25
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Remis (Corbicula javanica) Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut (Manurung 2009). Perhitungan rendemen (Lampiran 3) remis didapatkan dengan cara membandingkan antara berat masingmasing bagian tubuh remis dengan berat awal remis. Nilai rendemen kerang remis (Corbicula javanica) dapat dilihat pada Gambar 3.
Daging, 17,65%
Jeroan, 21,61%
Cangkang, 60,74%
Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar Hasil penelitian menunjukkan bahwa remis memiliki nilai rendemen cangkang sebesar 60,74 %, rendemen daging sebesar 17,65 % dan rendemen jeroan sebesar 21,61 %. Remis (Corbicula javanica) memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang karena seluruh tubuhnya di tutupi cangkang. Cangkang dari remis (Corbicula javanica) mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO3 yang keberadaannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang mengandung hampir 90 % CaCO3 dan terletak vertikal
serta
lapisan
periostracum
yang
terdiri
dari
zat
tanduk
(Suwignyo et al. 2005). Menurut Metusalach (2007), massa dan komposisi daging dari suatu organisme perairan bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor intrinsik antara lain umur, ukuran, jenis kelamin,
26
kematangan gonad, kebiasaan makan, dan faktor biologis lainnya. ekstrinsik
antara
lain
habitat,
musim,
suhu
perairan,
fase
Faktor bulan
(berpengaruh terhadap pasang surut), jenis makanan yang tersedia, dan faktor lingkungan lainnya. Proses pengolahan seperti pengukusan, perebusan dan rebus garam dapat mengakibatkan penyusutan berat pada remis segar utuh, contoh perhitungan persentase nilai penyusutan berat pada remis akibat pengolahan disajikan pada Lampiran 4. Remis yang telah diolah mengalami penyusutan bobot total sebesar 62,20% akibat pengukusan, 53,60% akibat perebusan dan 66,05% akibat perebusan garam. Penyusutan berat terjadi karena selama proses pengukusan, perebusan dan perebusan garam, air yang terkandung di dalam daging keluar dan sebagian menguap karena panas. Pengolahan bahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut, semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan bahan pangan, salah satu diantaranya mineral yang ikut terlarut bersama dengan air (Winarno 2008). Menurut penelitian Ikedai et al. (2003) terjadi penurunan tujuh mineral penting dan protein pada mie, setelah proses perebusan. Mineral yang dianalisis pada mie adalah seng, tembaga, mangan, kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Sekitar 20 sampai 40 % dari kandungan mineral dan protein pada mie ditemukan dalam air perebusan. 4.2 Hasil Uji Organoleptik Rasa merupakan parameter ke-2 yang mempengaruhi penilaian suatu produk setelah penampilan produk itu sendiri. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di bawah 20 ºC atau di atas 30 ºC (Winarno 1997). Penilaian uji organoleptik pada remis dengan penambahan garam 0,5 %, 1 %, 1,5 % dan 2 % dilakukan oleh 30 orang panelis. Histogram nilai rata-rata parameter rasa remis pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam dapat dilihat pada Gambar 4.
Rata-rata uji hedonik rasa
27
6 5 4 3 2 1 0
5,47 B
5.47
4,37 A
4.37
4,40 A
0,5%
1,0%
4,73 A
4.73
4.4
1,5%
2,0%
Konsentrasi garam Gambar 4 Histogram nilai rata-rata parameter rasa remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil uji hedonik (Lampiran 2) dengan menggunakan uji Kruska-Wallis, menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap rasa remis pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam memberikan pengaruh
nyata.
Hasil uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 2) menunjukkan penambahan konsentrasi garam 1,5 % pada perlakuan perebusan garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa remis.
Nilai mutu rata-rata uji organoleptik
rasa remis yang tertinggi juga dicapai oleh perebusan dengan penambahan garam 1,5 % yaitu 5,47 (cukup suka), sehingga terpilih sebagai konsentrasi garam terbaik pada perlakuan perebusan garam. 4.3 Komposisi Kimia Remis (Corbicula javanica) Komposisi kimia yang terkandung dalam bahan makanan menunjukan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Hasil analisis komposisi kimia yang terdiri atas kadar air, abu, protein dan lemak dalam persentase basis basah disajikan pada (Lampiran 5).
Komposisi kimia remis segar dan setelah
pengolahan dapat dilihat pada Tabel 7.
28
Tabel 7 Komposisi kimia daging remis (Corbicula javanica) Nilai (%) Parameter
Segar bk
Kadar air
Kukus bb
-
85,38
bk
Rebus bb
-
80,90
bk -
Rebus garam bb
81,05
bk -
bb 78,17
Kadar protein
67,34
9,86
39,51
7,55
42,27
7,55
31,31
6,.81
Kadar abu Kadar lemak
5,83 4,99
0,85 0,73
4,14 3,09
0,79 0,59
4,17 2,83
0,79 0,54
8,68 1,98
1,90 0,43
Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap komposisi kimi remis segar, kukus, rebus dan rebus garam, maka dilakukan analisis ragam, namun sebelumnya dilakukan dilakukan uji kenormalan galat. Uji kenormalan galat dilakukan dengan menggunakan uji kolmogrof simirnov (Lampiran 6), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. a.
Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena
air dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80 % (Winarno 2008). Persentase kadar air basis basah remis dapat dilihat pada Gambar 5. 86
85,38 B
% kadar air (bb)
84
82
80,90 A
81,05 A
80
78,17 A
78 76 74 segar
kukus
rebus
rebus garam
metode pengolahan Gambar 5 Histogram kadar air basis basah remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
29
Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa metode pengolahan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
kadar
air
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa metode pengolahan kukus, rebus, dan rebus garam memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar air remis segar. Hal ini diduga karena saat proses pengukusan, perebusan dan perebusan garam, air yang ada di dalam remis keluar yang kemudian tertampung di dalam wadah pemasakan dan sebagian menguap karena panas. Proses pengolahan menyebabkan air yang tertinggal dalam bahan menjadi lebih sedikit dari pada sebelum diolah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moris et al. (2004), transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan.
Hal ini menurunkan
kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein dan lemak pada makanan. b.
Protein Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan
baru yang selalu terjadi di dalam jaringan tubuh. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno 2008). Persentase kadar protein remis basis
% kadar protein (bk)
kering dapat dilihat pada Gambar 6.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
67,34 C
39,51B
42,27 B 31.31 A
Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode pengolahan Gambar 6 Histogram kadar protein basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
30
Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara kukus, rebus, dan rebus garam memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein remis segar. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi pada saat proses pengolahan yang mengakibatkan protein terdenaturasi. Menurut Georgiev et al. (2008) protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan. Penggunaan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin memadat, sejalan dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana, hal ini merupakan proses yang umum terjadi akibat pengaruh suhu selama proses pengolahan dan akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang dikandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Pengolahan dengan perebusan garam juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap remis segar, kukus dan rebus, yang mengakibatkan terjadinya penurunan kadar protein setelah perebusan garam. Terjadinya penurunan kadar protein pada perlakuan perebusan garam dikarenakan adanya protein yang larut akibat perebusan (protein larut air) dan akan semakin meningkat karena adanya protein yang juga larut pada garam (larut garam). Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi tiga yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). Umumnya kandungan protein larut air (PLA) pada kekerangan sebesar 41 % dari total protein kasar, dan kandungan protein larut garam (PLG) pada kekerangan sebesar 57 % dari total protein kasar (Okuzumi dan Fujii 2000). Perbedaan kandungan protein larut air dan protein larut garam pada kekerangan disebabkan adanya perbedaan jenis, habitat atau lingkungan hidup dan kondisi
31
fisiologis berupa makanan yang dicerna sehingga mengakibatkan komposisi gizi yang terkandung berbeda. c.
Abu Bahan makanan mengandung lebih dari 95% bahan organik dan air,
sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik. Bahan-bahan organik terbakar saat proses pembakaran, namun zat anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Persentase kadar abu remis basis
% kadar abu (bk)
kering dapat dilihat pada Gambar 7.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8,68 C 5,83 B
Segar
4,14 A
4,17 A
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode mengolahan Gambar 7 Histogram kadar abu basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukan bahwa metode pengolahan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
kadar
abu
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar abu remis segar dengan kukus dan rebus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gokoglu et al. (2003), yang menyatakan terjadi penurunan kadar abu yaitu pada mineral Na, K, P, Mg, dan Mn secara signifikan pada ikan Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) setelah proses perebusan. Besarnya penurunan kadar abu tergantung pada proses pengolahan, suhu pengolahan dan luas permukaan produk. Mineral bersifat mantap dan tidak rusak
32
karena pengolahan namun pengolahan dapat menyebabkan penyusutan mineral maksimal sebesar 3% pada bahan pangan (Harris dan Karmas 1989). Pengolahan dengan perebusan garam juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu remis segar, kukus dan rebus garam. Hal ini, dikarenakan garam yang terdiri dari unsur mineral Na, Cl dan mineral lain seperti Mg ikut meresap ke dalam daging remis pada saat perebusan, sehingga kadar mineral atau abu remis meningkat. Penelitian Ünlüsayın et al. (2010) menunjukkan bahwa kadar abu udang Penaeus semisulcatus segar (7,63% bk) meningkat setelah dilakukan perebusan garam (9,40% bk). d.
Lemak Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter,
kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram.
Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut
vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno 2008). Persentase kadar lemak remis basis kering dapat dilihat pada Gambar 8.
% kadar lemak (bk)
6
4,99 C
5 4
3,09 B
2,83 B
3
1,98 A
2 1
0 Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode mengolahan Gambar 8 Histogram kadar lemak basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
33
Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukan bahwa metode pengolahan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
kadar
lemak
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar lemak remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Hal ini, disebabkan sifat lemak yang tidak tahan panas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prabandari et al. (2005), perebusan pada pembuatan tepung udang adalah untuk memudahkan keluarnya lemak, karena pada suhu tinggi lemak akan mencair sehingga mudah dikeluarkan. Proses pengolahan bahan pangan pada umumnya akan merusak lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik (Palupi et al. 2007). 4.4 Komposisi Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2006). Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan non esensial. Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kandungan total mineral remis segar, kukus, rebus dan rebus garam, maka dilakukan analisis ragam, namun sebelum dilakukan analisis ragam terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan galat menggunakan uji kolmogrof simirnov.
Berdasarkan uji
komolgrof simirnov (Lampiran 15), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. Kandungan mineral esensial pada remis (Corbicula javanica) dapat dilihat pada Tabel 8.
34
Tabel 8 Kandungan mineral pada remis (Corbicula javanica) Komposisi mineral Segar Mineral makro Kalsium Natrium Kalium Fospor Magnesium Mineral mikro Besi Seng Selenium Tembaga
2183,81c 521,20b 465,01b 1098,44b 261,49b 61,76a 35,50b <0,001 <0,015
Nilai (mg/100 g basis kering) Kukus Rebus Rebus garam 1512,41a 287,43a 262,85a 604,22a 135,89a
1442,34a 272,64a 183,27a 566,31 a 118,81a
1678,08b 564,04c 305,34a 677,05a 225,86b
59,39a 18,17a <0,001 <0,015
54,51a 19,05a <0,001 <0,015
51,88a 15,76a <0,001 <0,015
*Subscrib yang berbeda menunjukan berbeda nyata
4.4.1 Mineral makro Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Kandungan mineral makro terbesar pada kerang segar, kukus, rebus dan rebus garam (Carbicula javanica) secara umum adalah kalsium, diikuti fosfor, natrium, kalium dan magnesium. a.
Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Kalsium memiliki beberapa fungsi dalam tubuh diantaranya adalah pembentukan tulang dan gigi (Almatsier 2006). Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matrik tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Winarno 2008). Kandungan kalsium pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 9.
rata-rata kalsium (mg/100 g bk)
35
2500
2183,81 C
2000
1678,08 B 1512,41 A
1442,34 A
Kukus
Rebus
1500 1000 500 0 Segar
Rebus garam
metode pengolahan
Gambar 9
Nilai rata-rata mineral kalsium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukan bahwa metode pengolahan
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kalsium remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 17) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kalsium remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Penurunan kadar mineral diakibatkan karena terlarutnya sejumlah mineral ke dalam air perebusan selama proses perebusan berlangsung. Proses pengolahan memberikan penurunan yang signifikan terhadap kadar kalsium daging remis. Metode pengolahan dengan cara perengukusan menyebabkan kehilangan kadar kalsium remis sebanyak 30,74%, perebusan sebanyak 41,11% dan perebusan garam 23,13%. Turunnya kadar kalsium ini didukung oleh hasil penelitian Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses pemasakan. Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan kalsium dalam keadaan segar sebanyak 39,91%, kukus sebanyak 36,11%, rebus sebanyak 34,17 % dan rebus garam sebanyak 45,79% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29).
36
b.
Natrium Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraselular, yang
berfungsi sebagai penyeimbang cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2006). Kandungan natrium pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam
rata-rata natrium (mg/100 g bk)
(mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 10.
600 500
564,04 C
521,20 B
400 300
287,43 A
272,64 A
Kukus
Rebus
200 100 0 Segar
Rebus garam
metode pengolahan Gambar 10 Nilai rata-rata mineral natrium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 18) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar natrium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 19) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar natrium remis segar dengan remis yang di kukus dan rebus. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar natrium remis sebanyak 44,87% dan perebusan sebanyak 47,70%.
Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan
terjadi penurunan yang signifikan pada kadar natrium Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Remis dengan perebusan garam juga memerikan pengaruh berbeda terhadap kadar remis segar, kukus dan rebus. Terjadi peningkatan kandungan natrium sebesar 8,27%, hal ini dikarenakan adanya penetrasi garam pada daging
37
remis
pada
saat
(Almatsier 2006).
perebusan.
Sumber
utama
natrium
adalah
garam
Penambahan garam pada proses pengolahan akan
meningkatkan kadar garam (natrium) pada tubuh kerang.
Semakin tinggi
konsentrasi larutan garam maka akan semakin cepat proses penetrasi garam dalam tubuh ikan (Afrianto dan Liviawati 1989) Kekurangan natrium dapat mengakibatkan tergaganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah (Almatsier 2006). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan natrium dalam keadaan segar sebanyak 3,18-15,24%, kukus sebanyak 2,29-10,98%, rebus sebanyak 2,15-10,33% dan rebus garam sebanyak 5,13-24,63% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). c.
Kalium Bethke et al. (2008) kalium berfungsi sebagai elektrolit penting dalam
sistem saraf. Kalium digunakan untuk mengatur detak jantung, osmoregulasi, serta membantu untuk mengontrol tekanan darah tinggi dan dapat menurunkan risiko stroke. Kandungan kalium pada remis segar, kukus, rebus dan rebus garam
rata-rata kalium (mg/100 g bk)
dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 11. 500
465,01 B
400 305,34 A
262,85 A
300
183,27 A
200 100 0 Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode pengolahan
Gambar 11 Nilai rata-rata mineral kalium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 20) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kalium
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 21) menunjukkan bahwa
38
metode pengolahan
memberikan pengaruh
berbeda terhadap penurunan
kandungan kalium segar dengan yang di kukus, rebus dan rebus garam. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar kalium remis sebanyak 42,81%, perebusan sebanyak 59,07% dan perebusan garam sebanyak 32,33%. Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada kandungan kalium Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian
Bethke et al. (2008) yang menyatakan kentang putih (Solanum tuberosum L.) merupakan sumber kalium di Amerika Selatan, namun tidak baik dikonsumsi oleh orang yang menderita gagal ginjal. Perebusan pada kentang dapat menurunkan kadar kalium, sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yang gagal ginjal. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau diare yang berat. Kekurangan kalium dapat mengakibatkan lemah, letih, lesu dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2006). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi nomal (Groff dan Gropper 1999).
Mengkonsumsi remis
sebanyak 100 g dapat menyumbangkan kalium dalam keadaan segar sebanyak 3,40%, kukus sebanyak 2,51%, rebus sebanyak 1,74% dan rebus garam sebanyak 3,33% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). d.
Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1 % dari
berat badan. Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh diantaranya adalah sebagai kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, fosfor berfungsi sebagai absorpsi (dalam bentuk fosfat) dan transportasi zat gizi, dan pengaturan keseimbangan asam-basa (Almatsier 2006). Kandungan fosfor pada remis (Corbicula
javanica)
segar,
kukus,
rebus
dan
(mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 12.
rebus
garam
dalam
rata-rata fosfor (mg/100 g bk)
39
1200
1098,44 B
1000 800 600
604,22 A
566,31 A
Kukus
Rebus
677,05 A
400 200 0 Segar
Rebus garam
metode pengolahan
Gambar 12 Nilai rata-rata mineral fosfor remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 22) menunjukan bahwa metode pengolahan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
kadar
fosfor
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar fosfor remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar fosfor remis sebanyak 45,08%, perebusan sebanyak 48,33% dan perebusan garam sebanyak 38,45%. Penurunan kadar fosfor remis setelah dilakukan proses pengolahan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2003) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada kadar fosfor rainbow trout yang telah direbus yaitu dari 3378,78 menjadi 2476,4 mg/kg. Menurut
Nieves
(2005),
peningkatan resiko patah tulang. menghambat fungsi osteoblas.
kekurangan
fosfor
dapat
menyebabkan
Asupan fosfor yang rendah juga dapat
Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat
menyumbangkan fosfor dalam keadaan segar sebanyak 20,07%, kukus sebanyak
40
14,43%, rebus sebanyak 13,41% dan rebus garam sebanyak 18,48% dari angka kecukupan gizi e.
(Lampiran 29).
Magnesium William (2005) mengungkapkan magnesium merupakan komponen yang
terdiri dari 300 lebih enzim, beberapa terlibat dalam regulasi kontraksi otot, pengiriman oksigen, dan sintesis protein. Kandungan magnesium pada remis segar, kukus, rebus dan rebus garam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada
rata-rata magnesium (mg/100 g bk)
Gambar 13.
300
261,49 B 225,86 B
250 200 135,89 A
150
118,81 A
100 50 0 Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode pengolahan
Gambar 13 Nilai rata-rata mineral magnesium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 24) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar magnesium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar magnesium remis segar dengan yang di kukus dan rebus. Berbeda dengan pengukusan dan perebusan, remis yang dimasak dengan perebusan garam tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap remis segar.
Hal ini diduga karena penambahan
garam pada air yang digunakan sebagai media perebusan. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar magnesium remis sebanyak 47,66%, perebusan sebanyak 54,26% dan perebusan garam sebanyak 13,31%.
41
Pada proses pengukusan sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari daging selama proses pengukusan karena pecahnya partikelpartikel mineral yang terikat pada air akibat pamanasan (Winarno 1997). Menurut Mubarak (2005) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada magnesium Phaseolus aureus yang telah direbus yaitu dari 55,60 g/100 g (bk) menjadi 44,0 g/100 g (bk). Penambahan garam pada pengolahan perbusan garam tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap remis segar karena adanya bahan pengotor pada garam yang ditambahkan pada saat perebusan. Menurut Cahyadi (2008), tingkat kemurnian garam dapat dipengaruhi oleh kadar magnesium. Magnesium merupakan salah satu bahan pengotor garam yang bersifat higroskopis. Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan, lemah otot dan kejang kaki (Almatsier 2006). Sekitar 30-65 % magnesium dapat diserap oleh tubuh normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan magnesium dalam keadaan segar sebanyak 12,74-14,16%, kukus sebanyak 8,65-9,61%, rebus sebanyak 7,51-8,34% dan rebus garam sebanyak 16,44-18,26% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). 4.4.2 Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (Arifin 2008). a.
Besi Ikeda et al. (2002) menyatakan besi merupakan mineral yang penting
dalam reaksi biokimia bagi tubuh manusia. Besi ada sebagai bentuk kompleks, terikat dengan protein yang disebut protein heme atau sebagai senyawa nonheme. Kandungan besi pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 14.
kadar besi (mg/100 g bk)
42
65
61,76% A
60
56,39% A 54,51% A
55
51,88% A
50 45 Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode pengolahan Gambar 14 Nilai rata-rata mineral besi remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 26) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar besi remis (taraf nyata 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Gokoglu et al. (2003) yang menyatakan bahwa kadar besi rainbow trout tidak memberikan perubahan yang nyata setelah dilakukan proses pemasakan. Hasil yang diperoleh juga didukung oleh penelitian Karkle et al. (2009) dari enam varietas soybeans yang diuji kadar besi setelah direbus, semua tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap soybeans segar. Menurut Ikeda et al. (2002) kekurangan zat besi diketahui menyebabkan anemia, yang paling umum terjadi pada manusia. Penelitian Williams (2005), menyatakan penderita anemia terbanyak biasanya terjadi pada atlet wanita dari pada atlet laki-laki, hal ini diakibatkan kebocoran mioglobin, kerugian keringat, dan menstruasi. Sekitar 15% zat besi dapat diserap oleh tubuh dalam keadaan normal (Groff dan Gropper 1999).
Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat
menyumbangkan besi dalam keadaan segar sebanyak 34,73-69,46%, kukus sebanyak 41,42-82,85%, rebus sebanyak 39,73-79,46% dan rebus garam sebanyak 43,56-87,12 % dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29).
43
b.
Seng Seng merupakan salah satu mineral mikro yang mempunyai fungsi penting
di dalam tubuh manusia. Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel. Sebagian besar seng berada di dalam hati, pangkreas, ginjal, otot, dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut, dan kuku (Almatsier 2006). Kandungan seng pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus
rata-rata seng (mg/100 g bk)
garam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 15.
40 35 30 25 20 15 10 5 0
35,50 B
19,05 A
18,17 A
15,76 A
Segar
Kukus
Rebus
Rebus garam
metode pengolahan Gambar 15 Nilai rata-rata mineral seng remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 27) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
kadar
seng
remis
(taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 28) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar seng remis sebanyak 49,10%, perebusan sebanyak 46,64% dan perebusan garam sebanyak 55,47%. Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan.
Hasil
44
penelitian Nurjanah et al. (2005) menyatakan terjadi penurunan kadar seng pada kerang dara setelah dilakukan proses perebusan. Proses perebusan menyebabkan penurunan kadar Zn pada daging rebus yang disebabkan oleh terdegradasinya komponen metallothionine yang mengakibatkan mineral Zn akan terlarut pada air rebusan. Menurut Black (1998), defisiensi mineral seng dapat menyebabkan lambatnya perkembangan kognitif pada anak-anak. Mekanisme defisiensi seng yang dihubungkan dengan perkembangan kognitif masih belum jelas, namun sudah tampak bahwa defisiensi seng dapat menyebabkan defisit pada fungsi neuropsikologis anak-anak, aktivitas dan perkembangan motorik, sehingga dapat mengganggu kinerja kognitif anak-anak. Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan seng dalam keadaan segar sebanyak 38,73-55,81%, kukus sebanyak 25,90-37-31%, rebus sebanyak 26,94-38,82% dan rebus garam sebanyak 25,67-36,99% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). c.
Selenium Jumlah selenium dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, bergantung pada
kandungan selenium dalam makanan. Konsumsi orang dewasa berkisar antara 20-30 µg. Selenium baru dianggap zat gisi esensial sejak tahun 1957. Selenium terbukti dapat mencegah timbulnya penyakit hati pada tikus yang menderita kekurangan vitamin E (Almatsier 2006). Menurut Williams (2005), selenium merupakan komponen beberapa enzim, terutama glutathione peroksidase (GPX). Berdasarkan Tabel 8, kadar selenium remis kurang 0,001 mg/100 g bk. Hal ini mengindikasikan bahwa remis bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan selenium. Gokce et al. (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman komposisi mineral meliputi umur, jenis, ukuran, habitat, letak geografis dan kondisi lingkungan. Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati, dan ginjal. Daging dan unggas juga merupakan sumber selenium yang baik. Kekurangan selenium pada manusia karena makanan belum banyak diketahui. Kekurangan selenium dan vitamin E juga dihubungkan dengan penyakit jantung (Amlatsier 2006).
45
d.
Tembaga Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika
ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga banyak berinteraksi dengan seng, belerang dan vitamin C dalam melakukan fungsinya dalam tubuh (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 8, kadar tembaga remis kurang dari 0,015 mg/100 g bk. Hal ini mengindikasikan bahwa remis bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan tembaga. Gokce et al. (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman komposisi mineral meliputi umur, jenis, ukuran, habitat, letak geografis dan kondisi lingkungan. Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serelia, dan cokelat. Kekurangan tembaga jarang terjadi. Kekurangan ini pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia serta diare. Kekurangan tembaga juga dapat terjadi pada bayi lahir premature atau bayi yang mendapat susu sapi yang komposisi gizinya tidak disesuaikan. Kekurangan tembaga dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolismee serta demineralisasi tulang (Almatsier 2006). Tembaga diserap dari usus kecil ke dalam saluran darah, tempat sebagian besar jaringan bergabung pada seruplasmin, yaitu protein yang berfungsi dalam penggunaan besi. Kekurangan tembaga banyak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, khususnya bayi-bayi yang mengalami KKP.
Bayi tersebut akan mengalami
leucopenia (kurang sel darah putih) serta dimineralisasi tulang. Hal ini dapat disembuhkan dengan pemberian tembaga (Winarno 2008). 4.5 Kelarutan Mineral Kandungan mineral dapat terserap sempurna jika bioavailabilitasnya dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable, sehingga kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam proses penyerapan mineral (Watzke 1998). mengenai kelarutan mineral disajikan pada Tabel 9.
Informasi
46
Tabel 9 Persentase kelarutan mineral remis (Corbicula javanica) Perlakuan (%) Pengukusan Perebusan b 71,57 81,839c
Komposisi mineral Kalsium
Segar 43,45a
Natrium
49,66a
74,65b
82,260c
82,60c
Fosfor
44,93a
72,04b
81,96c
80,29c
Magnesium
40,64a
69,46b
79,43c
78,96c
Perebusan garam 81,29c
*Subscrib yang berbeda menunjukan berbeda nyata
Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kelarutan mineral remis dilakukan analisis ragam, namun sebelum dilakukan analisis ragam terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan galat dengan menggunakan uji kolmogrof simirnov. Berdasarkan uji komolgrof simirnov (Lampiran 30), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam.
Pengaruh metode pemasakan terhadap kelarutan
mineral kalsium, natrium, fosfor dan magnesium pada remis dapat dilihat pada
% kelarutan mineral
Gambar 16.
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
b
c
c Kalsium
a
Natrium Fosfor Magnesium
Segar
Kukus
Rebus
Rebus Garam
metode pengolahan
Gambar 16 Nilai persentase kelarutan mineral remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).
47
Hasil analisis ragam (Lampiran 31, 33, 35 dan 37) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelarutan mineral (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 32,34, 36 dan 38) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan mineral natrium, kalsium, fosfor dan magnesium.
Hal ini diduga karena proses pemasakan dapat mengakibatkan
terjadinya pemutusan interaksi mineral dengan komponen pangan lain seperti protein, karbohidrat, lemak, serat vitamin dan komponen kimia lainnya. Molekul-molekul berbagai senyawa dalam makanan terikat satu sama lain dalam ikatan hidrogen. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Pemanasan dalam hal ini perebusan tidak menjamin mineral akan terlarut seratus persen karena banyak faktor yang dapat menghambat kelarutan mineral, diantaranya perubahan stuktur kimia seperti denaturasi protein. Menurut Santoso et al. (2006), mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Pemanasan diketahuai dapat menyebabkan protein menjadi terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga menyebabkan mineral sulit untuk larut. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan mineral selain pemanasan dan perubahan stuktur kimia pada bahan makan adalah pH. Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa pH dapat mempengaruhi kelarutan dari mineral. Penggunaan asam asetat 0,5% dapat meningkatkan kelarutan mineral seperti kalsium dam magnesium yang berasal dari rumput laut Indonesia. didukung oleh penelitian
Pernyataan tersebut
Suzuki et al. (1992) yang menyatakan persentase
kelarutan Fe pada pH 2,5-3,1 lebih tinggi dari pada persentase kelarutan Fe pada pH 5,5.
48
Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena dapat terjadi pengaktifan enzim yang bersifat menghambat dan membuat mineral menjadi komponen yang sulit larut, tetapi proses pengolahan juga dapat bersifat menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya serta dapat meningkatkan sifat bioavailable-nya. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk pangan olahan, untuk itu kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan, baik di tingkat rumah tangga maupun di industri adalah melakukan optimisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya. 4.6 Penentuan Metode Pengolahan Terbaik Proses pengolahan dengan menggunakan panas merupakan salah satu tahap penting dalam pengolahan suatu bahan pangan, karena dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu bahan pangan. Menurut Hidayat dan Ibrahim (1996), nilai gizi suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh cara pengolahanya. Cara pengolahan/pemasakan yang berbeda terhadap bahan pangan yang sama akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan gizi suatu bahan pangan. Morris et al. (2004), pengaruh pengolahan suatu bahan pangan terhadap kandungan gizi tergantung pada sensitivitas gizi dalam berbagai kondisi yang berlaku selama proses pengolahan seperti, pH, panas, waktu, jenis bahan dan luas permukaan). Informasi mengenai metode pengolahan terbaik yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi disajikan pada Tabel 10. Secara umum kehilangan mineral terendah terdapat pada perebusan garam, hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar kalsium dan magnesiumnya yang relatif tidak mengalami perubahan atau tidak terlalu besar di bandingkan metode pengolahan dengan cara pengukusan dan perebusan. Pengolahan yang memberikan kelarutan mineral tertinggi diperoleh dari metode pengolahan perebusan dan perebusan garam, hal ini dapat dilihat pada Gambar 16. Meskipun persentase kelarutan mineral tertinggi di peroleh pada
49
proses perebusan dan perebusan garam, akan tetapi dari total mineral yang ada metode pengolahan dengan perebusan garam lebih tinggi dibandingkan perebusan tanpa garam. Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan mineral yang paling baik dari remis, sebaiknya masyarakat mengolah remis dengan cara direbus garam dengan konsentrasi 1,5%. Kesimpulannya adalah metode pengolahan terbaik yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi adalah metode perebusan garam.