44
4. METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia dengan disparitas ekonomi pembangunan perikanan Utara dan Selatan secara nyata serta yang disebabkan oleh disparitas pengelolaan pesisir dan laut.
Gambar 2. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Jawa Timur Wilayah pesisir Utara direpresentasikan oleh Kabupaten Lamongan (Gambar 3) dan sebelah Selatan (Gambar 4) oleh Kabupaten Trenggalek, dengan pertimbangan 1) ketersediaan fasilitas pelabuhan perikanan (pelabuhan perikanan yang dimilikinya berstatus sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara) dan 2) konsentrasi nelayan dan aktivitas perikanan. Kelas pelabuhan sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep 10/Men/2004 tentang Pelabuhan Perikanan adalah : 1) Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS), 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), 4) Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan 5) Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Jumlah produksi dan jumlah nelayan di Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek merupakan yang terbesar di masing-masing pesisir Utara dan Selatan (Lampiran 84).
45 Secara umum pelabuhan perikanan yang berstatus PPS dan PPN, fasilitas kepelabuhannya dapat mendukung perkembangan perikanan di wilayahnya. Pelabuhan perikanan berstatus PPP, PPI atau TPI masih diperlukan peningkatan pembangunan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan.
Gambar 3. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Utara direpresentasikan Oleh Kabupaten Lamogan
Gambar 4. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Selatan direpresentasikan Oleh Kabupaten Trenggalek
46 4.2 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. 1) Data sekunder yang diperlukan guna menganalisis perkembangan wilayah pesisir dan laut adalah : PDRB Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek per Kecamatan menurut sektor tahun 2004 dan 2007, data sarana prasarana perkembangan wilayah indikator kependudukan, kependidikan dan kesehatan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek tahun 2004 dan 2007. 2) Data sekunder yang diperlukan guna menganalisis kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut terhadap perkembangan wilayah pesisir dan laut : tabel input output transaksi domestik atas dasar harga konstan Provinsi Jawa Tmur tahun 2000 klasifikasi 20 sektor, dan data perekonomian regional Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek dalam angka tahun 2004 dan 2007. 3) Data sekunder yang diperlukan guna menganalisis pemetaan potensi ekonomi wilayah pesisir dan laut adalah data perekonomian regional Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek per Kecamatan dan per sektor dalam angka tahun 2004 dan 2007. 4) Data sekunder hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Trenggalek.
4.3 Metode Analisis 4.3.1
Analisis Keragaan Perikanan Hasil tangkapan adalah output dari kegiatan penangkapan, sedangkan effort
yang diperlukan merupakan input dari kegiatan penangkapan. Besaran atau nilai dari catch per unit effort (CPUE) menggambarkan tingkat produktifitas dari upaya penangkapan, semakin tinggi nilai CPUE menunjukkan tingkat produktifitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi. CPUE merupakan nlai yang dihasilkan dari perbandingan jumlah produksi dan jumlah upaya tangkap (Dajan, 1983) : a. Rumus menghitung CPUE (ton/trip)
b. Rumus menghitung CPUE Standard (ton/trip)
47 4.3.2
Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Wilayah Pesisir Pemetaan potensi ekonomi wilayah merupakan seperangkat proses
menghasilkan rumusan informasi pendukung bagi pemerintah dalam menyusun sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan seharusnya didasarkan pada kerangka logika keilmuan serta kondisi riil dilapangan. Tabel 1 memperlihatkan matrik analisis pemetaan potensi ekonomi wilayah pesisir dan laut. Tabel 1. Matrik Analisis Pemetaan Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir dan Laut No
Parameter
1.
Rasio antar Dua Variabel Tiap Lokasi
2.
Pangsa Sektotal Tiap Lokasi
3.
Pangsa Lokal Tiap Sektor
4.
Indeks Spesialisasi Tiap Lokasi
5.
Indeks Lokalisasi Tiap Sektor
6.
Kuota Lokasi
7.
Laju Pertumbuhan Lokal Tiap Sektor
8.
Dayasaing Lokal Tiap Sektor
Sumber : Saefulhakim, S. 2008.
Formula
Deskripsi Nilai R i, j1,j2, t < α, pada tahun t, keberadaan x j2 di lokasi i bersifat melimpah relatif terhadap keberadaan x jx (atau keberadaan x fl di lokasi i bersifat langka relatif terhadap keberadaan x j2 ). Nilai pS i, j, t mendekati angka 100% pada tahun t, untuk lokasi i, sector y merupakan sektor dominan relatif terhadap sektor-sektor lainnya. Nilai pL i, j, t yang mendekati angka 100% pada tahun t, untuk sektor j, lokasi i lebih dominan relatif thdp lokasi-lokasi lainnya Nilai cS i, t yang mendekati angka 1 pada tahun t, lokasi i lebih terkonsentrasi (terspesialisasikan) pada sektor-sektor tertentu. Nilai cL j, t yang mendekati angka 1 pada tahun t, sektor j lebih terkonsentrasi (terlokalisasikan) di lokasi-lokasi tertentu. Nilai LQ i, j, t ,yang lebih besar dari angka 1 sektor perikanan laut merupakan sektor basis. Nilai IDE i, t yang mendekati angka 100 pada tahun t, lokasi i memiliki diversitas (keberagaman) sektor yang lebih tinggL Nilai DS i, j, t0, t1 yang positif (>0) antara periode tahun t 0 sd. t 1 laju pertumbuhan lokasi i untuk sektor j lebih cepat relatif thdp laju pertumbuhan sektor j secara agregat wilayah. Sektor j, lokasi i lokasi dayasaing (kompetitif). Angka negatif sektor j lokasi i bukan sektor yang kompetitif.
48 4.3.3
Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Untuk menganalisis perkembangan wilayah pesisir digunakan analisis
Shift Share yaitu suatu teknik analisis perkembangan wilayah atas dasar potensi sumberdaya alam (natural capital). Sedangkan untuk menganalisis herarki wilayah pesisir indikator sosial digunakan analisis komponen utama dan menganalisis herarki wilayah pesisir indikator man-made capital digunakan analisis Skalogram (Budiharsono, 2006).
(1) Analisis Shift Share Perkembangan Wilayah Pesisir Ketiga komponen pertumbuhan regional, komponen pertumbuhan proporsional,
dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah secara matematik
dapat dinyatakan sebagai berikut jika dalam Kabupaten terdapat m daerah kecamatan ( j = 1, 2, 3,..., m ) dan n sektor ekonomi ( i =1,2,3, ..., n ) maka perubahan tersebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut (Budiharsono, 2006) : ▲Y ij = PR ij + PP ij + PPW ij Atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berkut : Y’ ij – Y ij = ▲Y ij = Y ij (Ra-1) + Y ij (Ri-Ra) + Y ij (ri-Ri)
Dimana : ▲Y ij = perubahan dalam kesempatan kerja/produksi sektor i pada wilayah ke j Y ij = produksi/tenaga kerja sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis Y’ ij = produksi/tenaga kerja sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis = Produk domestik regional bruto (PDRB) atau tenaga kerja sektor i pada tahun dasar analisis = Produk domestik regional bruto (PDRB) atau tenaga kerja sektor i pada tahun akhir analisis = Produk domestik regional bruto (PDRB) atau tenaga kerja pada tahun dasar analisis = Produk domestik regional bruto (PDRB) atau tenaga kerja pada tahun akhir analisis
49 Dimana : ri Ri Ra (ri-1) (R a -1)
= Y’ ij / Y ij = Y’ i. / Y i. = Y’ .. / Y .. = persentase perubahan PDRB / tenaga kerja pada sektor i kec ke j = PR ij = persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan regional. (R i -R a ) = PP ij = persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan poporsional (r i -R i ) = PPW ij = persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah
Kriteria pengambilan keputusan : Jika PP ij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j pertumbuhannya bersifat lambat. Jika PP ij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j pertumbuhannya bersifat cepat. Jika PPWij < 0 wilayah ke j tidak mempunyai comparatif advantage untuk sektor ke i jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Jika PPWij > 0 wilayah ke j mempunyai comparatif advantage untuk sektor ke i jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. PB ij PB .j
= PP ij + PPW ij = PP .j + PPW .j
Dimana : PBij PB.j
= pergeseran bersih sektor i pada wilayah j = pergeseran bersih wilayah j
Kriteria pengambilan keputusan : Jika PBij < 0, pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk bersifat lambat Jika PBij ≥ 0, pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk bersifat progresif Jika PB.j < 0, pertumbuhan wilayah tersebut termasuk bersifat lambat Jika PB.j ≥ 0, pertumbuhan wilayah tersebut termasuk bersifat progresif
50 (2) Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis) Perkembangan Wilayah Metode seleksi variabel seperti ini dilakukan dengan teknik Analisis Komponen Utama (PCA: Principal Components Analysis) (Tanaka, Tarumi dan Wakimoto, 1984). Perangkat lunak yang digunakan adalah STATISTICA for Windows (StatSoft, 2001). Analisis dilakukan terhadap variabel yang telah dibakukan. Nilai baku suatu variabel didefinisikan sebagai simpangan nilai variabel tersebut dari rataannya dibagi dengan simpangan bakunya. Secara matematis definisi ini dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana : yt xt x, Sx n
: j: : : :
nilai variabel baku ke-j untuk sampel ke-/ nilai variabel ke-j untuk sampel ke-i rataan nilai variabel ke-j antar sampel i—\...n simpangan baku variabel ke-j banyaknya sampel pengukuran variabel key
Kriteria pengambilan keputusan : Rendah skor ≤ - 0,5 Sedang - 0,5 ≤ skor ≤ 0,5 Tinggi skor > 0,5 (3) Analisis Skalogram Perkembangan Wilayah Pesisir Sedangkan penentuan herarki wilayah berdasarkan potensi man-made capital pada dasarnya adalah membuat tingkatan berdasarkan fasilitas pelayanan (infrastruktur) yang ada, yang selanjutnya digunakan metode skalogram. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan pemukiman atau wilayah dan kelembagaan
51 atau fasilitas pelayanan, dengan data yang diperlukan meliputi jumlah penduduk, jenis dan jumlah fasilitas pelayanan untuk masing-masing wilayah kecamatan (Budiharsono, 2006). Tahapan metode skalogram adalah: 1. kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah penduduk; 2. kecamatan diurutkan berdasakan jumlah jenis fasilitas pelayanan yang ada pada setiap kecamatan; 3. fasilitas-fasilitas tersebut diurutkan berdasarkan jumlah wilayah kecamatan yang memiliki jenis fasilitas tersebut; 4. jenis fasilitas diurutkan berdasarkan jumlah total unit fasilitas; 5. peringkat kecamatan diurutkan berdasarkan jumlah total fasilitas dimiliki oleh masing-masing kecamatan.
4.3.4
Analisis Kontribusi-Keterkaitan dan Struktur Perekonomian Wilayah Kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut dalam struktur
pembangunan nasional dipergunakan analisis input output. Pembentukan output, nilai tambah bruto, pendapatan, permintaan antara dan permintaan akhir dapat diketahui secara langsung dari tabel input output. Dalam suatu model IO, transaksi yang digunakan dalam penyusunan Tabel IO harus memenuhi 3 asumsi dasar : 1. asumsi homogenitas yang mensyaratkan setiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor; 2. asumsi proporsionalitas yang mensyaratkan dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding kenaikan atau penurunan output sektor tersebut; 3. asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masingmasing sektor secara terpisah berarti diluar sistim input output semua pengaruh dari luar diabaikan.
52 Dengan asumsi-asumsi tersebut, Tabel IO mempunyai keterbatasan antara lain : 1. karena rasio input output tetap konstan sepanjang periode analisis; 2. produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Hubungan yang tetap ini berarti menunjukkan bahwa apabila input suatu sektor di dua kali lipatkan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi semacam itu menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Walaupun mengandung keterbatasan dan kelemahan, model IO tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensif.Analisis input output mempunyai beberapa kelemahan : 1. Model IO hanya bersifat deskriptif dan bebas nilai (netral) dari pandangan kebijakan. Kekuatan Analisis IO mendiskripsikan hubungan antar industri, aspek tekniknya dan karaktersitiknya yang bebas nilai, juga merupakan kelemahannya ketika dilihat dari perspektif lain. 2. Operasi Model IO lemah ketika parameter berubah. Didalamnya juga tidak memasukkan mekanisme untuk menangkap efek substitutsi baik dalam kemajuan teknologi maupun pola perdagangan. 3. Ketika dipertimbangkan sebagai alat perencana maka model IO kurang dapat mengakomodasi perencanaan pemerintah yang seringkali berorientasi pada tujuan (goal oriented). (1) Analisis Kontribusi Perikanan Laut. Untuk mengetahui peranan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor penyedia input (sektor hulu) maupun sebagai sektor pengguna output (sektor hilir) serta dampak yang ditimbulkan terhadap peronomian wilayah diketahui berdasarkan analisis multiplier dan analisis keterkaitan. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Francois Quesnay dan selanjutnya dikembangkan Wassily W. Leontief menggunakan pendekatan hubungan interdependensi antar sektor dalam suatu perekonomian, yang dinyatakan melalui persamaan linear.
53 Penerapan model ini mensyaratkan terpenuhinya tiga asumsi dasar, yaitu : 1. homogenitas, menyatakan perubahan suatu sektor hanya menghasilkan barang melalui suatu cara dengan satu susunan input; 2. proporsionalitas, perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh penggunaan input yang seimbang dan 3. additivitas, akibat total pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan masing-masing sektor secara terpisah (BPS, 1995).
Tabel 2. Bentuk Umum Tabel Input-Output. /--------------------------------------------------------------------------------\ | |Permintaan Antara| Permintaan Akhir | | Alokasi Ouput |------------------------------------------------------------| | |Sektor Produksi | Konsum.| Konsum. | Pembentuk-| |Jumlah| | |-----------------| Rumah | Pemerin-| kan Modal |Stok|Ekspor| ||Susunan input | 1 |..| j |..| n | Tangga | tah | Tetap | | | |--------------------------------------------------------------------------------| | i a | s p | 1 |x11|..|xij|..|xin| Rt1 | KP1 | I1 | S1 |E1 X1 | | n n | e r | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | p t | k o | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | u a | t d | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | t r | o u | i |xi1|..|xij|..|xin| Rti | KPi | Ii | Si |Ei Xi | | a | r k | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | | s | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | | i | . |...|..|...|..|...| ... | ... | .. | .. | .. | | | | n |xn1|..|xnj|..|xnn| Rtn | KPn | In | Sn |En Xn | |--------------------------------------------------------------------------------/ | Upah dan Gaji | L1|..| Lj|..| Ln| | Rumah Tangga | | | | | | |-------------------------------------| |Nilai Tambahan Lain| V1|..| Vj|..| Vn| |-------------------------------------| | Import | M1|..| Mj|..| Mn| |-------------------------------------| | Jumlah Input | X1|..| Xj|..| Xn| \-------------------------------------/ Sumber:Nasendi,1986; Miernyk,1957;BPS,1995.
Dimana : X ij = banyaknya ouput sektor 1 yang digunakan sebagai input sektor j Y i = permintaan akhir terhadap sektor i = RT i + KP i + Ii + S i + E i Sektor dalam baris, menunjukkan alokasi ouput sektor i untuk permintaan antara (intermediate demand) sektor j dan sebagian untuk permintaan akhir. Secara matematis persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
54 i = 1, 2, ..., n Dimana : X i = total output sektor i X ij = jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Y i = permintaan akhir terhadap sektor i Sektor dalam kolom, penggunaan input yang disediakan sektor lain untuk aktivitas produksi. Persamaan matematisnya dapat ditulis :
= 1, 2, ..., n Dimana : X i = total output sektor j X ij = banyaknya input yang disediakan sektor i untuk memproduksi sektor j G j = input primer dari sektor j = (L j + M j + V j ) Lj = upah dan gaji rumah tangga M j = import V j = nilai tambah lainnya. Permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. Permintaan akhir merupakan konsumen akhir terdiri dari : 1. pengeluaran konsumsi rumah tangga 2. pengeluaran konsumsi pemerintah; 3. pembentukan modal tetap; 4. perubahan stok dan; 5. ekspor. Penyusunan Tabel I-O pada penelitian ini menggunakan metode non-survey Table I-O terbaru Provinsi Jawa Timur yang telah tersedia, menggunakan teknik "partial non-survey", metode "RAS". Metode Ras pertama kali diperkenalkan oleh Stone dan Brown, yaitu suatu metode mencari satu set bilangan pengganda baris dan pengganda kolom untuk mendapatkan matriks kuadrant II baru. Matriks A adalah matriks
55 koefisien input yang berasal dari kuadrant II dan aij adalah sel-sel matriks, dan a ij terbentuk dua macam pengaruh : a. pengaruh substitusi, seberapa jauh komoditas ini dapat digantikan oleh komoditas lain dalam proses produksi; b. pengaruh fabrikasi (pembuatan), seberapa jauh komoditas j dapat menyerap input antara dari jumlah input yang tersedia. Apabila pengganda substitusi di beri notasir dan pengganda fabrikasi diberi notasi s sedangkan Ao adalah matriks koefisien input nasional maka matriks koefisien input regional adalah : At = r Ao s. Langkah yang ditempuh dalam menurunkan I-O regional dari I-O dasar, yaitu : 1. pada wilayah yang akan dibuat tabelnya dihitung komponen jumlah permintaan antara, input antara, input primer (nilai tambah bruto), permintaan akhir dan input primer masing-masing sektor, 2. kebalikan matriks A (koefisien input tabel I-O) dengan total input sektor. Penyusunan matriks dengan menggunakan pengganda basis ke-r dan pengganda kolom ke-s, berlanjut terus sampai diperoleh suatu matriks, dimana jumlah angka masing-masing baris sama dengan jumlah permintaan antara masing-masing sektor dan jumlah angka masingmasing kolom sama dengan jumlah input antara masing-masing sektor. 1 Koefisien Input (Teknologi) Koefisien input atau koefisien teknologi dalam Tabel I-O diperoleh dari perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j, atau (X ij ) input total sektor j, (X j ). Input atau koefisien itu a ij , maka : X ij a ij = -----Xj Dimana a ij = koefisien input Dengan koefisien input tersebut disusun matriks sebagai berikut : a 11 x 1 + a 12 x 2 + ….. + a in x n + Y 1 = X 1 a 21 x 1 + a 22 x 2 + ….. + a 2n x n + Y 2 = X 2 ….. + …. + ….. + ….. + … = .. a n1 x 1 + a n2 x 2 + ..... + a nn x n + Y n = X n
56
Atau dalam bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut : | a 11 ......... a 1n | | a 21 ......... a 2n | | : ........ : | | a n1 ......... a nn | A
|x1| |x2| | : | + |xn| X
|Y1 | |X1 | |Y2 | |X2 | | : | = | : | |Yn | |Xn | Y X
AX + Y = X -----> Y = X - AX -------> Y = (I - A)X dimana (I-A) disebut Matrik Leontief. Bentuk matriks Leontief selengkapnya adalah sebagai berikut :
(I - A) =
/ | (1 - a 11 ) ......... a 1n | | | - a n1 ......(1 - a nn ) \
Dimana : I X (I - A) (I - A)-1 X
\ | | | | /
: matrik identitas berukuran n x n yang elemennya memuat satu pada diagonalnya dan nol selainnya. : jumlah output : matrik Leontif : matrik kebalikan Leontif
Selanjutnya dari persamaan Y = (I-A) X, didapatkan X= (I-A)-1 Y; dimana (I-A)-1 merupakan matriks kebalikan Leontief. Fungsi matriks ini dalam Tabel I-O berguna untuk analisa ekonomi, karena tergambar saling berkaitan antara sektor baik pada tingkat produksi maupun pada tingkat permintaan akhir.
(2)
Analisis Keterkaitan Sektor Perikanan Laut 1. Keterkaitan Langsung Ke depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor perikanan terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke depan, digunakan rumus :
57
i = 1, 2, .., n
Dimana : F i = keterkaitan langsung ke depan X ij = banyaknya output sektor i yang digunakan sektor j X i = total output sektor i (antara dan akhir) a ij
= unsur matriks koefisien teknis
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor perikanan terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang suatu sektor, dapat digunakan rumus :
i = 1, 2, .., n
Dimana : B j = keterkaitan langsung ke belakang X ij = banyaknya input sektor j X j = total output sektor j (antara dan akhir) a ij = unsur matriks koefisien teknis 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat suatu sektor perikanan terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan digunakan rumus sebagai berikut (Langham, 1982) :
58 j = 1, 2, .., n
Dimana
FLTL i C ij
= keterkaitan langsung dan tidak ke depan = unsur kebalikan matriks Leontief terbuka.
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut, secara langsung maupun tak langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk besarnya keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang digunakan rumus (Langham, 1982) :
i = 1, 2, .., n
Dimana
BLTL j
= keterkaitan langsung dan tidak belakang
C ij
= unsur kebalikan matriks Leontief terbuka.
(3) Analisis Multiplier Effect Sektor Perikanan Laut 1. Pengganda Pendapatan Tipe I Pengganda pendapatan tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Pengganda pendapatan tipe ini, merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung yang dirumuskan sebagai berikut:
Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :
, i = 1, 2, ....n
59 Dimana MIj = pengganda pendapatan tipe I sektor j Pi
= koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor i
Cij
= unsur kebalikan matriks Leontief
2. Pengganda Pendapatan Tipe II Pengganda pendapatan tipe ini, selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi.
Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :
,
j = 1, 2, ....n
Dimana MIIj
= pengganda pendapatan tipe II sektor j
Pj
= koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j
Dij
= unsur kebalikan matriks Leontief tertutup.
3. Pengganda Kesempatan Kerja Tipe I Pengganda tenaga kerja adalah besarnya kesempatan kerja yang tersedia pada sektor yang diteliti sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satuan rupiah. Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe I digunakan :
,
i = 1, 2, ....n
60 Dimana MLIj = pengganda tenaga kerja tipe I ke j Ti
= koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah)
Tj
= koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah)
Li
= Komponen tenaga kerja sektor ke-i
Xi
= total ouput (satuan rupiah) ke-i
Cij
= unsur kebalikan matriks Leontief.
4. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe II digunakan rumus ,
i = 1, 2, ....n
Dimana MLIIj = pengganda tenaga kerja tipe II ke j Dij
= unsur kebalikan matriks Leontief tertutup.
5. Pengganda Output Sederhana Pengganda output sederhana bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor dalam suatu wilayah terhadap output sektor lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda output sederhana digunakan rumus :
,
i = 1, 2, ...., n
Dimana MXSj = pengganda output sederhana sektor j Cij
= unsur kebalikan matriks Leontief.
6. Pengganda Output Total Pengganda output total bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di
61 dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lainnya, baik secara langsung dan tidak langsung maupun induksi. Untuk menghitung pengganda output total secara sederhana digunakan rumus sebagai berikut : ,
i = 1, 2, ...., n
Dimana MXTj
= pengganda output total sektor j
Dij
= unsur kebalikan matriks Leontief tertutup.
(4) Analisis Manfaat Investasi Sektor Perikanan Laut 1. Koefisien Penyebaran Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Sutomo, 1996). Secara matematik dirumuskan sebagai berikut :
,
i,j = 1,2, ..., n
Dimana bj = koefisien penyebaran Cij = unsur kebalikan matriks Leontief (I-A)-1 baris ke-i, kolom ke-j = dampak yang ditimbulkan satu unit permintaan akhir sektor ke-i terhadap semua sektor. = dampak yang ditimbulkan satu unit permintaan akhir semua sektorterhadap salah satu sektor.
62 2. Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Sutomo,1995), yang dirumuskan sebagai berikut :
,
i,j = 1,2, ..., n
Dimana fi
= kepekaan penyebaran
Cij
= unsur kebalikan matriks Leontief (I-A)-1 baris ke-i, kolom ke-j = dampak yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir sektor ke-i terhadap semua sektor. = dampak yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir semua sektor terhadap salah satu sektor. Apabila nilai indeks bj dari sektor i > 1, hal ini menunjukkan
bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga tinggi. Dengan perkataan lain, sektor peka terhadap pengaruh sektor lain. Sebaliknya apabila indeks fi dari sektor j > 1, berarti pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (Sutomo, 1996).
4.3.5
Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan Pengelolaan adalah sebuah proses yang berkelanjutan, iterative, adaptif
dan partisipatif yang tediri dari sebuah set tugas yang saling terkait satu sama lain dan harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan harus dimonitor agar sistem yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan harus dievaluasi untuk mengetahui tingkat kesusksesan maupun tingkat kegagalannya, sehingga diperlukan suatu analisis kebijakan (Adrianto, 2007).
63 (United Nations dalam Budiharsosno, 2003), kebijakan adalah pedoman untuk bertindak atau lebih lengkapnya adalah suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai kegiatan-kegiatan
tertentu
atau
suatu
rencana.
(Carl
Frederich
dalam
Budiharsosno, 2003), kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang mencapai tujuan atau mewujutkan sasaran yang diinginkan. Teknik Amoeba digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pengelolaan
kebijakan
pembangunan
perikanan,
indikator-indikator
yang
dianalisis didasarkan evaluasi program dan bentuk kegiatan pembangunan perikanan. Pada hakekatnya, pendekatan ini dikembangkan berdasarkan kerangka pembangunan berkelanjutan sebagaimana dipersyaratkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries. Dengan pendekatan ini dimungkinkan dilakukan diagnose terhadap kondisi suatu kebijakan berdasarkan hasil pengukuran beberapa indikator (Pitcher and Preikshot, 2001). Aplikasi teknik amoeba dalam penelitian ini didasarkan pada hasil identifikasi berdasarkan indikator CPUE, potensi sumberdaya perikanan (DPSDPI),
pembanguan
wilayah
pesisir
(DPWP),
kontribusi
sebaran
perkembangan wilayah pesisir (DKSPWP) dan kebijakan pembangunan perikanan (AK). Teknik amoeba didasarkan pada teknik ordinasi dengan multi dimensional scaling, yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Multi dimensional scaling adalah satu klas prosedur yang menyajikan persepsi secara spasial dengan menggunakan tayangan yang dapat dilihat. Hubungan antara indikator ditunjukkan sebagai hubungan geografis antara titik-titik di dalam suatu ruang multidimensional. Sumbu dari peta spasial diasumsikan menunjukkan dimensi yang dipergunakan dengan menggunakan acuan pengukuran atribut sehingga diperoleh daftar skor untuk setiap dimensi (Supranto, 2004).