II.
METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Nazir analisis berarti data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta (DIY). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangannya adalah bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah penghasil beras organik di Indonesia. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2016. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. C. Populasi dan Sampel Menurut Kuncoro (2013) Populasi diartikan sebagai kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Untuk informasi harga privat dan karakteristik petani padi organik, penelitian ini mengambil populasi petani padi organik yang aktif menanam padi organik dan bersertifikat sebagai petani padi organik dari LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
1
2
(DIY). Untuk itu akan diteliti semua anggota populasi yaitu dengan teknik sensus (Morrisan, 2012). Dalam teknik sensus, setiap anggota (unit) populasi dimasukkan sebagai contoh responden. Menurut Kuncoro (2013) peneliti dapat mencari data dari seluruh elemen yang ada dalam populasi yang diteliti melalui sensus dan data yang dihasilkan melalui sensus lebih akurat. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), petani yang bersertifikat organik dari LSO terdapat di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Penggunaan metode sensus dalam penelitian berarti semua anggota populasi diteliti (petani sebagai responden). Dengan perincian dalam Tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4. Jumlah Populasi Petani Organik Bersertifikat LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) Provinsi DIY No
Kabupaten
1.
Sleman
Jumlah Petani
Usahatani Padi Organik Aktif
42 orang (dua kelompok tani) 2. Kulon 9 orang (satu Aktif Progo kelompok tani) 3. Bantul 46 orang (satu Aktif kelompok tani) 30 orang (satu Tidak Aktif kelompok tani) Total populasi sesuai kriteria = 127- 30 = 97 orang petani
Keterangan Sertifikat LSO Sertifikat LSO Sertifikat LSO Sertifikat LSO
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2015) Untuk mengetahui rantai distribusi beras organik termasuk biaya tata niaga dan lain-lain, sampel dikumpulkan secara snowball
yaitu
sebuah prosedur pengambilan sampel dimana responden pertama dipilih dengan metode probabilitas kemudian responden selanjutnya diperoleh dari informasi yang diberikan oleh responden pertama (Kuncoro 2013) atau dapat juga diartikan dengan jumlah responden yang semakin lama semakin banyak atau informasi yang makin lama dan makin besar. Dalam
3
penelitian ini mengikuti rantai distribusi/tata niaga mulai dari petani, gapoktan dan lain-lain. Pedagang pengumpul dalam hal ini adalah kelompok tani. Sampel yang akan diambil untuk menghitung biaya transportasi digunakan informasi dari kelompok tani masing-masing lokasi penelitian. Pelabuhan ekspor adalah pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dan Bandar Udara impor yang akan dijadikan acuan dalam penentuan harga perbatasan adalah Bandara Adi Sutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). D. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis dan sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner (pertanyaan) yang telah disiapkan. 2. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan atau disiapkan oleh pihak ketiga baik instansi maupun lembaga pengumpul data (Kuncoro 2013). Adapun data primer yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 1. Data harga input-input tradable dan non tradable (faktor domestik) yang berlaku di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ataupun tingkat kabupaten sentra, data ini akan digunakan untuk membantu dalam perhitungan daya saing usaha padi organik, 2. Karakteristik responden kegiatan usaha padi organik yang terdiri dari pendapatan dan penggunaan faktor-faktor produksi, pemasaran padi organik, penentuan harga di tingkat petani dan pandangan dan informasi dari petani dalam peningkatan kualitas beras organik, penyediaan lahan, pupuk dan pestisida. Data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari:
4
1. Kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pengembangan dan yang berkaitan dengan usaha padi organik dan beras organik dalam bentuk peraturan-peraturan terkait 2. Data ekspor dan impor, nilai pendapatan pajak ekspor dan impor, nilai total dari kegiatan impor dan ekspor. 3. Perkembangan data harga beras organik (domestik dan impor), nilai tukar dan harga berdasarkan pelabuhan acuan (CIF). Data-data ini secara keseluruhan akan digunakan untuk melengkapi pembahasan secara komprehensif yang dikaitkan terhadap hasil analisis PAM. 4. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian baik di tingkat pusat (Badan Pusat Statistik/BPS, Kementerian Pertanian, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Badan Standarisasi Nasional/BSN, Kementerian Perdagangan, Aliansi Organis Indonesia) maupun daerah (BPS Provinsi, BPS Kabupaten, Dinas Pertanian). E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu : 1. Observasi yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung secara logis terhadap obyek yang akan diteliti 2. Pencatatan, teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini 3. Wawancara yaitu proses memperoleh data dengan meminta keterangan dari responden melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai panduan (Nazir 2014). F. Metode Analisis Data Metode analisis data memakai Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix), dan Analisis Sensitivitas. Data kemudian diolah dengan program
microsoft
excel
dan tabel hubungan
input
output
untuk
5
mengalokasikan biaya dan komponen tradable dan non tradable. Selanjutnya matriks PAM disusun dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil tertentu sebagai indikator pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input dan output. Penelitian ini terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu pertama Analisis daya saing menggunakan PAM (Policy Analysis Matrix). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian untuk daya saing usahatani padi organik adalah : a. Penentuan input usaha padi organik, dimana perhitungan dapat dilakukan secara menyeluruh, sistematis yang terdiri dari seluruh bahan (benih, pupuk, dan pestisida), tenaga kerja dan lain sebagainya yang diperlukan dalam kegiatan usahatani dan dalam perolehannya menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan. b. Pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable. c. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output. d. Setelah harga bayangan diperoleh maka dilakukan analisis dengan menggunakan PAM Yang kedua analisis daya saing dengan adanya perubahan kebijakan dengan menggunakan analisis sensitivitas. Dari matriks analisis kebijakan dapat dilakukan beberapa analisis, yaitu: 1. Analisis Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari keuntungan usahatani padi organik pada harga privat. Keunggulan kompetitif dianalisis berdasarkan keuntungan privat dan rasio biaya privat. a) Keuntungan Privat atau Private Profitability Keuntungan privat (KP) adalah selisih dari pendapatan privat dan biaya privat. Merupakan indikator daya saing dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Jika nilai KP lebih besar dari nol, berarti sistem memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika nilai KP kurang dari nol,
6
berarti sistem komoditas tidak mendapatkan keuntungan. Keuntungan privat didapat dengan rumus berikut:
KP (D) = A – B – C Keterangan : A = Penerimaan Privat B = Biaya Input tradable privat C = Biaya Input non tradable privat b) Rasio Biaya Privat atau Private Cost Ratio (PCR) PCR adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai PCR mencerminkan kemampuan sistem komoditas membiayai faktor domestik pada harga privat. Nilai ini juga digunakan sebagai ukuran efisiensi secara finansial dan menjadi satu indikator keunggulan kompetitif. Nilai PCR diusahakan kurang dari satu karena untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diharapkan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu. Semakin kecil nilai PCR maka semakin besar tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. PCR dapat diperoleh dari rumus :
2. Analisis Keunggulan Komparatif Keunggulan komparatif dapat dilihat dari keuntungan usahatani padi organik pada harga sosial. Keunggulan komparatif dianalisis berdasarkan keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik. a) Keuntungan Sosial atau Social Profitability Keuntungan sosial (KS) adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial. Merupakan indikator daya saing (keunggulan komparatif) pada kondisi tidak ada efek divergensi. Keuntungan sosial dirumuskan sebagai berikut:
KS (H) = E – F – G
7
Keterangan : E = Penerimaan Sosial F = Biaya input tradable sosial G = Biaya input non tradable sosial Jika keuntungan sosial lebih besar dari nol dan nilainya makin besar, maka sistem komoditi padi organik tersebut makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Sebaliknya, jika keuntungan sosial lebih kecil dari nol, maka sistem komoditi tidak mampu berjalan dengan baik tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. b) Rasio Biaya Sumberdaya Domestik / Domestic Ratio Cost (DRC) DRC adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga bayangan. Nilai ini digunakan sebagai ukuran efisiensi secara ekonomi dan menjadi satu indikator keunggulan komparatif. Suatu kegiatan ekonomi juga diharapkan memiliki nilai DRC yang kurang dari satu agar terjadi efisiensi secara ekonomi (menunjukkan keunggulan komparatif). Apabila nilai DRC yang lebih dari satu, menunjukkan semakin besar penggunaan sumber daya atau terjadi pemborosan sumber daya domestik. DRC dapat diperoleh dari rumus:
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan input, kebijakan output, dan kebijakan input-output. Berikut penjelasan dampak kebijakan pemerintah, yaitu: a. Kebijakan Input Kebijakan input adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi input suatu kegiatan produksi. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input
8
terdiri dari transfer input, Nominal Protection Coefficient In Input (NPCI), dan transfer faktor. 1) Transfer Input Transfer input (TI) adalah selisih antara biaya input tradable pada harga privat dengan biaya input tradable pada harga sosial. Nilai TI menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Jika nilai TI positif (TI lebih besar dari nol) menunjukkan harga sosial input asing lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar input lebih mahal. Sebaliknya, jika TI bernilai negatif (TI kurang dari nol) hal ini menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing, sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial (social opportunity) yang seharusnya dibayarkan. Transfer input dirumuskan sebagai berikut:
TI=B–F Keterangan: B = Biaya input tradable privat F = Biaya input tradable sosial 2) Nominal Protection Coefficient In Input (NPCI) NPCI merupakan rasio untuk mengukur besarnya transfer input tradable. NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable bila dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai NPCI yang lebih besar dari satu (NPCI > 1) berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input, sehingga biaya input domestik lebih mahal daripada biaya input pada tingkat harga dunia, seolah-olah sistem dibebani pajak oleh kebijakan yang ada. Sebaliknya jika nilai NPCI lebih kecil dari satu (NPCI < 1) berarti terdapat subsidi terhadap input tersebut yang menyebabkan biaya input domestik lebih rendah daripada biaya input pada tingkat harga dunia. NPCI dirumuskan sebagai berikut:
9
3) Transfer Faktor Transfer faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable. Jika nilai transfer faktor positif (TF lebih besar dari nol) menunjukkan bahwa terjadi subsidi negatif pada input non tradable. Jika nilai transfer faktor negatif (TF lebih kecil dari nol), berarti terdapat subsidi positif pada input non tradable. Transfer faktor dirumuskan sebagai berikut:
TF=C–G Keterangan: C = Biaya input non tradable privat G = Biaya input non tradable sosial. b. Kebijakan Output Kebijakan output adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi output suatu kegiatan produksi. Kebijakan output terdiri dari transfer output dan Nominal Protection Coefficient On Output (NPCO). 1) Transfer Output/ Output Transfer TO/OT merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (finansial) dengan penerimaan yang dihitung atas harga sosial (bayangan). Analisis TO dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah mampu memberikan insentif kepada pelaku ekonomi. Nilai TO positif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada output menyebabkan harga privat output lebih besar dibandingkan harga bayangan output, yang menunjukkan besarnya insentif masyarakat atau konsumen terhadap produsen, dimana konsumen membayar lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayarkan. Jika nilai TO negatif menunjukkan bahwa dengan adanya distorsi kebijakan pemerintah, akan menyebabkan harga privat output menjadi lebih rendah dibandingkan harga bayangan output. Nilai TO negatif juga
10
menunjukkan adanya kebijakan pemerintah pada harga output berupa subsidi negatif. Rumus dari TO sebagai berikut:
T O (I) = A - E Keterangan: A = Penerimaan Privat E = Penerimaan Sosial 2) Nominal Protection Coefficient On Output (NPCO) NPCO adalah rasio penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial yang merupakan indikator dari tingkat proteksi pemerintah terhadap output. Menunjukkan seberapa besar harga domestik (harga privat) berbeda dengan harga sosial. Jika nilai NPCO lebih dari satu (NPCO>1) berarti harga domestik lebih tinggi dari harga impor (atau ekspor) dan berarti sistem usahatani menerima proteksi, begitu pula sebaliknya, jika NPCO lebih kecil dari satu, harga domestik lebih rendah dari harga dunia berarti harga domestik di disproteksi. Dalam situasi tidak ada policy transfer (jika = 0), harga domestik tidak berbeda dengan harga dunia dan NPCO= 1 NPCO dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: A = Penerimaan Privat E = Penerimaan Sosial c. Kebijakan Input-Output Kebijakan input output adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi input-output suatu kegiatan produksi. Kebijakan input-output terdiri
11
dari koefisien proteksi efektif, transfer bersih, koefisien keuntungan dan nilai rasio subsidi bagi produsen.
1) Koefisien Proteksi Efektif/ Effective Protection Coefficient (EPC) Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditi dalam negeri. Nilai EPC menggambarkan seberapa besar kebijakan pemerintah melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Apabila nilai EPC lebih besar dari satu, berarti pemerintah melindungi produsen secara efektif dengan menaikkan harga output atau input yang diperdagangkan diatas harga efisiennya. Begitu pun sebaliknya. EPC dirumuskan sebagai berikut:
2) Transfer Bersih atau Net Transfer (TB) Transfer bersih (TB) merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. TB menggambarkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani, apakah merugikan atau menguntungkan petani. Nilai TB yang positif menunjukkan kebijakan insentif membuat surplus produsen bertambah, sedangkan nilai TB yang negatif mengakibatkan surplus produsen berkurang.
Rumus TB :
T B (L) = D – H atau I-J-K 3) Koefisien Keuntungan atau Profitability Coeficient (PC)
12
Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC menunjukkan pengaruh keseluruhan dari kebijakan yang menyebabkan perbedaan antara keuntungan privat dan sosial. Jika nilai PC lebih besar dari nol, maka yang terjadi adalah kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima oleh produsen lebih kecil bila dibandingkan tidak ada kebijakan, dan sebaliknya apabila PC bernilai negatif. Koefisien keuntungan dirumuskan:
4) Nilai Rasio Subsidi Bagi Produsen / Subsidy Ratio to Producer (SRP) Menunjukkan tingkat penambahan dan pengurangan penerimaan karena adanya kebijakan pemerintah. SRP yang bernilai negatif (SRP
lebih
kecil
dari
nol)
berarti
kebijakan
pemerintah
menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosial untuk berproduksi. SRP dirumuskan:
Berikut penjabaran analisis data menggunakan PAM (Policy Analysis Matrix) : 1. Menentukan Input dan Output Pada usahatani padi organik, komponen input merupakan semua input yang digunakan dalam proses produksi sampai menghasilkan output yang siap dijual. Input-input tersebut antara lain: benih, lahan, tenaga kerja, pupuk organik (pupuk kompos jerami, dan pupuk kandang), pestisida
13
nabati (bahan-bahan yang terbuat dari alam), dan peralatan pertanian (cangkul, sabit, tanki dll).
2. Alokasi Biaya Komponen Domestik dan Asing Pada penelitian ini digunakan pendekatan total untuk mengalokasikan biaya komponen domestik (non tradable) dan asing (tradable). Pendekatan total lebih sesuai digunakan dalam analisis dampak kebijakan untuk memperkirakan biaya ekonomi dan sosial dari struktur proteksi yang dilakukan pemerintah. a. Alokasi Biaya Produksi Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik itu secara tunai maupun diperhitungkan. Biaya tersebut digunakan untuk membeli sejumlah input. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input dan penilaian biaya input tradable dan non tradable dalam total biaya input. b. Alokasi Biaya Tata Niaga Biaya tata niaga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atas kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk, dan waktu termasuk di dalamnya penanganan dan pengangkutan. Biaya tata niaga dihitung dari seluruh biaya tata niaga dari daerah produsen hingga ke konsumen. Biaya tata niaga terdiri dari biaya transportasi dan penanganan. 3. Penentuan Harga Bayangan Input dan Output Penggunaan harga pasar dalam analisis ekonomi seringkali tidak menggambarkan opportunity cost-nya. Oleh karena itu, ketika melakukan penelitian analisis ekonomi setiap input dan output harus disesuaikan terlebih dahulu dengan tingkat harga sosial. Harga sosial atau sering disebut dengan harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu
14
perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan, namun dalam kenyataannya sulit untuk menemukan kondisi pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna (Gittinger, 1986). Adapun alasan penggunaan harga bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah : 1.
Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan suatu aktivitas.
2.
Harga pasar yang berlaku tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan jika seandainya terdapat sejumlah pilihan sumber daya yang digunakan dalam aktivitas, namun tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat.
Menurut Pearson et. al (2005), harga sosial atau harga efisiensi untuk input maupun output tradable adalah harga internasional untuk barang yang sejenis (comparable) yang merupakan ukuran sosial opportunity cost terbaik bagi barang-barang tersebut. Untuk sebuah importable (barang yang diimpor), harga barang impor tersebut menunjukkan opportunity cost untuk menghasilkan tambahan satu unit produk untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Sedangkan untuk exportable (barang yang diekspor), harga ekspor barang tersebut menunjukkan opportunity cost satu unit tambahan produksi domestik untuk diekspor, bukan untuk konsumsi dalam negeri. Harga dunia bisa dicari dari pusat statistik negara tetangga, kelompok industri, atau lembaga-lembaga internasional (International Monetary Fund, World Bank, Asian Development Bank, atau lembaga-lembaga dibawah PBB). a. Harga Bayangan Output Menurut Pearson et al., (2005), harga bayangan output tradable yang digunakan adalah harga yang berlaku pada perbatasan negara (border price), baik ketika barang tersebut tiba dari luar negeri (impor),
15
maupun saat produk akan dikirim ke luar negeri (ekspor). Harga bayangan untuk produk yang akan diekspor disebut harga FOB (free on board), yaitu harga pelabuhan yang dikonversikan dengan nilai tukar rupiah lalu dikurangi biaya transportasi dan tataniaga. Harga bayangan untuk output yang diimpor adalah CIF (cost of insurance freight) yang ditambah biaya
tataniaga.
Pada
penelitian ini
menggunakan harga CIF beras organik yang berasal dari Thailand. Penggunaan beras organik yang berasal dari Thailand dikarenakan impor beras Indonesia terbanyak berasal dari negara tersebut. Harga paritas impor di tingkat petani untuk beras organik rincian perhitungan terlampir pada lampiran 1,2 dan 3. b. Harga Bayangan Input Harga bayangan input ditentukan berdasarkan input tradable dan non tradable. Input tradable dalam penelitian ini merupakan komoditas ekspor yaitu pupuk organik cair dan pestisida nabati. 1) Harga Bayangan Pupuk Organik Cair Pada penelitian ini menggunakan harga FOB pupuk organik cair perusahaan Sidomuncul. Perhitungan FOB terlampir pada lampiran 4. Penggunaan pupuk organik cair produksi PT. Sidomuncul dikarenakan perusahaan tersebut sudah melaksanakan ekspor pupuk organik cair ke berbagai negara. Penentuan harga CIF dapat dihitung dari harga dasar ditambah dengan biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight). 2) Harga Bayangan Pestisida Nabati Perhitungan harga bayangan Pestisida organik pada penelitian ini menggunakan Impor FOB Shanghai (China) perincian perhitungan terdapat pada lampiran 5. 3) Harga Bayangan pupuk padat Perhitungan harga bayangan pupuk padat pada penelitian ini menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) ditambah rasio kenaikan di pedagang rincian terdapat pada lampiran 6.
16
4) Harga Bayangan Peralatan Pertanian Peralatan yang digunakan oleh petani dalam bertani padi organik di lokasi penelitian terdiri dari cangkul, sabit, terpal, dan lain-lain. Harga bayangan untuk peralatan didasarkan pada harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna. Harga dihitung berdasarkan per musim tanam (MT). 5) Harga Bayangan Benih Benih yang biasa digunakan dalam usahatani padi di lokasi penelitian adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) ditambah rasio kenaikan di pedagang rincian terdapat pada lampiran 6. c. Harga Bayangan Faktor Domestik Setiap faktor domestik memiliki cara yang berbeda-beda dalam menentukan harga bayangannya. Hal ini dikarenakan kondisi setiap faktor domestik di lokasi penelitian berbeda. 1) Harga Bayangan Tenaga Kerja Dalam sektor pertanian dikenal adanya adat ataupun lembaga pemerataan kemiskinan (share poverty institution) seperti gotong royong atau sambatan dalam kegiatan pengolahan tanah, menyiang dan sistem bawon dalam panen. Kegiatan semacam ini cenderung memberikan imbalan terhadap tenaga kerja yang kurang sesuai dengan nilai produktivitas marjinalnya (Suryana 1980). Tenaga kerja pertanian dalam hal ini padi organik pada umumnya tenaga kerja tidak terdidik, sehingga upah tenaga kerja menjadi 80 persen dari tingkat upah yang berlaku dalam penelitian. 2) Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama yang termasuk ke dalam input
faktor
domestik.
Menurut
Gittinger
(1986),
untuk
menentukan harga bayangan lahan adalah dengan memakai nilai sewa lahan yang diperhitungkan setiap musimnya.
17
3) Harga Bayangan Nilai Tukar Uang Rumus penentuan harga sosial nilai tukar uang digunakan rumus menurut Squire dan Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986), yaitu:
Keterangan: SERt =
Shadow Exchange Rate tahun ke-t (nilai tukar bayangan, Rp/US$)
OERt =
Official Exchange Rate tahun ke-t (nilai tukar resmi, Rp/US$)
SCFt =
Standard Convertion Factor tahun ke-t (Faktor Konversi Standar)
Nilai SCF ditentukan berdasarkan formulasi sebagai berikut (Rosegrant, 1987 dalam Gittinger, 1986):
Keterangan: SCFt = Faktor Konversi Standar tahun ke-t Mt
= Nilai Impor tahun ke-t (Rp)
Tmt
= Pajak Impor tahun ke-t (Rp)
Xt
= Nilai Ekspor tahun ke-t (Rp)
Txt = Pajak Ekspor tahun ke-t (Rp)
Nilai ekspor Indonesia untuk Semester I tahun 2015 (Xt) sebesar US$ 115.073,4 juta, Nilai impor Indonesia untuk tahun Semester I 2015 (Mt) sebesar US$ 107.942,2 juta. Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt) untuk Semester I tahun 2015 sebesar US$
18
15,5 juta Penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) Semester I sebesar US$ 22,14 juta (Badan Pusat Statistik 2015). Nilai tukar resmi (nilai tengah) rata-rata selama semester 1 tahun 2015 yaitu Januari sampai dengan Juni 2015 mata uang rupiah terhadap U$ Dollar sebesar Rp.12.967,72 (Bank Indonesia 2015). Berdasarkan data tersebut dan perhitungan menurut Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986), dapat diketahui nilai Standard Convertion Factor (SCFt) tahun ke-t (Faktor Konversi Standar) adalah 0.99 dan nilai tukar bayangan mata uang rupiah terhadap U$ Dollar (SER) sebesar Rp. 12.968,89
Setelah dilakukan analisis PAM maka perlu dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Suatu analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu indikator atau mengkombinasikan indikator-indikator dan menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula. Indikator analisis sensitivitas berupa penurunan jumlah output pada nilai tertentu tiap karakteristik petani, kenaikan biaya produksi sampai nilai tertentu, Penurunan nilai tukar rupiah menjadi Rp.15.000/US Dollar, dan Peningkatan nilai tukar rupiah menjadi Rp.10.000/US Dollar. Indikator tersebut dianggap sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat penerimaan dan pendapatan petani yang dikaitkan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif pada usahatani padi organik ini. Pendekatan analisis sensitivitas dilakukan dengan cara membuat nilai PCR mendekati nilai satu. Nilai PCR dijadikan dasar dalam analisis sensitivitas dikarenakan nilai PCR menggunakan harga aktual kondisi lapang atau harga privat. Hasil analisis sensitivitas akan menunjukkan seberapa besar respon usahatani padi organik terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif akibat adanya perubahan indikator analisis sensitivitas.
19
Berikut analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini: 1. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi penurunan jumlah output, dengan faktor lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara langsung kepada petani, bahwa penurunan jumlah output disebabkan apabila terjadi serangan hama atau gangguan cuaca pada usahatani padi organik ini. Selain itu peneliti ingin melihat sampai sejauh mana penurunan jumlah output mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif atau sampai sejauh mana perubahan penurunan jumlah output hingga mendekati nilai PCR sama dengan satu. 2. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi kenaikan biaya produksi pada harga privat usahatani padi organik. 3. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi nilai tukar penurunan nilai tukar menjadi Rp.15.000/US$ pada usahatani padi organik. 4. Analisis sensitivitas keunggulan komparatif dan kompetitif dengan asumsi jika terjadi penguatan nilai tukar Rp 10.000/US$ pada usahatani padi organik.
20
G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No 1
Jenis Kegiatan
Bulan ke-
I Observasi dan Ijin Penelitian XX
2
Pengumpulan Data
3
Pengolahan Data
4
Analisis Data
5
Penyusunan Laporan
II
III
IV
XX XX XX XX XX XX XX XX
21