BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Propolis Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak propolis dilakukan adalah metode Hasan (2006). Sarang lebah Trigona spp asal Pandeglang memiliki berat total 1119,17 g, kemudian sarang lebah tersebut ditempatkan kedalam empat erlenmeyer, masing-masing erlenmeyer diberikan 279,79 g sarang lebah. Setiap erlenmeyer ditambahkan etanol 70% dengan perbandingan satu banding lima. Penggunaan etanol 70% dilakukan karena etanol merupakan senyawa yang memiliki sifat yang polar sehingga komponen aktif yang terdapat di dalam sarang lebah yang memiliki tingkat kepolaran yang beragam dapat dipaksa melarut dengan baik didalam etanol guna memudahkan proses ekstraksi.
Gambar 4. Hasil ekstraksi propolis asal Pandeglang setelah proses freeze dry Propolis larut di dalam pelarut etanol dan sedikit larut dalam air (Woo. 2004). Total penambahan etanol 70% pada setiap erlenmeyer adalah 1398,95 ml. Etanol 70% pada awal satu minggu pertama ditambahkan sebanyak 1048,95 ml kedalam setiap erlenmeyer, setelah satu minggu dilakukan penyaringan ekstrak propolis. Maserasi dilanjutkan pada masing-masing erlenmeyer yang berisi sarang lebah Trigona spp
selama satu minggu namun pada maserasi lanjutan ini
dilakukan penambahan 50 ml etanol 70% yang dilakukan setiap hari pada erlenmeyer setelah penyaringan ekstrak propolis setiap 24 jam. Setelah dua
21
minggu (waktu maserasi berakhir) didapatkan total ekstrak propolis dalam etanol 70% sebanyak 5595,8 ml. Total ekstrak propolis etanol 70% dilanjutkan ketahapan freeze dry untuk membebaskan propolis dari pelarut. Pemilihan penggunaan freeze dry pada tahapan setelah ekstraksi dilakukan untuk mencegah terjadinya perusakan struktur kimia senyawa dalam ekstrak propolis akibat suhu. Pada saat freeze dry terjadi proses penurunan titik uap pelarut etanol 70% yang diakibatkan oleh penurunan tekanan sehingga volume etanol akan berpindah dari labu menuju alat penampung pelarut pada freeze dry. Freeze dry dilakukan selama 120 jam yang bertujuan agar seluruh etanol 70% yang terdapat pada ekstrak tertarik sehingga didapatkan ekstrak propolis kering yang berupa kerak pada dinding labu. Rendemen propolis yang diperoleh sebesar 7,2% (b/b) dari keseluruhan sarang lebah Trigona spp yang dimaserasi. Penyiapan Bakteri Rumen Bakteri rumen yang teramati pada tahapan ini memiliki kemampuan melakukan hidrolisis protein, lipid maupun selulosa dalam beberapa media yang dibentuk secara spesifik untuk mengamati setiap kemampuan hidrolisis bakteri cairan rumen. Pengamatan terhadap kemampuan hidrolisis protein kelompok bakteri cairan rumen menunjukkan hasil yang positif seperti pada Gambar 5 dengan adanya daerah bening disekitar koloni bakteri yang ditumbuhkan di dalam media agar susu skim yang digunakan. Susu skim adalah suatu jenis susu yang memiliki kandungan lemak yang rendah dan memiliki kandungan protein yang sama seperti pada susu umumnya, kandungan protein pada susu berkisar antara 2,8% hingga 4%. Kasein adalah partikel yang besar berupa protein yang terdapat
pada susu, di dalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat-zat anorganik seperti kalsium, phosphor, dan magnesium. Molekul kasein yang merupakan partikel yang besar dan senyawa yang kompleks tersebut dinamakan juga misel kasein (casein micell). Misel kasein tersebut besarnya tidak seragam, berkisar antara 30 – 300 μm, kasein juga mengandung sulfur (S) yang terdapat pada metionin (0,69%) dan sistin (0,09%) (Adnan. 1984). Kelompok bakteri yang mampu hidup pada media agar susu skim terjadi akibat adanya proses hidrolisis protein yang berasal dari sumber protein susu skim yang
22
terdapat didalam media. Proses hidrolisis ini mengakibatkan meningkatnya kelarutan protein dalam bentuk asam amino pembentuknya. Pada bakteri rumen kemampuan menghidrolisis protein sangat penting untuk proses pembentukan protein bagi bakteri rumen maupun ketersediaan nitrogen-amonia (N-NH3) di dalam rumen (Wallace. 1996). Pada hewan ruminansia peranan nitrogen atau protein erat kaitannya dengan pengolahan pada abomasum dan segmen saluran pencernaan beserta mikroba dan protein pakan yang dapat terbebas dari proses degradasi didalam rumen. Pada kondisi yang normal protein mikroba minimal dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dari hewan ruminansia tersebut (Prakkasi. 1998).
Gambar 5. Hasil positif uji aktivitas proteolitik bakteri cairan rumen Pada hasil pengamatan terhadap kemampuan hidrolisis lipid dengan mengunakan media M. Sarley teramati nilai uji yang positif. Adanya endapan biru disekitar koloni kelompok bakteri cairan rumen. Endapan biru terjadi akibat adanya interaksi antara asam lemak dengan ion Cu setelah pencucian dengan menggunakan larutan CuSO4 seperti yang ditunjukan pada Gambar 6. Bakteri cairan rumen yang memiliki kemampuan menghidrolisis lemak sedikit jumlahnya dibandingkan dengan bakteri cairan rumen yang mampu menghidrolisis protein maupun selulosa ini mungkin diakibatkan sumber pakan utama yang dimakan oleh hewan ruminansia pada umumnya merupakan jenis pakan yang kaya akan serat. Jenis bakteri yang menghidrolisis lipid atau mampu melakukan lipolisis
23
didalam rumen memiliki kemampuan untuk menghidrolisis trigliserida menjadi mono ataupun digliserida (Hobson. 1988). Enzim-enzim yang terdapat pada bakteri rumen umumnya terdapat secara ekstraseluler dan berasosiasi dengan permukaan sel atau struktur membran ekstraseluler bakteri, dan akan bekerja optimum pada pH 7,4 (Hobson. 1988). Pada uji lipolitik ini digunakan sumber lipid berupa minyak zaitun. Minyak zaitun memiliki nilai komponen lemak tak jenuh yang tinggi dibandingkan dengan lemak jenuh serta kandungan triasilgliserol (Mailer. 2006). Bakteri ruminansia yang dapat melakukan lipolitik dinamai oleh Hungate pada tahun 1966 sebagai organisme Anaerovibrio lipolytica (Hobson. 1988).
Gambar 6. Hasil positif aktivitas lipolitik bakteri cairan rumen setelah pencucian dengan larutan CuSO4 pada media terbentuk endapan hijau disekitar koloni. Hasil uji yang positif juga teramati pada uji selulolitik bakteri cairan rumen, hal ini teramati dengan adanya pembentukan daerah bening atau biru kemerahan setelah pencucian dengan larutan kongo red seperti pada Gambar 7. Interaksi pembentukan daerah bening diakibatkan kemampuan kongo red berinteraksi dengan hasil pemecahan ikatan ß (1,4) (1,3) D-glukan (Ronald, et al. 1982). Kongo red akan menghasilkan daerah yang jelas dalam mengGambarkan adanya aktivitas selulolitik pada uji. Bakteri selulolitik di dalam cairan rumen secara umum memiliki jumlah koloni yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri proteolitik, dan lipolitik. Jumlah koloni yang besar dikarenakan
24
kecenderungan ruminansia untuk memakan jenis pakan yang lebih kaya akan serat yang berasal dari tanaman. Serat pada tanaman umumnya dalam bentuk selulosa yang terbentuk dari ikatan ß (1,4) (1,3) D-glukosida.
Gambar 7. Uji aktivitas selulolitik bakteri rumen hasil positif ditunjukkan oleh terbentuknya daerah bening atau biru kemerahan setelah pencucian dengan larutan kongo red pada koloni didalam media uji.
Uji Aktivitas Antibakteri Propolis Pada Salmonella sp Propolis asal Pandeglang memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Salmonella sp. Salmonella sp umumnya terdapat didalam rumen, bakteri ini dapat menginfeksi hewan ruminansia melalui pakan (Bender, et al. 1997). Pada penelitian ini keberadaan bakteri Salmonella sp didapatkan pada cairan rumen dengan bentuk koloni yang spesifik dibandingkan dengan koloni bakteri lain, hal ini yang mengakibatkan dipilihnya penggunaan media spesifik untuk lebih memudahkan proses penentuan jenis spesies bakteri. Aktivitas antibakteri ekstrak propolis dapat teramati dengan adanya pembentukan daerah bening disekitar sumur. Penelitian terdahulu yang dilakukan dengan menggunakan bahan propolis asal Pandeglang oleh Angraini (2006), Lasmayanty (2007), dan Tukan (2008) menunjukkan adanya aktivitas propolis sebagai antibakteri. Aktivitas antibakteri dari propolis dapat diamati secara kualitatif dengan adanya pembentukan daerah bening sedangkan untuk menilai besarnya aktifitas antibakteri maka dapat
25
dihitung dengan memperhatikan nilai jari-jari daerah bening yang terbentuk disekitar sumur. Pada penelitian ini adanya aktivitas antibakteri ditentukan dengan mengamati adanya pembentukan zona bening yang dilanjutkan dengan penentuan nilai konsentrasi hambat tumbuh minimum propolis terhadap bakteri Salmonella sp dengan memperhatikan jumlah penghambatan pertumbuhan koloni pada media yang bersifat spesifik.
Uji Aktivitas Antibakteri Propolis Pada Bakteri Rumen Hasil uji propolis pada tiga jenis bakteri cairan rumen menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dengan pembentukan daerah bening di sekitar sumur pada tiga jenis media spesifik yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan propolis asal Pandeglang untuk menghambat pertumbuhan tiga jenis bakteri yang terdiri dari bakteri proteolitik, lipolitik, dan selulolitik. Kemampuan propolis asal Pandeglang untuk menghambat pertumbuhan bakteri cairan rumen yang secara fisiologis penting bagi keberadaan populasi bakteri di dalam rumen, sehingga dilakukan tahapan lanjutan untuk menentukan nilai konsentrasi hambat tumbuh minimum propolis terhadap tiga kelompok bakteri tersebut. Propolis asal Pandeglang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen maupun non patogen pada usus sapi dengan nilai penghambatan dan konsentrasi yang berbeda (Tukan. 2008)
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Pada Bakteri Rumen Hasil uji aktivitas antibakteri propolis asal Pandeglang yang positif pada tiga jenis kelompok bakteri cairan rumen dan Salmonella sp kemudian dilanjutkan dengan menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM). Hasil KHTM pada tiga jenis kelompok bakteri cairan rumen yang terdiri dari kelompok bakteri proteolitik, kelompok bakteri lipolitik, dan kelompok bakteri selulolitik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
26
Tabel 1, Hasil penentuan KHTM ekstrak propolis asal Pandeglang terhadap beberapa kelompok bakteri rumen Konsentrasi Propolis (g/100 ml)
Nilai hambat pertumbuhan koloni (cfu/ml)
Proteolitik Lipolitik Selulolitik 0,5 7,00 3,44 3,52 1 7,64 3,69 3,78 1,5 7,72 1,64 3,00 2 6,75 1,67 3,75 2,5 4,75 1,31 3,56 3 4,25 3,22 3,79 3,5 6,25 3,61 3,89 4 11.50 4,36 4,84 Keterangan : Dengan derajat alpha 0,05 dilakukan dengan sembilan ulangan pada setiap konsentrasi propolis dan berbeda nyata (P<0,05)
Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa larutan ekstrak propolis pada konsentrasi tertinggi (4 %) mampu memberikan hambatan pertumbuhan terhadap semua jenis kelompok bakteri uji, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya nilai penghambatan pertumbuhan bakteri pada setiap media spesifik yang digunakan untuk setiap kelompok bakteri. Nilai penghambatan pertumbuhan koloni terbesar adalah pada kelompok bakteri bakteri proteolitik (11,50 cfu/ml) sedangkan nilai penghambatan pertumbuhan koloni terendah adalah pada kelompok bakteri lipolitik (4,36 cfu/ml), sedangkan untuk kelompok bakteri selulolitik (4,84 cfu/ml). Nilai penghambatan yang besar pada kelompok bakteri proteolitik dapat diakibatkan oleh adanya komponen kimia yang beragam yang terkandung pada propolis asal Pandeglang. Propolis asal Pandeglang memiliki kandungan komponen kimia yang terdiri dari tanin, flavonoid, steroid, dan alkaloid (Tukan, 2008). Nilai konsentrasi ekstrak propolis yang besar juga mempengaruhi tingkat kemampuan propolis dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri uji. Propolis dengan konsentrasi 4% (b/v) mampu menghambat pertumbuhan kelompok bakteri proteolitik sebesar 11,50 cfu/ml hal ini memberikan Gambaran kemampuan propolis untuk mempengaruhi pertumbuhan kelompok bakteri rumen yang bersifat proteolitik. Pada rumen terdapat beberapa jenis bakteri yang mampu melakukan proses proteolisis. Bakteri proteolitik tersebut antara lain Bacteroides amylophilus, B. ruminocola, Butyrivibrio spp, Selenomonas ruminantium, Lachnospira
multiparus,
Peptostreptococcus
elsdinii,
dan
Clostridium
bifermentans (Fulghum dan Moore, 1962; Hungate, 1969; Arora, 1989). Pada
27
rumen hewan ruminansia terjadi beberapa reaksi yang umumnya terjadi karena adanya kelompok bakteri bersifat proteolitik yang melakukan proses pemecahan protein dan pembebasan asam amino dari ikatan peptida serta proses deaminasi yang menyertainya (Arora, 1989). Bakteri kelompok proteolitik yang dapat melakukan deaminasi asam amino adalah Bacteroides ruminicola, Selenomonas ruminantium, Peptostreptococcus elsdenii, Clostridium, Butyrivibrio spesies (Bladen et al. 1961). Kelompok bakteri proteolitik akan menyediakan bentuk asam amino bagi dirinya sendiri serta bagi penyusunan protein hewan ruminansia itu sendiri. Seluruh protein yang berasal dari makanan pertama kali dihidrolisis oleh mikroba rumen walaupun ada beberapa bentuk protein tertentu yang terbebaskan dari proses didalam rumen dan diserap langsung pada organ pencernaan setelah rumen . Tingkat hidrolisis protein sangat tergantung dari kemampuan daya larutnya yang juga berhubungan dengan kenaikan kadar amonia di dalam rumen, namun juga ada beberapa jenis protein ataupun asam amino yang terlindungi dari proses hidrolisis di dalam rumen. Pada kondisi protein mikroba minimal umumnya dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dari hewan ruminansia (Parakkasi, 1998). Pada proses proteolisis yang dilakukan oleh mikroba rumen diikuti juga reaksi deaminasi asam amino menghasilkan amonia, kondisi ini akan mengakibatkan kenaikan kadar amonia didalam rumen yang mengakibatkan bakteri akan melakukan pembentukan protein dari amonia yang dibebaskan sehingga akan mengganggu proses hidrolisis pakan yang dicerna masuk kedalam rumen oleh hewan ruminansia (Arora, 1989). Proteolisis yang dilakukan oleh kelompok bakteri rumen sangat perlu dikontrol. Kemampuan propolis untuk melakukan penghambatan terhadap kelompok bakteri yang bersifat proteolitik memberikan harapan bagi pengaturan jumlah populasi kelompok bakteri yang mampu melakukan proses proteolisis dan deaminasi di dalam rumen. Pada bakteri kelompok lipolitik pengaruh penghambatan pertumbuhan koloni memiliki nilai yang sangat kecil (4,3611 cfu/ml) dibandingkan dengan penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri lain. Hal ini terjadi karena sedikitnya jenis bakteri yang bersifat lipolitik di dalam rumen yang diakibatkan bentuk substrat yang umumnya terdapat dalam rumen berupa pakan yang kaya
28
akan serat seperti selulosa. Bakteri lipolitik yang umumnya terdapat pada rumen hewan ruminansia adalah Anaerovibrio lipolityca, Butyrivibrio fibrisolvens, Micrococcus sp, Eubacterium, dan Fusocilllus babrahamensis (Harfoot, et al. 1988). Pada hewan ruminansia bakteri yang mampu melakukan lipolisis dengan menggunakan metabolisme yang bersifat anerobik dan kombinasi media yang berbeda serta bersifat spesifik (Hungate, 1966). Kelompok bakteri lipolitik di dalam rumen melakukan proses pemecahan lipid serta melakukan biosintesis lipid untuk kebutuhan dirinya sendiri serta untuk ketersediaan asam lemak bagi hewan ruminansia itu sendiri. Proses pemecahan lipid oleh bakteri dilakukan dengan proses hidrolisis, fermentasi (gliserol dan galaktosa), hidrogenasi, dan beberapa proses lain (Parakkasi, 1998). Proses lipolisis yang dilakukan pada kelompok bakteri rumen adalah melakukan pelepasan asam lemak dari ikatan ester, melepaskan galaktosa dari ester galaktosil dari asam lemak lenoleat yang umumnya merupakan fraksi lemak yang berasal dari hijauan, sedangkan untuk proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen yang dilepaskan dari proses hidrolisis rumen menghasilkan VFA (Volatile Fatty Acid), selain itu proses hidrogenasi terhadap lipid juga merupakan reaksi yang sering terjadi dalam proses fermentasi pemecahan lipid yang dilakukan oleh bakteri rumen. Pada proses hidrogenasi ini asam lemak tak jenuh mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak yang bersifat jenuh sehingga akan mempermudah proses masuknya asam lemak tersebut menuju duodenum yang selanjutnya akan diserap oleh hewan ruminansia tersebut (Parakkasi, 1998). Nilai penghambatan yang terlihat rendah pada kelompok bakteri yang bersifat lipolitik hal ini juga dimungkinkan oleh adanya pengenceran cairan rumen sebelum proses inokulasi kedalam media spesifik dan jumlah kelompok bakteri lipolitik yang memang rendah di dalam cairan rumen yang diencerkan, namun demikian secara keseluruhan dapat teramati adanya kemampuan propolis untuk menghambat pertumbuhan koloni kelompok bakteri lipolitik.
29
Nilai Hambat Koloni Bakteri Rumen
Nilai Penghambatan Kkoloni (cfu/ml)
16 14 12 10 8 6 4 2 0
selulolitik 0,5
1
1,5
lipolitik 2
2,5
Konsentrasi Propolis (%(b/b)) proteolitik
lipolitik
3
proteolitik 3,5
4 selulolitik
Gambar 8. Grafik daya hambat pertumbuhan koloni oleh ekstrak propolis asal Pandeglang pada beberapa nilai konsentrasi Ekstrak propolis asal Pandeglang juga memberikan efek penghambatan terhadap kelompok bakteri selulolitik sebesar 4,8429 cfu/ml. Kelompok bakteri selulolitik adalah kelompok bakteri yang memiliki nilai populasi tertinggi di dalam rumen. Kelompok bakteri selulolitik melakukan proses pemecahan pakan yang berupa selulosa. Selulosa terhidrolisis menjadi molekul-molekul sakarida di dalam rumen oleh bakteri-bakteri anaerobik yang selanjutnya akan digunakan sebagai substrat fermentasi di dalam rumen. Proses fermentasi yang dilakukan oleh kelompok bakteri selulolitik di dalam rumen merupakan proses pemecahan selulosa yang reaksinya bersifat spesifik memutuskan ikatan ß (1-4) glikosidik, pada proses selanjutnya fermentasi selulosa yang telah terpecah menjadi molekulmolekul sakarida akan menghasilkan VFA yang terdiri dari asetat, propionat, dan butirat dengan hasil samping berupa gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
30
Pada proses fermentasi di dalam rumen adanya gas metana yang dihasilkan dari proses fermentasi akan berakibat pada hilangnya energi kimia pakan tercerna pada hewan ruminansia (Thalib, et al. 2004). Proses pembentukan gas metana melalui proses fermentasi di dalam rumen dapat dipengaruhi dengan beberapa cara yang bertujuan mengurangi hilangnya energi kimia pakan yang tercerna. Proses yang digunakan pada prinsipnya adalah melakukan inhibisi produksi gas metana yang berasal dari keseluruhan proses yang terjadi pada fermentasi di dalam rumen. Pada kelompok bakteri selulolitik pengaruh ekstrak propolis asal Pandeglang terlihat mampu mempengaruhi pertumbuhan koloninya, sehingga penghambatan ini memberikan adanya kemampuan ekstrak propolis asal Pandeglang untuk mempengaruhi ketiga jenis kelompok bakteri yang penting dalam proses fermentasi pakan di dalam rumen hewan ruminansia. Bakteri proteolitik menyediakan protein ataupun asam amino bagi hewan ruminansia yang sangat dipengaruhi oleh substrat fermentasi yang diperoleh dari pakan. Pada rumen terdapat bakteri dalam jumlah yang sangat besar serta dengan nilai keragaman yang besar dengan jenis Gram negatif maupun Gram positif didalamnya. Secara normal jumlah bakteri di dalam rumen sangat tinggi dengan nilai kandungan sel (>1010 sel per g), dan bakteri memiliki peranan dominan dalam keseluruhan proses fermentasi di dalam rumen hewan ruminansia (James, et al. 2001). Ekstrak propolis secara keseluruhan memiliki efek penghambatan pada setiap kelompok bakteri namun memiliki nilai penghambatan yang berbeda, namun secara konsentrasi efisiensi penggunaan ekstrak propolis juga perlu diperhatikan. Pada nilai konsentrasi propolis yang terendah (0,5 %) daya hambat pertumbuhan koloni terbesar dibandingkan tiga jenis bakteri cairan rumen dialami oleh bakteri kelompok proteolitik. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan ekstrak propolis untuk menghambat bakteri kelompok proteolitik tanpa mengganggu pertumbuhan bakteri cairan rumen yang penting untuk proses fermentasi di dalam rumen. Pada nilai konsentrasi yang terendah ekstrak propolis memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan koloni kelompok bakteri proteolitik. Penghambatan pada kelompok bakteri proteolitik semakin besar nilainya dengan bertambahnya nilai konsentrasi propolis. Hal ini diakibatkan oleh
31
kandungan ekstrak propolis yang semakin besar pada konsentrasi terbesar. Efek propolis asal Pandeglang pada bakteri proteolitik juga dapat dijelaskan dengan adanya perbedaan pada komposisi struktur dinding sel bakteri dimana pada kelompok bakteri proteolitik terdapat dua jenis Gram positif dan Gram negatif. Pada kelompok bakteri proteolitik ber-Gram negatif memiliki komposisi yang lebih kompleks pada dinding selnya dibandingkan dengan dinding sel bakteri berGram positif, yang mengakibatkan bakteri Gram negatif tersebut lebih dapat bertahan terhadap infiltrasi propolis. Hal ini mengakibatkan penghambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri kelompok bakteri proteolitik membutuhkan nilai konsentrasi ekstrak propolis yang lebih tinggi. Adanya nilai penghambatan yang tinggi pada satu jenis kelompok bakteri proteolitik di dalam cairan rumen memberikan suatu Gambaran adanya potensi propolis untuk mengontrol laju pertumbuhan koloni bakteri di dalam rumen. Konsentrasi
ekstrak
propolis
yang
berbeda
memberikan
efek
penghambatan yang berbeda pada setiap kelompok bakteri cairan rumen dengan nilai pengeceran koloni yang berbeda, maka adanya faktor pengenceran bakteri juga menjadi suatu penentu jumlah koloni yang mempengaruhi nilai penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri oleh ekstrak propolis asal Pandeglang. Pengeceran koloni bakteri cairan rumen dilakukan dengan menggunakan nilai pengenceran 10-2, 10-4, 10-6, dan 10-8. Pengenceran koloni bakteri secara teori bertujuan untuk menurunkan nilai kerapatan koloni bakteri sehingga akan mempermudah pengamatan dalam menentukan jumlah sel bakteri yang tumbuh dalah suatu cawan petri (Owens, et al. 1990; Shyamapada, et al. 2003; Makut, et al. 2008). Pada Tabel 2 dibawah ini dapat dilihat adanya pengaruh pengenceran cairan rumen yang mempengaruhi jumlah penentuan penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri uji.
32
Tabel 2, Hasil penentuan pengaruh pengenceran terhadap nilai hambat pertumbuhan koloni beberapa kelompok bakteri cairan rumen Pengenceran Bakteri
Nilai hambat pertumbuhan koloni (cfu/ml)
Proteolitik Lipolitik Selulolitik 10-2 7,75 3,25 5,44* -4 * 10 11,61 2,92 4,03 10-6 4,69 1,87 3,33 10-8 3,75 3,43* 2,20 Keterangan : Superskrip (*) yang berbeda nyata dengan menggunakan derajat alpha 0,05 dilakukan dengan sembilan ulangan pada setiap konsentrasi propolis dan berbeda nyata (P<0,05)
Pada Tabel 2 dapat teramati adanya nilai hambatan yang terjadi karena adanya proses pengenceran, proses pengenceran ini tidak secara langsung mempengaruhi penghambatan pertumbuhan koloni namun dengan mempengaruhi nilai pertumbuhan koloni di dalam media uji dan media kontrol. Cairan rumen yang tidak diencerkan terlebih dahulu sebelum inokulasi
memberikan
pertumbuhan koloni yang sangat rapat di dalam media sehingga mempersulit proses pengamatan untuk perhitungan jumlah bakteri. Penentuan nilai aktivitas penghambatan propolis juga ditentukan dengan nilai pertumbuhan kelompok bakteri uji pada dua media spesifik, sehingga selisih antara media kontrol dengan media uji merupakan nilai penghambatan dari pertumbuhan kelompok bakteri uji. Pada setiap kelompok bakteri uji baik proteolisis, lipolitik, dan selulolitik memberikan nilai pertumbuhan yang berbeda setelah proses pengenceran. Secara teori pengenceran bertujuan untuk menurunkan tingkat populasi suatu bakteri di dalam media pertumbuhan sehingga akan memungkinkan proses perhitungan secara lebih teliti (Ratna. 1993; Jennifer. 2001; Basquet, et al . 2004). Perhitungan pada setiap cawan petri dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah koloni yang muncul, jumlah koloni yang teramati merupakan suatu indeks jumlah organisme yang dapat hidup di dalam sampel (Ratna. 1993). Pada kelompok bakteri lain seperti proteolitik, lipolitik, dan selulolitik dapat terlihat bahwa efek pengenceran memberikan efek pertumbuhan koloni yang berbeda pada setiap kelompok bakteri. Bakteri di dalam rumen umumnya memiliki jumlah yang sangat tinggi (>1010 sel dalam setiap gram), dan memiliki fungsi sangat dominan dalam proses fermentasi di dalam rumen (James B, et al.
33
2001). Bakteri yang dapat tumbuh di dalam media bersifat spesifik dengan penggunaan substrat yang beragam dalam jumlah yang sedikit dibandingkan di dalam rumen akan mengakibatkan jumlah bakteri yang tumbuh semakin sedikit dibandingkan dengan jumlah yang ada di dalam rumen, sedangkan adanya efek pengenceran pada setiap kelompok bakteri memperlihatkan adanya perbedaan pertumbuhan di dalam media yang spesifik untuk proteolisis, lipolitik, dan selulolitik. Pada bakteri proteolisis nilai pengenceran 10-4 memberikan nilai yang optimal dalam pengamatan koloni dimana dapat dilihat adanya nilai penghambatan pertumbuhan yang besar dibandingkan pada kelompok bakteri lain dengan nilai (11,61 cfu/ml). Bakteri proteolisis di dalam rumen memiliki nilai populasi terbesar setelah bakteri selulolitik dan jumlah populasi keseluruhan populasi bakteri di dalam rumen secara umum dapat berubah dengan adanya pengaruh dari jenis pakan serta perubahan kondisi nilai pH, dan kondisi produksi VFA yang sangat mempengaruhi laju fermentasi dan perolehan pakan oleh hewan ruminansia (Wallace. 1994; Kamra. 2005). Pada rumen nilai pH sangat mempengaruhi jumlah populasi bakteri di dalam rumen, saat nilai pH rendah maka kondisi pertumbuhan bakteri akan mengalami penurunan yang diikuti dengan peningkatan pertumbuhan protozoa rumen sedangkan pada kondisi yang berkebalikan saat nilai pH meningkat maka jumlah pertumbuhan bakteri akan meningkat. Pada proses perolehan pakan hewan ruminansia produksi VFA yang dihasilkan dari proses fermentasi di dalam rumen sangat mempengaruhi, seluruh pakan yag diperoleh oleh hewan ruminansia melalui proses fermentasi di dalam rumen yang sangat berbeda dengan hewan monogastris. Rumen memiliki fungsi sebagai penyedia nutrisi bagi hewan ruminansia maupun sebagai habitat bagi mikroorganisme baik yeast, bakteri maupun protozoa yang membantu proses pencernaan secara fermentatif, dalam proses fermentasi ini bentuk pakan yang berupa pakan kaya serat seperti hijauan yang berasal dari tumbuhan maupun bentuk nutrisi komplek lainnya diubah menjadi VFA sebagai sumber energi bagi hewan ruminansia tersebut. Hewan ruminansia memiliki perbedaan dalam penggunaan komponen pakan yang berupa protein, karbohidrat,
34
dan lemak. Pada hewan ruminasia protein dan karbohidrat mengalami proses fermentasi di dalam rumen dan retikulum oleh mikroba membentuk VFA yang merupakan energi utama pada hewan ruminansia, sedangkan untuk metabolisme lemak hewan non ruminansia atau monogastris hanya dapat memanfaatkan dalam bentuk
senyawa
lemak
sederhana
sedangkan
pada
ruminansia
dapat
memenfaatkan senyawa yang lebih kompleks seperti fosfolipid atau lesitin (Arora. 1989; James, et al. 2001). Pada proses fermentasi pakan yang berupa protein, karbohidrat yang berasal dari selulosa, maupun lemak mengalami proses hidrolisis dan pembentukan senyawa turunan maupun VFA yang berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi hewan ruminansia yang dilakukan oleh seluruh bakteri maupun mikroorganisme yang bersifat anaerobik di dalam rumen. Setelah proses ini barulah nutrisi hasil fermentasi dapat dimanfaatkan oleh hewan ruminansi tersebut dengan terlebih dahulu diserap melalui omasum, dan usus (Arora. 1989). Pada rumen terdapat beberapa jenis bakteri yang berfungsi melakukan fermentasi dan pembentukan senyawa-senyawa sederhana yang dapat diserap oleh hewan ruminansia guna memenuhi kebutuhan nutrisi di dalam metabolismenya. Konsumsi pakan yang diperoleh oleh hewan ruminansia selanjutnya akan diproses pada mulut secara mekanik untuk merubah bentuk pakan secara mekanik yang dilanjutkan dengan proses fermentasi di dalam rumen. Pada proses di dalam rumen ini seluruh mikroorganisme berperan dalam penyediaan nutrisi bagi kebutuhan hewan ruminansia tersebut dalam hal ini terdapat tiga jenis konsumsi pakan yang dijadikan sebagai substrat utama yang berupa protein, karbohidrat, dan lemak (Hobson. 1988; Arora. 1989; Parakkasi. 1999). Untuk substrat yang berupa protein bakteri akan melakukan proses fermentasi yang meliputi reaksi hidrolisis protein oleh bakteri untuk penyediaan mesdia bagi proses fermentasi selanjunya yang berupa peptida dan asam amino. Peptida dan asam amino di dalam rumen merupakan suatu senyawa antara yang dihasilkan oleh bakteri dalam suatu proses konversi protein menjadi amonia, namun terdapat beberapa peptida yang dapat bertahan dari proses fermentasi untuk beberapa saat guna keluar dari proses pencernaan rumen yang selanjunya akan dilewatkan melalui dinding rumen, namun secara keseluruhan peptida dan asam amino oleh mikroorganisme
35
bakteri maupun ruminansia akan meningkat setelah proses proteolisis kemudian akan dimetabolisme kembali untuk pembentukan kembali protein atau diubah menjadi amonia (Wallace. 1996). Substrat berupa serat yang merupakan bentuk polimer yang berasal dari karbohidrat yang umumnya berupa selulosa berasal dari tumbuhan akan mengalami proses fermentasi di dalam rumen. Selulosa, hemiselulosa, dan pektin dapat dicerna dengan baik sedangkan lignin tidak dapat dicerna sama sekali. Lignin mengurangi kemampuan pencernaan terhadap karbohidrat melalui pembentukan ikatan hidrogen pada sisi aktif sehingga membatasi aktivitas selulase (Arora. 1989). Selulosa mengalami proses fermentasi yang sama dengan pati. Selulosa secara fermentasi anaerobik akan diubah menjadi sakarida yang kemudian akan termetabolisme oleh bakteri menjadi VFA yang berupa senyawa asetat, propionat, butirat, dan suksinat serta CO2, H2 dan H2O yang juga berperan dalam pembentukan metan (CH4) oleh bakteri yang memiliki kemampuan metanogenesis di dalam rumen. Lipid yang terdapat didalam pakan juga mengalami fermentasi di dalam rumen, lipid pada awal fermentasi diubah dalam bentuk asam-asam lemak melalui proses hidrolisis ikatan ester selanjutnya reaksi biohidrogenasi pada asam lemak tak jenuh untuk menghasilkan asam lemak jenuh sehingga akan mempermudah penyerapan pada duodenum (Parakkasi, 1998). Proses fermentasi pada pencernaan hewan ruminansia secara keseluruhan menghasilkan beberapa jenis kelompok senyawa penting antara lain VFA, metana, amonia, nitrogen, asam amino, dan asam lemak yang berasal dari keseluruhan proses komsumsi pakan. Pada proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen jumlah pakan serta populasi kelompok bakteri sangat mempengaruhi produksi VFA, metana, amonia dan nitrogen amonia (N-NH3) yang terbentuk. Secara alami di dalam rumen jumlah populasi bakteri telah pengalami pengaturan dengan adanya protozoa serta efek dari perubahan nilai pH di dalam rumen. Pada proses di dalam rumen terdapat berbagai jenis reaksi kimia yang berhubungan dengan metabolisme fermentatif yang dilakukan terhadap substrat yang berasal dari pakan oleh bakteri yang bersifat anaerobik. Substrat yang terdapat di dalam rumen diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk mempermudah proses penyerapan nutrisi oleh hewan ruminansia. VFA sebagai sumber energi utama
36
bagi hewan ruminansia merupakan bentuk perubahan utama proses fermentasi, sedangkan untuk senyawa-senyawa lain yang dihasilkan dari proses ini seperti CO2, metana, amonia, dan nitrogen-amonia digunakan oleh bakteri untuk melakukan sintesis asam amino penyusun protein bakteri untuk ketersediaan protein bagi hewan ruminansia. Metana yang dihasilkan dari fermentasi bakteri di dalam rumen haruslah diturunkan nilai produksinya sebab, adanya metana akan merugikan tubuh inang. Proses pembebasan metana merupakan penghilangan energi. Energi yang dibebaskan selama pembentukkan metana digunakan mikroba, namun tubuh inang dapat menggunakan secara lebih efisien jika elekttron-elektron yang dipakai untuk membentuk metana dialihkan menjadi produk tereduksi lain seperti VFA (Bryant, 1965). Setelah memperhatikan keseluruhan pengaruh konsentrasi ekstrak propolis dan adanya efek pengenceran bakteri terhadap kemampuan penghambatan pertumbuhan kelompok bakteri uji maka didapatkan suatu data hubungan antara jumlah koloni serta perlakuan konsentrasi ekstrak propolis terhadap kemampuan penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri uji yang ditentukan dengan menggunakan penilaian KHTM seperti pada Tabel 3. Nilai analisis yang diperoleh menunjukkan pada perlakuan penggunaan konsentrasi ekstrak propolis sebesar 4% memberikan efek terhadap keseluruhan kelompok bakteri uji dengan nilai respon penghambatan yang berbeda.
37
Tabel 3, Hasil penentuan nilai KHTM dengan interaksi konsentrasi ekstrak propolis dan pengenceran kelompok bakteri uji kelompok proteolisis
Nilai KHTM (cfu/ml)
kelompok lipolitik
Nilai KHTM (cfu/ml)
kelompok selulolitik
Nilai KHTM (cfu/ml)
A1B6C3
0,00
A2B6C1
0,00
A3B3C4
1,00
A1B7C4
1,00
A2B5C4
0,22
A3B6C3
1,89
A1B2C3
1,50
A2B3C1
1,00
A3B1C4
2,00
A1B5C4
2,00
A2B3C2
1,00
A3B2C3
2,00
A1B1C3
3,00
A2B3C3
1,00
A3B4C4
2,00
A1B1C4
3,00
A2B5C3
1,00
A3B2C4
2,22
A1B3C1
3,00
A2B2C3
1,17
A3B5C4
2,22
A1B4C4
3,00
A2B7C3
1,22
A3B6C4
2,29
A1B6C1
3,00
A2B4C1
1,33
A3B7C4
2,33
A1B3C4
4,00
A2B5C4
1,33
A3B1C3
3,00
A1B5C3
4,00
A2B6C3
1,33
A3B3C3
3,00
A1B6C4
4,00
A2B1C3
2,00
A3B5C3
3,00
A1B2C4
5,00
A2B4C2
2,00
A3B6C2
3,11
A1B4C3
5,00
A2B8C2
2,67
A3B5C2
3,22
A1B5C1
5,00
A2B1C4
2,78
A3B4C3
3,44
A1B7C1
6,00
A2B5C2
2,89
A3B8C4
3,56
A1B8C3
7,00
A2B2C2
3,00
A3B1C2
4,00
A1B3C3
8,00
A2B4C3
3,00
A3B3C1
4,00
A1B5C2
8,00
A2B6C1
3,00
A3B3C2
4,00
A1B7C3
8,00
A2B3C4
3,56
A3B4C2
4,00
A1B8C4
8,00
A2B6C2
3,89
A3B7C1
4,00
A1B4C2
9,00
A2B7C2
3,89
A3B7C2
4,00
A1B1C1
10,00
A2B1C2
4,00
A3B8C2
4,14
A1B2C1
10,00
A2B8C3
4,00
A3B1C1
5,11
A1B4C1
10,00
A2B7C4
4,33
A3B2C1
5,11
A1B6C2
10,00
A2B6C4
4,67
A3B8C3
5,11
A1B7C2
10,00
A2B2C4
4,78
A3B7C3
5,22
A1B1C2
12,00
A2B1C1
5,00
A3B4C1
5,56
A1B2C2
12,00
A2B2C1
5,00
A3B2C2
5,78
A1B8C1
15,00
A2B7C1
5,00
A3B5C1
5,78
A1B3C2
15,89
A2B8C1
5,00
A3B8C1
6,44
A1B8C2
16,00
**
A2B8C4
****
5,78
A3B6C1
***
7,56
Keterangan : A1,A2,A3,A4 secara berurutan adalah kelompok bakteri proteolisis, lipolitik, selulolitik, dan Salmonella sp. B1-B8 adalah taraf konsentrasi propolis dari 0,5-4% .C1-C4 adalah taraf pengenceran koloni bakteri dari 102-108. * pengaruh terbesar penghambatan dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain pada bakteri Salmonella sp, ** pengaruh kedua terbesar penghambatan pada kelompok perlakuan lain pada kelompok bakteri proteolisis, *** pengaruh ketiga terbesar penghambatan pada kelompok perlakuan lain pada kelompok bakteri selulolitik, **** pengaruh terbesar penghambatan pada kelompok perlakuan lain pada kelompok bakteri lipolitik. Dengan derajat alpha 0,05 dilakukan dengan sembilan ulangan pada setiap konsentrasi propolis dan berbeda nyata (P<0,05)
38
Nilai terbesar penghambatan adalah pada kelompok bakteri uji proteolisis sebesar (16,00 cfu/ml) yang nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai penghambatan untuk kelompok bakteri selulolitik (7,56 cfu/ml) dan lipolitik (5,78 cfu/ml). Ekstrak propolis asal Pandeglang secara keseluruhan memberikan efek terhadap pertumbuhan kelompok bakteri uji, kemampuan propolis asal Pandeglang ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Angraini (2006), Lasmayanty (2007), dan Tukan (2008) bahwa propolis Trigona spp asal Pandeglang
memiliki
kemampuan
dalam
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme khususnya bakteri. Propolis memiliki pengaruh pada kelompok bakteri hidrolitik di dalam rumen ekstrak propolis memiliki efek penghambatan yang beragam namun efek terbesar terjadi pada kelompok bakteri proteolisis dibandingkan dengan kelompok bakteri lipolitik dan kelompok bakteri selulolitik. Ekstrak propolis asal Pandeglang yang memiliki kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri dirumen memungkinkan untuk menjaga kestabilan mikroflora di dalam rumen ataupun manipulasi rumen. Manipulasi rumen adalah suatu bentuk sistem proses yang dilakukan untuk mempengaruhi proses fermentasi di dalam rumen sehingga memungkinkan peningkatan perubahan pakan menjadi produk hewani (Baran, 1999). Pada manipulasi rumen ini terdapat lima hal utama yang perlu diperhatikan dalam proses perubahan pakan menjadi nutrisi bagi hewan ruminansia yaitu meningkatkan kemampuan daya cerna terhadap karbohidrat struktural, melindungi protein yang berasal dari pakan dari proses degradasi bakteri proteolisis di dalam rumen, merubah secara mikroba produk akhir dari proses fermentasi, meningkatkan jumlah pertumbuhan mikroba, serta menurunkan laju pembentukan NH3 dan metana dari nitrogen non protein (NPN) (Van Nevel, dan Mayer. 1988). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sittisak Khampa dan Metha Wanapat (2007) terhadap pengaruh suplementasi asam organik terhadap manipulasi rumen menyebabkan nilai pH yang tetap tinggi, mengoptimumkan amonia-nitrogen (NH3-N) serta menurunkan produksi metana dan meningkatkan sintesis protein bakteri serta VFA yang berguna bagi tubuh inang. Ekstrak propolis asal pandeglang memiliki potensi sebagai pelindung protein yang dibutuhkan dalam
39
proses manipulasi rumen maupun mempengaruhi mikroflora rumen dengan menghambat pertumbuhan kelompok bakteri yang bersifat proteolisis, sedangkan untuk kelompok bakteri yang bersifat lipolitik dan selulolitik yang penting dalam proses pembentukan VFA tidak memiliki pengaruh besar dalam penghambatan pertumbuhannya walaupun pada nilai konsentrasi ekstrak propolis tertinggi (4% (b/v)) hal ini dapat diperhatikan pada Gambar 9 dibawah ini
KELOMPOK PROTEOLITIK
Nilai Penghambatan koloni (cfu/ml)
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Konsentrasi propolis (% (b/b)) 1/100
1/10000
3,00
1/100000000 1/1000000 1/10000 1/100 3,50
1/1000000
4,00 1/100000000
40
KELOMPOK LIPOLITIK
Nilai Penghambatan koloni (cfu/ml)
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
Konsentrasi propolis (%(b/b)) 1/100
1/10000
1/100000000 1/1000000 1/10000 1/100 3,50
4,00
1/1000000
1/100000000
KELOMPOK SELULOLITIK
Nilai Penghambatan Koloni (cfu/ml)
8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 1/100000000 1/1000000 1/10000 1/100
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
2,50
3,00
3,50
Konsentrasi propolis (% (b/b)) 1/100
1/10000
1/1000000
4,00
1/100000000
Gambar 9. Grafik nilai KHTM pada masing- masing kelompok bakteri cairan rumen
41
Senyawa yang memiliki sifat antimikroba antaranya adalah alkohol, senyawa-senyawa fenolik, klor, iodium dan etilen oksida (Palezar dan Chan, 1988). Senyawa fenolik memiliki beberapa kelompok diantaranya senyawa flavonoid, senyawa fenol hidrokuinon, dan tanin. Propolis mengadung flavonoid yang merupakan senyawa antibakteri, dan merupakan satu dari kelompok senyawa polifenolik dengan jenis terbanyak adalah aglikon. Senyawa aglikon adalah flavonoid dalam tumbuhan yang terikat pada gula sebagai glikosida, dan memiliki sifat menghambat pertumbuhan bakteri secara kuat. Di alam aglikon ditemukan juga pada buah jeruk. Keberadaan aglikon di dalam sarang lebah dimungkinkan karena lebah mengkoleksi resin propolis menggunakan enzim βglukosidase dari kelenjar hypoharingeal. Aglikon dan podofillotoksin merupakan lignan paling aktif alami dan mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri. Senyawa lignin pada kelompok bakteri rumen yang memiliki kemampuan selulolitik memiliki pengaruh melalui proses pemhambatan kerja dari enzim selulase yang diakibatkan adanya kemampuan lignin untuk membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif enzim. Ekstrak propolis asal Pandeglang memiliki kemampuan penghambatan terhadap kelompok bakteri uji terutama pada jenis kelompok bakteri proteolitik . Mekanisme penghambatan yang terjadi pada kelompok bakteri uji yang berasal dari cairan rumen dapat dijelaskan dengan keberadaan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak propolis asal Pandeglang. Senyawa yang terdapat di dalam ekstrak propolis asal Pandeglang terdiri dari senyawa tanin, flavonoid, steroid, dan alkaloid, namun keberadaan alkaloid dalam ekstrak propolis sangat dipengaruhi oleh perbedaan waktu dan pengkoleksian sampel propolis (Tukan. 2008). Komposisi suatu zat aktif di dalam propolis berbeda dipengaruhi oleh tumbuhan asal resin, iklim, waktu pengkoleksian dan jenis lebah (Bankova, 2000). Senyawa tanin yang terdapat pada ekstrak propolis merupakan satu faktor penghambatan beberapa kelompok bakteri rumen. Senyawa tanin pada beberapa penelitian memberikan efek terhadap penghambatan proses degradasi protein di dalam rumen melalui penghambatan inhibisi pembentukan kompleks substrat enzim terutama pada kelompok enzim proteolitik. Tanin yang terdapat didalam rumen setelah meningkatnya kemampuan adaptasi beberapa kelompok bakteri
42
rumen juga akan mengalami degradasi (Nelson, et al. 1998). Senyawa flavonoid dan alkaloid juga memberikan pengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan koloni bakteri rumen. Senyawa flavonoid dan alkaloid memiliki kemampuan aktivitas biologis sehingga mengakibatkan terjadinya penghambatan pertumbuhan koloni bakteri rumen maupun protozoa (Hart, et al. 2007). Nilai penghambatan yang tinggi pada kelompok bakteri proteolitik dikarenakan adanya komplektisitas senyawa serta adanya kandungan senyawa spesifik yang terdapat pada ekstrak propolis asal Pandeglang. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tukan (2008) didapatkan senyawa senyawa yang memiliki kemiripan dengan senyawa asam lenoleat, dan senyawa Cyloartenol
yang memiliki nilai kelimpahan
tertinggi. Pada beberapa penelitian yang menggunakan penambahan suatu jenis minyak atau bentuk turunannya yang berupa asam lemak diketahui bahwa hal ini akan mengakibatkan terjadinya proses penyabunan di dalam rumen yang hampir sama mekanismenya dengan penggunaan senyawa saponim sebagai senyawa manipulator rumen. Proses penyabunan akan mengakibatkan tergangunya tegangan permukaan sehingga keseluruhan dinding sel bakteri akan mengalami perubahan tekanan osmotik sehingga akan mematikan sel bakteri, namun pada senyawa minyak atau bentuk turunannya yang berupa asam lemak proses kematian sel bakteri diawali dengan kemampuan senyawa minyak yang bersifat hidrofobik dan memiliki afinitas dengan lipid membran sel bakteri, sehingga hal ini akan mengganggu permeabilitas membran sehingga cairan sitosol dapat keluar dan sel mangalami kehilangan pola pergerakan proton yang berakhir dengan proses lisis sel bakteri. (Hart, et al. 2007). Struktur senyawa dan nama senyawa yang terdapat pada ekstrak propolis dapat dilihat pada Lampiran 6
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Pada Bakteri Salmonella sp Salmonella sp umumnya terdapat didalam rumen, bakteri ini dapat menginfeksi hewan ruminansia melalui pakan (Bender, et al. 1997). Pada penelitian ini keberadaan bakteri Salmonella sp didapatkan pada cairan rumen dengan bentuk koloni yang spesifik dibandingkan dengan koloni bakteri lain, hal ini yang mengakibatkan dipilihnya penggunaan media spesifik untuk lebih
43
memudahkan proses penentuan jenis spesies bakteri. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai
konsentrasi
ekstrak
propolis
terendah
(0,5%(b/b)
memiliki
nilai
penghambatan sebesar 8,75 cfu/ml sedangkan pada nilai konsentrasi ekstrak propolis terbesar (4%(b/b) memiliki nilai penghambatan terbesar dibandingkan kelompok bakteri cairan rumen yaitu 13,69 cfu/ml. Tabel 4, Hasil penentuan KHTM ekstrak propolis asal Pandeglang terhadap Salmonella sp Konsentrasi Propolis (g/100 ml)
Nilai hambat pertumbuhan koloni (cfu/ml)
Salmonella sp 0,5 8,75 1 8,00 1,5 7,83 2 8,97 2,5 10,00 3 10,25 3,5 10,61 4 13,69 Keterangan : Dengan derajat alpha 0,05 dilakukan dengan sembilan ulangan pada setiap konsentrasi propolis dan berbeda nyata (P<0,05)
Nilai penghambatan yang didapatkan pada bakteri Salmonella sp dapat diakibatkan oleh adanya komponen kimia yang beragam yang terkandung pada propolis asal Pandeglang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tukan (2008) didapatkan bahwa pada propolis yang berasal dari Pandeglang didapatkan adanya kelompok senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan tanin. Nilai konsentrasi propolis juga memberikan efek penghambatan yang berbeda dengan semakin tingginya nilai konsentrasi maka semakin besar nilai penghambatan pada kelompok bakteri Salmonella sp. Pada Gambar 10 nilai konsentrasi tertinggi ekstrak propolis asal Pandeglang memberikan efek penghambatan sebesar 13,69 cfu/ml pada kelompok bakteri Salmonella sp. Bakteri Salmonella sp termasuk dalam keluarga Enterobacteriaceae yang memiliki kedekatan dengan E. coli dan Shigella. Salmonella sp juga termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif yang memiliki sifat dinding sel yang lebih kompleks dibandingkan bakteri Gram positif. Salmonella sp pada umumnya merupakan bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit pada hewan yang menjadi tempat
44
hidupnya, bakteri ini dapat mengganggu proses pencernaan pada bagian rumen dan bagian alat cerna lain selain rumen. Bakteri Salmonella sp juga mampu melakukan hidrolisis terhadap protein-protein terutama protein-protein yang memiliki unsur sulfida di dalam struktur, hal ini yang dimanfaatkan untuk memvisualisasikan koloni bakteri Salmonella sp dengan menggunakan media spesifik.
Salmonella sp nilai hambat pertumbuhan koloni (cfu/ml)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0,5
1
1,5
2
2,5
konsentrasi propolis (g/ml)
3
salmonella sp 3,5
4
salmonella sp
Gambar 10. Grafik daya hambat pertumbuhan koloni Salmonella sp oleh ekstrak propolis asal Pandeglang Pada media spesifik seperti pada XLD (Xylose Lysine Desoxycholate Agar) kemampuan Salmonella sp untuk mereduksi sulfida dari asam amino protein akan mengakibatkan terbentuknya H2S yang akan memberikan ciri spesifik pada media dengan bentuk koloni yang berwarna merah dengan pusat yang berwarna hitam pada bagian pusatnya. Bakteri Salmonella sp yang bersifat Gram negatif dan memiliki kemampuan melakukan proteolisis memungkinkan salmonella menjadi kompetitor dalam proses proteolisis di dalam rumen.
45
Penyediaan protein ataupun asam amino bagi hewan ruminansia memang dilakukan oleh bakteri yang sangat dipengaruhi oleh substrat fermentasi yang diperoleh dari pakan. Pada rumen terdapat bakteri dalam jumlah yang sangat besar serta dengan nilai keragaman yang besar dengan jenis Gram negatif maupun Gram positif didalamnya. Secara normal jumlah bakteri di dalam rumen sangat tinggi dengan nilai kandungan sel (>1010 sel per g), dan bakteri memiliki peranan dominan dalam keseluruhan proses fermentasi di dalam rumen hewan ruminansia (James, et al. 2001). Ekstrak propolis secara keseluruhan memiliki efek penghambatan pada setiap kelompok bakteri namun memiliki nilai penghambatan yang berbeda, namun secara konsentrasi efisiensi penggunaan ekstrak propolis juga perlu diperhatikan. Pada nilai konsentrasi propolis yang terendah (0,5 %) daya hambat pertumbuhan koloni terbesar dibandingkan tiga jenis bakteri cairan rumen dialami oleh bakteri Salmonella sp (8,7500 cfu/ml). Hal ini menunjukkan adanya kemampuan ekstrak propolis untuk menghambat bakteri Salmonella sp tanpa mengganggu pertumbuhan bakteri cairan rumen yang penting untuk proses fermentasi di dalam rumen. Pada nilai konsentrasi yang terendah ekstrak propolis memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang umumnya bersifat patogen pada hewan ruminansia seperti Salmonella sp. Penghambatan pada bakteri Salmonella sp semakin besar nilainya dengan bertambahnya nilai konsentrasi propolis. Hal ini diakibatkan oleh kandungan ekstrak propolis yang semakin besar pada konsentrasi terbesar. Efek propolis asal Pandeglang pada Salmonella sp juga dapat dijelaskan dengan adanya perbedaan pada komposisi struktur dinding sel bakteri dimana salmonella sp adalah salah satu jenis bakteri Gram negatif yang memiliki komposisi yang lebih kompleks pada dinding selnya dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif, yang mengakibatkan bakteri Gram negatif tersebut lebih dapat bertahan terhadap infiltrasi propolis. Hal ini
mengakibatkan
penghambatan
terhadap
pertumbuhan
koloni
bakteri
Salmonella sp membutuhkan nilai konsentrasi ekstrak propolis yang lebih tinggi. Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Tukan Tukan pada tahun 2008 dengan menggunakan ekstrak propolis asal Pandeglang membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp.
46
Adanya efek yang berbeda pada setiap konsentrasi terhadap kelompok bakteri cairan rumen dan bakteri Salmonella sp memberikan suatu Gambaran adanya potensi propolis untuk mengontrol laju pertumbuhan koloni bakteri di dalam rumen. Konsentrasi
ekstrak
propolis
yang
berbeda
memberikan
efek
penghambatan yang berbeda pada setiap kelompok bakteri cairan rumen dengan nilai pengeceran koloni yang berbeda, maka adanya faktor pengenceran bakteri juga menjadi suatu penentu jumlah koloni yang mempengaruhi nilai penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri oleh ekstrak propolis asal Pandeglang. Pengeceran koloni bakteri Salmonella sp dilakukan dengan menggunakan nilai pengenceran 10-2, 10-4, 10-6, dan 10-8. Pengenceran koloni bakteri secara teori bertujuan untuk menurunkan nilai kerapatan koloni bakteri sehingga akan mempermudah pengamatan dalam menentukan jumlah sel bakteri yang tumbuh dalah suatu cawan petri (Owens, et al. 1990; Shyamapada, et al. 2003; Makut, et al. 2008). Pada Tabel 5 dibawah ini dapat dilihat adanya pengaruh pengenceran cairan rumen yang mempengaruhi jumlah penentuan penghambatan pertumbuhan koloni kelompok bakteri uji. Tabel 5, Hasil penentuan pengaruh pengenceran terhadap nilai hambat pertumbuhan koloni Salmonella sp Pengenceran Bakteri
Nilai hambat pertumbuhan koloni (cfu/ml) Salmonella sp 10-2 15,94* -4 10 11,89 10-6 5,54 10-8 5,68 Keterangan : Superskrip (*) yang berbeda nyata dengan menggunakan derajat alpha 0,05 dilakukan dengan sembilan ulangan pada setiap konsentrasi propolis dan berbeda nyata (P<0,05)
Pada Tabel 5 dapat teramati adanya nilai hambatan yang terjadi karena adanya proses pengenceran, proses pengenceran ini tidak secara langsung mempengaruhi penghambatan pertumbuhan koloni namun dengan mempengaruhi nilai pertumbuhan koloni di dalam media uji dan media kontrol. Cairan rumen yang tidak diencerkan terlebih dahulu sebelum inokulasi
memberikan
pertumbuhan koloni yang sangat rapat di dalam media sehingga mempersulit
47
proses pengamatan untuk perhitungan jumlah bakteri. Penentuan nilai aktivitas penghambatan propolis juga ditentukan dengan nilai pertumbuhan kelompok bakteri uji pada media spesifik XLD, sehingga selisih antara media kontrol dengan media uji merupakan nilai penghambatan dari pertumbuhan kelompok bakteri uji. Pada setiap kelompok bakteri Salmonella sp memberikan nilai pertumbuhan yang berbeda setelah proses pengenceran. Pada pengenceran bakteri 10-2 dapat teramati adanya nilai penghambatan yang tinggi pada kelompok bakteri Salmonella sp hal ini diakibatkan oleh penggunaan bakteri yang didapatkan dari proses penanaman cairan rumen pada media spesifik untuk bakteri Salmonella sp sehingga secara keseluruhan dapat teramati adanya pengaruh pengenceran pada bakteri, memungkinkan semakin kecilnya nilai penghambatan pertumbuhan koloni bakteri uji. Secara umum bakteri Salmonella sp terdapat di dalam rumen melalui proses pencernaan dengan adanya kontaminasi pada pakan, namun walupun keberadaannya di dalam rumen efek patogen dari bakteri ini lebih diakibatkan oleh tingginya kerapatan populasinya di dalam rumen (Bender, et al. 1997). Patogenesis bakteri Salmonella sp pada hewan ruminansia umumnya diakibatkan oleh tingginya kerapatan populasi bakteri sehingga meningkatkan jumlah kemampuan bakteri berikatan dengan silia-silia rumen maupun silia-silia pada organ pencernaan setelah rumen sehingga mengakibatkan terhalangnya bakteri-bakteri hidrolitik untuk berikatan dengan silia-silia tersebut sebagai proses awal penyediaan nutrisi bagi hewan ruminansia tersebut (Bender, et al. 1997; Fallon, et al. 2002). Secara teori pengenceran bertujuan untuk menurunkan tingkat populasi
suatu
bakteri
di
dalam
media
pertumbuhan
sehingga
akan
memungkinkan proses perhitungan secara lebih teliti (Ratna. 1993; Jennifer. 2001; Basquet, et al . 2004). Perhitungan pada setiap cawan petri dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah koloni yang muncul, jumlah koloni yang teramati merupakan suatu indeks jumlah organisme yang dapat hidup di dalam sampel (Ratna. 1993). Setelah didapatkan adanya pengaruh pengenceran bakteri dan konsentrasi ekstrak propolis terhadap penentuan nilai KHTM maka kedua jenis variabel tersebut digunakan. Dari hasil pengamatan didapatkan nilai hambat pertumbuhan
48
koloni Salmonella sp seperti pada Gambar 11. Ekstrak propolis yang memberikan efek pada kelompok bakteri Salmonella sp (20,44 cfu/ml) yang termasuk dalam kelompok bakteri yang bersifat Gram negatif diduga karena propolis memiliki sifat seperti antibitotik polimiksin, antibiotik ini merupakan bahan antibiotik yang sensitif menghancurkan membran spesies Gram negatif secara khususnya polimiksin berinteraksi dengan fosfolipid membran sel yang berakibat hilangnya kontrol osmotik membran sehingga mengakibatkan kebocoran dan mempermudah penetrasi dan merusak struktur membran sel (Tukan. 2008). Kemampuan ekstrak propolis asal Pandeglang menghambat pertumbuhan kelompok bakteri Salmonella sp dimungkinkan dengan adanya keragaman senyawa di dalam propolis.
KELOMPOK Salmonella sp
Nilai pen g hambatan (cfu /ml)
20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 Konsentrasi propolis (%(b/b))
1/100
1/10000
1/1000000
1/100000000 1/1000000 1/10000 1/100
1/100000000
Gambar 11. Grafik nilai penghambatan dengan interaksi konsentrasi ekstrak propolis dan pengenceran bakteri Salmonella sp
49
Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa ekstrak propolis asal Pandeglang memberikan efek penghambatan yang lebih dominan pada kelompok bakteri patogen Salmonella sp di dalam rumen. Hal ini juga dukung oleh pernyataan Tukan (2008) yang menyatakan kemampuan hambat tumbuh minimum propolis Trigona spp asal pandeglang, lebih dominan terhadap bakteri patogen. Ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang yang dominan terhadap kelompok bakteri patogen dan Gram negatif dibandingkan dengan pengaruhnya terhadap kelompok bakteri hidrolitik di dalam rumen. Mekanisme penghambatan yang terjadi pada kelompok bakteri uji yang berasal dari cairan rumen dapat dijelaskan dengan keberadaan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak propolis asal Pandeglang. Senyawa yang terdapat di dalam ekstrak propolis asal Pandeglang terdiri dari senyawa tanin, flavonoid, steroid, dan alkaloid, namun keberadaan alkaloid dalam ekstrak propolis sangat dipengaruhi oleh perbedaan waktu dan pengkoleksian sampel propolis (Tukan. 2008). Komposisi suatu zat aktif di dalam senyawa propolis berbeda dipengaruhi oleh tumbuhan asal resin, iklim, waktu pengkoleksian dan jenis lebah (Bankova, 2000). Adanya golongan senyawa yang beragam pada propolis merupakan satu hal yang terpenting dalam kemampuan propolis menghambat pertumbuhan bakteri, namun secara jelas mekanisme kerja propolis dan target reaksi senyawa propolis terhadap sel bakteri hingga saat ini belum diketahui.