6
2. USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN
2.1. Definisi UKM Di beberapa negara, definisi UKM hanya memakai satu kriteria, yaitu jumlah tenaga kerja saja atau ada juga yang menambah kriteria dengan besarnya hasil penjualan (Rietveld, 1989). Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta status kepemilikan. Dalam Pasal 5 Bab III Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, secara spesifik ditetapkan kriteria usaha kecil, seperti berikut: (a)
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
(b)
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar;
(c)
Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;
(d)
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau yang berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
(e)
Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan maupun suatu badan, dengan tujuan untuk memproduksi barang dan jasa guna diperniagakan secara komersial; yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta dan mempunyai nilai penjualan (omzet) per tahun sebesar Rp.1 miliar atau kurang. LIPI (2001) memakai definisi tentang Usaha Kecil, yaitu sebagai: setiap jenis industri yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 5 hingga 19 orang, sedangkan usaha- usaha menengah yaitu usaha-usaha dengan jumlah total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 milyar dan Rp. 50 milyar.
7
2.2. Potensi dan kedudukan UKM dalam pembangunan. Upaya pengembangan UKM sangat relevan dan sejalan dengan arus pemikiran global yang sedang berkembang saat ini yaitu tema pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sendiri berarti memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses pembangunan yang dianggap semakin menjurus kepada situasi yang unsustainable dan inequitable. Mengembangkan UKM merupakan suatu keharusan untuk pembangunan yang berkelanjutan karena memajukan UKM sama juga dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat mengingat UKM merupakan kegiatan ekonomi rakyat dan jumlahnya lebih dari 90% dari unit usaha di Indonesia. Ditambahkan oleh Sjaifuddian et. al (1997), sektor UKM ini memiliki peran yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis. Fungsi ekonomi sektor ini antara lain menyediakan barang dan jasa bagi konsumen berdaya beli rendah sampai sedang, menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi serta kontribusi dalam perolehan devisa negara. Secara sosial politis, fungsi sektor ini juga sangat penting terutama dalam penyerapan tenaga kerja serta upaya pengentasan kemiskinan Survai yang telah dilakukan Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, usaha-usaha kecil, termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2003 meliputi 98.67 persen dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia, sedangkan usaha-usaha menengah meliputi 0.13 persen dari jumlah total usaha-usaha. Dengan demikian maka jumlah total UKM sebagai keseluruhan meliputi 98,80 persen dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah Usaha Kecil mencapai 99,85% dari total pengusaha nasional (42.326.520 unit) serta memberikan kontribusi pada PDB sebesar 40,55%. Dalam hal tenaga kerja, usaha kecil mampu menyerap 88,40% (70.282.178 orang) dari total angkatan kerja pada tahun bersangkutan. Posisi tersebut menunjukkan, bahwa usaha kecil berpotensi
8
menjadi penyangga sekaligus penggerak dinamika perekonomian nasional. UKM juga menjadi pilihan yang tepat bagi pembangunan daerah otonom karena selain menciptakan
lapangan
kerja,
meningkatkan
pendapatan
daerah
dan
mensejahterakan masyarakat juga dapat memperkuat kemandirian ekonomi daerah (Hardjomidjojo, 2004). Terkait dengan pembangunan daerah otonom, survai yang telah dilakukan di Kabupaten Bogor oleh Badan Pusat Statistik dan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, usaha-usaha kecil pada tahun 2001 meliputi 93,83 % dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di Kabupaten Bogor, sedangkan usaha-usaha menengah meliputi 3,08 % dari jumlah total usaha-usaha. Dengan demikian maka jumlah total UKM di Kabupaten Bogor secara keseluruhan meliputi 96,91 % dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di wilayah ini. Dalam hal tenaga kerja, UKM mampu menyerap 65,18% (97.302 orang) dari total angkatan kerja pada tahun bersangkutan. Posisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
UKM
berpotensi
menjadi
wadah
pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian di daerah. Sebagai sektor usaha yang dominan di Kabupaten Bogor pada umumnya, UKM perlu dikembangkan terus perekonomian.
karena potensi dan kontribusinya terhadap
Hal ini diperkuat pula oleh komitmen pemerintah daerah
Kabupaten Bogor untuk mengembangkan UKM di wilayahnya mengingat posisi daerah Kabupaten Bogor yang strategis dan dekat dengan pusat perdagangan dan perekonomian nasional yaitu DKI Jakarta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan UKM adalah mutlak dilakukan dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat, meningkatkan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
rakyat,
meningkatkan
pemerataan
pendapatan
maupun
pembangunan regional dan pada akhirnya menuju pembangunan yang berkelanjutan.
9
2.3. Faktor penguat dan penghambat UKM. Karakteristik yang melekat pada UKM bisa merupakan kelebihan atau kekuatan yang potensial. Di sisi lain pada kekuatan tersebut implisit terkandung kekurangan atau kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan usaha kecil dapat berkembang. Kemampuan bertahan hidup yang tinggi dan kemampuan menggunakan pasokan secara efisien merupakan faktor penguat UKM. Motivasi pengusaha yang sangat kuat untuk mempertahankan kelangsungan usahanya karena merupakan satusatunya sumber penghasilan keluarganya. Sekalipun nilai tambah yang diperolehnya sangat rendah, permintaan pangsa pasar menegah ke bawah yang dimasukinya sangat tinggi. Pelaku UKM sangat pandai memanfaatkan pasokan produksi yang murah secara efisien untuk menghasilkan produk dan jasa yang murah bagi konsumen khususnya yang berpenghasilan rendah. Efisiensi usaha dapat dicapai karena memanfaatkan sumber daya lokal dan mudah didapat. Produk produk olahan seringkali dibuat dari bahan-bahan berkualitas rendah. Kemampuan UKM dalam meramu bahan-bahan tersebut dan mengolahnya akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang akan mereka raih. Dengan karakteristiknya yang lentur, UKM sangat adaptif dalam menghadapi perubahan situasi dalam lingkungan usahanya.
UKM sangat mudah berubah
menyesuaikan dengan kondisi yang berkembang dalam lingkungan usahanya.. Baik yang berkembang akibat perubahan fungsi pasar itu sendiri maupun akibat intervensi dari pihak tertentu. Kelenturan usaha bisa merupakan kelemahan atau kekuatan tergantung dari sudut mana kelenturan itu dilihat. Dari segi positif kelenturan bisa dipandang sebagai kekuatan karena dengan cara itu UKM bisa terus bertahan. Tetapi di sisi lain kelenturan bisa juga dianggap sebagai faktor yang menghambat. Pergantian usaha yang terlalu sering dalam waktu singkat akan menghambat akumulasi keterampilan dan modal, dua faktor yang biasanya diukur sebagai pendorong pertumbuhan usaha.
10
Faktor penghambat lain yang potensial merupakan ancaman besar bagi UKM yaitu adanya rekayasa tatanan sistem perekonomian bebas internasional. Dalam situasi arus masuk kapital semakin tidak terbendung, UKM semakin menjadi tidak berdaya. Banyak jenis UKM yang tutup karena tidak mampu bersaing dengan usaha swasta besar baik domestik maupun asing. Beberapa jenis komoditi yang tadinya dikuasai dan diusahakan oleh pengusaha kecil kini dilakukan oleh usaha besar. Komoditi yang selama ini diusahakan oleh UKM kini telah disaingi oleh usaha besar yang membuatnya dengan bahan baku sintetis atau dengan desain yang dimodofikasi dan kemudian diproduksi secara massal. 2.4. Arah pengembangan UKM.. UKM harus mampu merespon berbagai perubahan pada lingkungannya yang seringkali tidak dapat diprediksikan seperti perubahan harapan baru dari masyarakat terhadap keberadaannya serta produk dan jasa yang dihasilkannya, kecenderungan dalam hubungan perdagangan nasional dan internasional. Perubahan-perubahan dalam sistem dimana UKM beroperasi tidak saja sulit diprediksikan tetapi juga sering mengancam dirinya. Untuk itu perlu ditentukan arah pengembangan agar UKM mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada, meminimalkan kelemahan yang dimiliki serta mampu menghadapi tantangan yang ada. Pengembangan UKM diarahkan pada menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnnya UKM. Agar dapat bertahan dan maju UKM harus mampu berkompetisi dengan pelaku ekonomi lain. Adanya kenyataan bahwa situasi bisnis tidak selalu menguntungkan bahkan seringkali merugikan UKM. Dengan
demikian
diperlukan
adanya
kebijakan-kebijakan
yang
mampu
memperbesar partisipasi golongan ekonomi lemah dalam kegiatan ekonomi, menciptakan situasi yang lebih distributif sehingga pembangunan yang cenderung padat modal bergeser kepada situasi yang lebih memperluas kesempatan kerja bagi rakyat banyak.
11
Dimensi lain yang perlu ditekankan pada arah pengembangan UKM adalah kerjasama. Berbagai bentuk kerjasama kolektif seperti asosiasi UKM, ataupun pusat pelayanan sektoral dapat memainkan peranan besar dalam pengkoordinasian dan penyampaian informasi-informasi terbaru, memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama, membantu meningkatkan efisiensi produksi dan sekaligus mewakili kepentingan UKM dalam hubungannya dengan pihak lain seperi usaha besar, lembaga penelitian dan pemerintah.
2.5. Penyusunan Strategi Pengembangan Identifikasi strategi merupakan proses kajian yang dilakukan untuk membantu merumuskan atau menyusun strategi pengembangan UKM di dalam lingkup yang bersifat umum. Untuk menentukan posisi dan menetapkan sasaran dari pengembangan UKM ini, sebelumnya perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal UKM yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja UKM itu sendiri. Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal ini perlu diperhatikan didalam merumuskan strategi pengembangan. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi dan menentukan dinamika pengembangan dan perkembangan UKM. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan UKM dapat berkembang. Sebelum melakukan penyusunan strategi pengembangan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi mengenai kondisi aktual, tipologi atau karakterisitik usaha kecil serta kendala dan peluang di dalam pengembangannya. Menurut Hubeis (1997) tipologi atau karakteristik industri kecil dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omzet penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumber daya manusia); dan aspek
12
pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha. Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimilikinya, yaitu atas informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift, luas bangunan, investasi, biaya produksi dan lama usaha) untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; informasi teknis (bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi; dan informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Kesemua informasi tersebut dapat dijadikan profil usaha, dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi yang bersangkutan. Disamping menurut jenis informasi yang dimiliki, juga dapat dilakukan pembuatan tipologi industri kecil atas komponen penilaian bisnis
seperti
keuangan (permodalan: sendiri dan luar; asset, omzet/bulan atau per tahun, persediaan barang: barang jadi. barang setengah jadi dan bahan baku; laba ratarata/bulan atau per tahun), administrasi/manajemen (organisasi, jumlah karyawan, peralatan kantor, kendaraan, bangunan dan peralatan lainnya), pemasaran (penjualan dan distribusi secara lokal, regional, nasional dan internasional), teknis (tata letak pabrik/usaha, sumber bahan baku, produksi dan penyimpanan), yuridis (akte notaris, badan hukum, SIUP, TDP, dll) dan jaminan (nilai dan status). Lebih lanjut menurut Hubeis (1997), berbagai konsep tipologi yang diungkapkan, pada hakekatnya adalah untuk memudahkan identifikasi industri kecil atas pengertian mampu (papan atas), berkembang (papan menengah) dan tertinggal (papan bawah) sesuai dengan kemampuannya dalam memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Hal ini pada gilirannya akan membantu penyusunan kebijakan dan strategi penanganan di berbagai tingkat pengambil keputusan yang berkepentingan terhadap pengembangan industri kecil.
13
2.6. Faktor yang Berpengaruh Dalam Pengembangan UKM Kontribusi UKM yang nyata dalam perekonomian nasional menjadikan sedemikian pentingnya suatu penyusunan strategi maupun program-program pengembangan UKM sebagai sarana dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan UKM perlu dilakukan. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengembangan UKM yaitu : (a)
Kebijakan pemerintah. Kebijakan merupakan pengaturan yang sifatnya berlaku umum, bila dikaitkan dengan pengertian publik hal itu akan mencakup upaya pengaturan bagi semua dimensi kegiatan manusia dalam suatu wilayah. Kebijakan pemerintah terhadap suatu usaha atau aktor ekonomi lain (perkreditan, perpajakan, perijinan, kemitraan, perundangundangan, kebijakan mengenai perkembangan teknologi serta kebijakan mengenai perdagangan dapat berdampak pada kegiatan usaha UKM (Parsson, 1995, Sjaifudian et al, 1997; Mead dan Liedholm, 1998).
(b)
Pemasaran. Keberhasilan program pengembangan usaha kecil sangat dipengaruhi oleh situasi pasar yang dihadapi oleh UKM. Situasi permintaan terhadap produk UKM tidak saja melalui permintaan efektif, tetapi juga pada peningkatan akses terhadap informasi pasar serta akses kepada pasar ekspor (Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al, 1997; Thoha, 2000)
(c)
Teknologi. Peran teknologi semakin penting pada saat ini. Kemakmuran suatu bangsa, kinerja ekonomi, keamanan nasional dan keserasian sosial berkaitan
erat
dengan
perkembangan
teknologi.
Teknologi
dapat
memberikan altrnatif untuk efektifitas dan efisiensi kerja manusia. (Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al, 1997; Berry et al, 2000). (d)
Pendapatan per kapita. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita di suatu negara semakin kecil pangsa tenaga kerja UKM (Anderson, 1982; Biggs dan Oppenheigin, 1986).
14
(e)
Permodalan. Pada umumnya UKM memulai usaha dari tingkat yang sangat sederhana dan menggunakan modal yang relatif kecil. Sebagian pengusaha memulai usahanya dengan memanfaatkan modal sendiri seperti tabungan atau penjualan hartanya. Keterbatasan permodalan seringkali menjadi penghambat usaha kecil untuk meningkatkan skala usahanya (Sjaifudian et al, 1997).
(f)
Akses ke lembaga keuangan/permodalan. Perkembangan dan
kemajuan
UKM sangat dipengaruhi oleh terciptanya akumulasi modal yang seringkali tidak bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan sumber modal sendiri ataupun lingkungan pribadi. Lembaga keuangan sebenarnya dapat diharapkan untuk mendukung UKM melalui penyediaan dana kredit. Akses usaha kecil terhadap sumber modal dari perbankan masih relatif kecil. (Liedholm, 1993; Tambunan, 1999). (g)
Sistem informasi. Informasi adalah sumber daya pendukung yang vital bagi kegiatan suatu usaha. Tidak hanya informasi tentang pasar, pasokan, produksi dan teknologi tapi juga tentang pasar produk yang ditawarkan. Ketimpangan informasi (media dan materi) bagi UKM perlu dibenahi dengan memberikan porsi yang lebih seimbang dibandingkan dengan usaha besar. Penyediaan pusat informasi yang mudah dijangkau dengan informasi aktual merupakan sumber daya yang penting bagi pengembangan UKM (Hubeis, 1997).
(h)
Lokasi usaha. Penentuan lokasi sangat berperan penting dalam kemajuan perkembangan usaha. Dekat dengan jaringan transportasi adalah yang paling utama. Biaya transportasi mempunyai pengaruh terhadap biaya pemasaran. Akibatnya konsumen akan memasukan biaya transportasi dalam fungsi permintaan. Untuk jenis produk tertentu pada tingkatan eceran, konsumen cenderung lebih efisien membeli produk yang dekat dengan lokasi tempat tinggalnya daripada yang jauh. Ini akan berakibat bahwa ukuran perusahaan yang lebih kecil akan mendapatkan peluang untuk lebih eksis.
15
(i)
Gender. Pria umumnya lebih berani dalam mengambil resiko yang merupakan faktor penting dalam pengelolaan usaha. Disamping itu dari segi sosial budaya, kesempatan untuk berusaha bagi pria lebih besar. Namun demikian, mengembangkan usaha kecil menjadi sangat relevan dengan isu perempuan mengingat usaha kecil merupakan sumber pendapatan dan peluang berusaha utama bagi kebanyakan perempuan dan masayarakat kecil pada umumnya. Sebagian besar perempuan terkonsentrasi pada unit usaha kecil termasuk usaha keluarga (Syaifuddian et all, 1997).
(j)
Umur pengusaha. Motivasi yang tinggi dari pengusaha kecil usia produktif (15-55 tahun) dalam mengembangkan usahanya menjadi lebih baik adalah modal dasar dan faktor penting dalam pengembangan UKM. Dari perspektif perluasan kesempatan kerja, adanya kelompok usia produktif di dalam struktur demografis pengusaha UKM menggambarkan bahwa UKM dapat menjadi sektor alternatif untuk mengurangi jumlah pengangguran.
(k)
Kemampuan manajemen. Perencanaan usaha jangka pendek maupun jangka panjang merupakan salah satu kuputusan awal penting yang harus dibuat UKM agar mudah menyesuaikan dengan keadaan yang selalu berubah. Hal ini pada gilirannya akan membuat UKM mampu memasuki dan menguasai pasar baik yang terbuka maupun yang tersegmentasi di era globalisasi bisnis (Hubeis, 1997).
2.7. Aktor yang Berperan Dalam Pengembangan UKM Pada saat ini setiap aktor memainkan peranan tertentu melalui pendekatannya masing-masing sehingga diantara aktor pendukung diperlukan adanya koordinasi sehingga pelayanan-pelayanan kepada UKM nantinya tidak akan bersifat sementara dan terfragmentasi. Aktor yang terlibat dalam pengembangan UKM antara lain (Hubeis, 1997; Sjaifuddian et. al, 1997; Rasyid, 1997; Polman, 2000; Haris, 2002; 2004):
Hardjomidjojo, 2004; Sofyar, 2004; Tambunan dan Ubaidilah,
16
(a)
Pemerintah daerah. Dengan dukungan staf dan anggaran yang dikuasainya, Pemerintah memiliki potensi sekaligus kapasitas yang besar untuk menjangkau kelompok sasaran yang luas hingga ke pelosok-pelosok desa yang terpencil sekalipun.
(b)
Perguruan tinggi. Berfungsi sebagai penyedia informasi iptek dan dukungan pelatihan serta litbang.
(c)
KADIN, sebagai lembaga perwakilan
resmi
pihak
swasta,
dapat
menyuarakan kepentingan swasta dalam hubungannya dengan pemerintah. Diharapkan KADIN dapat menjadi representasi usaha kecil. (d)
Koperasi, sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat memiliki potensi besar dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan UKM karena dianggap sebagai lembaga yang dapat merepresentasikan anggotanya. Selain menjadi kekuatan politik dalam negosiasi dengan pemerintah juga dalam hubungannya dengan usaha besar.
(e)
Lembaga swadaya masyarakat, LSM dapat berperan penting dalam pengembangan UKM. Dengan kondisinya yang sangat dekat dunia usaha LSM berpotensi dalam pengembangan kelembagaan (institution bulding) melalui pembentukan organisasi atau kelompok-kelompok usaha.
(f)
Asosiasi pengusaha kecil. Potensi asosiasi terletak pada penguasaan informasi tentang situasi usaha serta peluang-peluang usaha yang ada. Mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijakan pemerintah.
(g)
Pers. Mempunyai peranan dalam menyebarluaskan informasi mengenai UKM dari berbagai sisi.
(h)
Organisasi masyarakat. Mempunyai potensi untuk memahami persoalan serta kebutuhan UKM. Mampu memobilisir dana lokal maupun sumber daya lokal lainnya dari masyarakat.
17
(i)
Lembaga keuangan. Lembaga keuangan/bank dapat diharapkan mendukung usaha kecil melalui penyediaan dana kredit. Secara umum, baru sebagian kecil usaha kecil yang memiliki akses terhadap pelayanan bank-bank formal. Dalam struktur pengambilan kebijakan lembaga perbankan memiliki pengaruh yang kuat khususnya dalam hal kebijakan industri termasuk industri kecil dan perdagangan.
(j)
Lembaga penelitian dan pengkajian. Berbagai studi empiris yang detail dan komprehensif sangat diperlukan. Selain itu juga diperlukan dukungan data statistik, jaringan kerja antar individu maupun lembaga sebagai ajang pertukaran ide, pengetahuan dan hasil-hasil penelitian. Termasuk juga masalah metodologi yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Forum-forum formal maupun informal yang melibatkan praktisi (termasuk usaha kecil itu sendiri), pembuat kebijakan dan peneliti perlu dibangun sebagai lembaga kerja sama triparti.