150
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
ISSN 1412-1468
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN ALANG-ALANG (Imperata cylindrica , sp) DALAM RANSUM TERHADAP KADAR LEMAK, KHOLESTEROL KARKAS DAN ORGAN PENCERNAAN ITIK ALABIO JANTAN (The Effect of the used meal leaf alang - alang (Imperata cylindrica , sp) in the ration on fat content, cholesterol carcass and digestive organs of male Alabio duck) Siti Dharmawati, dan Ari Jumadi Kirnadi Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the influence and determine the amount of meal leaf alang –alang (Imperata cilindryca) appropriate as a mixture in the ration of males Alabio duck ,interfering with the performance of Alabio ducks and obtaining products that will lower the fat and cholesterol. The method used in this study using an experimental method, using a completely randomized design (CRD) (Steel and Torrie, 1995). Rations used in this treatment are: R1 = ration containing no meal leaf Alang-alang (control), R2 = ration containing 5% meal leaf Alang-alang ; R3 = ration containing 10% meal leaf Alang-alang ; R4 = ration containing 15% meal leaf Alang-alang ; R5 = ration containing 20% meal leaf Alang-alang, The each treatments was repeated 4 (four) times. The use of meal leaf Alang-alang to 15% -20% in the ration significantly lower levels of abdominal fat (1.05%, 1.01%, carcass fat content (18.76%, 18.44) and carcass cholesterol levels (120 , 46 mg%, 116.98 mg%). The used meal leaf Alang-alang 15% 20% in the ration significantly lower levels of abdominal fat (1.05%, 1.01%, carcass fat content (18.76% ; 18.44) and carcass cholesterol levels (120.46 mg%, 116.98 mg%), increased liver weight (10.71 g, 10.37 g), heart weight 6.24 g, 7.70 g), gizzard weights (8.03 g, 10.61 g) and bile volume (1.15 ml 1.53 ml) of male Alabio ducks age 8 weeks, lose weight male Alabio ducks spleen 8 weeks of age of Alabio ducks (0.40 g; 0, 26 g).
PENDAHULUAN Alang-alang termasuk famili Graminea atau rerumputan. Varietas yang banyak terdapat di Indonesia pada umumnya varietas major dengan cirri-ciri morfologi sebagai berikut : panjang bulir (panicle) kurang dari 20 cm, panjang anak bulir (spikelet) 4 – 5 mm, daun rata dan mekar yang dikelilingi bulu-bulu halus (Soerjani, 1980) Penggunaan daun alang-alang dalam ransum belum umum digunakan sebagai bahan campuran ransum unggas khususnya ransum itik Alabio. Daun alang-alang merupakan bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena mengandung nutrien cukup lengkap seperti
protein, lemak, serat kasar dan mineral. Daun alang-alang masih memiliki keterbatasan yaitu tingginya serat kasar sebesar 32,4%. Meskipun demikian, bukan berarti daun alang-alang tersebut tidak bisa digunakan pada ternak khususnya pada itik Alabio. Hasil penelitian Dharmawati (2007) bahwa penggunaan daun alang-alang sampai 10% dalam ransum tidak mempengaruhi performans itik Alabio jantan dan penggunaan di atas 10% secara nyata menurunkan kadar kholesterol daging itik Alabio sekaligus menghasilkan pertumbuhan yang relatif rendah.
Tujuan dari penelitian ini selain untuk memperoleh pakan yang ekonomi juga ditujukan untuk menurunkan kadar lemak dan kholesterol daging itik Alabio. Hal ini disebabkan bahwa salah satu kendala yang
151
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
menghambat peluang pengembangan itik Alabio jantan adalah selera konsumen terhadap daging itik dan kualitas produk. Beberapa faktor yang menyebabkan daging itik kurang begitu disukai antara lain sifat daging yang berbau anyir dibandingkan daging ayam atau sapi. Daging itik menurut Decker dan Cantor (1992) yang disitasi Leskanich dan Nobel (1997) mengandung lemak cukup tinggi (6%) dengan kandungan lemak jenuh 50,3%. Lemak dalam batas tertentu dapat menambah cita rasa daging, akan tetapi timbunan lemak yang berlebihan merupakan aspek yang merugikan. Kandungan lemak yang tinggi diasumsikan mengandung kolesterol tinggi. Kedua hal tersebut di atas dianggap membawa masalah untuk kesehatan konsumen sehingga sebagian masyarakat menolak produk ternak seperti ini. Agar komoditas itik Alabio memiliki daya saing tinggi, berkaitan dengan tuntutan konsumen akan adanya jaminan mutu, sejak awal proses produksi hingga ke tangan konsumen harus memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan produk. Sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan serat kasar yang berasal dari daun alang-alang. Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dipecah oleh tubuh dalam proses pencernaan, juga disebut roughage atau bulk (Byrne, 1991 dan Wahyu, 1995). Serat kasar terdiri dari selulose, hemiselulose dan lignin. Ketiga komponen tersebut bukan sumber energi untuk unggas karena unggas mempunyai usus besar yang relatif kecil dan pendek serta bakteri yang berada di dalamnya kurang berarti dalam hubungannya dengan proses pencernaan selulosa (Santoso, 1987 ; Wahyu, 1995 dan Kamal, 1995). Hasil penelitian dari Siri et al (1992) melaporkan bahwa ransum yang mengandung selulosa 20% memiliki nilai biologi protein yang tidak berbeda nyata dengan ransum yang mengandung selulosa 5%. Serat kasar yang terdapat dalam bahan ransum dapat berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah (Wahlqvist, 1987),
ISSN 1412-1468
secara langsung dapat mengganggu absorbsi lipida (Miettinen, 1987), mengurangi kadar kolesterol darah dan mempercepat gerak makanan dalam usus (Byrne, 1991). METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Bina Permata, Guntung Jingah, Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan selama 10 bulan yaitu dari percobaan di lapangan sampai penyusunan laporan akhir. Bahan Penelitian Itik Alabio jantan umur satu minggu sebanyak 230 ekor . Bahan – bahan pakan terdiri dari jagung kuning, dedak halus padi, bungkil kedelai, tapioka, tepung daun alangalang, tepung tulang, minyak kelapa dan vitamineral. Pakan disusun berdasarkan kebutuhan itik standar NRC (1994) yaitu dengan Iso-protein 17% dan Iso- energi 2750 kkal. Bahan-bahan kimia antara lain : metanol, kloroform, KCl, heksan, gas N2 dan aquadest. Peralatan Penelitian Petak percobaan yang digunakan digunakan dengan sistem “box koloni” sebanyak 20 petak masing-masing berukuran 1,0 m x 0,9 m x 0,5 m Lantai kandang terbuat dari kayu dengan ketinggian dari permukaan tanah lebih kurang 1 m. Alatalat lain yang digunakan adalah berupa tempat pakan sebanyak 20 buah, tempat minum sebanyak 20 buah. Thermometer, timbangan elektrik, penangas air, soxhlet – evaporator inkubator dan tabel pencatat produksi , pisau, gunting dan plastik. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimental, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1995). Ransum yang digunakan dalam perlakuan ini adalah : R1 = Ransum yang tidak mengandung tepung daun alang-alang (kontrol)
152
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
R2 = Ransum yang mengandung 5% tepung daun alang-alang R3 = Ransum yang mengandung 10% tepung daun alang-alang R4 = Ransum yang mengandung 15% tepung daun alang-alang R5 = Ransum yang mengandung 20% tepung daun alang-alang Setiap pakan yang mencerminkan kombinasi perlakuan masing-masing diulang sebanyak 4 (empat) kali Pelaksanaan Kegiatan Pembuatan Tepung Daun Alang-Alang Pembuatan tepung daun alang-alang dimulai dengan pemangkasan awal. Hal ini dimaksudkan untuk keseragaman pertumbuhan agar diperoleh umur panen yang sama, daun alang-alang dipanen pada umur
ISSN 1412-1468
28 hari. Setelah dipanen, daun alang-alang dicincang dengan ukuran 4 – 5 cm kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan “hay moisture” untuk mengetahui kadar airnya. Setelah kadar air konstan (8-10%) daun alang-alang digiling menjadi tepung dengan menggunakan ayakan yang berdiameter tiga milimeter. Tepung daun alang-alang yang diperoleh selanjutnya dibuat pellet untuk diuji nilai Energi Metabolisnya. Metode yang digunakan untuk menentukan nilai energi metabolis adalah menggunakan metode Sibbald dan Morse (1983), sedangkan nilai gizi tepung daun alang-alang dianalisis dengan menggunakan metode proksimat dan untuk menentukan kadar lignin, ADS dan silika menggunakan metode Van Soest (1982)
Tabel 1. Komposisi Ransum Percobaan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bahan pakan Jagung Dedak padi Ikan Asin Konsentrat T.Daun Alang-alang Top mix Jumlah Protein (%) Energi metabolis (kkal/kg) Lemak (%) Serat kasar (%) Ca (%) P (%) Lignin (%) Silika (%) Serat detergen asam (%)
R1 49 19.5 12 19 0 0.5 100 17.65 2777.45 5.88 4.55 0.85 0.74 2.19 0.30 2.69
Perlakuan pada itik Pada awal penelitian itik dipelihara dalam kandang brooder selama satu minggu dan diberikan ransum komersial. Vaksinasi ND (Newcastle disease) dilakukan pada umur 5 hari. Setelah masa brooding berakhir, dilakukan penimbangan satu persatu untuk mengetahui keseragaman berat badan awal, kemudian diberi identitas dan ditempatkan
Komposisi ransum percobaan (%) R2 R3 R4 49 50 52 14.5 9.5 4 12 10 9 19 20 20 5 10 15 0.5 0.5 0.5 100 100 100 17.56 17.32 17.03 275.70 2724.35 2727.25 5.50 5.18 4.82 5.78 7.08 8.31 0.80 0.72 0.63 0.75 0.74 0.58 2.70 3.21 3.66 0.41 0.51 0.61 3.43 4.20 4.84
R5 52 2.5 4 19 20 0.5 100 17.04 2704.50 4.96 10.03 0.50 0.67 4.62 0.78 6.13
secara acak ke petak percobaan sesuai perlakuan. Masing- masing unit percobaan diisi 10 ekor itik, dengan demikian yang dipilih dan dianggap memenuhi syarat sebanyak 200 ekor. Adaptasi pakan perlakuan dilakukan selama satu minggu dengan mencampur pakan komersial dengan pakan perlakuan yang berbentuk pellet secara bertahap sehingga akhirnya hanya diberikan
153
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
perlakuan pada saat memasuki masa percobaan/penelitian. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan (1) Kadar Kolesterol Karkas Kadar kolesterol karkas diukur pada akhir periode pengamatan. Sampel daging dada berasal dari satu ekor itik untuk setiap ulangan pada masingmasing perlakuan. Pengukuran kadar kolesterol dilakukan berdasarkan metode Lieberman Burchard (Kleiner dan Dotti, 1962) (2) Kadar Lemak Karkas Kadar lemak karkas diukur pada akhir periode pengamatan. Sampel daging dada berasal dari satu ekor itik untuk setiap ulangan pada masing-masing perlakuan. Pengukuran kadar lemak dilakukan berdasarkan metode Ekstraksi Soxhlet yang diawali dengan proses hidrolisis (3) Persentase karkas. Berat karkas diperoleh dari penimbangan karkas tanpa bulu, darah, kepala, lemak abdominal dan jeroan, dengan formulasi : Berat hidup(g) – darah, bulu, kepala, shank, jeroan (g) x 100% Berat badan (g)
ISSN 1412-1468
(4) Persentase lemak abdomen Diukur dengan menggunakan formulasi berikut : Persentase lemak abdomen = Berat lemak abdomen di bagian perut x100% Berat karkas (g) (5) Volume Empedu Volume Empedu diukur pada akhir periode pengamatan dengan menggunakan spuid. (6) Beberapa Organ Dalam Berat hati, limfa, jantung, ampela dan pankreas ditimbang setelah disisihkan lemak yang melekat. Sedangkan panjang usus dan caecum dianalisis dengan membandingkan panjang masing-masing organ tersebut dengan bobot hidup dalam cm/kg bobot hidup. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Karkas dan Lemak Abdominal Rataan kadar lemak karkas itik Alabio jantan pada umur 8 minggu, hasil sidik ragam dan uji wilayah berganda Duncan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan lemak abdominal dan kadar lemak karkas itik Alabio jantan akibat perlakuan (%) No.
Perlakuan
1 2 3 4 5
R1 R2 R3 R4 R5
Rata-rata lemak abdominal (%) 1.27a 1.21a 1.19b 1.05c 1.01c
Rata-rata kadar lemak karkas (%) 35.49a 32.99a 24.58b 18.76c 18.44c
Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata (P<0,05).
Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum dengan tingkat SDA 2.69 ; 3.43 ; 4.20 ; 4.84 dan 6.13 menunjukkan penurunan terhadap lemak abdominal dan kadar lemak karkas itik
Alabio jantan. Keadaan ini disebabkan karena dua faktor, pertama karena serat detergent asam dalam ransum bersifat menstimulasi aktivitas peristaltik usus, semakin tinggi serat kasar akan semakin banyak zat-zat makanan tercerna termasuk
154
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
energi akan keluar bersama feses sebelum terserap secara intensif ke dalam usus halus (Wahju, 1994). Konsumsi serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan pendeknya transit bahan nutrient melalui saluran cerna yang secara langsung mengurangi nutrient tersebut untuk dicerna dan diabsorbsi oleh saluran cerna., sehingga membantu menurunkan kadar lemak karkas. Selain itu kandungan serat kasar ransum menurunkan nilai gizi dan energi ransum. Penurunan nilai gizi ini sebagai akibat tingginya serat detergen asam ransum. Adanya lignin dan silika yang meningkat dalam ransum sebagai akibat adanya penambahan persentase penggunaan tepung daun alang-alang menyebabkan semakin menurunnya kecernaan ransum.
ISSN 1412-1468
Penyebab kedua, menurunnya kadar Beta-N karena meningkatnya kandungan SDA ransum. Hubungan ini menyebabkan pembentukkan asam-asam lemak palmitat, stearat, oleat dan linoleat yang merupakan bagian terbanyak (92,6%) dari lemak karkas itik menjadi berkurang. Senyawa-senyawa sederhana tersebut merupakan bahan pokok pembentuk asam-asam lemak yang terkonsentrasi dalam komponen Beta-N. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lemak karkas itik Alabio relatif tidak jauh berbeda dengan kadar lemak karkas itik Pekin. Hasil penelitian Scott (2003) bahwa itik Pekin yang diberi protein ransum berkisar 16-28% menghasilkan kadar lemak karkas berkisar 24,2 % - 32.7 %.
40 35.49
Kadar lemak karkas (%)
35
32.99 30 25
24.58
20
18.76
18.44
15 10 5 0 1 R1
Gambar 1.
2 R2
3 R3
4 R4
5 R5
Perlakuan Pengaruh penggunaan tepung daun alang-alang terhadap kadar lemak karkas (%)
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Kholesterol Karkas Rataan kadar kholesterol karkas itik Alabio jantan pada umur 8 minggu, hasil
sidik ragam dan uji wilayah berganda Duncan disajikan pada Tabel 3.
155
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
ISSN 1412-1468
Tabel 3. Rataan kadar kholeterol karkas itik Alabio jantan akibat perlakuan (mg %) No.
Perlakuan
1 2 3 4 5
R1 R2 R3 R4 R5
Rata-rata 180.50a 164.48b 156.37b 120.46c 116.98c
Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata (P<0,05).
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol (R1) dibandingkan dengan perlakuan ransum yang menggunakan tepung daun alang-alang, dimana pada perlakuan kontrol kadar kholesterol karkas itik alabio jantan cukup tinggi yakni 180.50 mg%. Tingginya kadar kholesterol pada perlakuan R1 disebabkan sintesis kholesterol edogenous oleh hati lebih dominan sedangkan pembuangan kholesterol dari tubuh melalui konversi hati menjadi asam empedu sangat sedikit, sehingga absorbsi kholesterol di usus halus terutama jejenum masih cukup besar,
akibatnya kadar kholesterol karkas meningkat. Selanjutnya semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum menyebabkan penurunan kadar kholesterol karkas. Hal ini disebabkan tepung daun alang-alang yang kaya akan serat kasar mampu meningkatkan intestinal homeostatis yang memungkinkan mekanisme destruksi atau degradasi kholesterol dengan cara mengkonversi kholesterol menjadi asam empedu sehingga kadar kholesterol menurun ( Weiss dan Scott, 1979).
200.00 180.50
Kadar kholesterol (mg%)
180.00
164.48
160.00
156.37
140.00 120.46
120.00
116.98
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
R1 1
R2 2
R3 3
R4 4
R5 5
Perlakuan Gambar 2.
Pengaruh penggunaan tepung daun alang-alang terhadap kadar kholesterol karkas itik Alabio jantan (mg%)
156
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
Pengaruh Perlakuan terhadap Beberapa Organ Pencernaan Itik Alabio Jantan Rataan bobot hati, jantung, ampela, limfa dan volume empedu disajikan pada Tabel 4. Bobot Hati . Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum mengakibatkan semakin meningkatnya bobot hati itik alabio jantan. Kondisi ini terlihat pada perlakuan R4 dan R5 dimana bobot hati masing-masing mencapai 10.71 g dan 10.37 g. Sedangkan penggunaan tepung daun
ISSN 1412-1468
alang-alang pada level 5% (R2) tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan kontrol (R1) dan mulai meningkat saat penggunaan tepung daun alang-alang 10% dalam ransum. Semakin meningkatnya bobot hati ini disebabkan beban kerja hati bertambah intesif atau terjadinya akumulasi cadangan glikogen dan lemak (Ibanez dan Gonzales, 1981), selain itu hati berfungsi sebagai tempat terjadinya proses metabolisme protein dan lemak, sebagai tempat detoksifikasi dan pembentukan butir darah merah.
Tabel 4. Rataan bobot hati, bobot jantung, bobot ampela, bobot limfa dan volume empedu itik Alabio Jantan umur 8 minggu sebagai akibat perlakuan No.
Perlakuan
1 2 3 4 5
R1 R2 R3 R4 R5
Bobot hati (g) 4.41a 4.24a 8.49b 10.71c 10.37c
Bobot jantung (g) 3.12a 3.58b 5.59c 6.24d 7.70e
Bobot ampela (g) 4.39a 4.46a 5.37b 8.03c 10.61d
Bobot limfa (g) 0.85a 0.90a 0.90a 0.40b 0.26c
Volume empedu (ml) 0.35a 0.43a 0.55b 1.15c 1.53d
Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata (P<0,05).
Bobot Jantung Semakin meningkatnya serat kasar ransu cenderung meningkatkan bobot jantung dari 3.12 g sampai 7.70 g. Hal ini diperkirakan bahwa serat yang tinggi dalam ransum turut memacu kerja normal jantung terutama dalam memompa darah ke bagian-bagian yang aktif dalam proses pencernaan. Bobot ampela. Hasil uji wilayah berganda menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun alang-alang sampai 5% (R2) tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol (R1), tetapi berpengaruh nyata terhadap ketiga perlakuan lainnya. Tidak berbedanya perlakuan R1 dengan R2 dikarenakan konsumsi ransumnya sama dengan tingkat serat kasar dan serat detergent asam masih di bawah maksimal sehingga memiliki toleransi yang sama pada itik Alabio jantan.
Secara umum semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum semakin meningkatkan bobot ampela. Meningkatnya bobot ampela ini bukan disebabkan semakin meningkatnya pertumbuhan, melainkan karena fungsinya yang cukup berat dalam menggiling pakan terutama ransum yang mengandung serat detergen asam tinggi. Seperti diketahui bahwa fungsi utama dari ampela adalah menggiling bahan makanan menjadi partikel yang lebih kecil, juga untuk mengaduk bahan pakan tersebut dengan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh proventiculus maupun empedu, sehingga pembesaran ampela ini sangat dipengaruhi oleh banyak dan sifat kekasaran bahan pakannya. Bobot ampela tertinggi terdapat pada perlakuan R5 yakni dengan bobot 10.61 g. Hal ini disebabkan pada perlakuan R5
157
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
ransum mengandung serat kasar, SDA, lignin dan silica dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Sturky (1965) bahwa peningkatan bobot ampela disebabkan meningkatnya kontraksi pada saat mencerna serat kasar. Menurut Hogan (1985) bahwa adanya bahan pakan yang kasar seperti grit, rumput, tepung bulu dan serasah dalam ransum akan merangsang aktivitas dan perkembangan otot ampela. Bobot Limfa. Menurut Frandson (1968) bahwa berubahnya volume limfa tergantung pada volume darah yang ditampungnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum semakin memperkecil bobot limfa itik Alabio jantan. Hal ini erat hubungannya dengan berat badan akhir itik alabio jantan pada umur 8 minggu. Hasil penelitian ini berat badan akhir tertinggi terdapat pada perlakuan R2, disusul perlakuan R3 dan R1, sedangkan berat badan akhir terendah terdapat pada perlakuan R5 kemudian R4. Volume Empedu. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum mengakibatkan semakin meningkatnya volume empedu itik alabio jantan. Kondisi ini terlihat pada perlakuan R4 dan R5 dimana volume empedu masingmasing mencapai 1.15 ml dan 1.53 ml . Sedangkan penggunaan tepung daun alangalang pada level 5% (R2) tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan kontrol (R1) dan mulai meningkat saat penggunaan tepung daun alang-alang 10% dalam ransum.
ISSN 1412-1468
Peningkatan volume empedu perlakuan R4 dan R5 diduga erat hubungannya dengan meningkatnya penggunaan tepung daun alang-alang dalam ransum, dimana menyebabkan semakin meningkatnya serat kasar dan SDA ransum Peningkatan kedua komponen nutrien ini ikut berperan dalam peningkatan volume empedu. Dari hasil penelitian ini bahwa perlakuan R4 dan R5 memiliki kandungan kholesterol karkas yang terendah yaitu masing 120 mg% dan 116.98 mg%. Rendahnya kandungan kholesterol ini disebabkan adanya kemampuan serat kasar dan SDA dalam mendegradasi kholesterol menjadi asam empedu yang dikeluarkan oleh hati. Pengeluaran kholesterol dari tubuh melalui beberapa jalan yaitu kholesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan ke dalam usus dan selanjutnya kholesterol bersama asam empedu hilang bersama feses, hilang dalam mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon-hormon steroid dan dikeluarkan bersama urine. Selanjutnya dijelaskan Muctadi et al (1993) bahwa jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu, yaitu asam kholat “chenodeoxy cholic” yang berkaitan dengan glisin atau taurin membentuk garam empedu, kemudian diekskresikan di dalam empedu ke dalam duodenum. Sebagian besar asam empedu direabsorbsi oleh hati melalui sirkulasi dan selanjutnya diekskresi dan disekresi kembali ke dalam empedu. Kondisi organ-organ pencernaan itik alabio jantan akibat perlakuan disajikan pada Gambar 3.
158
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
ISSN 1412-1468
12
Bobot organ dalam
10 8
Bobot hati Bobot jantung
6
Bobot ampela Bobot limfa
4
Volume empedu
2 0 R1
R2
R3
R4
R5
Perlakuan
Gambar 3 . Bobot organ pencernaan Itik Alabio Jantan akibat perlakuan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan tepung daun alang-alang sampai 15%-20% dalam ransum secara nyata menurunkan kadar lemak abdominal (1,05% ; 1,01%, kadar lemak karkas (18,76% ; 18,44) dan kadar kholesterol karkas (120,46 mg% ; 116,98mg%). 2. Penggunaan tepung daun alang-alang sampai 15%-20% dalam ransum secara nyata menurunkan kadar lemak abdominal (1,05% ; 1,01%, kadar lemak karkas (18,76% ; 18,44) dan kadar kholesterol karkas (120,46 mg% ; 116,98mg%), meningkatkan bobot hati (10,71 g ; 10,37 g), bobot jantung 6,24 g ; 7,70 g), bobot ampela (8,03 g ; 10,61 g) dan volume empedu (1,15 ml ; 1,53 ml) itik alabio umur 8 minggu, menurunkan bobot limfa itik Alabio jantan umur 8 minggu (0,40 g ; 0,26 g). Saran 1. Guna mendapatkan hasil yang optimal bagi kadar lemak karkas, kadar lemak abdominal dan kadar
kholesterol disarankan penggunaan tepung daun alang-alang sebanyak 15% dalam ransumnya. 2. Bahan pakan lain (selain daun alangalang) yang mengandung serat kasar tinggi seperti daun alang-alang dapat dianjurkan sebagai pencampur ransum dengan syarat penggunaannya berpatokan pada serat detergen asam. DAFTAR PUSTAKA Byrne, K.P. 1991. Understanding and Managing Cholesterol, Aguide for Wellness Profesionals. PP. 183-199. Human Kinetics Books. Champaign, Illionois. Deaton, J.W., L.F. Kubena, T.C. Chen, F.N. Rece, B.D. Lott and J.D.May 1972. Some Factors Affecting the Quantity of Abdominal Fat in Commercial Broiler. Poultry, Sci , 51 : 1800. Frandson, R.D. 1968. Anatomy and Physiology of Farm Animal. Lea and Febiger. Philadelphia
159
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
Ibanez, R.S. C.T. Gonzalez, 1981. Functional modifications Induce by Sugar Cane Final Mollases in the Digestive Tract of Poultry. Some Observations. Cuban J.Agric. Sci. 15 : 59.
ISSN 1412-1468
Muctadi, D., Sri Palupi, N. dan Astawan, M. 1993. Metabolisme Zat Gizi/ Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jilid II. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal 43-48.
Hogan, J.P., and T.F. Leche, 1985. Types of Fibrous Residues and Their Characteristic. in Pearce G.R. (Editor) The Utilization of Fibrous Agriculture Residues. Australian Government Publishing Service, Canberra Australia. Pp. 13.
National Research Council, 1994. Nutrient Requirement of Poultry. Ninth Revised Edition. NAS, Washington, pp. 27
Kamal, M. 1995. Pakan Ternak Non Ruminansia (Unggas). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Soerjani, M. 1980. Alang-Alang (Imperata cylindrica (L) Beauv.). Pattern Growth as Related to its Problem of Control. Biotrop Bull, 1 : 1 – 88.
KLEINER, I.S. and L.B. DOTTI. 1962. Laboratory Instruction in Biochemistry. Ed ke-6. Mosby, New York. Leskanich, C.O. and R.C. Noble, 1997. Manipulation of the n-3 Polyunsaturated Fatty Acid Composition of Avian Eggs and Meat. World Poultry Science Journal. 53 : 155 – 183. Marsden, W.L. amd P.P Gray, 1986, Enzymatic Hydrolisis of Cellulose in Ligmocellulosic Materials, CRC Created (Review) in Biotechnology (3) 235 –276. Mayes, P.A., D.K. Graner,V.W. Rodwell and D.W. Martin. 1992. Biokimia (Harper Review of Biochemistry) Ed. 20. Alih Bahasa Dr. Iyan Darmawan. CV. EGC, Jakarta. Hal 276-281. Miettinen, T.A. 1987. Dietary Fiber and Lipids. Am. J. Clin. Nutr. 45 : 1237 – 1242.
Santoso, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Scott. .M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young, 2003. Nutrition of the Chickens, 3 nd M.L. Scott and Associated Ithaca. New York. pp. 99-100. Siri, S., Tobioko, H., and Tasaki . I., 1992. Effect of Dietary Cellulose Level on Nutrient Utilization in Chickens. AJAS Vol 5 (4) : 741 –746. Soepardi, G. 1980. Alang-Alang (Imperata cylindrica (L) Beauv.) and Soil Fertility. Proceeding of Biotrop Workshop on Alang-Alang. Biotrop Special Publ. Bogor. Steel, R.G.D. and Torrie, J.H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika (Suatu Pendekatan Biometrik). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal : 48 – 233. Wagener, 1989. Wood Chemistry, Ultrastructure, Reaction Walter de Gruyter and Company. Berlin.
160
ZIRAA’AH, Volume 34 Nomor 2, Juni 2012 Halaman 150-160
Wahju, J. 1994. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 14-23 Wahlqvist, M.L. 1987. Dietary Fiber and Carbohydrate Metabolisme. Am.J. Clin. Nutr. 45 : pp.1232-1236. Weiss, F.G. and M.L. Scott, 1979. Effect of Dietary Fiber, Fat and Total Energy Upon Plasma Cholesterol and Other Parameters in Chickens. J. Nutr. 109 : 693 –701.
ISSN 1412-1468
Whindyarti, S.S. 1990. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya. Jakarta. Wizna, H. Abbas dan Rusmana, WSN. 1995. Toleransi Itik Periode Pertumbuhan terhadap Serat Kasar Ransum. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Vol. 1 (03) : 1-5. Van Soest, P.J. 1965. Symposium on Factors Influencing Voluntary Intake of Herbage by Ruminant. Voluntary Intake in Relation to Chemical Composition and Digestibility. J. Animal Sci. 24 : 834.