V. METODE PENELITIAN
5.1. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM KBI-KTI) dengan basis data tahun 2005. IRSAM KBI-KTI disusun dengan terlebih dahulu menyusun IRIO KBI-KTI, kemudian baru menyusun IRSAM KBI-KTI. Langkah-langkah tersebut dijelaskan melalui tahapan sebagai berikut: 5.1.1. Membangun Interregional Input Output (IRIO) Mengingat keterbatasan waktu, biaya serta ketersediaan datanya, penyusunan tabel Input-Output (I-O) interregional dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan semi survei. Penelitian langsung (survei) dilakukan terhadap sektor-sektor yang terkait dengan kegiatan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yaitu bangunan jalan dan jembatan dan kegiatan bangunan lainnya. Informasi utama yang dikumpulkan dalam penelitian lapangan adalah terkait dengan besarnya output dan biaya-biaya input (biaya produksi) dalam proses produksi di setiap sektor Bina Margaan di Indonesia. Dengan pendekatan ini, diharapkan besarnya aktivitas ekonomi Bina Margaan di setiap wilayah dapat diukur dengan baik, begitu juga keterkaitan ekonomi antara aktivitas ke Bina Marga dengan kegiatan ekonomi lainnya dapat diidentifikasi dengan lebih akurat. Penyusunan tabel I-O interregional Tahun 2005 pada prinsipnya dibangun berdasarkan dua pondasi utama yaitu Pertama, tabel I-O regional 30 provinsi
175
tahun 2005 dan Kedua, matrik perdagangan antardaerah (trade flow matrice). Dari data yang tersedia, tabel I-O provinsi dibuat dengan tahun yang berbedabeda, oleh karena itu agar semuanya menjadi tahun 2005, beberapa provinsi dilakukan updating dengan menggunakan metode RAS. Sedangkan matrik perdagangan
antardaerah
beberapa
sektor
(komoditas)
didekati
dengan
menggunakan data arus barang menurut pelabuhan di Indonesia dan sektor lainnya diestimasi dengan menggunakan Gravity Model. Secara lengkap tahapan dari penyusunan tabel I-O interregional adalah sebagai berikut: Tahap I: Updating Tabel I-O Provinsi (30 provinsi) 1. Untuk Provinsi yang mempunyai tabel I-O 2005, menyusun tabel I-O klasifikasi 22 sektor dengan cara melakukan agregasi sektor. 2. Provinsi yang tidak mempunyai tabel I-O 2005, terlebih dahulu melakukan agregasi klasifikasi 22 sektor, sama dengan poin 1. Kemudian menyamakan level tabel I-O yang dimilikinya menjadi tahun 2005, yaitu dengan cara menyesuaikan nilai tambah bruto di setiap sektor I-O dengan Nilai Tambah Bruto PDRB dari masing-masing provinsi. Kemudian dengan koefisien input dari tabel I-O yang ada dihitung struktur input tabel I-O tahun 2005. Hal yang sama juga dilakukan untuk permintaan akhir, komponen total permintaan akhir untuk masing-masing institusi diganti dengan PDRB menurut penggunaan tahun 2005. Kemudian dengan struktur konsumsi dari tabel I-O yang ada dihitung struktur permintaan akhir tabel I-O tahun 2005. Selanjutnya dilakukan proses penyeimbangan input dan output dengan metode RAS, sampai total input dan total output untuk setiap sektor sama.
176
3. Setelah tabel I-O 30 provinsi dengan 22 sektor terbentuk, dilakukan penggabungan I-O untuk provinsi-provinsi berdasarkan kawasan. Sehingga diperoleh tabel I-O Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Tahap 2: Penyusunan Matriks Perdagangan Antardaerah Pendekatan arus barang digunakan Transportations Flow dimana data arus barang tersebut mempunyai kontribusi yang sangat signifikan. Data yang digunakan adalah data arus barang menurut pelabuhan tahun 2005. Secara rinci langkah penyusunannya sebagai berikut : Langkah 1: Data ekspor antarkawasan hasil tabel I-O KBI atau KTI akan didistribusikan ke kawasan lain, dan menjadi impor di kawasan tersebut. Mekanisme destinasi dari ekspor AP menjadi impor AP dapat dilihat pada Gambar 32. Langkah
2:Koefisien
input
menggunakan
perdagangan
antardaerah
didapat
dengan
proporsi ketersediaan barang di suatu wilayah
dengan permintaan dari wilayah lainnya. Selanjutnya akan didapatkan hasil suatu matrik tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen yang tidak mengandung barang dan jasa dari wilayah lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 33 (Tabel Z).
177 177
Tabel I-O Total DATA DataARUS Arus BARANG Barang
……….
PAPUA
JML
LN
Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi NAD Ke wilayah Tujuan
IMPOR TOTAL
ASAL SEKTOR
NAD
…..
35
PAPUA
JML
LN
Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. NAD
1
35
TUJUAN NAD
……….
PAPUA
JML
LN
ASAL SEKTOR
TUJUAN NAD
……….
PAPUA
JML
LN
1
IMPOR TOTAL
1
35
Industri
Final Demand 355 AP LN
351 ………354
Tabel bantu RSP (Modified ) Prp. NAD 1
Etot
Mtot
MLN
RSP LN
MNAD
RSP NAD
Mpapua
RSP papua
…….
RSP LN
x
35
Impor AP
2
…….
RSP NAD
1
35
x 1
Etot
Mtot
…….
RSP PAPUA
Ekspor AP
409 AP LN
Total Output
35
35
1
Total Output
Total input
…..
PAPUA
1
409 AP LN
Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua
Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi Papua Ke wilayah Tujuan
IMPOR TOTAL
Final Demand 305 AP LN
301 ………304
………….
ASAL SEKTOR
Industri
1
IMPOR TOTAL
35
Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi Papua Ke wilayah Tujuan
PAPUA
……….
…..
NAD
1
TUJUAN NAD
………….
TUJUAN NAD
…..
ASAL SEKTOR
Total input
Destinasi Impor Komoditi dari Propinsi NAD Ke wilayah Tujuan
35
Gambar 32. Prosedur Penyusunan Koefisien Input Antardaerah
Perkalian matriks RSPLN dengan Tabel IO Total produsen NAD menghasilkan Tabel IO Total Produsen yg tdk mengandung impor dari Luar negeri. Dan seterusnya berlaku untuk i wilayah lain selain yang bersangkutan. Misal Tabel ”Z”
RSPprop = Xprop - Eprop + Mprop – Mluar prop. Xprop - Eprop + Mprop
178
Matriks Perdagangan Antar Propinsi ( Trade Flow )
1 ……….....35
1
TOTAL
Tabel IO Total produsen
TOTAL
Tabel “Z”
LN 1 …..35
TOTAL
…… ……..
ASAL
1 35
PAPUA 1 …..35
1
……..
35
35
TUJUAN ……………
35
PAPUA
ASAL PAPUA
1 ……..
Total input
PAPUA
35
NAD
……..
NAD ASAL
Total Output
35 1
35
………….
Industri
Final Demand 355 409 351 ………354 AP LN AP LN
1
LN
LN
LN
Total input
1 ……….....35
35 1
Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua 1
PAPUA
……..
1
35
NAD
……..
Total Output
NAD 1 …..35
……..
Tanpa Impor Wilayah i NAD
Tanpa Impor Wilayah i
……..
Industri
Matriks Total Produsen
………….
1
Final Demand 305 409 301 ………304 AP LN AP LN
Matriks Total Produsen
……..
Tabel IO Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Prop. NAD
35 1 35
TOTAL
Sehingga diperoleh Matriks Impor Provinsi NAD yang berasal dari wilayah lain dengan cara mengurangi Tabel IO Total Produsen dengan tabel ”Z” yang dikenal sebagai Matriks Perdagangan Antar Provinsi
Gambar 33. Prosedur Penyusunan Matriks Antardaerah 178
179
Tahap 3: Penyusunan Tabel I-O Interregional Setelah tabel I-O KBI dan KTI dan matriks perdagangan sudah tersusun, maka langkah selanjutnya adalah menyusun Tabel Input-Output KBI-KTI dengan mekanisme, seperti yang terlihat pada Gambar 34. Penjelasan alur penyusunan tabel I-O antarkawasan 2005 adalah sebagai berikut: Langkah 1
: Memasukkan input antara tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen single region ke dalam diagonal sektor tabel I-O antarprovinsi,
hal yang
sama dilakukan untuk komponen
permintaan akhirnya. Langkah 2
: Memasukkan input primer masing-masing provinsi ke dalam baris input primer pada tabel I-O antarkawasan.
Langkah 3
: Memasukkan nilai ekspor barang dan jasa dari suatu provinsi ke luar negeri.
Langkah 4
: Mengisi nilai impor barang dan jasa yang masuk dari luar negeri ke suatu kawasan.
Langkah 5
: Melakukan pengisian arus perdagangan antardaerah masing-masing kawasan.
180
A. Tabel IO 30 Provinsi
Tabel Input Output Interregional Indonesia, 2005 NAD
Input
22
1
…..
35
1
…..
22
Final Demand Nad
…….
Papua
Ekspor
Total Output
…..
……
PA
22
22
Impor
…..
Input primer
1 22 1
1
…..
……………. PAPUA
1
Jml
PAPUA
22
Lokal Dom Impor
2
Primer
Input
INPUT ANTARA
NAD
1
………….
Tabel I-O Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Prop. Papua Permintaan Akhir Permintaan 305 409 Total Output 301 ………304 Antara AP LN AP LN 1
input antara
Permintaan Antara
Matriks Perdagangan Matriks PerdaganganB. Antar Propinsi ( Trade Flow )
Total Input
Antar Daerah PAPUA LN 1 …..22
1 …..22
TOTAL
22
PAPUA
…….. ……..
1
LN
ASAL
……
3
TUJUAN ……………
……..
NAD
1
NAD 1 …..22
22 1 22
TOTAL
Gambar 34. Prosedur Penyusunan Tabel I-O Interregional Tahun 2005 180
181
5.1.2. Penyusunan IRSAM Pada prinsipnya, transaksi dalam tabel IRIO adalah transaksi antarsektor ekonomi dan antarwilayah. Sedangkan transaksi yang ada didalam tabel IRSAM adalah transaksi 4 neraca pokok. Keempat neraca pokok yang dimaksud adalah neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi dan neraca lainnya. Tabel 23. Tabel I-O Sektor 1
2
180
1
100
150
250
100
15
2
60
100
160
220
190
160
250
410
320
201
40
60
100
202
50
75
125
203
5
10
15
204
5
5
10
205
-
-
-
209
100
150
250
210
260
400
660
Keterangan : 1 dan 2
301
302
303
304
305
309
25
-
20
160
45
30
5
70
60
55
5
90
310
409
600
410
150
260
370
530
130
400
530
940
280
660
:
Sektor Ekonomi
301
: Konsumsi Rumahtangga
200
:
Impor
302
: Konsumsi Pemerintah
201
:
Upah / Gaji
303
: Pembentukan Modal
202
:
Surplus Usaha
304
: Perubahan Stok
203
:
Penyusutan
305
: Ekspor
204
:
Pajak Tak Langsung
309
: Permintaan Akhir
205
:
Subsidi
310
: Total Permintaan
209
:
Nilai Tambah Bruto
409
: Impor
210
:
Total Input
600
: Total Penyediaan
Guna memudahkan pemahaman penyusunan IRSAM dengan berbasis data pada IRIO, maka dalam contoh di atas (Tabel 23) menggunakan satu wilayah,
182
karena tahapan penyusunannya sama, adapun contoh transfernya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Kerangka Dasar SAM Pengeluaran Penerimaan
Faktor
Institusi
Produksi
Faktor Produksi
0
0
Sektor
Neraca
Total
produksi
lainnya
Alokasi
Pendapatan
Distribusi
Nilai
Faktor
Pendapatan
Tambah ke
Produksi dari
Faktorial
Faktor
Luar Negeri
Produksi Alokasi Pendapatan Institusi
Faktor Produksi ke
Transfer
0
Antarinstitusi
Transfer dari Luar Negeri
Distribusi Pendapatan Institusi
Institusi Sektor Produksi
Neraca lainnya
0
Permintaan
Permintaan
Ekspor dan
Akhir
Antara
Investasi
Total Output
Alokai
Impor,
Pendapatan
Tabungan,
Transfer dan
Total
Faktor
Pajak Tidak
Neraca
Penerimaan
Produksi ke
Langsung
lainnya
Lainnya
Luar Negeri
Total
Distribusi
Distribusi
Pengeluaran
Pengeluaran
Faktorial
Institusi
Total Total Input
Penngeluaran Lainnya
Dari kerangka dasar SAM pada Tabel 24 kemudian dikembangkan menjadi tabel SAM yang ada pada Tabel 25. Tabel 26 adalah data tabel SAM dari tabel I-O dan Tabel 27 adalah tabel SAM Transfer Data yang bersal dari dari tabel I-O
183 183
Tabel 25. Pengembangan Kerangka Tabel SAM Penerimaan ⇒ ⇓
Pengeluaran Faktor Produksi
Tenaga Kerja
1
2
3
4
1 2
Rumahtangga
3
Pendapatan
Transfer
Perusahaan
4
Pemerintah
5
dari Faktor Produksi
Antarinstitisi
1
6
2
7
Neraca Capital
8
Pajak Tak Langsung Netto
9
Luar Negeri
10
Sektor Produksi
Total
6
7
8
9
Balas jasa Faktor Produksi
Modal
Institusi
5
Kons. rumah tangga
PTLN Kons. Peme rintah
Input Antara
Investasi
10
Total
FP dr LN
Penerimaan F.P.
Transfer dari LN
Ekspor
Tabungan
Hutang Pajak tidak langsung neto
FP ke LN
Pengeluaran Faktor Produksi
rimaan Institusi Total Output Pembelan jaan Akumulasi PTLN Penerimaan transaksi Berjalan
Transfer ke LN
Total Pengeluaran Institusi
Total Pene-
Total Input
Investasi
Pajak tidak lang sung neto
Pengeluar an Transaksi Berjalan
184
Tabel 26. Data Tabel SAM dari Tabel I-O Penerimaan ⇒ ⇓
Pengeluaran
1
Tenaga Kerja
1
Modal
2
Rumahtangga
3
Perusahaan
4
Pemerintah
5
1
6
2
7
Neraca capital
8
Pajak Tak Langsung Neto
9
Luar Negeri
10
Faktor Produksi
Institusi
Sektor Produksi
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
201, 202 dan 203 per sektor Transfer Antar Institisi
Pendapatan dari Faktor Produksi
Total
FP dari LN
Penerimaan F.P.
Trans fer dari LN
Total Penerimaan Institusi
305
Total Output
Hutang
Pembelanjaan Akumulasi
204 + 205 302 per sektor
301 per sektor
10
Quadran I
303
Tabungan 204 + 205 FP ke LN
Transfer ke LN
Pengeluaran Faktor Produksi
Total Pengeluaran Institusi
PTLN Penerimaan transaksi Berjalan
Total Input
Investasi
Pajak Tak Lang sung Neto
Pengeluaran Transaksi Berjalan
184
Tabel 27. Tabel SAM Transfer Data dari Tabel I-O Penerimaan ⇒ ⇓
Pengeluaran
1
2
3
4
5
6
7
8
Faktor
Tenaga Kerja
1
40
60
Produksi
Modal
2
55
85
Rumahtangga
3
100 ###### ###### ###### ######
Perusahaan
4
###### ###### ###### ######
Pemerintah
5
###### ###### ###### ######
Institusi
9
10
Total -
100
#####
140
#####
100
##### ###### 10 #####
10
Sektor
1
6
100
15
100
150
25
20
255
Produksi
2
7
220
45
60
100
35
70
395
Neraca Capital
8
Pajak Tak Langsung Neto
9
Luar Negeri
10
Total
###### ###### ######
##### 5
- ###### 100
140
5
10
##### ###### ###### 320 #####
60
60
280 255
395
60
Keterangan : - Tanda panah menunjukan alur transfer nilai. - ## menunjukan transaksi yang tidak bisa langsung diperoleh dari transaksi tabel I-O
10
280
185
185
186
Gambaran tersebut merupakan hasil maksimal transfer dari tabel I-O ke tabel SAM. Untuk melengkapi transaksi dari tabel lain diperlukan data-data tambahan, misalnya : 1. Alokasi Faktor Produksi Modal Faktor produksi bukan tenaga kerja disebut dengan faktor produksi modal. Balas jasa dari faktor produksi modal berupa keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah dan sebagainya. Balas jasa tersebut diperoleh dari penyertaan faktor produksi modal dalam kegiatan ekonomi. Balas jasa faktor produksi modal dikenal juga sebagai pendapatan kapital. Pendapatan kapital kemudian dirinci menjadi sektor produksi dan golongan rumahtangga. Misalnya total balas jasa yang diterima oleh faktor produksi modal yang diduga berdasarkan survei-survei tersebut harus sama dengan total surplus usaha pada tabel I-O. Misalnya hasil penghitungan menunjukan bahwa dari balas jasa modal yang ada 30% merupakan diterima oleh rumahtangga, 45% diterima perusahaan, 5% diterima pemerintah dan sisanya 20% milik luar negeri. Dengan demikian, karena balas jasa modal sebesar 140, maka balas jasa modal yang diterima rumahtangga sebesar 42, perusahaan domestik 63, pemerintah 7 dan balas jasa modal yang ke luar negeri 28. Disamping itu juga diperoleh informasi bahwa perusahaan X memperoleh keuntungan dari hasil kerja bisnis propertinya di luar negeri sebesar 10. Maka ada transfer balas jasa modal dari luar negeri sebesar 10 dan pendapatan perusahaan domestik dari balas jasa modal menjadi 73.
187
2. Transfer Transfer dalam SAM dirinci atas penerimaan dan pengeluaran transfer dari atau kepada, (1) rumahtangga, (2) perusahaan, (3) pemerintah, dan (4) luar negeri. Transfer dari rumahtangga dikeluarkan hanya untuk rumahtangga dan untuk pemerintah. Misalnya, hasil penghitungan menunjukan bahwa matrik transfer antarinstitusi seperti pada Tabel 28. Tabel 28. Matrik Transfer Antarinstitusi Penerimaan ⇒ Pengeluaran ⇓
Rumahtangga
Rumahtangga
Perusahaan
Pemerintah
Luar Negeri
10
7
12
179
Perusahaan
-
10
-
17
Pemerintah
5
15
8
45
Luar Negeri
8
48
9
-
3. Konsumsi a. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran
konsumsi
rumahtangga
adalah
pengeluaran
rumahtangga untuk barang dan jasa, misalnya untuk sandang, pangan dan papan. Pengeluaran tersebut tidak termasuk pengeluaran transfer rumahtangga. Pengeluaran konsumsi rumahtangga mencakup pengeluaran lembaga swasta nirlaba, karena pengeluaran lembaga ini dianggap sebagai bagian pengeluaran rumahtangga. Sumber data utama yang digunakan untuk menduga pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah tabel I-O Indonesia dan survei-survei mengenai rumahtangga, seperti SUSENAS, SKTIR dan lainnya. Total pengeluaran konsumsi rumahtangga tersebut kemudian didistribusikan sesuai dengan yang terdapat pada tabel I-O.
188
b. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup unit pemerintah pusat yang terdiri dari departemen, lembaga non Departemen, lembaga tinggi negara dan lembaga pemerintah lainnya di daerah, serta pemerintah provinsi (daerah tingkat I), pemerintah kabupaten atau kota (daerah tingkat II) dan pemerintah desa. Pengeluaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan bagian dari pengeluaran konsumsi pemerintah. Pengeluaran dari badan usaha tersebut digabungkan dengan sektor industri sesuai dengan jenis usahanya. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, seperti upah dan gaji, pembelian alat-alat kantor (ATK) dan sebagainya. Pengeluaran disini tidak termasuk transfer pemerintah. Sumber data utama yang digunakan untuk menduga pengeluaran konsumsi pemerintah adalah publikasi neraca keuangan pemerintah.
Distribusi
pengeluaran
konsumsi
pemerintah
tersebut
kemudian disesuaikan dengan tabel I-O, dengan memperhatikan perbedaan konsepsi antara pengeluaran pemerintah yang terdapat dalam tabel I-O dengan SNSE, yaitu mengenai subsidi kesehatan dan pendidikan. 4. Tabungan Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Kadang-kadang tabungan juga merupakan neraca residual dalam kerangka SAM atau SNSE Indonesia. Hal ini dilakukan karena ketidaktersediaannya data mengenai tabungan secara lengkap.
189
Misalnya hasil penghitungan menunjukan bahwa besar tabungan rumahtangga sebesar 2.19% dari total konsumsi rumahtangga, keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan sebesar 27.40% dari keuntungan modal yang diterima perusahaan dan tabungan pemerintah sebesar 18.33% dari total konsumsi pemerintah. Dengan demikian, maka besar tabungan rumahtangga sebanyak 7, tabungan perusahaan 20 dan tabungan pemerintah 11. Dari informasi-informasi tambahan diatas, maka SAM-nya akan menjadi seperti yang ada dalam Tabel 29 dibawah ini. Tahapan yang sama juga dilakukan untuk menyusun tabel IRIO menjadi IRSAM. Tabel 29. Tabel SAM Lengkap Penerimaan ⇒ Pengeluaran
⇓
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Faktor
Tenaga Kerja
1
40
60
-
100
Produksi
Modal
2
55
85
10
150
Rumahtangga
3
179
350
Perusahaan
4
73
17
100
Pemerintah
5
7
45
100
Sektor
1
6
100
15
100
150
25
20
410
Produksi
2
7
220
45
60
100
35
70
530
Neraca capital
8
7
22
60
Pajak Tak Langsung Netto
9
Luar Negeri
10
Institusi
Total
100
42
10
7
12
10 5
15
20
8
20
11 5
5
20 363
-
28
8
48
9
150
130
100
150
350
100
100
410
530
60
20
363
5.1.3. Disagregasi Sektor Bangunan dan Klasifikasi Institusi Rumahtangga Dalam IRSAM yang terbentuk, dari 22 sektor ekonomi yang ada, kegiatan pendirian bangunan, pembuatan jalan dan jembatan, pemasangan instalasi, serta kegiatan konstruksi lainnya tergabung dalam sektor bangunan/konstruksi. Untuk
190
kepentingan penelitian, sektor bangunan tersebut di disagregasi menjadi sektor bangunan jalan dan jembatan, serta sektor bangunan lainnya. Sumber data disagregasi berasal dari publikasi statistik konstruksi yang menerangkan penyelesaian kegiatan konstruksi setiap tahun berdasarkan kelompok kegiatannya. Dari informasi tersebut dapat ditetapkan output sektor bangunan jalan dan jembatan serta output kegiatan bangunan lainnya. Kemudian struktur input dari kegiatan bangunan jalan dan jembatan di peroleh berdasarkan publikasi statistik konstruksi dan kajian teknis tentang kebutuhan biaya antara pembangunan jalan dan jembatan. Sedangkan untuk struktur input sektor bangunan lainnya diperoleh dari hasil pengurangan nilai struktur input sektor bangunan dikurangi dengan nilai struktur input bangunan dan jembatan. Sebagaimana diketahui, bahwa sektor bangunan/konstruksi merupakan barang investasi, sehingga semua output dari sektor ini menjadi komponen investasi di permintaan akhir. Pemilihan Sektor didasarkan pada kebutuhan analisis dan ketersediaan data yang akurat untuk kawasan KBI maupun KTI. Sehingga ditetapkan sektor ekonomi hanya berjumlah 36 sektor, disesuaikan dengan jumlah sub sektor PDB/PDRB. Disamping itu, sesuai kebutuhan analisis, sektor bangunan yang hanya ada 1 sektor di PDB/PDRB dipisahkan menjadi 2 sektor, yaitu sektor bangunan jalan dan jembatan dan sektor bangunan lainnya. Pemisahan sektor bangunan tersebut didasarkan pada publikasi statistik konstruksi 2005, yang didalamnya menggambarkan jenis kegiatan konstruksi yang dilakukan pada tahun 2005. Gambaran tersebut
juga menceritakan kegiatan konstruksi yang
191
diselesaikanpada tahun tersebut, setengah selesai, serta gambaran biaya yang diperlukan untuk masing-masing jenis kegiatan konstruksi. Untuk rumahtangga, pemisahannya berdasarkan klasifikasi penggolongan rumahtangga menurut World Bank. Dimana klasifikasi rumahtangga dibedakan menjadi 3, yaitu 40% rumahtangga berpendapatan paling rendah sebagai rumahtangga golongan rendah, 40% rumahtangga berpendapatan diatasnya sebagai rumahtangga golongan sedang, dan 20% rumahtangga berpendapatan paling atas sebagai rumahtangga golongan atas. Dalam proses penyusunannya, rumahtangga kota dan desa, masing-masing disortir dari rumahtangga yang berpendapatan paling rendah sampai ke rumahtangga yang paling tinggi. Kemudian diambil 40% paling rendah, 40% diatasnya dan 20% paling tinggi. Penetapan pakai persentase rumahtangga, bukan batas pendapatan. Karena jika pakai pendapatan, ketika ada inflasi atau perubahan harga, nilainya cenderung sudah berubah. Susenas selama ini dikenal hanya menggambarkan pola konsumsi rumahtangga Indonesia. Padahal, didalam questioner susenas juga terdapat item yang menggambarkan pendapatan rumahtangga, sumber pendapatan rumahtangga (upah/gaji, surplus dan pendapaan kapital) dan besarnya penerimaan dan pengeluaran transfer, sehingga data susenas cukup untuk membuat neraca rumahtangga. Neraca luar negeri yang sudah tergambar dalam tabel input output adalah ekspor dan impor barang/jasa. Sedangkan arus transfer berjalan dan transfer modal diperoleh dari Balance of Payment (BOP) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
192
5.2. Metode Analisis Analisis yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut: (1) menggunakan nilai-nilai yang diekstrak dari tabel IRSAM KBI-KTI 2005, (2) menganalisis keterkaitan sektor-sektor produksi baik intra maupun interregional, (3) menganalisis efek multiplier (pengganda) output, nilai tambah, dan distribusi pendapatan institusi baik intra maupun interregional, dan (4) menganalisis dampak perubahan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain (spillover effect) dan terhadap perekonomian wilayah itu sendiri (self-generate effect), yang muaranya adalah menemukan pola ketergantungan ekonomi antara KBI dan KTI. Analisis dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif,
untuk menjawab
tujuan penelitian Pertama, Kedua dan Ketiga yaitu untuk mengetahui efek pembangunan jalan dan jembatan terhadap perekonomian meliputi pendapatan faktor produksi, pendapatan rumahtangga dan pendapatan sektor produksi baik intra maupun interregional KBI dan KTI yang dilakukan dengan analisis multiplier (pengganda) IRSAM KBI-KTI dan Keempat, untuk mengetahui besar peranan sektor pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI dengan structural path analysis (analisis jalur struktural)
sedangkan
Kelima,
untuk
mengetahui
dampak
kebijakan
pengembangan infrastruktur jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional dan nilai tambah KTI dan KBI dilakukan dengan analisis simulasi kebijakan dan analisis distribusi pendapatan. 5.2.1. Analisis Multiplier Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pertambahan pendapatan rumahtangga sebagai efek dari pembangunan infrastruktur jalan, bukan saja berasal dari faktor produksi tenaga kerja, namun
193
juga dapat bersumber dari kepemilikan lahan dan modal. Dengan kata lain, stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur jalan akan memberi efek multiplier terhadap pertambahan pendapatan faktor produksi tenaga kerja, lahan dan modal. Seluruh fenomena ini dapat dipotret secara komprehensif melalui analisis multiplier IRSAM, khususnya multiplier sektor infrastruktur jalan terhadap faktor-faktor produksi. 5.2.2. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumber pendapatan rumahtangga berasal dari intra dan interregional. Sumber
pendapatan
intraregional,
yaitu
pendapatan
berbagai kelompok
rumahtangga yang berasal dari berbagai sumber di dalam wilayahnya sendiri, sedangkan pendapatan rumahtangga interregional yakni pendapatan berbagai kelompok rumahtangga yang berasal dari berbagai sumber wilayah lain. Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja, lahan dan modal seluruhnya dimiliki oleh rumahtangga. Oleh karenanya, segala perolehan pendapatan dari pemanfaatan tenaga kerja, modal dan lahan oleh suatu sektor pembangunan akan di transfer langsung ke rumahtangga. Dalam hal ini rumahtangga yang menerima transfer tersebut dapat distratakan menjadi rumahtangga berpendapatan rendah, sedang dan tinggi, serta dapat dipisahkan menurut wilayah kota dan desa sebagaimana yang dilakukan dalam studi ini. 5.2.3. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Pembangunan
infrastruktur
jalan
dan
jembatan
diyakini
mampu
menggerakkan sektor riil dan memicu kegiatan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mengungkap fenomena ini dapat
194
diperhatikan dari besarnya nilai multiplier sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pendapatan sektor-sektor ekonomi. Menganalisis keterkaitan sektor-sektor produksi baik intra maupun interregional. Analisis keterkaitan antara sektor-sektor produksi dapat dilihat dari dua sisi, keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang menunjukkan daya penyebar, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap suatu sektor tertentu maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar nilai multipliernya. Backward linkages menggambarkan keterkaitan antarsektor (aktivitas) produksi yang berada di berada di hilir (downstream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hulu (upstream sectors). Sisi pandangnya adalah dari hilir ke hulu, dimana sektor yang berada di hilir sebagai pembeli input yang dihasilkan oleh sektor yang berada di hulu. Keterkaitan ke depan (forward linkages) menunjukkan derajat kepekaan suatu sektor tertentu terhadap permintaan akhir semua sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor produksi maka suatu sektor tertentu akan memberikan respon dengan manaikkan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar koefisien multipliernya. Forward linkages menggambarkan keterkaitan antarsektor (aktifitas) produksi yang berada di hulu (up stream sectors) dengan sektor-sektor produksi yang berada di hilir (downstream sectors). Sisi pandangnya adalah sebagai penjual input dan koefisisen multipliernya menunjukkan kemampuan menjual sektor hulu tersebut apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor ekonomi. Forward
195
linkages akan eksis apabila peningkatan produksi oleh sektor hulu (upstream sector) memberikan dampak eksternalitas positif terhadap sektor-sektor hilir (downstream sectors). 5.2.4. Analisis Jalur Struktural Penggunaan analisis jalur structural atau Structural Path Analysis (SPA) dimaksudkan untuk memperjelas jalur keterkaitan antara sektor infrastruktur jalan dan jembatan ke rumahtangga. Metode SPA mampu menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan dalam suatu gambar. Di dalam SPA, masing-masing elemen pada multiplier SAM dapat didekomposisi ke dalam pengaruh langsung, total, dan global. Ini berarti, SPA itu pada dasarnya adalah sebuah metoda yang dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit) (Prihawantoro, 2002). Menurut Defourny dan Thorbecke (1988) dalam Daryanto (2001) bahwa metode dekomposisi yang konvensional tidak mampu untuk menguraikan multiplier ke dalam transaksi komponennya atau untuk mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan. Dekomposisi multiplier yang konvensional hanya mampu menguraikan pengaruh-pengaruh dalam dan antara neraca endogen saja. Untuk menganalisis jalur struktural dari semua sektor ekonomi tersebut digunakan perangkat lunak Matrix Accounts Transformation System (MATS) version 1.0.5.
196
5.2.5. Analisis Dampak Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Nasional Analisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional dilakukan dengan (a) analisis simulasi dan (b) analisis distribusi pendapatan. 1.
Analisis Simulasi Analisis simulasi dilakukan untuk: (1) melihat sensitifitas perekonomian
suatu wilayah terhadap perubahan ekonomi wilayah lain, (2) menelusuri struktur ekonomi interregional, dan (3) menemukan alternatif kebijakan pembangunan ekonomi regional yang bermuara pada pemerataan pendapatan rumahtangga intraregional dan interregional. Simulasi dengan cara merubah variabel eksogen (injeksi) dalam hal ini dengan menambah panjang atau membangun infrastruktur jalan terhadap neraca endogen yaitu pendapatan domestik regional bruto, kesempatan kerja, nilai tambah bruto dan distribusi pendapatan di KBI dan KTI. Skenario kebijakan pembangunan ekonomi regional diarahkan untuk meningkatkan perekonomian KTI agar setara dengan KBI. Analisis simulasi kebijakan digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan di sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap perubahan output sektoral, pendapatan tenaga kerja dan rumahtangga. Perubahan pendapatan tersebut yang akan dijadikan dasar untuk melakukan analisis distribusi pendapatan. Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana efek multiplier pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan tersebut dipancarkan ke rumahtangga ketika ada injeksi dana stimulus sebesar satu rupiah. Analisis skenario kebijakan pengembangan sistem jaringan jalan nasional, dana stimulus tidak lagi sebesar satu rupiah, namun sebesar nilai yang
197
sudah ditetapkan dalam simulasi kebijakan yaitu berdasarkan Konsep Jaringan Jalan Nasional dimana untuk KBI bertambah 2.321.28 km dan KTI bertambah 3.481.93 km (Bina Marga, 2009). Adapun simulasi-simulasi kebijakan yang diaplikasikan dalam studi saat ini adalah sebagai berikut: Simulasi 1 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI sepanjang 2.321.28 km dan di KTI sepanjang 3.481.93 km, sesuai dengan Konsep Jaringan Jalan Nasional 2009. Simulasi 2 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI saja sepanjang 2.321.28 km. Simulasi 3 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KTI saja sepanjang 3.481.93 km. Simulasi 4 : Seluruh dana stimulus penambahan Jalan Nasional diberikan pada KBI saja sepanjang 5.803.21 km. Simulasi 5 : Seluruh dana stimulus penambahan Jalan Nasional diberikan pada KTI saja sepanjang 5.803.21 km. Dalam simulasi-simulasi diatas, penambahan panjang jalan (km) di ekivalenkan terlebih dahulu dalam satuan moneter (Rupiah) yaitu di kalikan dengan estímate harga satuan penanganan jalan rata-rata baik untuk KBI maupun KTI. Harga satuan penanganan jalan merujuk pada data hasil studi Bina Marga (Bina Marga, 2009).
Penanganan jalan yang
dimaksud meliputi pekerjaan
preservasi jalan termasuk jembatan (pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi) dan pembangunan Jalan (pelebaran dan pembangunan baru). Hasil simulasi kebijakan berupa penjabaran besarnya persentase perubahan pendapatan
198
rumahtangga saat ada injeksi dana stimulus di sektor infrastruktur jalan dan jembatan serta perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (baseline). 2.
Analisis Distribusi Pendapatan Untuk mengukur kesenjangan atau ketimpangan yang digunakan dengan
cara (1) Maximum to Minimum Ratio (MMR) dan (2) Coefficient of Variation (CV). Analisis distribusi pendapatan antara berbagai kelompok rumahtangga baik dengan cara Maximum to Minimum Ratio maupun Coefficient of Variation yaitu dengan
menghitung
selisih,
penurunan
indeks ketimpangan
pendapatan
antargolongan rumahtangga dari angka base baik intra maupun interregional KBI dan KTI, demikian pula dengan ketimpangan nilai tambah (PDRB) interregional KBI dan KTI juga dihitung selisih dari nilai base. Dengan demikian, dapat diketahui perubahan ketimpangan antar rumahtangga intra KBI dan KTI, interregional KBI-KTI (Nasional) serta perubahan ketimpangan nilai tambah interregional KBI-KTI.