PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus Perusahaan Geothermal di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)
LUSSI SUSANTI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT LUSSI SUSANTI. Small Medium Enterprise Development in Corporate Social Responsibility Implementation (Geothermal Corporate Case of Kabandungan District, Region of Sukabumi, Province of West Java (Under Supervision of LALA M. KOLOPAKING) The objective of this research are: first, to know the background of small medium enterprise (SME) development as one of CSR program. Second, to know how far role of the stakeholder that concerned in this program. And third, to formulate the strategy of SME development pursuant to opinion of each stakeholder that concerned in this program. The Methodology used in this research are: observation, literature study, and communication. Afterwards the result of communication will be used as basis for creating Analytical Hierarchy Process (AHP) questionare. Then, the result from AHP questionare will be processed by using expert choice 2000 software. And last, result from expert choice 2000 will be used to determining development strategic for SME later. Result from this research shows that the help distribution to SME for this time is used co-operation as medium. This co-operation give soft loan to local UKM. So, the stakeholder that concerned in SME development program are local government, geothermal corporate, co-operation, and society. Local government personating as regulator and supervisor, geothermal corporate as fund giver to co-operation, co-operation as a part in giving loan to society, and society provide SDM and also SDA that their managed. Result from expert choice 2000 software shows that training and management construction for UKM become the first priority for the next of development SME program. The target program are (1) to increase local society economics, (2) to decrease unemployment of local society, (3) business continuing, and (4) increase local softskill society. The priority to reach target (1) and (2) are with long range capital loan (non-flower). While to reach the target (3) is by partner relate with the marketing place. And to reach target (4) is with give training and management construction for UKM. Keyword: CSR, stakeholder, SME development strategic and AHP.
RINGKASAN LUSSI SUSANTI. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Coporate Social Responsibility (Studi Kasus Perusahaan Geothermal, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). (Di bawah bimbingan LALA M. KOLOPAKING). Pasal 74 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menerangkan bahwa sebuah perusahan berkewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pasal tersebut mencantumkan bahwa “perseroan yang menjalankan kegiatan/usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Pasal tersebut juga menyebutkan bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Budimanta (2002) juga menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang lebih berkualitas adalah melalui pengembangan strategic partnership dan trust building. Terkait dengan implementasi CSR, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan pekonomian masyarakat sekitar dengan cara pengembangan usaha kecil menengah (UKM) yang terdapat di sekitar lingkungan perusahaan. Peran perusahaan dalam pengembangan UKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UKM sehingga UKM tersebut dapat membentuk capacity building, financial support dan jalur pemasaran yang kuat. Penelitian ini mengkaji mengenai program CSR dalam lingkup pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Kajian ini dilakukan di
Perusahaan Geothermal (PG) yang terletak di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui latar belakang program pengembangan UKM sebagai salah satu bentuk CSR perusahaan. Kedua, mengetahui seberapa jauh peran stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM. Dan ketiga, merumuskan strategi pengembangan UKM berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus, untuk mengetahui jalannya program pengembangan UKM yang dilakukan oleh perusahaan serta peran dari para stakeholder yang terlibat dalam program ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, studi lieratur dan komunikasi berupa wawancara terhadap informan yang terdiri dari keterwakilan pihak pemerintah, PG, LKM dan masyarakat. Setelah itu hasil wawancara akan digunakan sebagai dasar untuk membuat kuesioner analisis hierarki proses yang selanjutnya di olah dengan menggunakan software expert choice 2000. Hasil dari expert choice 2000 digunakan untuk menentukan strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat dari tiap stakeholder yang terlibat. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa pengembangan UKM yang dilakukan oleh PG untuk saat ini melalui koperasi yang telah dibentuk sejak pertengahan tahun 2008. Pembentukan koperasi ini diawali dengan sosialisasi oleh PG dan PNM kepada masyarakat sekitar. Kemudian disusunlah kepengurusan koperasi berdasarkan masyarakat yang saat ini mengikuti jalannya sosialisasi dan pelatihan dari PNM. Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan UKM selanjutnya adalah pemerintah, PG, LKM, dan masyarakat.
Pemerintah berperan sebagai regulator dan pengawas. PG berperan sebagai pemberi modal dan pejamin kepada lembaga keuangan. LKM dalam bentuk koperasi berperan dalam memberikan pinjaman lunak kepada masyarakat. Dan, masyarakat sendiri berperan sebagai penyedia SDM serta SDA yang dikelolanya. Strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan hasil olahan expert choice 2000 adalah perlunya pelatihan dan pembinaan UKM. Pelatihan dan pembinaan ini perlu untuk meningkatkan softskill masyarakat dalam menjalankan usahanya. Selain itu, prioritas aktor untuk pengembangan UKM selanjutnya adalah masyarakat dengan prioritas tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Tujuan program ini antara lain adalah (1) Meningkatkan perekonomian masyarakat lokal, (2) Mengurangi pengangguran pada masyarakat lokal, (3) Keberlanjutan usaha, dan (4) Meningkatkan softskill masyarakat lokal. Untuk mencapai tujuan 1 dan 2 adalah dengan pinjaman modal jangka panjang non-bunga. Sedangkan untuk mencapai tujuan 3 adalah menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran. Kemudian untuk mencapai tujuan 4 dengan memberikan pelatihan dan pembinaan manajemen UKM. Dalam penelitian ini juga diceritakan bagaimana proses pembentukan Koperasi Kartini yang dibentuk oleh PG serta kinerja koperasi dalam mengembangkan UKM di masyarakat.
PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus Perusahaan Geothermal di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)
Oleh: LUSSI SUSANTI I34050675
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT : Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam
Judul
Pelaksanaan Coporate Social Responsibility (Studi Kasus
Perusahaan
Geothermal,
Kecamatan
Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) Nama Mahasiswa
: Lussi Susanti
Nomor Mahasiswa
: I34050675
Major
: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGEMBANGAN
USAHA
KECIL
DAN
MENENGAH
DALAM
PELAKSANAAN COPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (STUDI KASUS PERUSAHAAN
GEOTHERMAL,
KECAMATAN
KABANDUNGAN,
KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN
DALAM
NASKAH.
DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Oktober 2009
Lussi Susanti I34050675
RIWAYAT HIDUP Lussi Susanti di lahirkan di Jakarta pada 17 April 1988, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syahrial dan Ibu Marianis serta memiliki seorang adik perempuan bernama Dike Syahrimarsena dan seorang adik laki-laki bernama Nur Muhammad Guntur. Penulis memasuki bangku sekolah untuk pertama kalinya tahun 1993 di Sekolah Dasar negeri 8 Kebon Jeruk. Pada tahun ajaran 1999/2000 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 142 Joglo dan tamat pada tahun ajaran 20001/2002. Pendidikan menengah atas penulis ditempuh di SMA Negeri 47 Tanah Kusir Jakarta yang lulus pada tahun ajaran 2005/2006. Setelah menamatkan pendidikan di bangku SMA penulis kemudian di terima untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi intra kampus. Diantaranya adalah sebagai Bendahara IAS3 IPB (Ikatan Alumni Sekolah Menengah Atas Se-Kebayoran, Se-Pesanggrahan dan sekitarnya), staf Divisi Jurnalistik Himasiera KPM (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat). Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi Asisten Praktikum untuk mata kuliah DasarDasar Komunikasi, Sosiologi Umum, Komunikasi Massa dan Pengantar Ilmu Kependudukan.
KATA PENGANTAR
Bismillahrirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus Perusahaan Geothermal di kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)” . Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menjelaskan mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya. Selain itu juga mengkaji mengenai faktor dan aktor yang menentukan untuk pengembangan UKM tersebut. Berdasarkan faktor dan aktor tersebut dirumuskanlah beberapa alternatif untuk mengembangakan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat tiap-tiap stakeholder yang terlibat.
Bogor, Oktober 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia dan hidayahnya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula, penulis hendak menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS., sebagai dosen pembimbing skripsi atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses penulisan skripsi hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. 2. Dali Sadli Mulia, ST, MM., sebagai pembimbing lapang selama penulis melakukan penelitian. 3. Ir. Fredian Tonny, MS., atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Martua Sihaloho, Sp. Msi., selaku penguji dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah bersedia mengkoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS., sebagai pembimbing akademik atas masukan dan motivasinya selama ini. 6. Ibu Marianis, Bapak Syahrial, Dike Syahri Marsena dan Nur Muhammad Guntur tersayang atas keikhlasan dan perhatiannya dan telah memberikan bantuan moral dan materiil selama penulis menimba ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah. 7. Willy Ekariono ST, Msi., Bapak Benny, Bapak Ade Danial, dan Staff Divisi Eksternal Perusahaan Geothermal atas bantuannya kepada penulis selama di lapang. 8. Anton Supriyadi dan M. Iqbal Banna, SP., atas dukungan, ide dan diskusinya kepada penulis.
9. Staff Kecamatan Kabandungan dan Staff PNM Sukabumi yang memberikan informasi kepada penulis selama di lapang. 10. Lili Suciati, Nandang Mulyana, Mariny Suherman sekeluarga, dan Hj. Junaedi sekeluarga atas kesediaannya menampung dan menjaga penulis selama penilitian di lapang. 11. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., Martua Sihaloho SP, Msi., Bapak Buce, Bapak Haryadi dan Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih Msi., atas bimbingan, motivasi dan bantuannya kepada penulis. 12. Bu Susi atas bantuannya dalam menyusun jadwal pertemuan dengan pembimbing serta atas semangat dan bantuan yang diberikan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Sahabat dan teman-temanku: Helda, Ega, Anvina, Fairuza, Aida, Avira, Anyes, Suci, Cici, Juni, Anis, Furqon, Idham, Aditya, Rofian, Adha, Rinaldy, Maulani, Trisna Damayanti, Khoerini, Ema, Puty, Asti, Dewi, Indah, Tyara, Nandang, TB, dan Erys yang telah memberikan bantuan serta semangat bagi penulis. 14. Dwi Retno Hapsari, SP dan Yuddi Yustian, SP atas dukungan doa dan semangatnya kepada penulis. 15. Mba Hana, Bu Neni, dan Mba Rahma di Dokis, yang selalu siap membantu mencari pustaka untuk penyelesaian penulisan skripsi. 16. Seluruh staf pengajar Departemen Sains KPM yang telah memberikan ilmu dan berbagi pengalaman. 17. Mba Maria, Mba Nisa, Pak Piat, Pak Komar dan pegawai KPM atas bantuannya kepada penulis dalam proses perizinan selama skripsi ini dibuat. 18. KPM’ers, angkatan 38 sampai dengan angkatan 44. Viva La KPM’ers!!
Bogor, Oktober 2009
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 4 1.4 Kegunaan Penulisan .......................................................................................... 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS ................................................................... 6 2.1 Konsep Kelembagaan ....................................................................................... 6 2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity ........................................................... 9 2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro ................................................................ 14 2.4 Konsep Koperasi ............................................................................................. 17 2.5 Konsep Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .................................................. 19 2.6 Kemitraan CSR Suatu Alternatif Penguatan UMKM......................................23 2.7 Kerangka Pemikiran........................................................................................ 25 2.7.1 Hipotesis Pengarah ............................................................................... 28 2.7.2 Definisi Konseptual ............................................................................. 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 30 3.1 Metode Penelitian .......................................................................................... 30 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 31 3.3 Penentuan Informan ........................................................................................ 31 3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 32 3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................... 33 BAB
IV CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (COMMUNITY ENGAGEMENT) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM KONTEKS WILAYAH PENELITIAN ............................................. 37 4.1 Kebijakan Perusahaan Mengenai CSR ........................................................... 39 4.2 Visi dan Misi Community Engagement Perusahaan Geothermal ................... 39 4.3 Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs ........................ 40 4.4 Dana Program Community Engagement Perusahaan Geothermal .................. 42 4.5 Pilar Utama Program Community Engagement Perusahaan Geothermal ....... 43 4.6 Program Jangka Panjang Community Engagement Perusahaan Geothermal . 44 4.6.1 Bidang Pendidikan ................................................................................. 44 4.6.2 Bidang Kesehatan .................................................................................. 46 4.6.3 Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal ................................................. 47 4.6.4 Bidang Lingkungan ................................................................................ 49
ii
4.6.5 Bidang Infrastruktur ............................................................................... 51 4.6.6 Bidang Komunikasi ............................................................................... 52 4.7 Ikhtisar ............................................................................................................ 53 BAB V PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH OLEH PERUSAHAAN GEOTHERMAL ...................................................... 55 5.1 Latar Belakang Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan .............. 56 5.2 Proses Pembentukan Koperasi Kartini............................................................ 63 5.3 Struktur Kepengurusan koperasi Kartini......................................................... 65 5.4 Kinerja Koperasi Kartini ................................................................................. 66 5.5 Usaha Kecil dan Menengah Muslim Kreatif................................................... 70 5.6 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan Beserta Peranannya .................................................................. 72 5.7 Mekanisme Bantuan Perusahaan Geothermal kepada UKM di Kecamatan Kabandungan .................................................................................................. 76 5.8 Ikhtisar ............................................................................................................ 79 BAB
VI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH BERDASARKAN PENDAPAT AKTOR YANG TERLIBAT ........................................................................................... 82 6.1 Analisis Permasalahan .................................................................................... 82 6.2 Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan Expert Choice 2000............... 84 6.2.1 Prioritas Alternatif untuk Pengembangan UKM.................................... 86 6.2.2 Prioritas Faktor dan Aktor Penunjang Pengembangan UKM ................ 88 6.2.3 Prioritas Tujuan dalam Pengembangan UKM ....................................... 92 6.2.4 Prioritas Alternatif untuk Pencapaian Tujuan Pengembangan UKM .... 93 6.3 Ikhtisar ............................................................................................................ 97
BAB VII PENUTUP .......................................................................................... 99 7.1 Kesimpulan .................................................................................................... 99 7.2 Saran ............................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 102 LAMPIRAN....................................................................................................... 105
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel Perbandingan AHP ....................................................................... 35 Tabel 2. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kabandungan ....................... 46 Tabel 3. Kondisi Tanah di Kecamatan Kabandungan .......................................... 50 Tabel 4. Kondisi Jalan di Kecamatan Kabandungan (dalam KM) ....................... 51 Tabel 5. Aktor-Aktor Penunjang Faktor Pengembangan UKM ........................... 91 Tabel 8. Prioritas Alternatif Pencapaian Tujuan Pengembangan UKM ............... 94
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan ............................................................................................................. 14 Gambar 2. Kerangka pemikiran ............................................................................ 27 Gambar 3. Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs ............. 40 Gambar 4. Tema dan Strategi Program Pengembangan Masyarakat................... 44 Gambar 5. Rumah Tangga Miskin Penerima BLT di kecamatan Kabandungan Tahun 2005/2006 ................................................................................ 48 Gambar 6. Jumlah Kejadian Bencana Alam Menurut Jenisnya............................ 50 Gambar 7. Perbandingan Jumlah Jembatan Pada Tiap-Tiap Desa di Kecamatan Kabandungan ............................................................... 52 Gambar 8. Matriks Aktivitas Bantuan yang Diberikan PG Pada Tahun 2007 dan 2008..................................................................................................... 60 Gambar 9. Koperasi Kartini di Dusun Jayanegara, Desa Kabandungan, Kecamatan ............................................................................................................. 63 Gambar 10. Peresmian Koperasi Kartini oleh Bupati Sukabumi.......................... 64 Gambar 11. Bagan Struktur Kepengurusan Koperasi Kartini............................... 65 Gambar 12. Usaha Muslim Kreatif Kecamatan Kabandungan ............................. 71 Gambar 13. Lukisan Tiga Dimensi Hasil Karya Muslim Kreatif ......................... 72 Gambar 14. Alur Bantuan Untuk UKM ................................................................ 77 Gambar 15. Matriks Peran dan Fungsi Stakeholder dalam Pembentukan Koperasi Kartini ................................................................................................ 81 Gambar 16. Hierarki Penentuan Alternatif Pengembangan UKM ....................... 85 Gambar 17. Prioritas Alternatif Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan ............................................................................................................. 87 Gambar 18. Faktor Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan .............. 89 Gambar 19. Faktor dan Aktor Penunjang Pengembangan UKM ......................... 90
v
Gambar 20. Prioritas Tujuan Pengembangan UKM ............................................. 92 Gambar 21. Prioritas Alternatif untuk Tujuan Keberlanjutan Usaha.................... 95 Gambar 22. Prioritas Alternatif untuk Tujuan Meningkatkan Softskill Masyarakat ............................................................................................................. 96
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 74 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menerangkan bahwa sebuah perusahan berkewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pasal tersebut mencantumkan bahwa “perseroan yang menjalankan kegiatan/usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Pasal tersebut juga menyebutkan bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan keluarnya peraturan tersebut serentak menuai kontroversi dari pihak perusahaan. Ada sebagian dari perusahaan yang keberatan dengan keputusan tersebut, namun sebaliknya ada juga perusahaan yang tidak terlalu memperdulikan atau tidak merasa berat dengan pasal tersebut. CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama stakeholder terkait, terutama adalah masyarakat disekeliling dimana perusahaan tersebut berada. Seyogyanya program CSR dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. Berawal dari kebutuhan untuk memperoleh “izin sosial” dari komuniti, peran CSR semakin penting dalam mendorong semakin luasnya tanggung jawab sosial korporat bagi terciptanya keseimbangan pembangunan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Hal ini juga berangkat dari kenyataan bahwa perusahaan bukan hanya entitas bisnis
2
belaka tetapi juga entitas sosial sehingga keberadaannya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar (Budimanta 2002). Budimanta (2002) juga menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang lebih berkualitas adalah melalui pengembangan strategic partnership dan trust building. Terkait dengan implementasi CSR, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan pekonomian masyarakat sekitar dengan cara pengembangan usaha kecil menengah (UKM) yang terdapat di sekitar lingkungan perusahaan. Peran perusahaan dalam pengembangan UKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UKM sehingga UKM tersebut dapat membentuk capacity building, financial support dan jalur pemasaran yang kuat. Perusahaan Geothermal (PG) merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan UKM sebagai salah satu program CSRnya. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung
didalam
perut
bumi
(geothermal energy).
Keberlangsungan
perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya untuk membayar pajak dan melakukan CSR yang dalam prosesnya CSR ini diurusi oleh bagian eksternal perusahaan tersebut atau yang biasa disebut kehumasan yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan. CSR PG lebih disebut sebagai Community Engagement (CE) daripada CD/CSR karena konsep CE lebih bersifat luas dengan memadu padankan konsep-konsep yang terdapat pada pemberdayaan masyarakat dan partisipatif/kolaborasi dengan pihak lain, tidak sekedar memberdayakan
3
masyarakat tetapi melihat keberlangsungan dan keterlibatan aktif berbagai pihak dalam menjalankan prosesnya. CE yang dilakukan PG berdasar pada tiga aspek yaitu; pendidikan, kesehatan, ekonomi yang berfokus di tiga kecamatan sekitar wilayah kerjanya yaitu; Kalapanunggal, Kabandungan dan Pamijahan (Community Engagement Report PG, 2007). Program-program CE yang dilakukan PG tersebut dijalankan melalui fasilitator ahli serta tokoh-tokoh masyarakat yang juga bekerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan setempat serta LSM. Adapula proposal (usulan proyek) yang masuk ke perusahaan sebelumnya dikoordinasikan bersama Pemerintah Daerah guna memastikan adanya dampak maksimal dalam peningkatan mutu kehidupan warga setempat. Kemudian dilakukan pengecekan agar sejalan dengan tujuan PG untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan, serta memenuhi pedoman keuangan dan audit. Ada beberapa jenis kegiatan yang dilarang keras dan tidak akan dibiayai, termasuk kegiatan politik, serta proyekproyek yang tidak berdampak luas terhadap masyarakat (Community Engagement Report PG, 2005-2006). Salah satu program CE yang dijalankan oleh PG dalam aspek ekonomi adalah Income Generating (Dana Bergulir) dengan tujuan memberdayakan ekonomi kerakyatan masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan. Berdasarkan Community Engagement Report PG (2007), program ini menawarkan kursuskursus pada pertanian, perikanan, dan home industry dengan menyediakan bantuan dalam menjalankan usaha, selain itu PG juga menawarkan program pendampingan dalam program peningkatan ekonomi masyarakat setempat di dalam pelaksanaan usaha kecil dan menengah (UKM). Dalam proses
4
pengembangan UKM tersebut perusahaan melibatkan stakeholder lain untuk berkolaborasi agar program ini dapat berkelanjutan. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah menjalin kemitraan antara perusahaan dengan UKM yang ada dimasyarakat melalui pemberian modal, pelatihan, dan media penyaluran hasil UKM tersebut.
1.2 Perumusan Masalah Perusahaan Geothermal (PG) dengan program CSRnya yang biasa disebut dengan CE (Community Engagement), telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, walaupun telah menjalankan kewajibannya ini PG masih saja
menemui
kendala-kendala
dalam
keberlangsungan
kegiatan
untuk
mensukseskan program tersebut secara berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut: 1. Apa yang melatarbelakangi program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk Corporate Social Responsibility Perusahaan? 2. Bagaimana peran para stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM ini? 3. Bagaimana strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah yang tepat berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat?
1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah yang penulis sebutkan di atas, maka tujuan untuk penelitian ini adalah menjawab perumusan masalah tersebut, yaitu:
5
1. Mengetahui latar belakang pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk Corporate Sosial Responsibilitynya. 2. Mengetahui seberapa jauh peran stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta peran dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam program tersebut. 3. Merumuskan strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.
1.4 Kegunaan Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran dalam memahami pengembangan UKM sebagai bentuk CSR perusahaan. Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi sarana evaluasi dan informasi data baik bagi pemerintah, swasta, LSM, akademisi maupun masyarakat setempat. Di samping itu, penelitian ini mencoba untuk menawarkan saran terbaik terhadap strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Konsep Kelembagaan Kelembagaan umumnya banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi, hukum dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi maupun ilmu lingkungan yang kemudian berkembang ke dalam ilmu ekonomi karena kini mulai banyak ekonom berkesimpulan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi umumnya karena kegagalan kelembagaan. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Dalam bidang ilmu politik kelembagaan banyak ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk kepentingan bersama atau umum (public). Ilmu psikologi melihat kelembagaan dari sudut tingkah laku manusia (behaviour). Ilmu hukum menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut hukum, aturan dan penegakan hukum serta instrumen dan proses litigasinya (Djogo, dkk, 2003). Djogo dkk (2003) juga menyebutkan bahwa pada umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam konteks ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilaku mereka tetapi juga pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian
7
mengapa orang berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan yang ada. Kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu; “aspek kelembagaan” dan “aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm), custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup: peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, klik, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif cepat (Subagio, 2005). Israel (1992) mengungkapkan bahwa konsep umum mengenai lembaga meliputi apa yang ada pada tingkat lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, institusi-institusi, departemen-departemen di pemerintah pusat dan sebagainya. Sebuah lembaga dapat merupakan milik negara atau sektor swasta dan juga bisa mengacu pada fungsi-fungsi administrasi pemerintah. Sedangkan menurut Uphoff dalam Shahyuti (2003), istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, ‘social institution’ dan ‘social organization’ berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, grup, sosial form, dan
8
lain-lain yang relatif sejenis. Namun, perkembangan akhir-akhir ini, istilah “kelembagaan” lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya sekaligus. Ada beberapa alasan kenapa orang-orang lebih memilih istilah tersebut. Kelembagaan lebih dipilih karena kata “organisasi” menunjuk kepada suatu sosial form yang bersifat formal, dan akhir-akhir ini semakin cenderung mendapat image negatif. Sejalan dengan pernyataan Subagio (2005), Koentjaraningrat (1974) menyatakan tujuan dari kelembagaan sosial adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka ia dapat dikategorikan berdasarkan jenis-jenis kebutuhan pokok tersebut. Kemudian mengkategorikannya ke dalam delapan golongan sebagai berikut: a. Kelembagaan
kekerabatan/domestik:
memenuhi
kebutuhan
hidup
kekerabatan. Contoh: pelamaran, poligami, perceraian, dan lain-lain. b. Kelembagaan Ekonomi: memenuhi pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, mendistribusikan harta benda. Contoh: pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, sambatan, dan lain-lain. c. Kelembagaan
pendidikan:
memenuhi
kebutuhan
penerangan
dan
pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh: pendidikan dasar/ menengah/tinggi, pers, dan lain-lain. d. Kelembagaan ilmiah:
memenuhi kebutuhan ilmiah
manusia dan
menyelami alam semesta. Contoh: pendidikan ilmiah, penelitian, metode ilmiah, dan lain-lain.
9
e. Kelembagaan estetika dan rekreasi: kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusastraan, dan lain-lain. f. Kelembagaan
keagamaan:
memenuhi
kebutuhan
manusia
untuk
berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh: upacara, selamatan, pantangan, dan lain-lain. g. Kelembagaan politik: memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh: pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman, dan lain-lain. h. Kelembagaan somatik: memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan, dan lain-lain.
2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata ‘corporate’, ‘social’ dan ‘responsibility’ yang terkandung dalam istilah ini maka CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya1. Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada, perusahaan) memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan,
1
2009
pemegang
saham,
komunitas
dan
pertimbangan-pertimbangan
http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, , diakses pada tanggal 18 Agt.
10
ekologis dalam segala aspek dari usahanya2. Sementara Schermerhorn (1993) secara singkat mendefinisikannya sebagai kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas3. The International Organization of Employers (IOE) mendefinisikan CSR sebagai
"initiatives
by
companies
voluntarily
integrating
social
and
environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders". Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, CSR merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban hukum terhadap peraturan perundang-undangan Negara. Kedua, definisi tersebut memandang CSR sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis di suatu perusahaan dan melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan4. Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya5. Dari definisi ini kita melihat
2
Asongu, J.J., “The History of Corporate Social Responsibility” (http://www.jbpponline.com/article/view/1104/842), diakses pada tanggal 1 Agt. 2009 3 http://www.personal.psu.edu/kez5001/CSR.htm mengutip Schermerhorn, John. Management. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2005, diakses pada tanggal 1 Okt. 2009 4 Burkett W., Brian dan Douglas G. Gilbert, “Voluntary Regulation of International Labour Standards: An Overview of the Corporate Social Responsibility Phenomenon” diakses dari http://library.findlaw.com/2005/Jul/11/246322.html pada tanggal 20 Agt. 2009 mengutip "Corporate Social Responsibility: An IOE Approach," International Organization of Employers Position Paper, at p. 2, online: http://www.uscib.org/ docs/03_21_03_CR.pdf 5 Asongu, J.J., op.cit. dan http://www.mallenbaker.net/csr/CSRfiles/definition.html , diakses pada tanggal .1 Agt. 2009
11
pentingnya ‘sustainability’ (berkesinambungan /berkelanjutan), yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan). Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. Pada sisi ini, CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan korporat sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. Corporate social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan (Budimanta, 2002). Pandangan konsep manajemen modern, menyebutkan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya dan stakeholders di luar perusahaan. Oleh karena itu selain bertanggung jawab secara internal bagi kelangsungan usahanya, pemilik perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial kepada publik. Menurut pandangan ini, masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan direproduksinya. Para profesional bekerja untuknyapun memiliki tanggung jawab ganda, selain kepada pemilik juga kepada publik. Kesan dan komitmen perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya merupakan keputusan yang secara sepintas tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan tanggung jawab lainnya, terutama, tanggung
12
jawab untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya. Memberi sumbangan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial, bukan saja terkesan sebagai pekerjaan yang tidak perlu, melainkan juga bisa mengacaukan misi utama perusahaan-yakni mencari keuntungan (Saidi, dkk. 2003). Nursahid (2006) menyatakan bahwa penerapan etik dalam dunia bisnis berkaitan erat dengan apa yang sekarang ini berkembang dan dikenal sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility); yakni tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan. Perusahaan dapat mengadopsi konsep CSR ini dalam pengertian terbatas dan luas, meski pada umumnya pengertian dalam arti luas lebih dapat diterima. Dalam pengertian terbatas, tanggung jawab sosial suatu perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggung jawab untuk memahami ”apa yang ada” (konteks) di sekitar aturan tersebut, karena perusahaan mungkin saja menginterpretasikan secara ”kreatif” aturan-aturan hukum untuk kepentingan mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau perilaku apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. CSR dalam pengertian luas dipahami sebagai konsep yang lebih ”manusiawi” di mana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi–termasuk di dalamnya organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur tanggung
13
jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya. Perusahaan juga harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan (Nursahid, 2006).
Motif Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Steiner dalam Nursahid (2006) menyatakan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau program tanggung jawab sosial, yaitu: pertama, untuk mempraktikkan konsep ”good corporate citizenship”. Kedua, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Dan ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdidik. Tanggung jawab sosial perusahaan biasanya didasari dua motif sekaligus, yakni: motivasi untuk menyenangkan atau membahagiakan orang lain (altruisme) pada satu sisi dan pada saat yang bersamaan terjadi pula bias kepentingan perusahaan di sisi lain. Tipologi kedermawanan tanggung jawab sosial terbagi menjadi lima kategori, yaitu: charity (amal atau derma), image building (promosi), facility (insentif pajak), security prosperity (ketahanan hidup atau peningkatan kesejahteraan, dan money laundring (manipulasi). Memahami beragam motivasi kedermawanan ini penting dari perspektif etis agar tujuan
14
normatif kedermawanan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kepentingan yang tidak sehat.
Tahapan
Charity
Philanthropy
Corporate Citizenship
Motivasi
Misi
Agama, tradisi, adat
Norma etika, hukum Pencerahan diri dan universal:
rekonsiliasi dengan
redistribusi kekayan
ketertiban sosial
Mengatasi masalah Mencari sesaat
dan Memberikan
mengatasi masalah
kontribusi
kepada
masyarakat Pengelolaan
Pengorganisasian
Penerima Manfaat
Jangka
pendek,
Terencana,
Terinternalisasi
menyelesaikan
terorganisir,
dalam
masalah sesaat
terprogram
perusahaan
Kepanitiaan
Yayasan/Dana
Keterlibatan
Abadi,
dana
profesionalisasi
sumberdaya lain
Masyarakat luas
Masyarakat luas dan
Orang miskin
kebijakan
baik maupun
perusahaan Kontribusi
Hibah sosial
Hibah
Hibah
pembangunan
maupun
(sosial
pembangunan) dan keterlibatan sosial Inspirasi
Kewajiban
Kepentingan bersama
Sumber: Zaim Saidi ”Pengembangan Kedermawanan Perusahaan”, dalam Zaim Saidi dan Hamid Abidin, 2004. hal. 57.
Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan
2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro Istilah lembaga keuangan mikro (LKM) atau juga sering disebut dengan kredit mikro, pertama kali didefinisikan dalam pertemuan The World Summit on Micro Credit di Washington tanggal 2 sampai 4 Februari 1997, yang menyatakan
15
bahwa kredit mikro adalah program/kegiatan yang memberikan pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha dalam meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Sementara Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut LKM. Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang. Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat (SK Menteri Keuangan No. Kep.-38/MKIV/72). Basit (1997) mengemukakan lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan penyalur dana bagi nasabahnya. Salah satu bentuk penyaluran dana (dan menjadi kegiatan utama) adalah kredit. Peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi nasabah, dan juga menjadi penggerak utama perekembangan lembaga keuangan. Di pedesaan lembaga keuangan informal dapat berupa lembaga legal sererti arisan
16
atau kelompok simpan pinjam yang memiliki aturan jelas, dibentuk atas keputusan dan kesepakatan bersama, juga ada yang dibentuk berdasar program atau keputusan pemerintah. Lembaga keuangan dalam bentuk kelompok dapat disebut juga Credit Union (CU), yaitu sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk berama-sama menabung uang mereka, kemudian uang tersebut dipinjamkan diantara mereka sendiri dengan bunga yang ringan untuk maksud-maksud produktif dan kesejahteraan. Selanjutnya dikemukakan CU belum mempunyai badan hukum namun memilki ikatan pemersatu bagi anggota-anggotanya. Ikatan pemersatu dapat dianggap sebagai pembatas keanggotaan (Badan PDKK Sumut, 1980). Krisnamurthi (2005) berpendapat walaupun terdapat banyak definisi keuangan mikro, namun secara umum terdapat tiga elemen penting dari berbagai definisi tersebut. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti lumbung desa, lumbung ‘pitih nagari’ dan sebagainya menyediakan pelayanan keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi. Kedua, melayani masyarakat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
17
Perkembangan berikutnya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai LKM.
2.4 Konsep Koperasi Koperasi berasal dari Bahasa Latin “cooperere”. Dalam bahasa Inggris “cooperation” maknanya adalah “bekerja sama”, dimana co = bersama, operation = bekerja, dan to operate = berusaha. Pengertian koperasi secara ekonomi adalah kerjasama para anggota untuk memenuhi kebutuhan bersama. Istilah “koperasi” di Indonesia secara legal pertama dikenal dalam undang-undang No. 79 tahun 1958, yang merubah kata “kooperasi” menjadi “koperasi”. Dalam UU No. 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian disebutkan “Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas “kekeluargaan”. Batasan ini sedikit berbeda dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada pasal 1 disebutkan: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
18
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Koperasi berbeda dengan organisasi usaha pada umumnya. Meskipun, menurut prinsip-prinsip koperasi (cooperative principle) atau sendi-sendi dasar koperasi, masalahnya dalam UU No.12 tahun 1967, koperasi dapat berupa organisasi masyarakat atau perusahaan (enterprise). Perbedaannya adalah: dari segi organisasi anggotanya merupakan orang-orang dengan kepentingan sama, anggota bebas keluar masuk, dan kekuasaan dirapat anggota bukan pada pemilik usaha. Tidak sebagaimana di perusahaan yang pemimpinnya sentralistis, pada koperasi dikenal “tritunggal kepemimpinan” yang terdiri rapat anggota, pengurus dan manajer. Pengurus bukan penguasa mutlak. Pengelolaan usaha pada koperasi dilakukan secara terbuka, tidak tertutup sebagaimana dalam perusahaan swasta. Standard
Akuntansi
Keuangan
(PSAK)
No.
27
(Revisi
1998)
menyebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi biasa disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.
19
2.5 Konsep Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Sumodiningrat (2007), mempunyai ciri utama: (1) pada umumnya dalam berusaha tidak memisahkan kedudukan pemilik dengan manajerial; (2) menggunakan tenaga kerja sendiri; (3) unbankable mengandalkan modal sendiri, (4) sebagian tidak berbadan hukum dan memiliki tingkat kewirausahaan yang relatif rendah. Kriteria lain menurut Bank Indonesia adalah: (1) kepemilikan oleh individu atau keluarga; (2) memanfaatkan teknologi sederhana dan padat karya; (3) rata-rata tingkat pendidikan dan keterampilan tergolong rendah; (4) sebagian tidak terdaftar secara resmi dan atau belum berbadan hukum serta; (5) tidak membayar pajak. Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil) antara lain adalah Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.
20
Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil): a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; b. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar; c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan brutto tak lebih dari 600 juta. Usaha Menengah menurut Inpres No. 10/1999, tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah: a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; b. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Besar;
21
c. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil): Usaha pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai instansi di Indonesia, yaitu: a. UU No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar. b. BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. Berdasarkan definisi tersebut, data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2002 menunjukkan populasi usaha kecil mencapai sekitar 41,3 juta unit atau sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah usaha di Indonesia; sedangkan usaha menengah berjumlah sekitar 61,1 ribu unit atau 0,15 persen dari seluruh usaha di Indonesia. Sementara itu persebaran UKM paling banyak berada di sektor pertanian (60 persen) dan perdagangan (22
22
persen) dengan total penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang (68 persen penyerapan tenaga kerja secara total). c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp. 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995). d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp. 200 juta s/d Rp. 5 miliar) dan non manufaktur (Rp. 200 – 600 juta). e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang. Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut: a. Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan b. Aspek legalitas usaha lemah c. Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku d. Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan e. Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha f. Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi
23
g. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas h. Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik. Kondisi tersebut berakibat kepada; 1) Lemahnya jaringan usaha serta keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar, 2) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya, dan 3) Margin keuntungan sangat tipis. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh UKM sebagai berikut: a. Kurang permodalan b. Kesulitan dalam pemasaran c. Persaingan usaha ketat d. Kesulitan bahan baku e. Kurang teknis produksi dan keahlian f. Keterampilan manajerial kurang g. Kurang pengetahuan manajemen keuangan h. Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)
2.6 Kemitraan CSR Suatu Alternatif Penguatan UMKM Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa ada
24
kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas didalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan (Dipta, 2008). Dipta (2008) juga menyebutkan salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan kita kenal dengan “win-win solution”. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih kecil. Di samping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Selain kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, di banyak negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan kecil. Pola kepedulian perusahaan besar dalam bentuk sosial seperti ini yang sering disebut CSR telah banyak dikembangkan. CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UMKM. Kemitraan antara UMKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong UMKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan besar akan memberi manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial – si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Pengembangan program
25
kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Secara spesifik menyebutkan bahwa CSR bisa diarahkan agar UMKM bisa dibantu dalam inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Selain hal-hal tersebut, bentuk program CSR lainnya yang juga bisa dilakukan adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM (Ali, 2007).
2.7 Kerangka Pemikiran Suatu perusahaan dalam menjalankan perusahaannya mempunyai tujuan ekonomis untuk meningkatkan laba/profit perusahaannya. Namun dalam aktivitas untuk mencapai tujuan ekonomis tersebut perusahaan juga mempunyai tujuan sosial yang direalisasikan dalam bentuk program-program CSR. Kedua tujuan ini tentunya berkaitan dengan tujuan jangka panjang perusahaan yaitu stabilitas usaha dan pencapaian profit jangka panjang. Di luar lingkungan perusahaan, pemerintah yang mempunyai tujuan ekonomis, politik dan sosial turut berperan sebagai regulator yang mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan tiap perusahaan baik swasta maupun pemerintah untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya (CSR). Sementara masyarakat yang berada di wilayah kerja perusahaan juga mempunyai tujuan ekonomis dan tujuan sosial budaya untuk menunjang keberlangsungan hidup mereka. Melalui suatu program CSR yang ditetapkan bersama-sama antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat kepentingan-kepentingan diantara pihak-
26
pihak tersebut disamakan agar dapat menjalankan program CSR yang berkelanjutan dengan dukungan semua pihak yang terlibat. Program CSR perusahaan didasarkan atas tiga bidang utama yaitu: pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Program yang dibuat pada setiap bidang dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, suatu perusahan melakukan kolaborasi dengan stakeholder lain seperti pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat. Dengan adanya kolaborasi dari tiap stakeholder ini diharapkan program yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian masyarakat. Implementasi program CSR melalui program pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan merupakan salah satu bentuk program CSR yang dilakukan oleh PG. UKM ini tidak hanya di jalankan oleh PG sebagai pemrakarsa, tetapi juga berkolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah, LKM, dan masyarakat. Kolaborasi dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini kemudian memberikan bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha ataupun pelatihan manajemen kepada UKM yang ada. Dengan bantuan yang diberikan ini diharapkan memberikan dampak yang baik kepada masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan UKM tersebut. Dampak ini dapat berupa kenaikan pendapatan dari masyarakat yang terlibat program ataupun kemajuan usaha dari masyarakat tersebut. Dampak tersebut pada akhirnya akan membuat usaha masyarakat berkelanjutan.
27
Keterangan:
Pemerintah Lokal Lembaga Keuangan mikro Masyarakat
Implementasi CSR
Hubungan Timbal Balik: Mempengaruhi:
Strategi Pengembangan UKM
Kolaborasi
Keberlanjutan
Bantuan Modal Pelatihan Teknis Pemasaran Produk Pengawasan Usaha Pelatihan Manajemen
Dampak bagi perekonomian masyarakat lokal
Usaha Kecil dan Menengah
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
28
2.7.1 Hipotesis Pengarah 1. Implementasi CSR terfokus pada tiga bidang yang tidak terpisahkan, yaitu: Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. 2. CSR mengadopsi prinsip pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dijalankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 3. Implementasi CSR dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah melibatkan berbagai pihak diantaranya: Perusahaan, Pemerintah, Lembaga Keuangan Mikro, dan Masyarakat. 4. Implementasi CSR dalam pengembangan UKM dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.
2.7.2 Definisi Konseptual 1. Implementasi CSR: Pelaksanaan CSR yang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. 2. Pihak yang terlibat: merupakan semua pihak yang berpartisipasi dan berperan dalam pengembangan koperasi seperti pemerintah setempat, akademisi, LSM, Lembaga Keuangan Mikro dan Masyarakat. 3. Pemerintah Lokal: adalah aparat Negara yang bertugas di wilayah tempat masyarakat yang terlibat program pengembangan koperasi oleh PG. 4. Lembaga Keuangan Mikro: merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang perbankan dan memberikan legalisasi atas pinjaman yang dilakukan Koperasi untuk menambah modalnya.
29
5. Masyarakat: adalah penduduk yang tinggal di sekitar wilayah perusahaan dan terlibat dalam program pengembangan UKM. 6. Strategi Pengembangan UKM: merupakan hasil dari gabungan pendapat tiap-tiap stakeholder untuk menentukan apa upaya terbaik yang akan dilakukan untuk membuat UKM lebih baik lagi di masa yang akan datang. 7. Bantuan: yang diberikan berupa Community Development yang dalam hal ini dapat berupa bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha dan pelatihan manajemen. 8. UKM: adalah usaha informal yang kapasitasnya berupa home industry biasa dijalankan oleh masyarakat kecil dan belum mempunyai badan hukum. 9. Perekonomian masyarakat lokal: digambarkan dengan jumlah pendapatan masyarakat, apakah ada peningkatan sebelum dan sesudah adanya pengembangan UKM. 10. Keberlanjutan: merupakan lama bertahannya program yang dijalankan dalam rentang waktu yang tidak terbatas hanya satu periode saja.
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan pendekatan kualitatif mampu memberikan pemahaman secara mendalam tentang suatu realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam program pengembangan UKM oleh Perusahaan Geothermal, karena menekankan pada proses-proses dan makna-makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi uji variabel terkait kuantitas, intensitas, atau frekuensi (Denzin dan Lincoln, 1994). Dalam pendekatan kualitatif ini penulis menggunakan strategi studi kasus, dengan pertimbangan bahwa penelitian ini memberikan peluang yang sangat kecil bagi peneliti untuk mengontrol gejala atau peristiwa sosial yang diteliti, disamping penelitian yang dilakukan adalah menyangkut peristiwa atau gejala kontemporer dalam kehidupan yang riil (Yin, 1996). Baedhowi (2001) menyatakan pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Melalui strategi studi kasus, peneliti berusaha mengetahui eksistensi Program pengembangan UKM yang dilakukan oleh perusahaan, serta peran dari para stakeholder yang terlibat dalam program ini. Diharapkan dengan strategi tersebut, peneliti dapat lebih mudah untuk memahami permasalahan penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Strategi studi kasus yang dipilih adalah studi kasus
31
instrumental, yaitu studi kasus yang dilakukan peneliti karena peneliti ingin mengkaji atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau sebagai pendukung atau instrumen untuk membantu peneliti dalam memahami konsep CSR (disebut juga CE/Community Engagement oleh PG) yang dijalankan oleh Perusahaan Geothermal.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Perusahaan Geothermal yang berlokasi di Gunung Salak Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti telah melakukan observasi selama melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan AgustusSeptember 2008, melakukan penelusuran kepustakaan majalah, surat kabar, internet
dan
informasi
dari
beberapa
narasumber
yang
mengetahui
keadaan/kondisi lapangan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2009. Penelitian mencakup waktu semenjak penulis intensif berada di lapangan hingga pengolahan data.
3.3 Penentuan Informan Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya. Informan inilah yang kemudian membantu peneliti untuk mendapatkan informasi yang valid atau keterangan tambahan tentang topik kajian. Informan yang dipilih oleh peneliti adalah penduduk Kecamatan Kabandungan yang terlibat dalam pengembangan UKM yang oleh PG, pihak PG selaku pemberi informasi mengenai program pengembangan UKM sebagai bentuk CSR
32
perusahaannya, Pemerintah Kecamatan Kabandungan yang terlibat dalam pengembangan UKM, serta pihak Lembaga Keuangan yang terlibat langsung dalam program ini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode triangulasi, yaitu, metode yang terdiri atas; Observasi, Studi Literatur dan Komunikasi (wawancara dengan menggunakan panduan pertanyaan) kepada para stakeholder yang terkait dengan program Pengembangan UKM dari Perusahaan Geothermal yang dilakukan di Kecamatan Kabandungan. Ditunjang pula dengan kegiatan studi literatur pada berbagai pustaka yang dapat dijadikan referensi.
Observasi Meneliti program melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penerapan program. Pengamatan ini meliputi pengamatan kepada masyarakat di Kecamatan Kabandungan
yang
terlibat
dalam
program
CSR
perusahaan
berupa
Pengembangan UKM setempat.
Studi Literatur Meneliti program melalui penlusuran literatur berupa laporan tahunan CSR perusahaan. Selain itu juga pendokumentasian atau pengambilan gambargambar (foto-foto) yang terkait dengan program dan kemudian diarsipkan untuk dilampirkan sebagai bagian dari data pendukung program jika memungkinkan.
33
Komunikasi Meneliti dengan melakukan wawancara menggunakan panduan pertanyaan terhadap masyarakat dan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi mengenai program pengembangan UKM yang dilakukan perusahaan di Kecamatan Kabandungan. Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang berguna dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari dari informan melalui wawancara yang kemudian akan dituangkan ke dalam catatan harian sebagai bekal untuk membuat pohon hierarki yang kemudian digunakan dalam membuat kuesioner expert judgement. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literaturliteratur yang mendukung kelengkapan informasi mengenai lokasi penelitian. Data ini meliputi data profil perusahaan, kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut dan peran dari pihak-pihak yang terlibat. Selain itu, diperoleh juga informasi melalui literaturliteratur yang ada kaitannya dengan penelitian ini yang meliputi buku-buku mengenai konsep CSR, Pengembangan kelembagaan, UKM dan literatur-literatur lainnya yang terkait.
3.5 Teknik Analisis Data Peneliti menganalisi data dalam kurun waktu yang bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan. Data-data yang didapat kemudian direduksi dengan tujuan menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga mendapatkan kesimpulan
34
akhir. Reduksi mempunyai makna peringkasan data, penelusuran tema, pembuatan gugus-gugus, pembuatan partisi dan penulisan memo. Penyusunan gugus ini pun masih terdapat kemungkinan untuk menambah kolom mapun baris lagi guna menguji kesimpulan awal yang telah diambil dalam penyusunan usulan observasi lapang. Hal ini karena anlisis data kualitatif merupakan analisis yang terus berlanjut, berulang dan terus menerus (Sitorus, 1998). Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk teks naratif maupun matriks yang akan mengulas mengenai identifikasi kelembagaan UKM yang ada, pihak-pihak apa saja yang terlibat serta fungsi dari masing-masing stakeholder. Data
hasil
wawancara
ini
kemudian
akan
dikuantifikasi
untuk
mendapatkan data kuantitatif dengan menggunakan Analisis Hierarki Proses. Pengolahan data ini menggunakan model Analisis Hirarki Proses (AHP) dengan prinsip kerja penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.
35
Prinsip Kerja AHP Ide dasar prinsip kerja AHP adalah: 1. Penyusunan Hirarki Persoalan mengenai pengembangan kelembagaan diuraikan menjadi unsur-unsur
berupa
kriteria
dan
alternatif.
Diagram
berikutnya
mempresentasikan keputusan untuk pengembangan kelembagaan UKM dengan menggunakan AHP. Adapun kriteria untuk mengembangkan UKM tersebut adalah pihak-pihak yang terlibat dalam program, peran/kinerja yang dilakukan oleh pihak tersebut, dan sarana/prasarana yang menunjang beserta dengan subkriteria yang terkait dengan masing-masing kriteria tersebut. Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level yang paling bawah. 2. Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2004), untuk berbagai persoalan, skala satu sampai sembilan adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Tabel Perbandingan AHP Nilai
Kriteria
1
Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A jelas lebih penting dari B
7
A sangat jelas lebih penting dari B
9
Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
36
Nilai perbandingan A debgan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. 3. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandinga relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
BAB IV CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (COMMUNITY ENGAGEMENT) PERUSAHAAN GEOTHERMAL DALAM KONTEKS WILAYAH PENELITIAN
Beroperasinya Perusahaan Geothermal memberikan kontribusi besar bagi kelistrikan Jawa-Bali. Selain ramah lingkugan, dampak ikutannya sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. PG merupakan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dibangun untuk menambah kemampuan PLN melayani beban di wilayah Jawa Bagian Barat yang konsumsi pemakaian listriknya terus meningkat. Bahkan menurut data, 60 persen dari total beban terpasang sistem Jawa-Bali berada di Jawa Barat, DKI dan Banten. Sementara pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik dengan energi panasbumi (geothermal) masih sangat sedikit dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Kebutuhan ekonomi perlu juga diimbangi dengan kebutuhan sosial dan lingkungan hidup, perusahaan berusaha untuk tidak mengganggu kesinambungan kehidupan generasi di masa kini dan mendatang. Hal ini merupakan inti dari konsep pembangunan berkelanjutan yang coba diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan ikut menjamin lingkungan hidup dan masyarakat yang sehat di wilayah kerjanya, yang sangat penting bagi keberhasilan di masa depan. Perusahaan mempunyai kebijakan kesehatan kerja, lingkungan hidup, dan keselamatan kerja, serta kebijakan sosial yang menjadi pedoman dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai salah satu operator pengelola penghasil listrik tenaga panasbumi di Indonesia, perusahaan menyadari adanya tantangan-tantangan besar yang harus dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut. Kegiatan perusahaan tentunya akan berdampak terhadap masyarakat setempat,
38
dan ini merupakan tanggung jawab serta komitmen perusahaan untuk meminimalisasikan
dan
mengurangi
dampak
terhadap
lingkungan
serta
memaksimalisasi hasil-hasil kegiatan perusahaan yang bermanfaat bagi ekonomi dan sosial. Salah satu komitmen perusahaan adalah untuk selalu melakukan perbaikan terhadap kinerja pembangunan berkelanjutan. Artinya setiap tahun perlu mengevaluasi berbagai program pengembangan sosial yang telah dijalankan, agar selalu berupaya menenmukan cara kerja yang lebih baik. Dalam kaitan ini, perusahaan tidak semata-mata mengandalkan penilaian dari perusahaan sendiri. Oleh karena pengalaman perusahaan masih kurang, akan sangat berharga bila lembaga-lembaga atau para peneliti-peneliti yang terilbat dalam program perusahaan memberikan masukan yang berharga dan sejumlah rekomendasi. Masukan dan rekomendasi tersebut saat ini sedang diimplementasikan guna meningkatkan kinerja pembangunan berkelanjutan yang dijalankan oleh perusahaan. Perusahaan Geothermal dalam perencanaan program-programnya juga melibatkan Pemerintah Pusat, PERTAMINA, PLN, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Pemerintah Kabupaten Bogor, serta masyarakat setempat. Pihak-pihak tersebut mempunyai andil dalam memastikan agar dapat mencapai masa depan berkelanjutan yang memberi manfaat bagi semua. Selain itu, perusahaan senantiasa melakukan dialog rutin dengan para pemangku kepentingan, untuk mencapai keberhasilan bersama-sama. Tantangan yang paling berat dalam melaksanakan program CSR, salah satunya adalah “Tidak mungkin perusahaan dapat membahagiakan semua orang/pihak, masih
39
terjadi ketidakpuasan yang terjadi oleh orang-orang yang tidak sepenuhnya memahami program-program perusahaan, dan perusahaan masih bekerja keras untuk memperbaiki komunikasi”.
4.1 Kebijakan Perusahaan Mengenai Corporate Social Responsibility Perusahaan Geothermal memiliki komitmen untuk membangun dan membuka hubungan positif dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat yang berada paling dekat dengan wilayah operasi. Perusahaan telah menerapkan kebijakan sosial dan berkomitmen untuk menyediakan peluang di bidang pengembangan sosial, pendidikan, ekonomi, pelatihan dan mempekerjakan warga setempat di sekitar perusahaan. Selain itu perusahaan juga berupaya untuk belajar lebih banyak tentang masyarakat setempat, sejarah dan keberadaan mereka yang telah mengalami perubahan, dalam rangka membina hubungan yang lebih konstruktif, dan membentuk tatanan yang lebih baik bagi upaya pemberdayaan masyarakat setempat. Perusahaan sangat menghormati adat masyarakat setempat dan budayanya, serta mencoba berdialog mengenai isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama. Untuk selanjutnya CSR PG akan ditulis sebagai Community Engagement (CE).
4.2 Visi dan Misi Community Engagement Perusahaan Geothermal Visi perusahaan mengenai CE adalah tumbuh bersama masyarakat yang mandiri untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan melalui pemanfaatan sumberdaya lokal secara berkelanjutan. Dengan misi memfasilitasi transformasi sosial dalam meningkatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan
40
melalui asistensi teknis, tukar informasi, dan diskusi publik, peningkatan kapasitas, serta penerapan hasil-hasil penelitian secara berkelanjutan. Perusahaan bertekad untuk mencapai visi dengan cara yang berkelanjutan dengan program-program CE diharapkan turut berkontribusi bagi masa depan masyarakat. Kontribusi tersebut tidak hanya diukur dari dampak program dan inisiatif yang berorientasi keluar, melainkan juga dari kemampuan untuk mengatasi persoalan lingkungan, sosial, dan keuangan yang terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan. Dengan banyak melakukan inisiatif program-program CE, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Disetiap tahapan operasi perusahaan, tersedia peluang dan kesempatan untuk melakukan inovasi yang dapat berkontribusi secara berkelanjutan. Guna mewujudkan potensi ini, setiap karyawan perusahaan perlu memahami dan memegang teguh visi perusahaan tentang masa depan yang lebih baik.
4.3 Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs GPO INDO PGPA Organization Structure PGPA Manager
Admin Assistant
PGPA
Govt. Ext. Relations Manager
Salak Community Affairs Manager
Darajat Community Affairs Manager
Communication & CE Planning Manager
Gambar 3. Struktur Organisasi Policy, Government, and Public Affairs
41
Khusus untuk Community Affairs Group, tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut: 1. Bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, melaksanakan, dan memenuhi semua perjanjian yang berlaku. 2. Menyiapkan,
mengirimkan,
dan
memastikan
studi
AMDAL,
mengimplementasikan dan melakukan RPL/UPL. 3. Pinjam/sewa, atau membeli lahan (jika diperlukan). 4. Rencana, implementasi dan evaluasi program Community Relation dan Development. 5. Menjaga hubungan yang efektif dengan pemerintah pusat dan daerah, LSM, masyarakat, dan kelompok lain yang tertarik dengan tujuan untuk mendukung operasi harian perusahaan. 6. Menyiapkan rencana kerja dan mengimplementasikan program CE di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. 7. Mempromosikan Perusahaan Geothermal sebagai perusahaan yang lebih terdepan di bisnis panasbumi dan sebagai perusahaan yang ramah lingkungan. 8. Mengelola hubungan antara perusahaan dan stakeholders yang mematuhi peraturan pemerintah dan meminisasi adanya gangguan terhadap operasi dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab. 9. Tidak terbatas jam kerjanya dengan maksud menjaga hubungan baik dengan kelompok-kelompok masyarakat, dan lainnya. 10. Berkomunikasi dan negosiasi dengan kelompok-kelompok.
42
Perusahaan Geothermal berkomitmen terhadap tanggungjawab sosial oleh karena itu pada bagian ini memiliki karyawan tetap yang menangani dan menjalankan program-program CE yang berjumlah 6 orang, dan 2 orang tenaga kontrak.
4.4 Dana Program Community Engagement Perusahaan Geothermal Sejak tahun 1998 PG dan mitra patungannya telah menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk memberi manfaat bagi masyarakat setempat melalui dana CSR atau yang disebut dengan CE. Dana tersebut disalurkan oleh perusahaan melalui mitra yang dipercaya. Dana ini disalurkan untuk proyekproyek pengembangan masyarakat yang diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan. Wilayah ini meliputi Kecamatan Kabandungan, Kecamatan Kalapanunggal, dan Kecamatan Pamijahan. Program-program tersebut dijalankan melalui fasilitator ahli, tokoh-tokoh masyarakat, dinas-dinas pemerintahan setempat, dan LSM. Adapula proposal (usulan proyek) masuk ke perusahaan yang sebelumnya dikoordinasikan bersama Pemerintah Daerah guna memastikan adanya dampak maksimal dalam peningkatan mutu kehidupan masyarakat setempat. Kemudian dilakukan pengecekan agar sejalan dengan tujuan perusahaan untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan, serta memenuhi pedoman keuangan dan audit. Akan tetapi ada beberapa kegiatan yang mendapat larangan keras dan tidak akan dibiayai seperti kegiatan politik dan proyek-proyek yang tidak berdampak luas bagi masyarakat.
43
4.5 Pilar Utama Program Community Engagement Perusahaan Geothermal
Kebutuhan Dasar Program perusahaan untuk pilar ini adalah di bidang kesehatan dan pelayanan masyarakat. Prioritas diberikan bagi upaya pemenuhan kebutuhan mendasar di bidang kesehatan bagi masyarakat setempat dan wilayah sekitar area operasi perusahaan yang dilakukan secara kolaboratif dengan berbagai pihak terkait dan kompeten di bidangnya. Pendidikan dan Pelatihan Program ini dilakukan dengan tujuan membantu program pemerataan pendidikan dan mendukung program wajib belajar pendidikan dasar dan menengah oleh Pemerintah serta meningkatkan kualitas SDM melalui bidang pendidikan, baik formal maupun non formal Pemberdayaan Ekonomi Kecil dan Menengah Untuk melaksanakan program Community Engagement dalam bidang Pemberdayaan Ekonomi, perusahaan akan meneruskan kerjasama dengan beberapa konsultan/mediator UKM untuk memberikan pelatihan pengembangan usaha-usaha kecil, sekaligus memberikan modal bergulir untuk usaha-usaha tersebut dan mengawasi serta mengevaluasi hasil-hasilnya Program Non-Tema a. Sosial Budaya b. Lingkungan c. Publik dan Kemasyarakatan
44
4.6 4 Program m Jangka Panjang Com mmunity Eng gagement Perusah haan Geotheermal Ada tiga area (fokus) padda program Communityy Engagemeent jangka panjang p di Perusahaan P G Geothermal y yang melipuuti program: pendidikan, kesehatan, dan d pemberd dayaan ekonnomi masyarrakat (micro o finance insstitution, sma all medium enterprise), e juga ditam mbah dengaan program lingkungann, pembanguunan serta perbaikan p saarana fasilittas umum (iinfrastrukturr), dan donaasi. Di tahun n 2008 ada penambahan p n program yaitu y program m Biodiversiity, yang daalam perkem mbangannya pada p tahun 2009 2 akan teerus dikembaangkan prog gram tersebutt.
Gam mbar 4. Temaa dan Strateggi Program Pengembang P gan Masyaraakat
4.6.1 4 Bidang Pendidikaan Tinggkat pendidik kan pada maasyarakat Keecamatan Kaabandungan didominasi oleh o lulusann SD/sederajaat. Beberapaa upaya telah h dilakukan oleh pemerin ntah dalam rangka r menuuntaskan proogram wajibb belajar Sem mbilan tahunn. Salah satuunya adalah
45
menekan angka putus sekolah atau drop out (DO). Tingginya angka putus sekolah ini disebabkan lemahnya perekonomian keluarga dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurut peneitian yang dilakukan oleh LSM KPP (Komunitas Peduli Pendidikan) pada tahun 2004, rata-rata tingkat menlanjutkan murid Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama (SMP/SLTP) di Kecamatan Kabandungan adalah 36.91 persen. Bisa dikatakan hal ini merupakan jumlah yang sangat kecil dan dapat disimpulkan bahwa kurang dari setengah siswa lulusan Sekolah Dasar yang melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SMP/SLTP. Siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan sekolah biasanya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan informal atau tetap tinggal untuk membantu keluarga. Hanya beberapa sekolah saja yang memiliki fasilitas memadai untuk mendukung proses belajar mengajar. Beberapa sekolah tidak mempunyai ruangan yang cukup untuk menampung siswanya, beberapa sekolah lainnya dengan ruang kelas yang tidak memadai akibat rusak karena sudah bobrok dan terlalu lapuk. Selain itu juga fasilitas seperti meja, kursi, dan alat-alat tulis serta buku-buku masih banyak yang kurang mencukupi. Untuk buku-buku pelajaran, tidak semua siswa memilikinya dikarenakan tidak mampu membeli buku tersebut. Berdasarkan kondisi ini PG memberikan bantuan beasiswa bagi muridmurid yang berprestasi hingga mereka lulus sekolah. Selain itu PG juga memberikan bantuan fasilitas sekolah seperti meja, kursi, papan tulis, dan alat pendukung proses belajar mengajar lainnya. Renovasi dua Sekolah Dasar serta pembangunan dua ruang kelas di SMA Kabandungan juga dilaksanakan melihat kondisi sekolah tersebut yang sangat memprihatinkan. Sedangkan untuk
46
membantu kurangnya ketersediaan buku bagi para siswa, PG membangun perpustakaan di Kecamatan Kabandungan dan menyumbang buku.
4.6.2 Bidang Kesehatan Pelayanan kesehatan di Kecamatan Kabandungan kurang maksimal dikarenakan terbatasnya jumlah fasilitas dan tenaga bidang kesehatan. Jumlah fasilitas kesehatan di kecamatan ini terdiri atas satu Puskesmas, dua Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 38 Posyandu sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Sementara SDM yang kompeten dibidang ini sangat terbatas untuk melayani masyarakat. Dokter Umum hanya ada satu orang saja dengan dibantu dua orang dari akademi kesehatan, tiga orang bidan, dan dua orang perawat. Rumah Sakit belum tersedia di Kecamatan Kabandungan sehingga jika ada warga masyarakat yang menderita penyakit serius dan harus dirujuk kerumah sakit maka akan dibawa ke rumah sakit terdekat (Rumah Sakit Umum Daerah) di Sekarwangi yang berjarak 37 KM.
Tabel 2. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kabandungan No
Nama Desa
Fasilitas Kesehatan Puskesmas
Puskesmas
Pos Yandu
Pembantu 1
Kabandungan
2
Mekarjaya
3
Tugubandung
4
Cipeuteuy
5
Cihamerang
6
Cianaga Jumlah
1
7 4 1
8 6
1
6 5
1
2
Sumber: Laporan Bulanan pada Kantor Kecamatan Kabandungan Oktober 2007 (diolah)
36
47
Melihat kondisi fasilitas kesehatan yang demikian Perusahaan Geothermal menyediakan pelayanan bantuan kesehatan tiap tahunnya meliputi diantaranya pemeriksaan gigi dan operasi kecil. Untuk meningkatkan pelayanan kualitas kesehatan perusahaan juga memberikan bantuan obat-obatan, training untuk perawat dan sukarelawan, melaksanakan kampanye kesehatan serta merenovasi Puskesmas dan Posyandu setempat. Selain itu juga menyediakan MCK umum untuk meningkatkan kualitas sanitasi masyarakat setempat.
4.6.3 Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal Pada bidang pemberdayaan ekonomi lokal PG memberikan training untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Training ini akan bekerjasama dengan pusat pelatihan setempat untuk mencarikan kursus yang tepat bagi masyarakat yang dibutuhkan oleh pasar. Training ini merupakan dasar untuk membentuk dan mengembangakan Usaha Kecil dan Menengah ataupun Lembaga keuangan Mikro untuk masyarakat. Tujuannya adalah untuk membantu meningkatkan dan memudahkan pemasaran suatu produk guna mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Training ini memberikan pelatihan life skill, pengelolaan bisnis bekerjasama dan dibantu dengan Training Provider. Pembentukan Usaha Kecil Menengah
yang
berbasis
masyarakat
dengan
bantuan
institusi
yang
berpengalaman, dana bergulir, membentuk BMT/Koperasi, pembentukan dan pengembangan usaha agrobisnis setempat (perikanan, pertanian organik dll). Kegiatan pengembangan UKM ini dilakukan melalui kolaborasi dari berbagai stakeholder untuk mengurangi ketergantungan pada PG dan lebih meningkatkan
48
rasa r memiliiki pada saat masyarakkat mengerjakan sesuattu proyek yang y dapat kehidupan mereka. Pem mendukung m mbentukan UKM U ini jugga disesuaik kan dengan rencana r
peembangunann
yang
akkan
dilaku ukan
oleh
pemerintahh
melalui
MUSRENB M ANG. Hal tersebut t dilaakukan agar program CS SR PG sejallan dengan pemerintah. p Dalam proosesnya penngembangan n UKM inippun akan disesuaikan d dengan d pottensi sumbeerdaya yangg ada di sekitar wilayyah kerja Perusahaan P Geothermal. G . Pemb berdayaan ekonomi e lokkal ini dijalaankan PG seebagai bentuuk CSRnya dikarenakan d n jumlah pen nduduk miskkin di Kecam matan Kabaandungan masih cukup besar b yaitu mencapai 5.170 keluaarga dari to otal 8.467 kkeluarga yaang ada di ini. Dengan kecamatan k n demikian jumlah inii merupakann presentasee keluarga miskin m terbbesar se-Kaabupaten Suukabumi sep perti yang dipresentassikan pada Gambar G 5 beerikut ini:
Perbandingan T Tingkat Ekonomi Keluaarga di Kecam matan Kaban ndungan
38.93 3% 61.06%
Keluargga Miskin Keluargga Sejahtera
Gambar 5. 5 Rumah Taangga Miskinn Penerima BLT B di kecaamatan Kabaandungan Tahhun 2005/200 06
49
4.6.4 Bidang Lingkungan Perusahaan Geothermal dalam bidang lingkungan mengimplementasikan program penghijauan dengan menyediakan bantuan bibit tanaman penghiajuan dan keperluan lainnya kepada masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan melalui program “Reforestasi Kawasan Sekitar Wilayah Kerja”. Selain itu juga menyediakan bibit-bibit tanaman untuk mendukung kegiatan kegiatan reforestasi setempat sebagai bentuk kepedulian terhadap hutan lindung kawasan TNGS. Perusahaan juga memberikan dukungan kepada program usulan berupa Forum Peduli Lingkungan Salak dan Program Biodiversity dari masyarakat setempat. Perusahaan juga membuat program Promotion Health, Environmental, and Safety (HES)
kepada
masyarakat.
Tujuan
dari
program
ini
adalah
untuk
mengiformasikan tentang kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan kepada masyarakat setempat terutama ditujukan pada masalah-masalah social yang berhubungan dengan program HES. Program-program tersebut dibuat melihat masalah lingkungan berupa bencana longsor yang kerap melanda wilayah ini. Kondisi ini dikarenakan wilayah Kecamatan Kabandungan berada pada kompleks Pegunungan HalimunSalak yang berbukit-bukit. Selain itu wilayah kecamatan kabandungan tergolong agak curam dengan luas wilayah sebesar 40 persen dari total luas wilayah kecamatan kabandungan seperti terlihat pada Tabel 3.
50
Tabel 3. Kondisi Tanah di Kecamatan Kabandungan No
Kategori
Luas (Ha)
Keterangan
1.399,3
10%
1
Datar (0-8%)
2
Landai (8-15%)
2.798
20%
3
Agak Curam (15-25%)
5.597
40%
4
Curam (25-45%)
3.918
28%
5
Sangat Curam (>45%)
280
2%
Sumber: Laporan Bulanan Pada Kantor Kecamatan Kabandungan. Oktober 2007
Saat musim hujan wilayah Kecamatan Kabandungan mengalami bencana longsor hampr tiap tahunnya walaupun tidak selalu menimbulkan korban jiwa, tetapi kerugian materiil dengan rusaknya rumah penduduk dan prasarana jalan atau kebun cukup meresahkan masyarakat. Gambar 6 memperlihatkan bencana yang terjadi selama tahun 2005. Tingginya angka bencana longsor ini juga dipicu pemanfaatan lahan kritis oleh masyarakat tanpa melakukan konservasi terhadap lahan tersebut.
Bencana di Kecamatan Kabandungan 10.71% 3.57% Kebakaran Angin Topan Longsor 85.71%
Sumber: Kantor Penanggulangan Masalah Sosial Kabupaten Sukabumi tahun 2005 (di olah)
Gambar 6. Jumlah Kejadian Bencana Alam Menurut Jenisnya
51
4.6.5 Bidang Infrastruktur Jalan Desa sepanjang 213 KM merupakan sebagian besar jalan yang terdapat pada Kecamatan Kabandungan. Kondisi jalan desa yang diaspal adalah sebesar 30 persen, rusak ringan 35,5 persen, dan rusak berat 34,5 persen sedangkan jumlah ruas jalan kabupaten sepanjang 48 KM seperti terlihat dalam Tabel 4. Banyaknya kondisi jalan yang rusak ini sebagian besar dikarenakan banyaknya laju kendaraan berat seperti truk dan kontainer yang melewati jalan. Truk-truk ini merupakan truk pengangkut sayuran dan tanaman palawija yang merupakan hasil panen dari penduduk sekitar wilayah kecamatan kabandungan.
Tabel 4. Kondisi Jalan di Kecamatan Kabandungan (dalam KM) No
Jenis Jalan
Panjang
Kondisi Diaspal
Rusak Ringan
Rusak Berat
1
Jalan Kabupaten
48
17
21
10
2
Jalan Desa
213
56
75
71
Sumber: Laporan Bulanan Pada Kantor Kecamatan Kabandungan Bulan Oktober 2007 (diolah)
Wilayah Kecamatan Kabandungan dikelilingi oleh kompleks Pegunungan Salak dan Halimun. Kawasan ini berbukit-bukit dan mempunyai banyak aliran sungai. Adanya aliran sungai ini tentunya menyebabkan banyaknya jalan yang terpotong oleh aliran sungai tersebut dan membuat jumlah jembatan relatif banyak (Gambar 7).
52
Jumllah Jembaatan
13.51%
desa kabandungan k
16.22% 16.22%
27.03% 24.32% %
desa mekarjaya m desa tuugubandung desa cipeutey c
2.2 27%
desa cihamerang c desa cianaga c
Gam mbar 7. Perbbandingan Juumlah Jembatan Pada Tiiap-Tiap Desa di Kecam matan Kaban ndungan
Berd dasarkan konndisi infrasttruktur Kecaamatan Kabandungan teersebut PG membuat m prrogram CSR R dalam biidang infrasstruktur berrupa renovaasi fasilitas umum, u pembbangunan irrigasi/salurann air, dan peembuatan/perrbaikan jalann. Program ini i akan dijalankan melalui m kerjasama denggan masyarrakat setem mpat dalam manusia, peenyediaan alaat oleh pemeerintah dan penyediaan pengadaan p s sumberdaya p bahanmateri b ial bangunaan oleh PG G. Renovassi atau pem mbangunan jalan dan jembatan j dillakukan denngan tujuan uuntuk memuudahkan aksees ekonomi masyarakat m dan d memudaahkan transp portasi masyyarakat setem mpat.
4.6.6 4 Bidang Komunik kasi Proggram CSR pada p bidang komunikasi ini dikhussuskan untuk k menjalin hubungan h baaik kepada stakeholders -stakeholderr yang ada ddi sekitar willayah kerja perusahaan p maupun sttakeholder yyang terlibaat dalam program-proggram yang dilaksanakan d n oleh peru usahaan. Dallam menjagaa jalinan huubungan ini perusahan membuat m jaddwal pertem muan formal dan informaal untuk mennyampaikan informasiinformasi i y yang terakttual, berita--berita, dann hubungann masyarak kat. Untuk
53
meneruskan komunikasi yang lebih intensif melalui pertemuan formal dan informal dengan masyarakat yang tinggal di daerah baru untuk pemboran step out dengan memberikan informasi melalui radio dan buletin. Sementara untuk pertemuan-pertemuan informal lainnya agar menambah keakraban antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan diadakan pertandingan persahabatan, pertunjukkan budaya pada acara-acara khusus seperti perayaan hari nasional.
4.7 Ikhtisar Perusahaan dalam menjalankan perusahaannya mempunyai tujuan ekonomis untuk meningkatkan laba/profit perusahaannya. Namun dalam aktivitas untuk mencapai tujuan ekonomis tersebut perusahaan juga mempunyai tujuan sosial yang direalisasikan dalam bentuk program-program CSR. Kedua tujuan ini tentunya berkaitan dengan tujuan jangka panjang perusahaan yaitu stabilitas usaha dan pencapaian profit jangka panjang. Perusahaan mempunyai empat pilar utama dalam menjalankan CSRnya yaitu kebutuhan dasar, pendidikan dan pelatihan, pemberdayaan ekonomi kecil dan menengah, serta program sosial non tema. Visi CSR perusahaan ini adalah “Tumbuh bersama masyarakat yang mandiri untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan melalui pemanfaatan sumberdaya lokal secara berkelanjutan”. Perusahaan bertekad untuk mencapai visi dengan cara yang berkelanjutan dengan program-program CSR diharapkan turut berkontribusi bagi masa depan masyarakat. Kontribusi tersebut tidak hanya diukur dari dampak program dan inisiatif yang berorientasi keluar, melainkan juga dari kemampuan untuk mengatasi persoalan lingkungan, sosial, dan keuangan yang terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan.
54
Program-program tersebut dijalankan melalui fasilitator ahli, tokoh-tokoh masyarakat, dinas-dinas pemerintahan setempat, dan LSM. Adapula proposal (usulan proyek) masuk ke perusahaan yang sebelumnya dikoordinasikan bersama Pemerintah Daerah guna memastikan adanya dampak maksimal dalam peningkatan mutu kehidupan masyarakat setempat. Kemudian dilakukan pengecekan agar sejalan dengan tujuan perusahaan untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan, serta memenuhi pedoman keuangan dan audit. Program
CSR
ini
dikelola
oleh
bagian
kehumasan/divisi
eksternal/community affairs yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan. Sementara dana untuk mejalankan program CE ini berasal tidak hanya dari perusahaan saja tetapi juga berasal dari dana patungan antara masyarakat dan mitra kerja perusahaan. Program jangka panjang perusahaan ini pun dijalankan setiap tahunnya dengan perbaikan dari evaluasi yang ada. Program-program ini disesuaikan dengan kondisi dan potensi sumberdaya yang ada di Kecamatan Kabandungan. Program jangka panjang itu antara lain dibidang: 1) Pendidikan, 2) Kesehatan, 3) Pemberdayaan Ekonomi Lokal, 4) Infrastruktur, 5) Lingkungan, dan 6) Komunikasi.
BAB V PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH OLEH PERUSAHAAN GEOTHERMAL
Perusahaan sangat mendukung upaya pengembangan masyarakat lokal untuk memajukan pertumbuhan ekonomi setempat dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dan membuka peluang bagi masyarakat sekitar. Pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Seiring dengan pertumbuhan dan perluasan usaha-usaha lokal maka tercipta lebih banyak lagi pembelanjaan, dan pada akhirnya lebih banyak pendapatan untuk mendukung lebih banyak usaha baru, sehingga terbangun sebuah sistem ekonomi lokal yang mampu menunjang pertumbuhan berkelanjutan serta membuka peluang bagi generasi-generasi mendatang. Pertumbuhan ekonomi di daerah Kabandungan, Kalapanunggal, dan Pamijahan akan menarik usaha dan produk dari luar yang akan bersaing dengan usaha lokal. Guna menghadapi tantangan tersebut perusahaan mendukung pengembangan
SDM
melalui
program-program
pendidikan
wiraswasta,
penerapan teknologi tepat guna, dan memudahkan jangkauan modal kerja, maka pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan dapat dimajukan sehingga UKM yang ada maupun yang akan datang dapat dipertahankan. Perusahaan sedang mengembangkan sebuah program untuk membantu, mendorong, dan membina usaha kecil dan koperasi tempatan. Program yang diberi nama Pengembangan Pengusaha Tempatan atau Local Bussiness Development (LBD) ini membina perusahaan kecil dan koperasi tempatan dengan memberikan fasilitas administrasi agar mereka bisa bersaing secara ”fair”,
56
proposional dan profesional untuk mengikuti proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan PG dan perusahaan besar lainnya di daerah Sukabumi dan Bogor wilayah operasi perusahaan. Untuk membina masyarakat supaya bisa mencapai tujuan, adalah hal yang tidak mudah karena memerlukan proses dan waktu yang tidak sebentar. Sehingga PG menyelenggarakan lokakarya pimpinan perusahaan kecil dan koperasi tempatan guna meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan bisnis mereka. Berbagai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis diberikan kepada para peserta. Diharapkan para pengusaha binaan tempatan dapat turut serta berpartisipasi dan membantu membangun daerah mereka.
5.1 Latar Belakang Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Kabandungan
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang dilakukan perusahaan dari tahun ke tahun mengalami perubahan sesuai dengan evaluasi tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan staff perusahaan, pengembangan ekonomi kerakyatan yang dilakukan PG terbagi dalam dua fase yaitu fase I (fase sebelum tahun 2008) dan fase II (fase tahun 2008-2009). Tiap fase ini mempunyai karakteristik yang berbeda dimana pada fase I bantuan dari perusahaan untuk usaha masyarakat diberikan langsung kepada masyarakat tersebut, sedangkan pada fase II bantuan yang diberikan diatur oleh koperasi lokal yang dikembangkan oleh perusahaan pada tahun 2008.
57
Fase I (Sebelum Tahun 2008) Pengembangan ekonomi kerakyatan yang dilakukan pada fase ini adalah membantu
kelompok-kelompok
tani
yang
ada
di
wilayah
Kecamatan
Kabandungan. Hal yang dilakukan diantaranya adalah membina kelompokkelompok tani (sayur mayur, jagung, dan pepaya). Bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk bibit, pupuk, obat-obatan dan menyediakan fasilitas pertanian seperti bedeng-bedeng tanaman, bangunan tempat diskusi, pompa air, cangkul, parang, alat penyemprot hama, dan lain-lain. Kelompok-kelompok tani tersebut juga mendapat binaan dari penyuluh pertanian yang bekerjasama dengan PG dan Dinas Pertanian setempat. Hal ini senada dengan yang dikatakan Kepala Desa kabandungan sebagai berikut:
”PG memang tidak pernah memberikan bantuan berupa uang tunai, tetapi mereka memberikan bantuan berupa material barang seperti pupuk, obat-obatan, dan alat-alat pendukung lainnya. Untuk hal tersebut dapat dimaklumi oleh sebagian warga dan sedikit membantu kesulitan kami dalam mengembangkan usaha pertanian yang ada di desa ini.” (Pak TS, Kepala Desa kabandungan)
PG juga memberikan bantuan pada bidang peternakan. Melalui bantuan ini diharapkan peternak lokal akan mampu memasok kebutuhan komoditas pertanian di daerahnya sendiri. Bantuan ini diberikan kepada sejumlah kelompok peternak domba, itik petelur, ayam, ikan air tawar dan kelinci. Bantuan yang diberikan berupa bibit ternak, bantuan pakan ternak, sarana pemeliharaan kandang, dan pembimbingan teknis. Hal ini dilaksanakan secara bergulir yaitu, setelah satu kelompok mandiri melakukan usahanya kelompok tersebut diharuskan membantu kelompok lain untuk mandiri juga.
58
Perusahaan mendukung upaya pengembangan usaha lokal untuk meningkatkan mutu kehidupan dan membuka peluang dari masyarakat sekitar untuk lebih maju dan sejahtera melalui peningkatan pendapat usahanya. Dalam mewujudkan hal tersebut PG memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk kepada kelompok-kelompok tani, diantaranya: bantuan bibit pepaya dan pupuk kepada kelompok tani IRMA di kampung ciawitali desa Kabandungan, bantuan bibit ikan, pakan ikan, dan tenaga instruktur kepada kelompok tani ternak ikan air tawar di Kampung Cimanggu Desa Kabandungan. Bantuan yang diberikan pada fase ini banyak mengalami kemunduran dimana bantuan yang diberikan tidak sampai ke masyarakat yang bersangkutan disertai banyaknya UKM yang tidak berlanjut atau bangkrut di tengah jalan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 yang memperlihatkan berkurangnya bantuan yang diberikan kepada masyarakat secara lansung. Selain itu juga terlihat bahwa beberapa usaha yang diberikan bantuan pada tahun sebelumnya ternyata tidak ada lagi pada tahun berikutnya (senada dengan pernyataan aparat lokal yang ada di Kecamatan Kabandungan):
”Bantuan yang diberikan PG melalui LSM kebanyakan tidak sampai ke masyarakat secara umum, hanya yang dekat dengan mereka saja yang dapat bantuan tersebut. Jadi banyak juga bantuan yang dikasih PG malah ga dimanfaatkan dengan baik. Kayak pemberian bibit ternak kelinci aja, bukannya diternak malah dijual.” (Pak TS, Kepala Desa Kabandungan)
”Waktu itu sih pernah ada bibit ternak domba yang dikasih PG, tapi ga lama abis itu cuma beberapa kelompok aja yang ada hasil ternaknya. Beberapa yang lain malah ga ada, bilangnya sih pada mati.” (Pak AM, Kepala Desa Cipeuteuy)
59
”Oh, untuk bantuan bibit kayak gitu sebenernya PG sudah banyak ngasih, kayak yang di desa kabandungan kan ada tuh yang bembibitan tanaman pepaya juga bantuan ke karang taruna sini buat pengembangan pertanian palawija. Buat yang itu sih sukses-sukses aja, masyarakat yang dikasih bantuan bisa mengelolanya dengan baik.” (Pak FR, staff Kecamatan Kabandungan).
Pernyataan-pernyataan diatas juga diakui sendiri oleh pihak PG. Bantuanbantuan tersebut diberikan kepada masyarakat untuk membantu mereka membuka usaha mandiri. Harapannya agar masyarakat dapat meningkat pendapatannya dan tidak tergantung terus dengan bantuan-bantuan yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh staff divisi eksternal PG sebagai berikut:
“Kami sudah mencoba untuk membantu masyarakat dengan memberikan bantuan bibit dan pakannya. Karena kami tidak bisa memberikan bantuan berupa uang tunai. Tahun 2006 kami pernah memberikan anakan kelinci dan domba untuk diternakkan, hasil dari ternakkan tersebut untungnya untuk masyarakat, tapi setelah dicek lagi anakannya katanya pada mati, terus malah ada yang bilang kalo anakannya dijual lagi.” (Pak WE, staff divisi eksternal PG)
Aktivitas pemberian bantuan kepada kelompok-kelompok tani di wilayah Kecamatan Kabandungan pada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat dalam Tabel 5. Dimana pada tabel tersebut memperlihatkan adanya bantuan yang muncul pada tahun 2007 dan tidak ada lagi pada tahun 2008. Bantuan yang diberikan pada fase ini ternyata tidak dapat terrealisasi dengan baik. Keberlanjutan usaha masyarakat yang memperoleh bantuan tidak tercapai. Hanya beberapa kelompok saja yang bisa bertahan seperti kelompok yang diasuh karang taruna di Desa Kabandungan. Evaluasi yang dilakukan PG memperlihatkan bahwa bantuan yang ada masih bersifat top down, pelibatan
60
partisipasi masyarakat masih kurang, serta sosialisasi yang kurang membuat tidak banyak masyarakat yang tahu mengenai bantuan-bantuan yang diberikan oleh perusahaan.
NO
Aktivitas tahun 2007
Aktivitas tahun 2008
1.
Bantuan dalam bentuk berbagai bibit
Membantu
tanaman pertanian, pupuk dan obat-
“mustika” di desa tugu bandung.
kelompok
kesenian
setempat
obatan untuk program pertanian jagung, bekerjasama dengan kelompok LSM SORAKK Kabandungan. 2.
Bantuan bibit tanaman papaya, pupuk dan
obat-obatan
pertanian
papaya
untuk
program
IRMA
Ciawitali,
Membantu Kelompok Tani di ciawitali
Kabandungan. 3.
Bantuan pelatihan kepada kelompok
Membantu
masyarakat peternak ikan air tawar di
Cimanggu
kelompok
perikanan
KUUP
desa cimanggu. 4.
Bantuan peralatan dan pembinaan usaha
Pelatihan UKM bekerjasama dengan PNM fase
produksi makanan ringan bagi kader
I & II
posyandu di dusun babakan, desa kabandungan 5.
Bantuan bahan material, dan kayu untuk
Membantu kelompok tani “mustika” di Desa
pengrajin kayu/meubeuler bekerjasama
Tugu Bandung dengan pupuk dan bibit
dengan
tanaman
LSM
Pemuda
Pancasila
Kabandungan 6.
Bantuan pelatihan pengembangan usaha kepada 35 orang guru-guru madrasah diniyah
se-Kecamatan
Kabandungan
bekerjasama dengan PNM.
Gambar 8. Matriks Aktivitas Bantuan yang Diberikan PG Pada Tahun 2007 dan 2008
61
Fase II (Tahun 2008-2009) Pada fase ini PG mulai mengubah prinsip pengembangan UKM yang dilaksanakannya. Bantuan yang semula diberikan langsung kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok tani, dan Karang Taruna untuk saat ini diganti dengan memberikan bantuan melalui Koperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Informan selaku staff divisi eksternal PG, yaitu:
”Untuk program pengembangan UKM yang dilakukan PG terbagi dalam dua fase yaitu fase sebelum tahun 2009 dan fase setelah tahun 2009. Dimana pada fase pertama (sebelum tahun 2009) PG memberikan bantuan langsung kepada kelompok-kelompok tani yang ada berupa bantuan pupuk, bibit, obat-obatan, dan tenaga pembimbing teknis. Sementara fase berikutnya bantuan tidak diberikan langsung kepada kelompok tani tetapi melalui koperasi.” (DM, staff divisi eksternal PG) Prinsipnya dengan koperasi yang mapan dan dapat mengelola keuangan dengan baik akan membantu masyarakat dalam memberikan pinjaman dan dapat menanggulangi kredit macet ataupun bantuan yang tidak sampai pada orang yang tepat. Sejalan dengan pernyataan ketua divisi eksternal PG, bahwa:
”Usaha Kecil dan menengah merupakan suatu kegiatan yang baik karena didukung manajemen koperasi yang baik. Dengan UKM maka dalam kegiatan peningkatan perekonomian masyarakat dapat berkelanjutan dan terintegrasi dengan baik dan terarah.” (WE, Ketua Divisi Eksternal PG)
Pembangunan Koperasi Kartini sebagai salah satu upaya pengembangan UKM di wilayah Kecamatan Kabandungan merupakan hasil evaluasi program tahun-tahun sebelumnya yang ternyata kurang berhasil dalam mengembangkan perekonomian masyarakat. Kendala yang dihadapi pada fase sebelumnya adalah bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran, bantuan yang diberikan tidak banyak
62
diketahui masyarakat hanya diketahui orang-orang tertentu saja, serta banyaknya usaha yang tidak berjalan lagi. Berdasarkan hasil wawancara dari Kepala Koperasi Kartini, alasan dibentuknya Koperasi Kartini adalah harapan PG yang ingin melihat keberlanjutan bantuan yang diberikan agar dapat diterima dan diakses masyarakat dengan mudah dan tepat sasaran. Bantuan yang diberikan untuk UKM yang adapun bisa berlanjut dalam jangka panjang sehingga usaha yang telah dirintis tidak berhenti ditengah jalan. Informan yang merupakan staff divisi eksternal perusahaan pun menyatakan bahwa harapan dari dibangunnya koperasi sebagai salah satu upaya pengembangan UKM yang ada dimasyarakat. Melalui adanya lembaga yang mampu mengelola perekonomian masyarakat lokal. Lembaga ini tentunya berdiri resmi yang dalam hal ini diakui oleh pemerintah (memiliki badan hukum) dan diakui oleh masyarakat (mendapat partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaannya). Melalui koperasi yang dikelola oleh masyarakat setempat diharapkan juga supaya masyarakat mempunyai rasa memiliki sehingga dapat menjaga hubungan yang baik diantara masyarakat yang merupakan anggota koperasi dengan masyarakat yang menjadi pengurus koperasi. Prinsipnya dengan dilibatkannya masyarakat dalam pengelolaan koperasi tersebut masyarakat akan menganggap bantuan yang diberikan bukan merupakan hibah atau hadiah. Bantuan tersebut lebih dianggap sebagai dana yang harus digulirkan kembali dan dikembangkan kemudian agar dapat membantu lebih banyak masyarakat yang memerlukan. Dengan demikian masyarakat akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola uang yang ada untuk kepentingan usahanya.
63
5.2 Proses Pembentukan Koperasi Kartini Koperasi Kartini merupakan LKM yang mendapatkan dana dari PG, hanya saja dana dari perusahaan ini tidak langsung diberikan kepada koperasi. Terkait dengan peraturan bahwa perusahaan tidak memberikan bantuan langsung berupa uang maka dana yang dialirkan ke koperasi ini pun melalui BUMN Permodalan Nasional Madani (PNM) Sukabumi yang kemudian memberikan dana tersebut ke koperasi ini.
Gambar 9. Koperasi Kartini di Dusun Jayanegara, Desa Kabandungan, Kecamatan
Koperasi Kartini untuk saat ini sedang mengumpulkan UKM-UKM untuk bermitra terutama UKM-UKM yang ada di Kecamatan Kabandungan dan mempunyai prospek menyerap tenaga kerja dari penduduk lokal. UKM yang bermitra dengan koperasi saat ini adalah Muslim Kreatif yang membuat kerajinan tangan berupa lukisan dari gedebong pisang. Koperasi ini sudah berjalan sejak pertengahan agustus 2008 hingga sekarang dengan peningkatan pendapatan yang cukup baik. Pendirian Koperasi Kartini sebagai salah satu bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah pada pertengahan 2008 diawali dengan sosialisasi dan pelatihan
64
dasar d kepadda warga yaang berminaat dalam peendirian lem mbaga keuanngan mikro yang y berbassis masyarakkat. Sosialisaasi dan pelatihan diberikkan oleh PN NM dengan dukungan d P Dari sossialisasi ini tterbentuklahh kelompok pendiri yanng akhirnya PG. menjadi m pen ngurus Koperasi Kartini. Selanjutnyaa, kelompok pendiri ini ditargetkan d dapat d menguumpulkan modal m awal dari masyarrakat untuk proses awall pendirian koperasi. k Beerbekal moddal awal inillah kemudiaan kelompokk pendiri meenggulirkan dana d kepadaa masyarakatt yang membbutuhkan.
Gaambar 10. Peeresmian Kooperasi Kartiini oleh Bupati Sukabum mi
Kopeerasi Kartinni ini diresm mikan secaraa lansung oleh o Bupati Sukabumi pada p tangggal 12 Agustus 20099 lalu di Desa Kabaandungan Kecamatan K Kabandunga K an dengan disaksikan d o oleh masyarrakat setemppat, perwakkilan PNM, perwakilan p
Kecamatan n,
dan
peerwakilan
PG.
Koperrasi
ini
m mendukung
pengembang p gan UKM setempat dengan meenyimpan ddana masyaarakat dan menyalurkan m nnya dalam bentuk kredit lunak. Sejak S awal berdirinya b koperasi k ini mengumpulk m kan UKM--UKM yanng ada unttuk mensossialisasikan eksistensi keberadaann k nya dan mem mberikan peendampingan n usaha melalui kerjasam ma dengan pemerintah. p Koperasi inni bisa dikataakan sebagaii mediator peemberi bantu uan kepada
65
masyarakat antara pihak PG yang bekerjasama dengan PNM dan masyarakat setempat.
5.3 Struktur Kepengurusan Koperasi Kartini Rapat pembentukan koperasi diselenggarakan pada pertengahan tahun 2008 dengan kerjasama antara PG dan PNM sebagai penyelenggara. Setelah itu kedua pihak melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berminat dalam pendirian koperasi ini. Selanjutnya, terbentuklah kelompok pendiri yang ditargetkan dapat mengumpulkan modal awal dari masyarakat untuk proses awal pendirian koperasi. Kemudian dilakukan penataan pengurus dengan susunan sebagai berikut (Gambar 11).
KETUA KOPERASI
SEKRETARIS Yeni Heryani
BENDAHARA Lilis Maryani
PENGAWAS: Ketua: Wiwin Winarto Anggota: Iwan Rustandi Yayang Maulana
ANGGOTA
Gambar 11. Bagan Struktur Kepengurusan Koperasi Kartini
Struktur kepengurusan Koperasi Kartini terdiri atas pengelola dan pengawas. Pengurus terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Sekretaris dan bendahara melaporkan aktivitas simpan-pinjam yang dilakukan oleh koperasi dalam periode tertentu, kemudian dituangkan kedalam laporan
66
bulanan. Laporan ini diserahkan kepada ketua dan kemudian dilaporkan lagi kepada pihak PNM sebagai pengawas utama. Selain pengawas utama yang selalu mendapatkan laporan aktivitas koperasi, ada juga pengawas dari masyarakat yang tergabung dalam tim pengawas.
5.4 Kinerja Koperasi Kartini Koperasi
Kartini
merupakan
lembaga
keuangan
mikro
berbasis
masyarakat yang bergerak sebagai koperasi simpan pinjam. Unit usaha dari koperasi ini adalah unit simpan pinjam antara pihak koperasi dengan UKM yang menjadi mitranya. Koperasi ini membantu mengembangkan UKM yang merupakan mitra koperasi dengan memberikan pinjaman lunak. Bantuan berupa pinjaman modal dengan kredit lunak yang diberikan melalui Koperasi Kartini kepada UKM yang ada mempunyai beberapa kriteria. Kriteria ini bertujuan agar dana yang digulirkan tepat sasaran dan dapat berkembang dimasyarakat melalui pengelolaan yang baik oleh koperasi tersebut. Kriteria masyarakat yang dapat memperoleh bantuan dari Koperasi ini berdasarkan penuturan Informan adalah berpegang pada tiga prinsip utama PG yaitu; 1. Melibatkan partnersip:
berarti masyarakat yang mempunyai usaha
tersebut harus berkelompok, dengan kata lain bukan merupakan usaha pribadi. Hal ini bertujuan agar bantuan yang ada bisa dirasakan oleh masyarakat luas, dengan usaha yang dibentuk secara berkelompok diharapkan dapat membantu menguragi pengangguran yang ada di Kecamatan Kabandungan. Sehingga masyarakat penerima bantuan dapat
67
lebih maju tidak hanya untuk satu individu saja tetapi juga individuindividu lain yang ada dikelompoknya. 2. Tidak ingin menggantikan peran pemerintah setempat: maksudnya adalah, bantuan yang diberikan sesuai dengan program yang ada di pemerintah lokal. Dengan demikian bantuan yang diberikanpun dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam pembentukannya Koperasi Kartini juga melibatkan kebijakan-kebijakan yang disesuaikan dengan pemerintah setempat. Hal ini juga terkait dengan bantuan-bantuan lain ke masyarakat yang dilakukan melalui MUSRENBANG dengan pihak kecamatan setempat sehingga tidak menyimpang dari apa yang dibutuhkan masyarakat setempat. 3. Kemandirian masyarakat: dilihat dari kelayakan usaha yang dibangunnya secara berkelompok. Kelayakan usaha ini diinterpretasikan dalam pembuatan
proposal,
laporan
keuangan
UKM
serta pengawasan
keberlangsungan usaha. Bekerjasama dengan pendamping UKM dari kecamatan, Koperasi Kartini mengawasi pemberian bantuan pinjaman kepada masyarakat sesuai dengan kriteria yang berlaku. Kriteria yang dijadikan pengukur layak tidaknya UKM mendapatkan pinjaman dari sudut pandang Koperasi berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Koperasi Kartini adalah: 1. Karakter orang yang meminjam dana: dilihat dari ketepatan waktu sipemilik usaha dalam mengembalikan angsuran pinjaman pada periode pertama kali meminjam.
68
2. Kelayakan Usaha dan kejelasan dana yang akan digunakan: dengan memberikan
rincian
penggunaan
dana
serta
perjanijan
waktu
pengembalian dana yang telah disepakati pihak Koperasi dengan pemilik usaha. 3. Perkembangan penghasilan usaha: dilihat dari tingkat pertumbuhan pendapatan usaha dari waktu ke waktu (pendapatan usaha tiap bulannya).
Terdapat beberapa prosedur dalam proses untuk mendapatkan pinjaman dari Koperasi Kartini. Masyarakat yang membutuhkan bantuan ini pertama-tama harus terdaftar menjadi anggota koperasi dengan membayar simpanan pokok sebesar 100.000 rupiah dan simpanan wajib sebesar 10.000 rupiah tiap bulannya. Kemudian calon peminjam yang telah menjadi anggota mengajukan surat permohonn pinjaman dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh koperasi. Pihak koperasi akan memeriksa relevansi jumlah pinjaman dengan data yang di isi calon peminjam pada formulir yang telah diisi sebelumnya. Setelah dirasa layak, calon peminjam membawa bukti identitas berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, foto, dan akta jual beli, sertifikat rumah, ataupun BPKB. Tetapi syarat itu tidak mutlak karena pada dasarnya yang melandasi transaksi ini adalah kepercayaan diantara pihak koperasi dengan anggota. Sementara rapat umum anggota baru dilakukan sebanyak dua kali sejak proses pembentukan hingga peresmian oleh Bupati Sukabumi. Proses pengembalian pinjaman dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Apabila terdapat hambatan dalam pembayaran pinjaman, pihak koperasi akan menggunakan pendekatan personal untuk mengetahui penyebab keterlambatannya dan memberikan sedikit kelonggaran waktu. Hanya saja, pihak
69
koperasi selalu menargetkan bahwa pengembalian pinjaman harus tepat waktu untuk menghindari kredit macet dan malah merugikan pihak yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:
”Pada dasarnya transaksi simpan-pinjam itu sebaiknya mngikuti aturan yang berlaku. Kalau masyarakat ingin pinjam ,mereka harus menjadi anggota dulu. Setelah itu akan ada pengecekan layak tidaknya calon peminjam untuk mendapatkan pinjaman, biasanya dilihat dari penghasilan yang didapat tiap bulan, atau karakter orang yang meminjam. Ada syarat-syarat seperti jaminan sertifikat rumah, tanah, BPKB ataupun yang lain tapi itu tidak mutlak karena belum tentu calon peminjam mempunyai semua itu, jadi kembali lagi pada kepercayaan diantara dua pihak. Dalam pengembalian pinjaman ada saja yang terlambat membayar, kalau sudah begitu kami melakukan pembicaraan personal untuk mengetahui kendalanya. Kami bisa memberi kelonggaran. Soalnya yang namanya usahakan tidak selamaya lancar kadang ada masa sulitnya juga” (LS, Ketua Koperasi Kartini)
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Koperasi Kartini pada akhirnya akan dilaporkan kepada pihak PNM yang menjadi mitra PG dalam pengembangan koperasi ini. Tiap bulannya ada berita acara yang diisi oleh pihak koperasi dengan disertai oleh laporan neraca bulanan. Dalam setiap aktivitasnya ini koperasi diawasi oleh PNM, pengawas dari anggota, dan pendamping UKM dari kecamatan. Bentuk kerjasama antara koperasi dengan pemerintah maupun koperasi dengan PG tidak tertuang dalam sebuah MOU. Adapun bentuk kerjasama yang terikat perjanjian adalah kerjasama antara koperasi dengan PNM yang merupakan sumber dana, pemberi pelatihan, dan pengawas koperasi tersebut.
70
5.5 Usaha Kecil dan Menengah Muslim Kreatif Usaha ini bergerak dalam bidang kesenian masyarakat lokal yang memanfaatkan gedebong pisang sebagai bahan bakunya. Usaha ini mempunyai tempat produksi di Cipanas dimana lukisan-lukisan dan kaligrafi juga bingkainya dibuat sebelum akhirnya dipasarkan. Usaha Muslim kreatif ini dirintis oleh Pak Lebor bersama sahabatnya yang bermula dari hobi mereka pada kesenian seperti lukisan dan kaligrafi. Muslim kreatif ini didirikan pada tahun 2006 dengan modal mandiri. Awalnya mereka melakukan kunjungan ke Desa Mekar Jaya untuk melihat kerajinan kaligrafi yang ada di Desa tersebut, kerajinan ini menggunakan kardus bekas dan bambu sebagai bahan baku utama pembuatan kaligrafinya. Saat itu hasil karya mereka dipasarkan melalui pameran di Kecamatan Kabandungan, Sukabumi tepatnya di GOR Cisaat. Dalam pameran itu UKM ini berhasil menarik perhatian dan mulai mendapat tambahan pesanan. Dalam usahanya Pak Lebor bekerja sama dengan rekan di Citeureup untuk pembuatan bingkai serta PT.DESEM yang dikelola pak Aos untuk pemasukan limbah kayu yang masih layak digunakan untuk pembuatan bingkai lukisan. Usaha-usaha yang dilakukan Muslim Kreatif ini tidak hanya membuat kaligrafi saja, tetapi juga membuat lukisan dari gedebong pisang, merangkai bunga, dan usaha lainnya. Lukisan gedebong pisang ini sendiri sangat unik, jika dilihat dari jauh atau dari samping akan terlihat timbul (tiga dimensi). Kisaran harga untuk lukisan ini antara lain Rp.180.000 sampai dengan Rp.700.000, mulai dari ukuran kecil, sedang hingga besar. Lukisan ini menggunakan warna-warna
71
alami dari bahan yang digunakan dalam pembuatannya sehingga tidak memerlukan pewarna buatan.
Gambar 12. Usaha Muslim Kreatif Kecamatan Kabandungan UKM ini dulu pernah mendapat penawaran pinjaman dengan prosedur yang lebih mudah dari PT.ANTAM Tbk untuk pengembangan usaha namun ditolak dengan alasan letak perusahaan yang terlalu jauh dari tempat produksi dan dengan prinsip saat itu tidak ingin berhutang karena takut tidak bisa melunasinya. Jika bekerja dengan kekhawatiran seperti itu, seorang pekerja seni tidak akan bisa maksimal mengerjakan hasil karyanya.
“Dulu sih teman saya yang tergabung dalam Muslim Kreatif ini ditawari pinjaman modal oleh PT Antam yang ada di Pongkor dengan prosedur yang sangat ringan. Hanya saja saat itu kami berprinsip tidak ingin berhutang karena khawatir tidak bisa melunasinya. Yang namanya kerja seni itu kan tidak bisa dipaksa atau terburu-buru, nanti hasilnya tidak bagus. Lagi pula letak PT Antam sangat jauh dari kabandungan sini, sementara ada PG juga yang letaknya lebih dekat sehingga kami mengharapkan mendapat bantuan bermitra dari sini saja.” (Pak Lebor, Anggota Muslim Kreatif)
Kendala yang dihadapi oleh UKM ini adalah pemasaran dan promosi hasil karya seninya. Pak Lebor sendiri belum mempunyai link untuk menyalurkan hasil karya dari muslim kreatif ini. Ajang promosi dalam pameran pun menghadapi
72
kendala biaya dan tidak tahu contact person yang mengadakan pameran. Padahal Pak Lebor sendiri juga ingin mencoba untuk memasarkan ke tempat-tempat wisata atau Balai Taman Nasional tetapi terbentur kendala tidak adanya link untuk memasukkan hasil karya tersebut kesana.
Gambar 13. Lukisan Tiga Dimensi Hasil Karya Muslim Kreatif
5.6 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Kabandungan Beserta Peranannya Pembentukan Koperasi Kartini atas inisiasi pihak PG dilakukan berdasarkan hasil dari musyawarah dengan pemerintah kecamatan melalui MUSRENBANG. Hasil dari MUSRENBANG tersebut diantaranya adalah pembentukan LKM berbasis masyarakat dalam bentuk koperasi. Tujuan pembentukannya adalah untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pinjaman modal usaha dengan syarat yang mudah dan bunga yang sedikit. PG kemudian mencari mitra yang dirasa tepat dan mampu untuk membentuk serta mengembangkan koperasi tersebut. Untuk hal ini, PG mempercayakan pembentukan koperasi tersebut kepada PNM. Dengan pengawasan serta pendampingan dari pihak Kecamatan dan PNM diadakanlah sosialisasi
73
pembentukan koperasi dengan melibatkan warga yang tertarik dengan pembangunan LKM berbasis masyarakat. Perusahaan Geothermal Ide Dasar dan pembiayaan untuk membentuk dan mengembangkan Koperasi Kartini berasal dari PG. Namun, dana yang diperlukan tidak langsung diberikan kepada pihak koperasi tetapi melalui PNM. Dalam konteks ini PNM merupakan mitra yang dipercaya PG untuk memdampingi dan mengawasi masyarakat yang terlibat dengan Koperasi Kartini mulai dari tahap pembentukan hingga pengembangannya. PG memberikan pembiayaan pelatihan baik biaya fasilitator maupun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam proses tersebut melalui PNM yang kemudian memberikan laporan langsung ke PG tiap bulannya. PG memilih PNM karena PNM merupakan BUMN yang bergerak khusus dalam pengembangan UKM maupun LKM. PNM mempunyai kepedulian yang besar terhadap pengembangan UKM sehingga diharapkan koperasi binaan PNM ini dapat berkelanjutan kedepannya. Kemudian koperasi ini diharapkan dapat membina UKM-UKM mitranya sehingga baik UKM maupun Koperasi dapat berkembang lebih baik dan sustain. Selain itu PG juga membuat social maping untuk menentukan calon pengurus koperasi ini. Penentuan pengurus dilakukan setelah sosialisasi yang dilakukan oleh PNM pada pertengahan bulan oktober 2008 lalu. Pemerintah Kecamatan Kabandungan Pemerintah Kecamatan Kabandungan mempunyai peranan sebagai regulator dalam pembentukan dan pengembangan Koperasi Kartini. Pada awal pembentukannya pemerintah membantu sosialisasi terhadap masyarakat dan
74
memfasilitasi pihak PG dalam proses perizinan di kecamatan dan kabupaten. Selain itu pemerintah kecamatan juga mengawasi jalannya pelatihan dan pembinaan yang dilakukan PNM pada proses pembentukan melalui pendamping UKM dan LKM yang ada di Kecamatan Kabandungan. Dalam proses pengembangannya pendamping UKM kecamatan tersebut memberitahukan informasi mengenai pelatihan dan sharing dengan koperasi lain yang ada di Kecamatan Kabandungan. Pendamping UKM ini juga mendapat laporan perkembangan UKM tiap bulannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak kecamatan, perkembangan yang dialami oleh Koperasi Kartini selama enam bulan setelah terbentuk adalah sangat baik. Tidak seperti koperasi lainnya yang pada masa tersebut sudah mulai mengalami kredit macet dan kendala lainnya. Permodalan Nasional Madani PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau disingkat PNM adalah BUMN yang bergerak di bidang jasa keuangan. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 1 Juni 1999 dan bertujuan membantu pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. PT.Permodalan Nasional Madani (Persero), sebuah lembaga keuangan khusus yang sahamnya 100 persen milik pemerintah, didirikan di Jakarta berdasarkan TAP XVI/MPR/1998, Letter of Intent IMF tanggal 16 Maret 1999, PP No. 38/99 tanggal 25 Mei 1999 dan Akte Notaris No. 1 tanggal 1 Juni 1999 yang mendapat pengesahan Menteri Kehakiman RI No. C11.609.HT.01.01.TH 99 tanggal 23 Juni 1999. Dalam proses pembentukan dan pengembangan Koperasi Kartini PG menunjuk PNM sukabumi untuk dijadikan mitra karena mempercayai keahlian dan kinerja PNM dalam pengembangan LKM, UKM, dan Koperasi.
75
PNM memiliki Visi dan Misi pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; dan juga Lembaga Keuangan Mikro. Hal ini sejalan dan selaras dengan program pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi dari PG guna memberdayakan ekonomi masyarakat disekitar wilayah operasional PG. Oleh karenanya PNM dan PG bekerjasama dalam pola kemitraan guna memberdayakan
ekonomi
masyarakat
disekitar
wilayah
PG
melalui
pemberdayaan UKM dan LKM. PNM tidak berperan secara langsung dalam proses pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan tetapi berperan melalui pembentukan dan pengembangan Koperasi Kartini. PNM berperan sebagai fasilitator yang memberikan pelatihan serta pendampingan kepada pendiri-pendiri koperasi. Pembentukan koperasi pada pertengahan tahun 2008. Kegiatan ini dilakukan PNM melalui pembiayaan oleh PG. Kemudian pada awal tahun 2009, pihak PNM kembali melakukan pendampingan lanjutan dengan mempersiapkan fasilitas dan infrastruktur untuk kelompok pendiri agar kegiatan simpan pinjam dapat dikelola lebih professional. Pendampingan itu dilanjutkan dengan pelatihan-pelatihan teknis, implementasi sistem IT, pengadaan infrastruktur kantor serta dukungan modal bergulir. Masyarakat Lokal Masyarakat lokal yang dimaksud adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kabandungan dan terlibat dalam pendirian Koperasi Kartini. Pendirian Koperasi Kartini ini tentunya tidak lepas dari peran serta masyarakat dalam partisipasinya mengikuti sosialisasi berupa pelatihan dan pendampingan yang dilakukan oleh PG, PNM, dan pemerintah lokal. Dengan kata lain, peran
76
masyarakat disini adalah penyediaan sumberdaya manusia serta sumberdaya alam yang
dikelolanya.
Dalam
proses
pembentukan
masyarakat
juga
aktif
mengumpulkan modal awal melalui dana simpanan wajib dan simpanan pokok koperasi. Pengembangan UKM selanjutnya adalah melalui Koperasi Kartini yang melibatkan masyarakat kedalam kegiatan simpan pinjam. Jika Masyarakat ingin melakukan pinjaman haruslah menjadi anggota koperasi dan memenuhi syarat peminjaman yang diajukan koperasi serta mempunyai usaha yang dikembangkan. Masyarakat yang tergabung dalam koperasi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu; 1)Pengurus koperasi yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara, 2) Pengawas koperasi, dan 3) anggota koperasi.
5.7 Mekanisme Bantuan Perusahaan Geothermal kepada UKM di Kecamatan Kabandungan
CSR perusahaan bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan di bawah divisi human resource development atau public relations. CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke dewan direksi. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan. Beberapa perusahaan ada pula yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan
CSR6.
Implementasi
program
CSR
PG
dalam
konteks
pengembangan UKM masyarakat lokal dilakukan oleh perusahaan dengan 6
Makna Ani Marlia dan Rahmat Hidayat. Pentingnya Implementasi Corporate Social Responsibility pada Masyarakat Indonesia. http://mamrh.wordpress.com/2008/07/21/53/ diakses pada 20 Oktober 2009.
77
menggandeng lembaga konsultan PNM sebagai mitra. PNM memberikan pelatihan dan pendampingan kepada koperasi sebagai bentuk CSRnya untuk mengembangkan UKM setempat.
PNM
PG
KOPERASI
UKM
Gambar 14. Alur Bantuan Untuk UKM
Gambar 14 memperlihatkan alur bantuan PG untuk UKM. Bantuan tersebut bisa dikategorikan sebagai charity karena perusahaan tidak turun langsung untuk membantu UKM baik dalam pelatihan maupun pengawasan. UKM yang bermitra dengan koperasi sendiri bukan merupakan unit usaha dari koperasi tersebut. Unit usaha koperasi adalah unit simpan pinjam yang memberikan pinjaman lunak kepada masyarakat setempat, baik berupa perorangan ataupun kelompok usaha. Sementara koperasi sendiri tidak menjadi tempat pemasaran hasil UKM ataupun memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UKM. Sehingga dalam alur bantuan perusahaan kepada UKM tidak ditemukan hubungan langsung yang saling terkait. Koperasi yang dibentuk oleh PG bisa dikategorikan sebagai philanthropy karena
dalam
pembentukan
dan
pengelolaannya
melibatkan
pertisipasi
stakeholder lain. Stakeholder tersebut antara lain adalah PNM sebagai fasilitator, pemerintah lokal sebagai regulator dan pengawas, masyarakat sebagai penyedia
78
sumber daya, dan PG sebagai pemberi modal dan penjamin. Dalam proses pembentukan
koperasi
tersebut
perusahaan
memperhatikan
kebutuhan
masyarakat. Untuk menemukan kebutuhan masyarakat perusahaan ikut serta dalam MUSRENBANG, sosialisasi kepada masyarakat serta memberikan pelatihan untuk calon-calon pengurus koperasi melalui PNM. Peran perusahaan dalam pengembangan koperasi ini juga belum sampai tahap mengawasi. Karena dalam prosesnya laporan kegiatan koperasi hanya dilaporkan kepada pihak PNM saja. Pihak perusahaan menerima laporan dari PNM bukan dari koperasi dan tidak mengawasi jalannya aktivitas koperasi dengan UKM ataupun masyarakat yang merupakan anggota koperasi. Bantuan perusahaan dalam mengembangkan UKM belum maksimal, baru sekedar memberi bantuan modal kepada masyarakat dengan perantara koperasi binaan PNM saja. Sementara koperasi yang dibangun sudah tergolong baik dalam sisi keuangan maupun pengelolaan. Akan tetapi tujuan PG untuk mengembangkan UKM melalui perantara koperasi belum tercapai. Dilihat dari hubungan antara koperasi dan UKM yang sebatas hubungan simpan pinjam saja. Jika koperasi menjadi mitra yang memberikan pelatihan ataupun pemasaran produk UKM barulah tujuan pengembangan UKM melalui perantara koperasi bisa tercapai. Pembentukan koperasi ini diharapkan PG supaya mendidik masyarakat agar lebih mandiri, dibandingkan jika PNM langsung yang memberikan bantuan modal. Oleh karenanya setelah proses analisis kebutuhan oleh PG dan PNM, dibentuklah koperasi sebagai badan hukum yang dapat mengelola keuangan masyarakat. Pengelolaannya sendiri dilakukan oleh masyarakat yang telah diberi pelatihan dan pendampingan khusus oleh PNM. Sehingga dalam proses
79
pengembangan koperasi ini PG bisa dikatakan hampir maksimal dan memasuki kategori CSR philanthropy.
5.8 Ikhtisar Program pengembangan UKM merupakan salah satu bentuk CSR Perusahaan Geothermal. Pengembangan UKM ini salah satunya berada di Kecamatan Kabandungan yang merupakan salah satu kecamatan terdekat dengan wilayah perusahaan. Program pengembangan UKM ini dibentuk berdasarkan hasil MUSRENBANG
yang
merujuk
kepada
kebutuhan
masyarakat
lokal.
Pengembangan program ini terdiri atas dua fase, yaitu fase I (sebelum tahun 2008) dan fase II (tahun 2008-2009). Pada fase I PG memberikan bantuan langsung kepada UKM yang membutuhkan berupa peralatan dan pelatihan teknis. Namun, hasil evaluasi pada fase ini menunjukkan banyaknya bantuan yang tidak berlanjut, tidak tersosialisasi dengan baik dan tidak tepat sasaran. Fase II pengembangan UKM oleh PG adalah dengan mengembangkan koperasi lokal. Koperasi ini mengumpulkan UKM-UKM untuk dijadikan mitra dengan konteks hubungan simpan pinjam. Koperasi ini dibentuk pada pertengahan tahun 2008 atas inisiasi PG dengan dukungan PNM sebagai pelatih dan pendamping serta pemerintah sebagai regulator dan pengawas. Pada awalnya pendiri koperasi menghimpun dana dari masyarakat melalui pengumpulan anggota dengan membayar simpanan wajib dan simpanan pokok. Hingga akhirnya koperasi ini diresmikan oleh Bupati Sukabumi pada tanggal 11 Agustus 2009. Koperasi yang bergerak dalam aktivitas simpan pinjam ini memberikan bantuan pinjaman lunak kepada masyarakat yang memenuhi syarat koperasi.
80
Bantuan yang diberikan PG untuk UKM melalui perantara koperasi baru bisa dikategorikan sebagai charity akan tetapi untuk pengembangan koperasinya sendiri sudah mencapai kategori philanthropy. Karena pada pengembangan UKM yang mejadi mitra koperasi, UKM tersebut hanya berstatus sebagai anggota koperasi yang meminjam dana saja. UKM tersebut tidak mendapatkan alternatif tempat pemasaran dan belum mendapatkan pelatihan ataupun pendampingan dalam menjalankan usahanya. PNM yang dipercaya sebagai mitra PG pun memberikan pendampingan dan pengawasan hanya sebatas pada koperasi saja. Namun, untuk pengembangan koperasi bentukan PG, sudah bisa dikatakan baik karena kemajuannya dalam mengelola dana yang ada. Dalam pembentukan dan pengembangannya pun koperasi ini terus dipantau oleh PNM dan memberikan laporan bulanan kepada PNM.
81
Peran dan Fungsi Stakeholder Pemerintah Lokal Peran
a.
b.
c. d.
Fungsi
Merumuskan dan menetapkan kebijakan mengani pembentukan, pengembangan, dan aktivitas-kativitas yang dilakukan oleh Koperasi Meningkatkan pengelolaan koperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku Mengawasi jalannya kegiatan yang dilakukan koperasi Memberikan informasi mengenai tempat pemasaran produkproduk UKM kelolaan koperasi
Sebagai regulator, mediator dan pengawas dalam pembentukan serta pengembangan Koperasi Kartini
PG
PNM
Masyarakat
a. Menyediakan modal, baik modal berupa material maupun dana b. Menciptakan lapangan kerja terutama pada masyarakat lokal c. Memberikan masukan pajak dan berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi masyarakat lokal melalui program CSRnya
a. Memberikan pelatihan dan pendampingan saat pembentukan dan pengembangan koperasi b. Memfasilitasi jalannya sosialisasi kepada masyarakat c. Mediator pemberi dana antara PG ke Koperasi d. Pengawas jalanya kegiatan yang dilakukan koperasi
a. Menyediakan sumberdaya manusia yang siap pakai untuk pembentukan dan pengembangan koperasi b. Mengelola sumberdaya alam yang ada c. Mengelola kegiatan-kegiatan yang dilakukan koperasi d. Mengawasi kinerja koperasi e. Berpartisipasi dalam setiap sosialisasi, pelatihan dan pendampingan yang diberikan PG, Pemerintah, dan PNM dalam proses pembentukan dan pengembangan koperasi
Sebagai investor, penginisiasi, dan pelaksana dalam pembentukan serta pengembangan Koperasi Kartini
Sebagai fasilitator dalam pembentukan dan pengembangan koperasi, sebagai mediator antara PG dengan koperasi, serta sebagai pengawas
Sebagai peserta yang terlibat program, penyedia SDM dan SDA, serta sebagai pengawas
Gambar 15. Matriks Peran dan Fungsi Stakeholder dalam Pembentukan Koperasi Kartini
82
BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH BERDASARKAN PENDAPAT STAKEHOLDERS YANG TERLIBAT
6.1 Analisis Permasalahan Program CSR yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari tiga bidang utama yaitu; kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Pada bidang ekonomi PG mengembangkan UKM sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar wilayah kerjanya. Dalam pengembangan UKM ini diperlukan beberapa strategi dengan memperhatikan faktor-faktor penting dan aktor yang terlibat didalamnya. Beberapa strategi yang ada, tidak memungkinkan semuanya untuk dijalankan secara bersamaan, sehingga perlu adanya prioritas mengenai strategi mana yang perlu dilaksanakan terlebih dahulu. Oleh karenanya penelitian ini menggunakan metode analisis hierarki proses (AHP) untuk mencoba melihat prioritas dari alternatif-alternatif strategi yang ada. Metode yang digunakan ialah comparative judgment atau skala banding secara berpasangan, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Nilai bobot dari bobot satu sampai dengan sembilan. Nilai bobot satu menggambarkan sama penting, ini berarti atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya satu, sedangkan nilai bobot sembilan menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya. Menentukan arahan strategi pengembangan UKM di wilayah Kecamatan Kabandungan diperlukan pembobotan peran dan fungsi para stakehoder agar mengetahui tingkat kontribusi dalam pengembangan UKM selanjutnya.
83
Stakeholder yang terlibat antara lain adalah: Pemerintah Lokal, PG, LKM, dan masyarakat lokal yang terlibat dalam program ini. Dari tiap-tiap stakeholder diambil satu pakar untuk mewakili identitas stakeholdernya. Selain penilaian terhadap aktor-aktor yang terlibat, analisis ini juga menilai perbandingan antara faktor-faktor penting yang menunjang pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan. Faktor-faktor itu antara lain; ketersediaan modal, potensi sumberdaya manusia, potensi sumberdaya alam, pemasaran produk dan kejelasan peraturan. Tiap-tiap stakeholder tentunya mempunyai tujuan masing-masing dalam pengembangan UKM. Berdasarkan hasil wawancara kepada tiap-tiap stakeholder maka tujuan adanya pengembangan UKM ini adalah: 1. Meningkatkan perekonomian masyarakat lokal 2. Mengurangi pengangguran yang ada pada masyarakat lokal 3. Keberlanjutan usaha 4. Meningkatkan softskill masyarakat lokal Pencapaian tujuan-tujuan diatas memerlukan alternatif strategi dalam pencapaiannya. Hasil penelitian dilapang menemukan beberapa alternatif yang mungkin bisa digunakan kedepannya. Alternatif-alternatif tersebut antara lain; 1. Menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran produk 2. Pinjaman modal jangka panjang non-bunga 3. Pelatihan dan pembinaan manajemen usaha 4. Pengawasan usaha 5. Penyaluran dan promosi produk UKM oleh koperasi Dengan mengakomodir faktor-faktor penting, aktor-aktor yang terlibat serta tujuan yang ingin dicapai tersusunlah beberapa alternatif strategi pengembangan. Analisis ini diarahkan untuk menemukan alternatif yang kira-kira
84
memuaskan dan terbaik di antara alternatif-alternatif yang tersedia. Strategi pengembangan ini meminta pendapat dari masing-masing aktor yang terlibat dengan memberikan pembobotan melalui perbandingan berpasangan antara kriteria-kriteria yang ada. Gambar 16 memperlihatkan struktur hierarki dengan hasil yang ingin dicapai adalah pengembangan kelembagaan UKM disertai faktorfaktor penting yang mendukung pengembangan ini. Selain itu juga menunjukkan stakeholder yang terlibat beserta tujuan-tujuan dari pengembangan UKM.
6.2 Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan Expert Choice 2000 Hasil
wawancara
kepada
masing-masing
stakeholder
akhirnya
merumuskan beberapa kriteria dan beberapa alternatif yang dapat digunakan dalam pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan. Kriteria-kriteria dan alternatif tersebut diolah dengan menggunakan expert choice 2000 untuk memberikan pembobotan dan akhirnya menghasilkan prioritas utama yang dapat digunakan dalam pengembangan UKM selanjutnya. Hasil dari olahan expert choice 2000 ini akan memperlihatkan prioritasprioritas pada: 1). Alternatif yang dapat digunakan dalam pengembangan UKM, 2) Faktor yang dapat menunjang pengembangan koperasi, 3) Aktor yang dapat mendukung pengelolaan, pembuatan, ataupun pemanfaatan faktor, 4) Prioritas tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing stakeholder dalam pengembangan UKM, dan 5) Alternatif yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan masing-masing stakeholder.
85
Gambar 16. Hierarki Penentuan Alternatif Pengembangan UKM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
GOAL
FAKTOR
Ketersediaan Ketersedia anModal Modal
AKTOR
Pemerintah
TUJUAN
ALTERNATIF
Meningkatkan Perekonomian Masyarakat lokal
Menjalin Kemitraan dengan Tempat Pemasaran
Potensi SDM
Perusahaan
Mengurangi Pengangguran pada Masyarakat Lokal
Pinjaman Modal Jangka Panjang NonBunga
Potensi SDA
Pemasaran Produk
Kejelasan Peraturan
Lembaga Keuangan Mikro
Keberlanjutan Usaha
Pelatihan dan Pembinaan Manajemen UKM
Masyarakat
Meningkatkan Soft Skill Masyarakat lokal
Pengawasan Usaha
Penyaluran dan Promosi Hasil UKM oleh Koperasi
86
6.2.1 Prioritas Alternatif untuk Pengembangan UKM
Hasil olahan expert choice 2000 menunjukkan bahwa semua pakar mempunyai prioritas pada pelatihan dan pembinaan UKM sebagai alternatif pengembangan UKM selanjutnya. Sumberdaya manusia yang ada di wilayah kecamatan kabandungan sudah cukup tetapi tingkat pendidikan mereka terbilang rendah, hanya beberapa yang bisa mencapai ke jenjang perguruan tinggi. Dengan pelatihan dan pembinaan manajemen usaha kepada masyarakat diharapkan UKM ini nantinya dapat berkembang dan lebih berkelanjutan. Pelatihan dan pembinaan manajemen dapat diberikan oleh pihak koperasi yang menjadi mitranya ataupun pihak pemerintah lokal dengan bantuan dinas koperasi. Seperti terlihat pada Gambar 17 pelatihan dan pembinaan manajemen UKM menjadi prioritas pertama dengan bobot tertinggi yaitu 0,275. Prioritas kedua adalah pinjaman modal jangka panjang non-bunga dengan bobot 0,247. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, pinjaman modal ini memang diperlukan untuk membangun suatu usaha. Namun akses masyarakat untuk mendapatkan modal ini sangat sedikit karena belum ada lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman modal lunak kepada masyarakat. Untuk mendapatkan pinjaman modal perlu memiliki jaminan sertifikat tanah, rumah ataupun BPKB yang belum tentu dimiliki masyarakat. Sekalipun ada yang memberi kemudahan tanpa jaminan tersebut bunga yang diberikannya cukup tinggi.
87
Gambar 17. Prioritas Alternatif Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan
Prioritas ke-tiga dalam alternatif pengembangan UKM adalah menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran bagi suatu usaha. Tanpa adanya wilayah pemasaran, produk-produk hasil UKM tidak akan memiliki nilai jual yang baik. Menurut pakar dari masyarakat, kebutuhan akan pelatihan dan pembinaan memang diperlukan untuk keberlanjutan usaha, didukung dengan modal dan kemudian ditunjang tempat pemasaran yang memadai. Tanpa ketiga hal tersebut suatu usaha akan sulit berjalan apalagi bisa berkelanjutan.
“Memang modal itu menjadai faktor penting untuk membangun suatu usaha, tapi kalau SDMnya tidak terlatih, apalagi manajemen usahanya buruk ga lama juga usahanya akan bangkrut. Tapi ada modal, SDM dan SDA sudah ada kalau tempat pemasarannya ga ada atau terkendala tepat pemasaran ya sama saja. Tidak lama juga usahanya akan berhenti. Kan hasil-hasil usahanya tidak bisa dijual kalo tidak ada tempat pemasaran.” (IR, Wiraswasta)
88
6.2.2 Prioritas Faktor dan Aktor Penunjang Pengembangan UKM
Faktor-faktor penunjang dalam pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan adalah ketersediaan modal, potensi SDA, potensi SDM, pemasaran produk, dan kejelasan peraturan. Faktor-faktor ini tentunya didukung oleh aktoraktor yang dapat mengelolanya sebagai dasar pengembangan UKM. Hasil olahan expert choice 2000 menunjukkan bahwa faktor terpenting dalam pengembangan UKM adalah potensi SDA dengan bobot 0.2125. Menurut para pakar tersebut, pengelolaan SDA yang tepat dan maksimal dapat meningkatkan nilai jual sehingga dapat menambah pendapatan. Selain potensi SDA, faktor lain yang menempati prioritas ke-dua adalah ketersediaan modal dengan bobot 0.2125 diikuti oleh pemasaran produk yang menempati prioritas ke-tiga dengan bobot 0.206 (Gambar 18). Faktor potensi SDA menjadi prioritas utama para pakar untuk dikelola menjadi lebih baik (Gambar 18). Akan tetapi pengelolaan ini didukung dengan prioritas kedua dan ketiga yaitu ketersediaan modal dan pemasaran produk. Untuk faktor-faktor yang menjadi tiga prioritas teratas ini aktor yang mendapat prioritas dalam pengembangannya adalah masyarakat dengan bobot 0.4375. Berdasarkan hasil wawancara disebutkan bahwa pengelolaan SDA yang ada hanya masyarakat yang mampu mengelola dan merawatnya. Oleh karena masyarakat yang lebih mengetahui bagaimana mengelola SDA yang mereka miliki dibandingkan aktoraktor lain seperti pemerintah, perusahaan, maupun LKM.
89
Faktor Pengembangan UKM 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0.3475 0.2125
0.206 0.1103
0.1233 faktor pengembangan UKM
Gambar 18. Faktor Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan Prioritas aktor untuk menujang faktor-faktor prioritas pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan adalah masyarakatnya sendiri. Gambar 19 merepresentasikan bahwa ditiap faktor pengembangan UKM yaitu; pemasaran produk, ketersediaan modal, dan potensi SDA dalam pengelolaannya sebaiknya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan tiaptiap stakeholder mereka berpendapat bahwa kekurangan yang ada di wilayah ini adalah rasa memiliki dari masyarakat setempat. Masyarakat yang ada hanya membentuk kelompok jika ada program dari pemerintah atau perusahaan yang memberikan keuntungan finansial bagi mereka. Apabila program itu selesai maka kelompok-kelompok itupun terpecah lagi dan usaha-usaha yang ada berhenti ditengah jalan.
90
1.4 1.2
3 0.5053
1 0.8
5 0.4375
0.2375
0.6 0.4
0.3378
0.0723 0.1383
0.2
0.1743
0.2298
Pemasaran Pro oduk Potensi SDA
0.1695 0865 0.0 0.1775
0.4185 5
M Ketersediaan Modal
0
M Gaambar 19. Faaktor dan Akktor Penunjaang Pengembbangan UKM Haraapan dari adanya a penggembangan UKM ini salah satun nya adalah keberlanjuta k an usaha. Naamun, keberllanjutan usahha ini ditopaang pula olehh kemauan dan d kesadarran masyaraakat untuk mempertahaankan usahaa melalui pengelolaan yang y termannajemen deng gan baik. Seesuai dengann pernyataan-pernyataan berikut:
“Unntuk penyeddiaan modall sebaiknya berasal daari masyaraakat send diri, karena saat s modal iitu datang daari usaha mereka biasan nya aktivvitas usaha mereka m menjjadi lebih ba aik, tetapi paas ada bantuuan dari pihak lainn yang mem mberikan keemudahan, usaha mereeka ah menurunn. Tapi yaang namanyya usaha m memang tid dak mala selam manya suksees. Ada masaanya untungg adapula maasanya suksees” (DA, Staff Kecam matan Kabanndungan).
masaran prooduk itu maasyarakat yang y tahu kemana k mereeka “Pem mem masarkannya. Memang akses inform masi yang mereka pun nya sedikkit dan mun ngkin bisa dibantu pih hak koperasi, pemerin ntah ataup pun perusah haan. Cumaa inisiatif aw walnya haruus datang dari d masyyarakat senddiri supaya m mereka punyya rasa mem miliki dan leebih berta anggung jaawab dalaam menjallankan usaahanya.” (IR, ( wiraswasta) ngelolaan SD DA memangg hanya masyyarakat yangg lebih pahaam, “Pen begittupula dengaan tempat peemasarannyya. Hanya saj aja akses mo odal mem mang merupakan salah satu kenddala untuk ppengembanggan
91
usaha yang ada, tetapi itu bisa dibantu oleh pemerintah, koperasi ataupun perusahaan tetapi harus ada inisiatif dari masyarakat itu dulu. Pemasaran produk juga kadang kala masyarakat sendiri tidak mempunyai channel untuk kesana, untuk itu pemerintah setempat bisa memberikan informasi karena mereka yang lebih mempunyai akses.”(LS, Ketua Koperasi Kartini)
Aktor pemerintah mempunyai prioritas kedua untuk membantu menunjang faktor-faktor pengembangan UKM. Bobot untuk pemerintah dalam membantu pengelolaan SDA adalah 0.3378 dan dalam pemasaran produk adalah 0.2375 yang masing-masing menempati prioritas ke-dua setelah masyarakat seperti terlihat pada Tabel 5. Hal ini terkait dengan fungsi penting pemerintah sebagai regulator dan memiliki akses luas dibandingkan dengan masyarakat. Pemerintah dapat memberikan informasi mengenai tempat pemasaran yang bisa membantu usaha masyarakat dalam faktor pemasaran produk. Selain itu pemerintah juga dapat membantu masyarakat dalam memaksimalkan pengelolaan SDA dengan memberikan pelatihan dan pembinaan melalalui PPL serta memberikan perizinan untuk mengelola tanah HGU yang ada di wilayah Kecamatan Kabandungan ini.
Tabel 5. Aktor-Aktor Penunjang Faktor Pengembangan UKM Ketersediaan
Peringkat
modal
Potensi
Peringkat
SDA
Pemasaran
Peringkat
Produk
Pemerintah
0.1743
4
0.3378
2
0.2375
2
Perusahaan
0.2298
2
0.1383
3
0.0723
4
LKM
0.1775
3
0.0865
4
0.1695
3
Masyarakat
0.4185
1
0.4375
1
0.5053
1
Sumber: Diolah Peneliti Menggunakan Expert Choice 2000
92
6.2.3 6 Prioritas Tujuan dalam Penggembangan n UKM Peng gembangan UKM U yang ada di Kecaamatan Kabaandungan inni memiliki beberapa b tuujuan, diantaaranya adalaah: meningk katkan pereekonomian masyarakat m lokal, l menguurangi pengaangguran paada masyarakkat lokal, keeberlanjutan usaha, dan meningkatka m an softskill pada p masyarrakat lokal. Dalam D pengeembangan in ni, tiap-tiap stakeholder s yang terlibbat mempunnyai prioritaas tujuan. T Tujuan yanng menjadi prioritas p utaama adalah meningkatkkan perekonnomian masyarakat denngan bobot 0.403 0 sepertti yang terlihat pada Gaambar 20. Prioritas P keddua adalah mengurangi m penganggura p an masyarak kat dan priioritas ke-tig ga adalah m meningkatkaan softskill masyarakat. m Sementara keberlanjuta k an usaha mennjadi prioritaas terakhir.
45 0.4 0.4 35 0.3 0.3 25 0.2 0.2 15 0.1 0.1 0.0 05 0
0.40 03 0 0.3163
0.1188
menngurangi katkan meningk perekono omian penggangguran masyarakat lokal masyaarakat lokal
keberlanjutan k usaha
0.1623
kan meningkatk softskill masyarakat lo okal
prioritas ttujuan pengemb bangan UKM
Gambar 20. Prioritas Tujuan Penngembangann UKM Hasil wawancaara dengan tiap-tiap stakeholder menyatakaan bahwa keberlanjuta k an usaha dapat d tercaapai apabilaa perekonoomian di masyarakat m meningkat, m tergambarkaan dari menningkatnya pendapatan p m masyarakat. Kemudian diikuti d denggan menurunnnya penganngguran yanng ada di maasyarakat daan softskill
93
masyarakat meningkat. Peningkatan softskill ini penting dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat lokal tergolong rendah. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menempuh pendidikan formal.
“Keberlanjutan usaha itu bisa dicapai apabila perekonomian pada masyarakat sudah stabil. Nah, selain itu juga untuk mempertahankan usahanya masyarakat perlu meningkatkan softskill masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan. Peningkatan softskill ini untuk membantu masyarakat yang tidak menempuh pendidikan formal.”(DM, Staff Divisi Eksternal PG)
“Kami biasa mengadakan pelatihan, seperti pelatihan membuat neraca keuangan, pelatihan manajemen usaha untuk masyarakat yang mempunyai UKM di wilayah ini. Hanya saja tidak semua masyarakat mengikutinya. Mereka cenderung malas jika jaraknya jauh dari tempat tinggal mereka. Letak tempat pelatihankan biasanya di kantor kecamatan, buat masyarakat yang tinggalnya jauh dari sini mereka terkendala transportasi. Masyarakat perlu sekali untuk dikembangkan softskillnya karena ga banyak yang menempuh penidikan formal yang dapat membantu mereka dalam memaksimalkan pengelolaan usahanya.” (DA, Staff Kecamatan Kabandungan)
6.2.4 Prioritas Alternatif untuk Pencapaian Tujuan Pengembangan UKM
Pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya yang menjadi prioritas adalah meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Untuk mencapai tujuan yang ada pada pengembangan UKM ini diperlukan beberapa alternatif yaitu: 1) Menjalin Kemitraan dengan tempat pemasaran, 2) Pinjaman Modal Jangka Panjang NonBunga, 3) Pembinaan dan Pelatihan Manajemen UKM, 4) Pengawasan Usaha, dan 5) Promosi Produk UKM oleh Koperasi. Untuk tiap-tiap tujuan tentunya mempunyai prioritas alternatif yang berbeda. Berdasarkan hasil olahan expert choice
2000
prioritas
alternatif
untuk
mencapai
tujuan
meningkatkan
94
perekonomian masyarakat dan mengurangi pengangguran pada masyarakat lokal adalah dengan memberikan pelatihan dan pembinaan manajemen UKM. Selain itu alternatif prioritas ke-dua untuk pencapaian kedua tujuan tersebut adalah menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Prioritas Alternatif Pencapaian Tujuan Pengembangan UKM Tujuan
Alternatif Menjalin Kemitraan
Meningkatkan
Peringkat
Mengurangi Tingkat
Perekonomian
Pengangguran
Masyarakat
Masyarakat Lokal
Peringkat
Lokal 0.1983
3
0.2013
3
0.346
1
0.351
1
0.2088
2
0.261
2
Pengawasan Usaha
0.117
4
0.0748
5
Meningkatkan Soft Skill
0.0975
5
0.1008
4
dengan Tempat Pemasaran Pinjaman Modal Jangka Panjang Non-Bunga Pelatihan dan Pembinaan Manajemen UKM
Masyarakat Lokal Sumber: Diolah Peneliti Menggunakan Expert Choice 2000
Tujuan pengembangan UKM yang ketiga adalah keberlanjutan usaha dari UKM tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas pertama untuk mencapai tujuan ini adalah menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran yang berbobot 0,2866 (Gambar 21). Pada kenyataannya, banyak usaha masyarakat yang terpaksa berhenti karena tidak mempunyai tempat pemasaran untuk menampung hasil produksi mereka. Jika ada beberapa masyarakat yang mendapatkan tempat pemasaran diluar daerah, masyarakat kekurangan keahlian untuk mendesain pengemasan produknya. Dengan kata lain, masyarakat tidak
95
mempunyai m cukup penggetahuan dann keahlian unntuk membuuat kemasan yang lebih baik. b Masyarakat men nyatakan bahhwa untuk membuat kemasan k yaang sesuai modal yanng tidak seddikit, semenntara ranah dengan d pan ngsa pasar memerlukan m pengerjaan p u usaha ini maasih sebatas rrumah tanggga saja.
Alternatif Prioriitas Pengeembangan UKM 0.2866 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0.2648 0.168
0.167 0.1133
Menjalin Pinjaman Pelatihan dan n Pengawasan Promosi dan kemitraan modal jangkaa pembinaan usaha penyaluran panjang non- manajemen dengan produk UKM bunga UKM tempat oleh koperasi pemasaran
Gam mbar 21. Priooritas Alternaatif untuk Tu ujuan Keberrlanjutan Usaaha
Priorritas kedua untuk meendukung tuujuan ini aadalah pelaatihan dan manajemenn. Dalam pelatihan ini masyarrakat bisa diberikan pembinaan p pengetahuan p n bagaimanna mendesaiin pengemaasan yang cocok untu uk produk mereka. m Ak kan tetapi pelatihan p dann pembinaaan ini membbutuhkan modal m yang cukup c besarr, sehingga prioritas keetiga untuk mendukungg alternatif ini adalah pinjaman p mo odal kepada masyarakatt. Pinjaman digunakan d uuntuk mempeerluas hasil usaha u dengaan memperbaanyak bahann baku produ uk. Selain ituu juga digunaakan untuk membiayai m pelatihan p yanng akan dipeeroleh anggo ota UKM.
96
Alternatif A Pencapaia an Tujuan n 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0.3548 0 0.27 77 0.11318
0.1318
0.105
Menjalin d Pinjaman Pelatihan dan kemitraan modal jangkka pembinaaan dengan tempaat panjang nonn- manajem men pemasaran bunga UKM
Pengawaasan usahaa
Promosi dan penyaaluran produk k UKM operasi oleh ko
A Alternatif Penccapaian Tujuan n
Gambar 22.. Prioritas Alternatif untuuk Tujuan Meningkatkan M n Softskill Masyarakat M
Pelattihan dan pembinaan p m manajemen UKM menjjadi prioritaas pertama untuk u mencaapai tujuan meningkatka m an softskill masyarakat m ( (bobot 0.35448). Alasan dari d tiap-tiap p stakeholdeer dengan memprioritaskkan alternatif ini dikarennakan tidak banyak b maasyarakat yang bisa m menempuh pendidikann yang cukkup. Oleh pelatihan dan karenanya, k d pembinaaan kepada masyarakatt ini dapat membantu masyarakat m dalam menaambah keahhlian merekaa. Prioritas kkedua untukk tujuan ini adalah a menjjalin kemitrraan dengann tempat pem masaran. K Karena, denggan adanya tempat t pemaasaran masyyarakat mem mpunyai standarisasi akann kebutuhann pasar dan berupaya b meeningkatkann keahlian meereka dalam m bidangnya. Terjalinnyaa kemitraan dengan d temppat pemasarran ini juga dapat mendoorong semanngat masyarrakat untuk aktif a memprroduksi hasill usahanya.
97
6.3 Ikhtisar Penelitian ini menggunakan analisis hierarki proses yang diolah dengan mengunakan software expert choice 2000. Data hasil olahan software tersebut menunjukkan bahwa pelatihan dan pembinaan manajeman UKM mendapat prioritas utama untuk pengembangan UKM di Kecamatan Kabandungan. Selain itu, faktor yang menjadi prioritas dan dianggap mempengaruhi pengembangan UKM ini adalah potensi SDA. Maksudnya adalah, pelatihan dan pembinaan UKM yang diberikan kepada masyarakat diperuntukkan untuk pengelolaan SDA dan meningkakan kualitas SDM setempat. Pelatihan dan pembinaan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat setempat yang sebagian besar tidak menempuh pendidikan-pendidikan khusus untuk memaksimalkan pengelolaan SDA yang ada. Aktor yang memegang prioritas utama dalam pengembangan UKM dan pengelolaan SDA adalah masyarakat. Karena hanya masyarakat yang tahu bagaimana mereka dapat mengelola SDA yang mereka miliki. Ketersediaan modal juga menjadi prioritas ke-dua dalam pengembangan UKM ini dan sebaiknya berasal dari masyarakat agar masyarakat lebih bertanggung jawab dan mempunyai rasa memiliki terhadap usaha yang dibangunnya. Namun untuk mendapatkan modal ini beberapa masyarakat memang tidak memiliki akses mendapatkan pinjaman modal. Sehingga aktor pemerintah dan LKM menjadi prioritas selanjutnya untuk menyediakan modal bagi masyarakat setempat dengan kemudahan prosedur yang telah disediakan. Tujuan pengembangan UKM ini diprioritaskan untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat
lokal
disusul
dengan
prioritas
mengurangi
98
pengangguran pada masyarakat dan meningkatkan softskill masyarakat setempat. Setelah tiga tujuan ini tercapai maka tujuan selanjutnya adalah mempertahankan kelanjutan usahanya. Dan untuk pencapaian tujuan-tujuan ini, berdasarkan hasil olahan expert choice 2000, maka alternatif yang menjadi prioritas utama adalah pelatihan dan pembinaan manajemen UKM. Pelatihan dan pembinaan ini dapat diberikan oleh koperasi yang menajdi mitra UKM ataupun oleh pemerintah setempat melalui pendamping UKM kecamatan, tetapi bisa juga diberikan PG sebagai salah satu pemberi modal dalam pengembangan UKM ini.
99
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap program pengembangan usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh perusahaan maka kesimpulan yang bisa diambil adalah: 1. Latar belakang pengembangan UKM sebagai salah satu program CSR perusahaan adalah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat agar masyarakat bisa lebih mandiri tanpa ketergantungan lagi dengan bantuanbantuan hibah yang selama ini diberikan perusahaan. Pengembangan UKM oleh perusahaan untuk saat ini adalah melalui pembentukan Koperasi. Koperasi ini memberikan bantuan pinjaman kredit lunak terhadap masyarakat setempat untuk mengembangkan usahanya. Sehingga hubungan antara koperasi dengan masyarakat sebatas hubungan simpan pinjam. 2. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan UKM ini adalah pemerintah lokal, perusahaan, lembaga keuangan mikro dalam bentuk koperasi, dan masyarakat lokal. 3. Peran dari stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM ini antara lain: a. Pemerintah lokal mempunyai peran sebagai regulator dan pengawas jalannya usaha.
100
b. Perusahaan berperan dalam pemberian modal dan penjamin kepada lembaga keuangan yang dijadikan mitra. c. Koperasi menjadi lembaga keuangan mikro yang memberikan bantuan pinjaman kredit lunak kepada masyarakat. d. Masyarakat berperan sebagai penyedia SDM dan pengelola SDA yang ada. Salah satu UKM yang menjadi mitra koperasi adalah Muslim Kreatif yang bergerak dalam bidang kesenian lokal, yaitu membuat lukisan dari gedebong pisang yang tampak timbul dan membuat kaligrafi dari limbah pabrik kayu yang masih bisa dimanfaatkan.
7.2 Saran Adapun saran untuk pengembangan UKM selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Perlu diadakan pelatihan dan pembinaan manajemen terhadap UKM yang menjadi mitra koperasi. Pelatihan dan pembinaan ini diberikan oleh pihak koperasi yang telah dilatih sebelumnya oleh PNM ataupun oleh pihak pemerintah melalui pendamping UKM kecamatan. Pelatihan dan pembinaan ini bertujuan agar bisa memaksimalkan potensi yang ada di UKM tersebut. 2. Perlu dilakukan promosi hasil usaha oleh pihak koperasi agar membantu pengembangan UKM yang menjadi mitranya. Promosi ini bisa dilakukan melalui internet untuk memperluas pangsa pasar dari produk UKM tersebut. Sementara untuk menjalin kemitraan dengan tempat pemasaran
101
bisa diperoleh dengan bantuan informasi dan link dari pemerintah lokal dan perusahaan yang lebih memiliki akses untuk itu. 3. Perlu adanya kumpulan usaha yang menjadi unit usaha koperasi kemudian. Usaha dari masyarakat dalam bentuk UKM dikumpulkan untuk kemudian membentuk unit usaha tersendiri. Dengan demikian hubungan yang ada antara koperasi dengan UKM tidak sebatas hubungan simpan pinjam saja. Selain itu, diantara UKM ini bisa bertukar informasi mengenai tempat pemasaran ataupun kendala lainnya yang dialami tiap-tiap UKM. Majunya UKM-UKM yang menjadi unit usaha koperasi ini kelak akan memajukan koperasi kedepannya. 4. Perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan untuk aktivitas yang dilakukan koperasi secara langsung tidak hanya melalui laporan dari PNM saja. Paling tidaknya pengawasan ini dilakukan setiap koperasi mengadakan rapat anggota agar perusahaan mengetahui langsung bagaimana kinerja koperasi dan PNM.
102
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Suryadharma, (2007). Kembangkan Lembaga Keuangan Mikro dari Dana CSR (Wawancara dalam Majalah Bisnis & CSR: Reference for Decision Maker).
Baedhowi. 2001. Studi Kasus dalam Teori dan Paradigma Penelitian Sosial oleh Salim, Agus (ed.). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Budimanta, Arif, Adi Prasetijo, dan Bambang Rudito. 2004. Corporate Social Responsibility ”Alternatif Bagi Pembangunan Indonesia”. ICSD.
Denzin, NK dan YS Lincoln (eds). 2000. Handbook of Qualitative Research (Second Edition), Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publication.
Dipta, I Wayan, 2008. Strategi Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Kerjasama Kemitraan Pola CSR. INFOKOP VOLUME 16 September 2008 (62-75).
Djogo, Tony, Sunaryo, Didik Suharjito, dan Martua Sirait. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor.
Israel, Arturo. 1992. Pegembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. LP3ES.
Krisnamurthi, Bayu. 2005. Pengembangan Keuangan Mikro bagi Pembangunan Indonesia. Media Informasi Bank Perkreditan Rakyat. Edisi IV Maret 2005.
103
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Nursahid, Fajar. 2006. Tanggung jawab sosial BUMN “Analisis terhadap Model Kedermawanan Sosial PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia”. Penerbit Piramedia, Depok.
Perusahaan Geothermal. 2006. Community Engagement Report 2005-2006. Indonesia: Perusahaan Geothermal.
___________________. 2007. Community Engagement Report 2007. Indonesia: Perusahaan Geothermal.
___________________. 2008. Community Engagement Report 2008. Indonesia: Perusahaan Geothermal.
Saidi, Zaim, dkk. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan”, Profil dan Pola Distribusinya di Indonesia : Survei 226 Perusahaan di 10 Kota oleh PIRAC. Jakarta : Ford Foundation.
Syahyuti. 2003. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian di Lahan Lebak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Sitorus, M. T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu perkenalan. Kelompok Dokumentasi ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropolog dan Kependudukan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Subagio, Amin. 2005. Pengembangan Kelembagaan Pangan Masyarakat dalam Pemantapan Ketahanan Pangan dan Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus Desa Damparan, Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan,
104
Provinsi Kalimantan Tengah). Tesis. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sumodiningrat,
Gunawan,
2007.
Peranan
Lembaga
Keuangan
Mikro.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_13/artikel_2.htm diakses pada 20 September 2009.
Susanto, A. B. 2007. Corporate Social Responsibility : A Strategic Management Approch. Jakarta : The Jakarta Consulting Group.
Umar, Husein. 2008. Strategic Management in Action: Konsep, Teori, dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis Strategic Business Unit Berdasarkan Konsep Michael R. Porter, Fred R. David, danWheelen-Hunger. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Yin, R. 1996. Studi Kasus: Desain dan Metode. Radja Grafindo Persada, Jakarta.
105
Lampiran 1 GLOSSARY
AHP AMDAL Antam BLT BPS BUMN CD CE CSR CU DO HES KK KM KKP KPP LKM LSM MOU MUSRENBANG PG PT Pustu RT RW SD SDA SDM SLTP SMP SMA Sorak TNGHS UKM UMKM UU
: Analisis Hierarki Proses : Analisi mengenai dampak lingkungan : Aneka Tambang Tbk. : Bantuan Tunai Langsung : Badan Pusat Statistik : Badan Usaha Milik Negara : Community Development : Community Engagement : Corporate Social Responsibility : Credit Union : Drop Out : Health, Environmental, and Safety : Kepala Keluarga : Kilo Meter : Kuliah Kerja Profesi : Komunitas Peduli Pendidikan : Lembaga Keuangan Mikro : Lembaga Swadaya Masyarakat : Memorandum of Understanding : Musyawarah Perencanaan Pembangunan : Perusahaan Geothermal : Perseroan Terbatas : Pusat kesehatan masyarakat pembantu : Rukun Tetangga : Rukun Warga : Sekolah Dasar : Sumberdaya Alam : Sumberdaya Manusia : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Atas : Solidaritas rakyat kecamatan Kabandungan (LSM) : Taman Nasional Gunung Halimun Salak : Usaha Kecil dan Menengah : Usaha Mikro Kecil dan Menengah : Undang-Undang