III. METODA PENELITIAN
3.1
Kerangka Pelaksanaan Penelitian Model didalam penelitian ini banyak menggunakan variabel yang saling
terkait satu sama lain. Variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi variabel yang bersifat endogen, eksogen dan variabel kebijakan (policy variable). Kerangka pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 34.
Menganalisis Peran Pajak Emisi CO2, Yang Berasal Dari BBF (Bahan Bakar Fosil )
Tujuan
Indikator
Data
Metodologi
Tool
Menentukan dampak pajak emisi terhadap pendapatan nasional dan kesejahteraan masyarakat termasuk besarnya pajak dalam kondisi optimal
Menentukan besarnya pajak emisi/karbon yg optimal dan pendapatan serta beberapa variabel dalam model
Perubahan GDP nasional dan pendapatan per kapita masyarakat akibat adanya pajak emisi
Perubahan besarnya control rate emisi , GDP akibat pajak, utiliti per kapita dan konsumsi BBF
Data historis pemakaian BBF menurut sektor / tipe BBF yang dipakai, data GDP, data populasi, harga BBF
Perhitungan emisi CO2, data GDP, populasi ,konsusmsi BBF & harga
Pemodelan berdasarkan referensi DICE, FREE, IPCC dan ENTICE dan dimodifikasi untuk kondisi Indonesia
EXCELL, SPSS dan VENSIM
Menentukan besarnya biaya karena dampak emisi/dampak pada GDP
Tingkat perubahan GDP dan utiliti per kapita
Informasi variabel model berdasarkan studi sebelumnya
Optimasi
Analisis Skenario dan Sensitivitas
GAMS
GAMS
Gambar 34. Kerangka pelaksanaan penelitian
60 Langkah – langkah dalam melakukan pemodelan seperti pada gambar 35
Review latar belakang teori
Formulasi struktur model
Data verifikasi
Data empirik
Kalibrasi model
Test robustness
Analisis sensitivitas
Hasil akhir
Kesimpulan dan rekomendasi kebijakan
Gambar 35. Tahapan dalam melakukan pemodelan
3.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan didalam penelitian ini diambil dari data
sekunder yang dikeluarkan oleh beberapa institusi atau departemen pemerintah seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertambangan dan Energi, Pertamina, Bank Indonesia dan lembaga riset didalam maupun dari luar negeri seperti PPE-UI, Energy Information Administration (EIA) dari Departemen Energi Amerika Serikat , IPCC dan dari laporan penelitian lainnya.
Sumber data untuk perhitungan pajak emisi gas CO2 : Populasi. Data untuk jumlah populasi Indonesia diambil dari Biro Pusat Statistik dan sumber lain seperti ADB
61 Produk Domestik Bruto (GDP). Data GDP diambil dari Bank Indonesia, Asian Development Bank dan BPS, dan trend GDP sampai tahun 2010 diambil dari Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004, Pengkajian Energi Universitas Indonesia. Harga bahan bakar. Data mengenai harga bahan bakar untuk produk petroleum, batubara dan gas diambil dari data yang bersumber dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen Pertambangan, Petroleum Report Indonesia2003 yang dikeluarkan oleh kedutaan besar Amerika di Jakarta dan Pertamina. Konsumsi bahan bakar. Jumlah konsumsi bahan bakar secara nasional termasuk batubara diambil dari Petroleum Report Indonesia tahun 2003, Indonesia Energy Outlook & Statistic 2004 dan dari Direktorat Jenderal MIGAS Emisi CO2. Data faktor emisi diambil dari IPCC Guideline Manual 1996 untuk Inventori gas rumah kaca dan UNEP Guideline untuk menghitung emisi gas rumah kaca tahun 2000. Data mengenai jumlah emisi CO2 akan dihitung berdasarkan metode dari IPCC dan UNEP Guidance. Data dari perhitungan Indonesia Energy Outlooks & Statistics 2004 dari PE UI akan dijadikan referensi. Elastisitas harga bahan bakar. Data elastisitas permintaan akan bahan bakar terhadap harga bahan bakar itu sendiri diambil dari sumber William D.Nordhaus dan Joseph Boyer 1999, dimana diasumsi bahwa - 0,7 untuk negara OECD dan – 0,84 untuk negara yang tidak termasuk dalam OECD.
Sebagai pelengkap
elastisitas bahan bakar solar dan bensin dihitung berdasarkan studi Basharat Pitafi.
3.3
Perhitungan Jumlah Dan Tren Emisi Gas CO2 Perhitungan jumlah emsisi gas CO2 menurut IPCC - revisi 1996 adalah
sebagai berikut : Emisi gas CO2 = Σ konsumsi bahan bakar menurut tipe (TJ) x Faktor emisi karbon – karbon yang disimpan (stored) x fraction oxidised. Emisi CO2 dapat juga dihitung berdasarkan referensi dari Thomas,Charles et.al (UNEP,2000)
29)
dimana emisi dihitung berdasarkan faktor emisi (default value)
untuk masing-masing tipe dari bahan bakar fosil.
29)
Perhitungan praktis dapat dilihat pada buku petunjuk The GHG Indicator : UNEP Guidelines for Calculating Greenhouse Gas Emission for Business and Non Commercial Organization.
85 Untuk emisi gas CO2 (untuk bukan gas, dalam ton) = ∑ Konsumsi bahan bakar ( dalam liter ) x Faktor emisi (tCO2/Liter) Untuk emisi gas CO2 (untuk gas, dalam ton) = ∑ Konsumsi bahan bakar (Dalam therm ) x Faktor emisi (tCO2/therm) Jumlah emisi gas CO2 yang didapat berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat pada gambar 36 (lampiran 15). Perhitungan dilakukan berdasarkan data konsumsi BBF menurut sektor yang diolah berdasarkan data dari Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004, PEUI. Persentase pertumbuhan emisi CO2 Indonesia dapat dilihat pada gambar 37 (lampiran 17). Dengan asumsi laju pertumbuhan GDP sebesar 4,5-5% pertahun maka pada periode tahun 2004 – 2020 pertumbuhan emisi
Tren Total Emisi CO2 Indonesia Menurut Sektor ( Dari Sumber BBF)
Tahun
20 20
20 17
20 14
20 11
20 08
20 05
20 02
19 99
19 96
19 93
400.000.000 350.000.000 300.000.000 250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 50.000.000 0
19 90
Emisi CO2 (Dalamton)
CO2 berada pada kisar 3-5%
Emisi CO2
Gambar 36. Tren total emisi gas CO2 Indonesia menurut sektor
20 20
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 0,02 0,04
19 90
Pertumbuhan Emisi CO2 (%)
Pertumbuhan Emisi CO2 Indonesia
Tahun Emisi CO2
Gambar 37. Persentase pertumbuhan emisi gas CO2 Indonesia
63 Peningkatan emisi gas CO2 untuk setiap sektor dapat dilihat pada gambar 38 (lampiran 16). Emisi gas CO2 yang berasal dari sektor industri dan transportasi mengalami peningkatan cukup signifikan.
160.000.000 140.000.000 120.000.000 100.000.000 80.000.000 60.000.000 40.000.000 20.000.000 0 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
Emisi CO2 ( Dalam ton)
Tren Emisi CO2 Indonesia Menurut Sektor ( Dari Sumber BBF)
Tahun
CO2 Industri CO2 Transportasi CO2 Komersial CO2 Residen CO2 Listrik
Gambar 38. Emisi gas CO2 menurut sektor
Tren emisi gas CO2 menurut tipe dari BBF dapat dilihat pada gambar 39 (lampiran 18). Emisi gas yang berasal dari bahan bakar minyak merupakan sumber utama emisi gas CO2 Indonesia dimana saat ini mengalami kenaikannya cukup signifikan dibandingkan dengan laju kenaikan emisi dari tipe batubara dan natural gas.
20
18
20
16
20
14
20
12
20
10
20
08
Tahun
20
06
20
04
20
02
20
00
20
98
20
96
19
94
19
92
19
19
90
400.000.000 350.000.000 300.000.000 250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 50.000.000 0 19
Emisi CO2 ( Dalam ton)
Tren Emisi CO2- Menurut Tipe ( Dari Sumber BBF)
Emisi CO2-Petroleum Fuel Emisi CO2-Natural Gas Emisi CO2-Batubara Total Emisi CO2 Menurut Tipe BBF
Gambar 39. Tren emisi gas CO2 menurut tipe dari BBF
64 Walaupun pertumbuhan emisi gas CO2 berada pada kisar 3-5%, tetapi kontribusi emisi terbesar berasal dari bahan bakar minyak sektor industri dan transportasi. Emisi gas CO2 yang berasal dari sektor tenaga listrik juga mengalami peningkatan, tetapi secara presentase menunjukkan penurunan. Hal ini karena adanya substitusi dari bahan bakar batubara ke gas. Persentase perumbuhan emisi gas CO2 sektor listrik dapat dilihat pada gambar 40 (lampiran 17)
0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 -0,05
19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
Pertumbuhan Emisi CO 2 (%)
Pertumbuhan Emisi CO2 Indonesia Sektor Listrik
-0,10 Emisi CO2
Tahun
Gambar 40. Persentase pertumbuhan emisi gas CO2 sektor listrik
Tren Emisi Gas CO2 menurut estimasi dari Gregg Marland.et.al (2000),Oak Ridge National Laboratory, University of North Dakota dapat dilihat pada gambar 41
Tahun
20 00
19 98
USA)
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
19 84
19 82
80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0
19 80
Emisi CO2
(Dalam Metric ton)
Emisi CO2 Indone sia Dari Sumbe r BBF ( Be rdas ark an e s tim as i Oak Ridge National Laboratory -
Total Emisi CO2 -BBF Emisi CO2 BBF - Gas Emisi CO2 BBF- Cair Emisi CO2 Padat
Gambar 41. Emisi gas CO2 Indonesia dari sumber BBF
65 3.4
Energi dan Karbon Intensitas Dari uraian yang telah dijelaskan pada bab 2.3 bahwa tren dari emisi gas tergantung dari
CO2
beberapa elemen kunci yaitu populasi, GDP/kapita,
Energi/GDP ( energi intensitas ) dan emisi gas CO2/Energi atau disebut intensitas karbon. Rasio dari elemen kunci tersebut perlu dihitung untuk melihat gambaran dari pemakaian energi nasional. Rasio dari energi terhadap GDP adalah suatu indikasi yang merefleksikan karakteristik dari struktur , teknologi dan energi yang dipakai oleh masyarakat. Makin kecil energi intensitas maka semakin sedikit emisi gas CO2 yang dihasilkan. Efisiensi didalam penggunaan energi dapat menurunkan nilai energi intensitas. Rasio CO2 terhadap energi yang disebut sebagai intensitas karbon adalah pengaruh dari perubahan tipe energi mix yang dikonsumsi dalam kontek karakteristik karbon. Perlu strategi dari energi mix agar komponen karbon intensif dapat diganti atau dirubah seperti penggunaan pembangkit dengan batubara diganti dengan gas alam, energi surya dan tenaga nuklir. Berdasarkan jumlah populasi, GDP, konsumsi energi dan emisi gas CO2 yang dihasilkan, maka tren dari emisi dan implikasi untuk Indonesia dapat dilihat pada gambar 42, 43, 44 dan 45. (lampiran 11,12,13 dan 21) Analisis energi intensitas dan karbon intensitas akan dilakukan pada Bab.IV
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0,000 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
GDP/N (Juta/Penduduk)
Tren GDP/Penduduk Indonesia
Tahun
Gambar 42. Tren GDP/penduduk Indonesia
GDP/Pendudk
66 Tren Intensitas Emisi & CO2/ Kapita -Indonesia
19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00
Tahun
CO2/Kapita Intensitas Emisi
Gambar 43. Tren intensitas emisi gas CO2 & CO2 per kapita -Indonesia
Tren Intensitas Emisi CO2 Indonesia
1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20
19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
0,00
Tahun
Intensitas Emisi(Karbon) Intensitas Energi Fuel Mix
Gambar 44. Tren intensitas emisi gas CO2 -Indonesia
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
Intensitas Konsumsi (E/Kapita )
Tren Intensitas Konsumsi Indonesia (E/Kapita)
Tahun
Intensitas Konsumsi (BOE) Intensitas Konsumsi (TOE)
Gambar 45. Tren intensitas konsumsi energi Indonesia
67 3.5
Elastisitas Dan Kalibrasi Kalibrasi model adalah suatu proses dimana estimasi diperoleh melalui
parameter atau variabel model yang dibandingkan terhadap observasi dari model sebelumnya atau model yang dijadikan acuan dan prediksi dari model itu sendiri.
3.5.1 Perhitungan Elastisitas Sebagai informasi tambahan, maka dalam penelitian ini akan dilihat elastisitas harga bahan bakar terhadap konsumsi dan output nasional. Elastisitas yang akan dilihat adalah bagaimana respon dari konsumsi bensin dan minyak diesel terhadap perubahan harga . Analisis akan menggunakan model dari Pitafi,Basharat.30) ln TC = α + β1ln CP + β2 ln GDP + β3 ln LTC GC adalah konsumsi bensin (gasoline) per kapita; DC adalah konsumsi diesel per kapita; TC adalah GC+DC ; LTC adalah single lagged TC; CP adalah (DC*DP + GC*GP)/TC ; dimana GP adalah harga premium (gasoline) dan DP adalah harga minyak diesel dan GDP adalah real GDP per kapita. Perhitungan
dilakukan
dengan menggunakan data konsumsi minyak premium dan solar pada periode tahun 1990 – 2005. Harga premium dan solar digunakan harga tertinggi tanpa subsidi. Pada gambar 46 (lampiran 21) dapat dilihat tren elastisitas konsumsi BBF terhadap GDP untuk periode 1990 - 2020
Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP
Elastisitas
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50
19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
0,00
Tahun
Elastisitas GDP
Gambar 46. Elastisitas konsumsi energi terhadap GDP
30)
Hasil studi dapat dilihat paper Pitafi,Basharat . Elasticity of fuel Consumption in Pakistan : An Econometric Study. University of Hawai. Menyimpulkan bahwa kenaikan harga cenderung untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan peningkatan penggunaan kendaraan umum/public.
68 3.5.2 Kalibrasi Kalibrasi dalam model hanya akan dilakukan terhadap variabel total faktor produktifitas (A). Hal ini disebabkan karena kisar dari nilai faktor A yang didapat dari beberapa referensi sangat besar. Variabel A adalah variabel eksogen yang akan mempengaruhi nilai dari variabel yang lain. Dalam model ini nilai A yang akan dipakai dalam persamaan akan dicari melalui kalibrasi. Parameter lain didalam persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan kalibrasi karena diambil dari model DICE . Model DICE telah dikalibrasi terhadap tiga model climate yaitu Schneider-Thomson untuk feedback parameter, model Stouffer,Manabe dan Bryan untuk atmospheric-ocean model dan model atmospheric & six-layer ocean dari Schlesinger dan Jiang (lampiran 31). Parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 11. Nilai α1 atau coefficient inertia sebenarnya merupakan nilai T2xCO2 sebesar 2 dan dari model yang ada berkisar antara 1 dan 2 Tabel 11. Parameter model DICE Notasi
Deskripsi
λ = α2 α1 = 1/R1 1/τ12 = α4 α3= R2/τ12 A
3.6
Feedback parameter Parameter inersia dengan one and two-equation model Coefficient Coefficient Faktor produktivitas total
Nilai 1,41 0,02 0,002 0,44 0,5 - 3,1
Deskripsi Model Model DICE and FREE adalah model pada tingkat agregat (Aggregation
level ) yang bersifat top-down dimana model menjelaskan mengenai hubungan kuantitas-harga dan umpan balik terhadap kondisi ekonomi pada tingkat nasional maupun global. Model top-down pada umumnya berangkat dari persamaan fungsi produksi untuk setiap sektor ekonomi. Fokus dari pendekatan model adalah melihat hubungan dan interaksi antara pasar dan sektor ekonomi. Sedangkan model bottom-up melihat bagaimana suatu kebijakan penggunaan energi dengan menggunakan perubahan teknologi pada tingkat terinci seperti penggunaan studi
69 enjinering untuk mengurangi biaya energi. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan top-down karena bertitik tolak dari model DICE.
31)
Hubungan antar
sektor dari model dapat dilihat pada gambar 47.
Populasi
Energi
Populasi
Kebijakan
+ Harga energi
Walfare
Ekonomi
+
-
Konsumsi energi
Utiliti +
-
+ Kapital + - GDP +
Dampak kerusakan
Iklim
+
+
Emisi CO2 dari BBF
+
Emisi
Siklus Karbon Suhu -
Kerusakan Iklim
Pajak emisi CO2 +
+
+ Pemindahan Panas
CO2 di atmos + + Deep ocean
Gambar 47. Hubungan antar sektor dari model Persamaan model dari DICE akan dipakai dalam menentukan pajak emisi optimal melalui beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.. Dalam gambar 47 menunjukkan bahwa akumulasi kapital akan mendorong pertumbuhan ekonomi atau GDP, hal ini akan ditentukan oleh variabel eksogen yaitu pertumbuhan populasi dan produktivitas. Kegiatan ekonomi memerlukan energi yang akan
menimbulkan dampak terhadap timbulnya emisi gas CO2.
Meningkatnya emisi akan berkontribusi dalam kerusakan iklim global. Dampak akan dirasakan secara tidak langsung seperti meningkatnya permukaan laut dan 31) )
McFarland,J.R et.al (2004).Representing energy technology in top-down economic models using bottom-up information.Energy Economic 26. Menyatakan bahwa faktor paling kritis terhadap emisi sebagai akibat tindakan manusia untuk masa yang akan datang adalah laju (rate) dan besarnya perubahan teknologi terhadap pengurangan emisi. Ada dua pendekatan model untuk melihat interaksi antara energi, ekonomi dan system lingkungan dan teknologi yaitu top-down dan bottom –up.
85 adanya perubahan iklim yang akan berdampak pada sektor pertanian. Dampak kerusakan ini akan mengurangi pertumbuhan ekonomi karena adanya pengeluaran sektor pendapatan nasional yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam sektor energi akan terjadi peningkatan produksi energi sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi pada sektor ekonomi. Eksploitasi dan explorasi sumber daya energi akan mengakibatkan terjadinya deplesi sumberdaya energi yang akan meningkatkan harga energi. Pajak emisi gas CO2 akan mengakibatkan naiknya harga energi dan akan berintegrasi dengan laju eksploitasi dan explorasi sumber daya energi yang menyebabkan terjadinya deplesi sumberdaya energi dan akhirnya meningkatkan harga energi. Dalam model pajak karbon dapat dikenakan pada energi primer, energi sekunder ataupun pada energi akhir. Model DICE mengenakan pajak pada energi primer, hal ini disebabkan karena model menggunakan data makro yang bersifat global ataupun regional, bukan pada skala nasional. Dalam analisis ini pajak emisi gas CO2 akan dibebankan pada sisi produsen (supply) dan konsumen (demand) namun perhitungan dilakukan berdasarakan pada data dari energi primer dan sekunder, artinya akan dikenakan pada energi final dan demand. Hal ini dilakukan agar sisi supply dan demand mendapatkan insentif yang sama. Pajak optimal akan didapat berdasarkan biaya marjinal yang minimum dalam satuan unit rupiah per satuan unit berat emisi. Proses ini dapat dilihat pada bondari dari sistem energi pada gambar 48 dan gambar 49. Pajak
Suplai
Energi
Primer Konversi
Pengolahan
Secondary
Gasoline
Distribusi
Truk
Final
Gasoline
Pemakai akhir
Penggunaan Pelayanan
Kendaraan
Kinetik Penumpang-km
Demand
Gambar 48.
Bonderi sistem energi
Pem Listrik
Listrik Kabel
Listrik peralatan
Panas cahaya
71 Resources
Energi Primer
Energi Sekunder
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Industri
Fuel oil
Fuel oil
Transportasi
Minyak mental (Crude oil)
Minyak mentah light oil
Light oil
Residen (rumah tangga)
Gas
Gas
Gas
Gas
Energi Final
Pajak emisi gas CO2
Gambar 49.
Demand
Listrik
Pajak emisi gas CO2
Sistem referensi energi
3.6.1 Horizon Waktu Beberapa model dari ekonomi–climate change (Fiddaman,Thomas 1997) memiliki horison waktu yang sangat panjang 1960 – 2100, untuk keperluan optimasi ada yang membuat target sampai dengan tahun 2300. Model DICE dan FREE memiliki horison waktu sampai tahun 2100. Dalam penelitian ini horison waktu akan digunakan hanya selama 30 tahun kedepan atau mulai dari 1990 sampai 2019. Dengan tidak mengubah variabel dalam persamaan model, maka program dapat dilakukan untuk horizon waktu lebih dari 30 tahun dengan menggunakan program dari GAMS.
3.6.2 Kesejahteraan (Walfare) Pengukuran kesejahteraan masyarakat ( walfare) dihitung berdasarkan kumulatif utility yang di discount dengan menggunakan social discount rate ( Cummulative discounted utility), dalam hal ini utilitas diwakili oleh besarnya populasi dan discount factor untuk pure time preference. CDU =
∫e
(-ρ t)
L(t) U(t) dt
Dimana CDU adalah kumulatif utility yang di-discounted, ρ adalah rate of time preference, L adalah populasi dan U adalah utilitas yang diwakili oleh pendapatan
72 per kapita. Generasi yang memiliki jumlah populasi yang besar akan menerima nilai bobot perhitungan yang lebih besar untuk kesejahteraan. Jika nilai time preference adalah positip, maka utilitas untuk generasi yang akan datang akan menerima bobot perhitungan (diminishing weight) dari kesejahteraan kumulatif sesuai dengan periode waktu. Tujuan model adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan masyarakat yang dinyatakan dengan : T
W = ∑ U [ cj (t),L(t) ] R(t) t
t
Dimana R(t) adalah faktor discount (discount factor) : t ∏ [ 1 + ρ (v)
] -t
,
v =0
dimana ρ adalah rate dari preferensi social ( pure rate of social preference ). U[ c(t) = L(t) {log [c(t) ] }
3.6.3 Discount Rate and Pure Rate of Social Preference
Dalam analisis nilai discount yang akan dipakai adalah : d fg =
1 (1 + rfg )
dimana rfg = r adalah discount rate untuk generasi yang akan datang, yang dihitung berdasarkan
persamaan
r = ρ + μg.
ρ adalah pure rate of time
preference sebesar 2% untuk periode 0-30 tahun, μ adalah elasticity of marginal utility of consumption atau social aversion to inequality yaitu perubahan dalam kesejahteraan yang disebabkan oleh persentase dari perubahan konsumsi ( pendapatan). g adalah pertumbuhan konsumsi per kapita. Dalam analisa ini nilai μ diasumsikan 1 dan pertumbuhan konsumsi per kapita adalah antara 1,5 - 3 % . Jika discount rate untuk periode 30 tahun adalah sebesar 3,5%, maka faktor discount
untuk 30 tahun adalah
dfg =
1/(1,035)30 = 0,3562 artinya ada
kemungkinan akan terjadi keuntungan (gain) atau kerugian (loss) 30 tahun dari saat ini sebesar 35,62% dari nilai yang ada pada saat ini. Jika discount rate ditetapkan sebesar 0, maka dfg adalah 1, berarti setiap orang memiliki nilai sama “sekarang” dan “masa yang akan datang.” 32) Pure rate of social preference akan menentukan 32)
Dalam DICE -99 nilai r atau rfg diasumsi menurun sesuai dengan periode waktu. 3% dalam tahun 1995 dan menurun menjadi 2,3% pada tahun 2100 dan menjadi 1,8% pada tahun 2200.
73 besarnya discount rate, sedangkan besarnya discount rate sangat sensitif terhadap model. Pada table 12 dapat dilihat pengaruh dari social preference rate terhadap factor discount dan nilai yang akan datang. Tabel 12. Hubungan strp, dfg dan nilai yang akan datang ρ ( STPR) 0% 1% 1,5% 2% 3% 4,5%
μ 1 1 1 1 1 1
g 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
rfg=r 1,5% 2,5% 3,0% 3,5% 4,5% 6,0%
dfg 30 thn
Nilai Rp 100 untuk
Nilai Rp 100 untuk
pada saat ini
pada saat ini
Rp 64 Rp 48 Rp 41 Rp 36 Rp 27 Rp 17
Rp 22 Rp 8 Rp 5 Rp 3 Rp 1 Rp 0,3
dfg 100 thn periode 30 thn kedepan periode 100 thn kedepan
0,6397 0,4767 0,4119 0,3562 0,2670 0,1741
0,2256 0,0846 0,0520 0,0320 0,0122 0,0029
Model DICE menggunakan nilai ρ sebesar 0,1; 1,5 dan 3,0 sebagai default value dan pertumbuhan sebesar 3%. Pertumbuhan GDP dan GDP per kapita Indonesia menurut Bank Dunia seperti dalam table 13 Tabel 13. Nilai g untuk Indonesia Pertumbuhan rata-rata tahunan
1984 - 1994
GDP GDP per kapita
7,30% 5,50%
1994 - 2004 2,00% 0,70%
Discount rate yang disarankan oleh OXERA adalah seperti dalam table 14 33) Tabel 14. Discount rate yang disarankan Periode waktu (time horizon) 0 - 30 31 - 75 76 - 125 126 - 200 2001 - 300
Discount rate 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50%
Besarnya nilai discount rate yang akan dipakai dalam analisis seperti dalam table 15 dengan g sebesar 2% dan 0,7%.
33)
Untuk lebih rinci mengenai pengertian STRP, lihat OXERA( 17 th December 2002). A Social Time Preference Rate For Use in-Long Term Discounting.
74 Tabel 15. Discount rate yang akan dipakai dalam analisis Untuk g = 2% r = rfg 3,0% 4,0% 6.0%
ρ 1 2 4
Untuk g = 0,7% μ.(g) 1(2) 1(2) 1(2)
r = rfg 0,7 2,2 3,7
ρ 0 1,5 3
μ.(g) 1(0,7) 1(0,7) 1(0,7)
Dengan menggunakan persamaan r = ρ + μg. Maka besarnya r yang akan dipakai untuk tiga skenario dengan g=2% adalah 3%; 4,0% dan 6,0% dan untuk nilai g=0,7% nilai r adalah 0,7% ; 2,2 % dan 3,7% . Dalam hal ini r adalah social discount rate.
3.6.4 Populasi Populasi dalam model adalah variabel eksogen. Populasi dianggap sebagai stok yang bertumbuh sepanjang waktu. Pertumbuhan populasi dalam model DICE adalah perumbuhan populasi global. Nordhaus menggunakan asumsi pertumbuhan akan mengalami perlambatan dan mencapai stabilitas pada jumlah penduduk dunia sebesar 10,5 milyar pada abad ke 22. Pertumbuhan populasi dalam DICE dihitung berdasarkan persamaan: g pop (t) = g pop (t-1)(1- δpop) dan δ pop = 0,195 atau 20% per dekade Analisis akan menggunakan pertumbuhan populasi Indonesia antara 1,2 – 1,4 % per tahun untuk 30 tahun kedepan.
Dalam analisis nilai perlambatan (rate
declining ) untuk 30 tahun kedepan diasumsi sebesar 0,012 per dekade.
3.6.5 Perubahan Teknologi Johnatan Kohler.et al.(2006) menjelaskan bahwa ada dua alasan mengapa teknologi merupakan faktor penting dalam analisa perubahan iklim: (1) karena aplikasi teknologi telah menyebabkan kontribusi antropogenik terhadap perubahan iklim. Batubara dan minyak adalah bagian dari proses transformasi dari ekonomi dan sosial (2) perubahan masyarakat yang menggunakan karbon rendah memerlukan pengembangan yang menyeluruh dan perlu teknologi baru yang bersifat masal.34) 34)
Coe dan Helpman 1995 dalam Jonathan Kohler,at.al (2006) menemukan pengaruh yang besar dari hasil riset luar negeri terhadap TFP domestic untuk USA. Sedangkan Eaton dan Kortum (1994) menemukan bahwa separoh dari pertumbuhan produktivitas USA tergantung dari improvement technology dari luar Amerika.
75 Kemajuan teknologi secara keseluruhan berasal dari perubahan faktor produktifitas total (TFP) atau dengan notasi A. Efektivitas dari penggunaan energi ( David Popp, 2006) diukur dari kemampuan produktifitas dari tiga input energi yang mungkin: BBF, backstop technology dan pengetahuan terhadap efisiensi energi. Dalam model DICE teknologi merupakan variabel eksogen. Dalam model ENTICE ( Endogenous Technological Change), faktor teknologi merupakan variabel endogen yang berubah sebagai akibat dari perubahan riset. Dalam penelitian ini perubahan teknologi dianggap merupakan variabel eksogen yang diambil dari model DICE. Q(t) = Ω(t) A (t) K(t) γ L (t) 1- γ ....( dalam Rp/tahun ) Satu perbedaan yang mendasar dalam pendekatan yang dipakai oleh Nordhaus, Buananno, et al
adalah asumsi mengenai biaya kesempatan yang potensial
( potential opportunity costs ) dari riset, diamana Nordhaus ber-asumsi bahwa biaya yang dikeluarakan untuk riset dalam ekonomi berjumlah tetap.35) Q adalah output nasional atau GDP, Ω adalah dampak perubahan iklim, A adalah perubahan teknologi, K adalah kapital dan L adalah tenaga kerja. Variabel A tidak lain adalah merupakan total faktor produktivitas (TFP). Untuk Indonesia TFP dapat dilihat pada table 16. Sebenarnya TFP bertumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dengan nilai pertumbuhan pada periode t adalah gA (t) = gA (t-1)(1-δA), dimana δA adalah nilai penurunan (declining) dan nilai δA = 0,11 untuk setiap sepuluh tahun (per dekade). DICE menggunakan pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun untuk periode 19601989. Karena analisis hanya akan menggunakan periode waktu selama 30 tahun kedepan, maka nilai penurunan diasumsi adalah sebesar 0,1% per dekade. Artinya terjadi penurunan faktor produksi untuk periode 30 tahun kedepan sebesar 0,01 % per tahun.
35)
Lihat Popp, David ( 2003). Endogenous Technological Change in The DICE Model of Global Warming” Working paper 9762. National Bureau of Economic Research. Halaman 8.
76 Tabel 16. Estimasi pertumbuhan TFP Indonesia
Penulis Ikemoto ( 1986 )
World Bank ( 1993) Young ( 1994 ) Marti ( 1996 ) Collins dan Bosworth (1997)
Periode 1970-1980 1970-1975 1975-1980 1960-1989 1960-1990 1970-1985 1970-1985 1970-1990 1960-1994 1960-1973 1973-1994 1973-1984
Pertumbuhan Annual TPF (%) 2,4 3,1 1,8 1,6 1,2 ; -0,8 1,2 0,8 -0,5 0,8 1,1 0,7 0,5
% Pertumbuhan Output 31,5 39 24,3
-9,6 23,5 44 17,5 11,6
Sumber : Felipe,Jesus (1997). Total factor productivity growth in East Asia : A critical survey. EDRC report series No 65. dan Sigit,Hananto. Total factor productivity growth: Survey Report,Part II-National Report Indonesia. Diterbitkan oleh Asian Productivity Organization (2002)
Berdasarkan studi Ikemoto, untuk periode 1970-1980 persentasi pertumbuhan output Indonesia adalah sebesar 3,1% dan menurut Collins dan Bosworth untuk periode 1984-1994 pertumbuhan adalah sebesar 0,9%. Kontribusi (share) dari tenaga kerja nasional terhadap pendapatan nasional adalah 1-γ, dimana model DICE menggunakan nilai sebesar 0,75 untuk negara industri. γ adalah elastisitas output terhadap capital, dalam model DICE diasumsi konstan terhadap kapital dan tenaga kerja. Berdasarkan nilai A dari table 16, maka TFP bertumbuh sekitar positif 0.5 – 3,1 dan 0 – negative 0.5.
77 Karena kisar yang begitu besar dari nilai A, maka dalam model ini akan dilakukan proses kalibrasi agar pendapatan yang ditentukan dari persamaan Cobb-Douglass memiliki tingkat kesalahan yang tidak begitu besar.
3.6.6 Investasi dan Interest Rate Investasi adalah bagian penting dari pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makro ekonomi jangka panjang, investasi akan meningkatkan kapital stok dan setiap peningkatan kapital stok akan meningkatkan kemampuan produksi dari masyarakat dan pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Interest rate akan mengubah besarnya kapital dan akan dipengaruhi oleh depresiasi, dalam hal ini adalah sebesar 10%. Biaya untuk melakukan abatement akan mengurangi GDP sehingga diperlukan tambahan investasi untuk menuju keseimbangan. Masukan kapital akan mempengaruhi pendapatan (GDP) dan biaya capital ( r + δ ). Investasi terjadi pada rate yang sesuai untuk menggantikan depresiasi. K(t) = γ Q(t-1) / (r + δ) dan I(t) = K(t) – K(t-1) + δK(t-1) atau K(t) = (1-δk)K (t-1) + I (t-1). Dimana Q adalah output, K adalah kapital, I adalah investasi, δ adalah rate depresiasi, γ adalah elastis output terhadap kapital ( capital share) dan r adalah interest rate. Interest rate dalam loop gambar 50 adalah social discount rate for future generation (rfg) seperti yang diuraikan pada 3.6.3. Ada perbedaan antara market interest rate dengan social interest rate. Dalam model climate change tingkat interest rate yang akan dipakai tidak ditentukan berdasarkan market interest rate. Jika hal ini dilakukan, maka untuk Indonesia pada saat ini berkisar anatar 12- 15 %, dan akan berimplikasi pada kebijakan.yang akan diambil.
Pure time preference + + - Investasi
Interest rate +
Kapital
+
+
Output
Konsumsi growth rate +
-
+ Konsumsi
Gambar 50. Hubungan investasi dan interest rate
78
3.6.7 Emisi Gas CO2 Besar kecilnya laju pengurangan emisi (μ) akan mempengaruhi pendapatan nasional (GDP). Dalam model DICE hubungan tersebut digambarkan melalui persamaan :
E(t) = [ 1 – μ(t) ] σ(t) Q(t) σ(t)= (1+gσ) σ(t-1)
Rasio emisi terhadap output adalah pertumbuhan dari rasio emisi terhadap output gσ(t) = gσ(t-1)(1-δσ) Dalam analisa model gσ(1990) adalah - 0,1168 per dekade yang diambil dari angka model DICE 1993. Parameter μ dalam model akan dijadikan sebagai variabel kebijakan. Tren emisi per unit dari output nasional direflesikan dengan (σ). Dalam perhitungan analisa disebut intensitas emisi (intensitas karbon) dari CO2 (yaitu rasio CO2 terhadap GDP). Besarnya nilai intensitas tergantung dari intensitas energi (Energi/GDP) dan fuel mix (CO2/Energi). Intensitas emisi tersebut didapat dari rumus CO2/GDP =
Energi/GDP x CO2/Energi Inte nsitas Emisi - Indone sia
Intensitas Emisi
0,50 0,40 0,30 0,20 0,10
Tahun
20 20
20 17
20 14
20 11
20 08
20 05
20 02
19 99
19 96
19 93
19 90
0,00
CO2/GDP
Gambar 51. Intensitas emisi Indonesia
3.6.8 Dampak Kerusakan Menentukan besarnya tingkat kerusakan yang disebabkan oleh perubahan iklim masih menjadi bahan perdebatan dan spekulasi diantara modeller ( Kevin Rober Gurney 2003). Masalah yang timbul adalah sulitnya menempatkan nilai moneter (Monetary Value) pada dampak berdasarkan nilai pasar dan ketidakpastian mengenai aspek dari kondisi alam dalam merespon perubahan iklim. William D Nordhaus(1992), membuat estimasi kerusakan ekonomi untuk Amerika Serikat pada tahun 1992 sebagai akibat meningkatkan suhu global sebesar 3oC adalah sebesar 0,25% dari pendapatan nasional ( USD 15 milyar atau setara dengan
79 Rp 25,5 triliun ). Karena ada beberapa area yang tidak termasuk dalam studi dari Nordhaus, maka dilakukan penyesuaian sebesar 1% dari total pendapatan. Cline, 1992 mengestimasi besarnya kerusakan untuk Amerika Serikat sebesar 1,3% dari total pendapatan nasional. William R.Cline (World Bank) mengetimasi kerusakan akibat ΔT 2.5oC adalah sebesar 0,25% GDP untuk negara maju dan 0.50% GDP untuk negara miskin. Persen kerusakan hanya dihitung untuk ”market damage”. Sedangkan untuk non market damage adalah 2% GDP untuk negara maju dan 1% GDP untuk negara miskin. Hubungan antara kenaikan suhu dan hilangnya pendapatan akibat perubahan iklim dalam model DICE ditentukan melalui persamaan : d(t) = 0,0133 [ ∆T(t)/3 ] 2 d(t) = 0,0133/9 T(t)2. Q(t), sehingga :d(t)/(Qt) = 0,00144 T(t)2
36)
dimana d(t) adalah fractional loss terhadap output dan ∆T adalah kenaikan dalam rata-rata suhu global. Jika dibandingkan dengan estimasi kerusakan yang dilakukan oleh IPCC untuk skenario meningkatnya 2xCO2 adalah sebagai berikut : Tabel 17. Persen kerusakan terhadap GDP
Peneliti Cline Fankhauser Nordhaus Titus Tol
Suhu (o C) 2,5 2,5 3 4 2,5
Kerusakan (% GDP) 1,1 1,3 1 2,5 1,5
Sumber : Tim Roughgarden dan Stephen H.Scheider (1999) diterbitkan oleh Elsevier. Energy policy 27. „Climate change policy: quantifying uncertainteis for damages and optimal carbon taxes“
36)
Roughgarden dan Schneider (1999) berdasarkan studi dari empat model (Titus,Cline,Frankhauser dan Tol ) membuat modifikasi persamaan untuk total damage untuk 2xCO2 : Dt = a[ ∆Tt/w ] 2, Dt adalah fungsi kerusakan dalam satuan moneter sebagai fraksi GDP GLobal, a adalah fraksi dari GDP yang hilang, ∆T adalah perubahan suhu permukaan bumi.
80 Dengan kenaikan suhu rata-rata global sebesar 3oC, model DICE (1992) memperkirakan persen kerusakan akibat perubahan iklim adalah sebesar 1,33% GDP dan untuk negara OECD sebesar 1,4% terhadap GDP dan 1,5% terhadap GDP untuk negara–negara yang tidak termasuk kedalam Negara OECD. Fungsi kerusakan ( damage function) menurut Frank Ackerman dan Ian Finlayson (October,2005) adalah :
D = - 0,0045 T + 0,0035 T2
dimana D adalah kerusakan global akibat adanya pemanasan global berdasarkan nilai moneter 1995 dan
T adalah suhu rata-rata dalam derajat Celcius 1990.
Menurut Ackerman dan Ian Finlayson pada saat ini nilai T sudah berada pada 0,4 derajat Celcius (pada tahun 1995). Fungsi linier negatip berarti kerusakan dapat menjadi negative, apabila T berkisar antara 0 dan 1,3 derajat Celcius. Dengan menghilangkan spekulasi terhadap koefisien dari – 0,0045 dan diganti dengan 0 maka fungsi kerusakan menjadi :
D = 0,0035 T2
ada implikasi kerusakan
memiliki hubungan positip dan meningkat secara proposional terhadap T. Dalam penelitian ini persamaan kerusakan yang akan digunakan dalam model adalah : D = 0,0035 T2.
37)
3.6.9 Faktor Pengurang Dalam model DICE adanya perubahan iklim akan berdampak pada berkurangnya output nasional (GDP). Besarnya pengurangan tersebut tergantung dari asumsi faktor pengurang (fractional reduction) yang pada dasarnya adalah tergantung pada besarnya biaya untuk melakukan pengurangan emisi dan biaya yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan iklim tersebut ( Ω ). Nilai Ω dalam model DICE 1992 didapat sebagai berikut : = (1 – Biaya pengurangan emisi) / (1 + Biaya kerusakan akibat iklim) Dimana besarnya pengurangan emisi ditentukan oleh besarnya laju pengurangan emisi (μ). Ω = (1-0,0686μ(t) 2,887 )/(1+ D(t) ) Ω = 1- TC(t)-D(t) 37)
Dengan menggunakan fungsi kerusakan D= 0,0035T2 dengan T diasumsi sebesar 2,5o C, maka kerusakan yang terjadi adalah sebesar 0,9 atau sekitar1% GDP. Dengan T yang sama, maka persamaan DICE akan menghasilkan kerusakan dengan jumlah yang sama dengan model yang dibuat oleh Frank Ackerman dan Ian Finlayson.
81 Dalam model DICE/RICE -99, nilai Ω didapat berdasarkan persamaan : Ω = 1/[ 1 + D(t)] dimana D(t) = θ1 T(t) + θ2 T(t)2 Dalam penelitian ini besar nilai D ditentukan dari persamaan D = 0,0035 T2. Biaya total (TC) untuk mengurangi emisi gas CO2 merupakan fraksi dari GDP yang dinyatakan sebagai :
b1 μ(t)
b2
atau 0,0686μ(t)2,887
, dimana D adalah
kerusakan yang disebabkan oleh pemanasan global dalam satuan mata uang . Pada tahun 1995 suhu rata-rata berkisar sekitar 0,6oC. Jika asumsi 30 tahun kedepan suhu permukaan naik sebesar 2oC , maka fraksi kerusakan akan menjadi sebesar 0,014, artinya terjadi pengurangan output sebesar 1,4% akibat perubahan suhu sebesar 2oC. Jika 30 tahun kedepan (Tahun 2020) nilai kenaikan suhu permukaan bumi diperkirakan sebesar 2,5oC, maka besarnya nilai fraksi dari kerusakan terhadap GDP adalah sebesar 2,1% dari GDP. Nilai
: b1 μ(t) b2
sebenarnya adalah biaya untuk mengurangi emisi (abatement
cost ) yang besarnya adalah : cost(t) = b1 μ(t) b2 * GDP(t), μ(t) Є[ 0,1].
3.6.10 Siklus Karbon (Konsentrasi Emisi CO2) Model DICE
memiliki asumsi bahwa akumulasi emisi gas CO2 dan
transportasinya digambarkan sebagai suatu sistem. Menurut Cedric Bertrand dan Jean Pascal (1999) hubungan sistem tersebut dapat dilihat dalam persamaan : Ca(t) = 590 + β.E(t-1)+(1-γm).(Ca(t-1)-590)) M(t) = 590 + βE (t-1) + (1-δm)[M(t-1) -590] 38) Dimana Ca adalah konsentrasi emisi gas CO2 di atmosfir pada periode t, nilai β adalah 0,64 yang merupakan marginal atmosphere retention ratio dari gas rumah kaca, E adalah emisi CO2 dalam periode t , γm adalah laju transfer dari atmosfir ke dalam
lautan (deep ocean) yang nilainya sebesar 0,0833 per dekade simbol ini
sama dengan δm dan 590 adalah konsentrasi atmosfir pre-industrial dalam GtC. Dalam DICE (1992) persamaan tersebut dinyatakan sebagai : 38)
Klaus Keller et.al Dalam ”Preserving the Ocean Circulation:Implications for Climate Policy” menjelaskan bahwa rumus tersebut didapat karena portion dari δm yang ada diatmosfir akan mengalami penumpukan melebihi preindustri stok 590 Gt dan dan kemudian CO2 ditransfer ke lautan dalam. Sebagai akibatnya stok diatmosfir akan mengalami perubahan .
82 M(t) = βE(t) + (1-δm)M(t-1) M(t) -0,9167M(t-1) = 0,64E(t) Dimana M adalah konsentrasi gas CO2 di atmosfir dalam milyar ton karbon. Dalam penelitian ini persamaan siklus karbon akan dinyatakan sebagai : M(t) = β [EIND(t) + E ROW ] + (1-δm)M(t-1) Dimana EROW adalah emisi rest of the world dan E
IND.
adalah emisi Indonesia.
Total konsentrasi emisi gas CO2 menurut DICE 1998 berdasarkan base line 1990 adalah sebesar 787 billion ton karbon (EROW dan EIND).
3.6.11 Perubahan Iklim Hubungan antara emisi gas rumah kaca, dalam hal ini adalah emisi gas CO2 dan perubahan iklim dalam model DICE digambarkan sebagai hubungan tiga (3) lapis yaitu atmosfir, campuran lapisan pada lautan dan lapisan didalam lautan. Konsentrasi dari emisi gas CO2 akan memanaskan lapisan atmosfir yang kemudian memanaskan lapisan lautan dan pada akhirnya akan masuk kedalam lautan. T1(t)=T1(t-1) + (1/R1 { F(t) – λT1(t-1) – (R2/ τ12) [T1(t-1) –T2(t-1)] } T2(t)=T2(t-1) + (1/R2) {(R2 /τ12) [T1(t-1) –T2(t-1)] } T2(t)=T2(t-1) + (1/τ12) [T1(t-1) –T2(t-1)] } Ti(t) adalah suhu pada lapisan atmosfir pada periode t (relatif terhadap periode preindustrial ) dimana 1 adalah suhu pada atmosfir dan diatas lautan dan i=2 adalah suhu didalam lautan. T2 adalah suhu didalam lautan relative terhadap periode dasar, Ri adalah thermal capacity dari lapisan yang berbeda dalam hal ini R1 adalah thermal capacity diatas lautan ( upper ocean) dan R2 adalah thermal capacity didalam lautan (deep ocean), feed back parameter dalam model adalah λ. Radiative forcing (F) adalah meningkatnya suhu pada permukaan bumi dalam Watt per meter persegi (W/m2). Parameter τ12 adalah koefisien pemindahan ( transfer coefficient ) yang merujuk pada kecepatan air memindahkan panas dari permukaan laut kedalam lautan. Dalam model DICE τ12 digunakan sebesar 500 tahun, 1/τ12 atau α4 yang besarnya adalah 0,002. R2 adalah sebesar 223,7 Watt-year dan R2/τ12 adalah sebesar 0,44 Watt/oC-cm2 dalam DICE 99 R2 dinyatakan sebagai α3 yang besarnya adalah 0,44. 1/R1 atau α1adalah koefisien inersia yang nilainya sebesar
83 0,226 oC-m2/Watt-year . Feed back parameter λ atau α2 dalam DICE 99 nilainya sebesar 1,41 adalah merupakan
sensitivitas iklim. α1 adalah parameter yang
merefleksikan thermal capacity dari lapisan atmosfir dan lapisan diatas lautan. Persamaan perubahan iklim tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : T1(t)=T1(t-1) + α1 { F(t) – α2 T1(t-1) – α3 [T1(t-1) –T2(t-1)] } T2(t)=T2(t-1) + α4 [T1(t-1) –T2(t-1)]
3.6.12 Radiative Forcing Pada perubahan iklim, faktor radiative forcing akan mempengaruhi besarnya suhu permukaan bumi. Radiative forcing adalah suatu proses yang mengubah sistem keseimbangan energi dari bumi dan atmosfir. Hal ini karena meningkatnya gas rumah kaca diatmosfir yang akan mengurangi kemampuan bumi untuk melepaskan energi ke atmosfir. Difinisi menurut IPCC adalah sebagai berikut: “The radiative forcing of the surface-troposphere system due to the perturbation in or the introduction of an agent (say, a change in greenhouse gas concentrations) is the change in net (down minus up) irradiance (solar plus long-wave; in Wm-2) at the tropopause AFTER allowing for stratospheric temperatures to readjust to radiative equilibrium, but with surface and tropospheric temperatures and state held fixed at the unperturbed values “ Menurut Global Climate Change Student Guide (www.ace.mmu.ac.uk ) chapter 2, perubahan suhu global (∆T) diperkirakan proporsional terhadap perubahan radiative forcing ( ∆Q) dengan formula ∆Q =λ ∆T , dimana λ adalah sensitivitas iklim ( climate sensitivity). Persamaan perubahan iklim dari model DICE ditentukan oleh faktor radiative forcing (F) melalui persamaan. F(t) = 4.1 log[M(t)/590] / log (2)
84 F(t) = 4.1 ln[M(t)/590] / ln (2) + O(t) 39) Faktor 4.1 menurut Klaus Keller.et.al (2003) adalah perubahan dalam radiative forcing yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi emisi gas CO2 sebesar dua kali dan M adalah stok emisi gas CO2 diatmosfir sebagai akibat adanya tambahan emisi CO2. Sedangkan O adalah perubahan radiative forcing yang disebabkan oleh GHG selain dari emisi CO2 seperti metan atau CFC
3.6.13 Pajak Emisi Gas CO2 Dalam model DICE -1992, pajak emisi gas CO2 tidak secara spesifik dimasukkan kedalam persamaan. Dalam model DICE -1999 variabel pajak dibuat secara jelas, sehingga hubungan pajak dan output nasional atau GDP
adalah
sebagai berikut : Q(t) + τ(t) [ П(t) – E(t)] = C(t) + I (t) τ adalah harga permit/emisi, П adalah jumlah permit/emisi yang diizinkan, dan E adalah jumlah emisi yang terjadi. Dalam penelitian ini, persamaan tersebut akan dimodifikasi sebagai berikut : τ = τc + τe , dimana τc adalah pajak karbon/emisi dan τe adalah pajak energi. Dalam kontek nasional pajak energi tidak dimasukkan kedalam perhitungan karena pajak energi dianggap sebagai penerimaan pemerintah yang bukan bertujuan untuk mengurangi emisi.
Pajak energi pada umumnya dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan negara melalui kebijakan fiskal. Penjelasan perbedaan kedua pajak ini seperti dijelaskan pada bagian 2.2 Karena τe tidak diterapkan maka pajak emisi
τ = τc
τc = τ(t) [ E ] = τ(t) [ EIND + EROW ] Q(t) + τ(t) [ EIND + EROW ] = C(t) + I (t) Q(t) + τ(t) [ П + E ] = C(t) + I (t) EIND adalah jumlah emisi gas CO2 Indonesia dan EROW adalah jumlah emisi rest of the world.
Jika П(t) = E(t) maka tidak ada kebijakan yang dibuat untuk
mengurangi emisi, artinya reduction rate (μ) adalah nol. Hal ini karena П adalah emisi dari industri yang diizinkan dan E adalah emisi yang disebabkan oleh 39)
Klaus Keller et.al Dalam ”Preserving the Ocean Circulation:Implications for Climate Policy” menjelaskan bahwa CO2 yang ada diatmosfir akan bertindak sebagai GHG yang menyebabkan perubahan nilai F dalam radiative forcing dari level preindustrial.
85 industri. Melalui persamaan keseimbangan ekonomi, besarnya pendapatan yang dihasilkan melalui pajak emisi akan menentukan besarnya perubahan terhadap pendapatan nasional (GDP) jika konsumsi dan investasi dipertahankan tetap. Dalam hal П(t) = E(t) atau business –as-usual (BAU) emisi tidak memerlukan biaya karena kerusakan tidak diperhitungkan sebagai biaya yang harus ditanggung. Pada persamaan diatas, besarnya pajak diperlakukan sama, baik terhadap produsen maupun konsumen. Artinya kita hanya memilih apakah pajak akan dikenakan langsung kepada pihak konsumen atau akan dikenakan langsung kepada pihak produsen. Dalam model DICE dan RICE ataupun dalam model economyclimate lainnya, pajak dikenakan pada energi primer. Hal ini menyebabkan harga pada energi akhir secara otomatis akan naik minimal sebesar pajak yang dikenakan pada energi primer (upstream). Pada dasarnya besar dan kecilnya jumlah emisi CO2 yang dikeluarkan melalui pembakaran BBF tergantung dari kadar karbon yang ada didalam BBF tersebut dan faktor efisiensi pembakaran dari BBF. Kadar karbon tergantung pada produsen BBF sedangkan efisiensi tergantung pada teknologi penggunaan BBF. Sebaiknya pajak emisi dikenakan secara proporsional agar insentif ekonomi dari kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan dari pajak emisi tersebut. Jika besarnya pajak yang dikenakan pada energi akhir sebesar p1 , maka besarnya pajak yang dikenakan pada konsumen sebesar (1- p1). Besarnya pajak yang dikenakan kepada konsumen disebabkan karena adanya preferensi konsumen terhadap peralatan yang dipilih. Makin efisien peralatan yang dipilih makin kecil pajak yang harus dibayar oleh konsumen. Preferensi konsumen ini akan memberikan insentif kepada pihak produsen peralatan untuk melakukan perubahan teknologi, dilain pihak besarnya pajak yang dikenakan kepada produsen energi akhir akan mendorong pihak produsen BBF melakukan perubahan teknologi dan mencari energi substitusi. Persamaan keseimbangan pajak tersebut menjadi : τc = p1 τ*EIND + (1-p1) τ*EIND Q(t) + p1 τ [ EINDA – EINDI ] + (1-p1) τ[[ EINDA – EINDI ] = C(t) + I (t)
85 Jika p1 ditentukan sebesar 1, artinya pajak konsumen sama dengan pajak produsen, maka Q(t) + τ[ EINDA– EINDI ] = C(t) + I (t) EINDI adalah emisi Indonesia yang dizinkan/diinginkan dan EINDA adalah emisi industri (emisi industri Indonesia aktual). Proporsi pajak tersebut dapat dilakukan setelah mengetahui besarnya pajak emisi untuk Indonesia.
3.7
Persamaan Model
(1)
Fungsi social welfare : T
DICE : W = ∑ U [ c (t),L(t) ] R(t) t
t
Dimana R(t) adalah faktor discount (discount factor)
∏ [ 1 + ρ (v) ] -t v =0
dimana ρ adalah pure rate of social preference). Persamaan utilitas adalah : U[c(t)] = L(t) {[c(t)] 1-α }/(1-α) dimana α adalah rate of inequality aversion dan dari model DICE fungsi utilitas adalah : U[c(t)] = L(t) { log[c(t)]} (2)
Fungsi produksi : DICE : Q(t) = Ω(t) { A (t) K (t) γ L (t) 1-γ gA(t) A(t) = gA(t-1)(1-dA) , gA (1990) = 0,1 % per dekade dan δA = 0,10 per dekade. gA(t) = gA(0) exp (-δAt)
(3)
Fungsi output DICE : Q(t) = C(t) + I (t)
(4)
Fungsi income per capita DICE : c(t) = C(t) /L(t)
(5)
Fungsi keseimbangan capital stock DICE : K(t) = (1-δk)K (t-1) + I (t-1)
(6)
δk sebesar 0,10 per tahun
Fungsi pertumbuhan populasi : DICE : g pop (t) = g pop (1-t)(1-δpop) , δpop = 1,2% per dekade g pop = 1,2% per tahun untuk tigapuluh tahun kedepan. gpop(t) = g pop(0)exp (-δpopt) (7) Fungsi pengurang sebagai dampak emisi. Dalam penelitian ini
85 DICE 1992: Ω = (1-b1μ(t)b2)/[ 1+D(t) ] = (1-b1μ(t)b2)/[ 1+0.013[T(t)/3]2 ] Dalam penelitian ini: Ω = (1-b1μ(t)b2)/[ 1+D(t) ] = (1-b1μ(t)b2)/[ 1+ 0.0035 T2 ] (8)
Fungsi pajak emisi DICE : Q(t) + τ(t) [ П(t) – E(t)] = C(t) + I (t) Dalam penelitian ini : Q(t) + τ(t) [ П(t) – (EIND(t)+ EROW(t))] = C(t) + I (t)
(9)
Fungsi biaya total pengurangan emisi adalah sebagai fraksi dari GDP DICE : TC = 0,0686μ(t) 2,887
(10)
Fungsi kerusakan akibat kenaikan suhu DICE : 0,00144T(t)2 Dalam penelitian ini : D(t) = 0,0035 T2
(11)
Fungsi emisi Menggunakan DICE : E(t) = [ 1 – μ(t) ] σ(t) Q(t) Dimana rasio emisi per unit terhadap output (σ) akan menggunakan tahun dasar 1990. σ adalah intensitas emisi atau CO2/GDP. gσ(t) = ( 1+ gσ)σ(t-1)
(12)
Fungsi siklus karbon (Konsentrasi emisi CO2) DICE : M(t) = βE(t) + (1-δm)M(t-1) Dalam penelitian ini : M(t) = β [ EIND(t) + E ROW (t) ] + (1-δ m)M(t-1) E ROW adalah emisi rest of world dan EIND adalah emisi Indonesia
(13)
Fungsi perubahan iklim DICE : T1(t)=T1(t-1) + α1 { F(t) – α2 T1(t-1) – α3 [T1(t-1) –T2(t-1)] } T2(t)=T2(t-1) + α4 [T1(t-1) –T2(t-1)]
(14)
Fungsi radiative forcing DICE : F(t) = 4.1 log[M(t)/590] / log (2) + O(t)
3.8
Variabel Dan Parameter Dalam Model Penelitian
Dalam model terdapat varibael eksogen, endogen, parameter dan variabel kebijakan. Variabel kebijakan adalah variabel yang dapat diubah sesuai dengan tingkat emisi yang dikehendaki dan dampak yang timbul sebagai akibat dari kebijakan tersebut.
85 Variabel Keterangan
(Unit)
eksogen L(t)
populasi
(juta)
A(t)
TFP (total factor produktivitas)
(dalam suatu nilai tertentu)
g pop(t)
pertumbuhan populasi
(dalam suatu nilai tertentu)
p1 (t)
proporsi emisi produsen
( dalam bilangan fraksi )
T (t)
perubahan suhu permukaan bumi
( dalam oC dimulai-1900)
T1(t)
suhu atmosfir ( diatas lautan )
(dalam oC dimulai-1900)
T2(t)
suhu didalam lautan
(dalam oC dimulai-1900)
Variabel Keterangan
(Unit)
endogen C(t)
konsumsi total
(juta)
c(t)
konsumsi per kapita
Q(t)
output atau GDP
(dalam triliun Rp - dasar1990)
Ω(t)
faktor pengurang
( dalam nilai tertentu )
K(t)
kapital stok
D(t)
kerusakan akibat perubahan iklim
E(t)
total emisi gas CO2
( dalam juta ton CO2 /tahun)
EIND(t)
jumlah emisi Indonesia
( dalam juta ton CO2/tahun)
EROW(t)
jumlah emisi rest of the world
( dalam juta ton CO2/tahun)
δk(t)
laju depresiasi kapital
F(t)
radiative forcing
(dalam W/m2)
O(t)
exogenous anthropogenic
(dalam W/m2)
(dalam rupiah (Rp) per orang)
Parameter Keterangan
( dalam triliun Rp) ( dalam bilangan fraksi)
( dalam bilangan fraksi)
(Unit)
ρ
Pure rate of social preference
( rate per tahun)
σ
rasio emisi terhadap output
(dalam nilai tertentu)
γ
elastisitas output terhadap capital
(dalam nilai tertentu )
b1
koefisien control rate abatement cost
(dalam nilai tertentu )
b2
eksponen dari control rate abatement cost
(dalam nilai tertentu)
89 β
marginal atmospheric retention rasio dari GHG
(dalam nilai tertentu)
α
rate of inequality aversion
τ12
kecepatan memindahkan panas dari permukaan ke dalam lautan
δk
nilai penyusutan dari capital stock
R1
thermal capacity of the upper layer
(dalam W-tahun/oC-m2)
R2
thermal capacity of deep ocean
(dalam W-tahun/oC-m2)
δm
rate of transfer emisi CO2 dari lapisan atas ke bawah lautan
λ
feed back parameter in climate change model ( sama dengan α2 )
α1
adalah koefidien inersia
( dalam nilai tertentu) (dalam nilai tertentu)
atau inverse of thermal capacity of
atmospheric layer and the upper ocean α3
adalah rasio antara thermal capacity deep ocean terhadap transfer rate from upper to lower reservoir
α4
adalah koefisien transfer dari upper to lower reservoir ( dalam nilai tertentu)
Variabel
Keterangan
(Unit)
Kebijakan μ(t)
control rate emisi
( dalam nilai tertentu)
Nilai Awal (Initial Value)
Initial Value dari parameter dalam analisis model adalah sebagai berikut : γ = 0,30 ρ = 3% per tahun atau 0,03 per tahun b1 = 0,0686 ; b2 = 2,877 σ (1990) world = 0,519 dalam milyar ton CO2 ekivalen per triliun USD δσ = 0,1168 per dekade ; δA = 0,1 per dekade gA = 0,001 per dekade σ (1990) IND = 0,32 ton CO2 per triliun rupiah (1993 prices) g pop (1990) = 1,2% atau 0,012 per tahun untuk 30 tahun δpop = 0,012 per dekade ; δk (1990) = 0,1 per tahun δm world = 0,0833 per dekade β world = 0,64
90
α2 = λ world = 1,41 oC /W-m2 K (1990) = 59,758 triliun Rupiah (1983 prices) Q (1990) = 263,262 triliun rupiah (1993 prices) T1 (1990) world = 0,2 oC ; T2
(1990) world =
0,1 oC
p1 (1990) = 1 α1 = 1/R1 world = 0,226 oC-m2/Watt--tahun α3 = R2/τ12
world =
0,44 Watt/ oC-m2
α4 = 1/τ12 = 1/500 = 0,002 L(1990) = 179,4 juta penduduk M(1990) = 787 billion ton CO2 ekivalen, berat karbon