seperti udang karang (Panulirus sp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (Scylla serrata). Jenis-jenis sumberdaya ini merupakan jenis yang selalu ditangkap oleh masyarakat desa Matakus untuk konsumsi sehari-hari maupun untuk dipasarkan ke kota Saumlaki (DKP MTB, 2007).
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sejarah Pulau Matakus. Menurut sejarah, dulunya Pulau Matakus adalah sebuah pulau kosong tanpa penghuni. Pulau ini kemudian menjadi rebutan antara desa Olilit di Pulau Yamdena dan desa Namtabung di Pulau Selaru dan sering sekali terjadi sengketa antar
kedua desa.
Untuk menghindari konflik
berkepanjangan antar kedua desa tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian menjadikan Pulau Matakus sebagai lahan perkebunan kelapa dan mengirim beberapa orang kepercayaan dari Pulau Selaru untuk menjaga perkebunan tersebut. Para penjaga kebun inilah yang berkembang biak dan memiliki keturunan di pulau ini hingga sekarang, sehingga bahasa Selaru merupakan bahasa daerah penduduk setempat. Nama Matakus itu sendiri berasal dari bahasa daerah setempat yaitu “Matkuse” yang artinya “Mata Morea”. Morea merupakan bahasa lokal untuk belut, sehingga secara harafiah Pulau Matakus dapat diartikan sebagai Pulau Morea (Pulau Belut). Masyarakat setempat meyakini bahwa Pulau Matakus dulunya merupakan sebuah belut raksasa yang terdampar dan berubah menjadi batu. Hal ini tidak tanpa bukti karena secara de facto, Pulau Matakus berbentuk seperti belut dimana bagian kepalanya merupakan batu besar yang terletak persis di depan desa (bagian utara) sedangkan bagian ekor terletak di bagian selatan. Batu yang berbentuk kepala belut dapat dilihat pada Gambar 9.
58
Gambar 10 Batu berbentuk kepala belut
Kependudukan. Berdasarkan data jemaat tahun 2008, di pulau Matakus bermukim 97 kepala keluarga dengan total penduduk 410 jiwa yang terbagi atas 210 jiwa perempuan dan 200 jiwa laki-laki. Tingkat pendidikan penduduk memegang peranan yang cukup penting didalam pembangunan karena akan mempengaruhi peranan masyarakat dalam pembangunan atau cepat lambatnya penduduk menerima ide – ide pembangunan. Adapun tingkat pendidikan masyarakat di Pulau Matakus dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4 5
Jumlah (Jiwa)
Tidak/belum bersekolah 91 SD 203 SMP 77 SMA/SMK 29 Pendidikan Tinggi 10 Total 410 Sumber : Statistik Jemaat GPM Desa Matakus (2008)
Persentase (%) 22.20 49.51 18.78 7.17 2.44 100
Dari tabel 14, terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk di Pulau Matakus adalah SD dengan persentase sebesar 49.51% sedangkan hanya sekitar 2.44% (10 jiwa) yang mengenyam pendidikan tinggi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan ekonomi masyarakat setempat yang sebagian besar adalah petani dan nelayan.
59
Perekonomian Masyarakat. Mata pencaharian penduduk di Pulau Matakus sebagian besar (90%) adalah bertani/berkebun sekaligus juga sebagai nelayan sedangkan sisanya adalah pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini menunjukan bahwa perekonomian masyarakat di Pulau Matakus didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Meskipun penduduk mempunyai mata pencaharian pokok, tetapi setiap rumah tangga juga mempunyai mata pencaharian tambahan dari sumber mata pencaharian lainnya sehingga setiap rumah tangga mempunyai mata pencaharian lebih dari satu dan beragam. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian tambahan seperti beternak. Hasil pertanian dan perikanan (ikan) masyarakat biasanya langsung di jual ke Saumlaki. Stok ikan di pasar Saumlaki sebagian besar dipasok oleh nelayan – nelayan dari Pulau Matakus. Berdasarkan data base kelautan dan perikanan Kabupaten MTB tahun (2007), estimasi produksi rata – rata dari beberapa alat tangkap yang beroperasi di perairan kecamatan Tanimbar Selatan termasuk perairan Matakus adalah 6 537.65 ton/tahun. Laju tangkap dan estimasi produksi dari beberapa jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan kecamatan Tanimbar Selatan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Laju tangkap dan estimasi produksi beberapa jenis alat tangkap yang beroperasi di kecamatan Tanimbar Selatan. No Alat Tangkap 1 2 3 4 5 6
Pukat Pantai Jaring Insang Bagan Perahu Sero Bubu Pancing
Jumlah (Unit) 1 818 40 12 162 844
Trip/thn 72 120 96 32 48 96
Laju Tangkap rata- Est. Prod. Rata – rata (Kg/Trip) rata (ton/thn) 50.00 3.60 50.00 4 896.00 100.00 384.00 40.00 15.36 3.00 23.33 15.00 1 215.36
Sumber: DKP MTB (2007) Budaya dan Kearifan Lokal. Penduduk asli yang mendiami Pulau Matakus berasal dari Pulau Selaru sehingga bahasa yang dugunakan untuk komunikasi sehari-hari adalah bahasa Selaru dan Bahasa Indonesia. Komunikasi dengan bahasa Selaru bisanya digunakan antar
esame penduduk asli, sedangkan
untuk kegiatan – kegiatan umum seperti kebaktian di gereja, proses belajar mengajar di sekolah, pertemuan – pertemuan resmi digunakan bahasa Indonesia.
60
Upacara adat yang kini masih dipertahankan adalah upacara perkawinan, upacara penyambutan tamu yang menujungi desa dengan tari-tarian dan proses mendirikan rumah baru. Upacara adat yang dilakukan tersebut biasanya dilanjutkan dengan kebaktian oleh pemimpin umat maupun majelis jemaat yang bertugas. Bentuk kearifan lokal yang masih diterapkan di Pulau Matakus hingga saat ini adalah Sasi. Sasi merupakan suatu larangan untuk mengambil sumberdaya alam (tumbuhan dan hewan) dalam daerah tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu untuk menjamin hasil panen yang lebih baik. Pemberlakuan sasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap eksploitasi sumberdaya sehingga ketersediaannya tetap berkelanjutan dan menghindari terjadinya kelangkaan sumberdaya (scarcity). Di Pulau Matakus, sasi dilakukan terhadap sumberdaya di laut maupun di darat. Sasi laut dilakukan untuk sumberdaya teripang dan lola sedangkan sasi darat untuk pohon kelapa dan mangga. Yang menarik adalah karena sebagai kawasan wisata, sasi juga dilakukan terhadap vegetasi pantai seperti kasuari pantai yang dianggap dapat memberikan perlindungan terhadap wisatawan yang melakukan aktifitas di pantai maupun terhadap abrasi. Ada tiga institusi yang berperan dalam proses pemberlakuan sasi yaitu pemerintah desa, pemangku adat (secara adat) dan pemimpin umat (secara gerejani). Bentuk sasi ada 2 yaitu sasi umum (biasanya untuk sumberdaya laut dan kelapa) dan sasi pribadi (diminta oleh masyarakat untuk melindungi tanaman milik pribadi). 4.4 Kodisi Sarana Sosial Sarana sosial yang terdapat di Pulau Matakus meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana prekonomian. Ketersediaan sarana – sarana tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan kapasitas sosial masyarakat dan sumberdaya manusia setempat dalam kaitannya dengan pengembangan ekowisata. Sarana Pendidikan. Sarana pendidikan terdiri dari satu Taman Kanak – Kanak (TK), satu Sekolah Dasar (SD) dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memiliki satu manajemen atau yang biasanya disebut SMP Satu Atap. Untuk sampai ke jenjang yang lebih tinggi seperti SMA/SMK dan
61
Perguruan Tinggi, masyarakat setempat biasanya melanjutkan studi ke Kota Saumlaki yang merupakan ibu kota kabupaten. Sarana Kesehatan dan Keagamaan. Sarana kesehatan terdiri dari 1 unit bangunan Pustu (Puskesmas Pembantu) yang saat ini kondisinya tidak layak di manfaatkan karena mengalami kerusakan berat sedangkan sarana keagamaan berupa 1 unit gedung gereja lengkap dengan perumahan (pastori) bagi pimpinan umat yang ditugaskan di jemaat Matakus. Sarana Perekonomian. Sarana perekonomian di Pulau Matakus berupa dua kios kecil milik penduduk setempat yang biasanya melayani kebutuhan utama penduduk seperti beras, gula, rokok, supermie dan lain-lain.
4.5 Kondisi Sarana Pariwisata dan Transportasi Sarana wisata. Sebagai daerah tujuan wisata, Pulau Matakus telah memiliki beberapa sarana wisata untuk akomodasi yang dibangun oleh Pemerintah Daerah MTB antara lain 8 unit homestay yang terdapat di pemukiman penduduk dan 10 unit gazebo (Gambar 10) lengkap dengan toilet dan sumur yang terletak di pantai sisi barat pulau yang berjarak sekitar 200 meter dari Desa Matakus.
Gambar 11 Model Gazebo di Pulau Matakus
Sarana Transportasi. Transportasi merupakan sarana penting untuk menunjang aksesibilatas dari dan menuju Pulau Matakus. Sarana angkutan umum terdiri dari 3 kapal atau perahu motor milik masyarakat yang melayani Pulau
62
Matakus dan Saumlaki pergi – pulang. Masyarakat yang akan memanfaatkan sarana transportasi ini ke kota Saumlaki dikenakan biaya sebesar Rp. 7 000 per orang dimana tarif ini merupakan keputusan bersama masyarakat dalam rapat desa. Selain sarana angkutan umum tersebut, masyarakat juga memanfaatkan sarana angkutan pribadi yang dimiliki berupa perahu bermesin ketinting yang bisanya di pakai untuk menangkap ikan. Wisatawan lokal yang berkunjung ke Pulau Matakus biasanya menggunakan speed boat carteran dan ada juga yang menggunakan milik pribadi sedangkan wisatawan mancanegara umumnya menggunakan kapal layar (yatch) untuk mencapai kawasan tersebut. 4.6 Kondisi Prasarana Air, Listrik dan Komunikasi Ketersediaan ketiga prasarana dasar tersebut selain sangat penting untuk masyarakat di Desa Matakus, juga sangat penting berkaitan dengan upaya pengembangan Pulau Matakus sebagai kawasan ekowisata. Air
Bersih.
Untuk
kebutuhan
air
bersih,
masyarakat
setempat
memperolehnya dari sumber mata air di sumur. Sampai saat ini terdapat 3 sumber mata air (sumur) di Pulau Matakus dengan kedalaman berkisar antara 3 – 5 m dan diameter sumur antara 1 – 1.5 m. Lokasi sumur tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Sumur utama yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat terdapat di bagian timur pulau dan berjarak sekitar 200 m dari pemukiman penduduk, memiliki kedalaman 5 m dan diameter 1.5 m. Kedua sumur yang lain terdapat di bagian barat pulau (dekat dengan lokasi wisata) dengan kedalaman 3 m dan berdiameter 1 m. Akan tetapi sebagai pulau kecil dengan karakteristik daerah tangkapan air (catchment area) yang terbatas, ketersedian air di pulau inipun sering bermasalah terutama pada saat musim kemarau. Di sumur utama, masyarakat setempat harus mengantri berjam – jam untuk mendapatkan 1 ember air bersih karena kecilnya debit air yang tersedia. Untuk mengatasi masalah ketersediaan air bersih tersebut, saat ini di Desa Matakus telah tersedia sarana penyulingan air laut menjadi air tawar (desalinasi) dengan kapasitas 32 000 liter/hari dan berada tepat di depan desa. Dengan demikian masalah kurangnya ketersediaan air di pulau ini sudah sedikit teratasi. Sumur dan sarana desalinasi di Pulau Matakus dapat dilihat pada Gambar 11.
63
Gambar 12
Sumur utama dan fasilitas sarana penyulingan air laut di Desa Matakus
Listrik. Di pulau ini telah terdapat prasarana listrik. Pelayanan listrik bersumber dari mesin diesel berkekuatan 5 kilowatt dan 10 kilowatt milik gereja yang dipakai secara bergantian dan hanya beroperasi selama 4 jam setiap harinya mulai dari pukul 19.00 – 23.00 WIT. Pembayaran iuran pemakaian dilakukan berdasarkan jumlah watt lampu yang digunakan dimana jumlah watt rata – rata yang dipakai setiap keluarga adalah 20 – 50 watt. Komunikasi. Sebagai pulau kecil yang memiliki sifat insular, masalah komunikasi tidak menjadi kendala. Lokasi pulau yang dekat dengan kota Saumlaki memungkinkan jangkauan jaringan telepon seluler (ponsel) milik beberapa operator swasta di Saumlaki mencapai Pulau Matakus, sehingga masalah komunikasi melalui telepon seluler bukan merupakan kendala dalam menunjang pengembangan pulau ini menjadi kawasan ekowisata. Wisatawan yang mengunjungi Pulau Matakus selain dapat bersantai menikmati keindahan kawasan dan melepaskan kepenatan beraktifitas dengan berbagai kegiatan wisata sekaligus juga tetap dapat mengakses informasi dari luar kawasan dan melanjutkan bisnisnya dengan memanfaatkan prasarana komunikasi yang ada. 4.7 Potensi dan Peluang Pengembangan Wisata Didalam rencana Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun 2006, Pulau Matakus telah diproyeksikan sebagai daerah wisata bahari untuk tujuan wisata pantai, renang dan menyelam, pancing dan sailing. Hal ini dikarenakan Pulau Matakus memiliki
64
potensi pariwisata pesisir dan laut yang cukup memadai untuk dikembangkan seperti ekosistem terumbu karang yang masih tergolong baik, tetapi juga karena potensi tersebut didukung oleh keindahan pantai, keaslian, keutuhan alamnya dan potensi budayanya. Potensi Pulau Matakus meliputi ekosistem yang cukup lengkap seperti pantai dan pesisirnya, vegetasi mangrove, perairan laut yang didalamnya memiliki keanekaragamn yang tinggi seperti terumbu karang yang sampai saat ini telah teridentifikasi sekitar 90 spesies karang dengan kondisi tutupan termasuk kategori baik, ikan karang yang terdiri 110 spesies dengan jumlah dan kepadatan ikan hias yang tinggi. Selain itu terdapat pula berbagai jenis biota laut yang memiliki nilai ekonomis penting. Kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di kawasan pulau ini meliputi wisata alam, wisata budaya, wisata pesisir dan laut seperti rekreasi pantai, olahraga pantai yang dapat dilakukan di bagian barat pulau, kegiatan snorkeling dapat dilakukan di bagian barat dan utara pulau sedangkan untuk diving dapat dilakukan di bagian barat dan timur pulau dimana terdapat dua batu kembar yang ukurannya sangat besar dan menantang untuk diamati. Keindahan pantai berpasir putih sekaligus sebagai tempat mengamati sunset di bagian barat pulau, serta keindahan pemandangan bawah laut karena keanekaragaman jenis karang dan ikan hiasnya merupakan objek utama di Pulau Matakus. Selain itu pula terdapat potensi wisata budaya seperti tenunan, anyaman dari bambu dan daun lontar yang merupakan hasil kerajinan tangan penduduk setempat dan tarian tradisional seperti Tabar, Seti, Foruk, penangkapan ikan secara tradisional yang dikenal dengan istilah goyang tali serta kegiatan hela rotan (tarik tambang) untuk memanggil hujan jika musim hujan terlambat datang merupakan atraksi menarik yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata.