185
VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya produk perikanan yang cukup baik dari segi jumlah dan mutunya, terdistribusi secara merata dan terjangkau secara fisik dan ekonomis oleh seluruh rumah tangga. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup banyak, sehingga dapat diharapkan Indonesia mampu membangun kemandirian pangan di sektor perikanan, yakni kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Untuk melihat sejauh mana prospek produk perikanan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya, pada bab ini akan disajikan potensi ketersediaan produk perikanan dan proyeksi konsumsi penduduk Indonesia terhadap produk perikanan. Proyeksi terhadap permintaan ikan dalam negeri penting dilakukan untuk tujuan melihat ke depan sampai seberapa jauh produksi ikan dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. 8.1. Potensi Produksi Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5.8 juta kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 81 000 km dengan potensi sumberdaya terutama sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari kuantitas maupun diversitas. Potensi lestari sumberdaya ikan di Indonesia tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia, yaitu Selat Malaka, Laut Cina Selatan,Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut Banda, Teluk
186 Tomini dan Laut Maluku, Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik, Laut Arafura, serta Samudra Hindia (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Dari seluruh potensi sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan sekitar 80 persen dari potensi lestari. Dari sisi diversitas, dari sekitar 28 000 jenis ikan yang ada di dunia, yang sudah ditemukan di Indonesia lebih dari 25 000 jenis. Selain untuk memenuhi permintaan ekspor dan kebutuhan bahan baku industri, produk perikanan juga ditujukan untuk menyediakan kebutuhan pangan berupa protein hewani di mana lebih dari 50 persen kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia bersumber dari produk perikanan. Pasar domestik memiliki potensi yang besar untuk menyerap hasil perikanan nasional. Hal dapat juga diperkirakan dari peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2008 lalu sudah lebih dari 230 juta jiwa. Bila tingkat konsumsi pada tahun 2008 tersebut 28 kilogram per kapita, maka jumlah produk perikanan yang diserap di pasar nasional mencapai sekitar 6.4 juta ton. Potensi produksi perikanan berdasarkan wilayah dan kelompok ikan disajikan pada Tabel 40. Secara umum tabel tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun 2008 tersebut kebutuhan konsumsi ikan nasional sebesar 6.4 juta ton telah dapat dipenuhi dari total produksi yang mencapai 8.5 juta ton. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa potensi produksi ketiga jenis ikan (ikan segar, ikan awetan, udang segar dan perikanan budidaya) sangat bervariasi diantara wilayah-wilayah di Indonesia. Produksi hasil penangkapan terbesar secara keseluruhan adalah wilayah Sumatera Utara, Jawa Timur dan Maluku dengan volume mencapai 300 sampai 400 ribu ton dalam setahun, sedangkan produksi hasil budidaya terbesar adalah Sulawesi Selatan (lebih dari 700 ribu ton) dan Nusa Tenggara Timur (lebih dari 500 ribu ton). Sedangkan produksi terendah adalah DIY untuk perikanan tangkap (kurang dari 3 000 ton) serta Bangka Belitung dan Papua untuk perikanan budidaya dengan volume kurang dari 1000 ton.
187 Produksi ikan segar (dari laut) yang paling besar adalah wilayah Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Maluku dengan produksi lebih dari 200 ribu ton. Produksi terendah adalah DIY dengan volume hanya sekitar 2 500 ton. Produksi udang segar paling besar adalah wilayah Sumatera Utara (lebih dari 40 ribu ton), Jawa Barat dan Kalimantan Selatan (lebih dari 20 ribu ton), sedangkan produksi terendah adalah wilayah Gorontalo, DIY, dan Maluku Utara dengan produksi kurang dari 100 ton. Produksi ikan awetan terbesar adalah wilayah Jawa Timur dengan produksi lebih dari 200 ribu ton, selanjutnya adalah wilayah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah Jawa Barat, Maluku dan Papua dengan produksi lebih dari 100 ribu ton. Sedangkan produksi perikanan dari hasil budidaya yang sangat besar terdapat di wilayah Sulawesi Selatan (lebih dari 700 ribu ton), Nusa Tenggara Timur (lebih dari 500 ribu ton) serta Jawa Barat (sekitar 400 ribu ton). Di wilayah lain produksinya berkisar puluhan sampai ratusan ribu ton, kecuali di Papua dan Bangka Belitung yang produksinya kurang dari 1000 ton. Bila angka produksi tersebut dikonversikan menjadi kilogram per kapita (Tabel 41), terlihat bahwa secara umum total produksi sektor perikanan sebesar 69.53 kilogram/kapita sangat berkelebihan dan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya yang hanya sebesar 28 kilogram/kapita. Dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi rumahtangga yang telah dibahas pada bab VI (Tabel 23), maka terlihat bahwa kebutuhan konsumsi ikan segar sebesar 22.8 kilogram/kapita telah dapat dipenuhi dari produksi ikan segar yaitu 50.96 kilogram/kapita.
188 Tabel 40. Potensi Produksi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan Tahun 2008 (Ton)
Propinsi
Ikan Segar
Udang Segar Ikan Awetan
Budidaya
Jumlah
Aceh
123 876
4 229
7 260
35 667
171 032
Sumut
218 005
49 687
153 327
53 410
Sumbar
126 569
16 765
69 016
55 607
Riau
73 632
17 968
28 263
28 861
Jambi
18 868
16 563
30 657
17 638
Sumsel
76 176
7 766
7 171
111 869
Bengkulu
57 932
2 487
84
9 427
Lampung
21 268
14 201
138 307
189 980
Babel
128 995
12 854
21 501
903
Kepri
225 439
8 396
0
5 394
DKI
116 741
10 785
27 977
5 779
Jabar
74 461
23 934
110 141
391 568
Jateng
62 450
3 540
129 722
114 007
2 535
88
280
11 949
267 957 148 724 83 726 202 982 69 930 363 756 164 253 239 229 161 282 600 104 309 719 14 852 593 970 92 825 253 369 205 384 603 396 103 924 113 180 201 674 221 431 229 110 342 653 984 719 313 688 74 009 73 840 336 828 144 779 110 350 236 591 8 507 695
DIY Jatim
199 582
14 859
206 214
173 315
Banten
36 367
2 008
20 118
34 332
Bali
45 473
241
51 161
156 494
NTB
63 651
1 696
38 095
101 942
NTT
59 149
326
38 094
505 827
Kalbar
61 411
11 003
22 242
9 268
Kalteng
76 778
17 798
12 187
6 417
Kalsel
113 250
23 108
42 752
22 564
Kaltim
103 131
17 171
22 602
78 527
Sulut
116 660
711
90 832
20 907
Sulteng
111 360
398
28 145
202 750
Sulsel
225 689
9 964
31 220
717 846
Sultra
166 501
7 172
46 810
93 205
Gorontalo
61 981
37
1 757
10 234
Sulbar
55 853
102
12 396
5 489
209 313
3 474
106 205
17 836
Malut
88 354
69
54 810
1 546
Papua Barat
59 246
8 359
40 706
2 039
Papua
58 409
3 256
173 958
968
3 239 105
311 015
1 764 010
3 193 565
Maluku
Total
474 429
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009) Catatan: Data produksi udang awetan tidak tersedia
189 Demikian pula dengan kebutuhan konsumsi ikan awetan sebesar 2.5 kilogram/kapita telah dapat dipenuhi dari produksi ikan awetan sebesar 14.54 kilogram/kapita serta kebutuhan konsumsi udang segar sebesar 2.6 kilogram/kapita dapat dipenuhi dari produksi sebesar 4.03 kilogram/kapita. Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional, potensi produksi produk perikanan tersedia dalam jumlah yang sangat berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, meskipun produksi tersebut terlihat tidak merata di setiap propinsi di Indonesia. Produksi total ikan segar yang sangat besar tersedia di Maluku (148 kg/kapita), Kepulauan Riau (137 kg/kapita). Beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara serta Bangka Belitung juga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi ikan sampai di atas 100 kg/kapita. Di sisi lain, beberapa wilayah terlihat sangat rendah potensi produksinya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya, seperti di seluruh wilayah Pulau Jawa dan Lampung (kurang dari 10 kg/kapita). Bila dilihat selisih antara produksi dan konsumsinya memang terlihat bahwa di seluruh wilayah Pulau Jawa bernilai negatif, artinya bahwa produksi ikan segar yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan konsumsi penduduknya. Hal serupa terjadi di Jambi, Lampung, Kalimantan Barat dan Papua (Tabel 42). Produksi ikan awetan yang sangat besar terlihat di seluruh wilayah Maluku dan Papua (lebih dari 50 kg/kapita), Sulawesi Utara (40 kg/kapita), serta Sulawesi Tenggara (lebih dari 20 kg/kapita). Produksi ikan awetan yang rendah terlihat di sebagian besar wilayah di Indonesia, bahkan di DIY dan Kep. Riau tidak tersedia. Bila dilihat selisih produksi dan konsumsinya, wilayah (Kep. Riau, DIY, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Aceh) terlihat kekurangan produksi ikan awetan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsinya, meskipun tidak terlalu besar.
190 Tabel 41. Potensi Produksi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan Tahun 2008 (Kg/kap/tahun)
Jumlah Ikan Udang Ikan Jumlah Segar Segar Awetan Penduduk 4 494 410 Aceh 33.43 3.01 1.62 38.05 12 982 204 Sumut 19.23 5.51 11.81 36.54 4 846 909 Sumbar 37.59 3.46 14.24 55.28 5 538 367 Riau 18.42 3.33 5.10 26.85 3 092 265 Jambi 11.63 5.53 9.91 27.08 7 450 394 Sumsel 20.90 5.38 0.96 27.24 1 715 518 Bengkulu 38.87 1.84 0.05 40.76 7 608 405 Lampung 7.60 22.03 18.18 47.81 1 223 296 Babel 106.06 10.63 17.58 134.27 1 679 163 Kepri 137.37 5.10 0.00 142.47 9 607 787 DKI 12.75 1.12 2.91 16.79 43 053 732 Jabar 9.94 1.44 2.56 13.94 32 382 657 Jateng 4.63 0.93 4.01 9.56 3 457 491 DIY 4.01 0.20 0.08 4.30 37 476 757 Jatim 9.05 1.29 5.50 15.85 10 632 166 Banten 6.35 0.49 1.89 8.73 3 890 757 Bali 51.14 0.84 13.15 65.12 4 500 212 NTB 33.24 3.93 8.47 45.64 4 683 827 NTT 120.62 0.07 8.13 128.83 4 395 983 Kalbar 15.64 2.94 5.06 23.64 2 212 089 Kalteng 37.45 8.21 5.51 51.16 3 626 616 Kalsel 36.96 6.86 11.79 55.61 3 553 143 Kaltim 45.51 10.45 6.36 62.32 2 270 596 Sulut 60.55 0.35 40.00 100.90 2 635 009 Sulteng 117.04 2.32 10.68 130.04 8 034 776 Sulsel 114.86 3.81 3.89 122.56 2 232 586 Sultra 113.99 5.55 20.97 140.50 1 040 164 Gorontalo 69.29 0.17 1.69 71.15 1 158 651 Sulbar 51.64 1.39 10.70 63.73 1 533 506 Maluku 148.02 2.37 69.26 219.65 1 038 087 Malut 86.46 0.21 52.80 139.47 760 422 Papua Barat 80.57 11.02 53.53 145.12 2 833 381 Papua 20.91 1.20 61.40 83.50 237 641 326 Total 50.96 4.03 14.54 69.53 Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009), diolah
191 Tabel 42. Kesenjangan Produksi dan Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan di Berbagai Propinsi di Indonesia Tahun 2008 (kg/kapita) Propinsi Ikan Segar Udang Segar Ikan Awetan Total Aceh 2.83 -0.63 -0.28 1.86 Sumut 1.57 3.53 6.90 11.63 34.89 Sumbar 20.50 2.82 11.61 Riau 1.89 0.19 1.44 3.41 Jambi -4.39 4.14 6.48 6.21 8.15 Sumsel 4.71 4.81 -1.36 24.13 Bengkulu 24.86 1.42 -2.13 Lampung -6.11 21.34 15.78 30.99 Babel 94.41 9.83 14.23 118.34 Kepri 130.98 4.52 -6.04 129.45 DKI 2.53 0.24 0.46 3.19 -6.02 Jabar -8.33 1.02 1.30 Jateng -13.72 -1.44 0.90 -14.33 DIY -20.04 -1.34 -4.27 -25.65 Jatim -16.03 -1.06 2.94 -14.87 Banten -18.36 -2.36 0.25 -20.50 Bali 44.75 0.26 7.11 52.10 NTB 23.02 3.01 5.91 31.42 NTT 102.35 -0.35 6.87 108.87 Kalbar -2.71 0.57 1.95 -0.25 21.21 Kalteng 13.40 6.67 1.26 Kalsel 11.88 4.51 9.23 24.89 Kaltim 20.80 7.60 4.72 33.09 67.38 Sulut 28.69 0.13 38.56 Sulteng 85.81 1.20 9.79 96.79 Sulsel 79.60 2.19 1.61 83.27 Sultra 78.02 4.24 19.71 101.92 Gorontalo 35.52 -0.95 0.63 35.20 Sulbar 20.66 0.57 7.95 29.17 Maluku 103.36 1.48 68.47 173.30 Malut 44.30 -3.00 51.00 95.28 Papua Barat 47.14 7.81 52.67 107.59 57.92 Papua -2.79 0.29 60.43 69.53 Rata-rata 28.16 1.43 12.04 Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009), diolah) Catatan: Data produksi udang awetan tidak tersedia
192 Produksi udang segar yang cukup besar terdapat di Lampung (lebih dari 20 kg/kapita), kemudian Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Papua Barat (lebih dari 10 kg/kapita). Produksi yang sangat rendah (kurang dari 1 kg/kapita) terdapat di wilayah DIY, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara). Sedangkan bila dilihat dari kesenjangan antara produksi dan konsumsinya, wilayah Aceh, Pulau Jawa (kecuali DKI dan Jawa Barat), NTT, Gorontalo, dan Maluku Utara bernilai negatif, yang berarti bahwa produksi udang segar yang tersedia belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsinya. 8.2. Proyeksi Permintaan Peran Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dibentuk pada tahun 1999 menjadi semakin penting sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan. Dalam Rencana Strategis Kementrian Kelautan Perikanan disebutkan bahwa tujuan, sasaran dan program yang ingin dicapai salah satu direktoratnya adalah meningkatkan konsumsi ikan yang bermutu dan aman. Secara spesifik disebutkan bahwa salah satu sasarannya adalah meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri dari 28 kg/kapita pada tahun 2008 menjadi 30.47 kg/kapita pada tahun 2010 dan 38 kg/kapita pada tahun 2014. Bila dibandingkan dengan angka konsumsi aktual tahun 2008, 2009 dan 2010, maka target sampai tahun 2010 tersebut telah dicapai dengan baik. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh KKP dalam rangka meningkatkan tingkat konsumsi ikan di Indonesia, salah satunya adalah pelaksanaan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di seluruh wilayah Indonesia, baik melalui safari, kampanye, talkshow, pembuatan dan penayangan iklan layanan
193 masyarakat, penyelenggaraan lomba masak serba ikan sampai kepada kerjasama dengan instansi lain dalam rangka akselerasi Gemarikan. Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah, dalam hal ini KKP, dapat memenuhi kebutuhan konsumsi ikan penduduk Indonesia setelah periode 2010 serta melihat bagaimana prospek produk perikanan pada akhir tahun 2014 nanti, berikut akan dilakukan proyeksi permintaan ikan tahun 2011 sampai tahun 2014. Proyeksi dilakukan berdasarkan pada persamaan (51) dengan mempertimbangkan elastisitas harga untuk masing-masing kelompok ikan dan golongan pendapatan, elastisitas pendapatan, pertumbuhan harga dan pertumbuhan pendapatan. Nilai elastisitas harga dan elastisitas pendapatan yang digunakan adalah nilai elastisitas hasil analisis yang tercantum pada Tabel 37 dan Tabel 38 pada Bab VII, sedangkan konsumsi awal yang digunakan adalah konsumsi tahun 2008 sebesar 28 kg/kap/tahun. Pertumbuhan harga (p) dan pertumbuhan pendapatan (y) yang digunakan pada proyeksi didasarkan pada angka indeks BPS yaitu sebesar 3 persen dan 5 persen. Namun, untuk melihat sejauh mana pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan, dilakukan simulasi dengan kombinasi p sebesar 2 dan 3 persen serta y sebesar 5 dan 6 persen, yaitu: 1. p=2 persen dan y=5 persen 2. p=2 persen dan y=6 persen 3. p=3 persen dan y=5 persen 4. p=3 persen dan y=6 persen Angka proyeksi konsumsi ikan tahun 2009 sampai tahun 2014 berdasarkan skenario seperti tersebut di atas disajikan pada Tabel 43.
194 Tabel 43. Proyeksi Rata-rata Konsumsi Ikan Tahun 2009-2014 pada Berbagai Laju Pertumbuhan Pendapatan (y) dan Laju Pertumbuhan Harga (p) Tahun Nilai Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 p=2%, y=5% p=2%, y=6% p=3%, y=5% p=3%, =6% Proyeksi Aktual 29.90 29.45 29.58 29.85 29.19 2009 30.47 31.00 31.29 2010 31.86 30.44 32.67 33.13 2011 34.04 31.78 34.44 35.12 36.42 33.21 2012 36.35 37.28 2013 39.00 34.72 38.39 39.61 41.82 36.33 2014 Rata-rata Laju 5.20 6.58 4.28 5.72 Pertumbuhan Konsumsi Ikan (%) Persentase 1.63 2.36 1.24 1.87 Kesalahan Relatif (MAPE) 0.50 0.98 0.50 0.62 Akar Kuadrat Tengah Galat (RMSE) Persentase Akar 3.69 6.54 1.82 4.65 Kuadrat Tengah Galat (RMSPE) Dengan membandingkan nilai hasil proyeksi dengan nilai aktual, terlihat bahwa skenario ke-3 dengan laju pertumbuhan pendapatan y=5 persen dan laju pertumbuhan harga p=3 persen (yang riil terjadi pada saat ini) merupakan skenario terbaik karena menghasilkan persentase kesalahan relatif (MAPE), akar kuadrat tengah galat (RMSE) maupun persentase akar kuadrat tengah galat (RMSPE) yang paling kecil, yaitu berturut-turut sebesar 2.5 persen, 0.50, dan 1.82 persen. Pada skenario ini terlihat tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk Indonesia akan mengalami kenaikan dengan laju rata-rata sekitar 4.3 persen per tahun. Jika hasil proyeksi ini dikaitkan dikaitkan dengan program pemerintah yang mentargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 tampaknya hal tersebut belum dapat dicapai atau masih di bawah target, karena nilai proyeksi menunjukkan tingkat konsumsi tahun 2014 baru sekitar
195 36.3 kg/kap, jadi terdapat kesenjangan sebesar 1.7 kg/kapita. Bila diasumsikan jumlah penduduk Indonesia adalah 240 juta jiwa, maka KKP perlu menyediakan kekurangan produksi minimal sebesar 4 juta ton ikan pada tahun 2014 nanti. Bila laju pertumbuhan harga tetap 3 persen namun dengan laju pertumbuhan pendapatan naik menjadi 6 persen (skenario 4), terlihat bahwa MAPE meningkat menjadi 1.87 persen, RMSPE menjadi 4.65 persen, dan RMSE menjadi 0.62. Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar 5.7 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah sebesar 39.6 kg/kapita, artinya bahwa target pemerintah dapat terlampui. Bila laju pertumbuhan harga (p) turun menjadi 2 persen sedangkan laju pertumbuhan pendapatan tetap 5 persen (skenario 1), terlihat hasil proyeksi yang diperoleh lebih baik daripada skenario 6, seperti terlihat dari nilai MAPE menjadi 1.63 persen, RMSE 0.5, dan RMSPE menjadi 3.69 persen. Pada skenario ini terlihat bahwa tingkat konsumsi ikan akan terpacu naik dengan laju sekitar 5.2 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya sebesar sekitar 38.39 kg/kapita atau target tingkat konsumsi sebesar 38 kg/kap dapat dicapai. Sedangkan bila laju pertumbuhan harga tetap 2 persen namun dengan laju pertumbuhan pendapatan naik menjadi 6 persen (skenario 2), hasil yang didapat terlihat overestimated dibandingkan nilai aktual dengan MAPE yang lebih besar yaitu 2.36 persen, RMSPE menjadi 6.54 persen, dan RMSE menjadi 0.98. Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar 6.58 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah sebesar 41.82 kg/kapita. Berdasarkan hasil proyeksi pada enam skenario di atas dapat disimpulkan bahwa upaya menekan laju pertumbuhan harga akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada upaya memacu peningkatan pertumbuhan pendapatan. Dari bab sebelumnya diketahui bahwa konsumsi ikan penduduk
196 Indonesia didominasi oleh konsumsi ikan segar, namun hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa ikan segar tidak elastis terhadap perubahan harga maupun pendapatan, sedangkan produksi ikan segar sangat melimpah. Berdasarkan teori ekonomi hal tersebut tentunya akan menyebabkan harga ikan segar turun namun kenaikan permintaan lebih lambat, sehingga target peningkatan konsumsi tahun 2014 tidak tercapai. Dengan asumsi elastisitas harga dan pendapatan tetap, maka target tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 harus diikuti dengan upaya menekan laju pertumbuhan harga menjadi sekitar 2 persen. Banyak kendala untuk mewujudkan hal tersebut, hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sedangkan kapasitas dan kualitas sumberdaya perikanan bisa menurun akibat kerusakan lingkungan dan over fishing. Kondisi tersebut dapat berakibat pada ketersediaan produk perikanan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan domestik walaupun pasokan untuk dalam negeri dapat terpenuhi namun dalam jangka panjang upaya tersebut kemungkinan besar sangat sulit tercapai. Bila melihat kembali potensi produksi perikanan yang tersedia dengan sangat melimpah, maka berdasarkan skenario ke-3 target pemerintah bisa saja tercapai. Selain kampanye Gemarikan perlu terus dilakukan, kegiatan lain untuk memacu wilayah-wilayah dengan tingkat konsumsi ikan yang sangat rendah dalam rangka mendukung pencapaian peningkatan konsumsi ikan antara lain yang dilakukan adalah 1) Memfasilitasi kegiatan promosi produk perikanan di seluruh wilayah Indonesia, 2) Pengembangan jaringan dan distribusi pemasaran hasil perikanan dalam bingkai sistem logistik nasional, 3) Inisiasi dan fasilitasi kerjasama pemasaran hasil perikanan dengan cara mempertemukan produsen dengan konsumen besar, 4) Memfasilitasi pemasaran hasil perikanan berbasis
197 web, 5) Optimasi dan pengembangan sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan hingga ke sentra-sentra konsumen untuk mendukung ketersediaan ikan dan produk perikanan secara saniter dan higienis, 6) Penguatan dan pengembangan kelembagaan pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri dalam bentuk fasilitasi pertemuan dan pembinaan serta pembimbingan melalui kunjungan kerja maupun kunjungan lapangan, serta 7) Memperkuat data, analisa dan sistem informasi pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri melalui analisa komoditas perikanan utama, penyusunan Harga Patokan Ikan (HPI) untuk penentuan besaran Pungutan Hasil Perikanan (PHP), pengembangan data dan informasi melalui penerbitan Warta Pasar Ikan cetak dan elektronik, diseminasi harga ikan di radio dan pertemuan petugas informasi pasar.
198