Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2006 menunjukkan kinerja yang membaik. Kondisi tersebut tercermin pada terjaganya kestabilan makroekonomi dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tidak seburuk dibandingkan perkiraan semula. Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, perekonomian nasional dalam triwulan I-2006 tumbuh melambat, terutama melemahnya konsumsi karena menurunnya daya beli dan masih terbatasnya investasi khususnya investasi swasta. Meskipun demikian, perlambatan lebih lanjut dapat dicegah oleh tingginya pengeluaran Pemerintah. Sementara itu, melemahnya permintaan domestik telah menyebabkan kinerja transaksi berjalan mencatat surplus karena menurunnya impor, sementara ekspor meningkat di tengah kondisi perekonomian global yang cukup kondusif. Dibarengi dengan meningkatnya aliran masuk modal asing karena menariknya suku bunga domestik dan membaiknya premi risiko, neraca pembayaran secara keseluruhan membukukan surplus cukup tinggi.
PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2006 diperkirakan masih melambat dan berada pada kisaran 4,3√4,8% (y-o-y). Di sisi permintaan, perlambatan ini terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan domestik dan pertumbuhan investasi swasta melambat. Di sisi penawaran, penurunan permintaan domestik juga diikuti dengan penurunan pada sektor-sektor utama penggerak perekonomian seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor transportasi dan komunikasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, kesenjangan output dalam perekonomian menunjukkan arah yang semakin menyempit. Hal ini lebih disebabkan oleh masih terbatasnya penambahan kapasitas ekonomi akibat masih belum banyaknya kebijakan struktural yang mampu mendukung peningkatan investasi. Dengan perkembangan ini, Persen (y-o-y)
pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dibawah kapasitas
15,00
potensialnya meskipun perlu terus diwaspadai mengingat
10,00
penambahan kapisitas produksi masih terbatas.
5,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004 2005
-5,00
Permintaan Agregat
-10,00 PDB 1993 -15,00
Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang
-20,00
selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB PDB. Perlambatan Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
4
PDB 2000
pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan karena penurunan pendapatan riil masyarakat ƒkarena lonjakan harga-
Perkembangan Makroekonomi Terkini
harga pasca kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005 dan memburuknya ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian. Sementara itu, perlambatan laju pertumbuhan investasi swasta terutama disebabkan oleh iklim investasi yang belum membaik dan melemahnya daya beli masyarakat, serta suku bunga nominal kredit yang dianggap tinggi oleh beberapa sektor investasi. Paket investasi yang dikeluarkan pemerintah di awal Maret 2006 belum akan berdampak pada iklim investasi saat ini. Disisi lain, konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya dan menjadi salah satu faktor terpenting dalam menahan perlambatan pertumbuhan permintaan domestik. Di sisi perdagangan dengan luar negeri, net ekspor diperkirakan akan sedikit meningkat. Peningkatan yang terjadi pada net ekspor terutama berasal dari perlambatan laju pertumbuhan impor jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dan % (y-o-y)
% (y-o-y)
Tabel 2.1 2004* I 1. Konsumsi 2. Rumah Tangga 3. Pemerintah 4. Investasi 5. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 6. Perubahan stok Diskrepansi statistik 1) Permintaan Domestik ( 1 + 4 ) Ekspor Neto ( 7 - 8 ) 7. Ekspor barang dan jasa 8. Dikurangi impor barang dan jasa 9. PRODUK DOMESTIK BRUTO
6,36 5,67 12,48 11,43 10,46 -45,16 56,97 7,62 -25,96 4,97 16,72 4,10
II 5,45 5,29 6,82 28,83 14,12 -31,58 178,77 10,67 -36,89 5,17 26,68 4,36
* Angka Sementara * * Proyeksi Sumber : BPS (diolah)1) Selisih antara PDB menurut sektoral dan penggunaan
2005*
III
IV
4,32 5,11 -1,81 11,02 17,36 -81,55 126,50 6,04 -7,72 21,96 33,46 4,63
3,42 3,86 0,39 27,89 16,08 552,88 -36,05 8,45 -5,75 22,18 31,16 7,13
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2006 diperkirakan
Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan Sektor
triwulan yang lalu.
2006 **
I
II
III
IV
2,03 3,42 -9,60 25,86 14,11 131,38 88,12 8,16 -17,44 11,80 18,84 6,25
2,63 3,78 -6,67 21,12 15,58 -107,06 230,83 7,43 -14,98 11,19 17,86 5,63
5,52 4,42 14,69 14,28 9,37 -40,60 174,14 7,87 -16,92 4,76 10,56 5,63
7,33 4,18 29,98 -9,44 1,78 -156,87 20,95 3,27 23,29 7,41 3,74 4,90
I
Total
7,7 - 8,2 6,1 - 7,1 3,2 - 3,7 3,4 - 4,4 50,9 - 51,4 27,0 - 28,0
mengalami
perlambatan
pertumbuhan, atau hanya tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (yo-y), lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan
4,0 - 4,5
7,7 - 8,7
6,7 - 7,2
6,5 - 7,5
7,7 - 8,2 9,0 - 10,0 2,0 - 2,5 7,9 - 8,9 4,3 - 4,8 5,0 - 5,7
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I2006, perlambatan laju pertumbuhan rumah
konsumsi
tangga
lebih
disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir semester I-2006. Kenaikan harga-harga yang terjadi sebagai dampak kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 belum dapat diikuti oleh peningkatan daya beli masyarakat yang signifikan hingga triwulan ini. Kondisi ini juga dikonfirmasikan oleh beberapa indikator yang memiliki pangsa besar dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga antara lain penurunan laju pertumbuhan penjualan mobil dan kendaraan bermotor. Indikator moneter dan perbankan yang terkait dengan konsumsi rumah tangga juga menunjukkan trend penurunan yaitu penurunan laju pertumbuhan uang kartal riil, penurunan laju pertumbuhan M1 riil, perlambatan laju pertumbuhan kredit konsumsi dan penurunan laju pertumbuhan kredit konsumsi baru. Indikator lain yang mengkonfirmasi laju perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah survei konsumen (SK), survei penjualan eceran (SPE) dan indeks tendensi konsumen (ITK). Berdasarkan hasil Survei Konsumen pada Maret 2006, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kembali meningkat namun masih berada pada kondisi yang pesimis. Peningkatan ini berasal dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mulai sedikit optimis, sementara Indeks
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
Persen (y-o-y)
70,00
20,00
Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) masih berada pada kondisi pesimis. Dilihat dari sisi produsen, indeks riil penjualan eceran pada 2
60,00
PMTB (rhs)
50,00
Non Bangunan
40,00
a, Bangunan (rhs)
15,00
10,00
30,00
bulan pertama 2006 mengalami penurunan. Penurunan ini terutama berasal dari kelompok pakaian dan perlengkapannya. Apabila dilihat berdasarkan kelompok barang, penurunan
20,00 5,00
10,00 0,00 -10,00
0,00
penjualan eceran tertinggi berasal dari kelompok pakaian dan perlengkapannya.1 Pada survei BPS, Indeks Tendensi Konsumen 2
-20,00 -30,00
-5,00 I
II
III
IV
I
II
2001
III
IV
I
2002
II
III
IV
I
II
2003*
III
IV
I
II
2004**
III
IV
2005***
pada triwulan IV-2006 dan prospek triwulan I-2006
mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi konsumen relatif stagnan (tidak terjadi perubahan pendapatan rumah tangga)
Grafik 2.2 Kontribusi Pertumbuhan Investasi Bangunan & Non Bangunan
Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebelumnya. Dari sisi komponen, perlambatan laju pertumbuhan
Persen (y-o-y) 25
15
mengalami penurunan sejak pertengahan 2005, sementara 15
5
-5
investasi terutama berasal dari investasi non-bangunan yang terus
I
II
III
IV
I
2002
II 2003
III
IV
I
II
III
IV
2004
I
II 2005
III
investasi bangunan tumbuh relatif stabil. Secara umum, perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh iklim
IV I 2006 -5
-15 -15
investasi yang belum membaik dan melemahnya daya beli masyarakat, serta suku bunga nominal kredit yang dianggap tinggi oleh beberapa sektor investasi. Perlambatan laju
-25
-25 gKIriil
gInv (rhs)
-35
-35
Grafik 2.3 Perkembangan Kredit Investasi
pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh beberapa indikator antara lain penurunan laju penjualan semen, penurunan laju penjualan truk, peningkatan suku bunga nominal kredit investasi yang diikuti oleh penurunan laju kredit investasi riil dan penurunan laju pertumbuhan impor barang modal. Survei yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPS juga mengindikasikan adanya perlambatan investasi pada triwulan I-2006. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), rencana investasi pada semester I-2006 mengalami penurunan jika dibandingkan semester yang sama tahun 2005. Tingginya biaya modal, faktor teknis, dan kurangnya permintaan merupakan alasan utama para investor. Dari survei BPS, Indeks Tendensi Bisnis (ITB) juga mengindikasikan hal serupa dimana kondisi bisnis pada triwulan I-2006 relatif tidak berubah dibandingkan perlambatan pada triwulan IV-2005. Di sisi lain, faktor yang mendorong pertumbuhan investasi diperkirakan akan didorong oleh tingginya investasi pemerintah pada triwulan I-2006 yang jauh lebih besar dibandingkan investasi triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dalam kaitan ini, survei Jetro yang merupakan survei terhadap perusahaan Jepang di Indonesia mengindikasikan adanya sentimen bisnis yang sudah meningkat (walaupun pada level yang rendah) selama triwulan I-2006.
1 2
6
Sumber Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia. Sumber Indeks Tendensi Bisnis √ BPS Nilai ITK 90 -110, menunjukkan bahwa kondisi ekonomo konsumen pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) disbanding triwulan sebelumnya
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, perlambatan tersebut tidak sebesar perlambatan yang terjadi pada impor. Di sisi migas, volume ekspor minyak masih menurun akibat dari produktivitas sumur-sumur minyak di Indonesia. Namun demikian kenaikan harga minyak diperkirakan masih dapat mengimbangi penurunan volume tersebut. Volume dan nilai ekspor nonmigas diprakirakan tetap akan meningkat. Beberapa komponen ekspor nonmigas khususnya mineral dan industri pengolahan diperkirakan tetap akan meningkat. Di kelompok mineral, peningkatan ekspor bersumber dari ekspor batubara karena meningkatnya permintaan dunia yang diikuti peningkatan produksi dalam negeri. Pada kelompok industri olahan, peningkatan ekspor bersumber dari ekspor minyak kelapa sawit, TPT dan sepatu. Beberapa informasi yang mendukung hal tersebut antara lain adalah meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit ke India dan lebih murahnya harga minyak kelapa sawit Indonesia jika dibandingkan negara pesaing Malaysia. Ekspor TPT dan sepatu diperkirakan akan meningkat akibat adanya pembatasan ekspor tekstil Cina ke Amerika sehingga mendorong permintaan ekspor Indonesia. Peningkatan pada ekspor nonmigas dikonfirmasi oleh beberapa indikator ekspor ƒyang hingga bulan Februari menunjukkan peningkatan (growth, y-o-y) 25,00 PDB
20,00
8,00
pertumbuhanƒ seperti peningkatan laju pertumbuhan nilai
7,00
ekspor Indonesia ke Jepang dan Cina.
ekspor
15,00
6,00
10,00
5,00
jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat
3,00
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
0,00 -5,00
Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan
4,00
5,00
2,00
Perlambatan laju volume pertumbuhan impor tersebut sejalan
-15,00
1,00
dengan melemahnya permintaan domestik. Hal tersebut
-20,00
0,00
terindikasikan pula pada menurunnya impor bahan baku dan
-10,00
I
II III IV 2001
I
II III IV 2002
I
II III IV 2003*
I
II III IV 2004**
I
II III IV 2005**
barang modal. Perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada
Grafik 2.4
kelompok bahan baku antara lain berasal dari makanan dan
Pertumbuhan Ekspor
minuman primer untuk industri dan bahan baku untuk industri baik primer maupun proses. Sementara itu, kelompok barang modal yang mengalami perlambatan pertumbuhan antara lain
(growth, y-o-y) 50,00
impor mobil penumpang dan alat angkutan untuk industri. Di
40,00
sisi lain, barang modal (tidak termasuk perlengkapan transportasi)
30,00
diperkirakan akan mengalami laju peningkatan meskipun kurang
20,00
signifikan.
10,00 0,00
Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama
-10,00
triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak
-20,00 impor barang dan jasa
tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi
-30,00 -40,00 I
II III 2001
IV
I
II III 2002
IV
I
II III 2003*
IV
I
II III 2004**
Grafik 2.5 Pertumbuhan Impor
IV
I
II III 2005**
IV
maupun transfer terhadap sektor riil. Dalam hal konsumsi, pengeluaran Pemerintah telah mencapai sekitar 13% dari yang dianggarkan yang digunakan untuk pengeluaran belanja pegawai, dana perimbangan serta belanja barang. Sementara
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
itu, investasi Pemerintah mencapai 10% dari anggaran, relatif sama dengan realisasi selama 3 bulan pertama tahun 2005, didorong oleh belanja modal dan dana perimbangan. Dengan mempertimbangkan pola pengeluaran Pemerintah telah kembali normal, dampak kinerja fiskal pada triwulan I-2006 diperkirakan akan lebih besar dari dampaknya di periode yang sama tahun 2005 dan terjadi di seluruh komponennya. Peningkatan konsumsi Pemerintah didorong oleh adanya kenaikan gaji PNS serta anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang lebih besar. Peningkatan DAU disebabkan oleh peningkatan penerimaan dalam negeri bersih sedangkan peningkatan DBH karena asumsi harga minyak (USD57/ barel dibandingkan USD51/barel) dan kurs yang lebih tinggi (Rp9.900/USD dibandingkan Rp9.700/USD) dari realisasi 2005 yang meningkatkan penerimaan migas. Peningkatan investasi didorong oleh keyakinan telah kembali normalnya pola belanja modal. Di samping itu, kontribusi Pemerintah pada sektor riil juga diberikan dalam bentuk pembayaran transfer berupa subsidi langsung tunai tahap II serta perkiraan realisasi bantuan sosial.3
Penawaran Agregat Di sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektor ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. Sampai dengan triwulan I-2006, perekonomian Indonesia masih didukung oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian. Sektor industri pengolahan tetap memberikan konstribusi lebih dari seperempat terhadap struktur perekonomian Indonesia, disusul oleh sektor perdagangan yang juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Sementara itu, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian relatif membaik sejalan dengan meningkatnya produksi. Bagi sektorsektor non-primer, perlambatan tersebut diperkirakan berasal dari lemahnya permintaan domestik sebagai akibat dari penurunan daya beli masyarakat dan biaya produksi yang meningkat. Untuk sektor primer, sektor pertanian justru mengalami peningkatan karena faktor musim yang mendukung dan bertambahnya luas areal panen, terutama pada tanaman bahan makanan. Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukup berat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerja triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%. Perlambatan pertumbuhan di sektor ini terjadi pada hampir semua sub sektor industri pengolahan, terutama yang berorientasi pada pasar domestik. Perlambatan pertumbuhan dipacu oleh permintaan domestik yang melemah sebagai akibat dari penurunan daya beli. Kondisi ini terindikasi dari penurunan konsumsi barang-barang tahan lama dan mahalnya sumber pembiayaan. Selain itu, untuk beberapa produk industri seperti
3
8
Termasuk dalam bantuan sosial adalah dana Program Kompensasi Penghematan Subsidi (PKPS) BBM yang untuk tahun 2006 direncanakan sebesar Rp20 triliun dan terdiri dari program Biaya Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp11,89 triliun, asuransi kesehatan rakyat miskin (Askeskin) sebesar Rp3,6 triliun dan pembangunan infrastruktur pedesaan sebesar Rp4,8 triliun. Dari jumlah tersebut yang telah disetujui DPR dan dipastikan terealisasi adalah program BOS dan Askeskin, sedangkan program infrastruktur pedesaan masih diusulkan oleh Departemen Pekerjaan Umum di DPR.
Perkembangan Makroekonomi Terkini
elektronik, tekstil dan sepatu juga diperparah oleh masuknya barang impor dari Cina yang sebagian diduga palsu. Perlambatan yang terjadi di sektor industri pengolahan dindikasikan oleh beberapa hasil survei antara lain Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), JETRO dan Survei Tendensi Bisnis BPS. Angka indeks SKDU menunjukkan tren yang menurun bahkan negatif pada periode terakhir survei. Hal yang sama juga tercermin pada indeks survei JETRO terhadap sektor manufaktur. Survei Tendensi Binis BPS juga memperkuat indikasi kedua survei tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh angka indeks yang berada dalam range tendensi yang stagnan. Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi 5,0% pada triwulan yang sama 2006. Faktor penyebab perlambatan terkait dengan daya beli masyarakat yang menurun dan kurang kondusifnya sub sektor pariwisata. Indikasi penurunan antara lain tercermin pada indeks ketepatan waktu membeli barang tahan lama Survei Konsumen; penurunan Indeks Riil Penjualan Eceran; penurunan penjualan mobil, motor, dan elektronik; penurunan jumlah kunjungan turis; penurunan tingkat hunian hotel. Penurunan tersebut juga diindikasikan oleh anekdotal dari pelaku bisnis di bidang perdagangan retail maupun hotel. Penjualan retail menurun selama bulan Januari, Februari dan berlanjut hingga Maret sebagaimana disampaikan oleh beberapa asosiasi yang terkait erat dengan perdagangan retail. Sementara itu, kunjungan turis menjadi terganggu pasca bom Bali II yang meskipun skalanya lebih kecil namun dampaknya lebih parah dibandingkan dampak Bom Bali I. Dari sisi pembiayaan perlambatan tersebut diindikasikan oleh penurunan ekspektasi dan realisasi kredit modal kerja. Ekspektasi % (y-o-y)
% (y-o-y)
Tabel 2.2 2004*
Pertumbuhan (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-Jasa PDB Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-Jasa
2005*
I
II
III
IV
2004*
5,3 -9,6 5,9 4,8 7,7 2,8 13,4 6,7 4,9 4,1
3,4 -8,6 7,2 6,2 7,2 4,0 13,8 5,8 5,1 4,4
2,8 -5,7 5,0 3,2 7,5 6,6 14,1 8,4 4,4 4,6
1,3 6,9 7,4 6,8 7,6 9,2 12,4 9,8 5,0 7,1
0,8 -1,0 1,7 0,03 0,4 0,5 0,7 0,6 0,5
0,5 -1,0 2,0 0,04 0,4 0,7 0,7 0,5 0,5
0,5 -0,6 1,4 0,02 0,4 1,1 0,8 0,7 0,4
0,2 0,7 2,2 0,05 0,5 1,5 0,7 0,9 0,5
Sumber : BPS dan Triwulan I 2006 proyeksi Bank Indonesia *) Angka Sementara **) Proyeksi
triwulan
I-2006
menunjukkan tren yang
PDB Sisi Penawaran Sektor
permintaan
kredit modal kerja pada
2006**
I
II
III
IV
2005**
Total
3,3 -4,5 6,4 5,2 7,5 5,7 13,4 7,7 4,8 5,1
1,1 4,1 6,3 6,4 7,4 9,9 14,3 6,7 4,6 6,3
0,9 -0,5 4,9 6,9 8,2 10,0 14,1 8,9 4,4 5,6
2,9 1,0 4,5 6,6 6,9 8,6 13,0 7,9 5,6 5,6
5,5 1,9 2,9 6,1 6,9 6,0 10,8 5,2 6,0 4,9
2,5 1,6 4,6 6,5 7,3 8,6 13,0 7,1 5,2 5,6
5,6 - 6,1 1,6 - 2,1 2,4 - 2,9 5,5 - 6,0 6,3 - 6,8 4,8 - 5,3 9,8 - 10,3 4,9 - 5,4 5,2 - 5,7 4,3 - 4,8
0,5 -0,5 1,8 0,03 0,4 0,9 0,7 0,7 0,5
0,2 0,4 1,8 0,04 0,4 1,6 0,8 0,6 0,4
0,1 -0,1 1,4 0,1 0,5 1,6 0,8 0,8 0,4
0,5 0,1 1,3 0,0 0,4 1,4 0,8 0,7 0,5
0,7 0,2 0,8 0,0 0,4 1,0 0,7 0,5 0,6
0,4 0,2 1,3 0,0 0,4 1,4 0,8 0,7 0,5
0,9 0,2 0,7 0,0 0,4 0,8 0,7 0,5 0,5
menurun. Sementara itu, laju
pertumbuhan
oustanding kredit pada bulan Januari kembali menunjukkan tren yang menurun. Sektor pengangkutan dan komunikasi
tumbuh
melambat, dari 14,3% pada triwulan I-2005 menjadi 10,1% pada triwulan yang sama 2006 2006. Di sub sektor transportasi faktor yang m e m p e n g a r u h i perlambatan antara lain
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
adalah kenaikan harga BBM, kenaikan biaya pembelian suku cadang, melambatnya kegiatan turisme, dan daya beli masyarakat menurun. Sementara itu di sektor komunikasi, perlambatan lebih dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat meskipun sedikit tertahan oleh penurunan tarif telekomunikasi dan semakin beragamnya layanan komunikasi. Indikasi perlambatan di subsektor pengangkutan antara lain tercermin pada penurunan jumlah penumpang pesawat dan penurunan transportasi pendukung arus barang. Jumlah penumpang pesawat baik domestik maupun internasional menunjukkan laju pertumbuhan yang terus melambat. Perlambatan pertumbuhan penumpang pesawat domestik dipengaruhi oleh kenaikan tarif pesawat akibat kenaikan harga avtur dan daya beli masyarakat yang menurun. Penurunan pertumbuhan penumpang internasional dipengaruhi oleh kinerja pariwisata yang memburuk. Sementara itu, penurunan laju pertumbuhan pada kegiatan transportasi pendukung arus barang sangat dipengaruhi oleh menurunnya kinerja di sektor industri dan perdagangan, serta kondisi buruknya kondisi infrastruktur.
Kesenjangan Output 0,1
Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di
0,05
bawah tingkat potensialnya potensialnya. Meskipun PDB aktual diperkirakan
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
mengalami penurunan namun PDB potensial (kapasitas
-0,05
perekonomian) diperkirakan juga mengalami penurunan.
-0,1
Kecenderungan perlambatan investasi yang terjadi pada periode tersebut ternyata tidak saja menyebabkan pertumbuhan PDB
-0,15 Output Gap Accelerated Output Gap -0,2
aktual mengalami perlambatan namun juga terjadi pada PDB
-0,25
potensial. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi
-0,3
masih berada di bawah tingkat potensialnya seperti tercermin Grafik 2.6
pada kesenjangan output (output gap) yang negatif. Indikasi
Estimasi dan Akselerasi Perubahan Output Gap
lain yang dapat menggambarkan kondisi kesenjangan output yang negatif tersebut dapat dilihat penyerapan tenaga kerja dan penggunaan kapasitas yang masih di bawah normal atau maksimumnya. Sampai tahun 2005 tingkat pengganguran masih tercatat cukup tinggi sebesar 10,8%(Oktober 20054 ).
(% SBT)
Persen
20 110 15
Kapasitas Utilisasi 95
Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
80
10
65
5
50
0
35
-5
20 5 -10 -25
I
II
III 2003
IV
I
II
III 2004
IV
I
II
III 2005
IV
Sementara itu, tingkat tingkat utilisasi kapasitas juga terlihat relatif tidak menurun (masih di sekitar angka 70%) meskipun pertumbuhan PDB melambat. Kondisi kesenjangan output yang masih negatif tersebut diperkirakan belum memberikan tekanan pada inflasi sebagaimana tercermin dari sumber inflasi inti yang
-10
berasal dari tekanan output gap diperkirakan masih relatif
-15
rendah.
-20
Grafik 2.7 Kapasitas Utilisasi (SKDU)
10
4 BPS, angka sementara dengan memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM.
Perkembangan Makroekonomi Terkini
NERACA PEMBAYARAN Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi. Realisasi surplus NPI triwulan I-2006 mencapai USD5,8 miliar atau jauh di atas perkiraan semula sebesar USD2,0 miliar. Membaiknya kondisi neraca pembayaran tersebut tercermin pada lebih tingginya surplus baik dari neraca transaksi berjalan maupun neraca modal dan finansial, yang terutama disumbang oleh tingginya arus masuk dalam bentuk foreign portfolio investment (FPI) yang secara keseluruhan mencapai USD4,8 miliar. Sementara itu, perkiraan realisasi surplus transaksi berjalan yang meningkat didasarkan pada asesmen pertumbuhan ekspor nonmigas yang cenderung lebih tinggi dan impor nonmigas yang relatif melambat.
Transaksi Berjalan Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar. Peningkatan surplus tersebut terutama berkaitan dengan indikasi melambatnya impor nonmigas sementara ekspor nonmigas masih tumbuh cukup tinggi. Perlambatan impor nonmigas tersebut terkait dengan kecenderungan melambatnya ekspansi perekonomian. Perkembangan impor bulan Januari 2006 yang merosot cukup tajam hingga mencapai 0,9% (y-o-y) memperkuat indikasi bahwa proyeksi pertumbuhan impor nonmigas triwulan I-2006 sebesar 13,7% (y-o-y) menjadi cukup sulit untuk dicapai. Dengan menggunakan angka asumsi nilai impor nonmigas pada bulan Februari dan Maret mencapai USD4,7 miliar sesuai perkiraan semula, maka untuk keseluruhan triwulan I-2006, impor nonmigas hanya dapat tumbuh sebesar 7% (yoy). Di sisi lain, ekspor nonmigas berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula. Berdasarkan perkiraan awal tahun, ekspor nonmigas triwulan I-2006 diperkirakan tumbuh 8,1% (y-o-y), namun data ekspor nonmigas bulan Januari 2006 mencatat nilai yang cukup tinggi yakni USD6 miliar atau tumbuh 21,5% (yoy). Dengan menggunakan asumsi nilai ekspor nonmigas pada Februari dan Maret mencapai USD5,6 miliar, maka ekspor nonmigas pada triwulan I-2006 dapat tumbuh sebesar 10,7% (yoy).
% (ratio) 6,0
Berdasarkan sumber peningkatan nilai ekspor nonmigas, faktor
5,1
CA/GDP CA/GDP (new version)
kenaikan volume terjadi pada kelompok produk pertanian
4,0
8,9%, pertambangan 90,3% dan industri 15,4%, sementara
2,0 1,1 0,4
dicerminkan dari unit price kelompok barang pada komoditi
-2,0
ekspor nonmigas masih menunjukkan kecenderungan
-3,6 -4,0
faktor kenaikan harga hanya terjadi pada kelompok produk pertanian (13,7%). Perkembangan indikator harga barang yang
0,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 20052006
Grafik 2.8 Transaksi Berjalan (% anualised)
menurun. Demikian pula dengan unit price dua komoditi utama juga cenderung turun khususnya pada ekspor peralatan listrik dan TPT yang mempunyai pangsa nilai sekitar 25% dari ekspor nonmigas.
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
Sementara itu, ekspor migas pada triwulan I-2006 diperkirakan Persen (y-o-y) 80
masih cukup tinggi seiring dengan harga minyak internasional
Pertumbuhan impor nonmigas Pertumbuhan ekspor nonmigas
60
yang bertahan pada level yang tinggi. Ekspor migas diperkirakan akan tumbuh sebesar 39% (y-o-y) yang didorong oleh harga
40 20 -
21,5
minyak yang berada pada level di atas USD60 per barrel. Rata-
0,9
rata harga Minas per barrel dalam triwulan I-2006 telah mencapai
(20)
USD62,9 (naik 36,3% yoy) jauh lebih tinggi dari periode yang
(40)
sama tahun lalu sebesar USD46,1. Dengan melonjaknya harga
(60)
minyak tersebut, penurunan volume ekspor migas masih dapat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
diimbangi sehingga nilai ekspor migas masih meningkat.
Grafik 2.9
Menurunnya volume ekspor migas tersebut disamping
Pertumbuhan Ekspor dan Impor nonmigas
disebabkan oleh faktor alami penurunan produktivitas sumur minyak, juga terjadinya pengalihan alokasi kilang LPG di Bontang
untuk menghasilkan produk LNG. Konsekuensi dari pengalihan tersebut adalah turunnya ekspor LPG tahun 2006 sekitar 700 ribu metric ton atau setara USD412 juta. Dengan perkembangan tersebut, total ekspor migas pada triwulan I-2006 diperkirakan meningkat sebesar 15,1% (yoy).
Neraca Modal
$/barel
Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut 70
60
ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar.
Minas Brent Crude Oil WTI
Dalam perkiraan realisasinya, surplus LLM dapat lebih tinggi sebagai akibat dari arus masuk modal asing dalam bentuk
50
investasi portofolio. Di samping itu, hasil penerbitan obligasi 40 rata2 minas 2006 = 62.87
20
Pemerintah pada awal Maret 2006 lebih tinggi dari perkiraan
rata2 brent 2006 = 61.91
30
rata2 WTI 2006 rata2 IMF 2006
= 63.26 = 60.99
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar
2004
2005
semula. Arus masuk modal asing dalam berbagai penempatan investasi portofolio awal tahun 2006 merupakan episode lanjutan sejak akhir tahun 2005 sebagai akibat dari persepsi pasar yang
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.10
positif atas kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan kenaikan BI
Perkembangan Harga Minyak Dunia
Rate ke level 12,75% telah menjadikan penempatan pada SBI semakin menarik. Sentimen positif kenaikan harga BBM yang dipersepsikan pasar akan memberikan ketahanan di sisi fiskal memberikan pengaruh positif pada IHSG hingga mencapai level
Volume (mbbl) 30
tertinggi dalam sejarah yaitu mencapai 1330 pada tanggal 20 25
Total Volume (mbbl) Crude Product
20
Maret 2006. Sementara itu, di tengah kondisi likuiditas finansial global yang cukup tinggi, imbal hasil penempatan pada SUN
15
masih relatif menarik dibandingkan dengan penempatan surat
10
berharga sejenis di kawasan regional. Sampai dengan akhir Maret, arus masuk bersih modal asing kedalam, SUN, SBI dan
5
saham masing-masing mencapai USD1,6 miliar, USD504 juta dan 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003
2004
Grafik 2.11 Volume Ekspor Minyak
12
2005
USD509 juta. Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab
Perkembangan Makroekonomi Terkini
lain lebih tingginya surplus neraca modal. Penerbitan obligasi yang pada awalnya diperkirakan USD1,0 miliar, dalam realisasinya menjadi USD2,0 miliar yang dibagi menjadi dua yaitu, obligasi re-opening dari obligasi INDO-35 dengan masa jatuh tempo 12 Oktober 2035 dengan bunga kupon 8,50%, dan obligasi dengan seri INDO-17 dengan bunga kupon 6,875% dan jatuh tempo 9 Maret 2017. Nilai nominal penawaran INDO-17 sebesar USD3,9 miliar dolar AS dengan 232 investor sedangkan re-opening INDO-35 sebesar USD3,7 miliar dolar AS dengan 189 investor. Dengan tinggnya penawaran tersebut, menunjukkan minat investor asing pada surat berharga RI cukup antusias, sehingga total penerimaan devisa mencapai USD2,2 miliar atau di atas nilai nominal USD2 miliar.
Cadangan Devisa Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 miliar miliar. Dengan perkembangan ini, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan I2006 menurun menjadi USD40,1 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut mampu membiayai sekitar 4,5 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.
KEBIJAKAN MAKROEKONOMI Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi. Langkah yang diambil Pemerintah tersebut merupakan kombinasi langkah perbaikan kondisi ekonomi jangka pendek dan jangka panjang yang diharapkan secara bertahap akan dapat menjadi fondasi yang kuat dan dapat mendorong kinerja di sektor mikro sehingga secara agregat akan dapat memperkuat perekonomian nasional. Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan harmonisasi tarif tahap IIII. Jumlah pos tarif yang diharmonisasi adalah 9.209 yang berlaku efektif per 1 Februari 2006. Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan harmonisasi tarif adalah untuk mengurangi distorsi antar komoditas dan industri serta mengurangi insentif penyelundupan. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, maka total pos tarif yang diharmonisasi telah mencapai 11.717 tarif. Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur tahun 2006 2006. Paket kebijakan ini akan dijadikan sebagai payung hukum di bidang pengembangan infrastruktur. Jumlah output yang akan dikeluarkan dari paket kebijakan ini sampai dengan akhir tahun 2006 adalah 153 yang mencakup 4 isu kebijakan utama, yaitu kerangka kebijakan, peraturan dan kelembagaan (33 output); Kebijakan sektor (10 sektor, 83 output); Pemerintah daerah (5 output) dan Transaksi Proyek Pembanguan Infrastruktur (32 output). Melalui paket kebijakan tersebut diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan krusial dalam pengembangan infrastruktur.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006
Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun 2006 2006. Paket ini berisi serangkaian program dan tindakan dengan tujuan memperbaiki iklim investasi yang mencakup aspek-aspek yang selama ini disoroti oleh berbagai pihak menajdi sumber tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Aspek-aspek dimaksud adalah bidang umum yang didalamnya termasuk upaya memperkuat kelembagaan pelayan investasi dan sinkronisasi peraturan Daerah dan Pusat; bidang kepabeanan; bidang perpajakan; dan bidang ketenagakerjaan dan bisang usaha kecil, menengah dan koperasi.
14