135 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
ISSN 1412-1468
BUFFER ZINC DALAM RANSUM BERSERAT YANG DI SUPLEMENTASI MINYAK IKAN DAN MINYAK JAGUNG TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI ITIK ALABIO PETELUR (Buffering of Zinc that Supplementation of Fish Oil and Corn Oil in Fiber Ration at Laying Alabio duck’s Production) Danang Biyatmoko Program Studi Produksi Ternak Faperta Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru 70714 KalSel
ABSTRACT Objectives of this research were to know the effect buffering zinc that supplementation of fish oil and corn oil in fiber ration at Laying Alabio duck’s production (egg production, feed consumtion, feed convertion/FCR). Research method using factorial design 2 x 5 that consist of two replications. First factor was fiber level rations (S1 = fiber level rations 6%, S2= fiber level rations 8%), Second factor was supplementation of oil with buffering Zinc (M1=fish oil 6% + Zn, M2= fish oil 4% + corn oil 2% + Zn, M3=fish oil 3% + corn oil 3% + Zn, M4=fish oil 2% + corn oil 4% + Zn, M5=corn oil 6% + Zn). Result of this research was found that there was no significan interaction between fiber level rations (S) and supplementation of oil (fish oil + corn oil) wirh buffering zinc (M) on percentage of egg production, but there were significan from single factor of fiber level factor (S) and supplementation of oil factor (M) on egg production. The best treatment for fiber level factor was S1 (fiber level 6%) that produce 78.07% egg production (p<0.05), and the best treatment for supplementation oil was M4 (fish oil 2% + corn oil 4% + Zn) that produce 86.07% (p<0.01). The second result show there was no significan interaction between fiber level rations (S) and supplementation of oil (fish oil + corn oil) wirh buffering zinc (M) on feed consumtion , included no significant from single factor of fiber level factor (S) or supplementation of oil factor (M).The thirth result show there was no significan interaction between fiber level rations (S) and supplementation of oil (fish oil + corn oil) wirh buffering zinc (M) on feed convertion , but there were significan from single factor of fiber level factor (S) or supplementation of oil factor (M). The best treatment feed covertion for fiber level factor was S1 (fiber level 6%) that was about 3.23 to (p<0.05), and the best feed convertion treatment for supplementation oil was M4 (fish oil 2% + corn oil 4% + Zn) and M5 (corn oil 6% + Zn ) that was about 3.12 (p<0.01). Key words : buffer zinc, fish oil, corn oil, Alabio duck .
PENDAHULUAN Itik Alabio petelur masíh dimungkinkan ditingkatkan produksi dan kualitas telurnya dengan suplementasi minyak nabati ataupun minyak hewani dan tambahan jenis mineral tertentu (Biyatmoko et al., 2009). Untuk ini ahli nutrisi mulai mengembangkan daya kerja berbagai minyak nabati dan minyak hewani yang mempunyai
tingkat keberhasilan paling signifikans. Taneja et al.,(1995) menerangkan efek dari suplementasi minyak hewani dan nabati dalam ransum ternak yang tidak diimbangi dengan penambahan buffer yaitu mineral seng (Zinc) akan berpengaruh buruk terhadap penyerapan (absorbsi) nutrien yang akan menyebabkan penurunan produksi. Walaupun penambahan minyak nabati seperti
136 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
minyak jagung dan minyak ikan memberi manfaat besar dalam peningkatan produksi telur unggas, Namur harus diimbangi oleh adanya buuffer dari mineral seperti zinc karena mampu mengoptimalkan penggunaannya, utamanya untuk pakan yang berserat. Karena pemberian lemak yang berlebih dalam ransum dengan adanya minyak ikan dan minyak jagung yang defisiensi mineral seng (Zinc) akan Makanan
menyebabkan ternak menderita anorexia (nafsu makan hilang), terhambatnya pertumbuhan dan produksi serta terjadinya malabsorbsi nutrien akibat dari malabsorbsi lemak sebagai hasil kekurangan Zn. Seng sebagai komponen enzim berperan mengambil peran dalam aktivitas selular, aktif dalam sintesis dan metabolisme RNA dan protein (Lloyd, 1978).
” Exchangeable Pool ” Permukaan Tulang
Lambung
ISSN 1412-1468
TULANG
Plasma
&
Cairan Ekstraselular
&
Usus Sel Darah
Feces
Urin
Jaringan Lunak
Keringat
TULANG
Bulu
Gambar 1. Kompartemen metabolisme Seng (Zn) (Strain dan Pories, 1970)
Scott (1976) menyatakan bahwa akibat adanya defisiensi mineral Zn akan memperlihatkan produksi telur yang menurun. Anak ayam yang ditetaskan berasal dari induk yang defisiensi Zn akan berdampak pada kelemahan tubuh, sulit berdiri tegak, nafsu makan menurun (anorexia), terdapat gejala pernafasan yang cepat, nafas tampak berat, pertumbuhan serta perkembangan kerangka badan yang terlambat. Gejala defisiensi Zn yang tampak antara lain turunnya intake pakan, bulu terlambat, bulu mengeriting, turunnya petumbuhan bobot badan, buruknya efisiensi atau konversi pakan serta penurunan pencernaan yang terjadi (Strain dan Pories, 1970).
Organ penting yang terlibat dalam metabolisme Zn adalah hati (Underwood, 1977). Seng terdapat dalam ternak karena diangkut bersama-sama bahan organik. Pada absorbsi dan transfer, seng melewati ikatan protein satu ke protein lainnya, mungkin dalam suatu ikatan metal kompleks dengan asam amino atau EDTA sebagai ikatan non protein. Metabolisme setelah absorbsi akan dipengaruhi oleh ikatan yang terjadi (Miller, 1975). Menurut Evans et. al. (1975) bahwa urutan absorbsi Zn adalah (a) pankreas mengeluarkan ligan pengikat Zn ke dalam lumen usus, (b) di lumen Zn mengikat ligan, (c) dalam ikatannya dengan ligan, Zn diangkut menembus mikrovilli usus masuk ke dalam sel epitel, (d) disel epitel ikatan Zn di bawa ke membran basal lateral plasma, dan
137 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
ISSN 1412-1468
(e) albumin bebas logam bergabung dengan membran plasma membawa Zn dari sisi reseptor. Interaksi fisiologis antara Zn dengan asam lemak esensial ditemukan oleh Bettger et.al (1979), dimana Zn menyebabkan adanya peningkatan proporsi arachidonat pada kulit kaki tikus. Selanjutnya diungkapkan bahwa Zn terlibat dalam metabolisme asam lemak, yakni arachidonat untuk menghasilkan prostaglandin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan buffer zinc dalam ransum berserat yang disuplementasi minyak jagung dan minyak ikan terhadap tingkat produksi telur itik Alabio.
analitik untuk pengukuran bobot telur dan sisa pakan dan papan recording produksi telur perlakuan.
METODE PENELITIAN
Faktor kedua adalah suplementasi minyak dengan mineral Zn (M) terdiri 5 taraf yaitu : M1 = Suplementasi 6 % minyak i k a n + Zn M2 = Suplementasi 4 % minyak ikan + 2 % minyak jagung + Zn M3 = Suplementasi 3 % minyak ikan + 3 % minyak jagung + Zn M4 = Suplementasi 2 % minyak ikan + 4 % minyak jagung + Zn M5 = Suplementasi 6 % minyak jagung + Zn
Tempat dan Waktu Penelitian berlangsung selama 3 bulan dilaksanakan di kandang unggas Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru. Materi dan Bahan penelitian Materi dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 100 ekor itik pullet umur 5 bulan digunakan, berasal dari peternakan itik di desa Mamar Kab. Hulu Sungai Utara (HSU). Bahan baku ransum terdiri dari dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, minyak kelapa, minyak ikan, minyak jagung, limstone dan topmix. Ransum dan air minum untuk itik diberikan adlibitum. Ransum disusun iso kalori dan iso protein sesuai fase umur itik , yaitu umur 7 bulan dengan kadar protein 18 % dan kalori 2750 kkal.kg-1 sesuai rekomendasi Nutrient Requirement of Duck NRC (1994). Ransum dan air minum untuk itik diberikan adlibitum. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas 20 kandang sistem Litter (postal) lengkap dengan tempat pakan dan minum, setiap kandang diisi sebanyak 5 ekor tiap kandang berukuran 75 cm x 50 cm x 60 cm (p x l x t ), timbangan duduk kapasitas 2 kg untuk penimbangan ransum, timbangan
Metode penelitian Rancangan percobaan menggunakan rancangan RAL pola faktorial 2 x 5 dengan 2 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 5 ekor itik, sehingga jumlah itik penelitian adalah 100 ekor itik pullet. Faktor yang dicobakan adalah : Faktor pertama adalah perlakuan level Serat ransum (S) terdiri 2 taraf yaitu : S1 = Level serat kasar (SK) ransum 6 % S2 = Level serat kasar (SK) ransum 8 %
Sebagai pembanding hasil penelitian, juga disertakan Ransum Kontrol yaitu ransum tanpa suplementasi minyak ikan (MI), minyak jagung (MJ) maupun mineral Zn. Kontrol berguna untuk melihat sejauhmana manfaat dan peran suplementasi yang dilakukan terhadap berbagai peubah yang diamati . Sehingga penelitian ini terdiri 10 kombinasi perlakuan , meliputi : S1M1 = Level serat 6 % + Suplementasi 6 % MI + Zn S1M2 = Level serat 6 % + Suplementasi 4 % MI + 2 % MJ + Zn S1M3 = Level serat 6 % + Suplementasi 3 % MI + 3 % MJ + Zn S1M4 = Level serat 6 % + Suplementasi 2 % MI + 4 % MJ + Zn S1M5 = Level serat 6 % + Suplementasi 6 % MJ + Zn
138 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
ISSN 1412-1468
S2M1 = Level serat 8 % + Suplementasi 6 % MI + Zn S2M2 = Level serat 8 % + Suplementasi 4 % MI + 2 % MJ + Zn S2M3 = Level serat 8 % + Suplementasi 3 % MI + 3 % MJ + Zn
S2M4 = Level serat 8 % + Suplementasi 2 % MI + 4 % MJ + Zn S2M5 = Level serat 8 % + Suplementasi 6 % MJ + Zn
Pengamatan penelitian Peubah yang diamati adalah :
jumlah produksi telur yang dihasilkan dalam gram setiap minggunya
Produksi Telur Produksi telur adalah jumlah berat telur yang dihasilkan , yaitu jumlah produksi telur dalam butir dikalikan berat telur dalam gram per ekor setiap minggunya .
Analisis Data Data dianalisis menggunakan analisis Sidik Ragam, dan untuk melihat kecenderungan pengaruh dari perlakuan dilanjutkan dengan Uji DMRT menurut Steel dan Torrie (1994).
Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah pakan yang dihabiskan oleh itik, yaitu selisih pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang masih ada per ekor setiap minggunya. Konversi Ransum Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dihabiskan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Itik Alabio Rataan produksi telur itik Alabio yang dihasilkan selengkapnya disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Rataan produksi telur itik Alabio petelur (%) Level Serat Ransum
Suplementasi Minyak dengan Mineral Zn (M)
Rataan
M1
M2
M3
M4
M5
S1
72.14
72.85
81.42
90.00
84.28
78.07a
S2
62.10
66.42
80.00
82.14
81.42
76.50b
67.12a
69.63b
80.71c
86.07d
82.85c
77.28
Rataan
Kontrol 70.97 Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (p<0.01) dan nyata (p<0.05) Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi perlakuan yang dicobakan 2 faktor kadar serat dan suplemtasi minyak (M) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap kandungan asam lemak omega 6 telur itik. Sebaliknya perlakuan faktor tunggal baik kadar serat ransum (S) maupun faktor suplementasi minyak (M) sama-sama memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap peningkatan produksi telur. Untuk kadar serat (S) pengaruh terbaik adalah pada kadar serat 6% (S1) menghasilkan
tingkat produksi telur mencapai 78.07 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat 8% sebesar 76.50%, sementara untuk suplementasi minyak (M) hasil terbaik dicapai pada perlakuan M4 yaitu suplementasi minyak ikan 2% dan minyak jagung 4% +Zn yang menghasilkan tingkat produksi telur tertinggi sebesar 86.07% dan terendah perlakuan M1 (minyak ikan 6% + Zn) sebesar 67.12%. Sebagian besar perlakuan menghasilkan produksi telur di atas kontrol
139 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
sebesar 70.97 %, akan tetapi perlakuan M1 (suplementasi minyak 6%+Zn) dan M2 (suplementasi minyak ikan 4% dan minyak jagung 2% + Zn) menghasilkan produksi telur di bawah kontrol masing-masing 67.12% dan 69.63%. Hal ini diduga disebabkan tingginya suplementasi minyak ikan dalam ransum mempengaruhi flavour ransum baik rasa maupun bau menyebabkan ransum menjadi kurang palatable (disukai). Dugaan ini
ISSN 1412-1468
dikuatkan oleh menurunnya konsumsi ransum antara 134 – 139 g.ekor-1 dan buruknya konversi ransum (efisiensi penggunaan makanan) pada kedua perlakuan baik M1 maupun M2 berkisar antara 3.4 – 3.6. Konsumsi Ransum Itik Alabio Rataan konsumsi ransum itik Alabio yang dihasilkan selengkapnya disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Rataan konsumsi ransum itik Alabio (g.ekor-1.hari-1) Level Serat Ransum
Suplementasi Minyak dengan Mineral Zn (M)
Rataan
M1
M2
M3
M4
M5
S1
148.48
149.86
160.17
166.13
155.53
156.03
S2
135.35
136.6
169.4
159
157.9
151.65
Rataan
141.915
143.23
164.785
162.565
156.72
153.84
Kontrol
156.56
Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan yang dicobakan baik interaksi perlakuan antara kadar serat (S) dengan suplementasi minyak (M) maupun faktor tunggal baik kadar serat ransum (S) maupun faktor suplementasi minyak (M) sama-sama tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap konsumsi ransum itik. Walaupun tidak berbeda nyata terlihat terdapat kecenderungan dengan semakin menurunnya suplementasi minyak ikan dari 6% (M1) menuju 4% (M2), 3% (M3) dan 2% (M4) dan meningkatnya suplementasi minyak jagung dari 2% (M2) menuju 3% (M3) dan 4% (M4) menunjukkan adanya peningkatan konsumsi ransum itik. Secara kuadratik konsumsi ransum mulai menurun pada penambahan minyak jagung di atas 4% (M4) menuju 6% (M5), yang menunjukkan suplementasi minyak baik minyak ikan maupun minyak jagung masing-masing ada batas toleransi penggunaannya dalam ransum itik. Faktor yang menyebabkan hal ini dimungkinkan oleh perubahan flavour ransum baik rasa maupun bau yang lebih menyengat sehingga menurunkan palatabilitas ransum.
Apalagi itik sangat peka atau sensitif terhadap bau yang menyengat kecuali tepung ikan dibandingkan dengan rasa karena itik memiliki sedikit taste bud (syaraf perasa) dibanding ternak ruminansia (North and Bell, 1997). Demikian pula terlihat kecenderungan peningkatan konsumsi ransum dari tingkat serat 6% (S1) menunju 8% (S2). Menurut Janssen and Carre (1989) ransum yang tinggi serat bersifat bulky (amba) sehingga membutuhkan jumlah yang lebih tinggi untuk mencapai kebutuhan nutrisi yang sama dibandingkan ransum berserat rendah. Hal ini juga disebabkan karena serat akan menyebabkan rate of passage (laju aliran ransum dalam saluran pencernaan) lebih cepat sehingga pengosongan lambung menjadi lebih cepat. Konversi Ransum Itik Alabio Rataan konversi ransum itik Alabio yang dihasilkan selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
140 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
ISSN 1412-1468
Tabel 3. Rataan konversi ransum itik Alabio Level Serat Ransum
Suplementasi Minyak dengan Mineral Zn (M)
Rataan
M1
M2
M3
M4
M5
S1
3.4
3.4
3.25
3.05
3.05
3.23a
S2
3.6
3.4
3.5
3.2
3.2
3.38b
Rataan
3.5c
3.4c
3.37c
3.12a
3.12b
3.30
Kontrol 3.46 Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (p<0.01) dan nyata (p<0.05) Konversi ransum digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan makanan atau ransum dalam menghasilkan produksi telur itik, yang dinyatakan sebagai nisbah antara jumlah konsumsi ransum (kg) dibandingkan jumlah produksi telur (kg). Semakin rendah nilai konversi ransum, maka semakin efisien penggunaan makanan untuk menghasilkan telur . Dengan demikian semakin kecil nilai konversi ransum akan semakin menguntungkan peternak itik petelur. Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi perlakuan antara faktor kadar serat (S) dan suplemtasi minyak (M) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap konversi ransum itik. Sebaliknya perlakuan faktor tunggal baik kadar serat ransum (S) maupun faktor suplementasi minyak (M) sama-sama memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap konversi ransum. Untuk kadar serat (S) angka konversi terbaik dicapai pada kadar serat 6% (S1) dengan konversi 3.23, lebih baik dibandingkan dengan kadar serat 8% sebesar 3.38. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat toleransi serat pada ransum itik yang optimal masih berkisar pada tingkat serat 6%, sementara pada tingkat di atas 8% ransum menjadi kurang efisien karena kaar serat yang tinggi akan menurunkan daya cerna makanan dan menurunkan penyerapan zat-zat makanan
dalam saluran pencernaan itik (Janssen and Carre,1989, Biyatmoko, 2003; Biyatmoko, 2004). Pada faktor suplementasi minyak (M) hasil konversi ransum terbaik sebesar 3.12 dicapai oleh perlakuan M4 yaitu suplementasi minyak ikan 2% dan minyak jagung 4% +Zn dan M5 yaitu suplementasi minyak jagung 6% + Zn. Angka konversi ransum terendah adalah perlakuan M1 yaitu suplementasi minyak ikan 6% + Zn. Faktor yang berpengaruh terhadap baik buruknya konversi ransum sangat berhubungan dengan tingkat konsumsi ransum dan tingkat produksi telur itik. Pada penelitian ini tingkat produksi telur lebih nyata mempengaruhi konversi ransum karena tingkat konsumsi ransum tidak signifikans berbeda nyata, sehingga lebih ditentukan oleh jumlah produksi telur itik masing-masing perlakuan. Semakin tinggi produksi telur seperti pada perlakuan M4 sebesar 86.07% maka konversi ransum semakin efisien (angka konversi semakin kecil ) yaitu 3.12, sebaliknya semakin rendah produksi telur seperti perlakuan M1 sebesar 67.12% maka konversi ransum semakin kurang efisien (angka konversi semakin besar) yaitu 3.5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat produksi telur itik Alabio petelur tidak nyata dipengaruhi oleh interaksi
141 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
2.
2.
3.
4.
antara faktor serat ransum (S) dengan faktor substitusi minyak (M), akan tetapi masing-masing faktor tunggal baik faktor serat ransum (S) maupun faktor substitusi minyak (M) sama–sama memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap penurunan kadar kolesterol telur itik Alabio . Pada faktor Serat ransum (S), level serat terbaik adalah perlakuan S1 yaitu level serat ransum 6 % menghasilkan tingkat produksi telur tertinggi (p<0.05) sebesar 78.07% dan terendah ransum berkadar serat 8 % (S2) sebesar 76.50%. Pada faktor Suplementasi minyak (M), suplementasi terbaik adalah perlakuan M4 yaitu suplementasi 2% minyak ikan + 4% minyak jagung + Zn menghasilkan tingkat produksi telur tertinggi (p<0.01) sebesar 86.07% dan terendah perlakuan M1 (minyak ikan 6% + Zn) sebesar 67.12%. Konsumsi ransum itik tidak nyata dipengaruhi baik interaksi perlakuan maupun masing-masing faktor tunggal baik kadar serat ransum (S) maupun faktor suplementasi minyak (M). Konversi ransum itik Alabio petelur tidak nyata dipengaruhi oleh interaksi antara faktor serat ransum (S) dengan faktor substitusi minyak (M), akan tetapi masingmasing faktor tunggal baik faktor serat ransum (S) maupun faktor substitusi minyak (M) sama–sama memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap konversi ransum itik Alabio . Pada faktor Serat ransum (S), level serat terbaik adalah perlakuan S1 yaitu level serat ransum 6 % menghasilkan angka konversi ransum terbaik (p<0.05) sebesar 3.23 dan terburuk ransum berkadar serat 8 % (S2) sebesar 3.38. Pada faktor Suplementasi minyak (M), suplementasi terbaik adalah perlakuan M4 yaitu suplementasi 2% minyak ikan + 4% minyak jagung + Zn dan M5 yaitu suplementasi minyak jagung 6% + Zn menghasilkan angka konversi ransum 3.12.
ISSN 1412-1468
UCAPAN TERIMA KASIH 1. Program penelitian DP2M Dikti Jakarta selaku penyandang dana penelitian yang melakukan seleksi dan mendanai penelitian Hibah Bersaing Tahun 2009. 2. Lembaga Penelitian Univ. Lambung Mangkurat yang banyak membantu dalam pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini. 3. Dekan Faperta Univ. Lambung Mangkurat. 4. Semua pihak yang terlibat. DAFTAR PUSTAKA Bettger,W.J., P.G. Reeves, E.A. Moscatelli, G. Reynol Bettgerds and B.Y. O’Dell. 1979. Interaction of zinc and esential fatty acids in the rat. The J. of Nutr. 109: 480 -488. Biyatmoko,D. 2003. Pengujian tingkat serat kasar ransum terhadap kecernaan zat zat makanan pada itik Alabio Jantan. Ziraa’ah Vol 8, Oktober 2003. Faperta Univ. Islam Kalimantan, Banjarmasin. Biyatmoko, D. 2004. Respons Level Serat Kasar Ransum Berbasis Ampas Sagu Terhadap Performans Pertumbuhan Bobot Badan dan Organ Pencernaan Itik Alabio Jantan Al Ulum Vol 16 No. 2, Agustus 2004. Univ. Islam Kalimantan. Biyatmoko, D. 2009. Inklusi Pakan Berserat dengan Suplementasi Minyak Ikan, Minyak Jagung dan Zinc terhadap Profil Kolesterol Produk Telur Itik Alabio. Ziraa’ah Vol 26, Nomor 3, Oktober 2009. Faperta Univ. Islam Kalimantan, Banjarmasin Evans, G.W., G.I. Grace dan H.J. Vataya. 1975. A proposid mechanism for zinc absorbtion in the rat. Am. J. Physiol. 288: 501.
142 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
Janssen , W.M.M.A., and Carre. 1989. Influence of fiber on digestibility of poultry feeds. In : Cole,D.J.A., and W.Haresign (Ed.). Recent Developments in Poultry Nutrition. Butterworths, London. Lloyd,L.E., B.E. McDonald and E.W. Crampton. 1978. Fundamental of Nutrition. W.H. Freeman and Company. San Fransisco. 259-260. Miller, W.J. 1975. New concept and development in metabolism and homeostatic of inorganic element in dairy cattle. Review. J. Dairy Sci. 58 : 1549. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9 th Edition. Nationsl Academic Press, Washington. D.C. 1994. North,M.O. and Commercial
D.D. Bell. 1997. Chicken Production
ISSN 1412-1468
Manual. Fourth Edition. Published by Van Nostrand Reinold, New York. Scott, M.L., Malden C. Nesheim and Robert J. Young. 1976. Nutrition of the chicken. M.L. Scott & Associates, Ithaca, New York. Steel, R.G.D. and Torrie. 1994. “Principle and Procedures of Statistics” : Second Ed. McGraw-Hill Book Company. Strain, W.H. and W.J. Pories. 1970. The Role of Zinc in Tissue Repair After Injury dalam Trace Element Metabolism in Animals (C.F. Mills ed) E & S Livingstone, Edinburg. 77. Taneja ,S.K., S. Chadaha and P. Arya. 1995. Lipid-zinc interaction : its effect on the testes of mice. Britih J. Of Nutr. 73 : 723-731. Underwood, E.J. 1977. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. 4 th ed. Academic Press, New York.
143 ZIRAA’AH, Volume 28 Nomor 2, Juni 2010 Halaman 135-143
ISSN 1412-1468
Lampiran 1. Susunan ransum penelitian dan kandungan nutrisinya Bahan Pakan
BR II Jagung Tepung Ikan Dedak Padi Minyak Kelapa Minyak Ikan Minyak jagung Limstone Top mix Suplementasi Zn Jumlah Kandungan Nutrisi : Protein (%) EM (kkal/kg) Serat Kasar (%) Zn (ppm)
Kontrol
S1M1
S1M2
S1M3
S1M4
S1M5
S2M1
S2M2
S2M3
S2M4
S2M5
40 28.5 9 10 6 0 0 6 0.5 100
40 28.5 9 10 0 6 0 6 0.5 +Zn 100
40 28.5 9 10 0 4 2 6 0.5 +Zn 100
40 28.5 9 10 0 3 3 6 0.5 +Zn 100
40 28.5 9 10 0 2 4 6 0.5 +Zn 100
40 28.5 9 10 0 0 6 6 0.5 +Zn 100
40 21 9 17.5 0 6 0 6 0.5 +Zn 100
40 21 9 17.5 0 4 2 6 0.5 +Zn 100
40 21 9 17.5 0 3 3 6 0.5 +Zn 100
40 21 9 17.5 0 2 4 6 0.5 +Zn 100
40 21 9 17.5 0 0 6 6 0.5 +Zn 100
18 2750 6 -
18 2750 6 29
18 2750 6 29
18 2750 6 29
18 2750 6 29
18 2750 6 29
18 2750 8 29
18 2750 8 29
18 2750 8 29
18 2750 8 29
18 2750 8 29