PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KOMPETENSI MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP BEKERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PELANGGAN Vitria Puri Rahayu dan Sri Purwaningsih Fakultas Ekonomi, Unesa, KampusKetintang, Surabaya SMK Ketintang, Surabaya
ABSTRACT This study applies the class action reseacrh (PTK). This study is done to get the data about the learning process using role playing learning model to increase students Activities during the learning process, since this role playing model tends to student centered. While, the teacher’s ability to handle the role playing learning method is increased in each cycle. On the first cycle is 2,4 means good enough and in second cycle is 3,2 which means average. The application of the role playing learning model also can increase students’ activities during the learning process. It is shown by the average point in each cycle. In the I cycle is 2,4 which means good enough and increased 3,1 in the second cycle which means average. The application of the role playing learning model also can increase the learning outcome that can be observed trough the post test result in the first cycle is 74,9 and in the second cycle is 81,5. In other words, the employment of the role play learning model can increase students’ learning outcome, the average points from the 1st post test is incresed in the 2nd post test and the average points is above the classical KKM, that is 75. Key words: Role playing, learning model, PTK
SMK merupakan Sekolah Menengah Kejuruan dimana para lulusannya dapat langsung bekerja dengan dibekali berbagai keterampilan baik teori maupun praktik yang langsung berkaitan dengan dunia kerja. Adapun program diklat di SMK diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian, seperti akuntansi, pemasaran, pariwisata, perhotelan, teknik komputer jaringan, dan salah satunya adalah program diklat administrasi perkantoran. Pada umumnya, peserta didik yang masuk dalam program diklat ini diarahkan untuk dapat langsung bekerja dibidang perkantoran, khususnya kesekretarisan. Pada perusahaan modern, pimpinan membutuhkan adanya sekretaris yang dapat bekerja secara efektif dan efisien. Untuk dapat bekerja
secara efektif dan efisien, sekretaris harus selalu berpacu pada waktu. Tugas sekretaris erat kaitannya dengan catatmencatat, mengatur jalannya rapat, hingga bekerjasama dengan kolega dan pelanggan. Dalam bekerjasama dengan kolega dan pelanggan diperlukan keterampilan khusus terutama dalam berkomunikasi untuk menarik kolega atau pelanggan agar tertarik untuk bekerjasama dengan perusahaan atau lembaga. Menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan merupakan salah satu standar kompetensi dalam mata diklat kompetensi kejuruan administrasi perkantoran, dimana para siswanya mendapatkan teori dan praktik mengenai teknik berkomunikasi yang baik dan
46
benar, etika berbusana, serta cara bagaimana bekerjasama dengan kolega dan pelanggan. Pada umumnya, siswa SMK merasa kesulitan dan kurang antusias dalam mempelajari mata diklat ini, hal ini dikarenakan siswa kurang memahami peranan mata diklat ini di dunia kerja, sementara kenyataan di lapangan menuntut seorang sekretaris memiliki keterampilan khusus dalam bekerjasama dengan kolega dan pelanggan. Keterampilan khusus ini dapat berupa keterampilan berkomunikasi, kearsipan, bahkan keterampilan dalam berpenampilan. Berdasarkan studipendahuluandi SMK Ketintang Surabaya dapatdiketahuibahwa dalam kegiatan belajar mengajar guru lebih banyak menerangkan teori, sementara pembelajaran di SMK sekarang khususnya standar kompetensi bekerjasama dengan kolega dan pelanggan menuntut lebih banyak praktik daripada teori. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang dapat membangun pola pikir siswa dalam memahami praktik yang terdapat dalam standar kompetensi menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan. Salah satu pendekatan belajar yang dapat membangun pola pikir siswa yang mengaitkan materi dengan kehidupan individu siswa adalah pendekatan CTL. Menurut Sanjaya (2008:255), Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa siswa tidak membangun konsep konstruktivis bila guru hanya menerangkan lebih banyak teori daripada praktik, sedangkan didalam
pendekatan CTL terdapat tujuh pilar utama yang harus ada dalam pendekatan belajar saat ini. Menurut Sanjaya (2008:262), ―pembelajaran CTL bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan‖. Selain itu standar kompetensi menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan merupakan salah satu standar kompetensi yang menuntut adanya keterampilan khusus siswa, khususnya keterampilan berkomunikasi. Guru harus dapat memahami kondisi kelas secara keseluruhan, sebagai contoh apabila siswa di kelas didominasi oleh siswa yang banyak bicara, guru dapat menggunakan model pembelajaran yang dapat mengalihkan siswa yang banyak bicara pada hal-hal yang positif. Berdasarkan hasil pengamatan pada studi pendahuluan tersebut, kelas X APK 2 didominasi oleh siswa yang banyak bicara. Banyak bicara di sini mengandung pengertian bahwa kebanyakan siswa di kelas tersebut lebih suka berbicara sendiri apabila guru menerangkan di depan kelas. Pada umumnya, siswa yang banyak bicara cenderung lebih aktif dalam mengkomunikasikan sesuatu yang ada dipikirannya. Selain itu, siswa yang banyak bicara lebih mudah berhubungan dengan orang lain (masyarakat). Menurut Uno (2008:26) ―bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok‖. Pada dasarnya, tujuh pilar yang terdapat dalam CTL (Contextual Teaching and Learning) sangat berkaitan dengan konsep model pembelajaran bermain peran (role playing). Salah satu pilar dalam CTL yaitu masyarakat belajar (learning community)pada dasarnya menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
47
kerjasama dari orang lain. Kerjasama dengan orang lain dapat terjadi apabila ada komunikasi dua arah atau lebih. Dalam masyarakat belajar, memunculkan komunikasi antarperan yang dimainkan siswa. Siswa yang berperan sebagai tamu tentu akan berkomunikasi dengan siswa yang berperan sebagai resepsionis, muncul pula sekretaris sehingga akan muncul komunikasi dua arah atau lebih dalam bermain peran. Dalam model pembelajaran role playing, siswa menyadari adanya peranperan yang berbeda serta siswa dapat memikirkan perilakunya terhadap orang lain seperti dalam materi menerima tamu, siswa yang berperan sebagai tamu selain memikirkan perilaku apa yang harus dilakukan agar sesuai dengan perannya juga harus memikirkan perilakunya terhadap orang lain (lawan main dalam peran tersebut). Model pembelajaran role playing menuntut keterampilan siswa dalam memeragakan peran yang telah ditentukan sesuai dengan kompetensi yang disampaikan oleh guru. Dengan adanya praktik memeragakan peran, dapat melatih siswa dalam memahami konsep yang ada melalui intisari skenario yang telah dibuat oleh guru. Model pembelajaran role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang tepat diterapkan pada kondisi kelas yang didominasi oleh siswa yang banyak bicara agar dapat meminimalisasi siswa yang berbicara sendiri ke dalam praktik yang menuntut keterampilan berbicara sehingga dapat mengkondisikan siswa ke dalam kelas yang aktif tetapi positif. Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas adalah: 1) bagaimana kemampuan guru dalam mengelola kelas, 2) bagaimana aktifitas siswa,3) bagaimana hasil belajar siswa. Penelitian ini jugabertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan guru
dalam mengelola kelas, aktifitas siswa, dan hasil belajar siswa pada penerapan pembelajaran role playing. Di dalam hidup bermasyarakat, manusia memainkan perannya sendirisendiri untuk dapat menjalani hidup. Masing-masing peran yang dibawakan memiliki tingkat tanggung jawab yang berbeda-beda, seperti seorang laki-laki di rumah berperan sebagai ayah yang harus menghidupi keluarganya, di perusahaan berperan sebagai manajer yang memiliki karyawan di bawahnya, dalam suatu negara memiliki peran sebagai warga negara yang harus patuh terhadap peraturan yang berlaku. Uno (2008:25) mengatakan bahwa ―untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan‖. Model pembelajaran role playing dipelopori oleh George Shaftel. Uno (2008:25) menyebutkan dasar model pembelajaran bermain pera (role playing), meliputi: 1) dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata,2) bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya bahkan melepaskannya, (3) proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Pada model pembelajaran role playing (bermain peran), siswa diajarkan bagaimana menyadari peran yang berbeda-beda dalam masyarakat atau dunia kerja nantinya sehingga diharapkan siswa setelah terjun ke dunia kerja tidak lagi canggung menghadapi orang lain yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Uno (2008:26) menyebutkan bahwa ―bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di
48
dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok‖. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam peran yang berbeda-beda dengan tugas yang berbeda-beda pula sesuai dengan peran yang dibawakan dengan tujuan siswa dapat saling berbagi informasi dan memecahkan masalah bersama-sama. Adapun ciri-ciri model pembelajaran role playing, antara lain: adanya intisari skenario cerita yang dibuat guru, adanya pemain (partisipan), pembagian peran disesuaikan dengan skenario cerita,dantersedianya panggung atau tempat untuk bermain peran.
Uno (2008:26) menambahkan bahwa proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: 1) menggali perasaannya;2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya;3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; 4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing Langkah-langkahmodel pembelajaran role playing menurut Uno (2008:26), antara lain:
Tabel 1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing Langkah-Langkah Langkah pertama: Pemanasan (warming up)
Langkah kedua: Memilih pemain (partisipan)
Langkah ketiga: Menata panggung
Langkah keempat: Menyiapkan pengamat (observer) Langkah kelima: Memainkan peran (panggung)
Langkah keenam: Diskusi dan evaluasi
Langkah ketujuh: Memainkan peran ulang (manggung ulang)
Perilaku Guru Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya.
Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan.
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat.
Guru menyiapkan siswa sesuai peran masingmasing, permainan peran siap dimulai.
Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan.
Setelah diskusi dan evaluasi selesai, guru menyiapkan siswa untuk memainkan peran ulang.
49
Langkah kedelapan: Diskusi dan evaluasi kedua Langkah kesembilan: Berbagi pengalaman dan kesimpulan
Guru mengarahkan diskusi dan evaluasi pada realitas. Guru mengajak siswa untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.
Penelitian yang dilakukanSadali (2001) denganjudulPengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing terhadap Aktifitas Guru dan Hasil Belajar dalam Mata diklat Pendidikan IPS di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas di SDNegeri Lemah Abang 2 Tanjung, Kabupaten Brebes)menunjukkan bahwa belajar dengan menggunakan role playing menyebabkan timbulnya keberanian menyatakan pendapat, meningkatkan kesadaran akan adanya hubungan antara yang diperankan dengan masalah kehidupan masyarakat yang sebenarnya, dan memudahkan mengingat materi pelajaran.
dari:perencanaan (planning),pelaksanaan (action), pengamatan (observing),danrefleksi (reflecting). MenurutArikunto (2008:16), langkah-langkah penelitian untuk setiap siklus pembelajaran diilustrasikan dalam siklus seperti pada gambar di bawahini. Refleksi
SIKLUS 1
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK Ketintang Surabaya di jalan Ketintang Raya No. 147-151 Surabaya pada semester genap tahun ajaran 2011/2012, pada bulan Maret 2012. Pada kompetensi menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan.
Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur (clycical)yang terdiri dari empat tahap, yaitu:perencanaan (planning), sebelum mengadakan penelitian, peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan, serta membuat rencana; tindakan (acting), pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenai tindakan kelas; pengamatan (observing), peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbagkan hasil atau dampak dari tindakan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung; refleksi (reflecting), tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan.
Subjek dan Objek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X APK 2 yang berjumlah 41 siswa. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran role playing. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang mana setiap siklusnya terdiri
TEKNIK ANALISIS DATA
50
ataupun dalam rangka meningkatkan penilaian berbasis kelas‖. Taraf kesukaran untuk mengetahui sebuah soal berada pada tingkatan soal pada kriteria tertentu, seperti kriteria mudah, sedang, dan sulit. Setelah mengetahui taraf kesukaran akan mudah mencari solusi apakah soal tersebut digunakan, direvisi, atau bahkan diganti soal baru. Untuk mengetahui tingkat kesukaran masing-masing butir digunakan rumus sebagaiberikut:
Analisis Butir Soal Sebelum digunakan butir-butir soal perlu diuji coba untuk mengetahui validitas soal, realibilitas soal, taraf kesukaran, dan daya bedanya. Validitas Soal Menurut Surapranata (2009:50), ―validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur‖. Validitas soal menentukan kualitas sebuah soal tersebut sebelum diujikan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.MenurutArikunto (2010:213), untuk mengetahui validitas soal, digunakan rumus sebagai berikut: rxy = N ∑XY – (∑X) (∑Y)
P=
B
Keterangan:JS P = indeks kesukaran B =banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
{NX 2 (X 2 )}{NY 2 (Y 2 )}
Keterangan: rxy = koefisien korelasi X = skor setiap item Y = skor total N = jumlah siswa
Daya Beda Surapranata (2009:23) menyatakan bahwa ―indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah adalah indeks daya pembeda (item discrimination)‖.Untuk mengetahui daya beda soal digunakan rumus sebagai berikut:
Reliabilitas Menurut Arikunto (2010:221), ―reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu, reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan‖. Untuk menguji reliabilitas soal digunakan metode belah dua/split half (Rumus Spearman-Brown), yaitu:
D=
𝐵𝐴 𝐽𝐴
−
𝐵𝐵 𝐽𝐵
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen r1/2 ½ = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
(Arikunto, 2003:213) Keterangan: D = daya beda BA = jumlah kelompok atas yang menjawab benar BB = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar JA = jumlah peserta kelompok atas JB = jumlah kelompok bawah
Taraf Kesukaran Menurut Surapranata (2009:11), ―sangatlah penting untuk melihat tingkat kesukaran soal dalam rangka menyediakan berbagai macam alat diagnostik kesulitan belajar peserta didik
ANALISIS DATA PENELITIAN Analisis Aktifitas Guru Data hasil pengamatan dianalisis dengan cara mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan rentangan 1
2𝑟 1
r11
=
21 2 1 (1+𝑟 ) 21 2
51
sampai 4. Penafsiran angka-angka tersebut adalah dengan ketentuan sebagai berikut: 1 = Kurang Baik 2 = Cukup Baik 3 = Sedang 4 = Baik Sekali (Usman, 2001:45)
hasil belajar siswa dikatakan berhasil jika: 1) siswa dapat dikatakan tuntas dalam belajar jika mempunyai daya serap ≥ 75 %, artinya siswa harus menguasai lebih dari 75 % materi yang telah diberikan atau mendapat nilai 70 ke atas sesuai KKM, 2) dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ketentuan yang sudah diterapkan sekolah yaitu siswa dikatakan tuntas bila mencapai skor ≥ 65% (ketuntasan individu) dan ketuntasan klasikal tercapai bila ≥ 85%. Adapun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata diklat Menerapkan Prinsipprinsip Bekerjasama dengan Kolega dan Pelanggan adalah 70. Perhitungan persentase ketuntasan individual dihitung dengan rumussebagaiberikut: Ketuntasan Individu = x 100%
Data yang diperoleh dianalisis dengan cara menghitung rata-rata dari tiap aspek yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Skor rata-rata tiap aspek = Total rata-rata tiap aspek Jumlah aspek yang diamati
Jumlah jawaban yang benar
(Susilowibowo&Yuliati, 2009:154)
Jumlah skor seluruhnya
Analisis Aktifitas Siswa Untuk mengetahui bagaimana aktifitas siswa, data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif yang disajikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1 = Kurang Baik 2 = Cukup Baik 3 = Sedang 4= Baik Sekali (Usman, 2001:45)
Sedangkanketuntasan belajar klasikal dapat diketahui dengan menggunakan rumussebagaiberikut: Ketuntasan klasikal =
Jumlah siswa yang tuntas belajar (Susilowibowo,2009: 151)
Jumlah siswa seluruhnya
HASIL PENELITIAN Pelaksanaan PembelajaranSiklus I Pada siklus pertama dengan menggunakan model pembelajaran role playing, guru memperkenalkan siswa pada masalah mengenai sikap bekerja yang baik dan benar disertai dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Guru mengambil contoh masalah kerusakan dalam pengiriman barang, kemudian guru menjelaskan alur bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dimulai dengan komunikasi antarstaf karyawan yang terlibat. Guru menjelaskan alur cerita yang terjadi sampai semua siswa paham. Guru juga menjelaskan konsep permainan peran yang akan dimainkan bersama.
Data yang diperoleh dianalisis dengan cara menghitung rata-rata dari tiap aspek yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Skor rata-rata tiap aspek =
Total rata-rata tiap aspek Jumlah aspek yang diamati
(Susilowibowo&Yuliati, 2009:154) Analisis Hasil Belajar Data hasil belajar siswa yang diperoleh dari skor tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Tingkat keberhasilan atau
52
Pada hasil nilai rata-rata post test siklus pertama adalah sebesar 74,9, maka hasil belajar siswa pada siklus Imasih dibawah nilai rata-rata klasikal yaitu sebesar 75. Guna mengatasi kendala-kendala yang muncul pada siklus I yaitu: pandangan guru sebaiknya menyebar, tidak hanya pada siswa yang berada di depan sampai tengah sehingga semua siswa mendapat perhatian yang sama dan merata. Lebih aktif dalam mengajak siswa untuk saling berdiskusi hal-hal yang dianggap sulit dengan memberi pertanyaan kepada siswa dan meminta siswa lain untuk mencoba menjawab pertanyaan guru, lalu meminta siswa lain untuk memberikan pendapat apabila tidak setuju dengan jawaban temannya. Melakukan pencatatan hal-hal baru atau istilah baru di papan tulis agar siswa mendapat respon untuk mencatat penjelasan guru tersebut. Lebih memperhatikan siswa dalam memberi bimbingan untuk membuat rangkuman materi yang telah diajarkan. Dalam memberikan penjelasan materi, bimbingan, maupun praktik peragaan peran, harus berkeliling hingga pada siswa yang duduk di belakang sehingga guru akan lebih mudah untuk mengontrol semua siswa.
playing, siswa sudah cukup baik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan permainan peran. Hal ini terlihat dari rata-rata post test kedua sebesar sebesar 81.5, maka hasil belajar siswa pada siklus II meningkat sebesar 6,6 dan di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) klasikal yaitu sebesar 75. Namun pembelajaran masih terdapat beberapa fase yang terlewati, yaitu:Penyampaian pokok bahasan pada pertemuan selanjutnya untuk siswa masih kurang. Seharusnya disampaikan materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya agar siswa dapat mempersiapkan dirumah dan siswa dapat mempersiapkan pertanyaanpertanyaan untuk ditanyakan pada guru.Kurang dalam meningkatkan keaktifan siswa namun untuk siklus II siswa sudah banyak yang bertanya hanya saja pertanyaan siswa seharusnya dijawab dulu oleh siswa lain agar kelas lebih aktif sehingga dapat memunculkan pertanyaan baru dan dapat dipecahkan bersama-sama sehingga kelas menjadi lebih hidup. Analisis Data Hasil dari pengamatan pembelajaran role playing dapat dilihat pada tabel 2sebagaiberikut:
Pelaksanaan PembelajaranSiklus I Dalam siklus II dengan menggunakan model pembelajaran role
Tabel 2 Kemampuan Guru dalam Mengelola Proses Pembelajaran dengan Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Nilai Aspek yang diamati A
Siklus 1
Siklus 2
M
P1
P2
P1
P2
3
3
4
3
Persiapan (secara keseluruhan)
53
3,3
B
Pendahuluan 1. Langkah pertama, pemanasan (warming up) 2. Langkah kedua, memilih pemain (partisipan) 3. Langkah ketiga, menata panggung Kegiatan Inti 4. Langkah keempat, memilih pengamat (observer) 5. Langkah kelima, memulai permainan peran 6. Langkah keenam, diskusi, dan evaluasi 7. Langkah ketujuh, permainan peran ulang 8. Langkah kedelapan, diskusi, dan evaluasi kedua Penutup 9. Langkah kesembilan, membimbing siswa membuat kesimpulan 10. Memberi reward kepada siswa yang dapat mempraktikan dengan benar 11. Meminta siswa mempelajari materi selanjutnya
C Pengelolaan Waktu 1. Waktu sesuai dengan alokasi 2. KBM sesuai dengan skenario RPP D Suasana Kelas 1. Guru menguasai kelas 2. Guru aktif 3. Siswa aktif 4. Berpusat pada siswa Jumlah Rata-rata
3
2
4
4
3,3
3
2
3
4
3
3
3
4
3
3,3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
3
3
2
4
3
3
3
3
3
2
2,8
3
2
3
3
2,8
2
1
3
4
2,5
3
2
3
3
2,5
3
3
2
3
2,8
3
2
3
4
3
2
2
3
3
2,5
2 2 1 2
2 2 1 1
4 3 3 3
3 3 2 3
2,8 2,5 1,8 2,3
47 2,6
38 2,1
58 3,2
57 3,1
50,2 2,8
54
Keterangan: P1 = pengamat 1 (guru Prodi Administrasi Perkantoran) P2 = pengamat 2 (mahasiswi angkatan 2008 Unesa)
Hasil Penilaian Kemampuan Guru dalam Mengelola ProsesPembelajaran Role PlayingAktifitas Siswa dalam Penerapan ModelPembelajaran Role Playing Berdasarkan tabel penilaian aktifitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran role playing dapat diperoleh data sebagai berikut:
Data hasil pengamatan dianalisis dengan cara mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan rentangan 1 sampai 4.Penafsiran angka-angka tersebut adalah dengan ketentuan sebagai berikut: 1 = Kurang Baik 2 = Cukup Baik 3 = Sedang 4 = Baik Sekali Untuk memperoleh rata-rata penilaian kemampuan guru dalam proses penerapan model pembelajaran role playing dapat dilakukan dengan carasebagaiberikut: Skor rata-rata tiap aspek =
Tabel 3 Penilaian Aktifitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Role Playing
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 50,2 = 18 = 2,8
Aspek yang dinilai
Dari hasil pengamatan yang terdapat pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata keseluruhan yang diperoleh guru dalam pengelolaan pembelajaran role playing adalah 2,8. Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam mengelola pembelajaran sudah cukup baik. Adapun kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dapat ditunjukkan dari segi pelaksanaan yang terdiri dari persiapan, pendahuluan, kegiatan inti, penutup, pengelolaan waktu, dan suasana kelas. Adapun peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut: 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
1
2
3
4 Pengamat 1 Pengamat 2 Banyaknya Siklus 5
55
Siswa tertib dalam kegiatan proses belajar mengajar Siswa mendengar kan penjelasan dari guru Siswa memperhat ikan penjelasan guru Mencatat penjelasan dari guru tentang apa yang belum dimengerti Siswa bertanya tentang apa yang
Nilai Siklus Siklus I II P P P P 1 2 1 2
M
3
3
3
4
3,3
3
2
4
3
3
3
2
4
3
3
1
1
3
2
1,8
2
3
3
2
2,5
Rata-rata
2
2
3
4
2,8
3
2
3
3
2,8
3
3
3
3
Rata-rata pengamatan
belum dimengerti Menjawab 6 pertanyaan dari guru Siswa 7 mengerjak an latihan Siswa mengerjak 8 an tugas dengan baik Jumlah
3
4 2 0 Pengamat 1 Pengamat 2
Banyaknya Siklus 20 2, 5
18 2, 25
26 3, 3
24
22,2
3
2,8
Aktifitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Role Playing Dari hasil post test di atas, dapat dijelaskan bahwa pada siklus I mencapai ratarata sebesar 74,9, sedangkan pada hasil post testII adalah sebesar 81,5. Adapun untuk peningkatan hasil belajar siklus I dan II meningkat sebesar 6,6. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar mengalami peningkatan sehingga hasil belajar siswa juga meningkat. Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:
Keterangan: P1 = Pengamat 1 (guru Prodi Administrasi Perkantoran) P2 = Pengamat 2 (mahasiswi angkatan 2008 Unesa) Data hasil pengamatan dianalisis dengan cara mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan rentangan 1 sampai 4.Penafsiran angka-angka tersebut adalah dengan ketentuan sebagai berikut: 1 = Kurang Baik 2 = Cukup Baik 3 = Sedang 4 = Baik Sekali
85
Dari data di atas, untuk memperoleh ratarata penilaian aktifitas siswa dalam proses pembelajaran role playingdapat dilakukan dengan carasebagaiberikut: Skor rata-rata tiap aspek =
80 Nilai Post test
75 70
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 22,2 = = 2,8 8
Banyaknya Siklus
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada siklus II siswa sudah terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan mendapatkan jumlah nilai rata-rata secara keseluruhan yaitu 2,8 yang artinya cukup baik. Adapun peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
Hasil Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran Role Playing Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari siklus I sebesar 74,9 dan pada siklus II sebesar 81,5 dan peningkatan sebesar 6,6. Nilai rata-rata post test kedua sebesar 81,5 menunjukkan
56
bahwa hasil belajar siswa secara keseluruhan sudah di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) klasikal yaitu sebesar 75. Peningkatan ini terjadi karena pada setiap siklus, guru melakukan refleksi untuk melakukan pembenahan dalam mengelola pembelajaran sehingga dapat pula meningkatkan aktifitas belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menyarankan bahwaguru dapat menggunakan model pembelajaran role playing dalam program diklat administrasi perkantoran yang mengenalkan siswa pada pembelajaran yang bersifat prosedural, seperti bekerjasama dengan kolega dan pelanggan yang terdapat tahapan-tahapan menerima tamu dengan karakter yang berbeda-beda. Model pembelajaran role playing ini jugadapat digunakan guru sebagai alternatif untuk menyampaikan materi dalam proses pembelajaran pada mata diklat kompetensi kejuruan standar kompetensi menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan, karena dengan menggunakan model pembelajaran role playing ini proses belajar mengajar tidak hanya berpusat pada guru (teacher centered) melainkan juga berpusat pada siswa (student centered), karena kegiatan dalam model pembelajaran ini menuntut siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan data hasil penelitian pada siklus I dan II dengan penerapan model pembelajaran role playing pada kompetensi menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan kelas X APK 2 di SMK Ketintang Surabaya, maka dapat ditarikkesimpulanbahwakemampuan guru dalam mengelola pembelajaran role playing dapat dikatakan baik pada setiap siklus. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata setiap siklus yang mengalami kenaikan. Pada siklus pertama mendapat skor 2,4 yang artinya cukup baik dan pada siklus kedua skor 3,2 yang artinya sedang. Sedangkanuntukmeningkatkan aktifitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, penerapan model pembelajaran role playingjugadiperlukan. Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai rata-rata setiap siklus. Pada siklus pertama skor 2,4 yang artinya cukup baik dan pada siklus kedua skor 3,1 yang artinya sedang. Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, karena penerapan model pembelajaran role playing ini berpusat pada siswa (student centered). Penerapan model pembelajaran role playing dapat pula meningkatkan hasil belajar siswa yang manadapatdilihat dari hasil post test pada siklus I sebesar 74,9 dan pada siklus II sebesar 81,5. Sehingganilai rata-rata dari post testI yang mengalami peningkatan ke siklus II dengan nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) klasikal yaitu sebesar 75.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sadali. 2001. Pengaruh PenerapanModel Pembelajaran Role Playing terhadap Aktifitas Guru dan Hasil Belajar dalam Mata Pelajaran Pendidikan IPS di Sekolah Dasar(Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Lemah Abang 2 Tanjung, Kabupaten Brebes). Jurnal Pendidikan (Online), Vol. 2, No.1, (http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabI D=61&id=140673&src=a, diakses 16 November 2011). Sanjaya, Wina. 2008. StrategiPembelajaran.Jakarta: Kencana. Surapranata, Sumarna. 2009. Analisis,Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Susilowibowo, Joni & Yuliati, Lika.2009. Penerapan ModelPembelajaranKooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur untuk
Saran
57
Mencapai Ketuntasan Belajar, Jurnal Pendidikan Ekonomi (Online), Vol. 1, No. 3, diakses16 November 2011. Uno, Hamzah B. 2008.ModelPembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Uno, Hamzah B. 2008. PerencanaanPembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Usman, Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
58