111.
KERANGKA PEMlKlRAN
Studi ini berasumsi bahwa ekosistem terumbu karang sebagai sumberdaya alam k cara atau pola pemanfaatan yang penting di wilayah studi dalam keadaan ~ S a karena tidak memperhatikan aspek keberlanjutan atau kelestarian ekosistem terumbu h a n g . . Kerusakan ekosistem terumbu karang tersebut berakar pada empat ha1 pokok, yaitu: (1) kemiskinan penduduk iokal dan ketiadaan matapencaharian alternatie (2) ketidak-tahuan penduduk lokal, (3) lemahnya lcnv enforcement, atau (4) desakan pihak luar. Dalam studi ini, dua ha1 pertama empat akar pennasalahan tersebut dikategorikan sebagai sistem internal penduduk lokal, sedangkan dua ha1 terakhir sebagai faktor eksternal. Dua kategori tersebut diduga tidak sating menunjang pelestarian ekosistem terumbu karang, karena &lam kenyataannya tindakan perusakan ekosistem terumbu karang di wilayah studi oleh penduduk lokal yang secara ekonomi tidak berdaya yang seringkali dihadapkan pada peranan pasar, kebijakan pemerintah, maupun penegakan hukum dan kelembagaan yang kurang memperhatikan keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Kondisi di atas menjadi akar penyebab terjadinya ketidakberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah studi. Berkaitan dengan itu, model pemberdayaan penduduk lokal dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan diformulasikan ke dalam pembenahan sistem internal penduduk lokal dan f&or-f&or yang mempengaruhinya, dan didasarkan atas pengelompokkan spasial sesuai dengan tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang. Dasar pemikiran tersebut d i tuangkan dalam G a m b a r 1.
Hukum dan Kdembagaan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Studi Model Pemberdayaan Penduduk Lokal Dalam Pengelohan Ekosistem Terumbu b a n g SerarrBerkehnjutan, 1998.
Sebelum sampai pada pembenahan yang dirnaksud, terlebih dahulu dijelaskan
secara ringkas pokok-pokok pikiran dan konsepsi tentang: (a) sistem internal penduduk lokal, (b) pengelompokan spasial wilayah studi, (c) keterkaitan sistem internal penduduk lokal dengan faktor-faktor ekstemal maupun dengan kondisi wilayah berdasarkan tingkat kerusakan ek~sistemterumbu karang. 3.1. Sistem Internal Penduduk Lokal
Pemahaman sistem internal penduduk lokal dalam studi ini didekati melalui dinamika sosial ekonomi responden di wilayah studi dalam interaksinya dengan kegiatan-kegiatan produktif, khususnya yang terkait dengan pemanfaatan terumbu
karang (Gambar 2). Sistem internal penduduk lokal secara sederhana dijelaskan melalui
48
peubah-peubah yang dinyatakan sebagai kondisi internal responden. Kondisi internal tersebut, meliputi: (a) "human cqifaf', meliputi peubah: umur KK, umur Istri, lama tinggal, dan jumlah anggota ~ I t t a htangga, serta peubah lainnya yang berhubungan dengan pemahaman tentang pengalaman hidup sumberdaya manusia, (b) pendapatan
rumah tangga sebagai gambaran dari ''human productzvify", dalam pengalokasiannya disalurkan untuk kebutuhan investasi (capital formation] d m konsumsi rumah tangga. Investasi yaitu akumulasi pendapatan yang ditujukan untuk peningkatan sumberdaya manusia dan surnberdaya produksi dan prasarana lainnya, sedangkan konsumsi rumah tangga adalah pengelman konsumsi (rutin) maupun untuk akumulasi kekayaan rumah tangga. Sehubungan dengan itu pendapatan rumah tangga dan alokasinya dinyatakan sebagai parameter kesejahteraan sumberdaya manusia; dan ( c ) sumberdaya produktif yang berkaitan dengan "'fundcapitaP', yaitu peubah luas rumah yang dihuni, luas sawah yang dikuasai, luas ladang yang dikuasai, dan luas kebun yang dikuasai. Peubah lain adalah yang berkaitan dengan penguasaan alat-alat produktif, seperti: perahu, alat tangkap, mesin kapal, kendaraan, clan alat komunikasi. Penyederhanaan sistem intennal penduduk lokal di atas, sebenamya tidak dapat begitu saja memahami sepenuhnya kondisi nyata penduduk lokal. Namun demikian, sebatas pada tujuan yang dicapai studi ini dan dengan dukungan alat analisis yang
&gunakan, maka penyederhanaan tersebut dapat digunakan untuk menguji hipotesis.
Dalam kondisi ekonomi rumah tangga yang tergolong rentan, investasi untuk memperbaiki kondisi internal rumah tangga jarang dilakukan. Hal ini berakibat pada rendahnya
kualitas penduduk
lokal menguasai
sumberdaya produktic
sehinua
P
TERUMBU KARANG
EKOSISTEM TERUMBU KARANG , , ,
(coral reef)
I
*.-..-,I
m n - . a - m n e m . - m m - m * - . a -
,
v
, SISTEM INTERNALPENDUDUK WKAL
KEGIATAN EKONOM RUMAH TANGGA
,
- ..
I 1 1 I I ' I
I.il
PENDAPATANRUMAH
TANGGA
(Utama dan Sampingan)
RUMAIITANGGA
.
I
1
I I I I I
J
J
INVESTASI (CAPITALFORMATION) 1 1 1 1 1 - 1 1 - 1 1
KONSUMSI RUMAH TANGGA I
I ' I -
I
I :
PENGELUARAN
RUMAH TANGGA
..
KEKAYAAN I
.
.
I
.
.
1
n
.
-
.
.
I
.
.
I
.
.
*
.
L
.
.
-
.
.
l
.
.
*
I Tidak Mubungan Dcngan Kmarkan
I
I
I
I
I
I
l
.
.
l
.
.
.
.
-
.
.
.
I
.
Gambar 2. Sistem Internal Penduduk Lokal Dalam Hubungannya dengan Pemanfaatan Terumbu Karang,1998.
I
W
intensitas eksploitasi terumbu karang yang berlebih cenderung merusak ekosistem secara keseluruhan. Kecenderungan ini mencirikan sistem internal dan peril*
produktif
penduduk lokal (responden) setiap wilayah studi Alokasi peradapatan yang hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga, misalnya, diduga akan memperbesar intensitas eksploitasi terumbu karang. Rusaknya ekosistem terumbu karang diduga berakibat pada turunnya nilai kegunaan ekosistem tersebut, dan pada gilirannya kesejahteraan penduduk lokal menurun pula. Ditunjukkan pada Gambor 2 bahwa kondisi sistem internal rumah tangga dan faktor eksternal dalam kegiatan produktif dan pendapatan rumah tangga, secara dinamis digerakkan melalui dua aliran, yaitu aliran sumberdaya (materi) dan aliran kegunaan (amenity). Setiap aliran tersebut menunjukkan peran (langsung maupun tidak langsung)
dan keterlibatannya &lam pemanfaatan karang batu (coral re& maupun ekosistem terumbu karang, dan kontribusi terumbu h a n g terhadap sistem internal penduduk lokal. Pola pemanfaatan terumbu karang oleh penduduk 10-
dinyatakan ke dalarn
kegiatan produbif, seperti. penambangan karang, penangkapan ikan clan kegiatan jasa wisata. Secara konseptual, pola pemanfaatan tersebut dapat dipilah ke dalam kegiatan produlctif yanglangsung berhubungan dengan kerusakan terumbu karang, tidak langsung berhubungan dengan kerusakan terumbu karang, dan tidak berhubungan dengan kerusakan terurnbu karang. Pola p e d a a t a n terumbu karang tersebut merupakan hasil pengelompolcan dari berbagai jenis matapencaharian responden. Matapemaharim responden d i d o g k a n sebagai bagian perilaicu ekonomi penduduk iokal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung atau bahkan tidak berhubungan dengan kerusakan terumbu karang
Intensitas pemanfaatan terumbu karang oleh penduduk lokal dalam studi ini dinyatakan melalui volume pemanfaatan karang batu sebagai bahan baku kapur dan tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang (diketahui dari persentase penutupan karang hidup) di setiap wilayah. Tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang di setiap wilayah tersebut ditelusuri melalui hasil studi oleh para peneliti terdahulu (PPLH-IPB, 1995); LIPI-Ambon, 1996; dan P30-LIP1
Sukamo, 1995)
Gomez dan Yap (1988) meyusun kriteria kerusakan karang dari sisi persentase penutupan karang hidup.
Kriteria tersebut selanjutnya digunakan sebagai standar
kerusakan karang di Indonesia (Sukarno, 1995) dan dalam studi-studi lainnya (PPLHIPB,1995; LIPI-Ambon, 1996). Atas pertimbangan tersebut, studi ini menggunakan
kriteria kerusakan karang temuan Gomez dan Yap (1988), Tabel 2
-
Tabel 2. Kriteria Kerusakan Terumbu Karang Kriteria Kerusakan Karang
Penutupan Karang Hidup rata-rataenutu an karan
1. rusak berat 2. rusaksedang 3. baik 4. sangat baik Sumber :Gomez dan Yap (1988).
0-24,9 % 25-49,9% 50-74,996 75- 100 %
3.2. Pengelompokkan Spasial Wilayah Studi Pengelompokkan spasial dilakukan secara eksploratif dimaksudkan sebagai proses pemahaman kondisi sistem internal penduduk lokal di setiap wilayah dalam kaitannya dengan tingkat kerusakan terumbu karang di setiap wilayah Pengelompolcan tersebut
dilakukan
secara bertahap
dengan
studi.
mempertimbangkan
kemiripan tingkat kenrsakan terumbu karang di setiap desa wntoh, kondisi g e o m s , dan kondisi sistem internal penduduk lokal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, studi ini
52
menelusuri pengelompokan desa-desa contoh tersebut berdasarkan: (a) tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang di setiap desa contoh, (b) kemiripan sistem internal penduduk lokal pada wilayah sehamparan, dan (c) satuan pulau. Penelusuran kelompok spasial desa-desa wntoh tersebut merupakan proses penyederhanaan pemahaman mengenai keterkaitan keragaan sistem internal penduduk lokal dengan kemiripan kondisi terumbu karang di setiap wilayah studi. Keragaan spasial tersebut cukup penting untuk memahami keterkaitan keragaan sistem internal penduduk lokal suatu wilayah berdasarkan tingkat kerusakan terumbu karang. Sesuai dengan tujuan studi ini, pengelompokan spasial tersebut adalah untuk memahami: (1) f-iktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap keragaan kondisi sosial ekonomi penduduk lokal pada setiap wilayah studi; dan (2) hubungan antara keragaan kondisi sosial ekonomi penduduk lokal dengan tingkat kemsakan ekosistem terumbu karang di setiap wilayah studi. Proses pemilahan keragaan spasial yang dila-
kukan secara bertahap tersebut dimaksudkan pula sebagai suatu proses penyederhaan. 3.3.
Keterkaitan Keragaan Sistem l n t e m r l Penduduk Lokal Suatu Wilayah dengan Faktor-faktor Eksternal dam Kerusakan Terumbu Karang Kesalahan terbesar yang sering terjadi pada pengelolaan ekosistem tentmbu
karang adalah adanya kegiatan-kegiatan pembangunan di kawasan pesisir yang tidak memperhitungkan dampak jangka panjang maupun jangka pendek terhadap terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang. A k a ~permasahannya diduga terletak pada rendahnya kesadaran penduduk lokal dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang, kebijakan pemerintah yang behrn menunjukkan perhatian optimal &lam mengelola sistem alami dan halitas linglrungan kawasan pesisir, lemahnya penegakan
53
.
hukum terhadap perlindungan sumberdaya alam di kawasan pesisir (khususnya ekosistem terumbu karang), dan ketidakberdayaan penduduk lokal menghadapi tantangan ekonomi yang demikian berat. Karena faktor-faktor tersebut sekalipun secara ekonomis ekosistem temmbu karang menguntungkan banyak pihak, namun sering kali diabaikan pelestariannya. Secara teoritis, formulasi keterkaitan antara kondisi sistem internal penduduk lokal dengan kemsakan temmbu karang mendasarkan pada hasil analisis. Dengan tomulasi tersebut, studi ini melalui proses simulasi rnemprediksi-kan keputusankeputusan yang diperkirakan mampu mengakomodasikan suatu model pemberdayaan penduduk lokal dalam pengelolaan ekosistem temmbu karang secara berkelanjutan
(MPPL). Sehubungan dengan itu, pengelornpokkan spasial wilayah studi menjadi penting sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mengako-modasikan kepentingan semua pihak dalam mencapai sasaran pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan (Gambar 3). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2, dalam Gambar 3 ditegaskan pula adanya keterkaitan sistem internal penduduk lokal dengan faktor-faktor eksternal, seperti peran pasar dan kebijakan pemerintah yang diperlukan di dalam MPPL. Secara garis besar,
Gambar 3 tersebut menunjukkan beberapa ha1 yang digagaskan:
55
(1) MPPL memperhatikan dua kondisi. Pertama, kondisi saat ini yang menggam-
barkan perilaku penduduk lokal dalam memanfaatkan terumbu karang dan implikasinya
K e d ~ a , kondisi yang digagaskan, menggambarkan peningkatan
kegiatan produktif penduduk lokal yang ditunjang dengan perkembangan ekonomi wilayah dan pengelolaan ekosistem terumbu karang swara berkelanjutan. Kondisi ini dimaksudkan pula untuk mencapai pembangunan regional yang berkelanjutan. (2) MPPL memandang tidak cukup jika pengelolaan ekosistem terurnbu karang secara
berkelanjutan hanya bermuatan pelarangan sporadis, sementara itu permintaan pasar terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh ekosistem terumbu karang dilepas tanpa kontrol yang ketat. Oleh sebab itu, perlu formulasi kebijakan yang secara eksplisit memadukan antara fungsi kontrol (termasuk pelarangan) yang terkendali dengan berbagai program pembimbingan, pelatihan. dan pembinaan terhadap penduduk lokal. Ini berarti untuk mencapai kondisi yang digagaskan, diperlukan adanya formulasi model pengambilan kepuiusan yang marnpu mengadopsi aspekaspek yang berkaitan dengan tujuan pemberdayaan penduduk lokal dafam pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan. (3) MPPL menempuh pendekatan yang bersifat persuasif. komprehensif, dan rnampu
mengakomodasikan masalah perusakan ekosistem terumbu karang (termasuk sumberdaya perairan pantai/laut lainnya) ke dalam pembangunan wilayah. Kerangka pemikiran ini memberikan pemahaman bahwa pengelolaan ekosistem terumbu karang tidak dapat terlepas dari pembangunan wilayah pesisir secara keseluruhan. Maksudnya, MPPL yang diajukan dalam studi ini daIam bentuk sinergi
dan berimbang antara kebijakan yang mampu mengatur pengelolaan ekosistem
56
terumbu karang dengan pengaturan peran aktif masyarakat dalam kegiatan produldif dalam peran pasar yang seimbang, sesuai dengan sistem internal penduduk lokal. Dengan demikian, MPPL akan melengkapi makna perencanaan yang lebih tepat untuk menyusun kebijakan pembangunan kawasan pesisir Pulau Lombok secara berkelanjutan. Bertolak dari uraian di atas, untuk memperoleh jawaban perrnasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah studi, rnaka kerangka pikir ini lebih mengarahkan pada kajian-kajian tentang: (a) kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah studi secara spasial, (b) sistem internal penduduk lokal pada setiap kelompok wilayah; (c) keterkaitan sistem internal penduduk lokal dengan pola dan intensitas pemanfaatan terumbu karang; dan (d) penyusunan model pemberdayaan penduduk lokal dalam mengelola ekosistem temmbu h a n g secara berkelanjutan. Hal tersebut secara detail, dibahas pada Bab IV sub bab analisis data. Sementara itu, difaharni bahwa pengikisan tanah sebagai sumber utama rneningkatnya sedimentasi diperairan pesisir, ditambah dengan penggunaaa pupuk clan pestisida serta zat pencemaran lainnya diduga menjadi sumber damp& paling merusak keberadaan ekosistem terumbu karang. Hasil temuan sebelumnya menunjukkan bahwa banyak kejadian memperlihatkan kerusakan terumbu karang yang semakin parah, terutama pada jangkauan wilayah yang sangat sulit dikendalikan karena sumber sedimen
itu sendiri berada jauh dari lokasi yang mengalami gangguan dan di bawah wewenang berbagai instansi berlainan (P30-LJPI, 1995). Dalam stud1 ini, sedimentasi sebagai penyebab kerusakan karang tidak dijadikan sebagai kajian utama, walaupun tanpa hams mengecillcan peranannya.