13
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Meningkatnya suhu tubuh merupakan salah satu akibat atau gejala dari berbagai macam penyakit, dimana kondisi tersebut dapat dialami oleh semua orang tanpa kecuali pada anak-anak. Masa kanak-kanak adalah masa dimana seorang anak normal mengalami saat tidak enak, pada masa ini seringkali anak ditimpa gejala penyakit. Anak terpaksa kontak dengan berbagai jenis kuman (Bisma, 2009). Pada kondisi anak dibawah 5 tahun tubuh anak belum bisa merespon berbagai serangan kuman penyakit, hal ini disebabkan karena belum terbentuknya imunitas tubuh secara sempurna (Princis, 2005). Demam merupakan salah satu gejala dari suatu penyakit, dan sebagai salah satu keluhan utama yang sering disampaikan orang tua pada saat membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan. Demam didefinisikan bila suhu tubuh lebih dari normal sebagai akibat peningkatan pengaturan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (iL-1) (Sumarmo, dkk, 2008). Demam pada umumnya tidak berbahaya, tapi bila demam tinggi dapat membahayakan anak, keadaan demam yang mencapai suhu 410 C disebut hiperpireksi (Sumarmo, dkk, 2008). Hiperpireksia mempunyai angka kematian yang tinggi. Demam yang mencapai 410 C mortalitas bisa mencapai 17 % dan bila suhu tubuhnya 430 C mortalitas bisa mencapai 70% (Linda, 2000). Kerusakan jaringan dapat terjadi bila suhu
14
tubuh lebih tinggi dari 410 C. Jaringan yang mudah terkena adalah jaringan susunan saraf pusat yang berimplikasi pada koma, kejang, kelumpuhan, dan oedem otak. Anak bisa mengalami kejang bila menderita demam (Guyton, & Sumarmo, dkk, 2008). Kejang demam adalah bangkitnya kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial (Soetomenggolo, 1999; Lumbantobing, 2002). Kejang demam merupakan kelainan terbanyak diantara penyakit saraf pada anak. Kurang lebih 3 % anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun pernah mengalami satu kali atau lebih serangan kejang demam (Goodrige 1987; Lumbantobing, 2002). Kejang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: infeksi, umur, genetika, prenatal, perinatal dan kadar natrium yang rendah (Soetomenggolo, 1999; Lumbantobing, 2002). Sebelum kejang anak biasanya menderita panas tinggi, kejang biasanya timbul 16 jam pertama setelah timbul demam (Sumarmo, dkk, 2008). Pada saat demam tergantung kekuatan tubuh anak, kejang demam dapat berlangsung singkat dan tidak berbahaya, tapi bila kejang lebih dari 15 menit dapat berbahaya pada anak, karena bisa menyebabkan epilepsy, retardasi mental, kelumpuhan. Sekitar sepertiga dari penderita kejang demam akan mengalami kekambuhan satu kali dalam hidupnya atau lebih. Faktor usia awitan yang lebih muda memberi resiko yang lebih besar untuk berulang kejang. Kejang demam yang pertama terjadi pada usia sebelum satu tahun kemungkinan kambuh adalah 50%, sedang pada usia lebih satu tahun kemungkinan kambuh 28 % ( Nelson & Allenberg, 1983).
15
Kekambuhan kejang demam perlu dicegah, karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga, bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap (cacat). Menurut Lumbantobing (2002), ada tiga upaya yang dapat dilakukan untuk profilaksis kekambuhan kejang demam yaitu: 1) profilaksis intermiten, dilakukan pada saat anak demam, 2) profilaksis terus menerus dengan obat anti konvulsan tiap hari, 3) mengatasi segera bila terjadi demam. Penanganan segera bila terjadi serangan demam merupakan usaha profilaksis terus menerus untuk mencegah kejang demam yang biasa dilakukan oleh orang tua. Penelitian di Italia melaporkan bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan ibu dirumah bila anak demam adalah pemberian anti piretik 48%, hanya 18 % anak yang dibawa ibunya ke dokter (Lumbantobing, 2002). Mitos yang dianut di masyarakat bila anak yang panas atau sakit harus dijaga agar tubuhnya tidak kedinginan, orang tua berusaha membungkus anak dengan selimut (Bisma, 2004). Penelitian di Arab Saudi oleh Adam tentang beberapa tindakan yang dilakukan ibu untuk mengatasi demam pada anak sebelum dibawa ke rumah sakit dari 100 responden ada 98% memberikan kompres air biasa, 2% kompres alkohol, 5% mengurangi baju atau pakaian, 12% menambah baju hangat, 100% dengan antipiretik, 23% analgetik dan 62% antibiotik. Menurut penelitian Purwoko terdapat 95,7% ibu merasa khawatir bila anak demam, dengan alasan utama anaknya bisa menjadi kejang, dan menderita penyakit berat 64%. Ibu yang mengetahui definisi demam (37%) lebih khawatir bila dibanding ibu yang tidak mangetahui definisi demam.
16
Tindakan terbanyak yang dilakukan ibu bila anak demam diberi anti piretik (72%) pemberian antipiretik ini dipengaruhi pemahaman ibu tentang manfaat antipiretik dan adanya persediaan obat dirumah tapi tidak dipengaruhi kekhawatiran ibu. Bervariasinya pemahaman dan pengetahuan ibu dalam penanganan anak demam sangat beresiko untuk terjadinya kejang. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang mengamati sesuatu obyek (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan bisa dipelajari dari guru, teman, buku, media masa, pengetahuan ibu tentang demam adalah pemahaman ibu tentang definisi demam, penyebab, akibat lanjut bila anak demam bila tidak segera diatasi, tindakan yang dilakukan bila anak demam. Pengetahuan juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang dilakukan. Menurut Chave dkk sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan cara-cara tertentu, dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensi untuk bereaksi dengan cara tertentu bila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon, perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang
unt uk
pengetahuan,
kepentingan
kepercayaan,
atau
nilai-nilai
kebutuhan dan
tertentu
norma
berdasarkan
kelompok
yang
bersangkutan, dalam terapi profilaksis kambuhnya kejang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap demam pada anak (Notoadmodjo, 2003). Kasus kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di instalasi rawat inap ruang anak RSUD Ambarawa, pada tahun 2007 ada 119 kasus (64 laki-laki dan 55 perempuan), tahun 2008 ada 126 kasus (84 laki-laki
17
dan 42 perempuan) tahun 2009 ada 154 kasus (97 laki-laki dan 57 perempuan). Dari kasus tersebut ada sebanyak 84 anak yang mengalami kejang sebelum dibawa ke rumah sakit tanpa ada riwayat kejang demam sebelumnya. Dari wawancara yang dilakukan terhadap 20 ibu yang anaknya menderita demam ada 10 orang (50%) ibu memberikan kompres dingin sebelum dibawa kerumah sakit tanpa diberi penurun panas karena tidak ada, 5 orang (25%) ibu menyatakan langsung dibawa ke rumah sakit tanpa memberikan tindakan apapun karena alasan khawatir 5 orang (25%) ibu sudah memberikan kompres dingin dan obat penurun panas (beli diwarung dosis tidak tepat). Hasil wawancara menunjukan bahwa perilaku ibu dalam mengatasi demam masih bervariasi. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari faktor resiko apa yang paling banyak menyebabkan kejang demam pada anak yang tekait dengan pengetahuan, sikap dan praktek atau ketrampilan orang tua terhadap demam pada anak.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas ternyata kejang demam merupakan kelainan terbanyak penyakit syaraf pada anak, kurang lebih 3 % anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Data yang didapat di RSUD Ambarawa, kasus kejang demam dari tahun ke tahun meningkat. Berdasarkan anamnese dan keluhan yang disampaikan orang tua saat dibawa ke rumah sakit, didapatkan data bahwa anaknya mengalami kejang demam sebelum dibawa ke rumah sakit dan
18
tidak ada riwayat kejang demam sebelumnya. Kejadian kejang dapat dicegah, karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi orang tua atau keluarga, karena kejang yang berlangsung lama akan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap. Masih bervariasinya perilaku orang tua dalam mengatasi demam, dimana perilaku orang tua dipengaruhi oleh pemahaman orang tua tentang demam dan sikap orang tua terhadap demam. Berdasarkan latar belakang pendahuluan dan pernyataan yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan “aspek pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan yang mempengaruhi terjadinya kejang demam pada anak?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi kejadian kejang demam pada anak di RSUD Ambarawa. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan faktor pengetahuan orang tua tentang kejadian kejang demam b. Mendeskripsikan faktor sikap orang tua tentang kejang demam c. Mendiskripsikan faktor praktek atau tindakan tentang kejang demam d. Mendeskripsikan kejadian kejang demam e. Menganalisis pengaruh faktor pengetahuan dengan kejadian kejang demam pada anak di RSUD Ambarawa
19
f. Menganalisis pengaruh faktor sikap dengan kejadian kejang demam anak di RSUD Ambarawa g. Menganalisis pengaruh faktor praktek atau tindakan kejang demam anak usia di RSUD ambarawa h. Menganalisis faktor dominan dari kejadian kejang demam anak di RSUD Ambarawa
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat keilmuan a. Ilmu pengetahuan Dapat menambah pengetahuan dan referensi khususnya dalam bidang keperawatan anak. b. Bagi pendidikan dan peneliti Diharapkan menjadi penyedia data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai demam dan kejang demam pada anak 2. Manfaat praktis a. Bagi orang tua Dapat menambah pengetahuan orang tua tentang penanganan demam secara benar dan faktor resiko terjadinya kejadian kejang demam. b. Bagi Rumah Sakit 1) Memberikan masukan perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan
pada
masyarakat
dalam
peningkatan
pelayanan
20
khususnya dalam pencegahan demam yang beresiko menjadi demam yang lebih lanjut atau terjadinya kejang demam. 2) Bagi tim penyuluh kesehatan masyarakat RSUD Ambarawa, dapat sebagai masukan memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit yang berhubungan dengan faktor resiko kejang demam, sehingga kejadian kejang demam dapat dicegah.
E. Bidang ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak.