BAB Ill KERANGKA PEMlKlRAN DAN MODEL ANALISIS
Bab ini bertujuan untuk menguraikan kerangka pemikiran dan model analisis yang digunakan dalam penelitian. Kerangka pemikiran ini m e ~ p a k a nalur analisis ekonorni dan tenaga keja yang digabungkan berdasarkan sumber data tersedia untuk mencapai tujuan penelitian. Model analisis disusun berdasarkan studi pustaka yang dilakukan pada bab terdahulu.
3.1 Kerangka Pemikiran
Sebagaimana
telah
dikemukakan,
tujuan
penelitian
ini
adalah
menganalisis dampak perubahan struktur ekonorni terhadap struktur penyerapan tenaga keja di Indonesia untuk periode 1980 sampai 1993, dan proyeksinya sampai
tahun
2019
dengan
menggunakan
pendekatan
Input-Output.
Melaksanakan analisis struktur ekonomi rnakro merupakan langkah yang sangat penting untuk memaharni pola perubahan struktur yang dikaitkan dengan kualitas tenaga keja. Tanpa rnengetahui perubahan struktur ekonomi, maka akan sulit mengetahui darnpak kebijakan ekonomi terhadap perubahan ketenagakerjaan. Sebab tiap perubahan jumlah sektor dan output ekonomi, secara langsung dan berantai dipengaruhi oleh jenis tenaga keja yang tersedia pada sektor tersebut. Oleh sebab itu, hasil analisis perubahan struktur dan keterkaitannya antar sektor diharapkan dapat digunakan lebih lanjut lagi untuk penyusunan suatu kebijakan sektoral yang lebih tepat.
Untuk mengidentifikasi secara eksplisit dampak perubahan struktur ekonomi terhadap output dan tenaga kerja disajikan Gambar 4. Dari Gambar tersebut dapat diidentifikasi langkah-langkah untuk menganalisis struktur ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan data Tabel Input-Output Indonesia tahun 1980 hingga 1993 (lihat sisi kiri Gambar 4). Berdasarkan data tersebut, dianalisis perubahan dari tahun ke tahun struktur output (X@":);
struktur permintaan akhir
(punl) menurut
sektor. Dengan
menggunakan persamaan yang disusun sebagai model analisis dapat diketahui dekomposisi perubahan struktur output dan struktur permintaan akhimya menurut komponen : Konsumsi -
G, Ekspor
-
C, lnvestasi atau Kapital - K, Pengeluaran pemerintah -
E dan lmpor
-
M. Jadi dalam ha1 ini, f = (C + K +
G + E - M).
Dekomposisi digunakan untuk melihat dampak perubahan koefisien teknis, dampak pertumbuhan, dampak perubahan peranan sektor-sektor, dan dampak perubahan elemen permintaan akhir
-
f terhadap permintaan akhir dan total
output. Perubahan struktur permintaan akhir dan total output dalam ekonomi mengakibatkan terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja sektoral
(L,) menurut kuantitas, okupasi dan pendidikan tenaga kerja (lihat sisi kiri bawah Gambar 4). Berdasarkan kondisi perubahan struktur ekonomi dan struktur penyerapan tenaga kerja tahun 1980-1993 tersebut, dibuat proyeksi perubahan struktur output (X'
perubahan struktur permintaan akhir (f" ""',),
dan perubahan
struktur penyerapan tenaga kerja menurut sektor dan okupasi (L'
sampai
tahun 2019 dengan mengakomodasikan altematif kebijakan dalam ekonomi (lihat sisi kanan Gambar 4).
Q Metode Estimasi
C Estirnasi dan Adiusted
C
SP1980-W KDef. SPMOPM
Estirnasi dan Adjusted
A StfuMur Tenaga Kej a Mnrt Ohp. 8 Pddk
b
h
1
A Struk : Ekon., T. Kej a Okupasi 8 Pendidikan TK 1980-93 dan est. sld 2019 Ketmrman :
= Input
0= Proses
= Output
Gambar 4: Kerangka Pemikiran Analisis Perubahan Struktur Ekonorni dan Struktur Penyerapan Tenaga Keja
Catatan Notasi untuk Gambar 4 :
G E M L R I j 0
k P SP SOM SPM OPM
vektor total output D + E - M = ( C + K + G + E - M ) = perrnintaanakhir C + K + G = vektor permintaan akhir domestik konsumsi kapital atau investasi pengeluaran pernerintah ekspor Impor total tenaga kerja (I - AY' = matrikss kebalikan Leontief rnatrikss indentitas ; A = matrikss koefisien teknis sektor output, j = 1,2, ... ... ... n koefisien tenaga kej a okupasi pendidikan SensusPenduduk sektoral-okupasi-rnatrikss sektoral-pendidikan-matrikss okupasi-pendidikan-matrikss
3.2 Model Analisis Ekonomi
Untuk mengidentifikasi secara eksplisit dampak perubahan struktur makroekonomi terhadap output, pada penelitian ini disusun model analisis baru. Model analisis baru tersebut terutama digunakan untuk analisis dekomposisi Input-Output. Analisis dekomposisi ini digunakan untuk melihat secara lebih rinci faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan output nasional sehingga dapat diantisipasi secara dini dampak perubahannya pada ekonorni nasional.
Pada model analisis yang dikembangkan untuk penelitian ini digunakan asumsi bahwa impor adalah kompetitif yang artinya dapat disubstitusi secara sempurna oleh produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri untuk semua tujuan penggunaan. Jadi, apabila impor diberlakukan secara kompetitif maka dalam model analisis variabel impor merupakan variabel eksogen. Pada penelitian ini, sebagai dasar pengembangan model analisis digunakan persamaan solusi sistem Input-Output konvensional yang telah dibahas pada bab terdahulu, yaitu sebagai dituliskan pada persamaan (5) dan persamaan (6). Berdasarkan kedua persamaan tersebut dan dengan menuliskan secara rinci variabel D - permintaan akhir dari persamaan (5) menjadi (C+K+G) masing-masing untuk C
- konsumsi. K - kapital/investasi dan G - pengeluaran
pernerintah, maka dasar perancangan model analisis perubahan struktural dapat dituliskan kembali sebagai persamaan (39) berikut:
dimana, A X C K
= matriks koefisien tehnis dari suatu struktur ekonomi, = vektor total output suatu struktur ekonomi, = vektor konsumsi,
= vektor investasi, G = vektor pengeluaran pemerintah, E = vektor ekspor, M = vektor impor. R = (I -A)" f =D+E-M =C+K+G+E-M I = matrikss ldentitas
Persarnaan (39) adalah persarnaan keseimbangan untuk total output, X. Apabila dikehendaki analisis perubahan output, AX,antara tahun dasar (dengan notasi pangkat 0) dan tahun terminal (dengan notasi pangkat f ) , rnaka perubahan output itu akan tergantung pada perubahan variabel R dan f. Secara sederhana penurunan persarnaan untuk analisis perubahan output AX dapat dituliskan sebagai persarnaan (40) berikut:
AX
=
x'-x0
-
~ ' f ' R-O
~ O ,
dengan rnensisipkan variabel (R
f
' ), maka persarnaan
keseimbangan untuk perubahan output rnenjadi:
Selanjutnya, didefinisikan rasio Produk Nasional Bruto (PNB) tahun terminal dan PNB tahun dasar sarna dengan:
sebagai "rasio ekspansi atau perturnbuhan proporsional" secara nasional untuk semua kornponen (u = vektor dengan proper order). Kemudian, didefinisikan juga rasio komponen permintaan akhir dornestik (C, K, G), ekspor (E) dan irnpor (M) tahun terminal dan tahun dasar sebagai:
Ac
--
utct , --UOCO
AK - - UtKt , uaKo
utG hG = -, uaGo
A
E
--
utEt
-, UOEO
A
M
- utMt uoMo
Selain itu, rasio tersebut diatas didefinisikan juga sebagai "rasio pertumbuhan aktual" dari komponen bersangkutan dan juga sebagai "rasio pertumbuhan proporsional" untuk semua komoditi pada komponen bersangkutan. Dengan mengacu pada definisi rasio PNB, komponen permintaan domestik dan perdagangan untuk tahun dasar dan tahun terminal,
maka
perubahan output AXdari persamaan (40):
dapat didekomposisi sebagai diuraikan berikut ini. Untuk rnelihat kaitan perubahan output dengan PNB maka pada persamaan (40) diatas disisipkan variabel 2.f
yang menunjukkan besaran
permintaan akhir karena pembahan PNB. Sehingga persamaan (40) diatas dapat dituliskan kembali sebagai persamaan (41) berikut:
dengan menata kembali variabel yang dipengaruhi pembahan PNB pada persamaan (42). maka persamaan tersebut rnenjadi :
Selanjutnya, kalau variabel perrnintaan akhir f pada R0 (f (42) dirinci rnenurut kornponennya (C
+K +G+E
' - Af O) pada persarnaan
- M)
maka persarnaan (42)
tersebut dapat dituliskan kernbali sebagai persarnaan (43) berikut :
Dengan mensisipkan kelompok variabel permintaan akhir yang dipengaruhi oleh perubahan PNB sebagai (aCcO+ aKKo+AGG 0+ ,IE€'- ;lMMO), maka persamaan (43) dapat dituliskan kernbali menjadi persamaan (44) berikut :
Selanjutnya, dengan penataan variabel kornponen perrnintaan akhir, maka persarnaan (44) dapat dituliskan rnenjadi persamaan (45) berikut :
dalam ha1 ini :
(R1-~O)ft
~ ~ ( 1 l1) f- "
:
:
merupakan dampak perubahan koefisien teknis (yang mencerminkan adanya perubahan teknologi antara tahun 0 dan tahun t), merupakan dampak pertumbuhan proporsional,
R o [ ( ~ t - A c ~+o () K ' - A ~ K ' ) + ( G ' - A ~ G+~( E ' - ~ E ' ) - (M' - AY MO) I : merupakan dampak total perubahan industry-mix terhadap permintaan akhir, RO
[(aC- A)CO+ (AK-A)K'+ (,IG- A)GO+ (AE- A)Eo- ( A M -A)M')]:
merupakan dampak total perubahan struktur ekonomi makro terhadap permintaan akhir.
Kedua dampak total perubahan industry-mix dan struktur ekonomi makro terhadap perrnintaan akhir dapat di dekomposisi lebih lanjut lagi rnenurut elemen masing-masing komponen. Misalnya, RO (E
' - AE@) membeii dampak perubahan
industry-mix terhadap ekspor, sementara
RO
(AE-A)
,!?
memberi dampak
perubahan share ekspor secara keseluruhan terhadap total permintaan akhir. Model analisis ini tidak saja mernbedakan dampak perubahan struktur ekonomi makro dengan dampak perubahan industry-mix, tetapi juga mencakup dampak dari adanya aktivitas substitusi impor. Dalam ha1 ini, substitusi impor timbul karena perubahan rasio total impor pada PN8. Pada R0( AM- A)bf terkandung dampak rata-rata substitusi impor terhadap output domestik. Jika (AM-
A) > 0 menunjukkan bahwa secara rata-rata, relatif lebih banyak produk impor dan lebih sedikit produk domestik yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit PNB, dan apabila (AM- A) < 0 terjadi kebalikannya.
Jika didefinisikan :
maka persamaan (45) dapat ditulis sebagai :
Persamaan (46) merupakan penyederhanaan persamaan (45). Satu ha1 yang harus diingat disini adalah bahwa meskipun
konsep
"struktur ekonomi" dibangun secara terpisah dan disajikan dalam model analisis perubahan struktur Input-Output, tetapi pentingnya analisis struktur ekonomi telah diakui oleh banyak ahli dan peneliti.
3.3 Model PenyerapanTenaga Kerja
3.3.1 Model Penyerapan T e n a ~ aKeria Sektoral
Model yang diuraikan pada bagian ini terutama dikaitkan dengan penggunaan tabel antar sektor (inter-industri) dan koefisien tenaga kerja untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dalam proses produksi atau ekuivalen dengan jurnlah penciptaan kesempatan kerja. lstilah penyerapan tenaga kerja adalah sama dengan istilah penggunaan atau kebutuhan tenaga kerja atau penciptaan kesempatan kerja. Jadi, penyerapan tenaga kerja merupakan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan suatu sektor untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Asumsinya adalah pada saat tertentu, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan suatu sektor adalah proporsional dengan tingkat output yang dihasilkan sektor bersangkutan. Hubungan ini ditunjukkan dengan angka koefisien tenaga kerja. Berdasarkan asumsi koefisien konstan dalam model Input-Output, maka produksi dalam negeri mernbutuhkan persyaratan jam kerja tertentu dari faktor input tenaga kerja. Atas dasar persyaratan tersebut, maka dapat diperkirakan dampak langsung dan tidak langsung penggunaan tenaga kerja karena perubahan perrnintaan akhir. Seandainya jumlah tenaga kerja yang bekerja di setiap sektor produksi dalam tabel Input-Output diketahui, rnaka intensitas penyerapan tenaga kerja di setiap sektor dapat diketahui berdasarkan koefisien tenaga kerja langsung (direct employment coefficient) yaitu sebesar n,, yang
didefinisikan sebagai jurnlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk rnenghasilkan satu unit output (yang diproduksi di dalam negeri) dengan nilai tertentu (misalnya satu juta rupiah) pada sektor i. Misalkan Li adalah jurnlah tenaga kerja pada sektor i dan Xi rnerupakan total output sektor i, rnaka suatu vektor koefisien tenaga kerja langsung diperoleh dengan membagi jurnlah tenaga keja yang digunakan di setiap sektor dengan nilai output yang diproduksi di dalam negeri di setiap sektor sebagai berikut :
Li ni = Xi
atau
Data Input-Output dan tenaga kerja dapat digunakan untuk menghitung dampak keterkaitan Hirschmanian (Hirchman. 1958) untuk setiap industri. Pada penelitian ini dihitung tehnik keterkaitan Rasmussen-Diamond. Perhitungan keterkaitan Rasmussen-Diamond (Rasmussen, 1956) dengan rnenggunakan matrikss kebijaksanaan Diamond (rnerupakan perkalian antara matrikss kebalikan Leontief dengan matrikss diagonal koefisien tenaga kerja). Hasilnya akan memberikan informasi keterkaitan kedepan dan kebelakang diantara industri. Berikut ini disajikan keterkaitan industri dengan menggunakan terminologi tenaga kerja. Apabila N merupakan n x n diagonal matriks dari koefisien tenaga kerja dimana
n, = Li / Xi ; X merupakan vektor dengan n-order gross output. L
rnerupakan vektor input tenaga keja, dan F merupakan vektor perrnintaan akhir; maka kebutuhan tenaga keja dapat dituliskan sebagai berikut :
Jika kita tulis matrikss kebalikan Leontief sebagai :
(I - A).'
-
jadi,
:I
..............................
-
an. .............a.
1; 11; "1 m
N (1 - A).'
I
a.............an
0........0
an.. ......... .am
............. a2 m...... 0 a2 ................................................... 0.......n, a 1 a............. an,
Apabila N (1 -A)" diberi notasi sebagai H, maka :
ldentik dengan formulasi sebelumnya, dari matriks H dapat dibentuk koefisien hU sebagai :
Setiap koefisien hil dari rnatriks H rnenunjukkan jurnlah tenaga kerja yang dibutuhkan sektor i untuk rnenghasilkan output produksi sektor j setiap satu satuan unit yang dikelompokkan sebagai penintaan akhir. Hubungan yang terjadi dalam rnatrikss H adalah sebagai berikut :
...................................... hi1 hi2 ........hii ........... h~
Setiap baris pada matrikss diatas rnernberikan indikasi banyaknya kesernpatan kerja yang diciptakan sektor i sebagai akibat adanya aktivitas yang rnernbutuhkan tenaga kerja pada sektor 1,2, ...n; dan setiap kolom pada rnatrikss tersebut rnenunjukkan bagaimana kesernpatan kerja yang diciptakan di sektor j yane digunakan oleh sernua sektor. Uno (1989) rnenyebut rnatrikss itu sebagai interindustry-employment matrix. Secara urnurn rnatrikss tersebut rnenjabarkan keadaan penyerapan tenaga kerja dirnasing-rnasing sektor dalarn perekonomian. Selanjutnya diukur darnpak keterkaitan kedepan dan kebelakang dengan rnenggunakan asurnsi rnatrikss kebuaksanaan baik secara baris ataupun kolorn. Elernen pada setiap kolorn rnenunjukkan pernbelian sektor j dari setiap sektor lain, apabila output j rneningkat sebanyak satu unit. Jurnlah dari elernen kolorn rnenunjukkan darnpak keterkaitan kebelakang. Analog dengan ha1 tersebut,
setiap elernen yang terdapat dalarn setiap baris dalarn rnatrikss kebijaksanaan rnenunjukkan distribusi output yang dihasilkan oleh sektor produksi i, apabila output setiap industri rneningkat rnenjadi satu unit. Jurnlah elernen baris ini rnenunjukkan indikasi adanya keterkaitan kedepan. Rasmussen dan Diamond rnenunjukkan adanya dampak keterkaitan ratarata antar industri. Oleh karena itu, kedua keterkaitan tersebut dihitung rasionya dengan jurnlah seluruh industri. Berkaitan dengan studi ini akan dihitung darnpak total-nya dan bukan rata-rata. Meskipun demikian untuk dapat membuat peringkat industri kunci, darnpak keterkaitan kedepan dan kebelakang akan di normalisasikan dengan rnernbagi total keterkaitan setiap industri dengan rata-rata S~IUN sektor ~ (17 sektor). Norrnalisasi keterkaitan tersebut sebagai berikut :
'J, Ui
-
-
dimana
2 1/17cZ, Zi I / 17CZi
4
=
Normalisasi darnpak keterkaitan kebelakang
=
Norrnalisasi darnpak keterkaitan kedepan
dan Zi rnenunjukkan jurnlah kolorn dan baris dari rnatrikss
kebijaksanaan. lnterpretasi dari Ujdan U, sarna dengan koefisien Rasrnussen dan Diamond. Apabila nilai-nya rnenunjukkan lebih besar dari satu (unity), rnenunjukkan keterkaitan yang lebih besar pula dibandingkan dengan rata-rata keterkaitannya antar industri (dan sebaliknya). Selain itu Rasrnussen dan Diamond juga rnenghitung kaitan penyebaran dengan rnenggunakan "coefisient variation".
Dari L = NX dapat dihitung penciptaan kesempatan keja langsung (b) dan tidak langsung
(Lh) masing-masing
dapat disajikan secara terpisah.
Penciptaan kesempatan keja secara langsung (b)dari sektor-sektor yang menghasilkan output yang diminta sama dengan :
Penciptaan kesempatan keja secara tidak langsung (L,,,)dapat dihitung dengan mencari perbedaan antara jumlah penciptaan kesempatan kerja dengan jumlah penciptaan kesempatan kerja langsung (Ld)sebagai berikut :
Harus diingat bahwa keterkaitan kedepan terutama berhubungan dengan "domestic downstream processing of sectoral outpuf", oleh sebab itu peflu ditelaah
relevansinya
dalam
pengembangan
aktivitas
ekonomi
secara
keseluruhan.
3.3.2 Model Okupasi dan Pendidikan Tenaaa Keria
Pada bagian ini diuraikan model penyerapan tenaga keja menurut okupasi dan pendidikannya. Seringkali okupasi dan pendidikan tenaga kerja, apabila dianalisis secara simultan, disebut sebagai analisis kualitas tenaga kerja.
Penjelasan mengenai model okupasi dan pendidikan tenaga keja ini diawali dengan mengemukakan fungsi produksi Leontief berikut :
X
-
min. (K, L,, La
..... LJ
(53)
dimana apabila L merupakan input tenaga kej a maka Lk (k = 1, 2, ...... 4 merupakan kelompok okupasi tenaga keja benangkutan. Fungsi sebagai dituliskan dalam persamaan (53) ini jelas menunjukkan bahwa tenaga kerja bukan merupakan faktor homogeneous dari suatu fungsi produksi melainkan faktor yang heterogen mengingat tenaga kerja tersebut terdiri dari berbagai jenis okupasi. Hal yang sama tejadi pula untuk tingkat pendidikan tenaga kerja. Dengan mengingat bahwa setiap tenaga keja dengan okupasi tertentu mempunyai tingkat pendidikan tertentu, maka profil untuk setiap okupasi tenaga keja dapat dituliskan sebagai persamaan (54) berikut:
dimana p, (i= 7, 2,
.... n)
merupakan berbagai jenjang tingkat pendidikan
yang ditamatkan tenaga kerja di setiap kelompok jabatan. Kemudian, persamaan (54) tersebut dapat disederhanakan sebagai persamaan (55) berikut:
X
-
min. [K, P,, Pa
.... PJ
(55)
dirnana Pi (i= 1, 2,
.....
n) merupakan kelornpok pendidikan tenaga kerja. Jadi
jelas bahwa : Pf + P2 + ..... + Pn= L. Hubungan ini biasanya digunakan dalam analisis Input-Output untuk pekerjaan empiris. Dengan demikian koefisien teknis berkaitan dengan analisis okupasi dan pendidikan tenaga kerja dapat dibentuk sebagai persamaan (56).
(57) dan (58) :
-
X
-
X
X
Lk (k = 1, 2, 2,
...
..... n)
min. (Ld min. ( L d min. (L$
merupakan tenaga kerja rnenurut kelornpok okupasi, Lp (p = 1,
n) rnerupakan tenaga kerja rnenurut kelornpok pendidikan, dan Lkp
merupakan tenaga kerja pada kelornpok okupasi k dan telah menamatkan tingkat pendidikan p. Pada penelitian ini pengukuran penyerapan tenaga kerja dilakukan dengan inter-industry employment matrix, yang digunakan untuk menjabarkan kesempatan kerja menurut kelompok okupasi. Jika digunakan sektoral-okupasimatriks (SOM) dari k x j order matriks dirnana k menunjukkan kelompok jenis okupasi dan j adalah sektor, maka kebutuhan okupasi tenaga kerja menurut sektor (0)dapat dihitung dengan rnenggunakan perurnusan sebagai :
dimana,
0
-
ow dapat diperoleh dengan membagi jumlah tenaga keja yang bekeja pada kelompok okupasi k dengan nilai outputX pada sektor j. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan yang sama dapat dibangun pula hubungan antara kesempatan keja sektoral menurut kelompok pendidikan
(sektoral-pendidikan-matriks : SPM) dan kesempatan keja menurut kelompok okupasi dan pendidikan (okupasi-pendidikan-matriks : OPM). Jika digunakan sektoral-pendidikan-matriks (SPM) dari p x j order matriks dimana p menunjukkan kelompok jenis pendidikan dan j adalah sektor, maka kebutuhan tenaga keja menurut pendidikan dan sektor (Q) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (60) berikut :
dimana,
qd dapat diperoleh dengan membagi jumlah tenaga kerja yang bekerja
pada kelompok pendidikan p dengan nilai output X pada sektor j. Jika digunakan okupasi-pendidikan-matriks (OPM) dari k x p order matriks dimana k rnenunjukkan kelompok jenis okupasi dan p adalah kelompok pendidikan, maka kebutuhan tenaga kerja menurut okupasi dan pendidikan (T) dapat dihitung dengan menggunakan perumusan (61) berikut :
dimana,
............................... tkl t k 2 .......... t k p
L
1
tm dapat diperoleh dengan membagi jumlah tenaga kerja yang bekerja pada kelompok okupasi k dengan tenaga kerja yang bekerja pada pendidikan p.
3.4 Model Proyeksi
3.4.1
Model Proveksi Ekonomi dan Tenaaa Keria
lmplementasi model proyeksi digunakan dua tahap, yaitu proyeksi produksi dengan menggunakan model Input-Output dan proyeksi tenaga kerja. Konfigurasi dari model proyeksi disajikan pada Gambar 5.
n Variabet Eksogenous permintaan Akhir)
m Model Permintaan (Demand)
I I Estimasi Produksi (Rp)
u Estimasi Kesempatan Kerja (orang)
u Model Permintaan Output (Tenaga Kerja - Orang)
Model Penawaran Output (Labor Fwce Stock)
Kesenjangan Permintaan dan (Dernand-Supply Gap) Ketennaan :
Gambar 5 : Kerangka Proyeksi Produksi dan Tenaga K e j a
Proyeksi produksi (lihat Gambar 5) dilaksanakan dengan menggunakan variabel permintaan akhir sebagai variabel eksogenous, dan melalui model permintaan (produksi) di hitung nilai produksi mendatang. Selanjutnya atas dasar proyeksi produksi, dapat diidentifikasi proyeksi kesempatan kerja. Keseluruhan alur model sisi permintaan ini akan menghasilkan proyeksi permintaan output termasuk proyeksi permintaan atau kebutuhan tenaga kerja. Proyeksi dari sisi penawaran dilaksanakan untuk melihat stock tenaga kerja tersedia, yang merupakan lulusan sistem pendidikan pada tingkat tertentu. Berdasarkan kedua proyeksi tersebut dapat diidentifikasi kesenjangan permintaan dan penawaran tenaga kerja untuk masa yang akan datang. Tetapi dalam penelitian ini tidak dilaksanakan perhitungan persediaan tenaga kerja. Penelitian ini hanya menggunakan hasil proyeksi yang telah dilakukan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekejasama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Model proyeksi permintaan (demand) untuk produksi dan kesempatan kerja,
dilaksanakan dengan menggunakan metode RAS.
Metode RAS
merupakan salah satu cara penyusunan tabel Input-Output non-survei. Metoe RAS juga rnerupakan metode untuk rnencari suatu set bilangan penganda baris dan kolom untuk mendapatkan matrikss koefisien input ali (matrikss A) yang baru. Metode ini dipelopori oleh Stone (1961). Asumsi yang mendasari metode RAS adalah bahwa : (1) Diketahui koefisien input untuk n-sektor ekonomi pada tahun dasar, A(O),
dan ingin
diproyeksikan untuk tahun yang lebih baru menjadi A(I).; (2) Ada perubahan teknologi, sehingga A(0)
#
A(1). Perubahan teknologi tersebut dikernukakan
melalui dua macam pengaruh, yaitu : pertama, pengawh substitusi (substitution effect), yang mernpengaruhi sektor baris dari rnatrikss A. Pengaruh substitusi ini menunjukkan sejauh rnana komoditi baris i dapat digantikan oleh komoditi lain dalam proses produksi. Kedua, pengamh pabrikasi (fabrication effect), yang mempengaruhi sektor
kolom dari
matrikss A.
Pengaruh
pabrikasi ini
menggambarkan sejauh mana komoditi kolornj dapat menyerap input antara dari total input tersedia. Secara matematis kedua pengaruh diatas dapat dijabarkan dalam bentuk persamaan biproporsionalberikut :
dengan kendala :
f:
rj
xq(0) s,= u,;
dimana i = 1,2, ...... n
j=l
f: fixq(0)sJ=z,;
dimana j = 1 , 2 ,...... n
i=1
Penjelasan :
A(0) A(1)
R" S"
= = = =
ur
-
4
-
matrikss koefisien input tahun dasar; matrikss koefisien input tahun yang diproyeksi rnatrikss diagonal pengawh substitusi dengan eiernen (rl ... rj) matrikss diagonal pengaruh pabrikasi dengan elernen (sl .. sj) jurnlah permintaan antara kornoditi baris ke-i pada tahun yang biproyeksikan dan nilainya sudah diketahui sebelumnya (predetermined) jumlah input antara dari kolorn ke-j pada tahun yang diproyeksikan dan nilainya sudah diketahui sebelumnya.
Dua persamaan diatas merupakan sistem persamaan 2n, dengan 2n pengganda baris dan kolom (R, S) yang tidak diketahui. Untuk memperoleh penyelesaian hams digunakan prosedur itemtif. Untuk memperoleh rasio nilai tambah dalam metode RAS apabila tidak dalam metode tanpa survei, digunakan ada data yang tersedia pada tahun (I), ~(1) =
cara sebagai berikut :
a#(I) i=1
vil)
=
qfl) =
merupakan rasio nilai tambah pada masing-masing industri pada tahun yang diproyeksi koefisien input pada tahun proyeksi yang diperkirakan melalui metode RAS.
Matrikss pada tahun proyeksi, t dapat diproyeksikan sebagai berikut : A(t)
=
Menurut
R" WIf)A(0) S" '94"
Miller
(1985),
ada
dua
karakteristik yang
timbul
bila
menggunakan metode RAS untuk updating atau proyeksi. Pertama, matrikss R". dan
S' adalah positif, sehingga tidak ada perubahan tanda dalam koefisien input
au. Koefisien input A(0) yang positif tidak akan berubah menjadi negatif setelah
melalui prosedur RAS. Kedua, matrikss koefisien input a# (0) = 0, akan tetap nilainya ( = 0 ) setelah melalui prosedur RAS. Dalam kenyataannya, perubahan teknologi yang menyebabkan koefisien input a# (0) = 0 menjadi
;t
0 tidak
tercermin dalam proses RAS. Misalnya penggunaan plastik dalam industri mobil yang pada periode sebelumnya belum terjadi, tidak akan tercermin melalui metode RAS.
Dalam penelitian ini digunakan metode Modified RAS (MRAS), artinya, metode ini akan melakukan penyesuaian terhadap angka-angka koefisien matrikss xd1) yang sudah diketahui, khususnya untuk sektor-sektor kunci (misalnya, melalui data s u ~ e i ) .Jadi, pada metode MRAS diketahui > 3n informasi (yaitu F, V, X, dan informasi tambahan rnatrikss xi)). Angka koefisien matrikss xdl) yang sudah diketahui dikeluarkan, sehingga mengurangijumlah input antara, output antara dan total output semula. Kemudian disusun rnatrikss koefisien input A(0) yang akan ditaksir. Prosedur selanjutnya sama dengan RAS, sampai diperoleh rnatrikss koefisien input A(1). Kemudian disusun koefisien transaksi antara ~ ~ ( 7Setelah ). itu barn besaran x d l ) yang diketahui diperhitungkan. Lihat Gambar 6 untuk konsep metode RAS. Seianjutnya, perhitungan proyeksi sampai tahun 2019 dilaksanakan untuk ekonomi (komponen permintaan akhir) dan tenaga kerja. Diasurnsikan bahwa tenaga kerja yang diproyeksikan dalam periode PJP II mewpakan persyaratan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekon&i
yang ditunjukkan
dengan peningkatan output. Struktur tenaga kerja dijabarkan menurut sektor dan ' okupasi (profesional teknisi, teknisi, tenaga kerja trampil, tenaga manajemen dan klerk, dan tenaga kerja lainnya). Struktur tenaga kerja dimasa yang akan datang sangat ditentukan oleh keadaan ekonomi. Untuk perhitungan proyeksi pada penelitian ini digunakan tiga skenario (rendah,
menengah dan tinggi)
pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan tiga skenario struktur penyerapan tenaga kerja. Skenario menengah merupakan kondisi awal berdasarkan kecenderungan masa lalu tanpa intervensi (status-quo). Skenario rendah dan skenario tinggi dibuat dengan menentukan target pertumbuhan ekonomi
untuk tahun proyeksi. Kemudian, untuk mencapai target tersebut diperlukan justifikasi yang merupakan altematif kebijakan terhadap komponen perrnintaan akhir. Altematif kebljakan tersebut disajikan pada Tabel 2.
Koefkien Input Tahun yang dibandingkan
W s i e n Input Tahundasar
(&or
I t
Tahun prig' dipmyeksi
i)
Komodiii i untuk mempmduksi satu unit seMor j ...... A"?
......A"?
MaMks transisi dari tahun dasar kc tahun yang di bandinghn dan di rind berdasarkan vektw multipliw
I Mulplier yang mencerminkan substitusi diantara sekior
I
-
4
v
V e k t R (R,)
Multiplier pengganti antar komod'iti
Gambar 6 : Kerangka Konsep Metode RAS
Muitiplier pengganti & substitusi yang digunakan utk Pmyeksi koeflsien input
Tabel
2 :Altematif Kebijakan (Tiga Skenario) Komponen P e n n i n t a a n Akhir untuk Proyeksi. 1999 2019
Kanponen
Konwmsi ~ o m s sKap'hl i Pengel. Pemerintah Ekspor impor Target Pertumb. Ekon.
-
I
1999
2004
2009 ISkenario I Rendah
2014
I
Dad kondiii Statusquo 1999 tuNn 10% tetap t u ~ 10% n IuNn 5% IuNn 10%
Dari S. Rendah Dari S. Rendah Dari S. Rendah 1999 2004 2039 ~ i 25% k nalk 30% ~ i 40% k tetap tetap mik M% tetap naik 10% naik 10% naik 20% naik 30% naik 35% naik 20% naik 25% naik 30% 6.6% 6.8% 6.3% 6.0%
2019
Dari S. Rendah 2014 naik 40% nalk 30% nalk 20% naik 40% naik 35% 6.3%
-
Kondisi Status-Quo Skenario Menengah (Dasar) Konsumsi Formasi Kapilal Pengel. PeWntah Ekspor impor Total PDB (Rp. OW mil) Rata-rata tM. Pertumb. Jml. TK (OW org)
51.4 29.7
&Q 31.8 21.3 lW.O 372 170 6.6% 87118
51.9 32.2 7.7 . 31O 22.8 100.0 519 034 6.9% 101 485
52.3 35.5 7.2 29.7 24.7 lW.O 727 244 7 A% 120533
54.7 30.5 6.7 33.1 25.0 1W.0 1 079 570 8.Z.h 148 062
51.9 43.5 6.7 25.7 276 100.0 1 651 793 8.9% 188 285
Skenario Tinggi Dari kondisi Dari S. Tinggi Dad S. Tinggi Statusquo 1999 1999 2004 Konsumsi naL 40% naik 50% naik 55% F m s i Kapitai IehP naik 30% naik 50% Pengel. Pemerintah tetap nalk 10% naik 40% Ekspor naik 30% naik 40% naik 50% impor naik 20% naik 40% naik 45% 7.4% Target Pertumb. Ekon. 8.0% 8.4%
Dari S. Tinggi Dari S. Tinggi M09 2014 naik 55% naik 50% naik 95% naik 50% naik 50% naik 50% naik 60% naik 50% naik 45% naik 50% 8.9% 9.6%
Kondisi status-quo (pada Tabel 2) merupakan kondisi yang diperoleh berdasarkan keadaan masa lalu dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mencapai hampir 9 persen. Untuk skenario rendah, target pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6 persen, sedangkan untuk skenario tinggi target pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 9 persen. Sebagai alat untuk membuat proyeksi s t ~ k t u tenaga r kerja dari kondisi makro ekonomi dengan menggunakan skenario diatas, digunakan model InputOutput. Dengan menggunakan proyeksi permintaan akhir dan koefisien input (yang dijelaskan kemudian) sebagai variabel eksogen, maka output produksi dan nilai tambah menurut sektor dapat diketahui. Kemudian, hasilnya dikalikan dengan koefisien input tenaga kerja. Dengan demikian diperoleh angka proyeksi jumlah tenaga kerja yang diperlukan menurut sektor-sektor ekonomi dan struktur okupasi dimasa yang akan datang. Dengan membandingkan hasil proyeksi berdasarkan tiga skenario tersebut dengan jumlah persediaan tenaga kerja (dengan perkiraan untuk okupasi yang sama) yang merupakan lulusan lembaga pendidikan selarna PJP II, rnaka dapat diketahui perkiraan kesenjangan. kebutuhan dan persediaan tenaga kerja dimasa mendatang. Ada beberapa keterbatasan dalam mengikuti prosedur proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) masalah reliabiliti proyeksi untuk periode jangka panjang 25 tahun; (2) masalah-masalah atau keterbatasan model InputOutput; dan (3) problem-problem yang timbul karena ketidak lengkapan data yang digunakan untuk proyeksi. Jadi, model proyeksi yang digunakan harus selalu di validasi seiring dengan berubahnya target-target yang ditentukan. Target-target dan parameter-parameter untuk proyeksi adalah:
(1)
Koefisien I n ~ u t
Berdasarkan data masa lalu diketahui bahwa struktur ekonomi Indonesia bergerak menuju industrialisasi berdasarkan alokasi input-nya. Jadi, koefisien input dapat digunakan untuk menunjukkan pergeseran struktur ekonomi. Dengan menggunakan koefisien input ini dapat diproyeksikan struktur ekonomi di masa mendatang. Demikian pula pola yang sama digunakan untuk memproyeksikan tenaga kerja yang digunakan sebagai input untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut. Struktur industri untuk masa depan yang tercermin dari koefisien input diperkirakan dengan menggunakan metode RAS pada program Visual Basic@. Pada awalnya dibuat trend perubahan koefisien input sebanyak 3 buah (80-85.
80-90dan 85-90)dimana dihasilkan kecenderungan yang berbeda untuk masingmasing periode. Selanjutnya, secara hati-hati dilaksanakan setting kembali input koefisien yang akan digunakan sebagai parameter produksi. Koefisien input ini kemudian di inverse dan dikalikan dengan nilai permintaan akhir yang menghasilkan nilai produksi.
(2)
Koefisien Tenaaa Keria
Koefisien tenaga kerja yang juga
menunjukkan tingkat rata-rata
produktivitas (nilai tambah per tenaga kerja). Untuk penelitian ini pada skenario dasar (menengah) digunakan asumsi bahwa pada akhir PJPll (tahun 2019) jumlah kesempatan kerja (kebutuhan tenaga kerja) mencapai kurang lebih
2.2 kali lipat dari jumlah kesempatan kerja pada tahun 1994, sementara itu PDB
ditargetkan akan rnencapai enarn kali lipat. Hal ini rnemberi indikasi bahwa ratarata produktivitas tenaga keja meningkat 2.9 kali pada periode PJP II. Apabila tejadi peningkatan produktivitas tenaga kerja selama periode tersebut, rnaka angka tersebut bisa menjadi kurang lebih 3.1 kali (skenario tinggi) dan sebaliknya apabila tejadi proses produksi yang tidak effisien, maka rata-rata produktivitas tenaga keja menjadi kurang lebih 2.7 kali (skenario rendah). Angka untuk skenario (rendah, rnenengah dan tinggi) hanya rnerupakan altematif sehingga dapat dilakukan simulasi dengan rnenggunakan besaran angka yang berbeda. Kecenderungan rata-rata produktivitas tenaga kej a menurut sektor dan okupasi dihitung dengan rnenggunakan data kesempatan kerja. Proyeksi masa depan dilakukan dengan mengalikan koefisien input tenaga kerja dengan jumlah nilai tambah. Dengan rnenggunakan kombinasi data struktur tenaga kerja dan data input-output (untuk struktur produksi) dapat dihitung transisi struktur produktivitas tenaga keja (nilai produksi per tenaga keja atau sebaliknya). Selanjutnya,' dengan rnenggunakan data tenaga kerja dapat diketahui persebaran tenaga kerja sektoral menurut okupasi. Selanjutnya, koefisien tenaga kerja dimasa yang akan datang (jumlah tenaga keja di setiap okupasi per nilai produksi) dapat ditentukan.
3.4.2
Model Proveksi Persediaan Tenaaa Keria
Denison (1962) menyebutkan peningkatan pendidikan tenaga kerja dapat meningkatkan 23 persen ekonorni Amerika antara periode 1910 dan 1960. Penemuan Denison ini rnenunjukkan bahwa sumbangan sektor pendidikan pada pembangunan sangat besar melalui peningkatan kualitas sumber daya rnanusia yang disertai dengan efisiensi internal dari institusi pendidikan. Efisiensi pendidikan disini rnerupakan ukuran tingkat keberhasilan suatu pendidikan dalam memproduksi lulusan (sebagai output) dibandingkan dengan biaya (sebagai input) yang dibutuhkan untuk proses pendidikan. Kuantitas dan kualitas pendidikan akan menentukan persediaan tenaga kerja dalam suatu ekonomi. Pengembangan sumberdaya rnanusia di Indonesia berkaitan dengan penyediaan tenaga keja dan teknologi (engineering manpower) rnenggunakan asurnsi bahwa tenaga keja yang temasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang menerima pendidikan dari Universitas, Politeknik, Sekolah Tehnik Menengah (STM) dan institusi pendidikan lain pasca-sekolah menengah, atau* dari Balai Latihan Keja yang dikelola Departernen Teknis terkait. Biasanya hubungan antara latar belakang pendidikan akademis dengan status pekejaan sudah pasti. Dengan kata lain siswa yang masuk perguruan tinggi dan menerima gelar Sarjana (dalam bidang tertentu) dianggap sebagai tenaga keja engineer yang dalam penelitian ini ditejemahkan sebagai "tenaga kerja profesional teknis" oleh para pengusaha atau pengelola perusahaan tempatnya bekerja. Mereka yang menerima diploma bukan dari perguruan tinggi mernpunyai status sebagai "teknisi". Mereka yang lulus dari sekolah
kejuruan dikelompokkan sebagai "tenaga keja trarnpil". Jadi berkaitan dengan analisis sebelumnya, maka dalam penelitian ini digunakan asumsi bahwa tenaga keja lulusan perguruan tinggi dianggap sebagai "tenaga profesional teknisi", lulusan politeknik dianggap sebagai "teknisi", dan lulusan sekolah kejuruan dianggap sebagai "tenaga kerja trampil". Proyeksi lulusan perguruan tinggi yang dihitung oleh Pusat Infonnatika, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan model KOHORT yaitu mengikuti pola pergerakan siswa yang masuk dan yang keluar dari sistern pendidikan. Model tersebut menggunakan indikator (1) angka kelulusan; dan (2) angka putus kuliah. Pertama kali, dihitung jumlah mahasiswa terdaftar pada tahun t yaitu jumlah mahasiswa terdaftar tahun
-
(t 1) ditambah jurnlah mahasiswa baru tahun t dikurangi jumlah lulusan tahun (t 1) dan dikurangi jumlah putus kuliah tahun (t - 1). Angka jumlah lulusan dihitung dengan mengalikan indeks kelulusan tahun t dengan jumlah mahasiswa baru
-
tahun (t n). Notasi n = 4 untuk Strata 1, n = 3 untuk Diploma. Angka putus kuliah tahun t, dihitung dengan mengalikan indeks putus kuliah tahun t dengan jumlah' ~ t. dalam implementasi model dengan data empirisnya, mahasiswa b a tahun perhitungan rincian mahasiswa terdaftar dan lulusannya per fakultas hanya dilakukan atas dasar proporsi penyebaran per fakultas pada tahun 1989. Dengan demikian komposisi setiap tahun untuk penyebaran lulusan ini adalah konstan. Selain itu indikator "angka mengulang" dan "angka naik tingkat" tidak dipisahkan dalam model. Pada penelitian ini tidak dilaksanakan perhitungan dari sisi persediaan tenaga kerja. Besaran angka proyeksi persediaan tenaga untuk tahun yang
akan datang dan yang digunakan pada penelitian ini diarnbil dari hasil studi yang telah dilaksanakan oleh peneliti lain (Depdikbud, 1996).
3.5 Data dan Klasifikasi
3.5.1
Sumber Data
Sesuai dengan pemikiran Leontief (1976) dan Wolff dan Howell (1989), analisis empiris pada penelitian ini menggunakan dua set data yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik (BPS) dan bersumber dari: (1) Tabel Input-Output lndonesia tahun 1980, 1985, 1990 dan 1993
-
untuk analisis ekonomi; dan (2) Sensus
Penduduk (SP) 1980 dan 1990, serta Suwei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan 1995 - untuk analisis penyerapan tenaga kerja menurut okupasi dan pendidikan. Kedua data set tersebut dapat digunakan secara bersamaan melalui konversi klasifikasi sektor ekonomi.
3.5.2
Tabel Input-Output lndonesia
Tabel Input-Output lndonesia merupakan tabel transaksi komoditi menurut klasifikasi komoditi. Yang dimaksud dengan komoditi adalah kelompok barang dan jasa yang dianggap homogen, yang mencerminkan karakteristik produkproduk dari industri yang benangkutan atau kelompok industri tertentu. Pada Tabel Input-Output aktivitas produksi yang di survei termasuk aktivitas yang dilaksanakan oleh industri, institusi-institusi penghasil jasa pernerintahan,
institusi-institusi swasta penghasil jasa non-profit, yang secara keseluruhan dikelompokkan sebagai "sektor dalam Tabel Input-Output. Struktur dasar Tabel Input-Output adalah untuk tahun 1975 impor diperlakukan kompetitif yang artinya bahwa barang-barang impor dapat disubstitusi secara sempuma dengan barangbarang yang diproduksi secara domestik pada tingkat kualitas yang relatif sama dan diklasifikasikan pada sektor yang sama pula. Jadi dalam Tabel Input-Output tahun 1975 transaksi untuk input antara dan permintaan akhir mencakup barang dan jasa yang berasal dari impor. Jumlah irnpor menurut sektor terlihat jelas pada sektor kolom impor - 401 dalam harga impor c.i.f. Dalam ha1 ini untuk setiap sektor yang menggunakan komponen impor diasumsikan bahwa komponen impor tersebut adalah proporsional terhadap tingkat konsumsi domestik pada sektor yang bersangkutan, dan persamaan keseimbangan (1) yaitu )(l
=
2 xu j=l
+ D l + El - Mi sudah menunjukkan bahwa perlakuan komponen impor kompetitif. Setelah tahun 1975, pada Tabel Input-Output Indonesia untuk tahun 1980, 1985 dan 1990, komponen impor diperlakukan secara non-kompetitif: Artinya, transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor dipisahkan dari barang dan jasa domestik - baik pada transaksi antara maupun permintaan akhir. Jadi pada periode ini x~ yang merupakan vektor perrnintaan antara dipecah menjadi xu = xdu +
dimana xdl merupakan perrnintaan antara berasal dari
merupakan permintaan antara yang dipenuhi dari impor. produk domestik dan flu
Dl merupakan vektor permintaan akhir dipecah menjadi Di = D ~ I f + l ;dirnana
04
merupakan permintaan akhir sumber domestik, dan D"', adalah permintaan akhir sumber impor. Jadi, M merupakan penjumlahan fludan
PI.
Dalam Tabel Input-Output lndonesia biasanya digunakan tiga klasifikasi dasar untuk mengelompokkan komoditi, yaitu (1) tabel-tabel rinci; (2) klasifikasi 66 sektor; dan (3) klasifikasi 19 sektor. Pada klasifikasi rinci, tabel tahun 1971 mempunyai 175 sektor, tabel 1975 mempunyai 179 sektor (179 x 179), tabel 1980 mempunyai 340 baris dan 170 kolom klasifikasi sektor (340 x 170), tabel 1985 mempunyai 169 sektor, dan tabel 1990 mempunyai 161 sektor. Agregasi dari klasifikasi rinci untuk seluruh periode Tabel Input-Output tersebut adalah be~pa klasifikasi 66 sektor dan 19 sektor. Untuk Tabel Input-Output Indonesia, klasifikasi sektor didasarkan pada Klasifikasi Lapangan Usaha lndonesia (KLUI) dan Klasifikasi Komoditi lndonesia (KKI) yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik. KLUI merupakan klasifikasi sektor sesuai dengan International Standard Industrial CIassification (ISIC). Permintaan akhir (termasuk impor) dan kornponen nilai tambah (value added
- yang merupakan primaly input) termasuk dalam klasifikasi rinci dari
Tabel Input-Output. Permintaan akhir mempakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir ini terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pernbentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. Semua Tabel Input-Output lndonesia dinilai atas dasar harga pembeli dan harga produsen. Pada transaksi atas dasar harga pembeli, semua transaksi dinilai dinilai atar dasar harga yang dibayar oleh pembeli yang mencakup juga margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Sedangkan pada transaksi atas dasar harga produsen yang digunakan sebagai dasar penilaian adalah harga dari produsen barang dan jasa yang bersangkutan tanpa margin perdagangan
dan biaya pengangkutan. Untuk penelitian ini digunakan transaksi dengan menggunakan harga produsen. Ruang lingkup output adalah untuk semua barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor-sektor produksi diwilayah dalam negeri (domestik), tanpa
.
.
membedakan asal usul pelaku produksinya. Dalam ha1 ini pelaku produksi dapat perusahaan dan perorangan warga negara lndonesia atau perusahaan dan perorangan warga negara asing. Pada kuadran "transaksi antara" dalam Tabel Input-Output, data pada kolom tabel menunjukkan komposisi biaya sedangkan data pada bans menunjukkan komposisi pemlintaan. Pembentukan modal tetap dan perubahan stok tidak dicantumkan pada kuadran transaksi antara, tetapi pada kolom permintaan akhir. Pada penelitian ini digunakan Tabel Input-Output untuk tahun 1980. 1985, 1990 dan 1993 untuk memperoleh gambaran keadaan ekonomi dan pola penyerapan tenaga kerja di lndonesia untuk periode 10 tahun. Menurut BulmerThomas (1982) untuk data Input-Output digunakan kerangka keja dengan menggunakan asurnsi bahwa impor adalah sebagai komplemen (tidak kompetitif) untuk dapat mencapai tujuan akurasi dalam pengukuran keterkaitan-keterkaitan dan intensitas impor dalam suatu perekonomian. 3.5.3
Aareaasi Sektor Klasifikasi sektor data Input-Output didasarkan pada KLUl (Klasifikasi
Lapangan Usaha Indonesia) yang diadopsi dari International Standard Industrial Classification (/SIC) lima digit. Meskipun demikian klasifikasi komoditi yang
lebih rinci dari data Input-Output didasarkan pada KKI (Klasifikasi Komoditi Indonesia). Pengelornpokan tambahan untuk komoditi ini dimaksudkan untuk rnenghindari dublikasi ruang lingkup komoditi yang diliput karena tidak semua lima-digit dari KLUl dapat secara otomatis dikonversikan menjadi kode InputOutput tanpa memperhatikan informasi tambahan yang menyertai eksistensi komoditi bersangkutan. Jadi, lima-digit KLUl dapat diklasifikasikan kembali menjadi lebih dari satu kode Input-Output untuk tahun 1990. Kaitan antara kode Input-Output dengan KLUl dapat dijelaskan menggunakan contoh pada Tabel 3. Tabel 3 : Contoh Keterkaitan Kode Sektor 1-0dan KLUl Sektor 1-0
Sektor KLUl
066
Nama SektorlKomoditi Benang dan Kapuk Benih
321 11
lndustri pemintalan benang lndustri benang jahii lndustri penyempumaan benang lndustri kapuk Tekstil lndustri pertenunan (kecuali pertenunan karung goni dan karung lainnya)
321 15
lndustri penyempumaan kain
321 16
lndustri pencetakan kain
321 17
lndustri batik
Jumlah sektor pada Tabel Input-Output 1975, 1980, 1985 dan 1990 berturut-turut adalah 179, 170, 169 dan 161 sektor. Meskipun demikian klasifikasi sektor ini dapat dibandingkan satu dengan lainnya karena BPS (1994) telah mengeluarkan tabel konversi untuk mengantisipasi kegunaan analisis sektoral selanjutnya. Walaupun tersedia tabel konversi, tapi pada penelitian ini digunakan agregasi sektoral yang lebih tinggi untuk dapat dikaitkan dengan analisis tenaga keja
(terutama
okupasi
dan
pendidikan)
yang
hanya
menggunakan
pengelornpokkan KLUl saja. Artinya untuk analisis ekonomi dan tenaga kerja, klasifikasi sektor rnenggunakan pengelompokkan yang sama agar analisis kaitan keduanya lebih akurat. Dapat dimengerti bahwa membandingkan klasifikasi sektor pada Tabel Input-Output dari tahun ketahun rnerupakan ha1 yang penting dalam analisis. Jika klasifikasi sektor tidak sebanding, maka analisis yang dilaksanakan cenderung salah, karena tidak mungkin membandingkan "jeruk" dengan "pisang". Meskipun klasifikasi sektor Tabel Input-Output Indonesia dari seluruh sen' cukup konsisten, terutama untuk agregasi 66 x 66 sektor dan 19 x 19 sektor, tetapi harus diamati' re-klasifikasi yang dilakukan pada tabel dasar (rinci). Sebagian besar perubahan klasifikasi sektor mernberikan indikasi adanya perubahan stnrktur dalam ekonomi. Contohnya, pada klasifikasi rinci, industri plastik belum menunjukkan peranan yang besar pada tahun 1975 dan bahkan mungkin di masukkan dalam klasifikasi "industri lainnya". Tetapi, industri itu menjadi sangat penting peranannya pada tahun 1990, sehingga sudah sewajarnya diidentifikasikan sebagai sub-sektor yang berdiri sendiri, meskipun pada agregasi yang lebih tinggi dikelompokkan menjadi "industri barang karet dan plastik".
Untuk menghindari kesalahan analisis, dalam penelitian ini digunakan klasifikasi 66 x 66 sektor. Pemilihan klasifikasi 66 x 66 sektor ini didasarkan pada kondisi konsistensi data untuk output, perrnintaan akhir, dan nilai tambah untuk tahun 1980 sampai 1993 dan juga tenedia dari publikasi (hard copy), yang selanjutnya dapat digunakan untuk checking hasil perhitungan. Meskipun demikian, pengelompokan 66 sektor ini akan di aggregasi lagi menurut fungsinya dalam ekonomi rnenjadi 17 dan tiga sektor besar, yang menunjukkan arah kecenderungan pembangunan ekonomi di lndonesia dimasa mendatang. Pengelompokan sektor dan agregasi yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lam~iran1. Untuk penelitian ini, digunakan tingkat agregasi tertinggi satu digit untuk sektor non industri (sektor kode 1 sampai sektor kode 9). Khusus untuk sektor industri (kode 3) digunakan dua digit (kelompok 31-39) yang dimaksudkan untuk mengamati pola kecenderungan perkembangan dan peranan sektor industri dalam ekonomi Indonesia dimasa lalu dan yang akan datang, terutama dalam era industrialisasi. Jadi jumlah seluruh pengelompokan sektor KLUl dalam penelitian ini adalah 17 sebagai dimuat dalam Tabel 4. Pengelompokkan seperti ini digunakan karena untuk analisis ekonomi makro tidak melihat pengaruh peranan satu komoditi saja, tetapi secara bersamasama komoditi tersebut dikelompokkan dalam satu besaran sektor yang selanjutnya memberi kontribusi relatif besar dibandingkan dengan kontribusi individu komoditi tersebut. Pengelompokkan sektor ini juga digunakan untuk analisis kebutuhan tenaga kerja menurut okupasi dan pendidikannya.
Tabel 4 : Nama 17 Sektor Ekonomi untuk Penelitian
No.
KLUl
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. IS. 16. 17.
10 20 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 50 60 70 80
90
Narna Sektor Ekonorni Pertanian Pertarnbangan lndustri rnakanan, rninuman dan tembakau lndustri tekstil, pakaianjadi dan kulit lndustri kayu. bambu, mtan, rumput termasuk perabot rumah tangga. lndustri kertas, percetakan dan penerbitan lndustri kimia, minyak bumi. batu bara, karet dan plastik lndustri barang galian bukan logam lndustri logam dasar lndustri barang dari logam, mesin dan peralatannya lndustri pengolahan lainnya Listrik, gas dan air minum Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Angkutan, penggudangan dan kornunikasi Lembaga keuangan Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Selain data dasar, biasanya Tabel Input-Ouput juga
menyajikan
pengukuran-pengukuran lain termasuk koefisien impor, dampak keterkaitan* output yang diukur dengan koefisien tenaga kerja, yang disajikan pada Volume 2 (BPS, 1994). Meskipun demikian koefisien penyerapan tenaga k e j a langsung tidak terdapat dalam Tabel Input-Output. lnformasi ini dapat dengan rnudah diketahui dengan menghitung rasio antara jumlah tenaga kerja per sektor dengan jumlah output pada sektor tersebut. Hasilnya (tenaga k e j a per unit output) dapat digunakan untuk menghitung rata-rata kebutuhan tenaga kerja per unit permintaan akhir untuk setiap sektor.
3.5.4.
Penaaabunaan Data Ekonomi dan Tenaaa Keria
Data ekonomi dari Tabel Input-Output dapat dianalisis silang dengan data tenaga kerja yang berasal dari Sensus Penduduk (SPJ dan atau Survei Angkatan Keja
Nasional
(SAKERNAS).
Data
ekonomi
dari
Tabel
Input-Output
menggunakan pengelompokkan sektor yang berasal dari Klasifikasi Lapangan Usaha lndonesia (KLUI) dan Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI). Demikian juga data tenaga kerja dari SP dan SAKERNAS menggunakan klasifikasi sektor dari KLUI. Analisis silang dari kedua sumber data ini dapat dilakukan dengan membangun suatu pengelompokkan sektor baru yang sama. Jadi, kalau data ekonomi dikelompokkan menjadi 17 sektor KLUI maka data tenaga kerja juga hams dikelompokkan menjadi 17 sektor KLUI. Selanjutnya, dilakukan analisis sesuai kegunaan dan mengikuti prosedur yang ditentukan. Analisis silang dari dua sumber data ini dimungkinkan karena keterbatasan data yang dihasilkan dari hanya satu sumber.
3.5.5 Penaelomookan Okuoasi
Menurut BPS (1992) okupasi atau jenis jabatanlpekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang dilakukan oleh orang-orang yang termasuk golongan bekerja atau orang yang sedang mencari pekerjaan dan pernah bekerja. Klasifikasi okupasi yang digunakan BPS untuk pengolahan Sensus Penduduk maupun Survei Antar Sensus Penduduk adalah KJI (Klasifikasi Jabatan Indonesia) yang
disusun
dengan
Classification of Occupation).
dasar
ISCO
(International Standard
Klasifikasi okupasi pada penelitian ini
menggunakan dua digit KJI yang selanjutnya dikelompokkan lagi menurut empat kelompok besar yaitu (1) profesional teknis (proftek), (2) teknisi (tekn), (3) tenaga kerja trampil (tram), (4) tenaga manajemen dan klerk (klerk), seperti yang dimuat 2. pada L a m ~ i r a n
Okupasi pada penelitian ini tidak dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang disyaratkan. Misalnya, okupasi sebagai tenaga medis dengan persyaratan pendidikan
-
- apabila dikaitkan
harus mempunyai ijazah dari fakultas
kedokteran atau institusi pendidikan medis lainnya (seperti perawat, gizi dan lain lain). Data okupasi yang diterbitkan BPS mempunyai banyak kelemahan karena adanya perbedaan persepsi antara pengumpul data dan pemberi kode. Pada aktivitas pengumpulan data, seorang "dukun" (membantu kelahiran bayi) dikampung-kampung
yang
seringkali
tidak
berpendidikan
atau
hanya
berpendidikan SD, dikelompokkan sebagai "tenaga medis". Dernikian pula seorang "dokter gigi" (atau lainnya) akan dikelompokkan sebagai "tenaga medis". Pada saat pengolahan data, semua "tenaga medis" diklasifikasikan sebagai tenaga profesional karena kesulitan pengenalan data awal. Oleh sebab itu, apabila
data okupasi
dianalisis silang dengan data
pendidikan maka
dimungkinkan terjadi bahwa okupasi "dokter" mempunyai pendidikan "SD" atau bahkan tidak berpendidikan. Untuk rnenghindari kesalahan penggabungan data, maka pada penelitian ini tidak dilaksanakan analisis silang untuk okupasi dan pendidikan.