16 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
ISSN 1412-1468
PENGARUH MULSA JERAMI TERHADAP PERKEMBANGAN GULMA PADA TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) (Effect of Treatment to Straw Mulch on Growing of Weed Toward Cucumber Plant)
Helda Syahfari Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
ABSTRACT The objectives of the experiment was to study weed control method with straw mulch to the weed growth on the land of cucumber plant. The experiment was conducted in Desa Giri Rejo Village, Lempake sub district, Samarinda Utara District, Regency of Samarinda for three months. The result of the experiment showed that the method of weed control with straw mulch were difference to the some of weed growth. Key words : Control of weed, mulching, land of cucumber plant.
PENDAHULUAN Sayuran menduduki tempat khusus dalam pertanian karena pengusahaannya sangat intensif. Masukan dalam bentuk pupuk, tenaga untuk penanaman dan panen, pemeliharaan, dan perlindungan tanaman juga sangat tinggi jika dibandingkan dengan tanaman pertanian lainnnya (field crop) (Williams, et. all, 1993). Umur sayuran yang singkat, daerah perakaran yang relatif dangkal, banyaknya hama dan penyakit serta gulma yang mengganggu dan kebutuhan air yang tinggi adalah hal yang memperjelas pentingnya pemeliharaan bagi sayur-sayuran. Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, protein nabati, dan serat, sehingga sangat penting dikonsumsi untuk kesehatan masyarakat karena dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Menurut Sunarjono (2005), setiap orang Indonesia memerlukan sayuran sebanyak 150 g berat bersih orang-1 hari-1 dalam menu makanannya. Mentimun merupakan sayuran buah yang sangat populer dan digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk berpengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan pangan termasuk permintaan komoditas ini.
Pengembangan budidaya mentimun mempunyai peranan dan sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani, penyediaan bahan pangan bergizi bagi masyarakat luas, perluasan kesempatan kerja dan wirausaha (agribisnis), serta dapat diandalkan sebagai salah satu komoditas ekspor non migas dari sektor pertanian sub-sektor hortikultura karena memiliki peluang pasar yang menjanjikan untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga dan industri pengolahan, baik di pasar domestik maupun pasar internasional (Rukmana, 1994). Meskipun mentimun sangat popular dan digemari, namun belum diusahakan secara intensif dan hanya sebagai usaha sampingan sehingga rata-rata hasil mentimun secara nasional masih rendah yaitu antara 3,5 – 4,8 Mg ha‾ ¹ (Rukmana, 1994). Rendahnya produksi ini diantaranya disebabkan oleh hama, penyakit (termasuk penyakit pasca panen), dan persaingan dengan gulma. Meskipun mentimun sangat popular dan digemari, namun belum diusahakan secara intensif dan hanya sebagai usaha sampingan sehingga rata-rata hasil mentimun
17 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
secara nasional masih rendah yaitu antara 3,5 – 4,8 Mg ha‾ ¹ (Rukmana, 1994). Rendahnya produksi ini diantaranya disebabkan oleh hama, penyakit (termasuk penyakit pasca panen), dan persaingan dengan gulma. Pada sistem pertanian sederhana diperkirakan kehilangan hasil yang diakibatkan gulma sekitar 25% (Djafaruddin, 1996). Pengetahuan mengenai cara gulma berkembangbiak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk diketahui. Pengetahuan tersebut menentukan kegiatan pengendalian. Pengendalian gulma pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mengubah suatu keseimbangan ekologis yang bertujuan menekan pertumbuhan gulma, tetapi tidak berpengaruh negatif terhadap tanaman budidaya (Sukman dan Yakup, 1995). Besarnya kehilangan hasil panen tanaman pangan akibat kompetisi dengan gulma sangatlah erat kaitannya dengan jumlah individu gulma yang turut berperan dalam kompetisi dan ditambah berat gulma serta lamanya gulma tumbuh bersama-sama tanaman pangannya akan memegang peranan penting di dalam kompetisi. Tanaman budidaya sangatlah bervariasi dalam ketahannya tumbbuh bersama-sama gulma, mulai dari 3 sampai 22 minggu. Juga untuk setiap jenis tanaman, periode ketahannya sangat bergantung pada jenis-jenis gulmanya. Mengapa tanaman jagung lebih tidak tahan kompetisi jika dibandingkan dengan kedelai tidak keterangan yang dapat menjawabnya (Sastroutomo, 1990). Pada umumnya, sebagian besar gulma semusim mempunyai daya kompetisi yang rendah dibandingkan dengan tanaman pangannya. Ada hubungan antara lamanya waktu toleransi terhadap keberadaan gulma dan periode bebas gulma. Perbedaan lamanya kedua periode ini mempunyai implikasi yang sangat penting dalam memilih cara-cara pengendalian gulmanya.
ISSN 1412-1468
Pengendalian gulma selama ini banyak dilakukan dengan menggunakan pestisida (herbisida), yang dianggap lebih praktis dan hasil dapat terlihat dengan cepat. Akan tetapi dampak dari penggunaan pestisida (herbisida) ini justru akan menimbulkan perubahan spektrum gulma yang cukup besar yaitu akan terjadi perubahan dominansi dalam komunitas gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang toleran Meonandir, 1990). Alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma di lahan pertanian, menghindari curah hujan yang berlebihan dan teriknya penyinaran matahari adalah dengan menggunakan penutup tanah atau mulsa. Mulsa meliputi semua bahan atau material yang sengaja dihamparkan pada permukaan tanah atau lahan pertanian. Penerapan sistem mulsa pada berbagai usahatani semakin memasyarakat. Dengan berkembangnya teknologi di bidang pertanian maka jenis bahan mulsa semakin beragam. Bahan mulsa yang umumnya digunakan adalah bahan mulsa organik seperti jerami padi, alang-alang, sekam padi dan bahan kimia sintetik seperti plastik polietilen atau plastik hitam perak. Pemberian mulsa pada lahan pertanian bertujuan untuk menghalangi penguapan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang nantinya akan mempengaruhi produktivitas tanah yang bersangkutan dan juga mencegah pertumbuhan gulma (Ronoprawiro, 1996; Umboh, 1999). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh mulsa jerami terhadap perkembangan gulma pada tanaman mentimun. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Giri Rejo, Lempake Kecamatan Samarinda Utara. Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak persiapan lahan sampai pengambilan data terakhir.
18 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih mentimun, mulsa jerami sebanyak 777,6 kg. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, buku identifikasi gulma, kalkulator, alat tulis menulis, timbangan, dan alat dokumentasi. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah persiapan lahan penanaman, pemberian mulsa, penanaman, dan pemeliharaan dan pemanenan. Rancangan Perlakuan Dalam penelitian ini digunakan dua macam perlakuan, yaitu : tanpa pemberian mulsa (m0) dan pemberian mulsa jerami (m1). Prosedur penelitian Kegiatan penelitian yaitu sebagai berikut : (1) persiapan lahan, (2) perlakuan pemberian mulsa setiap petakan penelitian disesuaikan dengan perlakuan yaitu tanpa pemberian mulsa (M0), mulsa jerami (M1). Pemberian mulsa dilakukan setelah pemindahan tanaman. Pada mulsa jerami terlebih dahulu dikering-anginkan sebelum dihamparkan, dan dihamparkan sebelum penanaman dengan tebal sekitar 3 cm atau 1,29 kg.petak-1; (3) pemeliharaan tanaman mentimun meliputi : penyiraman, penyulaman, wiwilan, pemasangan ajir, dan pengendalian hama dan penyakit Pengambilan dan Analisis Data Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu : (1) jenis gulma yang hidup diamati setiap 2 minggu sekali dan diklasifikasikan sesusi jenisnya dengan menggunakan buku identifikasi gulma; dan (2) jumlah gulma yang hidup diamati setiap 2 minggu sekali pada setiap perlakuan. Analisis data dilakukan secara deskripsi kuantitatif.
ISSN 1412-1468
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Gulma yang Tumbuh Berdasarkan dari hasil pengamatan dan hasil identifikasi pengaruh perlakuan pemberian mulsa terhadap jenis-jenis gulma yang tumbuh di lapangan, menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis gulma yang tumbuh yaitu dari jenis teki, rumput, dan daun lebar. Pengaruh berbagai jenis mulsa terhadap jenis gulma yang tumbuh disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1), jenis gulma yang pertama pada penelitian ini adalah teki (sedges) dengan ciri-ciri batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari nodia, dan berwarna ungu tua. Gulma dari golongan ini mempunyai sistem rhizome dan umbi sangat luas. Sifat yang menonjol adalah cepatnya membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu (Sukman dan Yakup,1991). Pada penelitian ini terdapat teki dari spesies Cyperus difformis L. yang merupakan gulma dominan baik pada kontrol (m0) dan dengan pemberian mulsa (m1). Jenis gulma selanjutnya pada penelitian ini adalah rumput (grasses). Gulma jenis ini mempunyai ciri-ciri batang bulat atau pipih dan berongga, daunnya panjang dan sempit, rusuk daun (tulang daun sejajar), susunan daun berurutan sepanjang batang dalam 2 baris. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan dibedakan rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan karena beberapa spesies rumput semusim mugkin mempunyai habitus yang mirip tanaman (Sukman dan Yakup, 1991; Bhratara Karya Aksara,1985).
19 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
ISSN 1412-1468
Tabel 1. Pengaruh perlakuan pemberian mulsa terhadap jenis gulma yang tumbuh pada umur 14 HST, 28 HST, 42 HST, 54 HST Perlakuan m0 (Kontrol)
m1 (Mulsa jerami)
Jenis Gulma
Nama Gulma
Teki Teki Rumput Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar
Cyperus diformis Cyperus rotundus Echinocloa colonum Ageratum conyzoides Amaranthus spinossus Cleome rutidospermae Portulaca olearacea Phyllanthus niruri
Teki Teki Rumput Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar Daun Lebar
C.difformis C. rotundus E. colonum A. conyzoides A. spinossus C. rutidospermae P. olearacea P. niruri
Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada nodus atau titik memencarnya daun dan tunas-tunas ini juga sensitif terhadap herbisida. Meristem apikal dari gulma berdaun lebar adalah bagian batang yang terbentuk sebagai bagian terbuka yang sensitif terhadap perlakuan kimia. Oleh karena itu herbisida pengendali daun lebar lebih banyak daripada pengendali rumput (Sukman dan Yakup, 1991). Pada penelitian ini terdapat jenis gulma daun lebar dari spesies Amaranthus spinossus L, Ageratum conyzoides L., Cleome rutidosperma L., Phyllanthus niruri L. dan, Portulaca olearacea Hook. yang merupakan gulma dominan. Luas daun yang dimiliki gulma berdaun lebar dibandingkan dengan daun yang sempit merupakan resultante dari proses fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman. Pertumbuhan berhubungan langsung dengan rasio luas daun, berat daun spesifik, dan asimilat per unit daun. Pertambahan luas daun sangat penting, karena pengaruhnya terhadap total produksi bahan kering mendekati 70 %,
14 23 3 466 551
19
198 304
Jumlah gulma pada umur – hst 28 42 1010805 169 116 342 71 421 31 37 27 22 102 46
9
54
1536 485 103 17 20 17 375 16
1743 365 89 21 62 36 646 21
372 101 15
53 132
30 38 825 7
33 28 292 12
sedangkan sumbangan tingkat fotosintesa hanya 30 %. Sifat-sifat karakteristik bagian vegetatif dan generatif beberapa jenis gulma semusim berbeda dan memiliki ciri-ciri jenis ruderal kompetitif terutama yang sering ditemukan di lahan-lahan pertanian. Sebagai jenis ruderal jenis-jenis ini membutuhkan adanya gangguan yang berupa pengolahan tanah untuk pertumbuhannya. Karena untuk memperoleh habitat yang selalu dalam keadaan terganggu adalah tidak mungkin disamping adanya tanaman pangan yang tumbuh, maka jenis-jenis gulma ini perlu juga untuk mengembangkan sifat-sifat kompetitifnya. Keberhasilan suatu organisme dalam berevolusi biasanya diukur dari banyaknya jumlah individu yang dihasilkan, luas daerah dipermukaan bumi yang dikuasainya, macam-macam habitat yang ditempati untuk menurunkan sifat-sifat genetis yang sama ke generasi berikutnya. Ada tiga kriteria umum yang dapat digunakan untuk menjelaskan vegetasi gulma dalam kaitannya dengan hal di atas yaitu mempunyai daya reproduksi yang tinggi,
20 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
pemencaran biji yang luas dan pertumbuhan yang cepat. Menurut Nasution (1986), gulma Ageratum conyzoides, Phyllanthus niruri tergolong kurang merugikan namun perlu pengendalian sedangkan gulma Axonopus compressus merupakan gulma yang merugikan dan harus dikendalikan. Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau yang sejenisnya. Tetap jika memandang hampir semua jenis rerumputan adalah jenis C4, maka pengaruh kompetisinya yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar hal ini disebabkan karena pertumbuhannya yang
ISSN 1412-1468
menyebar luas dengan daun yang tumbuh horizontalyang membuatnya semakin kompetitif akan cahaya. Dari 10 jenis gulma penting di dunia, 8 diantaranya adalah jenis rerumputan atau teki-tekian, tetapi hal ini tidak boleh dicampur adukkan dengan sifatsifatnya yang berbahaya, beracun, atau tidak mudah dikendalikan (Moenandir, 1988) B. Jumlah Gulma
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan cara pengendalian gulma dengan mulsa terhadap jumlah gulma yang tumbuh berbeda pada berbagai umur tanaman yang diamatiseperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Pengaruh cara pengendalian gulma dengan mulsa terhadap jumlah gulma yang tumbuh pada umur 14 HST, 28 HST, 42 HST, 54 HST. Perlakuan m0 (kontrol) m1 (mulsa jerami)
14 HST 447,67 213,00
Perlakuan cara pengendalian gulma dengan mulsa terhadap jumlah gulma yang tumbuh menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap rata-rata jumlah gulma umur 14, 28, 42, dan 54 hari setelah tanam. Adanya perbedaan yang nyata tersebut dikarenakan perlakuan pengendalian gulma yaitu dengan mulsa memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma dimana mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta beberapa jenis gulma dewasa mati. Disamping mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan mempengaruhi temperatur tanah. Penggunaan mulsa meningkatkan temperatur tanah dan mempengaruhi perkecambahan biji gulma. Gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami, namun gulma yang mempunyai pertumbuhan tidak terbatas (indeterminate) memang sesuai dengan perlakuan ini. Penggunaan mulsa dalam pengendalian
Rata-rata jumlah gulma umur 28 HST 42 HST 725,00 860,67 307,33 607,33
54 HST 1061,00 497,33
gulma masih relatif terbatas, namun cukup berhasil (Sukman dan Yakup, 1991). Kepadatan gulma semakin bertambahnya umur tanaman mentimun jelas menyebabkan gangguan yang semakin meningkat. Pada tingkat kepadatan yang tinggi, hasil panen biasanya ditandai oleh jenis tumbuhan yang kecil ukurannya atau sebagai akibat adanya tingkat kepadatan yang tinggi, maka akan timbul kematian yang menyebabkan hanya beberapa individu yang hidup (Sastroutomo, 1999) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perlakuan pemberian mulsa jerami menghasilkan rata-rata jumlah gulma yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa. 2. Jenis gulma yang dominan pada perlakuan pemberian ulsa jerami dan tanpa mulsa adalah dari jenis gulma teki yaitu Cyperus
21 ZIRAA’AH, Volume 27 Nomor 1, Pebruari 2010 Halaman 16-21
difformis dan jenis gulma berdaun lebar (broad leaves), yaitu Portulaca olearace..
ISSN 1412-1468
Sumatera Utara dan Aceh. Puslitbang Perkebuanan Tanjung Morawa (P4TM)
Saran Pada pertanaman mentimun sebaiknya sangat dianjurkan untuk memberikan mulsa karena dapat menekan jenis dan jumlah gulma yang tumbuh di areal lahan pertanaman. DAFTAR PUSTAKA Dewan Redaksi Bhratara Karya Aksara, 1985. Pengendalian Terpadu Terhadap Hama, Penyakit dan Gulma pada Padi. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Djafaruddin, 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta. Jumin, H.B., 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Moenandir, J., 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Pers, Jakarta. Moenandir, J., 1990. Fisiologi Herbisida. Rajawali Pers, Jakarta. Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet
Ronoprawiro, S., 1996. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Kanisisus. Yogyakarta Sastroutomo, S. S., 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sukman Y. dan Yakup, 1995. Gulma dan Tekhnik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada, Palembang. Sunarjono, H., 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta. Umboh, A. H., 1999. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya, Jakarta. Williams, C. N., Uzo, J. O., Peregrine, W. T. H. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Terjemahan Soedharoedjiun, R. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.