HAMBATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM KEGIATAN EKSPOR*) Abstract This research aim to know performance UKM in export activity and resistor SMEs factors in export activity. This research is executed by using survey method in 7 province, that is North Sumatera, West Java, Central Java, Yogyakarta, East Java, Bali, and South Sulawesi. Research object used in this activity are SMEs doing its business activity at product export. Withdrawal sample conducted by purposive sampling of pursuant to potential product type developed in each location. Result of research indicate that : 1) Contribution SMEs in export activity, what is convergent at product of crafting and artistic goods, garment, and also the food and beverage, still relative lower compared to the big entity with ratio 1:4; 2) Resistor SMEs factors successively in export activity from heavy to light degree at the following : (a) access to productive resources are marketing and defrayal, business network, and technological; (b) the specification of product are design, tidiness, colour, and form; (c) the capacities of production are capital availability, machines/equipments availability and technological ownership, raw material availability, and the skillful labour availability; (d) the document equipment are certification of product, letter of credit, and the fundamental number of taxpayer; (e) expense of export activities are invisible/dark cost component, transportation and permit, and also risk/warrantly of product according to order.
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil dan menengah merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.
Peran UKM dalam ekspor nonmigas mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp 75,45 triliun atau 19,4 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2000, menjadi Rp 75, 86 triliun atau 19,9 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2003. Berdasarkan data tersebut sebenarnya UKM mempunyai
*) Penelitian ini dilaksanakan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama Narakarsa Consultant pada tahun 2004
dengan PT Nusa
99
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
prospek yang cukup baik dan memilki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini didukung dengan beberapa produk UKM yang selama ini dikenal sebagai produk ekspor nonmigas dari negara kita, antara lain produk pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, produk industri pengolahan, dan barang seni. Namun, peran ekspor UKM relatif masih kecil, yang disebabkan UKM menghadapi berbagai hambatan dalam kegiatan ekspor tersebut. Oleh karena itu, produk UKM dalam kegiatan ekspor lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar atau eksportir yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam upaya mereduksi atau bahkan mengeliminasi berbagai hambatan UKM dalam kegiatan ekspor tersebut, diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu kebijakan yang implementatif. 1.2 Perumusan Masalah Berbagai faktor yang menjadi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor antara lain : a. Faktor internal Faktor ini merupakan faktor yang melekat pada UKM, yang meliputi beberapa aspek, yaitu: 1) Aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif; 2) Spesifikasi produk; 3) Kapasitas produksi. b. Faktor eksternal Faktor ini merupakan faktor lingkungan yang erat kaitannya dengan UKM dalam kegiatan ekspor, yang meliputi aspek : 1) Dokumen ekspor; 2) Biaya kegiatan ekspor. Faktor-faktor sebagaimana diuraikan di atas, mungkin saja makin luas dan makin mendalam intensitasnya sebagai hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor. Bahkan, diduga adanya faktor lain yang selama ini belum terungkap secara eksplisit, sebagai faktor yang menghambat UKM dalam kegiatan ekspor. Hal ini bukan hanya terjadi pada UKM yang potensial melakukan kegiatan ekspor, yang selama ini hanya berperan sebagai pemasok bagi eksportir, tetapi dalam beberapa faktor dapat juga terjadi pada UKM yang telah berperan sebagai eksportir. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui kinerja UKM dalam kegiatan ekspor; b. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat UKM dalam kegiatan ekspor;
100
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam kebijakan pemberdayaan UKM, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor produk UKM. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR UKM yang berorientasi ekspor, menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua, yakni Produsen Eksportir (Direct Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter). UKM Produsen Ekspor adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir. Sementara itu, UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara langsung dengan buyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir dalam negeri. Jumlah UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di Indonesia. Sedangkan 99,81 persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya melakukan penjualan di pasar domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3 persen UKM lainnya kegiatan ekspor dilakukan oleh importir. Apabila ditilik dari nilai pangsa ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak Langsung sebesar 99,02 persen, sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir sebesar 0,98 persen. Namun demikian, tingkat perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK) yang mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya. Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja, utamanya pada saat krisis ekonomi. Negara tujuan utama ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara “transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung berfluktuatif. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi UKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung, yaitu export trading problem dan financing
101
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
problem. Export trading problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor. Sedangkan financing problem terjadi karena terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah buyer’s market. Sementara itu, Hardono (2003) mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM. Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal bagi UKM dalam kegiatan ekspor adalah : a. Masih rendahnya komitmen UKM dalam memenuhi pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery); b. Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan UKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan; c. Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki UKM dalam rangka memenuhi pesanan; d. Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional; e. Terbatasnya modal yang dimiliki UKM, khususnya modal kerja; f. Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi dengan pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UKM hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi; g. Rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer. Di sisi lain, terdapat beberapa aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi UKM dalam kegiatan ekspor, yakni : a. Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku serta bahan pendukung lainnya; b. Persyaratan dari buyer semakin tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan; c. Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM; d. Rendahnya akses UKM terhadap pasar, antara lain meliputi permintaan
102
e. f. g.
produk, standar kualitas produk, ketepatan waktu pengiriman, dan persaingan harga; Rendahnya akses UKM terhadap sumber pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat bunga; Masih munculnya biaya-biaya siluman yang berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan; Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM.
Permasalahan yang dihadapi UKM memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan tingkatan yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan peran UKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah memberikan peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau mereduksi hambatan-hambatan yang muncul. Pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat ditempuh melalui upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM, membangun jaringan pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk ekspor UKM. Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang signifikan dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaan demand dan supply pada negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UKM dalam menentukan jenis dan tujuan pasar produk ekspornya. III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Objek Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survai di 7 (tujuh) provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan. Objek penelitian yang digunakan dalam kegiatan ini adalah UKM yang melakukan aktivitas bisnisnya pada produk ekspor. 3.2 Penarikan Sampel Untuk memperoleh data dan informasi melalui survai, penarikan sampel dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan jenis produk yang potensial dikembangkan di masing-masing lokasi. Ukuran sampel masing-masing lokasi adalah 2 (dua) pengusaha. 3.3 Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan bantuan kuesioner yang telah disusun. Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pemilik/pengelola perusahaan
103
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
produk ekspor. Untuk melengkapi bahan analisis pembina UKM dan kelompok pakar, serta menggunakan data sekunder yang bersumber dari instansi terkait. 3.4 Model Analisis Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif tabulasi silang antarvariabel. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kinerja Ekspor Produk UKM Peran usaha kecil dan menengah (UKM) dalam ekspor nonmigas jauh lebih kecil dibandingkan usaha besar (UB), namun menunjukkan pekembangan kinerja yang relatif lebih baik selama periode 2000-2003, yaitu sebesar Rp 75,449 triliun atau 19,35 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2000, menjadi Rp 75,859 triliun atau 19,90 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2003. Sedangkan ekspor nonmigas UB sebesar Rp 314,519 triliun atau 80,65 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2000, menjadi Rp 305,397 triliun atau 80,10 persen terhadap total ekspor nasional pada tahun 2003. sebagaimana ditunjukkan tabel 1. Tabel 1 Perkembangan Ekspor UKM Non Migas Menurut Skala Usaha Tahun 2000-2003 Tahun 2000 2001 2002 2003 Rataan
Usaha Kecil dan Nilai (Milyar Rp) 75,449 80,847 87,290 75,895 79,861
Menengah Peran (%) 19,35 19,02 21,87 19,90 20,04
Usaha Nilai (Milyar Rp) 314,519 344,269 311,916 305,397 319,025
Besar Peran (%) 80,65 80,98 78,13 80,10 79,97
Sumber : Suprianto (2004)
Struktur ekspor produk usaha kecil dan menengah Indonesia terbanyak berada di sektor industri pengolahan (furniture, makanan dan minuman, pakaian jadi/ tekstil, industri kayu/rotan, industri rotan), kemudian pertanian terutama perkebunan dan perikanan, sedangkan di sektor pertambangan sangat kecil hanya yang berhubungan dengan batu-batuan, tanah liat atau pasir. Struktur ekspor dari usaha kecil Indonesia mencakup beberapa kelompok barang sebagaimana yang disajikan pada tabel 2. Dari tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa pakaian jadi merupakan produk ekspor unggulan usaha kecil (UK), yang nilai ekspornya cenderung mendekati satu milyar dollar AS, kemudian disusul oleh barang-barang kerajinan dari kayu dan kulit. Khusus peralatan transportasi dan komponen-komponen elektronik dan otomotif, UKM khususnya UK masih relatif lemah dalam memproduksi barang-barang berteknologi menengah ke atas.
104
Tabel 2 Nilai Ekspor UKM Tahun1999-2001 (juta dollar AS) Nilai Ekspor UKM (juta dollar AS) Produk
Pengolahan Ikan Makanan ringan Pakaian Jadi TPT lainnya Sepatu/alas kaki kulit Barang jadi lainnya dari kulit Batik Meubel Barang jadi dari rotan Arang Kayu/Tempurung Anyaman Perhiasan Emas Perhiasan Perak Kerajinan dari kayu Mainan anak-anak Sulaman Bordir
1999 52,17 4,18 813,07 80,52 32,04 121,98 243,17 26,32 56,99 23,48 59,91 123,11 49,07 122,26 1,60 1,68
2000
2001 53,69 5,35 977,06 113,10 33,45 142,98 322,33 32,77 65,54 29,88 71,80 73,70 33,57 120,51 128,45 1,83
50,34 5,97 919,47 106,86 30,11 167,5 322,43 35,2 67,52 20,49 76,96 92,76 18,42 123,39 89,06 4,46
Sumber : Neddy Rafinaldy (2004)
Struktur ekspor ini berkolerasi positif dengan produk unggulan yang dimiliki oleh UKM. Produk unggulan UKM yang terbanyak meliputi barang kerajinan, pakaian jadi (garmen), dan makanan/minuman (tabel 3).
Tabel 3 Produk Unggulan UKM No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Produk
Persentase
Kerajinan dan barang seni Garmen Makanan/Minuman Furnitur Tas, Sandal, dan Sepatu Aksesoris Emas, perak, dan mutiara Alat rumah tangga
29,71% 23,20% 18,84% 7,975 7,97% 5,07% 5,07% 2,17%
Sumber : Neddy Rafinaldy (2004)
Apabila dibandingkan dengan UKM negara-negara Asia lainnya, seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan Korea Selatan; kinerja ekspor UKM di Indonesia hingga saat ini masih lemah, baik dalam pangsa ekspor rata-rata per tahun maupun divertifikasi produk-produknya. Data perdagangan luar negeri Indonesia menunjukkan bahwa selama ini nilai ekspor dari UKM sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspor total dari non migas atau nilai ekspor
105
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
total dari sektor indusrti manufaktur, walaupun pertumbuhannya selama dekade 80-an hingga 90-an menunjukkan suatu kecenderungan yang positif. Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa barang-barang manufaktur buatan Indonesia yang pangsa pasar dunianya meningkat selama periode yang diteliti didominasi oleh produk-produk berteknologi sederhana seperti tekstil, kulit, kayu, dan karet. Sedangkan Cina, semakin unggul pada produk-produk seperti mesin-mesin elektronik, alat-alat komunikasi dan semi konduktor, kayu, sementara Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Thailand antara lain dalam komputer. Tabel 4 Perubahan Struktur Keunggulan Komparatif dari Ekspor Manufaktur di Tujuh Negara Asia Negara
Pangsa Pasar Meningkat
Pangsa Pasar Menurun
Indonesia
Produk-produk dari karet, plastik, tekstil, kulit, kayu, dan gabus
Produk-produk kimia
Cina
Alat-alat komunikasi semikonduktor, mesin listrik, produk-produk dari karet dan palstik
Makanan, minuman, produkproduk dari batu dan tanah liat
Malaysia
Komputer, dan produk-produk dari karet dan plastik
Makanan, minuman, logam bukan besi
Taiwan
Komputer, produk-produk dari logam, mesin-mesin listrik
Makanan, minuman, logam bukan besi
Korea Selatan
Kapal laut, komputer, mesin-mesin listrik
Produk-produk dari kayu dan gabus
Singapura
Komputer
Produk-produk dari kimia, kau dan gabus
Thailand
Komputer, alat-alat komunikasi semikonduktor, produk-produk dari karet dan plastik
Logam bukan besi
Sumber : Neddy Rafinaldy (2004)
Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dari responden, ternyata jenis produk yang dipasarkan secara ekspor cukup beragam. Namun demikian, jenis produk ekspor tersebut masih didominasi produk ekspor yang selama ini menjadi unggulan, seperti produk tekstil/garmen, kayu, dan kulit; sebagaimana disajikan pada tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa produk UKM tersebut tidak seluruhnya diekspor, tetapi juga dipasarkan nonekspor, baik lokal, regional, maupun nasional. Produk
106
UKM dengan pangsa pasar ekspor terbesar secara berturut-turut adalah produk rotan, ukiran kayu, kerajinan kayu, dan tekstil. Sedangkan pangsa pasar ekspor produk UKM yang rendah secara berturut-turut adalah karbon aktif, aksesoris logam, lampu hias, dan keramik. Tabel 5
Jenis Produk Ekspor UKM
No
Lokasi
Jenis Produk
Pangsa Ekspor(Persen)
1
Sumut
Produk rotan Gerabah keramik
95,00 70,00
2
Jabar
Karbon aktif Lampu hias
10,00 25,00
3
Jateng
Tekstil Aksesoris logam
75,00 10,00
4
DI Yogyakarta
Kerajinan kayu Kerajinan kulit
80,00 65,00
5
Jatim
Keramik Furnitur
25,00 75,00
6
Bali
Ukiran kayu Tenun ikat
85,00 35,00
7
Sulsel
Tekstil/garmen Barang antik
30,00 65,00
Sumber : Data Primer (diolah) Tabel 6 menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terlibat dipengaruhi oleh jenis produk yang dihasilkan, sehingga terdapat kegiatan usaha yang cenderung menggunakan relatif banyak tenaga kerja, seperti pada kerajinan kayu, karbon aktif, dan furnitur. Sedangkan kegiatan usaha yang relatif sedikit menggunakan tenaga kerja adalah barang antik, lampu hias, dan, produk rotan, dan kerajinan kulit. Hal ini terjadi karena kegiatan produksi pada jenis produk ini memerlukan keahlian/keterampilan khusus, yang hanya dimiliki secara terbatas oleh tenaga kerja tertentu pula. Apabila dikaitkan dengan rata-rata omzet per tahun, terdapat kecenderungan produk yang memerlukan keahlian khusus memiliki nilai jual yang tinggi. Karena itu, pelaku UKM perlu memertahankan, bahkan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk jenis ini karena potensial dikembangkan lebih lanjut untuk memperluas pangsa pasar dan meningkatkan nilai tambah.
107
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
Tabel 6 Jumlah Tenaga Kerja dan Omzet Produk Ekspor UKM No
Lokasi
1
Sumut
2
Jabar
3
Jateng
4
DI Yogyakarta
5
Jatim
6
Bali
7
Sulsel
Jenis Produk
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Produk rotan 36 Gerabah keramik 82 Karbon aktif 200 Lampu hias 30 Tekstil 50 Aksesoris logam 40 Kerajinan kayu 800 Kerajinan kulit 40 Keramik 30 Furnitur 128 Ukiran kayu 47 Tenun ikat 50 Tekstil/garmen 140 Barang antik 10
Rata-Rata Omzet/Tahun (Rp ribu) 600.000 250.000 500.000 800.000 500.000 500.000 400.000 450.000 500.000 750.000 3.000.000 1.800.000 450.000 1.500.000
Sumber : Data Primer (diolah)
4.2 Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM 4.2.1 Akses Terhadap Sumberdaya Produktif Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran (64,29 persen), jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86 persen). Kondisi tersebut di atas memerlukan bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang memenuhi kriteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di samping itu, diperlukan fasilitasi yang diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan akses pasar produknya.
108
Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan temuan lapang bahwa sebagian besar UKM sampel memperoleh akses pasar ekspor melalui keikutsertaan pameran (85,71 persen) dan informasi dari mitra usahanya (71,43 persen). Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui media masa (28,57 persen) dan internet (14,26 persen). Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan bahwa UKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UKM dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan fasilitasi dari pihak lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara tujuan ekspor. 4.2.2 Spesifikasi Produk Pelaku bisnis dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi produk yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen. Temuan lapang memperlihatkan bahwa sebagian besar UKM sampel mengalami hambatan dalam desain (92,86 persen) dan kemasan (64,29 persen), sedangkan sebagian kecil mengalami hambatan pada warna (28,57 persen) dan bentuk (14,29 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan UKM mengalami hambatan dalam menghasilkan produk dan kreativitas untuk menghasilkan inovasi produk sesuai dengan selera konsumen. Karena itu, UKM memerlukan pelatihan dan magang untuk meningkatkan keterampilan dalam menghasilkan produk yang berdaya saing. UKM memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan kebutuhan peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi produk. Dengan demikian, UKM memiliki kemampuan untuk menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif, seperti pakaian jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit, seperti alas kaki, dan dari kayu, termasuk meubel/furnitur.
109
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
4.2.3 Kapasitas Produksi Kapasitas produksi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pelaku bisnis dalam memasarkan produknya. Buyer pada pasar ekspor menuntut persyaratan yang ketat dalam melakukan transaksi dengan eksportir. Pesanan yang diminta buyer cenderung menitikberatkan pada kesinambungan dan konsistensi ketersediaan produk. Dalam memasarkan produknya, UKM seringkali dihadapkan pada kemampuan menyediakan produk sesuai dengan jumlah pesanan, sehingga terjadi kegagalan kontrak pesanan produk. Hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi yang dimilikinya masih relatif rendah, padahal dari spesikasi produk sudah memenuhi keinginan buyer. Temuan lapang memperlihatkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya kapasitas produksi UKM sampel. Faktorfaktor tersebut antara lain ketersediaan modal (92,86 persen), ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi (64,29 persen), ketersediaan bahan baku (42,86 persen) dan ketersediaan tenaga kerja terampil (14,29 persen). Temuan lapang di atas mengindikasikan bahwa hambatan kapasitas produksi pada UKM masih terkait dengan akses UKM terhadap sumberdaya produktif, terutama sumber permodalan dan ketersediaan mesin/peralatan serta penguasaan teknologi. Hal tersebut makin menguatkan fenomena yang terjadi selama ini bahwa UKM dihadapkan pada faktor kritis yang bersifat klasik, yang belum bergeser dari waktu ke waktu, yakni permodalan dan teknis produksi. Karena itu, seyogianya fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing UKM, diarahkan pada peningkatan kemampuan UKM dalam mengatasi hambatan faktor-faktor tersebut. 4.2.4 Kelengkapan Dokumen Ekspor Kelengkapan dokumen merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekspor. Dalam hal ini UKM sampel memiliki kesulitan untuk memenuhinya, sehingga menghambat kegiatan ekspornya. Hambatan tersebut terutama berkaitan dengan sertifikasi produk (71,43 persen), letter of credit (57,14 persen), NPWP (43,29 persen), dan lainnya (28,57 persen). Hambatan ini terjadi karena selama ini UKM tidak sungguh-sungguh untuk mengurus dokumen tersebut. Beberapa alasan yang dapat diidentiikasi sebagai penyebabnya adalah UKM merasakan kesulitan dalam memenuhi persyaratan dan prosedur yang memakan waktu relatif lama, dengan biaya yang cukup memberatkan. Karena itu, perlu upaya untuk mengurangi hambatan yang berkaitan dengan hal ini, yaitu dengan menerapkan persyaratan yang mudah, prosedur yang sederhana, dan biaya yang tidak memberatkan UKM. 4.2.5 Biaya Kegiatan Ekspor Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam kegiatan ekspor, merupakan hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan daya
110
saing ekspor produk UKM karena harga jual produk menjadi relatif tinggi dibandingkan eksportir produk sejenis dari negara lain. Temuan lapang menunjukkan bahwa pengeluaran biaya dalam kegiatan ekspor, yang menjadi hambatan paling besar bagi UKM adalah justru komponen biaya lainnya (85,79 persen), yaitu berupa pungutan tidak resmi atau biaya siluman. Kemudian, biaya yang berkaitan dengan perizinan dan transportasi (71,43 persen) serta risiko atau jaminan produk sesuai pesanan (50,00 persen). Karena itu, seyogianya menjadi perhatian pihak terkait dalam membuat peraturan, yang memiliki konsekuensi biaya yang harus dibayar pelaku bisnis dalam kegiatan ekspor. Apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, maka kegiatan ekspor, khususnya yang dilaksanakan oleh UKM, akan menjadi makin sulit karena makin rendahnya daya saing. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disajikan di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Kontribusi UKM dalam kegiatan ekspor masih relatif rendah dibandingkan dengan usaha besar dengan rasio 1:4, di mana sebagian besar bertumpu pada produk kerajinan dan barang seni, garmen, serta makanan dan minuman; b.
Faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor, secara berturut-turut dari derajat yang berat sampai ringan dalam beberapa aspek berikut : 1) Aksesibiltas terhadap sumberdaya produktif adalah pembiayaan dan pemasaran, jaringan bisnis, dan teknologi; 2) Spesifikasi produk adalah desain, kemasan, warna, dan bentuk; 3) Kapasitas produksi adalah ketersediaan modal, ketersedian mesin/peralatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan baku, dan ketersediaan tenaga kerja terampil; 4) Kelengkapan dokumen adalah sertifikasi produk, letter of credit, dan NPWP; 5) Biaya kegiatan ekspor adalah komponen biaya siluman, perizinan dan transportasi, serta risiko/jaminan produk sesuai pesanan.
5.2 Rekomendasi Hasil temuan lapang dan analisis yang relevan dengan berbagai aspek yang terkait dengan kegiatan ekspor produk UKM, terutama yang mempunyai implikasi terhadap kebijakan pemberdayaan UKM, dapat dilakukan dalam upaya peningkatan kapasitas dan daya saing UKM. Beberapa upaya yang perlu dilakukan antara lain adalah : a. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis UKM dalam kegiatan yang berkaitan dengan ekspor;
111
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
b
c. d.
e. f.
g.
Memberikan fasilitasi untuk meningkatkan kemampuan UKM dalam mengakses sumberdaya produktif, terutama yang berkaitan dengan aspekaspek yang memenuhi kriteria persyaratan mudah, prosedur atau mekanisme sederhana, dan biaya murah, sehingga dapat mereduksi pemborosan waktu dan biaya; Memberikan fasilitasi dalam penumbuhan dan pengembangan sentrasentra bisnis UKM, yang berbasis bahan baku lokal dan berorientasi ekspor; Menyelenggarakan pendampingan terhadap UKM oleh lembaga-lembaga yang profesional dan memiliki akses terhadap sumberdaya produktif, yang memiliki kompetensi dalam aspek pembiayaan, pemasaran, teknologi, informasi, dan desain produk; Menumbuhkan dan mengembangkan jaringan bisnis UKM dalam kegiatan ekspor, dalam rangka mengembangkan kapasitas UKM dan daya saing produknya; Memberikan fasilitasi dalam mempromosikan produk UKM, melalui jalur diplomasi, temu bisnis, dan pameran, baik pada event bilateral maupun multilateral, yang dirancang secara berkesinambungan dengan mempertimbangkan kaidah efektivitas dan produktivitas; Menyediakan informasi yang representatif sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, antara lain yang berkaitan dengan pembiayaan, pasar, dokumen/perizinan, teknologi, promosi, dan pelatihan. DAFTAR PUSTAKA
Erwin Elias. 2004. Hambatan dan Masalah Jaringan Produk Potensial Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta. Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta. Neddy Rafinaldy. 2004. Upaya dan Strategi Pengembangan UKM dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Makalah. Suprianto. 2004. Kinerja UKM dalam Kegiatan Ekspor. Direktorat Neraca Produksi, Badan Pusat Statistik. Jakarta. Tambunan, Mangara. 2004. Tiga Kendala Besar Pengembangan UKM Berorientasi Ekspor. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, 21 September 2004, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.
112