ANALISIS WACANA PESAN TEOLOGIS DALAM NOVEL MUSAFIR CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY Skripsi Diajukan kepada fakultas dakwah dan komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana ilmu sosial islam ( s.sos. I )
Oleh : HIKMATUNNISA NIM 104051001786
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Juni 2010
Hikmatunnisa
i
ABSTRAK Hikmatunnisa 104051001786 Analisis Wacana Pesan Teologis dalam Novel Musafir Cinta Karya Taufiqurrahman Al-Azizy Novel Musafir Cinta mengandung pesan teologis, yaitu di dalamnya menyangkut pesan-pesan yang terdapat nilai ketuhanan (keimanan seseorang terhadap Tuhan-nya), yang dimanivestasikan dalam aspek-aspek kehidupan sosial yang juga terkandung dalam agama manapun, seperti Islam yang mencakup pendidikan dan pengajaran tentang akhlak yang baik. Dari penjabaran di atas, maka penulis memunculkan pertanyaan, sebagai objek pembahasan skripsi ini, bagaimana wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman Al-Azizy? Bagaimana penyusunan wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosialnya?. Secara keseluruhan pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karangan Taufiqurrahman al-Azizy ini, lebih banyak menyoroti tentang kehidupan anak manusia bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga hubungan manusia dengan lingkungannya yang mencoba menapaki hidayah ilahi untuk mendapat ridho dan keadilan Ilahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana (discourse analiysis) yang merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis media dengan pendekatan kualitatif. Pesan teologis yang ingin disampaikan oleh komunikator adalah dari hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan lingkungan di sekitarnya. Dalam analisis novel melalui pendekatan kognisi sosial ini difokuskan pada bagaimana sebuah teks dirilis, dipahami, dan ditafsirkan. Dalam penulisan novel Musafir Cinta, pengarang merupakan sumber utama dalam terbentuknya cerita. Dan pada analisis novel ini melalui pendekatan konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau teks. Dalam novel Musafir Cinta, terinspirasi setelah mentafakuri salah satu ayat Al-Qur’an yang mengkisahkan tentang pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim as. Inspirasi besar inilah yang mendorong pengarang untuk menulis buku bacaan Islami seperti novel Musafir Cinta yang mudah dicerna dan dipahami, lugas, mengalir, penuh hikmah, menyentuh jiwa yang dikemas dalam bentuk novel spiritual pembangunan iman.
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur semata-mata hanya untuk Allah yang dengan kasih saying-Nya selalu memberkati semesta alam raya ini. Sembah sujudku untuk-Nya yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi yang telah mengajarkan tauhid dan akhlak kepada seluruh umat manusia. Kebahagiaan yang bercampur keharuan beriringan dengan syukur yang selalu tunduk kepada Allah yang tidak henti-hentinya mencurahkan kesempatan, kesanggupan dan kemampuan dalam menghadapi segala hal. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan perkuliahan, hingga penulisan skripsi ini tidak bisa berjalan sendiri. Karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, kepada: 1. Bpk Drs. Arif Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bpk Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bpk Drs. Masran, M.Ag, selaku Pembimbing Akademik di Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Umi Musyarrofah, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang selalu senantiasa meluangkan waktu, dan pikirannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
5. Bpk Drs. Study Rizal, LK, MA, selaku pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Orang Tua Tercinta, terutama untuk Ibunda Hj.Ruhainah untuk perjuangan dalam membesarkan dan membimbing penulis serta doanya selama ini, dan Alm.Ayahanda H.Abd. Salam semoga diterima di sisi Allah SWT dan ditempatkan di tempat yang paling indah di sisi-Nya, dan keluarga yang selalu memberikan motivasi baik moril ataupun materil, dan penulis mengucapkan terima kasih yang teramat dalam atas dukungan dan kepercayaannya. 7. Suami tercinta, Hery Setiawan S.H, terima kasih buat motivasi apapun bentuknya baik moril ataupun materil. Dan anakku tercinta Radhin. 8. Ust. Taufiqurrahman Al-Azizy, penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk inspirasi, waktu dan kesempatannya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Para Dosen yang telah berbagi ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di perkuliahan. Penulis mengucapkan terima kasih, jasa kalian tiada tara. 10. Teman-teman KPI A, B, C, D terutama KPI B tahun 2004, Komunitas Mahasiswa Kreatif Audio Visual (KOMKA), dan teman-teman sewaktu di kosan yang semuanya memberikan keceriaan dan semangat selama ini terima kasih atas semuanya. 11. Sahabat-sahabatku yang tersayang, Restifa, Anis, Tia, Sarah, Baity, Hayat, Haiza, Mika, Ida, Yayu, Syahrani dan yang tidak disebutkan namanya, terima kasih atas perhatian, dukungan, dan motivasi dari kalian semua.
iv
Pada akhirnya kepada Allah jualah ini semua disandarkan. Penulis sadar bahwa karya ini sangat jauh dari kesempurnaan, namun penuh harap semoga karya ini bisa menjadi jembatan ilmu dari keingintahuan yang lebih banyak di masa depan bagi penulis khususnya dan semua pihak pada umumnya.
Ciputat,
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.…………………………………………..…...i ABSTRAK………………………………………………………………….ii KATA PENGANTAR………………………………………………..........iii DAFTAR ISI……………………………………………………………....vi DAFTAR TABEL………………………………………………………....viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………..6 D. Tinjauan Pustaka……………………………………............7 E. Metodologi Penelitian………………………………............8 F. Sistematika Penulisan……...………………………............12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Analisis Wacana dan Teori Van Djik 1. Pengertian Analisis Wacana...…………………………13 2. Kerangka Analisis Wacana………….………………...16 B. Pesan Teologi 1. Pengertian Teologi…………………..………………....22 2. Iman kepada Allah SWT…………………………........24 3. Iman kepada Malaikat Allah SWT……………….........25 4. Iman kepada Kitab Allah SWT……………………......26 5. Iman kepada Rasul Allah SWT……………………......29 6. Iman kepada Hari Kiamat…………………………......30 7. Iman kepada Qada dan Qadar baik dan buruk…….......31 vi
C. Novel 1. Pengertian Novel………………………………….......34 2. Novel Islami………………………………………......37 3. Jenis-jenis Novel………………………………….......38 4. Prinsip-Prinsip Novel……………………………........40
BAB III
GAMBARAN UMUM NOVEL MUSAFIR CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY A. Biografi Taufiqurrahman Al-Azizy…….…………….......42 B. Sinopsis Novel Musafir Cinta…………….………….......46
BAB IV
TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Wacana Pesan Teologis dalam Novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman Al-Azizy……….......53 B. Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Kognisi Sosial………………………………………..…..80 C. Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Konteks Sosial……………………………………...........82
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan……………………………..…………..........84 B. Saran-saran ………………………...…………................86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1……………………………………………………………………… 10 Tabel 2……………………………………………………………………… 17
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia dalam menjalani hidupnya harus mengikuti aturan atau norma yang ada. Maka dalam kehidupannya, manusia diberikan oleh Allah aturan agama agar dapat hidup sesuai dengan aturan Ilahi. Karena agama adalah suatu manivestasi akan suatu keyakinan dan kepercayaan
(spitualitas)
kepada
Tuhannya
sebagai
sang
pencipta.
Berdasarkan tuntutan agama, kualitas dan ketinggian derajat seseorang itu ditentukan oleh ketakwaan yang ditujukan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia1. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta2. Agama yang dianut seseorang dapat meningkatkan moral dan spiritualnya. Kekuatan moral dan spiritual ini pada psinsipnya dapat ditingkatkan kualitasnya melalui pembinaan agama, sehingga mampu menyentuh sesuatu yang sangat asasi yakni hati nurani. Agama yang sampai ke dalam hati nurani manusia, yaitu agama Islam yang dapat bertahan sampai saat ini, karena Rasulullah dalam menyebarkan agama tersebut penuh dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaannya dalam menyampaikan risalah dakwahnya merupakan pelajaran bagi siapa saja dalam 1
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada), h. 88. Elizabeth Nottingham, Terjemahan: Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, , (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 3. 2
2
menyampaikan pesan dakwahnya salah satunya ada pesan teologis, pesan akan ketauhidan (keesaan dan adanya Tuhan) di dalamnya. Salah satu dalam menyampaikannya melalui media tulisan seperti karya sastra. Karya sastra adalah refleksi masyarakat dari renungan mendalam serta pengolahan serius penciptanya (sastrawan). Karya sastra harus mengandung kebenaran, sastra yang baik adalah yang mengandung kebenaran. Akan tetapi, kebenaran dalam karya sastra bukanlah kebenaran faktual, melainkan lebih kepada kebenaran ideal. Banyak ide dalam karya sastra, ide-ide itu bisa berujud hal-hal tentang hubungan sesama manusia, tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan makhluk lainnya, tentang pendidikan, agama, dan lain-lain.3 Secara umum bentuk karya sastra terbagi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama. Masing-masing bentuk karya sastra tersebut memiliki ciri khas sebagai pembedanya. Salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa adalah novel. Novel adalah cerita prosa tentang kehidupan manusia, seperti halnya cerpen, tetapi isinya lebih terbatas dari pada roman. Novel yang merupakan hasil manivestasi dari para sastrawan, memberikan peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Keberadaannya turut membantu perubahan struktur sosial dalam masyarakat. Hal itu dapat dilihat apabila sastra tersebut telah dikenal dan berkembang di masyarakat. Karena novel tidak hanya sekedar bacaan hiburan saja, tetapi di
3
Nguruh Persua, Peranan Kesusastraan dalam Pendidikan, (Suara Guru. XII, 1980), h.5.
3
dalamnya terkandung pelajaran, pengajaran, serta tingkah laku dan pola-pola kehidupan masyarakat4. Bahasa juga merupakan unsur penting dalam karya sastra, karena pemilihan bahasa yang baik akan berpengaruh pula kepada kualitas karya sastra itu sendiri. Pemilihan bahasa adalah salah satu bentuk interaksi sosial5. Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan diri dan menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada6. Jadi, pemakaian dan pemilihan bahasa yang baik dalam sebuah karya sastra baik itu novel, puisi, cerpen merupakan sarana komunikasi yang dapat menyampaikan semua pesan yang diangkat oleh penulis, sehingga karya tersebut berkualitas dan dapat dinikmati oleh pembaca. Demikian juga dengan imajinasi atau ide, Kekuatan imajinasi atau ide merupakan sebuah modal dasar seorang penulis novel. Melalui imajinasi pula alur cerita dapat dilukiskan sehingga cerita menjadi lebih nyata dan hidup. Seni tulis menulis memberikan kesenangan, hiburan, dan kebahagiaan pada manusia, karena seni adalah keindahan. Maka dari itu, novel selain menghibur juga berguna untuk memanusiakan manusia, karena di sana juga terdapat pesan-pesan yang diambil hikmahnya7. Yang di dalamnya banyak mengandung pesan sosial, pesan moral, pesan dakwah, maupun pesan teologis.
4
Nguruh Persua, Peranan Kesusastraan dalam Pendidikan, h.5. S.C Dik dan J.G. Kooij, Ilmu Bahasa Umum (Terj), (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1994), h.20. 6 Gorys Keraf, Komposisi (Nusa Indah, 1994), h.3. 7 Jakob Subardjo, Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Novel dan Cerpen, h. 11. 5
4
Novel yang mengandung pesan teologis, yaitu yang di dalamnya menyangkut pesan-pesan yang terdapat nilai ketuhanannya (tentang keimanan atau keyakinan seseorang terhadap Tuhan-nya), yang sangat mencintai Tuhannya yang dimanivestasikan dalam aspek-aspek kehidupan sosial yang juga terkandung dalam agama manapun, seperti Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang bernuansa islami, maupun mengandung pendidikan dan pengajaran tentang akhlak atau tingkah laku yang baik. Hal itu akan lebih mudah diterima dan juga dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat pembaca. Seperti halnya novel Musafir Cinta, yang merupakan novel religius yang di dalamnya tersurat dan tersirat akan pesan teologisnya, yaitu salah satu karya tulis Taufiqurrahman al-Azizy. Kehadiran novel ini memberikan warna khazanah sastra dan pernovelan di Indonesia. Novel ini menceritakan tentang pencarian makna spiritulitas seseorang dalam beragama dan berkeyakinan untuk mendapat ridho dan keadilan Ilahi, yaitu dua orang pemuda yang melakukan pencarian makna spiritulitasnya terhadap Tuhannya, yang bukan hanya sekedar warisan keluarga yang turun-temurun saja, seperti pada kisah Nabi Ibrahim AS, yang melakukan pencarian terhadap Tuhannya, tetapi cerita dalam novel Musafir Cinta ini, mencari akan kebenaran Islam yang kaffah, menyeluruh dan sempurna dengan dasar syari’at, tarekat dan makrifat, yaitu rahasia spiritual terdalam setiap muslim sejati. Novel ini dikemas dengan bahasa yang menarik, gaya tutur yang lancar, mengalir dan penuh dengan hikmah dan sarat dengan pesan-pesan,
5
baik pesan dakwah, moral maupun pesan teologis khususnya, dan disertai dengan dalil-dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, namun pesan itu sama sekali tidak mengganggu kenikmatan membaca ceritanya. Novel ini yang dikemas oleh pengarang Taufiqurrahman al-Azizy ini, menurut penulis memiliki daya gugah yang amat kuat. Siapapun yang membacanya
akan
ikut
merasakan
secara
tidak
disadari
dapat
mengidentifikasikan dirinya sendiri, yaitu larut dalam lakon tokoh-tokohnya yang terdapat dalam novel tersebut, dan dapat hanyut dalam suasana yang diceritakan di dalamnya, adanya ketegangan, mengharukan, dapat menggugah hati, menyentuh jiwa akan spiritual seseorang yang membacanya, yaitu dalam novel Musafir Cinta ini, sebuah novel yang menceritakan seorang pemuda yang mencari kesejatian Cinta Ilahi dan kebenaran Islam yang kaffah. Oleh karena itu, wajar novel ini disebut sebagai Novel Spiritual Pembangun Iman, karena setelah membaca novel ini mau tak mau kita harus mengiyakan bahwa memang begitulah efek yang mungkin dirasakan oleh bagi siapa saja yang membacanya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk lebih jauh dan beralasan untuk menganalisis novel ini. Analisis yang akan dikembangkan adalah mencoba memahami wacana pesan teologis yang dikemas oleh Taufiqurrahman alAzizy dalam novel Musafir Cinta tersebut. Jadi judul skripsi ini adalah “ANALISIS MUSAFIR
WACANA CINTA
PESAN
KARYA
TEOLOGIS
DALAM
TAUFIQURRAHMAN
NOVEL
AL-AZIZY”.
6
Diharapkan isi skripsi ini nantinya dapat mendalami makna dari kalimat yang terdapat dalam novel tersebut yang berisi wacana pesan teologis.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka penulis membatasi penelitian ini pada karya Taufiqurrahman Al-Azizy terutama berkenaan dengan wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta. Adapun rumusan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman Al-Azizy? 2. Bagaimana penyusunan wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosialnya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman Al-Azizy . 2. Mengetahui penyusunan wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosialnya. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademik
7
Penulis berharap penelitian ini dapat menambah wawasan bagi para praktisi keagamaan dalam memanfaatkan tulisan sebagai salah media dakwah dan komunikasi, khususnya novel. Dan juga diharapkan untuk memperkaya hasil penelitian melalui pendekatan analisis wacana. 2. Manfaat Praktis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan ataupun kontribusi bagi para teorisi, praktisi, pemikir dakwah untuk lebih memanfaatkan kemampuan menulisnya sebagai saluran berdakwah melalui tulisan di era reformasi, tidak terkecuali para seniman sastra.
D. Tinjauan Pustaka Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku serta artikel-artikel yang membahas tentang novel. Pada penelitian ini akan disampaikan analisis wacana pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Adapun merujuk pada penelitian terdahulu seperti penelitian: 1. Analisis Wacana Pesan Moral dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah oleh Nurchasanah tahun 2007. 2. Analisis Wacana Pesan Sinetron Santriwati Gaul oleh Nurseha tahun 2007. 3. Analisis Wacana Dakwah Melalui Film Koran Gondrong oleh Lisa Badriah tahun 2006. 4. Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst Karya Afifah Afrah.
8
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadi sinetron atau pun film sebagai objek penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan yakni Analisis Wacana Pesan Teologis dalam novel. Meskipun telah ada sebelumnya penelitian terdahulu yang menganalisis wacana namun belum ada yang meneliti analisis wacana pesan teologis dalam sebuah novel. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan sebagai bahan perbandingan dari penlitian serupa yang telah ada serta menambah khazanah penelitian di bidang novel dalam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
E. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana (discourse analiysis) yang merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis media menggunakan pendekatan kualitatif, selain analisis isi dengan pendekatan kuantitatif yang lebih sering digunakan. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau lebih tepatnya adalah menelaah yang berkenaan dengan aneka fungsi (pragmatik) bahasa8. Melalui analisis wacana, penulis tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi juga bagaimana sebuah pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, atau metafora macam apa yang disampaikan. Unsur penting dalam analisis
8
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Rosda Karya, 2004), h. 48.
9
wacana adalah kepaduan (coherence) dan kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.9 Model yang digunakan oleh penulis adalah model Teun A. Van Dijk, menurutnya penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Kelebihan analisis wacana model ini, adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. 10 Elemen analisis wacana dalam struktur teks yang dipaparkan oleh Van Dijk, dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan. Maka struktur teks itu adalah sebagai berikut: 1.
Struktur makro, adalah makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami dan diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks.
2.
Superstruktur, yaitu kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.
3.
Struktur mikro, yaitu makna local dari suatu teks yang apat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.11 Berikut akan dijelaskan satu persatu elemen wacana Teu A. Van Dijk
yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini:
9
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing h. 68. 10 Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2006), h. 224. 11 Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 227.
10
Tabel 1 Struktur
Hal Yang Diamati
Elemen
Struktur
Tematik
Topik
Makro
Tema atau topik yang dikedepankan
Wacana
dalam novel Musafir Cinta. Superstruktur
Skematik
Skema
Bagaimana bagian dan urutan novel yang dikemas dalam teks yang utuh. Struktur Mikro
1. Semantik
Latar,
Detail,
Makna yang ingin ditekankan dan Maksud. dalam novel Musafir Cinta. 2. Sintaksis
Bentuk kalimat,
Bagaimana
kalimat
(bentuk, Koherensi,
susunan) yang dipilih.
Kata Ganti.
3. Stilistik
Leksikon
Bagaimana dipakai
dan
pilihan
dalam
kata
novel
yang
Musafir
Cinta. 4. Retoris
Grafis,
Bagaimana dan dengan cara apa Metafora,dan penekanan cerita dilakukan.12
Ekspresi.
1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy, sedangkan objek penelitiannya adalah konstruksi wacana dari segi atau dimensi teks sosial, kognisis sosial, dan konteks sosial.
12
Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229.
11
2. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu melakukan penelitian adalah pada pertengahan tahun 2008. Dan tempat melakukan penelitian ini, dalam menganalisis wacana dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy ini adalah di dalam rumah atau tempat tinggal penulis sendiri. 3. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh datanya, penulis melakuka dokumentasi kerena merupakan sumber yang stabil, berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, hasil pengkajian dokumen akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti. Dokumen yang dikumpulkan semuanya berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data atau teori-teori dari buku, majalah, internet dan yang lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. 4. Tehnik Analisa Data Dalam penelitian analisis wacana ini, data-data akan disesuaikan dengan metode yang digunakan Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Data-data tersebut merupakan data yang terdapat dalam novel Musafir Cinta, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka dalam analisa wacana. Dalam analisis wacana, proses penafsiran dari peneliti merupakan hal utama dalam menganalisis datanya karena dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah novel Musafir Cinta. Oleh karena itu, penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan teori Van Djik.
12
Setelah melakukan penafsiran, selanjutnya melakukan penyajian data yang berbentuk sekumpulan informasi, yang kemudian data tersebut kemungkinan akan dijadikan sebagai acuan dalam penarikan kesimpulan dan pemberian saran.
F. Sistematika Penelitian Bab I
Pendahuluan, mencakup Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.
Bab II
Tinjauan Teoritis, yang mencakup Konsep Analisis Wacana, yang terdiri dari Pengertian Analisis Wacana, Jenis-jenis Analisis Wacana dan Analisis Wacana Teun A. Van Dijk, Pengertian Teologi, Penjelasan Mengenai Rukun Iman, serta Pengertian Novel dan Jenis-jenisnya.
Bab III
Gambaran Umum Novel Musafir Cinta Karya Taufiqur-Rahman Al-Azizy, mencakup Biografi Taufiqurrahman Al-Azizy dan Sinopsis Novel Musafir Cinta.
Bab IV
Temuan Data Dan Pembahasan, mencakup Wacana Pesan Teologis dalam Novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman AlAzizy, Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Kognisi Sosial, serta Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Konteks Sosial.
Bab V
Penutup, mencakup Kesimpulan dan Saran.
13
13
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Analisis Wacana dan Teori Van Dijk 1. Pengertian Analisis Wacana Kata analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan wacana. Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa, penjelasan sesudah dikaji sebaik-baiknya, penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra atas unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antar unsur tersebut1. Secara etimologi, istilah wacana berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu wac/wak/uak yang memiliki arti “berkata” atau “berucap”. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata “ana” yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna “membendakan” (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau urutan2. Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris “discourse”. Kata “deiscourse” sendiri berasal dari bahasa Latin
1
Departemen Pendididikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-1, h. 32. 2 Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode, Aplikasi, dan Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3.
14
“discursus” (lari ke sana ke mari). Kata ini diurunkan dari kata “dis” (dan/dalam arah yang berbeda) dan kata “currere” (lari).3 Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap, yang realisasinya pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku dan artikel4. Istilah wacana menunjukkan pada kesatuan bahasa yang lengkap yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi yang menghubungkan
kalimat
satu
dengan
kalimat
lainnya
sehingga
membentuk satu kesatuan5. Alex Sobur mengartikan wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, yang dibentuk oleh unsur segmental maupun unsure nonsegmental bahasa6. Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antar konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan
3
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 3. 4 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Modern English Press, 2002), edisi ke-3, h. 1709. 5 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Jogjakarta: LkiS, 2006), cet. Ke-5, h. 3. 6 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 11.
15
itu bertujuan menjelaskan hubungan antar kalimat atau antar ujaran yang berbentuk wacana7. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah bentuk komunikasi bahasa baik lisan maupun tulisan yang disusun dengan menggunakan kalimat yang teratur, sistematis, dan terarah sehingga kalimat yang satu dengan yang lainnya akan menjadi satu kesatuan yang mempunyai makna. Hal ini juga tidak terlepas kaitannya antara teks dan konteks. Sedangkan pengertian analisis wacana secara konseptual adalah merujuk kepada upaya mengkaji pengaturan bahasa atas kalimat, mengkaji satuan kebahasaan yang lebih luas8. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih lanjut analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (fragmatik) bahasa9. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumlahan unit kategori, dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti10. Jadi dapat dipahami bahwa analisis wacana adalah studi tentang pengkajian fungsi bahasa secara sistematis antara kalimat, teks dan konteks, sehingga makna atau pesan yang tekandung dalam kalimat 7
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 10. 8 Mulyana, Kajian Wacana, h. 69. 9 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Wacana, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 24. 10 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis teks media, h. 337.
16
tersebut dapat diungkapkan dengan jelas. Dalam analisis wacana juga melibatkan pandangan, interpretasi atau tafsiran dari penulis dalam mengurai makna-makna yang tersembunyi.
2. Kerangka Analisis Wacana Ada banyak model analisis wacana yang diperkenalkan para ahli. Model analisis wacana yang banyak dipakai dalam penelitian wacana adalah model milik Van Dijk, hal ini dikarenakan Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana, sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. 1. Konteks sosial Konteks sosial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi cerita atau teks yang berasal dari luar. Menurut Van Dijk, struktur ini melihat bagaimana teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. 2. Kognisi sosial Struktur ini menekankan pada bagaimana peristiwa yang dipahami, didefinisikan, kemudian ditampilkan dalam suatu model. Proses terbentuknya teks pada tahap ini memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana.
17
Van Dijk membuat kerangka analisis wacana dan membaginya ke dalam tiga tingkatan: a. Struktur makro; ini merupakan makna umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi dari suatu peristiwa. b. Superstruktur adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. c. Struktur mikro; yaitu makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat yang dipakai11. Kerangka atau struktur yang diperkenalkan Van Dijk di atas dapat digambarkan sebagai berikut12: Tabel 2 Kerangka/struktur Wacana Van Dijk
Struktur Wacana Struktur makro Superstruktur
11 12
Hal yang diamati
Elemen
Tematik (Apa yang dikatakan) Skematik (Bagaimana pendapat itu disusun)
Topik Skema
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 229. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228.
18
Struktur mikro
Semantik (Makna yang ditekankan) Sintaksis (Bagaimana disampaikan) Stalistik (Pilihan kata yang dipakai) Retoris (Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
Latar, detail, maksud, peraanggapan, nominalisasi. Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti Leksikon
Grafis, metafora, dan ekspresi
Van Dijk berpandangan bahwa teks itu dapat dianalisis dengan menggunakn kerangka tersebut. Untuk memperoleh gambaran dari kerangka di atas, berikut adalah penjelasan secara singkat: a. Tematik Kata tema sering disebut juga topik. Topik dari suatu wacana memainkan peranan penting menunjukkan informasi atau inti pesan yang disampaikan oleh komunikator. Elemen tematik menunjukkan gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari teks. Topik menggambarkan apa yang ingin disampaikan atau diungkapkan oleh penulis13. Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global
13
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 75.
19
coherence), yakni bagian-bagian teks yang saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik14. b. Skematik Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks dapat disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan arti. Secara hipotetik memiliki dua kategori skema besar yakni: Pertama, Summary yang ditandai dengan dua elemen judul dan lead (teras berita). Kedua, Story yakni isi berita secara keseluruhan. Judul biasanya dibuat semenarik mungkin, dicetak bervariasi, posisi judul juga amat menentukan. Judul ini berfungsi untuk mengiklankan cerita, dan mengikhtisarkan cerita. Lead adalah intisari berita yang mempunyai tiga fungsi yaitu: Pertama, menjawab rumus 5W+1H (who, what, when, where, why + how). Kedua, menekankan newsfeature of story dengan menempatkan pada posisi awal. Ketiga, memberikan identifikasi cepat tentang orang, tempat dan kejadian bagi pemahaman cerita. c. Semantik Semantik adalah studi linguistik yang mempelajari makna/arti dalam bahasa15. Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun gramatikal. Makna 14
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 230. Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), cet. Ke-3, h.2. 15
20
leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan gramatikal adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan kebahasaan. Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti yang ingin ditampilkan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan latar belakang hendak kemana makna suatu teks itu dibawa16. Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang sedikit jika hal itu merugikan dirinya. Elemen maksud melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit atau tidak, apakah fakta itu disajikan secara gambling atau tidak. d. Sintaksis Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan/kalimat17. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab-akibat, bisa juga sebagai penjelas. Koherensi dapat diamati diantaranya dari kata penghubung (konjungsi) seperti: dan, tetapi, lalu, karena, dan lain-lain. Kata ganti merupakan alat untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat
16
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,, h. 235. W.M.Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Jogjakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2001), cet. Ke-3, h. 161. 17
21
yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis. Bentuk kalinat ini menentukan apakah subjek diekspresikan secara eksplisit atau implisit dalam teks. e. Stalistik Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Stalistik menitikberatkan pada style atau gaya bahasa untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Gaya bahasa mencakup diksi atau leksikel, struktur kalimat, majas, dan yang lainnya yang digunakan penulis dalam sebuah karya sastra. Gaya bahasa menjadi salah satu bagian pemilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yakni: kejujuran, sopan santun dan menarik18. f. Retoris Strategi dalam retoris ini adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara. Ada yang dinamakan dengan grafis dan metafora. Grafis adalah bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis
18
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), cet. Ke-14, h. 112.
22
muncul dalam bentuk foto, gambar atau tabel untuk mendukung gagasan. Strategi retoris juga muncul dalam bentuk interaksi, yakni bagaimana pembicara menempatkan atau memposisikan dirinya dengan khalayak. Apakah memakai gaya formal, informal atau malah santai yang menunjukkan kesan bagaimana ia menampilkan dirinya. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat 19. Dalam wacana tidak hanya menyampaikan pesan lewat teks, tetapi kiasan, ungkapan dan metafora yang dimaksudkan sebagai ornament atau bumbu dari suatu berita.
B. Pesan Teologis Pengertian Teologi Istilah teologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari theos, yang berarti “Allah, Tuhan”, dan kata logia, yang berarti “kata-kata, ucapan, wacana”. Wacana yang dimaksud adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan. Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan
19
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa , h. 139.
23
analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajarkan dalam salah satu bidang dari topik-topik agama. Istilah teologi juga terdiri dari kata “theos” artinya Tuhan, dan “logos” yang artinya ilmu (science, study, discourse) 20. Jadi teologi juga berarti ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Teologi dalam Islam disebut dengan “Ilmu At-Tauhid”. Kata Tauhid mengandung arti satu atau esa. Keesaan dalam pandangan Islam, sebagai agama monotheisme, merupakan sifat yang terpenting diantara segala sifat-sifat Tuhan. atau dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing. Orangnya disebut dengan mutakallim, yaitu ahli debat yang pintar dan piawai dalam bersilat lidah. Sehingga muncul beberapa aliran-aliran dalam teologi Islam diantaranya: Khawarij, Murji‟ah, Qadari‟ah dan Jabariah, Mu‟tazilah, maupun Ahli Sunnah wal Jama‟ah. Selanjutnya teologi Islam disebut juga dengan „ilm al-kalam35. Kalam adalah kata-kata, yang dimaksud dengan kalam ini adalah sabda Tuhan (Al-Qur‟an). Selanjutnya kalau yang dimaksud dengan kalam, yang diartikan kata-kata manusia, teologi dalam Islam juga menyebutnya „ilm al-kalam, karena kaum teolog Islam bersilat lidah dengan kata-kata. Teologis, akan ketuhanan itu sangat didasarkan pada keimanan atau keyakinan seseorang pada Tuhan-nya. Objek keimanan seseorang yang tidak akan berubah manfaatnya dan tidak akan pernah hilang, yaitu
20
cet. Ke-6.
A. Hanafi, M.A, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995), h. 11,
24
keimanan yang ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, ada enam pokok keimanan yang dikenal dengan Rukun Iman antara lain21: 1. Iman kepada Allah SWT 2. Iman kepada Malaikat-malaikat 3. Iman kepada Kitab-kitab Allah 4. Iman kepada Rasul-rasul Allah 5. Iman kepada Hari Akhir 6. Iman kepada Qadar baik dan buruk.
Iman kepada Allah SWT Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu. Mengimani Rububiyah Allah SWT, artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala yang ada di alam semesta ini, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan. Kita juga harus mengimani Uluhiyah Allah SWT artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) Yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selainNya Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma‟ dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-
21
h. 7.
Zakiyah Daradjat. Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001),
25
nama yang Maha Indah serta sifat-sifat yang Maha Sempurna dan Maha Luhur.
Firman Allah SWT, dalam QS.Maryam ayat 65 yang berbunyi:
Artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”.(QS.Maryam: 65). Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11).
Iman Kepada Malaikat Allah SWT Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat akan kebenaran bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya (nur). Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur‟an maupun As-Sunnah.
26
Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya, dalam QS. AlAnbiya ayat 26-27 yang berbunyi:
Artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hambahamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. AlAnbiya: 26-27). Mereka diciptakan Allah SWT, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah SWT, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 1920). Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
Iman Kepada Kitab Allah Yaitu meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitabkitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benarbenar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang
27
mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu terperinci. Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah sebagai berikut :
1.
Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Maidah: 44.
2.
Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah SWT kepada Daud AS.
3.
Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa AS, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Dalam firman Allah dalam QS : Al-Maidah ayat 46, yang berbunyi:
Artinya:”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
4.
Al-Quran, kitab yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para nabi. Firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah: 185, yang berbunyi:
28
Artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185). Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur‟an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur‟an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur‟anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur‟an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kita mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan kepada rasulrasul-Nya kitab-kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya, dengan kitabkitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan
29
kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah SWT, yang artinya: ”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25).
Iman Kepada Rasul-rasul Allah Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal (keseluruhan), sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil (terperinci) kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam AlQur‟an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Kita mengimani bahwa Allah SWT telah mengutus rasul-rasul kepada umat manusia. Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa: 165, yang berbunyi:
30
Artinya: ” (Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. AN-Nisa: 165). Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya. Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah nabi Adam dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad SAW, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka semua.
Iman Kepada Hari Kiamat Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari tersebut. Untuk itu kita mengimani adanya Hari Kebangkitan, yaitu dihidupkannya semua mahkluk yang sesudah mati oleh Allah SWT. Firman Allah SWT dalam QS. Az-Zumar: ayat 68 yang artinya: ”Dan ditiuuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkitmenunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68). Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang mengambilnya dengan tangan kanan dan
31
ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya dengan tangan kiri. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Insyiqaq: 13-14, yang berbunyi:
Artinya: ” Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan masuk neraka yang menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).
Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah, yaitu ketentuan yang telah ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijakan-Nya. Allah ta‟ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya. Banyak sekali dalil mengenai keenam Rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur‟an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 177 yang berbunyi:
32
.....
Artinya: ”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabinabi…”(Al-Baqarah:177). Dan dalam surah yang lain yang artinya: ”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).”(Al-Qomar: 49). Juga sabda Nabi SAW dalam hadits Jibril, yang artinya: ”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitabkitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim). Iman kepada qadar ada empat tingkatan:22 1. ‘Ilmu ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu, mengetahui apa yang terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah sebelumnya tidak menjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.
22
http//www/mediamuslim.info .
33
2. Kitabah ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari kiamat. Firman Allah SWT,dalam QS. Al-Hajj: 70 yang berbunyi:
Artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70). 3. Masyi’ah ialah mengimani bawa Allah SWT telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi. 4. Khal Ialah mengimani Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Firman Allah SWT, dalam QS. Az-Zumar ayat 62-63 yang berbunyi:
34
Artinya: ” Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi…” (QS. Az-Zumar: 62-63). Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah SWT sendiri dan apa yang terjadi dari mahkluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan, perbuatan atau tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah SWT. Jadi, pengertian pesan teologis disini dapat diartikan, pesan-pesan akan makna yang terkandung di dalamnya mengenai sifat-sifat ketuhanan, kebesaran dan kekuasaan Tuhan, spiritualitas ataupun keyakinan seseorang yang dimiliki terhadap Tuhannya, yang didasarkan pada keenam Rukun Iman, yang dimanifestasikan melalui pola hidup manusia sehari-hari demi menuju cahaya ilahi.
C. Novel 1. Pengertian Novel Novel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku 23. Novel biasanya lebih panjang dan lebih kompleks dari pada cerpen,
23
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasiona, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, h. 788.
35
umumnya novel bercerita tentang tokoh-tokoh dalam kehidupan seharihari. Secara istilah novel banyak diberikan oleh para ahli, menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya 24. Menurut P. Suparman, novel adalah kisah realita dari perjalanan hidup seseorang25. Sedangkan menurut Suprapto, novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan menonjolkan watak dan sikap pelaku26. Novel juga merupakan salah satu karya sastra yang berbentuk prosa dimana karya seni yang dikarang menurut standar kesusastraan. Kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik27. Novel memiliki unsur-unsur pembangun yang menyebabkan karya sastra tersebut menjadi sebuah karya yang baik dan mempunyai kekuatan dalam cerita, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik28. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun cerita, seperti: plot, tokoh atau penokohan,
24
Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djatnika, 1983), h. 61. P. Suparman Natawijaya, Bimbingan Untuk Cakap Menulis, (Jakarta: Gunung Mulia, 1979), cet. Ke-2, h.37. 26 Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia, (Surabaya: Nusa Indah, 1993), h. 53. 27 Zainudin, Materi Pokok Bahasan dan Sastra Indonesia, (Jakarta: Rineke Cipta, 1992), cet. Ke- 1, h.99. 28 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), cet. Ke-1, h. 35. 25
36
latar atau setting dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik juga termasuk unsur yang mengandung keadaan subjektifitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang ditulisnya29. Definisi novel itu sendiri yaitu bentuk karangan yang lebih pendek dari roman, tetapi lebih panjang dari cerpen. Novel menceritakan sebagian kehidupan seorang tokoh, yaitu sesuatu yang luas biasa dalam hidupnya yang menimbulkan konflik yang menjurus kepada perubahan nasib si tokoh30. Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah karangan
prosa
yang
menggambarkan
kehidupan
manusia
yang
menyebabkan perubahan sikap pelakunya, alur cerita novel yang biasanya mengisahkan kehidupan yang nyata yang diperoleh dari hasil manifestasi ayau pengalaman pengarang yang secara tidak langsung memberi suguhan pesan baik itu pesan moral, sosial maupun pesan teologis yang menyangkut dengan Penciptanya (Tuhan).
29
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Jogjakarta: Universitas Gajah Mada, 1995), cet. Ke-1, h. 23. 30 Rahmanto, Metode Pengajaran, (Jogjakarta: Kanisius, 1992), cet. Ke-1, h. 75.
37
2. Novel Islami Pada saat ini sastra Islam sedang mengalami polemik dan secara definitif sasta Islam pun belum memiliki pijakan yang mutlak 31. Sastra Islam masih kurang berkembang pada dewasa ini, kerena masih kurangnya perhatian dan apresiasi di kalangan alim ulama, cendekiawan muslim. Sebuah novel dapat dikatakan novel Islam, jika unsur dari novel berkaitan dengan kaidah-kaidah Islam, kasih sayang Islam, dan indahnya Islam, kembali kepada kebenaran yang hakiki yaitu kebenaran Allah SWT. Maka kata islami berarti perilaku atau tingkah laku seseorang muslim dengan berpedoman kepada Al-Qur‟an dan As-Sunnah Rasulullah SAW. Ada beberapa para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai novel islami, yaitu: a. Menurut
Sunarwoto
Prono
Legsono
dalam
buku
Menandai
Kebangkitan Fiksi Islam. b. Menurut Said Hawa dalam bukunya Al-Islam III, bahwa sastra Islam (novel islami) haruslah berlandaskan kepada akhlak Islam. c. Pandangan dari Ismail Raja Al-Faruqi, sastra Islam (novel islami) adalah unsur nahi munkar dengan tanpa menggurui tentunya ibrah dan hikmah. Dan cerita dalam novelnya berisikan mengenai cinta, baik cinta kepada Allah, Rasulullah, dan perjuangan di jalan-Nya, juga cinta kaum muslimin dan semua makhluk sesama manusia, hewan,
31
Siti Shobariatul Irvani, Skripsi: Metode Dakwah Islam habiburrahman El Shirazy dalam Novel Islami, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 22.
38
tumbuhan, alam raya, dan segala ciptaan-Nya serta seluruh cintanya hanya diekstensikan kepada cinta Allah32. d. Dan Habiburrahman El Shirazy mengungkapkan bahwa, novel islami adalah novel yang ditulis untuk kebaikan, dan berisikan kebaikan, juga dikemas dalam bingkai yang tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Maka dalam hal ini novel islami adalah novel yang seluruh unsurnya memiliki substansi menuju kepada kebenaran, dari segi plotnya, karakter tokohnya, setting cerita, juga pesannya berlandaskan al-Qur‟an dan teladan Nabi Muhammad (As-Sunnah) dan yang pasti penulisnya pun orang Islam.
3. Jenis-jenis Novel Menurut Hashim Awang, novel terbagi atas 8 bagian33, diantaranya: 1. Novel perwatakan, yakni novel yang menceritakan tentang pelukisan dan perkembangan watak. Contoh: Rentong. 2. Novel Psikologi, yakni novel yang menekankan penjiwaan watak. Contoh: Hari-hari Terakhir Seorang Seniman. 3. Novel Peristiwa, yakni novel yang membahas tentang peristiwaperistiwa yang menarik, tetapi mungkin tidak berhubungan. Contoh: Puteri Gunung Tahan.
32
Siti Shobariyatul Irfani, Skripsi: Metode Dakwah Islam habiburrahman El Shirazy dalam Novel Islami , h. 24. 33 www. Members.tripod.com.
39
4. Novel Resaman, yakni penceritaan tentang adapt resam satu-satu masyarakat pada satu masa dan tempat tertentu. Contoh: Cinta Gadis Rimba. 5. Novel Sejarah, yakni yang menekankan kepada kedua aspek, yaitu aspek sejarah dan adapt resam. Contoh: Panglima Awang. 6. Novel Sosial, yakni novel yang menyangkut tentang persoalan yang ada di masyarakat. Contoh: Salina. 7. Novel Politik, yakni novel yang menceritakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan politik. Contoh: Kristis. 8. Novel Lawan Alam, yakni novel tentang kawasan-kawasan tertentu. Contoh: Ranjau Sepanjang Jalan. Sedangkan menurut Moctar Lubis, jenis-jenis novel terdiri dari: a. Novel Avontur, yakni dipusatkan pada seorang lakon utama, pengalaman lakon dimulai pada pengalaman oertama dan diteruskan pada pengalaman-pengalaman selanjutnya hingga akhir cerita. Sering rintangan datang, dari rintangan satu ke rintangan yang lain untuk mencapai tujuan. Biasanya dalam novel ini mempunyai sifat romantis adalah lakon perempuan. Jenis novel ini mempunyai cerita yang kronologis. b. Novel Psikologis, yakni perhatian pada novel ini tidak ditujukan avontur
yang
berturut-turut
terjadi. Tetapi
lebih
diutamakan
pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran pelaku. Novel jenis
40
ini berisi kupasan tentang bakat, watak, karakter para pelakunya beserta kemungkinan perkembangan jiwa. c. Novel Detektif, yakni novel yang melukiskan cara penyelesaian suatu peristiwa atau kejadian, untuk membongkar suatu kejadian dalam novel detektif dibutuhkan bukti-bukti untuk dapat mengungkap si pembunuh dan sebagainya. d. Novel sosial, yakni pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat, kelas atau golongan. Persoalan ditinjau bukan dari sudut persoalan golongan dalam masyarakat, reaksi setiap golongan terhadap masalah-masalah yang timbul dan pelaku hanya dipergunakan sebagai pendukung jalan cerita. e. Novel Politik, yakni uraian mengenai novel politik yang dapat pula dipakai dari likisan bentuk sosial. f. Novel Kolektif, yakni novel yang melukiskan tentang semua aspekaspek kehidupan yang ada.
4. Prinsip-prinsip Novel Untuk meningkatkan daya apresiasi pembaca yang baik, maka seorang pengarang harus mempunyai prinsip-prinsip dalam membuat karangan tersebut34. P. Suparman mengemukakan prinsip-prinsip novel adalah sebagai berikut yaitu35: 34
P.Suparman Natawijaya, Bimbingan Untuk Cakap Menulis, (Jakarta: Gunung Mulia, 1979), cet.ke-2, h.37.
41
a. Kisah perjalanan sehari-hari; Karya sastra yang merupakan gambaran kehidupan yang diungkapkan melalui bahasa. Problematika kehidupan merupakan suatu kenyataan social yang dijadikan inspirasi dalam menciptakan sebuah karya sastra. b. Tokoh memiliki keistemawaan; Suatu cerita bukan saja menyajikan urutan-urutan kejadian, tetapi kejadian tersebut ada sangkut pautnya dengan orang atau tokoh tertentu, maka dari itu tokoh dalam cerita mempunyai peranan penting, sebab ia merupakan penggerak jalan cerita dan tokoh tersebut harus memiliki keistemawaan. c. Mempunyai periode awal; Pada periode ini pengarang biasanya mulai memperkenalkan informasi yang dianggap penting kepada para pembacanya. d. Memiliki periode perubahan nasib; Pada periode ini biasanya muncul berbagai konflik yang dialami oleh tokoh. e. Memiliki periode akhir; Pada periode ini konflik biasanya dapat diatasi dan diselesaikan. f. Skematis tanpa fantasi; Novel diciptakan secara skematis agar pembaca tidak kabur dalam memahami cerita. g. Materi sepanjang roman atau sependek cerpen; Dalam menulis novel, panjang materi yang diceritakan harus sesuai dengan aturan penulisan novel.
35
P.Suparman Natawijaya, Bimbingan Untuk Cakap Menulis, (Jakarta: Gunung Mulia, 1979), cet.ke-2, h. 38.
42
BAB III TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY DAN SINOPSIS NOVEL MUSAFIR CINTA
A. Biografi Taufiqurrahman Al-Azizy Taufiqurrahman Al-Azizy adalah asli orang Indonesia, ia lahir di daerah Jawa Tengah, tepatnya di Desa Ketoyan, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, pada tanggal 9 Desember 1979. Beliau lulusan dari sebuah Universitas Sains al-Qur’an Wonosobo (UNSIQ) Fakultas Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) di Jawa Tengah tahun 2007. Beliau sehari-harinya berprofesi sebagai petani sekaligus seorang trainer dan motivator, khususnya dalam bidang “Seni Pengembangan Diri”. Beliau juga seorang alumnus dari sebuah pesantren, yaitu Pesantren Ilmu al-Qur’an “Hidayatul Qur’an”. Dan selama kuliah, beliau juga aktif diberbagai kegiatan, yaitu menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Wonosobo, Ketua Senat Fakultas KPI, Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa. Dan sekarang ini, beliau menjadi Ketua Ikatan Penulis Muslim Wonosobo (IPMW), yaitu sebuah wadah dari para penulis muslim Indonesia yang dibentuk sebagai wahana diskusi ilmu-ilmu keislaman dan pelatihan-pelatihan kepenulisan secara sukarela. Karya-karya yang telah diterbitkan dalam novel yaitu Syahadat Cinta, Musafir Cinta, Makrifat Cinta, Munajat Cinta 1, Munajat Cinta 2, dan Kitab Cinta Yusuf Zulaikha, Jangan Biarkan Surau Ini Roboh. Karya yang tengah
42
dipersiapkan, yaitu Sahara Nainawa (Kisah seorang ksatria dan penghulu para syuhada), dan Bulan Merintih di Masjidil Aqso. Yang menginspirasi pengarang Taufiqurrahman dalam semua hasil karya yang telah ada, adalah didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist, khususnya dalam novel Musafir Cinta ini. Karena semuanya isi al-Qur’an adalah perintah dan larangan Allah, lebih lengkapnya adalah ketetapan Allah. Maka dari isi al-Qur’an yang sulit dapat dimengerti disajikan dalam sebuah novel oleh pengarang Taufiqurrahman dengan kata-kata yang indah dan mudah dimengerti. Kebanyakan bagi pengarang Taufiqurrahman memakai kata “cinta” dalam karya-karyanya, bukan hanya cinta yang mengandung sebuah cerita percintaan semata saja, tetapi suatu keindahan yang memiliki makna yang tinggi untuk dapat dipahami dan dimengerti. Cinta terhadap Allah, cinta Illahi Rabbi, sebagai Maha Pencipta, dan Allah adalah cinta kita, dan Allah-pun mencintai kita semua. Dan menurut pengarang Taufiqurrahman tentang “cinta” dalam novel Musafir Cinta itu adalah menitik beratkan pada ketauhidan,
kesabaran, kerendah-hatian, dan kelemahlembutan dalam
berdakwah kepada sesama muslim. Maka, cinta dalam novel ini lebih bermakna pada sikap kesabaran, kerendah-hatian, dan kelembutan mengajak sesama muslim yang bergelimang dosa dan maksiat ke dalam cinta kepada Tuhan. Taufiqurrahaman, dalam membuat karya tulisnya selalu mengandung visi dan misi keislaman. Karena dalam prinsip seorang Taufiqurrahman sebagai seorang penulis muslim, dia tidak akan pernah menulis buku fiksi atau non
43
fiksi yang tidak mengandung visi dan misi keIslaman. Kenapa? Karena menurutnya, buat apa menulis buku yang tidak mengandung prinsip yang diyakini. Baginya, menulis adalah salah satu cara yang bisa dapat dipersembahkan untuk “memberikan kabar baik dari langit”. Artinya, menulis adalah caranya untuk mengajak pada kebenaran Islam. Dalam menulis novel, seorang Taufiqurrahman dalam ceritanya banyak dilatarbelakangi dari kehidupan yang dialami oleh beliau, khususnya dalam novel Musafir Cinta ini. Beberapa alasan yang melatarbelakanginya, salah satunya ada kerinduan akan dukuh Tegal Jadin, yaitu tempat bermain-main sewaktu kecil di pondok kakeknya. Kenangan yang paling indah yang dirasakan di masa kecil yaitu di Tegal Jadin. Alasan kedua, menurut faktanya bahwa pondok pesantren yang pernah dibangun kakeknya tersebut semakin lama tidak semakin membesar, malah semakin mengecil dan akhirnya tak terurus dan tidak ada yang melanjutkan. Kemudian beliau berpikir, apa yang bisa beliau lakukan sekaitan dengan fakta yang demikian itu? Jawaban yang ditemukan bahwa menurutnya: Menulislah kisah tentang pesantren dengan mengambil setting tempat bermain di waktu kecil itu. Dan menurutnya yang melatarbelakanginya sehingga menjadi tergugah akan jiwa menulisnya dalam menulis suatu bacaan, seperti novel Musafir Cinta ini yang didalamnya banyak visi dan misi keislaman, bahwa perkembangan novel Islami atau relejius di Indonesia, dalam penglihatannya sangat memprihatinkan, utamanya dari sisi substansi. Tidak sedikit penulis yang “menjual” formalisme, simbol-simbol, dan membuai pembaca dengan keindahan-keindahan Islam yang semu seakan-
44
akan mereka menutup-nutupi fakta keberagamaan Islam yang berbeda-beda. Menurutnya, bahwa selama ini hanya ada satu mainstream visi novel Islami di tanah air ini. Dan melalui novel-novel yang dibuatnya, berusaha menunjukkan paradigma yang berbeda tentang keberagamaan Islam yang perlu diketahui oleh para pembaca di tanah air. Novel Musafir Cinta ini sebenarnya trilogi dari Makrifat Cinta, yaitu terdiri dari Syahadat Cinta, Musafir Cinta, dan Makrifat Cinta, karena menurut Taufiqurrahman sang penulis novel tersebut, Sulit untuk menyatukan tiga novel yang memiliki tekanan makna yang berbeda-beda. Menurutnya, bahwa menjadi Muslim itu harus melalui tiga tingkatan: Tingkatan syariat, tingkatan thariqah, dan tingkatan makrifat. Pangkal agama adalah makrifat kepada Allah. Makrifat baru bisa dicapai apabila didahului oleh syariat dan thariqat. Dalam bahasa novel yang dikemas, syariat diwakili oleh syahadat cinta, yakni seorang muslim mesti menyatakan persaksiannya terlebih dahulu tentang Allah dan Rasulnya, yang dalam hal ini diwakili oleh tokoh Iqbal Maulana yang bertobat dari jalan kemungkaran. Bahwa setiap persaksikan harus memerlukan bukti dan ujian. Maka, Iqbal pun harus mengadakan perjalanan (musafir) untuk menjalani ujian dari Allah. Pangkal dari ujian itu ada dua keniscayaannya: Lulus ujian atau gagal. Bila lulus, sang musafir akan mengenal (makrifat) Tuhannya. Bila gagal, sang musafir akan semakin jauh dari-Nya. Dan dalam Musafir Cinta ini sangat menitik beratkan pada ketauhidan dan spiritual seorang musafir dalam semangat pencarian kebenaran Islam yang kaffah.
45
Dalam novel Musafir Cinta ini, pengarang mengemas cerita dengan gaya tutur yang lancar, mengalir, mudah dipahami, menggugah, menyentuh jiwa dan penuh dengan hikmah. Karena dalam ceritanya, kekuatan novel ini terletak pada seorang musafir yang mencari kesejatian cinta Illahi. Oleh karena itu, novel Musafir Cinta ini menjadi novel Spritual Pembangun Iman. Sudah banyak pembaca novel tersebut yang merasakan seperti itu. Mereka tak segan-segan mengisahkan kehidupan mereka yang pahit, terutama dalam urusan lawan jenis, kehampaan spiritual, kekosongan dalam beribadah kepada Allah, hingga Musafir Cinta menjadi setetes embun yang membasahi dahaga jiwa mereka dan bagi siapa saja yang mungkin dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata. Dan pengarang mengharapkan semua novel yang ditulisnya adalah ibrah sekaligus tadzkir bagi diri sendiri, dan akan lebih merenungkan isi dari novel tersebut daripada terbuai oleh kisah yang dihadirkannya.
B. Sinopsis Novel Musafir Cinta Novel ini merupakan lanjutan cerita dari seorang pemuda yang bernama Iqbal yang menimba ilmu di sebuah pesantren, yang dalam cerita sebelumnya diceritakan banyak menimbulkan konflik sampai akhirnya dia meninggalkan pesantren tersebut. Lalu ia pun pergi meninggalkan pesantren Tegal Jadin. Namun ia bingung harus pergi kemana. Tidak mungkin apabila ia harus kembali ke Jakarta. Dan kemudian dengan berkata Basmalah, ia pun melangkah pergi menjadi seorang musafir…
46
Ia pun segera naik bis jurusan Solo-Purwokerto. Namun, ia tetap tidak tahu kemana tujuannya itu. Di dalam bis, ia melihat seorang perempuan berjilbab. Dan seorang pemuda pun duduk di sebelahnya. Tak lama kemudian pemuda dan perempuan itu mulai berkenalan.
Iqbal mendengarkan
pembicaraan mereka karena memang jaraknya sangat dekat. Dan tanpa disangka-sangka, mereka kian dekat, bahkan sang perempuan pun menyandarkan kepalanya kepada sang pemuda itu, padahal perempuan itu berjilbab. Mereka pun saling berpegangan dan semakin bermesraan. Dalam hati bicara..Wah-wah udah mulai nggak bener nih… Iqbal pun teringat pada sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan lakilaki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). (QS. An-Nur:26). Ia pun teringat akan Aisyah. Ia teringat akan tudingan para sahabatnya bahwa ia telah berkhalawat dengan Aisyah, tudingan yang menjadi bagian hujjah yang mengadilinya sehingga dirinya harus meninggalkan Tegal Jadin. Seandainya mereka ada disini, ingin sekali Iqbal mengatakan kepada mereka semua: inilah sejati-jatinya khalwat itu. Inilah khalwat itu. Ialah dua insan laki-laki dan perempuan yang berasik-masyuk seperti kedua orang ini. Inilah makna “berdua-duaan yang diharamkan” itu. Iqbal pun menangis. Di dalam bis, Iqbal pun berkenalan dengan seorang pemuda yang bernama Anton. Mereka akhirnya berdiskusi tentang Islam. Ternyata agama
47
Anton adalah Agama Cinta. Wah macem-macem ajah nih.. namun di akhir diskusi, Iqbal merasa menang. Sudah satu jam ia sholat dan berdoa kepada Allah. Ia kembali teringat akan kesalahan besar di masa lalunya. Anton pun menegurnya dan ia pun kagum terhadap Iqbal. Dan tiba-tiba bis pun mogok, mereka semua turun. Iqbal hanya diam saja Mereka pun menunggu bis lagi. Iqbal pun melihat segerombolan orang yang sedang menyanyikan lagu-lagu religi. Namun mereka minum-minuman keras. Saat bis datang Iqbal memutuskan untuk tetap disini dan berkenalan dengan gerombolan itu. Setelah berkenalan, Firman meminta uang kepada Iqbal untuk membeli minuman. Parno (sahabat firman) melarangnya. Akhirnya Iqbal akan memberi uang jika digunakan untuk hal yang bermanfaat. Iqbal pun menawarkan ingin membelikan mereka dua buah gitar agar nantinya bisa digunakan untuk ngamen. Ia pun mengeluarkan uang lima ratus ribu dan memberikannya kepada mereka. Terbelalaklah mereka sebab mereka tidak membayangkan Iqbal akan mengeluarkan uang sebanyak itu. Kemudian Iqbal pun merasa bahwa mereka mulai ada rasa segan terhadapnya. Iqbal pun di ajak istirahat ke rumah Firman. Ternyata Firman merupakan orang yang berkecukupan. Ia berubah menjadi “liar” setelah adiknya diperkosa dan dibunuh. Sejak saat itulah rumah itu penuh kemaksiatan. Ayah dan ibu Firman pun melihat Iqbal sedang sholat Subuh. Mereka sangat senang melihat baru kali ini ada sahabat Firman yang
48
paling aneh, yang mendirikan sholat di rumah mereka. Mereka pun menganggap Iqbal adalah mukjizat dari Allah untuk merubah kehidupan di rumah mereka. Mereka pun meminta Iqbal untuk tinggal di rumah mereka. Iqbal menyetujuinya. Selama Iqbal tinggal disana, Iqbal memutuskan untuk menghafal Alquran. Iqbal memutuskan harus menghafal tujuh ayat perhari sehingga dalam tiga tahun ia dapat menghafal Al-Qur’an. Suatu hari ia berseteru dengan Firman, tentu saja mengenai Islam. Dan Iqbal pun merasa perkataan Firman ada benarnya. Gawatnya, Iqbal pun mulai ragu akan Islam, dan mulai meninggalkan kewajibannya sebagai muslim. Ia pun bingung dan selalu menangis. Suatu sore dan hujan terus mengguyur, ia pun pergi dan berlari untuk mencari gereja. Ia pun masuk dan mengadu sebagaimana seorang kristen melakukan pengakuan. Kemudian seorang pendeta bertanya padanya, “ada apa anakku?”. Iqbal pun meminta maaf karena telah mengunjungi Rumah Tuhan yang bukan Tuhannya. Ia pun mengatakan bahwa dirinya seorang muslim. Iqbal mengaku tidak sanggup menemukan Tuhannya. Iqbal pun menceritakan masalahnya. Sang pendeta pun mencoba membantu mencari Tuhan yang Iqbal cari. Kemudian yang tak disangka-sangka, sang pendeta mulai menasihati Iqbal. Sang pendeta mengatakan bahwa Iqbal telah putus asa. Dan putus asa adalah jalan yang terkutuk. Sang pendeta pun mencoba untuk meyakinkan Iqbal terhadap Allah, Tuhannya. Ia pun menyuruh Iqbal untuk meminta
49
ampunan kepada Allah. Iqbal pun menangis. Iqbal tidak menyangka bahwa ada seorang pendeta yang sedemikian bijak luas wawasannya, dan melintasbatas keyakinannya. Ia pun kembali pulang dengan penuh semangat. Esoknya, Indri (kekasih Firman) datang ke rumah Firman. Iqbal yang menemuinya (Orang tua firman tidak mau menemuinya). Iqbal pun menasihati Indri agar kembali kepada Allah. Dan secara tidak langsung menasihati Indri agar Indri menjaga kesuciannya. Indri pun menangis dan pergi dengan berlari. Wah, Iqbal pun merasa bersalah tentang apa yang dikatakannya kepada Indri. Namun ia tetap yakin bahwa yang dilakukannya demi kebaikan Indri. Beberapa hari kemudian, Indri datang kembali dengan wajah cerah. Iqbal berharap Indri tidak terluka akan perkataannya sebelumnya. Indri pun mengajak Iqbal untuk mencari Firman yang memang sudah beberapa hari tidak pulang sejak berseteru dengan Iqbal. Setelah mencari dimana-mana, Iqbal merasa capek dan minta istirahat. Saat mereka istirahat, Indri merayunya. Saat itu pun Iqbal memutuskan untuk pulang. Sahabat-sahabat Firman pun datang menemui Iqbal, mereka ternyata menemukan Firman. Mereka menemukan Firman sedang rebahan di tempat imam di sebuah mushala. Firman pun digelandang seperti orang gila. Mereka pun menanyakan apa yang terjadi sebenarnya pada Firman. Iqbal pun mengambil kesimpulan dan mengatakan bahwa firman sedang mendekati Allah. Nah, inilah saatnya Iqbal mencoba mengingatkan mereka tentang Allah. Dan ternyata mereka berniat kembali ke jalan Allah dan meninggalkan kemaksiatan. Subhanallah…
50
Dan masalah pun kembali muncul. Ternyata Okta dan Indri bertengkar memperebutkan Iqbal. Iqbal pun takut godaan setan berupa syahwatnya dan berdoa kepada Allah agar lebih baik mengambil kedua matanya itu. Suatu kejadian buruk pun terjadi. Saat iqbal berada di kamar Firman, Indri pun datang dan masuk ke kamarnya. Indri pun merayunya dan mencoba memeluknya. Iqbal menolaknya. Saat itulah Firman datang dan melihat mereka berdekatan seperti itu. Firman marah dan menyuruh Iqbal pergi dari rumahnya. Firman pun menantang Iqbal di Alun-alun. Firman pun pergi. Saat itulah Iqbal mulai mengemasi barang-barangnya. Orang tua firman bingung apa yang sedang terjadi. Iqbal pun segera mendatangi Alunalun. Ternyata disana ada Firman dan sahabat-sahabatnya. Firman pun berkelahi dengan Iqbal di hujannya malam. Dan saat Iqbal terjatuh, Firman menyiramkan semangkuk sambal kemata Iqbal. Tinjuan bertubi-tubi pun menyebabkan Iqbal tidak sadarkan diri. Akhirnya Iqbal pun tersadar, namun Astagfirullah al’Adzim, matanya tidak bisa dibuka. Kemudian sahabat-sahabatnya pun datang. Sahabatnya kini tahu masalah yang terjadi. mereka pun membenci Firman atas kelakuannya, namun Iqbal meminta agar mereka tidak membenci Firman. Suatu hari, Parno pun memberi tahu bahwa yang terjadi pada Firman. Firman menyesali semua kesalahan di liang kubur dan mencoba bunuh diri. Iqbal pun segera kabur dari rumah sakit dituntun oleh Parno. Di kuburan banyak orang berkumpul termasuk para wartawan. Iqbal pun mencoba agar kembali kepada Allah dan masih ada waktu untuk bertobat. Setelah sekian
51
lama berdialog akhirnya Firman pun sadar dan sejurus kemudian terdengar gemuruh takbir. Akhirnya kedua mata Iqbal sembuh. Ia pun membaca judul sebuah koran tentangnya: IQBAL MAULANA TELAH SEMBUH KEDUA MATANYA. Iqbal pun mulai membimbing sahabat-sahabatnya. Bahkan Iqbal membentuk sebuah kelompok bersama pengamen lainnya yang bernama Ashabul Kahfi. Berita akan dirinya pun tersiar di berbagai koran. Antara lain judul nya yakni MUSAFIR CINTA – SEBUAH PERJALANAN HATI SEORANG IQBAL MAULANA. Ia pun selalu diwawancarai wartawan. Ia pun kini telah hafal Alquran. Ia pun memutuskan untuk kembali ke pesantren seperti janjinya kepada Kyai Sepuh untuk mempersunting seorang atau tiga gadis yakni Zaenab, Pricillia, atau Khaura. Ia pun diantar keluarga Firman dan para sahabatnya. Ia pun naik bersama keluarga Firman, sedangkan sahabatnya naik sebuah minibus yang bertuliskan ROMBONGAN ASHABUL KAHFI. Iqbal pun merasa sangat senang sekali dan grogi bahwa setelah tiga tahun ini ia akan bertemu kekasihnya.
52
53
BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Wacana Pesan Teologis dalam Novel Musafir Cinta yang dikemas oleh Taufiqurrahman Al-Azizy Sebagai sebuah kajian dan analisis, pada bab ini penulis mencoba memaparkan wacana hasil temuan data yang terdapat dalam novel Musafir Cinta, penulis akan mendeskripsikan dan memaparkan potongan-potongan kalimat yang mengandung pesan teologis. Berdasarkan sebuah teori dalam menganalisis teks, penulis mencoba memfokuskan pada strategi wacana Teun Van Dijk untuk menceritakan atau mengambarkan struktur pragmatik atau struktur kebahasaan dalam novel Musafir Cinta karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Selanjutya bedasarkan teori tersebut, maka analisis wacana yang akan penulis paparkan dari segi teks terbagai menjadi tiga bagian yaitu : stuktur makro (tematik), supersturktur (skematik), dan yang terakhir adalah struktur mikro yang terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik, dan restoris. Kemudian adalah kajian dari hasil temuan data berdasarkan teori yang dikemukakan di atas. 1. Tematik Tematik atau tema adalah sebuah gambaran umum dari teks, dapat juga dikatakan sebuah gagasan inti atau ringkasan utama sebuah teks. Dalam tulisan
54
Alex Sobur yang mengutip Keraf, mengatakan bahwa tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. 1 Dalam novel Musafir Cinta penulis menemukan beberapa tema besar yang mengandung pesan teologis, antaranya adalah : a. Iman kepada Allah SWT dengan Mengakui Eksistensi dan ke-Esa-an Tuhan Hal ini dapat ditemukan ketika Iqbal melihat tulisan yang dianggap sakral yang tertulis di depan gerbang pesantren Tegal Jadin yang bertuliskan “Tegakkan Tauhid , Tumbangkan Sirik. Iqbal melihat tulisan itu tuk terakhir kalinya ketika dia diusir dari pesantren Tegal Jadin karena perbedaan pemahaman dengan para penghuni pesantren lainnya. Seperti hal dalam kutipan novel tersebut : “Tapak kakiku telah menginjak tanah di luar pagar pesantren. Kubalikkan badan. Kuberdiri termangu. Kutatap tulisan yang dulu menyambutku : Tegakan Tauhid, tumbangkan sirik. Kuhela nafas. kupejamkan mata. Dan kuucapkan selamat tinggal kepada tulisan sakral penyejuk jiwa.”(h. 7) Kemudian pesan tauhid ini pun digambarkan sebuah novel dalam bagian cerita lain, yaitu ketika Iqbal sedang mengalami kegelisahan menghadapi cobaan hidup yang dirasa begitu berat. Hal ini berkenaan dengan
1
Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 75.
55
jalan hidup mana yang harus ditempuh setelah keluar dari pesantren Tegal Jadin. Sebuah keputusan yang membuatnya ragu tanpa arah dan tujuan, maka di situlah Iqbal mencoba untuk menghadap dan menyerahkan jalan hidupnya kepada Tuhan. Dengan mendirikan sholat Ashar, kemudian melakukan istikharah dengan membaca beberapa potongan-potongan ayat suci al-Qur‟an dalam QS. Al-Kahfi ayat 60 yang berbunyi:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”(QS. Al-Kahfi :60). Keraguan Iqbal sedikit terjawab dengan arti ayat tersebut yang menunjukkan bahwa Iqbal harus terus berjalan, akan tetapi Iqbal belum sepenuhnya yakin bahwa ini adalah merupakan jawaban dari Tuhan yang diberikan kepada Iqbal atas kegelisahannya, maka Iqbal mencoba membaca ayat suci Al-Qur‟an kembali untuk ke dua kalinya, dengan membuka dan menggerakan jari telunjuknya ke halaman dan barisan ayat-ayat suci alQur‟an. Kemudian, kembali Iqbal menemukan ayat yang memiliki makna yang sama dengan ayat yang pertama kali ditemukan, dalam QS. Fathir ayat 44 yang berbunyi :
56
Artinya: “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada satu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Fathir : 44). Kemudian Iqbal mencoba mengulanginya, dan dia pun menemukan ayat Al-Qur‟an yang memfirmankan :
Artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” (QS.Al-Hajj : 46). Dengan petunjuk ayat-ayat tersebut yang diyakini Iqbal adalah merupakan petunjuk dari Tuhan yang harus dijalani, maka Iqbal memilih untuk menyerahkan sepenuhnya kepada kekuasaan Tuhan dan terus tetap berjalan sampai ia menemukan apa yang ia cari selama ini. Seperti ungkapan Iqbal yang dikutip dalam sebuah novel :
57
“Demi Allah, aku yakin sekarang. Aku benar-benar yakin. Inilah jawaban Allah kepadaku. Dengan kitab-Nya aku beristikharah dan dengan ayat-Nya aku memperoleh keputusan bahwa aku harus berjalan. Berjalan mentafakkuri diri dan semesta ciptaan-Nya.” (h. 20). Hal yang serupa juga terjadi pada Firman sahabat Iqbal, ketika Firman mengalami kegelisahan yang dahsyat dalam pencarian kebenaran dan keadilan Tuhan. Kekecewaan Firman begitu dalam terhadap orang-orang yang telah memperkosa dan membunuh adiknya membuat Firman tertekan, hingga akhirnya dia berpaling dari Tuhan mempertanyakan dimana kekuasaan-Nya ketika adiknya mati terbunuh. Bahkan sampai saat itu pembunuh adiknya masih bebas berkeliaran. Hal ini dapat juga dilihat dalam kutipan percakapan antara Iqbal dan Firman dalam sebuah novel Musafir Cinta : “Seandainya mas adalah Tuhan, aku bertanya kepadamu: kenapa kamu biarkan adikku tenggelam dalam pergaulan bebas? Dan Tuhan sendiri tahu bahwa karena kematian adikkulah aku menjadi seperti ini. Apa dosa dan salahku? Apa dosa dan salah kedua orang tuaku?.” (h. 170). “Dia yang Esa. Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Yang tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. Dia membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar (neraka) itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (h. 171). “Dialah yang mengharamkan api neraka terhadap orang-orang yang bertauhid. Dialah yang telah berfirman : “…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
58
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah:72) (h.172). Digambarkan pula karena keimanan dan ketaqwaan yang dimiiki Iqbal, bagaimana dia begitu takut untuk melanggar ajaran agama, dia berusaha menghindar dan meninggalkan masa Jahiliyahnya dulu, ketika dia masih bergelimpang dengan dosa. Iqbal terus mencoba selalu berada dalam jalan yang diridhoi Tuhan. Meski disekitarnya terlalu banyak godaan-godaan dari orang-orang yang dia kenal, yaitu ketika teman-teman Iqbal sedang melakukan pesta mabuk-mabukan. Gambaran ini dapat dilihat dalam kutipan : “Mereka beramai-ramai menghisap marijuana. Menikmatinya hingga sedotan yang terakhir. Aku tak dihiraukan oleh mereka seakan-akan aku bukanlah manusia di kamar ini. Seakan-akan aku tidak ada di antara mereka. Ini menguntungkan bagiku, sebab akan sulit bagiku menjelaskan pada mereka bagaimana aku tidak ingin lagi menghisap bedebah tengik itu.”(h. 155). Kutipan-kutipan di atas merupakan petunjuk bahwa adanya sebuah tauhid akan ke-Esa-an Tuhan, yang mana hanya kepada Tuhan-lah sebagai tempat menyembah, memohon perlindungan, dan bergantung dengan DzatNya. b. Iman kepada Allah SWT akan Kebenaran Agama Tuhan Tentang kebenaran agama Tuhan dapat ditemukan dalam bagian cerita novel ini. Terjadi sebuah perdebatan panjang di dalam sebuah bus malam ketika Iqbal meninggalkan pesantren Tegal Jadin dan memutuskan untuk pergi ke kota Purwokerto, bertemu dengan seorang pemuda yang bernama
59
Anton. Anton adalah salah seorang yang kecewa dengan agama-agama yang dianut kebanyakan orang, karena Anton menganggap bahwa agama hanyalah lipstik penghias yang memperindah keburukan seseorang yang sesunguhnya. Agama yang hanya dijadikan alat, dijadikan topeng, dijadikan kendaraan untuk memenuhi nafsu-nafsu pemeluknya. Seperti apa yang dikutip dalam novel Musafir Cinta, yaitu percakapan antara Iqbal dan Anton : “Mas Iqbal, sesungguhnya aku percaya bahwa setiap agama itu baik dan benar. Hanya saja, walaupun setiap agama itu demikian. Apa yang aku lihat, apa yang aku amati, dan apa yang aku dapatkan dari para pemeluk agama adalah fakta yang sebaliknya dari ideal agama. Agama hanya dijadikan topeng, dijadikan alat, dijadikan kendaraan untuk memenuhi nafsu-nafsu para pemeluknya.”(hal. 52). Hingga berhentilah bus malam itu sebelum sampai tujuan karena mogok tepat di alun-alun Banjarnegara, maka berpisahlah Anton dan Iqbal. Hingga Iqbal bertemu dengan orang-orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Yaitu Firman, Surya, Parno, Patmo Indri, dan Okta. Mereka yang nota bene adalah anak-anak
yang jauh dari hidayah Tuhan sampai pada akhirnya
mereka kembali ke jalan yang diridhoi Tuhan setelah tiga tahun berteman dengan Iqbal. Begitu pula Anton, teman diskusinya ketika di bus malam kembali ke agama Islam setelah sekian lama berpaling dari Islam dan memeluk Agama Cinta. Seperti dalam kutipan novel:
60
“Karena aku pernah berbincang-bincang dan berdiskusi denganmu dalam bus itu, kini aku pun tengah menapaki hidayah Allah kembali. Sekarang, aku bangga menjadi seorang muslim.” (h. 306). Dari beberapa kutipan di atas maka dapatlah penulis katakan bahwa kebenaran teologi Islam telah membuahkan hasil yang membahagiakan. c. Iman kepada Kitab Allah SWT Untuk sosok seperti ini tepatnya dapat digambarkan dalam diri Iqbal. Dalam novel ini diceritakan bahwa Iqbal adalah orang yang awalnya tidak jauh berbeda dengan Firman sahabatnya. Hanya saja Iqbal lebih dulu mencoba menapaki hidayah Tuhan dengan segala keterbatasan ilmu keagamaannya. Tetapi dia meyakini bahwa suatu saat nanti Tuhan akan memberikan yang terbaik dalam hidupnya, dengan menjalankan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Iqbal mencoba istiqamah dalam
mengerjakan
perintah
sholat
lima
waktu,
bahkan
dengan
keterbatasannya pula dia mencoba untuk menghafal al-Qur‟an. Hal ini dilakukan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Gambaran ini dapat dilihat dalam kutipan : “Aku memohon petunjuk kepada-Mu. Aku mohon Engkau berkenan untuk meridhoiku untuk menghafal Al-Qur‟an sebab aku ingin menghafal ayat-ayat-Mu. Tak punya tujuan lain kecuali aku senang membaca dan menghafal ayat-ayat-Mu, sebab dengan cara yang demikian ini, aku akan tahu dan mengerti kebesaran dan kekuasaan-Mu. Aku tahu Engkau adalah Dzat yang pantas untuk disembah.” (h. 136).
61
Kemudian hal yang menggambarkan Iqbal adalah seorang yang istiqamah dapat dilihat dalam kutipan : “Yapp, dengan cara begitu, insyaallah, dalam waktu tiga tahun aku akan bisa menghafal al-Qur‟an dan selesai! Syaratnya, aku harus istiqamah. Jika tidak istiqamah, akan sulit bagiku untuk merampungkan hafalan alQur‟an selma tiga tahun.” (h. 137). Kemudian dalam kutipan lain digambarkan bagaimana Iqbal adalah sosok seorang muslim yang taat dan takut untuk melanggar larangan Tuhannya : “Jika karena wajah ini, Indri dan Okta bertengkar dan berkelahi, kataku kemudian, lebih baik aku memohon kepada Allah agar Dia memburukkan wajahku. Jika kedua mata ini yang telah menjadikan Indri dan Okta terpikat denganku, lebih baik aku berdoa kepada Allah semoga Dia berkenan membutakan kedua mataku.”(h. 251). “Tiada ibadah yang lebih baik dari pada kesucian perut dan kemaluan.”(h. 260).
Dari beberapa kutipan di atas maka dapatlah dikatakan bahwa menjadi seorang muslim yang baik itu tentulah tidak mudah, akan banyak tantangan yang justru datang dari sekitar. Tapi sebagai muslim yang taat dan baik tentunya tidak mengabaikan segala perintah dan larangan-Nya, yang didasarkan pada Rukun Iman yang harus kita yakini, seperti halnya yang dilakukan oleh Iqbal dalam novel Musafir Cinta ini.
62
c. Iman kepada Takdir Baik dan Buruk Hal ini ditujukan kepada Bu Laela dan Pak Burhan sebagai sosok yang begitu taat, sabar dan begitu ikhlas mengikuti segala perintah dan mengasuh anaknya Firman. Meskipun Firman bisa dibilang sebagai anak yang tidak berbakti kepada orang tua, bahkan Firman adalah sosok yang begitu keras, hingga sering memaki kedua orang tuanya, Firman bahkan tidak pernah mendengar nasehat-nasehat orang tuanya. Firman sering melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dengan teman-temannya di rumahnya, tepatnya di dalam kamar Firman. Firman dan orang-orang di sekitarnya sudah benarbenar jauh dari kasih sayang Tuhan. Bu Laela dan Pak Burhan sebagai manusia biasa mepunyai rasa kecewa terhadap perilaku anaknya, tetapi jusrtu kekecewaannya mereka terlampiaskan dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan kembali menyerahkan segala urusan anaknya kepada Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan : “Dikatakan kepadaku bahwa walau dia sering mengeluh tentang Firman, sekalipun dia tidak pernah menurunkan tangannya kepada Firman, pak Burhan juga demikian. Sakit hati orang tua terhadap anaknya tidak membuat bu Laela dan pak Burhan mendoakan dengan doa-doa yang jelek, buruk dan jahat. Perasaan sedih, kecewa, dan marah kepada Firman dilampiaskan dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akhirnya, bu Laela dan pak Burhan kembali menyerahkan urusan putranya itu kepada Dzat yang menentukan segala urusan, yakni Allah SWT.” (h. 150). “Mungkin, itulah sebenar-benarnya hati seorang ibu. Betapapun anaknya demikian berperangai dan berperilaku yang jahat, buruk, dan rusak,
63
hati seorang ibu selalu mendendangkan doa-munajat kepada Allah, agar Allah masih berkenan mengampuni dosa dan maksiat anaknya.” (h.151). Dari beberapa kutipan di atas maka dapatlah penulis sampaikan bahwa iman kepada takdir baik ataupun buruk didasarkan pada kesabaran dalam menghadapi ujian yang diberikan Tuhan sangat diperlukan, karena kesabaran itu sendiri adalah merupakan bagian dari jati diri seorang muslim yang taat dan ikhlas. Hal ini ditujukkan kepada Iqbal, pada awal perjalannya yang memang tidak mempunyai arah dan tujuan, dia bertemu dengan tiga orang pemuda jalanan yang kesehariannya hanya mabuk, mengamen, dan berzina. Kemudian tiga pemuda tersebut kemudian menjadi teman Iqbal. Karena merasa itu adalah sebuah panggilan, Iqbal mencoba untuk membawa mereka kembali ke jalan yang lurus, meski dia sendiri tidak mempunyai cukup bekal ilmu agama. Tapi berdasarkan keyakinan, tekad, dan niat yang baik akhirnya Iqbal berusaha menjalaninya dengan sebaik mungkin. Demi para sahabat yang baru dia kenal bisa kembali ke jalan yang diridloi Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan : “Sekarang, aku yakin bahwa aku tidak boleh kemana-mana. Aku tidak perlu melanjutkan perjalanan lagi, sebab di sinilah, di rumah inilah, di kota inilah, perjalanan kumulai sekaligus kuakhiri. Aku telah berketetapan hati untuk menghafal ayat-ayat-Mu. Dan aku bertetap hati, demi kebesaran dan kemuliaan-Mu, untuk mendampingi Firman dan para sahabat, menapaki jalan menuju kepada-Mu.”(h. 128).
64
“Demi Allah, aku tidak mau menjadi orang yang seperti itu. Aku tidak mau melihat sahabat-sahabat yang nyata membutuhkan cahaya hidup dipandang dengan cara yang rendah dan hina. Sebagaiman aku yang memiliki hal untuk menjadi baik, mereka pun punya hak yang sama.” (h. 130). Kemudian di dalam novel ini juga digambarkan bagaimana kesalehan Iqbal untuk menjaga kehormatannya sebagai orang yang beriman, yaitu ketika Indri kekasih Firman mencoba untuk menggoda Iqbal untuk berbuat zina. Tetapi Iqbal mencoba untuk tidak tergoda dan terjerumus dengan kecantikan dan rayuan Indri. Hal ini digambarkan dalam kutipan : “Sungguh, beruntung sekali kekasih mas itu. Bolehkah aku rebahan di paha mas?” Dengan pelan-pelan, aku mendorong kepalanya itu. Kuminta dengan halus agar dia tidak melakukan hal yang demikian itu.” (h. 214). “Marilah kita hanya berbicara tentang boleh-tidaknya aku merebahkan diri dipangkuanmu. Sekali tidak boleh, tetap tidak boleh. Kalau aku memaksa? Aku terpaksa akan meninggalkanmu. Kalau aku berteriak keras bahwa kamu akam memperkosaku? Dan orang-orang akan mendatangi kita dan memukulimu? Itu lebih baik daripada kamu merebahkan diri di pangkuanku. Setegar itukah kamu ini, mas? Sehebat itukah dirimu?.”(h. 216). “Benarkah aku menolak kemauan Indri kemarin karena takut kepadaMu? Aku berlindung kepada-Mu dari tarian nafsuku, ya Allah? Aku benarbenar berlindung kepada-Mu. Kau telah selamatkan aku dari ujian cinta seperti ini.”(h. 218). Kemudian sifat pemaaf yang didasarkan pada Rukun Iman, juga ditujukan dan digambarkan kembali kepada Iqbal, di mana Iqbal yang sudah teraniaya oleh sahabatnya Firman karena kesalahpahaman yang menuduh Iqbal telah berbuat zina dengan Indri kekasih Firman di dalam sebuah kamar.
65
Bahkan peristiwa naas tersebut hampir menyebabkan kebutaan pada penglihatan Iqbal. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan sebuah percakapan Iqbal dan para sahabatnya di rumah sakit: “Firman…dia ke mana? Apa dia baik-bak saja? Ah, aku bersalah kepadanya. Ke mana dia?” tanyaku kepada orang-orang ini. Sungguh mulia hatimu, mas, “kata Parno. “kami saja sudah membencinya, kok kamu yang tega-teganya disakiti dia masih saja menanyakannya.”(h. 278). “Jangan kamu benci dia. Aku takut apabila kamu dan para sahabat membencinya, dia semakin jauh dari dirinya sendiri. Yang dia butuhkan sekarang ini pastilah bukan kebencian, tetapi ketulusan hati untuk mencintainya.”(h. 279). Dari kutipan-kutipan di atas maka dapatlah digambarkan bahwa Iqbal adalah seorang yang mempunyai jiwa penolong juga pemaaf, sekalipun dia sudah teraniaya karena cintanya seorang Iqbal dengan Tuhan-nya (iman kepada Allah SWT), yang tidak boleh membenci makhluk ciptaan-Nya. Contoh-contoh diatas, adalah gambaran bahwa Iqbal dan para sahabatnya mempercayai adanya takdir baik dan buruk. 2. Superstruktur (Skematik) Skematik adalah sebuah wacana yang pada umumnya memiliki alur cerita dari awal sampai akhir. Dimana para pembaca disuguhkan bacaan yang memang sudah sempurna. Menurut Alex Sobur dalam tulisannya mengataan bahwa struktur skematis atau superstruktur adalah mengambarkan bentuk umum dari
66
suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.2 Dalam novel Musafir Cinta ini karangan Taufiqurrahman al-Azizy bisa dikatakan sudah sempurna, karena sudah menceritakan dari bagaian awal hingga bagian akhir, yang membangun alur cerita dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain hingga membentuk satu kesatuan cerita. Para pembaca akan diberikan pada arti sebuah ketauhidan, kebenaran sebuah agama, arti keikhlasan, kesabaran dalam menerima cobaan Tuhan, dan keimanan dalam menepis godaan-godaan yang bisa menjauhkan diri dari jalan yang diridloi Tuhan, serta mengajarkan arti sebuah maaf terhadap orang yang telah berbuat aniaya sekalipun. Juga mengajarkan untuk mencegah dan merubah kemaksiatan dengan cara yang lemah-lembut serta bijaksana. Dan semua itu didasarkan pada keenam Rukun Iman terlebih pada rukun iman kepada Allah SWT. Dalam skematik atau superstruktur biasanya menggunakan tiga struktur, yaitu babak pertama, masalah (konflik), dan yang terakhir adalah pemecahan masalah (resolusi).
2
4, h. 76.
Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-
67
a. Babak Pertama Di babak pertama ini pengarang novel Musafir Cinta menceritakan sebuah perjalanan anak muda yang mencoba meninggalkan gaya hidupnya yang glamor dan penuh dosa. Pemuda itu bernama Iqbal, kemudian pemuda tersebut pergi untuk membuka lembaran baru hidupnya dengan memasuki sebuah pesantren. Bermaksud ingin merubah pola hidup dan pola pikir lamanya maka dia berniat menuntut ilmu agama di pesantren Tegal Jadin. Tapi sesampainya di pesantren Tegal Jadin, tidak seperti apa yang diperkirakan, ternyata Iqbal tidak bisa mengikuti pelajaran seperti temanteman lainnya di pesantren. Kemudian tidak lebih dari dua bulan dia tinggal di pesantren Tegal Jadin, dan apa yang dikerjakannya selama dua bulan tersebut hanya mengambil air dari telaga ke pesantren atas perintah Kyai Sepuh. Pekerjaan itu pun terus dia laksanakan, berharap suatu saat Kyai Sepuh bisa menerimanya sebagai santri dan memberinya kesempatan untuk menuntut ilmu agama seperti santri-santri lainnya. Hingga pada akhirnya Iqbal pun harus keluar dari pesantren tersebut karena perbedaan pendapat dengan penghuni-penghuni pesantren lainnya, tanpa ada kesempatan sedikitpun untuk menuntut ilmu agama selama di pesantren tersebut.
68
b. Konflik Pada babak konflik ini diawali ketika Iqbal harus keluar dan pergi dari pesantren Tegal Jadin. Penulis Taufiqurrahman al-Azizy menceritakan kegelisahan yang dialami oleh Iqbal, dia harus dihadapkan oleh beberapa pilihan. Apakah harus kembali ke rumahnya di Jakarta, dengan menceritakan apa yang sesungguhnya telah terjadi kepada kedua orang tuanya, atau dia harus pergi ke rumah bu Jamilah dan memutuskan untuk tinggal di sana. Bu Jamilah adalah seorang janda miskin yang taat dan tinggal bersama anakanaknya yang masih kecil. Iqbal mengenal mereka ketika Iqbal masih menjadi santri di pesantren Tegal Jadin, kerap kali dia keluar dari pesantren dan pergi ke rumah bu Jamilah. Sampai pada akhirnya Iqbal pun pergi untuk berkelana tanpa tahu arah dan tujuan, kemudian dengan bermodalkan keyakinan Iqbal naik bus malam dan pergi ke arah Purwokerto. Tapi Tuhan mempunyai kehendak lain, maka perjalanan Iqbal terhenti di alun-alun Banjarnegara, di situlah dia bertemu dengan tiga orang pemuda jalanan yang jauh dari hidayah Tuhan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk tinggal di rumah salah-satu pemuda tersebut dengan niat membawa mereka kembali menapaki jalan ilahi. Banyak waktu dihabiskan Iqbal untuk beribadah dan istiqamah menghafal ayat-ayat AlQur‟an di sana, sambil terus berusaha mengajak para sahabat barunya untuk
69
kembali ke jalan yang diridloi Tuhan dengan cara yang sangat arif dan bijaksana. Tetapi segala pengorbanan dan usaha Iqbal harus dibayar mahal, karena dia dituduh berbuat zina dengan pacar sahabatnya. Kemudian terjadilah perselisihan dan perkelahian di alun-alun Banjarnegara antara Iqbal dan sahabatnya itu. Hingga hampir menyebabkan kebutaan pada mata Iqbal, dan untuk penyembuhan akhirnya Iqbal harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. c. Babak Resolusi Pada babak akhir cerita dalam novel Musafir Cinta ini, pengarang Taufiqurrahman al-Azizy menggambarkan Iqbal yang sudah tinggal selama hampir tiga tahun di Banjarnegara, dan sesuai dengan tekadnya dalam waktu hampir tiga tahun tersebut Iqbal sang Musafir Cinta dapat membawa kembali para sahabatnya kembali untuk menapaki jalan ridlo ilahi. Firman yang selama ini dalam masa proses pencarian jati dirinya untuk mengenali Tuhan yang sesungguhnya. Karena merasa kecewa dengan keadilan Tuhan, hingga dia sering menghujat Tuhan karena dia merasa bahwa Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa ketika adik kandungnya tercinta dibunuh penjahat setelah diperkosa. Setelah sekian lama Firman terjerumus dalam lubang kemaksiatan,
70
akhirnya dengan kerendahan dan kesabaran Iqbal, Firman kembali menapaki jalan ilahi. Begitu juga dengan Indri, pacarnya Firman. Setelah sekian lama ikut larut dan hanyut dalam pergaulan bebas dengan Firman, jauh dikatakan sebagai wanita baik-baik. Kini belajar menjadi wanita muslimah dan mengenakan jilbab, bahkan bertekad tidak akan melepasnya. Begitu juga dengan Parno dan Patmo, mereka mencoba untuk mengikuti jejak Iqbal. Lain halnya dengan Okta, dia mempunyai pilihannya sendiri. Dia memutuskan untuk mengikuti jejak seorang sufi wanita terkenal Rabi‟ah al-Adawiyah. Kemudian kisah novel ini diakhiri dengan kembalinya Iqbal untuk menjemput kekasih hatinya Zaenab, Prscillia, dan Khaura. Cinta yang belum tahu akan berlabuh di hati yang mana dari ketiga gadis yang diberkahi itu. 3. Struktur Mikro a. Semantik Studi tentang linguistik bisa dikatakan semantik, yaitu sesuatu yang mempelajari makna atau arti dalam sebuah bahasa. Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual,
71
baik makna leksikal ataupun makna gramatikal.3 Dalam semantik terkandung beberapa unsur, yaitu : 1. Latar Latar adalah merupakan bagian dari sebuah teks yang apat mempengaruhi arti yang akan disampaikan. Latar juga dapat dikatakan merupakan unsur wacana yang dapat menjadi alasan pembenar yang diajukan dalam suatu teks, dan ini merupakan cerminan ideologis, di mana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, bergantung pada kepentingan mereka. Sang penulis Taufiqurrahman al-Azizy mengatakan bahwa penggarapan novel ini seusai mentafakuri salah-satu ayat dalam al-Qur‟an yang mengisahkan tentang pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim as. Inspirasi besar itulah yang mendorongnya mengarang buku bacaan Islami, ringan dan mudah dicerna namun tidak instan, penuh hikmah, yang dikemas dalam bentuk novel spiritual pembangunan iman ini.
Hingga novel
religius yang telah dirilis ini mendapatkan tempat dihati para pembaca dan mendapatkan predikat best-seller. Penulis judga berharap hasil tulisannya ini akan menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pihak.
3
Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 78.
72
2. Detail Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Dalam novel Musafir Cinta, Taufiqurraman – dalam hal ini adalah komunikator – menampilkan informasi yang menguntungkan kedudukannya. Diantaranya adalah sebuah pernyataan tokoh Iqbal yang digambarkan sebagai anak saleh yang diberkahi wajah tampan telah mendapatkan hidayah ilahi, walaupun kesenangan dunia sudah ada dipelupuk mata, ia lebih memilih untuk mempertahankan imannya sebagai sosok seorang muslim yang sejati. “Jika karena wajah ini, Indri dan Okta bertengkar dan berkelahi,” kataku kemudian, “lebih baik aku memohon kepada Allah agar Dia memburukkan wajahku. Jika kedua mata ini yang telah menjadikan Indri dan Okta terpikat denganku, lebih baik aku berdoa kepada Allah semoga Dia berkenan membutakan kedua mataku”(h. 251). Menurut penulis, pernyataan dari pengarang ini sangat mendukung akan kemampuan dan kegeniusan pengarang, sehingga informasi ini memiliki makna yang kuat. Meskipun ia diberi kelebihan oleh Allah berupa kebaikan dan wajah tampan, namun ia dapat memanfaatkan semaksimal
73
mungkin kesalehannya untuk tidak terjerumus ke dalam kubangan dosa karena ketampanannya, dan hal ini tentu akan mempunyai dampak positif kepada pembaca. 3. Maksud Unsur maksud melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit ataukah tidak, apakah fakta disajikan secara telanjang ataukah tidak. Umumnya informasi komunikator yang menguntungkan akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Akan terlihat dari kutipan berikut ini : “Aku takut kepada-Mu dari godaan setan yang berupa syahwatku, maka lebih baik Engkau cabut syahwat itu dari kedua mataku. Butakan kedua mataku, ya, Ilahi, sebab, “Tiada ibadah yang lebih baik daripada kesucian perut dan kemaluan.” (h. 260). Dari ungkapan kutipan di atas sangatlah jelas bahwa informasi disajikan secara terbuka dan eksplisit. Dengan begitu, para pembaca akan dapat mengerti atau paham akan maksud dari kutipan teks di atas dan tidak perlu mencari kesimpulan lagi dari teks tersebut, sehingga dapat memudahkan bagi yang membacanya. b. Sintaksis Sintaksis adalah meenempatkan secara bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Kemudian unsur-unsur dari sinteksis adalah sebagai berikut:
74
1. Koherensi Koherensi adalah pertalian antar kata atau kalimat, dan koherensi dapat secara mudah diamati, diantaranya dari kata hubungan yang dipakai untuk menghubungkan fakta atau proposisi. Kata hubung yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna yang berlainan ketika hendak menghubungkan proposisi. Hal ini dapat terlihat pada kutipan “Telah aku aniaya diriku. Dan telah berani aku melanggar karena kebodohanku.”(h. 285). Penempatan kata “Dan” serta “Karena” pada kutipan di atas mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kata yang satu dengan yang lain. Fungsi dari kata “Dan”, menjelaskan bahwa sosok Firman sahabat Iqbal dengan beraninya melangar larangan-larangan Tuhan, berarti pada hakikatnya Firman telah menganiaya dirinya sendiri. Sedangkan kata hubung “Kerena”, dapat memberi kesan bahwa kebodohannyalah yang menyebabkan ia berani melanggar larangan-larangan Tuhan hingga ia menganiaya dirinya sendiri. 2. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis. Bentuk lain adalah bagaimana proposisi-proposisi
diatur
dalam satu rangkaian kalimat. Proposisi mana yang ditempatkan diawal, dan
75
proposisi mana yang ditempatkan di akhir. Berikut dapat terlihat dalam kutipan : “Kutolehkan kepala. Kudapati seorang laki-laki dan seorang perempuan tua. Sejenak kuperhatikan mereka, wajah mereka.” (h. 94).
Dari kutipan di atas maka dapat dijabarkan sebagai berikut : Ku tolehkan kepala. Ku dapati seorang laki-laki dan permpuan tua S
P
O
S
P
O
Sejenak ku perhatikan mereka, wajah mereka Ket.wkt S
P
O
Dari keterangan di atas, dapat terlihat bahwa pengarang mencoba untuk mengikuti Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dan mencoba untuk menempatkan proposisi mana yang lebih tepat digunakan di awal ataupun di akhir kalimat. 3. Kata Ganti Kata Ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana digunakan. Dalam mengungkapkan sikapnya seseorang dapat mengunakan kata ganti “Saya atau “Kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut adalah merupakan sikap resmi komunikator semata-mata.
76
Kata ganti yang digunakan dalam novel Musafir Cinta ini adalah kata “AKU”, berikut dapat terlihat dalam kutipan : “Demi Allah, demikian berat aku meninggalkan pesantren ini. Sungguh kalau aku boleh berharap, aku tidak ingin meninggalkan pesantren tercinta ini dengan membawa perbedaan dengan membentangkan buhul pertentangan.” (h. 7). \ Kutipan kata ganti “AKU” di atas menunjukkan bahwa pengarang sebagai pemilik karakter, tetapi juga menggambarkan tokoh-tokoh dalam novel Musafir Cinta. Di sini terlihat juga pengarang ingin menyampaikan kata yang lebih sopan. c. Stalistik Pusat perhatian stalistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan: “Anakku…kini saatnya kita berpisah,” demikian berat kata-kata yang terlontar dari Kiai Sepuh terdengar di kedua telingaku. Hatiku miris ketika beliau memanggilku dengan kata „anakku‟.”(h. 8). “Saya benar-benar malu, nak. Saya dan istri saya yang sudah menjalankan ibadah haji sebanyak dua kali, ternyata tidak becus mendidik anak. Orang tua macam apa saya ini, nak?” (h. 108).
77
Dengan kutipan gaya bahasa yang disampaikan seperti di atas dengan menggunakan kata “nak”, maka penulis bisa sampaikan bahwa pengarang ingin memperlihatkan antara guru dan murid terdapat terdapat ikatan emosional dan ikatan batin yang kuat. Meskipun Iqbal yang selama di pesantren tidak pernah diajari secara langsung ilmu agama oleh Kiai Sepuh. Begitu pula dengan percakapan kedua orang tua Firman ketika berbicara dengan Iqbal, mereka menggunakan panggilan “nak”, meskipun mereka baru mengenal sosok Iqbal. Tapi mereka mempunyai keyakinan bahwa kedatangan Iqbal akan membawa kebaikan bagi putra mereka, yaitu Fiman. Dengan gaya bahasa seperti ini, tokoh Iqbal merasa tersanjung dan begitu merasa disayang. Juga pengarang telah berhasil menyampaikannya dengan baik, karena selain bahasanya yang lembut dan sopan juga gaya bahasa ini disukai para pembaca. d. Restoris Dalam cerita novel Musafir Cinta ini banyak menggunakan bentuk grafis yang berupa pemakaian huruf miring, yang diambil dari ayat-ayat alQur‟an, hadist, dan kata-kata dari term Islami. Hal ini dapat terlihat dari beberapa kutipan : “Tegakkan Tauhid, Tumbangkan sirik.” (h. 1).
78
Kutipan dari term Islami ini menekankan akan pentingnya nilai tauhid untuk mengakui ke-Esa-an Allah sebagai Sang Pencipta. “Aku adalah perbendaharaan yang terpendam..” Hadist Qudsi (h. 17). Hal ini menekankan bahwa Allah maha mengetahui dan mengerti segala sesuatu yang Dia diciptakan. Berdasarkan data-data yang penulis temukan pada analisis teks di atas, maka penulis dapat sampaikan secara keseluruhan pesan teologis dalam novel Musafir Cinta karangan Taufiqurrahman al-Azizy ini, lebih banyak menyoroti tentang kehidupan anak manusia yang mencoba menapaki hidayah ilahi, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga hubungan manusia dengan lingkungannya. Pesan teologis yang ingin disampaikan dari hubungan manusia dengan Tuhannya ini tercermin dari sikap, sifat, perilaku, pergaulan dan etika yang baik yang dimiliki oleh tokoh Iqbal Maulana. Kemudian pesan teologis yang ingin disampaikan dari hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga terdapat pada sosok Iqbal yang dengan segala kerendahan hati, keikhlasan, dan ketulusan niatnya ia berusaha mengajak dan membawa para sahabatnya, serta orang-orang yang berada di sekitarnya untuk kembali menapaki jalah hidayah yang diridloi ilahi. Pesan teologis yang ingin disampaikan oleh komunikator adalah dari hubungan manusia dengan Tuhannya terlihat dari penokohan Iqbal yang dengan
79
keistiqamahannya terus mentafakuri tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Juga hubungan manusia dengan manusia yang tampak pada perangai Iqbal yang bisa dijadikan contoh teladan yang baik untuk dijadikan pola hidup manusia sehari-hari demi menuju cahaya ilahi. Dari penjelasan tentang analisis wacana diatas yang berkaitan dengan pesan teologis yang didasarkan pada Rukun Iman (dalam agama Islam) dapat dkategorikan secara umum dengan bilangan persen per 100 %, bahwa: Rukun Iman
Iman kepada Allah SWT
Pesan Kurang Teologis lebih dalam 50 % Novel MC
Iman kepada Malaikat Allah
0%
Iman kepada Kitab Allah
Iman kepada Rasul Allah
Kurang lebih 10%
0%
Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada Qada dan Qadar Allah
0%
Kurang lebih 40 %
Dalam novel Musafir Cinta ini, pesan teologis yang didasarkan pada Rukun Iman, yang lebih banyak ditemui mengenai Iman kepada Allah SWT, dan Iman kepada Qada dan Qadar, dari pada Iman kepada Malaikat Allah, ataupun Iman kepada Rasul Allah, ataupun Iman kepada Hari Kiamat.
80
B. Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Kognisi Sosial Dalam analisis novel Musafir Cinta dengan melalui pendekatan kognisi sosial tidak hanya difokuskan pada teks semata, tetapi juga melihat dari pandangan pengarang novel yaitu Taufiqurrahman al-Azizy, baik dari segi kognisi sosial maupun dari segi konteks sosial. Dalam analisis novel melalui pendekatan kognisi sosial ini difokuskan pada bagaimana sebuah teks dirilis, dipahami, dan ditafsirkan. Dalam penulisan novel Musafir Cinta, pengarang merupakan sumber utama yang mempunyai peran dalam terbentuknya cerita. Di sini dapat diamati dan ditafsirkan ide pengarang dalam memahami cerita, serta tokoh dalam novel tersebut. Pada novel Musafir Cinta ini pengarang berusaha menunjukkan sebuah kisah tentang seorang pemuda yang mempunyai perangai buruk dan latar belakang tidak baik. Di mana hampir sepanjang waktunya hanya dihabiskan untuk hura-hura dengan gaya hidup glamor seperti anak-anak Jakarta pada umumnya, kemudian pemuda tersebut mencoba untuk menapaki jalan ilahi dengan mencoba menunut ilmu agama di sebuah pesantren yang bernama Tegal Jadin. Kemudian pengarang menceritakan dalam novel ini bagaimana kisah pemuda tersebut selama di pesantren. Menurut penulis, dalam novel ini pengarang juga ingin memperlihatkan bahwa tidak ada kata terlambat bagi siapa
81
pun yang ingin kembali ke jalan yang benar, dan ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Menurut penulis, pengarang memberikan judul novel Musafir Cinta ini penuh dengan suasana religius. Banyak pelajaran yang bisa diambil untuk djadikan tuntunan hidup, bagaimana menjadi orang yang sabar, menjadi orang yang ikhlas dan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain, serta ketulusan hati menolong orang lain. Novel Musafir Cinta ini dirilis dengan bahasa yang sangat lugas, hingga mudah dicerna dan dipahami, mengandung cerita yang menggugah hati, serta mendapatkan sambutan yang luar biasa dari para pembaca. Dialog dalam novel ini tidak terlalu banyak, pengarang sebagai komunikator lebih banyak menggambarkan dan menceritakan tentang sosok Iqbal dengan keteguhan imannya dan semua kebaikan yang ada dalam dirinya. Dengan cara menguraikan peristiwa ke peristiwa yang lain. Namun, tetap tidak mengubah isi bahasa dan makna yang terkandung dalam novel ini. Dengan dihiasi oleh ungkapan-ungkapan, kiasan, serta gaya bahasa yang baik, novel ini mampu mendapatkan tempat tersendiri di hati para pembacanya. Novel yang berjudul Musafir Cinta, novel spiritual pembangun iman ini, secara keseluruhan pengarang telah berhasil menyajikan sebuah bacaan yang tidak menjenuhkan, ditambah dengan gaya bahasa yang baik dan lugas serta mudah dipahami. Pengarang juga mampu memberikan pelajaran berharga bagi
82
para pembacanya melalui pesan-pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta.
C. Analisis Novel Musafir Cinta Melalui Pendekatan Konteks Sosial Menurut Van Dijk bahwa konteks sosial bagian terakhir dari analisis wacana. Penulis sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau teks. Sehingga faktor tersebut menjadi inspirasi dan salah-satu alasan bagi pengarang dalam menuangkan pemikirannya lewat novel. Seperti telah dikatakan juga bahwa pengarang telah terinspirasi sesuai mentafakuri salah satu ayat Al-Qur‟an yang menceritakan kisah tentang pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim as. Inspirasi besar inilah yang mendorong pengarang untuk menulis buku bacaan Islami, ringan, mudah dicerna namun tidak instan, penuh hikmah, yang dikemas dalam bentuk novel spiritual pembangunan iman. Kemudian pengarang mengkisahkan bagaimana perjalanan hidup Firman sahabat Iqbal, yang berpaling dari ajaran-ajaran agama karena kecewa dengan keadilan Tuhan. Hingga ia terus mencari Tuhan, tapi semakin ia mencari Tuhan, yang ia dapatkan hanyalah rasa yang semakin hampa dan semakin jauh dari Tuhan. Pengarang juga menyampaikan tentang kegigihan Iqbal yang mencoba
83
mengembalikan sahabatnya yaitu Firman untuk kembali ke jalan yang telah lama ditinggalkannya yaitu menuju jalan Ilahi. Penulis menilai, kurangnya orang tua dalam memberikan perhatian kepada perkembangan anaknya, karena banyak diantara mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing, sehingga mereka hanya mampu melihat kebutuhan anak-anaknya hanya sebatas kulit luar, mereka kurang mamahami betul apa yang benar-benar dibutuhkan anaknya. Menurut penulis, bahwa kedekatan emosional dan ikatan batin antara orang tua dan anak sangat diperlukan. Fenomena yang terjadi seperti Firman bukanlah hal tabu yang sering terjadi di tengah masyarakat. Firman adalah salah-satu contoh dari sekian banyak pemuda yang mencoba mencari kebahagiaan yang tidak pernah didapatkan di rumah mereka sendiri. Secara
keseluruhan,
menurut
penulis
novel
ini
telah
mampu
memunculkan ketakjuban, penuh tenaga, getaran, dan sekaligus gugatan terhadap Tuhan. Menghamparkan pengembaraan spiritual demi pematangan akan keteguhan iman yang sesungguhnya yang didasarkan kepada Rukun-rukun Iman.
84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Secara keseluruhan pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta karangan Taufiqurrahman al-Azizy ini, lebih banyak menyoroti tentang kehidupan anak manusia yang mencoba menapaki hidayah ilahi untuk mendapat ridho dan keadilan Ilahi, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga hubungan manusia dengan lingkungannya. Pesan teologis yang ingin disampaikan dari hubungan manusia dengan Tuhannya ini tercermin dari sikap, sifat, perilaku, pergaulan dan etika yang baik yang dimiliki oleh tokoh Iqbal Maulana. Kemudian pesan teologis yang ingin disampaikan dari hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga terdapat pada sosok Iqbal yang dengan segala kerendahan hati, keikhlasan, dan ketulusan niatnya ia berusaha mengajak dan membawa para sahabatnya, serta orang-orang yang berada di sekitarnya untuk kembali menapaki jalah hidayah yang diridloi ilahi. Pesan teologis yang ingin disampaikan oleh komunikator adalah dari hubungan manusia dengan Tuhannya terlihat dari penokohan Iqbal yang dengan keistiqamahannya terus mentafakuri tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Juga hubungan manusia dengan manusia yang tampak pada perangai Iqbal yang bisa
85
dijadikan contoh teladan yang baik untuk dijadikan pola hidup manusia sehari-hari demi menuju cahaya ilahi. 2. Dalam analisis novel melalui pendekatan kognisi sosial ini difokuskan pada bagaimana sebuah teks dirilis, dipahami, dan ditafsirkan. Dalam penulisan novel Musafir Cinta, pengarang merupakan sumber utama yang mempunyai peran dalam terbentuknya cerita. Di sini dapat diamati dan ditafsirkan ide pengarang dalam memahami cerita, serta tokoh dalam novel tersebut. Novel Musafir Cinta ini juga dirilis dengan bahasa yang sangat lugas, lancar, mengalir, hingga mudah dicerna dan dipahami, mengandung cerita yang dapat menggugah hati, menyentuh jiwa, dan penuh hikmah. Dan pada analisis novel ini melalui pendekatan konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau
teks. Sehingga faktor tersebut
menjadi inspirasi dan salah-satu alasan bagi pengarang dalam menuangkan pemikirannya lewat novel. Bahwa pengarang dalam novel Musafir Cinta, telah terinspirasi sesuai mentafakuri salah satu ayat Al-Qur’an yang menceritakan kisah tentang pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim as. Inspirasi besar inilah yang mendorong pengarang untuk menulis buku bacaan Islami, ringan, mudah dicerna namun tidak instan, penuh hikmah, yang dikemas dalam bentuk novel spiritual pembangunan iman.
86
B. Saran 1. Bagi pengarang, diharapkan dapat meningkatkan kreatifitasnya dan terus menunjukkan eksistensinya dalam hasil karya sastranya bukan hanya dari novel saja. Namun, bisa dalam bidang sastra lainnya, agar dapat bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat. Dan yakinlah bahwa penulis atau sastrawan bisa menjadi seorang da’i dengan membuat hasil karya yang bernafaskan Islam, agar langkah dalam bidang dakwah dalam bidang sastra lebih baik dan meningkat. 2. Kepada para sastrawan, baik sastrawan muslimin ataupun bukan yang ada di Indonesia, hendaknya dalam sebuah novel yang ditulisnya, tidak saja berdasarkan pengembangan imajinasi saja, akan tetapi juga dilandasi sebuah riset dan literatur yang cermat. Karena ada banyak novel-novel Indonesia yang berisi hiburan saja tanpa adanya nilai-nilai sastra yang bersifat artistik, cultural, etis, moral, religius dan nilai praktis. 3. Bagi para pembaca novel, hendaknya tidak hanya sekedar menikmati novel sebagai kesenangan dan hiburan belaka. Namun, dipelajari lalu ditelaah nilainilai apa saja yang terkandung di dalamnya. Jika terdapat nilai-nilai yang baik yaitu merupakan ajakan ke jalan yang baik dan benar maka dapat diikuti dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
DAFTAR PUSTAKA Al-Azizy, Taufiqurrahman. Novel: Musafir Cinta. Yogyakarta: Diva Press, 2007. Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Djatnika, 1983. Chair, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rieneke Cipta, 2002. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, 2005. Hanafi, A. M.A..Pengantar Teologi Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995. Irvani, Siti Shobariatul. Skripsi: Metode Dakwah Islam Habiburrahman El Shirazy dalam Novel Islami. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007. Keraf, Gorys. Komposisi. Nusa Indah, 1994. Kooij, J.G., S.C Dik, Ilmu Bahasa Umum (Terj). Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1994. Mulyana. Kajian Wacana Teori, Metode Aplikasi dan Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005. Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah, Analisis, Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada, t.t. Natawijaya, P. Suparman. Bimbingan Untuk Cakap Menulis. Jakarta: Gunung Mulia, 1979. Nottingham, Elizabeth, Terjemahan Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, CV. Jakarta: Rajawali, 1985. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada, 1995. Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Persua, Nguruh. Peranan Kesusastraan dalam Pendidikan. Suara Guru. XII, 1980. Rahmanto. Metode Pengajaran. Jogjakarta: Kanisius, 1992. Salim,Yenny, dan Peter Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Modern English Press, 2002. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sobur, Alex. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Subardjo, Jakob. Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Novel dan Cerpen. Bandung: Pustaka Latifah, 2004. Suprapto. Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia. Surabaya: Nusa Indah, 1993. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993. Teeuw, A.. Sastra Baru Indonesia. Surabaya: Nusa Indah, 1980.
Tim Penyusun UIN Jakarta. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Verhaar, W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2001. Zainudin. Materi Pokok Bahasan dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta, 1992. Zakiyah, Dradjat. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001. www. Members.tripod.com. http: //www.mediamuslim.info.