Analisis Perbedaan Peredaran Usaha pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dengan Jumlah Penyerahan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus PT. TTI Tahun 2003-2007) Willson Gustiawan Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang
Abstract Obligation of company on income tax and value added tax is related each other especially in income calculation. There is accounting dispute in company’s income calculation between Indonesian financial accounting principles and VAT regulation. According to VAT regulation, company must declare all the transfer of goods and services that be either objected to tax or not, in its VA Tax Return. Nevertheless, the disputation is not always an error or cheating in tax return reporting. This research examine the difference between income according to Annual Income Tax Return and amount of transfer of good and services that be subjected to tax according to Monthly VA Tax Return, with case study in PT Totoku Toryo Indonesia (PT. TTI) 2003-2007. Research method used is descriptive with the primary and secondary data. This research reveals the differences can be mentioned as time difference and amount difference. Another difference, named as other factor is not significant. Time difference is caused by Indonesian tax regulation. Amount difference is caused by company’s negligent in reporting VAT. The risk of that difference recognation is tax sanction. Whereas the advantage that differences recognition is company’s readiness to response tax audit and prepare a supporting documents, and finally to minimize correction of tax audit findings. Keywords: Income, Transfer of good and service subject to VAT, time difference, amount difference
1.
Pendahuluan
Pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi perusahaan terutama Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sangat berhubungan erat, terutama dalam hal penghitungan pendapatan dari kegiatan usaha, karena berkaitan dengan penentuan besarnya jumlah peredaran usaha dan besarnya dasar penghitungan pajak atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang harus dilaporkan. Dalam penghitungan pendapatan dari kegiatan usaha, terdapat perbedaan antara perlakuan akuntansi
keuangan dengan peraturan perpajakan khususnya mengenai PPN. Dalam buku petunjuk pengisian Surat Pemberi tahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ditegaskan bahwa penghitungan pendapatan atau peredaran usaha untuk pelaporan PPh Badan mengacu pada prinsip akuntansi keuangan Indonesia, dengan demikian tidak boleh terdapat perbedaan antara pendapatan yang dilaporkan di laporan keuangan dengan pendapatan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan. Sedangkan untuk pelaporan SPT PPN, sebagaimana diatur dalam buku petunjuk pengisian SPT Masa PPN, salah satu yang harus dilaporkan
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
oleh Wajib Pajak PPN atau yang biasa disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah seluruh penerimaan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) baik yang terutang PPN maupun tidak terutang PPN. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik PPN yang merupakan pajak objektif, yaitu merupakan suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum (Ikatan Akuntan Indonesia 2006). Lebih lanjut pendapatan dari transaksi penyerahan BKP dan JKP yang dilaporkan PKP dalam suatu periode terkait dengan aturan mengenai kapan harus diakuinya pendapatan tersebut. Sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dengan demikian, maka saat pengakuan pendapatan yang akan dilaporkan PKP tergantung dari aturan mengenai kapan saat pembuatan faktur pajak. Mengacu pada aturan yang ada, pelaporan jumlah pendapatan dalam penghitungan PPh Badan dan PPN secara garis besar akan sama untuk jenis usaha tertentu. Keadaan ini ada kalanya tidak sama, perbedaan yang timbul biasanya berkaitan dengan perbedaan pengakuan pendapatan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya baik menurut aturan akuntansi keuangan maupun menurut peraturan perpajakan. Dalam menentukan kebenaran jumlah pengakuan pendapatan tersebut, fiskus, dalam hal ini pemeriksa pajak, akan membandingkan dengan melakukan ekualisasi antara jumlah peredaran usaha pada SPT PPh Badan dengan jumlah penyerahan dalam SPT PPN, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak
Nomor SE–04/PJ.7/2003 tentang Penyederhanaan Pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar dari PKP Tertentu, huruf C nomor 6. Dalam surat edaran tersebut tersirat bahwa Wajib Pajak, terutama untuk bidang usaha tertentu yang hampir selalu mengalami lebih bayar dalam pelaporan PPN nya, sebaiknya memahami hal ini. PT. Totoku Toryo Indonesia (selanjutnya disebut PT TTI), adalah wajib pajak yang bergerak di bidang manufaktur penghasil pewarna lapisan kabel (insulating varnish for wire) yang sebagian besar produknya diekspor. Hal ini menyebabkan Pajak Masukan yang lebih besar dari Pajak Keluaran, sehingga selalu mengalami Lebih Bayar. Keadaan Lebih Bayar pada SPT PPN ini, menyebabkan perusahaan selalu akan diperiksa oleh fiskus. Pemeriksaan sederhana yang dilakukan oleh fiskus adalah atas jumlah peredaran usaha menurut SPT PPh Badan dan jumlah penyerahan pada SPT PPN. Seperti yang telah dikemukakan sebelumya, adanya perbedaan dalam pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT PPN tidak selalu merupakan indikasi adanya kesalahan atau kecurangan dalam pelaporan SPT. Adakalanya jumlah pendapatan yang harus dilaporkan dalam masing masing jenis pajak tersebut berbeda, diakibatkan adanya perbedaan aturan untuk masing masing jenis pajak tesebut. Oleh karena itu, apabila terdapat perbedaan dalam pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT PPN, fiskus ingin mengetahui faktor faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut. Analisis dari faktor faktor penyebab perbedaan inilah yang kemudian akan dijadikan dasar dalam melakukan koreksi, yaitu apabila di antara faktor faktor penyebab perbedaan tersebut terdapat unsur pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Penelitian ini menganalisis perbedaan jumlah peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan Hukum dengan jumlah penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, mengambil studi
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
122
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
kasus pada PT. Totoku Toryo Indonesia (PT TTI) Tahun 2003-2007.
2.
Kerangka Teori
Peredaran Usaha Dalam pelaporan SPT PPh Badan, Wajib Pajak harus melaporkan seluruh pendapatannya pada lampiran I Formulir 1771-1 SPT PPh WP Badan, sebagaimana disebutkan dalam buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh WP Badan untuk Formulir 1771-1 Nomor 1 Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri bagian a Peredaran Usaha: “Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia”. Dari buku petunjuk tersebut dapat diambil pengertian bahwa penerimaan/ perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia dimaksud adalah pendapatan dari kegiatan usaha utama Wajib Pajak, karena untuk penghasilan dari kegiatan lainya dilaporkan pada bagian e Penghasilan Dari Luar Usaha. Dalam buku petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh WP Badan juga ditegaskan bahwa penghitungan peredaran usaha untuk pelaporan PPh Badan mengacu pada prinsip akuntansi keuangan Indonesia, dengan demikian tidak boleh terdapat pebedaan antara pendapatan yang dilaporkan di laporan keuangan dengan peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Pendapatan Menurut Teori Akuntansi Keuangan “Pendapatan adalah arus masuk kas bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal” (Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, 2007) Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa pendapatan itu adalah pengembalian dana yang merupakan kenaikan
123
bersih perusahaan dan bukan disebabkan adanya penambahan modal dari pemiliknya. “Revenue are inflows of assets and/or settlements of liabilities from delivering or producing goods, providing services, or other earning activities that constitute a company’s ongoing major or central operation during a period” (Kieso, Weygandt, Warfield, 2008) Dari definisi yang dikemukakan oleh Kieso, Weygandt, dan Warfield dapat ditarik pengertian bahwa pendapatan (revenue) merupakan arus masuk aset, atau merupakan suatu penyelesaian kewajiban yang berasal dari suatu aktifitas operasi utama dalam suatu periode. Pendapatan operasional dari suatu perusahaan dapat diartikan sebagai penghasilan yang akan/sudah direalisasi, yang berasal dari transaksi selama periode dengan harga pokok historis yang bersangkutan. Dengan demikian, apabila kita merujuk kembali pada karakteristik pendapatan, khususnya mengenai sumber dari pendapatan itu sendiri, yaitu dari aktifitas operasi utama perusahan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa substansi pengertian kata pendapatan dan kata peredaran usaha adalah sama. SPT Tahunan PPh Badan Pengertian SPT menurut Pasal 1 huruf f Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 menyebutkan bahwa Surat Pemberi tahuan atau SPT adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan. Pada Penjelasan Atas Undangundang No. 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c) harta dan kewajiban; dan/atau d) pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, disebutkan dalam pasal 3 ayat 2 UU No. 28 Tahun 2007 adalah paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Penyerahan Kena Pajak Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 entang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM (UU PPN), yang dimaksud dengan penyerahan kena pajak yaitu: a) Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu setiap kegiatan penyerahan barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang tersebut. b) Penyerahan Jasa Kena Pajak, yaitu setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permin-
taan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan Dalam pasal 1A UU PPN dijelaskan lebih lanjut bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu per-janjian meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain Pengalihan Barang Kena Pajak, oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. Pemakaian sendiri dan pem-berian cuma-cuma. Persedian Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diper-jualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas per-olehan aktiva tersebut menurut ketentuan yang dapat dikre-ditkan. dapat dikreditkan. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Sedangkan penyerahan Jasa Kena Pajak (Sukardji 2002) adalah: Jasa Custodian atau jasa pe-nitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak yang diberikan oleh bank Jasa Anjak Piutang (Factoring), baik financing maupun non-financing Jasa Wali Amanat, jasa trust berupa corporate trusteeship/agency Jasa Persewaan Ruangan, dengan imbalan jasa sewa dan service charge Jasa Periklanan, berupa pembuatan materi iklan, pema-sangan iklan, serta konsultasi Paket Program Acara TV, baik berupa sistem beli putus, sistem pemesanan, atau sistem bagi hasil
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
124
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
Jasa sertifikasi, dengan imbalan dalam bentuk biaya sertifikasi, biaya konsultasi, dan biaya pengujian Jasa penelitian Yang Dilakukan Oleh Instansi Pemerintah kepada baik instansi pemeritnah atau pihak lain Jasa Pengelolaan Rumah Susun “Strata Tittle” yang mempunyai hak milik atas satuan bangunan dan hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas tanah bersama
SPT Masa PPN Pada Penjelasan Atas Undangundang No. 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 3 ayat 1 juga disebutkan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk memperoleh dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Format SPT Masa PPN sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam hal ini PPN telah mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Format SPT untuk pelaporan PPN diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995 Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Dalam PER tersebut disebutkan bahwa Pelaporan PPN menggunakan Formulir 1195 beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1195 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 1995. Pada tanggal 15 September 2005,
125
Direktur Jendral Pajak mengeluarkan peraturan nomor PER 145/ PJ./2005, Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberi tahuan Masa PPN sebagai pengganti PER No. 12/PJ/1995. Dalam PER 145/PJ./2005 disebutkan bahwa Pelaporan PPN menggunakan Formulir 1106 beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1106 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 2006. Dalam perkembangan, Dirjen Pajak merasa perlu menunda pelaksanaan PER 145/ PJ./2005 yang semula ditetapkan efektif 1 Januari 2005 menjadi 31 Desember 2006 dengan mengeluarkan PER-166/PJ./2005 tentang Penundaan Berlakunya PER 145/PJ/2005. Pada tanggal 29 September 2006, sebelum PER 145/PJ./2005 efektif berlaku, Dirjen Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak No 146/PJ./2006 Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN. Dalam PER tersebut dinyatakan bahwa PER tersebut merupakan pengganti PER 145/PJ./2005 dan PER 145/PJ./2005 dinyatakan tidak berlaku.Dalam PER No. 146/PJ./2006 disebutkan bahwa pelaporan PPN menggunakan Formulir 1107 beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1107 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 2007. 3. Metodologi Penelitian Penelitian ini didesain dengan analisis deskriptif, yaitu memberikan gambaran atas fenomena yang terjadi dan menganalisis jumlah peredaran usaha sebagaimana yang dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Hukum, jumlah penyerahan sebagaimana yang dilapokan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, perbedaan diantara keduanya, penyebab perbedaan, serta risiko dan kelebihan mengetahui adanya perbedaaan tersebut. Penelitian dengan pendekatan metode dekriptif yang bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
dari suatu gejala tertentu (Traves, dalam Umar, 1997:55). Metode riset ini dapat digunakan dengan lebih banyak dan lebih luas. Metode ini juga memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini diadakan pada PT. Totoku Toryo Indonesia dengan menggunakan data dan informasi sebagai bahan analisis. Data yang diperlukan adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang sebagian besar merupakan data sekunder, yaitu data yang sudah diolah oleh sumber data sebelum diperoleh penulis. Data sekunder tersebut berupa: a) SPT Tahunan PPh Badan tahun 2003-2007 b) SPT Masa PPN tahun 20032007 c) Laporan Keuangan tahun 20032007 d) Buku Besar (General Ledger) tahun 2003-2007 e) Kebijakan akuntansi Selain itu data primer berupa hasil wawancara yang diperlukan untuk memperdalam analisis. Semua data diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan studi pustaka. Penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan oleh PT. TTI terutama Pajak Penghasilan Badan Hukum dan Pajak Pertambahan Nilai. Tahap pengolahan data merupakan bagian yang terpenting dalam penelitian ini, karena hasil dari tahapan inilah yang memungkinkan penulis dapat menarik kesimpulan. Sebagaimana diketahui, jenis data yang akan diolah sebagian besar merupakan data kuantitatif, yaitu data jumlah penjualan setiap periode tertentu, data pelaporan Pajak Penghasilan Badan, serta data pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Ada beberapa data kualitatif yang juga akan digunakan, diantaranya kebijakan perusahaan terkait perlakuan akuntansi untuk akun-akun yang terkait dengan objek penelitian seperti penjualan dan pajak. Mekanisme dan urutan pengolahan data yang disajikan adalah sebagai berikut:
a) Jumlah Peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan dengan jumlah Penyerahan pada SPT Masa PPN masa yang dilaporkan untuk setiap tahun beserta perbedaannya tahun 2003-2007 disajikan dalam bentuk tabel b) Rincian jumlah beserta ringkasan faktor-faktor penyebab perbedaan antara Jumlah Peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan, dengan jumlah Penyerahan pada SPT Masa PPN yang dilaporkan untuk setiap tahun disajikan dalam bentuk tabel. c) Analisis faktor-faktor penyebab perbedaan antara Jumlah Peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan, dengan jumlah Penyerahan pada SPT Masa PPN yang dilaporkan untuk setiap tahun disajikan dalam bentuk narasi d) Analisis risiko dan kelebihan mengetahui faktor-faktor penyebab perbedaan jumlah peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan dengan jumlah penyerahan pada SPT Masa PPN yang dilaporkan disajikan dalam bentuk narasi
4.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil penelitian, didapatkan data jumlah peredaran usaha sebagaimana yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah penyerahan sebagaimana dilaporkan pada SPT Masa PPN untuk seluruh masa dalam tahun yang sama serta perbedaannya dari tahun 2003 sampai 2007. Data-data tersebut ditampilkan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah peredaran usaha yang dila-porkan pada SPT Tahunan PPh Badan umumnya lebih tinggi dari pada jumlah peyerahan sebagaimana yang dila-porkan dalam SPT Masa PPN. Jumlah yang tidak sama ini menyebabkan perbedaan antara jumlah peredaran usaha dan jumlah penyerahan. Perbedaan paling besar terjadi pada ta-hun 2005, yaitu dengan jumlah per-bedaan sebesar Rp.4.861.384.672.
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
126
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
Tabel 1 Jumlah Peredaran Usaha dan Penyerahan serta Perbedaannya Tahun
Jumlah Peredaran Usaha (juta Rp.)
Jumlah Penyerahan (juta Rp.)
2003 28.678 27.575 2004 46.515 44.704 2005 44.959 40.098 2006 50.727 47.247 2007 51.037 51.957 Sumber : Data yang diolah
Perbedaan (juta Rp.)
1.103 1.811 4.861 3.480 920
Faktor Penyebab Perbedaan Perbedaan jumlah peredaran usaha sebagaimana yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah peyerahan sebagaimana yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada umumnya biasa terjadi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan peraturan pajak positif yang mengatur pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Dalam peraturan pajak penghasilan, diatur bahwa pengakuan pendapatan yang diterima atau diperoleh harus mengacu pada standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dengan ketentuan tesebut, pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu, harus dilaporkan pada periode yang sama. Sehingga tidak boleh tejadi perbedaan pendapatan yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dengan pendapatan yang terdapat di laporan keuangan. Sedangkan dalam peraturan pajak pertambahan nilai, transaksi penyerahan terutang atau tidak terutang PPN yang terjadi pada suatu bulan tertentu, tidak selalu harus dilaporkan pada bulan itu. Hal ini dimungkinkan karena adanya ketentuan tentang penerbitan Faktur Pajak yang dapat dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan transaksi penyerahan. Pelaporan penyerahan dalam SPT Masa tertentu tergantung pada bulan diterbitkannya Faktur Pajak atas penyerahan tersebut. Pada umumnya perbedaan antara jumlah peredaran usaha dan
127
penyerahan karena faktor ini, terjadi untuk transaksi-transaksi pada menjelang akhir bulan. Transaksi-transaksi ini karena alasan administratif, faktur pajaknya baru diterbitkan pada beberapa hari kemudian yang telah memasuki bulan baru. Perbedaan juga disebabkan oleh jumlah peredaran usaha dan jumlah penyerahan berbeda jumlahnya. Perbedaan karena faktor ini disebabkan karena ada objek penyerahan PPN yang tidak dilaporkan atau kurang lapor. Hal ini disebabkan karena kelalaian perusahaan yang biasanya tidak sengaja. Faktor ini akan membawa konsekuensi sanksi perpajakan. Selain itu, perbedaan yang tidak termasuk beda masa pelaporan dan beda jumlah pelaporan, dikategorikan kepada faktor lainnya. Misalnya, bisa jadi ada transaksi penyerahan yang sengaja tidak dilaporkan. Kategori faktor lain ini dimunculkan karena perbedaan yang terjadi tidak signifikan. Walaupun demikian, faktor ini juga bisa menyebakan timbulnya sanksi pajak. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan perbedaan peredaran usaha dan jumlah penyerahan yang dilaporkan berdasarkan faktor-faktor penyebabnya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Tabel 2 Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan (Rp.) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Faktor Perbedaan Beda Masa Beda Jumlah 452.750.600 650.220.360 1.809.632.325 1.837.159.963 3.023.384.472 1.129.184.299 2.350.864.050 919.637.767 -
Sumber : Data yang diolah
Tabel di atas memperlihatkan faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan yang dibedakan kedalam dua kategori yaitu beda masa pelaporan, beda jumlah pelaporan. Tabel di atas hanya metampilkan dua faktor utama penyebab terjadinya perbedaan jumlah peredaran usaha dan penyerahan yang dilaporkan, karena
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
satu faktor lain yang ditemukan dari hasil penelitian menunjukkan jumlah yang tidak signifikan terhadap dua faktor lainya. Perbedaan yang terjadi dari tahun ke tahun lebih banyak disebabkan oleh faktor beda masa pelaporan. Analisis Risiko dan Kelebihan Mengetahui Faktor Penyebab Perbedaan Sepanjang penelitian yang dilakukan pada PT. TTI atas perbedaan yang terjadi pada jumlah peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN untuk seluruh masa tahun yang sama, dapat diketahui bahwa perbedaan itu akan selalu terjadi disebabkan ketiga faktor-faktor seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dari diketahuinya faktor penyebab perbedaan tersebut pada gilirannya dapat diketahui risiko dan kelebihan mengetahuinya. Risiko yang dihadapi apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak mengetahui penyebab adanya perbedaan tersebut adalah adanya konsekuensi sanksi perpajakan yang akan dikenakan kepada perusahaan jika perbedaan tersebut menjadi temuan pemeriksa pajak dan diindikasikan merupakan pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundangan pajak yang berlaku. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa terdapatnya perbedaan dalam pelaporan peredaran usaha dan penyerahan memang tidak selalu merupakan indikasi kecurangan dan pelanggaran terhadap ketentuan perpajakan, misalnya seperti yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu adanya ketentuan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai yang memungkinkan pelaporan penyerahan yang terjadi pada akhir bulan berikutnya, dengan kata lain tidak pada saat terjadinya penyerahan tersebut. Risiko yang ada akan berpotensi terjadi apabila perusahaan menjalani pemeriksaan pajak, yaitu apabila pemeriksa pajak menemukan
adanya perbedaan dan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dengan segera menanggapi temuan tersebut, sehingga tentunya akan menimbulkan denda pajak apabila perbedaan tersebut menyebabkan bertambahnya pajak terutang, dalam hal ini pemeriksa pajak akan akan menerbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) Walaupun Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak berhak melakukan bantahan atau mengajukan keberatan atas SKPKB tersebut karena dikemudian hari berhasil menemukan penyebab perbedaan yang ternyata bukanlah disebabkan oleh suatu pelanggaran, berdasarkan Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 25 ayat 3a pengajuan keberatan atas SKPKB harus didahului dengan pelunasan atas SKPKB tersebut. Dengan demikian hal ini tentu tetap saja akan merugikan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak, karena harus mengeluarkan sumber daya untuk mengurusnya. Pada kasus dalam penelitian ini, penyebab perbedaan yang mengindikasikan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perpajakan adalah perbedaan yang diakibatkan beda jumlah pelaporan serta beda lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan akibat beda jumlah pelaporan diakibatkan adanya kelalaian administratif PT. TTI yang tidak melaporkan beberapa penyerahan pada SPT Masa PPN, akan tetapi karena penyerahan yang belum dilaporkan tersebut adalah penyerahan ekspor dengan tarif PPN 0%, hal ini tidak menimbulkan bertambahnya pajak terutang. Namun untuk beda lainnya yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya, bisa dipastikan akan menjadi koreksi pemeriksa pajak apabila ditemukan. Sedangkan kelebihan jika perusahaan mengetahui perbedaan tersebut adalah adanya kesiapan perusahaan untuk menanggapi perbedaan yang terjadi. Persiapan tanggapan ini lebih ditekankan dalam hal peme-
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
128
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
riksaan pajak. Jika perbedaan tersebut menjadi temuan pemeriksa pajak, perusahaan jauh-jauh hari telah mempunyai kesiapan atas hal tersebut. Kesiapan yang dimaksud adalah kesiapan dalam memberikan tanggapan atau jawaban atas pemeriksaan. Lebih jauh lagi peusahaan dapat menyiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk menjelaskan perbedaan tersebut. Dengan kata lain, kelebihan atau keuntungan bagi Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak mengetahui adanya perbedaan peredaran usaha dan penyerahan yang dilaporkan adalah meminimalisasi terjadinya koreksi atas temuan pemeriksa pajak yang berpotensi bertambahnya pajak terutang. 5.
Penutup
Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa: a) Terdapat perbedaan pelaporan peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh Badan dengan penyerahan pada SPT Masa PPN tahun 2003 sampai tahun 2007, yang terdiri atas beda masa pelaporan dan beda jumlah pelaporan. Beda masa terjadi pada tahun 2003 – 2007, sedangkan beda jumlah terjadi pada tahun 2003, 2005, dan 2006. b) Perbedaan masa pelaporan disebabkan oleh peraturan pajak positif yang mengatur pajak pengahsilan dan pajak pertambahan nilai. Sedangkan perbedaan jumlah pelaporan disebabkan adanya penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tidak atau kurang dilaporkan. c) Risiko tidak mengetahui penyebab terjadinya perbedaan jumlah peredaran usaha dan penyerahan yang dilaporkan adalah terjadinya koreksi oleh pemeriksa pajak yang menimbulkan potensi bertambahnya pajak terutang. d) Kelebihan atau keuntungan mengetahui penyebab perbedaan jumlah peredaran usaha dan
129
penyerahan yang dilaporkan adalah meminimalisasi resiko yang ada Saran Dari penelitian yang sudah penulis simpulkan, berikut disampaikan saran dan masukan umumnya bagi Wajib Pajak Badan dan Pengusaha Kena Pajak lainnya. Adapun saransarannya adalah sebagai berikut: a) Pengadministrasian pelaksanaan kewajiban perpajakan sebaiknya dilakukan dengan seksama, agar tidak terjadi kelalaian. b) Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang berpotensi mengalami pemeriksaan pajak sebaiknya mengetahui tata cara dan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan pemeriksa pajak, yang salah satunya adalah ekualisasi peredaran usaha pada SPT Tahunan PPh dengan penyerahan pada SPT Masa PPN, sehingga tidak mengalami kesulitan dalam prosesnya. c) Dalam hal besarnya kemungkinan terdapat perbedaan antara peredaran usaha yang akan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan jumlah penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN, sebaiknya Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak membuat suatu catatan khusus setiap bulan yang menerangkan perbedaan pencatatan pendapatan bulanan dengan pelaporan penyerahan yang dilakukan pada SPT Masa PPN. d) Catatan sebagaimana dimaksud pada butir c harus didukung oleh dokumen yang relevan 6. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan analisis atas perbedaan jumlah peredaran usaha sebagaimana yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah peredaran usaha sebagaimana dilaporkan pada SPT Masa PPN, dengan mengambil studi kasus pada PT.TTI yang merupakan perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur dengan karakteristiknya memiliki kemungkinan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan
yang besar terjadinya lebih bayar PPN. Penelitian lebih lanjut diharapkan dilakukan pada jenis perusahaan lain, seperti perusahaan jasa atau perusahaan dagang, untuk melihat terjadinya perbedaan dan upaya memperbaikinya. Daftar Referensi _____,
Data-data dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan), 2003 2007, PT TTI
_____,
Data-data dari Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), 2003 - 2007, PT TTI
_____,
Data-data dari Laporan Keuangan dan Buku Besar Tahun 2003 - 2007, PT TTI
_____,
Data-data dari Akuntansi PT TTI
Kebijakan
_____, Rencana Strategis 1999 – 2004, Badan Penyehatan Perbankan Nasional _____,
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, 2007
Cooper, Donald R., dan Emory, C. William, Metode Penelitian Bisnis, Edisi 5, 1996, Penerbit Erlangga, Jakarta. Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., dan Warfield, Terry J. Intermediate Accounting, 11th edition, 2008, John Wiley & Son, Inc., Mississauga, Ontario Suandy, Erly, Perpajakan, Edisi 2, 2006, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir de-ngan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Republik Indonesia Noor 6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995 Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Peraturan Dirjen Pajak No.PER 145/ PJ./2005, Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberi tahuan Masa PPN Peraturan Dirjen Pajak No 146/PJ./2006 Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN Buku
Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pengahsilan Badan Hukum, 2004, Direktur Jenderal Pajak, Departemen Keuangan Republik Indonesia
Buku
Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertmbahan Nilai, 2008, Direktur Jenderal Pajak, Departemen Keuangan Republik Indonesia
Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, 2002, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Umar, Husein, Riset Akuntansi, 1997, PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta Peraturan Perundangan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011 ISSN 1858-3687 hal 121-130
130