Modul ke:
10 Fakultas
Studio Desain 1 Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana
FDSK Program Studi
Desain Produk
Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.
Hapiz Islamsyah
RASA Modul Studio Desain 1
Definisi •
•
•
Mengacu kepada pengertiannya, rasa merupakan “tanggapan indra terhadap rangsangan saraf, seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap indra perasa”. Serta dapat juga merupakan “apa yang dialami oleh badan.” Keberadaan rasa tidak dapat dilepaskan dari adanya suatu tanggapan yang dialami oleh manusia. Manusia menanggapi sesuatu berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya. Oleh karena itu, keberadaan rasa harusnya melalui proses dialami oleh manusia. Dengan adanya rasa. Manusia secara langsung telah mendapatkan pengalaman yang dapat merubah hidupnya. Berbagai macam pengalaman tersebut dapat menjadi acuan manusia dalam menentukan apa yang akan dilakukannya. Seperti menentukan apakah kita akan tetap minum kopi yang telah diketahui pahit. Atau kita akan menambahkan gula agar tidak terlalu pahit. Pahit tersebut didapatkan setelah kita mengetahui apa yang dinamakan rasa.
Rasa dan Pengalaman • Hadirnya rasa dapat memberikan pengalaman yang mampu menghadirkan cara berpikir. Cara berpikir maju atau cara berpikir mundur. Rasa merupakan suatu bentukan yang dialami oleh manusia dan sangat membantu dalam kehidupannya. Dengan adanya rasa sakit yang dialami oleh manusia maka berkembang dengan adanya obat. • Meminjam pernyataan dari Kees Bertens yaitu ”Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari dua unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan”. Bukan hal mudah untuk menggambarkan ”kesatuan yang tidak dinyatakan.” karena di dalam diri manusia tidak sedikit bagian – bagian yang telah disatukan. Seperti adanya panca indera yang mampu mengenali serta menangkap rasa sebagai suatu pengalaman. "
Cipta, Rasa dan Karsa •
•
Cipta bisa diartikan sebuah ”proses pengupayaan untuk mewujudkan sesuatu yang belum ada menjadi nyata. Cipta pada dasarnya sebuah kekuatan pada diri “Manusia” terhadap segala sesuatu yang bersifat untuk mewujudkan sesuatu menjadi nyata. Cipta memiliki kekuatan tersendiri atau independent atau merupakan inner power yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai pembeda dari mahluk-mahluk lainnya. Dengan demikian bisa merupakan sebuah kekuatan yang dapat berjalan sendiri karena merupakan energi.” Cipta pada dasarnya secara ”lahiriyah (dapat diraba) bersemayam dalam otak manusia, dalam kepala manusia dengan segala perangkatnya berupa sensor-sensor motorik yaitu: mata, telinga, hidung dan mulut. Melalui keempat pintu inilah dapat mempengaruhi proses penciptaan yang dilakukan manusia, menuju kepada proses penciptaan yang baik maupun yang buruk. Sebenarnya selain ada dalam otak manusia, cipta bisa juga berada ditempat lainnya, sudah barang tentu ada pada bagian-bagian pada diri manusia bersifat kasat mata.”
Cipta, Rasa dan Karsa •
•
Rasa secara arti kata ”merupakan hasil atau tanggapan dari sistem sensorik yang dapat merasakan sebuah kondisi-kondisi tertentu baik secara fisik maupun non fisik. Hasil tanggapan merupakan sebuah nilai-nilai empirik yang kemudian dinyatakan secara visual, ucapan, perbuatan dan lain sebagainya.” Sebagai contoh, pada saat manusia merasakan hawa dingin pegunungan disaat berkemah, karena tidak biasanya sedingin ditempat tinggalnya, setelah merasakan akan menghasilkan sebuah tata nilai secara empirik baik secara visual, ucapan ataupun perbuatan. Demikian pula bila merasakan sedapnya makanan, maka akan timbul sebuah reaksi yang merupakan rasa dengan nilai empirik yang berbeda antara manusia-manusia lainnya, walaupun merasakan resep makanan yang sama. Muncullah keberagaman pendapat yang juga merupakan rasa sebagai reaksi atau tanggapan dari masakan yang dirasakan, munculah suka, biasa, amat suka, favorit. Disinilah letak keberagaman manusia, sehingga muncullah yang namanya rasa secara nisbi atau relatif dan rasa secara hakiki.”
Cipta, Rasa dan Karsa • Mengacu kepada artinya, karsa dapat diartikan sebagai “kehendak yang ada pada diri “Manusia”, juga merupakan sebuah kekuatan tersendiri yang Tuhan YME berikan kepada manusia sebagai pembeda dari makhluk ciptaanNya yang lain.” • Karsa sangat lekat sekali dengan kaitan proses untuk bergerak, beraktifitas atau bereaksi untuk berupaya mewujudkannya. Salah satu contoh bila perut kita “terasa” lapar, yang merupakan hasil dari merasakan dari sensor-sensor motorik, maka akan bisa berlanjut menjadi “Karsa” secara langsung tanpa didahului oleh “Cipta”. Bergerak langsung ingin mewujudkannya dengan segala cara mulai dari yang baik, sampai dengan terjerumus menjadi hal-hal yang tidak baik. Sekali lagi “baik” juga sebagai hasil dari perwujudan “Rasa” yang juga sangat relatif penilaiannya.
Rasa Keindahan Arti dari istilah 'keindahan' tidak lagi sederhana jika dikaitkan dengan pemikiran seni. Permasalahan yang mengundang pemikiran adalah membedakan keindahan sebagai rasa (sense) dan keindahan sebagai fenomena (kecantikan, keserasian, kondisi liris) yang menimbulkan rasa tersebut. Di dunia seni, seluk beluk keindahan dikenal sebagai persoalan 'estetik'. Istilah 'estetik' ini berasal dari istilah dalam Bahasa Yunani kuno yaitu aesthesis, yang pengertiannya adalah 'persepsi rasa' (sense perception). Dalam kebudayaan Yunani, persepsi rasa ini merupakan bagian dari dunia filsafat dan bisa diartikan sebagai 'pikiran yang muncul dari rasa' (tidak absolut). Dibedakan dari pemikiran logis (cenderung absolut).
Rasa Keindahan
Rasa Keindahan
Fenomena Rasa Keindahan •
•
Karena rasa keindahan itu ”beyond senses atau tidak berhenti pada peristiwa penceraban panca indera, tidak ada perbedaan signifikan di antara fenomena keindahan. Apakah immaterial atau material. Tidak mendjadi soal pula melalui sensasi panca indera mana rasa keindahan muncul. Bagian penting dari rasa keindahan adalah proses transedensi di mana jejak pertemuan dengan fenomena keindahan berkembang menjadi kesadaran rohani-jasmani.” Pemahaman tentang rasa keindahan semacam itu membuat ekspresi pada karya perupa Indonesia cenderung menjadi sangat subyektif. Ekspresi ini memperlihatkan kontemplasi yang berangkat dari pengalaman-pengalaman personal. Karena itu narasi, pertimbangan moral, kesadaran komunal, renungan, termasuk renungan yang kontroversial, dan pencarian nilai-nilai merupakan tanda-tanda besar pada karya seni rupa Indonesia. Renungan, pandangan, komentar pada proses pengungkapan ini selesai sebelum proses eksekusi karya. Bahasa rupa pada proses pengungkapan ini berfungsi hanya sebagai bahasa ungkapan. Kendati pengolahan rupa pada banyak karya memperlihatkan penataan lanjut ekspresi yang muncul tatap didasarkan rasa.
Fenomena Rasa Keindahan •
•
Kendati perkembangan seni rupa global memperlihatkan berbagai pergolakan dan pertentangan pendapat tentang keindahan maupun seni, wacana itu, labelnya yang paling akhir, 'modernisme', telah membentuk tradisi dan infrastruktur yang membuat pahamnya mengikat. Bagaimana pun radikal perubahan terjadi pada perkembangan seni rupa global, keyakinan yang didasarkan pendangan Kant tentang keutamaan 'rupa' tidak sepenuhnya bisa hilang. Dalam perkembangan seni rupa kontemporer, penjelajahan media baru, dan bahasa rupa menunjukkan perkembangan di mana persoalan rupa masih menjadi penanda utama. Karena seni rupa Indonesia “merupakan bagian dari perkembangan seni rupa dunia, perupa Indonesia tidak bisa menghindar dari pemahaman tentang keindahan yang bertumpu pada pandangan Kant.” Tidak bisa dipastikan bagaimana perupa Indonesia mensiasati pemahaman keindahan ini. Namun bisa dipastikan persepsi perupa Indonesia tentang rasa keindahan mengandung benturan orde. Di satu sisi memahaminya sebagai rasa, di sisi lain harus memahaminya sebagai seluk beluk persoalan rupa.
Terima Kasih Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si