PEMBERIANTERAPIMUSIKKLASIK PEMBERIANTERAPIMUSIKKLASIKTERHADAP TERHADAP KEKUATAN AN OTOT PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN STROKE YANGMENJALANI MENJALANI RANGE OF MOTION(ROM) MOTION(ROM)DI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKARANGANYAR
DI SUSUN OLEH :
WAHYU KISWANTO P13.125
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PEMBERIANTERAPIMUSIKKLASIKTERHADAP KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.S DENGAN STROKE YANGMENJALANI RANGE OF MOTION(ROM) MOTION(ROM)DI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKARANGANYAR KaryaTulisIlmiah UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratan DalamMenyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
WAHYU KISWANTO NIM. P.13 125
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATA KEPERAWATAN N SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Wahyu Kiswanto
NIM
: P13. 125
Program Studi
: Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian
Terapi
Musik
Klasik
Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Yang Menjalani
Range
Of
Motion(ROM)
di
RSUD
Karanganyar
MenyatakandengansebenarnyabahwaTugasAkhir yang sayatulisinibenarbenarhasilkaryasayasendiri,
bukanmerupakanpengambilalihantulisanatau
pikiranorang lain yang sayaakuisebagaitulisanataupikiransayasendiri. ApabiladikemudianharidapatdibuktikanbahwaTugasAkhiriniadalahhasiljip lakan, makasayabersediamenerimasanksiatasperbuatantersebutsesuaidenganketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,26April 2016 Yang MembuatPernyataan
Materai Rp.6000
Wahyu Kiswanto NIM .P. 13 125
ii
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Wahyu Kiswanto
NIM
: P13. 125
Program Studi
: Diploma III Keperawatan
Judul
: Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Yang Menjalani Range Of Motion(ROM) di RSUD Karanganyar
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkandi
: Surakarta
Hari/Tanggal
: 30 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep NIK. 200185071
()
Penguji 1
: Ns Amalia Senja, M.Kep ______ NIK. 200189090
()
Penguji 2
: Ns Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep NIK. 200185071
()
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES KusumaHusada Surakarta
Ns. MeriOktariani, M.Kep NIK. 200981037
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Yang Menjalani Range Of Motion(ROM) di RSUD Karanganyar”. Dalam penyusuhan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada yang terhormat : 1.
Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ns. Meri Oktariani M. Kep, selaku Ketua Progam Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4.
Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep,selaku pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5.
Penguji I, selaku penguji I yang telah memberi banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
6.
Penguji II, selaku penguji II yang telah memberi banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
iv
7.
Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
8.
Kedua orangtuaku (Sutarmin dan Sunarti) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan pendidikan DIII Keperawatan.
9.
Teman – teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B progam studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu – persatu, yang memberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
5
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................
BAB III
BAB IV
7
1.
Stroke .............................................................................
7
2.
Kekuatan Otot .................................................................
18
3.
Latihan ROM .................................................................
20
4.
Terapi Musik ...................................................................
24
B. Kerangka Teori.......................................................................
27
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................
28
B. Tempat dan Waktu ................................................................
28
C. Media dan Alat .......................................................................
28
D. Prosedur Tindakan ................................................................
28
E. Alat Ukur................................................................................
29
LAPORAN KASUS A. Pengkajian ..............................................................................
30
B. Rumusan permasalahan keperawatan ....................................
37
C. Intervensi Keperawatan .........................................................
38
D. Implementasi Keperawatan ....................................................
40
vi
E. Evaluasi .................................................................................. BAB V
BAB VI
44
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
47
B. Berumusan Masalah ...............................................................
49
C. Intervensi keperawatan...........................................................
51
D. Implementasi keperawatan .....................................................
54
E. Evaluasi keperawatan .............................................................
59
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
62
B. Saran ......................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................
27
2. Gambar 4.1 Genogram .........................................................................
32
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Usulan Judul Aplikasi Riset Lampiran 2.Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 3.Surat Peryataan Lampiran 4.Daftar Riwayat Hidup Lampiran 5.Jurnal Utama Lampiran 6.Asuhan Keperawatan Lampiran 7. Format Pendelegasian Pasien Lampiran 8.Log Book Lampiran 9.Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Strokeadalahgangguanfungsiotakyang (tiba-tiba)dan
terjadidengancepat berlangsunglebihdari24jamkarena
gangguansuplaidarahkeotak(Wiwit,2010).Strokeadalahgangguanfungsisyarafya ng
disebabkanolehgangguanalirandarahdalamotakdantimbulsecara
mendadakdalambeberapadetikatausecaracepatdalambeberapajamdengan gejalasesuaidaerahyangterganggu(Irfan, 2010) . Prevalensi stroke di Amerika serikat setiap tahun sekitar 700.000 orang,dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Prevalensi stroke di Amerika Serikattercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadikematian akibat stroke. Penderita stroke di Amerika Serikat berusia antara 55-64 tahun sebanyak 11% mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Medicastore, 2011). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan
1
2
lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013). Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Prevalensi stroke nonhemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada tahun 2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi. Kasus stroke hemoragik sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non hemoragik. Berdasarkan hasil data dari RSUD Karanganyar pasien stroke menduduku peringkat ke 10 dari 10 besar penyakit pada bulan Desember tahun 2015, sedangkan yang menduduki peringkat pertama dyspepsia sebanyak 204 orang. Jumlah pasien stroke yang hidup laki – laki sebanyak 14 orang perempuan 15 orang, sedangkan jumlah pasien stroke yang meninggal sebanyak 0. (Rekam Medik RSUD Karanganyar, 2015). Strokepadadasarnyamerupakan mengakibatkan
permasalahanpadaotakyang gangguanfungsional,fokalmaupunglobal,
sebagaiakibatgangguanalirandarahkeotak ataukarenaperdarahan.Strokeberdampak padaberbagaifungsitubuh, akibat yang
3
seringmunculmulaidarikelumpuhan,bicara pelo,gangguanmenelan,dansebagainya (Rudiyanto, 2010). Perawatan pada stroke dapat berupa non-farmakologis seperti program rehabilitasi yaitu Latihan Range of motion(ROM) pasif dan dapat disertai dengan terapi komplementer seperti terapi musik klasik (Wijanarko, 2014). Range Of Mation (ROM) adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang merupakan bagian dari proses rehabilitas pada klien stroke(Berman
,
2009).ROMaktifadalahlatihanrentanggerakyang
dapatdilakukanpasiensecaramandiri.ROM pasifadalahlatihanrentanggerakdengan bantuanperawat. ROM harus dimulai sedini
mungkin
secaracepatdantepatsehinggadapat
membantupemulihanfisikyanglebihcepat danoptimal.ROMjugadapatmencegah terjadinyakontrakturdandapatmemberikan dukunganpsikologispadapasienstrokedan
keluarga
pasien.
Programrehabilitasipaska-strokedapat dilakukan dengan terapi komplementer seperti
teknikrelaksasi.Penggunaanteknikrelaksasi
sepertimusikjugadapatditerapkanpada emosional
pasienstrokeyangakanmemberikanefek
positifdanterlihatlebih
kooperatif
dalammenjalankanprogramrehabilitasi (Irfan , 2010). Terapi musik adalah terapi kesehatan yang menggunakan musik yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari kalangan semua usia (Suhartini, 2008). Hasilpenelitianyang
4
dilakukanolehNayak,
etal.,(2000),yang
menunjukkanbahwapemberianterapimusik mood,emosi,interaksi
dapatmemperbaiki
sosial,danpemulihanyanglebihcepatpada
stroke.Terapi
pasien
musikklasikdenganstimulasigelombang
suaramelaluiauditorydinilailebihefektif, murah,danmudahdigunakan(Thomson, 2007).Penelitianterbarumenyarankan penggunaanmusikmungkinberkontribusi terhadapplastisitasotak,dimanarestorasi fungsiotakdapatdiingatkansecaraalami (Rojo,etal.,2011).Alternmuller(2009), menjelaskan bahwa terapi berbasis musik
pada
motorikyangdihubungkandengan
pasienstrokedapatmeningkatkanfungsi membaiknyajaringankortikalakibat
perubahanneurofisiologidanpeningkatan aktivasi pada korteks motorik itu sendiri. Hal ini di perkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan (Wijanarko , dkk 2010)menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara terapi musik klasik terhadap kekuatan otot pasien stroke yang menjalani latihan ROM pasif dan terdapat perbedaan signifikan peningkatan kekuatan otot pada kedua kelompok dimana responden yang diberikan latihan ROM pasif yang di kombinasikan dengan terapi musik klasik dapat meningkatkan kekuatan otot lebih baik dari pada responden yang hanya diberikan latihan ROM pasif saja, berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengaplikasikan pemberian tindakan terapi musik klasik untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.
5
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Mengaplikasikan pemberian terapi musik klasik terhadap pasien stroke yang menjalani latihan ROM pasif untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.
2.
Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien stroke. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke. c. Penulis mamapu menyusun intervensi pada pasien stroke. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien stroke. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien stroke. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian pengaruh terapi musik klasik terhadap pasien stroke yang menjalani latihan ROM pasif untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.
C. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat barmanfaat secara praktis sebagai berikut : 1.
Bagi Pasien
6
Denganterapimusikrelaksasiinstrumentaldiharapkankecemasan
pasien
berkurang, suasana hati menjadi lebih senang dan rileks. 2.
Bagi Rumah Sakit Menjadibahanpertimbanganbagirumahsakitdalammembuatkebijakan penanganan pasien cemas dengan terapi musik relaksasi instrumental.
3.
Bagi Instansi Pendidikan Keparawatan Sebagaireferensidalampengembangandanpeningkatanpelayanankeperawata n preservice.
4.
Bagi Penulis Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang Keperawatan Medikal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori 1.
Stroke a.
Pengertian stroke Stroke adalah gangguan saraf permanen akibat terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih (Lingga, 2013). Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Nanda, 2012). Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal dan global yang berlangsung 4 jam atau lebih dan bisa langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah non traumatik (Mansjoer, 2013). Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan, dan dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan ataupun nonpendarahan (Hernata, 2013).
7
8
b. Jenis – jenis stroke 1) Stroke iskemik atau stroke non hemoragik Stroke iskemik atau stroke non hemoragik adalah tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang terdiri atas protein, kalsium, dan lemak) yang menyebabkan aliran oksigen yang melalui liang ateri yang terhambat. 82% stroke merupakan stroke iskemik (Lingga, 2013). Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 sebagai berikut: a) Stroke iskemik trombolitik adalah penggumpulan darah pada pembuluh darah yang mengarah menuju ke otak. b) Stroke Iskemik embolitik adalah tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. c) Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. 2) Stroke hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pendarahan otak akibat pecahnya pembuluh darah otak (Lingga, 2013). Stroke hemoragik dibagi menjadi 2, yaitu : a) Stroke hemoragik inteaselebral adalah pendarahan yang terjadi di dalam otak, biasanya pada ganglia, batang otak, otak kecil, dan otak besar.
9
b) Stroke hemoragik subaraknoid adalah pendarahan yang terjadi di luar otak, yaitu pembuluh darah yang berada dibawah otak atau di selaout otak. c. Etiologi Faktor penyebab stroke ada 2, yaitu : 1) Faktor yang tidak dapat diubah (faktor tidak terkendali) (Lingga, 2013), yaitu : a) Faktor genetik b) Cacat bawaan: memiliki cacat pada pembuluh darahnya beresiko tinggi terhadap stroke. c) Usia: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. d) Gender: pria lebih beresiko terhadap stroke dibanding wanita. e) Riwayat penyakit dalam keluarga: orang tua atau saudara sekandung yang pernah mengalami stroke pada usia muda maka beresiko tinggi terkena stroke. 2) Faktor yang dapat diubah yaitu : kegemukan (obesitas), hipertensi, hiperlipidemia (kolesterol tinggi), hiperurisemia, penyakit
jantung,
diabetes
melitus,
kebiasaan
merokok,
kebiasaan mengonsumsi alkohol, malas berolahraga, kadar hematokrit tinggi, kadar fibrinogen tinggi, konsumsi obat-obatan bebas psikotropika
10
d. Tanda dan gejala stroke 1) Berikut tanda dan gejala stroke (Lingga, 2013), yaitu : a) Sering pusing disertai mual b) Muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati rasa. c) Koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti biasanya, misalnya sulit digerakkan. d) Mengalami kesulitan ketika akan mengenakan sandal jepit. e) Gagal menempatkan benda pada tempat yang pas. f)
Sulit ketika mengancingkan baju.
g) Mendadak mengalami kebingungan. h) Penglihatan pada satu mata atau keduanya mendadak buram. i)
Mengalami kesulitan menelan makanan.
j)
Ketika minum sering berceceran karena minuman tidak dapat masuk ke dalam mulut dengan semestinya.
k) Mengalami
gangguan
kognitif
dan
berkomunikasi dengan orang lain. l)
Sering kejang, pingsan, dan bahkan koma.
dementia
ketika
11
e. Patofisiologi Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskulear-embolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes melitus, kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi alkohol. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, pendarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Muttaqin, 2008). f. Komplikasi 1) Komplikasi menurut Lingga (2013), yaitu :otot mengerut dan kaku sendi,darah beku,memar,nyeri di bagian pundak,radang paru-paru (pneumonia),fatigue (kelelahan kronis)
12
g. Penatalaksanaan Penataksanaan medis pada pasien stroke yaitu meliputi: 1) Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. 2) Antikogulan
untuk
mencegah
terjadinya
thrombosis
atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardivaskular. 3) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi (Smeltzer & Bare, 2010). h.
Pemeriksaan Medis Pemeriksaan medis pada pasien stroke menurut Lingga (2013) yaitu: 1) Anamnesis a) Keluhan b) Riwayat penyakit anggota keluarga c) Kebiasaan hidup (merokok, minuman beralkohol, serta olahraga). d) Tanda-tanda vital e) Memeriksa otot menggunakan reflek hummer 2) Pemeriksaan Laboratorium a) Fungsi lumbal b) Pemeriksaan darah rutin c) Pemeriksaan kimia darah
13
3) Scanning a) CT-scan (Computerized Tomography Scanning) adalah prosedur pengambilan gambar pada organ tubuh atau bagian tubuh dengan menggunakan sina X. b) MRI (Magnetic Resonance Imaging) diartikan sebagai teknik pencitraan getaran magnetik. c) Cerebral angiography adalah alat yang bekerja dengan sinar x, bertujuan untuk memindai aliran darah pada pembuluh darah yang melalui otak. d) Caroid ultrasound digunakan untuk mendapatkan gambaran kerusakan pada pembuluh darah dileher yang menuju otak. e) SPECT (Single Photon emission) adalah alat pemindaian otak yang bekerja dengan isoto sinar gamma, digunakan untuk memindai seberapa parah gangguan yang terjadi 4 jam pasca stroke atau untuk pemeriksaan otak pasien yang baru mengalami TIA. i. Asuhan Keperawatan Stroke 1) Pengkajian a) Anamnesis: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis, keluhan utama pasien masuk. b) Riwayat penyakit sekarang c) Riwayat penyakit dahulu
14
d) Pengkajian psiko-sos-spritual. e) Pemeriksaan fisik. f)
Keadaan umum.
2) Diagnosa Keperawatan Stroke a) Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. b) Perubahan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
gangguan arteri c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke. d) Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan otot. 3) Intervensi Keperawatan a) Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. (1) Tujuan: diharapkan mobilitas fisik dapat optimal. (2) Kriteria hasil: mobilitas fisik meningkat, kekuatan otot meningkat, dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri. (3) Intervensi (a) Kaji tanda-tanda vital (b) Kaji kekuatan otot
15
(c) Lakukan latihan ROM (d) Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan ROM mandiri (e) Kolaborasi dengan dokter (4) Rasional (a) Untuk mengetahui keadaan umum pasien (b) Untuk mengetahui derajat kekuatan otot pasien (c) Melatih ekstremitas yang lemah (d) Agar pasien sering terlatih untuk menggerakkan ekstremitas yang lemah (e) Untuk mempercepat penyembuhan b) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan arteri 1) Tujuan: kesadaran penuh, tidak gelisah. 2) Kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tandatanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekan intrakranial. 3) Intervensi (a) Pantau status neurologis secara teratur dengan skala (b)Pantau tanda-tanda vital (c) Pertahankan keadaan tirah baring (d)Ajarkan teknik ROM
16
(e) Kolaborasi dengan dokter 4) Rasional (a) Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran (b)Untuk mengetauhi keadaan umum pasien (c) Untuk membantu alih baring (d)Untuk mempercepat proses penyembuhan c) Defisit perawatan diri 1) Tujuan: kebutuhan perawatan hygiene klien dapat terpenuhi. 2) Kriteria hasil: pasien menunjukan perawatan diri secara mandiri,pasien mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene mulut. 3) Intervensi (a) Kaji membran mukosa dan kebersihan tubuh setiap hari (b) Ajarkan kepada klien metode alternatif untuk hygiene (c) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana 4) Rasional (a) Untuk mengetahui hygiene pasien
17
(b) Untuk memudahkan pasien dan keluarga untuk perawatan hygiene (c) Untuk memudahkan dalam perencanaan ke depan dalam melakukan perawatan kepada klien. d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. 1) Tujuan: intoleransi aktivitas dapat teratasi. 2) Kriteria hasil: keseimbangan aktivitas dan istirahat, tanda-tanda vital dalam batas normal. 3) Intervensi (a) Kaji tanda- tanda vital pasien (b) Mengidentifikasi pasien (c) Membantu aktivitas pasien (d) Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas pasien 4) Rasional (a) Untuk mengetahui tanda- tanda vital pasien (b) Untuk
mengidentifikasi
tingkat
kemampuan
aktivitas pasien (c) Untuk membantu aktivitas pasien (d) Supaya keluarga dapat membantu aktivitas pasien.
18
2.
Kekuatan Otot a.
Pengertian Kekuatan otot adalah perbandingan antara kemampuan pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan volunter secara penuh dari klien (Muttaqin, 2008).
b.
Jenis – jenis kekuatan otot Menurut Muttaqin (2008), jenis-jenis kekuatan otot, yaitu : 1) Anterofleksi dan dorsofleksi kepala pergerakannya ialah otot-otot rektus kapitis anterior, posterior mayor-minor dan trapezius. 2) Elevasi dan abduksi dari skapula penggerak utamanya ialah otot-otot trapezius, deltoid, supraskapulat, dan seratus anterior. 3) Ekstensi disendi siku penggerak utamanya ialah otot triseps 4) Fleksi disendi siku penggerak utamanya ialah otot briseps, brakial dan brokiodial. 5) Depresi dan adduksi dari skapula penggerak utamnya ialah otot-otot pektoral latisimus dorsi. 6) Fleksi disendi pergelangan penggerak utamanya ialah otot-otot fleksor karpi radialis dan ulnaris. 7) Ekstensor disendi pergelangan penggerak utamanya ialah otot-otot ekstensor karpi raadial longus, ekstensor karpal ulna dan ekstensor digitorum komunis.
19
8) Mengepal dan mengembang jari-jari tangan penggerak utamnya ialah otot-otot tangan fleksor digitorum dan ekstensor digitorum dibantu oleh otot-otot interosei dorsal dan volar. c. Penilaian kekuatan otot menurut Muttaqin (2008), sebagai berikut: 1) Derajat 0: artinya otak tak mampu bergerak/ lumpuh total, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkan sudah diperintahkan bergerak. 2) Derajat 1: terdapat sedikit kontraksi otot, namun didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut. 3) Derajat 2: dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh terlungkap atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah mampu bergerak. 4) Derajat 3: dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari. 5) Derajat 4: tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan. 6) Derajat 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal).
20
3. Latihan ROM a. Pengertian ROM Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian
secara
normal
dan
lengkap
untuk
meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Rabawati, 2014). Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan oto dan sendi. Latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lainlain. Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012).ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. (Potter dan Perry (2006). 1) Klasifikasi Latihan ROM meliputi: a) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap gerakan.
21
b) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang dilakukan. 2) Tujuan Range of Motion (ROM) a) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot.’ b) Memelihara mobilitas persendian c) Merangsang sirkulasi darah d) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur. e) Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan. f)
Manfaat Range of Motion (ROM)
g) Mempertahankan tonus otot h) Meningkatkan mobilisasi sendi i)
Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
j)
Meningkatkan masa otot
k) Mengurangi kehilangan tulang 3) Prinsip Dasar Latihan ROM adalah: a) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari. b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak melelahkan pasien. c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
22
d) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh fisioterapi atau perawat. e) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. f)
ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.
g) Melakukan ROM harus sesuai dengan waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan. 4) Jenis – jenis ROM a) ROM Pasif adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang lain dengan bantuan oleh klien. b) ROM Aktif Asitif adalah kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar seperti terapis, alat mekanis atau ekstremitas yang sedang tidak dilatih. c) ROM Aktif adalah kontraksi otot secara aktif melawan gaya gravitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi lurus. d) ROM Aktif Resistif adalah kontraksi otot secara aktif melawan tahanan yang diberikan, misalnya beban. 5) Gerakan- gerakan ROM a) Gerakan bahu (1) Fleksi dan ekstensi bahu (2) Abduksi dan adduksi bahu (3) Rotasikan bahu internal dan eksternal
23
b) Gerakan siku (1) Fleksi dan ekstensi siku (2) Pronasi dan supinasikan siku c) Gerakan pergelangan tangan (1) Fleksi pergelangan tangan (2) Ekstensi pergelangan tangan (3) Fleksi radial/ radial deviation (abduksi) (4) Fleksi ulnar/ ulnar deviation (adduksi) d) Gerakan jari-jari tangan (1) Fleksi (2) Ekstensi (3) Hiperekstensi (4) Abduksi (5) Adduksi (6) Oposisi e) Gerakan pinggul dan lutut (1) Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul (2) Abduksi dan adduksi kaki (3) Rotasikan pinggul internal dan eksternal f)
Gerakan telapak kaki dan pergelangan kaki (1) Dorsofleksi telapak kaki (2) Plantar fleksi telapak kaki (3) Fleksi dan ekstensi jari-jari
24
(4) Inversi dan eversi telapak kaki g) Gerakan leher (1) Fleksi dan ekstensikan leher (2) Fleksi lateral leher h) Gerakan-gerakan hiperkstensi (1) Hiperekstensi leher (2) Hiperekstensi bahu (3) Hiperekstensi pinggul
4. Terapi Musik a.
Pengertian musik klasik Musik merupakan seni yang melukiskan pemikiran dan perasaan manusia lewat keindahan suara. Musik merupakan refleksi perasaan suatu individu atau masyarakat. Musik merupakan hasil dari cipta dan rasa manusia atas kehidupan dan dunianya. Musik mampu menenangkan pikiran saat bosan, gundah, dan juga sebagai terapi reaktif (Lan, 2009). Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk terapi membantu atau menolong orang, biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental (Djohan, 2006). Salah satu upaya untuk mengatasi depresi pada penderita stroke dengan terapi alternatif untuk menurunkan depresi pada pasien stroke yaitu dengan memberikan terapi musik. Terapi musik adalah suatu proses
25
yang terancam bersifat preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderita yang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya baik fisik, motorik, sosial, emosional maupun mental intelegency (Suryana 2012;15). Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan peningkatan kemampuan fikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual (Eka, 2011), Salah satu jenis terapi musik yang paling sering di gunakan adalah terapi musik klasik. Terapi musik klasik adalah usaha untuk meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan nada atau suara yang mengandung irama, lagu, dan keharmonisan yang merupakan suatu karya sastra zaman kuno yang bernilai tinggi yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa sehingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental. Hal inilah yang mendukung otak dapat berkonsentrasidengan optimal dalam membangun jaringan-jaringan sipnasis dengan lebih baik (Irawaty, 2013;10) b.
Klasifikasi terapi musik Penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam terapi musik, yaitu : 1) Terapi musik aktif Terapi musik klasik aktif adalah keahlian menggunakan musik dan elemen musik untuk meningkatkan, mempertahankan dan
26
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual. Terapi musik aktif ini dapat dilakukan dengan cara mengajak klien bernyanyi,
belajar
main
alat
musik,
bahkan
menggunakan
lagu singkat atau dengan kata lain terjadi interaksi yang aktif antara
yang
diberi
terapi
dengan
yang
memberi
terapi
(Halim, 2003 cit Purwanta, 2007). 2) Terapi musik pasif Terapi musik pasif adalah terapi musik dengan cara mengajak klien mendengarkan musik. Hasilnya akan efektif bila klien mendengarkan musik yang di sukainya (Halim, 2003 cit Purwanta, 2007). Terapi musik pasif merupakan terapi yang tidak melibatkan pasien, bertujuan untuk menjadikan pasien rileks dan tenang (Deviana, 2011) hal terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan kebutuhan pasien. c.
Manfaat terapi musik 1) Mempengaruhi denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah 2) Mampu memperlambat dan meanyeimbangkan otak 3) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh 4) Mengurangi kecemasan dan depresi 5) Bisa mengurangi ketegangan otot 6) Menghilangkan nyeri (Guzzeta, 1989 dalam Potter dan Perry, 2006).
27
B. KERANGKA TEORI
Stroke Non Hemoragik
Konsep Keperawatan
a. Definisi b. Klasifikasi stroke non hemoragik/iskemik c. Patofisiologi d. Gejala-gejala Klinik
ROM
Musik Terapi Keperawatan
Kekuatan Otot
Gambar 2.1 Kerangka Konsep ( Potter dan Perry, 2006 )
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek yang akan digunakan pada aplikasi riset ini pada pasien stroke non hemoragik di RSUD Karanganyar B. Tempat dan Waktu Aplikasi penelitian ini direncanakan akan dilakukan diruang penyakit dalam pada tanggal 4-16 Januari 2016 di RSUD Karanganyar C. Media dan Alat Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang akan digunakan adalah: 1.
Lembar observasi
2.
Bolpoin
3.
Ipod mini
4.
Headset
5.
Musik klasik dalam bentuk audio atau MP3
D. Prosedur Tindakan 1.
Nyalakan MP3 selama 30 menit, jangan lupa cek baterai, jangan sampai musiknya berhenti pada saat diperdengarkan kepada pasien.
2.
Dekatkan MP3 kedekat pasien.
3.
Sebelum diperdengarkan kepada pasien, cek terlebih dahulu volume musiknya jangan sampai terlalu keras sehingga akan memekakan telinga pasien atau terlalu pelan volumenya.
28
29
4.
Pasang ipod mini,bantu pasien untuk memasangkan ipod pada kedua telinganya. Atur posisi ipod pada kedua telinga pasien tersebut, jangan sampai pasien merasa tidak nyaman dengan terpasangnya alat tersebut.
5.
Posisikan pasien pada posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar pasien tidak merasa tegang atau kelelahan saat terapi musik dilakukan.
6.
Lemaskan otot-otot.
7.
Anjurkan pasien menarik napas melalui hidung dan mengeluarkan napas secara perlahan-lahan melalui mulut.
8.
Lakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan kepada pasien.
E. Alat Ukur Lembar observasi derajat kekuatan otot Nilai derajat kekuatan otot : a.
Derajat 0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
b.
Derajat 1 : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi.
c.
Derajat 2 : dapat menggerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah.
d.
Derajat 3 : mampu menggerakakan dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.
e.
Derajat 4 : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.
f.
Derajat 5 : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahanan maksimal
BABIV LAPORAN KASUS
Asuhan keperawatan pada Tn.S dengan stroke non hemoragik. Laporan kasus meliputi pengkajian, perumusan masalah, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan, dan dilakukan dengan metode autoanamnese dan alloanamnese. A. Pengkajian Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 05 januari 2016 pukul 10.00 WIB di bangsal Mawar 3 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar di dapatkan data secara observasi, anamnesa, pemeriksaan fisik dan lihat catatan medis. Data yang didapatkan pasien bernama Tn.S berumur 59 tahun, agama kristen, pendidikan terakhir SMP pekerjaan wiraswasta, alamat Kutho, Kerjo, Karanganyar. Diagnosa medis stroke non hemoragik. Penanggung jawab pasien adalah Ny.T yang berumur 52 tahun, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan wiraswasta, alamat Kutho, Kerjo, Karanganyar. Pasien masuk Rumah Sakit pada tanggal 02 januari 2016, keluhan pasien saat pengkajianmasuk yaitu pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah dan bicara pelo. Riwayat penyakit sekarang yaitu pasien bersama keluarganya datang ke IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 02 januari 2016 dengan keluhan bicara pelo, bibir mencos, tangan dan kaki kanan lemah, di IGD pasien diperiksa tanda tanda vital = TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5’C dan pasien mendapatkan terapi =
30
31
infus RL 20 tpm, injeksi Sohobion 3 mg/drip, injeksi OMZ 40 mg/12jam, injeksi ketorolak 30 mg/12jam, injeksi pirasetam 1 gr/5jam, captropil 2x25 kemudian pasien di pindah ke bangsar mawar 3. Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan saat anak-anak pasien mengatakan tidak pernah sakit, pasien mengatakan tidak pernah kecelakaan. Pasien mengatakan setahun yang lalu pernah di rawat di RSUD karanganyar dengan hipertensi. Pasien mengatakan belum pernah dioperasi sebelumnya dan pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi seperti makanan, minuman, dingin, serta obat-obatan. Pasien mengatakan tidak ingat kapan terakhir di berikan imunisasi dan imunisasi apa. Pasien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan kusus. Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan keluarga pasien sebelumnya tidak ada yang menderita penyakit seperti Tn.S.
32
Genogram:
Tn. S (59 th)
Keterangan : : Laki-laki
: Meninggal
: Garis pernikahan
: Pasien
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Garis keturunan
Hasil genogram didapatkan Tn.S adalah anak ke 2 dari 3 saudara kandung, sedangkan istrinya Ny.T adalah anak ke 3 dari 4 saudara kandung. Ny.T menikah dengan Tn.S dan mempunyai 2 orang anak perempuan, dan keduanya belum menikah. Hasil dari riwayat kesehatan lingkungan yaitu pasien mengatakan tinggal di lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi udara, rumahnya dekat dengan persawahan.
33
Hasil dari pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan yaitu pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan mahal harganya karena saat kerja sehat apapun bisa teratasi mudah sesuai kemampuan masing-masing, pada saat ada anggota keluarganya yang sakit selalu membawa ke pusat kesehatan terdekat dan merawat sampai sembuh. Hasil dari pola nutrisi dan metabolisme tubuh didapatkan untuk pola makanan sebelum sakit 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1 porsi habis serta tidak ada keluhan, dan selama sakit pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1 porsi habis serta tidak ada keluhan.Hasil untuk pola minum sebelum sakit pasien minum air putih, teh, susu 1 gelas habisdan tidak ada keluhan. Polaminum selama sakit pasien minum air putih, teh, susu 1 gelas habis dan tidak ada keluhan. Hasil pengkajian pola eliminasi, diperoleh BAK dan BAB. Pola BAK didapatkan pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAK 5-6 kali dalam sehari berwarna kuning jernih dan tidak ada keluhan, selama sakit frekuensi BAK 4-5 kali dalam sehari berwarna kuning jernih dan tidak ada keluhan. pola BAB pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi padat lunak berbentuk dan berwarna kuning kecoklatan serta tidak ada keluhan, selama sakit pasien mengatakan BAB frekuensi 1 kali sehari dengan konsistensi padat lunak berbentuk, berwarna kekuningan dan tidak ada keluhan. Hasil pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara sendiri seperti: toileting, makan/minum,
34
berpindah, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, ambulasi/ROM dengan nilai 0: mandiri. Selama sakit aktivitas seperti toileting, makan/minum, berpindah, mobilisasi di tempat tidur, berpakaian, ambulasi/ROM dengan nilai 2: di bantu orang lain.Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan pada saat sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur 7-8 jam sehari, tidak ada gangguan tidur. Pada saat selama sakit didapatkan hasil pengkajian, pasien mengatakan susah tidur,tidur hanya 2-3 jam sehari dan sering terbangun. Hasil pengkajian pola kognitif-perseptual didapatkan data sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran, penglihatan, penciuman, maupaun indra yang lainnya. Selama sakit pasien mengatakan pandangan kabur dan bicara pelo.Hasil pengkajian pola persepsi konsep diri didapatkan pasien mengatakan identitas diri pasien mengatakan dia adalah seorang ayah dari 2 orang anak perempuanya. Ideal diri pasien mengatakan berharap pasien cepat sembuh dan cepat pulang. Citra diri pasien mengatakan senang dengan keadaan sebelumnya saat sakit pasien merasakan perubahan pada anggota tubuh. Harga diri pasien mengatakan menerima keadaanya yang sekarang. Peran diri pasien mengatakan pasien tidak bisa melakukan peranya sebagai seorang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga. Hasil pengkajian pola hubungan peran pada saat sebelum sakit pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga atau orang lain dan selama sakit pasien mengatakan masih berhubungan baik dengan keluarga dan orang lain. Hasil pengkajian pola seksualitas reproduksi didapatkan hasil pasien mengatakan sudah menikah dan memiliki 2 orang
35
anak perempuan. Hasil pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, pasien mengatakan sebelum sakit pasien mengatakan jika ada permasalahan pasien selalu mendiskusikan dengan keluarga, dan selama sakit pasien mengatakan tidak mempunyai masalah dan menerima sakitnya dengan ikhlas dan sabar. Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan didapatkan pada saat sebelum sakit pasien mengatakan beragama kristen dan rajin beribadah, dan selama sakit pasien mengatakan pasien tidak dapat beribadah secara teratur dan normal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data kesadaran pasien composmentis, tekanan darah: 200/120 mmHg, suhu: 36,5, nadi dengan frekuensi: 88 kali/menit, irama: regular, kekuatanya/isinya kuat. Pernafasan dengan frekuensi: 22 kali/menit dan berirama regular. Kulit kepala pasien tampak bersih, beruban, bentuk kepala mesocepal. Pemeriksaan mata pasien didapatkan palpebra tidak udem/normal, konjungtiva ka/ki tidak anemis, pupil isokor, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, tidak ada polip, dan tidak ada cuping hidung. Mulut mencos, bicara pelo, tidak ada luka, dan tidak ada stomach dibibir. Gigi bersih tidak ada kerak gigi. Telinga simetris, tidak ada serumen dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.Leher tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk dan tidak ada nyeri tekan. Hasil pemeriksaan dada didapatkan paru-paru inspeksi: simetris, palpasi: vokal premitus kanan kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: tidak ada suara tambahan.Pemeriksaan jantung inspeksi: ictus cordis tidak tampak,
36
palpasi: ictus cordis teraba di sic 5, perkusi: ictus cordis 2 kiri batas atas jantung, ictus cordis 4 kiri (dekat sternum) jantung ictus cordis 4 kiri (dekat lengan) batas kiri jantung, auskultasi: regular (tidak ada suara tambahan) batas kanan. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi: simetris, tidak ada jejas, umbilikus tidak menonjol, palpasi: tidak ada nyeri tekan, perkusi: kuadrant 1 bunyi pekak karena ada hati, dan kuadrant 234 bunyi timpany. Hasil pemeriksaan genetalia bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak terpasang selang DC. Rectum bersih, tidak ada hemoroid. Hasil pemeriksaan ektremitas dan kekuatan otot didapatkan ektremitas atas bawah kanan yaitu tidak ada odem, kekuatan otot 3, dan ektremitas kiri atas bawah tidak ada odem, kekuatan otot 5. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 05 januari 2016 didapatkan hasil laboratorium hemoglobin 14,6 g/dl, hematokrit 46,37%, leukosit 8,97, trombosit 275 UL, eritrosit 4,9 UL, MPV 8,6, PDW 16,0, MCV 77,7, MCH 25,6 Pg, MCHC 32,9 g/dl, granulosit 74,7%, limfosit 29,3%, monosit 3,1%, eosinofil 0,9%, basofil 0,5%, GDS140 mg/dl. Terapi yang diberikan pada tanggal 05 januari 2016 kepada pasien adalah pemberian infus RL 20 tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, injeksi sohobion 3 mg/24jam untuk memenuhi vitamin B1,B6,B12, omeprazole 40 mg/12jam untuk tukak lambung dan usus, ketorolak 30 mg/12jam untuk nyeri akut, pirasetam 1gr/5jam. Obat oral yang diperoleh catropil tablet 2x25mg/12jam untuk hipertensi ringan sampai sedang.
37
B. Rumusan permasalahan keperawatan Perumusan
masalah
ditegakkan
berdasarkan
pengkajian
yang
dilakukan pada tanggal 05 januari 2016 Pukul 09.00 dan didapatkan data dari data subyektif dan obyektif. Data subyektif didapatkan pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah saat digerakan. Data obyektif didapatkan data pasien tampak lemah dan pasien hanya bisa tidur di tempat tidur. Tanda tanda vital : TD = 140/80 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 24 kali/menit, S = 36,5 C, aktivitas dan latihan tergantung total dibantu keluarga, kekuatan otot 3 sehingga masalah yang timbul adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kelemahan otot. Data yang kedua didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan tiba tiba bibirnya mencos dan bicaranya pelo. Data obyektif didapatkan hasil pasien tampak berbicara tetapi susah dipahami, pasien tampak susah mau berbicara, sehingga didapatkan masalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplai O2. Data yang ketiga didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan malam hari selalu tidak bisa tidur, tidur hanya 2-3 jam dan sering terbangun. Data obyektif pasien tampak lesu dan pasien tampak menguap, sehingga didapatkan masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. tanda tanda vital TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 35,5 C, dan mata terlihat sayup dan warna merah. Prioritas diagnosa keperawatan adalah 1.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
38
2.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2.
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur.
C. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien meningkatkan dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas, TTV pasien dalam batas normal TD = 120/80 mmHg, N = 60-100 kali/menit, RR = 16-24 kali/menit, S = 36,5-37,5 C. Rencana tindakan dalam mengatasi keperawatan tersebut adalahmemonitor TTV dan KU pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi untuk mengetahui kemampuan pasien dalam bergerak dan melakukan aktivitas, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu bantu penuhi ADLS pasien untuk membantu pasien berpindah, Ajarkan ROM dan berikan terapi musik pada pasien untuk membantu pasien menggerakan tangan kaki, kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan terapi peracetam 1gr/5jam dan citicolin 1000gr/12jam untuk membantu proses penyembuhan. Masalah keperawatan yang kedua adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan hambatan
39
komunikasi verbal dapat teratasi dengan kritera hasil pasien mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap ketidak mampuan berbicara, komunikasi ekpresif ( kesulitan berbicara ). Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan dorong pasien untuk berkomunikasi secaraperlahan untuk mengulangi perintah tujuanya untuk
memperjelas
kalimat
yang diucapkan,
pantau
perkembangan
komunikasi pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, anjurkan kepada keluarga pasien untuk teratur memberi stimulasi tujuanya agar pasien aktif dalam berkomunikasi, ajak pasien bicara secara pelan dan jelas agar pasien mudah dalam berkomunikasi, kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan bicara agar untuk membantu mempercepat proses penyembuhan. Masalah keperawatan yang ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari, perasaan segar sesudah bangun tidur, pola tidur kualitas dalam batas normal. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan monitor (catat kebutuhan tidur pasien) untuk mengetahui perkembangan tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur adekuat untuk menambah pengetahuan pentingnya istirahat, ciptakan lingkungan yang nyaman untuk memberi kenyamanan pada pasien, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien untuk mengetahui teknik tidur pasien.
40
D. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa, 5 januari 2016 yaitu pukul 10.50 WIB diagnosa kesatu memonitor TTV dan KU pasien, didapatkan respon subyektifP: Pasien mengatakan badanya lemas, O: TTV: TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5 C. Pukul
11.10
diagnosa
kesatu
dilakukan
tindakan
memantau
kemampuan pasien dalam mobilisasi, didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dipantau, dan respon obyektif pasien tampak lemas aktivitas dibantu orang lain. Pukul 11.20 diagnosa kedua dilakukan tindakan memantau perkembangan komunikasi pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan susah mau bicara, dan respon obyektif pasien tampak bicara dengan secara lirih bibir mencos dan pelo. Pukul 11.30 diagnosa kedua dilakukan tindakan mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan sesuatu dengan suara lirih dan respon obyektif pasien tampak kesusahan untuk berbicara. Pukul 11.45 diagnosa ketiga dilakukan tindakan memonitor kebutuhan tidur pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan susah tidur, dan respon obyektif pasien tampak lesu. Pukul 11.50 diagnosa ketigadilakukan tindakan menciptakan lingkungan yang nyaman didapatkan respon subyektif pasien mengatakan rumah sakit ramah, dan respon obyektif pasien tampak lesu.
41
Pukul 12.00 diagnosa ke 1,2,3 kedilakukan tindakan berkolaborasi dengan tim medis dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalanka terapi, dan respon obyektif pasien tampak lesu dan gelisah. Pukul 12.15 diagnosa kesatu dilakukan tindakan mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan membantu penuhi ADLS pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia didampingi, dan respon obyektif pasien tampak lemas, lesu susah gerak. Pukul 12.20 diagnosa kesatu dilakukan tindakan mengajarkan ROM pada keluarga pasien dan memberikan terapi musik, dan didapatkan respon subyektif keluarga dan pasien bersedia diajari, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul 12.35 diagnosa kedua dilakukan tindakan menganjurkan kepada keluarga agar untuk teratur memberi stimulasi, dan didapatakn respon subyektif pasien bersedia diberikan stimulasi, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul 12.45 diagnosa kedua dilakukan tindakan mengajarkan pasien berbicara pelan dan jelas, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia, dan respon obyektif pasien tampak menganggukan kepala. Pukul 13.05 diagnosa ketiga dilakukan tindakan berkolaborasi dengan keluarga tentang tehnik tidur pasien, dan didapatkan respon subyektif tidak terkaji, dan respon obyektif pasien tampak tenang dan rileks. Pukul 13.20 diagnosa ketiga dilakukan tindakan menjelaskan pentingnya tidur adekuat, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan berharap bisa tidur dan respon obyektif pasien tampak gelisah.
42
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 6 januari 2016 Pukul 10.00 WIB diagnosa kesatu dilakukan tindakan memantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan makan bisa sendiri, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul 10.15 diagnosa kedua dilakukan tindakan memantau perkembangan komunikasi pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan masih susah bicara, dan respon obyektif pasien tampak bibir mencos dan pelo. Pukul 10.45 diagnosa ketiga dilakukan tindakan memantau 1 catat kebutuhan tidur pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul 11.05 diagnosa kesatu dilakukan tindakan memantau TTV dan KU pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan sudah mendingan, dan respon obyektif TTV: TD = 140/100 mmHg, N = 88 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36 C. Pukul 11.20 diagnosa kesatu dilakukan tindakan mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dibantu, dan respon obyektif pasien tampak lemas. Pukul 11.45 diagnosa kedua dilakukan tindakan mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia, dan respon obyektif pasien menganggukan kepala. Pukul 12.15 diagnosa ke 1 dan 2 dilakukan tindakan berkolaborasi dengan tim medis dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, dan respon obyektif pasien
43
tampak tenang. Pukul 12.45 diagnosa kesatu dilakukan tindakan memberikan tindakan ROM dan terapi musik, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia diberi terapi, dan respon obyektif pasien menganggukan kepala. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kamis 7 januari 2016 Pukul 09.00 WIB diagnosa kesatu dilakukan tindakan memantau TTV dan KU pasien dan diperoleh respon subyektif pasien mengatakan bersedia dicek TTV, dan respon obyektifTTV: TD = 120/80 mmHg, = 80 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,6 C. Pukul 09.20 diagnosa kesatu dilakukan tindakan memantau perkembangan komunikasi pasien, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bisa bicara belum lancar, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul
09.45
diagnosa
kesatu
dilakukan
tindakan
memantau
kemampuan pasien saat mobilisasi, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dipantau, dan respon obyektif pasien tampak sedikit aktif. Pukul 10.00 diagnosa ke 1 dan 2 dilakukan tindakan berkolaborasi dengan tim medis, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, dan respon obyektif pasien tampak tenang. Pukul 10.15 diagnosa kesatu dilakukan tindakan memberikan tindakan ROM dan terapi musik, dan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia diberi terapi, dan respon obyektif pasien menganggukan kepala.
44
E. Evaluasi Evaluasi keperawatan dilakukan setelah penulis melakukan tindakan, dilakukan setiap hari di akhir jam menggunakan metode SOAP (subyektif, obyektif, analisa, planing). Evaluasi dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan. Hari selasa tanggal 5 januari 2016 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah, dan respon obyektif pasien tampak lemah, pasien hanya bisa tidur ditempat tidur dan TTV: TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5 C. Assesment ektremitas atas bawah kanan masih lemah dengan nilai kekuatan otot 3, masalah belum teratasi. Planing intervensi dilanjutkan monitor TTV dan KU pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien, berikan ROM dan terapi musik klasik, menilai kekuatan otot setiap hari. Pukul
14.10
didapatkan
evaluasi
diagnosa
kedua
hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2 sebagai berikut: data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien tiba - tiba bibirnya mencos dan bicaranya pelo, dan data obyektif pasien tampak berbicara dengan suara lirih, dan pasien tampak susah mau bicara. Analisa bicara pasien
45
masih pelo, masalah belum teratasi. Planing intervensi dilanjutkan pantau perkembangan komunikasi pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah, kolaborasi dengan tim medis. Pukul 14.15 didapatkan evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan malam hari selalu tidak bisa tidur, tidur hanya 23 jam dan sering terbangun, respon obyektif pasien tampak lesu, pasien tampak menguap. Analisa pasien susah tidur, masalah belum teratasi. Planing intervensi dilanjutkan pantau 1 catat kebutuhan tidur pasien. Hari rabu tanggal 6 januari 2016 pukul 14.15 WIB didapatkan hasil evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah, respon obyektif pasien tampak lemah, pasien hanya bisa tidur ditempat tidur dan TTV: TD = 140/100 mmHg, N = 88 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36 C. Analisa ektremitas atas kanan masih lemah dengan kekuatan otot 4, dan ektremitas bawah kanan masih lemah dengan kekuatan otot 3, masalah belum teratasi. Planing intervensi dilanjutkan monitor TTV dan KU pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, berikan ROM dan terapi musik klasik, menilai kekuatan otot setiap hari. Pukul
14.20
didapatkan
evaluasi
diagnosa
kedua
hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2 sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan pasien bibirnya masih
46
mencos, bicara pelo,dan respon obyektif pasien tampak berbicara dengan suara lirih, pasien tampak susah mau berbicara. Analisa bicara pasien masih pelo, masalah belum teratasi. Planing intervensi dilanjutkan pantau perkembangan komunikasi pasien, kolaborasi dengan tim medis. Pukul 14.25 didapatkan evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan malam hari sudah bisa tidur, tidur 6-7 jam/hari, dan respon obyektif pasien tampak segar, pasien tampak rileks dan tenang. Analisa pasien sudah bisa tidur dengan normal, masalah teratasi. Planing pertahankan intervensi. Hari kamis tanggal 7 januari 2016 Pukul 14.10 WIB didapatkan hasil evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan sudah bisa digerakan, tidak lemah, respon obyektif pasien tampak tenang, mobilitas pasien sebagian dibantu keluarga. Analisa ektremitas atas bawah kanan dapat digerakan dengan normal dengan kekuatan otot 5, Planing pertahankan intervensi. Pukul
14.20
didapatkan
evaluasi
diagnosa
kedua
hambatan
komunokasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2 sebagai berikut: respon subyektif keluarga pasien mengatakan bibir sudah simetris, bicara masih sedikit pelo, dan respon obyektif pasien tampak bicara lancar. Analisa bibir pasien sudah tidak mencos, masalah teratasi.Planing pertahankan intervensi.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentamg jurnal pemberian terapi musik klasik terhadap peningkatan kekuatan otot yang sedang menjalani range of motion (ROM) pada Asuhan Keperawatan Tn.S dengan Stroke di Rumah Sakit Daerah Karanganyar. Pembahasan pada bab ini membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi, dan evaluasi pada Tn. S dengan Stroke. A. Pengkajian Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, data primer (klien) dan sumber sekunder ( keluarga, tenaga kesehatan ), dan analisa data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005).Pengkajianyang dilakukan penulis meliputi pengkajian, identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan 11 pola gordon serta pemeriksaan fisik head to toe(Potter dan Perry,2005). Keluhan utama pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah dan bicara pelo. Hasil pemeriksaan dokter yang jaga di IGD pasien mengalami stroke yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba – tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak.
47
48
Manifestasi klinis pada stroke menyebabkan sering pusing disertai mual muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati rasa, koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti biasanya, misalnya sulit digerakkan, mengalami
kesulitan
ketika
akan
mengenakan
sandal
jepit,
gagal
menempatkan benda pada tempat yang pas, sulit ketika mengancingkan baju, mendadak mengalami kebingungan, penglihatan pada satu mata atau keduanya mendadak buram, mengalami kesulitan menelan makanan, ketika minum sering berceceran karena minuman tidak dapat masuk ke dalam mulut dengan semestinya, mengalami gangguan kognitif dan dementia ketika berkomunikasi dengan orang lain, sering kejang, pingsan, dan bahkan koma (Lingga, 2013). Stroke pada dasarnya merupakan permasalahan pada otak yang mengakibatkan gangguan fungsional, fokal maupun global, sebagai akibat gangguan aliran darah ke otak atau karena pendarahan, strokr berdampak pada berbagai fingsi tubuh (Rudiyanto, 2010). Manifestasi klinis pada stroke menyebabkan kelumpuhan bicara pelo dan gangguan menelan (Wiwit 2010). Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti akibat aterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah, sedangkan stroke hemoragik yaitu karena terjadi perdarahan sehingga aliran darah jadi tidak normal dan darah yang keluar menempati ruang atau suatu daerah di otak (Junaidi 2008). Data yang mendukung keluhan utama klien tangan dan kaki kanan lemah dengan kekuatan otot 3 dan
bicara pelo. pola aktivitas dan
49
latihan:makan dan minum dengan nilai 2, toiletingdengan nilai 2, berpakaian dengan nilai 2, mobilitas ditempat tidur dengan nilai 2, berpindah dengan nilai 2, ambulasi ROM ekstremitas kanan dengan nilai 2 (dibantu orang lain). Hasil pengkajian kekuatan otot ekstremitas atas bawah kanan nilai 3. Terapi tanggal 05 januari 2016 pasien mendapat terapi dari dokter yaitu pemberian infus RL 20 tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan electrolit, injeksi sohobion 3 mg/24 jam untuk memenuhi vitamin B1, B6, B12, injeksi Omeprazole 40 mg/12jam untuk tukak lambung dan usus, injeksi ketorolak 30 mg/12jam untuk nyeri akut, injeksi pirasetam 1gr/5jam. Obat oral yang diperoleh Catropil tablet 2x25mg/12jam untuk hipertensi ringan sampai sedang. Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif serta menginterprestasikan data penulis melakuakan analisa data dan pengelompokan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian (Potter dan Perri 2005).
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual dan potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian tinjauan literature yang berkaitan catatan medis klien. Hasil pengkajian dan pengelompokan data penulis menemukan beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada
50
fungsi kesehatan fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai dengan kebutuhan hirarki maslow (Potter dan Perri, 2005). 1.
Diagnosa pertama yang penulis rumuskan adalah Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik terjadi penurunan reaksi,kesulitan membolak – balik posisi tubuh,perubahan cara berjalan,melambatnya pergerakan,keterbatasan rentang pergerakan sendi (Herdman,2012). Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik meliputi data subyektif dan obyektif sesuai dengan batasan karakteristik. Data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah saat digerakan. Data obyektif pasien tampak lemah dan hanya bisa tidur di tempat tidur. Tekanan darah: 140/80 mmHg, Nadi: 82 kali/menit,RR: 24 kali/menit, Suhu: 36,5 C. Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien dalam beraktivitas dibantu orang lain, hasil kekuatan otot kanan atas bawah 3. Menurut kebutuhan menurut Maslow hambatan mobilitas fisik masuk dalam kebutuhan prioritas pertama keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis) (Potter dan Perri,2015).
51
2.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2. Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan menggunakan sistem simbol (Wilkinson,2010).Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan komunikasi verbal meliputi data subyektif dan obyektif sesuai dengan batasan karakteristik. Data subyektifpasien mengatakan tiba – tiba bibirnya mencos dan bicaranya pelo. Data obyektif pasien tampak berbicara tetapi susah dipahami, pasien tampak susah mau berbicara. Masalah keperawatan yang diambil penulis hambatan komunikasi verbal sesuai dengan Wilkinson (2013). Batasan karakteristik hambatan komunikasi verbal adalah tidak ada kontak mata, tidak bicara, kesulitan memahami pola, kesulitan menyusun kalimat, kesulitan menyusun kata – kata, sulit bicara. Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien dalam berkomunikasi masih belum jelas, bicara pelo, bibir mencos.
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Wilkinson,2010).Data yang mendukung diagnosa keperawatan gangguan pola tidur meliputi data subyektif dan obyektif sesuai batasan karakteristik. Data subyektif pasien mengatakan malam hari selalu tidak bisa tidur, tidur hanya 2-3 jam dan sering terbangun. Data obyektif pasien tampak lesu dan pasien tampak
52
menguap, tekanan darah 200/120 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 35,5 C. Penulis mengangkat diagnosa gangguan pola tidur karena sesuai dengan batasan karakteristik, (Wilkinson,2010).yang menyebutkan bahwa batasan karakteristik gangguan pola tidur yaitu ketidak puasan tidur, keluhan verbal tentang kesulitan untuk tidur. Berdasarkan data tersebut sesuai dengan teori dimana pasien dalam pola tidur terganggu pasien sering terbangun saat tidur.
C. Intervensi keperawatan Proses keperawatan yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa keperawatan yang spesifik, perawat menggunakan ketrampilan berfikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentinganya. Prioritas ditegakan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang
untuk
membantu
klien
dalam
beralih
dari
tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Potter dan Perry,2005). Setelah mengkaji, mendiagnosa, dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan hasil. Tujuan tidak memenuhi kebutuhan klien tetapi juga mencakup pencegahan dan rehabilitasi. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada tujuh
53
faktor: berpusat pada klien, faktor tunggal menunjukan hanya satu respon klien, faktoryang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien dan perilaku, faktor yang dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dan hasil yang diharapkan menunjukan kapan respon yang diharapkan harus terjadi, faktor mutual,faktor realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik. Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikan dengan prioritas permasalahan , penulis menyusun intervensi sebagai berikut: 1.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi dengan hasil: pasien meningkatdalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas, TTV pasien dalam batas normal TD = 120/80 mmHg, Nadi = 60-100 kali/menit, RR= 16-24 kali/menit, S = 36, 5° C – 37,5° C. berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensidengan menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervetion, Education, Colaboration) observation: memonitor TTV dan KU pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi untuk mengetahui kemampuan pasien dalam bergerak dan melakukan aktivitas, nursing intervetion: bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien untuk membantu pasien berpindah, Education: berikan terapy dan ajarkan ROM pada pasien untuk membantu pasien menggerakan tangan kaki, Collaboration: kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan
54
terapi peracetam 1gr/5jam dan citicolin 1000gr/12jam untuk membantu proses penyembuhan. 2.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan komunikasi verbal teratasi, dengan kriteria hasil: pasien mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap ketidak mampuan berbicara, komunikasi ekpresif (kesilitan berbicara). Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi dengan menggunakan ONEC (Observation, Nursing intervention, Education, Collaboration).Observation:pantau perkembangan komunikasi pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, Nursing Intervention:dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah tujuannya untuk memperjelas kalimat yang diucapkan, anjurkan kepada keluarga pasien untuk teratur memberi stimulasi tujuanya agar pasien aktif dalam berkomunikasi, Education: ajak pasien bicara pelan dan jelas agar pasien mudah dalam berkomunikasi, Collaboration: kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan bicara agar untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
55
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi, dengan kriteria hasil: jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari, perasaan segar sesudah bangun tidur, pola tidur kualitas dalam batas normal. Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi dengan menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation:Ciptakan
lingkungan
yang
nyaman
untuk
memberi
kenyamanan pada pasien, Nursing intervention: monitor (catat kebutuhan tidur pasien ) untuk mengetahui perkembangan tidur pasien, Education: jelaskan pentingnya tidur adekuat untuk menambah pengetahuan pentingnya istirahat, Collaboration: kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien untuk mengetahui teknik tidur pasien.
D. Implementasi keperawatan Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien (Potter and Perry, 2005).
56
Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap: asuhan
mengkaji
yang
ulang, menelaah
sudah
ada,
dan memodifikasi
mengidentifikasi
area
rencana bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (potter dan perry, 2005). Pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil aplikasi riset keperawatan manfaat pemberian terapi musik klasik pada Tn.S dengan stroke. Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama 3hari kelolaan pada asuhan keperawatan Tn.S dengan stoke yaitu: 1.
Diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Tanggal 05 januari 2016 penulis melakukan pengkajian memonitor TTV dan KU pasien, respon subyektif pasien pasien mengatakan badanya lemas, respon obyektiF TTV: TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5° C, memantau kemampuan
pasien
dalam
mobilisasi,
respon
subyektif
pasien
mengatakan bersedia dipantau, respon obyektif pasien tampak lemas aktivitas dibantu orang lain, mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien, respon subyektif pasien
57
mengatakan bersedia didampingi, respon obyektif pasientampak lemas, lesu susah gerak, mengajarkan ROM pada keluarga pasien dan memberikan terapi musik selama 30 menit, respon subyektifkeluarga dan pasien bersedia diajari, respon obyektif pasien tampak tenang, berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak lesu dan gelisah. Tanggal 06 januari 2016 memantau kemampuan pasien dalam mobilisasi , respon subyektif pasien mengatakan makan bisa sendiri, respon obyektif pasien tampak tenang, memantau TTV dan KU pasien, respon subyektifTTV: TD = 140/100 mmHg, N = 88 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36° C, mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi dan bantu ADLS pasien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia dibantu, respon obyektif pasien tampak lemas, memberikan tindakan ROM dan terapi musik selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diberi terapi, respon obyektif pasien menganggukan kepala, berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak tenang Tanggal 07 januari 2016 memantau TTV dan KU pasien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia dicek TTV, respon obyektif TTV: TD = 120/80 mmHg, N = 80 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,6° C, memantau kemampuan pasien saat mobilisasi, respon subyektif pasien
58
mengatakan bersedia dipantau, respon obyektif pasien tampak sedikit aktif, memberikan tindakan ROM dan terapi musik selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diberi terap, respon obyektif pasien menganggukan kepala, berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak tenang. Pemberian terapi musik dengan stimulasi gelombang suara melalui auditory dinilai lebih efektif, murah, dan mudah digunakan (Thomson,2007). Penelitian terbaru menyarankan penggunaan musik mungkin berkontribusi terhadap plastisitas otak, dimana restorasi fungsi otak dapat diingatkan secara alami (Rojo, et al., 2011). Alternmuller (2009), menjelaskan bahwa terapi berbasis musik pada pasien stroke dapat
meningkatkan fungsi
motorik
yang dihubungkan dengan
membaiknya jaringan kortikal akibat perubahan neurofisiologi dan peningkatan aktivitas pada korteks motorik itu sendiri. Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur terlentang, tidur miring maupun tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan alat latihan yang digunakan (Irfan,2012). ROM merupakan latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiyan sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter dan Perry,2005).
59
2.
Diagnosa kedua hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2. Tanggal 05 januari 2016 penulis melakukan tindakan memantau perkembangan komunikasi pasien, respon subyektif pasien mengatakan susah mau bicara, respon obyektif pasien tampak bicara dengan secara lirih bibir mencos dan pelo, mendorong pasien untuk komunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah, respon subyektif pasien mengatakan sesuatu dengan suara lirih, respon obyektif pasien tampak kesusahan untuk berbicara, menganjurkan kepada keluarga agar untuk teratur memberi stimulasi, respon subyektif pasien bersedia diberi stimulasi, respon obyektif pasien tampak tenang, mengajarkan pasien berbicara pelan dan jelas, respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif pasien tampak menganggukan kepala, berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak lesu dan gelisah. Tanggal 06 januari memantau perkembangan komunikasi pasien, respon subyektif pasien mengatakan masih susah bicara, respon obyektif pasien tampak bibir mencos dan pelo, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah, respon subyektif
pasien
mengatakan
bersedia,
respon
obyektif
pasien
menganggukan kepala, berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak tenang.
60
Tanggal 07 januari 2016 berkolaborasi dengan tim medis, respon subyektif pasien mengatakan bersedia menjalani terapi, respon obyektif pasien tampak tenang. 3.
Diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. Tanggal 05 januari 2016 memonitor 1 catat kebutuhan tidur pasien, respon subyektif pasien mengatakan susah tidur, respon obyektif pasien tampak lesu, menciptakan lingkungan yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan rumah sakit ramah, respon obyektif pasien tampak lesu, berkolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak rileks, menjelaskan pentingnya tidur adekuat, respon subyektif pasien mengatakan berharap bisa tidur, respon obyektif pasien tampak gelisah. Tanggal 06 januari memantau 1 catat kebutuhan tidur pasien, respon subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur, respon obyektif pasien tampak tenang.
E. Evaluasi keperawatan Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindaka keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan(Potter dan Perry,2005).
Penulis
menggunakan
evaluasi
formatif
yaitu
catatan
perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami klien, dengan
61
menggunakan
format
SOAP
(subjektif,
obyektif,
assesment,
planning)(setiadi,2012). Evaluasi
diagnosa
pertama
yaitu
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, belum teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah. Obyektif pasien tampak lemah, pasien hanya bisa tidur ditempat tidur dan TTV: TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5° C. Analisa ekstremitas atas bawah kanan masih lemah dengan nilai kekuatan otot 3, Intervensi dilanjutkan, monitor TTV dan KU pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien, berikan ROM dan terapi musik klasik, menilai kekuatan otot setiap hari. Evaluasi diagnosa kedua yaitu hambatan komunikasi verbal, belum teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan pasien tiba – tiba bibirnya mencos dan bicaranya pelo. Obyektif pasien tampak berbicara dengan suara lirih, dan pasien tampak susah mau bicara. Analisa bicara pasien masih pelo, Intervensi dilanjutkanpantau perkembangan komunikasi pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah, kolaborasi dengan tim medis. Evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur, belum teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan malam hari selalu tidak bisa tidur, tidur hanya 2-3 jam dan sering terbangun. Obyektif pasien tampak lesu, pasien
62
tampak menguap. Analisa pasien susah tidur, Intervensi dilanjutkan pantau 1 catat kebutuhan tidur pasien. Hasil akhir evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik, setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam terjadi peningkatan kekuatan otot dari skala 3 menjadi skala 4. Hal ini sesuai dengan tujuan kriteria hasil yang penuh harapkan. Namun penulis tetap mempertahankan intervensi keperawatan dengan melibatkan keluarga untuk melakukan pemberian terapi musik dan latihan ROM secara mandiri 2 kali sehari. Evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik, belum teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah. Obyektif pasien tampak lemah, pasien hanya bisa tidur ditempat tidur dan TTV: TD = 140/100 mmHg, N = 88 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 36° C. Analisa ektremitas atas kanan masih lemah dengan kekuatan otot 4, Intervensi dilanjutkan monitor TTV dan KU pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, berikan ROM dan terapi musik klasik, menilai kekuatan otot setiap hari. Evaluasi diagnosa kedua hambatan komunikasi verbal, belum teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan pasien bibirnya masih mencos, bicara pelo. Obyektif pasien tampak berbicara dengan suara lirih, pasien tampak susah mau berbicara. Analisa bicara pasien masih pelo, Intervensi dilanjutkan pantau perkembangan pasien, kolaborasi dengan tim medis. Evaluasi diagnosa ketiga gangguan pola tidur, masalah teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan malam hari sudah bisa tidur, tidur 5-7
63
jam/hari. Obyektif pasien tampak segar, pasien tampak rileks dan tenang. Analisa pasien sudah bisa tidur dengan normal, pertahankan intervensi. Hasil akhir evaluasi diagnosa gangguan komunikasi verbal setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam klien tampak bisa bicara dengan lancar , bibir pasien sudah tidak mencos. Evaluasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik, masalah teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan sudah bisa digerakan, tidak lemah. Obyektif pasien tampak tenang, mobilitas pasien sebagian dibantu keluarga. Analisa ektremitas atas bawah kanan dapat digerakan dengan normal dengan kekuatan otot 5, pertahankan intervensi. Evaluasi diagnosa kedua hambatan komunikasi verbal, masalah teratasi, subyektif keluarga pasien mengatakan bibir pasien sudah simetris, bicara masih sedikit pelo. Obyektif pasien tampak bicara lancar. Analisa bibir pasien sudah tidak mencos, pertahankan intervensi. Hasil akhir evaluasi diagnosa gangguan pola tidur, setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam klien bisa tidur 5 – 7 jam/hari, tidak terbangun saat tidur dan tidak menguap.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Bab ini penulis akan menyimpulkan proses keperawatan dari pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan Tn. S dengan Stroke non hemoragik di ruang mawar 3 RSUD Karanganyar selama tiga hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan kekuatan otot, maka dapat ditarik kesimpulan : 1.
Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah, bicara pelo dan bibir mencos. Tanggal 05 januari 2016 penulis melakukan pengkajian pada Tn. S diperoleh data subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki kanan lemah, dan data obyektif pasien tampak lemah, pasien hanya bisa tidur ditempat tidur dan TTV: TD = 200/120 mmHg, N = 82 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,5° C. Data yang kedua ditandai dengan adanya data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien tiba – tiba bibirnya mencos dan bicara pelo, dan data obyektif pasien tampak berbicara dengan suara lirih, dan pasien tampak susah mau bicara. Data yang ketiga ditandai dengan adanya data subyektif keluarga pasien
64
mengatakan malam hari pasien selalu tidak bisa tidur, tidur hanya 2-3 jam
dan
65
sering
66
terbangun, dan data obyektifpasien tampak lesu, pasien tampak menguap. 2.
Diagnosa Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian masalah keperawatan Tn. S ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, prioritas diagnosa kedua hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2, dan prioritas diagnosa terakhir gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur.
3.
Intervensi Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Intervensi yang dilakuakan memonitor TTV dan KU pasien, pantau kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLS pasien, berikan terapi musik klasik dan ajarkan ROM pada pasien, kolaborasi dengan tim medis pemberian analgesik. Diagnosa keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2. Intervensi yang dilakukan dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah tujuannya, pantau perkembangan komunikasi pasien, anjurkan kepada keluarga pasien untuk teratur memberi stimulasi, ajak pasien bicara secara pelan dan jelas, berkolaborasi dengan fisioterapi.
67
Diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. Intervensi yang dilakukan monitor (catat kebutuhan tidur pasien), jelaskan pentingnya tidur adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien. 4.
Implementasi Pengelolaan asuhan keperawatan Tn. S dengan Stroke diruang mawar 3 RSUD Karanganyar telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan penggunakan terapi musik klasik dan ROM untuk meningkatkan kekuatan otot, dengan melakukan terapi musik klasik dan ROM 2 kali sehari dalam 3 hari kelolaan.
5.
Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot sudah teratasi. Untuk mencapai hasil yang maksimal intervensi keperawatan dipertahankan anjurkan klien untuk melakuakan terapi musik dan ROM secara rutin 3 kali sehari. Masalah keperawatan kedua hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan suplay O2 sudah teratasi. Untuk mencapai hasil yang maksimal intervensi keperawatan dipertahankan anjurkan pasien untuk komunikasi secara perlahan untuk mengulangi perintah.
68
Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur sudah teratasi. Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan normal 6-7 jam/hari. Intervensi dihentikan.
6. Analisa pemberian terapi musik klasik Analisa hasil implementasi jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Djohan (2006), dengan judul “ Pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik di RSUD Karanganyar” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi peningkatan otot. Terapi musik klasik dilakukan secara rutin 2 kali sehari terjadi peningkatan otot skala 2 pada evaluasi hari pertama menjadi skala 4 pada akhir evaluasi hari ketiga kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi dan tahanan meskipun masih lemah. Hasil tersebut sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi peningkatan otot setelah dilakukan tindakan terapi musik klasik.
B. Saran Setelah penulis melakuakan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke non hemoragik, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
69
1.
Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit kususnya RSUD Karanganyar dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga klien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan keluarga klien untuk berperan aktif sehingga klien dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
2.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam progam rehabilitasi medik pada klien dengan Stroke non hemoragik. Perawat melibatkan keluarga klien dalam dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam pemberian terapi musik klasik.
3.
Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan
sehingga
mampu
menghasilkan
perawat
yang
profesional, terampil, inovatif, dan bermutudalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan code etik keperawatan.
70
4.
Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai Stroke
dan
komprehensif.
penatalaksanaan
dalam
asuhan
keperawatan
yang
DAFTAR PUSTAKA
Alternmuller,E.,Marco-Pallares,J,Munte,T.F.,& Schneider,S.2009.Neural Reorganization Underlies Improverment In stroke-Induced Motor Dysfunction by Neurosccience and Music 111-Disorder and Plasticity (1169): 195 – 405. Berman, A. J. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Kazier & Erb Klinik Edisi ke-5. Jakarta: EGC. Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. http:// www. dinkesjatengprov.go.id /dokumen/2013/SDK/Mibangkes /Profil 2012 / BAB_I-IV_2012_fix.pdf.diakses tanggal 5 Januari 2014 Djohan, 2006. Terapi Musik:Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Penerbit Galang Press. Eka,E,.2011.MengenalTerapiMusik.http://www.terapimusik.com/terapimusik.htm. diperoleh tanggal 23 April 2013 Herdman, Theather, 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:EGC. Hernata, Iyan. 2013. Ilmu Kedokteran Lengkap tentang Neurosains. Jakarta:EGC. Irfan, Muhamad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta:Graha Ilmu Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan IndonesaTahun 2013. Jakarta:Kemenkes Kesehatan RI 2014. Lingga, Larevae.2013.all abaut stroke. Jakarta: Gramedia Medicastore. 2011.DefinisiStroke.http://medicastore.com/penyakit/103/definisi_ Stroke. html, Diakses Tanggal 12 April 2011 Pukul 12.55 WIB. Visitor: Astri Fauzina. Muttaqin,Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klinik Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: EGC. NANDA. 2011-2014. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Potter, P.A, & Perry. A.G.2006. edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC .
Rojo,N.,, et al. (2011). Music-Supported Therapy Induces Plasticity in Sensorimotor Cortex in Chronic Stroke: a Single-Case Study Using Multimodal Imaging (fmri-tms). Rudiyanto, S.2010.Stroke & Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Smeltzer & Bare. 2010. Textbook of medikal surgical nursing vol.2. Philadelphia: Linppincott. Suhartini.A.2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Rieka Cipta. Jakarta Suryana,D.2012.Terapi Musik. Ebook Therapy Thomson,J.D.2007.Methods For Stimulatation Of Brain Function Using Sound. (Diunduh 4 Desember 2013). Available From: www. Neuroacoustic.com/methods.html Wilkinson, M.Judhit. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. EGC: Jakarta. Wiwit, S.2010. Stroke & Penanganannya: Memahami, Mencegah & Mengobati Stroke. Jogjakarta: kata hati