Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Secara umum perekonomian Indonesia pada triwulan III-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin membaik disertai dengan stabilitas makroekonomi. Membaiknya pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didorong oleh cukup tingginya pengeluaran Pemerintah dan ekspor. Konsumsi swasta sudah mengindikasikan pertumbuhan yang meningkat meskipun belum terlalu kuat. Sementara itu, investasi swasta, belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan, kecuali investasi bangunan yang masih dalam kecenderungan meningkat. Di sisi penawaran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan terus menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, dan diperkirakan akan diikuti pula dengan laju pertumbuhan sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang meningkat. Di sisi eksternal, kinerja neraca pembayaran diperkirakan mencatat surplus yang disumbangkan oleh meningkatnya surplus yang disumbangkan oleh meningkatnya ekspor serta aliran modal masuk portofolio. Dengan perkembangan tersebut cadangan devisa menjadi US$ 42,36 miliar pada akhir September 2006.
PERTUMBUHAN EKONOMI Pada triwulan III-2006, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 5,4% (y-o-y) (y-o-y), meningkat dibandingkan triwulan I dan II yang masing-masing tumbuh sebesar 4,7% dan 5,2% (y-o-y). Di sisi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi cenderung membaik terutama pada komponen pengeluaran Pemerintah dan ekspor. Pengeluaran Pemerintah pada triwulan III terlihat semakin meningkat, sampai dengan Agustus 2006 defisit telah mencapai sekitar Rp. 10 triliun atau sekitar 0,3% dari PDB. Sementara itu, kinerja ekspor yang membaik juga disebabkan oleh kuatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan masih tingginya harga komoditas dunia. Perkembangan positif
%, y-o-y 15
lainnya adalah indikasi peningkatan konsumsi swasta sebagai
10
akibat mulai membaiknya daya beli masyarakat. Di sisi lain, 5
pertumbuhan investasi swasta khususnya non bangunan masih
0
relatif terbatas, walaupun stimulus belanja modal pemerintah
-5
ke sektor riil semakin meningkat. Di sisi penawaran agregat,
-10
perbaikan pertumbuhan terutama terindikasi pada sektor
-15 PDB 1993
PDB 2000
-20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004 2005
pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan, khususnya properti komersial. Faktor utama yang mendukung
Grafik 2.1
pertumbuhan sektor tersebut yaitu semakin meningkatnya
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
mobilitas penduduk dan meningkatnya daya beli, serta semakin menariknya suku bunga perbankan.
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Konsumsi
Tabel 2.1
Total Konsumsi Swasta Pemerintah Total Investasi Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
akan tumbuh sekitar 3,3-
2006
4,4 4,0 8,1 9,9 8,6 12,4 5,6
I
II
III *)
3,9 2,9 12,8 0,9 11,0 3,7 4,7
5,8 3,0 31,4 -1,0 11,3 8,3 5,2
4,7 - 5,2 3,3 - 3,8 15,2 - 15,7 -0,6 - -0,1 10,7 - 11,2 8,4 - 8,9 5,2 - 5,7
3,8% (y-o-y) (y-o-y), membaik dibandingkan dengan dua triwulan
sebelumnya.
Peningkatan
konsumsi
tersebut diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi sejalan
* Angka Proyeksi
pada
triwulan III-2006 diperkirakan
Pertumbuhan Ekonomi : Sisi Permintaan 2005
swasta
dengan
berkurangnya
mulai dampak
kenaikan harga BBM dan juga dipengaruhi oleh ekspektasi positif terhadap kondisi perekonomian serta faktor musiman menjelang perayaan hari besar keagamaan. Indikasi penguatan konsumsi swasta tersebut juga dikonfirmasi oleh beberapa indikator dan survei. Beberapa indikator dini (prompt indicator) yang mendukung perbaikan konsumsi tersebut antara lain adalah adanya %
kecenderungan kenaikan pertumbuhan tahunan penjualan mobil
lead = (-) 12 r =0.35 7,0
dan motor (Grafik 2.2) dan masih tingginya pengeluaran untuk
6,0
pembelian properti. Sementara itu, perkembangan level uang
60,0
5,0
beredar dalam arti sempit (M1) cenderung meningkat secara
40,0
4,0
konsisten mendukung adanya peningkatan konsumsi swasta.
3,0
Secara historis, indikator M1 riil merupakan suatu indikator yang
2,0
mendahului (leading indicator) dengan tingkat korelasi yang
1,0
cukup kuat dengan konsumsi dalam PDB. Adanya peningkatan
0,0
konsumsi juga didukung oleh beberapa hasil survei seperti Survei
100,0 gKonsRT (yoy) (rhs)
gmobil_sa_cma (mtm)
gmobil_cma (yoy)
80,0
20,0 0,0 -20,0 -40,0 -60,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004 2005 2006
Keyakinan Konsumen Danareksa dan Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 2.2
BPS menunjukkan adanya perbaikan ekspektasi. Hasil Survei
Pertumbuhan Penjualan Mobil
Danareksa pada bulan Agustus 2006 menunjukkan bahwa pesimisme konsumen semakin berkurang sementara itu angka indeks keyakinan konsumen meningkat dibandingkan dengan indeks bulan September 2005. Peningkatan ini terutama
Indeks 120
didorong oleh peningkatan indeks keyakinan terhadap kondisi saat ini yang mencatat level tertinggi selama 2006. (Grafik 2.3)
Expectation Index Consumer Confidence Present Situatuions Index (PSI)
110 100
Pertumbuhan investasi sebagaimana tercermin pada
90
perkembangan pembentukan modal tetap domestik bruto
80
(PMTB) diperkirakan masih akan tumbuh negatif antara -0.6%
70
sampai -0.1% (y-o-y) meskipun sudah membaik dibandingkan
60
dengan triwulan II-2006. Pertumbuhan dan kontribusi terbesar
50 Okt
Nov
2005
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
2006
Mei
Jun
Jul
Ags
PMTB diperkirakan masih akan disumbangkan oleh investasi
Grafik 2.3
bangunan, sementara investasi nonbangunan diperkirakan masih
Survei Danareksa
akan tumbuh negatif seperti beberapa triwulan sebelumnya (Grafik 2.4). Sementara itu, dari sisi pelaku investasi,
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
pertumbuhan investasi masih akan didorong dan disumbangkan
(%,yoy) 25,00 Pembentukan Modal Tetap Bruto Non Bangunan (rhs)
20,00
120,00
oleh investasi Pemerintah sedangkan investasi swasta
100,00
diperkirakan masih akan sangat terbatas.
Bangunan (rhs) 80,00
15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00 I
II
III
IV
I
II
2002
III
IV
I
2003*
II
III
IV
I
II
2004*
III
IV
I
2005**
II
60,00
Masih rendahnya pertumbuhan investasi tercermin pada
40,00
perkembangan indikator investasi seperti perkembangan kredit
20,00
investasi riil baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy)
0,00
yang menunjukkan pertumbuhan yang menurun (Grafik 2.5).
-20,00
Sementara itu, indikator impor barang modal, baik secara
-40,00
bulanan dan tahunan, mulai mengindikasikan peningkatan.
III**
2006***
Namun demikian, walaupun investasi swasta relatif rendah,
Grafik 2.4
realisasi belanja modal pemerintah diharapkan mampu
Jenis Investasi (PMTB)
membantu mendorong pertumbuhan investasi swasta. Walaupun beberapa indikator yang terkait dengan investasi masih
%
belum menunjukkan perbaikan, namun demikian optimisme
lead = (-) 4 r = 0.92
25,0
25,0
20,0
20,0
cukup kuat. Hal ini didasarkan pada beberapa hasil survei, baik
15,0
15,0
survei Jetro, dan survei Danareksa. Hasil survei-survei dimaksud
10,0
10,0
mengindikasikan adanya sedikit perbaikan kondisi pada triwulan
5,0
5,0
III-06. Survei Jetro mencatat bahwa pada bulan Agustus,
0,0
0,0
optimisme akan perbaikan investasi sudah meningkat. Kondisi
-5,0
-5,0
tersebut cukup menggembirakan mengingat sejak November
-10,0
2005 optimisme akan perbaikan investasi cenderung mengalami
-10,0
gInv (rhs) gKiriil_cma (yoy) 1
3
5
7 2004
9
ginvswasta (rhs) gkiriil_sa_cma(mtm) 11
1
3
5
7 2005
9
11
1
3
5 6 7 8 9 2006
bahwa dimasa mendatang investasi masih akan dapat meningkat
penurunan (Grafik 2.6). Peningkatan optimisme ini berasal dari
Grafik 2.5
adanya ekspektasi akan membaiknya kondisi pasar dalam negeri
Pertumbuhan KI Riil dan PMTB
terutama yang berkaitan dengan suku cadang kebutuhan transportasi serta peralatan elektronik. Sementara itu, berdasarkan Business Sentiment Index (BSI) Danareksa, optimisme akan membaiknya iklim investasi muncul sebagai akibat adanya
Indeks 20,0
perbaikan ekspektasi terhadap suku bunga pinjaman. Penurunan
10,0 0,0
suku bunga pinjaman tersebut diharapkan dapat mendorong
-10,0
perusahaan untuk melakukan ekspansi dan mengurangi salah
-20,0
beban biaya perusahaan. Pelaku bisnis juga mengharapkan
-30,0
penurunan terhadap tekanan inflasi kedepan sejalan dengan
-40,0 -50,0 -60,0
relatif stabilnya harga minyak. Kondisi tersebut mendorong BSI
Country Total Manufacturing Non Manufacturing Sep
Okt
Nov 2005
Des
meningkat pada periode survey April-Mei. (Grafik 2.7). Jan
Feb
Mar
Apr
[At present]
Mei 2006
Jun
Jul
Ags
Ags [Outlook]
Net Ekspor di triwulan III-2006 diperkirakan masih tetap positif positif.
Grafik 2.6
Ekspor diperkirakan masih akan tetap tumbuh tinggi yaitu antara
Survei Jetro
10,7-11,2% (yoy). Sampai bulan Agustus, peningkatan ekspor berdasarkan golongan barang
terutama berasal
dari
pertumbuhan ekspor bijih, kerak dan abu logam, mesin/ peralatan listrik dan bahan bakar mineral. Untuk ekspor kelompok barang nonmigas, pertanian, pertambangan dan industri, diperkirakan kesemuanya memberikan
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekspor dengan %
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan.
125 123
Sementara itu, impor diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
121 119
8,4-8,9% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan
117
peningkatan impor pada tiga triwulan sebelumnya. Berdasarkan
115
golongan barang, data hingga Agustus, peningkatan impor
113
terjadi pada semua kelompok barang yaitu konsumsi, bahan
111
baku, dan barang modal. Sementara itu, secara kumulatif impor
109 107 Expectation
BSI
yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah impor barang
Present Situation
105 J-04
S-04
N-04
J-05
M-05
M-05
J-05
S-05
N-05
J-06
M-06
M-06
Grafik 2.7
konsumsi. Kinerja operasi keuangan Pemerintah selama delapan bulan
Survei Tendensi Bisnis-Danareksa
pertama tahun 2006 menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2005, namun masih di bawah yang telah dianggarkan dianggarkan. Defisit selama bulan Januari-
%,y-o-y 25,0
180,0 150,0
gXmineral/ pertambangan (val)
20,0
gXpertanian (val)
120,0
Agustus 2006 telah mencapai Rp10 triliun (0,3% dari PDB) atau 25% dari defisit APBNP sebesar Rp39,9 triliun (1,3% dari PDB).
PDB ekspor (rhs)
gXindustri (val) 15,0
90,0
Kondisi ini lebih baik dari periode yang sama tahun 2005 ketika operasi keuangan Pemerintah masih mencatat surplus Rp16,6 triliun (0,6% dari PDB). Sampai dengan Agustus 2006, Belanja
60,0
10,0
30,0 5,0 0,0 -30,0
Negara telah mencapai 51% dari APBNP yang didorong oleh realisasi Belanja Untuk Daerah yang telah mencapai 64,8% dari APBNP, sedangkan Belanja Pemerintah Pusat masih 45% dari
I
II
III
IV
I
II
2004
III
IV
I
II
2005
III*
0,0
2006
APBNP. Sebagian besar Belanja Negara digunakan untuk Transfer
Grafik 2.8
ke Daerah (40%) dan pembayaran kewajiban Pemerintah, yaitu
Ekspor menurut kelompok barang
Belanja Pegawai, Bunga Utang dan Subsidi (39%), sedangkan belanja-belanja yang bersifat diskresi seperti Belanja Modal dan Belanja Barang tercatat masing-masing sebesar 28% dan 37% dari APBNP. Sementara itu program-program yang ditujukan
%, y-o-y 130,0 PDB Impor (rhs) gMbahan Baku (val) gMbarang Konsumsi (val) gMbarang modal (val)
110,0 90,0
40,0
untuk meningkatkan daya beli masyarakat telah terlaksana
35,0
dengan baik. Program Kompensasi Penghematan Subsidi BBM
30,0
telah terealisasi sekitar Rp9 triliun dari Rp15,6 triliun yang
70,0
25,0
50,0
20,0
30,0
15,0
10,0
10,0
-10,0
5,0
Pada triwulan III-2006, realisasi beberapa komponen Belanja
-30,0
0,0
Negara dalam jumlah besar menyebabkan defisit pada periode
I
II
III
2004
IV
I
II
III
IV
2005
I
II
III*
2006
Grafik 2.9
dianggarkan dalam Bantuan Sosial1 dan Subsidi Langsung Tunai telah mencapai Rp16 triliun dari yang dianggarkan sebesar Rp18,8 triliun dalam Belanja Lainnya.2
laporan lebih besar dari defisit triwulan III-2005 III-2005. Defisit selama
Impor menurut kelompok barang 1 2
Program Kompensasi Penghematan Subsidi BBM dalam anggaran Bantuan Sosial mencakup bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan asuransi kesehatan rakyat miskin (Askeskin). Anggaran Subsidi Langsung Tunai meningkat dari Rp17 triliun dalam APBN 2006 menjadi Rp18,8 triliun dalam APBNP 2006 karena perluasan cakupan penduduk miskin dari 17,7 juta rumah tangga miskin (RTM) dalam APBN 2006 menjadi 19,2 juta RTM dalam APBNP 2006. SLT dibayarkan sebesar Rp100.000 per bulan untuk setiap RTM dan dibayarkan setiap tiga bulan selama triwulan I-III 2006.
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
Juli-Agustus 2006 telah mencapai Rp8,6 triliun, lebih tinggi dari defisit selama tiga bulan pada triwulan III-2005 yang mencapai Rp5,5 triliun. Besarnya pengeluaran di triwulan ini karena adanya pembayaran gaji ke-13 pada bulan Juli serta adanya pembayaran subsidi BBM, Dana Bagi Hasil dan Subsidi Langsung Tunai dalam jumlah signifikan di bulan Agustus. Secara umum, proyeksi defisit untuk triwulan III-2006 sudah cukup baik kecuali Belanja Modal yang baru mencapai Rp6,7 triliun, masih di bawah proyeksi dengan menggunakan pola historis sebesar Rp20 triliun, namun sedikit lebih tinggi dari realisasi triwulan III-2005 yang mencapai Rp6,5 triliun.
Penawaran Agregat Searah dengan perkembangan di sisi permintaan, angka PDB sisi penawaran pada triwulan III-2006 diperkirakan mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan tiga triwulan sebelumnya sebelumnya, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kecenderungan historis menjelang kenaikan harga BBM Oktober 2005 . Pertumbuhan PDB sektoral pada triwulan III-2006 diperkirakan mencapai 5,4% (y-o-y)
terjadi
Tabel 2.2
1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA 9. JASA-JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO
2005*) I 1,10 4,06 6,31 6,36 7,42 9,88 14,27 6,66 4,64 6,25
II 0,92 -0,53 4,94 6,86 8,23 10,01 14,10 8,86 4,43 5,63
komunikasi
2006
III
IV
2,95 1,01 4,46 6,60 6,91 8,65 12,99 7,86 5,58 5,63
5,46 1,92 2,91 6,13 6,86 6,01 10,78 5,21 5,97 4,90
pada
pengangkutan
Pertumbuhan PDB Sektoral Sektor
(y-o-y). Pertumbuhan tertinggi
Total 2,49 1,59 4,63 6,49 7,34 8,59 12,97 7,12 5,16 5,60
* Angka Sementara ** Proyeksi BI
I
II
III**)
3,93 3,65 3,09 5,77 7,15 4,72 11,03 5,39 5,44 4,70
5,00 5,43 3,05 5,69 8,26 4,64 13,29 5,07 5,86 5,22
4,44 5,46 3,34 6,37 9,11 5,08 13,79 5,13 5,97 5,41
dan
sektor dan sektor
bangunan, sementara sektor yang tumbuh relatif tinggi dibanding trend historisnya adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan. Dua sektor terbesar yaitu sektor industri
dan
sektor
perdagangan meskipun trend pertumbuhannya meningkat namun masih mengalami perlambatan pertumbuhan. Sektor Industri Pengolahan dalam triwulan III 2006 diperkirakan tumbuh 3,34%, kecenderungan pertumbuhannya relatif membaik dibandingkan dengan tiga triwulan sebelumnya, namun lebih rendah dibandingkan trend historisnya. Faktor penting yang menyebabkan masih belum optimalnya pertumbuhan di sektor ini antara lain adalah kenaikan biaya produksi yang belum sebanding dengan perbaikan daya beli masyarakat. Belum optimalnya pertumbuhan di sektor industri pengolahan ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator penting seperti masih rendahnya produksi mobil, sepeda motor, dan truk, serta menurunnya tingkat penjualan produk elektronik walaupun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sudah mulai menunjukkan perbaikan. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran pada triwulan III-2006 diperkirakan tumbuh 5,08% 5,08%, membaik dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya, namun jauh lebih rendah dibandingkan trend historisnya (pra kenaikan harga BBM). Hal ini menunjukkan bahwa indikasi perbaikan permintaan domestik masih belumnya
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
sepenuhnya pulih. Perbaikan pertumbuhan di sektor perdagangan ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator penting seperti mulai positifnya pertumbuhan indeks riil penjualan eceran (Survey Pedagang Eceran-BI), pertumbuhan nilai PPN riil dan mulai meningkatnya pertumbuhan arus barang (cargo loaded dan unloaded domestik dan internasional). Khusus di sub sektor Hotel, perbaikan antara lain tercermin pada peningkatan tingkat hunian hotel di Jakarta. Sektor Pertanian di triwulan III-2006 diproyeksikan tumbuh 4,44%, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan trend historis pra kenaikan BBM Oktober 2005. Pertumbuhan tinggi sektor pertanian pada triwulan ini didorong oleh bergesernya musim panen dan tingginya volume ekspor komoditas beberapa sub sektor perkebunan seperti kopi dan karet dan juga peningkatan ekspor binatang ternak dan hasil perikanan. Peningkatan di sektor pertanian secara qtq sebagaimana terlihat pada hasil SKDU. Sektor Pertambangan di triwulan III-2006 diproyeksikan tumbuh 5,46%, relatif tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun trend historis dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan tinggi sektor pertambangan terutama disebabkan oleh peningkatan produksi pada beberapa hasil pertambangan nonmigas, seperti batu-bara, alumunium dan tambang lainnya yang tercermin pada peningkatan volume ekspor produk dimaksud. Produksi gas diperkirakan juga meningkat sebagaimana tercermin pada peningkatan nilai ekspor gas. Sementara itu, produksi minyak dipengaruhi oleh terbatasnya ekploitasi sumur/ladang minyak baru produksinya relatif turun. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan III-2006 diperkirakan tetap tumbuh tinggi (13,79%) (13,79%), meskipun pada saat yang sama sektor-sektor lain mengalami perlambatan pertumbuhan pascakenaikan harga BBM Oktober 2005. Salah satu indikator yang mendukung pertumbuhan sektor ini adalah peningkatan jumlah penumpang Kereta API dan Kapal, peningkatan penumpang udara, dan peningkatan jumlah pengguna telepon seluler. Selain itu, peningkatan di sektor ini juga dikonfirmasi oleh Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Sektor Bangunan di triwulan III 2006 diperkirakan juga tetap 0,1
90
0,05
80
0 -0,05
70 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Output Gap Accelerated Output Gap ACC. SSMX Inflasi inti (yoy, skala kanan)
-0,2
indikasi meningkatnya pertumbuhan suplai properti komersial
50
di area Jakarta dan sekitarnya serta perbaikan pada produksi
40
semen. Berdasarkan hasil SKDU, peningkatan pertumbuhan
30
secara triwulanan (qtq) juga diperkirakan akan terjadi pada
20
-0,25
10
-0,3
0
Grafik 2.10 Estimasi dan Akselerasi Perubahan Output Gap
komunikasi. Pertumbuhan ini dikonfirmasi oleh mulai terlihatnya
60
-0,1 -0,15
tumbuh tinggi (9,11%) (9,11%), seperti halnya sektor pengangkutan dan
triwulan III-2006.
Kesenjangan Output (Output Gap) Perekonomian triwulan III-2006 diperkirakan masih berada di bawah tingkat potensialnya potensialnya. Hasil estimasi menunjukkan output gap masih
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
negatif dengan pergerakan yang menyempit ke titik nol. Akselerasi penyempitan tersebut terlihat meningkat sejak triwulan I-2006. Pergerakan output gap yang kembali meningkat di tengah pertumbuhan PDB aktual yang masih moderat mengindikasikan bahwa trend perlambatan pertumbuhan investasi tidak hanya menyebabkan melambatnya pertumbuhan PDB aktual tetapi juga PDB potensial (kapasitas perekonomian) (Grafik 2.10).
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA3 Sampai dengan triwulan III 2006, perkembangan ekonomi global masih mendukung kinerja sektor eksternal Indonesia Indonesia. Kinerja ekspor yang membaik, baik akibat harga maupun volume, dan masih rendahnya keperluan impor telah menyebabkan surplus transaksi berjalan. Di sisi lalu lintas modal, dengan dukungan aliran modal asing portofolio, neraca modal dan finansial juga mencatat surplus. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan III-06 mencapai US$ 42,36 miliar. Membaiknya kondisi neraca pembayaran tersebut diharapkan mampu mendukung percepatan pembayaran utang IMF tahap kedua sebesar US$ 3,1 miliar. Selain itu, perkembangan tersebut juga mendukung kestabilan nilai tukar rupiah yang banyak mengalami goncangan (shock) dari sisi eksternal pada akhirakhir ini.
Transaksi Berjalan Transaksi berjalan di triwulan III-2006 diperkirakan mengalami surplus yang didukung oleh pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dan masih relatif rendahnya pertumbuhan impor dibanding perkiraan awal triwulan4 . Cukup kuatnya permintaan eksternal telah mendorong kinerja ekspor Indonesia, baik di sisi harga maupun volume, sehingga kinerja ekspor (migas dan nonmigas) pada triwulan III-06 diperkirakan tumbuh sebesar 17,6% (yoy). Ditengah apresiasi nilai tukar riil, pertumbuhan ekspor nonmigas sampai dengan bulan Agustus 2006 mencapai 18,8% dibanding perkiraan sampai dengan TW III sebesar 13,8%. Di lain pihak, impor pada periode laporan diperkirakan tumbuh sebesar 4,6% (yoy), yang ditopang oleh pertumbuhan impor nonmigas yang cukup tinggi (8,9% yoy). Dari sisi jasa-jasa terjadi penyesuaian biaya angkutan akibat rendahnya impor sementara di sisi neraca pendapatan (income) terjadi penyesuaian penurunan profit transfer. Surplus transaksi berjalan yang tinggi tersebut diperkirakan masih dapat lebih baik lagi berdasarkan asesmen terhadap realisasi angka ekspor dan impor terkini. Namun dari sisi ekspor migas perlu diperhatikan kemampuan produksi minyak yang terus menurun dan adanya pengalihan ekspor gas untuk keperluan domestik.
3 4
10
Berdasarkan perkiraan NPI exercise September 2006 . Dalam perkiraan Agustus, pertumbuhan tahunan ekspor non migas direvisi dari 7% menjadi 11%, sementara impor non migas diturunkan dari 6% menjadi 2%
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Neraca Modal dan Finansial Neraca Lalu Lintas Modal (LLM) pada triwulan III-2006 diperkirakan akan mencatat surplus surplus. Setelah sempat mengalami pembalikan arus modal asing pada akhir triwulan II-2006 yang dipicu oleh sentimen global, arus modal asing kembali masuk ke Indonesia pada periode laporan. Namun demikian, aliran modal masuk tersebut masih didominasi oleh aliran modal jangka pendek (investasi portofolio), sementara investasi langsung masih terbatas. Investasi portofolio pemodal asing kembali masuk ke pasar keuangan Indonesia dengan penempatan terbesar pada SUN dan saham. Ekspektasi terhentinya kenaikan suku bunga global mendorong investor menanamkan dananya pada kedua instrumen tersebut. Sementara itu, aliran modal berbentuk investasi langsung masih terbatas seiring dengan tertundanya beberapa proyek infrastruktur dan masih belum adanya perbaikan yang signifikan terhadap iklim investasi di dalam negeri.
Cadangan Devisa Dengan berbagai perkembangan tersebut di atas, realisasi NPI triwulan III-2006 diperkirakan mencatat surplus, dibandingkan perkiraan semula yang mencatat defisit. Kondisi tersebut menyebabkan posisi cadangan devisa menjadi US$ 42,36 miliar. Apabila rencana untuk pembayaran utang luar negeri ke IMF tahap kedua dilaksanakan maka diperkirakan cadangan devisa masih pada level yang relatif aman dan diperkirakan tidak mengganggu kondisi stabilitas makroekonomi Indonesia.
KEBIJAKAN MAKROEKONOMI Sampai dengan triwulan III-2006 Pemerintah terus berupaya untuk implementasikan berbagai kebijakan yang telah diambil dalam rangka mendorong kegiatan perekeonomian. Beberapa kebijakan telah diambil Pemerintah di berbagai bidang. Di bidang industri dan perdagangan terutama terkait dengan harmonisasi tarif untuk mengurangi distorsi tata niaga. Di bidang infrastruktur kebijakan yang dikeluarkan lebih menyentuh aspek legal. Di bidang pertanian mencakup penyesuaian harga pokok penjualan (HPP) beras dan pengalihan subsidi pupuk. Sementara itu, di bidang iklim investasi, kebijakan yang telah direalisasikan masih di bawah 10 bidang, antara lain bidang umum, bidang perpajakan, bidang kepabeanan dan bidang ketenaga kerjaan. Adapun perkembangan kebijakan Pemerintah sampai dengan triwulan III antara lain adalah penyelesaian 26 tindakan perbaikan iklim investasi dari yang direncanakan 85, kebijakan infrastruktur terselesaikan sebanyak 41 tindakan dari yang direncanakan 161. Sementara itu kebijakan lain yang bersifat penyesuaian, terutama untuk meningkatkan dan mendukung sektor produksi relatif terbatas. Kebijakan tersebut yang cukup penting antara lain adalah pemberian restitusi pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) patuh paling lama 1 bulan dan pembebasan PPn produk primer.
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2006
Sampai dengan triwulan III tersebut, kebijakan ekonomi yang bersifat struktural, terutama kebijakan perbaikan iklim investasi dan perbaikan infrastruktur pelaksanaannya masih berjalan relatif lambat belum menunjukkan perkembangan yang berarti berarti. Di bidang perbaikan iklim investasi, beberapa alasan yang menyebabkan lambatnya realisasi penyelesaian tindakan antara lain adalah lambatnya penyelesaian produk UU seperti UU Investasi dan UU Perpajakan, dan tertundanya penyelesaian UU ketenagakerjaan. Sementara itu di bidang infrastruktur, permasalahan yang dihadapi selain menyangkut koordinasi juga menyangkut kompleksitas permasalahan yang dihadapi di bidang infrastruktur. Seiring dengan relatif terbatasnya implementasi kebijakan struktural tersebut, keyakinan dunia usaha masih belum mengalami peningkatan secara signifikan. Beberapa hal yang dirasakan oleh pelaku usaha antara lain adalah informasi tentang tindakan-tindakan yang telah keluarkan oleh pemerintah sosialisasinya dirasakan masih sedikit; implementasi kebijakan di tingkat pelaksana kurang optimal; praktekpraktek yang menyebankan biaya tinggi masih cukup besar. Hal lain yang dikeluhkan pelaku usaha adalah adanya persepsi bahwa Inpres 3/2006 hanya ditujukan untuk mendorong investasi asing, kurang memberikan insentif dorongan kepada UKM. Sementara itu, secara regional, permasalahan iklim investasi di daerah berdasarkan hasil survei dan dari contoh beberapa daerah tingkat dua yang ada, maka kepemimpinan kepala daerah akan sangat mewarnai iklim investasi di suatu daerah. Kepala daerah yang memiliki visi pro bisnis cenderung menjadikan daerahnya memiliki iklim investasi yang lebih baik sehingga mampu menarik investor.
12