II. KERANGKA PEMlKlRAN 2.1. Konsepsi Pengembangan tP-Padi 300 Ketersediaan sumberdaya air dan lahan pertanian potensial sernakin langka. Kecenderungan ini akan berakibat berkurangnya ketersediaan pangan nasional. rnenuntut
Langkanya surnberdaya pengembangan
produktivitas
inovasi
usahatani seperti,
terhadap hama dan kekeringan, Penerapan
IP-Padi
direkornendasikan,
300
air
teknologi
yang
varietas-varietas
rnampu
rneningkatkan
unggul padi yang
tahan
dengan durasi tanam yang relatif singkat.
dengan
dipandang
dan lahan potensial untuk pertanian
rnenggunakan
sebagai
salah
satu
paket
teknologi
yang
upaya terobosan
untuk
meningkatkan produksi padi saat ketersediaan air irigasi berlebihan (La-Nina). IP-Padi 3 0 0 adalah suatu sistern usahatani padi dengan menerapkan pola tanam tiga kali tanam padi pertahun. Penerapan sistem ini memerlukan teknik budidaya padi yang sarat muatan teknologi, karena jarak w a k t u tanam dan panen berikutnya sangat singkat dan penuh risiko. Penerapan teknologi ini diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian, khususnya d i lahan sawah beririgasi yang memiliki potensi peningkatan indeks pertanaman hingga 300 persen (Badan Litbang Pertanian, 7998). Penerapan IP Padi-300 sebagai salah satu inovasi teknologi pertanian rnerupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pangan terutarna beras, mengirnbangi penciutan lahan subur pertanian dan meningkatkan taraf hidup masyarakat petani. Lahan potensial yang sesuai dan layak u n t u k pelaksanaan IP-Padi 300 adalah lahan irigasi dengan IP-Padi 2 0 0 yang mempunyai durasi ketersediaan air
1 0 bulan,
baik dengan irigasi teknis rnaupun sederhana.
Untuk lebih
rnenjarnin ketersediaan dan pendistribusian air, lahan yang diprioritaskan untuk penerapan IP-Padi 3 0 0 adalah lahan yang berada di dekat saluran sekunder.
Selain itu, untuk memudahkan penyaluran saprodi, pembinaantpenyuluhan dan pengawalan teknologi, dipertimbangkan pula agar lahan yang terpilih berada dalarn suatu hamparan dengan luasan tertentu atau tidak terpencar dengan kondisi
infrastruktur
dan
kelembagaan
yang
relatif
baik
(Badan Litbang
Pertanian, 7 998).
2.2. Konsepsi Kelembagaan Tata Air Pada tingkat makro atau Satuan Wilayah Sungai (SWS), pengelolaan air mencakup daerah aliran sungai hulu sampai daerah aliran sungai hilir. Dari aspek mikro,
pengelolaan air meliputi cakupan u n t u k suatu petak tersier.
Kelembagaan pengelolaan air menyangkut P3A, kelompok tani, ulu-ulu, dan Panitia Irigasi. Salah
satu
rnasalah
yang
dihadapi
dalam
meningkatkan
efisiensi
penggunaan air irigasi adalah lemahnya sistem kelembagaan petani untuk mengatur pengelolaan sistem alokasi pengairan dan rehabilitasi fasilitas irigasi. Kelemahan lainnya tercermin dari pembinaannya yang kurang tepat. Banyak kelembagaan
irigasi yang
kelembagaan
adat
dibangun
setempat
seperti,
secara
formal,
LKMD
dan
tanpa
memanfaatkan
Ulu-ulu
telah
banyak
mengalami harnbatan, sehingga investasi yang memakan dana yang besar menjadi tidak bermanfaat. Adat dan pranata sosial lokal mempunyai potensi yang besar jika arah pembinaannya d i dekati 'dari bawah'.
Demikian halnya
perlu diupayakan agar dalam penggunaan air yang bersifat kompetitif dapat berurutan (sequential uses), yaitu bagaimana agar penyaluran yang berasal dari seorang petani dapat merupakan ketersediaan air bagi petani tainnya. Dengan dernikian, sehubungan dengan kebijaksanaan mengefisienkan penggunaan air, maka penyesuaian harga air dipandang penting dari sudut pengelolaan pada sisi perrnintaan.
Kegunaan tertentu,
air
dipengaruhi
oleh
dimensi
lokasi,
waktu
maka faktor-faktor yang menentukannya seperti,
dan
kualitas
keadaan tanah,
iklim, dan musim akan mempengaruhi nilai dari proyek irigasi yang dibangun dan karenanya akan menentukan tingkat keinginan masyarakat pengguna air yang bersangkutan {user's willingness to p a y ) . Oleh karenanya, air harus diberi harga yang sebanding dengan biaya marjinal penyediaannya yang rneliputi opportunity cost dari sumberdaya airnya sendiri dan opportunity cost dari
sumberdaya lainnya yang digunakan untuk itu (modal, tenaga kerja dan lahan). Dalam konsep organisasi terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan, dan struktur dimana terdapat interdependensi satu sama lain untuk menghasilkan output.
Organisasi pada u m u m n y a bertujuan ke arah
efisiensi, yaitu dengan mengurangi ongkos transaksi (transaction cost). Dalam hubungan ini, Shui (7992)
mernberikan suatu analisis kelembagaan tentang
sistem irigasi dan biaya transaksi rnelalui tiga kaitan sifat yang secara nyata mempengaruhi adanya perbedaan insentif dan pembatas bagi partisipan sistem jaringan tata air, yaitu : ( 1 )
sifat-sifat
pada
fisik irigasi , (2) sifat-sifat
rnasyarakat partisipan dan (3) sistem kelembagaan (Gambar 1 ). Kerangka analisis kelembagaan yang disajikan pada Garnbar 1 memberi pemahaman
bahwa
terintegrasinya
aspek
teknis
irigasi
dan
sistem
kelembagaan dalam pengembangan irigasi merupakan unsur penting guna menunjang partisipasi petani dalam pengelolaan sumberdaya air. keterpaduan
ini
sudah
barang
tentu
akan
berpengaruh
kelembagaan organisasi irigasi dan sifat individu yang pengertian
lain,
adanya
sifat
individu
yang
kondusif
terhadap
kooperatif.
opportunistic
rationality dari masyarakat petani dapat dihindari.
Terjadinya
dan
kinerja Dengan
bounded
Terciptanya kondisi yang
sernacam ini akan memberikan kejelasan insentif
bagi partisipan
petani, untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan irigasi.
Efektivitas
penerapan
institusi
kolektif
ditentukan
oleh
karakteristik
intrinksik sumberdaya air atau produknya. Semakin tinggi biaya transaksi, free rider, resiko dan ketidakpastian, maka semakin sulit kemungkinan menerapkan institusi kepemilikan dan menerapkan mekanisme harga sebagai instrumen kearah efisiensi.
Alternatif lain dapat dapat ditempuh melalui pemberdayaan
institusi community management seperti,
Perkurnpulan Petani Pemakai Air
(P3A). Kejelasan hak kepemilikan atas air irigasi merefleksikan akan hak dan tanggung jawab dalarn operasi dan pemeliharaan sistern irigasi antara instansi pernerintah dan masyarakat petani.
Kemudahan untuk akses
dan kontrol
terhadap pengelolaan sumberdaya air irigasi, tentunya akan membawa pada pola interaksi antar partisipan yang harmoni.
Pola interaksi yang terjadi
diantara partisipan akan mempengaruhi hasil (outcomes), tingkat efisiensi dan optimasi pengalokasian sumberdaya air.
Dengan kata lain, pola interaksi antara
partisipan dalam situasi yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pengelolaan air,
maka
beberapa azas pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan yaitu (Pasandaran dkk., 7 9 9 5 ) ; ( 1 ) azas efisiensi, (2) azas keadilan, (3) azas partisipasi, dan (4) azas keberlanjutan. Strategi yang disusun dalam rangka pengelolaan sistem irigasi hendaknya disesuaikan dengan unit manajemen d a n tujuan pengelolaan. Kelembagaan pengelolaan tersebut hendaknya dijabarkan ke dalarn langkah operasional
yang
dapat
dikategorikan
ke
dalam
demand
management
(penentuan saat tanam, pola tanam, dan penggunaan varietas), dan supply management (perbaikan cara pemberian air, d a n pemanfaatan air tanah).
.
-
Areal ~ r ~ g a s ~ lumlah anggora (pemakai air) Ketersediaan air Alternarif sumber air
-
-
Sumber pendapatan anggota pemakai air Tingkat partisipasi Perbedaan-perbedaan di antara anggota (pemakai)
Aturan-acuran operaslonal Pilihan kelompuk Aturan yang ada
Kinerja Bounded rationality Opponunistic
Fasilitas irigasi Kelembagaan
G Insentif
r---l ( Pola lnteraksi
Biaya Transaksi
1
. .
Hasil (outcomes) Krcukuparl kcbutuhan air Pengelolaan Produksi rncningkat
Gambar 1 . Kerangka Analisis Kelernbagaan Jaringan Tata Air
Lembaga-lernbaga tradisional pengelola irigasi yang
sarnpai saat
ini
rnasih bertahan mernbuktikan betapa pentingnya organisasi dalarn pengelolaan air tersebut.
Organisasi pengelola air bukan sekedar organisasi untuk kegiatan
teknis sernata, narnun lebih dari itu merupakan suatu lembaga sosial, bahkan di pedesaan Indonesia kandungan kaidah-kaidah yang telah disepakati lebih sarat daripada sarana fisiknya.
Jelas pengelolaan irigasi yang secara teknis dapat
dipertanggung-jawabkan dan secara sosial dapat diterirna,
diperlukan suatu
organisasi yang baik (Ambler, 7990). H a yami
dan
Ruttan,
f 79841 rnengungkapkan
bahwa
institutional
innovation sebagai konsekuensi dari relatif langkanya suatu surnberdaya, dan pada
gilirannya
kondisi
demikian
mewujudkan
technics/
innovation
dan
institutional innovation. Pernyataan senada, dikemukakan oleh Ruttan (79851 rnelalui teori induced innovation dan induced instirutional innovation yang menggariskan bahwa kelangkaan relatif suatu sumberdaya (air) akan memacu masyarakat untuk berusaha rnerespon sifat kelangkaannya. Atas dasar ini, maka
penyesuaian
penguasaan yang
kelembagaan pada akhirnya
akan
mernpengaruhi perubahan
menghadirkan
sistem
hak
kelernbagaan
dan baru
terhadap pola pemanfaatan surnberdaya. Dalarn upaya rnencapai pengelolaan surnberdaya air yang efisien dan berdimensi pemberdayaan petani diperlukan penyesuaian kelernbagaan baik untuk kelembagaan pemerintah, swasta rnaupun petani.
Pada tingkat petani,
dipandang penting untuk mengembangkan P 3 A menjadi suatu organisasi yang m a m p u berperan ganda yakni bukan saja sebagai pengelola jaringan irigasi tetapi juga kegiatan usaha ekonomi.
Bahkan adanya program PIK dan IPAlR
yang rnenuntut P3A untuk turut bertanggung j a w a b dalarn pembiayaan OP jaringan irigasi, mernbawa konsekuensi P 3 A harus rnampu berperan ganda. Peluang
P3A
untuk
melakukan
kegiatan
usaha
ekonorni
tertuang
dalarn
INMENDAGRI No. 72 Tahun 7992 tentang pembentukan dan pembinaan P3A 12
yang
menyebutkan
bahwa
dalam
rangka
mengembangkan
keuangan,
organisasi P 3 A dapat melakukan usaha-usaha ekonomi serta adanya kebebasan petani dalam rnengusahakan jenis tanaman yang diinginkan sesuai dengan UU No. 7 2 Tahun 7992.
Terbatasnya kernarnpuan pemerintah dari segi dana untuk menangani kegiatan operasi dan perneliharaan (OP) irigasi, maka pemerintah sejak tahun
1987 mencanangkan kebijaksanaan IPAlR yaitu iuran dari petani atas jasa pelayanan air.
Tujuan IPAlR adalah untuk mencapai pemulihan biaya secara
penuh atas biaya OP dari sistem jaringan irigasi yang luasnya lebih dari 500 ha. Sejak
tahun
1989
pemerintah
telah
menetapkan
kebijaksanaan
untuk
menyerahkan kembali pengelolaan jaringan irigasi kecil ( <500 ha) yang selama ini dikelola oleh pemerintah kepada P3A.
Hal ini merupakan tantangan
sekaiigus peluang bagi P3A dalam rnemperluas kegiatan yang tidak hanya sebagai pengelola jaringan irigasi lokal, namun juga kegiatan usaha ekonorni lainnya yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. U n t u k mewujudkan kemarnpuan P3A dalam mengelola jaringan irigasi secara mandiri, maka perlu adanya penyesuaian dalam fungsi kelembagaan P3A i t u sendiri, sehingga berpotensi untuk berkembang menjadi suatu lernbaga yang m a m p u berperan sebagai lernbaga ekonomi yang berperan ganda.
2.4. Dinarnika Organisasi P3A Dalam suatu organisasi, unsur anggota dan pengurus merupakan faktor kunci yang rnenentukan dinamika organisasi, dan seterusnya mempengaruhi keberhasilan organisasi (P3A), seperti keberhasilan dalam ha1 produktivitas dan kepuasan
anggota.
Selain
itu,
faktor
lingkungan
termasuk
pembinaan
organisasi yang dilakukan dari luar organisasi (pemerintah atau L S M ) t u r u t mewarnai dinamika organisasi.
Dalam
kajian
ini,
faktor
keberhasilan
produktivitas dan kepuasan anggotanya. organisasi
meliputi:
organisasi,
tujuan
pembinaan
organisasi.
organisasi.
organisasi
P3A
mencakup
Sedangkan unsur-unsur dinamika struktur
kerjasarna
organisasi,
organisasi,
fungsi
iklim
tugas
organisasi,
tekanan pada organisasi, dan agenda terselubung organisasi (Carrwright and Zander,
7960; Beal el ai.,
7977; Slamer,
7978; dan Ginring,
7999).
Selanjutnya definisi dari peubah-peubah dinamika organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut : T u m n Organisasi P3A fX 7) Tujuan organisasi adalah tujuan P 3 A yang ingin dicapai sebagaimana tercanturn dalam anggaran Dasar P3A. Struktur Organisasi P3A fX2) Struktur organisasi P3A adalah cara-cara P 3 A mengatur untuk rnencapai tujuan,
meliputi
struktur
kewenangan,
struktur
tugas,
dan
struktur
komunikasi. Fungsi dan Tugas Organisasi P3A fX31 Fungsi dan tugas organisasi P3A merupakan arahan apa yang seharusnya dilakukan organisasi dalam rnencapai tujuan, meliputi; peiayanan terhadap anggota, pengkoordinasian, inisiatif, desiminasi dan pemberian informasi dan penjelasan. Pembinaan Organisasi P3A fX41 Pembinaan dan pengembangan P 3 A yaitu upaya-upaya menjaga agar P3A t e t a p lestari mencakup, peningkatan partisipasi, pernanfaatan fasilitas, aktivitas,
koordinasi,
komunikasi
horizontal
dan
vertikal,
standar atau norma, sosiaiisasi, dan prosedur anggota baru.
penetapan
Kekompakan Organisasi P3A (X51 Kekompakan
organisasi
rnerupakan
persatuan
dan
kesatuan
dalam
organisasi P3A yang tercipta dari adanya rasa keterkaitan antar anggota mencakup;
kepemimpinan
keanggotaan
(kewajiban
(sikap anggota.
pengurus
nilai dan tujuan,
dan
pembinaan):
homogenitas
anggota,
integritas anggota, dan kerjasama). lklim Organisasi P 3 A lX61 lklim organisasi merupakan suasana organisasi P 3 A dengan terciptanya suasana bersahabat, dernokratis, dan bebas berpartisipasi. Tekanan pada Organisasi P 3 A (X7) Tekanan pada organisasi adalah tekanan pada P 3 A yang menyebabkan ketegangan dalam P3A baik tekanan yang berasal dari dalam rnaupun dari luar P3A.
Tekanan dari dalam menyangkut t u n t u t a n anggota terhadap
kecukupan air irigasi bagi usahatani. Sedangkan tekanan dari luar rneliputi t u n t u t a n P 3 A yang harus rnampu rnengelola O&P secara swadana, serta keharusan menarik iuran P3A dari anggota, yang selanjutnya disalurkan ke Panitia lrigasi (Barnus). Agenda Terselubung (X8) Agenda
terselubung
merupakan programltujuan
tertutup
atau tujuan
tersirat yang ingin dicapai oleh P3A, dan tidak tertulis dalarn Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga. Keberhasilan P 3 A IX91 Keberhasilan pencapaian
P3A tujuan,
mencakup: dan
(1)
Produktivitas
(2) Kepuasan
anggota
partisipasi anggota terhadap pengelolaan irigasi, P3A.
organisasi berupa
P3A
yaitu
peningkatan
dan kelancaran iuran
Asumsi-asumsi
yang
rnendasari
pengaruh
unsur-unsur
dinarnika
organisasi terhadap keberhasilan organisasi adalah : 1 . Faktor-faktor lain, selain faktor-faktor dinamika organisasi adalah tetap.
2. Pengetahuan anggota rnengenai P 3 A adalah tengkap,
anggota
P3A
mengetahui selengkapnya rnengenai organisasinya. 3 . Terdapat
perbedaan tingkatan
dari
unsur-unsur
dinarnika organisasi
berdasarkan skor peubah dari masing-masing unsur. Pengaruh unsur-unsur dinarnika organisasi terhadap keberhasilan organisasi P3A, dapat diilustrasikan seperti Gambar 2. Selanjutnya,
u n t u k rnelihat rnekanisrne hubungan antara unsur-unsur
dinarnika organisasi P 3 A dan keberhasilan P 3 A (produktivitas dan kepuasan anggota) ditelusuri rnelalui pendekatan analisis
lintas
(path analysis) dan
diagram lintas yang rnenggarnbarkan hubungan kausal antar peubah.
Diagram
lintas yang rnenggambarkan pola hubungan tersebut disajikan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dinarasikan sebagai berikut: (1) terdapat 5 unsur dinamika organisasi yang secara langsung diduga mempengaruhi keberhasilan P 3 A yaitu,
(a) tujuan organisasi,
(b) pembinaan organisasi,
(c) kerjasama
organisasi, (d) iklirn organisasi, dan (e)agenda terselubung. (2)Unsur-unsur yang secara tidak langsung mempengaruhi keberhasilan P 3 A yaitu, (a) struktur organisasi. (b) fungsi dan tugas organisasi, dan
( c )tekanan
pada organisasi.
Adapun pemilahan unsur-unsur dinamika organisasi, yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan P 3 A didasarkan atas kajian ernpiris (Cartwright and Zander, 1960) d a n dari pengurus organisasi
P3A serta penggalian informasi secara berlapis terhadap aparat pusat dan daerah yang terkait.
Gambar 2. Pengaruh faktor-faktor Dinamika Organisasi terhadap Keberhasilan P3A
Gambar
3.
Diagram lintas peubah-peubah keberhasilan P3A
dinamika
organisasi
terhadap
Keterangan :
X I = Tujuan organisasi X 2 = Struktur organisasi X 3 = Fungsi tujuan organisasi X 4 = Pembinaan organisasi X 5 = Kerjasama organisasi
X6 = X7 = X8 = KP3A
lklim organisasi Tekanan pada organisasi Agenda terselubung = Keberhasilan P3A
2.5. Hipotesis 1
Sistem
koordinasi,
pernbinaan
dan
pengembangan
P3A
belum
menunjukkan iklim (kondisi) yang kondusif.
(2) Efisiensi pemanfaatan air irigasi di saluran primer, sekunder dan saluran petak tersier rnasih rendah.
(3)
(4)
Pemanfaatan lahan bagi 1P-Padi 3 0 0 di wilayah penelitian belum optimal.. Penetapan
IPAlR
belum
sepenuhnya
mempertimbangkan
pelayanan air irigasi yang diterima oleh petani.
tingkat